48610624-Biokimia-Uji-URIN.pdf

download 48610624-Biokimia-Uji-URIN.pdf

of 24

description

uji Urin

Transcript of 48610624-Biokimia-Uji-URIN.pdf

  • Pengantar Biokimia Gizi Tanggal Mulai : 10 Desember 2010Tanggal Selesai : 10 Desember 2010

    PERCOBAAN URIN

    Kelompok 5:

    Endah Fitri Maharani I14104017Nurul Fitriyah I14104018Resita Nurbayani I14104015Stacey Athalia G I14104025Yudhi Adrianto I14104004

    Asisten Praktikum:

    Irni FahrianiYulaika Widhiastuti

    Penanggung Jawab Praktikum:

    Ir. Titi Riani M. Biomed

    DEPARTEMEN GIZI MASYARAKATFAKULTAS EKOLOGI MANUSIAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2010

  • PENDAHULUAN

    Latar BelakangUrin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan

    oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses

    urinasi. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung

    kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Cairan dan materi

    pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin

    berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh.

    Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai

    senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh

    (Winarno 2002).

    Ph urin berkisar antara 4,8-7,5 urin akan menjadi lebih asam jika

    mengkonsumsi banyak protein, dan urin akan menjadi lebih basa jika

    mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis urin 1,002-1,035. Secara kimiawi

    kandungan zat dalan urin diantaranya adalah nitrogen (ureum, kreatinin dan

    asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badan keton

    zat sisa metabolisme lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, amonium, sulfat, Ca,

    dan Mg), hormon, zat toksin (obat, vitamin, dan zat kimia asing), dan zat

    abnormal (protein, glukosa, sel darah Kristal kapur).

    Gambar 1 Komposisi urin

  • Volume urin normal per hari adalah 900-1200 ml, volume tersebut

    dipengaruhi banyak faktor diantaranya suhu, zat-zat diuretika (teh, alkohol, dan

    kopi), jumlah air minum, hormon ADH, dan emosi. Interpretasi warna urin dapat

    menggambarkan kondisi kesehatan organ dalam seseorang (Ganong 2003).

    Tujuan

    Tujuan UmumTujuan umum dari pembuatan laporan praktikum ini adalah untuk

    mengetahui beberapa pengujian pada urin.

    Tujuan Khusus1. Mengetahui hasil sifat-sifat urin

    2. Mengetahui hasil jumlah zat padat total

    3. Mengetahui hasil uji garam-garam amonium4. Mengetahui hasil uji belerang dalam urin5. Mengetahui hasil uji kreatinin pada urin6. Mengetahui hasil uji protein pada urin

    7. Mengetahui hasil uji klorida pada urin

  • METODOLOGI

    Waktu dan TempatPraktikum pengujian urin ini dilakukan pada tanggal 10 Desember 2010

    pada pukul 16.00-18.30 WIB. Tempat praktikum di Laboratorium Biokimia lantai

    dua Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB Darmaga.

    Alat dan BahanPengamatan Sifat-Sifat Urin

    Pengamatan sifat-sifat urin dapat dilakukan dengan observasi langsung

    pada urin, yang diamati dalam sifat-sifat urin ini antara lain: volume, warna, bau,

    kejernihan, pH, dan berat jenis. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengamatan

    ini adalah sampel urin 10 mL. Alat-alat yang digunakan untuk pengamatan ini

    adalah kertas lakmus, pH indikator, tabung reaksi, gelas ukur, corong, dan

    timbangan.

    Jumlah Zat Padat TotalPenghitungan jumlah zat padat total dapat dilakukan dengan mengalikan

    kedua angka terakhir dari berat jenis urin tersebut dengan angka 2,6 (koefesien

    long) hasilnya menyatakan secara kasar jumlah zat padat total dalam 1 liter urin

    (gram).

    Uji Garam-Garam Amonium pada UrinUji garam-garam amonium pada urin dapat dilakukan dengan

    pengamatan pada bau larutan dan warna jingga kemerahan pada kertas saring

    yang telah dibasahi dengan larutan Nessler. Bahan-bahan yang digunakan untuk

    uji ini adalah sampel urin 5 mL, 3 tetes NaOH, dan larutan Nessler. Alat-alat yang

    digunakan untuk percobaan ini adalah kertas lakmus, pH indikator, tabung

    reaksi, gelas ukur, kertas saring, penjepit tabung reaksi (gegep), penangas air,

    dan gelas piala 1 liter.

    Uji Belerang dalam UrinPengamatan belerang dalam urin dilakukan dengan pengamatan

    langsung pada endapan yang terbentuk akibat reaksi urin dengan larutan asam

    klorida (HCL) dan BaCl2. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengamatan ini

    adalah sampel urin 10 mL, 3 tetes HCL, 3 tetes BaCl2, 1 sendok Zn, dan 1 tetes

  • Pb-asetat. Alat-alat yang digunakan untuk percobaan ini adalah tabung reaksi,

    sudip stainless, gelas ukur, kertas saring, penjepit tabung reaksi (gegep),

    penangas air, dan gelas piala 1 liter.

