3 Hukum Mendel
-
Upload
sisrini-rahayu-sammarian -
Category
Documents
-
view
1.318 -
download
17
Transcript of 3 Hukum Mendel
MAKALAH
HKUM MENDEL
OLEH:
SISRINI RAHAYU
TINGKAT : I C
Dosen Pembimbing : Hj.Syafrida Syafar,M.Biomed
Mata Kuliah : Biologi Dasar dan perkembangan
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
PRODI KEBIDANAN BUKITTINGGI
TAHUN AJARAN 2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karuniaNYA kepada kita semua,sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul HUKUM MENDEL DAN HEREDITAS ini.
Salawat beserta salam juga tidak lupa pula penulis sampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW yang membawa kita dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang
dan penuh ilmu pengetahuan seperti saat ini.Makalah ini dibuat untuk lebih memahami dan
menambah pengetahuan tentang payudara beserta penjelasan-penjelasan yang berhubungan
dengan prose Menyusui dan kelainan-kelainan yang terjadi pada payudara tersebut.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-
pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,khususnya kepada :
Dosen pembimbing mata pelajaran anatomi dan fisiologi tubuh,sistem
cardiovaskuler,sistem pernafasan,dan sistem panca indra.
Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih kepada keluarga tercinta yang telah
memberikan dorongan dan bantuan.
Rekan-rekan semua di tingkat IC Prodi Kebidanan Bukittinggi.
Semua pihak –pihak lain yang tidak tersebutkan yang telah memberikan bantuan
dalam penulisan makalah ini.
Dalam penyusun makalah ini, penulis tida luput dari kesalahan. Maka dari itu, penulis
mohon kritik dan saran kepada pembaca jika terdapat kekurangan dalam makalah ini, demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis juga berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
diharapkan juga pembaca dapat memberikan kritik dan sarannya kepada penulis serta
memaklumi kekurangan makalah ini.
Bukittinggi, September 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………..
1.2 Mamfaat dan Tujuan Masalah………………………………………………………...
BAB II.KAJIAN TEORI
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................................
B. Saran …………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Mendel merupakan salah satu penemu yang menemukan tentang hereditas. Hukum Segregasi (hukum pertama Mendel). Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya.Hukum Asortasi Bebas (hukum kedua Mendel)Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling memengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g. tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling memengaruhi.
Persilangan dihibrid adalah persilangan antara individu untuk 2 gen yang berbeda. Eksperimen Mendel dengan bentuk biji dan warna ercis adalah sebuah contoh dari persilangan dihibrid. Metode Punnett kuadrat menentukan rasio fenotipe dan genotipenya. Metode ini pada dasarnya sama dengan persilangan monohibrid. Perbedaan utamanya ialah masing-masing gamet sekarang memiliki 1 alel dengan 1 atau 2 gen yang berbeda.
Penyimpangan semu ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih saling memengaruhi dalam memberikan fenotipe pada suatu individu disebut interaksi gen, yaitu: a. komplementer, b. kriptomeri, c. epistasis-hipostasis, dan d. polimeri.
Hereditas mamire terdiri dari DNA dan RNA. DNA ( Deoksiribose Nuclei Acid ), wujud sebagai untaian yang halus, pembawa sifat keturunan, disusun oleh asam nukleat. Polinukleotida adalah polimer dari nukleotida. RNA ( Ribonucleic acid ), berantai tunggal, disusun oleh asam nukleat ( polinukleotida ). Gula ribose, Basa nitrogen : A, C, G dan urasil ( pada DNA adalah Timin ), fosfat.Tahap-tahapan sintesis protein. Sintesis protein merupakan dasar untuk mempelajari bagaimana informasi genetik di dalam DNA diekspresikan dalam makhluk hidup. Dalam istilah genetik sering dikenal dengan yang namanya sentral dogma. Sentral dogma merupakan serangkaian alur informasi dari DNA yang diterjemahkan melalui RNA kemudian menjadi protein di dalam tubuh makhluk hidup.
Sintesis protein memiliki sumber informasi di DNA dalam bentuk gen. Gen tersebut berupa rangkaian kode-kode basa nitrogen. Informasi dalam gen akan diterjemahkan dalam bentuk mRNA. mRNA kemudian akan digunakan untuk merangkai asam amino yang didapatkan dari luar dan dalam tubuh.
Sintesis protein terjadi pada organel yang dinamakan dengan ribosom. Sintesis protein sangat memerlukan keberadaan RNA, yaitu suatu rantai tunggal basa nitrogen dengan backbone yang sama dengan DNA. Adapun pembagian jenis-jenis RNA secara lengkap adalah sebagai berikut.
B.TUJUANUntuk memenuhi tugas biologi dasar dan biologi perkembanganUntuk menjelaskan tentang hukum mendel,hereditas mamir
BAB II
ISI
A. HUKUM MENDEL
1. Hukum Segregasi (hukum pertama Mendel)
Perbandingan antara B (warna coklat), b (warna putih), S (buntut pendek), dan s (buntut panjang) pada generasi F2
Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya.Secara garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok:
1. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter turunannya. Ini adalah konsep mengenai dua macam alel; alel resisif (tidak selalu nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya w dalam gambar di sebelah), dan alel dominan (nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar, misalnya R).
2. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan (misalnya ww dalam gambar di sebelah) dan satu dari tetua betina (misalnya RR dalam gambar di sebelah).
3. Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda (Sb dan sB pada gambar 2), alel dominan (S atau B) akan selalu terekspresikan (nampak secara visual dari luar). Alel resesif (s atau b) yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet yang dibentuk pada turunannya.
2. Hukum Asortasi Bebas (hukum kedua Mendel)
Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling memengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g. tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling memengaruhi.
Seperti nampak pada gambar 1, induk jantan (tingkat 1) mempunyai genotipe ww (secara fenotipe berwarna putih), dan induk betina mempunyai genotipe RR (secara fenotipe berwarna merah). Keturunan pertama (tingkat 2 pada gambar) merupakan persilangan dari genotipe induk jantan dan induk betinanya, sehingga membentuk 4 individu baru (semuanya bergenotipe wR). Selanjutnya, persilangan/perkawinan dari keturuan pertama ini akan membentuk indidividu pada keturunan berikutnya (tingkat 3 pada gambar) dengan gamet R dan w pada sisi kiri (induk jantan tingkat 2) dan gamet R dan w pada baris atas (induk betina tingkat 2). Kombinasi gamet-gamet ini akan membentuk 4 kemungkinan individu seperti nampak pada papan catur pada tingkat 3 dengan genotipe: RR, Rw, Rw, dan ww. Jadi pada tingkat 3 ini perbandingan genotipe RR , (berwarna merah) Rw (juga berwarna merah) dan ww (berwarna putih) adalah 1:2:1. Secara fenotipe perbandingan individu merah dan individu putih adalah 3:1.
Kalau contoh pada gambar 1 merupakan kombinasi dari induk dengan satu sifat dominan (berupa warna), maka contoh ke-2 menggambarkan induk-induk dengan 2 macam sifat dominan: bentuk buntut dan warna kulit. Persilangan dari induk dengan satu sifat
dominan disebut monohibrid, sedang persilangan dari induk-induk dengan dua sifat dominan dikenal sebagai dihibrid, dan seterusnya.
Hukum Memdel 2 ini hanya berlaku untuk gen yang letaknya berjauhan. Jika kedua gen itu
letaknya berdekatan hukum ini tidak berlaku. Hukum Mendel 2 ini juga tidak berlaku untuk
persilangan monohibrid.
