28697454-kti-imunisasi

108
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS IMUNISASI DIFTERI PERTUSIS TETANUS (DPT) DAN CAMPAK (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan Tahun 2006) SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Universitas Negeri Semarang Oleh Siti Muamalah NIM 6450402019 FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT 2006

description

28697454-kti-imunisasi

Transcript of 28697454-kti-imunisasi

  • FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS

    IMUNISASI DIFTERI PERTUSIS TETANUS (DPT) DAN CAMPAK

    (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo

    Kabupaten Pekalongan Tahun 2006)

    SKRIPSI

    Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

    pada Universitas Negeri Semarang

    Oleh

    Siti Muamalah

    NIM 6450402019

    FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

    JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

    2006

  • ABSTRAK

    Siti Muamalah, 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi DPT dan Campak (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan Tahun 2006). Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing : I. Dra. ER. Rustiana, M.Si, II. Irwan Budiono, SKM.

    Kata Kunci : Status Imunisasi DPT dan Campak. Cakupan imunisasi DPT3 dan campak di Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan mengalami penurunan dari 89% (2004) menjadi 75,4% (2005) untuk imunisasi campak juga mengalami penurunan dari 94% (2004) menjadi 84,7% (2005). Dengan adanya penurunan cakupan imunisasi DPT dan campak maka peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan status imunisasi DPT dan campak. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah adakah hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak, tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sikap ibu, keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi, kedisiplinan petugas imunisasi dengan status imunisasi DPT dan campak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak, tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sikap ibu, keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi, kedisiplinan petugas imunisasi dengan status imunisasi DPT dan campak. Jenis penelitian ini adalah explanatory research dengan metode survei dan pendekatan cross sectional. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki balita usia 12-36 bulan yang berjumlah 1.427. Sampel yang diambil 142 yang diperoleh dengan dengan menggunakan teknik Cluster Proportional Random Sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah formulir kuesioner. Data penelitian ini diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara, data sekunder diperoleh dengan cara melihat data di puskesmas. Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan statistik uji Chi-Square dengan derajat kemaknaan ( ) = 0,05. Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak (p = 0,000 dan CC = 0,431), pendidikan ibu (p = 0,020 dan CC = 0,192), pekerjan ibu (p = 0,048 dan CC = 0,164), sikap ibu (p = 0,000 dan CC = 0,408), keaktifan petugas dalam memotivasi (p = 0,006 dan CC = 0,226), kedisiplinan petugas imunisasi (p = 0,000 dan CC = 0,306) dengan status imunisasi DPT dan campak. Saran yang diajukan adalah Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan perlu kiranya meningkatkan pembinaan kepuskesmas yang cakupan imunisasinya masih dibawah target untuk meningkatkan cakupan imunisasi. Bagi Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan perlu ditingkatkan pemantauan pelaksanaan imunisasi baik kualitas maupun cakupan imunisasi,

  • untuk desa-desa yang cakupan imunisasinya rendah perlu diadakan sweeping imunisasi. Bagi petugas imunisasi perlu meningkatkan keaktifan dalam penyuluhan tentang imunisasi kepada masyarakat khususnya ibu-ibu dan perlu meningkatkan kedisiplinan dalam menjalankan tugasnya.

  • HALAMAN PENGESAHAN

    Telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi

    Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan

    Universitas Negeri Semarang

    Pada hari : Rabu

    Tanggal : 9 Agustus 2006

    Panitia Ujian

    Ketua Panitia, Sekretaris,

    DR. Khomsin, M.Pd. Drs. Herry Koesyanto, M.S.

    NIP 131469639 NIP 131571549

    Dewan Penguji,

    1.

    dr. Oktia Woro KH, M.Kes (Ketua)

    NIP 131695159

    2.

    Dra. ER. Rustiana, M.Si (Anggota)

    NIP 131472346

    3.

    Irwan Budiono, SKM (Anggota)

    NIP 132308392

  • MOTO DAN PERSEMBAHAN

    MOTO

    Jadikan setiap masalah menjadi sarana efektif untuk mengevaluasi dan

    memperbaiki diri (Abdullah Gymnastiar, 2001 : 30).

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini kupersembahkan kepada Bapak dan Ibu

    tercinta : Bapak Sumardi (Alm), Ibu Mahmudah.

    Adik-adikku tersayang : Adik Husen, Adik Hasan,

    Adik Titik. Sahabat-sahabatku : Lailatul, Nunuk,

    Faela, Oni, Bambang, Amat, Said, dan Wahab.

    Rekan-rekan IKM 02 serta Almamater Fakultas

    Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

  • KATA PENGANTAR

    Segala puji penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

    melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

    skripsi yang berjudul Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi

    Difteri Pertusis Tetanus (DPT) dan Campak (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas

    Wonopringgo Kabupaten Pekalongan Tahun 2006).

    Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari dorongan, dan bantuan dari

    berbagai pihak secara moril maupun material. Oleh karena itu penulis

    mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

    1. Bapak Drs. Sutardji, M.S. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas

    Negeri Semarang yang telah memberikan ijin untuk penelitian ini.

    2. Ibu dr. Oktia Woro KH, M.Kes. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

    Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, atas persetujuan

    dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

    3. Ibu Dra. ER. Rustiana, M.Si. pembimbing utama dan Bapak Irwan Budiono,

    SKM. pembimbing kedua, atas petunjuk dan bimbingan dalam penyelesaian

    skripsi ini.

    4. Bapak dan ibu Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri

    Semarang atas bantuannya berupa saran - saran yang berarti.

    5. Bapak dr. Amrozi Taufik. Kepala Puskesmas Wonopringgo Kabupaten

    Pekalongan yang telah memberikan ijin dalam penelitian ini.

  • 6. Semua staf dan karyawan Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan,

    atas bantuannya selama penelitian.

    7. Semua teman-teman di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu

    Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, atas bantuannya dalam penelitian

    ini.

    8. Semua pihak yang telah membantu dengan sukarela dalam penelitian ini.

    Semoga amal baik semua pihak mendapatkan balasan yang berlipat ganda.

    Dalam penyusunan skripsi ini masih ada kekurangan dan kelemahannya, oleh

    karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.

    Demikian skripsi ini penulis susun, semoga dapat bermanfaat bagi semua

    pihak.

    Semarang, Juni 2006

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    Halaman Judul ................................................................................................. i

    Abstrak ................................................................................................. ........... ii

    Halaman Pengesahan .................................................................... .................. iii

    Halaman Moto dan Persembahan ........................................ ........................... iv

    Kata Pengantar ............................................................................... ................. v

    Daftar Isi .............................................................................................. ........... vii

    Daftar Tabel ...................................................................................... .............. x

    Daftar Gambar ................................................................................................. xii

    Daftar Lampiran .............................................................................. ................

