5. Bab III Stratigrafi

31
31 BAB III STRATIGRAFI 3.1. Stratigrafi Regional Stratigrafi regional daerah penelitian termasuk dalam Peta Geologi Lembar Majene dan Bagian Barat Lembar Palopo, Sulawesi, skala 1 : 250.000 (Djuri dan Sudjatmiko, 1974 ; Djuri dkk, 1998, Edisi Kedua ) Pada Peta Geologi Lembar Majene dan Bagian Barat Lembar Palopo (Djuri dan Sudjatmiko, 1974 ; Djuri dkk, 1998, Edisi Kedua ) dijumpai beberapa formasi batuan yang berdasarkan urutan stratigrafinya formasi batuan tertua daerah ini adalah Formasi Lamasi yang berumur Oligosen, terdiri dari aliran lava bersusunan basaltik hingga andesitik, breksi vulkanik, batupasir dan batulanau, setempat-setempat mengandung feldspatoid. Kebanyakan batuan terkersikkan dan terkloritisasi serta tidak dijumpai adanya fosil, dengan tebal tidak kurang dari 500 m (Djuri dkk, 1998, Edisi Kedua).

Transcript of 5. Bab III Stratigrafi

Page 1: 5. Bab III Stratigrafi

31

BAB III

STRATIGRAFI

3.1. Stratigrafi Regional

Stratigrafi regional daerah penelitian termasuk dalam Peta Geologi

Lembar Majene dan Bagian Barat Lembar Palopo, Sulawesi, skala 1 : 250.000

(Djuri dan Sudjatmiko, 1974 ; Djuri dkk, 1998, Edisi Kedua )

Pada Peta Geologi Lembar Majene dan Bagian Barat Lembar Palopo

(Djuri dan Sudjatmiko, 1974 ; Djuri dkk, 1998, Edisi Kedua ) dijumpai beberapa

formasi batuan yang berdasarkan urutan stratigrafinya formasi batuan tertua

daerah ini adalah Formasi Lamasi yang berumur Oligosen, terdiri dari aliran lava

bersusunan basaltik hingga andesitik, breksi vulkanik, batupasir dan batulanau,

setempat-setempat mengandung feldspatoid. Kebanyakan batuan terkersikkan

dan terkloritisasi serta tidak dijumpai adanya fosil, dengan tebal tidak kurang dari

500 m (Djuri dkk, 1998, Edisi Kedua).

Di atas Formasi Lamasi diendapkan secara tidak selaras Formasi Salowajo

yang terdiri dari batugamping dan napal yang tersisip, setempat mengandung

batupasir gampingan berwarna abu-abu sampai kehitaman. Juga terdiri dari breksi

dan konglomerat, pada umumnya fosil foraminifera yang dijumpai berumur dari

Miosen Awal hingga Miosen Tengah ( Djuri dkk, 1998 ).

31

Page 2: 5. Bab III Stratigrafi

Daerah Penelitian

32

Gambar 3.1. Peta Geologi Lembar Majene Dan Bagian Barat Palopo (Djuri,Sudjatmiko, S. Bachri Dan Sukido , 1998, Edisi Kedua)

Gambar 3.2 Kolom Stratigrafi Regional Lembar Majene dan Palopo bagian Barat ( Djuri, Simandjuntak, S.Bachri dan Sukido, 1998 )

Page 3: 5. Bab III Stratigrafi

33

3.2. Stratigrafi Daerah Penelitian

Pengelompokan dan penamaan satuan batuan pada daerah penelitian

didasarkan pada litostratigrafi tidak resmi, yang bersendikan ciri fisik yang dapat

diamati di lapangan, meliputi jenis batuan, keseragaman gejala litologi,

keterdapatan fosil, posisi stratigrafi dan hubungan antara satuan batuan, serta

dapat terpetakan pada sekala 1 : 25.000 (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).

