354-708-1-SM

download 354-708-1-SM

of 6

Transcript of 354-708-1-SM

  • 7/31/2019 354-708-1-SM

    1/6

    MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 23-28

    23

    PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES MENGGORENG (DEEP FRYING)

    TERHADAP PEMBENTUKAN ASAM LEMAK TRANS

    Ratu Ayu Dewi Sartika

    Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

    E-mail : [email protected]

    Abstrak

    Proses menggoreng adalah salah satu cara memasak bahan makanan mentah (raw food) menjadi makanan matangmenggunakan minyak goreng. Umumnya, proses ini dilakukan oleh industri pengolahan makanan, restoran, jasa boga,penjual makanan jajanan maupun tingkat rumah tangga. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoriumyang dilakukan di Laboratorium Gizi Kesehatan Masyarakat FKM-UI serta Laboratorium terpadu IPB, Bogor, pada

    bulan Desember tahun 2005 sampai Maret 2006. Penelitian dilakukan dengan 2 macam perlakuan (sampel minyak hasilpenggorengan singkong dan daging) dengan 4 kali pengulangan setiap perlakuan. Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui pengaruh menggoreng dengan cara deep frying (suhu tinggi dan jangka waktu lama) serta berulang terhadappembentukan asam lemaktrans. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam lemak yang paling banyak terkandung padaminyak goreng adalah asam oleat (bentukcis). Asam lemaktrans (elaidat) baru terbentuk setelah proses menggoreng(deep frying) pengulangan ke-2, dan kadarnya meningkat sejalan dengan pengulangan penggunaan minyak. Hasil ujikorelasi antara asam elaidat (trans) dan asam oleat (cis) menunjukkan asosiasi negatif (r = - 0,8; p = 0,016). Dilihat darimulai terbentuknya asam lemaktrans, maka disarankan untuk menggunakan minyak goreng tidak lebih dari 2 (dua) kalipengulangan.

    Abstract

    Influencing of Deep Frying in Forming of Trans Fatty Acid. Frying process is one of the cookings techniques using

    vegetable oil. This process is commonly used in food industry, restaurants, food services, food retail and householdscale. This is a laboratory experimental study which performed in laboratory of Public Health Nutrition FKM-UI andIntegrated Laboratory IPB, Bogor from December 2005 until March 2006. It was conducted by two (2) type oftreatment (used cooking oil ex cassava and meat) with 4 (four) times for each treatment. The objective of this study is toknow the influence of frying by using deep frying (frying in high temperature and in a long time) and repeating to transfatty acid formation in cooking oil. From the result revealed that fatty acid type mostly contained in a fresh cooking oilis oleic acid. Trans fatty acid was formed after second repeating of deep frying and increased in line with the frequent ofrepeating. Correlation test result had shown that negative association between elaidic acid (trans) and oleic acid (cis)(r = - 0,8; p value = 0.016). In accordance with the beginning of trans fatty acid formation, it would be better to use thecooking oil not more than twice.

    Keywords: deep frying, trans fatty acid, cooking oil

    1. Pendahuluan

    Minyak merupakan campuran dari ester asam lemakdengan gliserol. Jenis minyak yang umumnya dipakaiuntuk menggoreng adalah minyak nabati seperti minyaksawit, minyak kacang tanah, minyak wijen dansebagainya. Minyak goreng jenis ini mengandungsekitar 80% asam lemak tak jenuh jenis asam oleat danlinoleat, kecuali minyak kelapa. Proses penyaringan

    minyak kelapa sawit sebanyak 2 kali (pengambilanlapisan lemak jenuh) menyebabkan kandungan asamlemak tak jenuh menjadi lebih tinggi [1]. Tingginyakandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyakmudah rusak oleh proses penggorengan (deep frying),karena selama proses menggoreng minyak akandipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi sertaterjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yangmemudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak[2].

  • 7/31/2019 354-708-1-SM

    2/6

    MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 23-2824

    Isomer geometris terbentuk apabila ikatan rangkap cis(struktur bengkok) terisomerisasi menjadi konfigurasitrans (struktur lebih linier) yang secara termodinamiksifatnya lebih stabil daripada cis, seperti asam oleatmenjadi asam elaidat [3]. Bentuk isomer trans lebih

    menyerupai asam lemak jenuh daripada asam lemak takjenuh. Secara kimiawi, konfigurasi asam lemak takjenuh trans mengikat atom hidrogen secaraberseberangan (opposite), sedangkan bentuk cissebaliknya [4].