    .......................................................................................................................... xiii

    BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... ...... 1

    1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... .... 1

    1.2 Rumusan Masalah .................................................................... .... 4

    1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 5

    1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 7

    1.5 Keaslian Penelitian .................................................................. ..... 8

    1.6 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... ..... 11

    1.6.1 Ruang Lingkup Tempat ................................................. ..... 11

    1.6.2 Ruang Lingkup Waktu ........................................................ 11

    1.6.3 Ruang Lingkup Materi ........................................................ 11

    BAB II LANDASAN TEORI .................................................................. ....... 12

  • 2.1 Landasan Teori ........................................................................ ..... 12

    2.1.1 Penyakit Campak, Difteri, Pertusis, dan Tetanus................. 12

    2.1.1.1 Penyakit Campak.................................................... 12

    2.1.1.2 Difteri....................................................................... 15

    2.1.1.3 Pertusis..................................................................... 16

    2.1.1.4 Tetanus..................................................................... 18

    2.1.2 Aspek Imunologi Imunisasi ................................................. 20

    2.1.2.1 Imunisasi................................................................. 20

    2.1.2.2 Respon Imun........................................................... 21

    2.1.2.3 Vaksin Campak....................................................... 22

    2.1.2.4 Vaksin DPT ............................................................ 23

    2.1.2.5 Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi ................. 24

    2.1.3 Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi

    DPT dan Campak................................................................ 26

    2.1.3.1 Faktor-faktor Predisposisi........................................ 26

    2.1.3.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factor) ..................... 35

    2.1.3.3 Faktor-faktor Penguat (Reinforcing Factor)............ 38

    2.2 Kerangka Teori ............................................................................. 45

    BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ ......... 46

    3.1 Kerangka Konsep ................................................................ ...... 47

    3.2 Hipotesis Penelitian ................................................................... 48

    3.3 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ....... ....... 49

    3.4 Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................... 53

  • 3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................... ....... 53

    3.5.1 Populasi Penelitian ........................................................... 53

    3.5.2 Sampel Penelitian ............................................................. 53

    3.6 Instrumen Penelitian .................................................................. 55

    3.6.1 Uji Kuesioner sebagai Alat Ukur ............................... ...... 55

    3.6.2 Validitas ...................................................................... ..... 55

    3.6.3 Reliabilitas .................................................................. ..... 57

    3.7 Teknik Pengambilan Data .................................................... ..... 58

    3.8 Teknik Analisis Data ............................................................ ..... 59

    3.8.1 Analisis Univariat ....................................................... ..... 59

    3.8.2 Analisis Bivariat ............................................................... 59

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... ......... 61

    4.1 Gambaran Wilayah Penelitian dan Deskripsi Data ................. 61

    4.2 Hasil Penelitian .................................................................... ..... 66

    4.3 Pembahasan ......................................................................... ...... 78

    BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 89

    5.1 Simpulan ....................................................................................... 89

    5.2 Saran ....................................................................................... ...... 90

    DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. ....... 91

    LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 94

  • DAFTAR TABEL

    Tabel

    Halaman

    1. Matrik Keaslian Penelitian ...................................................................... 8

    2. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan

    Vaksin DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Bayi lahir di Rumah ..... 24

    3. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan

    Vaksin DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Bayi Lahir di

    RS/RB/Bidan Praktek ........................................................................... 24

    4. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan

    Vaksin DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Menurut Frekuensi

    dan Selang Waktu dan Umur Pemberian ............................................... 25

    5. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan

    Vaksin DPT/HB Kombo Bayi Lahir di Rumah ..................................... 25

    6. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan

    Vaksin DPT/HB Kombo Bayi Lahir di RS/RB/Bidan Praktek ........ 26

    7. Kebutuhan dan Daya Tahan Sarana Penyimpan dan Pembawa .......... 37

    8. Definisi Operasional ................................................................................ 49

    9. Jumlah Sampel dari Tiap-tiap Desa ....................................................... 54

    10. Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo ................................................ 62

    11. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ..................................... 63

    12. Jumlah Penduduk Menurut Usaha di Sektor Ekonomi ........................... 64

  • 13. Distribusi Umur Responden....................................................................... 65

    14. Distribusi Umur Balita............................................................................... 65

    15. Distribusi Jenis Kelamin............................................................................ 66

    16. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi DPT dan Campak

    dengan Status Imunisasi DPT dan Campak............................................... 71

    17. Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Status Imunisasi DPT

    dan Campak.. ............................................................................................. 72

    18. Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Status Imunisasi DPT

    dan Campak.. .............................................................................................. 73

    19. Hubungan antara Sikap Ibu dengan Status Imunisasi DPT

    dan Campak.. .............................................................................................. 74

    20. Hubungan antara Keaktifan Petugas Imunisasi dalam Memotivasi

    dengan Status Imunisasi DPT dan Campak............................................... 75

    21. Hubungan antara Kedisiplinan Petugas Imunisasi Dengan

    Status Imunisasi DPT dan Campak.. ......................................................... 76

    14. Hubungan Antara Sikap Ibu Dengan Status Imunisasi DPT Dan

    Campak................................................................................................... 72

    15. Hubungan Antara Keaktifan Petugas Imunisasi Dalam Memotivasi Dengan

    Status Imunisasi DPT dan Campak....................................................... 73

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar

    Halaman

    1. Kerangka Teori........................................................................................ 48

    2. Kerangka Konsep.................................................................................... 50

    3. Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi DPT dan

    Campak................................................................................................. 66

    4. Tingkat Pendidikan Ibu ........................................................................... 66

    5. Pekerjaan Ibu ......... ................................................................................. 67

    6. Sikap Ibu.................................................................................................. 68

    7. Keaktifan Petugas dalam Memotivasi ................................................... 68

    8. Kedisiplinan Petugas Imunisasi .............................................................. 69

    9. Status Imunisasi DPT dan Campak ........................................................ 70

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    1. Surat Tugas Pembimbing ................................................................. 94

    2. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ..................................................... 95

    3. Surat Ijin Penelitian dari Tempat Penelitian ...................................... 96

    4. Daftar Sampel Penelitian .................................................................. 98

    5. Instrumen Penelitian ......................................................................... 104

    6. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen ............................................. 112

    7. Data Mentah Hasil Penelitian ........................................................... 118

    8. Analisis Data Kasar Penelitian ......................................................... 122

    9. Dokumen-dokumen Lain .................................................................. 131

  • BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Pemerintah Indonesia mencanangkan gerakan pembangunan

    berwawasan kesehatan sebagai strategi pembangunan nasional untuk

    mewujudkan Indonesia sehat 2010. Dengan kebijakan dan strategi ini,

    perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya di semua sektor harus

    dipertimbangkan terlebih dahulu dampak negatif dan positif terhadap

    kesehatan. Masyarakat juga ikut bertanggung jawab untuk melaksanakan

    hidup sehat, perilaku sehat dan upaya pencegahan agar tidak terkena

    penyakit menular. Dengan demikian masyarakat mampu hidup produktif

    dan dapat berperan maksimal dalam pembangunan nasional. Dalam

    pembangunan yang berwawasan Sumber Daya Manusia (SDM) dimana

    strateginya meningkatkan status gizi masyarakat dan penanggulangan

    masalah gizi, hal ini dapat ditempatkan sebagai ujung tombak Paradigma

    Sehat 2010. Sejalan dengan upaya menurunkan angka kematian bayi dan

    balita perlu terus digalakkan. Imunisasi merupakan program unggulan

    pertama dalam rangka percepatan perbaikan derajat kesehatan (Depkes RI,

    1999 : 11).

