3.BAB II - Pengantar Logika

88
16 BAB II PENGANTAR LOGIKA Bagus Takwin 1. Apakah Logika Itu? Secara umum, logika dikenal sebagai cabang filsafat, tetapi ada juga ahli yang menempatkannya sebagai cabang matematika. Kedua bidang kajian ini menempatkan logika sebagai dasar berpikir dalam memperoleh, mencermati dan menguji pengetahuan. Logika dapat diartikan sebagai kajian tentang prinsip, hukum, metode, dan cara berpikir yang benar untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Jika ditempatkan sebagai cabang filsafat, logika dapat diartikan sebagai cabang dari filsafat yang mengkaji prinsip, hukum dan metode berpikir yang benar, tepat dan lurus. Jika ditempatkan sebagai matematika maka logika merupakan cabang matematika yang mengkaji seluk-beluk perumusan pernyataan atau persamaan yang benar, khususnya pernyataan yang menggunakan bahasa formal. Bahasa formal adalah bahasa buatan yang dibedakan dari bahasa alamiah. Bahasa formal di sini merujuk kepada rangkaian simbol matematis seperti yang biasa kita jumpai dalam literatur matematika. Sedangkan bahasa alamiah, atau bahasa non-formal, adalah bahasa yang umumnya kita gunakan sehari-hari dalam berkomunikasi. Dari sejarah filsafat kita mengenal Aristoteles sebagai filsuf yang pertama kali membeberkan hal-ihwal logika secara komprehensif. Sebelumnya ada beberapa filsuf Yunani Kuno yang sudah mengemukakan prinsip-prinsip berpikir dan pemerolehan pengetahuan seperti Parmenides, Zeno, dan Pythagoras. Tetapi penjelasan khusus dan menyeluruh tentang bagaimana pikiran manusia bekerja dan dapat memperoleh pengetahuan yang benar baru ditulis secara sistematis oleh Aristoteles. Penggunaan istilah logika untuk menyebut cabang filsafat yang mengkaji prinsip, aturan, dan metode berpikir yang benar bukan berasal dari Aristoteles melainkan dari Alexander Aphrodisias sekitar permulaan abad ke-3 M. Sebelumnya istilah logika dipakai oleh Cicero (abad ke-1 M) yang menggunakan kata logika dalam arti „seni berdebat‟. Aristoteles sendiri menggunakan istilah analitika untuk merujuk kepada penyelidikan terhadap argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang sudah dipastikan kebenarannya, serta dialektika untuk penyelidikan terhadap argumentasi-

description

Pengantar Logika MPKT-A

Transcript of 3.BAB II - Pengantar Logika

  • 16

    BAB II

    PENGANTAR LOGIKA

    Bagus Takwin

    1. Apakah Logika Itu?

    Secara umum, logika dikenal sebagai cabang filsafat, tetapi ada juga ahli yang

    menempatkannya sebagai cabang matematika. Kedua bidang kajian ini menempatkan logika

    sebagai dasar berpikir dalam memperoleh, mencermati dan menguji pengetahuan. Logika

    dapat diartikan sebagai kajian tentang prinsip, hukum, metode, dan cara berpikir yang benar

    untuk memperoleh pengetahuan yang benar.

    Jika ditempatkan sebagai cabang filsafat, logika dapat diartikan sebagai cabang dari

    filsafat yang mengkaji prinsip, hukum dan metode berpikir yang benar, tepat dan lurus. Jika

    ditempatkan sebagai matematika maka logika merupakan cabang matematika yang mengkaji

    seluk-beluk perumusan pernyataan atau persamaan yang benar, khususnya pernyataan yang

    menggunakan bahasa formal. Bahasa formal adalah bahasa buatan yang dibedakan dari

    bahasa alamiah. Bahasa formal di sini merujuk kepada rangkaian simbol matematis seperti

    yang biasa kita jumpai dalam literatur matematika. Sedangkan bahasa alamiah, atau bahasa

    non-formal, adalah bahasa yang umumnya kita gunakan sehari-hari dalam berkomunikasi.

    Dari sejarah filsafat kita mengenal Aristoteles sebagai filsuf yang pertama kali

    membeberkan hal-ihwal logika secara komprehensif. Sebelumnya ada beberapa filsuf Yunani

    Kuno yang sudah mengemukakan prinsip-prinsip berpikir dan pemerolehan pengetahuan

    seperti Parmenides, Zeno, dan Pythagoras. Tetapi penjelasan khusus dan menyeluruh tentang

    bagaimana pikiran manusia bekerja dan dapat memperoleh pengetahuan yang benar baru

    ditulis secara sistematis oleh Aristoteles.

    Penggunaan istilah logika untuk menyebut cabang filsafat yang mengkaji prinsip,

    aturan, dan metode berpikir yang benar bukan berasal dari Aristoteles melainkan dari

    Alexander Aphrodisias sekitar permulaan abad ke-3 M. Sebelumnya istilah logika dipakai

    oleh Cicero (abad ke-1 M) yang menggunakan kata logika dalam arti seni berdebat.

    Aristoteles sendiri menggunakan istilah analitika untuk merujuk kepada penyelidikan

    terhadap argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang sudah

    dipastikan kebenarannya, serta dialektika untuk penyelidikan terhadap argumentasi-

  • 17

    argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang belum pasti kebenarannya

    (Bertens, 1999).

    Dalam matematika, logika dikaji dalam kaitannya dengan upaya menyusun bahasa

    matematika yang formal, baku, dan jernih maknanya, serta dalam kajian tentang penyimpulan

    dan pembuatan pernyataan yang benar. Tradisi penggunaan dan pengkajian logika dalam

    matematika sudah sangat lama dilakukan sehingga matematika tak dapat dipisahkan dari

    logika, dan keduanya saling melengkapi. Bertrand Russell dan Alfred North Whitehead

    bahkan menyatakan bahwa matematika adalah logika murni. Istilah logika klasik (classical

    logic, classical elementary logic, atau classical first-order logic) merujuk kepada kajian

    tentang logika dalam matematika. Kata klasik di situ mengindikasikan betapa sudah

    menyatunya logika dan matematika, yang sudah dianggap sebagai dua sisi dari satu keping

    mata uang.

    Terlepas dari latar belakang kajian dan penemuannya serta klasifikasinya dalam

    penggolongan ilmu, logika merupakan alat yang dibutuhkan dalam kajian berbagai ilmu

    pengetahuan dan juga dalam kehidupan sehari-hari. Logika, di samping etika, dapat dipahami

    sebagai asas pengaturan alam dan isinya yang dikembangkan manusia. Alam yang pada

    awalnya tampil di hadapan manusia sebagai sesuatu yang tak termaknai dan sebagai

    ketidakteraturan mendorong manusia untuk memaknainya dan untuk memberikan arti kepada

    unsur-unsurnya dan penjelasan kepada dinamikanya. Alam, yang awalnya tak terpahami dan

    terkesan tak teratur, pelan-pelan namun pasti mulai terpahamkan. Pemaknaan dan pengaturan

    itu dari waktu ke waktu berkembang semakin sistematis dan komprehensif. Logika berperan

    di sana, mulai dari penamaan benda-benda berdasarkan prinsip identitas (X = X) hingga

    penemuan beragam hubungan antara unsur alam melalui penalaran analogis, deduktif, dan

    induktif. Logika memungkinkan manusia memahami seluk-beluk dan dinamika alam berserta

    isinya, menerangkan, meramal, dan menata alam. Berbagai persoalan manusia terselesaikan

    dengan bantuan logika. Meskipun belum semua persoalan selesai sementara berbagai

    persoalan baru sudah muncultermasuk persoalan yang disebabkan oleh penggunaan (dan

    penyalahgunaan) logikatak dapat dimungkiri bahwa logika sudah membantu manusia

    meningkatkan kualitas hidupnya dan mengembangkan peradabannya seperti yang kita

    saksikan sekarang. Sebagai asas pengaturan, logika menjelaskan bahwa alam yang awalnya

    tampak sebagai kekacau-balauan (chaos) sebenarnya merupakan jagat raya (cosmos) yang

    teratur.

    Kembali lagi ke logika sebagai cabang filsafat. Secara filosofis, logika adalah kajian

    tentang berpikir atau penalaran yang benar. Penalaran merupakan aktivitas mental yang

  • 18

    bertujuan memperoleh pengetahuan; dengan kata lain, penalaran merupakan aktivitas

    epistemik. Penalaran adalah proses penarikan kesimpulan berdasarkan alasan yang relevan.

    Dalam logika dikaji bagaimana berlangsungnya proses penarikan kesimpulan yang mencakup

    unsur-unsur dari proses, langkah-langkah, serta hukum, prinsip dan aturan-aturannya.

    Untuk dapat menjelaskan karakteristik penaralan yang benar serta mengapa dan

    bagaimana itu dapat dihasilkan, logika menggunakan pemahaman tentang standar kebenaran

    yang diperoleh dari epistemologi yang merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat

    pengetahuan. Di samping itu, sebagai bagian dari epistemologi dalam arti luas, logika juga

    memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang dikaji oleh epistemologi, yang mencakup segi-

    segi sumber pengetahuan, batas pengetahuan, struktur pengetahuan, dan keabsahan

    pengetahuan. Sebuah sistem logika didasari oleh asumsi tentang sumber pengetahuan, apakah

    pengetahuan itu dianggap bersumber dari pikiran, pengalaman atau dari hal-hal lain. Dalam

    sistem logika yang komprehensif juga ditentukan batas-batas kemampuan manusia untuk

    mengetahui, jenis pengetahuan yang dapat diperoleh, dan syarat-syarat dari pengetahuan

    sehingga dapat dipahami manusia. Struktur pengetahuan yang berkaitan dengan bagaimana

    pengetahuan terkumpul, tersusun, dan tertata sedemikian rupa dalam diri manusia juga

    mendasari sebuah sistem logika. Lalu, untuk menentukan benar atau tidaknya sebuah

    penalaran sebuah sistem logika perlu didasari oleh syarat-syarat dari keabsahan pengetahuan.

    Dapat dikatakan bahwa logika merupakan dasar filosofis dari matematika. Ini

    disebabkan oleh asas epistemologis matematika yang berakar pada filsafat. Belakangan,

    mereka yang membahas matematika kebanyakan adalah filsuf, seperti Bertrand Russell,

    Alfred North Whitehead dan Gottlob Frege. Di sisi lain, matematika juga banyak memberi

    masukan kepada logika, bahkan dianggap sebagai logika murni oleh Russell dan Whitehead

    dalam buku mereka yang berjudul Principia Mathematica (1925). Dalam pengertiannya

    sebagai kajian tentang penalaran yang benar, logika memunculkan pertanyaan-pertanyaan

    yang relevan dengan aspek matematis dari logika. Dua di antaranya ialah bagaimana

    pembuatan kesimpulan dari prinsip-prinsip umum yang sudah ada dan validitasnya

    berhubungan dengan penalaran yang benar? Dan bagaimana matematika sebagai proses

    pembuatan kesimpulan khusus berdasarkan hukum-hukum umum dapat dipahami dari segi

    logis; dan, sebaliknya, bagaimana logika dipahami dari sudut pandang matematika?

    Sebagai kajian tentang penalaran, logika juga berhubungan erat dengan bahasa

    alamiah yang sehari-hari dipakai oleh manusia. Untuk berkomunikasi, orang bernalar dengan

    menggunakan bahasa alamiah. Ini juga berkaitan dengan matematika. Hal ini menimbulkan

    sejumlah pertanyaan: bagaimana matematika dapat diterapkan di dalam kenyataan non-

  • 19

    matematik? Bagaimana matematika dapat menjelaskan realitas sehari-hari? Bagaimana

    matematika dapat digunakan untuk melakukan penalaran yang benar? Apa dasar

    epistemologis dari matematika sehingga dapat digunakan untuk membuat penalaran yang

    benar?

    Buku ini tidak akan menjelaskan bagaimana logika dan matematika saling

    berhubungan, dan juga tidak menjelaskan secara khusus dan rinci hubungan antara bahasa

    dan penalaran sehari-hari dengan logika. Uraian tadi hanya sekadar menunjukkan secara

    singkat bahwa logika berkaitan erat dengan matematika sehingga beberapa simbol

    matematika digunakan di dalam logika. Logika juga berkaitan dengan pemahaman manusia

    dalam kesehariannya karena sama-sama menggunakan bahasa sebagai medianya.

