4. Bab II Geomorfologi

23
BAB II GEOMORFOLOGI II.1 Geomorfologi Regional Tinjauan geologi regional daerah penelitian termasuk dalam wilayah lembar Geologi Lembar Majene dan Palopo Bagian Barat dengan koordinat 118 o 45’00” – 120 o 30’00” BT dan 3 o 00’00” – 4 o 00’00” LS . Daerah pemetaan ini meliputi daerah tingkat II Kabupaten Pare – Pare, Sidrap, Wajo, Pinrang, Enrekang, Luwu, Palopo dan Tana Toraja. Semuanya termasuk dalam wilayah Tingkat I Provinsi Sulawesi Selatan sedangkan daerah Majene, Polmas dan Mamasa, yang termasuk dalam wilayah Tingkat I Propinsi Sulawesi Barat. Peta Geologi Lembar ini berbatasan dengan Lembar Mamuju di bagian utara, Lembar Pangkajene dan Watampone bagian barat di bagian selatan, Selat Makassar di bagian barat dan Teluk Bone di bagian timur ( Djuri dan Sudjatmiko, 1974 ; Djuri 15

Transcript of 4. Bab II Geomorfologi

Page 1: 4. Bab II Geomorfologi

BAB II

GEOMORFOLOGI

II.1 Geomorfologi Regional

Tinjauan geologi regional daerah penelitian termasuk dalam wilayah

lembar Geologi Lembar Majene dan Palopo Bagian Barat dengan koordinat

118o45’00” – 120o30’00” BT dan 3o00’00” – 4o00’00” LS . Daerah pemetaan ini

meliputi daerah tingkat II Kabupaten Pare – Pare, Sidrap, Wajo, Pinrang,

Enrekang, Luwu, Palopo dan Tana Toraja. Semuanya termasuk dalam wilayah

Tingkat I Provinsi Sulawesi Selatan sedangkan daerah Majene, Polmas dan

Mamasa, yang termasuk dalam wilayah Tingkat I Propinsi Sulawesi Barat. Peta

Geologi Lembar ini berbatasan dengan Lembar Mamuju di bagian utara, Lembar

Pangkajene dan Watampone bagian barat di bagian selatan, Selat Makassar di

bagian barat dan Teluk Bone di bagian timur ( Djuri dan Sudjatmiko, 1974 ;

Djuri dkk, 1998 ). Selain itu daerah penelitian juga termasuk dalam wilayah Peta

Geologi Lembar Compong, dengan titik koordinat 120o05’00” – 120o09’00” BT

dan 03o42’00” – 03o45’00” LS meliputi daerah Sidrap yang termasuk dalam

wilayah Propinsi Sulawesi Selatan (Sukido dkk, 1997).

Ditinjau dari geomorfologi regional, daerah penelitian terletak pada Busur

Sulawesi Barat bagian utara yang dicirikan oleh aktivitas volkanik dan intrusi

15

Page 2: 4. Bab II Geomorfologi

16

Gam

bar

2.1

Mor

folo

gi U

mum

Dae

rah

Kab

upat

en S

idra

p

Page 3: 4. Bab II Geomorfologi

magma bersifat kalk-alkalin berkomposisikan asam hingga intermedit yang terdiri

dari pegunungan, perbukitan dan dataran rendah. Daerah pegunungan menempati

bagian Utara, Barat dan Selatan sedangkan bagian tengah merupakan perbukitan

bergelombang dan bagian timur merupakan dataran rendah.

Berdasarkan tektonik lempeng ( Sukamto, 1975 ) Sulawesi dapat dibagi

menjadi tiga mandala geologi yaitu Mandala Sulawesi Barat, Mandala Sulawesi

Timur dan Banggai-Sula. Masing-masing mandala geologi ini dicirikan oleh

variasi batuan, struktur dan sejarah geologi yang berbeda satu sama lain. Daerah

penelitian merupakan bagian dari Mandala Sulawesi Barat yang berbatasan

dengan Mandala Sulawesi Timur, dimana keduanya dipisahkan oleh sesar Palu-

Koro.