Perhatikan analisis papan catur di bawah ini tentang persilangan buncis dengan dua sifat beda
(dihibrida). Buncis biji bulat warna kuning disilangkan dengan biji keriput warna hijau.
Keturunan pertama semuanya berbiji bulat warna kuning. Artinya, sifat bulat dominan
terhadap sifat keriput dan kuning dominan terhadap warna hijau. Persilangan antar F1
mengasilkan keturunan kedua (F2) sebagai berikut: 315 tanaman bulat kuning, 101 tanaman
keriput kuning, 108 tanaman bulat hijau dan 32 keriput hijau. Jika diperhatikan, perbandingan
antara tanaman bulat kuning : keriput kuning : bulat hijau : keriput hijau adalah mendekati
9:3:3:1.
P : BBKK (bulat, kuning) X bbkk (keriput, hijau)F1 : BbKk (bulat, kuning)F1XF1 : BbKk (bulat, kuning) X BbKk (bulat, kuning)Gamet : BK, Bk, bK, bk BK, Bk, bK, bk
Gamet-gamet ini dapat berpasangan secara bebas (Hukum Mendel 2) sehingga F2 dapat digambarkan sebagai berikut:
Gamet BK Bk bK bk
BKBBKK
1
BBKk
2
BbKK
3
BbKk
4
BkBBKk
5
BBkk
6
BbKk
7
Bbkk
8
bKBbKK
9
BbKk
10
bbKK
11
bbKk
12
bkBbKk
13
Bbkk
14
bbKk
15
bbkk
16
Keterangan:bulat kuning 1,2,3,4,5,7,9,10,13keriput kuning 11,12,15bulat hijau 6,8,14keriput hijau 16
Tanaman bulat kuning jumlah 9.Tanaman bulat hijau jumlah 3.Tanaman keriput kuning jumlah 3.
Tanaman keriput hijau pada jumlah 1.
Jadi, perbandingan homozigot terdapat pada kotak nomor 1,6,11 dan 16 sedangkan lainnya
heterozigot.
Bastar konstan atau individu baru terdapat pada kotak nomor 6 dan 11. Bastar konstan adalah
keturunan homozigot yang memiliki sifat baru (berbeda dengan kedua induknya), sehingga
dalam persilangan antar sesamanya tidak memisah, konstan.Sifat dominannya adalah bentuk buntut (pendek dengan genotipe SS dan panjang dengan genotipe ss) serta warna kulit (putih dengan genotipe bb dan coklat dengan genotipe BB). Gamet induk jantan yang terbentuk adalah Sb dan Sb, sementara gamet induk betinanya adalah sB dan sB (nampak pada huruf di bawah kotak). Kombinasi gamet ini akan membentuk 4 individu pada tingkat F1 dengan genotipe SsBb (semua sama). Jika keturunan F1 ini kemudian dikawinkan lagi, maka akan membentuk individu keturunan F2. Gamet F1nya nampak pada sisi kiri dan baris atas pada papan catur. Hasil individu yang terbentuk pada tingkat F2 mempunyai 16 macam kemungkinan dengan 2 bentuk buntut: pendek (jika genotipenya SS atau Ss) dan panjang (jika genotipenya ss); dan 2 macam warna kulit: coklat (jika genotipenya BB atau Bb) dan putih (jika genotipenya bb). Perbandingan hasil warna coklat:putih adalah 12:4, sedang perbandingan hasil bentuk buntut pendek:panjang adalah 12:4. Perbandingan detail mengenai genotipe SSBB:SSBb:SsBB:SsBb: SSbb:Ssbb:ssBB:ssBb: ssbb adalah 1:2:2:4: 1:2:1:2: 1.
3.PERSILANGAN DIHIBRID
Persilangan dihibrid adalah persilangan antara individu untuk 2 gen yang berbeda. Eksperimen Mendel dengan bentuk biji dan warna ercis adalah sebuah contoh dari persilangan dihibrid. Metode Punnett kuadrat menentukan rasio fenotipe dan genotipenya. Metode ini pada dasarnya sama dengan persilangan monohibrid. Perbedaan utamanya ialah masing-masing gamet sekarang memiliki 1 alel dengan 1 atau 2 gen yang berbeda.
Suatu genotipe dihibrida adalah heterozigot pada dua lokus. Dihibrida membentuk empat gamet yang secara genetik berbeda dengan frekuensi yang kira-kira sama karena orientasi acak dari pasangan kromosom nonhomolog pada piringan metafase meiosis pertama. Uji silang (test cross) adalah perkawinan genotipe yang tidak diketahui benar dengan genotipe yang homozigot resesif pada semua lokus yang sedang dibicarakan. Fenotipe-fenotipe tipe keturunan yang dihasilkan oleh suatu uji silang mengungkapkan jumlah macam gamet yang dibentuk oleh genotipe parental yang diuji. Bila semua gamet individu diketahui, maka genotipe individu itu juga akan diketahui. Suatu uji silang dihibrida menghasilkan ratio 1:1:1:1, menunjukkan bahwa ada dua pasang faktor yang berpisah dan berpilih secara bebas.
Mendel memperoleh hasil yang tetap sama dan tidak berubah-ubah pada pengulangan dengan cara penyilangan dengan kombinasi sifat yang berbeda. Pengamatan ini menghasilkan formulasi hukum genetika Mendel kedua, yaitu hukum pilihan acak, yang menyatakan bahwa gen-gen yang menentukan sifat-sifat yang berbeda dipindahkan secara bebas satu dengan yang lain, dan sebab itu akan timbul lagi secara pilihan acak pada keturunannya. Individu-individu demikian disebut dihibrida atau hibrida dengan 2 sifat beda.
Dihibrida membentuk empat gamet yang secara genetik berbeda dengan frekuensi yang kira-kira sama karena orientasi secara acak dari pasangan kromosom nonhomolog pada piringan metafase meiosis pertama. Bila dua dihibrida disilangkan, akan dihasilkan 4 macam gamet dalam frekuensi yang sama baik pada jantan maupun betina. Rasio fenotipe klasik yang dihasilkan dari perkawinan genotipe dihibrida adalah 9:3:3:1. Rasio ini diperoleh bila alel-alel pada kedua lokus memperlihatkan hubungan dominan dan resesif.
Mendel melakukan persilangan ini dan memanen 315 ercis bulat-kuning, 101 ercis keriput-kuning, 108 bulat-hijau dan 32 ercis keriput-hijau. Ciri khas karya Mendel yang cermat ialah bahwa ia lalu menanam semua ercis ini dan membuktikan adanya genotipe terpisah di antara setiap ercis dengan kombinasi baru ciri-cirinya. Hanyalah 32 ercis keriput-hijau yang merupakan genotipe tunggal. Hasil-hasil ini membuat Mendel mendirikan hipotesisnya yang terakhir (hukum Mendel kedua): Distribusi satu pasang faktor tidak bergantung pada distribusi pasangan yang lain. Hal ini dikenal sebagai hukum pemilihan bebas.
Perhatikan analisis papan catur di bawah ini tentang persilangan buncis dengan dua sifat beda (dihibrida). Buncis biji bulat warna kuning disilangkan dengan biji keriput warna hijau. Keturunan pertama semuanya berbiji bulat warna kuning. Artinya, sifat bulat dominan terhadap sifat keriput dan kuning dominan terhadap warna hijau. Persilangan antar F1 mengasilkan keturunan kedua (F2) sebagai berikut: 315 tanaman bulat kuning, 101 tanaman keriput kuning, 108 tanaman bulat hijau dan 32 keriput hijau. Jika diperhatikan, perbandingan antara tanaman bulat kuning : keriput kuning : bulat hijau : keriput hijau adalah mendekati 9:3:3:1.