Pembagian satuan batuan pada daerah penelitian yaitu didasarkan pada

lithostratigrafi tidak resmi dapat dibagi menjadi tiga satuan batuan yang diurutkan

dari satuan termuda ke satuan tertua yaitu :

Satuan batugamping

Satuan batulempung karbonatan

Satuan basal porfiri

Masing-masing satuan batuan akan diuraikan mulai dari satuan batuan

tertua sampai satuan batuan termuda. Pembahasan dari tiap-tiap satuan batuan

menyangkut dasar penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi, lingkungan

pembentukan dan umur, serta hubungan stratigrafi dengan satuan batuan di

sekitarnya.

3.2.1 Satuan basal porfiri

Satuan basal porfiri merupakan satuan tertua pada daerah penelitian,

pembahasan mengenai satuan basal porfiri ini meliputi uraian mengenai dasar

penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi meliputi karakteristik

Page 4: 5. Bab III Stratigrafi

34

megaskopis dan mikroskopis, lingkungan pembentukan, umur dan hubungan

stratigrafi dengan satuan batuan lainnya.

3.2.1.1 Dasar Penamaan

Dasar penamaan satuan ini adalah berdasarkan pada litostratigrafi tidak

resmi yang didasarkan atas ciri litologi, keseragaman litologi, kandungan mineral,

dan penyebaran litologi yang mendominasi secara lateral, dan dapat terpetakan

dalam sekala peta 1:25.000.

Penamaan litologi batuan dari satuan dapat dilakukan dengan dua cara

yaitu penamaan batuan secara megaskopis dan mikroskopis. Penamaan secara

megaskopis ditentukan berdasarkan komposisi mineral yang dapat teramati

langsung oleh mata dengan menggunakan klasifikasi Fenton, 1940. Sedangkan

penamaan secara mikroskopis yaitu menggunakan mikroskop polarisasi untuk

melakukan pengamatan secara mendetail terhadap kandungan mineral

menggunakan klasifikasi Travis, 1955.

3.2.1.2 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan basal porfiri ini menempati sekitar 69.17% dari luas keseluruhan

daerah penelitian yaitu dengan luas penyebaran sekitar 28,52 km2. Penyebaran

satuan ini meliputi bagian Barat Laut hingga Tenggara pada daerah Salo Lombok

dan menyebar dari Utara ke Selatan sepanjang anak sungai Salo Talorong, Salo

Arangan, dan Salo Barabba. Satuan basal porfiri ini tersingkap segar sepanjang

sungai utama yaitu Salo Lombok .

Page 5: 5. Bab III Stratigrafi

35

Berdasarkan perhitungan ketebalan satuan basal porfiri pada penampang

sayatan geologi A – B, maka tebal satuan ini adalah sekitar 650 m.

3.2.1.3 Ciri Litologi

Kenampakan megaskopis yang dijumpai dilapangan dari basal porfiri ini

yaitu dalam keadaan segar berwarna abu–abu kehijauan sedangkan dalam keadaan

lapuk berwarna abu-abu kecoklatan, kristalinitas hipokristalin, granularitas

porfiritik, bentuk subhedral-anhedral dengan relasi inequigranular, struktur

masive, komposisi mineral plagioklas, piroksin, serta massa dasar. (Foto 3.1 )

Kenampakan petrografis (Foto 3.2), pada sayatan tipis dengan nomor

sayatan BB/GC/68 dan BB/GC/02 memperlihatkan warna kuning kecoklatan,

warna interferensi abu–abu kehitaman, tekstur hipokristalin, granularitas

porfiritik, bentuk subhedral–euhedral, ukuran mineral antara (< 0,1–1,4 mm),

tersusun atas mineral Plagioklas (Bitownit) (25–40%), Piroksin (Diopsit) (7-10 %)

, Biotit (5-10 %) , Mineral Opak (5-7%) serta massa dasar afanitik (20-33%)

dengan nama batuan Basal porfiri ( Travis, 1955), pemerian petrografis

terlampir.