Menurut Sukamto ( 1975 ), sebagian pegunungan ini terbentuk oleh

batuan gunung api dengan ketinggian rata-rata 1500 m dari permukaan laut ke

arah timur rangkaian pegunungan ini relatif menyempit dan rendah dengan

morfologi bergelombang lemah sampai kuat. Dibagian pesisir timur yang

berbatasan dengan Teluk Bone merupakan dataran rendah, secara umum disusun

oleh alluvium.

II.2 Geomorfologi Daerah Penelitian

Pembahasan geomorfologi daerah penelitian terdiri dari penjelasan

mengenai satuan geomorfologi dan analisis sungai yang terdiri dari klasifikasi

sungai, penentuan pola aliran sungai, tipe genetik dan stadia sungai. Pembahasan

17

Page 4: 4. Bab II Geomorfologi

tersebut berdasarkan kondisi geologi yang dijumpai di lapangan, hasil

interprestasi peta topografi, kemudian pada bagian akhir akan dijelaskan

mengenai stadia daerah penelitian.

II.2.1 Satuan Geomorfologi

Secara luas geomorfologi dapat diartikan sebagai studi yang

mendeskripsikan bentuk lahan (bentangalam) dan proses–proses yang membentuk

bentangalam tersebut. Bentangalam adalah kenampakan relief di permukaan bumi

yang dibentuk oleh proses- proses alami yang memiliki komposisi tertentu baik

karakteristik fisik maupun visual. Bentangalam tersebut mempunyai bentuk yang

bervariasi dan dapat diklasifikasikan berdasarkan faktor-faktor tertentu antara lain

proses, stadia, jenis litologi penyusun serta pengaruh struktur geologi atau

tektonik yang bekerja (Thornbury,1969).

Pembahasan geomorfologi daerah penelitian meliputi penjelasan mengenai

pembagian satuan geomorfologi, uraian tentang sungai daerah penelitian termasuk

jenis tipe genetik sungai, pola aliran sungai, stadia sungai, dan pada akhirnya

kesimpulan mengenai stadia daerah penelitian.

Pengelompokkan bentangalam menjadi satuan–satuan geomorfologi

didasarkan pada morfometri dan morfografi yang meliputi beberapa aspek

pendekatan yaitu : pendekatan relief dan beda tinggi, bentuk serta kenampakan

bentangalam di lapangan. Pendekatan relief dan beda tinggi didasarkan dari

kemiringan lereng serta perbedaan ketinggian yang ditunjang dengan kenampakan

18

Page 5: 4. Bab II Geomorfologi

lapangan yang diperoleh dari hasil pengamatan lapangan dan pengambilan data

pada daerah penelitian.

Berdasarkan parameter tersebut maka satuan bentangalam daerah penelitian

terdiri atas :

1. Satuan bentangalam perbukitan bergelombang

2. Satuan bentangalam perbukitan tersayat tajam.

II.2.1.1 Satuan Bentangalam Perbukitan Bergelombang

Satuan bentangalam perbukitan bergelombang (Foto 2.1) ini memiliki

kemiringan lereng yaitu 14o – 20o dan beda tinggi sekitar 75 – 200 meter dengan

titik tertinggi yaitu sekitar 232 meter dan titik terendah sekitar 68 meter, relief

relatif bergelombang dengan bentuk lembah yang menyerupai bentuk huruf “U”

landai, menempati sekitar 20.8% dari keseluruhan daerah penelitian dengan luas ±

8,56 km2. Penyebaran pada bagian Selatan daerah penelitian yang relatif

memanjang kearah Timur hingga bagian Barat Daya daerah penelitian yang

mencakup daerah Panreng dan Lombok.

Sungai yang mengalir pada satuan bentangalam ini adalah Salo Paung,

Salo Maula, dan Salo Likkua. Sungai-sungai tersebut berada pada bagian Barat

Daya daerah penelitian.

Litologi penyusun satuan geomorfologi ini yaitu batuan beku Basal porfiri

dan batuan sedimen berupa Batulempung karbonatan dan Batugamping. Struktur

geologi yang terdapat pada satuan bentangalam ini berupa kekar dan sesar.

Sebagian besar daerah ini dimanfaatkan oleh penduduk setempat sebagai lahan

perkebunan coklat, jeruk, lada dan durian.

19

Page 6: 4. Bab II Geomorfologi

Foto 2.1 Kenampakan relief perbukitan bergelombang. Difoto relatif ke arah Tenggara stasiun 69.

