4. TBC

download 4. TBC

of 35

Transcript of 4. TBC

TUBERKULOSISDefinisiTuberkulosis adalah penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk kedalam tubuh manusia melalui udara pernapasan kedalam paru yang biasanya merupkan lokasi infeksi primer. Kemudian kuman tersebut menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran napas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru. Epidemiologi sebagian besar basil Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalan jaringan paru melalui airborne infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari ghon. Pada stadium permulaan, setelah membentuk fokus primer, akan terjadi beberapa kemungkinan : Penyebaran bronkogen Penyebaran limfogen Penyebaran hematogen

Keadaan ini hanya berlangsung beberapa saat. Penyebaran akan berhenti bila jumlah kuman yang masuk sedikit dan dan telah terbentuk daya tahan tubuh yang spesifik terhadap basil tuberkulosis. Tetapi bila jumlah basil tuberkulosis yang msuk ke dalam saluran pernafasan cukup banyak, maka akan terjadi tuberkulosis milier atau tuberkulosis meningitis.

INFEKSI TUBERKULOSIS Cara Penularan Pada Anak 1. Dari batuk orang dewasa Saat seorang dewasa batuk, sejumlah tetesan cairan (ludah) tersembur ke udara. Bila orang tersebut menderita tuberkulosis paru, banyak tetesan tersebut mengandung kuman. Tetesan yang paling besar akan jatuh ke tanah, namun yang terkecil, yang tidak dapat dilihat, akan ikut terbawa udara. Banyak di luar rumah maupun didalam ruangan dengan vanetilasi yang baik, tetesan kecil tersebut akan terbawa dengan aliran udara. Tetapi dalam didalam ruangaan yang tertutup, didalam gubuk atau didalam ruangan sempit, tetesan tersebut melayang di udara dan kaan bertambah jumlahnya setiap kali orang tersebut batuk. Semua orang yang berada diruangan yang sama dengan orang batuk tersebut dan menghidup udara yang sama, berisiko menghirup kuma M. Tuberkulosis ( TB).

Anak kecil yang terinfeksi hampir selalu tertu;lar oleh anggota keluarganya atau tetangga dekat. Bila anak lebih besar telah terinfeksi, tetapi tidak ditemukan sumber infeksi diantara keluarganya. Carilah kemungkinan orang yang menularinya di sekolah, klinik, tempat ibadah, angkutan umum, atau dimana saja anak tersebut berhadapan dengan orang dewasa didalam suatu gedung atau ruangan sempit. 2. Dari makanan atau susu Anak-anak bias mendapa TB dari susu atau makanan, dan infeksi bias mulai pada mulut atau usus. Susu dapat mengandung TB dari sapi(TB bovine), bila sapi-sapi di daerah tersebut menderita tuberkulosis dan susu tidak direbus sebelum diminum. Bila hal ini terjadi infeksi orimer terjadi di usus, atau terkadang pada amandel. 3. Melalui kulit Kulit yang utuh rupanya tahan terhadap TB yang jatuh diatas permukaannya, namun bila terdapat luka atau goresan baru, TB dapat msuk dan menyebabkan infeksi yang serupa dengan yang ditemukan pada paru. Seperti yang dapat diperkirakan, infeksi kulit timbul pada permukaan yang paling terpajan, seperti wajah, tungkai, atau kaki, lebih jarang pada lengan atau tengan. Lesi-lesi primer ini tidak biasa terjadi. Namun kemungkinan adanya tuberkulosis mudah terlupakan, sekalipun ada kelenjar getah bening yang terdekat membesar.

PatogenesisTempat masuk kuman M. tuberkulosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama bagi jenis bovin, yang tempat penyebarannya melaui susu terkontaminasi. Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit(biasanya sel T) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya local, melibakan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas(lambat) Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai sutau unit yang terdiri satu sampai tiga basil; gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan disaluran hidung dan cabang besar besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasnya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau di bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama leukosit digantikan oleh

makroffag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga idak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nenkrosis ini disebut sebagai nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan focus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan mengalami pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat akan terulang kembali dibagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan perut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui daluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan, dan lesi mirip dengan lesi nerkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan tempat menjadi peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal dengan nama penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakansuatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam system vascular dan tersebar ke organ-organ tubuh.

PATOGENESIS TUBERKULOSIS :

Inhalasi Droplet Nuklei Berisi Mycobcterium Tuberculosa

Droplet Nuklei > 10 Mukosaada infeksi atas Tidak saluran nafas intak

Droplet Nuklei 5 Menembus lapisan mukosilier

Reaksi inflamasi nonspesifik alveolus Tidak ada infeksi Basil Tuberculosa dalam Makrofag alveolus Destruksi Basil TBC Destruksi Makrofag

Pembentukan Tuberkel Remisi Perkijuan Lesi paru sekunder pecah Penyebaran Limfogen lokal dan Penyebaran Hematogen Respon Imun Inadekuat atau gagal

Kalsifikasi

Sel T spesifik Kompleks Gohn Makrofag aktif membunuh atau menghambat basil TB

Tuberculosis Aktif (Penyakit) 12 bulan atau lebih setelah terinfeksi Reaktivasi

TB in-aktif mungkin masih ada Basil TB

Imunitas : Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi adalah menurun atau gagal

1. Harus ada sumber infeksi : penderita dengan kasus terbuka hewan yang menderita tuberkulosis 2. Jumlah basil sebagai penyebab infeksi harus cukup. 3. Virulensi yang tinggi dari basil tuberkulosis 4. Daya tahan tubuh yang menurun memungkinkan basil berkembang biak dan keadaan ini menyebabkan timbulnya tuberkulosis paru Penurunan daya tahan tubuh ditentukan oleh : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Faktor genetika merupakan sifat bawaan yang diturunkan sehingga mudah menderita tuberkulosis dibandingkan orang lain.

Faktor faali : umur. Faktor lingkungan : nutrisi, perumahan, pekerjaan. Bahan toksik : alkohol, rokok, kortikosteroid. Faktor imunologis : infeksi primer, vaksinasi BCG Keadaan penyakit yang memudahkan infeksi : diabetes melitus, A pnemokoniosis keganasan, parsial gastrektomi, morbili. 7. Faktor psikologis Proses awal tuberkulosis paru menahun berupa satu atau lebih pneumonia lobuler yang disebut juga fokus dari assman. Fokus ini mengambil tempat didaerah subklavikula yang sesuai dengan daerah postolateral dari lobus superior atau di lapangan tengah paru yang sesuai dengan segmen dari lobus inferior, walaupun lokalisasi ini lebih jarang dijumpai. Lesi infiltrat dini ini selalu tidak stabil. Dapat sembuh dengan jalan resorbsi menjadi fibrosis, mengalami kalsifikasi atau dapat menjadi progresif menjadi yang proses eksudatifnya menjadi bertambah luas, disertai dengan perkejuan-perlunakan dan berakhir dengan timbulnya kavitas. Proses dikatakan menahun apabila progresivitasnya berjalan perlahan-lahan atau da kavitas yang disertai penyembuhan di satu bagian, sedangkan dibagian lain dari paru proses masih tetap aktif dan meluas. Proses ini dapat meluas dengan cara : 1. Penyebaran langsung basil tuberkulosis kedaerah sekitarnya. 2. Penyebaran basil tuberkulosis melalui saluran pernafasan (brongenik,duktal,canalicular dissemination). 3. Penyebaran basiltuberkulosis melalui saluran limfe. Penyebaran secara limfogen inilah yang bertanggung jawab terhadap proses di pleura, dinding toraks dan tulang belakang. 4. Penyebaran hematogen. Menurut weigert penyebaran dengan cara ini menghasilkan tuberkulosis milier, tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan terlebih dahulu : 4.1 Proses berasal dari paru dan telah meluassampai menembus vena pulmonalis

4.2 Pecahnya proses yang terdapat pada dinding vena sehingga basil tuberkulosis ikut aliran darah ke tempat lain. 4.3 Basil tuberkulosis berasal dari kelenjar mediastinum yang pecah(umumnya tuberkulosis primer)atau, 4.4 Penyebaran yang berasal dari tuberkulosis ekstra pulmonal

Gejala klinik :Manifestasi klinik tuberculosis tergantung dri jumlah basil tuberculosis, virulensinya, umur pasien, imunokompetensi, kerentanan pasien pada saat terjadi infeksi.Pada permulaan pasien anak kecil sering tidak menunjukkan tanda dan gejala. Kemudian dapat ditemukan tanda batuk, mengi, dispnu, sakit abdomen, sakit tulang, diare, anorexia, penurunan BB, demam dan malaise. Tetapi tanda dan gejala ini masih mungkin disebabkan penyakit lain. Pada anak dengan penyakit tuberculosis dapt juga ditemukan tanda dan gejala non spesifik seperti tidak mau makan dan minum, muntah, iritabel, kejang, hepatosplenomegali, perut membuncit, dan lain-lain. Jadi pada tuberculosis anak pemeriksaan fisis yang ditemukan tidak selalu menyangkut sistem pernafasan tetapi juga organ lainnya dalam tubuh. 1. Batuk Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari.Batuk lama lebih dari 30 hari. 2. Dahak Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit kemudian berubah menjadi mukopurulen/kuning atau kuning hijau sampai purulrn dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi perkiajauan dan perlunakan. Jarang berbau busuk, kecuali bila ada infeksi anaerob 3. Batuk Darah Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis-garis atau bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak (profus). Batuk darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit tuberkulosis atau initial symptom karena batuk darah merupakan tanda telah terjadinya ekskavasi dan ulserasi pembuluh darah pada dinding kavitas. Oleh karena itu, proses tuberkulosis harus cukup lanjut, untuk dapat menimbulkan batuk dengan ekspetorasi. Batuk darah masif terjadi bila ada robekan darah dari aneurisma Rasmussen pada dinding kavitas atau ada perdarahan yang berasal dari bronkiekasis atau ulserasi trakeobronkial. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian karena penyumbatan saluran pernafasan oleh bekuan darah. Batuk darah jarang berhenti mendadak. Karena itu penderita masih terus menerus mengeluarkan gumpalangumpalan darah yang berwarna coklat selama beberapa hari

Batuk darah yang disebabkan tuberkulosis paru, pada penerawangan(pemeriksaan radiologis) tampak ada kelainan kecuali batuk darah tersebut trakebronkhitis. Sering kali darah yang dibatukkan pada tuberkulosis bercampur dahak yang mengandung basil tahan asam dan keadaan ini berbahaya karena dapat menjadi sumber penyebaran kuman secara bronkogen (bronkopneumonia) Batuk darah dapat pula terjadi pada tuberkulosis yang sudah sembuh, hal ini disebabkan robekan jaringan paru atau darah berasal dari bronkiektasis yang merupakansalah satu penyulit tuberkulosis paru. Pada keadaan ini dahak sering tidak mengandung basil tahan asam (negatif) 4. Nyeri Dada Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan didaerah aksila, ujung skapula atau di tempat-tempat lain). 5. Wheezing Wheezing terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan oleh sekret, bronkostenosis, peradangan, jaringan granulasi, ulserasi dan lain-lain 6. Dispneu Dispneu merupakan late symptom dari proses lanjut tuberkulosis paru akibat adanya restriksi dan obstruksi saluran pernafasan serta loss of vascular bad/vascular thrombosis yang dapat mengakiabatkan gangguan difusi, hipertensi pulmonal dan korpulmonal.