    Program imunisasi merupakan suatu program yang digunakan untuk

    menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan bayi serta anak balita,

    program ini dilaksanakan untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah

    dengan imunisasi seperti penyakit TBC, Difteri, Pertusis, Tetatus, Hepatitis

  • B, Polio dan Campak. Idealnya bayi harus mendapat imunisasi dasar

    lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali, HB 3 kali

    dan Campak 1 kali. Untuk menilai kelengkapan imunisasi dasar bagi bayi

    biasanya dilihat dari cakupan imunisasi campak, karena imunisasi campak

    merupakan imunisasi terakhir yang diberikan pada bayi. Sedangkan untuk

    menilai angka Drop Out (DO) cakupan imunisasi dasar dilihat dari selisih

    cakupan imunisasi DPT 1 dikurangi cakupan imunisasi campak. Cakupan

    imunisasi DPT 1 di Propinsi Jawa Tengah tahun 2003 sebesar 97,5%

    sedangkan cakupan imunisasi campak di Jawa Tengah tahun 2003 adalah

    91,7%, dan angka DO imunisasi lengkap pada bayi di Propinsi Jawa Tengah

    tahun 2003 adalah 5,88%. Adapun target nasional untuk DO adalah kurang

    dari 10% sehingga Jawa Tengah masih tergolong baik. Bila ditinjau dari

    pencapaian Universal Child Imunization (UCI) desa tahun 2003 masih

    terdapat beberapa kabupaten atau kota yang belum mencapai UCI desa

    secara merata. Pencapaian UCI desa menurut Departemen Kesehatan

    menargetkan paling sedikit 80% di semua desa (Dinas Kesehatan Propinsi

    Jawa Tengah, 2003 : 77-78 ).

    Berdasarkan data hasil pencapaian UCI tahun 2004 Puskesmas

    Wonopringgo dari 14 desa (wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo) ada 3

    desa yang telah mencapai UCI dan pada tahun 2005 mengalami penurunan

    menjadi 2 desa yang mencapai UCI. Puskesmas Wonopringgo untuk

    program imunisasi menduduki peringkat ke 24 dari 26 puskesmas yang ada

    di Kabupaten Pekalongan. Dengan data tersebut Puskesmas Wonopringgo

  • termasuk rendah cakupan imunisasinya (Dinas Kesehatan Kabupaten

    Pekalongan, 2004 : 40 ).

    Cakupan imunisasi DPT3 dan campak di Puskesmas Wonopringgo

    Kabupaten Pekalongan paling rendah dibandingkan dengan seluruh

    puskesmas yang ada di Kabupaten Pekalongan. Cakupan imunisasi DPT3

    mengalami penurunan dari 89% (2004) menjadi 75,4% (2005) dan cakupan

    imunisasi campak juga mengalami penurunan dari 94% (2004) menjadi

    84,7% (2005), sedangkan target imunisasi DPT3 dan campak untuk

    Puskesmas Wonopringgo Pekalongan adalah 90% (Puskesmas

    Wonopringgo, 2005 : 13).

    Dengan adanya penurunan cakupan imunisasi pada saat sekarang

    ini, dapat memperburuk kondisi kesehatan ibu dan anak pada khususnya,

    dimana anak yang memiliki status gizi buruk seringkali terserang penyakit

    menular yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi

    (Depkes RI, 1999 : 1).

    Berkaitan dengan masalah di atas hasil penelitian Sunarti tahun 2000

    menunjukkan bahwa beberapa faktor yang berhubungan dengan status

    imunisasi campak anak usia 9-35 bulan di wilayah kerja Puskesmas

    Platungan dan Sukorejo 1 Kabupaten Kendal adalah pekerjaan ibu, status

    ekonomi, jarak pelayanan imunisasi campak, dan motivasi petugas.

    Dengan adanya penurunan cakupan imunisasi DPT dan campak

    maka peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor apa yang berhubungan

    dengan status imunisasi DPT dan campak, dengan mengacu pada teori

  • Lawrence Green (1980). Menurut Lawrence Green perilaku dipengaruhi

    oleh 3 faktor meliputi predisposing factor, enabling factor dan reinforcing

    factor. Aplikasi teori Lawrence Green tersebut dari unsur predisposing

    factor meliputi pengetahuan ibu, tingkat pendidikan, pekerjaan ibu, sikap

    ibu. Unsur enabling factor terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya

    fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana untuk imunisasi. Sedangkan reinforcing

    factor meliputi keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi dan

    kedisiplinan petugas imunisasi.

    1.2 Rumusan Masalah

    Dari latar belakang masalah tersebut di atas dapat diidentifikasi

    permasalahan yaitu pencapaian Universal Child Imunisation (UCI) tahun

    2004 di Puskesmas Wonopringgo Pekalongan dari 14 desa ada 3 desa yang

    UCI dan pada tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 2 desa yang

    mencapai UCI. Cakupan imunisasi DPT3 dan campak di Puskesmas

    Wonopringgo Pekalongan mengalami penurunan, untuk imunisasi DPT3

    dari 89% (2004) menjadi 75,4% (2005) dan cakupan imunisasi campak juga

    mengalami penurunan dari 94% (2004) menjadi 84,7% (2005), sedangkan

    target imunisasi DPT3 dan campak untuk Puskesmas Wonopringgo

    Pekalongan adalah 90%.

    Dari identifikasi tersebut masalah dalam penelitian ini adalah penurunan

    cakupan imunisasi DPT dan Campak diwilayah kerja Puskesmas

  • Wonopringgo Kabupaten Pekalongan, Sehingga rumusan masalah dalam

    penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1.2.1 Masalah Umum

    Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan status imunisasi DPT dan

    campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten

    Pekalongan ?