    Di atas sudah dibahas secara umum tentang dua pengertian logika, yakni sebagai

    cabang filsafat dan sebagai cabang matematika. Sebelum pembahasan lebih khusus tentang

    logika, di sini dikemukakan dua pengertian lain dari logika, yakni logika sebagai kajian

    tentang kebenaran khusus atau fakta dan logika sebagai kajian ciri-ciri atau bentuk umum

    dari putusan (bahasa Inggris: judgment). Sebagai kajian tentang kebenaran khusus, logika

    merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan menjelaskan kebenaran atau fakta tertentu,

    sama halnya dengan ilmu pengetahuan lain yang bertujuan menjelaskan kebenaran lainnya.

    Kebenaran logis dapat dipahami sebagai kebenaran paling umum, satu kebenaran yang

    dikandung oleh semua kumpulan kebenaran lain yang hendak dijelaskan oleh ilmu

    pengetahuan. Dalam pengertian ini logika berbeda dari biologi karena logika lebih umum;

    tetapi, di pihak lain, sama dengan biologi, yaitu sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan

    mencapai kebenaran tertentu. Pengertian logika ini sering kali diasosiasikan dengan Gottlob

    Frege (1848-1925), ahli matematika dan filsuf dari Jerman. Konsepsi logika ini secara dekat

    diasosiasikan dengan satu pernyataan yang diperoleh dengan menggunakan logika secara

    fundamental tentang kesimpulan-kesimpulan tertentu dan tentang semua konsekuensi logis

    dari tiap kesimpulan itu. Pengertian logika di sini dapat dipulangkan kepada asal katanya,

    logos, dari Herakleitos yang berarti aturan, prinsip, atau kata-kata yang menjelaskan

    realitas.

    Kebenaran logis dalam pengertian ini merupakan satu kebenaran yang diungkapkan

    dengan representasi yang secara logis tidak mengikuti asumsi apa pun. Kebenaran logis ini

    dapat dipahami juga sebagai asumsi dasar atau postulat atau prinsip pertama yang mencukupi

    dirinya sendiri (self-sufficient reason). Dalam pengertian lain, kebenaran logis adalah satu

    pernyataan yang kebenarannya dijamin sejauh makna dari konstanta logisnya tetap, terlepas

    dari apa makna bagian lain yang menyertainya.

  • 20

    Dalam arti kajian ciri-ciri atau bentuk umum dari putusan atau bentuk pikiran dari

    putusan, logika dapat dipahami sebagai kajian yang mempelajari unsur-unsur putusan dan

    susunannya dengan tujuan untuk memperoleh pola atau bentuk umum dari proses pembuatan

    putusan. Satu contoh bentuk kegiatan dari logika ini adalah penyelidikan tentang struktur

    hubungan antara subjek dan predikat dari berbagai putusan yang ada; penelitian tentang jenis

    putusan, dan bagaimana pikiran manusia menggunakan bentuk-bentuk pernyataan tertentu

    untuk membuat kesimpulan. Fokus kajian dari logika ini adalah pikiran, representasi

    linguistik, meskipun pikiran dan bahasa saling terkait erat. (Putusan terdapat dalam pikiran

    dan diungkapkan dengan tanda-tanda konvensional yang dapat diinderai.) Kajian ini

    berurusan dengan berbagai bentuk putusan, bukan bentuk kalimat seperti yang dipelajari oleh

    linguistik meskipun dalam praktiknya keduanya mirip karena sama-sama menggunakan

    bahasa sebagai alat ekspresi utamanya. Berbeda dengan bentuk dari bahasa sebagai

    representasi linguistik yang konstan terlepas dari apa pun isinya, bentuk pikiran diperoleh

    melalui abstraksi dari isi pikiran.

    2. Term, Definisi dan Divisi1

    2.1 Term

    Setiap hal yang diinderai dan dipersepsi dibentuk oleh pikiran menjadi ide. Hasil dari

    pembentukan ini adalah konsep. Setiap konsep ditandakan dalam bentuk term. Rangkaian

    term yang bermakna adalah pernyataan. Term dan pernyataan merupakan bagian dari bahasa.

    Bahasa adalah sarana bagi manusia untuk menyampaikan kepada orang lain dan menerima

    ide dari orang lain.

    Term merupakan tanda untuk menyatakan suatu ide yang dapat diinderai (sensible)

    sesuai dengan pakat (conventional). Tanda itu dapat bersifat formal dan instrumental. Tanda

    formal digunakan berdasarkan kesamaan antara tanda dan yang ditandai seperti gambar,

    potret, film, dan huruf hieroglif. Tanda instrumental digolongkan atas dua, yakni tanda

    alamiah dan tanda konvensional. Tanda alamiah digunakan berdasarkan kaitan alamiah antara

    tanda dan yang ditandai, misalnya asap menandai api, rasa sakit menandai gangguan pada

    tubuh, dan tangis menandai kesedihan. Tanda konvensional digunakan berdasarkan

    kesepakatan sejumlah orang tertentu pada waktu tertentu, misalnya sandi Morse, tanda lalu-

    lintas, dan bahasa.

    1 Sebagian dari pasal yang menjelaskan term, definisi dan divisi disadur dari C.N. Bittle, The Science of Correct

    Thinking: Logic (Milwaukee, 1950).

  • 21

    Secara umum term adalah tanda yang didasarkan pada kelaziman, bukan tanda alamiah.

    Hal ini terlihat dari adanya berbagai bahasa di dunia. Jika semua term bersifat alamiah maka

    akan terdapat hanya satu bahasa di dunia. Tetapi kita melihat bahwa untuk hal yang sama,

    bahasa-bahasa menggunakan term-termnya sendiri. Sebagai contoh, untuk term kursi

    bahasa Indonesia memakai kursi, bahasa Inggris chair, dan bahasa Belanda stuhl.

    Suatu term sering kali mempunyai bermacam-macam arti. Jika dikelompokkan,

    setidaknya ada tiga jenis makna term dan penggabungannya dalam kalimat, yakni makna

    denotatif, makna kesan (sense), dan makna emotif. Makna denotatif merujuk kepada satu arti

    yang tertera dalam kamus; sering disebut makna sesungguhnya, namun penentuan makna

    sesungguhnya ini dilakukan berdasarkan kesepakatan. Makna kesan (sense) ialah makna

    term berdasarkan penggabungannya dengan kata lain; dalam hal ini term dapat memiliki

    makna lain, misalnya penggunaan term hati pada kalimat Saya sakit hati berbeda dengan

    Semur hati itu enak sekali. Makna emotif ialah makna term yang didasarkan pada perasaan

    atau emosi, sikap--baik secara tersurat maupun secara tersirat. Term keras hati secara

    denotatif memiliki makna yang sama dengan keras kepala, namun keras hati sering kali

    diartikan sebagai teguh atau tahan godaan, sedangkan keras kepala sering diartikan

    sebagai tidak mau mengalah atau tidak mau mendengarkan orang lain.

    2.2 Definisi

    Untuk menyamakan pengertian dan menghindari kesalahan penafsiran terhadap term

    diperlukan definisi. Di samping itu, definisi juga diperlukan untuk dapat memahami sebuah

    kalimat secara jelas dan sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan. Definisi adalah

    pernyataan yang menerangkan hakikat suatu hal. Definisi menjawab pertanyaan, Apakah

    itu? Untuk dapat mendefinisikan suatu term kita harus tahu persis tentang hal yang

    didefinisikan.

    Kendala yang sering muncul dalam pembuatan definisi adalah keterbatasan

    pengetahuan dan keterbatasan term. Keterbatasan pengetahuan sering menghasilkan definisi

    yang terlalu luas. Keterbatasan term memungkinkan penggunaan term yang sama untuk

    mewakili hal yang berbeda. Kedua kendala ini menyebabkan sulit dicapai definisi yang

    100% menjelaskan hal yang hendak didefinisikan.

    2.2.1 Penggolongan definisi

    Menurut kesesuaiannya dengan hal atau kenyataan yang diwakilinya ada dua jenis definisi,

    yakni definisi nominal (definisi sinonim) dan definisi real (definisi analitik). Definisi nominal

  • 22

    ialah definisi yang menerangkan makna kata seperti yang dimuat dalam kamus, misalnya

    introspeksi berarti menilai diri sendiri, inspeksi memeriksa, dan kursi tempat duduk.

    Definisi real adalah definisi yang menerangkan arti hal itu sendiri. Pembuatannya menuntut

    dilakukannya analisis terhadap hal yang akan didefinisikan terlebih dahulu. Sebagai contoh,

    sikap adalah kecenderung memberikan tanggapan secara positif atau negatif terhadap objek

    tertentu dan HP adalah daya gerak yang ada dalam mesin yang dinyatakan dengan daya

    gerak seekor kuda.

    Definisi real dibedakan atas dua, yakni definisi esensial dan definisi deskriptif. Definisi

    esensial menerangkan inti (esensi) dari suatu hal dengan menyebutkan genus dan diferentia-

    nya. Genus adalah kelompok besar atau kelas dari hal yang akan dijelaskan, sedangkan

    diferentia adalah ciri khas yang hanya ada pada hal yang didefinisikan. Ciri khas inilah yang

    membedakan suatu hal dengan hal lain dalam genus atau kelompok yang sama. Sebagai

    contoh, dalam Manusia adalah makhluk rasional, makhluk adalah genusnya dan rasional

    adalah diferentia spesifiknya. Definisi ini adalah definisi yang ideal dan mendekati

    pengertian hal yang hendak didefinisikan.

    Definisi deskriptif mengemukakan segi-segi yang positif tetapi belum tentu esensial

    mengenai suatu hal. Definisi deskriptif dibedakan atas empat, yakni definisi distingtif,

    definisi genetik, definisi kausal, dan definisi aksidental. Definisi distingtif menunjukkan

    properti, misalnya Oksigen adalah gas yang tak berwarna, tak berbau, tak mempunyai rasa,

    1105 kali dari berat udara, dan mencair pada suhu di bawah -115 derajat C. Definisi

    genetik menyebutkan asal mula atau proses terjadinya suatu hal, misalnya Air adalah zat

    yang terjadi dari gabungan 2 atom Hidrogen dan 1 atom oksigen, dan Lingkaran adalah

    bentuk geometris yang terdiri dari garis-garis lurus yang sama panjang yang terletak pada

    bidang datar dan berawal dari satu titik pusat. Definisi kausal menunjukkan penyebab atau

    akibat dari sesuatu hal, misalnya Lukisan adalah gambar yang dibuat oleh seorang

    seniman, dan Arloji adalah alat penunjuk waktu. Definisi aksidental tidak mengandung

    hal-hal yang esensial dari suatu hal, misalnya Dijual rumah. Luas tanah 170 m2. Bangunan

    bertingkat dan pekarangan tertata rapi. Lokasi: Jln. Macan No. 30 Jakarta Pusat.

    Dilengkapi telepon dan AC. Lingkungan nyaman, aman, dan tentram.

    Definisi real jarang dapat tercapai sepenuhnya karena sering kali ada karakteristik yang

    tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Kadang-kadang perumusannya terkendala karena

    kurangnya pengetahuan si pembuat definisi. Ada term yang tidak dapat didefinisikan karena

    berhubungan langsung dengan indera, misalnya manis, pahit, dan sakit. Ada juga term yang

    sulit didefinisikan karena sangat umum, misalnya ada (hanya dapat didefinisikan dengan

  • 23

    cara membandingkannya dengan tidak ada yang merupakan term di luar term yang

    didefinisikan). Contoh lain ialah satu, benda, dan hal.

    Di samping definisi yang telah diuraikan di atas, ada juga definisi yang dibuat dengan

    menggunakan contoh, misalnya Minuman yang sehat itu, di antaranya ialah air dan hasil

    perasan buah segar. Pernyataan seperti ini sebenarnya kurang memadai sebagai definisi

    karena tidak mencakup keseluruhan ide yang terkandung dalam term atau hal yang

    didefinisikan.

    2.2.2 Aturan membuat definisi

    Pembuatan definisi yang memadai untuk digunakan dalam pemikiran logis harus mengikuti

    aturan-aturan berikut ini. Pertama, definisi harus lebih jelas dari yang didefinisikan; jika

    tidak, maka definisi akan kehilangan fungsinya. Untuk itu harus diperhatikan catatan-catatan

    berikut ini. Term-term yang muluk seperti contoh berikut, Manusia adalah alam semesta

    yang mengejawantah dan Kewibawaan adalah pancaran nurani dan kedigjayaan

    manusia harus dihindari. Demikian pula term-term yang sulit dimengerti (tidak lazim),

    misalnya definisi pemimpin berikut ini yang diberikan kepada orang yang bukan penutur

    bahasa Jawa, Pemimpin adalah orang yang bersifat ing ngarso sung tulodo, ing madyo

    mbangun karso, tut wuri handayani.