Gejala-Gejala Umum : 1. Panas Badan Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting. Sering kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat atau menjadi lebih tingi bila proses berkembang menjadi progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa panas. 2. Menggigil Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan keepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat. 3. Keringat malam. Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanju, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas. 4. Anoreksia dan penurunan Berat Badan

Anoreksia dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila progresif.Dan dapat terjadi gagal tumbuh pada anak. 5. lemah badan Gejala-gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur dan seharihari yang kurang menyenangkan. Karena itu harus dianalisa dengan baik dan hatus lebih berhati-hati apabila dijumpai perubahan sikap dan tempramen (misalnya penderita yang mudah tersinggung), perhatian penderita berkurang atau menurun pada pekerjaan, anak yang tidak suka bermain, atau penderita yang kelihatan neurotik. 6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare. 7. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan multipel. Gejala umum ini, seringkali baru disadari oleh penderita setelah ia memperoleh terapi dan saat ini masih lebih baik dari sebelumnya (retrospective symtomatology). Tanda Fisik Dasar kelainan anatomis tuberculosis paru terletak pada lobuli, jadi meliput alveoli dan beberapa bronkiolus terminalis (kecuali pada penyebaran hematogen dimana kelainan terdapat dalam jaringan interstisiel). Tanda-tanda dini berupa konsolidasi serta didapatkan sekret di bronkus kecil. Karena proses menjalar pelan-pelan dan menahun, maka biasanya penderita kelainan fisik mudah diketahui berupa : kelainan parenkim yaitu konsolidasi, fibrosis, atelektasis, dan kerusakan parenkim dengan suatu kavitas. Kelainan saluran pernafasan : berupa radang dari mulosa disertai dengan penyempitan maupun penimbunan sekret. Kelainan pleura : oleh karena proses terlertak dekat pleura, maka hampir selalu terjadi reaksi pleura berupa penebalan atau nyeri pleura. Jadi, dapat dibayangkan hampir semua jenis proses terdapat di sat tempat dan kelainankelainan tersebut akan menimbulkan tanda fisik sebagai berikut : Perubahan volume paru. Konsolidasi pada parenkim tidak mengubah volume paru. Fibrosis atelektasis dan kavitas memperkecil volume jaringan paru yang terkena sehingga menarik jaringan sekitar seperti trakea, mediastinum, fosa supraklavikularis dan infraklavikularis, ditambah lagi dengan penebalan pleura. Perubahan pergerakan nafas Daerah yang terkena penyaki akan berkurang gerakannya Perubahan penghantaran suara.

Konsolidasi dan fibrosis pada parenkim paru dengan saluran pernafasan yang masih terbuka akan meningkatkan penghantaran getaran suara sehingga fremitus suara

meningkat. Suara nafas menjadi bronco-vesikuler atau bronchial, didapatkan bronkofoni atau suara bisik yang disebut whispered pectoriloque. Atelektasis obstruktif dan penebalan pleura akan menghambat penghantaran getaran suara, tetapi atelektasis pasial meningkatkan penghantaran getaran suara. Sekret yang berada didalam bronkus akan menimbulkan suara tambahan berupa ronki basah. Suara ronki kasar atau halus tergantung dari tempat sekret berada. Penyempitan saluran pernafasan menimbulkan ronki kering, dan jika penyimpatan ini disertai kavitas, dapat terdengar suara yang disebut hollow sound sampai amorik. Reaksi tubuh Terhadap Infeksi Primer Pada infeksi primer gambaran patologi berupa gambaran bronkopneumonia yang dikelilingi oleh sel-sel radang lokal. Pada tahap permulaan, fokus primer dapat memberikan keluhan atau tanda-tanda seperti dibawah ini : Suhu badan meningkat atau subfebril Anak tampak sakit Nyeri pada persendian Malaise,anoreksia, anak kelihatan lelah dan disertai keluhan makan menurun Uji kulit dengan tuberkulin menunjukan reaksi negatif

Setelah infeksi primer berjalan lebih kurang 12 minggu, yaitu setelah timbul kekebalan spesifik terhadap basil tuberkulosis, maka akan terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sebagai akibat penyebaran limfogen. Pada saat ini reaksi tubuh masih seperti tersebut diatas ditambah dengan : Uji kulit dengan tuberkulin yang semula negatif menjadi positif Batuk-batuk oleh karena ada pembesaran kelenjar yang menekan saluran pernafasan (bronkus) Pada foto toraks tampak pembesaran kelenjar limfe di daerah hilus, trakea dan leher. Disamping itu juga ampak infiltrat halus yang tersebar luas pada seluruh lapangan paru dan dkenal dengan nama tuberkulosis milier Panas badan menjadi tinggi dan sering kali disertai kejang-kejang bila terdapat meningitis

Infeksi primer yang terjadi setelah terbentuknya kekebalan tubuh (imunitas) spesifik, dapat sembuh sendiri dengan meninggalkan atau tanpa meninggalkan bekas berupa fibrotik, kalsifikasi dan sangat jarang dalam bentuk lain (berdasarkan penilaian foto toraks)

Reaksi Tubuh Terhadap tuberkulosis Paru Post Primer

Bentuk peradangan tuberkulosis paru post primer dapat terjadi melalui proses : Peradangan endogen : berasal dari fokus lama (dormant) didalam paru yang mengalami kekambuhan Peradangan eksogen : karena infeksi baru yang berasal dari luar

Perlu diketahui bahwa tuberkulosis paru post ptimer sebagian besar berasal dari infeksi ulang, hal ini diunjukkan dengan permulaan peradangan di daerah sub klavikula dan bukan berasal pada puncak paru (apex pulmonum). Pada pemeriksaan patologi dijumpai gambaran sebagai berikut : 1. Pneumonia lobuler, yang dalam perjalan lebih lanjut dapat : a. sembuh sendiri secara sempurna b. mengalami proses nekrosis yang terbungkus kapsul dan kemudian sembuh dengan meninggalkan sisa perkapuran c. mengalami perlunakan dan berakhir dengan pembentukan rongga atau kavitas. Kavitas yang berdinding tebal dinamakan kavernae. Peradangan arteri yang terdapat didinding kavernae akan menimbulkan aneurisma, yang disebut dengan aneurisma dari Rasmussen, pada arteri yang berasal dari cabang arteria pulmonalis. Bila aneurisma ini pecah akan menimbulkan batuk darah. Lebih kurang 7,8% proses prlunakan dapat menyebabkan fistula bronkopleura terbuka maupun tertutup. 2. Fokus asinus. Fokus fokus ini terbentuk sebagai akibat penyebaran basil tuberkulosis secara bronkogen, berasal dari kavernae atau karena proses penyembuhan yang menimbulkan.

Penyulit Tuberkulosis Primer 1. Pembesaran kelenjar servikal superfisal. Penyebaran langsung tuberkulosis ke kelenjar limfe mediastinum bagian atas dan trakea berasal dari kelenjar hilus. Paling sering menyerang kelenjar limfe supraklavikula dan servikal anterior. Kelainan ini di kelenjar tersebut bereaksi sangat lambat terhadap obat anti tuberkulosis. Bila terjadi abses pada kelenjar dilakukan tindakan pembedahan. 2. Pleuritis tuberkulosis kelainan pada pleura (pleuritis tuberkulosis) merupakan penyulit dini tuberkulosis primer dan terjadi 6-8 bulan setelah serangan awal. Sering disertai kelainan pada kulit yaitu eritema nodusum 3. Efusi Pleura

Efusi pleura karena tuberkulosis biasanya jernih. Pada keadaan ini, prognosa penyakit masih baik. Reaksi terhadap obat anti tuberkulosis sering kali dramatis karena dapat memberi resolusi sempurna dalam 1-2 minggu, akan tetapi kemungkinan untuk menderita tuberkulosis post primer di kemudian hari lebih besar 4. tuberkulosis milier Kelainan ini paling dini dibandingkan dengan penyulit tuberkulosis primer yang lain. Proses tuberkulosis milier terjadi 8 bulan setelah timbul tuberkulosa primer, gambaran radiologis tampak 2 minggu setelah gejala klinis. Karena penyebaran yang meluas ke seluruh organ, maka perlu dicari kemungkinan adanya tuberkel difundus okuli, sumsum tulang dan hati 5. meningitis tuberkulosis meningitis tuberkulosis dapat terjadi sebagai akibat penyebaran hematogen atau fokus perlunakan yang pecah di rongga subarachnoid pada tahap akhir dari tuberkulosis milier

