4. Bab II Geomorfologi
-
Upload
chrizt-anak-batu -
Category
Documents
-
view
113 -
download
7
Transcript of 4. Bab II Geomorfologi
BAB II
GEOMORFOLOGI
II.1 Geomorfologi Regional
Tinjauan geologi regional daerah penelitian termasuk dalam wilayah
lembar Geologi Lembar Majene dan Palopo Bagian Barat dengan koordinat
118o45’00” – 120o30’00” BT dan 3o00’00” – 4o00’00” LS . Daerah pemetaan ini
meliputi daerah tingkat II Kabupaten Pare – Pare, Sidrap, Wajo, Pinrang,
Enrekang, Luwu, Palopo dan Tana Toraja. Semuanya termasuk dalam wilayah
Tingkat I Provinsi Sulawesi Selatan sedangkan daerah Majene, Polmas dan
Mamasa, yang termasuk dalam wilayah Tingkat I Propinsi Sulawesi Barat. Peta
Geologi Lembar ini berbatasan dengan Lembar Mamuju di bagian utara, Lembar
Pangkajene dan Watampone bagian barat di bagian selatan, Selat Makassar di
bagian barat dan Teluk Bone di bagian timur ( Djuri dan Sudjatmiko, 1974 ;
Djuri dkk, 1998 ). Selain itu daerah penelitian juga termasuk dalam wilayah Peta
Geologi Lembar Compong, dengan titik koordinat 120o05’00” – 120o09’00” BT
dan 03o42’00” – 03o45’00” LS meliputi daerah Sidrap yang termasuk dalam
wilayah Propinsi Sulawesi Selatan (Sukido dkk, 1997).
Ditinjau dari geomorfologi regional, daerah penelitian terletak pada Busur
Sulawesi Barat bagian utara yang dicirikan oleh aktivitas volkanik dan intrusi
15
16
Gam
bar
2.1
Mor
folo
gi U
mum
Dae
rah
Kab
upat
en S
idra
p
magma bersifat kalk-alkalin berkomposisikan asam hingga intermedit yang terdiri
dari pegunungan, perbukitan dan dataran rendah. Daerah pegunungan menempati
bagian Utara, Barat dan Selatan sedangkan bagian tengah merupakan perbukitan
bergelombang dan bagian timur merupakan dataran rendah.
Berdasarkan tektonik lempeng ( Sukamto, 1975 ) Sulawesi dapat dibagi
menjadi tiga mandala geologi yaitu Mandala Sulawesi Barat, Mandala Sulawesi
Timur dan Banggai-Sula. Masing-masing mandala geologi ini dicirikan oleh
variasi batuan, struktur dan sejarah geologi yang berbeda satu sama lain. Daerah
penelitian merupakan bagian dari Mandala Sulawesi Barat yang berbatasan
dengan Mandala Sulawesi Timur, dimana keduanya dipisahkan oleh sesar Palu-
Koro.
Menurut Sukamto ( 1975 ), sebagian pegunungan ini terbentuk oleh
batuan gunung api dengan ketinggian rata-rata 1500 m dari permukaan laut ke
arah timur rangkaian pegunungan ini relatif menyempit dan rendah dengan
morfologi bergelombang lemah sampai kuat. Dibagian pesisir timur yang
berbatasan dengan Teluk Bone merupakan dataran rendah, secara umum disusun
oleh alluvium.
II.2 Geomorfologi Daerah Penelitian
Pembahasan geomorfologi daerah penelitian terdiri dari penjelasan
mengenai satuan geomorfologi dan analisis sungai yang terdiri dari klasifikasi
sungai, penentuan pola aliran sungai, tipe genetik dan stadia sungai. Pembahasan
17
tersebut berdasarkan kondisi geologi yang dijumpai di lapangan, hasil
interprestasi peta topografi, kemudian pada bagian akhir akan dijelaskan
mengenai stadia daerah penelitian.