    1.2.2 Masalah Khusus

    1.2.2.1 Adakah hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi

    DPT dan campak dengan status imunisasi DPT dan Campak di

    wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan?

    1.2.2.2 Adakah hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status

    imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas

    Wonopringgo Kabupaten Pekalongan?

    1.2.2.3 Adakah hubungan antara pekerjaan ibu dengan status imunisasi

    DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo

    Kabupaten Pekalongan?

    1.2.2.4 Adakah hubungan antara sikap ibu dengan status imunisasi DPT

    dan campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo

    Kabupaten Pekalongan?

    1.2.2.5 Adakah hubungan antara keaktifan petugas imunisasi dalam

    memotivasi dengan status imunisasi DPT dan campak di

    wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan?

  • 1.2.2.6 Adakah hubungan antara kedisiplinan petugas imunisasi dengan

    status imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas

    Wonopringgo Kabupaten Pekalongan?

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Tujuan Umum

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

    berhubungan dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah

    kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    1.3.2.1 Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang

    imunisasi DPT dan campak dengan status imunisasi DPT dan

    campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten

    Pekalongan.

    1.3.2.2 Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu

    dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja

    Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.

    1.3.2.3 Untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan ibu dengan status

    imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas

    Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.

    1.3.2.4 Untuk mengetahui hubungan antara sikap ibu dengan status

    imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas

    Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.

  • 1.3.2.5 Untuk mengetahui hubungan antara keaktifan petugas imunisasi

    dalam memotivasi dengan status imunisasi DPT dan campak di

    wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.

    1.3.2.6 Untuk mengetahui hubungan antara kedisiplinan petugas

    imunisasi dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah

    kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang akan diperoleh

    adalah :

    1.4.1 Bagi Fakultas

    Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan kepustakaan

    dalam penelitian selanjutnya.

    1.4.2 Bagi Masyarakat

    Memberikan informasi pada masyarakat khususnya ibu-ibu mengenai

    faktor-faktor yang berhubungan dengan status imunisasi DPT dan

    campak.

    1.4.3 Bagi Instansi (Puskesmas Wonopringgo Pekalongan)

    Dengan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status

    imunisasi DPT dan campak dapat menjadi intervensi program

    imunisasi bagi pihak Puskesmas Wonopringgo Kabupaten

    Pekalongan.

  • 1.5 Keaslian Penelitian

    Tabel 1 Matrik Keaslian Penelitian

    No.

    Judul Penelitian

    Nama Peneliti

    Tahun dan Tempat

    Penelitian

    Rancangan Penelitian

    Variabel Penelitian

    Hasil Penelitian

    1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1.

    Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi Campak Anak Usia 9-35 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Platungan dan Sukorejo 1 Kabupaten Kendal.

    Sunarti

    Tahun 2000 di wilayah kerja Puskesmas Platungan dan Sukorejo 1 Kabupaten Kendal.

    Jenis penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional

    Variabel Bebas : Pengetahuan Tingkat

    pendidikan Pekerjaan

    ibu Status

    ekonomi Jarak tempat

    pelayanan Motivasi

    petugas Kelengkapa

    n alat Kecukupan

    vaksin Variabel Terikat : Status

    imunisasi campak anak usia 9-35 bulan

    Ada hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan, tingkat pendidikan, pekerjaan ibu, status ekonomi, jarak tempat pelayanan, motivasi petugas dengan status imunisasi campak dan tidak ada hubungan antara kedisiplinan petugas dengan status imunisasi campak.

  • 1. 2.

    3.

    2. Faktor yang Berhubungan dengan Cakupan Imunisasi di Kecamatan Uluagung Kabupaten Magelang Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi bagi Bayi di Puskesmas Gunung Jati Kabupaten Magelang

    3. Endah Widarti Sugiarti

    4. Tahun 2001 Kecamatan Uluagung Kabupaten Magelang Tahun 2002 di Puskesmas Gunung Jati Kabupaten Magelang

    5. Jenis penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional Jenis penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional

    6. Variabel Bebas : Pendidikan

    ibu Jumlah anak Pengetahuan Pekerjaan

    ibu Pendapatan Variabel Terikat : Cakupan

    imunisasi Variabel Bebas : Pengetahuan

    ibu Pendidikan Pekerjaan

    ibu Status

    ekonomi Kedisiplinan

    petugas Variabel Terikat : Status

    imunisasi pada bayi

    7. Terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu, jumlah anak, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu dengan cakupan imunisasi bayi dan tidak terdapat hubungan antara pendapatan dengan cakupan imunisasi bayi. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, status ekonomi dengan status imunisasi pada bayi dan tidak terdapat hubungan antara kedisiplinan petugas dengan status imunisasi pada bayi.

  • 1.

    4.

    2.

    Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi di Kecamatan Kendal Kota Kabupaten Kendal

    3.

    Sri Mumpuni

    4.

    Tahun 2002 Kecamatan Kendal kota Kabupaten Kendal

    5.

    Jenis penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional

    6.

    Variabel Bebas : Pekerjaan

    ibu Pendapatan Pendidikan Pengetahuan Jumlah anak Variabel Terikat : Status

    imunisasi bayi

    7.

    Terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu, pendidikan, pengetahuan, jumlah anak, dengan status imunisasi bayi dan tidak terdapat hubungan antara pendapatan dengan status imunisasi bayi.

    Dari penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya, terdapat

    perbedaan dengan penelitian yang dilakukan, perbedaan tersebut yaitu

    judul, variabel penelitian, tempat dan waktu penelitian. Disamping

    perbedaan tersebut ditemukan adanya kontroversi antara hasil penelitian

    Sunarti (2000) dan penelitian Sugiarti (2002) dengan teori Djoko Wijono

    (2000 : 39). Berdasarkan penelitian Sunarti (2000) dan penelitian Sugiarti

  • (2002) tidak ada hubungan antara kedisiplinan petugas dengan status

    imunisasi bayi, sedangkan menurut teori Djoko Wijono (2000 : 39)

    semakin disiplin atau semakin patuh semua tenaga kesehatan profesional

    kepada standar yang baik (standards of good practice) yang diakui oleh

    masing-masing profesi, semakin tinggi mutu pelayanannya.

    Dengan adanya kontroversi tersebut, maka peneliti tertarik untuk

    meneliti variabel faktor kedisiplinan petugas imunisasi.

    1.6 Ruang Lingkup Penelitian

    1.6.1 Ruang Lingkup Tempat

    Tempat penelitian ini adalah di wilayah kerja Puskesmas

    Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.

    1.6.2 Ruang Lingkup Waktu

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Tahun 2006.

    1.6.3 Ruang Lingkup Materi

    Lingkup materi tentang Epidemiologi, Ilmu Perilaku, Imunisasi DPT

    dan Campak.