P : BBKK (bulat, kuning) X bbkk (keriput, hijau)F1 : BbKk (bulat, kuning)F1 X F1 : BbKk (bulat, kuning) X BbKk (bulat, kuning)Gamet : BK, Bk, bK, bk BK, Bk, bK, bk
Gamet-gamet ini dapat berpasangan secara bebas (Hukum Mendel 2) sehingga F2 dapat digambarkan sebagai berikut:
♂
♀
BK Bk bK bk
BKBBKK1
BBKk2
BbKK3
BbKk4
BkBBKk5
BBkk6
BbKk7
Bbkk8
bKBbKK9
BbKk10
bbKK
11
bbKk12
bkBbKk13
Bbkk14
bbKk15
bbkk16
Keterangan :bulat kuning 1,2,3,4,5,7,9,10,13keriput kuning 11,12,15bulat hijau 6,8,14keriput hijau 16
Tanaman bulat kuning jumlah 9.Tanaman bulat hijau jumlah 3.Tanaman keriput kuning jumlah 3.Tanaman keriput hijau pada jumlah 1.
Jadi, perbandingan homozigot terdapat pada kotak nomor 1,6,11 dan 16 sedangkan lainnya heterozigot.
Bastar konstan atau individu baru terdapat pada kotak nomor 6 dan 11. Bastar konstan adalah keturunan homozigot yang memiliki sifat baru (berbeda dengan kedua induknya), sehingga dalam persilangan antar sesamanya tidak memisah, konstan.
Berkenaan dengan ciri biji hasil persilangan pada F2, Mendel sudah mempertimbangkan dua kemungkinan, yaitu:
a. Ciri-ciri yang berasal dari satu induk akan diwariskan secara bersama-sama
b. Ciri-ciri yang berasal dari satu induk akan diwariskan secara bebas satu sama lain.
Hasil persilangan yang tampak pada F2 memperlihatkan rasio yang mendekati 9:3:3:1, sebagaimana yang diharapkan pada kemungkinan b. Atas dasar kenyataan ini, Mendel menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang menentukan karakter-karakter berbeda diwariskan secara bebas satu sama lain. Kesimpulan inilah yang merupakan pernyataan pada hukum pemilihan bebas Mendel.
Mendel memperoleh bukan hanya dua tipe induk, tetapi juga dua tipe baru sebagai hasil dari pencampuran karakter dari kedua induk. Ini menunjukkan bahwa kedua faktor tersebut tidak cenderung tinggal bersama dalam kombinasi yang sama dengan dimana mereka ditemukan pada induk asli, P1 nya. Pemisahan kelakuan di antara gen-gen inilah yang dinamakan hukum pemilihan bebas.
Pada persilangan dihibrid pada tanaman kapri, yaitu memiliki sifat warna kuning dan bentuk biji bulat (dominan) dengan biji berkerut dan warna hijau (resesif). Jika F1 diturunkan sesamanya menghasilkan F2, jika X2hitung <>2 tabel maka hasil percobaan sesuai dengan Hukum Mendel. Hasil penyilangan fenotip F2 terkadang tidak selalu sama dengan hasil perhitungan hukum Mendel. Untuk mengujinya perlu dilakukan perhitungan dengan uji chi-square (chi kuadrat). Uji chi-square merupakan suatu metode statistik dengan penentu apakah penyelewengan hasil penyilangan tidak sesuai dengan hipotesis perhitungan atau tidak.
4. Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Penyimpangan semu ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih saling memengaruhi dalam memberikan fenotipe pada suatu individu disebut interaksi gen, yaitu: a. komplementer, b. kriptomeri, c. epistasis-hipostasis, dan d. polimeri.a. Komplementer
Komplementer adalah peristiwa dua gen dominan saling memengaruhi atau melengkapi dalam mengekspresikan suatu sifat.
b. Kriptomeri
Kriptomeri adalah peristiwa suatu faktor dominan yang baru tampak pengaruhnya apabila bertemu dengan faktor dominan lain yang bukan alelnya. Faktor dominan ini seolah-olah tersembunyi (kriptos)
c. Epistasis dan Hipostasis
Epistasis-hipostasis adalah peristiwa dengan dua faktor yang bukan pasangan alelnya dapat memengaruhi bagian yang sama dari suatu organisme. Namun, pengaruh faktor yang satu menutup ekspresi faktor lainnya.
d. Polimeri
Polimeri adalah peristiwa dengan beberapa sifat beda yang berdiri sendiri memengaruhi bagian yang sama dari suatu individu.
5. Pola-Pola Hereditas
Penyimpangan terhadap Hukum Mendel juga disebabkan oleh adanya tautan dan pindah silang, determinan seks, tautan seks, kegagalan berpisah, dan gen letal.a. Tautan dan Pindah Silang
Pada saat meiosis inilah terjadi peristiwa tautan dan pindah silang. Tautan adalah peristiwa ketika gen-gen yang terletak pada kromosom yang sama dapat
memisahkan diri secara bebas waktu pembelahan meiosis.Pindah silang adalah peristiwa bertukarnya bagian kromosom satu dengan kromosom
lainnya yang homolog, ataupun dengan bagian kromosom yang berbeda (bukan homolognya).a) Tentukan rasio fenotif F2!b) Tentukan persentase kombinasi parental (KP)!c) Tentukan persentse rekombinasi (RK)
Penyelesaian:P1 : KKPP (kelabu, panjang) >< kkpp (hitam, pendek)Gamet : KP kpF1 : KkPp (kelabu, panjang) P2 : KkPp (kelabu, panjang) >< kkpp (hitam, pendek) testcrossGamet : KP, kp (tertaut) kpF2 :
KP KpKp KkPp (kelabu, panjang) kkpp (hitam, pendek)
a) Rasio fenotif F2: kelabu, panjang : hitam, pendek = 1 : 1
b) Jumlah genotif parental pada F2 = 2 (KkPp dan kkpp), sehingga %KP = 2/2 ½ x 100% = 100%
c) Karena tidak ada genotif baru, maka tidak ada rekombinasi, sehingga %RK = 0%Simpulan:Jika KP > 50% atau RK < 50%, maka terjadi tautanJika KP = RK = 50%, maka gen terletak pada kromosom berlainan.Nilai pindah silang adalah angka yang menunjukkan persentase rekombinasi dari hasil persilangan
B. Hereditas Mamire
1. DNADNA ( Deoksiribose Nuclei Acid ), wujud sebagai untaian yang halus, pembawa sifat
keturunan, disusun oleh asam nukleat. Polinukleotida adalah polimer dari nukleotida.Nukleotida terdiri dari :
- Gula pentose- Basa Nitrogen ( Adenin, guanin, timin, dan sitosin )- Fosfat
Basa Nitrogen : - Basa Nitrogen terdiri dari kelompok senyawa Purin dan Pirimidin.- Basa Nitrogen penyusun DNA dari kelompok purin adalah Adenin ( A ) dan Guanin
( G )- Basa Nitrogen penyusun DNA dari kelompok Pirimiidin adalah Timin ( T ) ddan
Sitosin (S).- Maka DNA terdiri dari A, T, C, G.
