IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PADA TAHAP AWAL PELAKSANAAN PROYEK
Laporan Identifikasi Permasalahan Penyerapan Anggaran Tahun ...
Transcript of Laporan Identifikasi Permasalahan Penyerapan Anggaran Tahun ...
LAPORAN
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENYERAPAN ANGGARAN TAHUN 2011
DI ENAM KEMENTERIAN/LEMBAGA DANSATUAN KERJA PEMERINTAH DAERAH
DI DUA PROVINSI
Kedeputian Bidang Evaluasi Kinerja PembangunanKementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas
2012
i
ii
KATA PENGANTAR
Penyerapan anggaran yang baik dan sesuai rencana akan mempengaruhi capaian pembangunan nasional yang baik pula. Sepanjang Tahun Anggaran 2009 hingga 2011 ditemui adanya kecenderungan penurunan penyerapan anggaran. Bila kita perhatikan, dalam periode tersebut pada bulan yang sama terlihat pula kecenderungan penyerapan yang semakin rendah. Kecenderungan yang terjadi harus segera diperbaiki agar tidak menghambat pelaksanaan pembangunan.
Berkaitan dengan itu, Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan mengupayakan langkah-langkah agar lambatnya penyerapan tidak terjadi di tahun-tahun mendatang. Upaya tersebut diawali dengan Rapat Monitoring dan Evaluasi Koordinasi Pelaksanaan Pembangunan Triwulan II Tahun Anggaran 2011 dengan 11 Kementerian/Lembaga (K/L) yang mempunyai alokasi anggaran di atas Rp.10 triliun dan berlangsung pada tanggal 13 September 2011 di Bappenas. Selanjutnya rapat koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan terhadap K/L yang sama dilangsungkan pula pada 7 Desember 2011 guna memantau penyerapan Triwulan IV dan mengantisipasi permasalahan penyerapan di Tahun Anggaran 2012. Kedua rapat koordinasi tersebut melibatkan Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Sebagai tindak lanjut dari rapat koordinasi tersebut dilakukan kunjungan lapang untuk memastikan permasalahan yang mengakibatkan lambatnya penyerapan di K/L dan daerah serta upaya tindak lanjut yang telah dilakukan K/L dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) di daerah. Hasil kunjungan lapang disusun kembali dalam Laporan Identifikasi Permasalahan Penyerapan Anggaran Tahun 2011 di Enam Kementerian/Lembaga dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah di Dua Provinsi.
Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di waktu mendatang. Akhirnya, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak pelaksanaan Rapat Koordinasi hingga tersusunnya laporan ini.
Jakarta, Januari 2012
Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas
Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan
Edi Effendi Tedjakusuma
iii
iv
DAFTAR ISI
Halaman JudulKata PengantarDaftar IsiDaftar TabelDaftar Gambar
I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang1.2 Tujuan Pelaksanaan Kunjungan Lapang
II HASIL KUNJUNGAN LAPANG KE KEMENTERIAN/LEMBAGA 2.1 Umum2.2 Kelompok Permasalahan2.2.1 Pemblokiran Anggaran2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P 2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan2.2.5 Pelelangan2.2.6 Lahan2.2.7 Organisasi2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan2.2.9 Permasalahan Lainnya
III HASIL KUNJUNGAN LAPANG KE SKPD3.1 Umum3.2 Permasalahan SKPD3.2.1 Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan3.2.2 Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat3.2.3 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat
IV KESIMPULAN
Lampiran-lampiran
iiiiivv
vi
14
5778
10101111121415
1718181819
21
23
v
DAFTAR GAMBAR
Tabel 1. Pagu dan Penyerapan Angaran Kementerian/LembagaTabel 2. Pagu dan Penyerapan Angaran SKPD
618
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Penyerapan Anggaran Kementerian/Lembaga s.d 8 Agustus 2011Gambar 2. Penyerapan Anggaran Kementerian/Lembaga s.d 31 Desember 2011Gambar 3. Penyerapan Anggaran Kementerian/Lembaga Menurut Jenis Belanja s.d 31 Desember 2011
233
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rendahnya realisasi anggaran Kementerian/Lembaga hingga Semester I Tahun 2011 yang hanya mencapai 26% telah menjadi perhatian Presiden RI yang disampaikan dalam arahan beliau pada Sidang Kabinet 6 September 2011. Perhatian dan arahan Presiden RI diutarakan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam Rapat Pimpinan Bappenas (menyusuli Sidang Kabinet) dan ditekankan agar menjadi perhatian bersama. Dalam menindaklanjuti pesan Ibu Menteri, Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan telah melaksanakan rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan II TA 2011 dengan 11 Kementerian/Lembaga (K/L) yang mempunyai alokasi anggaran di atas Rp10 triliun, 2 K/L pelaksana prioritas pembangunan nasional, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) pada 13 September 2011.
Kondisi penyerapan anggaran K/L hingga akhir Agustus 2011 adalah sebesar Rp185,91 triliun dari total Pagu DIPA K/L (Rp436 triliun) atau sebesar 43%. Sementara itu, bila dilihat menurut jenis belanja, dari keempat jenis belanja, yakni belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan bantuan, hanya belanja pegawai yang memiliki penyerapan anggaran yang cukup tinggi yakni 75%.
Tindak lanjut yang telah dilakukan terhadap arahan Presiden dan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas di atas berhasil mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi terkait penyerapan anggaran sampai dengan Triwulan II TA 2011, dan menyepakati usulan solusi, beserta rencana tindak lanjutnya. Namun kemudian ketika pada Triwulan III TA 2011 penyerapan anggaran masih juga rendah, maka diadakan rapat koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan pada 7 Desember 2011 dengan K/L yang terlibat dalam pertemuan 13 September 2011. Rendahnya penyerapan anggaran dan realisasi capaian hingga Triwulan III tahun 2011 disinyalir akibat lemahnya perencanaan dan pengadaan barang dan jasa.
Sampai dengan akhir Desember 2011 kondisi penyerapan anggaran K/L adalah sebesar Rp473,36 triliun dari total Pagu DIPA K/L sebesar Rp548,46 triliun atau sebesar 86,31% (Gambar 2). Bila dilihat menurut jenis belanja maka belanja pegawai memiliki penyerapan anggaran yang paling besar yakni 95,99%, sedangkan belanja lainnya, yakni belanja barang 79,33%, belanja modal 80,63%, bantuan sosial 86,64% (Gambar 3).
Secara umum, permasalahan yang muncul dalam koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011 masih sama dengan permasalahan yang teridentifikasi dalam monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan II. Oleh karena itu, untuk mengenali permasalahan penyerapan anggaran TA 2011 secara lebih mendalam, disusun check list permasalahan beserta tindak lanjutnya menurut K/L dan SKPD terkait. Check list akan digunakan dalam kunjungan lapang untuk mencek permasalahan dan upaya yang telah dilakukan serta tindak lanjut yang direncanakan oleh K/L dan SKPD di Provinsi. Selain itu, diupayakan pula untuk mengidentifikasi permasalahan K/L yang dalam upaya mengatasinya memerlukan bantuan pendampingan dari Bappenas, Kementerian Keuangan, LKPP atau Kemenko Perekonomian, termasuk yang terkait dengan DPR.
1.2 Tujuan Pelaksanaan Kunjungan Lapang
Tujuan kunjungan lapang adalah untuk mengidentifikasi masalah penyerapan anggaran TA 2011 di beberapa K/L dan SKPD serta masalah penyerapan yang dihadapi di awal pelaksanaan kegiatan TA 2012, seperti pemblokiran, pelelangan dan sebagainya. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan kegiatan 2012 tidak terkendala dengan permasalahan yang terjadi pada 2011.
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
foto
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
Sedangkan belanja lainnya masih di bawah 50%, yakni belanja barang 37%, belanja modal 28%, bantuan sosial 40%. (Gambar 1)
11
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rendahnya realisasi anggaran Kementerian/Lembaga hingga Semester I Tahun 2011 yang hanya mencapai 26% telah menjadi perhatian Presiden RI yang disampaikan dalam arahan beliau pada Sidang Kabinet 6 September 2011. Perhatian dan arahan Presiden RI diutarakan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam Rapat Pimpinan Bappenas (menyusuli Sidang Kabinet) dan ditekankan agar menjadi perhatian bersama. Dalam menindaklanjuti pesan Ibu Menteri, Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan telah melaksanakan rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan II TA 2011 dengan 11 Kementerian/Lembaga (K/L) yang mempunyai alokasi anggaran di atas Rp10 triliun, 2 K/L pelaksana prioritas pembangunan nasional, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) pada 13 September 2011.
Kondisi penyerapan anggaran K/L hingga akhir Agustus 2011 adalah sebesar Rp185,91 triliun dari total Pagu DIPA K/L (Rp436 triliun) atau sebesar 43%. Sementara itu, bila dilihat menurut jenis belanja, dari keempat jenis belanja, yakni belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan bantuan, hanya belanja pegawai yang memiliki penyerapan anggaran yang cukup tinggi yakni 75%.
Tindak lanjut yang telah dilakukan terhadap arahan Presiden dan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas di atas berhasil mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi terkait penyerapan anggaran sampai dengan Triwulan II TA 2011, dan menyepakati usulan solusi, beserta rencana tindak lanjutnya. Namun kemudian ketika pada Triwulan III TA 2011 penyerapan anggaran masih juga rendah, maka diadakan rapat koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan pada 7 Desember 2011 dengan K/L yang terlibat dalam pertemuan 13 September 2011. Rendahnya penyerapan anggaran dan realisasi capaian hingga Triwulan III tahun 2011 disinyalir akibat lemahnya perencanaan dan pengadaan barang dan jasa.
Sampai dengan akhir Desember 2011 kondisi penyerapan anggaran K/L adalah sebesar Rp473,36 triliun dari total Pagu DIPA K/L sebesar Rp548,46 triliun atau sebesar 86,31% (Gambar 2). Bila dilihat menurut jenis belanja maka belanja pegawai memiliki penyerapan anggaran yang paling besar yakni 95,99%, sedangkan belanja lainnya, yakni belanja barang 79,33%, belanja modal 80,63%, bantuan sosial 86,64% (Gambar 3).
Gambar 1Penyerapan Anggaran Kementerian/Lembaga
s.d. 8 Agustus 2011
Secara umum, permasalahan yang muncul dalam koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011 masih sama dengan permasalahan yang teridentifikasi dalam monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan II. Oleh karena itu, untuk mengenali permasalahan penyerapan anggaran TA 2011 secara lebih mendalam, disusun check list permasalahan beserta tindak lanjutnya menurut K/L dan SKPD terkait. Check list akan digunakan dalam kunjungan lapang untuk mencek permasalahan dan upaya yang telah dilakukan serta tindak lanjut yang direncanakan oleh K/L dan SKPD di Provinsi. Selain itu, diupayakan pula untuk mengidentifikasi permasalahan K/L yang dalam upaya mengatasinya memerlukan bantuan pendampingan dari Bappenas, Kementerian Keuangan, LKPP atau Kemenko Perekonomian, termasuk yang terkait dengan DPR.
1.2 Tujuan Pelaksanaan Kunjungan Lapang
Tujuan kunjungan lapang adalah untuk mengidentifikasi masalah penyerapan anggaran TA 2011 di beberapa K/L dan SKPD serta masalah penyerapan yang dihadapi di awal pelaksanaan kegiatan TA 2012, seperti pemblokiran, pelelangan dan sebagainya. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan kegiatan 2012 tidak terkendala dengan permasalahan yang terjadi pada 2011.
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
Sumber: Paparan Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan pada Rapat Monitoring dan Evaluasi Koordinasi Pelaksanaan Pembangunan Triwulan II Tahun Anggaran 2011, di Bappenas, 13 September 2011
Sedangkan belanja lainnya masih di bawah 50%, yakni belanja barang 37%, belanja modal 28%, bantuan sosial 40%. (Gambar 1)
2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rendahnya realisasi anggaran Kementerian/Lembaga hingga Semester I Tahun 2011 yang hanya mencapai 26% telah menjadi perhatian Presiden RI yang disampaikan dalam arahan beliau pada Sidang Kabinet 6 September 2011. Perhatian dan arahan Presiden RI diutarakan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam Rapat Pimpinan Bappenas (menyusuli Sidang Kabinet) dan ditekankan agar menjadi perhatian bersama. Dalam menindaklanjuti pesan Ibu Menteri, Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan telah melaksanakan rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan II TA 2011 dengan 11 Kementerian/Lembaga (K/L) yang mempunyai alokasi anggaran di atas Rp10 triliun, 2 K/L pelaksana prioritas pembangunan nasional, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) pada 13 September 2011.
Kondisi penyerapan anggaran K/L hingga akhir Agustus 2011 adalah sebesar Rp185,91 triliun dari total Pagu DIPA K/L (Rp436 triliun) atau sebesar 43%. Sementara itu, bila dilihat menurut jenis belanja, dari keempat jenis belanja, yakni belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan bantuan, hanya belanja pegawai yang memiliki penyerapan anggaran yang cukup tinggi yakni 75%.
Tindak lanjut yang telah dilakukan terhadap arahan Presiden dan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas di atas berhasil mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi terkait penyerapan anggaran sampai dengan Triwulan II TA 2011, dan menyepakati usulan solusi, beserta rencana tindak lanjutnya. Namun kemudian ketika pada Triwulan III TA 2011 penyerapan anggaran masih juga rendah, maka diadakan rapat koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan pada 7 Desember 2011 dengan K/L yang terlibat dalam pertemuan 13 September 2011. Rendahnya penyerapan anggaran dan realisasi capaian hingga Triwulan III tahun 2011 disinyalir akibat lemahnya perencanaan dan pengadaan barang dan jasa.
Sampai dengan akhir Desember 2011 kondisi penyerapan anggaran K/L adalah sebesar Rp473,36 triliun dari total Pagu DIPA K/L sebesar Rp548,46 triliun atau sebesar 86,31% (Gambar 2). Bila dilihat menurut jenis belanja maka belanja pegawai memiliki penyerapan anggaran yang paling besar yakni 95,99%, sedangkan belanja lainnya, yakni belanja barang 79,33%, belanja modal 80,63%, bantuan sosial 86,64% (Gambar 3).
Secara umum, permasalahan yang muncul dalam koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011 masih sama dengan permasalahan yang teridentifikasi dalam monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan II. Oleh karena itu, untuk mengenali permasalahan penyerapan anggaran TA 2011 secara lebih mendalam, disusun check list permasalahan beserta tindak lanjutnya menurut K/L dan SKPD terkait. Check list akan digunakan dalam kunjungan lapang untuk mencek permasalahan dan upaya yang telah dilakukan serta tindak lanjut yang direncanakan oleh K/L dan SKPD di Provinsi. Selain itu, diupayakan pula untuk mengidentifikasi permasalahan K/L yang dalam upaya mengatasinya memerlukan bantuan pendampingan dari Bappenas, Kementerian Keuangan, LKPP atau Kemenko Perekonomian, termasuk yang terkait dengan DPR.
1.2 Tujuan Pelaksanaan Kunjungan Lapang
Tujuan kunjungan lapang adalah untuk mengidentifikasi masalah penyerapan anggaran TA 2011 di beberapa K/L dan SKPD serta masalah penyerapan yang dihadapi di awal pelaksanaan kegiatan TA 2012, seperti pemblokiran, pelelangan dan sebagainya. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan kegiatan 2012 tidak terkendala dengan permasalahan yang terjadi pada 2011.