II.2.1 Satuan Geomorfologi
Secara luas geomorfologi dapat diartikan sebagai studi yang
mendeskripsikan bentuk lahan (bentangalam) dan proses–proses yang membentuk
bentangalam tersebut. Bentangalam adalah kenampakan relief di permukaan bumi
yang dibentuk oleh proses- proses alami yang memiliki komposisi tertentu baik
karakteristik fisik maupun visual. Bentangalam tersebut mempunyai bentuk yang
bervariasi dan dapat diklasifikasikan berdasarkan faktor-faktor tertentu antara lain
proses, stadia, jenis litologi penyusun serta pengaruh struktur geologi atau
tektonik yang bekerja (Thornbury,1969).
Pembahasan geomorfologi daerah penelitian meliputi penjelasan mengenai
pembagian satuan geomorfologi, uraian tentang sungai daerah penelitian termasuk
jenis tipe genetik sungai, pola aliran sungai, stadia sungai, dan pada akhirnya
kesimpulan mengenai stadia daerah penelitian.
Pengelompokkan bentangalam menjadi satuan–satuan geomorfologi
didasarkan pada morfometri dan morfografi yang meliputi beberapa aspek
pendekatan yaitu : pendekatan relief dan beda tinggi, bentuk serta kenampakan
bentangalam di lapangan. Pendekatan relief dan beda tinggi didasarkan dari
kemiringan lereng serta perbedaan ketinggian yang ditunjang dengan kenampakan
18
lapangan yang diperoleh dari hasil pengamatan lapangan dan pengambilan data
pada daerah penelitian.
Berdasarkan parameter tersebut maka satuan bentangalam daerah penelitian
terdiri atas :
1. Satuan bentangalam perbukitan bergelombang
2. Satuan bentangalam perbukitan tersayat tajam.
II.2.1.1 Satuan Bentangalam Perbukitan Bergelombang
Satuan bentangalam perbukitan bergelombang (Foto 2.1) ini memiliki
kemiringan lereng yaitu 14o – 20o dan beda tinggi sekitar 75 – 200 meter dengan
titik tertinggi yaitu sekitar 232 meter dan titik terendah sekitar 68 meter, relief
relatif bergelombang dengan bentuk lembah yang menyerupai bentuk huruf “U”
landai, menempati sekitar 20.8% dari keseluruhan daerah penelitian dengan luas ±
8,56 km2. Penyebaran pada bagian Selatan daerah penelitian yang relatif
memanjang kearah Timur hingga bagian Barat Daya daerah penelitian yang
mencakup daerah Panreng dan Lombok.
Sungai yang mengalir pada satuan bentangalam ini adalah Salo Paung,
Salo Maula, dan Salo Likkua. Sungai-sungai tersebut berada pada bagian Barat
Daya daerah penelitian.
Litologi penyusun satuan geomorfologi ini yaitu batuan beku Basal porfiri
dan batuan sedimen berupa Batulempung karbonatan dan Batugamping. Struktur
geologi yang terdapat pada satuan bentangalam ini berupa kekar dan sesar.
Sebagian besar daerah ini dimanfaatkan oleh penduduk setempat sebagai lahan
perkebunan coklat, jeruk, lada dan durian.
19
Foto 2.1 Kenampakan relief perbukitan bergelombang. Difoto relatif ke arah Tenggara stasiun 69.
II.2.1.2 Satuan Bentangalam Perbukitan Tersayat Tajam
Satuan geomorfologi perbukitan tersayat tajam (Foto 2.2) ini memiliki
persentase kemiringan lereng yaitu 21o – 55o dan beda tinggi sekitar 200 – 500
meter, dengan titik tertinggi yaitu sekitar 563 meter dan titik terendah sekitar 186
meter, dengan relief relatif yang terjal hingga sangat terjal dimana puncak-
puncaknya berbentuk membulat hingga meruncing dan profil lembah berbentuk
huruf “ V “ dengan permukaan lereng yang bergelombang. menempati sekitar
79.2% dari keseluruhan daerah penelitian dengan luas ± 32,67 km2. Penyebaran
berada pada bagian Utara daerah penelitian yang memanjang relatif Tenggara
hingga bagian Barat Laut daerah penelitian yang mencakup daerah Panreng dan
Lombok.