    Uji Kreatinin dalam UrinReaksi ini berdasarkan pembentukan tautomer kreatinin pikrat yang

    berwarna merah bila kreatinin direaksikan dengan larutan pikrat alkalis. Warna ini

    akan berubah menjadi kuning apabila larutan diasamkan. Bahan-bahan yang

    digunakan untuk pengamatan ini adalah urin 10 mL, larutan asam pikrat jemuh 2

    mL, NaOH 10% 2 mL, dan HCL 0,1 M. Alat-alat yang digunakan untuk

    pengamatan ini adalah tabung reaksi, pipet tetes, gelas ukur dan sudip.

    Uji Protein dalam UrinPengamatan uji protein dapat dilakukan dengan pengamatan langsung

    pada timbulnya cincin putih yang terbentuk pada larutan. Cincin putih tersebut

    adalah protein yang terbentuk akibat reaksi asam nitrat pekat dengan urin.

    Bahan-bahan yang digunakan untuk uji ini adalah asam nitrat pekat 3 mL dan

    urin 3 mL. Alat-alat yang digunakan untuk percobaan ini adalah gelas ukur, pipet

    tetes, sudip, dan tabung reaksi.

    Uji Klorida dalam UrinPercobaan ini dapat dilakukan dengan pengamatan langsung pada

    timbulnya endapan bewarna putih. Endapan tersebut adalah AgCl yang larut

    dalam NH4OH. Bahan-bahan yang digunakan untuk percobaan ini adalah urin 5

    mL, 3 tetes asam nitrat pekat, dan 3 tetes Ag nitrat. Alat-alat yang digunakan

    untuk percobaan ini adalah tabung reaksi, gelas ukur, dan pipet tetes.

    Prosedur PercobaanPengamatan Sifat-Sifat Urin

    Gambar 2 Prosedur pengamatan sifat-sifat urin

    Diukur volume urin selama 24 jam

    Diukur pH urin tersebut dengan kertas pH

    Diamati warna, bau, berat jenis dan kejernihan urin tersebut(untuk mengukur berat jenis, sampel di timbang)

  • Jumlah Zat Padat Total

    Gambar 3 Jumlah zat padat total

    Uji Garam Amonium

    Gambar 4 Prosedur percobaan uji koagulasi

    Uji Belerang dalam Urin

    *(i) Sulfat Anorganik

    *Sulfat Anorganik

    Dikalikan 2,6 pada dua angka terakhir dari berat jenis

    Dihasilkan jumlah secara kasar zat padat total dalam 1 liter urin

    Diambil sampel urin 2 mL

    Ditetesi 3 tetes NaOH

    Diamati bau, perubahan warna yang terjadi dan hitung pH

    Diambil sampel urin 10 mL

    Ditetesi 3 tetes HCL dan 3 tetes BaCl2

    Diamati endapan putih, kemudian disaring

    Filtrat (i) dimasukkan dalam tabung reaksi

    Dipanaskan/dididihkan dan diamati endapan

    Ditambah 3 tetes HCL apabila belum terbentuk endapan, dipanaskan

    Ditambah 3 tetes BaCl2 apabila belum terbentuk endapan/keruh

  • *Sulfat Teroksidasi

    Gambar 5 Prosedur percobaan uji belerang dalam urin

    Uji Kreatinin dalam Urin

    Gambar 6 Prosedur percobaan uji kreatinin dalam urin

    Uji Protein dalam Urin

    Gambar 7 Prosedur percobaan uji protein dalam urin

    Dimasukan sampel 10 mL pada tabung reaksi

    Ditambahkan 3 tetes HCL encer dan 1 sendok Zn

    Disaring dengan kertas saring yang telah ditetesi Pb Asetat

    Diamati perubahan warna dan diamati endapan

    Disiapkan 5 mL urin dalam tabung reaksi

    Disiapkan 5 mL urin dalam tabung reaksi

    Ditambah 1 mL asam pikrat jenuh dan 1 mL NaOH 10%

    Warna merah diperhatikan

    Ditambah 1 mL asam pikrat jenuh dan 1 mL NaOH 10%

    Warna merah diperhatikan

    Ditambah HCL

    Dimasukan 3 mL asam nitrat pekat pada tabung reaksi

    Ditambahkan 3 mL jernih dengan hati-hati

    Diamati cincin putih yang terbentuk

  • Uji Klorida dalam Urin

    Gambar 8 Prosedur percobaan uji klorida dalam urin

    Dimasukan 5 mL urin dalam tabung reaksi

    Diasamkan dengan beberapa tetes asam nitrat pekat

    Ditambahkan Ag nitrat pekat tetes demi tetes hingga muncul endapan putih

    Diamati endapan putih yang terbentuk

  • TINJAUAN PUSTAKA

    Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan

    oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses

    urinasi. Ekskreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam

    darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.

    Peranan urin sangat penting untuk mempertahankan homeostasis tubuh, karena

    sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin (Murray dan

    Robert 2003).

    Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau

    obat-obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat

    yang kotor. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari

    ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urin pun akan mengandung

    bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat

    secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau ketika keluar

    dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh, bakteri akan

    mengkontaminasi urin dan mengubah zat-zat di dalam urin dan menghasilkan

    bau yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan dari urea. Menurut Ganong

    (2003), disebutkan bahwa pada proses urinalisis terdapat banyak cara yang

    dapat digunakan untuk mendeteksi zat-zat apa saja yang terkandung di dalam

    urin. Analisis urin dapat berupa analisis fisik, analisis kimiawi dan analisis secara

    mikroskopik.