Realisasi Sisa Pagu Realisasi Sisa Pagu
Realisasi Sisa Pagu Realisasi Sisa Pagu
Gambar 2 Penyerapan Anggaran Kementerian/Lembaga
s.d. 31 Desember 2011
Gambar 3Penyerapan Anggaran Kementerian/Lembaga, Menurut Jenis Belanja
s.d. 31 Desember 2011
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
Sedangkan belanja lainnya masih di bawah 50%, yakni belanja barang 37%, belanja modal 28%, bantuan sosial 40%. (Gambar 1)
Sumber: Paparan Wakil Menteri PPN/ Kepala Bappenas pada Kick Off Meeting Penyusunan Inpres Percepatan Pencapaian Prioritas Pembangunan Nasional 2012, di Bappenas 25 Januari 2012 (diolah)
Sumber: Paparan Wakil Menteri PPN/ Kepala Bappenas pada Kick Off Meeting Penyusunan Inpres Percepatan Pencapaian Prioritas Pembangunan Nasional 2012, di Bappenas 25 Januari 2012 (diolah)
95.99%
4.01%
13.69%
86.31%
20.67%79.33%
19.37%
80.63%
13.36%
86.64%
Belanja Modal Belanja Bansos
Belanja Pegawai Belanja Barang
Realisasi
Sisa Pagu
3
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rendahnya realisasi anggaran Kementerian/Lembaga hingga Semester I Tahun 2011 yang hanya mencapai 26% telah menjadi perhatian Presiden RI yang disampaikan dalam arahan beliau pada Sidang Kabinet 6 September 2011. Perhatian dan arahan Presiden RI diutarakan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam Rapat Pimpinan Bappenas (menyusuli Sidang Kabinet) dan ditekankan agar menjadi perhatian bersama. Dalam menindaklanjuti pesan Ibu Menteri, Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan telah melaksanakan rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan II TA 2011 dengan 11 Kementerian/Lembaga (K/L) yang mempunyai alokasi anggaran di atas Rp10 triliun, 2 K/L pelaksana prioritas pembangunan nasional, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) pada 13 September 2011.
Kondisi penyerapan anggaran K/L hingga akhir Agustus 2011 adalah sebesar Rp185,91 triliun dari total Pagu DIPA K/L (Rp436 triliun) atau sebesar 43%. Sementara itu, bila dilihat menurut jenis belanja, dari keempat jenis belanja, yakni belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan bantuan, hanya belanja pegawai yang memiliki penyerapan anggaran yang cukup tinggi yakni 75%.
Tindak lanjut yang telah dilakukan terhadap arahan Presiden dan Ibu Menteri PPN/Kepala Bappenas di atas berhasil mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi terkait penyerapan anggaran sampai dengan Triwulan II TA 2011, dan menyepakati usulan solusi, beserta rencana tindak lanjutnya. Namun kemudian ketika pada Triwulan III TA 2011 penyerapan anggaran masih juga rendah, maka diadakan rapat koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan pada 7 Desember 2011 dengan K/L yang terlibat dalam pertemuan 13 September 2011. Rendahnya penyerapan anggaran dan realisasi capaian hingga Triwulan III tahun 2011 disinyalir akibat lemahnya perencanaan dan pengadaan barang dan jasa.
Sampai dengan akhir Desember 2011 kondisi penyerapan anggaran K/L adalah sebesar Rp473,36 triliun dari total Pagu DIPA K/L sebesar Rp548,46 triliun atau sebesar 86,31% (Gambar 2). Bila dilihat menurut jenis belanja maka belanja pegawai memiliki penyerapan anggaran yang paling besar yakni 95,99%, sedangkan belanja lainnya, yakni belanja barang 79,33%, belanja modal 80,63%, bantuan sosial 86,64% (Gambar 3).
Secara umum, permasalahan yang muncul dalam koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011 masih sama dengan permasalahan yang teridentifikasi dalam monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan II. Oleh karena itu, untuk mengenali permasalahan penyerapan anggaran TA 2011 secara lebih mendalam, disusun check list permasalahan beserta tindak lanjutnya menurut K/L dan SKPD terkait. Check list akan digunakan dalam kunjungan lapang untuk mencek permasalahan dan upaya yang telah dilakukan serta tindak lanjut yang direncanakan oleh K/L dan SKPD di Provinsi. Selain itu, diupayakan pula untuk mengidentifikasi permasalahan K/L yang dalam upaya mengatasinya memerlukan bantuan pendampingan dari Bappenas, Kementerian Keuangan, LKPP atau Kemenko Perekonomian, termasuk yang terkait dengan DPR.
1.2 Tujuan Pelaksanaan Kunjungan Lapang
Tujuan kunjungan lapang adalah untuk mengidentifikasi masalah penyerapan anggaran TA 2011 di beberapa K/L dan SKPD serta masalah penyerapan yang dihadapi di awal pelaksanaan kegiatan TA 2012, seperti pemblokiran, pelelangan dan sebagainya. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan kegiatan 2012 tidak terkendala dengan permasalahan yang terjadi pada 2011.
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
Sedangkan belanja lainnya masih di bawah 50%, yakni belanja barang 37%, belanja modal 28%, bantuan sosial 40%. (Gambar 1)
4
2.1 Umum
Rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011 pada tanggal 7 Desember 2011 telah menyepakati bahwa permasalahan utama penyerapan anggaran di 11 K/L meliputi 8 isu, yaitu: (a) Pemblokiran anggaran; (b) Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun; (c) Dana kontrak multiyears yang tidak bisa dialihkan ke kegiatan dan TA berikutnya; (d) Tagihan Satker: pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk dan dilakukan 2 bulan sekali); (e) Proses Lelang; (f)
Lahan, berkaitan dengan readiness criteria; (g) Perubahan Organisasi (struktur dan pejabat); dan (h) Lambatnya pengumpulan data penyerapan anggaran.
Sebagai tindak lanjut rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011, dilakukan identifikasi permasalahan spesifik dari 8 permasalahan utama secara lebih mendalam di 6 K/L pada tanggal 3-6 Januari 2012. Ke-enam K/L tersebut adalah Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Adapun jadwal kunjungan seperti pada Lampiran I.
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
foto
II. HASIL KUNJUNGAN LAPANG KE KEMENTERIAN/LEMBAGA
Permasalahan penyerapan anggaran K/L berdasarkan hasil kunjungan lapang dibagi dalam dua bagian, yaitu tinjauan secara umum dan tinjauan per kelompok permasalahan. Hasil kunjungan lapang secara lengkap dituangkan dalam lampiran laporan ini, yaitu (a) Lampiran III: Rekapitulasi Check List, (b) Lampiran IV: Hasil kunjungan ke K/L, dan (c) Lampiran V: Hasil kunjungan lapang ke SKPD.
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
Delapan permasalahan penyerapan anggaran
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
5
2.1 Umum
Rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011 pada tanggal 7 Desember 2011 telah menyepakati bahwa permasalahan utama penyerapan anggaran di 11 K/L meliputi 8 isu, yaitu: (a) Pemblokiran anggaran; (b) Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun; (c) Dana kontrak multiyears yang tidak bisa dialihkan ke kegiatan dan TA berikutnya; (d) Tagihan Satker: pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk dan dilakukan 2 bulan sekali); (e) Proses Lelang; (f)
Lahan, berkaitan dengan readiness criteria; (g) Perubahan Organisasi (struktur dan pejabat); dan (h) Lambatnya pengumpulan data penyerapan anggaran.
Sebagai tindak lanjut rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011, dilakukan identifikasi permasalahan spesifik dari 8 permasalahan utama secara lebih mendalam di 6 K/L pada tanggal 3-6 Januari 2012. Ke-enam K/L tersebut adalah Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Adapun jadwal kunjungan seperti pada Lampiran I.
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
Penyerapan anggaran 6 K/L di bawah 90%
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
No. K/L Jumlah Pagu Penyerapan
1. Kementerian Agama
Rp.35,40 trilyun 88% (per 28 Desember 2011)
2. Kementerian Dalam Negeri Rp.16,95 trilyun 75,52%
(per 30 Desember 2011)
3. Kementerian Perhubungan Rp.23,31 trilyun 85,022%
(per 4 Januari 2012)
4. Kementerian Pertanian Rp.16,70 trilyun 88,80%
(per 30 Desember 2011)
5. Kementerian Kesehatan Rp.29,13 trilyun 84,630%
(per 2 Januari 2012)
6. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Rp.68,15 trilyun 80,15% (per 5 Januari 2012)
Tabel 1Pagu dan Penyerapan Anggaran K/L
Sumber: Informasi yang diperoleh dalam kunjungan lapang di 6 K/L
6
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
Pemblokiran anggaran karena tidak
lengkapnya data pendukung
menyebabkan terjadinya
keterlambatan atau bahkan pembatalan
kegiatan
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
7
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
Data pendukung yang lengkap memperlancar
penelaahan dan menutup kemungkinan
pemblokiran
Pengembalian dana penghematan,
pemberian dana reward, dan APBN-P yang cair pada akhir
tahun menyulitkan pelaksanaan kegiatan
terlebih bila melalui proses pelelangan dan
revisi DIPA
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
8
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
Efisiensi/ penghematan dapat mengakibatkan
rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak
efektif
Penambahan dana seyogyanya diberikan
pada pertengahan dan tidak di akhir tahun
anggaran
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
9
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
Pencairan di daerah kepulauan dan wilayah
Timur tidak bisa langsung karena jarak
KPPN jauh
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
10
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
Panitia lelang menghadapi resiko
Pengaturan uang muka pada multiyears
contract mempengaruhi penyerapan anggaran
Status kepemilikan tanah yang belum jelas,
menghambat pelaksanaan kegiatan
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
11
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
Penyediaan lahan harus jelas sebelum kegiatan
dilaksanakan
Struktur organisasi K/L yang baru
mempengaruhi penyerapan anggaran
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
12
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
Pegawai enggan menjadi pejabat
pengadaan barang dan jasa
3.2.1. Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan
Secara umum Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan tidak menemui permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan. Provinsi Sumatera Selatan hanya terkendala oleh satu masalah, yaitu eskalasi harga, yang terjadi pada Kegiatan RIS PNPM Mandiri, Program Infrastruktur Perdesaan. Eskalasi harga terjadi karena kegiatan dibiaya oleh pinjaman sehingga pencairan dana tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan pagu anggaran DIPA 2011. Hal ini sangat mempengaruhi kemajuan kinerja satker di 11 kabupaten/kota yang ada di Prov. Sumsel.
Isu lain yang ada tetapi sesungguhnya tidak menjadi persoalan di Dinas PU Cipta Karya namun perlu dicatat, yaitu terkait dengan adanya APBN-P yang mengakibatkan DIPA Perubahan baru turun pada Triwulan-3. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan melakukan upaya melalui percepatan pelaksanaan fisik di lapangan.
3.2.2. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
Beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain: (1) Penentuan pelaksana SKPD terlambat akibat Surat Keputusan pelaksana kegiatan baru terbit pada pertengahan tahun anggaran berjalan; (2) Seringnya
terjadi mutasi pegawai, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan kekurangan tenaga teknis sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan; (3) Petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kegiatan yang disampaikan terlambat dan baru diterima oleh dinas pada pertengahan Juni 2011; (3) Keterlambatan penyelesaian dokumen APBN-P yang baru selesai pada bulan September-Oktober 2011, menyulitkan pelaksanaan kegiatan karena terbatasnya wakttu pelaksanaan; dan (4) Pelaksanaan kegiatan bersamaan dengan kegiatan yang dilaksanakan di Pusat, sehingga pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan kegiatan yang telah disusun.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat mengusulkan beberapa hal untuk pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya, yaitu: (1)Penetapan pelaksanaan kegiatan oleh pemerintah daerah dapat ditentukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (2) Pemerintah Daerah dapat mendistribusikan pegawai yang memiliki sertifikat pengadaan barang dan jas secara merata kepada seluruh dinas; (3) Penyampaian petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kiranya dapat dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (4) Penyelesaian dokumen APBN-P pada pertengahan tahun anggaran berjalan; dan (5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mempersiapkan perencanaan yang lebih baik dalam pelaksanaan kegiatan.
3.2.3. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat
Permasalahan penyerapan anggaran yang terjadi pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dikarenakan oleh beberapa hal, antara lain: (1) Alokasi dana sebagian besar dibintang (diblokir), yang baru dapat dilaksanakan pada pertengahan tahun sehingga mengakibatkan waktu pelaksanaan yang terbatas. Selain itu, dengan waktu yang terbatas pelaksanaan kegiatan juga terkendala dengan adanya aturan yang mengatur (Perpres No. 54 Tahun 2010) pencairan dana menggunakan pola 40:30:30 untuk kegiatan bantuan sosial; (2) Penyampaian pedoman umum dan petunjuk pelaksanaan pada beberapa kegiatan disampaikan terlambat, yaitu pada bulan
Oktober-November; (3) Pelaksanaan kegiatan pusat tidak sesuai dengan kondisi daerah, sehingga beberapa kegiatan tidak dapat dilaksanakan; (4) Ketersediaan sumber daya manusia di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memiliki kemampuan teknis pelaksanaan terbatas; serta (5) Revisi kegiatan yang bersifat strategis dengan jumlah alokasi dana yang cukup besar tidak mendapat persetujuan.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mengusulkan dan mengupayakan beberapa hal sebagai berikut: (1) Penghapusan tanda bintang (pemblokiran) kiranya dapat dilakukan pada saat pertengahan tahun anggaran, sehingga pemerintah daerah dapat mempersiapkan pelaksanaan kegiatan lebih baik; (2) Penyampaian Juknis dan Juklak oleh kementerian sebaiknya dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan dimulai; (3) Pelaksanaan kegiatan di daerah sebaiknya disesuaikan dengan kondisi daerah sehingga dalam pelaksanaan kegiatan tersebut tidak terkendala dengan kondisi yang ada; (4) Diperlukan penambahan tenaga teknis pelaksana kegiatan; serta (5) Melaksanakan revisi dokumen anggaran yang disebabkan oleh adanya perbedaan satuan output antara dokumen DIPA dengan Petunjuk Teknis, yaitu satuan output dalam dokumen anggaran adalah ekor sedangkan dalam petunjuk teknis satuannya adalah kelompok. Berkenaan dengan hal tersebut, Dinas telah melakukan konsolidasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa dokumen anggaran harus sesuai dengan petunjuk teknis.
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
13
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
Penyampaian data pendukung penyerapan
anggaran cenderung lambat
3.2.1. Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan
Secara umum Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan tidak menemui permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan. Provinsi Sumatera Selatan hanya terkendala oleh satu masalah, yaitu eskalasi harga, yang terjadi pada Kegiatan RIS PNPM Mandiri, Program Infrastruktur Perdesaan. Eskalasi harga terjadi karena kegiatan dibiaya oleh pinjaman sehingga pencairan dana tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan pagu anggaran DIPA 2011. Hal ini sangat mempengaruhi kemajuan kinerja satker di 11 kabupaten/kota yang ada di Prov. Sumsel.
Isu lain yang ada tetapi sesungguhnya tidak menjadi persoalan di Dinas PU Cipta Karya namun perlu dicatat, yaitu terkait dengan adanya APBN-P yang mengakibatkan DIPA Perubahan baru turun pada Triwulan-3. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan melakukan upaya melalui percepatan pelaksanaan fisik di lapangan.
3.2.2. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
Beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain: (1) Penentuan pelaksana SKPD terlambat akibat Surat Keputusan pelaksana kegiatan baru terbit pada pertengahan tahun anggaran berjalan; (2) Seringnya
terjadi mutasi pegawai, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan kekurangan tenaga teknis sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan; (3) Petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kegiatan yang disampaikan terlambat dan baru diterima oleh dinas pada pertengahan Juni 2011; (3) Keterlambatan penyelesaian dokumen APBN-P yang baru selesai pada bulan September-Oktober 2011, menyulitkan pelaksanaan kegiatan karena terbatasnya wakttu pelaksanaan; dan (4) Pelaksanaan kegiatan bersamaan dengan kegiatan yang dilaksanakan di Pusat, sehingga pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan kegiatan yang telah disusun.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat mengusulkan beberapa hal untuk pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya, yaitu: (1)Penetapan pelaksanaan kegiatan oleh pemerintah daerah dapat ditentukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (2) Pemerintah Daerah dapat mendistribusikan pegawai yang memiliki sertifikat pengadaan barang dan jas secara merata kepada seluruh dinas; (3) Penyampaian petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kiranya dapat dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (4) Penyelesaian dokumen APBN-P pada pertengahan tahun anggaran berjalan; dan (5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mempersiapkan perencanaan yang lebih baik dalam pelaksanaan kegiatan.