20
Foto 2.1 Kenampakan relief relatif perbukitan bergelombang. Difoto relatif kearah Tenggara stasiun 69.
Foto 2.2 Kenampakan relief perbukitan tersayat tajam. Difoto relatif ke arah Barat Laut desa Lombok
Satuan litologi penyusun satuan morfologi ini yang sangat dominan yaitu
batuan beku basal porfiri dan batulempung karbonatan yang sangat berpengaruh
dalam pembentukan morfologi hubungannya dengan sifat dan jenis litologi.
Struktur geologi yang terdapat pada satuan bentangalam ini berupa kekar
dan sesar yang mengontrol pembentukan morfologi yang dicirikan oleh pola
pembentukan aliran sungai dan tingkat pelapukan dan erosi yang kuat pada zona-
zona hancuran pada zona Sesar Geser Lombok. Sebagian besar daerah ini
dimanfaatkan oleh penduduk setempat sebagai lahan perkebunan coklat, jeruk,
lada dan durian serta hutan lindung.
21
II.2.2 Sungai
Sungai adalah aliran air pada permukaan bumi yang terkonsentrasi dan
mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah ( Thornburry, 1969 ).
Pembahasan mengenai sungai pada daerah penelitian meliputi uraian
tentang klasifikasi sungai, pola aliran sungai, tipe genetik sungai serta penetuan
stadia sungai. Adapun sungai yang utama yang berada pada daerah penelitian
yaitu Salo Lombok dengan beberapa anak sungai.
II.2.2.1 Klasifikasi Sungai
Berdasarkan sifat alirannya, maka aliran sungai pada daerah penelitian
termasuk dalam aliran eksternal, yaitu aliran air yang mengalir di permukaan
bumi membentuk sungai.
Berdasarkan pada kuantitas/volume airnya, maka sungai utama dan anak
sungai yang mengalir di daerah penelitian digolongkan dalam tipe sungai :
Sungai Permanen yaitu sungai yang mengalirkan air sepanjang tahun, pada
musim hujan volume air bertambah dan pada musim kemarau volume air
berkurang ( Thornbury, 1969 ). Jenis sungai ini berkembang pada Sungai
utama yaitu Salo Lombok pada daerah penelitian ( Foto 2.3 )
Sungai Tidak Permanen, yaitu sungai yang mengalirkan air pada musim hujan
dan kering pada musim kemarau, dimana dikontrol litologi yang dilalui oleh
sungai ini berupa basal porfiri, batulempung karbonatan dan batugamping. Salo
Arangan, Salo Talorong, Salo Barabba, Salo Pabicara, Salo Maula (Foto 2.4),
Salo Likkua, dan Salo Paung.
22
Foto 2.4 Kenampakan sungai tidak Permanen pada Salo Maula. Difoto relatif ke arah Tenggara Stasiun 54
23
Foto 2.3 Kenampakan sungai Permanen pada Salo Lombok. Difoto relatif ke arah Barat Daya stasiun 73
II.2.2.2 Pola Aliran Sungai
Pola pengaliran (drainage pattern) adalah penggabungan dari beberapa
individu sungai yang saling berhubungan membentuk suatu pola dalam kesatuan
ruang (Thornburry, 1969).
Perkembangan pola aliran sungai tersebut sangat dikontrol oleh kondisi
struktur geologi, kemiringan lereng, perbedaan tingkat resistensi batuan, serta
jenis batuan dasarnya.
