3 Hukum Mendel

36
MAKALAH HKUM MENDEL OLEH: SISRINI RAHAYU TINGKAT : I C Dosen Pembimbing : Hj.Syafrida Syafar,M.Biomed Mata Kuliah : Biologi Dasar dan perkembangan POLTEKKES KEMENKES RI PADANG PRODI KEBIDANAN BUKITTINGGI TAHUN AJARAN 2012/2013

Transcript of 3 Hukum Mendel

Page 1: 3 Hukum Mendel

MAKALAH

HKUM MENDEL

OLEH:

SISRINI RAHAYU

TINGKAT : I C

Dosen Pembimbing : Hj.Syafrida Syafar,M.Biomed

Mata Kuliah : Biologi Dasar dan perkembangan

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

PRODI KEBIDANAN BUKITTINGGI

TAHUN AJARAN 2012/2013

KATA PENGANTAR

Page 2: 3 Hukum Mendel

Puji syukur Penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan karuniaNYA kepada kita semua,sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul HUKUM MENDEL DAN HEREDITAS ini.

Salawat beserta salam juga tidak lupa pula penulis sampaikan kepada Nabi

Muhammad SAW yang membawa kita dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang

dan penuh ilmu pengetahuan seperti saat ini.Makalah ini dibuat untuk lebih memahami dan

menambah pengetahuan tentang payudara beserta penjelasan-penjelasan yang berhubungan

dengan prose Menyusui dan kelainan-kelainan yang terjadi pada payudara tersebut.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-

pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,khususnya kepada :

Dosen pembimbing mata pelajaran anatomi dan fisiologi tubuh,sistem

cardiovaskuler,sistem pernafasan,dan sistem panca indra.

Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih kepada keluarga tercinta yang telah

memberikan dorongan dan bantuan.

Rekan-rekan semua di tingkat IC Prodi Kebidanan Bukittinggi.

Semua pihak –pihak lain yang tidak tersebutkan yang telah memberikan bantuan

dalam penulisan makalah ini.

Dalam penyusun makalah ini, penulis tida luput dari kesalahan. Maka dari itu, penulis

mohon kritik dan saran kepada pembaca jika terdapat kekurangan dalam makalah ini, demi

kesempurnaan makalah ini.

Penulis juga berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan

diharapkan juga pembaca dapat memberikan kritik dan sarannya kepada penulis serta

memaklumi kekurangan makalah ini.

Bukittinggi, September 2012

Penulis

Page 3: 3 Hukum Mendel

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………..

1.2 Mamfaat dan Tujuan Masalah………………………………………………………...

BAB II.KAJIAN TEORI

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................................

B. Saran …………………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: 3 Hukum Mendel

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Mendel merupakan salah satu penemu yang menemukan tentang hereditas. Hukum Segregasi (hukum pertama Mendel). Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya.Hukum Asortasi Bebas (hukum kedua Mendel)Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling memengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g. tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling memengaruhi.

Persilangan dihibrid adalah persilangan antara individu untuk 2 gen yang berbeda. Eksperimen Mendel dengan bentuk biji dan warna ercis adalah sebuah contoh dari persilangan dihibrid. Metode Punnett kuadrat menentukan rasio fenotipe dan genotipenya. Metode ini pada dasarnya sama dengan persilangan monohibrid. Perbedaan utamanya ialah masing-masing gamet sekarang memiliki 1 alel dengan 1 atau 2 gen yang berbeda.

Penyimpangan semu ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih saling memengaruhi dalam memberikan fenotipe pada suatu individu disebut interaksi gen, yaitu: a. komplementer, b. kriptomeri, c. epistasis-hipostasis, dan d. polimeri.

Hereditas mamire terdiri dari DNA dan RNA. DNA ( Deoksiribose Nuclei Acid ), wujud sebagai untaian yang halus, pembawa sifat keturunan, disusun oleh asam nukleat. Polinukleotida adalah polimer dari nukleotida. RNA ( Ribonucleic acid ), berantai tunggal, disusun oleh asam nukleat ( polinukleotida ). Gula ribose, Basa nitrogen : A, C, G dan urasil ( pada DNA adalah Timin ), fosfat.Tahap-tahapan sintesis protein. Sintesis protein merupakan dasar untuk mempelajari bagaimana informasi genetik di dalam DNA diekspresikan dalam makhluk hidup. Dalam istilah genetik sering dikenal dengan yang namanya sentral dogma. Sentral dogma merupakan serangkaian alur informasi dari DNA yang diterjemahkan melalui RNA kemudian menjadi protein di dalam tubuh makhluk hidup. 

Sintesis protein memiliki sumber informasi di DNA dalam bentuk gen. Gen tersebut berupa rangkaian kode-kode basa nitrogen. Informasi dalam gen akan diterjemahkan dalam bentuk mRNA. mRNA kemudian akan digunakan untuk merangkai asam amino yang didapatkan dari luar dan dalam tubuh.

Sintesis protein terjadi pada organel yang dinamakan dengan ribosom. Sintesis protein sangat memerlukan keberadaan RNA, yaitu suatu rantai tunggal basa nitrogen dengan backbone yang sama dengan DNA. Adapun pembagian jenis-jenis RNA secara lengkap adalah sebagai berikut.

B.TUJUANUntuk memenuhi tugas biologi dasar dan biologi perkembanganUntuk menjelaskan tentang hukum mendel,hereditas mamir

Page 5: 3 Hukum Mendel

BAB II

ISI

A. HUKUM MENDEL

1.    Hukum Segregasi (hukum pertama Mendel)

Perbandingan antara B (warna coklat), b (warna putih), S (buntut pendek), dan s (buntut panjang) pada generasi F2

Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya.Secara garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok:

1. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter turunannya. Ini adalah konsep mengenai dua macam alel; alel resisif (tidak selalu nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya w dalam gambar di sebelah), dan alel dominan (nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar, misalnya R).

2. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan (misalnya ww dalam gambar di sebelah) dan satu dari tetua betina (misalnya RR dalam gambar di sebelah).

3. Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda (Sb dan sB pada gambar 2), alel dominan (S atau B) akan selalu terekspresikan (nampak secara visual dari luar). Alel resesif (s atau b) yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet yang dibentuk pada turunannya.

2.    Hukum Asortasi Bebas (hukum kedua Mendel)

Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling memengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g. tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling memengaruhi.

Seperti nampak pada gambar 1, induk jantan (tingkat 1) mempunyai genotipe ww (secara fenotipe berwarna putih), dan induk betina mempunyai genotipe RR (secara fenotipe berwarna merah). Keturunan pertama (tingkat 2 pada gambar) merupakan persilangan dari genotipe induk jantan dan induk betinanya, sehingga membentuk 4 individu baru (semuanya bergenotipe wR). Selanjutnya, persilangan/perkawinan dari keturuan pertama ini akan membentuk indidividu pada keturunan berikutnya (tingkat 3 pada gambar) dengan gamet R dan w pada sisi kiri (induk jantan tingkat 2) dan gamet R dan w pada baris atas (induk betina tingkat 2). Kombinasi gamet-gamet ini akan membentuk 4 kemungkinan individu seperti nampak pada papan catur pada tingkat 3 dengan genotipe: RR, Rw, Rw, dan ww. Jadi pada tingkat 3 ini perbandingan genotipe RR , (berwarna merah) Rw (juga berwarna merah) dan ww (berwarna putih) adalah 1:2:1. Secara fenotipe perbandingan individu merah dan individu putih adalah 3:1.