3.2.3. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat
Permasalahan penyerapan anggaran yang terjadi pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dikarenakan oleh beberapa hal, antara lain: (1) Alokasi dana sebagian besar dibintang (diblokir), yang baru dapat dilaksanakan pada pertengahan tahun sehingga mengakibatkan waktu pelaksanaan yang terbatas. Selain itu, dengan waktu yang terbatas pelaksanaan kegiatan juga terkendala dengan adanya aturan yang mengatur (Perpres No. 54 Tahun 2010) pencairan dana menggunakan pola 40:30:30 untuk kegiatan bantuan sosial; (2) Penyampaian pedoman umum dan petunjuk pelaksanaan pada beberapa kegiatan disampaikan terlambat, yaitu pada bulan
Oktober-November; (3) Pelaksanaan kegiatan pusat tidak sesuai dengan kondisi daerah, sehingga beberapa kegiatan tidak dapat dilaksanakan; (4) Ketersediaan sumber daya manusia di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memiliki kemampuan teknis pelaksanaan terbatas; serta (5) Revisi kegiatan yang bersifat strategis dengan jumlah alokasi dana yang cukup besar tidak mendapat persetujuan.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mengusulkan dan mengupayakan beberapa hal sebagai berikut: (1) Penghapusan tanda bintang (pemblokiran) kiranya dapat dilakukan pada saat pertengahan tahun anggaran, sehingga pemerintah daerah dapat mempersiapkan pelaksanaan kegiatan lebih baik; (2) Penyampaian Juknis dan Juklak oleh kementerian sebaiknya dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan dimulai; (3) Pelaksanaan kegiatan di daerah sebaiknya disesuaikan dengan kondisi daerah sehingga dalam pelaksanaan kegiatan tersebut tidak terkendala dengan kondisi yang ada; (4) Diperlukan penambahan tenaga teknis pelaksana kegiatan; serta (5) Melaksanakan revisi dokumen anggaran yang disebabkan oleh adanya perbedaan satuan output antara dokumen DIPA dengan Petunjuk Teknis, yaitu satuan output dalam dokumen anggaran adalah ekor sedangkan dalam petunjuk teknis satuannya adalah kelompok. Berkenaan dengan hal tersebut, Dinas telah melakukan konsolidasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa dokumen anggaran harus sesuai dengan petunjuk teknis.
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
14
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
Koordinasi antar K/L diperkuat agar
mempercepat proses clearance dan
penyerapan anggaran
Dana pendamping di daerah (PHLN) sering
kali belum tersedia
3.2.1. Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan
Secara umum Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan tidak menemui permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan. Provinsi Sumatera Selatan hanya terkendala oleh satu masalah, yaitu eskalasi harga, yang terjadi pada Kegiatan RIS PNPM Mandiri, Program Infrastruktur Perdesaan. Eskalasi harga terjadi karena kegiatan dibiaya oleh pinjaman sehingga pencairan dana tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan pagu anggaran DIPA 2011. Hal ini sangat mempengaruhi kemajuan kinerja satker di 11 kabupaten/kota yang ada di Prov. Sumsel.
Isu lain yang ada tetapi sesungguhnya tidak menjadi persoalan di Dinas PU Cipta Karya namun perlu dicatat, yaitu terkait dengan adanya APBN-P yang mengakibatkan DIPA Perubahan baru turun pada Triwulan-3. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan melakukan upaya melalui percepatan pelaksanaan fisik di lapangan.
3.2.2. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
Beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain: (1) Penentuan pelaksana SKPD terlambat akibat Surat Keputusan pelaksana kegiatan baru terbit pada pertengahan tahun anggaran berjalan; (2) Seringnya
terjadi mutasi pegawai, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan kekurangan tenaga teknis sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan; (3) Petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kegiatan yang disampaikan terlambat dan baru diterima oleh dinas pada pertengahan Juni 2011; (3) Keterlambatan penyelesaian dokumen APBN-P yang baru selesai pada bulan September-Oktober 2011, menyulitkan pelaksanaan kegiatan karena terbatasnya wakttu pelaksanaan; dan (4) Pelaksanaan kegiatan bersamaan dengan kegiatan yang dilaksanakan di Pusat, sehingga pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan kegiatan yang telah disusun.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat mengusulkan beberapa hal untuk pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya, yaitu: (1)Penetapan pelaksanaan kegiatan oleh pemerintah daerah dapat ditentukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (2) Pemerintah Daerah dapat mendistribusikan pegawai yang memiliki sertifikat pengadaan barang dan jas secara merata kepada seluruh dinas; (3) Penyampaian petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kiranya dapat dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (4) Penyelesaian dokumen APBN-P pada pertengahan tahun anggaran berjalan; dan (5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mempersiapkan perencanaan yang lebih baik dalam pelaksanaan kegiatan.
3.2.3. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat
Permasalahan penyerapan anggaran yang terjadi pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dikarenakan oleh beberapa hal, antara lain: (1) Alokasi dana sebagian besar dibintang (diblokir), yang baru dapat dilaksanakan pada pertengahan tahun sehingga mengakibatkan waktu pelaksanaan yang terbatas. Selain itu, dengan waktu yang terbatas pelaksanaan kegiatan juga terkendala dengan adanya aturan yang mengatur (Perpres No. 54 Tahun 2010) pencairan dana menggunakan pola 40:30:30 untuk kegiatan bantuan sosial; (2) Penyampaian pedoman umum dan petunjuk pelaksanaan pada beberapa kegiatan disampaikan terlambat, yaitu pada bulan
Oktober-November; (3) Pelaksanaan kegiatan pusat tidak sesuai dengan kondisi daerah, sehingga beberapa kegiatan tidak dapat dilaksanakan; (4) Ketersediaan sumber daya manusia di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memiliki kemampuan teknis pelaksanaan terbatas; serta (5) Revisi kegiatan yang bersifat strategis dengan jumlah alokasi dana yang cukup besar tidak mendapat persetujuan.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mengusulkan dan mengupayakan beberapa hal sebagai berikut: (1) Penghapusan tanda bintang (pemblokiran) kiranya dapat dilakukan pada saat pertengahan tahun anggaran, sehingga pemerintah daerah dapat mempersiapkan pelaksanaan kegiatan lebih baik; (2) Penyampaian Juknis dan Juklak oleh kementerian sebaiknya dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan dimulai; (3) Pelaksanaan kegiatan di daerah sebaiknya disesuaikan dengan kondisi daerah sehingga dalam pelaksanaan kegiatan tersebut tidak terkendala dengan kondisi yang ada; (4) Diperlukan penambahan tenaga teknis pelaksana kegiatan; serta (5) Melaksanakan revisi dokumen anggaran yang disebabkan oleh adanya perbedaan satuan output antara dokumen DIPA dengan Petunjuk Teknis, yaitu satuan output dalam dokumen anggaran adalah ekor sedangkan dalam petunjuk teknis satuannya adalah kelompok. Berkenaan dengan hal tersebut, Dinas telah melakukan konsolidasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa dokumen anggaran harus sesuai dengan petunjuk teknis.
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
15
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
3.2.1. Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan
Secara umum Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan tidak menemui permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan. Provinsi Sumatera Selatan hanya terkendala oleh satu masalah, yaitu eskalasi harga, yang terjadi pada Kegiatan RIS PNPM Mandiri, Program Infrastruktur Perdesaan. Eskalasi harga terjadi karena kegiatan dibiaya oleh pinjaman sehingga pencairan dana tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan pagu anggaran DIPA 2011. Hal ini sangat mempengaruhi kemajuan kinerja satker di 11 kabupaten/kota yang ada di Prov. Sumsel.
Isu lain yang ada tetapi sesungguhnya tidak menjadi persoalan di Dinas PU Cipta Karya namun perlu dicatat, yaitu terkait dengan adanya APBN-P yang mengakibatkan DIPA Perubahan baru turun pada Triwulan-3. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan melakukan upaya melalui percepatan pelaksanaan fisik di lapangan.
3.2.2. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
Beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain: (1) Penentuan pelaksana SKPD terlambat akibat Surat Keputusan pelaksana kegiatan baru terbit pada pertengahan tahun anggaran berjalan; (2) Seringnya
terjadi mutasi pegawai, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan kekurangan tenaga teknis sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan; (3) Petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kegiatan yang disampaikan terlambat dan baru diterima oleh dinas pada pertengahan Juni 2011; (3) Keterlambatan penyelesaian dokumen APBN-P yang baru selesai pada bulan September-Oktober 2011, menyulitkan pelaksanaan kegiatan karena terbatasnya wakttu pelaksanaan; dan (4) Pelaksanaan kegiatan bersamaan dengan kegiatan yang dilaksanakan di Pusat, sehingga pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan kegiatan yang telah disusun.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat mengusulkan beberapa hal untuk pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya, yaitu: (1)Penetapan pelaksanaan kegiatan oleh pemerintah daerah dapat ditentukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (2) Pemerintah Daerah dapat mendistribusikan pegawai yang memiliki sertifikat pengadaan barang dan jas secara merata kepada seluruh dinas; (3) Penyampaian petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kiranya dapat dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (4) Penyelesaian dokumen APBN-P pada pertengahan tahun anggaran berjalan; dan (5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mempersiapkan perencanaan yang lebih baik dalam pelaksanaan kegiatan.
3.2.3. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat
Permasalahan penyerapan anggaran yang terjadi pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dikarenakan oleh beberapa hal, antara lain: (1) Alokasi dana sebagian besar dibintang (diblokir), yang baru dapat dilaksanakan pada pertengahan tahun sehingga mengakibatkan waktu pelaksanaan yang terbatas. Selain itu, dengan waktu yang terbatas pelaksanaan kegiatan juga terkendala dengan adanya aturan yang mengatur (Perpres No. 54 Tahun 2010) pencairan dana menggunakan pola 40:30:30 untuk kegiatan bantuan sosial; (2) Penyampaian pedoman umum dan petunjuk pelaksanaan pada beberapa kegiatan disampaikan terlambat, yaitu pada bulan
Oktober-November; (3) Pelaksanaan kegiatan pusat tidak sesuai dengan kondisi daerah, sehingga beberapa kegiatan tidak dapat dilaksanakan; (4) Ketersediaan sumber daya manusia di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memiliki kemampuan teknis pelaksanaan terbatas; serta (5) Revisi kegiatan yang bersifat strategis dengan jumlah alokasi dana yang cukup besar tidak mendapat persetujuan.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mengusulkan dan mengupayakan beberapa hal sebagai berikut: (1) Penghapusan tanda bintang (pemblokiran) kiranya dapat dilakukan pada saat pertengahan tahun anggaran, sehingga pemerintah daerah dapat mempersiapkan pelaksanaan kegiatan lebih baik; (2) Penyampaian Juknis dan Juklak oleh kementerian sebaiknya dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan dimulai; (3) Pelaksanaan kegiatan di daerah sebaiknya disesuaikan dengan kondisi daerah sehingga dalam pelaksanaan kegiatan tersebut tidak terkendala dengan kondisi yang ada; (4) Diperlukan penambahan tenaga teknis pelaksana kegiatan; serta (5) Melaksanakan revisi dokumen anggaran yang disebabkan oleh adanya perbedaan satuan output antara dokumen DIPA dengan Petunjuk Teknis, yaitu satuan output dalam dokumen anggaran adalah ekor sedangkan dalam petunjuk teknis satuannya adalah kelompok. Berkenaan dengan hal tersebut, Dinas telah melakukan konsolidasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa dokumen anggaran harus sesuai dengan petunjuk teknis.
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
16
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
III. HASIL KUNJUNGAN LAPANG KE SKPD
Permasalahan penyerapan anggaran SKPD berdasarkan hasil kunjungan lapang dibagi dalam dua bagian, yaitu tinjauan secara umum dan tinjauan masing-masing SKPD.
3.1. Umum
Identifikasi permasalahan penyerapan anggaran secara spesifik telah dilakukan pada tiga SKPD di dua provinsi. Adapun SKPD tersebut adalah: Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalimantan Barat. (Jadwal kunjungan pada Lampiran II).
Dalam hal realisasi penyerapan anggaran hingga 22 Desember 2011, Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan telah mencapai 90,8% dari alokasi anggaran Rp.397.917,6 juta, dan diharapkan akan meningkat hingga lebih dari 93,0% jika seluruh laporan dari Satker sudah masuk. Sementara itu, alokasi dana Dekonsentrasi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat sebesar Rp.38.516,9 juta dengan realisasi anggaran sebesar Rp.29.762,9 juta atau 78,4%. Sedangkan alokasi dana Dekonsentrasi dan Perbantuan di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
3.2.1. Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan
Secara umum Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan tidak menemui permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan. Provinsi Sumatera Selatan hanya terkendala oleh satu masalah, yaitu eskalasi harga, yang terjadi pada Kegiatan RIS PNPM Mandiri, Program Infrastruktur Perdesaan. Eskalasi harga terjadi karena kegiatan dibiaya oleh pinjaman sehingga pencairan dana tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan pagu anggaran DIPA 2011. Hal ini sangat mempengaruhi kemajuan kinerja satker di 11 kabupaten/kota yang ada di Prov. Sumsel.
Isu lain yang ada tetapi sesungguhnya tidak menjadi persoalan di Dinas PU Cipta Karya namun perlu dicatat, yaitu terkait dengan adanya APBN-P yang mengakibatkan DIPA Perubahan baru turun pada Triwulan-3. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan melakukan upaya melalui percepatan pelaksanaan fisik di lapangan.
3.2.2. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
Beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain: (1) Penentuan pelaksana SKPD terlambat akibat Surat Keputusan pelaksana kegiatan baru terbit pada pertengahan tahun anggaran berjalan; (2) Seringnya
terjadi mutasi pegawai, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan kekurangan tenaga teknis sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan; (3) Petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kegiatan yang disampaikan terlambat dan baru diterima oleh dinas pada pertengahan Juni 2011; (3) Keterlambatan penyelesaian dokumen APBN-P yang baru selesai pada bulan September-Oktober 2011, menyulitkan pelaksanaan kegiatan karena terbatasnya wakttu pelaksanaan; dan (4) Pelaksanaan kegiatan bersamaan dengan kegiatan yang dilaksanakan di Pusat, sehingga pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan kegiatan yang telah disusun.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat mengusulkan beberapa hal untuk pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya, yaitu: (1)Penetapan pelaksanaan kegiatan oleh pemerintah daerah dapat ditentukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (2) Pemerintah Daerah dapat mendistribusikan pegawai yang memiliki sertifikat pengadaan barang dan jas secara merata kepada seluruh dinas; (3) Penyampaian petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kiranya dapat dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (4) Penyelesaian dokumen APBN-P pada pertengahan tahun anggaran berjalan; dan (5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mempersiapkan perencanaan yang lebih baik dalam pelaksanaan kegiatan.
3.2.3. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat
Permasalahan penyerapan anggaran yang terjadi pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dikarenakan oleh beberapa hal, antara lain: (1) Alokasi dana sebagian besar dibintang (diblokir), yang baru dapat dilaksanakan pada pertengahan tahun sehingga mengakibatkan waktu pelaksanaan yang terbatas. Selain itu, dengan waktu yang terbatas pelaksanaan kegiatan juga terkendala dengan adanya aturan yang mengatur (Perpres No. 54 Tahun 2010) pencairan dana menggunakan pola 40:30:30 untuk kegiatan bantuan sosial; (2) Penyampaian pedoman umum dan petunjuk pelaksanaan pada beberapa kegiatan disampaikan terlambat, yaitu pada bulan
Oktober-November; (3) Pelaksanaan kegiatan pusat tidak sesuai dengan kondisi daerah, sehingga beberapa kegiatan tidak dapat dilaksanakan; (4) Ketersediaan sumber daya manusia di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memiliki kemampuan teknis pelaksanaan terbatas; serta (5) Revisi kegiatan yang bersifat strategis dengan jumlah alokasi dana yang cukup besar tidak mendapat persetujuan.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mengusulkan dan mengupayakan beberapa hal sebagai berikut: (1) Penghapusan tanda bintang (pemblokiran) kiranya dapat dilakukan pada saat pertengahan tahun anggaran, sehingga pemerintah daerah dapat mempersiapkan pelaksanaan kegiatan lebih baik; (2) Penyampaian Juknis dan Juklak oleh kementerian sebaiknya dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan dimulai; (3) Pelaksanaan kegiatan di daerah sebaiknya disesuaikan dengan kondisi daerah sehingga dalam pelaksanaan kegiatan tersebut tidak terkendala dengan kondisi yang ada; (4) Diperlukan penambahan tenaga teknis pelaksana kegiatan; serta (5) Melaksanakan revisi dokumen anggaran yang disebabkan oleh adanya perbedaan satuan output antara dokumen DIPA dengan Petunjuk Teknis, yaitu satuan output dalam dokumen anggaran adalah ekor sedangkan dalam petunjuk teknis satuannya adalah kelompok. Berkenaan dengan hal tersebut, Dinas telah melakukan konsolidasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa dokumen anggaran harus sesuai dengan petunjuk teknis.
foto
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
pada tahun 2011 sebesar Rp.25.177,5 juta dengan realisasi anggaran sebesar Rp.11.973,0 juta atau 47,6 %.