    Terdapat 2 (dua) cara proses menggoreng, yaitu panfrying dan deep frying. Menggoreng cara deep fryingmembutuhkan minyak dalam jumlah banyak sehinggabahan makanan dapat terendam seluruhnya di dalamminyak. Proses menggoreng adalah suatu prosespersiapan makanan dengan cara memanaskan bahanmakanan di dalam ketel yang berisi minyak [2].

    Menurut Puspitasari, pembentukan asam lemak transdalam makanan diperoleh pada saat pemanasan selamapengolahan minyak (refinery) [3,5] Secara umum,makanan yang digoreng mempunyai struktur yang samayaitu lapisan permukaan (outer zone surface), lapisantengah (outer zone/crust) dan lapisan dalam (innerzone/core). Lapisan bagian dalam dari makanan (core)masih mengandung air. Lapisan tengah makanan (crust)adalah bagian luar makanan yang merupakan hasildehidrasi pada saat digoreng [2].

    Minyak yang diserap untuk mengempukkan crustmakanan, sesuai dengan jumlah air yang menguap padasaat menggoreng. Jumlahnya yang terserap tergantung

    dari perbandingan antara lapisan tengah dan lapisandalam. Semakin tebal lapisan tengah maka semakinbanyak minyak yang akan terserap. Lapisan permukaanmerupakan hasil reaksi Maillard (browning nonenzimatic) yang terdiri dari polimer yang larut, dantidak larut dalam air serta berwarna coklat kekuningan.Biasanya senyawa polimer ini terbentuk bila makananjenis gula dan asam amino, protein dan atau senyawayang mengandung nitrogen digoreng secara bersamaan[6].

    Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemaktak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan suhu 100oCatau lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi.

    Oksidasi pada penggorengan suhu 200

    o

    C menimbulkankerusakan lebih mudah pada minyak dengan derajatketidakjenuhan tinggi, sedangkan hidrolisis mudahterjadi pada minyak dengan asam lemak jenuh rantaipanjang [7,8].

    Dalam kehidupan sehari-hari, asam lemak transdijumpai dalam berbagai produk pangan lemak nabatiyang dihidrogenasi seperti margarin, shortening, biskuitatau kue-kue. Proses hidrogenasi yang terjadi selainmenghasilkan jumlah lemak jenuh lebih banyak, juga

    Gambar 1. Struktur Kimia dari Cis-Asam Lemak TakJenuh (Asam Oleat), Trans-Asam Lemak Tak

    Jenuh (Asam Elaidat) Dibandingkan denganAsam Lemak Jenuh (Asam Stearat) [9]

    Inner Zone, or CoreInner Zone, or Core

    Outer Zone SurfaceOuter Zone Surface

    Outer Zone, or CrustOuter Zone, or Crust

    Gambar 2.Basic Structure of Deep Fried Foods[2,6]

    akan mengubah bentuk cis menjadi trans. Fennemamenyebutkan bahwa pada suhu 25oC, reaksi oksidasiterhadap asam oleat (C18:1 cis) akan menghasilkan 2(dua) senyawa radikal intermediate yaitu cis dan trans[6].Selama ini belum pernah dilakukan penelitian untukmengetahui pengaruh penggorengan dengan cara deepfrying (suhu tinggi dan pengulangan) terhadap

    pembentukan asam lemak trans, mengingat preferensikonsumen terhadap makanan gorengan di Indonesiatermasuk tinggi, sementara kekhawatiran tentangadanya pengaruh metabolik dari lemaktrans khususnyayang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular telahbermunculan.

    2. Metode Penelitian

    Disain penelitian adalah uji eksperimental laboratoriumdengan 2 (dua) macam perlakuan (minyak hasilpenggorengan singkong dan daging) dan 4 (empat) kalipengulangan dengan suhu 200C. Penelitian dilakukandi laboratorium Gizi Kesehatan Masyarakat FKM-UI

    serta laboratorium terpadu IPB, Bogor.