Kalau contoh pada gambar 1 merupakan kombinasi dari induk dengan satu sifat dominan (berupa warna), maka contoh ke-2 menggambarkan induk-induk dengan 2 macam sifat dominan: bentuk buntut dan warna kulit. Persilangan dari induk dengan satu sifat

Page 6: 3 Hukum Mendel

dominan disebut monohibrid, sedang persilangan dari induk-induk dengan dua sifat dominan dikenal sebagai dihibrid, dan seterusnya.

Hukum Memdel 2 ini hanya berlaku untuk gen yang letaknya berjauhan. Jika kedua gen itu

letaknya berdekatan hukum ini tidak berlaku. Hukum Mendel 2 ini juga tidak berlaku untuk

persilangan monohibrid.

Perhatikan analisis papan catur di bawah ini tentang persilangan buncis dengan dua sifat beda

(dihibrida). Buncis biji bulat warna kuning disilangkan dengan biji keriput warna hijau.

Keturunan pertama semuanya berbiji bulat warna kuning. Artinya, sifat bulat dominan

terhadap sifat keriput dan kuning dominan terhadap warna hijau. Persilangan antar F1

mengasilkan keturunan kedua (F2) sebagai berikut: 315 tanaman bulat kuning, 101 tanaman

keriput kuning, 108 tanaman bulat hijau dan 32 keriput hijau. Jika diperhatikan, perbandingan

antara tanaman bulat kuning : keriput kuning : bulat hijau : keriput hijau adalah mendekati

9:3:3:1.

P : BBKK (bulat, kuning) X bbkk (keriput, hijau)F1 : BbKk (bulat, kuning)F1XF1 : BbKk (bulat, kuning) X BbKk (bulat, kuning)Gamet : BK, Bk, bK, bk BK, Bk, bK, bk

Gamet-gamet ini dapat berpasangan secara bebas (Hukum Mendel 2) sehingga F2 dapat digambarkan sebagai berikut:

Gamet BK Bk bK bk

BKBBKK

1

BBKk

2

BbKK

3

BbKk

4

BkBBKk

5

BBkk

6

BbKk

7

Bbkk

8

bKBbKK

9

BbKk

10

bbKK

11

bbKk

12

bkBbKk

13

Bbkk

14

bbKk

15

bbkk

16

Keterangan:bulat kuning 1,2,3,4,5,7,9,10,13keriput kuning 11,12,15bulat hijau 6,8,14keriput hijau 16

Tanaman bulat kuning jumlah 9.Tanaman bulat hijau jumlah 3.Tanaman keriput kuning jumlah 3.

Page 7: 3 Hukum Mendel

Tanaman keriput hijau pada jumlah 1.

Jadi, perbandingan homozigot terdapat pada kotak nomor 1,6,11 dan 16 sedangkan lainnya

heterozigot.

Bastar konstan atau individu baru terdapat pada kotak nomor 6 dan 11. Bastar konstan adalah

keturunan homozigot yang memiliki sifat baru (berbeda dengan kedua induknya), sehingga

dalam persilangan antar sesamanya tidak memisah, konstan.Sifat dominannya adalah bentuk buntut (pendek dengan genotipe SS dan panjang dengan genotipe ss) serta warna kulit (putih dengan genotipe bb dan coklat dengan genotipe BB). Gamet induk jantan yang terbentuk adalah Sb dan Sb, sementara gamet induk betinanya adalah sB dan sB (nampak pada huruf di bawah kotak). Kombinasi gamet ini akan membentuk 4 individu pada tingkat F1 dengan genotipe SsBb (semua sama). Jika keturunan F1 ini kemudian dikawinkan lagi, maka akan membentuk individu keturunan F2. Gamet F1nya nampak pada sisi kiri dan baris atas pada papan catur. Hasil individu yang terbentuk pada tingkat F2 mempunyai 16 macam kemungkinan dengan 2 bentuk buntut: pendek (jika genotipenya SS atau Ss) dan panjang (jika genotipenya ss); dan 2 macam warna kulit: coklat (jika genotipenya BB atau Bb) dan putih (jika genotipenya bb). Perbandingan hasil warna coklat:putih adalah 12:4, sedang perbandingan hasil bentuk buntut pendek:panjang adalah 12:4. Perbandingan detail mengenai genotipe SSBB:SSBb:SsBB:SsBb: SSbb:Ssbb:ssBB:ssBb: ssbb adalah 1:2:2:4: 1:2:1:2: 1.

3.PERSILANGAN DIHIBRID

Persilangan dihibrid adalah persilangan antara individu untuk 2 gen yang berbeda. Eksperimen Mendel dengan bentuk biji dan warna ercis adalah sebuah contoh dari persilangan dihibrid. Metode Punnett kuadrat menentukan rasio fenotipe dan genotipenya. Metode ini pada dasarnya sama dengan persilangan monohibrid. Perbedaan utamanya ialah masing-masing gamet sekarang memiliki 1 alel dengan 1 atau 2 gen yang berbeda.

Suatu genotipe dihibrida adalah heterozigot pada dua lokus. Dihibrida membentuk empat gamet yang secara genetik berbeda dengan frekuensi yang kira-kira sama karena orientasi acak dari pasangan kromosom nonhomolog pada piringan metafase meiosis pertama. Uji silang (test cross) adalah perkawinan genotipe yang tidak diketahui benar dengan genotipe yang homozigot resesif pada semua lokus yang sedang dibicarakan. Fenotipe-fenotipe tipe keturunan yang dihasilkan oleh suatu uji silang mengungkapkan jumlah macam gamet yang dibentuk oleh genotipe parental yang diuji. Bila semua gamet individu diketahui, maka genotipe individu itu juga akan diketahui. Suatu uji silang dihibrida menghasilkan ratio 1:1:1:1, menunjukkan bahwa ada dua pasang faktor yang berpisah dan berpilih secara bebas.

Mendel memperoleh hasil yang tetap sama dan tidak berubah-ubah pada pengulangan dengan cara penyilangan dengan kombinasi sifat yang berbeda. Pengamatan ini menghasilkan formulasi hukum genetika Mendel kedua, yaitu hukum pilihan acak, yang menyatakan bahwa gen-gen yang menentukan sifat-sifat yang berbeda dipindahkan secara bebas satu dengan yang lain, dan sebab itu akan timbul lagi secara pilihan acak pada keturunannya. Individu-individu demikian disebut dihibrida atau hibrida dengan 2 sifat beda.

Page 8: 3 Hukum Mendel

Dihibrida membentuk empat gamet yang secara genetik berbeda dengan frekuensi yang kira-kira sama karena orientasi secara acak dari pasangan kromosom nonhomolog pada piringan metafase meiosis pertama. Bila dua dihibrida disilangkan, akan dihasilkan 4 macam gamet dalam frekuensi yang sama baik pada jantan maupun betina. Rasio fenotipe klasik yang dihasilkan dari perkawinan genotipe dihibrida adalah 9:3:3:1. Rasio ini diperoleh bila alel-alel pada kedua lokus memperlihatkan hubungan dominan dan resesif.

Mendel melakukan persilangan ini dan memanen 315 ercis bulat-kuning, 101 ercis keriput-kuning, 108 bulat-hijau dan 32 ercis keriput-hijau. Ciri khas karya Mendel yang cermat ialah bahwa ia lalu menanam semua ercis ini dan membuktikan adanya genotipe terpisah di antara setiap ercis dengan kombinasi baru ciri-cirinya. Hanyalah 32 ercis keriput-hijau yang merupakan genotipe tunggal. Hasil-hasil ini membuat Mendel mendirikan hipotesisnya yang terakhir (hukum Mendel kedua): Distribusi satu pasang faktor tidak bergantung pada distribusi pasangan yang lain. Hal ini dikenal sebagai hukum pemilihan bebas.

