3. Penatalaksanaan Reaksi Anafilaktik

8
PROTOKOL PENATALAKSANAAN REAKSI ANAFILAKTIK PADA ANAK I. DEFINISI Reaksi anafilaktik ialah suatu reaksi alergi akut yang terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah kontak dengan suatu alergen pada individu yang telah sensitif terhadap alergen tersebut (4). Reaksi anafilaktiik ini dapat berkembang lebih berat / hebat menjadi renjatan anafilaktik (7). I. ETIOLOGI Sebagian penyebab reaksi anafilaktik adalah iatrogenik, tetapi bahan-bahan yang sering dipakai seperti antibiotik, antiserum, anestesi lokal dan zat-zat untuk diagnostik merupakan penyebab utama reaksi anafilaktik (3,5,7). Penyebab terbanyak reaksi anafilaktik dapat dilihat pada tabel 1 (7). Tabel 1. Penyebab terbanyak reaksi anafilaktik 1. ANTIBIOTIK : penicillin, cephalosporin, chloramfeniphenicol, colymy- cin, kanamycin, polymixin B, streptomycin, tetracyclin, troleandomycin, amphotericin B 2. BIOLOGIK : serum asing, chymotrypsin, gammaglobulin, asparagi- nase, hormon polipeptide (insulin, ACTH), vaksin influenza, toxoid tetanus, vaksin measles 3. OBAT-OBAT : iron dextran (Imferon), dextran, methylergonovine ma- leate (methergin), nitrofurantion 4. ANESTESIA LOKAL 5. ASPIRIN 15

description

erni tugas

Transcript of 3. Penatalaksanaan Reaksi Anafilaktik

PROTOKOL PENATALAKSANAAN REAKSI ANAFILAKTIK PADA ANAK

PROTOKOL PENATALAKSANAAN REAKSI ANAFILAKTIK

PADA ANAK

I. DEFINISI

Reaksi anafilaktik ialah suatu reaksi alergi akut yang terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah kontak dengan suatu alergen pada individu yang telah sensitif terhadap alergen tersebut (4). Reaksi anafilaktiik ini dapat berkembang lebih berat / hebat menjadi renjatan anafilaktik (7).

II. ETIOLOGI

Sebagian penyebab reaksi anafilaktik adalah iatrogenik, tetapi bahan-bahan yang sering dipakai seperti antibiotik, antiserum, anestesi lokal dan zat-zat untuk diagnostik merupakan penyebab utama reaksi anafilaktik (3,5,7). Penyebab terbanyak reaksi anafilaktik dapat dilihat pada tabel 1 (7).

Tabel 1. Penyebab terbanyak reaksi anafilaktik

1. ANTIBIOTIK: penicillin, cephalosporin, chloramfeniphenicol, colymy- cin, kanamycin, polymixin B, streptomycin, tetracyclin, troleandomycin, amphotericin B

2. BIOLOGIK: serum asing, chymotrypsin, gammaglobulin, asparagi-

nase, hormon polipeptide (insulin, ACTH), vaksin

influenza, toxoid tetanus, vaksin measles

3. OBAT-OBAT: iron dextran (Imferon), dextran, methylergonovine ma-

leate (methergin), nitrofurantion

4. ANESTESIA LOKAL

5. ASPIRIN

6. ZAT-ZAT DIAGNOSTIK: media kontras iodin, sulfobromophthalein

7. SENGATAN HYMENOPTERA

8. EKSTRAK ALERGEN

9. MAKANAN: telur, kerang (seafood), kacang

10. NARKOTIK INTRAVENA: heroin

III. GEJALA KLINIK

Gejala klinik dapat segera timbul setelah tubuh berkontak dengan antigen sampai 1- 2 jam kemudian. Makin cepat timbulnya gejala klinik makin hebat reaksinya (1,7).

Reaksi anafilaktik dapat mengenai satu atau beberapa organ seperti : (4,5,6,7,8,10)

Kulit : pruritus, eritema, urtikaria atau angioedema.

Saluran napas : bersin, rinore, hidung buntu, suara serak, stridor, sesak, batuk, rasa sakit di dada dan mengik.

Saluran cerna : mual, muntah, sakit perut dan diare.

Kardiovaskuler : nadi cepat dan lemah serta tekanan darah yang rendah. Kadang-kadang dijumpai adanya aritmia jantung

Pada keadaan berat dapat terjadi renjatan anafilaktik dengan tanda-tanda nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, tekanan darah yang rendah sampai tidak terukur, keringat dingin, kulit pucat, sianosis dan gangguan kesadaran sampai koma.

Mata : gatal, merah, dan berair.