    Analisis urin secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis

    cairan urin, pH, dan suhu urin. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis

    glukosa, analisis protein, dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis kandungan

    protein ada banyak sekali metode yang dapat digunakan, mulai dari metode uji

    Millon sampai kuprisulfa dan sodium basa. Analisis secara mikroskopik, sampel

    urin secara langsung diamati di bawah mikroskop sehingga akan diketahui zat-

    zat apa saja yang terkandung di dalam urin tersebut, misalnya kalsium phospat,

    serat tanaman, bahkan bakteri (Lehninger 1982)

    Urin yang kita keluarkan terdiri dari berbagai unsur seperti air, protein,

    amonia, glukosa, sedimen, bakteri, dan epitel. Unsur-unsur tersebut sangat

    bervariasi perbandingannya pada orang yang berbeda dan juga pada waktu yang

    berbeda dan dipengaruhi oleh makanan yang kita konsumsi. Kandungan urin

    inilah yang menentukan tampilan fisik air urin seperti kekentalannya, warna,

  • kejernihan, bau, dan busa. Pada keadaan normal, urin memang tampak sedikit

    berbusa karena urin mengandung unsur-unsur tersebut. Apalagi bila urin

    dicurahkan ke dalam tempat berwadah dari posisi tinggi, akan terjadi reaksi yang

    menyebabkan urin tampak berbusa. Memastikan adanya kelainan pada urin

    perlu diperhatikan beberapa hal seperti warna, bau, kejernihan, dan kekentalan.

    Warna yang memerah menandakan adanya darah yang bercampur dalam urin.

    Hal ini terjadi pada keadaan infeksi, luka, batu saluran kemih, tumor, atau

    meminum obat tertentu. Jika warna sangat merah menandakan adanya

    perdarahan yang hebat di saluran kemih (Ophart 2003).

    Urin yang terlalu keruh menandakan tingginya kadar unsur-unsur yang

    terlarut di dalamnya. Hal ini bisa terjadi karena faktor makanan dan adanya

    infeksi yang mengeluarkan bakteri atau konsumsi air yang kurang. Bau urin

    dapat bervariasi karena kandungan asam organik yang mudah menguap.

    Diantaranya bau yang berlainan dari normal seperti bau oleh makanan yang

    mengandung zat-zat atsiri seperti jengkol, petai, durian, dan asperse. Bau obat-

    obatan seperti terpentin, menthol. Bau amonia biasanya terjadi kalau urin

    dibiarkan tanpa pengawet atau karena reaksi oleh bakteri yang mengubah ureum

    di dalam kantong kemih. Bau keton sering pada penderita kencing manis dan

    bau busuk sering terjadi pada penderita keganasan (tumor) di saluran kemih

    (Ophart 2003).

    Dari 1200 mL darah yang melalui glomeruli per menit akan terbentuk

    filtrat 120 mL/menit. Filtrat tersebut akan mengalami reabsorpsi, difusi, dan

    ekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya terbentuk 1 mL urin/menit. Secara umum

    dapat dikatakan bahwa pemeriksaan urin selain untuk mengetahui kelainan ginjal

    dan salurannya juga bertujuan untuk mengetahui kelainan-kelainan di berbagai

    organ tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal, dan uterus.

    Beberapa hal perlu diperhatikan dalam persiapan penderita untuk analisa urin

    misalnya pada pemeriksaan glukosa urin sebaiknya penderita jangan makan zat

    reduktor seperti vitamin C, karena zat tersebut dapat memberikan hasil positif

    palsu dengan cara reduksi dan hasil negatif palsu dengan cara enzimatik. Pada

    pemeriksaan urobilin, urobilinogen, dan bilirubin sebaiknya tidak diberikan obat

    yang memberi warna pada urin, seperti vitamin B2 (riboflavin) dan pyridium.

    Susunan urin tidak banyak berbeda dari hari ke hari, tetapi pada mungkin banyak

    berbeda dari waktu ke waktu sepanjang hari, karena itu penting untuk mengambil

    contoh urin menurut tujuan pemeriksaan (Poedjiadi 1994).

  • Pembentukan Urin

    Proses pembentukan urin meliputi tiga tahap, yaitu filtrasi glomerulus,

    reabsorbsi tubular, dan sekresi tubular. Pembentukan urin dimulai ketika air dan

    berbagai bahan terlarut lainnya disaring melalui kapiler glomerulus dan masuk ke

    kapsul glomerulus (kapsul Bowman). Penyaringan bahan-bahan ini melalui

    dinding kapiler kurang lebih sama seperti pada penyaringan yang terjadi pada

    ujung arteriol pada kapiler lain di seluruh tubuh. Hanya saja, kapiler glomerulus

    bersifat lebih permeabel karena adanya fenestrae pada dindingnya. Reabsorbsi

    tubular adalah proses dimana bahan-bahan diangkut keluar dari filtrat

    glomerulus, melalui epitelium tubulus ginjal ke dalam darah di kapiler peritubulus.