Perhatikan analisis papan catur di bawah ini tentang persilangan buncis dengan dua sifat beda (dihibrida). Buncis biji bulat warna kuning disilangkan dengan biji keriput warna hijau. Keturunan pertama semuanya berbiji bulat warna kuning. Artinya, sifat bulat dominan terhadap sifat keriput dan kuning dominan terhadap warna hijau. Persilangan antar F1 mengasilkan keturunan kedua (F2) sebagai berikut: 315 tanaman bulat kuning, 101 tanaman keriput kuning, 108 tanaman bulat hijau dan 32 keriput hijau. Jika diperhatikan, perbandingan antara tanaman bulat kuning : keriput kuning : bulat hijau : keriput hijau adalah mendekati 9:3:3:1.

P : BBKK (bulat, kuning) X bbkk (keriput, hijau)F1 : BbKk (bulat, kuning)F1 X F1 : BbKk (bulat, kuning) X BbKk (bulat, kuning)Gamet : BK, Bk, bK, bk BK, Bk, bK, bk

Gamet-gamet ini dapat berpasangan secara bebas (Hukum Mendel 2) sehingga F2 dapat digambarkan sebagai berikut:

BK Bk bK bk

BKBBKK1

BBKk2

BbKK3

BbKk4

BkBBKk5

BBkk6

BbKk7

Bbkk8

Page 9: 3 Hukum Mendel

bKBbKK9

BbKk10

bbKK

11

bbKk12

bkBbKk13

Bbkk14

bbKk15

bbkk16

Keterangan :bulat kuning 1,2,3,4,5,7,9,10,13keriput kuning 11,12,15bulat hijau 6,8,14keriput hijau 16

Tanaman bulat kuning jumlah 9.Tanaman bulat hijau jumlah 3.Tanaman keriput kuning jumlah 3.Tanaman keriput hijau pada jumlah 1.

Jadi, perbandingan homozigot terdapat pada kotak nomor 1,6,11 dan 16 sedangkan lainnya heterozigot.

Bastar konstan atau individu baru terdapat pada kotak nomor 6 dan 11. Bastar konstan adalah keturunan homozigot yang memiliki sifat baru (berbeda dengan kedua induknya), sehingga dalam persilangan antar sesamanya tidak memisah, konstan.

Berkenaan dengan ciri biji hasil persilangan pada F2, Mendel sudah mempertimbangkan dua kemungkinan, yaitu:

a.  Ciri-ciri yang berasal dari satu induk akan diwariskan secara bersama-sama

b.  Ciri-ciri yang berasal dari satu induk akan diwariskan secara bebas satu sama lain.

Hasil persilangan yang tampak pada F2 memperlihatkan rasio yang mendekati 9:3:3:1, sebagaimana yang diharapkan pada kemungkinan b. Atas dasar kenyataan ini, Mendel menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang menentukan karakter-karakter berbeda diwariskan secara bebas satu sama lain. Kesimpulan inilah yang merupakan pernyataan pada hukum pemilihan bebas Mendel.

Mendel memperoleh bukan hanya dua tipe induk, tetapi juga dua tipe baru sebagai hasil dari pencampuran karakter dari kedua induk. Ini menunjukkan bahwa kedua faktor tersebut tidak cenderung tinggal bersama dalam kombinasi yang sama dengan dimana mereka ditemukan pada induk asli, P1 nya. Pemisahan kelakuan di antara gen-gen inilah yang dinamakan hukum pemilihan bebas.

Pada persilangan dihibrid pada tanaman kapri, yaitu memiliki sifat warna kuning dan bentuk biji bulat (dominan) dengan biji berkerut dan warna hijau (resesif). Jika F1 diturunkan sesamanya menghasilkan F2, jika X2hitung <>2 tabel maka hasil percobaan sesuai dengan Hukum Mendel. Hasil penyilangan fenotip F2 terkadang tidak selalu sama dengan hasil perhitungan hukum Mendel. Untuk mengujinya perlu dilakukan perhitungan dengan uji chi-square (chi kuadrat). Uji chi-square merupakan suatu metode statistik dengan penentu apakah penyelewengan hasil penyilangan tidak sesuai dengan hipotesis perhitungan atau tidak.

Page 10: 3 Hukum Mendel

4. Penyimpangan Semu Hukum Mendel

Penyimpangan semu ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih saling memengaruhi dalam memberikan fenotipe pada suatu individu disebut interaksi gen, yaitu: a. komplementer, b. kriptomeri, c. epistasis-hipostasis, dan d. polimeri.a. Komplementer

Komplementer adalah peristiwa dua gen dominan saling memengaruhi atau melengkapi dalam mengekspresikan suatu sifat.

b. Kriptomeri

Kriptomeri adalah peristiwa suatu faktor dominan yang baru tampak pengaruhnya apabila bertemu dengan faktor dominan lain yang bukan alelnya. Faktor dominan ini seolah-olah tersembunyi (kriptos)

c. Epistasis dan Hipostasis

Epistasis-hipostasis adalah peristiwa dengan dua faktor yang bukan pasangan alelnya dapat memengaruhi bagian yang sama dari suatu organisme. Namun, pengaruh faktor yang satu menutup ekspresi faktor lainnya.

d. Polimeri

Polimeri adalah peristiwa dengan beberapa sifat beda yang berdiri sendiri memengaruhi bagian yang sama dari suatu individu.

5. Pola-Pola Hereditas

Penyimpangan terhadap Hukum Mendel juga disebabkan oleh adanya tautan dan pindah silang, determinan seks, tautan seks, kegagalan berpisah, dan gen letal.a. Tautan dan Pindah Silang

Pada saat meiosis inilah terjadi peristiwa tautan dan pindah silang. Tautan adalah peristiwa ketika gen-gen yang terletak pada kromosom yang sama dapat

memisahkan diri secara bebas waktu pembelahan meiosis.Pindah silang adalah peristiwa bertukarnya bagian kromosom satu dengan kromosom

lainnya yang homolog, ataupun dengan bagian kromosom yang berbeda (bukan homolognya).a)    Tentukan rasio fenotif F2!b)    Tentukan persentase kombinasi parental (KP)!c)    Tentukan persentse rekombinasi (RK)

Penyelesaian:P1        :           KKPP (kelabu, panjang)         ><        kkpp (hitam, pendek)Gamet :           KP                                                       kpF1        :           KkPp (kelabu, panjang) P2        :           KkPp (kelabu, panjang)          ><        kkpp (hitam, pendek)  testcrossGamet :           KP, kp (tertaut)                                   kpF2        :

KP KpKp KkPp (kelabu, panjang) kkpp (hitam, pendek)

a)      Rasio fenotif F2: kelabu, panjang : hitam, pendek = 1 : 1

Page 11: 3 Hukum Mendel

b)      Jumlah genotif parental pada F2 = 2 (KkPp dan kkpp), sehingga %KP = 2/2 ½ x 100% = 100%

c)      Karena tidak ada genotif baru, maka tidak ada rekombinasi, sehingga %RK = 0%Simpulan:Jika KP > 50% atau RK < 50%, maka terjadi tautanJika KP = RK = 50%, maka gen terletak pada kromosom berlainan.Nilai pindah silang adalah angka yang menunjukkan persentase rekombinasi dari hasil persilangan 

B.  Hereditas Mamire

1.    DNADNA ( Deoksiribose Nuclei Acid ), wujud sebagai untaian yang halus, pembawa sifat

keturunan, disusun oleh asam nukleat. Polinukleotida adalah polimer dari nukleotida.Nukleotida terdiri dari :

-          Gula pentose-          Basa Nitrogen ( Adenin, guanin, timin, dan sitosin )-          Fosfat

Basa Nitrogen : -          Basa Nitrogen terdiri dari kelompok senyawa Purin dan Pirimidin.-          Basa Nitrogen penyusun DNA dari kelompok purin adalah Adenin ( A ) dan Guanin

( G )-          Basa Nitrogen penyusun DNA dari kelompok Pirimiidin adalah Timin ( T ) ddan

Sitosin (S).-          Maka DNA terdiri dari A, T, C, G.