II.2.1.2 Satuan Bentangalam Perbukitan Tersayat Tajam

Satuan geomorfologi perbukitan tersayat tajam (Foto 2.2) ini memiliki

persentase kemiringan lereng yaitu 21o – 55o dan beda tinggi sekitar 200 – 500

meter, dengan titik tertinggi yaitu sekitar 563 meter dan titik terendah sekitar 186

meter, dengan relief relatif yang terjal hingga sangat terjal dimana puncak-

puncaknya berbentuk membulat hingga meruncing dan profil lembah berbentuk

huruf “ V “ dengan permukaan lereng yang bergelombang. menempati sekitar

79.2% dari keseluruhan daerah penelitian dengan luas ± 32,67 km2. Penyebaran

berada pada bagian Utara daerah penelitian yang memanjang relatif Tenggara

hingga bagian Barat Laut daerah penelitian yang mencakup daerah Panreng dan

Lombok.

20

Page 7: 4. Bab II Geomorfologi

Foto 2.1 Kenampakan relief relatif perbukitan bergelombang. Difoto relatif kearah Tenggara stasiun 69.

Foto 2.2 Kenampakan relief perbukitan tersayat tajam. Difoto relatif ke arah Barat Laut desa Lombok

Satuan litologi penyusun satuan morfologi ini yang sangat dominan yaitu

batuan beku basal porfiri dan batulempung karbonatan yang sangat berpengaruh

dalam pembentukan morfologi hubungannya dengan sifat dan jenis litologi.

Struktur geologi yang terdapat pada satuan bentangalam ini berupa kekar

dan sesar yang mengontrol pembentukan morfologi yang dicirikan oleh pola

pembentukan aliran sungai dan tingkat pelapukan dan erosi yang kuat pada zona-

zona hancuran pada zona Sesar Geser Lombok. Sebagian besar daerah ini

dimanfaatkan oleh penduduk setempat sebagai lahan perkebunan coklat, jeruk,

lada dan durian serta hutan lindung.

21

Page 8: 4. Bab II Geomorfologi

II.2.2 Sungai

Sungai adalah aliran air pada permukaan bumi yang terkonsentrasi dan

mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah ( Thornburry, 1969 ).

Pembahasan mengenai sungai pada daerah penelitian meliputi uraian

tentang klasifikasi sungai, pola aliran sungai, tipe genetik sungai serta penetuan

stadia sungai. Adapun sungai yang utama yang berada pada daerah penelitian

yaitu Salo Lombok dengan beberapa anak sungai.

II.2.2.1 Klasifikasi Sungai

Berdasarkan sifat alirannya, maka aliran sungai pada daerah penelitian

termasuk dalam aliran eksternal, yaitu aliran air yang mengalir di permukaan

bumi membentuk sungai.

Berdasarkan pada kuantitas/volume airnya, maka sungai utama dan anak

sungai yang mengalir di daerah penelitian digolongkan dalam tipe sungai :

Sungai Permanen yaitu sungai yang mengalirkan air sepanjang tahun, pada

musim hujan volume air bertambah dan pada musim kemarau volume air

berkurang ( Thornbury, 1969 ). Jenis sungai ini berkembang pada Sungai

utama yaitu Salo Lombok pada daerah penelitian ( Foto 2.3 )

Sungai Tidak Permanen, yaitu sungai yang mengalirkan air pada musim hujan

dan kering pada musim kemarau, dimana dikontrol litologi yang dilalui oleh

sungai ini berupa basal porfiri, batulempung karbonatan dan batugamping. Salo

Arangan, Salo Talorong, Salo Barabba, Salo Pabicara, Salo Maula (Foto 2.4),

Salo Likkua, dan Salo Paung.

22

Page 9: 4. Bab II Geomorfologi

Foto 2.4 Kenampakan sungai tidak Permanen pada Salo Maula. Difoto relatif ke arah Tenggara Stasiun 54

23

Foto 2.3 Kenampakan sungai Permanen pada Salo Lombok. Difoto relatif ke arah Barat Daya stasiun 73

Page 10: 4. Bab II Geomorfologi

II.2.2.2 Pola Aliran Sungai

Pola pengaliran (drainage pattern) adalah penggabungan dari beberapa

individu sungai yang saling berhubungan membentuk suatu pola dalam kesatuan

ruang (Thornburry, 1969).