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
17
anggaran 88,80% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,7 trilyun dan jumlah Satker 2.455 Satker. Selanjutnya, pada Kemenkes, penyerapan anggaran 84,630% (per 2 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp29,134 trilyun dengan 1.003 Satker. Sedangkan, pada Kemendikbud, penyerapan anggaran 80,15% (per 5 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp68,15 trilyun dengan 381 Satker.
2.2 Kelompok Permasalahan
Berdasarkan hasil kunjungan lapang di 6 K/L, permasalahan dikelompokkan sesuai dengan isu permasalahan utama penyerapan anggaran hasil rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2011. Secara lengkap permasalahan yang muncul di masing-masing K/L dapat dilihat pada Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List.
2.2.1 Pemblokiran Anggaran
Permasalahan umum yang terjadi pada pemblokiran anggaran adalah tidak lengkapnya data pendukung yang akhirnya menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaan kegiatan ataupun tidak dapat dilaksanakannya kegiatan. Ketidaklengkapan data pendukung terjadi pada 5 K/L yaitu Kemendagri, Kementan, Kemenhub, Kemendikbud, dan Kemenkes. Pada Kemendagri, permasalahan tidak lengkapnya data pendukung yang mengakibatkan pemblokiran anggaran ini sebenarnya terjadi sejak dari pengusulan kegiatan namun belum dilengkapi hingga terbitnya dokumen DIPA. Akibat ketidaksiapan data pendukung ini maka kegiatan diblokir hingga data pendukung lengkap. Dengan proses pencabutan blokir melalui revisi DIPA yang membutuhkan waktu cukup lama, pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaranpun akhirnya mengalami keterlambatan. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan tugas pembantuan (TP) pasar desa di Gunung Kidul, DIY. Selain itu, pemblokiran anggaran juga terjadi pada kegiatan PNPM yang dananya baru turun pada akhir tahun anggaran namun diblokir DPR sehingga tidak terserap
karena tidak cukup waktu untuk melakukan revisi DIPA.
Pada Kementan, teridentifikasi akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana pada Ditjen. Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, karena kurangnya data pendukung mengakibatkan terjadinya dana blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan. Selain itu, teridentifikasi adanya pemblokiran anggaran akibat kurang cermat dalam penyusunan dan penelaahan RKAKL yaitu kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA. Pada Kemenkes, pemblokiran yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung terjadi pada dana TP yang turun pada bulan Juni-Agustus 2011. Sedangkan, pada Kemendikbud, permasalahan pemblokiran anggaran akibat data pendukung yang tidak lengkap sering terjadi tiba-tiba setelah menjadi DIPA dan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan anggaran.
Solusi yang dilakukan pada umumnya adalah dengan melengkapi dokumen yang diperlukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan sehingga tidak terjadi pemblokiran anggaran dalam DIPA. Sementara itu Kemendikbud, akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba.
2.2.2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P
Permasalahan yang timbul pada pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward, dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun anggaran umumnya adalah sulitnya melaksanakan kegiatan dengan waktu yang sangat terbatas. Permasalahan ini ditemukan di seluruh K/L yang dikunjungi, yaitu Kementan, Kemenhub, Kemenkes, Kemenag, Kemendagri dan Kemendikbud. Pada Kementan, pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun menyebabkan sulitnya
pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan kegiatan yang mengalami revisi DIPA. Permasalahan ini ditemukan pada kegiatan: Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat; Pembangunan RPH di Pare-Pare; dan Pembangunan litbang perkebunan di Sulawesi Barat. Hal serupa terjadi pada Kemenhub, khususnya untuk pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembangunan dan harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan anggaran TA 2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA dan tidak dapat dilaksanakan. Pada Kemenag, pengembalian dana penghematan dan pemberian dana reward dan APBN-P yang cair pada akhir tahun (akhir Oktober–awal November) menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan dan khususnya terjadi pada kegiatan pembangunan fisik. Pada Kemendikbud, dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulit melaksanakan kegiatan. Di samping itu, efisiensi/ penghematan telah mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif. Permasalahan ini ditemukan pada Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah. Sedangkan di Kemendagri penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembangunan/renovasi gedung.
Solusi yang pada umumnya diharapkan oleh K/L adalah penambahan dana diberikan pada pertengahan tahun anggaran dan tidak di akhir tahun anggaran. Kemenkes dan Kementan mengusulkan tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran agar pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Sementara itu, dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan dari pagu tambahan ini Kemenag telah mengupayakan untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang tidak memerlukan proses pelelangan. Namun upaya inipun tidak berhasil karena rekanan tetap tidak berani melaksanakan mengingat waktu yang terlalu singkat. Sedangkan Kemendikbud, mengatasi keterbatasan waktu dengan melakukan
persiapan pelaksanaan kegiatan segera setelah selesai penelaahan, sehingga pada saat DIPA turun dapat langsung dilaksanakan.
2.2.3 Dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya
Permasalahan utama terkait dengan dana kontrak multiyears yang tidak dapat dialihkan ke kegiatan TA berikutnya yang dihasilkan pada rapat monitoring dan evaluasi koordinasi pelaksanaan pembangunan Triwulan III TA 2012 ini tidak teridentifikasi pada K/L yang dikunjungi.
2.2.4 Tagihan Satker tidak langsung dilakukan
Terkait dengan permasalahan tagihan Satker karena pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali), 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenag mengalami permasalahan ini. Pada Kementan, pencairan yang tidak selalu langsung dilakukan umumnya terjadi di daerah kepulauan dan wilayah timur seperti di Papua, akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Selanjutnya, pada Kemenhub, pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya. Terakhir, pada Kemenag, penumpukan tagihan satker terjadi terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan, terutama rekanan yang besar, menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai.
Solusi yang diharapkan untuk permasalahan ini dari Kemenag adalah perlunya perlakuan khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang jaraknya jauh dengan KPPN, misalnya berupa pemberian anggaran yang mencukupi untuk biaya transportasi sehingga laporan dapat disampaikan sesuai jadwal. Sementara itu, di Kemenhub solusi untuk memecahkan permasalahan ini adalah dengan upaya meminta rekanan agar melakukan penarikan sesuai jadwal. Sedangkan Kemenag melakukan upaya dengan mengundang dan mengingatkan rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Selain itu juga diharapkan ada aturan dari Kementerian Keuangan bahwa untuk tagihan yang tertunda akan diberi sangsi.
2.2.5 Pelelangan
Upaya melalui pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010) pada umumnya tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani mengambil resiko apabila ternyata kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenag, yaitu pada kegiatan bersifat fisik/pembangunan. Permasalahan lainnya yang terkait dengan lelang adalah pengaturan uang muka pada multiyears contract (kontrak tahun jamak) yang lebih kecil, akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Permasalahan ini terjadi pada Kemenhub, yaitu pada pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta). Selain itu, terkait dengan pelaksanaan pelelangan yang dilakukan sebelum anggaran turun permasalahan yang dihadapi oleh Kemenhub adalah belum tersedianya dana untuk pelaksanaan pelelangan.
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini, yang telah dilakukan oleh Kemenag terutama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dengan pagu tambahan yang baru keluar di akhir tahun anggaran, adalah dengan upaya mengurangi ada kegiatan yang harus melalui proses pelelangan. Sementara itu, Kemenhub mengharapkan adanya penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait dengan besaran uang muka untuk kontrak tahun jamak.
2.2.6 Lahan
Permasalahan yang timbul terkait dengan kesiapan lahan yang mempengaruhi penyerapan anggaran, terjadi pada 3 K/L yaitu Kementan, Kemenhub, dan Kemenkes. Pada Kementan, terdapat permasalahan mengenai status kepemilikan tanah yang belum jelas, yang pada akhirnya menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat adanya perubahan kebijakan Bupati terpilih dalam pemanfaatan lahan di wilayahnya. Perubahan kebijakan pemanfaatan lahan terjadi di Kabupaten
Asahan, yaitu lahan yang semula telah dianggarkan untuk cetak sawah berubah peruntukannya untuk perkebunan kelapa sawit oleh Bupati terpilih yang tentunya mempengaruhi penyerapan anggaran untuk cetak sawah. Meskipun ini hanya merupakan kasus khusus namun hal seperti ini dapat menjadi masalah besar apabila tidak menjadi perhatian dari sekarang. Permasalahan terkait dengan kesiapan lahan terjadi pula pada Balai Diklat di Manokwari dan Sumatera Barat. Sementara itu, permasalahan lahan yang terjadi pada Kemenhub adalah status tanah yang telah dinyatakan oleh Pemda sudah jelas dan selesai namun pada saat kegiatan akan dimulai (alat berat mulai didatangkan) terjadi sengketa dan penolakan masyarakat. Permasalahan ini terjadi pada pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan); pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Makassar; dan pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok. Sedangkan permasalahan lahan pada Kemenkes adalah tidak dapat dibelinya lahan tersebut pada saat kegiatan akan dilaksanakan. Hal ini terjadi pada Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali dan Kantor Litbang Lokal di Garut.
Solusi yang dilakukan oleh Kemenhub terkait dengan masalah lahan adalah dengan memindahkan lokasi kegiatan. Sedangkan untuk ke depan, Kemenhub melakukan pula upaya dengan akan menganggarkan dana untuk pensertifikatan lahan. Sacara umum, solusi ketiga K/L adalah adanya keharusan kejelasan lahan sebelum kegiatan dilaksanakan. Untuk itu, diharapkan Pemda dapat menyelesaikan permasalahaan lahan sebelum kegiatan dimulai.
2.2.7 Organisasi
Restrukturisasi organisasi merupakan salah satu penyebab terjadinya kerterlambatan bahkan tidak terserapnya anggaran di Kementerian/Lembaga. Kemenkes dan Kemendikbud adalah kementerian dengan perubahan struktur organisasi yang akhirnya mempengaruhi penyerapan anggaran. Akibat adanya perubahan struktur organisasi terdapat kegiatan di Kementerian Kesehatan yang telah dialokasikan namun tidak dapat dilaksanakan karena pada struktur
yang baru tidak ada unit kerja yang mempunyai tupoksi sesuai dengan kegiatan tersebut. Sementara itu, perubahan struktur organisasi dalam rangka penyesuaian satu program untuk satu unit kerja eselon I, menyebabkan dokumen DIPA terlambat sampai dengan bulan Maret 2011 yang mempengaruhi penyerapan anggaran. Dengan adanya perubahan kabinet pada bulan Oktober 2011, Kementerian Pendidikan Nasional berubah menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitan itu, saat ini sedang dilakukan perumusan jumlah unit kerja eselon 1 (satu) yang harus ditambahkan untuk menjalankan fungsi kebudayaan. Terkait dengan sulitnya mencari pejabat pengadaan, terjadi di Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenag. Pada umumnya hal ini disebabkan oleh rendahnya minat untuk menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi persyaratan Perpres 54/2010 bahwa pejabat pengadaan harus mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa. Sedangkan terkait dengan kualitas SDM, pada Kemenag cukup menjadi hambatan yang menyebabkan sering terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama pada saat efisiensi/penghematan anggaran harus dilakukan.
Agar permasalahan tidak terulang kembali, Kemenkes mengupayakan seluruh kegiatan dapat ditampung dan sesuai dengan tupoksinya. Sementara itu, terkait dengan struktur kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diharapkan kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mengusulkan penambahan 1 (satu) unit kerja eselon I untuk menangani kebudayaan dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai induk asal kebudayaan yang mengusulkan 2 (dua) eselon I di Kemendikbud untuk menangani kebudayaan dapat segera tercapai agar tidak mengganggu pelaksanaan 2012. Untuk memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan diatasi melalui peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru. Sedangkan Kemenag, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dilakukan peningkatan
pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan. Selain itu, Kemenag akan mengusulkan pula kepada LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
2.2.8 Lambatnya pengumpulan data penyerapan
Ketepatan dan keakuratan data merupakan syarat utama dan penting yang tidak dapat diabaikan dalam mengetahui kemajuan suatu kegiatan baik dari sisi anggarannya maupun fisik. Lambatnya pengumpulan data menjadi permasalahan di Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lambatnya pengumpulan data menyebabkan informasi penyerapan yang ada di K/L tidak sesuai dengan realisasi di lapangan pada saat yang bersamaan. Kelambatan ini dikarenakan penyampaian laporan dari satker di daerah ke K/L harus dilakukan secara berjenjang melalui proses rekonsiliasi terlebih dahulu di setiap tingkatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, hal yang menyebabkan lambatnya pengumpulan data di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah (a) kurangnya komitmen dalam penyampaian data; (b) banyaknya instrumen yang dikeluarkan oleh masing-masing unit kerja; dan (c) terbatasnya sarana dan prasarana untuk menyampaikan laporan.
Untuk mempercepat pengumpulan data, Kemenag mengusulkan agar selain dilakukan penyampaian laporan secara berjenjang, setiap satker dapat menyampaikan pula laporan penyerapan secara langsung ke K/L pusat. Dengan demikian diharapkan K/L pusat dapat memperoleh laporan penyerapan secara cepat, dan rekonsiliasi secara berjenjang pun dapat dilakukan. Selain itu, untuk mempercepat proses pengumpulan data Kemendikbud akan melakukan pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah dan penyederhanaan instrumen yang selama ini cukup beragam di masing-masing unit kerja. Dengan demikian diharapkan pengumpulan data dapat dilakukan dengan lebih cepat sehingga informasi khususnys terkait dengan penyerapan dapat diketahui dengan cepat.
2.2.9 Permasalahan Lainnya
Selain 8 permasalahan utama, terdapat beberapa permasalahan penyerapan anggaran lainnya, yaitu terkait dengan penyediaan dana pendamping di daerah, belum siapnya PHLN sehingga dana pendamping tidak terserap, proses clearance, dan pencairan dana sertifikasi guru.
Permasalahan terkait dengan penyediaan dana pendamping daerah terjadi di Kemendagri, yaitu terdapat 13 Kabupaten/Kota yang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Kabupaten/kota tersebut adalah Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram bagian Barat, dan P. Morotai. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap. Untuk itu, sedang dicari penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping di daerah tersebut.
Permasalahan belum siapnya PHLN terjadi di Kementan, yaitu pada kegiatan SMATD (proyek teknologi dan pembangunan) dan WISEM (sarana dan prasarana pertanian). Pada kedua kegiatan ini dana pendamping tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan. Untuk itu, disarankan agar dalam pengalokasian pagu indikatif digunakan data yang lebih akurat sehingga hanya PHLN yang sudah pasti saja yang disediakan dana pendamping.
Selanjutnya, terkait dengan proses lelang pembangunan gedung teridentifikasi adanya persyaratan clearance yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan Kementerian PU. Permasalahan yang terjadi adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam proses clearance dan hasil clearance oleh ketiga instansi tersebut. Permasalahan ini ditemuai pada 2 K/L yaitu Kemendagri dan Kementan. Pada Kemendagri, lamanya proses clearance sebelum pelelangan terjadi pada pembangunan gedung, IPDN di Bukit Tinggi, Makassar, Manado, dan Rokan Ilir sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan. Sedangkan permasalahan clearance yang terjadi pada
III. HASIL KUNJUNGAN LAPANG KE SKPD
Permasalahan penyerapan anggaran SKPD berdasarkan hasil kunjungan lapang dibagi dalam dua bagian, yaitu tinjauan secara umum dan tinjauan masing-masing SKPD.
3.1. Umum
Identifikasi permasalahan penyerapan anggaran secara spesifik telah dilakukan pada tiga SKPD di dua provinsi. Adapun SKPD tersebut adalah: Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalimantan Barat. (Jadwal kunjungan pada Lampiran II).