    Walaupun reabsorbsi tubulat terjadi di seluruh tubulus ginjal, peritiwa ini

    sebagian besar terjadi di tubulus proksimal. Adanya mikrovili di tubulus proksimal

    akan meningkatkan luas permukaan yang bersentuhan dengan filtrat glomerulus

    sehingga meningkatkan proses reabsorbsi. Berbagai bagian dari tubulus ginjal

    berfungsi untuk mereabsorbsi zat yang spesifik. Sebagai contoh, reabsorbsi

    glukosa terjadi terutama melalui dinding tubulus proksimal dengan cara transpor

    aktif. Air juga direabsorbsi dengan cepat melalui epitelium tubulus proksimal

    dengan osmosis. Sekresi tubular adalah proses dimana bahan-bahan diangkut

    dari plasma kapiler peritubulus menuju ke cairan tubulus ginjal. Sebagai hasilnya,

    jumlah zat tertentu diekskresikan melalui urin dapat lebih banyak daripada jumlah

    zat yang diperoleh melalui filtrasi plasma di glomerulus (Sloane 2004).

    Urin mengandung air dan garam-garam dalam jumlah sedemikian rupa

    sehingga terdapat keseimbangan antara cairan ekstrasel dan cairan intrasel,

    asam dan basa yang merupakan sisa-sisa metabolisme yang tidak berguna lagi

    bagi tubuh, dan zat-zat yang dikeluarkan dari darah karena kadarnya berlebihan.

    Jika kita melakukan urinalisa dengan memakai urin kumpulan sepanjang 24 jam

    pada seseorang, ternyata susunan urin itu tidak banyak berbeda dari susunan

    urin 24 jam berikutnya. Akan tetapi, jika kita mengadakan pemeriksaan dengan

    sampel-sampel urin pada saat yang tidak menentu di waktu siang atau malam,

    akan terlihat bahwa sampel urin dapat berbeda jauh dari sampel lain. Oleh

    karena itu, penting untuk memilih sampel urin sesuai dengan tujuan pemeriksaan

    (Sloane 2004).

  • Memilih Sampel Urin

    Urin sewaktu adalah urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak

    ditentukan dengan khusus, urin sewaktu cukup baik untuk pemeriksaan rutin.

    Urin pagi adalah urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah

    bangun tidur, urin ini lebih pekat dari urin yang dikeluarkan pada siang hari, urin

    pagi baik untuk pemeriksaan sedimen, protein, dan berat jenis. Urin post prandial

    adalah urin yang pertama kali dikeluarkan 1-3 jam setelah makan, urin ini baik

    untuk pemeriksaan terhadap glukosuria. Urin 24 jam adalah urin yang

    dikumpulkan selama 24 jam. Urin 24 jam dapat digunakan untuk pemeriksaan

    kuantitatif semua zat dalam urin. Selain itu, dikenal juga urin siang 12 jam, urin

    malam 12 jam, urin 2 jam, urin 3 gelas, dan urin 2 gelas (Sudarmaji 1989).

    Urin dihasilkan oleh ginjal melalui proses filtrasi plasma darah oleh

    glomeruli, reabsorpsi oleh tubulus, sekresi oleh sel tubulus, pertukaran ion

    hidrogen, dan pembentukan amonia. Sifat-sifat urin normal yaitu volumenya 800-

    2500 mL/hari, berat jenis 1,003-1,030, pH asam dengan pH rata-rata 6 (4,7-8),

    warna kuning pucat sampai kuning. Zat warna yang terkandung di dalamnya

    adalah urokrom, urobilin, dan hematoporfirin. Zat normal dalam urin adalah urea

    yang merupakan hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari diekskresikan

    25 g, tergantung intake proteinnya. Ekskresi naik pada saat demam, penyakit

    kencing manis, aktivitas hormon adrenokortikoid yang berlebihan. Di hepar, urea

    dibentuk dari siklus urea (ornitin dari CO2 dan NH3). Pembentukan urea menurun

    pada penyakit hepar dan asidosis. Amonia dikeluarkan dari sel tubulus ginjal,

    pada asidosis pembentukan amonia akan naik. Kreatinin merupakan hasil

    katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg kreatinin yang

    diekskresikan dalam 24 jam/kg berat badan. Nilai normal pada laki-laki adalah

    20-26 mg/kg berat badan. Sedang pada wanita adalah 14-22 mg/kg berat badan.

    Ekskresi kreatinin meningkat pada penyakit otot. Asam urat adalah hasil oksidasi

    purin di dalam tubuh. Kelarutannya dalam air kecil tetapi larut dalam garam

    alkali. Ekskresinya meningkat pada leukimia, penyakit hepar, dan gout.

    Penambahan arsenofosfotungstat dan natrium sianida memberi warna biru. Ini

    merupakan dasar penetapan asam urat secara kolometri oleh folin. Enzim

    urikase akan menjadi allantoin. Asam amino pada dewasa kira-kira diekskresikan

    150-200 mg N/hari. Allantoin merupakan hasil oksidasi asam urat. Klorida

    dikeluarkan dalam bentuk NaCl, tergantung intake-nya, ekskresi 9-16 g/hari.