Struktur DNA :Terdapat di dalam kromosom, berarti di dalam inti sel. Proses berlipat gandanya DNa
dinamakan replikasi. Berbentuk Doublle Heliks ( dua rantai berpilin ) sehingga saling berpasangan ( komplimen ) : A=T dan C=G.
Replikasi DNA Berdasarkan pengamatan beberapa ahli dikenal beberapa hipotesa mengenai replikasi DNA yaitu:
1. Semikonservatifdou
2. RNA
RNA ( Ribonucleic acid ), berantai tunggal, disusun oleh asam nukleat ( polinukleotida ). Gula ribose, Basa nitrogen : A, C, G dan urasil ( pada DNA adalah Timin ), fosfat.
Macam – macam RNA :- mRNA ( messangger ) terdapat dalam nucleus. mRNA dicetak oleh salah satu pita
DNA yang berlangsung dalam nucleus. Fungsi mRNA adalah membawa kode genetika dari DNA atau menyampaikan informasi dari DNA ke ribosom.
- tRNA ( transfer ) terdapat dalam sitoplasma. Fungsi tRNA ialah mengikat asam amino.
- rRNA ( ribosom ) terdapat dalam ribosom yang dibentuk oleh DNA.
Fungsi RNA :- mRNA bertugas menerima informasi / keterangan genetic dari DNA. Proses ini
dinamakan transkripsi dan berlanggsung dalam nucleus. Berfungsi sebagaii perantara antara kromosom dan asam amino sitoplasma. Berperan penting dalam pembuatan protein.
- tRNA bertugas mengikat asam amino yang terdapat dalam sitoplasma. Sebelum dapat diikat oleh tRNA, asam amino bereaksi terlebih dahulu dengan ATP supaya berenergi dan aktif. tRNA membawa asam amino yang diikat itu keribosom.Disinilah berlangsung perubahan informasi genetic yang dinyatakan oleh urutan basa dari mRNA ke urutan asam amino dalam protein yang dibentuk. Proses perubahan ini disebut translasi.
- rRNA bertugas mensintesa protein dengan menggunakan asam amino. Proses ini berlangsung dalam ribosom dan hasil akhirnya adalah polipeptida.
No Perbedaan DNA RNA
1 Tempat Inti sel ( kromosom),mitokondria,plastid, sentriol
Sitoplasma ( terutama di ribosom) dan inti sel
2 Struktur Rantai panjang dan ganda Rantai pendek dan tunggal
3 Jenis gula Deoksiribosa Ribosa4 Basa Nitrogen Purin: adenine dan guamin
Pirimidin : sitosin dan timinPurin : adenine dan guaninePirimidin : sitosin dan urasil
5 Kadar Dipengaruhi sintesis protein Tidak dipengaruhi sintesis protein
6 Fungsi Mengontrol sifat yang menurun Sintesis protein
3. Sintesis Protein
Tahap-tahapan sintesis protein. Sintesis protein merupakan dasar untuk mempelajari bagaimana informasi genetik di dalam DNA diekspresikan dalam makhluk hidup. Dalam istilah genetik sering dikenal dengan yang namanya sentral dogma. Sentral dogma merupakan serangkaian alur informasi dari DNA yang diterjemahkan melalui RNA kemudian menjadi protein di dalam tubuh makhluk hidup.
Sintesis protein memiliki sumber informasi di DNA dalam bentuk gen. Gen tersebut berupa rangkaian kode-kode basa nitrogen. Informasi dalam gen akan diterjemahkan dalam bentuk mRNA. mRNA kemudian akan digunakan untuk merangkai asam amino yang didapatkan dari luar dan dalam tubuh.
Sintesis protein terjadi pada organel yang dinamakan dengan ribosom. Sintesis protein sangat memerlukan keberadaan RNA, yaitu suatu rantai tunggal basa nitrogen dengan backbone yang sama dengan DNA. Adapun pembagian jenis-jenis RNA secara lengkap adalah sebagai berikut.
a. mRNA (messenger RNA / RNA duta)
RNA duta merupakan RNA yang dibuat oleh proses yang dinamakan dengan transkripsi pada inti sel. Peranan mRNA adalah membawa informasi genetik yang ada pada DNA menuju ribosom. Informasi yang terdapat pada mRNA berupa kodon yang tersusun secara triplet, misalkan UCA, UCU, atau AAG. Kodon tersebut dibuat triplet atau tiga-tiga karena 4 pangkat 3 hasilnya 64, yang kombinasi hurufnya diatas 20.
b. tRNA (transport RNA / RNA transfer)RNA transfer merupakan RNA yang berperan untuk membawa asam amino dari
sitoplasma menuju ribosom saat terjadi sintesis protein. tRNA disintesis di salah satu bagian inti sel secara langsung. Dalam proses pentransferan asam amino, tRNA memerlukan energi yang berasal dari pemecahan molekul ATP menjadi ADP + Pi.
c. rRNA (ribosomal RNA / RNA ribosom)Ribosomal RNA inilah yang sering kita namakan sebagai ribosom. rRNA merupakan
organel yang tersusun atas subunit besar dan subunit kecil. Ribosom terdapat di sitoplasma sebagai ribosom bebas atau terikat pada Retikulum endoplasma. Pada saat sintesis protein berlangsung, ribosom biasanya membentuk polisom atau poliribosom. Polisom bukanlah gabungan beberapa ribosom, melainkan hanya beberapa ribosom yang membaca satu rantai mRNA secara bersamaan sehingga tampak seperti berkelompok-kelompok. Poliribosom biasanya ada 4 atau 5 ribosom yang membaca pada satu rantai mRNA yang sama.
Selain RNA, sintesis memerlukan beberapa enzim yang penting dalam setiap tahapan reaksi. Salah satu yang penting adalah enzim RNA polimerase, yaitu suatu enzim yang melaksanakan proses penerjemahan DNA menjadi mRNA (proses transkripsi). Enzim amino asil transferase berperan penting dalam memindahkan rantai yang terbentuk saat proses perangkaian asam amino.Tahap-Tahap Sintesis Protein :
Sintesis protein dibagi menjadi dua tahapan utama, yaitu transkripsi dan translasi. Transkripsi secara garis besar merupakan proses pembuatan mRNA dari DNA dalam inti sel. mRNA tersebut lalu bergerak menuju ribosom. Setelah itu, proses translasi, yang meliputi penerjemahan dan perangkaian asam amino, berlangsung di ribosom.
1. Transkripsi – Pemindahan informasi dari DNA ke mRNATranskripsi sebagaimana sudah disinggung sedikit di atas merupakan serangkaian
tahapan pembentukan mRNA dari DNA. Proses ini sebenarnya merupakan awal mula informasi pada DNA dipindahkan menuju protein pada makhluk hidup.
Transkripsi diawali dari pemutusan ikatan H pada DNA oleh protein-protein pengurai DNA. Proses tersebut mengakibatkan terbukanya rantai DNA pada berbagai tempat. Terbukanya rantai DNA memicu RNA polimerase melekat ke daerah yang dinamakan dengan promotor. RNA polimerase selanjutnya melakukan sintesis molekul mRNA dari arah 3′ DNA, sedangkan pada mRNA dimulai dari ujung 5′ menuju 3′.
Dari kedua rantai DNA, hanya salah satu rantai yang akan diterjemahkan menjadi mRNA. Rantai DNA yang diterjemahkan menjadi protein dinamakan dengan rantai sense atau DNA template atau DNA cetakan, sedangkan rantai pasangannya dinamakan DNA antisense. Dari DNA template inilah mRNA akan membentuk rantai berpasangan dengan basa-basa yang ada pada DNA sense.