Perkembangan pola aliran sungai tersebut sangat dikontrol oleh kondisi

struktur geologi, kemiringan lereng, perbedaan tingkat resistensi batuan, serta

jenis batuan dasarnya.

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisa peta topografi dengan

memperhatikan orientasi serta hubungan antara anak-anak sungai dengan sungai

utama, maka pola aliran yang berkembang pada daerah penelitian diklasifikasikan

sebagai pola aliran dendritik dan sub rectangular (Thornbury, 1969).

Pola aliran dendritik dicirikan dengan pola aliran sungai yang menyerupai

cabang-cabang pohon yang tidak teratur, biasanya berkembang pada daerah yang

memiliki litologi batuan dan resistensi yang relatif seragam sehingga umumnya

pola ini dikontrol oleh arah kemiringan lerengnya. Sedangkan pola aliran sub

rectangular memperlihatkan alur-alur pengaliran yang berbelok relatif tegak lurus

satu dengan yang lainnya, biasanya pola ini berkembang pada daerah yang telah

mengalami proses pengkekaran atau pensesaran. Pola aliran dendritik berkembang

relatif dari Utara – Selatan pada bagian bawah daerah penelitian pada satuan

bentangalam perbukitan bergelombang sedangkan Pola aliran subrectangular

berkembang relatif dari Barat Laut-Tenggara pada satuan bentangalam perbukitan

tersayat tajam pada daerah penelitian.

24

Page 11: 4. Bab II Geomorfologi

II.2.2.3 Tipe Genetik Sungai

Tipe genetik sungai merupakan hubungan antara arah aliran sungai dengan

kedudukan perlapisan batuan sedimen (Thornburry, 1969).

Berdasarkan uraian diatas maka tipe genetik sungai pada daerah penelitian

dibagi menjadi :

Tipe genetik konsekuen dimana arah aliran sungai searah dengan

kemiringan lapisan batuan. Sungai-sungai yang digolongkan dalam tipe

genetik konsekuen pada daerah penelitian yaitu Salo Paung, Salo Likkua dan

Salo Maula (Foto 2.5)

Tipe genetik Insekuen, dimana arah aliran sungai tidak dipengaruhi oleh

kedudukan batuan. Sungai-sungai yang digolongkan dalam tipe genetik

insekuen pada daerah penelitian yaitu Salo Barabba, Salo Arangan, Salo

Talorong dan Salo Lombok (Foto 2.6).

25

Foto 2.5 Tipe genetik konsekuen pada Salo Paung. Difoto relatif ke arah Barat Daya Stasiun 55

Page 12: 4. Bab II Geomorfologi

II.2.2.4 Stadia Sungai

Penentuan stadia sungai pada daerah penelitian didasarkan pada bentuk

lembah sungai, jenis erosi, kelokan sungai, dan pengendapan yang bekerja

sepanjang sungai serta bentuk aliran sungai.

Sungai-sungai yang mengalir pada daerah penelitian terdiri dari sungai

utama yaitu Salo Lombok yang relatif mengalir ke Barat Laut – Tenggara. dan

anak sungai seperti Salo Arangan, Salo Barabba, Salo Tolorong, Salo Maula, Salo

Paung, Salo Likkua dan Salo Pabicara. Dari hasil pengamatan yang dilakukan

pada sungai utama, nampak bahwa sungai utama memiliki penampang dan

lembah sungai yang relatif lebar yang berbentuk huruf “U” serta gradient sungai

26

Foto 2.6 Tipe genetik Insekuen pada Salo Lombok. Difoto relatif ke arah Selatan stasiun 16

Page 13: 4. Bab II Geomorfologi

yang landai (Foto 2.7), sedangkan untuk anak sungai yang lainnya kebanyakan

memiliki gradient terjal dengan bentuk penampang sungai “ V “.

Adanya dasar lembah yang lebar mengindikasikan bahwa erosi lateral juga

cukup intens bekerja pada daerah penelitian,. Selain itu disepanjang sungai utama

dijumpai endapan alluvial berupa point bar dan channel bar (Foto 2.8), dimana

materialnya adalah pasir dan kerikil dari hulu sungai, hal ini dapat menunjukkan

bahwa sungai yang terdapat pada daerah penelitian berstadia muda menjelang

dewasa.