    Fosfat di urin berikatan dengan natrium, kalsium, magnesium, dan kalsium.

  • Oksalat pada metabolisme herediter tertentu, ekskresinya naik. Mineral,

    kationnya (Na, K, Ca, Mg) (Sudarmaji 1989).

    Zat abnormal dalam urin yaitu protein, glukosa, fruktosuria, galaktosuria,

    laktosuria, pentosuria, benda-benda keton, bilirubin, garam-garam kolat, darah,

    porfirin, dan indikan. Protein tidak boleh lebih dari 200 mg/hari. Ekskresinya naik

    berarti terjadi proteinuria misal terjadi glomeluronefritis sehingga ginjalnya bocor

    (Lehninger 1982).

    Glukosa bila dengan benedict positif berarti glikosuria, indikasi diabetes

    mellitus. Benda-benda keton (Asetoasetat, -hodroksi butirat, aseton), normal

    ekskresinya hanya 3-15 mg/hari. Ekskresi naik pada kelaparan, gangguan

    metabolisme karbohidrat (diabetes melitus), kehamilan, pemberian anestesi

    dengan eter, asidosis tertentu. Ada benda keton yang baunya khas yaitu aseton,

    diuji dengan reagen rhotera. Bilirubin dan garam-garam kolat ada di dalam urin

    berarti terjadi sumbatan pada saluran empedu, empedu banyak masuk ke darah

    dan diekskresi di urin, kemudian warna urin seperti air teh. Jika tertimbun di

    jaringan subkutan menyebabkan ikterus. Ada bilirubin dibuktikan dengan reaksi

    Gmelin, ada garam-garam kolat dibuktikan dengan percobaan Hay. Darah di

    dalam urin berarti hematuria, misalnya pada penyakit radang ginjal atau saluran

    kencing di bawahnya. Porfirin, koproporfitin diekskresi sebanyak 60-200 g/hari

    (Winarno 2002).

  • HASIL DAN PEMBAHASAN

    Sifat-sifat Urin

    Kejernihan dinyatakan dengan salah satu pendapat seperti jernih, agak

    keruh, keruh atau sangat keruh. Biasanya urin segar pada orang normal jernih.

    Urin yang telah keruh pada waktu dikeluarkan dapat disebabkan oleh chilus.

    Pemeriksaan berat jenis urin bertalian dengan faal pemekatan ginjal, dapat

    dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan memakai falling drop, gravimetri,

    menggunakan piknometer, refraktometer, dan reagens pita'. Berat jenis urin pada

    keadaan normal antara 1,003-1,030. Makin pekat urin makin tinggi berat

    jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Jumlah zat padat

    total normal 24 jam berkisar 150,8 g/L. Menilai bau urin dapat digunakan urin

    segar, yang perlu diperhatikan adalah bau yang abnormal. Bau urin normal

    disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau amonia disebabkan

    perombakan ureum oleh bakteri dan biasanya terjadi pada urin yang dibiarkan

    tanpa pengawet. Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam

    basa, kerena dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urin

    normal berkisar antara 4,5-8,0 (Sloane 2004).

    Tabel 1 Hasil analisa urinSampel 2

    Volume (mL) 600 mL dari 1,4 L/hariWarna, bau, kejernihan Kuning pekat, bau amonia menyengat, jernihpH 5 (asam)Berat jenis 0,94628Jumlah zat padat total dalam 1 L Urin (g)

    101,92

    Pada uji yang telah dilakukan volume urin yang digunakan untuk sampel

    adalah 600 mL dari 1,4 L urin selama 24 jam. Warna urin kuning pekat dengan

    bau amonia yang menyengat dan jernih. pH urin di uji dengan menggunakan

    kertas lakmus dan pH indikator universal dengan pH 5 yang menunjukan

    keadaan normal (asam). Berat jenis urin 0,94628 dibawah 1,003-1,030 yang

    termasuk dalam range yang belum normal. Sampel urin mengandung jumlah zat

    padat total 101,92 g/L hasil ini dibawah kisaran nomal yaitu berkisar 150,8 g/L

    urin 24 jam.

  • Garam-garam Amonium

    Pada cairan interstisial dan urin tubulus, NH3 bergabung dengan H+

    membentuk NH4+ yang menyingkirkan NH3 dan mempertahankan perbedaan

    konsentrasi yang memudahkan difusi NH3 keluar sel. Bila pH urin 7,0 maka rasio

    NH3:NH4+ = 1:100. Proses NH3 disekresikan disebut difusi non ionik. Salisilat dan

    sejumlah obat lain yang merupakan basa lemah atau asam lemah juga disekresi

    oleh difusi non ionik. Ion amonium berasal dari makanan, obat-obatan, dan hasil

    hidrolisa urea. Reaksi utama pada tubuh yang menghasilkan NH4+ terjadi di

    dalam sel, yaitu perubahan glutamin menjadi glutamat yang dikatalisis oleh

    enzim glutaminase yang terdapat di dalam sel tubulus renalis. Mekanisme dari

    tubulus renalis dalam memproduksi amonia sangat penting untuk mengatur

    keseimbangan asam basa dan penghematan kation, meningkat dengan nyata

    pada asidosis metabolik tetapi sebagian besar akan diekskresikan dalam bentuk

    urea yaitu komponen utama urin. Amonia secara konstan diproduksi dalam

    jaringan tapi hanya ditemukan dalam jumlah kecil pada darah tepi yang dengan

    cepat dikeluarkan dari dalam darah oleh hati dan diubah menjadi glutamat,

    glutamin, ataupun urea (urin). Pereaksi nessler memberikan hasil negatif karena

    apabila dengan pereaksi nessler maka warna yang dihasilkan adalah warna

    jingga hinga merah (Sloane 2004).