Dalam hal realisasi penyerapan anggaran hingga 22 Desember 2011, Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan telah mencapai 90,8% dari alokasi anggaran Rp.397.917,6 juta, dan diharapkan akan meningkat hingga lebih dari 93,0% jika seluruh laporan dari Satker sudah masuk. Sementara itu, alokasi dana Dekonsentrasi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat sebesar Rp.38.516,9 juta dengan realisasi anggaran sebesar Rp.29.762,9 juta atau 78,4%. Sedangkan alokasi dana Dekonsentrasi dan Perbantuan di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
No. SKPD Pagu Anggaran Penyerapan
1. Dinasu PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan
Rp.397.917,6 juta 90,8%
2. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
Rp.38.516,9 juta 78,4%
3.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan di Kalimantan Barat
Rp.25.177,5 juta 47,6 %
3.2. Permasalahan SKPD
3.2.1. Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan
Secara umum Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan tidak menemui permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan. Provinsi Sumatera Selatan hanya terkendala oleh satu masalah, yaitu eskalasi harga, yang terjadi pada Kegiatan RIS PNPM Mandiri, Program Infrastruktur Perdesaan. Eskalasi harga terjadi karena kegiatan dibiaya oleh pinjaman sehingga pencairan dana tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan pagu anggaran DIPA 2011. Hal ini sangat mempengaruhi kemajuan kinerja satker di 11 kabupaten/kota yang ada di Prov. Sumsel.
Isu lain yang ada tetapi sesungguhnya tidak menjadi persoalan di Dinas PU Cipta Karya namun perlu dicatat, yaitu terkait dengan adanya APBN-P yang mengakibatkan DIPA Perubahan baru turun pada Triwulan-3. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan melakukan upaya melalui percepatan pelaksanaan fisik di lapangan.
3.2.2. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
Beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain: (1) Penentuan pelaksana SKPD terlambat akibat Surat Keputusan pelaksana kegiatan baru terbit pada pertengahan tahun anggaran berjalan; (2) Seringnya
terjadi mutasi pegawai, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan kekurangan tenaga teknis sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan; (3) Petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kegiatan yang disampaikan terlambat dan baru diterima oleh dinas pada pertengahan Juni 2011; (3) Keterlambatan penyelesaian dokumen APBN-P yang baru selesai pada bulan September-Oktober 2011, menyulitkan pelaksanaan kegiatan karena terbatasnya wakttu pelaksanaan; dan (4) Pelaksanaan kegiatan bersamaan dengan kegiatan yang dilaksanakan di Pusat, sehingga pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan kegiatan yang telah disusun.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat mengusulkan beberapa hal untuk pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya, yaitu: (1)Penetapan pelaksanaan kegiatan oleh pemerintah daerah dapat ditentukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (2) Pemerintah Daerah dapat mendistribusikan pegawai yang memiliki sertifikat pengadaan barang dan jas secara merata kepada seluruh dinas; (3) Penyampaian petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kiranya dapat dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (4) Penyelesaian dokumen APBN-P pada pertengahan tahun anggaran berjalan; dan (5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mempersiapkan perencanaan yang lebih baik dalam pelaksanaan kegiatan.
3.2.3. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat
Permasalahan penyerapan anggaran yang terjadi pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dikarenakan oleh beberapa hal, antara lain: (1) Alokasi dana sebagian besar dibintang (diblokir), yang baru dapat dilaksanakan pada pertengahan tahun sehingga mengakibatkan waktu pelaksanaan yang terbatas. Selain itu, dengan waktu yang terbatas pelaksanaan kegiatan juga terkendala dengan adanya aturan yang mengatur (Perpres No. 54 Tahun 2010) pencairan dana menggunakan pola 40:30:30 untuk kegiatan bantuan sosial; (2) Penyampaian pedoman umum dan petunjuk pelaksanaan pada beberapa kegiatan disampaikan terlambat, yaitu pada bulan
Eskalasi harga menghambat kegiatan
yang dibiayai oleh pinjaman luar negeri
Oktober-November; (3) Pelaksanaan kegiatan pusat tidak sesuai dengan kondisi daerah, sehingga beberapa kegiatan tidak dapat dilaksanakan; (4) Ketersediaan sumber daya manusia di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memiliki kemampuan teknis pelaksanaan terbatas; serta (5) Revisi kegiatan yang bersifat strategis dengan jumlah alokasi dana yang cukup besar tidak mendapat persetujuan.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mengusulkan dan mengupayakan beberapa hal sebagai berikut: (1) Penghapusan tanda bintang (pemblokiran) kiranya dapat dilakukan pada saat pertengahan tahun anggaran, sehingga pemerintah daerah dapat mempersiapkan pelaksanaan kegiatan lebih baik; (2) Penyampaian Juknis dan Juklak oleh kementerian sebaiknya dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan dimulai; (3) Pelaksanaan kegiatan di daerah sebaiknya disesuaikan dengan kondisi daerah sehingga dalam pelaksanaan kegiatan tersebut tidak terkendala dengan kondisi yang ada; (4) Diperlukan penambahan tenaga teknis pelaksana kegiatan; serta (5) Melaksanakan revisi dokumen anggaran yang disebabkan oleh adanya perbedaan satuan output antara dokumen DIPA dengan Petunjuk Teknis, yaitu satuan output dalam dokumen anggaran adalah ekor sedangkan dalam petunjuk teknis satuannya adalah kelompok. Berkenaan dengan hal tersebut, Dinas telah melakukan konsolidasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa dokumen anggaran harus sesuai dengan petunjuk teknis.
Tabel 2. Pagu dan Penyerapan Anggaran SKPD
Kondisi penyerapan anggaran 6 K/L sebagaimana pada Tabel 1 menunjukkan angka yang berbeda-beda. Pada Kemenag, penyerapan anggaran sebesar 88% (per 28 Desember 2011) dari total anggaran Rp35,4 trilyun dengan jumlah Satker 4.442 Satker. Selanjutnya, pada Kemendagri, penyerapan anggaran 75,52% (per 30 Desember 2011) dari total anggaran sebesar Rp16,95 trilyun. Kemudian, pada Kemenhub, penyerapan anggaran sebesar 85,022% (per 4 Januari 2012) dari total anggaran sebesar Rp23,309 trilyun dengan 679 Satker. Pada Kementan, penyerapan
pada tahun 2011 sebesar Rp.25.177,5 juta dengan realisasi anggaran sebesar Rp.11.973,0 juta atau 47,6 %.
Kementan adalah proses clearance yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil pembangunan gedung tidak disetujui sehingga dana tidak dapat diserap. Diharapkan pada waktu mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai dan anggaran belum dialokasikan.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. Pada Kemenag, peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG). Hal ini mempengaruhi penyerapan karena NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk itu, diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak perlu menunggu selesainya NRG oleh Kemendikbud.
18
3.2.1. Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan
Secara umum Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan tidak menemui permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan. Provinsi Sumatera Selatan hanya terkendala oleh satu masalah, yaitu eskalasi harga, yang terjadi pada Kegiatan RIS PNPM Mandiri, Program Infrastruktur Perdesaan. Eskalasi harga terjadi karena kegiatan dibiaya oleh pinjaman sehingga pencairan dana tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan pagu anggaran DIPA 2011. Hal ini sangat mempengaruhi kemajuan kinerja satker di 11 kabupaten/kota yang ada di Prov. Sumsel.
Isu lain yang ada tetapi sesungguhnya tidak menjadi persoalan di Dinas PU Cipta Karya namun perlu dicatat, yaitu terkait dengan adanya APBN-P yang mengakibatkan DIPA Perubahan baru turun pada Triwulan-3. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan melakukan upaya melalui percepatan pelaksanaan fisik di lapangan.
3.2.2. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
Beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain: (1) Penentuan pelaksana SKPD terlambat akibat Surat Keputusan pelaksana kegiatan baru terbit pada pertengahan tahun anggaran berjalan; (2) Seringnya
terjadi mutasi pegawai, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan kekurangan tenaga teknis sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan; (3) Petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kegiatan yang disampaikan terlambat dan baru diterima oleh dinas pada pertengahan Juni 2011; (3) Keterlambatan penyelesaian dokumen APBN-P yang baru selesai pada bulan September-Oktober 2011, menyulitkan pelaksanaan kegiatan karena terbatasnya wakttu pelaksanaan; dan (4) Pelaksanaan kegiatan bersamaan dengan kegiatan yang dilaksanakan di Pusat, sehingga pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan kegiatan yang telah disusun.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat mengusulkan beberapa hal untuk pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya, yaitu: (1)Penetapan pelaksanaan kegiatan oleh pemerintah daerah dapat ditentukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (2) Pemerintah Daerah dapat mendistribusikan pegawai yang memiliki sertifikat pengadaan barang dan jas secara merata kepada seluruh dinas; (3) Penyampaian petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kiranya dapat dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (4) Penyelesaian dokumen APBN-P pada pertengahan tahun anggaran berjalan; dan (5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mempersiapkan perencanaan yang lebih baik dalam pelaksanaan kegiatan.
3.2.3. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat
Permasalahan penyerapan anggaran yang terjadi pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dikarenakan oleh beberapa hal, antara lain: (1) Alokasi dana sebagian besar dibintang (diblokir), yang baru dapat dilaksanakan pada pertengahan tahun sehingga mengakibatkan waktu pelaksanaan yang terbatas. Selain itu, dengan waktu yang terbatas pelaksanaan kegiatan juga terkendala dengan adanya aturan yang mengatur (Perpres No. 54 Tahun 2010) pencairan dana menggunakan pola 40:30:30 untuk kegiatan bantuan sosial; (2) Penyampaian pedoman umum dan petunjuk pelaksanaan pada beberapa kegiatan disampaikan terlambat, yaitu pada bulan
Keterlambatan penyelesaian dokumen
APBN-P menyulitkan pelaksanaan kegiatan
karena terbatasnya waktu pelaksanaan
Dana dibintang (diblokir),
mengakibatkan pelaksanaan terhambat
Oktober-November; (3) Pelaksanaan kegiatan pusat tidak sesuai dengan kondisi daerah, sehingga beberapa kegiatan tidak dapat dilaksanakan; (4) Ketersediaan sumber daya manusia di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memiliki kemampuan teknis pelaksanaan terbatas; serta (5) Revisi kegiatan yang bersifat strategis dengan jumlah alokasi dana yang cukup besar tidak mendapat persetujuan.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mengusulkan dan mengupayakan beberapa hal sebagai berikut: (1) Penghapusan tanda bintang (pemblokiran) kiranya dapat dilakukan pada saat pertengahan tahun anggaran, sehingga pemerintah daerah dapat mempersiapkan pelaksanaan kegiatan lebih baik; (2) Penyampaian Juknis dan Juklak oleh kementerian sebaiknya dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan dimulai; (3) Pelaksanaan kegiatan di daerah sebaiknya disesuaikan dengan kondisi daerah sehingga dalam pelaksanaan kegiatan tersebut tidak terkendala dengan kondisi yang ada; (4) Diperlukan penambahan tenaga teknis pelaksana kegiatan; serta (5) Melaksanakan revisi dokumen anggaran yang disebabkan oleh adanya perbedaan satuan output antara dokumen DIPA dengan Petunjuk Teknis, yaitu satuan output dalam dokumen anggaran adalah ekor sedangkan dalam petunjuk teknis satuannya adalah kelompok. Berkenaan dengan hal tersebut, Dinas telah melakukan konsolidasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa dokumen anggaran harus sesuai dengan petunjuk teknis.
19
Penyampaian Juknis dan Juklak oleh
Kementerian sebaiknya dilakukan pada awal
pelaksanaan kegiatan dimulai
3.2.1. Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan
Secara umum Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan tidak menemui permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan. Provinsi Sumatera Selatan hanya terkendala oleh satu masalah, yaitu eskalasi harga, yang terjadi pada Kegiatan RIS PNPM Mandiri, Program Infrastruktur Perdesaan. Eskalasi harga terjadi karena kegiatan dibiaya oleh pinjaman sehingga pencairan dana tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan pagu anggaran DIPA 2011. Hal ini sangat mempengaruhi kemajuan kinerja satker di 11 kabupaten/kota yang ada di Prov. Sumsel.
Isu lain yang ada tetapi sesungguhnya tidak menjadi persoalan di Dinas PU Cipta Karya namun perlu dicatat, yaitu terkait dengan adanya APBN-P yang mengakibatkan DIPA Perubahan baru turun pada Triwulan-3. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan melakukan upaya melalui percepatan pelaksanaan fisik di lapangan.
3.2.2. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
Beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain: (1) Penentuan pelaksana SKPD terlambat akibat Surat Keputusan pelaksana kegiatan baru terbit pada pertengahan tahun anggaran berjalan; (2) Seringnya
terjadi mutasi pegawai, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan kekurangan tenaga teknis sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan; (3) Petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kegiatan yang disampaikan terlambat dan baru diterima oleh dinas pada pertengahan Juni 2011; (3) Keterlambatan penyelesaian dokumen APBN-P yang baru selesai pada bulan September-Oktober 2011, menyulitkan pelaksanaan kegiatan karena terbatasnya wakttu pelaksanaan; dan (4) Pelaksanaan kegiatan bersamaan dengan kegiatan yang dilaksanakan di Pusat, sehingga pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan kegiatan yang telah disusun.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat mengusulkan beberapa hal untuk pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya, yaitu: (1)Penetapan pelaksanaan kegiatan oleh pemerintah daerah dapat ditentukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (2) Pemerintah Daerah dapat mendistribusikan pegawai yang memiliki sertifikat pengadaan barang dan jas secara merata kepada seluruh dinas; (3) Penyampaian petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kiranya dapat dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (4) Penyelesaian dokumen APBN-P pada pertengahan tahun anggaran berjalan; dan (5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mempersiapkan perencanaan yang lebih baik dalam pelaksanaan kegiatan.
3.2.3. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat
Permasalahan penyerapan anggaran yang terjadi pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dikarenakan oleh beberapa hal, antara lain: (1) Alokasi dana sebagian besar dibintang (diblokir), yang baru dapat dilaksanakan pada pertengahan tahun sehingga mengakibatkan waktu pelaksanaan yang terbatas. Selain itu, dengan waktu yang terbatas pelaksanaan kegiatan juga terkendala dengan adanya aturan yang mengatur (Perpres No. 54 Tahun 2010) pencairan dana menggunakan pola 40:30:30 untuk kegiatan bantuan sosial; (2) Penyampaian pedoman umum dan petunjuk pelaksanaan pada beberapa kegiatan disampaikan terlambat, yaitu pada bulan
Oktober-November; (3) Pelaksanaan kegiatan pusat tidak sesuai dengan kondisi daerah, sehingga beberapa kegiatan tidak dapat dilaksanakan; (4) Ketersediaan sumber daya manusia di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memiliki kemampuan teknis pelaksanaan terbatas; serta (5) Revisi kegiatan yang bersifat strategis dengan jumlah alokasi dana yang cukup besar tidak mendapat persetujuan.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mengusulkan dan mengupayakan beberapa hal sebagai berikut: (1) Penghapusan tanda bintang (pemblokiran) kiranya dapat dilakukan pada saat pertengahan tahun anggaran, sehingga pemerintah daerah dapat mempersiapkan pelaksanaan kegiatan lebih baik; (2) Penyampaian Juknis dan Juklak oleh kementerian sebaiknya dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan dimulai; (3) Pelaksanaan kegiatan di daerah sebaiknya disesuaikan dengan kondisi daerah sehingga dalam pelaksanaan kegiatan tersebut tidak terkendala dengan kondisi yang ada; (4) Diperlukan penambahan tenaga teknis pelaksana kegiatan; serta (5) Melaksanakan revisi dokumen anggaran yang disebabkan oleh adanya perbedaan satuan output antara dokumen DIPA dengan Petunjuk Teknis, yaitu satuan output dalam dokumen anggaran adalah ekor sedangkan dalam petunjuk teknis satuannya adalah kelompok. Berkenaan dengan hal tersebut, Dinas telah melakukan konsolidasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa dokumen anggaran harus sesuai dengan petunjuk teknis.