Komponen untuk pembuatan mRNA terdapat dalam bentuk nukleotida triposfat, seperti ATP, GTP, UTP, dan CTP. Fungsi dari RNA polimerase adalah mengkatalis reaksi penempelan nukleotida triposfat sehingga terbentuk rantai. Energi yang digunakan untuk
menjalankan reaksi tersebut berasal dari masing-masing nukleotida triposfat yang kaya akan energi.
Pada saat sintesis mRNA berakhir, terdapat sebuah penanda terminasi yang bertugas untuk menghentikan sintesis mRNA. mRNA yang terbentuk selanjutnya akan dipindahkan dari inti menuju ribosom, kemudian diterjemahkan menjadi protein di ribosom.
Pada eukariotik, hasil dari transkripsi di DNA adalah pre-mRNA, artinya mRNA yang belum siap untuk ditranslasi. Hal tersebut disebabkan karena pre-mRNA masih banyak mengandung intron, yaitu rangkaian kodon yang tidak bisa diterjemahkan menjadi protein. Intron ini sangat banyak pada DNA eukariotik. Bagian yang akan menjadi mRNA matang dinamakan dengan ekson. Ekson mengandung informasi yang akan diterjemahkan menjadi protein.
Oleh karena itu, organisme eukariotik memiliki tahapan splicing mRNA. Proses splicing berguna untuk membuang bagian intron yang secara genetik tidak mengandung informasi terkait asam amino. Splicing terjadi sebelum mRNA dikeluarkan dari inti sel.
2. Translasi – Penerjemahan mRNA Menjadi ProteinSetelah mRNA matang (fungsional) terbentuk, proses yang harus dilakukan adalah
keluarnya mRNA dari inti sel menuju ribosom, baik itu di RE ataupun di sitoplasma. Proses translasi sebenarnya dibagi menjadi tiga tahapan utama, yaitu:
a. InisiasiSetelah sampai diribosom, mRNA akan menempel pada subunit kecil ribosom (30 S)
lewat ujung 5′. Pada saat yang bersamaan, tRNA menempel pada subunit besar ribosom (50 S). Proses tersebut akan menyebabkan asam amino Metionin dengan kodon AUG menjadi asam amino pertama yang menempel pada ribosom. Hal penting yag perlu diingat adalah bahwa asam amino metionin merupakan asam amino yang selalu pertama kali menempel pada ribosom saat sintesis protein. Hal tersebut berkaitan dengan adanya kondon start, yaitu AUG (Metioinin), yang merupakan kode untuk proses perangkaian asam amino (sintesis protein sebenarnya) dimulai.
b. Elongasi (Pemanjangan rantai protein/polipeptida)Setelah proses inisiasi selesai, proses selanjutnya adalah penerjemahan kodon triplet
dan penempelan asam amino sehingga membentuk rantai. Penerjemahan kode ini akan diikuti pengikatan asam amino sesuai kodon oleh tRNA yang kemudian dibawa ke kompleks ribosom dan digabungkan dengan asam amino yang sudah ada sebelumnya. Proses tersebut akan berlangsung sampai munculnya kodon terminasi.
c. Terminasi (Sintesis berhenti)Proses elongasi akan diakhiri saat terbacanya rangkaian kodon UAA, UAG, atau
UGA. Kodon-kodon tersebut bukan pengkode asam amino, merupakan kodon yang memerintahkan untuk penghentian sintesis protein. Faktor pelepas akan menempel pada ribosom setelah pembacaan kodon stop. Faktor pelepas tersebut menyebabkan terlepasnya mRNA dari ribosom, selanjutnya diikuti dengan pemisahan subunit besar dan kecil ribosom.
Hasil dari proses sintesis protein adalah rantai primer protein (rantai polipeptida) yang masih belum fungsional. Untuk menjadi fungsional, protein harus dimodifikasi di badan golgi sesuai kebutuhan sel.
RANGKAI KELAMIN
Gen-gen yang terletak pada kromosom kelamin dinamakan gen rangkai kelamin (sexlinked
genes) sementara fenomena yang melibatkan pewarisan gen-gen ini disebut
peristiwa rangkai kelamin (linkage). Adapun gen berangkai yang dibicarakan pada Bab V
adalah gen-gen yang terletak pada kromosom selain kromosom kelamin, yaitu kromosom
yang pada individu jantan dan betina sama strukturnya sehingga tidak dapat digunakan
untuk membedakan jenis kelamin. Kromosom semacam ini dinamakan autosom.
Seperti halnya gen berangkai (autosomal), gen-gen rangkai kelamin tidak mengalami
segregasi dan penggabungan secara acak di dalam gamet-gamet yang terbentuk.
Akibatnya, individu-individu yang dihasilkan melalui kombinasi gamet tersebut
memperlihatkan nisbah fenotipe dan genotipe yang menyimpang dari hukum Mendel.
Selain itu, jika pada percobaan Mendel perkawinan resiprok (genotipe tetua jantan dan
betina dipertukarkan) menghasilkan keturunan yang sama, tidak demikian halnya untuk
sifat-sifat yang diatur oleh gen rangkai kelamin.
Gen rangkai kelamin dapat dikelompok-kelompokkan berdasarkan atas macam
kromosom kelamin tempatnya berada. Oleh karena kromosom kelamin pada umumnya
dapat dibedakan menjadi kromosom X dan Y, maka gen rangkai kelamin dapat
menjadi gen rangkai X (X-linked genes) dan gen rangkai Y (Y-linked genes). Di samping
itu, ada pula beberapa gen yang terletak pada kromosom X tetapi memiliki pasangan
pada kromosom Y. Gen semacam ini dinamakan gen rangkai kelamin tak
sempurna (incompletely sex-linked genes). Pada bab ini akan dijelaskan cara pewarisan
macam-macam gen rangkai kelamin tersebut serta beberapa sistem penentuan jenis
kelamin pada berbagai spesies organisme.
Pewarisan Rangkai X
Percobaan yang pertama kali mengungkapkan adanya peristiwa rangkai kelamin
dilakukan oleh T.H Morgan pada tahun 1910. Dia menyilangkan lalat D.
melanogaster jantan bermata putih dengan betina bermata merah. Lalat bermata merah
lazim dianggap sebagai lalat normal atau tipe alami (wild type), sedang gen pengatur tipe
alami, misalnya pengatur warna mata merah ini, dapat dilambangkan dengan tanda +.
Biasanya, meskipun tidak selalu, gen tipe alami bersifat dominan terhadap alel
mutannya.
Hasil persilangan Morgan tersebut, khususnya pada generasi F1, ternyata berbeda jika
tetua jantan yang digunakan adalah tipe alami (bermata merah) dan tetua betinanya
bermata putih. Dengan perkataan lain, perkawinan resiprok menghasilkan keturunan
yang berbeda. Persilangan resiprok dengan hasil yang berbeda ini memberikan petunjuk
bahwa pewarisan warna mata pada Drosophila ada hubungannya dengan jenis kelamin,
dan ternyata kemudian memang diketahui bahwa gen yang mengatur warna mata
pada Drosophila terletak pada kromosom kelamin, dalam hal ini kromosom X. Oleh
karena itu, gen pengatur warna mata ini dikatakan sebagai gen rangkai X.