    Tabel 2 Hasil uji kandungan garam-garam amonium dalam urinSampel Warna Bau Amonium

    2 Tidak ada Sangat menyengat +

    Pada percobaan adanya garam-garam amonium, urin dibasakan terlebih

    dahulu menggunakan NaOH dan kemudian dipanaskan. Bau yang timbul akibat

    pemanasan adalah bau amonia yang menandakan bahwa amonium yang

    terkandung di dalam urin terlepas ke udara atau telah menguap. Berarti urin

    sampel mengandung garam amonium. Warna yang terbentuk setelah

    penambahan pereaksi nessler tidak ada, akan tetapi karena bau amonium yang

    menyengat tetap menandakan adanya kandungan amonium.

    Belerang dalam Urin

    Uji sulfat dilakukan dengan mencampurkan antara urin, HCl encer,

    dan BaCl2. Hasil percobaan terbentuk endapan putih. Endapan putih ini

    adalah endapan BaSO4. Hal ini menunjukkan adanya kandungan SO4- di

  • dalam urin. Jika urin direaksikan dengan HCl dan BaCl2 maka sulfat yang

    terdapat di dalam urin akan dilepas oleh HCl dan sulfat tersebut akan diikat

    oleh Ba sehingga membentuk endapan BaSO4 (Ganong 2003).

    Tabel 3 Hasil uji kandungan belerang dalam urinUji Belerang/Sulfat pada Urin

    Sulfat Anorganik Sulfat Etereal Sulfat Tak-teroksidasi

    Ada Endapan Keruh, tidak ada endapanTidak hitam dan tidak

    terbentuk

    Uji belerang atau sulfat dalam urin ini dilakukan dengan mencampurkan

    10 mL sampel urin dengan HCl yang bertujuan untuk mengasamkan urin

    tersebut kemudian ditambahkan BaSO4. Belerang anorganik merupakan bagian

    terbesar dari belerang teroksidasi (85-90%) dan berasal terutama dari

    metabolisme protein. Maka akan terbentuk endapan putih yang menunjukkan

    adanya belerang anorganik pada urin, reaksi yang terjadi adalah:

    BaCl2 + SO42- BaSO4 + 2 Cl-

    Endapan putih pada urin menandakan terdapat sulfat dalam urin tersebut,

    belerang merupakan hasil dari metabolisme protein, hal ini diakibatkan karena

    penambahan asam klorida dan BaSO4 yang digunakan yaitu tiga tetes ke dalam

    sampel urin. Belerang tak teroksidasi merupakan senyawa yang mempunyai

    gugus -SH, -S, -SCN, misalnya asam amino yang mengandung S (sistin),

    tiosulfat, tiosianat, sulfida. Jumlahnya adalah 5-25% dari belerang total urin.

    Pada percobaan ini, kertas saring yang dibasahi dengan Pb-asetat tidak berubah

    menjadi berwarna hitam (hasil reaksi negatif atau tidak terbentuk). Pada sulfat

    etereal didapatkan hasil keruh dan tidak ada endapan. Hal ini menandakan tidak

    adanya sulfat dengan tidak terbentuknya endapan putih, endapan putih

    merupakan indikator sampel mengandung sulfat atau belerang. Sulfat etereal di

    dalam urin merupakan ester sulfat organik (R-O-SO3H) yang dibentuk di dalam

    hati dari fenol endogen dan eksogen, yang mencakup indol, kresol, esterogen,

    steroid lain, dan obat-obatan. Zat-zat organik tersebut berasal dari metabolisme

    protein atau pembusukan protein dalam lumen usus. Semuanya terurai pada

    pemanasan dengan asam. Jumlahnya 5-15% dari belerang total urin. Pada urin

    orang normal setelah ditambah dengan barium klorida (BaCl2), urin menjadi

    keruh tetapi tidak ada endapan sulfat.

  • Kreatinin

    Kreatinin merupakan hasil katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah

    jumlah mg kreatinin yang diekskresikan dalam 24 jam/kg BB. Nilai normal

    kreatinin pada laki-laki adalah 20-26 mg/kg BB. Sedangkan pada wanita adalah

    14-22 mg/kg BB. Ekskresi kreatinin meningkat pada penyakit otot. Kreatinin,

    yang dibentuk dari keratin setiap hari sebanyak 1,0-1,5 g kreatinin. Keratin,

    melalui sirkulasi spontan dan ireversibel, berasal dari metabolisme otot. Karena

    jumlah kreatinin yang dikeluarkan setiap hari dari suatu individu adalah konstan,

    jumlah ini berbanding langsung dengan masa otot, maka kreatinin dapat

    digunakan sebagai ukuran kuantitatif untuk ukuran komponen-komponen urin

    lainnya. Jumlah kreatin 0,05-0,10 g dari metabolisme otot.

