3FECES LENGKAP-referat

10
C. FECES LENGKAP 1. Makroskopis a. Warna Warna tinja yang dibiarkan pada udara menjadi lebih tua karena terbentuknya lebih banyak urobilin dari urobilinogen yang diekskresikan lewat usus. Urobilinogen tidak berwarna, sedangkan urobilin berwarna coklat tua. Selain urobilin yang normal ada, warna tinja dipengaruh oleh jenis makanan, oleh kelainan dalam saluran usus, dan oleh obat-obat yang diberikan. Warna kuning bertalian dengan susu, jagung, obat santonin atau bilirubin yang belum berubah. Hijau biasanya disebabkan oleh makanan yang banyak mengandung sayur-mayur, jarang oleh biliverdin yang belum berubah. Warna abu-abu mungkin disebabkan oleh karena tidak ada urobilin dalam saluran makanan dan hal itu didapat pada ikterus obstruktif (tinja acholik) dan juga setelah dipakai garam barium pada pemeriksaan radiologik. Warna abu-abu itupun mungkin terjadi kalau makanan mengandung banyak lemak yang tidak dicernakan karena defisiensi enzim pankreas. Merah muda biasanya oleh perdarahan yang segar di bagian distal, mungkin pula oleh makanan seperti bit. Warna coklat dikaitkan dengan perdarahan proksimal atau dengan makanan coklat, kopi, dsb. Warna hitam oleh carbo medicinalis, oleh obat-obatan yang mengandung besi dan mungkin juga oleh melena. 30

description

homework FL

Transcript of 3FECES LENGKAP-referat

Page 1: 3FECES LENGKAP-referat

C. FECES LENGKAP

1. Makroskopis

a. Warna

Warna tinja yang dibiarkan pada udara menjadi lebih tua karena

terbentuknya lebih banyak urobilin dari urobilinogen yang diekskresikan lewat

usus. Urobilinogen tidak berwarna, sedangkan urobilin berwarna coklat tua.

Selain urobilin yang normal ada, warna tinja dipengaruh oleh jenis makanan,

oleh kelainan dalam saluran usus, dan oleh obat-obat yang diberikan.

Warna kuning bertalian dengan susu, jagung, obat santonin atau

bilirubin yang belum berubah. Hijau biasanya disebabkan oleh makanan yang

banyak mengandung sayur-mayur, jarang oleh biliverdin yang belum berubah.

Warna abu-abu mungkin disebabkan oleh karena tidak ada urobilin dalam

saluran makanan dan hal itu didapat pada ikterus obstruktif (tinja acholik) dan

juga setelah dipakai garam barium pada pemeriksaan radiologik. Warna abu-abu

itupun mungkin terjadi kalau makanan mengandung banyak lemak yang tidak

dicernakan karena defisiensi enzim pankreas. Merah muda biasanya oleh

perdarahan yang segar di bagian distal, mungkin pula oleh makanan seperti bit.

Warna coklat dikaitkan dengan perdarahan proksimal atau dengan makanan

coklat, kopi, dsb. Warna hitam oleh carbo medicinalis, oleh obat-obatan yang

mengandung besi dan mungkin juga oleh melena.

b. Baunya

Bau normal tinja disebabkan oleh indol, skatol, dan asam butirat. Bau itu

menjadi bau busuk jika dalam usus terjadi pembusukan isinya, yaitu protein

yang tidak dicernakan dan dirombak oleh kuman-kuman. Reaksi tinja menjadi

lindi oleh pembusukan semacam itu. Ada kemungkinan juga tinja berbau asam

yang disebabkan oleh peragian (fermentasi) zat-zat gula yang tidak dicerna

karena umpamanya diare. Reaksi tinja dalam hal itu menjadi asam. Bau tengik

dalam tinja disebabkan oleh perombakan zat lemak dengan pelepasan asam-

asam lemak.

c. Konsistensi

Tinja normal agak lunak dengan mempunyai bentuk. Pada diare

konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya pada

konstipasi didapat tinja keras. Peragian karbohidrat dalam usus menghasilkan

tinja yang lunak dan bercampur gas (CO2)

30

Page 2: 3FECES LENGKAP-referat

d. Lendir

Adanya lendir berarti rangsangan atau radang dinding usus. Kalau lendir

itu hanya didapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin usus besar.