  • BAB II LANDASAN TEORI

    2.1 Landasan Teori

    2.1.1 Penyakit Campak, Difteri, Pertusis dan Tetanus.

    2.1.1.1 Penyakit Campak

    Penyakit campak dapat menyerang semua anak-anak yang

    tidak kebal. Di negara berkembang menyerang anak-anak usia di

    bawah 2 tahun sedangkan di negara maju sering menyerang

    anak-anak prasekolah. Di daerah dengan kepadatan

    penduduknya tinggi. Penyakit ini dapat bersifat endemik,

    sedangkan di daerah dengan kepadatan penduduk yang rendah

    sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) (Sudarjat Suraatmaja,

    1995 : 36).

    Pada anak-anak dengan gizi baik, penyakit ini jarang

    menyebabkan kematian. Sebaliknya pada anak-anak golongan

    gizi buruk, penyakit ini sering menyebabkan kematian karena

    terjadi penyulit radang paru-paru (Sudarjat Suraatmaja, 1995 :

    36).

    1) Penyebab Campak

    Penyakit campak adalah suatu penyakit akut dan sangat

    menular. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus campak

    (Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 35).

    12

  • 2) Penularan Campak

    Cara penularan campak adalah melalui droplet atau percikan

    lendir saat batuk (sekresi hidung), kontak langsung dengan cairan

    lendir hidung dan mulut dari orang yang terinfeksi (Sudarjat

    Suraatmaja, 1997 : 35).

    Penyakit campak sangat menular, masa penularan sudah

    terjadi sebelum gejala yang khas berupa ruam-ruam pada kulit

    timbul sampai lebih kurang 7 hari setelah timbulnya ruam-ruam

    pada kulit.

    3) Masa Inkubasi Campak

    Rata-rata 10 hari, bervariasi 7-18 hari mulai terpapar sampai

    timbul demam, pada umumnya 14 hari sampai timbul rash (Sudarjat

    Suraatmaja, 1997: 35).

    4) Gambaran Klinis Campak

    Gejala pertama yang timbul menyerupai penyakit influenza,

    seperti panas, batuk, pilek serta peradangan pada mata

    (konjungtivitis) selama 3-7 hari. Kemudian timbul ruam-ruam pada

    kulit mulai dari leher atau belakang telinga yang selanjutnya

    menyebar keseluruh tubuh yang berlangsung selama 4-6 hari

    (Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 35).

  • 5) Gejala dan Tanda-tanda Penyakit Campak

    Ada 3 gejala dan tanda-tanda penyakit campak antara lain

    stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalensi.

    Stadium kataral dengan gejala panas, lesu (malaise), batuk,

    takut cahaya (fotofobia), mata merah (conjuctivitis), hidung mampat

    mendadak (coriza), bercak koplik di mukosa bucalis. Stadium erupsi

    dengan gejala coriza dan batuk bertambah. Timbul titik merah di

    palatum durum dan platum mole atau langit-langit mulut, bercak

    koplik, kemerahan (rash) yang dimulai dari belakang telinga dan

    atas lateral tengkuk sepanjang rambut menjalar ke muka. Suhu

    badan semakin tinggi, bibir pecah-pecah, mata merah dan berair.

    Kadang ada perdarahan ringan pada kulit, muka, hidung, saluran

    pencernaan. Rasa gatal, muka bengkak, pembesaran kelenjar getah

    bening, pembesaran limpa (splenomegali), diare dan muntah.

    Sedangkan stadium konvalesensi memiliki gejala erupsi berkurang,

    timbul hiperpigmentasi, radang kulit bersisik (Dinas Kesehatan

    Propinsi Jawa Tengah, 2005 : 89).

    6) Pencegahan Penyakit Campak

    Penyakit campak dapat dicegah dengan imunisasi campak di

    daerah sekitar lokasi Kejadian Luar Biasa (KLB); meningkatkan gizi

    penderita; mencegah kontak dengan penderita (tidak keluar rumah,

    sekolah, bermain selama tujuh hari), menutup hidung dan mulut saat

  • penderita bersin (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2005 :

    89).

    2.1.1.2 Difteri

    1) Penyebab dan Perjalanan Penyakit Difteri

    Penyakit difteri adalah penyakit akut dan mudah menular

    yang disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut Corynebacterium

    Diphtheriae, sifatnya sangat ganas dan mudah menular (A.H.

    Markum, 2002 : 18).

    2) Penularan Difteri

    Penularan terjadi karena adanya kontak (langsung atau tidak

    langsung) dengan penderita atau penderita pembawa kuman (carier).

    Tanpa pengobatan yang cukup, masa penularan berlangsung sampai

    4 minggu. Tetapi dengan pengobatan yang baik masa penularan

    hanya berlangsung antara 24 sampai 48 jam (Sudarjat Suraatmaja,

    1997 : 20).

    3) Gejala Klinis Difteri

    Gejala klinis difteri antara lain; panas kurang lebih 38

    derajat celsius, ada pseudomembrane putih keabu-abuan di faring,

    laring atau tonsil, tak mudah lepas dan mudah berdarah, sakit waktu

    menelan, leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena

    pembengkakan kelenjar leher dan sesak napas disertai bunyi

    (stridor) (Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 20).

    4) Gambaran Klinis Difteri

  • Tanda khas dari penyakit difteri adalah adanya tanda radang

    disertai adanya selaput yang berwarna putih kotor pada

    kerongkongan dan bila meluas ke tenggorokan dapat menyebabkan

    penyumbatan pada jalan napas. Pada kasus yang berat, terjadi

    pembengkakan disertai udem pada leher (Sudarjat Suraatmaja, 1997:

    20).

    5) Pencegahan Penyakit Difteri

    Penyakit difteri dapat dicegah dengan imunisasi DPT pada

    bayi umur kurang dari satu tahun sebanyak 3 kali; meningkatkan

    gizi penderita; mencegah penderita tidak keluar rumah, sekolah,

    bermain selama kurang lebih 5 hari; mengawasi dan melakukan

    pemerikasaan laboratorium terhadap orang yang kontak dengan

    penderita selama 2 kali masa inkubasi; dan penyuluhan (Dinas

    Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2005 : 100).

    2.1.1.3 Pertusis (Batuk Rejan, Batuk 100 Hari).

    Penyakit pertusis dapat diderita oleh bayi karena selama

    dalam kandungan tidak mendapatkan zat anti terhadap pertussis.

    Jika diderita bayi penyakit ini merupakan penyakit yang gawat

    dengan kematian 15-30%. Pada anak-anak penyakit ini jarang

    menyebabkan kematian, tetapi pengobatan terhadap penyakit ini

    sulit dan memakan waktu lama (8 minggu) sehingga pengobatan

  • terhadap pertusis memerlukan biaya yang cukup tinggi

    (Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 22).