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisa peta topografi dengan
memperhatikan orientasi serta hubungan antara anak-anak sungai dengan sungai
utama, maka pola aliran yang berkembang pada daerah penelitian diklasifikasikan
sebagai pola aliran dendritik dan sub rectangular (Thornbury, 1969).
Pola aliran dendritik dicirikan dengan pola aliran sungai yang menyerupai
cabang-cabang pohon yang tidak teratur, biasanya berkembang pada daerah yang
memiliki litologi batuan dan resistensi yang relatif seragam sehingga umumnya
pola ini dikontrol oleh arah kemiringan lerengnya. Sedangkan pola aliran sub
rectangular memperlihatkan alur-alur pengaliran yang berbelok relatif tegak lurus
satu dengan yang lainnya, biasanya pola ini berkembang pada daerah yang telah
mengalami proses pengkekaran atau pensesaran. Pola aliran dendritik berkembang
relatif dari Utara – Selatan pada bagian bawah daerah penelitian pada satuan
bentangalam perbukitan bergelombang sedangkan Pola aliran subrectangular
berkembang relatif dari Barat Laut-Tenggara pada satuan bentangalam perbukitan
tersayat tajam pada daerah penelitian.
24
II.2.2.3 Tipe Genetik Sungai
Tipe genetik sungai merupakan hubungan antara arah aliran sungai dengan
kedudukan perlapisan batuan sedimen (Thornburry, 1969).
Berdasarkan uraian diatas maka tipe genetik sungai pada daerah penelitian
dibagi menjadi :
Tipe genetik konsekuen dimana arah aliran sungai searah dengan
kemiringan lapisan batuan. Sungai-sungai yang digolongkan dalam tipe
genetik konsekuen pada daerah penelitian yaitu Salo Paung, Salo Likkua dan
Salo Maula (Foto 2.5)
Tipe genetik Insekuen, dimana arah aliran sungai tidak dipengaruhi oleh
kedudukan batuan. Sungai-sungai yang digolongkan dalam tipe genetik
insekuen pada daerah penelitian yaitu Salo Barabba, Salo Arangan, Salo
Talorong dan Salo Lombok (Foto 2.6).
25
Foto 2.5 Tipe genetik konsekuen pada Salo Paung. Difoto relatif ke arah Barat Daya Stasiun 55
II.2.2.4 Stadia Sungai
Penentuan stadia sungai pada daerah penelitian didasarkan pada bentuk
lembah sungai, jenis erosi, kelokan sungai, dan pengendapan yang bekerja
sepanjang sungai serta bentuk aliran sungai.
Sungai-sungai yang mengalir pada daerah penelitian terdiri dari sungai
utama yaitu Salo Lombok yang relatif mengalir ke Barat Laut – Tenggara. dan
anak sungai seperti Salo Arangan, Salo Barabba, Salo Tolorong, Salo Maula, Salo
Paung, Salo Likkua dan Salo Pabicara. Dari hasil pengamatan yang dilakukan
pada sungai utama, nampak bahwa sungai utama memiliki penampang dan
lembah sungai yang relatif lebar yang berbentuk huruf “U” serta gradient sungai
26
Foto 2.6 Tipe genetik Insekuen pada Salo Lombok. Difoto relatif ke arah Selatan stasiun 16
yang landai (Foto 2.7), sedangkan untuk anak sungai yang lainnya kebanyakan
memiliki gradient terjal dengan bentuk penampang sungai “ V “.
Adanya dasar lembah yang lebar mengindikasikan bahwa erosi lateral juga
cukup intens bekerja pada daerah penelitian,. Selain itu disepanjang sungai utama
dijumpai endapan alluvial berupa point bar dan channel bar (Foto 2.8), dimana
materialnya adalah pasir dan kerikil dari hulu sungai, hal ini dapat menunjukkan
bahwa sungai yang terdapat pada daerah penelitian berstadia muda menjelang
dewasa.