Page 6: 5. Bab III Stratigrafi

ab

d

e

c

36

Foto 3.1 Singkapan basal porfiri pada Salo Lombok yang difoto relatif ke arah N 290 0 E pada Stasiun 68

Foto3.2 Fotomikrograf basal porfiri pada sayatan BB/GC/68 yang memperlihatkan adanya mineral plagioklas (a), piroksin (b), Biotit (c) mineral opak (d), massa dasar (e)

Page 7: 5. Bab III Stratigrafi

37

3.2.1.4 Lingkungan Pembentukan dan Umur

Satuan Basal porfiri pada daerah penelitian memiliki ciri fisik dalam

keadaan segar berwarna abu–abu kehijauan sedangkan dalam keadaan lapuk

berwarna abu-abu kecoklatan. Berdasarkan ciri-ciri fisik litologi satuan ini dan

penyebaran geografisnya maka satuan basal porfiri ini dapat disebandingkan

dengan Formasi Lamasi, sehingga lingkungan pembentukan dari satuan basal

porfiri ini yaitu lingkungan darat.

Penentuan umur satuan basal porfiri ini ditentukan berdasarkan data-data

yang dijumpai dilapangan serta kesebandingan terhadap stratigrafi regional daerah

penelitian yaitu batuan gunungapi Lamasi (Tolv) yang dicirikan lava bersusunan

basal, setempat mengandung feldspatoid, sebagian besar terkloritisasi dan

terbreksikan yang diketahui berumur Oligosen, sehingga dapat diketahui bahwa

umur dari satuan basal porfiri pada daerah penelitian adalah Oligosen.

3.2.1.5 Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi antara satuan basal porfiri dengan satuan yang berada

diatasnya yaitu satuan batulempung karbonatan dilihat dari lingkungan

pembentukan yang berbeda dan adanya selang waktu pembentukan batuan, maka

hubungan stratigrafinya adalah hubungan ketidakselarasan.

3.2.2 Satuan batulempung karbonatan

Pembahasan tentang satuan batulempung karbonatan pada daerah

penelitian berupa meliputi uraian mengenai dasar penamaan, penyebaran dan

ketebalan, ciri litologi meliputi karakteristik megaskopis dan mikroskopis, umur,

Page 8: 5. Bab III Stratigrafi

38

lingkungan pengendapan dan hubungan stratigrafi dengan satuan lainnya pada

daerah penelitian.

3.2.2.1 Dasar Penamaan

Dasar penamaan satuan ini yaitu berdasarkan litostratigrafi tidak resmi

yang didasarkan pada ciri litologi, keseragaman gejala litologi dan ukuran butir,

kandungan mineral, dan penyebaran batuan yang mendominasi secara lateral,

serta dapat terpetakan dalam peta bersekala 1: 25.000.

Penamaan litologi dari satuan batulempung karbonatan ini dilakukan

dengan dua cara yaitu penamaan batuan secara megaskopis dan mikroskopis.

Penamaan secara megaskopis ditentukan berdasarkan ukuran butir yang dapat

teramati langsung oleh mata dilapangan dengan memakai klasifikasi Wentworth,

1922. Sedangkan penamaan secara mikroskopis menggunakan mikroskop

polarisasi untuk mengetahui kandungan mineral secara lebih spesifik

menggunakan klasifikasi Pettijohn 1956.

3.2.2.2 Penyebaran dan Ketebalan

Satuan batulempung karbonatan ini menempati sekitar 25 % dari luas

keseluruhan daerah penelitian yaitu dengan luas penyebaran sekitar 10,274 km2.

Penyebaran satuan ini meliputi bagian Selatan daerah penelitian yang memanjang

relatif dari Barat ke Timur desa Lombok sampai dusun Pandreng.

Berdasarkan perhitungan ketebalan satuan batulempung karbonatan pada

penampang sayatan geologi A – B, maka tebal satuan ini adalah sekitar 550 m.