DIAGNOSIS Tuberkulosis sering mendapat julukan the great imitator yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit-penyakit paru lain dan juga memberikan gejala-gejala umum, seperti kelemahan atau panas. Untuk degara-negara jarang dijumpai penyakit tuberkulosis paru pada seorang penderita dengan mudah terlupakan. Sebaliknya untuk negara-negara yang tuberkulosis paru masih merupakan persoalan utama, adanya kelainan radiolegis, dengan cepa tanpa pertimbangan yang lebih lanjut dianggap sebagai proses tuberkulosis Diagnosis tuberkulosis paru post primer dibuat atas dasar : 1. Anamnesa Keluhan : batuk, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada dan napas berbunyi yang berlangsung lama. Perlu diinga keluhan tersebut bukan hanya monopoli penderita tuberkulosis paru menahun. Keluhan tersebut dapat pula disebabkan oleh semua penyaki paru menahun 2. Pemeriksaan fisik Dengan pemeriksaan fisik diketahui : 2.1 lokalisasi proses, karena banyak penyakit paru yang mengambil tempat tertentu paru di paru, sehingga pemeriksaan fisik yang baik dan teliti sangat berguna 2.2 Macam-macam proses seperti lambat atau cepatnya suatu proses penyakit berlangsung sebab tuberkulosis paru jarang yang akut. Umumnya proses berlangsung menahun. Pada penyembuhan terbentuk jaringan fibrotik,

kalsifikasi atau disertai kerusakan jaringan parenkim dengan meninggalkan kavitas. 3. Laboratorium 3.1 Ditemukan basil tahan asam didalam dahak penderita atau dalam cairan lambung, cairan pleura dll. 3.2 Radiologis, sesuai gambaran radiologis tuberkulosis paru 3.3 Darah rutin, menunjukkan gambaran proses kronis dan disertai L.E.D ( laju endap darah) yang cukup tinggi. Dengan pemeriksaan di atas, kita sudah dapat membuat diagnosis, tetapi untuk diagnosis pasti harus dilakukan pemeriksaan tambahan. Metode diagnosis seperti dahak, bilasan lambung, biopsi dll sulit dan jarang dilakukan pada anak. Sebagian besar diagnosis TB anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin. Untuk itu perlu memikirkan atau mencurigai adanya TB pada anak, jika ditemukan keadaan maupun gejala berikut ini. 1. Seorang anak harus dicurigai ada TB bila: - Kontak erat (serumah) dengan penderita TB dengan dahak BTA (+) - Terdapat reaksi kemerahan setelah penyuntikan BCG dalam 3-7 hari - Terdapat gejala umum TB 2. Gejala-gejala yang harus dicurigai sebagai TB meliputi: a. Gejala Umum - Berat badan turun tanpa sebab jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi - Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik (failure to thrive) dengan memadai - Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran napas akut) dapat disertai keringat malam - Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit - Gejala Respiratorik - Batuk lama lebih 30 hari - Tanda cairan di dada, nyeri dada b. Gejala Spesifik - TB kulit/skrofuloderma - TB tulang dan sendi 1. Tulang pungung (spondilitis) ; gibbus 2. Tulang panggul (koksitis) : pincang 3. Tulang lutut : pincang

4. Tulang kaki dan tangan : Seluruhnya dengan gejala pembengkakan sendi, gibbus, pincang dan sulit membungkuk - TB otak dan susunan saraf pusat Meningitis, dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun - TB Mata (limbus kornea) 1. Conjunctivitis phlyctenularis 2. Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi) 3. Uji Tuberkulin (Mantoux) a. Uji tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi dan kemungkinan TB aktif pada anak b. Dapat mendeteksi TB secara dini c. Uji ini dapat negatif pada TB berat dan anergi (malnutrisi, penyakit sangat berat, pemberian imunosupresif, dll) d. Uji terbekulin (dengan tuberkulin standard) positif bila indurasi > 10 mm gizi baik dan 4. Reaksi cepat BCG Bila pada penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat berupa indurasi >5mm (dalam 3-7 hari) dicurigai telah terinfeksi miobakterium tuberkulosis. 5. Foto rontgen Paru Hasil foto rontgen tidak selalu dapat mendeteksi TB aktif, karena tidak khas. Pembacaan sulit dengan kemungkinan resiko overdiagnosis atau underdiagnosis, kecuali bila ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal. Gambaran rongent paru pada TB: - Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal - Konsolidasi (lobus) - Reaksi pleura dan atau efusi pleura - Kalsifikasi - Atelektasis - Bronkiektasis - Milier - Kavitas - Destroyed lung 6. Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi - Pemeriksaan langsung BTA (mikroskopis) dari dahak (pada anak bilasan lambung karena dahak sulit didapat pada anak) - Biakan hasil TB memakan waktu lama - Cara baru deteksi basil (Bactec, PCR) masih belum dapat dipakai klinis praktis (mahal) - Pemeriksaan serologik (ELISA, PAP, Mycodot dll) masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian klinis praktis 7. Pemeriksaan patologi anatomi

8. Respon terhadap pengobatan dengan OAT. Kalau dalam 2 bulan menggunakan OAT terdapat perbaikan klinis akan menunjang atau memperkuat diagnosis TBC.Bila dijumpai 3 atau lebih dari hal-hal yang mencurugakan atau gejala-gejala klinis umum tersebut diatas, maka anak tersebut harus dianggap TBC dan diberikan pengobatan dengan OAT sambil di observasi selama 2 bulan,bila menunjukan perbaikan, maka diagnosis TBC dapat dipastikan dan OAT diteruskan sampai penderita tersebut sembuh. Bila dalam observasi dengan pemberian OAT selama 2 bulan tersebut diatas, keadaan anak memburuk atau tetap, maka anak tersebut bukan TBC atau mungkin TBC tapi kekebalan obat ganda atau Multiple Drug Resistent ( MDR ). Anak yang tersangka MDR perlu dirujuk ke rumah Sakit untuk mendapat penatalaksanaan spesialistik lebih jelas, lihat alur Deteksi Dini dan Rujukan TBC Anak pada halaman berikut. Penting diperhatikan bahwa bila pada anak dijumpai gejala-gejala berupa kejang kesadaran menurun, kaku kuduk,benjolan dipunggung maka ini merupakan tanda-tanda bahaya,Anak tersebut harus segera dirujuk ke Rumah Sakit untuk penatalaksanaan selanjutnya. Penjaringan Tersangka Penderita TBC Anak bisa berasal dari keluarga penderita BTA positif( Kontak serumah ), masyarakat ( kunjungan posyandu ) , atau dari penderita penderita yang berkunjung ke Puskesmas maupun yang langsung ke Rumah Sakit

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Dahak Dahak merupakan material yang paling penting dan harus diperiksa pada setiap penyakit paru karena hasil pemeriksaan makroskopis dahak dapat membantu menegakkan diagnosis, malah ada dahak yang patognomonis. Pemeriksaan mikroskopis dahak (baik dengan cara pengecatan maupun sitologi) sering dapat membantu menemukan etiologi. Khusus pada tuberkulosis paru, dahak yang mengandung basil tahan asam merupakan satu-satunya pegangan diagnosis yang dipakai dalam program pemberantasan penyakit uberkulosis paru. 1. Cairan Pleura Cairan pleura diperoleh dengan melakukan fungsi percobaan pada kasus-kasus yang diduga tuberkulosis disertai dengan efusi pleura (dengan pemeriksaan fisik) dan dilakukan pemeriksaan baik makroskopis maupun mikroskopis.

2. Darah

Pemeriksaan darah tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk menyokong diagnosa tuberkulosis paru, karena hasil pemeriksaan tidak menunjukkan gambaran yang khas. Gambaran darah kadang-kadang dapat membantu menentukan aktivitas penyakit. 3. Laju Endapan Darah Laju endapan darah sering meningkat pada proses aktiff, tetapi laju endapan darah yang normal tidak dapat mengesampingkan proses tuberkulosis aktif 4. Lekosit Jumlah lekosit dapat normal atau sedikit meningkat pada proses yang aktif. 5. Hemoglobin Pada penyakit tuberkulosis berat serng disertai dengan anemia derajat sedang, bersifat normositik dan sering disebabkan defisiensi besi 6. Uji Tuberkulin Uji tuberculin merupakan pemeriksaan guna menunjukkan reaksi imunitas seluler yang timbul setelah 4-6 minggu penderita mengelami infeksi pertama dengan basil tuberkulosis. Banyak cara yang dipakai, tapi yang paling sering adalah cara mantoux. Robert Koch (1890) membuat old tuberculin dari filtrat kultur basil tuberkulosis dan kemudian penelitian ini dilanjutkan oleh F.B.Siebert (1926) dengan cara memurnikan hasil kultur yang diperoleh menjadi purified protein derivate of tuberculine (PPD). Disamping untuk menunjukkan infeksi dengan basil tuberkulosis uji tuberculin dapat dipakai untuk : Mencari kelompok berisiko tinggi untuk tuberkulosis Pra vaksinasi sebelum disuntik dengan BCG Tuberkulosis surveillance untuk menemukan : insiden dan prevalensi infeksi uberkulosis Reaksi pada uji tuberculin adalah delayed type hypersensitivity. Bila seseorang belum pernah mengami infeksi dengan basil tuberkulosis, maka didalam tubuh orang tersebut akan timbul reaksi sebagai berikut : Reaksi pertama berupa T-limfosit dari host menjadi peka (sensitizied) kemudian bila T-limfosit peka tersebut kontak dengan tuberculin, maka akan menjadi pelepasan mediator limfokin yang mempunyai beberapa fungsi biologis : MMIF(Macrophage Migrating Inhibition factor) SRF(Skin Reactive Factor). Meningkatkan aktivitas makrofag Meningkatkan permeabilitas kapiler darah sehingga terbentuk indurasi pada tempat suntikan

Bahan yang sering dipakai untuk uji tuberculin adalah : Old Tuberculin (OT)

PPD-S Pada tahun 1939 dikembangkan oleh Siebert dan kemudian dipakai oleh WHO PPD-Rt23 dibuat di Copenhagen. Untuk mencegah adsorbsi oleh dinding gelas, maka ditambah 0,0005% Tween 80