    1) Penyebab Pertusis

    Pertusis disebabkan oleh infeksi kuman Bordetella Pertussis.

    Kuman mengeluarkan toksin yang menyebabkan ambang rangsang

    batuk menjadi rendah, sehingga dengan rangsangan sedikit saja

    (tertawa terbahak-bahak, dan menangis) akan terjadi batuk yang hebat

    dan lama (Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 23).

    2) Penularan Pertusis

    Dengan percikan sewaktu penderita batuk, masa penularan

    terjadi sejak permulaan penyakit sampai 3 minggu berikutnya.

    3) Masa Inkubasi Pertusis

    Masa inkubasi pertusis terjadi antara 6 sampai 12 hari (rata-rata

    7 hari).

    4) Gambaran Klinis Pertusis

    Pada stadium permulaan yang disebut stadium kataralis yang

    berlangsung 1-2 minggu, gejala belum jelas. Penderita menunjukkan

    gejala demam, pilek, batuk yang makin lama makin keras. Pada

    stadium selanjutnya disebut stadium paroksismal, baru timbul gejala

    khas berupa batuk lama atau hebat, didahului dengan menarik napas

    panjang disertai bunyi whoops. Stadium paroksismal ini

    berlangsung 4-8 minggu. Pada bayi batuk tidak khas, whoops tidak

  • ada tetapi sering disertai penghentian napas sehingga bayi menjadi

    biru (Sudarjat Suraatmaja, 1997: 24).

    2.1.1.4 Tetanus

    Secara epidemiologis dibedakan antara tetanus

    neonatorum (pada bayi sampai umur 28 hari) dan tetanus pada

    anak dan dewasa.

    Tetanus neonatum dapat terjadi jika pemotongan tali pusat

    kurang steril atau seperti yang banyak terjadi di Bali, tali pusat

    dipotong steril tetapi obat tali pusat diganti obat tradisional

    (Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 26).

    1) Penyebab Tetanus

    Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi

    kuman Clostridium tetani, kuman ini bersifat anaerob, yang berarti

    kuman baru dapat hidup pada lingkungan yang tidak mengandung

    zat asam (oksigen). Di luar tubuh manusia berubah menjadi bentuk

    spora, pada keadaan lingkungan yang cocok (anaerob), spora ini

    akan berubah menjadi bentuk aktif yang mengeluarkan eksotoksin

    yang disebut lisin, menyebabkan sel darah merah pecah, toksin yang

    merusak sel darah putih dari suatu toksin yang akan terikat pada

    saraf menyebabkan penurunan ambang rangsang sehingga terjadi

    kejang otot dan kejang-kejang. Kejang dapat terjadi karena

    rangsangan, dan pada keadaan yang berat terjadi tanpa rangsangan

    (Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 26).

  • 2) Penularan Tetanus

    Kuman ini banyak terdapat pada binatang pemakan rumput,

    terutama pada usus kuda dalam bentuk spora tersebar luas di tanah.

    Infeksi terjadi kalau spora masuk dalam tubuh dan terdapat

    lingkungan anaerob. Pada bayi yang baru lahir, infeksi terjadi pada

    tali pusat yang dipotong dengan alat yang tidak steril atau pusar

    dibubuhi obat tradisional yang mengandung spora kuman tetanus.

    Pada tetanus anak, infeksi terjadi melalui luka tusuk atau luka yang

    kotor (Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 27).

    3) Masa Inkubasi Tetanus

    Masa inkubasi tetanus terjadi antara 4-21 hari (umumnya 7

    hari).

    4) Gambaran Klinis Tetanus

    Gambaran klinis tetanus neonatorum adalah mulut tidak dapat

    dibuka sehingga bayi tidak bisa minum susu ibu, tubuh kaku dan

    kejang-kejang. Gambaran klinis yang khas adalah kekejangan otot

    mulut sehingga mulut tidak bisa dibuka, leher dan tubuh kaku,

    kesulitan menelan, dan kejang-kejang. Kejang-kejang biasanya

    terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 dan berlangsung selama 7-10 hari

    (Sudarjat Suraatmaja, 1997 : 29).

  • 2.1.2 Aspek Imunologi Imunisasi

    2.1.2.1 Imunisasi

    Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang

    sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan

    balita. Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan

    kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga

    bila ia kelak terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi

    penyakit (I.G.N. Ranuh, dkk. 2005 : 7).

    Menurut cara diperolehnya zat anti, kekebalan dibagi dalam :

    1) Kekebalan Aktif

    Kekebalan aktif yaitu kekebalan yang diperoleh, dimana tubuh

    orang tersebut aktif membuat zat anti sendiri.

    Kekebalan aktif dibagi dua yaitu : kekebalan aktif alami (naturally

    acquired immuninity) dan kekebalan pasif disengaja (artifially

    induced active immunity).

    Kekebalan aktif alami (naturally acquired immuninity) Orang

    ini menjadi kebal setelah menderita penyakit sedangkan kekebalan

    pasif disengaja (artifially induced active immunity) yaitu kekebalan

    yang diperoleh setelah orang mendapatkan vaksinasi.

    2) Kekebalan Pasif

    Kekebalan pasif yaitu kekebalan yang diperoleh karena orang

    tersebut mendapatkan zat anti dari luar.

  • Kekebalan pasif dibagi dua yaitu : kekebalan pasif yang diturunkan

    (congenital immunity) dan kekebalan pasif disengaja (arficially

    induced passive immunit.

    Kekebalan pasif yang diturunkan (congenital immunity) yaitu

    kekebalan pada bayi-bayi, karena mendapatkan zat anti yang

    diturunkan dari ibunya, ketika ia masih berada dalam kandungan.

    Antibodi dari darah ibu, melalui plasenta, masuk ke dalam darah bayi.

    Macam dan jumlah zat anti yang didapatkannya tergantung pada

    macam dan jumlah zat anti yang dimiliki ibunya. Macam kekebalan

    yang diturunkan antara lain : terhadap tetanus, difteri, pertusis, typhus.

    Kekebalan ini biasanya berlangsung sampai umur 3-5 bulan, karena

    zat anti ini makin lama makin berkurang sedangkan ia sendiri tidak

    membuatnya. Kekebalan pasif disengaja (arficially induced passive

    immunity) yaitu kekebalan yang diperoleh seseorang karena orang itu

    diberi zat anti dari luar (Indah Entjang, 2000 : 37-38).

    2.1.2.2 Respon Imun

    Respon imun adalah respon tubuh berupa suatu urutan

    kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi

    antigen tersebut.