    Bahan, alat dan cara kerja: a) Sampel yang digunakandalam penelitian ini adalah minyak goreng komersilmerk B yang diperoleh dari supermarket, serta bahanmakanan yang digoreng adalah singkong dan dagingyang dipotong dengan ukuran/porsi seperti yangdijajakan oleh pedagang makanan (50 gram); b) Bahankimia yang digunakan adalah larutan standar, larutanNaOH dalam metanol, larutan BF3, larutan NaCl jenuh,Na2SO4 anhidrat dan heksana.

  • 7/31/2019 354-708-1-SM

    3/6

    MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 23-28 25

    Peralatan yang digunakan adalah: (1) Ketelpenggorengan terbuat dari aluminium dan pengadukkayu; (2) Termometer (alat pengukur suhu minyak padasaat menggoreng bahan makanan); (3) Peralatan GasChromatography (GC) merk Shimadzu GC-17a, 007

    series bonded phase fused silica capillary columnno.020711a. Alat ini untuk memisahkan konfigurasiasam lemak cis dan trans [6]. Komponen dipisahkandengan cara diuapkan, dibawa oleh gas inert dandilewatkan melalui sebuah kolom/fase diam yangberupa zat padat atau cairan yang tidak mudahmenguap yang melekat pada bahan pendukung inert.Jenis kolom: Cyanopropil methyl sil (capillary column);dimensi kolom: p = 60 m; ` dalam = 0,25 mm, 0,25 Film Tickness.

    Proses menggoreng dimulai dengan memasukkanminyak goreng segar ke dalam ketel penggorengansebanyak + 1 liter, kemudian ketel dipanaskan hingga

    suhu mencapai yang diinginkan yaitu 200o

    C(menggunakan alat termometer), kemudian bahanmakanan digoreng hingga matang dan diupayakansejarang mungkin melakukan pengadukan untukmengurangi aliran konveksi dalam minyak dan reaksioksidasi akibat terjadinya proses aerasi [7, 8].

    Identifikasi terhadap komposisi asam lemak dilakukanpada 2 (dua) sampel yaitu minyak hasil gorengansingkong dan minyak hasil gorengan daging. Faktoryang membedakan adalah pengulangan penggorengandan lama proses menggoreng. Minyak yang digunakanuntuk pengulangan adalah minyak yang sama (tidakdiganti dan tidak dilakukan penambahan volume

    minyak segar). Waktu yang dipakai untuk menggorengsingkong yaitu: pengulangan pertama dengan waktupenggorengan 15 dan 30 menit (sampel A dan B).Pengulangan ke-2 dengan waktu penggorengan 15 dan30 menit (sampel C dan D). Pengulangan ke-3 denganwaktu penggorengan 15 dan 30 menit (sampel E dan F).Pengulangan ke-4 dengan waktu penggorengan 15 dan30 menit (sampel G dan H).

    Sedangkan waktu yang dipakai untuk menggorengdaging lebih pendek yaitu sekitar 4 menit (dengan 2 kalipengulangan, masing-masing selama 2 menit), karenadaging sudah dalam keadaan precooked. Pengulanganpertama dengan waktu penggorengan @ 2 menit

    (sampel A dan B). Pengulangan ke-2 dengan waktupenggorengan @ 2 menit (sampel C dan D).Pengulangan ke-3 dengan waktu penggorengan @ 2menit (sampel E dan F). Pengulangan ke-4 denganwaktu penggorengan @ 2 menit (sampel G dan H).Jumlah total sampel/minyak perlakuan adalah 16sampel. Tiap perlakuan terdiri dari 4 (empat) kalipengulangan dan tiap pengulangan sebanyak 2 (dua)sampel minyak. Sampel minyak diambil langsungsetelah proses penggorengan, kemudian minyak dalam

    ketel didiamkan hingga dingin dan dilanjutkanpenggorengan berikutnya.

    Pengukuran suhu minyak dengan termometerdimaksudkan untuk menjaga agar suhu minyak konstan,

    dan waktu mulai dihitung jika suhu sudah mencapai200oC (selama 15 dan 30 menit untuk singkongsedangkan untuk daging selama 2 menit). Analisis mutuminyak goreng dilakukan di laboratorium, berdasarkanparameter kadar asam lemak trans yang terbentuk dankadar asam oleat (cis) dari minyak.