Secara skema pewarisan warna mata pada Drosophila dapat dilihat pada Gambar 6.1.
Kromosom X dan Y masimg-masing lazim dilambangkan dengan tanda dan .
P : + + w P : w w +
x x
betina normal jantan mata putih betina mata putih jantan normal
F1 : + w + F1: + w w
betina normal jantan normal betina normal jantan mata putih
a) b)
Gambar 6.1. Diagram persilangan rangkai X pada Drosophila
Jika kita perhatikan Gambar 6.1.b, akan nampak bahwa lalat F1 betina mempunyai mata
seperti tetua jantannya, yaitu normal/merah. Sebaliknya, lalat F1 jantan warna matanya
seperti tetua betinanya, yaitu putih. Pewarisan sifat semacam ini disebut sebagai criss
cross inheritance.
Pada Drosophila, dan juga beberapa spesies organisme lainnya, individu betina
membawa dua buah kromosom X, yang dengan sendirinya homolog, sehingga gamet-
gamet yang dihasilkannya akan mempunyai susunan gen yang sama. Oleh karena itu,
individu betina ini dikatakan bersifat homogametik. Sebaliknya, individu jantan yang
hanya membawa sebuah kromosom X akan menghasilkan dua macam gamet yang
berbeda, yaitu gamet yang membawa kromosom X dan gamet yang membawa
kromosom Y. Individu jantan ini dikatakan bersifat heterogametik.
Rangkai X pada kucing
Warna bulu pada kucing ditentukan oleh suatu gen rangkai X. Dalam keadaan
heterozigot gen ini menyebabkan warna bulu yang dikenal dengan istilah tortoise shell.
Oleh karena genotipe heterozigot untuk gen rangkai X hanya dapat dijumpai pada
individu betina, maka kucing berbulu tortoise shell hanya terdapat pada jenis kelamin
betina. Sementara itu, individu homozigot dominan (betina) dan hemizigot dominan
(jantan) mempunyai bulu berwarna hitam. Individu homozigot resesif (betina) dan
hemizigot resesif (jantan) akan berbulu kuning.
Istilah hemizigot digunakan untuk menyebutkan genotipe individu dengan sebuah
kromosom X. Individu dengan gen dominan yang terdapat pada satu-satunya kromosom
X dikatakan hemizigot dominan. Sebaliknya, jika gen tersebut resesif, individu yang
memilikinya disebut hemizigot resesif.
Rangkai X pada manusia
Salah satu contoh gen rangkai X pada manusia adalah gen resesif yang menyebabkan
penyakit hemofilia, yaitu gangguan dalam proses pembekuan darah. Sebenarnya, kasus
hemofilia telah dijumpai sejak lama di negara-negara Arab ketika beberapa anak laki-
laki meninggal akibat perdarahan hebat setelah dikhitan. Namun, waktu itu kematian
akibat perdarahan ini hanya dianggap sebagai takdir semata.
Hemofilia baru menjadi terkenal dan dipelajari pola pewarisannya setelah beberapa
anggota keluarga Kerajaan Inggris mengalaminya. Awalnya, salah seorang di antara
putra Ratu Victoria menderita hemofilia sementara dua di antara putrinya karier atau
heterozigot. Dari kedua putri yang heterozigot ini lahir tiga cucu laki-laki yang
menderita hemofilia dan empat cucu wanita yang heterozigot. Melalui dua dari keempat
cucu yang heterozigot inilah penyakit hemofilia tersebar di kalangan keluarga Kerajaan
Rusia dan Spanyol. Sementara itu, anggota keluarga Kerajaan Inggris saat ini yang
merupakan keturunan putra/putri normal Ratu Victoria bebas dari penyakit hemofilia.
Rangkai Z pada ayam
Pada dasarnya pola pewarisan sifat rangkai Z sama dengan pewarisan sifat rangkai X.
Hanya saja, kalau pada rangkai X individu homogametik berjenis kelamin pria/jantan
sementara individu heterogametik berjenis kelamin wanita/betina, pada rangkai Z justru
terjadi sebaliknya. Individu homogametik (ZZ) adalah jantan, sedang individu
heterogametik (ZW) adalah betina.
Contoh gen rangkai Z yang lazim dikemukakan adalah gen resesif br yang menyebabkan
pemerataan pigmentasi bulu secara normal pada ayam. Alelnya, Br, menyebabkan bulu
ayam menjadi burik. Jadi, pada kasus ini alel resesif justru dianggap sebagai tipe alami
atau normal (dilambangkan dengan +), sedang alel dominannya merupakan alel mutan.
Pewarisan Rangkai Y
Pada umumnya kromosom Y hanya sedikit sekali mengandung gen yang aktif. Jumlah
yang sangat sedikit ini mungkin disebabkan oleh sulitnya menemukan alel mutan bagi
gen rangkai Y yang dapat menghasilkan fenotipe abnormal. Biasanya suatu gen/alel
dapat dideteksi keberadaannya apabila fenotipe yang dihasilkannya adalah abnormal.
Oleh karena fenotipe abnormal yang disebabkan oleh gen rangkai Y jumlahnya sangat
sedikit, maka gen rangkai Y diduga merupakan gen yang sangat stabil.
Gen rangkai Y jelas tidak mungkin diekspresikan pada individu betina/wanita sehingga
gen ini disebut juga gen holandrik. Contoh gen holandrik pada manusia adalah Hg
dengan alelnya hg yang menyebabkan bulu kasar dan panjang, Ht dengan alelnya ht
yang menyebabkan pertumbuhan bulu panjang di sekitar telinga, dan Wt dengan alelnya
wt yang menyebabkan abnormalitas kulit pada jari.
Pewarisan Rangkai Kelamin Tak Sempurna
Meskipun dari uraian di atas secara tersirat dapat ditafsirkan bahwa kromosom X tidak
homolog dengan kromosom Y, ternyata ada bagian atau segmen tertentu pada kedua
kromosom tersebut yang homolog satu sama lain. Dengan perkataan lain, ada beberapa
gen pada kromosom X yang mempunyai alel pada kromosom Y. Pewarisan sifat yang
diatur oleh gen semacam ini dapat dikatakan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, dan
berlangsung seperti halnya pewarisan gen autosomal. Oleh karena itu, gen-gen pada
segmen kromosom X dan Y yang homolog ini disebut juga gen rangkai kelamin tak
sempurna.
Pada D. melanogaster terdapat gen rangkai kelamin tak sempurna yang menyebabkan
pertumbuhan bulu pendek. Pewarisan gen yang bersifat resesif ini dapat dilihat pada
Gambar 6.2.
P : P :
+ + x b b b b x + +
betina normal jantan bulu pendek betina bulu pendek jantan normal
F1 : F1:
+ b + b + b + b
betina normal jantan normal betina normal jantan normal
a) b)
Gambar 6.2. Diagram pewarisan gen rangkai kelamin tak sempurna
Dapat dilihat pada Gambar 6.2 bahwa perkawinan resiprok untuk gen rangkai kelamin
tak sempurna akan memberikan hasil yang sama seperti halnya hasil yang diperoleh dari
perkawinan resiprok untuk gen-gen autosomal. Jadi, pewarisan gen rangkai kelamin tak
sempurna mempunyai pola seperti pewarisan gen autosomal.