Gejala-gejala reaksi anafilaktik dapat ringan maupun berat. Kematian pada reaksi anafilaktik dapat diakibatkan oleh renjatan anafilaktik dan obstruksi saluran nafas (Status asmatikus atau angioedema daerah glotis) (4).

IV. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan adanya tanda-tanda klinik yang mendadak dan progresif.

V. DIAGNOSIS BANDING

Anafilaktik sering sulit dikenal pada anak-anak tetapi manifestasi pada kulit, edema laring atau asma dapat membantu diagnosis (5).

Anafilaktik dapat dibedakan dari penyebab lain seperti sinkop atau kolaps pembuluh darah. Penderita yang mengalami reaksi vasovagal (vasovagal kolaps) setelah suatu suntikan atau trauma tampak pucat, ekstremitas dingin kadang-kadang mual serta biasanya mempunyai tekanan darah normal atau sedikit rendah dan nadi normal atau bradikardia. Hal serupa ini jarang terjadi pada anafilaktik. Umumnya gejala-gejala tersebut menghilang dengan cepat bila penderita diletakkan terlentang (1,4,9).

Kegagalan kardiovaskuler akibat tersumbatnya a.koronaria dan syok akibat perdarahan atau penggunaan insulin sering dijumpai pada orang dewasa sedangkan pada anak jarang ditemukan (5).

VI. PENANGANAN

1. Reaksi anafilaktik ringan atau yang timbul lambat.

2. Reaksi anafilaktik berat atau renjatan anafilaktik

Reaksi anafilaktik ringan atau yang timbul lambat (4,5,6,7,10).

Diberikan larutan HCl epinefrin (adrenalin) 1 : 1000 secara subkutan sebanyak 0,1 ml sampai 0,3 ml (dosis 0,01 ml/kg.berat badan).

Antihistamin diberikan secara intramuskuler / intravena. Dosis dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Obat antihistamin, cara pemberian dan dosis

Nama ObatParenteralOral

1. Diphenhydramine

(Benadryl)2 mg/kg.bb

IM / IV5 mg/kg.bb/24 jam

2. Chlorpheniramine maleate

(Chlortrimeton)0,2 mg/kg.bb

IM / IV0,35 mg/kg.bb/24 jam

3. Promethazine

(Phenergan)0,5 mg/kg.bb

IM / IV0,5 mg/kg.bb/kali

Reaksi anafilaktik berat atau renjatan anafilaktik

Tahap I (1,3,4,5,6,7).

Baringkan penderita dalam sniffing position yaitu anak ditelangkan, bahu diganjal sehingga leher dalam keadaan hiperekstensi. Kepala dimiringkan ke arah suatu sisi dengan kedua tungkai bawah ditinggikan.

Berikan larutan epinefrin 1 : 1000 sebanyak 0,1 ml sampai 0,3 ml secara IM. Pemberian epinefrin ini dapat diulangi setiap 5 sampai 15 menit bila diperlukan (maksimum 3 kali).

Berikan adrenalin intravena bila :

1. tidak ada respon terhadap pemberian adrenalin IM.

2. adanya kegagalan sirkulasi dan syok.

Cara pemberian :

adrenalin 1 : 10.000 (0,1 mg/ml) atau 0,1 ml/kg.bb diberikan perlahan-lahan selama 10 sampai 30 menit.

Adrenalin 1 : 1000 (1,0 mg/ml) atau 0,01 ml/kg.bb dilarutkan ke dalam 10 ml NaCl, kemudian diberikan perlahan-lahan selama 10 sampai 30 menit.

Pasang manset pada anggota gerak tubuh, bagian proksimal dari tempat suntikan atau gigitan serangga (bila penyebabnya adalah suntikan atau gigtan serangga), kemudian suntikan 0,1 ml sampai 0,2 ml HCl epinefrin 1 : 1000 di sekitar tempat suntikan atau gigitan serangga tersebut. Manset dipasang selama 15 sampai 20 menit dan dilonggarkan setiap 3 sampai 5 menit. Tindakan ini dihentikan bilamana reaksi telah teratasi.

Berikan antihistamin (dosis lihat tabel 2) untuk menghambat efek histamin yang masih akan dilepaskan oleh sel mediator.

Berikan oksigen 100%, 4 sampai 6 liter / menit.

Awasi nadi, tekanan darah dan tanda-tanda obstruksi saluran napas bagian atas oleh edema faring atau glotis serta aspirasi lambung.

Bila disertai obstruksi bronkus berat, diberikan aminofilin dengan dosis awal 5 6 mg/kg.bb yang telah diencerkan dengan larutan NaCl 0,9% atau glukose 5% sebanyak 23 sampai 50 ml, secara intravena perlahan-lahan selama 10 sampai 20 menit. Kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan 9 mg/kg.bb/24 jam.

Resusitasi kardio-pulmoner dapat dilakukan bila diperlukan.