Cara Pemberian Intradermal : diberikan dengan cara mantoux, yaitu bahan tes disuntikkan intrakutan pada sisi voler 1/3 atas lengan bawah kiri. Pembacaan Dilakukan 6-8 jam/48jam/72jam setelah penyuntikkan Positif : bila diameter indurasi lebih besar dari10 mm Negatif : Bila indurasi kurang dari 5 mm dan meragukan bila diameter indurasi antara 5-10 mm Uji tuberculin Positif palsu didapatkan pada : 1. Reaksi silang dengan Mycobacterium atipik 2. Pemberian BCG Uji tuberculin negatif sering didapatkan pada : 1. Penyakit berat/akut : tuberkulosis milier, meningitis, kakeksia 2. Penyakit virus : morbili, rubella 3. Malnutrisi : hiponatremi 4. Sarkoidosis 5. Pemakaian obat-obet imunosupresif : kortikosteroid, obat anti kanker. 6. Penyakit-penyakit keganasan (Hodgkins disease) 7. Radiasi 8. Masa inkubasi 9. Lekositosis 10. Anemia pernisiosa 11. Psoriasis, dll. GAMBARAN RADIOLOGIK Gambaran radiologik dapat memperkuat dugaan adanya penyakit tuberculosis paru lebih dini. Gambaran kelainan radiology paru karena proses tuberculosis sudah tampak lebih dahulu kira-kira 2-3 tahun sebelum adanya gejala klinik. Tetapi diagnosa definitive tuberculosis paru tidak dapat dibuat atas dasar gambaran radiology saja karena masih banyak penyakit paru lain yang menyerupai gambaran mirip tuberculosis.

Macam-macam Gambaran Kelainan paru 1. Tuberkulosis paru menahun. Sering dijumpai pada segmen posterior atau apikal dari lobus superior atau pada segmen superior dari lobus inferior. Pda tuberculosis paru menahun, tampak campuran bermacam-macam proses di paru, yaitu proses uberkulosis lama yang sebagian jaringan paru telah mengalami penyembuhan disertai dengan proses baru disekitarnya, sehingga pada suatu daerah tampak gambaran fibrosis, kavitas, kelainan noduler dengan bermacam-macam ukuran serta proses eksudatif. 2. Kelainan akibat penyebaran hematogen, bersifat difus atau simetris kecil-kecil (milier), jadi berbeda dengan penyebaran bronkogen yang tidak simetris dan setempat. 3. Tuberkulosis paru akut dengan gambaran menyerupai proses pneumonia karena infeksi banal yang tidak mudah sembuh jika tidak diberi terapi spesifik 4. Ada konsolidasi homogen yang mengenai satu segmen/lobus, yang disebabkan oleh obstruktif endobronkial. X-foto toraks hanya dapat menunjukkan adanya kelainan di paru seperti luasnya proses, lokalisasi dan macam perubahan yang terjadi tetapi tidak dapat mengetahui etiologinya. Sedangkan luas proses yang tampak pada foto toraks dinyatakan sebagai berikut, sesuai dengan American Thoracic Society dan national Tuberculosis Association : 4.1 Lesi minimal (minimal lesion) Bila proses tuberculosis paru mengenal sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrosternal junction dari iga kedua dan proseus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumai kavitas. 4.2 Lesi sedang (Moderatly advanced) Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan densitas sedang, tetapi luas proses tidak boleh lebih luas dari satu paru. Atau jumlah seluruh proses yang ada paling banyak seluas satu paru atau bila proses tuberkulosis tadi mempunyai densitas lebih padat,lebih tebal (confluent), makal luas proses tersebut tidak boleh lebih dari sepertiga luas satu paru dan proses ini dapat/tidak disertai kavitas. Bila disertai kavitas, maka luas semua kavitas (diameter) tidak boleh lebih dari 4cm. 4.3 Lesi luas Kelainan lebih luas dari lesi sedang

ALUR DETEKSI DINI DAN RUJUKAN TBC ANAK

Hal-hal yang mencurigakan TBC : 1. Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TBC yang BTA positif 2. Terdapat reaksi kemerahan lebih cepat ( dalam 3-7 hari ) setelah Imunisasi dengan BCG 3. Berat badan turun tanpa sebab jelas atau tidak naik dalam 1 bilan meskipun sudah dengan penangan gizi yang baik ( Failure to thrive ) 4. Sakit dan deman lama atau berulang tanpa sebab yang jelas 5. Batuk-batuk lebih dari 3 minggu 6. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang spesifik 7. Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis 9. Tes tuberkulin yang positif ( . 10 mmm) 10. Gambar Foto rontgen sugestif TBC

PERHATIAN Bila terdapat tanda bahaya seperti - Kejang - Kesadaran menurun - Kaku Kuduk - Benjolan dipunggung - Dan kegawatan lain Segera rujuk ke Rumah Sakit

Pemeriksaan lanjutan di RS - Gejala Klinis - Uji Tuberkulin - Foto Rontgen Paru - Pemeriksaan mikrobilogi dan serologi - Pemeriksaan Patologi anatomi Prosedur diagnostik dan tatalaksana sesuai dengan prosedur di RS yang bersangkutan.

Diagnosis pasti

Diagnosis Pasti Diagnosa dibuat bila ada kelainan paru dan ditemukan basil tahan asam dalam dahak, cairan pleura, cairan lambung dan ditempat lain. Dengan ditemukannya basil tuberkulosis, dapat dipastikan bahwa proses masih aktif dan perlu diberikan pengobatan yang sesuai.

Diagnosis Tersangka (suspect) Diagnosis tersangka tuberkulosis paru dibuat hanya berdasarkan kelainan fisik, tetapi tidak dijumpai basil tahan asam di dalam dahak penderita. Menentukan Aktivitas Penyakit Dikatakan aktif bila ditemukan basil tahan asam di dalam dahak. Klinis diduga aktif bila msih ada keluhan khusus dan keluhan umum. Dalam pemeriksaan fisik ditemukan krepitasi, ronki basah atau ada kavitas. Hasil Pemeriksaan darah yang sesuai dapat memperkuat dugaan penyakit yang masih aktif. Salah satu pemeriksaan lain yang dapat membantu menentukan aktifitas penyakit ialah gambaran radiologis. Kemungkinan seseorang menderita tuberkulosis paru aktif bila pada gambaran radiologis paru dijumpai bayangan lunak, ada kavitas atau proses bertambah luas pada pemeriksaan berikutnya Bila dengan cara-cara tersebut belum dapat dip[astikan etiologinya, pengobatan tetap diberikan dengan pengobatan spesifik tuberkulosis memberi hasil yang memuaskan, maka diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan. Cara ini disebut pengobatan ex-juvantibus. Di rumah sakit atau di pusat kesehatan lain dengan fasilitas cukup lengkap, tindakan diagnostik yang masih dapat dilakukan adalah uji tuberculin. Aktifitas penyakit dinyatakan dalam : 1. Aktif 1.1 Bila dahak mengandung basil tuberkulosis 1.2 Bila ada kavitas (kecuali open case dengan basil tahan asam dalam dahak negatif). 1.3 Gambaran radiologis berbeda pada foto tunggal maupun serial. 2. Tenang (quiescent) 2.1 Dahak tidak mengandung basil untuk jangka waktu paling sedikit 6 bulan. 2.2 Gambaran radiologis, tampak proses sabil atau hanya mengalami sedikit perubahan 2.3 Masih ada kavitas (tetapi open case dengan basil tahan asam negatiff) 3. Tidak aktif (inactive) 3.1 Bakteriologis negatif pada pemeriksaan dahak setiap bulan untuk jangka waktu paling sedikit 6 bulan. 3.2 Gambaran radiologis yang dibuat serial menunjukkan proses stabil atau bertambah bersih sedikit atau berrkerut. 3.3 Tidak tampak ada kavitas baik pada foto polos maupun pada tomo gram

Manifestasi Tuberkulosis1. Tuberkulosis milier Tuberkulosis milier disebabkan penyebaran TB dalam jumlah besar melalui aliran darah karena daya tahan pasien terlalu lemah untuk membunuh kuman-kuman tersebut (disebut milier karena luka-luka kecil pada paru tempak sebagai butiran gandum). TB memasuki aliran darah dengan cara : Penyebaran ke dalam aliran darah dari infeksi primer yang baru. Keadaan ini terjadi melalui aliran darah dan kelenjar limfe atau melalui lesi tuberkulosis yang mengiksis pembuluh darah Reaktivitasi kelainan tuberkulosis lama (primerr atau pasca primer dengan pengikisan pembuluh darah.reaktivasi dapat terjadi bila daya tahan pasien menurun, misalnya karena infeksi HIV,gizi buruk atau usia lanjut. Penyebaran ke dalam aliran darah sesudah tindakan bedah pada organ yang megnandung kelainan tubekulosis Gambaran klinis : 1.1 Tuberkulosis milier akut Terdapat riwayat demam yang mulai perlahan-lahan, lesu dan berat badan turun, biasanya berlangsung berminggu-minggu. Keadaan ini mungkin timbul sesudah terkena penyakit lain, misalnya campak. Tidak ada yang khusus mengenai dema, karena bias bervariasi luas. Mungkin terjadi lesi tuberkulosis di suatu tempat tubuh, tetapi sering kali tidak jelas. Kadang kadangterdapat pembesaran hari atau limpa 1.2 Tuberkulisus milier tersembunyi (cryptic) Keadaan ini biasanya terdapat pada orang usia lanjut (lansia). Demamnya seringkali tidak ringan atau tidak teratur. Kadaan ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan. Sering kali terdapat anemi. Biasanya idak ada tanda-tanda fisik lain yang membantu. Tes tuberkulin pada umumnya negaif. Tanpa pengobatan, keadaan pasienlamabat laun memburuk dan berselang bebrapa bulan, akhirnya meninggal,dengan atau tanpa meningitis terminal. 1.3 Tuberkulosis milier non reaktif Sebelum terjadinya epidemi HIV, kejadian ini sangat jarang ditemukan. Sekarang tidak jarang lagi terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV. Keadaan ini adalah bentuk ganas akut dari suatu sptikemia tuberkulosis (penyebaran TB dalam jumlah besar melalui aliran darah). Secara histologis (melalui mikroskop) luka-lukanya tampak nekrotis, tidak khas tuberkulosis, tetapi mengandung sangat banyak kuman TB. Pasien sangat sakit berat. Rontgen totaks mungkin menunjukkan luka-luka, mungkin tidak. Tes tuberkulin negatif.