Page 9: 5. Bab III Stratigrafi

39

3.2.2.3 Ciri Litologi

Satuan ini terdiri dari batulempung karbonatan dan sisipan batugamping

pasiran. Satuan batulempung karbonatan ini memiliki kenampakan lapangan

dalam keadaan segar berwarna abu – abu dan dalam keadaan lapuk berwarna

kuning kecoklatan, tekstur klastik halus, ukuran butir lempung, bersifat

karbonatan, struktur berlapis (N1250E/250), nama batuan Batulempung karbonatan

(Foto 3.3). Kondisi singkapan di lapangan umumnya dijumpai dalam keadaan

segar pada anak sungai Salo Paung, Salo Maula dan Salo Likkua di daerah

penelitian.

Kenampakan petrografis pada sayatan tipis dengan nomor sayatan

GC/BL/46 (Foto 3.4), memperlihatkan warna kuning kecoklatan, tekstur klastik,

komposisi material terdiri dari mineral lempung (70–80%), mineral karbonat (10-

15%), mineral opak (2–3%), fosil (1-2%), nama batuan Calcareous claystone

(Pettijohn 1956), pemerian petrografis terlampir.

Foto 3.3 Singkapan Batulempung karbonatan pada salo Paung difoto ke arah N 2300 E (Stasiun 46)

Page 10: 5. Bab III Stratigrafi

a

b c

d

40

Kenampakan batugamping pasiran dilapangan di jumpai dalam bentuk

sisipan pada batulempung karbonatan dengan kedudukan N1240E/270 (Foto 3.5)

memiliki ciri fisik berwarna putih keabu–abuan dalam keadaan segar, dan

berwarna kuning kecoklatan dalam keadaan lapuk, tekstur klastik, ukuran butir

pasir sedang, struktur berlapis.

Hasil analisis petrografis batugamping pasiran pada sayatan tipis dengan

nomor sayatan GC/BG/64 (Foto 3.6) memperlihatkan warna kuning kecoklatan,

tekstur grain supported, komponen penyusunnya terdiri dari grain berupa skeletal

grain mikrofosil dan nonskeletal berupa mineral kalsit (40-45%) mud berupa

mineral karbonat ( 35- 40%) dan impuritis berupa mineral opak (5-7%)

Foto 3.4 Fotomikrograf batulempung karbonatan dengan nomor sayatan GC/BL/46, memperlihatkan komposisi material berupa mineral lempung (a) material karbonat (b), mineral opak (c), fosil foraminifera (d)

Page 11: 5. Bab III Stratigrafi

41

Foto 3.6 Fotomikrograf batugamping pasiran dengan nomor sayatan GC/BG/64, memperlihatkan grain mikrofosil (mf), mineral kalsit (ks), mud (md), mineral opak (mo)

Foto 3.5 Singkapansalo

mf

ks

mo

md

Page 12: 5. Bab III Stratigrafi

42

3.2.2.4 Lingkungan Pengendapan dan Umur

Penentuan lingkungan pengendapan pada satuan batulempung karbonatan

ini didasarkan pada keterdapatan fosil bentonik yang dijumpai serta ciri fisik dari

batuan tersebut.

Berdasarkan hasil analisis mikropaleontologi pada fosil foraminifera

bentonik yang dijumpai pada litologi batulempung karbonatan menunjukkan fosil

Cibicides lobatulus ( Walker and Jacob ), Elphidium sagra ( d’Orbigny ), dan

Textularia bermudezi Cushman and Todd dalam jumlah yang banyak( Lihat Foto

3.7).