27

Foto 2.7 Kenampakan penampang sungai pada Salo Lombok yang menyerupai huruf “U”. Difoto relatif ke arah Barat Daya stasiun 78

Page 14: 4. Bab II Geomorfologi

2.2.3 Stadia Daerah Penelitian

Menurut Thornburry (1969), stadia daerah penelitian ditentukan

berdasarkan pada siklus erosi dan pelapukan, yaitu berbagai proses lanjutan yang

dialami oleh daerah ini mulai dari saat terangkat hingga terjadi perataan. Hal

tersebut terlihat dari tingkat erosinya, yang ditentukan oleh stadia sungai dan

kenampakan morfologi permukaan.

Pada daerah penelitian, analisis stadia ditinjau dari tingkat erosi yang telah

terjadi dan proses pengikisan lembah-lembah sungai yang menghasilkan

penampang sungai. Jenis erosi yang terjadi didominasi oleh riil erotion dan gully

erotion, bentuk penampang melintang dari lembah sungainya, dimana

memperlihatkan bentuk profil menyerupai huruf “V” dan “U” serta pada sungai

28

Foto 2.8 Kenampakan endapan sungai pada Salo Lombok (A) Point Bar dan (B) Channel Bar .Difoto relatif ke arah Timur Laut stasiun 70

A

B

Page 15: 4. Bab II Geomorfologi

Tabel 2.1 Tabel deskripsi satuan morfologi daerah penelitian

Aspek GeomorfologiSatuan Bentang Alam

Perbukitan Bergelombang Miring

Perbukitan Tersayat Tajam

Luas Wilayah (km²) (….%) 8,56 (20.8% ) 32,67(79.2%)

Morfologi

Sudut Lereng (…°) 14-20 21-55Persentase Sudut (%) 9 - 12 15-20Beda Tinggi (meter) 75-200 563Relief bergelombang miringBentuk Puncak Bentuk Lembah "V" "V - U"

Bentuk Lereng

Morfogenesa

Jenis Pelapukan kimia dan fisika kimia dan fisikaTingkat Pelapukan sedang - tinggi sedang

SoilJenis residual soil residual soilTebal 0,5 – 1 meter 0,3-2 meterWarna Kecoklatan - hitam Kuning kecoklatan

Tingkat Erosi sedang sedang

Jenis Erosi riil erosion, gulley erosion riil erosion dan gulley

erosionGerakan Tanah debris slide debris slidePengendapan Sedimen butiran - bongkah - 

Sungai

Tipe Genetik Konsekuen, insekuen Insekuen, konsekuenJenis permanen Tidak permanenPenampang “V” simetris “U” dan “V” simetris

Pola Saluransempit, lurus, asimetris dan

relatif lurus, sedikit berkelok lebar, simetris -asimetris dan

berkelokStadia muda muda menjelang dewasa

Litologi PenyusunBatugamping, Batulempung

karbonatanBasal porfiri Batugamping, Batulempung karbonatan

Tata Guna Lahan perkebunan dan pemukiman Hutan Produksi, perkebunan, Struktur Geologi kekar kekar dan sesar geser

Stadia Daerah Muda menjelang dewasa Muda menjelang dewasa

utama dijumpai adanya sedimentasi endapan sungai dan jeram-jeram sungai.

Selain itu pada sungai utama dijumpai kelokan sungai berupa incised meander

yang tidak memiliki dataran banjir yang diakibatkan adanya proses peremajaan

kembali atau rejuvinasi yang ditandai oleh adanya endapan material sedimen pada

29

Page 16: 4. Bab II Geomorfologi

tebing sungai dan tidak dijumpainya dataran banjir pada sungai di daerah

penelitian.

Bentuk bentang alam daerah penelitian di dominasi oleh perbukitan

bergelombang dan terjal dengan bentuk lereng lurus hingga cembung tidak

teratur. Lembah-lembah pada daerah penelitian umumnya sempit. Berdasarkan

ciri-ciri tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan daerah

penelitian telah berada pada stadia muda menjelang dewasa.

30