Cara yang biasa dikerjakan adalah resusitasi mulut ke mulut. Hal yang perlu diperhatikan di sini ialah harus dikerjakan dengan seksama agar supaya dapat dicegah tertutupnya lubang hidung penderita pada waktu dilakukan tindakan resusitasi.

Tahap II (1,2,5,8,9,10)

Dilakukan bila tindakan dan pengobatan pada tahap I belum memadai.

Diberikan cairan secara intravena. Cairan yang dipergunakan dapat berupa larutan NaCl 0,9%, glukose 5% atau ringer laktat dengan tetesan cepat (mengguyur).

Pada renjatan yang kurang respon terhadap pengobatan di atas dapat diberikan adrenokortikosteroid : hidrokortison 50 mg sampai 100 mg IV (7 mg/kg.bb) atau yang ekivalen, kemudian disusul lagi dengan 7 mg/kg.bb/24 jam secara intravena.

Bilamana pada tindakan-tindakan di atas ini tidak menghasilkan peninggian tekanan darah maka diberikan plasma 10 20 ml/kg.bb atau cairan plasma ekspander.

Tahap III (5,7)

Yaitu pengobatan terhadap komplikasi.

Asidosis metabolik dikoreksi dengan larutan Na-bikarbonat 7,5%. Dosis : 2 4 mEq/kg.bb/24 jam

Kejang dikoreksi dengan antikonvulsan.

Diazepam : 0,5 mg/kg.bb

Luminal: 30 mg/kg.bb

Bila penyebabnya berupa ingestan maka dipertimbangkan bilasan lambung.

VII. PROGNOSIS

Makin cepat gejala timbul maka makin berat gejalanya. Bila antigen masuk melalui mulut, prognosisnya lebih baik daripada antigen masuk melalui parenteral.

Makin cepat diagnosis ditegakkan dan makin cepat diberikan pengobatan semakin baik prognosisnya.

Prognosis juga tergantung atas fasilitas yang tersedia dan ketenangan dokter dan staf yang menangani.

VIII. PENCEGAHAN (4,7,8)

Untuk mencegah timbulnya reaksi anafilaktik maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Penderita yang telah sembuh, dianjurkan untuk menghindari kontak dengan alergen penyebab.

Sebelum memberikan obat tanyakan dahulu ada tidaknya riwayat aleri terhadap obat tersebut. Bila ada berikan obat lain.

Lakukan uji kulit terhadap bahan-bahan yang diketahui mempunyai insidens yang tinggi terhadap reaksi anafilaktik.

DAFTAR RUJUKAN

1. Easton JG. Anaphylaxis. In : Bierman CW, and Pearlman DS, eds.

Allergic disease of infancy, childhood and adolescence.

Philadelphia : WB Saudners Co, 1980 : 681 5.

2. Editorial Board of Australian Prescriber.

Medical management of anaphylactoid and anaphylactic reactions.

Medicine Digest Asia, 1989; December : 10 11.

3. Ellis EF. Anaphylaxis. In : Behrman RE, and Vaughan VC, eds.

Nelson textbook of pediatrics. 13th ed.

Philadelphia : WB Saunders Co, 1987 : 505 6.

4. Kniker WT. Anaphylaxis in children and adults. In : Bierman CW and Pearlman DS, eds.

Allergic disease from infancy to adulhood. 2nd ed.

Philadelphia : Wb Saunders Co. 1988 : 667 77.

5. Queng JT, Thomas OC, and McGovern.

Allergic emergencies. In : Berman Ab and MacDonald FK, eds.

Differensial diagnosis and treatment of pediatric allergy. 1st ed.

6. Shatz GS. Anaphylaxis. In ; Korenblat PE, Wedner HJ, eds.

Allergy theory and practice.

Orlando : Grune & Stratton inc, 1984 : 147 57.

7. Siahaan CM. Renjatan (shock) anafilaktik pada anak. Dalam : Hasan R, Tjokronegoro A, edit.

Pengobatan intensif pada anak.

Jakarta : FKUI, 1982 : 1 8.

8. Soothill JF. Treatment of anaphylaxis. In : Soothill JF, Hayward AR. Wood CBS, eds.

Paediatric immunology. 1st ed.

Oxford, London, Edinburg : Blackwell scientific publication, 1983 : 263 4.

9. Wasserman SI. Anaphylaxis. In : Middleton E, Reed CE, Ellis EF, eds.

Allergy principles and practice. 2nd ed.

St Louis, Toronto : The Mosby Co, 1983 : 689 99.

10. Zimmerman SS. Anaphylaxis. In : Zimmerman SS, Gildea JH, eds.

Critical care pediatrics.

Philadelphia : WB Saunders Co, 1985 : 76 7.

PAGE 21