    Cara pengukuran asam lemak dalam minyak:a. Preparasi sampel (hidrolisis dan esterifikasi).

    Pertama, sampel minyak ditimbang dalam tabungbertutup teflon, kemudian ditambahkan 1 ml NaOH0,5 N dalam metanol dan dipanaskan dalampenangas air selama 20 menit.

    b. Selanjutnya ditambahkan 2 ml BF3 16% dan 5mg/ml standar internal dan dipanaskan lagi selama20 menit. Setelah dingin, ditambahkan 2 ml NaCljenuh dan 1 ml heksana. Lapisan heksanadipisahkan dan dimasukkan ke dalam tabung yangberisi 0,1 g Na2SO4 anhidrat dan dibiarkan selama15 menit. Fase cair dipisahkan dan diinjeksikan kekromatografi gas.

    c. Analisis komponen asam lemak, sebagai FAMEdengan alat kromatografi gas, kolom cyanoprilmethyl sil (capilary column). Kondisi alat diatursebagai berikut: dimensi kolom (p = 60 m; ` dalam= 0,25 mm, 0,25 Film Tickness); laju alir N2: 20mL/menit; laju alir H2:30 mL/menit; laju alir

    udara:200 250 mL/menit; suhu injektor: 200oC; suhu detektor: 230 oC; suhu kolom: programtemperature (kolom temperatur: awal 190oC diam15 menit, akhir 2300C diam 20 menit dan rate100C/menit); ratio = 1:8; inject volum: 1 L;linier velocity: 20 cm/sec.

    d. Analisis dimulai dari injeksi pelarut (1 L) kedalam kolom untuk memperoleh baseline,kemudian dilanjutkan dengan menginjeksi 5 Lcampuran standar FAME. Bila semua puncak sudahkeluar baru kemudian sampel diinjeksikansebanyak 5 L. Waktu retensi dan puncak sampeldiukur untuk masing-masing komponendibandingkan dengan standar dan dihitung dengan

    cara sebagai berikut:

    Cx = Ax . R CsAs

    keterangan:Cx : Konsentrasi komponen XCs : Konsentrasi standar internalAx : Luas puncak komponen XAs : Luas puncak standar internalR : Respon

  • 7/31/2019 354-708-1-SM

    4/6

    MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 23-2826

    3. Hasil dan Pembahasan

    Uji asam lemak trans pada minyak goreng (setelah

    menggoreng singkong). Tabel 1 menunjukkankandungan asam oleat pada minyak segar (sebelumdigunakan dalam proses menggoreng) yaitu sebesar41,35%b/b. Setelah minyak dipakai untuk menggorengsingkong terlihat penurunan kadar asam oleat (sampelA, B dan C), tetapi belum tampak adanya pembentukanasam lemak trans. Asam lemak trans baru terbentuksetelah minyak dipanaskan pada pengulangan ke-2dengan waktu 30 menit yaitu sebesar 0,37%b/b (sampelD). Jumlah asam lemak trans (elaidat) ini meningkatsejalan dengan pengulangan ke-3 dan ke-4 sertapenambahan waktu menggoreng (sampel E, F, G danH).

    Reaksi oksidasi terhadap asam oleat (bentuk cis)menyebabkan terbentuknya isomertrans (asam elaidat).

    Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan adanya asosiasinegatif antara asam elaidat dan asam oleat (r = -0,8;p = 0,016), artinya penurunan kadar asam oleat (cis)diikuti dengan peningkatan kadar asam elaidat (trans).Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwapengulangan penggunaan minyak goreng kemungkinandapat menyebabkan adanya kandungan asam lemaktrans pada makanan yang digoreng. Walaupun jenisbahan baku makanan tersebut bukan berasal darikelompok ruminansia. Hal ini karena terjadinyapenyerapan minyak oleh bahan makanan selama prosespenggorengan.

    Uji asam lemak trans pada minyak goreng (setelah

    menggoreng daging sapi). Seperti halnya prosesmenggoreng singkong, asam lemak trans belumterbentuk saat minyak pertama kali digunakan untukmenggoreng daging sapi. Kadar asam oleat (bentukcis)pada tahap penggorengan awal sebesar 35,94%b/b(sampel A). Pembentukan asam lemak trans (asamelaidat) baru terjadi setelah minyak dipanaskan 2 (dua)menit berikutnya yaitu sebesar 0,13%b/b (sampel B).