    Kedua, definisi tidak boleh mengandung ide atau term dari yang didefinisikan seperti

    pada contoh Binatang adalah hewan yang mempunyai indera dan Emosi adalah gejolak

    perasaan. Definisi semacam ini disebut definisi sirkular (circular definition).

    Ketiga, definisi dan yang didefinisikan harus dapat dibolak-balik dengan pas, misalnya

    Buku adalah sejumlah kertas yang terjilid. Kalau dibalik, Sejumlah kertas yang terjilid

    adalah buku. Contoh yang salah ialah Kecap adalah penyedap masakan. Jika urutannya

    dibalik menjadi, Penyedap masakan adalah kecap maka pernyataan itu menjadi salah

    karena penyedap makanan belum tentu kecap.

    Keempat, definisi harus dinyatakan dalam kalimat positif. Kalimat ingkar atau negatif

    seperti Gembira adalah keadaan tidak sedih atau Manusia bukan binatang tidak

    memenuhi syarat definisi.

    Dalam tulisan jenis sastra ada kekecualian dalam pembuatan definisi karena

    pendefinisian di situ umumnya bukan dalam rangka menjelaskan hal tertentu secara harafiah,

    melainkan untuk memberi kesan tertentu. Sastra juga memakai teknik gaya bahasa yang tidak

    harus mengikuti tata cara pembuatan definisi tersebut di atas. Tulisan-tulisan retorika yang

  • 24

    mementingkan makna sense dan pengaruh tulisan terhadap pembaca atau pendengar juga

    tidak harus mengikuti tata cara pembuatan definisi itu.

    2.3 Divisi

    Selain dapat dijelaskan apa artinya, term juga dapat diuraikan dengan kriteria tertentu

    menjadi bagian-bagian. Penguraian term itu biasa disebut divisi. Divisi adalah uraian suatu

    keseluruhan ke dalam bagian-bagian berdasarkan satu kesamaan karakteristik tertentu.

    Pembagian dalam bentuk divisi merupakan upaya lain untuk menjelaskan term. Ada beberapa

    jenis divisi, yakni divisi real (atau aktual) dan divisi logis.

    2.3.1 Divisi real atau aktual

    Penguraian dengan divisi real atau aktual dilakukan berdasarkan bagian-bagian yang ada

    pada objek itu sendiribaik fisik maupun metafisikterlepas dari aktivitas mental manusia.

    Divisi berdasarkan bagian fisik dilakukan berdasarkan faktor-faktor fisik yang dapat

    dipisahkan, satu dari yang lain. Bagian itu dapat berupa bagian yang esensial atau bagian

    yang integral. Bagian-bagian yang essensial ialah bagian-bagian yang harus lengkap. Jika

    salah satu di antaranya hilang maka hilang pula eksistensi keseluruhannya, misalnya

    Manusia terdiri dari badan dan jiwa, air terdiri dari oksigen dan hidrogen, garam

    dapur terdiri dari sodium dan klorin, dan mobil terdiri dari mesin dan tubuh. Bagian-

    bagian yang integral ialah bagian-bagian yang tidak harus lengkap. Jika salah satu

    anggotanya hilang, hal itu tidak mlenyapkan eksistensi atau esensi halnya. Bagian yang

    integral terbagi atas dua, yakni yang homogen dan yang heterogen. Bagian-bagian yang

    homogen ialah segolongan unsur yang menjadi bagian dari sesuatu hal, misalnya Air terdiri

    dari titik-titik, Api terdiri dari percikan-percikan, dan Pasir terdiri dari butir-butir.

    Sementara itu, bagian-bagian yang heterogen ialah bagian-bagianyang tidak segolongan

    dari sesuatu hal, misalnya Manusia terdiri dari kaki, tangan, dan mata, dan Masyarakat

    terdiri dari golongan kaya dan miskin.

    Divisi berdasarkan bagian metafisik dilakukan berdasarkan bagian-bagian yang

    merupakan esensi dari sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena dalam

    kenyataannya bagian-bagian itu merupakan ketunggalan, misalnya Manusia terdiri dari

    rasio, indera, nyawa, dan tubuh. Bagian-bagian ini tidak terpisahkan. Dalam pembuatan

    divisi real sebaiknya dilakukan observasi, analisis, dan abstraksi terhadap hal yang akan

    diuraikan. Observasi, analisis, dan abstraksi ini diperlukan untuk memahami hal yang akan

    diuraikan sehingga penguraiannya tidak bertentangan dengan kenyataan dari hal itu.

  • 25

    2.3.2 Divisi Logis

    Dalam divisi logis mental manusialah yang membagi keseluruhan hal menjadi bagian-

    bagian. Kita menambahkan unsur-unsur tertentu kepada suatu hal untuk menjadikannya kelas

    atau sub-kelas, misalnya Hal, Hal yang hidup, Hal hidup yang berindera (= hewan),

    Hal hidup yang berindera dan berakal (= manusia). Kegiatan menambahkan elemen-

    elemen ini, yang merupakan kegiatan dari divisi logis, disebut sintesis.

    2.3.3 Aturan Pembuatan Divisi

    Divisi harus dibuat memadai; artinya, jumlah semua bagian harus sama dengan keseluruhan.

    Ada sejumlah aturan yang harus diikuti dalam pembuatan divisi.

    1) Tidak boleh ada bagian yang terlewati.

    2) Bagian tidak boleh melebihi keseluruhan.

    3) Tidak boleh ada bagian yang meliputi bagian yang lain.

    4) Divisi harus jelas dan teratur.

    5) Jumlah bagian harus terbatas; kalau kebanyakan akan kacau. Jika diperlukan, dibuat sub-

    bagian.

    Berikut adalah contoh divisi yang salah, Pengguna terminal terdiri dari pengendara

    kendaraan bermotor, supir kendaraan umum, pengendara kendaraan tak bermotor,

    mahasiswa/pelajar, pedagang kaki lima, ibu rumah tangga, pejalan kaki, penumpang

    kendaraan umum, dan karyawan. Pembagian divisi ini salah karena hal-hal berikut ini.

    Pertama, ada bagian yang terlewati (petugas terminal juga menggunakan terminal sebagai

    tempat kerjanya). Kedua, ada bagian yang meliputi bagian yang lain (mahasiswa bisa saja

    sekaligus pengendara kendaraan bermotor atau tak bermotor; penumpang kendaraan umum

    bisa saja sekaligus mahasiswa/pelajar, ibu rumah tangga, dan karyawan). Ketiga, dasar

    pembagiannya tidak jelas (apakah berdasarkan jenis pekerjaan, lama atau sebentarnya di

    jalan, atau penggunaan kendaraan?). Keempat, jumlah bagian terlalu banyak.

    3. Kalimat, Pernyataan, dan Proposisi2

    3.1. Pengertian Kalimat, Pernyataan, dan Proposisi

    Perhatikanlah kalimat-kalimat berikut. (1) Hari ini cuaca cerah. (2) Apakah kamu sudah

    sarapan tadi pagi? (3) Jawab pertanyaan saya. Kalimat-kalimat itu merupakan tiga kalimat

    2 Sebagian dari pasal yang membahas kalimat, pernyataan, dan proposisi ini disadur dari buku A. K.Bierman

    dan R. N. Assali, The Critical Thinking Handbook (New Jersey, 1994). Penyaduran itu dilakukan dengan

    bantuan dari Judithia A. Wirawan.

  • 26

    yang berbeda. Kalimat (1) adalah kalimat berita, yaitu kalimat yang memberitakan hal

    tertentu. Kalimat (2) adalah kalimat tanya; isinya merupakan pertanyaan tentang hal tertentu.

    Kalimat (3) adalah kalimat perintah yang isinya menyerukan atau memerintahkan orang

    untuk melakukan hal tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari, untuk berkomunikasi kita

    menggunakan kalimat, baik kalimat berita, kalimat perintah, maupun kalimat tanya. Secara

    umum, kalimat didefinisikan sebagai: serangkaian kata yang disusun berdasarkan aturan-

    aturan tata bahasa dalam suatu bahasa, dan dapat digunakan untuk tujuan menyatakan,

    menanyakan, atau memerintahkan sesuatu hal.

    Benar atau salahnya struktur suatu kalimat ditentukan berdasarkan kaidah atau aturan

    tata bahasa suatu bahasa. Penilaian terhadap kalimat terutama dalam hal apakah susunan atau

    bangunan kata yang membentuk kalimat tepat atau tidak. Secara umum, struktur kalimat

    berita terdiri dari subjek-predikat-objek, misalnya, Saya memakai baju. Dalam kalimat itu,

    saya adalah subjek, memakai predikat, dan baju objek. Kalimat tanya umumnya dibuat

    dengan menggunakan kata yang dilengkapi dengan bentuk akhir -kah, seperti apakah,

    adakah, sudahkah, pernahkah, dan maukah. Bisa juga kalimat tanya hanya terdiri dari satu

    kata, seperti Mau? atau Ada? Dalam bahasa lisan kalimat tanya ditandai dengan intonasi

    tertentu; dalam bahasa tulis ditandai dengan tanda tanya [?]. Kalimat perintah umumnya

    dimulai dengan kata kerja, seperti Pergi kau!, atau dengan kata larangan seperti Jangan

    datang lagi. Kalimat perintah bisa saja hanya terdiri dari satu kata. Dalam bahasa lisan,

    kalimat perintah dengan satu kata ditandai dengan intonasi yang menunjukkan ketegasan,

    sedang dalam bahasa tulisan kalimat ini diakhiri dengan tanda titik [.] dan kadang-kadang

    dengan tanda seru [!].

    Salah satu jenis kalimat adalah pernyataan (bahasa Inggris statement) yang dalam

    praktiknya sama dengan kalimat berita. Tetapi, pernyataan memiliki pengertian yang lebih

    khusus. Pernyataan adalah kalimat yang digunakan untuk membuat suatu klaim atau

    menyampaikan sesuatu yang bisa benar atau salah.

    Kalimat yang berupa pertanyaan atau perintah berbeda dari pernyataan karena

    pertanyaan dan perintah tidak bisa benar dan sekaligus salah. Pernyataan memiliki nilai

    kebenaran (truth value). Artinya, suatu pernyataan bisa dinilai benar atau salah, misalnya

    pernyataan Hari ini hujan turun benar jika sesuai dengan kenyataan bahwa hari ini

    memang hujan. Tetapi jika kenyataan menunjukkan bahwa hari ini tidak hujan, maka

    pernyataan itu salah. Suatu pernyataan tidak bisa benar dan salah sekaligus. Jika ada

    pernyataan yang mengandung benar dan salah sekaligus, maka itu adalah paradoks yang

    merupakan satu bentuk kesalahan dalam berpikir.

  • 27

    Dalam literatur logika dan ilmu pengetahuan, kita juga menemukan term proposisi

    (dari kata bahasa Inggris proposition). Proposisi ialaha makna yang diungkapkan melalui

    pernyataan, atau dengan kata lain arti atau interpretasi dari suatu pernyataan. Sebagai analogi,

    jika kata mengungkapkan konsep atau ide (konsep/ide = makna kata), maka pernyataan

    mengungkapkan proposisi (proposisi = makna pernyataan). Proposisi juga dapat dipahami

    sebagai makna dari kalimat berita, mengingat bahwa pernyataan merupakan kalimat berita

    yang dapat dinilai benar atau salah.

    Berikut ialah tiga hal yang menjadi konsekuensi dari definisi kalimat, pernyataan dan

    proposisi tersebut. Pertama, kalimat yang tidak bermakna atau tidak koheren tidak

    mengungkapkan proposisi apa pun. Misalnya, deretan kata penerangan tapi kecepatan

    membaca tidak mengungkapkan proposisi apa pun karena penerangan dan kecepatan

    membaca di sini tidak mempunyai hubungan yang jelas dan penggunaan kata tapi di sini

    tidak tepat. Kedua, pernyataan atau kalimat yang berbeda dapat mengungkapkan proposisi

    yang sama, misalnya, Rina adalah adik Yanto merupakan proposisi yang sama dengan

    Yanto adalah kakak Rina. Ketiga, kalimat atau pernyataan yang sama dapat

    mengungkapkan proposisi yang berbeda, misalnya, Masyarakat Jakarta adalah masyarakat

    yang majemuk dapat mengungkapkan proposisi yang berbeda-beda, antara lain Masyarakat

    Jakarta terdiri dari banyak etnis atau Masyarakat Jakarta terdiri dari banyak agama dan

    Masyarakat Jakarta merupakan keturunan dari perpaduan suku tertentu. Lalu, bagaimana

    kita dapat mengetahui apa proposisi yang ingin diungkapkan suatu kalimat atau pernyataan?