2. Meningitis tuberkulosis Meningitis tuberkulosis tetap merupakan masalah utama dan merupakan penyebab kematian penting di beberapa negara. M.Tuberculosis tipe human sekarang merupaakn penyebab dari sebagian besar meningitis tuberkulosis. Perjalanan penyakit : Sebagai akibat penyebaran dari focus uberkulosis primer, atau penyebaran dari tuberkulosis milier, tuberkel-tuberkel kecil masuk kedalam otak dan selaput otak. Kadang-kadang tuberkel ini juga dapa masuk kedalam tulang tengkorak dan tulang belakang. Mungkin juga masuk kedalam ruang subarachnoid dan menyebabkan : Peradangan selaput otak Pembentukan massa kelabu berbentuk agar-agar di dasar otak Peradangan serta penyempitan arteri yang menuku otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak secara lokal. 2.1 Gambaran klinis Biasanya terdapat riwayat sakit yang menyeluruh selama 2-8 minggu, rasa lemah, rasa lelah, mudah tersinggung, peruabahan tingkah laku, penurunan nafsu makan, berat badan menurun, dan demam ringan sebagai akibat dari : Peradangan Selaput otak, akan terjadi sakit kepala, muntah dan kaku kuduk Eksudat abu-abu pada dasar otak dapat mengenai saraf-saraf otak dan menimbulkan gejala-gejala : penurunan penglihatan lumpuhnya salah satu kelopak mata, juling, pupil tidak sama besar, ketulian. Edema papil terdapat 40% pasien Terkenanya arteri yang menuju otak dapat menimbulkan kejang-kejang, tidak mampu berbicara atau kelemahan otot lengan atau tungkai, akan tetapi sebagai bagian dari otak dapat terkena. Hidrosefalus juga umum terjadi.hal ini disebabkan oleh tersumbatnya sumbatan eksudat pada beberapa saluran cairan serebrospinal di otak. Hidrosefalus merupakan penyebab utama dari menurunnya kesaran. Kerusakan yang diakibatkan mungkin akan menetap dan penyebab prognosis yang buruk pada pasien yang baru terdiagnosis setelah kesadarannya menurun Sumbatan spinal oleh eksudat dapat menyebabkan kelemahan upper motor neuron atau kelumpuhan tungkai. Tes tuberkulin mungkin negatif terutama pada stadium lanjut TB. 2.2 Diagnosis

Riwayat tuberkulosis pada keluarga atau ditemukannya tuberkulosis di tempat lain pada tubuh akan lebih mengarahkan pada tuberkulosis. Akan tetapi, bukti ang paling baik adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang diperoleh melalui pungsi lumbal. Hal-hal yang penting adalah sebagai berikut : Tekanan biasanya meningkat Penampilan : mula-mula telihat jernih tetapi dapat membentuk bekuan seperti jarring laba-laba bila didiamkan. Dapat berwarna kekuningan bila terjadi sumbatan spinal 3 Sel : 200-800 per mm ; pada awalnya terutama terdiri dari netrofil. Lalu ersirir dari limfosit. Jumlah ini lebih rendah dari AIDS. Glukosa : kadarnya rendah pada 90 % pasien, tetapi mungkin normal pada stadium awal penyakit TB atau AIDS. Hal ini sangan membantu untuk membedakan dengan viral meningitis yang berkadar glukosa normal Bakteriologi : sediaan apus hanya positif pada 10 % kecuali jika jumlah besar (10-12 ml) yang disenrifus lama dan kencang. Bila si pemeriksa menyediakan waktu 3 menit atau lebih untuk melihat sediaan tebal, dapat dicapai hasil positif sampai dengan 90%. Biakan harus dilakukan bila memungkinkan. Biakan biasanya positif, tetapi memberikan kofirmasi yang terlambat untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis bakteriologis mungkin dapat diperoleh secara pasti dengan menemukan mycobacteria pada spesimen lain seperti sputum atau pus. Prognosis : kematian sudah pasti bila penyakit TB tidak diobati makin dini penyakit ini didiagnosis dan diobati, makin besar kemungkinan pasien sembuh tanpa kerusakan serius yang menetap. Makin baik kesadaran pasien ketika pengobatan dimulai, makin baik prognosisnya. Bila pasien dalam keadaan koma, prognosisnya untuk sembuh sempurna sangat buruk. Sayangnya pada 10-30 % pasien yang dapat bertahan hidup terdapat beberapa kerusakan menetap. 3. Tubarkulosis Kelenjar Getah Bening Tuberkulosis kelenjar getah bening sering terjadi, umumnya pada kelenjar getah bening leher, tetapi tekadang mengenai kelemjar getah bening di ketiak atau selangkangan. Bila hal ini terjadi, ada dasar untuk pemiukiran bahwa terdapat focus primer pada daerah aliran getah beningnya bermuara pada kelenjar-kelanjar yang membengkak. Pada kasus-kasu lain kelenjar getah bening klavikula terkena akibat penyebaran melalui kelenjar getah bening mediastinum dengan focus primer di paru, pada anak yang menderita AIDS, pembesaran kelenjar getah bening dapat ditemukan diseluruh tubuh. Gambaran klinis Biasanya tidak terdapat demam pada tuebrkulosis kelenjar getah bening perifer. Tetapi kadang-kadang terdapat demgam ringan

Pada foto rontgen terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada daerah hilum dan sepanjang trakea. Mungkin juga terdapat pembesaran kelenjar getah bening di leher. Testuberkulin biasanya positif Prognosis penyakit ini baik untuk kelangsungan hidup, akan tetapi bila teradapat banyak luka pada tempat keluarnya cairan, akan meninggalkan bekas jaringan parut 4. Tuberkulosis Tulang belakang Munculnya tuberkulosis tulang belakang timbul akibat penyebaran kuman tuberkulosis melalui aliran darah. Pda sekitar 70% dari pasien, dua ruas tulang belakang (vertebrae) terkena : pada 20% pasien tiga atau lebih. Tuberkulosis tulang belakang berawal di sudut anterior superior ( depan,atas) atau inferior(bawah) dari badan vertebra dan meluas ke vertebra yang berdekatan. Diskus terkena dan ruang antar diskus akan menyempit. Sejalan dengan perkembangan penyakit, terbentuk abses yang dapat menjalar ke rongga dada bagian bawah atau ke bawah ligamen inguinal. Hal ini juga dapat menekan sususnan saraf tulang belakang. Lokasi yang paling sering terkena adalah torakal 10. ulang belakang yang semakin jauh dari torakal 10, baik ke atas maupun ke bawah, semakin jarang terkena. 1.1 Gejala Klinis Gejala pertama adalah rasa nyeri. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut anak akan enggan menggerakan punggungya, sehingga seakan-akan kaku. Orang tersebut akan menolak untuk membungkuk atau mengangkat barang dari lantai. Tanda-tanda pada berbagai lokasi : Pada leher. Bila vertebra servikal terkena, pasein akan enggan menoleh, dan mungkin menumpangkan dagunya pada tangan bila duduk. Orang tersebut dapat merasakan nyeri pada leher dan bahunya.sesuai jalur abses, dapat timbul benjolan lunak yang berfluktuasi pada salah satu sisi leher di belaknag otot sternomstoideus atau menonjol di bagian belakng mulut(faring) Pada punggung ke bawah hingga ke tulang rusuk terakhir (regio torakalis) dengan adanya penyakit pada daerah tersebut, psaien merasa punggungnya kaku. Bila orang tersebut memutar tubuhnya, ia akan memutar kakinya ketimbang memutar pinggulnya. Bila mengambil sesuatu dari lantai. Psien akan sementara punggungnya akan tetap kaku. Dikemudian hari dapat tampak benjolan atau lekukan pda tulang belakang (gibbus) yang menandakan lokasi kolapsnya badan vertebra Abses dapat meuas membentuk jalur yang dapat mengelilingi dada ke kiri atau ke kanan dan muncul sebagai benjolan yang lunak pada dinding dada. (abses dingin yang serupa dapat ditimbulkan oleh tuberkulosis kelenjar getah bening interkostal). Bila abses tersebut menekan tulang punggung, susunan saraf tulang belakang dapat tertekan dan mengakibatkan paralysis(paraplegia) Bila tulang belakang dibawah dada yang terkena (regio lumbal), letaknya juga ditulang belakang bagian bawah, tetapi nanah dapat

masuk ke dalam otot-otot yang sama sebagaimana terjadi pda tulang belakng yuang lebih tinggi. Bila hal ini terjadi, tuberkulosis trsebut dapat tampak sengai benjolan lunak di atas atau di bawah ligamen lipat paha atau lebih di bawah lagi pada sisi dalam dari paha(abses psoas). Nanah dapat menyusuri pelvis hingga mencapai permukaan dibelakang sendi pinggul Pada pasien yang kurang gizi dapat timbul demam, penurunan berat badan dan hilangnnya nafsu makan. Pada sebagian besar orang afrika, juga ditemukan pembesaran kelenjar getah bening, tuberkel subkutan, pembesaran hati dan limpa Pada penyakit yang sudah lanjut, terkadang tidak hanya terdapat gibbus(punggung bungkuk membentuk sudut). Dapat juga ditemukan kelemahan tungkai bawah dan paralysis(paraplegia) akibat tekanan pada saraf tulang belakang atau pada pembuluh darah terkait.