Struktur DNA :Terdapat di dalam kromosom, berarti di dalam inti sel. Proses berlipat gandanya DNa

dinamakan replikasi. Berbentuk Doublle Heliks ( dua rantai berpilin ) sehingga saling berpasangan ( komplimen ) : A=T dan C=G.

Replikasi DNA Berdasarkan pengamatan beberapa ahli dikenal beberapa hipotesa mengenai replikasi DNA yaitu:

1. Semikonservatifdou

2.    RNA

RNA ( Ribonucleic acid ), berantai tunggal, disusun oleh asam nukleat ( polinukleotida ). Gula ribose, Basa nitrogen : A, C, G dan urasil ( pada DNA adalah Timin ), fosfat.

Macam – macam RNA :-          mRNA ( messangger ) terdapat dalam nucleus. mRNA dicetak oleh salah satu pita

DNA yang berlangsung dalam nucleus. Fungsi mRNA adalah membawa kode genetika dari DNA atau menyampaikan informasi dari DNA ke ribosom.

-          tRNA ( transfer ) terdapat dalam sitoplasma. Fungsi tRNA ialah mengikat asam amino.

-          rRNA ( ribosom ) terdapat dalam ribosom yang dibentuk oleh DNA.

Page 12: 3 Hukum Mendel

Fungsi RNA :-          mRNA bertugas menerima informasi / keterangan genetic dari DNA. Proses ini

dinamakan transkripsi dan berlanggsung dalam nucleus. Berfungsi sebagaii perantara antara kromosom dan asam amino sitoplasma. Berperan penting dalam pembuatan protein.

-          tRNA bertugas mengikat asam amino yang terdapat dalam sitoplasma. Sebelum dapat diikat oleh tRNA, asam amino bereaksi terlebih dahulu dengan ATP supaya berenergi dan aktif. tRNA membawa asam amino yang diikat itu keribosom.Disinilah berlangsung perubahan informasi genetic yang dinyatakan oleh urutan basa dari mRNA ke urutan asam amino dalam protein yang dibentuk. Proses perubahan ini disebut translasi.

-          rRNA bertugas mensintesa protein dengan menggunakan asam amino. Proses ini berlangsung dalam ribosom dan hasil akhirnya adalah polipeptida.

No Perbedaan DNA RNA

1 Tempat Inti sel ( kromosom),mitokondria,plastid, sentriol

Sitoplasma ( terutama di ribosom) dan inti sel

2 Struktur Rantai panjang dan ganda Rantai pendek dan tunggal

3 Jenis gula Deoksiribosa Ribosa4 Basa Nitrogen Purin: adenine dan guamin

Pirimidin : sitosin dan timinPurin : adenine dan guaninePirimidin : sitosin dan urasil

5 Kadar Dipengaruhi sintesis protein Tidak dipengaruhi sintesis protein

6 Fungsi Mengontrol sifat yang menurun Sintesis protein

3.    Sintesis Protein

Tahap-tahapan sintesis protein. Sintesis protein merupakan dasar untuk mempelajari bagaimana informasi genetik di dalam DNA diekspresikan dalam makhluk hidup. Dalam istilah genetik sering dikenal dengan yang namanya sentral dogma. Sentral dogma merupakan serangkaian alur informasi dari DNA yang diterjemahkan melalui RNA kemudian menjadi protein di dalam tubuh makhluk hidup. 

Sintesis protein memiliki sumber informasi di DNA dalam bentuk gen. Gen tersebut berupa rangkaian kode-kode basa nitrogen. Informasi dalam gen akan diterjemahkan dalam bentuk mRNA. mRNA kemudian akan digunakan untuk merangkai asam amino yang didapatkan dari luar dan dalam tubuh.

Sintesis protein terjadi pada organel yang dinamakan dengan ribosom. Sintesis protein sangat memerlukan keberadaan RNA, yaitu suatu rantai tunggal basa nitrogen dengan backbone yang sama dengan DNA. Adapun pembagian jenis-jenis RNA secara lengkap adalah sebagai berikut.

a. mRNA (messenger RNA / RNA duta)

Page 13: 3 Hukum Mendel

RNA duta merupakan RNA yang dibuat oleh proses yang dinamakan dengan transkripsi pada inti sel. Peranan mRNA adalah membawa informasi genetik yang ada pada DNA menuju ribosom. Informasi yang terdapat pada mRNA berupa kodon yang tersusun secara triplet, misalkan UCA, UCU, atau AAG. Kodon tersebut dibuat triplet atau tiga-tiga karena 4 pangkat 3 hasilnya 64, yang kombinasi hurufnya diatas 20.

b. tRNA (transport RNA / RNA transfer)RNA transfer merupakan RNA yang berperan untuk membawa asam amino dari

sitoplasma menuju ribosom saat terjadi sintesis protein. tRNA disintesis di salah satu bagian inti sel secara langsung. Dalam proses pentransferan asam amino, tRNA memerlukan energi yang berasal dari pemecahan molekul ATP menjadi ADP + Pi.

c. rRNA (ribosomal RNA / RNA ribosom)Ribosomal RNA inilah yang sering kita namakan sebagai ribosom. rRNA merupakan

organel yang tersusun atas subunit besar dan subunit kecil. Ribosom terdapat di sitoplasma sebagai ribosom bebas atau terikat pada Retikulum endoplasma. Pada saat sintesis protein berlangsung, ribosom biasanya membentuk polisom atau poliribosom. Polisom bukanlah gabungan beberapa ribosom, melainkan hanya beberapa ribosom yang membaca satu rantai mRNA secara bersamaan sehingga tampak seperti berkelompok-kelompok. Poliribosom biasanya ada 4 atau 5 ribosom yang membaca pada satu rantai mRNA yang sama.

Selain RNA, sintesis memerlukan beberapa enzim yang penting dalam setiap tahapan reaksi. Salah satu yang penting adalah enzim RNA polimerase, yaitu suatu enzim yang melaksanakan proses penerjemahan DNA menjadi mRNA (proses transkripsi). Enzim amino asil transferase berperan penting dalam memindahkan rantai yang terbentuk saat proses perangkaian asam amino.Tahap-Tahap Sintesis Protein :

Sintesis protein dibagi menjadi dua tahapan utama, yaitu transkripsi dan translasi. Transkripsi secara garis besar merupakan proses pembuatan mRNA dari DNA dalam inti sel. mRNA tersebut lalu bergerak menuju ribosom. Setelah itu, proses translasi, yang meliputi penerjemahan dan perangkaian asam amino, berlangsung di ribosom.

1. Transkripsi – Pemindahan informasi dari DNA ke mRNATranskripsi sebagaimana sudah disinggung sedikit di atas merupakan serangkaian

tahapan pembentukan mRNA dari DNA. Proses ini sebenarnya merupakan awal mula informasi pada DNA dipindahkan menuju protein pada makhluk hidup.

Transkripsi diawali dari pemutusan ikatan H pada DNA oleh protein-protein pengurai DNA. Proses tersebut mengakibatkan terbukanya rantai DNA pada berbagai tempat. Terbukanya rantai DNA memicu RNA polimerase melekat ke daerah yang dinamakan dengan promotor. RNA polimerase selanjutnya melakukan sintesis molekul mRNA dari arah 3′ DNA, sedangkan pada mRNA dimulai dari ujung 5′ menuju 3′.