    Kita dapat memastikannya melalui pencermatan terhadap informasi non-bahasa atau konteks

    atau dengan menggunakan kalimat lain yang lebih jelas dan khusus.

    Kalimat atau pernyataan yang boleh ditafsirkan lebih dari satu makna (multi-tafsir)

    dapat menyebabkan kita salah dalam memahami dan menanggapinya. Jika kita menggunakan

    hasil pemaknaan itu dalam pembuatan keputusan, maka kita pun bisa salah membuat

    keputusan dan menanggung kerugian akibat kesalahan itu. Oleh karena itu, perlu dihindari

    penggunaan kalimat atau pernyataan yang multi-tafsir dengan membuat pernyataan yang

    baik, yang jelas maknanya. Untuk membuat suatu pernyataan yang baik, perlu dilakukan hal-

    hal berikut. Pertama, membangun suatu kalimat yang mengungkapkan suatu proposisi.

    Kedua, mengusahakan supaya proposisi yang ingin diungkapkan menjadi jelas. Akhirnya,

    membuat pernyataan mengenai nilai kebenaran kalimat itu.

    Biasanya langkah-langkah itu tidak disadari ketika seseorang menyusun suatu

    pernyataan. Oleh karena itu orang perlu berlatih membuat pernyataan yang baik agar terbiasa.

    Tanpa latihan, orang cenderung membuat kalimat yang multi-tafsir atau tidak jelas

  • 28

    maknanya. Bahkan orang bisa saja membuat kalimat atau pernyataan yang tidak koheren

    sehingga sama sekali tidak dapat dimaknai.

    Kesalahan yang mungkin terjadi dalam pembuatan kalimat atau pernyataan adalah

    yang berikut. 1) Kalimatnya tidak koheren sehingga tidak dapat dimaknai oleh pendengar

    atau pembaca. 2) Kalimatnya sudah koheren tetapi proposisi apa yang dimaksudkan tidak

    jelas sehingga dapat menyebabkan salah tafsir. 3) Tidak menunjukkan dengan jelas bahwa

    kita sedang menyatakan nilai kebenaran dari kalimat kita (dan bukannya sedang bertanya,

    mencoba sound system, berspekulasi, atau berlatih drama). Dalam bahasa lisan, kesalahan ini

    seringkali disebabkan oleh salah intonasi. Dalam bahasa tulis, hal ini seringkali timbul karena

    kesalahan penggunaan tanda baca.

    3.2 Pernyataan Sederhana dan Pernyataan Kompleks

    Secara umum, berdasarkan proposisi yang dikandung, ada dua jenis pernyataan, yaitu

    pernyataan sederhana dan pernyataan kompleks. Pernyataan sederhana adalah pernyataan

    yang hanya mengandung satu proposisi, misalnya, Anak itu menangis. Pernyataan

    kompleks adalah pernyaataan yang mengandung lebih dari satu proposisi, misalnya, Selain

    gemar membaca buku, Adi juga senang menulis cerita pendek. Pernyataan ini mengandung

    dua proposisi, yaitu Adi gemar membaca buku dan Adi senang menulis cerita pendek.

    Proposisi yang dikandung oleh suatu pernyataan juga disebut komponen logika dari

    pernyataan. Komponen logika adalah komponen yang turut menentukan benar atau salahnya

    suatu pernyataan. Oleh karena sebuah pernyataan ditentukan benar-salahnya berdasarkan

    makna yang diungkapkannya atau proposisinya, maka komponen logika suatu pernyataan

    dapat dipahami dari proposisi pernyataan itu.

    Tidak semua kalimat kompleks (kalimat yang mengandung lebih dari satu komponen)

    merupakan pernyataan kompleks, karena komponen itu belum tentu merupakan komponen

    logika. Sebagai contoh, Saya harap kamu belajar giat memang merupakan kalimat

    kompleks tetapi termasuk jenis pernyataan sederhana karena hanya mengandung satu

    proposisi atau satu komponen logika. Yang menentukan benar atau tidaknya pernyataan itu

    adalah saya harap. Jika kenyataannya saya berharap kamu belajar giat maka pernyataan

    itu benar. Tetapi jika kenyataannya saya tidak berharap kamu belajar giat maka pernyataan

    itu salah.

    Perhatikan kalimat-kalimat berikut ini.

    (1) Tidak benar bahwa anak itu nakal.

    (2) Rani pikir anak itu nakal.

  • 29

    Pernyataan yang dikandung dalam kalimat (1) adalah [Hal] itu (anak itu nakal) tidak

    benar dan Anak itu nakal. Dalam pernyataan pertama, anak itu nakal merupakan

    komponen logika karena benar atau salahnya komponen itu turut menentukan benar atau

    salahnya pernyataan itu: jika kenyataannya benar bahwa anak itu nakal, maka pernyataanitu

    adalah salah, sedangkan jika kenyataannya tidak benar bahwa anak itu nakal, maka

    pernyataan itu adalah benar. Kalimat ini mengandung dua proposisi.

    Pernyataan yang terkandung dalam kalimat (2) adalah Rani pikir [x] dan Anak itu

    nakal. Dalam pernyataan itu, anak itu nakal bukan komponen logika karena benar atau

    salahnya hal itu tidak menentukan benar atau salahnya pernyataan: apakah kenyataan anak

    itu nakal atau tidak nakal, tidak menentukan apakah benar bahwa Rani berpikir anak itu

    nakal. Nilai kebenaran pernyataan kedua ada pada: apakah benar bahwa Rani pikir anak itu

    nakal, ataukah Rani tidak berpikir bahwa anak itu nakal. Kalimat ini hanya mengandung satu

    proposisi. Demikianlah anak itu nakal merupakan komponen logika dalam kalimat (1), tetapi

    bukan komponen logika dalam kalimat (2). Jadi, kalimat (1) merupakan pernyataan

    kompleks, sedangkan kalimat (2) merupakan pernyataan sederhana.

    Biasanya, komponen yang mengikuti kata-kata yang menunjukkan sikap atau

    pendapat pribadi, seperti pikir, harap, kira, dan percaya bukan merupakan komponen logika.

    Dalam percakapan sehari-hari, komponen-komponen dalam pernyataan kompleks sering kali

    tidak diungkapkan secara lengkap, seperti diperlihatkan oleh contoh-contoh berikut.

    (1) Kalau kamu tidak mau pergi, tidak usah. (Lengkapnya: Kalau kamu tidak mau pergi,

    kamu tidak usah pergi.)

    (2) Mengingat kamu punya kehendak sendiri, kamu boleh memilih untuk ikut atau tidak.

    (Lengkapnya: Kamu punya kehendak sendiri, jadi kamu boleh memilih untuk ikut atau

    kamu boleh memilih untuk tidak ikut.)

    (3) Kuda tidak satu spesies dengan keledai. (Lengkapnya: Tidak benar bahwa kuda satu

    spesies dengan keledai.)

    3.3 Jenis-jenis Pernyataan Kompleks

    Hubungan di antara proposisi atau pernyataan sederhana dalam pernyataan kompleks

    ditunjukkan oleh penggunaan kata penghubung seperti tidak, dan, atau, jika, dan maka. Kata-

    kata yang menghubungkan pernyataan-pernyataan sederhanasehingga terbentuk satu

    pernyataan kompleksdan menjelaskan hubungan-hubungan yang terdapat di antara

    pernyataan-pernyataan sederhana itu disebut kata penghubung logis atau kata penghubung

  • 30

    kalimat. Kata penghubung itu digunakan untuk membangun struktur logika dari pernyataan

    kompleks.

    Berdasarkan hubungan di antara proposisi-proposisi yang terkandung dalam

    pernyataan kompleks, ada empat jenis pernyataan kompleks, yaitu:

    1) Negasi (bukan P)

    2) Konjungsi (P dan Q), dan

    3) Disjungsi (P atau Q)

    4) Kondisional (Jika P maka Q)

    Secara umum struktur logika terdiri atas empat jenis seperti yang sudah disebutkan di atas.

    Dalam praktiknya, tidak mudah menemukan struktur logika suatu pernyataan atau

    suatu argumen. Hal itu dapat terjadi karena 1) ada lebih dari satu cara untuk mengungkapkan

    keempat jenis pernyataan kompleks tersebut di atas, dan 2) struktur logika suatu pernyataan

    sering kali tersembunyi. Untuk dapat menemukan struktur logika dari pernyataan-pernyataan,

    kita perlu mempelajari struktur logika dari keempat pernyataan kompleks itu.

    3.3.1 Negasi

    Negasi dari suatu pernyataan sederhana adalah pengingkaran atas pernyataan itu. Jika A

    adalah suatu pernyataan, negasinya adalah Tidak benar bahwa A. Ini disingkat menjadi

    Bukan-A atau Bukan (A). Suatu pernyataan dan negasinya tidak mungkin benar kedua-

    duanya, atau salah kedua-duanya. Benar atau salahnya (nilai kebenaran) suatu negasi

    tergantung pada nilai kebenaran komponen logikanya. Karena itu, negasi termasuk

    pernyataan kompleks, bukan pernyataan sederhana.

    Dalam percakapan sehari-hari, kita jarang menyatakan negasi dalam kalimat, Tidak

    benar bahwa melainkan kita cukup menyingkatnya dengan kata tidak, misalnya:

    (1) Orang jujur tidak bisa berbohong. (Tidak benar bahwa orang jujur bisa berbohong.)

    (2) Kamu tidak pernah mengajak saya makan-makan. (Tidak benar bahwa kamu mengajak

    saya makan-makan.)

    Perhatikan bahwa penafsiran dari contoh (2) sebenarnya agak kurang tepat. Untuk

    menafsirkan Kamu tidak pernah mengajak saya jalan-jalan diperlukan teknik logika lebih

    lanjut, yang akan dijelaskan kemudian.

    Kata-kata yang maknanya berlawanan (antonim) tidak berarti bahwa kata-kata saling

    menegasikan. Misalnya, Brian membenci Ratih, bukan negasi dari Brian mencintai

    Ratih. Negasi dari Brian membenci Ratih adalah Brian tidak membenci Ratih. Bisa saja

    terjadi bahwa Brian tidak mencintai Ratih tetapi juga tidak membenci Ratih. Umpamanya,

  • 31

    jika Brian tidak mengenal Ratih sama sekali, atau Brian dan Ratih berteman, maka mereka

    tidak saling mencintai dan juga tidak saling membenci. Dengan kata lain, Brian membenci

    Ratih menunjukkan bahwa Brian mempunyai sikap negatif terhadap Ratih. Sementara itu,

    Brian tidak mencintai Ratih hanya menunjukkan bahwa Brian tidak mempunyai afeksi

    positif terhadap Ratih, namun itu tidak harus berarti Brian membenci Ratih. Brian membenci

    Ratih merupakan suatu pernyataan sederhana.

    Negatif ganda pada umumnya membentuk pernyataan positif seperti pada contoh-

    contoh berikut.

    (1) Pikiran manusia tidak tak terbatas. (Pikiran manusia terbatas.)

    (2) Jangan sekali-sekali tidak membayar pajak. (Bayarlah pajak.)

    3.3.2 Konjungsi

    Suatu pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata dan disebut

    konjungsi atau kalimat konjungtif. Jika P dan Q adalah pernyataan yang merupakan

    komponen, bentuk standar dari konjungsi adalah P dan Q. Komponen-komponennya

    (masing-masing P dan Q) disebut konjung. Sebagai contoh, pernyataan kompleks Indonesia

    dan Malaysia berasaskan demokrasi terbentuk dari dua pernyataan sederhana, masing-

    masing Indonesia berasaskan demokrasi dan Malaysia berasaskan demokrasi.

    Jumlah konjung dalam suatu kalimat konjungsi tidak harus dua, tapi bisa juga lebih,

    misalnya, Indonesia, Malaysia dan Australia berasaskan demokrasi. Pernyataan kompleks

    ini terdiri dari tiga pernyataan sederhana, yaitu Indonesia berasaskan demokrasi,

    Malaysia berasaskan demokrasi, dan Australia berasaskan demokrasi.

    Suatu konjungsi benar bila semua konjungnya benar, dan salah jika salah satu

    konjungnya salah. Sebagai contoh, pernyataan Indonesia dan Malaysia berasaskan

    demokrasi benar jika dalam kenyataannya memang Indonesia berasaskan demokrasi dan

    Malaysia berasaskan demokrasi. Jika semua salah atau salah satu pun konjungnya salah,

    maka konjungsi salah. Pernyataan Manusia dan burung adalah makhluk rasional salah

    karena pernyataan Burung adalah makhluk rasional salah.