    Jumlah asam elaidat ini meningkat sejalan denganpengulangan ke-2 dan ke-3 serta menurun padapengulangan ke-4. Pada sampel E terjadi peningkatankadar asam elaidat yang cukup besar yaitu 1,51% b/bdan kembali menurun pada sampel F, G dan H. Hasil

    uji korelasi Pearson antara asam elaidat dan asam oleatmenunjukkan bahwa ada asosiasi negatif antara asamelaidat dan asam oleat, walaupun hubungan ini tidaksignifikan (r = -0,14; p > 0,05). Peneliti menduga bahwatidak adanya hubungan antara penurunan asam lemakbentuk cis dan peningkatan asam lemak bentuk transdisebabkan oleh reaksi oksidasi yang tidak sajamengubah bentukcis menjadi trans, tetapi juga merusakikatan isomertrans yang sudah ada.

    Bentuk isomer dari asam linoleat (cis) adalah asamlinolelaidat (C18:2n9t). Pada penelitian ini, tampaknyaasam linolelaidat (trans) hanya terdeteksi pada sampelE yaitu sebesar 0,25%b/b. Tetapi pada prosespengulangan berikutnya tidak lagi terdeteksi adanya

    jenis asam lemaktrans ini.

    Tabel 1. Hasil Analisis Asam Elaidat dan Asam Oleatpada Minyak (Setelah Menggoreng Singkong)

    dalam Berbagai Pengulangan

    Pengu-

    langan

    Sampel

    (minyak)

    Waktu

    (Menit)

    Suhu

    (C)

    Asam Elaidat

    (trans)

    (C18:1n9t)

    (%b/b)

    Asam

    Oleat (cis)

    (C18:1n9c)

    (%b/b)

    Minyak baru - 41,35Ke-1 A 15 200 - 37,94

    B 30 200 - 39,55Ke-2 C 15 200 - 41,92

    D 30 200 0,37 36,16Ke-3 E 15 200 0,54 37,22

    F 30 200 0,54 36,33Ke-4 G 15 200 0,66 36,59H 30 200 0,73 35,69

    Keterangan : - = tidak ada ; (r =- 0,8, p =0,016); asam lemak elaidat() = 23,104 (C18:1n9t)

    Tabel 2. Hasil Analisis Asam Elaidat dan Asam Oleat pada

    Minyak (Setelah Menggoreng Daging Sapi)

    dalam Berbagai Pengulangan

    PengulanganSampel

    (minyak)

    Waktu

    (menit)

    Suhu(

    C)

    Asam

    Elaidat

    (trans)

    (C18:1n9t)

    (%b/b)

    Asam Oleat

    (cis)

    (C18:1n9c)

    (%b/b)

    Ke-1 A 2 200 - 35,94B 2 200 0,13 40,72

    Ke-2 C 2 200 0,90 37,08D 2 200 0,85 35,79

    Ke-3 E 2 200 1,51 27,92F 2 200 1,17 35,99

    Ke-4 G 2 200 1,36 37,81H 2 200 1,20 36,80

    Keterangan : - = tidak ada; (r=- 0,14, p=0,736); asam lemak elaidat() = 23,104 (C18:1n9t)

    Gambar 1. Hasil Analisis Asam Lemak pada MinyakGoreng Menggunakan Gas Chromatography,Kolom Cyanopril Methyl Sil (Capilary Column)

  • 7/31/2019 354-708-1-SM

    5/6

    MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 23-28 27

    Kadar asam lemak trans yang cenderung turun naikpada minyak hasil menggoreng daging, kemungkinandisebabkan asam lemak tak jenuh yang terdapat dalamdaging mengalami pemecahan ikatan rangkap (asamoleat, linoleat dan linolenat) serta terjadi isomerisasi,

    sehingga terlihat kadar asam elaidat (trans) tertinggipada sampel E, diikuti dengan penurunan kadar oleat(terendah). Jadi pembentukan asam lemak trans(C18:1n9t dan C18:2n9t) kemungkinan tidak saja berasaldari asam lemak cis pada minyak yang mengalamiisomerisasi, tetapi juga berasal dari asam lemak transyang secara alamiah sudah terdapat dalam daging sapi(ruminansia), yang kemudian selama prosespenggorengan terjadi pelarutan asam lemak trans darikomponen daging yang digoreng tersebut. Daging yangsebelum digoreng mengandung 2,2 %b/b asam elaidat.