Berdasarkan klasifikasi menurut Boltovskoy, 1976 kandungan fosil

bentonik yang ada pada batulempung karbonatan tersebut menunjukkan

lingkungan pengendapan dari satuan batulempung karbonatan yaitu Middle neritic

dengan kedalaman berkisar 30 – 100 meter ( Tabel 3.1 )

a b c

Foto 3.7 Fosil bentonik pada batulempung karbonatan pada stasiun 46 yaitu ; Elphidium sagra ( d’Orbigny ) (a), Cibicides lobatulus ( Walker and Jacob) (b), Textularia bermudezi Cushman and Todd (c),

Page 13: 5. Bab III Stratigrafi

43

Tabel 3.1 Lingkungan pengendapan batulempung karbonatan ( Klasifikasi Boltovskoy, 1976 )

Nama Fosil

Inte

rtid

alzo

ne

Inne

r ne

riti

c

Mid

dle

neri

tic

Out

er

neri

tic

Upp

er a

nd

mid

dle

bath

yal

zone

Low

er

bath

yal

zone

Cibicides bernettii BermudezElphidium sagra ( d’Orbigny )

Textularia bermudezi Cushman and

Todd

Kedalaman 0-30

30-

100

100-

130

130-

1000

1000

-30

00

Penentuan umur Satuan batulempung karbonatan menggunakan penentuan

umur relatif dengan melihat kandungan fosil plantonik yang dijumpai pada

batulempung yang ditunjukkan pada zonasi Blow, 1969 ( Postuma, 1971).

Berdasarkan hasil analisis mikropaleontologi dijumpai adanya fosil

plantonik berupa Globigerina praebulloides BLOW, Globigerina venezuelana

HEDBERG, Globorotalia fohsi CUSHMAN and ELLISOR, Globorotalia

menardii, Sphaerodinella subdehiscens BLOW, Orbulina universa D’ORBIGNY

( Foto 3.8 )

dcba

Foto 3.8 Fosil plantonik pada batulempung karbonatan yaitu ; Globorotalia menardii (a), Globigerina venezuelana HEDBERG (b), Globigerina praebulloides BLOW (c), Orbulina universa D’ORBIGNY (d)

Page 14: 5. Bab III Stratigrafi

44

Tabel 3.2 Penentuan umur satuan batulempung karbonatan berdasarkan fosil plantonik menurut Blow. 1969 ( Postuma,1971)

OL

IGO

SE

N MIOSEN

PL

IOS

EN

QU

AR

TE

R

KANDUNGANFOSIL PLANKTONIKAwal Tengah Akhir

Globorotalia menardii

Globigerina venezuelana HEDBERG

Orbulina universa D’ORBIGNY

N1

N2

N3

N4

N5

N6

N7

N8

N9

N10

N11

N12

N13

N14

N15

N16

N17

N18

N19

N20

N21

N22

N23

ZONASI BLOW, 1969

Berdasarkan keterdapatan fosil plantonik maka umur dari satuan

batulempung karbonatan yaitu Miosen Tengah bagian Tengah - Miosen Akhir

ditandai dengan pemunculan fosil Globorotalia menardii dan pemusnahan fosil

Globigerina venezuelana HEDBERG atau dapat disebandingkan dengan zonasi

BLOW, 1969 yaitu pada zonasi N.12 – N.18 yang ditandai dengan pemunculan

Globorotalia (G) fohsi dan pemusnahan Globorotalia tumida ( Tabel 3.2 )

3.2.2.5 Hubungan Stratigrafi

Penentuan hubungan stratigrafi antara satuan batulempung karbonatan

pada daerah penelitian didasarkan pada ciri fisik dan umur batuan . Berdasarkan

hasil penelitian dapat tentukan bahwa hubungan stratigrafi antara satuan

batulempung karbonatan dengan satuan batuan yang lebih tua yaitu basal porfiri

Page 15: 5. Bab III Stratigrafi

45

adalah ketidakselarasan. Sedangkan hubungan stratigrafi satuan batulempung

karbonatan dengan satuan batugamping yang lebih muda adalah selaras .

3.2.3 Satuan batugamping

Pembahasan tentang satuan batugamping pada daerah penelitian berupa

meliputi uraian mengenai dasar penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri litologi

meliputi karakteristik megaskopis dan mikroskopis, umur, lingkungan

pengendapan dan hubungan stratigrafi dengan satuan lainnya pada daerah

penelitian.