Dari kedua rantai DNA, hanya salah satu rantai yang akan diterjemahkan menjadi mRNA. Rantai DNA yang diterjemahkan menjadi protein dinamakan dengan rantai sense atau DNA template atau DNA cetakan, sedangkan rantai pasangannya dinamakan DNA antisense. Dari DNA template inilah mRNA akan membentuk rantai berpasangan dengan basa-basa yang ada pada DNA sense. 

Komponen untuk pembuatan mRNA terdapat dalam bentuk nukleotida triposfat, seperti ATP, GTP, UTP, dan CTP. Fungsi dari RNA polimerase adalah mengkatalis reaksi penempelan nukleotida triposfat sehingga terbentuk rantai. Energi yang digunakan untuk

Page 14: 3 Hukum Mendel

menjalankan reaksi tersebut berasal dari masing-masing nukleotida triposfat yang kaya akan energi.

Pada saat sintesis mRNA berakhir, terdapat sebuah penanda terminasi yang bertugas untuk menghentikan sintesis mRNA. mRNA yang terbentuk selanjutnya akan dipindahkan dari inti menuju ribosom, kemudian diterjemahkan menjadi protein di ribosom.

Pada eukariotik, hasil dari transkripsi di DNA adalah pre-mRNA, artinya mRNA yang belum siap untuk ditranslasi. Hal tersebut disebabkan karena pre-mRNA masih banyak mengandung intron, yaitu rangkaian kodon yang tidak bisa diterjemahkan menjadi protein. Intron ini sangat banyak pada DNA eukariotik. Bagian yang akan menjadi mRNA matang dinamakan dengan ekson. Ekson mengandung informasi yang akan diterjemahkan menjadi protein.

Oleh karena itu, organisme eukariotik memiliki tahapan splicing mRNA. Proses splicing berguna untuk membuang bagian intron yang secara genetik tidak mengandung informasi terkait asam amino. Splicing terjadi sebelum mRNA dikeluarkan dari inti sel.

2. Translasi – Penerjemahan mRNA Menjadi ProteinSetelah mRNA matang (fungsional) terbentuk, proses yang harus dilakukan adalah

keluarnya mRNA dari inti sel menuju ribosom, baik itu di RE ataupun di sitoplasma. Proses translasi sebenarnya dibagi menjadi tiga tahapan utama, yaitu:

a. InisiasiSetelah sampai diribosom, mRNA akan menempel pada subunit kecil ribosom (30 S)

lewat ujung 5′. Pada saat yang bersamaan, tRNA menempel pada subunit besar ribosom (50 S). Proses tersebut akan menyebabkan asam amino Metionin dengan kodon AUG menjadi asam amino pertama yang menempel pada ribosom. Hal penting yag perlu diingat adalah bahwa asam amino metionin merupakan asam amino yang selalu pertama kali menempel pada ribosom saat sintesis protein. Hal tersebut berkaitan dengan adanya kondon start, yaitu AUG (Metioinin), yang merupakan kode untuk proses perangkaian asam amino (sintesis protein sebenarnya) dimulai.

b. Elongasi (Pemanjangan rantai protein/polipeptida)Setelah proses inisiasi selesai, proses selanjutnya adalah penerjemahan kodon triplet

dan penempelan asam amino sehingga membentuk rantai. Penerjemahan kode ini akan diikuti pengikatan asam amino sesuai kodon oleh tRNA yang kemudian dibawa ke kompleks ribosom dan digabungkan dengan asam amino yang sudah ada sebelumnya. Proses tersebut akan berlangsung sampai munculnya kodon terminasi. 

c. Terminasi (Sintesis berhenti)Proses elongasi akan diakhiri saat terbacanya rangkaian kodon UAA, UAG, atau

UGA. Kodon-kodon tersebut bukan pengkode asam amino, merupakan kodon yang memerintahkan untuk penghentian sintesis protein. Faktor pelepas akan menempel pada ribosom setelah pembacaan kodon stop. Faktor pelepas tersebut menyebabkan terlepasnya mRNA dari ribosom, selanjutnya diikuti dengan pemisahan subunit besar dan kecil ribosom.

Hasil dari proses sintesis protein adalah rantai primer protein (rantai polipeptida) yang masih belum fungsional. Untuk menjadi fungsional, protein harus dimodifikasi di badan golgi sesuai kebutuhan sel. 

Page 15: 3 Hukum Mendel

RANGKAI KELAMIN

Gen-gen yang terletak pada kromosom kelamin dinamakan gen rangkai kelamin (sexlinked

genes) sementara fenomena yang melibatkan pewarisan gen-gen ini disebut

peristiwa rangkai kelamin (linkage). Adapun gen berangkai yang dibicarakan pada Bab V

adalah gen-gen yang terletak pada kromosom selain kromosom kelamin, yaitu kromosom

yang pada individu jantan dan betina sama strukturnya sehingga tidak dapat digunakan

untuk membedakan jenis kelamin. Kromosom semacam ini dinamakan autosom.

Seperti halnya gen berangkai (autosomal), gen-gen rangkai kelamin tidak mengalami

segregasi dan penggabungan secara acak di dalam gamet-gamet yang terbentuk.

Akibatnya, individu-individu yang dihasilkan melalui kombinasi gamet tersebut

memperlihatkan nisbah fenotipe dan genotipe yang menyimpang dari hukum Mendel.

Selain itu, jika pada percobaan Mendel perkawinan resiprok (genotipe tetua jantan dan

betina dipertukarkan) menghasilkan keturunan yang sama, tidak demikian halnya untuk

sifat-sifat yang diatur oleh gen rangkai kelamin.

Gen rangkai kelamin dapat dikelompok-kelompokkan berdasarkan atas macam

kromosom kelamin tempatnya berada. Oleh karena kromosom kelamin pada umumnya

dapat dibedakan menjadi kromosom X dan Y, maka gen rangkai kelamin dapat

menjadi gen rangkai X (X-linked genes) dan gen rangkai Y (Y-linked genes). Di samping

itu, ada pula beberapa gen yang terletak pada kromosom X tetapi memiliki pasangan

pada kromosom Y. Gen semacam ini dinamakan gen rangkai kelamin tak

sempurna (incompletely sex-linked genes). Pada bab ini akan dijelaskan cara pewarisan

macam-macam gen rangkai kelamin tersebut serta beberapa sistem penentuan jenis

kelamin pada berbagai spesies organisme.

Pewarisan Rangkai X

Percobaan yang pertama kali mengungkapkan adanya peristiwa rangkai kelamin

dilakukan oleh T.H Morgan pada tahun 1910. Dia menyilangkan lalat D.

melanogaster jantan bermata putih dengan betina bermata merah. Lalat bermata merah

lazim dianggap sebagai lalat normal atau tipe alami (wild type), sedang gen pengatur tipe

alami, misalnya pengatur warna mata merah ini, dapat dilambangkan dengan tanda +. 

Biasanya, meskipun tidak selalu, gen tipe alami bersifat dominan terhadap alel

mutannya.

Hasil persilangan Morgan tersebut, khususnya pada generasi F1, ternyata berbeda jika

tetua jantan yang digunakan adalah tipe alami (bermata merah) dan tetua betinanya

bermata putih. Dengan perkataan lain, perkawinan resiprok menghasilkan keturunan

yang berbeda. Persilangan resiprok dengan hasil yang berbeda ini memberikan petunjuk

Page 16: 3 Hukum Mendel

bahwa pewarisan warna mata pada Drosophila ada hubungannya dengan jenis kelamin,

dan ternyata kemudian memang diketahui bahwa gen yang mengatur warna mata

pada Drosophila terletak pada kromosom kelamin, dalam hal ini kromosom X. Oleh

karena itu, gen pengatur warna mata ini dikatakan sebagai gen rangkai X.