    Ada kata lain di samping dan yang fungsinya kurang lebih sama. Perhatikanlah

    contoh-contoh berikut.

    (1) Saya mau nasi dan daging, tetapi sayur tidak. (Saya mau nasi, dan saya mau daging, tapi

    saya tidak mau sayur.)

    (2) Walaupun miskin, dia bahagia. (Dia miskin dan dia bahagia.)

  • 32

    (3) Anto datang ke rapat itu, begitu pula Yana. (Anto datang ke rapat itu dan Yana datang ke

    rapat itu.)

    (4) Kami berhasil; namun demikian, kami menyadari kekurangan kami. (Kami berhasil, dan

    kami menyadari kekurangan kami.)

    Penggunaan tapi, walaupun, dan lain-lain itu mengandung arti lebih dari sekadar dan.

    Tetapi, secara logis, nilai kebenaran Dia miskin dan dia bahagia sama dengan nilai

    kebenaran Walaupun dia miskin, dia bahagia. Artinya, jika Dia miskin dan dia bahagia

    benar, maka Walaupun dia miskin, dia bahagia juga benar. Sebaliknya, jika Dia miskin

    dan dia bahagia salah, maka Walaupun dia miskin, dia bahagia juga salah.

    Penggunaan kata dan kadang-kadang taksa atau ambigu (ambiguous). Contohnya,

    Joko dan Patmo memenangkan perlombaan maraton. Pernyataan ini dapat

    diinterpretasikan menjadi:

    1) Joko memenangkan perlombaan maraton dan Patmo memenangkan perlombaan maraton

    (konjungsi), atau

    2) Pasangan Joko dan Patmo memenangkan perlombaan maraton (pernyataan sederhana).

    Untuk mengetahui interpretasi mana yang benar, digunakan konteks atau informasi lain

    yang tersedia. Jika kita yang menyampaikan pernyataan itu, sebaiknya kita menggunakan

    pernyataan yang lebih lengkap dan jelas. Meskipun ada konteks, kemungkinan salah tafsir

    tetap besar. Oleh sebab itu, penggunaan pernyataan yang taksa atau bertafsir ganda harus

    dihindari.

    Menurut logika, urutan konjungsi boleh dibolak-balik tanpa mempengaruhi nilai

    kebenarannya, misalnya Saya ingin makan nasi dan minum teh dapat dibalik menjadi

    Saya ingin minum teh dan makan nasi. Kedua pernyataan ini sama saja arti dan nilai

    kebenarannya. Namun, dalam kasus-kasus tertentu, urutannya tidak dapat dibalik. Sebagai

    contoh, pernyataan Made meninggal dunia dan dibakar berbeda maknanya dengan Made

    dibakar dan meninggal dunia karena urutannya berbeda.

    3.3.3 Disjungsi

    Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata atau disebut

    disjungsi atau pernyataan disjungtif. Jika P dan Q adalah pernyataan yang merupakan

    komponen pernyataan kompleks, bentuk standar dari disjungsi adalah P atau Q, misalnya

    Joko atau Padmo yang memenangkan pertandingan bulu tangkis. Komponen-

    komponennya (masing-masing P dan Q) disebut disjung. Jumlah disjung dalam suatu

    disjungsi tidak harus dua, tetapi bisa juga lebih, misalnya, Joko atau Padmo atau Riski yang

  • 33

    memenangkan pertandingan bulu tangkis. Urutan disjung dalam suatu disjungsi tidak

    mempengaruhi nilai kebenarannya. A atau B secara logis ekuivalen dengan B atau A.

    Umpamanya, Joko atau Padmo yang memenangkan pertandingan bulu tangkis sama

    maknanya dengan Padmo atau Joko yang memenangkan pertandingan bulu tangkis.

    Suatu disjungsi benar bila paling sedikit salah satu disjungnya benar, dan salah jika

    semua disjungnya salah. Jadi, A atau B benar jika A benar, B benar, atau A dan B benar.

    Sedangkan A atau B salah jika A dan B salah. Disjungsi Joko atau Padmo yang

    memenangkan pertandingan bulu tangkis benar jika salah satu konjungnya benar, misalnya

    Joko yang memenangkan pertandingan bulu tangkis. Disjungsi Joko atau Padmo yang

    memenangkan pertandingan bulu tangkis salah jika baik pernyataan Joko yang

    memenangkan pertandingan bulu tangkis maupun Padmo yang memenangkan

    pertandingan bulu tangkis salah. Penggunaan kata atau seperti ini disebut atau-inklusif.

    Dalam percakapan sehari-hari, kadang-kadang kata atau digunakan sebagai atau-

    eksklusif, yang berarti bahwa hanya salah satu dari disjungnya yang benar, misalnya Anto

    ada di Jakarta atau di Bandung (tidak mungkin kedua disjungnya benar). Dalam teori-teori

    logika, yang dipakai adalah atau-inklusif. Jika dalam teori logika, kita ingin mengungkapkan

    suatu hubungan atau -eksklusif, maka struktur logikanya menjadi A atau B dan bukan (A

    dan B), misalnya Anto ada di Jakarta atau dia ada di Bandung dan tidak benar bahwa dia

    ada di Jakarta sekaligus dia ada di Bandung.

    Perhatikan penulisan struktur logika, jika kita menggunakan bentuk negasi tanpa

    tanda kurung, maka hasilnya menjadi ambigu seperti ini: A atau B dan bukan -A dan B.

    3.3.4 Kondisional

    Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan jika, maka

    disebut pernyataan kondisional atau hipotetisis. Jika P dan Q adalah pernyataan yang

    merupakan komponen, bentuk standar dari konjungsi adalah Jika P maka Q. Pernyataan

    dalam anak kalimat yang mengandung kata jika disebut anteseden, dan pernyataan dalam

    anak kalimat yang mengandung kata maka disebut konsekuen.

    Nilai kebenaran suatu pernyataan kondisional agak rumit penentuannya. Hal ini

    menyebabkan timbulnya pandangan yang berbeda-beda. Salah satu di antaranya (yang dianut

    oleh para ahli logika formal) ialah pandangan kondisional material, yang menyatakan bahwa

    suatu pernyataan kondisional dianggap salah hanya jika antesedennya benar dan

    konsekuennya salah. Perhatikan pernyataan hari hujan dan tanah basah yang masing-masing

    benar. Menurut syarat kondisional material, hal itu berarti bahwa jika hari hujan maka tanah

  • 34

    basah adalah benar, semrntara jika hari hujan maka tanah kering salah; jika hari cerah, maka

    tanah basah adalah benar, dan jika hari cerah maka tanah kering benar. Nilai kebenaran

    kondisional material tidak tergantung pada hubungan antara komponen-komponennya karena

    kondisional material tidak melihat isi dari pernyataan yang menjadi komponennya.

    Dalam kehidupan sehari-hari, kita menggunakan pernyataan kondisional untuk

    menggambarkan hubungan antara komponen-komponennya, misalnya jika Maulana minum

    alkohol 1 liter, maka ia akan mabuk untuk menunjukkan hubungan kausal; jika binatang itu

    termasuk mamalia, maka dia pasti menyusui untuk menunjukkan hubungan konseptual; dan

    jika seseorang termasuk mahasiswa, maka dia pasti terdaftar secara resmi sebagai orang

    yang belajar di perguruan tinggi untuk menunjukkan hubungan definisional. Kebenaran

    pernyataan-pernyataan itu tergantung pada hubungan antara anteseden dengan konsekuennya

    juga. Tetapi dari sudut pandang logika murni, maka yang dianut adalah kondisional material.

    Secara logika, jika A, maka B ekuivalen dengan jika tidak B, maka tidak A. Kedua bentuk ini

    disebut kontrapositif.

    Pernyataan kondisional yang mempunyai anteseden yang salah disebut kondisional

    yang berlawanan dengan kenyataan. Dari sudut pandang kondisional material, nilai

    kebenaran kondisional seperti ini adalah benar.

    Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang orang menggunakan bentuk kondisional

    bukan untuk menggambarkan hubungan kondisional, misalnya jika saya jadi kamu, saya

    akan minta melamar (kamu sebaiknya melamar); di gudang ada payung, kalau kamu mau

    (kamu boleh ambil payung di gudang); kalau laki-laki itu kamu bilang ganteng, maka saya

    adalah Arjuna (laki-laki itu tidak ganteng). Untuk membedakan mana pernyataan kondisional

    yang sesungguhnya dan mana yang bukan, digunakan akal sehat dan ingatan tentang

    kenyataan-kenyataan yang dirujuk dalam pernyataan.

    Ada banyak cara untuk mengungkapkan pernyataan kondisional, yang semuanya

    dapat dikembalikan ke bentuk standar Jika A, maka B. Kadang-kadang jika suatu bentuk

    kondisional yang tidak standar diterjemahkan ke bentuk standar, maka artinya berubah,

    misalnya Saya senang hanya jika saya berhasil menjadi juara 1. Jika diubah ke bentuk

    standar menjadi Jika saya senang, maka saya berhasil menjadi juara 1, maka artinya pun

    berubah jika kita menerjemahkan Kesenangan saya menyebabkan saya menangke dalam

    bentuk kontrapositifnya menjadi Jika saya tidak menang, maka saya tidak senang maka

    artinya menjadi lebih masuk akal. Oleh sebab itu, dalam mengubah suatu bentuk kondisional

    menjadi bentuk standarnya, kita harus melihat apakah bentuk standar ataukah bentuk

  • 35

    kontrapositifnya yang lebih dapat menangkap arti sesungguhnya dari pernyataan asalnya.

    (Periksa Tabel 2.1.)

    Tabel 2.1: Pernyataan Kondisional dan Bentuk Standarnya

    Pernyataan Kondisional Bentuk Standar

    Hanya manusia yang dapat menggunakan

    simbol.

    Jika suatu makhluk menggunakan simbol,

    maka makhluk itu adalah manusia.

    Jika MS, maka M.

    Di mana ada api, di situ ada oksigen. Jika ada api, maka ada oksigen.

    Jika A, maka O.

    Saya tidak mau pergi kecuali dibiayai. Jika saya tidak dibiayai, saya tidak mau

    pergi.

    Jika tidak D, tidak P.

    Kamu boleh menyetir mobil hanya jika

    kamu sudah punya SIM A.

    Jika kamu belum punya SIM A, kamu tidak

    boleh menyetir mobil.

    Jika tidak SA, tidak MM.

    Tidak mungkin kamu datang ke rapat itu

    tapi tidak melihat aku.

    Jika kamu pergi ke rapat itu, maka kamu

    melihat aku.

    Jika R, maka M.

    Syarat untuk hidup sejahtera adalah sehat. Jika tidak sehat, maka tidak bisa hidup

    sejahtera.

    Jika tidak S, maka tidak S.

    Pengenalan terhadap kontrapositif dari suatu pernyataan akan berguna pada saat kita

    berusaha mengenal struktur logika dari suatu pernyataan atau argumen yang rumit. Ada

    aturan informal yang mengatakan bahwa kita boleh mengganti kata kecuali dengan jika tidak.

    Namun karena mengandung negasi, maka kalimat yang baru bisa jadi sangat rumit. Sebagai

    contoh, jika kalimat Dodo tidak akan mengaku kecuali tidak ada sanksi atas perbuatannya

    kita ubah sesuai dengan aturan informal itu, maka kita akan memperoleh Dodo tidak akan

    mengaku jika tidak ada sanksi atas perbuatannya. Kemudian, kalimat yang baru itu dibalik

    susunannya menjadi bentuk standar, Jika tidak tidak ada sanksi atas perbuatannya, Dodo

    tidak akan mengaku, sehingga kita memperoleh dua bentuk negasi (tidak [ada...] dan tidak

    [akan ...]). Jika kedua negasi itu diubah menjadi positif, maka pernyataan itu menjadi Jika

    ada sanksi atas perbuatannya, Dodo tidak akan mengaku. Demikian pula, jika kita mau,

    kita dapat mengubahnya menjadi kontrapositifnya, Jika Dodo mengaku, maka [itu berarti]

    tidak ada sanksi atas perbuatannya.

  • 36

    3.3.5 Hubungan Kondisional: Kondisi Niscaya dan Kondisi yang Mencukupi

    Ada dua kondisi yang merupakan bentuk khusus dari hubungan kondisional, yaitu yang

    mencukupi (sufficient condition, S) dan kondisi niscaya (necessary condition, N). Hanya jika

    pernyataan kondisional Jika S maka N adalah benar. Contoh:

    1. Menghasilkan sperma merupakan kondisi yang mencukupi untuk membuktikan bahwa

    seseorang adalah laki-laki.