3.2.3.1 Dasar Penamaan

Dasar penamaan satuan ini yaitu berdasarkan litostratigrafi tidak resmi

yang didasarkan pada ciri litologi, keseragaman gejala litologi dan ukuran butir,

kandungan mineral, dan penyebaran batuan yang mendominasi secara lateral,

serta dapat terpetakan dalam peta berskala 1: 25000.

Penamaan litologi dari satuan batugamping ini dilakukan dengan dua cara

yaitu penamaan batuan secara megaskopis dan mikroskopis. Penamaan secara

megaskopis ditentukan berdasarkan ukuran butir yang dapat teramati langsung

oleh mata dilapangan. Sedangkan penamaan secara mikroskopis dilakukan

dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk mengamati sifat optik dari

komposisi mineral dan material yang menyusun batuan menggunakan klasifikasi

batuan karbonat menurut Dunham, 1962 ( Sam Boggs, 1991 ) yaitu berdasarkan

komponen penyusun dan tekstur batugamping.

Page 16: 5. Bab III Stratigrafi

46

3.2.3.2 Penyebaran dan Ketebalan

Penyebaran satuan batugamping ini menempati 5,83% dari luas

keseluruhan daerah penelitian, dengan luas penyebaran sekitar 2,28 km2. Satuan

batugamping ini memiliki penyebaran meliputi bagian Barat Daya daerah

penelitian. Satuan batugamping ini tersingkap dalam keadaan segar sepanjang

anak sungai Salo Paung.

Ketebalan satuan batugamping ini diperoleh dari perhitungan ketebalan

pada penampang geologi A – B yaitu ± 525 m.

3.2.3.3 Ciri Litologi

Kenampakan lapangan dari batugamping pada stasiun 49 memperlihatkan

warna segar abu – abu, dalam keadaan lapuk berwarna coklat kehitaman, tekstur

klastik, struktur berlapis ( Foto 3.9 ). Struktur berlapis dengan tebal perlapisan 13-

20 cm, jurus perlapisan yaitu N1250E dengan kemiringan perlapisan bervariasi 290

hingga 380. Struktur sedimen berupa convolute laminasi ( Foto 3.10 )

Page 17: 5. Bab III Stratigrafi

47

Analisis petrografis dilakukan pada sayatan tipis batugamping pada

stasiun 49 dan 63 ( GC/BG/49 dan GC/BG/63 ). Hasil analisis petrografis pada

sayatan tipis batugamping pada stasiun 49 (Foto 3.11) memperlihatkan warna

kuning kecoklatan, tekstur grain supported , komponen penyusunnya terdiri dari

grain berupa skeletal grain mikrofosil dan nonskeletal berupa mineral kalsit (45-

55%), mud berupa mineral karbonat ( 35-40%) dan impuritis berupa mineral opak

( 3 -5%), nama batuan Packstone ( Dunham,1962 ).

Kenampakan batugamping pada stasiun 63 (Foto 3.12 ) dengan nomor

sayatan GC/BG/63 pada sayatan tipis memperlihatkan warna kuning kecoklatan,

tekstur grain supported, komponen penyusunnya terdiri dari grain yang berupa

Foto 3.9 Singkapan batugamping pada Salo Paung difoto ke arah N 2850 E pada stasiun 49

Foto 3. 10 Struktur sedimen convolute laminasi difoto ke arah N 300 0 E pada stasiun 63

Page 18: 5. Bab III Stratigrafi

48

fosil dan mineral kalsit ( 75-80%), dan mud berupa mineral karbonat ( 20-25%),

nama batuan Grainstone ( Dunham, 1962)