Secara skema pewarisan warna mata pada Drosophila dapat dilihat pada Gambar 6.1. 

Kromosom X dan Y masimg-masing lazim dilambangkan dengan   tanda    dan   .

P :        +    +                    w                                 P :     w    w                   +

x                                                                        x

betina normal        jantan mata putih            betina mata putih      jantan normal

 

 

F1 :       +    w                    +                                  F1:    +    w                 w

 

betina normal      jantan normal                   betina normal     jantan mata putih

a)                                                                         b)

Gambar 6.1. Diagram persilangan rangkai X pada Drosophila

Jika kita perhatikan Gambar 6.1.b, akan nampak bahwa lalat F1 betina mempunyai mata

seperti tetua jantannya, yaitu normal/merah. Sebaliknya, lalat F1 jantan warna matanya

seperti tetua betinanya, yaitu putih. Pewarisan sifat semacam ini disebut sebagai criss

cross inheritance.

Pada Drosophila, dan juga beberapa spesies organisme lainnya, individu betina

membawa dua buah kromosom X, yang dengan sendirinya homolog, sehingga gamet-

gamet yang dihasilkannya akan mempunyai susunan gen yang sama. Oleh karena itu,

individu betina ini dikatakan bersifat homogametik. Sebaliknya, individu jantan yang

hanya membawa sebuah kromosom X akan menghasilkan dua macam gamet yang

berbeda, yaitu gamet yang membawa kromosom X dan gamet yang membawa

kromosom Y. Individu jantan ini dikatakan bersifat heterogametik.

Rangkai X pada kucing

Warna bulu pada kucing ditentukan oleh suatu gen rangkai X. Dalam keadaan

heterozigot gen ini menyebabkan warna bulu yang dikenal dengan istilah tortoise shell.

Page 17: 3 Hukum Mendel

Oleh karena genotipe heterozigot untuk gen rangkai X hanya dapat dijumpai pada

individu betina, maka kucing berbulu tortoise shell hanya terdapat pada jenis kelamin

betina. Sementara itu, individu homozigot dominan (betina) dan hemizigot dominan

(jantan) mempunyai bulu berwarna hitam. Individu homozigot resesif (betina) dan

hemizigot resesif (jantan) akan berbulu kuning.

Istilah hemizigot digunakan untuk menyebutkan genotipe individu dengan sebuah

kromosom X. Individu dengan gen dominan yang terdapat pada satu-satunya kromosom

X dikatakan hemizigot dominan. Sebaliknya, jika gen tersebut resesif, individu yang

memilikinya disebut hemizigot resesif.

Rangkai X pada manusia

Salah satu contoh gen rangkai X pada manusia adalah gen resesif yang menyebabkan

penyakit hemofilia, yaitu gangguan dalam proses pembekuan darah. Sebenarnya, kasus

hemofilia telah dijumpai sejak lama di negara-negara Arab ketika beberapa anak laki-

laki meninggal akibat perdarahan hebat setelah dikhitan. Namun, waktu itu kematian

akibat perdarahan ini hanya  dianggap sebagai takdir semata.

Hemofilia baru menjadi terkenal dan dipelajari pola pewarisannya setelah beberapa

anggota keluarga Kerajaan Inggris mengalaminya. Awalnya, salah seorang di antara

putra Ratu Victoria menderita hemofilia sementara dua di antara putrinya karier atau

heterozigot. Dari kedua putri yang heterozigot ini lahir tiga cucu laki-laki yang

menderita hemofilia dan empat cucu wanita yang heterozigot. Melalui dua dari keempat

cucu yang heterozigot inilah penyakit hemofilia tersebar di kalangan keluarga Kerajaan

Rusia dan Spanyol. Sementara itu, anggota keluarga Kerajaan Inggris saat ini yang

merupakan keturunan putra/putri normal Ratu Victoria bebas dari penyakit hemofilia.

Rangkai Z pada ayam

Pada dasarnya pola pewarisan sifat rangkai Z sama dengan pewarisan sifat rangkai X.

Hanya saja, kalau pada rangkai X individu homogametik berjenis kelamin pria/jantan

sementara individu heterogametik berjenis kelamin wanita/betina, pada rangkai Z justru

terjadi sebaliknya. Individu homogametik (ZZ) adalah jantan, sedang individu

heterogametik (ZW) adalah betina.

Contoh gen rangkai Z yang lazim dikemukakan adalah gen resesif br yang menyebabkan

pemerataan pigmentasi bulu secara normal pada ayam. Alelnya, Br, menyebabkan bulu

ayam menjadi burik. Jadi, pada kasus ini alel resesif justru dianggap sebagai tipe alami

atau normal (dilambangkan dengan +), sedang alel dominannya merupakan alel mutan.

Pewarisan Rangkai Y

Page 18: 3 Hukum Mendel

Pada umumnya kromosom Y hanya sedikit sekali mengandung gen yang aktif. Jumlah

yang sangat sedikit ini mungkin disebabkan oleh sulitnya menemukan alel mutan bagi

gen rangkai Y yang dapat menghasilkan fenotipe abnormal. Biasanya suatu gen/alel

dapat dideteksi keberadaannya apabila fenotipe yang dihasilkannya adalah abnormal.

Oleh karena fenotipe abnormal yang disebabkan oleh gen rangkai Y jumlahnya sangat

sedikit, maka gen rangkai Y diduga merupakan gen yang sangat stabil.

Gen rangkai Y jelas tidak mungkin diekspresikan pada individu betina/wanita sehingga

gen ini disebut juga gen holandrik. Contoh gen holandrik pada manusia adalah Hg

dengan alelnya hg yang menyebabkan bulu kasar dan panjang, Ht dengan alelnya ht

yang menyebabkan pertumbuhan bulu panjang di sekitar telinga, dan Wt dengan alelnya

wt yang menyebabkan abnormalitas kulit pada jari.

Pewarisan Rangkai Kelamin Tak Sempurna

Meskipun dari uraian di atas secara tersirat dapat ditafsirkan bahwa kromosom X tidak

homolog dengan kromosom Y, ternyata ada bagian atau segmen tertentu pada kedua

kromosom tersebut yang homolog satu sama lain. Dengan perkataan lain, ada beberapa

gen pada kromosom X yang mempunyai alel pada kromosom Y. Pewarisan sifat yang

diatur oleh gen semacam ini dapat dikatakan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, dan

berlangsung seperti halnya pewarisan gen autosomal. Oleh karena itu, gen-gen pada

segmen kromosom X dan Y yang homolog ini disebut juga gen rangkai kelamin tak

sempurna.

Pada D. melanogaster terdapat gen rangkai kelamin tak sempurna yang menyebabkan

pertumbuhan bulu pendek. Pewarisan gen yang bersifat resesif ini dapat dilihat pada

Gambar 6.2.

P :                                                                   P :

+    +          x         b    b                                      b    b          x        +    +

betina normal        jantan bulu pendek         betina bulu pendek    jantan normal

 

 

F1 :                                                                    F1:

+    b                     +    b                                     +    b                  +    b

betina normal      jantan normal                      betina normal      jantan normal

Page 19: 3 Hukum Mendel

a)                                                                         b)

Gambar 6.2. Diagram pewarisan gen rangkai kelamin tak sempurna

Dapat dilihat pada Gambar 6.2 bahwa perkawinan resiprok untuk gen rangkai kelamin

tak sempurna akan memberikan hasil yang sama seperti halnya hasil yang diperoleh dari

perkawinan resiprok untuk gen-gen autosomal. Jadi, pewarisan gen rangkai kelamin tak

sempurna mempunyai pola seperti pewarisan gen autosomal.