    2. Jenis kelamin laki-laki merupakan kondisi niscaya untuk menghasilkan sperma.

    3. Jika seseorang menghasilkan sperma, maka dia laki-laki.

    Oleh karena pernyataan kondisional digunakan untuk menggambarkan hubungan

    tertentu antara komponennya, maka kondisi yang mencukupi dan niscaya juga demikian. Ada

    lima jenis hubungan itu, yang berikut ini didaftarkan beserta contohnya.

    1) Kausal

    a. Mencabut jantung Dul merupakan kondisi yang mencukupi untuk membunuhnya.

    b. Jika kita mencabut jantung Dul, maka kita membunuhnya.

    2) Konseptual

    a. Kondisi niscaya untuk tergolong manusia adalah mampu menggunakan simbol.

    b. (i) Jika B adalah manusia, maka dia pasti mampu menggunakan simbol.

    c. (ii) Jika B tidak mampu menggunakan simbol, maka dia pasti bukan manusia.

    3) Definisional

    a. Kondisi niscaya dan mencukupi untuk disebut mahasiswa adalah orang yang

    terdaftar secara resmi sebagai pelajar di perguruan tinggi. b. Jika seseorang adalah mahasiswa, maka dia adalah orang yang terdaftar secara

    resmi sebagai pelajar di perguruan tinggi, dan jika ia adalah orang yang terdafatar

    secara resmi sebagai pelajar di perguruan tinggi maka ia adalah seorang

    mahasiswa. Seseorang adalah mahasiswa jika dan hanya jika dia adalah orang yang

    terdafatar secara resmi sebagai pelajar di perguruan tinggi.

    4) Regulatori

    a. Lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi merupakan kondisi niscaya untuk kuliah di

    universitas negeri.

    b. (i) Jika seseorang dapat kuliah di universitas negeri secara sah, maka ia lulus Ujian

    Masuk Perguruan Tinggi.

    c. (ii) Jika seseorang tidak lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi, maka dia tidak dapat

    kuliah di universitas negeri secara sah.

  • 37

    5) Logis

    a. Menjadi kucing hitam adalah kondisi niscaya untuk berwarna hitam.

    b. Jika seekor binatang adalah kucing hitam, maka warnanya hitam.

    Ada kondisi yang niscaya sekaligus mencukupi untuk suatu situasi. Kondisi ini

    diungkapkan dalam bentuk X jika dan hanya jika Y, misalnya, Makhluk hidup jika dan

    hanya jika bernafas. Ini bisa dibalik menjadi, Bernafas jika dan hanya jika makhluk

    hidup. Contoh lain, Mahkluk adalah manusia jika dan hanya jika makhluk itu adalah

    makhluk rasional. Ada juga kondisi niscaya dan mencukupi yang berlaku hanya dalam

    konteks tertentu. Umpamanya, dalam suatu ruangan yang penuh oksigen dan hidrogen,

    menyalakan korek api merupakan kondisi yang mencukupi untuk terjadinya ledakan, namun

    tidak dalam konteks lain.

    3.4 Hubungan Antar-pernyataan

    Ada pengetahuan tertentu yang dapat langsung disimpulkan dari suatu pernyataan. Oleh para

    ahli logika, ini disebut hubungan langsung. Misalnya, jika benar bahwa semua manusia pasti

    akan mati maka dapat disimpulkan bahwa Sokrates, seorang manusia, pasti akan mati. Ada

    beberapa jenis hubungan seperti itu yang masing-masing diterapkan di bawah ini.

    3.4.1 Kesimpulan Langsung: Oposisi dari Proposisi

    Pernyataan kategorikal adalah pernyataan yang terdiri dari subjek dan predikat yang

    membenarkan atau menidakkan bahwa individu adalah anggota suatu kelompok. Ada empat

    jenis pernyataan kategorikal, yakni yang berikut.

    A: Semua S adalah P. (Universal-afirmatif)

    E: Tidak ada S yang P. (Universal-negatif)

    I: Beberapa S adalah P. (Partikular-afirmatif)

    O: Beberapa S bukan P. (Partikular-negatif)

    Hubungan antara keempat jenis pernyataan kategorikal dapat digambarkan dalam

    segi-empat oposisi pada Bagan 2.1.

  • 38

    Bagan 2.1: Segiempat Oposisi

    A: Semua S adalah P. Kontrari E: Tidak ada S yang P.

    I: Beberapa S adalah P. Subkontrari O: Beberapa S bukan P.

    Kontradiksi (A dan O; E dan I)

    Dalam hubungan ini, tidak mungkin keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah

    (Salah satu pasti benar). Umpamanya, Makhluk hidup bernafas adalah benar, dan

    Beberapa makhluk hidup tidak bernafas adalah salah.

    Kontrari (A dan E)

    Dalam hubungan ini tidak mungkin keduanya benar, tapi mungkin saja keduanya salah.

    Sebagai contoh, jika Semua melati berwarna putih adalah benar, maka Tidak ada mawar

    berwarna merah adalah salah. Akan tetapi, apabila Semua mawar berwarna merah adalah

    salah, dan Tiada mawar berwarna merah juga salah.

    Subkontrari (I dan E)

    Dalam hubungan ini mungkin saja keduanya benar, tetapi tidak mungkin keduanya salah,

    misalnya Beberapa orang sedang sedih adalah benar, dan Beberapa orang tidak sedang

    sedih juga benar.

    Subalternasi (A dan I; E dan O)

    Jika superalternasinya (A atau E) benar, maka subalternasinya (I atau O) benar. Umpamanya,

    jika Semua manusia bernafas (A) adalah benar, maka Beberapa manusia bernafas (I)

    juga benar. Jika subalternasinya (I atau O) benar, maka superalternasinya (A atau E) belum

    tentu benar: jika Beberapa orang tidak terpelajar (O) adalah benar, maka Semua orang

    Sub-alternasi Kontradiktori

  • 39

    tidak terpelajar (E) bisa benar, bisa salah. Jika subalternasinya (I atau O) salah, maka

    superalternasinya (A atau E) pasti salah.

    Dalam logika tradisional, yang disebut kontrari adalah pernyataan bentuk A terhadap

    pernyataan bentuk E. Namun, di sini setiap dua pernyataan yang memenuhi definisi di atas

    dapat dianggap sebagai kontrari. Kontradiksi dan kontrari cukup sering disebut lawan dari

    suatu pernyataan, namun keduanya berbeda satu sama lain. Dalam kehidupan sehari-hari,

    memang cukup sering orang mengacaukan keduanya. Untuk lebih memahami perbedaan di

    antara keduanya, perhatikanlah contoh pada Tabel 2.2 berikut.

    Tabel 2.2: Perbedaan dan Bentuk Kontrari dengan Kontradiksinya

    Pernyataan Kontrari Kontradiksi

    Semua mawar berwarna

    merah.

    Semua mawar berwarna

    kuning.

    Beberapa mawar tidak

    berwarna merah.

    Semua angsa berwarna

    putih.

    Tiada angsa mawar

    berwarna putih.

    Beberapa angsa tidak berwarna

    putih.

    Tidak ada orang yang

    bermoral.

    Semua orang bermoral. Beberapa orang bermoral.

    Rumah saya hijau. Rumah saya putih. Rumah saya tidak hijau.

    Dia selalu jujur. Dia tidak pernah jujur. Dia kadang-kadang jujur.

    Beratnya lebih dari 50 kg. Beratnya kurang dari 50 kg. Beratnya 50 kg atau kurang.

    Secara logis, kontradiksi suatu pernyataan sama dengan negasi dari pernyataan itu.

    Oleh sebab itu, semua pernyataan yang merupakan kontradiksi dari pernyataan X (misalnya

    Semua melati berwarna putih), pada dasarnya adalah ekuivalen dari pernyataan bukan-X

    (Tidak benar bahwa semua melati berwarna putih). Sedangkan ada banyak pernyataan yang

    merupakan kontrari dari pernyataan X namun tidak saling ekuivalen, misalnya Semua melati

    berwarna kuning, Semua melati berwarna hijau, dan Tiada melati berwarna putih.

    Pernyataan kompleks juga memiliki kontradiksi dan kontrari. Kontradiksi pernyataan

    Ia orang yang baik hati dan [ia] orang yang terpelajar ialah Ia bukan orang yang baik

    hati sekaligus terpelajar, yang secara logis ekuivalen dengan Ia bukan orang yang baik

    hati atau [ia] bukan orang yang terpelajar. Sedangkan kontrarinya adalah Ia bukan orang

    yang baik hati dan [ia] bukan orang yang terpelajar, yang secara logis ekuivalen dengan

    Tidak benar bahwa ia orang yang baik hati ataupun orang yang terpelajar.

  • 40

    3.4.2 Konsistensi dan Inkonsistensi

    Dua pernyataan disebut inkonsisten jika, dan hanya jika keduanya tidak mungkin benar pada

    saat yang bersamaan. Pada kondisi yang sebaliknya, dua pernyataan itu disebut konsisten;

    artinya, kedua pernyataan itu mungkin sama-sama benar pada saat bersamaan. Pernyataan

    Saya adalah laki-laki dan Saya bukan laki-laki merupakan contoh dua pernyataan yang

    inkonsisten dan Saya adalah laki-laki dan Saya adalah dosen merupakan contoh dua

    pernyataan yang konsisten.Pernyataan yang termasuk inkonsisten adalah kontrari dan

    kontradiksi. (Lihat Tabel 2.3.)

    Tabel 2.3: Pernyataan yangKonsisten dan yangInkonsisten

    Pernyataan Konsisten Inkonsisten

    Ada anyelir Ada anggrek. Tidak ada anyelir.

    Dia harus belajar. Dia harus belajar logik. Dia tidak boleh belajar.

    Dia X dan Y. Dia X. Dia bukan Y.

    Jika A maka B. Jika B maka A. A dan bukan-B.

    3.4.3 Implikasi, Ekuivalensi, dan Independensi Logis

    Tiga jenis hubungan antar-pernyataan adalah implikasi, ekuivalensi dan independensi logis.

    Ketiga jenis hubungan ini sering muncul dalam keseharian kita dan sering pula dipertukarkan

    pengertiannya; tidak jarang orang memperlakukan hubungan yang satu sebagai hubungan

    yang lain. Misalnya, independensi logis diperlakukan seolah-olah implikasi, dan sebaliknya.

    Untuk memahami ketiga jenis hubungan itu, dan untuk menghindari kesalahan dalam

    penggunaannya, kita perlu memahami pengertian masing-masing dan bagaimana

    penggunaannya.

    Implikasi

    Pernyataan P mengimplikasikan pernyataan Q ketika secara logis tidak mungkin P benar dan

    Q salah pada waktu yang bersamaan. Perhatikan contoh-contoh berikut.

    Pernyataan P mengimplikasikan Pernyataan Q

    Semua melati berwarna putih. Beberapa melati berwarna putih.

    Aten adalah seorang guru. Aten mempunyai murid.

    Saya gemuk dan pendek.

    Joko adalah laki-laki.

    Saya gemuk.

    Joko menghasilkan sperma.

  • 41

    Ekuivalensi

    Dua pernyataan secara logis ekuivalen bila keduanya saling mengimplikasikan. Jadi dua

    pernyataan yang secara logis ekuivalen memiliki makna yang sama. Begitu pula sebaliknya,

    dua pernyataan yang memiliki makna yang sama berarti secara logis keduanya ekuivalen.

    Berikut ini adalah beberapa pernyataan yang secara logis ekuivalen.

    1. Negasi dari suatu konjungsi [Bukan (P dan Q)] ekuivalen dengan disjungsi dari negasi

    konjung-konjungnya [Bukan-P atau Bukan-Q], misalnya Kita tidak akan pergi ke

    perpustakaan sekaligus ke pertandingan basket ekuivalen dengan Kita tidak pergi ke

    perpustakaan atau kita tidak pergi ke pertandingan basket.

    2. Negasi dari suatu disjungsi [Bukan-(P atau Q)] ekuivalen dengan konjungsi dari negasi

    disjung-disjungnya [Bukan-P dan Bukan-Q], misalnya Tidak benar bahwa Doni atau

    Yanto akan gagal ekuivalen dengan Doni tidak akan gagal dan Yanto juga tidak akan

    gagal.

    3. Suatu pernyataan kondisional [Jika P maka Q] ekuivalen dengan pernyataan yang

    menolak bahwa antesedennya benar dan konsekuennya salah [Bukan-(P dan bukan-Q)],

    misalnya Jika orang itu melahirkan anak, maka dia pasti perempuan ekuivalen dengan

    Tidak mungkin orang itu melahirkan anak namun bukan perempuan.