Foto 3.11 Fotomikrograf batugamping pada stasiun 49 dengan nomor sayatan GC/BG/49, memperlihatkan mineral kalsit (ks) , mikrofosil (mf) dan mud (md)

ks

mf

md

Foto 3.12 Fotomikrograf batugamping pada stasiun 63 dengan nomor sayatan GC/BG/63, memperlihatkan mineral kalsit (ks), fosil( f) dan mud (md)

f

md

ks

Page 19: 5. Bab III Stratigrafi

49

3.2.3.4 Lingkungan Pengendapan dan Umur

Penentuan lingkungan pengendapan satuan batugamping ini didasarkan

pada ciri fisik litologi, struktur sedimen dan kandungan fosil bentonik yang

dijumpai. Berdasarkan sifat fisik batuan yang berkomposisi karbonat,dan struktur

sedimen convolute laminasi yang menunjukkan bahwa material terendapkan pada

daerah dengan sistem arus turbidit yang merupakan lingkungan dimana terjadinya

percepatan transportasi yang mengindikasikan bahwa daerah tersebut merupakan

daerah continental slope (Sam Boggs, 1991), serta hasil analisis

mikropaleontologi pada batugamping stasiun 63 dijumpai adanya fosil bentonik

yaitu Elphidium sagra ( d’Orbigny ), Cibicides lobatulus ( Lihat Foto 3.13 ),

maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan satuan ini yaitu pada

middle neritic atau kedalamannya sekitar 30 – 130 meter ( Boltovskoy, 1976).

a b

Foto 3.13 Fosil bentonik pada stasiun 63 berupa Elphidium sagra ( d’Orbigny )(a), Cibicides lobatulus (b)

Page 20: 5. Bab III Stratigrafi

50

Penentuan umur dari satuan batugamping ini didasarkan pada penentuan

umur relatif dengan menggunakan fosil plantonik yang dijumpai menurut Blow,

1969 dalam Postuma 1971. Fosil foraminifera yang dijumpai pada satuan

batugamping ini yaitu Orbulina bilobata, Globorotalia menardii, Sphaerodinella

subdehiscens BLOW, Globigerina venezuelana HEDBERG ( Lihat Foto 3.14)

Foto 3.14 Kandungan fosil plantonik pada satuan batugamping berupa Globigerina venezuelana HEDBERG (a), Sphaerodinella subdehiscens BLOW (b), Orbulina bilobata (c), Globorotalia menardii (d)

Berdasarkan keterdapatan fosil plantonik maka umur dari satuan

batugamping yaitu Miosen Atas – Pliosen ditandai dengan pemunculan fosil

Sphaerodinella subdehiscens BLOW dan pemusnahan fosil Globigerina

venezuelana HEDBERG atau dapat disebandingkan dengan zonasi BLOW,

1969 yaitu pada zonasi N.16 – N.18 yang ditandai dengan pemunculan

Globorotalia acostaensis dan pemusnahan Globorotalia tumida – Sphaerodinella

subdehiscens ( Tabel 3.3 )

a b dc

Page 21: 5. Bab III Stratigrafi

51

Tabel 3.3 Penentuan umur satuan Batugamping berdasarkan fosil plantonik menurut Blow, 1969 ( Postuma,1971)

OL

IGO

SE

N MIOSEN

PL

IOS

EN

QU

AR

TE

R

KANDUNGANFOSIL PLANKTONIK

Bawah Tengah Atas

Globorotalia menardii

Globigerina venezuelana HEDBERG

Sphaerodinella subdehiscens BLOW

Orbulina bilobata

N1

N2

N3

N4

N5

N6

N7

N8

N9

N10

N11

N12

N13

N14

N15

N16

N17

N18

N19

N20

N21

N22

N23

ZONASI BLOW, 1969

3.2.3.5 Hubungan Stratigrafi

Penentuan hubungan stratigrafi antara satuan batugamping dengan satuan

batulempung karbonatan yang lebih tua didasarkan pada umur kandungan fosil.

Berdasarkan umur kandungan fosil antara kedua satuan tersebut, maka hubungan

stratigrafi antara kedua satuan tersebut adalah selaras.

Page 22: 5. Bab III Stratigrafi

52

Kol

om S

trat

igra

fi D

aera

h P

enel

itia

n S

ekal

a T

idak

Seb

enar

nya