    Kreatinin adalah produk sampingan dari hasil pemecahan fosfokreatin

    (kreatin) di otot yang dibuang melalui ginjal. Pada pria, normalnya 0,6-1,2 mg/dl.

    Hiperfosfatemia dapat terjadi pada peminum alkohol akibat hipoparatiroidisme

    yang diinduksi oleh hipomagnesemia. Hipofosfatemia ditandai dengan kerusakan

    pada otot, kelemahan dan rasa nyeri pada otot, disfungsi eritrosit dan leukosit,

    serta trombosit, osteolisis, dan asidosis metabolik. Rhabdomiolisis ditandai

    dengan kerusakan pada otot, rasa lemah dan nyeri pada otot, mioglobinuria,

    meningkatkan keratin kinase, dan nekrosis serabut otot. Hal terebut di atas dapat

    menimbulkan kegagalan ginjal akut yang ditandai dengan naiknya kadar keratin

    dalam serum yang tidak proporsional dalam kaitannya dengan urea nitrogen

    dalam darah, hiperurikemia, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia. Hipafosfatemia

    merupakan suatu faktor penting yang menyebabkan terjadinya rhabdomiolisis

    pada peminum alkohol di samping karena turunnya kadar magnesium dan

    kalium. Hipofosfatemia akan menjadi lebih buruk pada pemberian karbohidrat

    dan pada hiperventilasi pada waktu putus alkohol (Poedjiadi 1994).

    Tabel 4 Hasil uji kandungan kreatinin dalam urin

    Sampel Reaksi JaffeTanpa HCl Dengan HCl2 Merah Merah (+)

    Pada percobaan untuk mengetahui adanya kreatinin dalam urin,

    dilakukan reaksi Jaffe. Reaksi Jaffe berdasarkan pembentukan tautomer kreatin

    pikrat yang berwarna merah bila kreatinin direaksikan dengan larutan pikrat

    alkalis. Warna ini akan berubah menjadi kuning apabila larutan diasamkan. Dari

    hasil percobaan, diperoleh warna merah kecoklatan (jernih) dari penambahan

  • urin dengan asam pikrat jenuh dan NaOH 10%. Warna larutan pada salah satu

    tabung yang ditambahkan dengan HCL tetap berwarna merah, hal ini

    dikarenakan larutan HCl yang digunakan kurang pekat. Percobaan ini

    menunjukkan bahwa di dalam urin yang diuji, terdapat kreatinin.

    Protein

    Pada uji protein dalam urin digunakan dua percobaan yaitu uji heller dan

    uji koagulasi. Uji heller digunakan untuk melihat ada tidaknya protein dalam urin.

    Kehadiran protein ditunjukkan dengan adanya cincin putih dipersimpangan solusi

    dan asam nitrat pekat. Uji koagulasi merupakan tindak lanjut dari uji heller, yaitu

    melihat adanya protein berlebih dalam urin. Uji protein ini dapat digunakan untuk

    mengevaluasi dan memantau fungsi ginjal, mendeteksi, dan mendiagnosis

    kerusakan ginjal. Protein yang berlebih pada urin atau yang biasa disebut

    proteinuria menunjukkan kerusakan pada ginjal atau mungkin sebelum dilakukan

    tes orang tersebut mengkonsumsi obat-obatan, infeksi, olahraga berat atau

    stress fisik. Kelebihan protein pada wanita hamil dapat dihubungkan dengan

    preeklamsia (Poedjiadi 1994).

    Tabel 5 Hasil uji kandungan protein dalam urinSampel Uji Heller

    (cincin putih atau tidak)Uji Koagulasi

    (hilang atau bertambah)2 Tidak terbentuk cincin Tidak mengendap

    Pada uji heller, urin yang ditambahkan asam nitrat pekat, dapat diperoleh

    hasil pengamatan bahwa urin tersebut ketika dicampurkan dengan asam nitrat

    pekat tidak terbentuk cincin putih yang menandakan tidak terdapat protein dalam

    urin. Uji koagulasi yang dilakukan dengan pemanasan urin dengan

    menggunakan asam asetat tidak terbentuk endapan karena dalam sampel tidak

    terdapat protein.

    Klorida

    Urin dititrasi dengan Merkuri nitrat dalam suasana asam. Ion-ion Cl diikat

    oleh merkuri membentuk HgCl2 yang tidak terionisasi. Bila terdapat merkuri nitrat

    berlebihan, maka ion-ion merkuri tersebut dengan indikator difenilkarbazon akan

    membentuk warna ungu.

    Dalam penetapan kadar Klorida dalam urin, digunakan cara Schales dan

    Schales. Urin dititrasi dengan merkuri nitrat dalam suasana asam. Ion-ion Cl-

  • diikat oleh ion merkuri membentuk HgCl2 yang tidak terionisasi. Bila terdapat

    merkuri nitrat yang berlebih, ion-ion merkuri ini akan bereaksi dengan indikator

    difenilkarbazon membentuk warna ungu (urin ditambahkan difenilkarbazon 0,1%

    lalu dititrasi dengan merkuri nitrat sampai berwarna ungu) (Ganong 2003).