1.2 Diagnosis Bila mungkin, ambil foto rontgen antero posterior dan lateral. Cirri-ciri awal yang sering dijumpai adalah hilangnnya anterior superior atau inferior dari badan vertebra dan hilangnya rongga antar vertebra. Tes darah terhadap titer antistafilokokus dan anti streptolisin, hemolisin, tifoid, paratifoid, dan bruselosis dapat membantu penegakan diagnosis Biopsi jarum juga dapat bermanfaat pada kasus-kasus sulit. 5. Pleuritis tuberkulosa Pleuritis tuberculosa biasanya disertaiefusi pleua dan hamper selalu unilateral merupakan komplikasi dini yang sering djumpai pada tuberculosis paru primer pada anak. Patogenesis : Mengenai ini terdapat beberapa kemungkinan : Perluasan suatu focus tuberculosis didaerah subpleura (tich) Penyebaran hematogen (misal pada penyebaran milier) Hipersensitif terhadap tuberculin Gambaran klinis : Perjalanan penyakit pleuritis tuberculosis karakteristik, yaitu biasanya menderita panasselama 1-2 minggu dan pada akhir minggu ketiga suhu badan menurun sampai normal bersamaan dengan resorbsi cairan efusinya.Serta nyeri dada pada anak dewasa, yang akan bertambah nyeri pda pernafasan dalam.Penderita tidak terlalu sesak kecuali jika cairan efusinya banyak. Kelainan yang dapat ditemukan berupa sela iga kadang-

kadng menonjol, pada perkusi terdengar redup atau pekak dan bising nafas berkurang atau hilang. Diagnosis : Ditegakkan berdasarkan gejala klinis, uji tuberculin + disamping hasil pungsi pleura. Pada pungsi pleura akan didapatkan cairan jernih, jading-kadang sedikit hemoragik dan pada pemeriksaan didapat uji Rivalta +, jumlah sel meninggi engan diferensiasi kearah limfosit. Biopsi pleura dilakukan bersamaan dengan pungsi pleura. Pengobatan : Diberikan kombinasi obat tuberkulostatikum dan ditambah dengan kortikosteroid. Tuberkulostatikum sebaiknya kombinasi lebih dari 1 macam obat, misalnya kombinasi Streptomisin, INH, dan Etambutol. Pengeluaran cairan pleura biasanya dilakukan jika cairan banyak yang menyebabkan penderita sesak.

PENGOBATAN TUBERCULOSIS :Dalam melaksanakan pengobatan TB ada 3 hal pokok yang penting untuk diperhatikan yakni : 1. Diberikan dua macam atau lebih obat anti TB 2. Obat diminum secara teratur 3. Obat diberikan untuk waktu yang cukup lama Disamping itu yang penting juga untuk diperhatikan adalah upaya perbaikan gizi serta upaya pengobatan dan pencegahan terhadap penyakit lainnya.Ada dua jenis obat anti TB yaitu Obat Primer (obat anti Tuberculosis tingkat I) dan Obat sekunder (obat anti TB tingkat II). Obat anti tuberculosis Primer adalah INH, PZA, RIF, Streptomisin, dan Etambutol. Sedangkan Obat anti tuberculosis sekunder adalah Kanamisin, PAS (para Amino Salicylic Acid), Tiasetzon, Etionamid, Protionamid, Sikloserin, Viomisin, Kapreomisin, Amikasin, Ofloksasin, Siprofloksasin, Norfloksasin dan Klofazimin. Sampai saat ini Isoniazid (INH) merupakan obat anti TB yang paling bayak dipakai. Efek INH adalah Bakterisid terhadap basil TB baik intrasel maupun ekstra sel. INH mudah diterima pasien, mudah pemberiannya, toksisitasnya relative rendah dan harganya tidak mahal. Penyerapan melalui gastrointestinal mencapai puncaknya dalm 1-2 jam setelah pemberian, dengan dosis 5 mg/Kg BB. Hepatitis merupakan efek toksik paling utama INH tetapi dengan dosis anjuran cukup aman bagi penderita TB.Dalam penggunaan INH piridoksin dibutuhkan kalau ada riwayat kejang pada anak.

Rifampisin (RIF) adalah obat bakterisid untuk M.Tbc, mudah pemberiannya dan toksisitasnya rendah. Keunggulan Rifampisin adalah dapat menenbus jaringan tubuh dengan baik, namun tidak dapat menembus selaput otak yang sehat kecuali kalau ada meningitis. Penyerapan di gastrointestinal sangat cepat dengan dosis 10 mg/Kg BB konsentrasi puncak 6-7 ug per ml serum dapat dicapai dalam 1,5-2 jam setelah pemberian. Dosis maximal RIF adalah 600 mg/hari. Efek samping rifampisin, walaupun jarang terjadi antara lain gangguan gastrointestinal, erupsi kulit, hepatitis dan mungkin juga trombositopenia. Rifampisin diekskresi kedalam urine, airmata, keringat dan cairan tubuh lainnya sehingga menimbulkan warna merah jambu pada cairan tersebut. Pirazinamid (PZA) mempunyai efek bakterisidal terhadap M.tuberculosa dalam lingkungan asam. Oleh karena itu PZA aktif terhadap basil yang berada didalm makrofag karena dalam sel tersebut lingkungannya asam. Penyerapan didalam saluran gastrointestinal terjadi dalam 2 jam, dengan dosis 20-25 mg/KgBB dicapai konsentrasi dalam serum 30-50 ug/ml.PZA dapat menembus hamper seluruh jaringan tubuh termasuk cairan cerebrospinal.Dosis maximalnya adalah 2 g/hari. Efek samping PZA adalah Hepatotoksisitas. Hiperurisemia disertai Atralgia dapat juga terjadi.Kadang-kadang dapat terjadi rash di kulit dan gangguan gastrointestinal. PZA dianggap penting dalam pemberian yang dikombinasikan dengan INH dan RIF. Etambutol (ETB) mempunyai efek bakteriostatik terhadap M.tuberculosis dengan dosis baku.Dengan dosis yang lebih tinggi mungkin mempunyai efek bakterisidal.Dosis yang dianjurkan adalah 15-20 mg/Kg BB. Neuritis retrobulber merupakan efek samping yang paling serius. Gejala efek samping ini adalah gangguan penglihatan., misalnya buta warna merah dan hitam dan skotoma sentral. Streptomisin adalah obat bakterisidal terhadap M.tuberculosis yang efektif dalam suasana basa. Streptomisin harus diberikan secara parenteral.Daya tembus jaringannya sangat baik tetapi tidak dapat mencapai cairan cerebrospinal yang dalam keadaan sehat. Efek sampingnya adalah Ototoksisitas. PAS (Para Amino Salicylic Acid) bersifat bakteriostatok terhadap M.tbc dengan dosis terpeutik 150 mg/KgBB yang diberikan secara oral,dan dosis maximumnya adalah 10-12 g/KgBB. Efek sampingnya adalah gangguan gastrointestinal ,reaksi hiersensitivitas dan hepatitis. Kanamisin adalah obat anti TB yang diberikan secara intramuscular dengandosis 15-30 mg/KgBB/hari. Toksisitasnya terhadanp organ pendengaran sangat tinggi. Capreomycin adalah obat anti TB yang diberikan secara parenteral dengan dosis 15-30 mg/KgBB/hari, dengan dosis maximum 1 gram/hari. Efek sampingnya adalah ketulian dan gangguan ginjal. Dalam pelaksanaan pengobatan TB pada anak kombinasi standard yang dipakai adalah INH, RIF dan PZA. Pada TB berat seperti meningitis TB dan TB milier maka ditambahkan Streptomisin dan atau EMB pada permulaan pengobatan. PZA biasanya diberikan selama 2 bulan sedangkan INH dan RIF diberikan sekama 6 bulan. Pada TB berat dan TB ekstra pulmonal seperti TB tulang sebaiknya INH dan atau RIF diteruskan sampai 12 bualn. Stretomisin dan EMB diberikan pada permulaan pengobatan selama 1-2 bulan.

Kortikosteroid sebagai anti inflamasi diberikan pada Tuberculosis Milier, Meningitis Tuberculosis, Efusi pleura , Pericarditis danTuberculosis berat dengan keadaan umum buruk, untuk mencegah perlengketan jaringan dan mempercepat absorbsi cairan. Biasanya dipakai Prednison atau Pednisolon dengan dosis 1-2 mg/KgBB/hari selama 2-4 minggu, kemudian dihentikan secara pelan-pelan (tapering off). Pengobatan dengan Pembedahan : Saat ini terapi bedah sangat jarang dilakukan terhadap pasien tuberculosa. Indikasi terapi bedah sat ini adalah : 1. Pasien dengan sputum BTA tetap positif (persisten) setelah pengobatan diulang 2. Pasien dengan batuk darah massif atau berulang. 3. Destruksi pulmonary dengan fistula bronkopleura 4. Destruksi pulmonary dengan empiema 5. Ketdakmampuan untuk menyingkirkan adanya kanker.

Interaksi, Kontra Indikasi dan Problem Khusus 1. INH Terjadi interaksi antara INH dengan Phenytoin, karbamazepin dan ethosuksimid sehingga dosis obat-obat tersebut harus diturunkan selama pengobatan, terutama pada penderita yang mempunyai tipe slow acetylators 2. Rifampisin

3.

4.

5. 6. 7. 8. 9.