20
3.2.1. Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan
Secara umum Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan tidak menemui permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan. Provinsi Sumatera Selatan hanya terkendala oleh satu masalah, yaitu eskalasi harga, yang terjadi pada Kegiatan RIS PNPM Mandiri, Program Infrastruktur Perdesaan. Eskalasi harga terjadi karena kegiatan dibiaya oleh pinjaman sehingga pencairan dana tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan pagu anggaran DIPA 2011. Hal ini sangat mempengaruhi kemajuan kinerja satker di 11 kabupaten/kota yang ada di Prov. Sumsel.
Isu lain yang ada tetapi sesungguhnya tidak menjadi persoalan di Dinas PU Cipta Karya namun perlu dicatat, yaitu terkait dengan adanya APBN-P yang mengakibatkan DIPA Perubahan baru turun pada Triwulan-3. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan melakukan upaya melalui percepatan pelaksanaan fisik di lapangan.
3.2.2. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
Beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain: (1) Penentuan pelaksana SKPD terlambat akibat Surat Keputusan pelaksana kegiatan baru terbit pada pertengahan tahun anggaran berjalan; (2) Seringnya
terjadi mutasi pegawai, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan kekurangan tenaga teknis sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan; (3) Petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kegiatan yang disampaikan terlambat dan baru diterima oleh dinas pada pertengahan Juni 2011; (3) Keterlambatan penyelesaian dokumen APBN-P yang baru selesai pada bulan September-Oktober 2011, menyulitkan pelaksanaan kegiatan karena terbatasnya wakttu pelaksanaan; dan (4) Pelaksanaan kegiatan bersamaan dengan kegiatan yang dilaksanakan di Pusat, sehingga pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan kegiatan yang telah disusun.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat mengusulkan beberapa hal untuk pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya, yaitu: (1)Penetapan pelaksanaan kegiatan oleh pemerintah daerah dapat ditentukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (2) Pemerintah Daerah dapat mendistribusikan pegawai yang memiliki sertifikat pengadaan barang dan jas secara merata kepada seluruh dinas; (3) Penyampaian petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kiranya dapat dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (4) Penyelesaian dokumen APBN-P pada pertengahan tahun anggaran berjalan; dan (5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mempersiapkan perencanaan yang lebih baik dalam pelaksanaan kegiatan.
3.2.3. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat
Permasalahan penyerapan anggaran yang terjadi pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dikarenakan oleh beberapa hal, antara lain: (1) Alokasi dana sebagian besar dibintang (diblokir), yang baru dapat dilaksanakan pada pertengahan tahun sehingga mengakibatkan waktu pelaksanaan yang terbatas. Selain itu, dengan waktu yang terbatas pelaksanaan kegiatan juga terkendala dengan adanya aturan yang mengatur (Perpres No. 54 Tahun 2010) pencairan dana menggunakan pola 40:30:30 untuk kegiatan bantuan sosial; (2) Penyampaian pedoman umum dan petunjuk pelaksanaan pada beberapa kegiatan disampaikan terlambat, yaitu pada bulan
Oktober-November; (3) Pelaksanaan kegiatan pusat tidak sesuai dengan kondisi daerah, sehingga beberapa kegiatan tidak dapat dilaksanakan; (4) Ketersediaan sumber daya manusia di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memiliki kemampuan teknis pelaksanaan terbatas; serta (5) Revisi kegiatan yang bersifat strategis dengan jumlah alokasi dana yang cukup besar tidak mendapat persetujuan.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mengusulkan dan mengupayakan beberapa hal sebagai berikut: (1) Penghapusan tanda bintang (pemblokiran) kiranya dapat dilakukan pada saat pertengahan tahun anggaran, sehingga pemerintah daerah dapat mempersiapkan pelaksanaan kegiatan lebih baik; (2) Penyampaian Juknis dan Juklak oleh kementerian sebaiknya dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan dimulai; (3) Pelaksanaan kegiatan di daerah sebaiknya disesuaikan dengan kondisi daerah sehingga dalam pelaksanaan kegiatan tersebut tidak terkendala dengan kondisi yang ada; (4) Diperlukan penambahan tenaga teknis pelaksana kegiatan; serta (5) Melaksanakan revisi dokumen anggaran yang disebabkan oleh adanya perbedaan satuan output antara dokumen DIPA dengan Petunjuk Teknis, yaitu satuan output dalam dokumen anggaran adalah ekor sedangkan dalam petunjuk teknis satuannya adalah kelompok. Berkenaan dengan hal tersebut, Dinas telah melakukan konsolidasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa dokumen anggaran harus sesuai dengan petunjuk teknis.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan kunjungan lapang yang telah dilakukan, terhadap 6 K/L dan 3 SUPD telah ditemui berbagai permasalahan terkait dengan penyerapan anggaran. Berbagai upaya telah dilakukan oleh masing-masing K/L, namun perlu tindak lanjut agar masalah penyerapan rendah tidak terulang kembali di tahun-tahun mendatang.
Dari kedelapan kelompok permasalahan, hanya permasalahan dana kontrak multiyears yang tidak bisa dialihkan ke kegiatan dan TA berikutnya saja yang tidak ditemui pada enam K/L dan tiga SKPD yang dikunjungi. Sedangkan pemblokiran anggaran dan pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun merupakan masalah yang ditemui hampir di seluruh K/L dan tiga SKPD yang dikunjungi. Kedua permasalahan tersebut saling berkaitan, dan untuk mengurangi permasalahan tersebut pada umumnya keenam K/L dan ketiga SKPD yang dikunjungi menginginkan agar penambahan anggaran diberikan sebelum pertengahan tahun dan bukan di Triwulan III atau di akhir tahun. Bila penambahan anggaran baik berupa pemberian dana reward, pengembalian dana penghematan, ataupun APBN-P dikeluarkan pada Triwulan III atau setelahnya, seyogyanya penambahan anggaran ini tidak perlu dilakukan.
Tindak lanjut yang diperlukan agar penyerapan anggaran rendah tidak terjadi lagi, perlu disusun disbursement plan dan procurement plan bagi setiap K/L sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan. Terkait dengan blokir anggaran akibat data pendukung tidak lengkap, di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan DIPA. Sementara itu, untuk mengantisipasi keterbatasan waktu pelaksanaan, persiapan pelaksanaan kegiatan agar segera dilakukan setelah selesai penelaahan sehingga pada saat DIPA turun kegiatan dapat langsung dilaksanakan. Sedangkan untuk mempercepat pelaksanaan kegiatan, K/L dapat melakukan pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010). Terkait dengan lahan, upaya yang harus dilakukan adalah memastikan kejelasan kepemilikan lahan sebelum melaksanakan kegiatan. Selanjutnya, dalam memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan perlu dilakukan peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan pegawai baru dalam pelatihan. Sedangkan untuk mengatasi keterlambatan data dapat dilakukan melalui upaya pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah.
foto
21
3.2.1. Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan
Secara umum Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan tidak menemui permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan. Provinsi Sumatera Selatan hanya terkendala oleh satu masalah, yaitu eskalasi harga, yang terjadi pada Kegiatan RIS PNPM Mandiri, Program Infrastruktur Perdesaan. Eskalasi harga terjadi karena kegiatan dibiaya oleh pinjaman sehingga pencairan dana tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan pagu anggaran DIPA 2011. Hal ini sangat mempengaruhi kemajuan kinerja satker di 11 kabupaten/kota yang ada di Prov. Sumsel.
Isu lain yang ada tetapi sesungguhnya tidak menjadi persoalan di Dinas PU Cipta Karya namun perlu dicatat, yaitu terkait dengan adanya APBN-P yang mengakibatkan DIPA Perubahan baru turun pada Triwulan-3. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan melakukan upaya melalui percepatan pelaksanaan fisik di lapangan.
3.2.2. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
Beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain: (1) Penentuan pelaksana SKPD terlambat akibat Surat Keputusan pelaksana kegiatan baru terbit pada pertengahan tahun anggaran berjalan; (2) Seringnya
terjadi mutasi pegawai, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan kekurangan tenaga teknis sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan; (3) Petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kegiatan yang disampaikan terlambat dan baru diterima oleh dinas pada pertengahan Juni 2011; (3) Keterlambatan penyelesaian dokumen APBN-P yang baru selesai pada bulan September-Oktober 2011, menyulitkan pelaksanaan kegiatan karena terbatasnya wakttu pelaksanaan; dan (4) Pelaksanaan kegiatan bersamaan dengan kegiatan yang dilaksanakan di Pusat, sehingga pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan kegiatan yang telah disusun.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat mengusulkan beberapa hal untuk pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya, yaitu: (1)Penetapan pelaksanaan kegiatan oleh pemerintah daerah dapat ditentukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (2) Pemerintah Daerah dapat mendistribusikan pegawai yang memiliki sertifikat pengadaan barang dan jas secara merata kepada seluruh dinas; (3) Penyampaian petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kiranya dapat dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (4) Penyelesaian dokumen APBN-P pada pertengahan tahun anggaran berjalan; dan (5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mempersiapkan perencanaan yang lebih baik dalam pelaksanaan kegiatan.
3.2.3. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat
Permasalahan penyerapan anggaran yang terjadi pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dikarenakan oleh beberapa hal, antara lain: (1) Alokasi dana sebagian besar dibintang (diblokir), yang baru dapat dilaksanakan pada pertengahan tahun sehingga mengakibatkan waktu pelaksanaan yang terbatas. Selain itu, dengan waktu yang terbatas pelaksanaan kegiatan juga terkendala dengan adanya aturan yang mengatur (Perpres No. 54 Tahun 2010) pencairan dana menggunakan pola 40:30:30 untuk kegiatan bantuan sosial; (2) Penyampaian pedoman umum dan petunjuk pelaksanaan pada beberapa kegiatan disampaikan terlambat, yaitu pada bulan
Oktober-November; (3) Pelaksanaan kegiatan pusat tidak sesuai dengan kondisi daerah, sehingga beberapa kegiatan tidak dapat dilaksanakan; (4) Ketersediaan sumber daya manusia di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memiliki kemampuan teknis pelaksanaan terbatas; serta (5) Revisi kegiatan yang bersifat strategis dengan jumlah alokasi dana yang cukup besar tidak mendapat persetujuan.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mengusulkan dan mengupayakan beberapa hal sebagai berikut: (1) Penghapusan tanda bintang (pemblokiran) kiranya dapat dilakukan pada saat pertengahan tahun anggaran, sehingga pemerintah daerah dapat mempersiapkan pelaksanaan kegiatan lebih baik; (2) Penyampaian Juknis dan Juklak oleh kementerian sebaiknya dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan dimulai; (3) Pelaksanaan kegiatan di daerah sebaiknya disesuaikan dengan kondisi daerah sehingga dalam pelaksanaan kegiatan tersebut tidak terkendala dengan kondisi yang ada; (4) Diperlukan penambahan tenaga teknis pelaksana kegiatan; serta (5) Melaksanakan revisi dokumen anggaran yang disebabkan oleh adanya perbedaan satuan output antara dokumen DIPA dengan Petunjuk Teknis, yaitu satuan output dalam dokumen anggaran adalah ekor sedangkan dalam petunjuk teknis satuannya adalah kelompok. Berkenaan dengan hal tersebut, Dinas telah melakukan konsolidasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa dokumen anggaran harus sesuai dengan petunjuk teknis.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan kunjungan lapang yang telah dilakukan, terhadap 6 K/L dan 3 SUPD telah ditemui berbagai permasalahan terkait dengan penyerapan anggaran. Berbagai upaya telah dilakukan oleh masing-masing K/L, namun perlu tindak lanjut agar masalah penyerapan rendah tidak terulang kembali di tahun-tahun mendatang.
Dari kedelapan kelompok permasalahan, hanya permasalahan dana kontrak multiyears yang tidak bisa dialihkan ke kegiatan dan TA berikutnya saja yang tidak ditemui pada enam K/L dan tiga SKPD yang dikunjungi. Sedangkan pemblokiran anggaran dan pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun merupakan masalah yang ditemui hampir di seluruh K/L dan tiga SKPD yang dikunjungi. Kedua permasalahan tersebut saling berkaitan, dan untuk mengurangi permasalahan tersebut pada umumnya keenam K/L dan ketiga SKPD yang dikunjungi menginginkan agar penambahan anggaran diberikan sebelum pertengahan tahun dan bukan di Triwulan III atau di akhir tahun. Bila penambahan anggaran baik berupa pemberian dana reward, pengembalian dana penghematan, ataupun APBN-P dikeluarkan pada Triwulan III atau setelahnya, seyogyanya penambahan anggaran ini tidak perlu dilakukan.
Tindak lanjut yang diperlukan agar penyerapan anggaran rendah tidak terjadi lagi, perlu disusun disbursement plan dan procurement plan bagi setiap K/L sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan. Terkait dengan blokir anggaran akibat data pendukung tidak lengkap, di masa mendatang data pendukung harus sudah lengkap pada saat penelaahan DIPA. Sementara itu, untuk mengantisipasi keterbatasan waktu pelaksanaan, persiapan pelaksanaan kegiatan agar segera dilakukan setelah selesai penelaahan sehingga pada saat DIPA turun kegiatan dapat langsung dilaksanakan. Sedangkan untuk mempercepat pelaksanaan kegiatan, K/L dapat melakukan pelelangan sebelum anggaran turun (sesuai Perpres No. 54 Tahun 2010). Terkait dengan lahan, upaya yang harus dilakukan adalah memastikan kejelasan kepemilikan lahan sebelum melaksanakan kegiatan. Selanjutnya, dalam memenuhi persyaratan Perpres No. 54 Tahun 2010 terkait dengan pejabat pengadaan perlu dilakukan peningkatan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan pegawai baru dalam pelatihan. Sedangkan untuk mengatasi keterlambatan data dapat dilakukan melalui upaya pengembangan sistem berbasis web dengan biaya murah.
22
Lampiran
I. Jadwal Kunjungan Lapang K/LII. Jadwal Kunjungan Lapang ke SKPDIII. Matriks Rekapitulasi Check List Permasalahan per K/L dan SKPDIV. Hasil Kunjungan ke K/L (1) Kementerian Agama (2) Kementerian Dalam Negeri (3) Kementerian Perhubungan (4) Kementerian Pertanian (5) Kementerian Kesehatan (6) Kementerian Pendidikan dan KebudayaanV. Hasil Kunjungan ke SKPD (1) Dinas PU Cipta Karya, Provinsi Sumatera Selatan (2) Dinas Kesehatan, Provinsi Kalimantan Barat (3) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Provinsi Kalimantan Barat
3.2.1. Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan
Secara umum Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan tidak menemui permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan. Provinsi Sumatera Selatan hanya terkendala oleh satu masalah, yaitu eskalasi harga, yang terjadi pada Kegiatan RIS PNPM Mandiri, Program Infrastruktur Perdesaan. Eskalasi harga terjadi karena kegiatan dibiaya oleh pinjaman sehingga pencairan dana tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan pagu anggaran DIPA 2011. Hal ini sangat mempengaruhi kemajuan kinerja satker di 11 kabupaten/kota yang ada di Prov. Sumsel.
Isu lain yang ada tetapi sesungguhnya tidak menjadi persoalan di Dinas PU Cipta Karya namun perlu dicatat, yaitu terkait dengan adanya APBN-P yang mengakibatkan DIPA Perubahan baru turun pada Triwulan-3. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan melakukan upaya melalui percepatan pelaksanaan fisik di lapangan.
3.2.2. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
Beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain: (1) Penentuan pelaksana SKPD terlambat akibat Surat Keputusan pelaksana kegiatan baru terbit pada pertengahan tahun anggaran berjalan; (2) Seringnya
terjadi mutasi pegawai, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan kekurangan tenaga teknis sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan; (3) Petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kegiatan yang disampaikan terlambat dan baru diterima oleh dinas pada pertengahan Juni 2011; (3) Keterlambatan penyelesaian dokumen APBN-P yang baru selesai pada bulan September-Oktober 2011, menyulitkan pelaksanaan kegiatan karena terbatasnya wakttu pelaksanaan; dan (4) Pelaksanaan kegiatan bersamaan dengan kegiatan yang dilaksanakan di Pusat, sehingga pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan kegiatan yang telah disusun.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat mengusulkan beberapa hal untuk pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya, yaitu: (1)Penetapan pelaksanaan kegiatan oleh pemerintah daerah dapat ditentukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (2) Pemerintah Daerah dapat mendistribusikan pegawai yang memiliki sertifikat pengadaan barang dan jas secara merata kepada seluruh dinas; (3) Penyampaian petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kiranya dapat dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (4) Penyelesaian dokumen APBN-P pada pertengahan tahun anggaran berjalan; dan (5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mempersiapkan perencanaan yang lebih baik dalam pelaksanaan kegiatan.