27
Foto 2.7 Kenampakan penampang sungai pada Salo Lombok yang menyerupai huruf “U”. Difoto relatif ke arah Barat Daya stasiun 78
2.2.3 Stadia Daerah Penelitian
Menurut Thornburry (1969), stadia daerah penelitian ditentukan
berdasarkan pada siklus erosi dan pelapukan, yaitu berbagai proses lanjutan yang
dialami oleh daerah ini mulai dari saat terangkat hingga terjadi perataan. Hal
tersebut terlihat dari tingkat erosinya, yang ditentukan oleh stadia sungai dan
kenampakan morfologi permukaan.
Pada daerah penelitian, analisis stadia ditinjau dari tingkat erosi yang telah
terjadi dan proses pengikisan lembah-lembah sungai yang menghasilkan
penampang sungai. Jenis erosi yang terjadi didominasi oleh riil erotion dan gully
erotion, bentuk penampang melintang dari lembah sungainya, dimana
memperlihatkan bentuk profil menyerupai huruf “V” dan “U” serta pada sungai
28
Foto 2.8 Kenampakan endapan sungai pada Salo Lombok (A) Point Bar dan (B) Channel Bar .Difoto relatif ke arah Timur Laut stasiun 70
A
B
Tabel 2.1 Tabel deskripsi satuan morfologi daerah penelitian
Aspek GeomorfologiSatuan Bentang Alam
Perbukitan Bergelombang Miring
Perbukitan Tersayat Tajam
Luas Wilayah (km²) (….%) 8,56 (20.8% ) 32,67(79.2%)
Morfologi
Sudut Lereng (…°) 14-20 21-55Persentase Sudut (%) 9 - 12 15-20Beda Tinggi (meter) 75-200 563Relief bergelombang miringBentuk Puncak Bentuk Lembah "V" "V - U"
Bentuk Lereng
Morfogenesa
Jenis Pelapukan kimia dan fisika kimia dan fisikaTingkat Pelapukan sedang - tinggi sedang
SoilJenis residual soil residual soilTebal 0,5 – 1 meter 0,3-2 meterWarna Kecoklatan - hitam Kuning kecoklatan
Tingkat Erosi sedang sedang
Jenis Erosi riil erosion, gulley erosion riil erosion dan gulley
erosionGerakan Tanah debris slide debris slidePengendapan Sedimen butiran - bongkah -
Sungai
Tipe Genetik Konsekuen, insekuen Insekuen, konsekuenJenis permanen Tidak permanenPenampang “V” simetris “U” dan “V” simetris
Pola Saluransempit, lurus, asimetris dan
relatif lurus, sedikit berkelok lebar, simetris -asimetris dan
berkelokStadia muda muda menjelang dewasa
Litologi PenyusunBatugamping, Batulempung
karbonatanBasal porfiri Batugamping, Batulempung karbonatan
Tata Guna Lahan perkebunan dan pemukiman Hutan Produksi, perkebunan, Struktur Geologi kekar kekar dan sesar geser
Stadia Daerah Muda menjelang dewasa Muda menjelang dewasa
utama dijumpai adanya sedimentasi endapan sungai dan jeram-jeram sungai.
Selain itu pada sungai utama dijumpai kelokan sungai berupa incised meander
yang tidak memiliki dataran banjir yang diakibatkan adanya proses peremajaan
kembali atau rejuvinasi yang ditandai oleh adanya endapan material sedimen pada
29
tebing sungai dan tidak dijumpainya dataran banjir pada sungai di daerah
penelitian.
Bentuk bentang alam daerah penelitian di dominasi oleh perbukitan
bergelombang dan terjal dengan bentuk lereng lurus hingga cembung tidak
teratur. Lembah-lembah pada daerah penelitian umumnya sempit. Berdasarkan
ciri-ciri tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan daerah
penelitian telah berada pada stadia muda menjelang dewasa.
30