Sistem Penentuan Jenis Kelamin

Telah disebutkan di atas bahwa pada manusia dan mamalia, dalam hal ini kucing,

individu pria/jantan adalah heterogametik (XY) sementara wanita/betina adalah

homogametik (XX). Sebaliknya, pada ayam individu jantan justru homogametik (ZZ)

sementara individu betinanya heterogametik (ZW). Penentuan jenis kelamin pada

manusia/mamalia dikatakan mengikuti sistem XY, sedang pada ayam, dan unggas

lainnya serta ikan tertentu, mengikuti sistem ZW.

Selain kedua sistem tersebut, masih banyak sistem penentuan jenis kelamin lainnya.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa di antaranya.

Sistem XO

Sistem XO dijumpai pada beberapa jenis serangga, misalnya belalang. Di dalam sel

somatisnya, individu betina memiliki dua buah kromosom X sementara individu jantan

hanya mempunyai sebuah kromosom X. Jadi, hal ini mirip dengan sistem XY. Bedanya,

pada sistem XO individu jantan tidak mempunyai kromosom Y. Dengan demikian,

jumlah kromosom sel somatis individu betina lebih banyak daripada jumlah pada

individu jantan. Sebagai contoh, E.B. Wilson menemukan bahwa sel somatis

serangga Protenor betina mempunyai 14 kromosom, sedang pada individu jantannya

hanya ada 13 kromosom.

Sistem nisbah X/A

C.B. Bridge melakukan serangkaian penelitian mengenai  jenis kelamin pada

lalat Drosophila. Dia berhasil menyimpulkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin

pada organisme tersebut berkaitan dengan nisbah banyaknya kromosom X terhadap

banyaknya autosom, dan tidak ada hubungannya dengan kromosom Y. Dalam hal ini

kromosom Y hanya berperan mengatur fertilitas jantan. Secara ringkas penentuan jenis

kelamin dengan sistem X/A pada lalat Drosophila dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Penentuan jenis kelamin pada lalat Drosophila

Page 20: 3 Hukum Mendel

Σ kromosom X Σ autosom nibah X/A jenis kelamin

1 2 0,5 jantan

2 2 1 betina

3 2 1,5 metabetina

4 3 1,33 metabetina

4 4 1 betina 4n

3 3 1 betina 3n

3 4 0,75 interseks

2 3 0,67 interseks

2 4 0,5 jantan

1 3 0,33 metajantan

Jika kita perhatikan kolom pertama pada Tabel 6.1 akan terlihat bahwa ada beberapa

individu yang jumlah kromosom X-nya lebih dari dua buah, yakni individu dengan jenis

kelamin metabetina, betina triploid dan tetraploid, serta interseks. Adanya kromosom X

yang didapatkan melebihi jumlah kromosom X pada individu normal (diploid) ini

disebabkan oleh terjadinya peristiwa yang dinamakan gagal pisah (non disjunction),

yaitu gagal berpisahnya kedua kromosom X pada waktu pembelahan meiosis.

Pada Drosophila terjadinya gagal pisah dapat menyebabkan terbentuknya beberapa

individu abnormal seperti nampak pada Gambar 6.3.

P :            E AAXX          x         AAXY G

 

gagal pisah

 

gamet :    AXX      AO            AX       AY

F1 :           AAXXX              AAXXY          AAXO                AAOY

betina super             betina          jantan steril              letal

Gambar 6.3. Diagram munculnya beberapa individu abnormal pada

Drosophila akibat peristiwa gagal pisah

Di samping kelainan-kelainan tersebut pernah pula dilaporkan adanya

lalat Drosophila yang sebagian tubuhnya memperlihatkan sifat-sifat sebagai jenis

kelamin jantan sementara sebagian lainnya betina. Lalat ini dikatakan mengalami

mozaik seksual atau biasa disebut dengan istilah ginandromorfi. Penyebabnya adalah

ketidakteraturan distribusi kromosom X pada masa-masa awal pembelahan mitosis

Page 21: 3 Hukum Mendel

zigot. Dalam hal ini ada sel yang menerima dua kromosom X tetapi ada pula yang hanya

menerima satu kromosom X.

Partenogenesis

Pada beberapa spesies Hymenoptera seperti semut, lebah, dan tawon, individu jantan

berkembang dengan cara partenogenesis, yaitu melalui telur yang tidak dibuahi. Oleh

karena itu, individu jantan ini hanya memiliki sebuah genom atau perangkat

kromosomnya haploid.

Sementara itu, individu betina dan golongan pekerja, khususnya pada lebah,

berkembang dari telur yang dibuahi sehingga perangkat kromosomnya adalah diploid.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partenogenesis merupakan sistem penentuan

jenis kelamin yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kromosom kelamin

tetapi hanya bergantung kepada jumlah genom (perangkat kromosom).

Sistem gen Sk-Ts

Di atas disebutkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin pada lebah tidak berhubungan

dengan kromosom kelamin. Meskipun demikian, sistem tersebut masih ada kaitannya

dengan jumlah perangkat kromosom.

Pada jagung dikenal sistem penentuan jenis kelamin yang tidak bergantung, baik kepada

kromosom kelamin maupun jumlah genom, tetapi didasarkan atas keberadaan gen

tertentu. Jagung normal monosius (berumah satu) mempunyai gen Sk, yang mengatur

pembentukan bunga betina, dan gen Ts, yang mengatur pembentukan bunga jantan. 

Jagung monosius ini mempunyai fenotipe Sk_Ts_.

Sementara itu, alel-alel resesif sk dan ts masing-masing menghalangi pembentukan

bunga betina dan mensterilkan bunga jantan. Oleh karena itu, jagung dengan fenotipe

Sk_tsts adalah betina diosius (berumah dua), sedang jagung skskTs_ adalah jantan

diosius. Jagung sksktsts berjenis kelamin betina karena ts dapat mengatasi pengaruh sk,

atau dengan perkataan lain, bunga betina tetap terbentuk seakan-akan tidak ada alel sk.

Pengaruh lingkungan

Sistem penentuan jenis kelamin bahkan ada pula yang bersifat nongenetik. Hal ini

misalnya dijumpai pada cacing lautBonellia, yang jenis kelaminnya semata-mata

ditentukan oleh faktor lingkungan.. F. Baltzer menemukan bahwa cacing Bonellia yang

berasal dari sebuah telur yang diisolasi akan berkembang menjadi individu betina.

Sebaliknya, cacing yang hidup di lingkungan betina dewasa akan mendekati dan

Page 22: 3 Hukum Mendel

memasuki saluran reproduksi cacing betina dewasa tersebut untuk kemudian

berkembang menjadi individu jantan yang parasitik.

Kromatin Kelamin

Seorang ahli genetika dari Kanada, M.L. Barr, pada tahun 1949 menemukan adanya

struktur tertentu yang dapat memperlihatkan reaksi pewarnaan di dalam nukleus sel

syaraf kucing betina. Struktur semacam ini ternyata tidak dijumpai pada sel-sel kucing

jantan. Pada manusia dilaporkan pula bahwa sel-sel somatis pria, misalnya sel epitel

selaput lendir mulut, dapat dibedakan dengan sel somatis wanita atas dasar ada tidaknya

struktur tertentu yang kemudian dikenal dengan namakromatin kelamin atau badan Barr.

Pada sel somatis wanita terdapat sebuah kromatin kelamin sementara sel somatis pria

tidak memilikinya. Selanjutnya diketahui bahwa banyaknya kromatin kelamin ternyata

sama dengan banyaknya kromosom X dikurangi satu. Jadi, wanita normal mempunyai

sebuah kromatin kelamin karena kromosom X-nya ada dua. Demikian pula, pria normal

tidak mempunyai kromatin kelamin karena kromosom X-nya hanya satu.