3.2.3. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat
Permasalahan penyerapan anggaran yang terjadi pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dikarenakan oleh beberapa hal, antara lain: (1) Alokasi dana sebagian besar dibintang (diblokir), yang baru dapat dilaksanakan pada pertengahan tahun sehingga mengakibatkan waktu pelaksanaan yang terbatas. Selain itu, dengan waktu yang terbatas pelaksanaan kegiatan juga terkendala dengan adanya aturan yang mengatur (Perpres No. 54 Tahun 2010) pencairan dana menggunakan pola 40:30:30 untuk kegiatan bantuan sosial; (2) Penyampaian pedoman umum dan petunjuk pelaksanaan pada beberapa kegiatan disampaikan terlambat, yaitu pada bulan
Oktober-November; (3) Pelaksanaan kegiatan pusat tidak sesuai dengan kondisi daerah, sehingga beberapa kegiatan tidak dapat dilaksanakan; (4) Ketersediaan sumber daya manusia di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memiliki kemampuan teknis pelaksanaan terbatas; serta (5) Revisi kegiatan yang bersifat strategis dengan jumlah alokasi dana yang cukup besar tidak mendapat persetujuan.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mengusulkan dan mengupayakan beberapa hal sebagai berikut: (1) Penghapusan tanda bintang (pemblokiran) kiranya dapat dilakukan pada saat pertengahan tahun anggaran, sehingga pemerintah daerah dapat mempersiapkan pelaksanaan kegiatan lebih baik; (2) Penyampaian Juknis dan Juklak oleh kementerian sebaiknya dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan dimulai; (3) Pelaksanaan kegiatan di daerah sebaiknya disesuaikan dengan kondisi daerah sehingga dalam pelaksanaan kegiatan tersebut tidak terkendala dengan kondisi yang ada; (4) Diperlukan penambahan tenaga teknis pelaksana kegiatan; serta (5) Melaksanakan revisi dokumen anggaran yang disebabkan oleh adanya perbedaan satuan output antara dokumen DIPA dengan Petunjuk Teknis, yaitu satuan output dalam dokumen anggaran adalah ekor sedangkan dalam petunjuk teknis satuannya adalah kelompok. Berkenaan dengan hal tersebut, Dinas telah melakukan konsolidasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa dokumen anggaran harus sesuai dengan petunjuk teknis.
No. K/L Tanggal
Kunjungan Diterima oleh
Nama Jabatan
1. Kementerian Agama 3 Januari 2012 Nur Mahmudah Kepala Bagian IV Anggaran
2. Kementerian Dalam Negeri 3 Januari 2012 Suharyono Kepala Bagian
Monitoring dan Evaluasi
3. Kementerian Perhubungan 4 Januari 2012 Marta
Hardisuwarno Kepala Bagian Pelaksanaan Anggaran
4. Kementerian Pertanian 5 Januari 2012 Suwandi Kepala Bagian Kebijakan Program dan Wilayah
5. Kementerian Kesehatan 5 Januari 2012 Susiyo Luchito Kasubbag Evapor Bagian APBN3
6. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 6 Januari 2012 Budi Purwaka
Kepala Bagian Sistem Informasi
Lampiran I. Jadwal Kunjungan Lapang ke K/L
23
3.2.1. Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan
Secara umum Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan tidak menemui permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan. Provinsi Sumatera Selatan hanya terkendala oleh satu masalah, yaitu eskalasi harga, yang terjadi pada Kegiatan RIS PNPM Mandiri, Program Infrastruktur Perdesaan. Eskalasi harga terjadi karena kegiatan dibiaya oleh pinjaman sehingga pencairan dana tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan pagu anggaran DIPA 2011. Hal ini sangat mempengaruhi kemajuan kinerja satker di 11 kabupaten/kota yang ada di Prov. Sumsel.
Isu lain yang ada tetapi sesungguhnya tidak menjadi persoalan di Dinas PU Cipta Karya namun perlu dicatat, yaitu terkait dengan adanya APBN-P yang mengakibatkan DIPA Perubahan baru turun pada Triwulan-3. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Dinas PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan melakukan upaya melalui percepatan pelaksanaan fisik di lapangan.
3.2.2. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
Beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain: (1) Penentuan pelaksana SKPD terlambat akibat Surat Keputusan pelaksana kegiatan baru terbit pada pertengahan tahun anggaran berjalan; (2) Seringnya
terjadi mutasi pegawai, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan kekurangan tenaga teknis sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan; (3) Petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kegiatan yang disampaikan terlambat dan baru diterima oleh dinas pada pertengahan Juni 2011; (3) Keterlambatan penyelesaian dokumen APBN-P yang baru selesai pada bulan September-Oktober 2011, menyulitkan pelaksanaan kegiatan karena terbatasnya wakttu pelaksanaan; dan (4) Pelaksanaan kegiatan bersamaan dengan kegiatan yang dilaksanakan di Pusat, sehingga pemerintah daerah tidak dapat melaksanakan kegiatan yang telah disusun.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat mengusulkan beberapa hal untuk pelaksanaan kegiatan tahun berikutnya, yaitu: (1)Penetapan pelaksanaan kegiatan oleh pemerintah daerah dapat ditentukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (2) Pemerintah Daerah dapat mendistribusikan pegawai yang memiliki sertifikat pengadaan barang dan jas secara merata kepada seluruh dinas; (3) Penyampaian petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kiranya dapat dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan; (4) Penyelesaian dokumen APBN-P pada pertengahan tahun anggaran berjalan; dan (5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu mempersiapkan perencanaan yang lebih baik dalam pelaksanaan kegiatan.
3.2.3. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat
Permasalahan penyerapan anggaran yang terjadi pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dikarenakan oleh beberapa hal, antara lain: (1) Alokasi dana sebagian besar dibintang (diblokir), yang baru dapat dilaksanakan pada pertengahan tahun sehingga mengakibatkan waktu pelaksanaan yang terbatas. Selain itu, dengan waktu yang terbatas pelaksanaan kegiatan juga terkendala dengan adanya aturan yang mengatur (Perpres No. 54 Tahun 2010) pencairan dana menggunakan pola 40:30:30 untuk kegiatan bantuan sosial; (2) Penyampaian pedoman umum dan petunjuk pelaksanaan pada beberapa kegiatan disampaikan terlambat, yaitu pada bulan
Oktober-November; (3) Pelaksanaan kegiatan pusat tidak sesuai dengan kondisi daerah, sehingga beberapa kegiatan tidak dapat dilaksanakan; (4) Ketersediaan sumber daya manusia di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memiliki kemampuan teknis pelaksanaan terbatas; serta (5) Revisi kegiatan yang bersifat strategis dengan jumlah alokasi dana yang cukup besar tidak mendapat persetujuan.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan mengusulkan dan mengupayakan beberapa hal sebagai berikut: (1) Penghapusan tanda bintang (pemblokiran) kiranya dapat dilakukan pada saat pertengahan tahun anggaran, sehingga pemerintah daerah dapat mempersiapkan pelaksanaan kegiatan lebih baik; (2) Penyampaian Juknis dan Juklak oleh kementerian sebaiknya dilakukan pada awal pelaksanaan kegiatan dimulai; (3) Pelaksanaan kegiatan di daerah sebaiknya disesuaikan dengan kondisi daerah sehingga dalam pelaksanaan kegiatan tersebut tidak terkendala dengan kondisi yang ada; (4) Diperlukan penambahan tenaga teknis pelaksana kegiatan; serta (5) Melaksanakan revisi dokumen anggaran yang disebabkan oleh adanya perbedaan satuan output antara dokumen DIPA dengan Petunjuk Teknis, yaitu satuan output dalam dokumen anggaran adalah ekor sedangkan dalam petunjuk teknis satuannya adalah kelompok. Berkenaan dengan hal tersebut, Dinas telah melakukan konsolidasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa dokumen anggaran harus sesuai dengan petunjuk teknis.
SKPD Tanggal Kunjungan Diterima oleh
Nama Jabatan
1. Dinasu PU Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan
22 Desember 2011 Rina Anggraeni Kasubag Renevapor Dinas PU Cipta Karya
2. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat 17 Januari 2012 Herman
Kepala Sub Dinas Kesehatan
3. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan di Kalimantan Barat
17 Januari 2012 Wahyudi Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi
Lampiran II. Jadwal Kunjungan Lapang ke SKPD
24
Permasalahan Penyerapan Anggaran Tahun 2011
Kementerian/Lembaga SKPD
Kem
enda
gri
Kem
enha
n
Kem
enke
u
Kem
enta
n
KE
SDM
Kem
enhu
b
Kem
endi
kbud
Kem
enke
s
Kem
enag
Kem
en P
U
PO
LRI
Din
as P
U C
ipta
K
arya
Pro
v. S
umse
l
Din
as K
eseh
atan
P
rov.
Kal
bar
Din
as P
eter
naka
n da
n K
eseh
atan
H
ewan
Pro
v. K
alba
r
a) Pemblokiran anggaran:
• Tidak lengkapnya data pendukung
√ √ √ √ √ √
• Eskalasi harga √
• Kesalahan aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL*
√
b) Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun
√ √ √ √ √ √ √ √ √
c) Dana kontrak multiyears yang tidak bisa dialihkan ke kegiatan dan TA berikutnya
d) Tagihan Satker: pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali).
√ √ √
e) Lelang
• Sebagian besar pelaksana lelang belum berani melaksanakan lelang sebelum anggaran turun.
√ √
• Rumitnya persyaratan yang diatur dalam Perpres 54 yang menyebabkan gagal lelang
√
• Pengaturan uang muka yang lebih kecil sehingga mempengaruhi penyerapan anggaran.
√
• Adanya persyaratan clearance dari BPKP sebelum pelelangan yang memakan waktu lama*
√ √
• Belum tersedianya dana untuk pelelangan tidak mengikat untuk kegiatan tahun berikutnya*
√
b) Lahan, berkaitan dengan readiness criteria sbb:
• DED (Detail Engineering Design)
• Kesiapan lahan √ √ √ • Ketersediaan dana daerah
untuk program bersama
Lampiran III. Matriks Rekapitulasi Check List Permasalahan per K/L dan SKPD
25
• Terdapatnya instansi pengelola pascakonstruksi
• Output dan outcome yang jelas
c) Organisasi
• Adanya restrukturisasi organisasi
√ √ √
• Sulitnya mencari pejabat pengadaan dan adanya pola mutasi kepegawaian yang tidak terstruktur
√ √ √ √
• Sinergi pusat daerah √ √
• Kualitas SDM √ √ √
• Kesulitan dalam menetapkan pengelola kegiatan karena harus memiliki sertifikat*
√ √
d) Lambatnya pengumpulan data √ √ √
e) Hambatan karena proses pencairan anggaran berkaitan dengan K/L lain. *
√
f) Tidak adanya dana pendamping dari daerah untuk program bersama*
√
g) Tidak siapnya dana PHLN* √
Permasalahan Penyerapan Anggaran Tahun 2011
Kementerian/Lembaga SKPD
Kem
enda
gri
Kem
enha
n
Kem
enke
u
Kem
enta
n
KE
SDM
Kem
enhu
b
Kem
endi
kbud
Kem
enke
s
Kem
enag
Kem
en P
U
PO
LRI
Din
as P
U C
ipta
K
arya
Pro
v. S
umse
l
Din
as K
eseh
atan
P
rov.
Kal
bar
Din
as P
eter
naka
n da
n K
eseh
atan
H
ewan
Pro
v. K
alba
r Keterangan. * Merupakan Permasalahan baru yang ditemukan pada saat melakukan kunjungan ke
Kementerian/Lembaga. Merupakan Kementerian/Lembaga yang belum dikunjungi
26
No Permasalahan Solusi/Tindak Lanjut Kegiatan dan
lokasi Total anggaran sebesar Rp. 35,4 trilyun, Penyerapan 88% per 28 Desember 2011 Jumlah Satker 4.442 Saker
1 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun Turunnya tambahan dana di akhir Oktober – awal November menyebabkan sulitnya melaksanakan kegiatan tersebut. Untuk mempercepat proses, diupayakan kegiatan tidak melali proses lelang. Namun tetap saja mengalami kesulitan karena tidak ada rekanan yang sanggup mengerjakan dengan waktu yang sangat terbatas.
DIharapkan di waktu mendatang tidak ada dana yang turun di akhir tahun anggaran. Apabila DIPA turun di akhir tahun anggaran sebaiknya diberlakukan DIPA luncuran agar kegiatan dapat terlaksana.
Kegiatan pembangunan fisik
2 Tagihan Satker: pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali) Penumpukan tagihan Satker dilakukan terutama pada kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga. Hal ini disebabkan rekanan terutama yang besar sering menagihkan dana sekaligus setelah kegiatan selesai. Telah dilakukan upaya mengundang dan mengingatkan kepada rekanan untuk mengajukan penagihan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Diusulkan sebaiknya ada aturan dari Kementerian Keuangan bagi tagihan yang tertunda diberi sangsi.
3 Lelang Upaya mempercepat pelaksanaan kegiatan melalui pelelangan sebelum anggaran turun tidak dilakukan karena panitia lelang tidak berani ambil resiko apabila terjadi kegiatan tidak disetujui atau kegiatan tersebut mengalami pemblokiran.
Diupayakan/mengurangi adanya proses pelelangan
Untuk kegiatan
bersifat fisik/pembangunan.
4 Kualitas SDM Rendahnya kualitas SDM menyebabkan seringnya terjadi kesalahan di Satker dalam melakukan revisi DIPA, terutama terkait dengan efisiensi yang harus dilakukan.
Peningkatan pemahaman melalui sosialisasi dan pelatihan
Peraturan bagi pengelola kegiatan harus memiliki sertifikat menyebabkan kesulitan dalam menetapkan pengelola kegiatan.
Untuk itu akan diusulkan ke LKPP agar dilakukan perbaikan aturan terkait dengan kepemilikan sertifikat bagi pengelola kegiatan.
Lampiran IV. Hasil Kunjungan ke K/L
1. Kementerian Agama
27
5 Lambatnya pengumpulan data Dengan adanya atran pengumpulan data penyerapan anggaran secara berjenjang, menyebabkan panjangnya waktu untuk mengetahui kondisi penyerapan anggaran. Hal ini menyebabkan sulit diketahui data penyerapan anggaran terkini.
Diusulkan agar satker dapat memberikan informasi kepada Kementerian secara langsung tidak berjenjang
6 Sertifikasi Guru Peraturan pencairan anggaran sertifikasi guru yang baru dapat dilakukan setelah ada Nomor Registrasi Guru (NRG) telah menyebabkan rendahnya penyerapan. Hal ini terjadi karena proses memperoleh NRG yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebuadayaan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Akan diusulkan agar pencairan dana sertifikasi tidak harus menunggu NRG
Sertifikasi Guru
No Permasalahan Solusi/Tindak Lanjut Kegiatan dan
lokasi
28
No Permasalahan Solusi/Tindak Lanjut Kegiatan dan
lokasi Total anggaran sebesar Rp. 16,95 trilyun, Penyerapan 75,52% per 30 Desember 2011
1 Penambahan pagu di Triwulan empat menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan terutama yang bersifat pembanguan/renovasi gedung. Kendala lain adalah akibat terjadinya pemblokiran anggaran oleh DPR pada pagu tambahan ini, maka tidak ada waktu untuk melakukan revisi DIPA sehigga dana sebesar RP.1,3 Trilyun tidak terserap.
Dilakukan percepatan pelaksanaan sehingga anggaran dapat terserap di akhir tahun anggaran.
Kegiatan pembangunan fisik PNPM
2 Dana pendamping daerah Terdapat 13 Kabupaten/Kota ang tidak menyediakan dana pendamping untuk kegiatan PNPM. Hal ini mengakibatkan kegiatan tidak bisa berjalan dan anggaran tidak terserap.