    Tabel 6 Hasil uji kandungan klorida dalam urinSampel Endapan

    2 Ada

    Uji Klorida digunakan untuk mengetahui di dalam urin terdapat

    kandungan klorida atau tidak. Sebelumnya, urin diasamkan dengan 3 tetes asam

    nitrat encer. Ketika asam nitrat encer ini dimasukkan, urin berubah menjadi lebih

    bening. Kemudian ditambahkan 1 tetes perak nitrat. Tidak lama kemudian

    terdapat endapan putih tipis didasar tabung yang menunjukkan bahwa urin

    mengandung klorida.

  • KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Urin atau air seni adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang

    kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksresi urin

    diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring

    oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Peranan urin sangat

    penting untuk mempertahankan homeostasis tubuh, karena sebagian

    pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin. Fungsi utama urin

    adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam

    tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang kotor. Hal ini

    berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran

    kencing yang terinfeksi, sehingga urin pun akan mengandung bakteri.

    Pada uji sifat-sifat urin yang telah dilakukan volume urin yang digunakan

    untuk sampel adalah 600 mL dari 1,4 L urin selama 24 jam. Warna urin kuning

    pekat dengan bau amonia yang menyengat dan jernih. pH urin 5 yang

    menunjukan keadaan normal (asam). Berat jenis urin 0,94628 dibawah 1,003-

    1,030 yang termasuk dalam batas yang belum normal. Sampel urin mengandung

    jumlah zat padat total 101,92 g/L hasil ini dibawah kisaran nomal yaitu berkisar

    150,8 g/L urin 24 jam.

    Pada percobaan garam-garam amonium, urin dibasakan terlebih dahulu

    menggunakan NaOH dan kemudian dipanaskan. Bau yang timbul akibat

    pemanasan adalah bau amonia berarti urin sampel mengandung garam

    amonium. Warna yang terbentuk setelah penambahan pereaksi nessler tidak

    ada, akan tetapi karena bau amonium yang menyengat tetap menandakan

    adanya kandungan amonium.

    Pada percobaan belerang dalam urin dengan menggunakan HCL dan

    BaCL2 pada sulfat anorganik menghasilkan endapan tetapi pada sulfat etereal

    tidak terdapat endapan dan keruh. Sulfat tak-teroksidasi menggunakan Kristal Zn

    dan disaring menggunakan kertas saring yang sebelumnya ditetesi Pb-asetat

    tidak terbentuk endapan dan kertas tidak berubah warna menjadi hitam.

    Pada percobaan kreatinin dalam urin, dilakukan reaksi Jaffe. Dari hasil

    percobaan, diperoleh warna merah kecoklatan (jernih) dari penambahan urin

    dengan asam pikrat jenuh dan NaOH 10%. Warna larutan pada salah satu

  • tabung yang ditambahkan dengan HCL tetap berwarna merah, hal ini

    dikarenakan larutan HCl yang digunakan kurang pekat.

    Pada uji percobaan uji heller urin dengan menggunakan asam nitrat

    pekat, diperoleh hasil pengamatan bahwa urin tersebut ketika dicampurkan

    dengan asam nitrat pekat tidak terbentuk cincin putih yang menandakan tidak

    terdapat protein dalam urin. Uji koagulasi yang dilakukan dengan pemanasan

    urin dengan menggunakan asam asetat tidak terbentuk endapan karena dalam

    sampel tidak terdapat protein.

    Pada uji Klorida urin diasamkan dengan 3 tetes asam nitrat encer. Ketika

    asam nitrat encer ini dimasukkan, urin berubah menjadi lebih bening. Kemudian

    ditambahkan 1 tetes perak nitrat. Tidak lama kemudian terdapat endapan putih

    tipis didasar tabung yang menunjukkan bahwa urin mengandung klorida.

    Saran

    Sebaiknya pada uji kreatinin dalam urin, larutan HCL yang ditambahkan

    menggunakan larutan HCL pekat karena sangat mempengaruhi perubahan

    warna yang terjadi pada sampel. Sampel yang dipilih dalam pembuatan laporan

    sebaiknya yang mempunyai jumlah zat padat total yang mendekati kadar normal

    150 g/dL.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Ganong W. 2003. Fisiologi Kedokteran edisi 14. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Girindra A. 1993. Biokimia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

    K. Murray dan Robert, dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Suhartono MT, penerjemah. Jakarta: Erlangga.

    Ophart C.E. 2003 .Virtual Chembook. Jakarta: Elmhurst College.

    Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit UI-Press.

    Sloane E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit Buku. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Sudarmaji, S, dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

    Winarno. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

    LAMPIRAN

  • Gambar 9 Hasil uji kreatinin

    Gambar 10 Hasil uji belerang/sulfat anorganik

    Gambar 11 Hasil uji belerang/sulfat etereal

    Gambar 12 Hasil uji belerang/sulfat tak-teroksidasi

  • Gambar 13 Hasil uji koagulasi protein

    Gambar 14 Hasil uji klorida

    Gambar 15 Hasil uji garam-garam amonium

    Gambar 15 Hasil uji garam-garam amonium (kertas saring yang ditetesi pereaksi Nessler)