Sistem Penentuan Jenis Kelamin
Telah disebutkan di atas bahwa pada manusia dan mamalia, dalam hal ini kucing,
individu pria/jantan adalah heterogametik (XY) sementara wanita/betina adalah
homogametik (XX). Sebaliknya, pada ayam individu jantan justru homogametik (ZZ)
sementara individu betinanya heterogametik (ZW). Penentuan jenis kelamin pada
manusia/mamalia dikatakan mengikuti sistem XY, sedang pada ayam, dan unggas
lainnya serta ikan tertentu, mengikuti sistem ZW.
Selain kedua sistem tersebut, masih banyak sistem penentuan jenis kelamin lainnya.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa di antaranya.
Sistem XO
Sistem XO dijumpai pada beberapa jenis serangga, misalnya belalang. Di dalam sel
somatisnya, individu betina memiliki dua buah kromosom X sementara individu jantan
hanya mempunyai sebuah kromosom X. Jadi, hal ini mirip dengan sistem XY. Bedanya,
pada sistem XO individu jantan tidak mempunyai kromosom Y. Dengan demikian,
jumlah kromosom sel somatis individu betina lebih banyak daripada jumlah pada
individu jantan. Sebagai contoh, E.B. Wilson menemukan bahwa sel somatis
serangga Protenor betina mempunyai 14 kromosom, sedang pada individu jantannya
hanya ada 13 kromosom.
Sistem nisbah X/A
C.B. Bridge melakukan serangkaian penelitian mengenai jenis kelamin pada
lalat Drosophila. Dia berhasil menyimpulkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin
pada organisme tersebut berkaitan dengan nisbah banyaknya kromosom X terhadap
banyaknya autosom, dan tidak ada hubungannya dengan kromosom Y. Dalam hal ini
kromosom Y hanya berperan mengatur fertilitas jantan. Secara ringkas penentuan jenis
kelamin dengan sistem X/A pada lalat Drosophila dapat dilihat pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Penentuan jenis kelamin pada lalat Drosophila
Σ kromosom X Σ autosom nibah X/A jenis kelamin
1 2 0,5 jantan
2 2 1 betina
3 2 1,5 metabetina
4 3 1,33 metabetina
4 4 1 betina 4n
3 3 1 betina 3n
3 4 0,75 interseks
2 3 0,67 interseks
2 4 0,5 jantan
1 3 0,33 metajantan
Jika kita perhatikan kolom pertama pada Tabel 6.1 akan terlihat bahwa ada beberapa
individu yang jumlah kromosom X-nya lebih dari dua buah, yakni individu dengan jenis
kelamin metabetina, betina triploid dan tetraploid, serta interseks. Adanya kromosom X
yang didapatkan melebihi jumlah kromosom X pada individu normal (diploid) ini
disebabkan oleh terjadinya peristiwa yang dinamakan gagal pisah (non disjunction),
yaitu gagal berpisahnya kedua kromosom X pada waktu pembelahan meiosis.
Pada Drosophila terjadinya gagal pisah dapat menyebabkan terbentuknya beberapa
individu abnormal seperti nampak pada Gambar 6.3.
P : E AAXX x AAXY G
gagal pisah
gamet : AXX AO AX AY
F1 : AAXXX AAXXY AAXO AAOY
betina super betina jantan steril letal
Gambar 6.3. Diagram munculnya beberapa individu abnormal pada
Drosophila akibat peristiwa gagal pisah
Di samping kelainan-kelainan tersebut pernah pula dilaporkan adanya
lalat Drosophila yang sebagian tubuhnya memperlihatkan sifat-sifat sebagai jenis
kelamin jantan sementara sebagian lainnya betina. Lalat ini dikatakan mengalami
mozaik seksual atau biasa disebut dengan istilah ginandromorfi. Penyebabnya adalah
ketidakteraturan distribusi kromosom X pada masa-masa awal pembelahan mitosis
zigot. Dalam hal ini ada sel yang menerima dua kromosom X tetapi ada pula yang hanya
menerima satu kromosom X.
Partenogenesis
Pada beberapa spesies Hymenoptera seperti semut, lebah, dan tawon, individu jantan
berkembang dengan cara partenogenesis, yaitu melalui telur yang tidak dibuahi. Oleh
karena itu, individu jantan ini hanya memiliki sebuah genom atau perangkat
kromosomnya haploid.
Sementara itu, individu betina dan golongan pekerja, khususnya pada lebah,
berkembang dari telur yang dibuahi sehingga perangkat kromosomnya adalah diploid.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partenogenesis merupakan sistem penentuan
jenis kelamin yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kromosom kelamin
tetapi hanya bergantung kepada jumlah genom (perangkat kromosom).
Sistem gen Sk-Ts
Di atas disebutkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin pada lebah tidak berhubungan
dengan kromosom kelamin. Meskipun demikian, sistem tersebut masih ada kaitannya
dengan jumlah perangkat kromosom.
Pada jagung dikenal sistem penentuan jenis kelamin yang tidak bergantung, baik kepada
kromosom kelamin maupun jumlah genom, tetapi didasarkan atas keberadaan gen
tertentu. Jagung normal monosius (berumah satu) mempunyai gen Sk, yang mengatur
pembentukan bunga betina, dan gen Ts, yang mengatur pembentukan bunga jantan.
Jagung monosius ini mempunyai fenotipe Sk_Ts_.
Sementara itu, alel-alel resesif sk dan ts masing-masing menghalangi pembentukan
bunga betina dan mensterilkan bunga jantan. Oleh karena itu, jagung dengan fenotipe
Sk_tsts adalah betina diosius (berumah dua), sedang jagung skskTs_ adalah jantan
diosius. Jagung sksktsts berjenis kelamin betina karena ts dapat mengatasi pengaruh sk,
atau dengan perkataan lain, bunga betina tetap terbentuk seakan-akan tidak ada alel sk.
Pengaruh lingkungan
Sistem penentuan jenis kelamin bahkan ada pula yang bersifat nongenetik. Hal ini
misalnya dijumpai pada cacing lautBonellia, yang jenis kelaminnya semata-mata
ditentukan oleh faktor lingkungan.. F. Baltzer menemukan bahwa cacing Bonellia yang
berasal dari sebuah telur yang diisolasi akan berkembang menjadi individu betina.
Sebaliknya, cacing yang hidup di lingkungan betina dewasa akan mendekati dan
memasuki saluran reproduksi cacing betina dewasa tersebut untuk kemudian
berkembang menjadi individu jantan yang parasitik.
Kromatin Kelamin
Seorang ahli genetika dari Kanada, M.L. Barr, pada tahun 1949 menemukan adanya
struktur tertentu yang dapat memperlihatkan reaksi pewarnaan di dalam nukleus sel
syaraf kucing betina. Struktur semacam ini ternyata tidak dijumpai pada sel-sel kucing
jantan. Pada manusia dilaporkan pula bahwa sel-sel somatis pria, misalnya sel epitel
selaput lendir mulut, dapat dibedakan dengan sel somatis wanita atas dasar ada tidaknya
struktur tertentu yang kemudian dikenal dengan namakromatin kelamin atau badan Barr.
Pada sel somatis wanita terdapat sebuah kromatin kelamin sementara sel somatis pria
tidak memilikinya. Selanjutnya diketahui bahwa banyaknya kromatin kelamin ternyata
sama dengan banyaknya kromosom X dikurangi satu. Jadi, wanita normal mempunyai
sebuah kromatin kelamin karena kromosom X-nya ada dua. Demikian pula, pria normal
tidak mempunyai kromatin kelamin karena kromosom X-nya hanya satu.