    4. Suatu disjungsi [P atau Q] ekuivalen dengan pernyataan kondisional yang antesedennya

    merupakan negasi dari salah satu disjung dan konsekuennya adalah disjung yang lain

    [Jika Bukan-P maka Q, atau Jika Bukan-Q maka P], misalnya Kita pergi ke Bangkok

    atau ke Bali ekuivalen dengan Jika kita tidak pergi ke Bangkok maka kita pergi ke

    Bali, atau Jika kita tidak pergi ke Bali maka kita pergi Bangkok.

    Independensi Logis

    Dua pernyataan disebut secara logis independen jika secara logis tidak berhubungan; jadi,

    kedua pernyataan maupun negasinya tidak saling mengimplikasikan. Umpamanya,

    pernyataan Ratno sedang belajar dan Anti tahu tempat membeli sepatu yang murah

    secara logis independen karena keduanya tidak saling berhubungan. Contoh lain, pernyataan

    Embun menetes di pagi hari secara logis independen dengan pernyataan Aku sedang

    bersedih.

  • 42

    4. Penalaran

    Penalaran adalah penarikan kesimpulan berdasarkan alasan-asalan yang relevan. Alasan-

    alasan itu dapat berupa bukti, data, informasi akurat, atau penjelasan tentang hubungan antara

    beberapa hal. Penalaran berlangsung dalam pikiran. Ungkapan verbal dari penalaran adalah

    argumentasi.

    Dalam pasal ini akan diuraikan dua jenis penalaran, syarat penalaran yang benar, dan

    kesalahan dalam penalaran. Sebelum itu, penyimpulan langsung dan prinsip-prinsip logika

    yang mendasari penalaran akan dijelaskan terlebih dahulu.

    4.1 Penyimpulan Langsung

    Fungsi akal manusia adalah mencapai kebenaran. Proses pencapaian kebenaran dimulai dari

    pengenalan terhadap gejala dan pembentukan ide itu sendiri. Tetapi kebenaran tidak terdapat

    dalam Ide. Kebenaran terdapat dalam putusan (judgement). Kalau putusan kita sesuai dengan

    kenyataan, maka kita mencapai kebenaran objektif. Atas dasar kebenaran-kebenaran

    semacam inilah pengetahuan mengalami kemajuan.

    Kebenaran pertama-tama dapat dicapai melalui penyimpulan langsung (immediate

    inference), yaitu penyimpulan yang ditarik sesuai dengan prinsip-prinsip logika. Prinsip-

    prinsip logika terdiri atas prinsip identitas, prinsip kontradiksi, dan prinsip tanpa nilai tengah

    (excluded middle). Prinsip identitas menyatakan bahwa X = X; artinya, sesuatu adalah

    sesuatu itu sendiri. Prinsip kontradiksi menyatakan bahwa jika X = X maka tidak mungkin X

    tidak sama dengan X; artinya, sesuatu adalah dirinya sendiri, tidak mungkin sesuatu itu

    sekaligus bukan dirinya sendiri. Prinsip tanpa nilai tengah menyatakan bahwa untuk proposisi

    apa pun, proposisi itu hanya dapat benar atau salah; tidak mungkin diperoleh sebuah

    proposisi yang benar sekaligus salah, atau setengah salah atau setengah benar.

    Penyimpulan langsung dilakukan melalui indera, umpamanya memberikan putusan

    bahwa mawar berwarna merah (putusannya: mawar merah), hari sedang hujan, matahari

    bersinar, atau saat ini pagi hari. Penyimpulan langsung menghasilkan pengetahuan dasar bagi

    manusia. Pengalaman empirik yang menjadi sumber pengetahuan itu. Akan tetapi

    penyimpulan langsung tidak membawa kita beranjak jauh dari informasi-informasi asal

    sehingga tidak dapat menambah pengetahuan lebih banyak lagi. Kita perlu mengetahui

    kebenaran-kebenaran dari berbagai hal yang tidak dapat dibuktikan dengan penyimpulan

    langsung maupun pembuktian melalui panca indera, seperti contoh-contoh berikut. Apakah

    matahari mengelilingi bumi atau bumi mengelilingi matahari? Apakah jiwa manusia berbeda

  • 43

    dengan jiwa binatang? Apakah matahari itu jauh atau dekat? Apakah bulan besar atau

    kecil? Benarkah jiwa itu kekal?

    4.2 Penyimpulan Tak Langsung

    Untuk dapat memperoleh pengetahuan yang benar tentang hal-hal yang tidak dapat

    dibuktikan dengan penyimpulan langsung atau indera, kita perlu membandingkan ide-ide.

    Penyimpulan melalui perbandingan ide-ide adalah penyimpulan tak langsung. Putusan yang

    dihasilkan bukan hasil dari pengenalan langsung terhadap gejala, melainkan hasil dari

    mempertemukan dua ide yang diperbandingkan dengan perantaraan ide ketiga yang sudah

    diketahui sebelumnya.

    Di atas (pasal 4.1) telah kita bahas cara membenarkan atau mengingkari suatu ide atas

    dasar satu ide yang lain (negasi, oposisi dari proposisi, dan lain-lain). Tetapi dalam

    kenyataannya kita tidak selalu dapat membuat putusan hanya berdasarkan dua ide (kita dalam

    keadaan ragu). Untuk itu diperlukan ide ketiga. Proses membandingkan dua ide dengan

    melibatkan ide ketiga untuk menghubungkan dua ide itulah yang disebut penalaran. Dengan

    kata lain, penalaran adalah penyimpulan tak langsung atau penyimpulan dengan

    menggunakan perantara (mediate inference).

    Berdasarkan prinsip identitas kita dapat menyimpulkan bahwa

    Jika ide 1 = ide 3, dan

    ide 2 = ide 3, maka

    ide 2 = ide 1.

    Berdasarkan prinsip kontradiksi kita dapat menyimpulkan bahwa

    Jika ide 1 ide 3, dan

    ide 2 = ide 3, maka

    ide 1 ide 2.

    Kedua prinsip dan turunannya yang menjadi dasar-dasar dari penalaran.

    4.3 Dua Jenis Penalaran

    Ada dua jenis penaralan, yaitu deduksi atau penalaran deduktif dan induksi atau penalaran

    induktif. Kedua jenis penalaran ini diperlukan dalam proses pencapaian kebenaran.

    Pemanfaatan keduanya telah menghasilkan pengetahuan yang berguna bagi manusia dan

    membawa peradaban manusia menjadi semaju yang kita saksikan saat ini.

    Deduksi adalah proses penalaran yang dengannya kita membuat suatu kesimpulan

    dari suatu hukum, dalil, atau prinsip yang umum kepada suatu keadaan yang khusus yang

  • 44

    tercakup dalam hukum, dalil, atau prinsip yang umum itu. Umpamanya, kita meragukan

    apakah putri malu mempunyai indera atau tidak. Tetapi ilmu pengetahuan sudah menetapkan

    dalil bahwa hakikat suatu tanaman adalah tidak berindera. Maka kita dapat melakukan

    inferensi berikut.

    Semua tanaman tak berindera.

    Puteri malu adalah tanaman.

    Jadi: Puteri malu tak berindera.

    Kita juga dapat mulai dengan proposisi hipotetis, misalnya:

    Penjahat itu sehat atau gila.

    Ia sehat.

    Jadi: Ia tidak gila.

    Penyimpulan melalui deduksi disebut juga silogisme.

    Induksi adalah proses penalaran yang dengannya kita menyimpulkan hukum, dalil,

    atau prinsip umum dari kasus-kasus khusus (individual).

    Contoh:

    Air, di mana pun, di muka bumi atau di laut, pada tingkat permukaan laut

    akan membeku pada nol derajat Celcius.

    Tetapi air di mana pun adalah air belaka.

    Jadi: Semua air pada tingkat permukaan laut membeku pada nol derajat Celcius.

    4.4 Kesalahan Penyimpulan

    Manusia tidak jarang memperoleh pengetahuan yang tidak benar karena adanya kesalahan

    dalam proses penyimpulan. Kesalahan penyimpulan digolongkan atas dua, yakni kesalahan

    material dan kesalahan formal. Kesalahan material adalah kesalahan putusan yang digunakan

    sebagai pertimbangan yang seharusnya memberikan fakta atau kebenaran. Mari kita lihat

    contoh berikut. Berdasarkan pengamatan orang melihat setiap hari matahari tampak bergerak

    dari timur ke barat, dulu orang menyimpulkan bahwa matahari mengelilingi bumi. Lalu

    kesimpulan ini digunakan untuk menjelaskan susunan alam semesta. Oleh karena putusan

    (kesimpulan) yang digunakan untuk menjelaskan susunan alam semesta salah, maka

    penjelasan tentang alam semesta pun salah.

    Kesalahan formal ialah kesalahan yang berasal dari urutan penyimpulan yang tidak

    konsisten. Sebagai contoh, untuk menjelaskan perilaku korupsi digunakan penalaran berikut

    ini yang merupakan penalaran sirkular.

    Tanya: Mengapa petugas hukum dapat disogok?

    Jawab: Karena gaji mereka kecil.

  • 45

    Tanya: Mengapa gaji petugas hukum kecil?

    Jawab: Karena ekonomi tidak tumbuh secara baik.

    Tanya: Mengapa ekonomi tidak tumbuh secara baik?

    Jawab: Karena hukum tidak berjalan dengan baik.

    Tanya: Mengapa hukum tidak berjalan dengan baik?

    Jawab: Karena petugas hukum dapat disogok. Kesalahan penalaran ini muncul dalam beragam bentuk. Bentuk-bentuk kesalahan

    penyimpulan dan penalaran akan dibahas di pasal 8.

    4.5 Argumentasi

    Sebagaimana telah dikemukakan di atas, ungkapan verbal dari penalaran atau penyimpulan

    tak langsung adalah argumentasi. Di dalam argumentasi terkandung term yang merupakan

    ungkapan verbal dari ide dan proposisi yang merupakan ungkapan verbal dari putusan.

    Proposisi yang dijadikan dasar dari kesimpulan disebut premis atau anteseden. Subjek

    (S) dan Predikat (P) dari kesimpulan masing-masing disebut ekstrem minor dan ekstrem

    mayor yang cakupannya lebih luas dari subjek. Ungkapan dari ide ketiga yang

    menghubungkan ide pertama dan ide kedua yang diperbandingkan dalam argumentasi disebut

    term tengah (middle term, disingkat M). Premis yang mengandung term mayor disebut

    premis mayor. Premis yang mengandung term minor disebut premis minor. Ketentuan ini

    baku, terlepas dari posisi premis-premis itu dalam argumentasi. Perhatikan contoh berikut.

    (1) Premis mayor: Semua hewan (M) adalah mahluk (P).

    Premis Minor: Semua belut (S) adalah hewan (M).

    Ergo : Semua belut (S) adalah mahluk (P).

    (2) Premis Minor: Semua besi (S) adalah logam (M).

    Premis Mayor: Semua logam (M) adalah unorganik (P).

    Ergo : Semua besi (S) adalah unorganik (P).

    Term tengah (M) harus muncul di premis mayor maupun premis minor sebagai

    perbandingan, tetapi tidak boleh muncul dalam kesimpulan.

    Ada dua macam argumentasi yang umum digunakan dalam logika, yaitu silogisme

    kategoris dan silogisme hipotetis. Silogisme kategoris adalah argumentasi yang menggunakan

    proposisi kategoris yang oleh Aristoteles disebut analitika. Silogisme hipotetis adalah

    argumentasi yang menggunakan proposisi hipotetis (silogisme hipotetis) yang oleh

    Aristoteles disebut dialektika.

  • 46

    5. Argumen Deduktif

    5.1 Definisi Penalaran Deduktif (Deduksi)

    Deduksi adalah bentuk argumen yang kesimpulannya niscaya mengikuti premis-premisnya.

    Lazimnya deduksi juga dipahami sebagai pembuatan pernyataan khusus berdasarkan

    pernyataan-pernyataan yang lebih umum. Pernyataan khusus itu disebut kesimpulan dan

    pernyataan-pernyataan yang lebih umum disebut premis. Dalam deduksi kesimpulan

    diturunkan dari premis-premisnya. Menerima premis tetapi menolak kesimpulan adalah tidak

    konsisten.

    Penalaran deduktif adalah proses perolehan kesimpulan yang terjamin validitasnya

    jika bukti yang tersedia benar dan penalaran yang digunakan untuk menghasilkan kesimpulan

    tepat. Kesimpulan juga harus didasari hanya oleh bukti yang sudah ada sebelumnya.

    Kesimpulan tidak boleh mengandung informasi baru tentang materi.