    Pada saat menggoreng daging, waktu yang dibutuhkanrelatif lebih singkat dibandingkan dengan saat

    menggoreng singkong. Hal ini disebabkan karenadaging tersebut sudah dalam keadaan pre-cooked,sehingga waktu untuk menjadi matang relatif lebihpendek [10].

    Proses menggoreng dengan cara deep frying danpengulangan dapat menyebabkan terjadinya isomerisasigeometri dan posisi [2]. Perubahan kecil terhadap suhupemanasan sangat mempengaruhi proses pembentukanisomer geometri dari cis menjadi trans yang lebih stabil,hal ini ditandai dengan perubahan kecepatan reaksi danenergi aktivasi pembentukan isomer [11].

    Pada penelitian ini, asam lemak trans yang terbentuk

    adalah asam elaidat sebagai hasil oksidasi terhadapasam oleat (C18:1 cis). Sedangkan hasil reaksi oksidasiasam linoleat (C18:2 cis) adalah campuran konyugasiantara 9- dan 13- diene hydroperoxides kemudianmengalami isomerisasi geometrik membentuk transisomer yaitu asam linolelaidat (C18:2 trans)[6].

    Pemanasan minyak terputus (dipanaskan-didinginkan-dipanaskan) selama beberapa hari menyebabkandestruksi makin cepat dan mengalami dekomposisi, bilakemudian didinginkan (malam hari) akan menyebabkandekomposisi pada saat minyak dipanaskan kembali.Minyak goreng yang digunakan lebih dari 4 (empat) kalipemanasan akan mengalami oksidasi (reaksi dengan

    udara) yang ditandai dengan terbentuknya peroksida[11] .

    Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemaktak jenuh (memiliki ikatan rangkap), tetapi bila minyakdipanaskan suhu 100oC atau lebih, asam lemakjenuhpun dapat teroksidasi. Proses menggoreng padasuhu 200oC lebih memudahkan kerusakan berupa reaksioksidasi terutama pada minyak dengan derajatketidakjenuhan tinggi [5]. Ketaren menyebutkan bahwa

    kerusakan minyak diakibatkan oleh prosespenggorengan pada suhu tinggi (200-250oC) [2].

    Penelitian yang dilakukan oleh Ananta menyebutkanbahwa semua asam lemak esensial mudah rusak oleh

    reaksi oksidasi dan pemanasan [10]. Pada suhu tinggi,asam linoleat dapat mengalami polimerisasi sertaterbentuk asam lemak rantai pendek [7]. Kerusakanminyak setelah proses deep frying tergantung dari jenisminyak, mutu minyak goreng segar serta perlakuanterhadap minyak ulangan. Minyak yang telah rusaktidak hanya memberikan efek negatif bagi gizi dankesehatan tetapi juga berdampak pada tekstur dan rasamakanan yang dihasilkan [1].

    4. Kesimpulan

    Simpulan. Setelah proses menggoreng dengan caradeep frying (suhu tinggi dan waktu yang lama) terlihat

    adanya hubungan terbalik antara kadar asam lemakelaidat (trans) dan asam oleat (cis) dengan nilai p

  • 7/31/2019 354-708-1-SM

    6/6

    MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 23-2828

    [8] C.J. Robertson, The Practice of Deep Fat FryingChemistry & Technology of Deep Fat Frying, FoodTechnology Symposium 1967 p. 34-36.

    [9] T.P. Pantzaris, Palm Oil in Frying, Frying of Food:Oxidation, Nutrient and Non-Nutrient

    Antioxidants, Biologically Active Compounds andHigh Temperatures, Boskou and Ibrahim E. (Eds.),Technomic Publishing Company, Inc.,Pennsylvania. USA, 1999.

    [10] L.D. Joeliani, Skripsi Sarjana, Fakultas TeknologiPertanian. Institut Pertanian Bogor, Indonesia,1996.

    [11] C.M. Ananta, Skripsi Sarjana, Fakultas TeknologiPertanian, Institut Pertanian Bogor, Indonesia,

    1991.