Dewasa ini keberadaan kromatin kelamin sering kali digunakan untuk menentukan jenis
kelamin serta mendiagnosis berbagai kelainan kromosom kelamin pada janin melalui
pengambilan cairan amnion embrio (amniosentesis). Pria dengan kelainan kromosom
kelamin, misalnya penderita sindrom Klinefelter (XXY), mempunyai sebuah kromatin
kelamin yang seharusnya tidak dimiliki oleh seorang pria normal. Sebaliknya, wanita
penderita sindrom Turner (XO) tidak mempunyai kromatin kelamin yang seharusnya
ada pada wanita normal.
Mary F. Lyon, seorang ahli genetika dari Inggris mengajukan hipotesis bahwa kromatin
kelamin merupakan kromosom X yang mengalami kondensasi atau heterokromatinisasi
sehingga secara genetik menjadi inaktif. Hipotesis ini dilandasi hasil pengamatannya
atas ekspresi gen rangkai X yang mengatur warna bulu pada mencit. Individu betina
heterozigot memperlihatkan fenotipe mozaik yang jelas berbeda dengan ekspresi gen
semidominan (warna antara yang seragam). Hal ini menunjukkan bahwa hanya ada satu
kromosom X yang aktif di antara kedua kromosom X pada individu betina. Kromosom
X yang aktif pada suatu sel mungkin membawa gen dominan sementara pada sel yang
lain mungkin justru membawa gen resesif.
Hipotesis Lyon juga menjelaskan adanya mekanisme kompensasi dosis pada mamalia.
Mekanisme kompensasi dosis diusulkan karena adanya fenomena bahwa suatu gen
rangkai X akan mempunyai dosis efektif yang sama pada kedua jenis kelamin. Dengan
perkataan lain, gen rangkai X pada individu homozigot akan diekspesikan sama kuat
dengan gen rangkai X pada individu hemizigot.
Hormon dan Diferensiasi Kelamin
Dari penjelasan mengenai berbagai sistem penentuan jenis kelamin organisme diketahui
bahwa faktor genetis memegang peranan utama dalam ekspresi sifat kelamin primer.
Selanjutnya, sistem hormon akan mengatur kondisi fisiologi dalam tubuh individu
sehingga mempengaruhi perkembangan sifat kelamin sekunder.
Pada hewan tingkat tinggi dan manusia hormon kelamin disintesis oleh ovarium, testes,
dan kelenjar adrenalin. Ovarium dan testes masing-masing mempunyai fungsi ganda,
yaitu sebagai penghasil sel kelamin (gamet) dan sebagai penghasil hormon kelamin.
Sementara itu, kelenjar adrenalin menghasilkan steroid yang secara kimia berhubungan
erat dengan gonad.
Gen terpengaruh kelamin
Gen terpengaruh kelamin (sex influenced genes) ialah gen yang memperlihatkan
perbedaan ekspresi antara individu jantan dan betina akibat pengaruh hormon kelamin.
Sebagai contoh, gen autosomal H yang mengatur pembentukan tanduk pada domba akan
bersifat dominan pada individu jantan tetapi resesif pada individu betina. Sebaliknya,
alelnya h, bersifat dominan pada domba betina tetapi resesif pada domba jantan. Oleh
karena itu, untuk dapat bertanduk domba betina harus mempunyai dua gen H
(homozigot) sementara domba jantan cukup dengan satu gen H (heterozigot).
Tabel 6.2. Ekspresi gen terpengaruh kelamin pada domba
Genotipe Domba jantan Domba betina
HH bertanduk bertanduk
Hh bertanduk tidak bertanduk
hh tidak bertanduk tidak bertanduk
Contoh lain gen terpengaruh kelamin adalah gen autosomal B yang mengatur kebotakan
pada manusia. Gen B dominan pada pria tetapi resesif pada wanita. Sebaliknya, gen b
dominan pada wanita tetapi resesif pada pria. Akibatnya, pria heterozigot akan
mengalami kebotakan, sedang wanita heterozigot akan normal. Untuk dapat mengalami
kebotakan seorang wanita harus mempunyai gen B dalam keadaan homozigot.
Gen terbatasi kelamin
Selain mempengaruhi perbedaan ekspresi gen di antara jenis kelamin, hormon kelamin
juga dapat membatasi ekspresi gen pada salah satu jenis kelamin. Gen yang hanya dapat
diekspresikan pada salah satu jenis kelamin dinamakan gen terbatasi kelamin (sex
limited genes). Contoh gen semacam ini adalah gen yang mengatur produksi susu pada
sapi perah, yang dengan sendirinya hanya dapat diekspresikan pada individu betina.
Namun, individu jantan dengan genotipe tertentu sebenarnya juga mempunyai potensi
untuk menghasilkan keturunan dengan produksi susu yang tinggi sehingga
keberadaannya sangat diperlukan dalam upaya pemuliaan ternak tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Mendel merupakan salah satu penemu yang menemukan tentang hereditas. Hukum Segregasi (hukum pertama Mendel). Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya.Hukum Asortasi Bebas (hukum kedua Mendel)Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling memengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g. tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling memengaruhi.
Persilangan dihibrid adalah persilangan antara individu untuk 2 gen yang berbeda. Eksperimen Mendel dengan bentuk biji dan warna ercis adalah sebuah contoh dari persilangan dihibrid. Metode Punnett kuadrat menentukan rasio fenotipe dan genotipenya. Metode ini pada dasarnya sama dengan persilangan monohibrid. Perbedaan utamanya ialah masing-masing gamet sekarang memiliki 1 alel dengan 1 atau 2 gen yang berbeda.
Penyimpangan semu ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih saling memengaruhi dalam memberikan fenotipe pada suatu individu disebut interaksi gen, yaitu: a. komplementer, b. kriptomeri, c. epistasis-hipostasis, dan d. polimeri.
Hereditas mamire terdiri dari DNA dan RNA. DNA ( Deoksiribose Nuclei Acid ), wujud sebagai untaian yang halus, pembawa sifat keturunan, disusun oleh asam nukleat. Polinukleotida adalah polimer dari nukleotida. RNA ( Ribonucleic acid ), berantai tunggal, disusun oleh asam nukleat ( polinukleotida ). Gula ribose, Basa nitrogen : A, C, G dan urasil ( pada DNA adalah Timin ), fosfat.Tahap-tahapan sintesis protein. Sintesis protein merupakan dasar untuk mempelajari bagaimana informasi genetik di dalam DNA diekspresikan dalam makhluk hidup. Dalam istilah genetik sering dikenal dengan yang namanya sentral dogma. Sentral dogma merupakan serangkaian alur informasi dari DNA yang diterjemahkan melalui RNA kemudian menjadi protein di dalam tubuh makhluk hidup.
Sintesis protein memiliki sumber informasi di DNA dalam bentuk gen. Gen tersebut berupa rangkaian kode-kode basa nitrogen. Informasi dalam gen akan diterjemahkan dalam bentuk mRNA. mRNA kemudian akan digunakan untuk merangkai asam amino yang didapatkan dari luar dan dalam tubuh.
Sintesis protein terjadi pada organel yang dinamakan dengan ribosom. Sintesis protein sangat memerlukan keberadaan RNA, yaitu suatu rantai tunggal basa nitrogen dengan backbone yang sama dengan DNA. Adapun pembagian jenis-jenis RNA secara lengkap adalah sebagai berikut.
B.Saran
Semoga pembaca dapat memahami tentang hereditas dan hukum mendel.
Semoga mahasiswa dapat menambah wawasannya.