Kalau bercampur-baur dengan tinja mungkin sekali usus kecil. Pada dysentri,

intususepsi, dan ileocolitis mungkin didapat lendir saja tanpa tinja. Kalau lendir

berisi banyak leukosit terjadi nanah.

e. Darah

Perhatikan apa darah itu segar (merah muda), coklat, atau hitam dan

apakah bercampur-baur atau hanya di bagian luar tinja saja. Makin proximal

terjadinya perdarahan, makin bercampurlah darah dengan tinja dan makin

hitamlah warnanya. Jumlah darah yang besar mungkin disebabkan oleh ulkus,

varises dalam esofagus, karsinoma, atau hemorrhoid.

f. Parasit

Cacing scaris, ancylostoma, dan lainnya mungkin terlihat

2. Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis berguna dalam mencari protozoa dan telur cacing.

Untuk mencari protozoa sering dipakai larutan eosin 1-2% sebagai bahan pengencer

tinja atau juga larutan Lugol 1-2%. Selain itu larutan asam asetat 10% dipakai untuk

melihat leukosit lebih jelas, sedangkan untuk melihat unsur-unsur lain larutan garam

0,9% yang sebaiknya dipakai untuk pemeriksaan rutin.

Sediaan hendaknya tipis, agar unsur-unsur jelas terlihat dan dapat dikenal,

walaupun begitu selalu akan dijumpai unsur-unsur yang telah rusak sehingga

identifikasi tidak mungkin lagi.

a. Sel epitel

Beberapa sel, yaitu yang berasal dari dinding usus bagian distal dapat

ditemukan dalam keadaan normal. Kalau sel epitel berasal dari bagian yang

lebih proksimal, sel-sel itu sebagian atau seluruhnya rusak. Jumlah sel epitel

bertambah banyak kalau ada peradangan dinding usus.

b. Makrofag

Sel-sel besar berinti satu memiliki daya fagositosis dalam plasmanya

sering dilihat sel-sel lain ( leukosit, eritrosit), atau benda-benda lain. Dalam

preparat natif sel-sel itu menyerupai amoeba, perbadaannya adalah sel ini tidak

dapat bergerak.

31

Page 3: 3FECES LENGKAP-referat

c. Leukosit

Lebih jelas terlihat kalau tinja dicampur dengan beberapa tetes larutan

asam asetat 10%. Kalau hanya dilihat beberapa dalam seluruh sediaan, tidak ada

artinya. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa, dan peradangan lain-lain,

jumlahnya menjadi besar.

d. Eritrosit

Hanya dilihat kalau lesi mempunyai lokalisasi dalam colon, rektum, atau

anus. Pendapat ini selalu abnormal.

e. Kristal-kristal

Pada umumnya tidak banyak artinya, dalam tinja normal mungkin

terlihat kristal-kristal multifosfat, kalsiumoksalat, dan asam lemak. Sebagai

kelainan mungkin dijumpai kristal Charcot-Leyden dan kristal hematoidin.

f. Sisa makanan

Hampir dapat selalu ditemukan juga. Bukanlah adanya, melainkan

jumlahnya yang dalam keadaan tertentu dikaitkan dengan sesuatu hal yang

abnormal. Sisa makanan itu sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan

sebagian lagi makanan berasal dari hewan, seperti serat, otot, serat elastik, dan

lai-lain.

Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan

Lugol: pati (amylum) yang tidak sempurna dicerna nampak seperti butir-butir

biru atau merah. Larutan jenuh Sudan III atau Sudan IV dalam alkohol 70%

juga dipakai: lemak netral menjadi tetes-tetes merah atau jingga.

g. Sel ragi

Khusus Blastocystis hominis tidak jarang didapat. Pentingnya mengenal

strukturnya ialah supaya jangan dianggap kista amoeba.

h. Telur dan jentik cacing

Ascaris lumbrocoides, Necator americanus, Eritrobius vermicularis,

Trichiurus trichiura, Strongyloides stercoralis, dan lainnya. Termasuk genus

cestodas dan trematodas mungkin didapat.

Pemeriksaannya ada 2, yakni kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif

dilakukan dengan metode Natif, metode Apung, dan metode Harada-Mori.

Sedangkan pemeriksaan kuantitatif dilakukan dengan metode Kato.

32

Page 4: 3FECES LENGKAP-referat

1.) Kualitatif

a) Metode Natif

Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan

baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi ringan sulit ditemukan

telur cacing. Cara pemeriksaan ini menggunakan larutan NaCl 0,9%

atau eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur cacing

dengan kotoran disekitarnya.

Metode apung: metode ini menggunakan larutan NaCl jenuh

atau larutan gula atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas berat

jenis telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Metode

ini digunakan untuk pemeriksaan feces yang mengandung sedikit telur.

Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan,

sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan

partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini

hanya berhasil untuk telur Nematoda, Schistostoma, dibotriosephalus,

telur-telur yang berpori-pori dari famili Taenidae, telur-telur

Achantocephala ataupun telur Ascaris yang infertil.

b) Metode Harada-Mori

metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi

larva cacing Ancylostoma duodenale, Necator americanus,

Strongyloides stercolaris, dan Trichostrongilus yang didapatkan dari

feces yang diperiksa. Teknik ini memungkinkan telur cacing dapat

berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama

kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan didalam air

yang terdapat pada ujung kantong plastik.

2.)Metode Kuantitatif Kato

Tehnik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear technique)

atau disebut tehnik Kato. Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakan

sepotong cellahane tape. Tehnik ini lebih banyak telur cacing dapat

diperiksa sebab digunakan lebih banyak tinja. Tehnik ini dianjurkan untuk

pemeriksaan secara massal karena lebih sederhana dan murah. Morfologi

telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosis.

33

Page 5: 3FECES LENGKAP-referat

3. Darah Samar

Tes terhadap darah samar penting sekali untuk mengetahui adanya

perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopis atau mikroskopis.

a. Cara Benzidine Basa:

1. Buatlah emulsi tinja dengan air atau dengan larutan garam kira-kira 10 ml

dan panasilah hingga mendidih.

2. Saringlah emulsi yang masih panas itu dan biarkan filtrat sampai menjadi

dingin kembali.

3. Ke dalam tabung reaksi lain dimasukkan benzidine basa sebanyak sepucuk

pisau.

4. Tambahkan 3 ml asam asetat glasial, kocoklah sampai benzidine itu larut

dengan meninggalkan beberapa kristal.

5. Bubilah 2 ml filtrat emulsi tinja, campur.

6. Berilah 1 ml larutan hidrogen peroksida 3%, campur.

7. Hasil dibaca dalam waktu 5 menit (jangan lebih lama).

Hasil dinilai dengan cara:

Negatif (-) : tidak ada perubahan warna atau warna yang samar-samar

hijau

Positif (+) : hijau

Positif 2 (++) : biru bercampur hijau

Positif 3 (+++) : biru

Positif 4 (++++) : biru tua

Pasien yang tinjanya akan diperiksa terhadap darah samar janganlah

dikenakan hukuman, seperti peraturan “tidak boleh menyikat gigi selama beberapa

hari sebelum pemeriksaan”, biasanya juga tidak perlu untuk melarang makanan

daging. Pengalaman bahwa tinja seorang normal biasanya bereaksi negatif dengan

tes ini agaknya mengusangkan peraturan itu, apalagi tes ini hendaknya jangan hanya

dilakukan sekali saja untuk mendapat hasil yang bermakna.

b. Cara Benzidine Dihidrochlorida

Jika hendak memakai benzidin dihidrochlorida sebagai pengganti

benzidine basah dengan maksud supaya tes menjadi kurang peka dan kurang

34

Page 6: 3FECES LENGKAP-referat

menghasilkan yang positif palsu, maka caranya sama juga seperti diterangkan di

atas.

c. Cara dengan guajac

1. Buatlah emulsi tinja sebanyak 5 ml dalam tabung reaksi dan tambahkan 1

ml asam asetat glasial, campur.

2. Dalam tabung reaksi lain dimasukkan sepucuk pisau serbuk guajac dan 2 ml

alkohol 95%, campur.

3. Tuangkan dengan hati-hati isi tabung kedua ke dalam tabung yang berisi

emulsi tinja sehingga kedua jenis campuran tetap sebagai lapisan terpisah.

4. Hasil positif kelihatan dari warna biru yang terjadi pada batas kedua lapisan

itu. Derajat kepositifan dinilai dari warna itu.

4. Urobilin

Cara kerja:

1. Taruhlah beberapa gram tinja dalam sebuah mortir dan campurlah dengan

larutan mercurichlorida 10% yang folumenya kira-kira sama banyak dengan

tinja itu.

2. Campurlah baik-baik dengan memakai alunya.

3. Tuangkan bahan itu ke dalam cawan datar agar lebih mudah menguap dan

biarkan selama 6-24 jam.

4. Adanya urobilin nyata oleh timbul warna merah.

Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Hasil tes ini yang merah berarti

positif. Jumlah urobilin berkurang pada ikterus obstriktif. Jika obstruksi itu total,

maka hasil tes menjadi negatif.

Tes terhadap urobilin ini sangat inferior jika dibandingkan dengan penetapan

kuantitatif urobilinogen dalam tinja. Penetapan kuantitatif itu dapat menjelaskan

dengan angka mutlak jumlah urobilinogen yang diekskresikan per 24 jam sehingga

bermakna dalam keadaan seperti anemia hemolitik, ikterus obstruktif, dan ikterus

hepatoseluler.

35