Akan dilihat penyebab tidak dialokasikannnya dana pendamping
PNPM Lokasi: Tapanuli Tengah, Simalungun, Nias Selatan, Nias Barat, Minahasa Selatan, Gowa, Konawe, Muna, Buton, Konawe Selatan, Mamuju, Seram aagian Barat, dan P. Morotai
3 Proses Clearance Persyaratan adanya proses clearance sebelum pelelangan pembangunan gedung oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan kementerian PU yang memakan waktu cukup lama merupakan salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan.
Diharapkan di masa mendatang proses clearance dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai.
Pembanguan IPDN Lokasi: Bukit Tinggi Makassar Menado Rokan Ilir
4 Kualitas SDM Sering terjadi mutasi pegawai di daerah termasuk pengelola kegiatan/panitia pengadaan yang menyebabkan terhambatnya pelaksanaan kegiatan.
Dilakukan penambahan ujian sertifikasi pengadaan barang dan jasa bagi pejabat dan staf.
5 Pemblokiran anggaran Tidak lengkapnya dokumen pendukung mengakibatkan terjadinya pemblokiran anggaran. Untuk menghilangkan pemblokiran setelah data dilengkapi memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini merupakan ketidak siapan Kemendagri dalam mengajukan usulan kegiatan.
Melengkapi dokumen yang diperlukan dan mencermati dan melengkapi dokumen untuk kegiatan yang akan datang
Tugas pembantuan pasar desa di Gunung Kidul, DIY
2. Kementerian Dalam Negeri
29
No Permasalahan Solusi/Tindak Lanjut Kegiatan dan
lokasi Total anggaran sebesar Rp. 23,309 trilyun, Penyerapan 85,022% per 4 Januari 2012 Jumlah Satker 679 Satker
1 Pemblokiran anggaran dan revisi anggaran Akibat penyusunan dan penelaahan RKAKL yang kurang cermat mengakibatkan terhambatnya penyerapan pada saat pelaksanaan kegiatan, yaitu:
1) Terdapat kesalahan akun/aplikasi pada saat penyusunan RKA-KL yang mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan, sehingga harus dilakukan revisi DIPA.
2) Tingginya dana bertanda bintang (blokir) akibat kurangnya data pendukung, mengakibatkan terjadinya blokir sebesar Rp. 1,008 Triliun atau 4,33% dari total pagu Kementerian Perhubungan.
Memperbaiki dan melengkapi dokumen yang diperlukan, serta akan melakukan penyusunan RKAKL lebih teliti
2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan yang bersifat pengadaan dan pembanguan yang harus melalui proses pelelangan. Persetujuan DIPA Pemanfaatan hasil penghematan Anggaran TA.2011 sebesar kurang lebih 83,8% diblokir oleh DJA.
Diusulkan agar bila ada pagu tambahan diberikan di pertengahan tahun anggaran.
3 Lahan. Terdapat status tanah (hibah tanah) yang belum selesai, sehingga mengakibatkan tidak terserapnya anggarar. Hal yang sering terjadi, menurut Pemda tanah sudah tidak bermasalah, namun pada saat pelaksanaan terjadi sengketa.
Pemda diminta untuk menyelasaikan masalah lahan ini dan akan disediakan anggaran pendertifikatan tanah.
Pembangunan fasiitas pelabuhan Tanjung wangi Jawa Timur (penyelesaian dengan memindahkan lokasi kegiatan) Makassar Pembangunan Kampus Akademi Pelayaran Pengadaan Lahan Peti Kemas Tanjung Priok
3. Kementerian Perhubungan
30
4 Lelang Pengaturan uang muka pada multiyears
contract yang lebih kecil mempengaruhi penyerapan anggaran. Adanya mekanisme penghematan anggaran
yang menyebabkan terlambatnya proses pengadaan barang/jasa; Belum tersedianya dana untuk pelelangan
tidak mengikat untuk kegiatan tahun berikutnya
Diusulkan adanya
penyempurnaan Perpres No. 54 Tahun 2010, terkait uang muka kontrak tahun jamak
Sebaiknya tidak perlu adanya penghematan
Disiapkan anggaran pada tahun sebelumnya
Pembangunan JAATS (Peralatan Navigasi Bandara Soekarno Hatta)
5 Tagihan Satker Pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk penagihannya pada akhir pekerjaan) yang disebabkan keengganan dari pihak kontraktor untuk melakukan penarikan tiap bulannya.
Untuk itu dilakukan upaya agara kontraktor melakukan penarikan sesuai jadwal.
No Permasalahan Solusi/Tindak Lanjut Kegiatan dan
lokasi
31
No Permasalahan Solusi/Tindak Lanjut Kegiatan dan
lokasi Total anggaran sebesar Rp. 16,7 trilyun, Penyerapan 88,80% per 30 Desember 2011 Jumlah Satker 2.455 Satker
1 Pemblokiran anggaran dan revisi anggaran Akibat data pendukung yang tidak lengkap terjadi pemblokiran dana di Ditjen Peternakan sebesar Rp.1,12 Trilyun.
Melengkapi data pendukung pada bulan Juli, dan DIPA selesai pada bulan September.
2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun menyebabkan sulitnya pelaksanaan kegiatan yang harus melalui proses pelelangan dan mengalami revisi DIPA.
Sebaiknya tidak perlu dilakukan perubahan pagu anggaran dalam DIPA agar pelaksanaan kegiatan dapat sesuai rencana
Penyelamatan dan Insentive Sapi Betina Produktif di Kalimantan Barat tidak bisa direvisi. Pembang
unan RPH di Pare-are tidak siap untuk dilaksanakan Pembang
unanlitbang perkebunan di Sulawesi Barat tidak dapat dilaksanakan
3 Tagihan Satker: Pencairan tidak selalu langsung dilakukan (ditumpuk & dilakukan 2 bulan sekali). Hal ini umumnya terjadi di daerah kepulauan dan Papua akibat jarak KPPN yang cukup jauh dan memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi.
Perlu dicarikan cara khusus untuk daerah kepulauan dan daerah yang KPPN nya terlalu jauh.
4 Dana Pendamping PHLN Terdapat dana pendamping yang tidak dapat diserap karena loan belum siap sehingga dilakukan drop loan.
Diharapkan dalam penyusunan pagu indikatif mengunakan data yang lebih akurat.
SMATD (proyek teknolgi dan pembangunan) WISEM (sarana dan prasarana pertanian)
5 Lahan. Terdapat status kepemilikan tanah yang belum jelas dan diserobot sehingga menghambat pelaksanaan kegiatan. Perubahan kebijakan Bupati terpilih, yang semua untuk cetak sawah dialihkan menjadi perkebunan sawit.
Akan lebih dperhatikan kejelasan kepemilikan dan kebijakan Pemda atas lahan sebelum pelaksanaan kegiatan.
- Balai Diklat di
Manokwari dan Sumatera Barat.
- Kabupaten Asahan
4. Kementerian Pertanian
32
6 Kualitas SDM Sering terjadi mutasi pegawai di daerah termasuk pengelola kegiatan/panitia pengadaan yang menyebabkan terhambatnya pelaksanaan kegiatan.
7 Proses Clearance Persyaratan adanya proses clearance sebelum pelelangan pembangunan gedung oleh Kementerian PAN dan RB, BPKP, dan kementerian PU yang dilakukan setelah dana dianggarkan dengan hasil tidak disetujuinya pembangunan gedung dana tidak dapat diserap.
Sebaiknya clearance dilakukan sebelum dianggarkan.
No Permasalahan Solusi/Tindak Lanjut Kegiatan dan
lokasi
33
No Permasalahan Solusi/Tindak Lanjut Kegiatan dan
lokasi Total anggaran sebesar Rp. 29,134 trilyun, Penyerapan 84,630% per 2 Januari 2012 Jumlah Satker 1.003 Satker
1 Pemblokiran anggaran Pemblokiran dana Tugas Pembantuan yang disebabkan tidak lengkapnya data-data pendukung, pada bulan Juni-Agustus 2011.
Melengkapi data pendukung yang diperlukan.
TP BOK Penyerapan rendah: - Pontianak
(8,8%) - Mentawai (0%) - Banda Aceh
(20%) - TP RS - Pekan Baru
(15%)
2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun. Dana APBN-P dan pengembalian dana efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan rendahnya penyerapan karena sulitnya pelaksanaan kegiatan.
Sebaiknya tidak perlu dilakukan penambahan pagu anggaran.
3 Organisasi Terdapat kegiatan yang tidak terlaksana akibat dalam struktur organisasi yang baru tidak ada tupoksi yang sesuai dengan kegiatan tersebut.
Untuk tahun selanjutnya diharapkan kegiatan sudah sesuai dengan tupoksi
4 Lahan. Terdapat lahan yang tidak dapat dibeli pada saat kegiatan akan dilakukan.
Akan dilakukan kejelasan kepemilikan lahan sebelum pelaksanaan kegiatan
Pembangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Bali Pembangunan Kantor Litbang Lokal di Garut
5. Kementerian Kesehatan
34
No Permasalahan Solusi/Tindak Lanjut Kegiatan dan
lokasi Total anggaran sebesar Rp. 68,15 trilyun, Penyerapan 80,15% per 5 Januari 2012 Jumlah Satker 381 Satker
1 Pemblokiran anggaran Data pendukung yang tidak lengkap dan sering terjadi pemblokiran dana tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu pada saat penelaahan yang akhirnya mempengaruhi penyerapan.
Melengkapi data-data pendukung yang diperlukan. Untuk menghindari pemblokiran secara tiba-tiba Kemendikbud akan menuangkan hasil kesepakatan penelaahan dalam suatu Berita Acara.
Hampir di seluruh kegiatan.
2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN-P yang keluar pada akhir tahun. - Dana APBN-P dan pengembalian dana
efisiensi yang keluar pada bulan November menyebabkan berkurangnya penyerapan karena sulitnya pelaksanaan kegiatan.
- Di samping itu dengan efisiensi mengakibatkan rencana kegiatan yang telah disusun tidak tercapai dan tidak efektif.
Untuk mempercept
pelaksanaan dilakukan persiapan setelah penelaahan sehingga pada saat DIPA turun langsung dapat dikerjakan.
Diusulkan DIPA turun paling tidak pada Triwulan III.
Antara lain untuk: Rehab sekolah, Unit Sekolah Baru, Block grant, dan peralatan sekolah.
3 Organisasi Restrukturisasi organisasi dari 7 Eselon I menjadi 9 Eselon I menyebabkan DIPA terlambat sampai Bulan Maret. Di samping itu, dengan bertambahnya kebudayaan ke dalam struktur organisasi Kemndiknas maka akan bertambah lagi jumlah Eselon I nya.
Untuk penambahan eselon I terkait dengan kebudayaan, sedang dilakukan perumusan yang tepat mengenai jumlah eselon I yang perlu ditambah. Kemendikbud mengusulkan 1 Eselon I sedang Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengusulkan 2 Eselon I untuk menangani kebudayaan.
Sulitnya mencari pejabat pengadaan Hal ini disebabkan kurangnya minat menjadi pejabat pengadaan dan terbatasnya pegawai yang mempunyai sertifikat untuk pengadaan.
Akan meningkatkan jumlah pegawai yang memiliki sertifikat dan mengikutsertakan dalam pelatihan untuk yang baru.
4 Lambatnya pengumpulan data Kurangnya komitmen dalam penyampaian
data. Banyaknya instrumen yang ada. Terbatasnya sarana dan prasarana untuk
menyampaikan laporan.
Pengembangan sistem
berbasis web yang murah. Simplifikasi instrumen
yang ada.
6. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
35
No Permasalahan Solusi/Tindak Lanjut Kegiatan dan lokasi Realisasi penyerapan anggaran hingga 22 Desember 2011 adalah 90,8%, dan diharapkan akan meningkat hingga lebih dari 93,0%
1 Pemblokiran Anggaran: - Adanya Eskalasi Harga karena kegiatan
didanai oleh LOAN sehingga pencairan dana tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan pagu anggaran DIPA 2011, hal ini sangat mempengaruhi progres satker di 11 kab/kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan
Segera mengeluarkan pagu dana yang diblokir/tidak bisa dicairkan sehigga progress dapat naik (100%)
RIS PNPM MANDIRI
2 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN P yang keluar pada akhir tahun. - Adanya APBN P mengakibatkan DIPA
Perubahan baru turun di triwulan ke-3.
Pada intinya, tidak terdapat permasalahan dalam pelaksanaan. Namun oleh karena DIPA Perubahan baru turun di Tw-3, maka dilakukan percepatan pelaksanaan fisik di lapangan.
- Pengembangan
Sistem Pengelolaan Air Minum Ibu Kota Kecamatan (SPAM IKK) Gumawang, Kab. OKU Timur
- Pengembangan SPAM IKK Karang Dapo, Kab. Musi Rawas.
- Pengembangan SPAM IKK Muara Lakitan, Kab. Musi Rawas.
- Pengembangan SPAM IKK Gelumbang, Kab. Muara Enim.
- Pengembangan SPAM IKK Tanjung Jaja, Kab. Ogan Ilir
1. Dinas PU Cipta Karya, Provinsi Sumatera Selatan
Lampiran V. Hasil Kunjungan ke SKPD
36
No Permasalahan Solusi/Tindak Lanjut Kegiatan dan lokasi Alokasi dana dekonsentrasi sebesar Rp.38.516,9 juta dengan realisasi anggaran sebesar Rp.29.762,9 juta atau 78,4%
1 Pengembalian dana penghematan, pemberian dana reward dan APBN P yang keluar pada akhir tahun. - DIPA APBN P selesai pada bulan September
Sebaiknya DIPA APBN P diturunkan pada bulan Juni
Kegiatan Dana Dekonsentrasi
2 Organisasi Mutasi pegawai yang menguasai administrasi
kegiatan SDM yang memiliki sertifikasi pengadaan barang dan jasa didistribusikan merata diseluruh dinas
Kegiatan Dana Dekonsentrasi
Surat Keputusan SKPD disahkan bulan Juni Penetapan SK SKPD pada awal tahun anggaran
Kegiatan Dana Dekonsentrasi
Perencanaan lebih berpola top down, sehingga banyak kegiatan yang tidak diketahui dinas
Koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah
Bantuan Bagi Rumah Sakit Daerah
Jumlah SDM yang memenuhi persayaratan sertifikasi terbatas
Perlu dibentuk unit teknis yang melaksanakan kegiatan dan pelaksanaan lelang
Kegiatan Dana Dekonsentrasi
2. Dinas Kesehatan, Provinsi Kalimantan Barat
37
No Permasalahan Solusi/Tindak Lanjut Kegiatan dan lokasi Alokasi dana Dekonsentrasi dan Perbantuan sebesar Rp.25.177,5 juta dengan realisasi anggaran sebesar Rp.11.973,0 juta atau 47,6 %.
1 Pemblokiran Anggaran - TOR Payung Hukum Kegiatan dari Pusat
Belum Siap
Pusat agar membuat TOR Payung sehingga tidak ada kegiatan yang dibintang dan daerah tidak terkendala dalam merealisasikan kegiatan
Penyelamatan Sapi/Kerbau Betina Produktif
2 Lelang - Petunjuk pelaksanaan dari pusat turun
pertengahan tahun Pedum dan juklak agar disampaikan pada awal tahun
Penyelamatan Sapi/Kerbau Betina Produktif
- Pelaksanaan Bansos sesuai dengan Perpres 54 pencairannya harus dengan pola 40, 30, 30
Pencairan kegiatan ke masyarakat dapat dilaksanakan sekaligus
Penyelamatan Sapi/Kerbau Betina Produktif
3 Organisasi Perencanaan lebih berpola top down
Pusat memperhatikan hasil musrenbangnas
Penyelamatan Sapi/Kerbau Betina Produktif
Jumlah tenaga SDM teknis peternakan minim
Penambahan SDM Teknis dan pembakuan kelembagaan di daerah
Penyelamatan Sapi/Kerbau Betina Produktif
4 Lambatnya pengumpulan data - Usulan calon lokasi dan penerima bantuan dari
daerah (kab/kota) terlambat
Usulan agar disampaikan 1-2 tahun sebelumnya
Penyelamatan Sapi/Kerbau Betina Produktif
3. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Provinsi Kalimantan Barat
38