    5.2 Karakteristik Penalaran Deduktif

    Penalaran deduktifyang sering digunakan untuk menulis esai argumentatifdiawali

    dengan generalisasi yang dianggap benar (self-evident) yang menghasilkan premis-premis,

    lalu dari situ diturunkan kesimpulan yang koheren dengan premis-premisnya. Premis dan

    kesimpulan harus berkesesuaian dan tertata dalam bentuk argumentasi tertentu. Bentuk

    deduksi yang paling umum digunakan adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor,

    premis minor, kesimpulan. Bentuk argumentasi ikut menentukan sahih (valid) atau tidaknya

    penalaran deduktif. Sebagaimana sudah disebutkan di atas, dalam penalaraan deduktif

    kesimpulan bersifat lebih khusus daripada premis-premisnya. Penalaran deduktif bertujuan

    untuk menentukan putusan yang sahih tentang hal khusus tertentu berdasarkan pemahaman

    tentang hal-hal yang lebih umum.

    5.3 Silogisme

    Silogisme berasal dari kata Yunani syllogismos yang berarti kesimpulan. Silogisme adalah

    jenis argumen logis yang kesimpulannya diturunkan dari dua proposisi umum (premis) yang

    berbentuk prosisi kategoris.

    Dilihat dari bentuknya, penilaian terhadap silogisme adalah sahih (valid) atau tidak

    sahih (invalid). Silogisme sahih jika kesimpulannya dibuat berdasarkan premis-premisnya

    dengan bentuk-bentuk yang tepat. Sedangkan penilaian benar (true) diberikan jika silogisme

    valid dan klaimnya akurat (informasinya sesuai dengan fakta). Perhatikanlah contoh berikut.

  • 47

    (1) Premis Mayor : Semua politikus adalah laki-laki.

    Premis Minor : Sri adalah politikus.

    Kesimpulan : Maka, Sri adalah laki-laki.

    Sahih atau tidak sahihkah silogisme ini? Jawabnya sahih. Jika kita tahu bahwa Sri adalah

    perempuan maka silogisme itu tidak benar karena pernyataan tidak sesuai dengan kenyataan.

    (2) Premis Mayor: Semua ayah adalah laki-laki.

    Premis Minor: Dino adalah laki-laki.

    Kesimpulan : Maka, Dino adalah ayah.

    Silogisme ini tidak sahih karena term tengahnya yaitu term yang muncul di kedua premis,

    dalam hal ini laki-laki merujuk kepada semua anggota dari kelompok laki-laki, bukan hanya

    kepada ayah atau Dino.

    (3) Premis Mayor: Tidak ada seorang pun yang ditolak menjadi mahasiswa

    karena ketidakmampuan fisik.

    Premis Minor: Tunarungu adalah ketidakmampuan fisik.

    Kesimpulan : Maka, tunarungu akan ditolak menjadi mahasiswa karena

    ketidakmampuan fisik.

    Silogisme ini juga tidak sahih karena salah satu premisnya negatif sehingga hanya dapat

    memiliki kesimpulan negatif.

    (4) Premis Mayor : Mahasiswa yang tidak belajar bisa jadi akan lulus ujian.

    Premis Minor : Dono adalah mahasiswa yang belajar.

    Kesimpulan : Maka, Dono bisa jadi akan lulus ujian.

    Silogisme ini sahih karena memenuhi hukum-hukum silogisme.

    5.3.1 Silogisme Kategoris

    Bentuk dasar silogisme kategoris ialah: Jika A adalah bagian dari C maka B adalah bagian

    dari C (Adan B adalah anggota dari C). Silogisme kategoris ini mengikuti hukum Semua

    atau Tidak Sama Sekali (All or None atau Dictum de Omni et Nullo); artinya, berlaku untuk

    seluruh anggota kelas, atau tidak sama sekali. Tidak dikenal ada sebagian dan tidak ada

    sebagian. Sebagai contoh, kalau kelas ikan memiliki insang, maka tidak mungkin ada

    anggotanya yang tak berinsang; dan kalau kelas merpati adalah burung, maka tak mungkin

    ada merpati yang bukan burung.

  • 48

    Dengan mengikuti hukum Semua atau Tidak Sama Sekali itu dapat dibuat silogisme

    seperti berikut:

    (1) Semua makhluk hidup (M) bernafas (P).

    Semua burung (S) adalah makhluk hidup (M).

    Jadi: Semua burung (S) bernafas (P).

    yang dirumuskan menjadi

    Semua M adalah P.

    Semua S adalah P.

    Jadi: Semua S adalah P.

    atau silogisme berikut:

    (2) Tiada hewan (M) berkaki tiga (P).

    Semua beruang (S) adalah hewan (M).

    Jadi: Tiada beruang (S) berkaki tiga (P).

    yang dirumuskan menjadi

    Tiada M yang P.

    Semua S adalah M.

    Jadi: Tiada S yang P.

    5.3.2 Delapan Hukum Silogisme

    Silogisme tunduk kepada delapan hukum yang masing-masing diterapkan berikut ini.

    (Keterangan: P = Predikat/mayor; S = Subjek/minor; M = Term tengah (Middle term); u =

    Universal; p = partikular; + = afirmatif; dan = negatif.)

    Hukum 1: Silogisme hanya mengandung tiga term.

    Semua tanaman (M1) adalah hidup (P).

    Semua batu (S) adalah mineral (M2).

    Jadi: Semua batu (S) adalah/tidak (?) hidup (P).

    Buku (P) mempunyai halaman (M).

    Rumah (S) mempunyai halaman (M).

    Jadi: Rumah (S) adalah buku (P).

    Halaman di sini bermakna ganda (equivocal), silogisme di atas mempunyai empat term.

  • 49

    Hukum 2: Term mayor atau term minor tidak boleh menjadi universal dalam kesimpulan

    jika dalam premis hanya bersifat pertikular.

    uM + pP Semua manusia adalah hewan.

    uS uM Tak ada binatang yang manusia.

    uS uP Tak ada binatang yang hewan.

    Yang salah adalah P (disebut illicit mayor).

    uM uP Tiada burung yang menyusui.

    uM + pS Semua burung adalah hewan berkaki dua.

    uS uP Tiada hewan berkaki dua yang menyusui.

    Yang salah adalah S (disebut illicit minor).

    Hukum 3: Term tengah tidak boleh muncul dalam kesimpulan.

    M + P Aristoteles adalah filsuf.

    M + S Aristoteles adalah misikin.

    M + S/P Aristoteles adalah filsuf yang miskin.

    M dalam silogisme itu tidak lagi berfungsi sebagai pembanding, melainkan menjadi salah

    satu bagian dari kesimpulan. Dengan demikian, kesimpulan yang terjadi bukanlah

    merupakan putusan baru.

    Hukum 4: Term tengah harus digunakan sebagai proposisi universal dalam premis-

    premis, setidak-tidaknya satu kali.

    uP + pM Semua orang mati.

    uS + pM Semua artis mati.

    uS + pP Semua artis adalah orang.

    Silogisme ini seakan-akan benar, oleh karena kebetulan posisi term-term itu adalah

    sebagai berikut:

    M (mati) mempunyai ekstensi yang paling benar.

    P (orang) mempunyai ekstensi yang lebih kecil dan termasuk dalam M.

    S (artis) mempunyai ekstensi yang paling kecil dan termasuk dalam P.

    Tetapi perhatikanlah silogisme berikut:

    uP + pM Semua orang mati.

    uS + pM Semua kucing mati.

    uS + pP Semua kucing adalah orang.

    Dalam silogisme ini, kesalahannya sangat nyata karena walaupun P (orang) dan S

    (kucing) sama-sama termasuk dalam ekstensi dari M (mati), tetapi P dan S tidak saling

  • 50

    meliputi (berdiri sendiri-sendiri). Pelanggaran hukum 4, seperti yang terdapat dalam kedua

    silogisme di atas, disebut Undistributed Middle

    Hukum 5: Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan juga afirmatif.

    M + P Semua mamalia menyusui.

    S + M Beberapa kuda adalah mamalia.

    S P Beberapa kuda tidak menyusui.

    Hukum 6: Tidak boleh kedua premis negatif, setidaknya salah satu harus afirmatif.

    M P Tiada binatang yang batu.

    S M Tiada intan yang binatang.

    S P Tiada intan yang batu.

    Hukum 7: Kalau salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif. Kalau salah satu

    premis partikular, kesimpulan harus partikular.

    Fase I.

    P M Tiada perokok yang bebas nikotin.

    S + M Balita bebas nikotin.

    S + P Balita adalah perokok.

    Fase II.

    M + P Semua manusia adalah mahluk rasional.

    pS + M Sebagian hewan adalah manusia.

    uS + P Semua hewan adalah mahluk rasional.

    M P Tiada karbon yang putih.

    pS + M Sebagian zat padat adalah karbon.

    uS P Tiada zat padat yang putih.

    Hukum 8: Tidak boleh kedua premis partikular, setidaknya salah satu harus universal.

    pM + pP Beberapa orang adalah tukang becak.

    pS + pM Beberapa bule adalah orang.

    pS + pP Beberapa bule adalah tukang becak.

    Silogisme itu dapat benar walaupun kedengarannya agak janggal (mungkin saja ada orang

    bule yang bekerja sebagai tukang becak). Tetapi kalau kata-kata tukang becak diganti dengan

    berkulit hitam, maka kesalahan karena pelanggaran hukum ke-8 ini akan sangat nyata.

    pM + pP Beberapa pakar agama adalah orang Indonesia.

    pS uM Beberapa penduduk Depok bukan pakar agama.

    pS uP Beberapa penduduk Depok bukan orang Indonesia.

  • 51

    5.3.3 Silogisme Hipotetis

    Dalam logika, silogisme hipotetis memiliki dua penggunaan. Dalam logika proposisional,

    silogisme mengungkapkan aturan-aturan penyimpulan, sedangkan dalam sejarah logika ia

    berperan sebagai teori konsekuensi.

    Silogisme hipotetis berbeda dengan silogisme kategoris dan tunduk kepada aturan

    tersendiri. Dalam silogisme hipotetis, premis pertama (premis mayor) menampilkan kondisi

    yang tak tentu (jika P, maka Q) atau masalah (atau P atau Q; P dan Q tidak dapat

    benar dua-duanya). Premis pertama itu harus diselesaikan secara memadai oleh premis

    kedua (premis minor) sehingga kesimpulan yang sahih dapat dihasilkan. Penyelesaian

    masalah selalu dalam bentuk afirmasi atau negasi.

    Secara lebih sederhana dapat dikatakan bahwa premis mayor silogisme hipotetis

    adalah proposisi hipotetis sedangkan premis minor dan kesimpulannya adalah proposisi

    kategoris. Dalam silogisme hipotetis, tidak term mayor, term minor atau term tengah. Premis

    mayor terdiri atas anteseden dan konsekuen. Sebagai contoh, dalam pernyataan Jika hari

    hujan, maka tanah basah, hari hujan adalah anteseden dan tanah basah adalah konsekuen.

    5.3.4 Bentuk-bentuk Umum Argumen yang Sahih

    Ada tiga bentuk dasar dari silogisme hipotetis, yaitu modus ponens yang mengafirmasi

    anteseden, modus tollens yang menolak konsekuen, dan silogisme hipotetis dengan rantai

    kondisional. Berikut ini ketiga bentuk dasar silogisme hipotetis.

    1) Mengafirmasi anteseden (modus ponens)

    P Q

    P

    Q

    Contoh:

    Jika psikologi adalah ilmu pengetahuan maka psikologi menggunakan metode.

    Psikologi adalah ilmu pengetahuan.

    Psikologi menggunakan metode.

    2) Menolak konsekuensi (modus tollens)

    P Q

    - Q

    - P

  • 52

    Contoh:

    Jika astrologi adalah ilmu pengetahuan maka astrologi menggunakan metode.

    Astrologi tidak menggunakan metode.

    Astrologi bukan ilmu pengetahuan.

    3) Silogisme Hipotetis (Rantai Kondisional)

    P Q

    Q R

    P R

    Contoh:

    Jika psikologi adalah ilmu pengetahuan maka psikologi menggunakan metode.

    Jika psikologi menggunakan metode maka psikologi sistematis.

    Jika psikologi adalah ilmu pengetahuan maka psikologi sistematis.

    Selain ketiga bentuk itu, ada bentuk-bentuk lain yang lebih kompleks. Berikut ini

    adalah tiga di antaranya.

    1) Silogisme Disjungtif

    P V Q

    - P

    Q

    Contoh:

    Psikologi adalah ilmu ramal atau psikologi bersifat ilmiah.

    Psikologi bukan ilmu ramal.

    Psikologi bersifat ilmiah.

    2) Dilema Konstruktif

    (P