Rifampisin mengindulsi enzim hepatic mikrosom sehingga meningkatkan kerja enzim, dengan akibat menurunkan paruh waktu dan efisiensi beberapa obat, seperti kortikosteroid, digitalis, oral koumarin, antikoagulan, kontrasepsi oral, dapsone dan OAD ( obat anti diabetes) seperti golongan sulfonil urea dan biguanid. Bila diberikan bersama rifampisin, dosis obat-obat tersebut harus ditingkatkan dua kali untuk memperoleh efek yang sama. Pirazinamid Pirazinamid jangan diberikan pada penderita gout. Oleh karena metabolit primer dari pirazinamid yaitu asam pirazinoik akan menghambat sekresi tubuler ginjal, sehingga meningkatkan asam urat yang selanjutnya dapat menimbulkan serangan gout akut. Streptomisin Penggunaan sreptomisisn pada bayi dan orang tua seringkali menimbuklan initoksikasi. Bila sangat dip[erlukan, dianjurkan menggunakan dosis kecil. Kontraindikasi pemberian Streptomisin adalah penderita dengan kelainan saraf VIII, kehamilan, miastenia gravis. Karena streptomisin merupakan neuromuscular blocker lemah dan pada penderitta hipersensitif terhadap streptomisin. Etambutuol Tidak dibrikan oada anak karena toksis terhadap mata Gangguan Fungsi Ginjal] Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, obat anti tuberkulosis yang dianjurkan ialah INH, RMP,PZA dan diberikan dalam dosis normal Gangguan Fungsi Hati Pada penderita dengan gangguan fungsi hati, perlu dilakuakan pemantuan tes faal hati secara berkala selama pengobatan Kehamilan pada kehamilan semua obat anti tuberkulosis dapat diberikan, kecuali s treptomisin dan kanamisin. Diabetes Melitus Untuk penderita diabetes mellitus, tidak ada modifikasi khusus yang dianjurkan bagi obat anti tuberkulosis, tetapi rifampisin dapat mengadakan interaksi dengan OAD. Bila mengguanakan rifampisin perlu penyesuaian dosis serta perlu dilakukan pemantuan kadar gula dalam darah

Prognosis Tuberculosis ParuSebelum ditemukan anti tuberkulosis, penderita tuberkulosis paru mempunyai masa depan yang suram, seperti halnya penderita kanker paru pada saat ini. Tetapi sejak ditemukan obat anti tuberkulosis, apalagi ditemukan rifampisin dan lain-lain, maka masa depan penderita tuberkulosis sangat cerah. Kecuali penderita yang telah mengalami relaps (kekambuhan), atau terjadi penyulit pada organ apru dan organ lain di dalam rongga dada,

maka penderita-penderita demikian banyak yang jatuh kedalam kor-pulmonal. Bila terbentuk kavernaw yang cukup besar,. Kemungkinan batuk darah hebat dapat terjadi dan keadaan ini sering menimbulkan kematian, walaupun secara tidak langsung. Untuk diabetes mellitus yang sulit dilakukan regulasi, dapat menyebabkan penyembuhan penderita tuberkulosis menjadi lama, walaupun telah memakai regimen yang adekuat

PENCEGAHAN INFEKSI TUBERKULOSIS PARUPencegahan meliputi : a. Terhadap infeksi Tuberkulosis 1. pencegahan terhadap sputum yang infeksius 1.1 case finding : X-foto toraks ysng dikerjakan secara masal Uji tuberculin secara mantoux. 1.2 Isolasi penderita dan mengobati penderita 1.3 Ventilasi harus baik, kepadatan penduduk dikurangi 2. Pasteurisasi susu sapi dan membunuh hewan yang terinfeksi mikobakterium bovis akam mencegah tuberkulosis bovis pada manusia b. Meningkatkan Daya Tahan Tubuh 1. Memperbaiki standard hidup Makan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna Lengkapi perumahan dengan ventilasi yang culup Usahakan setiap hari tidur cukup dan teratur Lakukan olah raga ditempat-tempat yang mempunyai udara segar 2. Usahakan peningkatan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG. Mengenai vaksinasi BCG, hanya sebagian kecil negara saat ini tidak setuju pelaksanaannya, tetapi untuk Indonesia, sampat saat ini vaksinasi BCG masih sangat penting. Banyak keuntungan dibandingkan dengan kerugian yang mungkin ditimbulkan. Saat ini vaksin BCG disediakan dalam bentuk bubuk kering dan disimpan dalam kamar dengan suhu dibawah 6 C. pada udara dan suhu di daerah tropis vaksin BCG dapat bertahan selama satu minggu c. Pencegahan Dengan Mengobati Penderita yang Sakit Dengan Obat Anti Tuberkulosis Kemoprofilaksis Kemoprofilaksis primer diberikan pda anak dengan kontak erat penderita tuberculosis yng menunjang, terutama dengan sputum BTA (+), tetapi belum terinfeksi jadi uji tuberculin negative. Untuk kemoprofilaksis primer dipakai Isoniazid yang dihentikan setelahsumbernya tenang. Setelah kemoprofilaksis primer dihentikan sebaiknya dilakukan uji tuberculin ulang. Kalau menjadi positif harus dievaluasi lanjut.

Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan infeksi tuberculosis, jadi uji tuberculin positif, tetapi tidak sakit TBC, yaitu klinis dan radiologis baik, tetapi mempunyai penyakit TBC.

HiperleukositosisBambang Permono, IDG Ugrasena, Mia Ratwita A.

BATASAN

Hiperleukositosis adalah jumlah leukosit, darah tepi yang melebihi 100.000/.

EPIDEMIOLOGI Keadaan ini ditemukan pada 9-13% anak dengan leukemia limfoblastik akut (LLA), pada 5-22% anak dengan leukemia non limfoblastik akut (LNLA) dan pada hampir semua anak dengan leukemia mieloitik kronik (LMK) fase kronik. Jumlah leukosit darah tepi pada awal diagnosis leukemia akut merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan prognosis. Jumlah leukosit yang tinggi merupakan salah satu penyebab tingginya angka relaps, baik relaps di sumsum tulang maupun di luar sumsum tulang dan rendahnya angka kesintasan (survival) penderita leukemia akut. Di samping merupakan faktor penyebab terjadinya relaps keadaan hiperleukositosis dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi yang mengancam jiwa penderita yang memerlukan tindakan segera sehingga keadaan ini dikategorikan sebagai keadaan kedaruratan onkologi (oncology emergency) yaitu : Sindrom lisis tumor Sindrom Lisis Tumor merupakan kondisi kelainan metabolik sebagai akibat nekrosis sel-sel tumor atau apoptosis fulminan, baik yang terjadi secara spontan maupun setelah terapi. Kelainan yang terjadi meliputi : hiperkalemia, hiperurisemia, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia.

EPIDEMIOLOGI Insiden sindrom lisis tumor tidak diketahui secara pasti. Prevalensinya bervariasi pada berbagai jenis keganasan. Penelitian terhadap pasien dengan limfoma non Hodgkin oleh Hande dan Garrow (1993) didapatkan sebanyak 42% pasien mengalami sindrom lisis tumor pada hasil pemeriksaan laboratoriumnya (asimptomatik) dan hanya sebanyak 6% pasien menunjukkan gejala tumor lisis tumor secara klinis. Penelitian pada anak-anak dengan leukemia limfoblastik akut yang sedang dalam fase induksi kemoterapi didapatkan sebanyak 70% penderita tanpa menunjukkan gejala klinis namun hasil laboratoriumnya menunjukkan telah terjadi sindrom lisis tumor dan hanya 3% yang menunjukkan gejala klinis. Tidak didapatkan perbedaan predileksi insiden sindrom lisis tumor pada laki-laki dan perempuan, ras, atau usia. Beberapa penulis melaporkan terjadinya gangguan fungsi ginjal lebih sering pada usia yang lebih.

PATOFISIOLOGI

Kerusakan sel yang cepat sebagai akibat terapi sitostatika akan diikuti keluarnya materi intraseluler ke sistem sirkulasi. Keluarnya materi intraseluler ini melebihi kemampuan mekanisme buffer seluler dan kemampuan eksresi ginjal, sehingga timbul kekacauan metabolisme. Secara klinis sindrom lisis tumor dapat terjadi secara spontan, namun paling sering terjadi 48-72 jam sesudah dimulainya terapi keganasan. Lisis sel yang terjadi dengan cepat secara langsung akan menyebabkan pengeluaran ion kalium dan fosfat intrasel sehingga terjadi hiperkalemia dan hiperfosfatemia. Asam nukleat purin yang dikeluarkan pada saat kerusakan sel, oleh enzim xhantin oksidase hepar akan dimetabolisme menjadi asam urat yang dapat menyebabkan terjadinya hiperurisemia. Hiperfosfatemia akut akan mengakibatkan terjadinya hipokalsemia dan presipitasi kalsium fosfat di jaringan lunak. Fosfat merupakan anion intraseluler yang pada saat lisis sel-sel tumor sejumlah besar fosfat akan keluar sel dan menimbulkan hiper fosfatemia. Hipokalsemia bisa menyertai hiperfosfatemia karena fosfat akan berikatan dengan kalsium dan mengendap di jaringan dalam bentuk kalsium fosfat, termasuk di jaringan ginjal. Menurut Jones DP pengobatan hipokalsemia pada keadaan hiperfosfatemia akan meningkatkan resiko kalsifikasi, nefrokalsinosis/nefrolitiasis. Hipokalsemia juga bisa timbul karena menurunnya aktivitas enzim 1-hidroksilase di tubulus proksimal dan menurunnya kadar 1.25 dihidroksi vitamin D3. Pada sindrom lisis tumor terjadi penurunan reabsorpsi fosfat di tubulus proksimal menyebabkan peningkatan eksresi fosfat dalam urine. Hal ini meningkatkan resiko nefrokalsinosis dan obstruksi tubulus karena presipitasi kalsium fosfat. Asidosis metabolik dapat meningkatkan perpindahan fosfat dari intraseluler ke ekstraseluler sehingga konsentrasi fosfat dalam plasma meningkat dan beban filtrasi glomerulus juga ikut meningkat. Pemberian natrium bikarbonat untuk alkalinisasi urine akan menurunkan kelarutan kalsium fosfat intravaskuler sehingga resiko presipitasi kalsium fosfat meningkat. Gagal ginjal akut dan pelepasan asam-asam intraseluler dalam jumlah besar akan menimbulkan asidemia; menurunnya konsentrasi bikarbonat dan kesenjangan anion yang melebar. Kondisi asidemia akan memperberat ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi pada sindrom lisis tumor.

MANIFESTASI KLINIS Tidak didapatkan keluhan atau manifestasi klinis yang khas dan spesifik. Keluhan dan kelainan klinis yang timbul merupakan perwujudan kelainan metabolik yang mendasari.