Dewasa ini keberadaan kromatin kelamin sering kali digunakan untuk menentukan jenis

kelamin serta mendiagnosis berbagai kelainan kromosom kelamin pada janin melalui

pengambilan cairan amnion embrio (amniosentesis). Pria dengan kelainan kromosom

kelamin, misalnya penderita sindrom Klinefelter (XXY), mempunyai sebuah kromatin

kelamin yang seharusnya tidak dimiliki oleh seorang pria normal. Sebaliknya, wanita

penderita sindrom Turner (XO) tidak mempunyai kromatin kelamin yang seharusnya

ada pada wanita normal.

Mary F. Lyon, seorang ahli genetika dari Inggris mengajukan hipotesis bahwa kromatin

kelamin merupakan kromosom X yang mengalami kondensasi atau heterokromatinisasi

sehingga secara genetik menjadi inaktif. Hipotesis ini dilandasi hasil pengamatannya

atas ekspresi gen rangkai X yang mengatur warna bulu pada mencit. Individu betina

heterozigot memperlihatkan fenotipe mozaik yang jelas berbeda dengan ekspresi gen

semidominan (warna antara yang seragam). Hal ini menunjukkan bahwa hanya ada satu

kromosom X yang aktif di antara kedua kromosom X pada individu betina. Kromosom

X yang aktif pada suatu sel mungkin membawa gen dominan sementara pada sel yang

lain mungkin justru membawa gen resesif.

Hipotesis Lyon juga menjelaskan adanya mekanisme kompensasi dosis pada mamalia.

Mekanisme kompensasi dosis diusulkan karena adanya fenomena bahwa suatu gen

rangkai X akan mempunyai dosis efektif yang sama pada kedua jenis kelamin. Dengan

perkataan lain, gen rangkai X pada individu homozigot akan diekspesikan sama kuat

dengan gen rangkai X pada individu hemizigot.

Page 23: 3 Hukum Mendel

Hormon dan Diferensiasi Kelamin

Dari penjelasan mengenai berbagai sistem penentuan jenis kelamin organisme diketahui

bahwa faktor genetis memegang peranan utama dalam ekspresi sifat kelamin primer.

Selanjutnya, sistem hormon akan mengatur kondisi fisiologi dalam tubuh individu

sehingga mempengaruhi perkembangan sifat kelamin sekunder.

Pada hewan tingkat tinggi dan manusia hormon kelamin disintesis oleh ovarium, testes,

dan kelenjar adrenalin. Ovarium dan testes masing-masing mempunyai fungsi ganda,

yaitu sebagai penghasil sel kelamin (gamet) dan sebagai penghasil hormon kelamin.

Sementara itu, kelenjar adrenalin menghasilkan steroid yang secara kimia berhubungan

erat dengan gonad.

Gen terpengaruh kelamin

Gen terpengaruh kelamin (sex influenced genes) ialah gen yang memperlihatkan

perbedaan ekspresi antara individu jantan dan betina akibat pengaruh hormon kelamin.

Sebagai contoh, gen autosomal H yang mengatur pembentukan tanduk pada domba akan

bersifat dominan pada individu jantan tetapi resesif pada individu betina. Sebaliknya,

alelnya h, bersifat dominan pada domba betina tetapi resesif pada domba jantan. Oleh

karena itu, untuk dapat bertanduk domba betina harus mempunyai dua gen H

(homozigot) sementara domba jantan cukup dengan satu gen H (heterozigot).

Tabel 6.2. Ekspresi gen terpengaruh kelamin pada domba

Genotipe Domba jantan Domba betina

HH bertanduk bertanduk

Hh bertanduk tidak bertanduk

hh tidak bertanduk tidak bertanduk

Contoh lain gen terpengaruh kelamin adalah gen autosomal B yang mengatur kebotakan

pada manusia. Gen B dominan pada pria tetapi resesif pada wanita. Sebaliknya, gen b

dominan pada wanita tetapi resesif pada pria. Akibatnya, pria heterozigot akan

mengalami kebotakan, sedang wanita heterozigot akan normal. Untuk dapat mengalami

kebotakan seorang wanita harus mempunyai gen B dalam keadaan homozigot.

Gen terbatasi kelamin

Selain mempengaruhi perbedaan ekspresi gen di antara jenis kelamin, hormon kelamin

juga dapat membatasi ekspresi gen pada salah satu jenis kelamin. Gen yang hanya dapat

diekspresikan pada salah satu jenis kelamin dinamakan gen terbatasi kelamin (sex

limited genes). Contoh gen semacam ini adalah gen yang mengatur produksi susu pada

sapi perah, yang dengan sendirinya hanya dapat diekspresikan pada individu betina.

Page 24: 3 Hukum Mendel

Namun, individu jantan dengan genotipe tertentu sebenarnya juga mempunyai potensi

untuk menghasilkan keturunan dengan produksi susu yang tinggi sehingga

keberadaannya sangat diperlukan dalam upaya pemuliaan ternak tersebut.

Page 25: 3 Hukum Mendel

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Mendel merupakan salah satu penemu yang menemukan tentang hereditas. Hukum Segregasi (hukum pertama Mendel). Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya.Hukum Asortasi Bebas (hukum kedua Mendel)Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling memengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g. tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling memengaruhi.

Persilangan dihibrid adalah persilangan antara individu untuk 2 gen yang berbeda. Eksperimen Mendel dengan bentuk biji dan warna ercis adalah sebuah contoh dari persilangan dihibrid. Metode Punnett kuadrat menentukan rasio fenotipe dan genotipenya. Metode ini pada dasarnya sama dengan persilangan monohibrid. Perbedaan utamanya ialah masing-masing gamet sekarang memiliki 1 alel dengan 1 atau 2 gen yang berbeda.

Penyimpangan semu ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih saling memengaruhi dalam memberikan fenotipe pada suatu individu disebut interaksi gen, yaitu: a. komplementer, b. kriptomeri, c. epistasis-hipostasis, dan d. polimeri.

Hereditas mamire terdiri dari DNA dan RNA. DNA ( Deoksiribose Nuclei Acid ), wujud sebagai untaian yang halus, pembawa sifat keturunan, disusun oleh asam nukleat. Polinukleotida adalah polimer dari nukleotida. RNA ( Ribonucleic acid ), berantai tunggal, disusun oleh asam nukleat ( polinukleotida ). Gula ribose, Basa nitrogen : A, C, G dan urasil ( pada DNA adalah Timin ), fosfat.Tahap-tahapan sintesis protein. Sintesis protein merupakan dasar untuk mempelajari bagaimana informasi genetik di dalam DNA diekspresikan dalam makhluk hidup. Dalam istilah genetik sering dikenal dengan yang namanya sentral dogma. Sentral dogma merupakan serangkaian alur informasi dari DNA yang diterjemahkan melalui RNA kemudian menjadi protein di dalam tubuh makhluk hidup. 

Sintesis protein memiliki sumber informasi di DNA dalam bentuk gen. Gen tersebut berupa rangkaian kode-kode basa nitrogen. Informasi dalam gen akan diterjemahkan dalam bentuk mRNA. mRNA kemudian akan digunakan untuk merangkai asam amino yang didapatkan dari luar dan dalam tubuh.

Sintesis protein terjadi pada organel yang dinamakan dengan ribosom. Sintesis protein sangat memerlukan keberadaan RNA, yaitu suatu rantai tunggal basa nitrogen dengan backbone yang sama dengan DNA. Adapun pembagian jenis-jenis RNA secara lengkap adalah sebagai berikut.

Page 26: 3 Hukum Mendel

B.Saran

Semoga pembaca dapat memahami tentang hereditas dan hukum mendel.

Semoga mahasiswa dapat menambah wawasannya.