TERAPI Tujuan pengelolaan sindrom lisis tumor adalah mencegah gagal ginjal dan ke tidak seimbangan. Dengan hidrasi yang adekuat melalui cairan intravena D5 NS 3 liter/m2 luas permukaan tubuh perhari akan memperbaiki gangguan elektrolit, meningkatkan volume intravaskuler, meningkatkan aliran darah ke ginjal, meningkatkan GFR dan volume urine

dan mengurangi kemungkinan dialisis. Elektrolit yang berat, untuk itu biasanya dilakukan dengan meningkatkan produksi urine, menurunkan konsentrasi asam urat, dan meningkatkan kelarutan asam urat dalam urine. Hidrasi Hidrasi intravena dilakukan 24-48 jam sebelum kemoterapi dan dilanjutkan sampai 4872 jam sesudahnya akan menurunkan kecepatan pengendapan urat di ginjal dan meningkatkan klirens ura. Hidrasi dilakukan dengan cairan D5 NS 2-4 kali kebutuhan rumatan, dengan demikian GFR dan produksi urine akan meningkat. Produksi urine dipertahankan tidak kurang dari 3 ml/kg/jam untuk anak < 9 tahun atau 90-100 ml/m2 luas permukaan tubuh/jam untuk anak yang lebih tua dengan BJ urine tidak lebih dari 1,010. Kalium dan kalsium harus dihindari dalam cairan intravena. Diuretik bisa diberikan pada pasien dengan produksi urine yang tidak adekuat. Jika produksi urine 60 ml/m2/jam, manitol dapat diberikan dengan dosis 0,5 mg/kbBB selama 15 menit kemudian diikuti dengan pemberian furosemid 1-2 mg/kg berat badan. Penggunaan diuretik, khususnya furosemid bisa dipertimbangkan pada penderita yang sudah terhidrasi dengan baik tapi produksi urine belum adekuat, pada penderita normovolemik dengan hiperkalemia, dan pada penderita yang terbukti mengalami overload cairan.

Alkalinisasi Urine Penggunaan natrium bikarbonat isotonis secara intravena untuk mendorong diuresis alkali mempunyai efek meningkatkan kelarutan asam urat dan mengurangi pengendapan asam urat intratubuler. Penambahan natrium bikarbonat 40-80 mEq/liter, 100-125 mEq/m2 atau 75-100 mEq/liter cairan hidrasi akan membuat pH urine berkisar antara 7,0-7,5 dan BJ urine tidak lebih dari 1,010 sehingga eksresi asam urat menjadi lebih efisien.

Pengobatan Hiperurisemia Beri alopurinol dosis 10 mg/kk bb/hari

DAFTAR PUSTAKA 1. Bunin NJ, Pin CH. Differing Complication of Hyperleukocytosis in Children With Acute Limphoblastic or Acute Nonymphoblastic Leukemia. J Clin Oncol 1985 ; 3 : 1590-5. Dikutip dari Lange B, DAngio G, Ross III AJ, Oneill, Jr. JA, Packer RJ. Oncology Emergencies. Dalam : Pizzo PA, Poplack DG, Penyunting :

Principles and Practice of Pediatric Oncology. ed 2. Philadelphia : JB Lippincott Company, 1993; 964-8. 2. Coccia PF, Bleyer WA, Siegel SE, dkk. Development and Preliminary Findings of Childrens Cancer Study Group Protocols (161, 162 and 163) for Low, Average and High-Risk Acute Lymphoblastic Leukemia in Children. Dalam : Murphy SB, Gilbert, JR, Penyunting. Leukemia Research : Advances in Cell Biology and Treatment. New York : Elsevier Science Publishing, 1983; 241-50. Dikutip dari Lange B, DAngio G, Ross II AJ, ONeill, JR. JA, Packer RJ. Oncology Emergencies. Dalam : Pizzo PA, Poplack DG, Penyunting. Principles and Practice of Pediatric Oncology. ed 2. Philadelphia : JB Lippincott Company, 1993; 964-8. 3. Cuttner J, Holland JF, Norton L, dkk. Therapetuic Leukopheresis for Hyperleukocytosis in Acute Myelocytic Leukemia. Med Pediatric Ocology 1983; 11 : 76. Dikutip dari Baer MR. Management of Unusual Presentations of Acute Leukemia. Dalam : Bloomfield CD, Herzig GP, Penyunting. HematologyOncology Clin Nort Am 1993; 7 : 275-92. 4. Cohen LF, Balow JE, Magrath IT, dkk. Acute Tumor Lysis Syndrome. A Review of 37 Patient With Burkitts Lymphoma. Am J Med 1980 ; 68 : 486. Dikutip dari Allegretta GJ, Weisman SJ, Altman AJ. Oncologic Emergencies I. Metabolic and Space-Occupying Consequences of Cancer Treatment. Dalam : Altman AJ, Penyunting. Pediatric Clin North Am. 1985; 32 : 601-11. 5. De Fronco RA, Bia M, Smith D. Clinical Disorders of Hyperkalemia. Ann Rev. Med 1982 ; 33 : 521. Dikutip dari Allegretta GJ, Weisman SJ, Altman AJ. Oncologic Emergencies I : Metabolic and Space-Occupying Consequences of Cancer and Cancer Treatment. Dalam : Altman AJ, Penyunting. Pediatric Clin North Am. 1985; 32 : 601-11. 6. Equiguren JM, Schel MJ, Crist WM, Kunkel K, Rivera GK. Complications and Outcome in Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia With Hyperleukocytosis. Blood 1992; 79 : 871-75. 7. Grund FM, Armitage JO, Burns CP. Hydroxiurea in The Prevention of The Effects of Leukostasis in Acute Leukemia. Arch Intern Med 1977; 137 : 1246. Dikutip dari Bear MR. Management of Unusual Presentations of Acute Leukemia. Dalam : Bloomfield CD, Herziq GP, Penyunting . Hematology-Oncology Clin North Am 1993; 7 : 275-92. 8. Harris AI. Leukostasis Associated With Blood Transfusion in Acute Myeloid Leukemia. Br Med J 1978; 1 : 1169. 9. Jones DP, Mahmoud H, Chesney RW. Tumor Lysis Syndromes : Pathogenesis and Management. Pediatric Nephrol 1995; 9 : 206-12. 10. Kjellstrand CM, Campbell DC, Von Hartitzsch B, dkk. Hyperuricemic Acute Renal Failure. Arch Intern Med 1974; 133 : 349. Dikutip dari Allegretta GJ, Weisman SJ, Altman AJ. Oncologic Emergencies I : Metabolic and Spaceoccupying Consequences of Cancer and Cancer Treatment. Dalam : Altman AJ, Penyunting. Pediatric Clin of North Am. 1985; 32 : 601-11. 11. Lange B, DAngio G, Ross III AJ, ONeil, Jr. JA, Packer RJ. Oncologic Emergencies. Dalam : Pizzo PA, poplack DG, Penyunting. Principles and practise of Pediatric Oncology. ed 2. Philadelphia : JB Lippincott Company, 1993; 964-8.

12. Lichtman MA, Rowe JM. Hyperleukocytic Leukemias. Rheological, Clinical and Therapeutic Consideration. Blood 1982; 60 : 279-83. Dikutip dari Lange B, DAngio G, Ross III AJ, ONeil, Jr. JA, Packer RJ. Oncology Emergencies. Dalam : pizzo PA, Poplack DG, Penyunting. Principles and Practice of Pediatric Oncology. ed 2. Philadelphia : JB Lippincott Company, 1993; 964-8. 13. Martin G, Barragan E, Bolufer P, Chillon C, Garcia-Sanz R, Gomes T, dkk. Relevance of Presenting White Blood Cell Count and Kinetics of Molecular Remission in The Prognosis of Acute Myeloid Leukemia With CBFbeta/MYH 11 Rearrangement. Haemotologica 2000. 85 (7) : 699-703. Abstrak. 14. Mc Kee C, Collins RD. Intravascular Leukocyte Thrombi and Agregates as a Cause of Morbidity and Mortality in Leukemia. Medicine 1974; 53 : 463. Dikutip dari Baer MR. Management of Unusual Presentations of Acute Leukemia. Dalam Bloomfield CD, Herzig GP, Penyunting. Hematology-Oncology Clin North Am 1993; 7 : 275-92. 15. Stoffel TJ, Nesbit ME, Levitt SH. Extramedularry Involvement of The Testes In Childhood Leukemia. Cancer 1975; 35 : 1203-11. Dikutip dari Harousseau JL, Tobelem G, Schaison G, dkk. High Risk Acute Lymphocytic Leukemia : A Study of 141 Cases With Initial White Blood Cell Counts Over 100,000/cu mm. Cancer 1980; 1 : 1996-2003. 16. Schaison G, Jacquillat C, Weil M, Auclerc MF, Desprez-Curely JP, Bernard J. Rechute a Localisation Gonadique Au Csours Des Leucemies Aiques. Nouv Presse Med 1977; 6 : 1029-32. Dikutip dari Harousseau JL, Tobelem G, Schaison G, dkk. High Risk Acute Lymphocytic Leukemia : A Study of 141 Cases With Initial White Blood Cell Counts Over 100,000/cu mm. Cancer 1980; 1 : 1996-2003. 17. Stapleton FB, Strother DR, roy S, dkk. Acute Renal Failure at Onset of Therapy for Advanced Stage Burkitt Lymphoma and B Cell Acute Lymphoblastic Lymphoma. Pediatrics 1988; 82 : 863-9. Dikutip dari Andreoli SP. Management of Acute Renal Failure. Dalam : Barrat TM, Avner ED, Harmon WE. Pediatric Nefrology. Ed 4. Baltimore : Lippincott Williams & Wilkins 1999; 1119-33. 18. Whang R. Hyperkalemia : Diagnosis and Treatment. Am J Sci 1976; 272 : 19. Dikutip dari Allegretta GJ, Weisman SJ, Altman AJ. Oncologic Emergencies I : Metabolic and Space-occupying Consequences of Cancer and Cancer Treatment. Dalam : Altman AJ, Penyunting. Pediatric Clin North am. 1985; 32 : 601-11.