    Dikenal dua macam pertahanan tubuh yaitu :

    1) Mekanisme pertahanan non-spesifik disebut juga komponen non-

    adaptif atau innate artinya tidak ditujukan hanya untuk satu macam

    antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen.

  • 2) Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau komponen adaptif

    ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, terbentuknya antibodi

    lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian antigen berikutnya, hal

    ini disebabkan telah terbentuknya sel memori pada pengenalan antigen

    pertama kali.

    Mekanisme pertahanan spesifik terdiri atas imunitas humoral

    akan menghasilkan antibodi bila dirangsang oleh antigen dan imunitas

    seluler hanya dapat dipindahkan melalui sel contohnya pada reaksi

    penolakan organ transplantasi oleh sel limfosit dan pada gaft versus

    host disease (I.G.N. Ranuh, dkk. 2005 : 7).

    2.1.2.3 Vaksin Campak

    Imunisasi campak diberikan untuk mendapatkan kekebalan

    terhadap penyakit campak secara aktif. Vaksin campak

    mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan.

    Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh

    dalam bentuk kemasan kering tunggal atau dalam kemasan kering

    dikombinasikan dengan vaksin gondong dan rubella (campak

    Jerman) (A.H. Markum, 2002 : 26).

    Untuk menentukan minimal pemberian imunisasi dan jadwal

    imunisasi, ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu :

    1). Distribusi umur mengenai anak yang terserang dan kematiannya.

    2). Respon imunologis sehubungan dengan adanya kekebalan bawaan.

  • Di Indonesia penyakit ini sering menyerang bayi atau anak kecil,

    imunisasi dianjurkan diberikan pada umur 12-15 bulan (Sudarjat

    Suraatmaja, 1997 : 39).

    2.1.2.4 Vaksin DPT (Difteria, Pertusis, Tetanus)

    Manfaat pemberian imunisasi DPT adalah untuk

    menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan

    terhadap penyakit difteria, pertusis dan tetanus.

    Di Indonesia vaksin terhadap ketiga penyakit tersebut

    dipasarkan dalam tiga jenis kemasan, yaitu dalam bentuk kemasan

    tunggal khusus bagi tetanus dalam bentuk kombinasi DT (difteri

    dan tetanus) dan kombinasi DPT (dikenal pula sebagai vaksin

    tripel).

    Cara imunisasi DPT yaitu imunisasi dasar DPT diberikan

    tiga kali, sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu antara

    dua penyuntikan minimal 4 minggu. Untuk imunisasi massal tetap

    harus diberikan 3 kali karena suntikan pertama tidak memberikan

    perlindungan apa-apa dan baru akan memberikan perlindungan

    terhadap serangan penyakit apabila telah mendapat suntikan

    vaksin DPT sebanyak 3 kali. Daya proteksi atau daya lindung

    vaksin difteri cukup baik yaitu sebesar 80-90% dan daya proteksi

    vaksin tetanus sangat baik yaitu 90-95% sedangkan daya proteksi

    vaksin pertusis masih rendah yaitu 50-60%. Oleh karena itu jarang

  • anak yang telah mendapatkan imunisasi pertusis masih terjangkit

    batuk rejan, tetapi dalam bentuk yang lebih ringan.

    Reaksi imunisasi yang mungkin terjadi biasanya demam

    ringan, pembengkakan dan rasa nyeri ditempat suntikan selama 1-

    2 hari (A.H. Markum, 2002 : 23).

    2.1.2.5 Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi

    Tabel 2. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi Dengan

    DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Bayi Lahir di Rumah

    Umur Vaksin Tempat 0 bulan HB1 Rumah 1 bulan BCG, Polio1 Posyandu* 2 bulan DPT1, HB2, Polio2 Posyandu* 3 bulan DPT2, HB3, Polio3 Posyandu* 4 bulan DPT3, Polio4 Posyandu* 9 bulan Campak Posyandu*

    Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah ( 2005 : 17)

    Tabel 3. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan

    Vaksin DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Bayi Lahir di RS/RB/Bidan Praktek

    Umur Vaksin Tempat 0 bulan HB1, Polio1, BCG RS/ RB/ Bidan 2 bulan DPT1, HB2, Polio2 RS/ RB/ Bidan# 3 bulan DPT2, HB3, Polio3 RS/ RB/ Bidan# 4 bulan DPT3, Polio4 RS/ RB/ Bidan# 9 bulan Campak RS/ RB/ Bidan#

    Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (2005 : 17)

    Keterangan :

    * : atau tempat pelayanan lain

    # : atau posyandu

  • Tabel 4. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan

    Vaksin DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Menurut Frekuensi dan Selang Waktu dan Umur Pemberian.

    Vaksin Pemberian Imunisasi

    Selang Waktu

    Pemberian Minimal

    Umur Keterangan

    BCG 1X - 0-11 bulan DPT 3X

    (DPT 1,2,3) 4 minggu 2-11 bulan

    Polio 4X (Polio

    1,2,3,4)

    4 Minggu 0-11 bulan

    Campak 1X - 9-11 bulan Hepatitis

    B 3X

    (Hepatitis 1,2,3)

    4 Minggu 0-11 bulan Untuk bayi lahir di RS/Puskesmas/RB/ Rumah oleh Nakes Pelaksana, HB segera diberikan dalam 24 jam pertama kelahiran, vaksin BCG, Polio diberikan sebelum bayi pulang ke rumah.

    Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (2005 : 17)

    Tabel 5. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan

    Vaksin DPT/HB Kombo Bayi Lahir di Rumah.

    Umur Vaksin Tempat 0 bulan HB1 Rumah 1 bulan BCG, Polio1 Posyandu* 2 bulan DPT/HB kombo1, Polio2 Posyandu* 3 bulan DPT/HB kombo2, Polio3 Posyandu* 4 bulan DPT/HB kombo3 Polio4 Posyandu* 9 bulan Campak Posyandu* Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (2005 : 18)

  • Tabel 6. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan Menggunakan Vaksin

    DPT/HB Kombo Bayi Lahir di RS/RB/Bidan Praktek

    Umur Vaksin Tempat 0 bulan HB1, Polio1, BCG RS/RB/Bidan 2 bulan DPT/ HB kombo1,

    Polio2 RS/RB/Bidan#

    3 bulan DPT/HB kombo2, Polio3 RS/RB/Bidan# 4 bulan DPT/ HB kombo3,

    Polio4 RS/RB/Bidan#

    9 bulan Campak RS/RB/Bidan# Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (2005 : 18)

    Keterangan :

    * : atau tempat pelayanan lain

    # : atau posyandu

    2.1.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi DPT dan

    Campak

    Menurut Lawrence Green (1980) ada 3 faktor yang berhubungan

    dengan perilaku kesehatan, yaitu :

    2.1.3.1 Faktor-Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

    Meliputi :

    1) Pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak

    Pengertian pengetahuan menurut Soekidjo Notoatmojo

    (2003) adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

    melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

    Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang terpenting dalam

    membentuk tindakan seseorang (Overt Behavior).

  • Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum

    orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri

    orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni awareness

    (kesadaran); interest (merasa tertarik) yakni orang mulai tertarik

    kepada stimulus; evaluation (menimbang-nimbang baik dan

    tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya), hal ini berarti sikap

    responden sudah lebih baik lagi; trial, orang telah mulai mencoba

    perilaku baru; adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan

    pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

    Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003 : 121-123),

    menyebutkan bahwa pengetahuan yang dicakup dalam domain

    kognitif mempunyai mempunyai 6 tingkat, yaitu : tahu (know),

    memahami (comprehension), aplikasi (aplication), analisis

    (analysis), sintesis (synthesis) dan evaluasi (evaluation).

    Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

    dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

    adalah mengikat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

    yang dipelajari/rangsangan yang telah diterima; memahami diartikan

    sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

    obyek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi

    tersebut secara benar; aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

    menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi

    real (sebenarnya); analisis adalah suatu kemampuan untuk

  • menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam satu struktur

    organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain; sintesis adalah

    suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

    formulasi yang ada; evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

    melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

    obyek (Soekidjo Notoatmojo, 2003 : 121-123).

    Hubungan antara pengetahuan ibu dengan status imunisasi

    DPT dan campak adalah semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu

    maka balitanya memiliki status imunisasi DPT dan campak lengkap.

    2) Tingkat Pendidikan

    Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan

    umumnya berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi

    pekerti (kekuatan, batin, karakter), pikiran (intelek), tubuh anak

    (Achmad Munib, dkk 2004 : 32).

    Dictionary of Education dalam buku Achmad Munib, dkk

    (2004) menyatakan bahwa pendidikan adalah proses seseorang

    mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah

    laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial

    yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan

    terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat

    memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan

    kemampuan individu yang optimal (Acmad Munib, dkk. 2004 : 33).

  • Daoed Joesoef menegaskan bahwa pengertian pendidikan

    mengandung dua aspek yakni sebagai proses dan sebagai hasil atau

    produk. Yang dimaksud proses adalah proses bantuan, pertolongan,

    bimbingan, pengajaran, pelatihan. Sedangkan yang dimaksud

    dengan hasil atau produk adalah manusia dewasa, susila,

    bertanggung jawab dan mandiri (Acmad Munib, dkk. 2004 : 33).

    Dalam Ketetapan MPR No. IV/ MPR/ 1999 tentang GBHN

    menyatakan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan

    dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah,

    masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama

    keluarga, masyarakat dan pemerintah.

    Pendidikan terbagi dalam ruang lingkup yang meliputi

    pendidikan formal, informal dan nonformal.

    Pendidikan formal adalah pendidikan yang mempunyai

    bentuk atau organisasi tertentu, seperti terdapat di sekolah atau

    universitas. Adanya organisasi yang ketat dan nyata, misalnya

    tentang adanya penjenjangan cara atau metode mengajar di sekolah

    juga formal, penerimaan murid, dan lain-lain (Kunaryo Hadi

    Kusumo, 1996 : 26).

    Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh

    seseorang di rumah dalam bentuk lingkungan keluarga. Pendidikan

    ini berlangsung tanpa pendidik, tanpa suatu program yang harus

  • diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, tanpa evaluasi yang

    formal berbentuk ujian (Kunaryo Hadi Kusumo, 1996 : 25).

    Pendidikan nonformal meliputi berbagai usaha khusus yang

    diselenggarakan secara terorganisir agar terutama generasi muda dan

    juga orang dewasa, yang tidak dapat sepenuhnya atau sama sekali

    tidak berkesempatan mengikuti pendidikan sekolah dapat memiliki

    pengetahuan praktis dan keterampilan dasar yang mereka perlukan

    sebagai warga masyarakat produktif (Kunaryo Hadi Kusumo, 1996 :

    28).

    Hubungan antara pendidikan ibu dengan status imunisasi

    DPT dan campak adalah semakin tinggi tingkat pendidikan ibu

    maka semakin lengkap status imunisasi DPT dan campak.

    3) Sikap

    Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

    seseorang terhadap stimulus atau obyek. Menurut Newcomb (dalam

    Soekidjo Notoatmadja 2003 : 24), sikap itu merupakan kesiapan atau

    kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif

    tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan

    tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu

    masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka.

    Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di

    lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.

  • Menurut Hurlock (dalam Sugeng Hariyadi 2003 : 89), secara

    operasional sikap dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau

    tindakan yang merupakan respon atau reaksi dari sikapnya terhadap

    obyek tertentu, baik yang berupa orang, peristiwa, situasi dan lain

    sebagainya. Sikap tidak identik dengan respon dalam bentuk

    perilaku. Sebagai suatu respon sikap hanya akan timbul apabila

    individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki

    timbulnya reaksi individu. Sebagai suatu reaksi maka sikap

    berhubungan dengan dua hal yaitu suka, setuju yang membawa

    sikap positif (favourable) dan tidak suka, tidak setuju atau sikap

    negatif (unfavourable). Sikap bersifat dinamis dan terbuka terhadap

    kemungkinan perubahan dikarenakan interaksi individu dengan

    lingkungan sekitarnya.

    Menurut Bimo Walgito (2001 : 109), sikap merupakan

    organisasi pendapat, kenyakinan seseorang mengenai obyek atau

    situasi yang relatif tetap, yang disertai perasaan tertentu, dan

    memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon

    atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya.

    Sikap mengandung 3 komponen yang membentuk struktur

    sikap, yaitu komponen kognitif (komponen perseptual), komponen

    afektif (komponen emosional) dan komponen perilaku atau action

    component (Bimo Walgito, 2001 : 110).

  • Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang

    berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, kenyakinan yaitu hal-hal

    yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsikan

    terhadap objek sikap.

    Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang

    berhubungan dengan rasa senang atau tindakan senang terhadap

    obyek positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal negatif.

    Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif atau negatif.

    Komponen konaktif (komponen perilaku, atau action component)

    yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak

    terhadap obyek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap,

    yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau

    berperilaku seseorang terhadap objek sikap.

    Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang

    utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh,

    pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan

    penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai

    tingkatan, yaitu : menerima (receiving), merespon (responding),

    menghargai (valuing), bertanggung jawab (responsible).

    Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

    memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek); merespon

    (responding) memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan,

    dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

  • sikap; menghargai (valuing) mengajak orang lain untuk

    mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu

    indikasi sikap tingkat tiga; bertanggung jawab (responsible)

    bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

    segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

    Sikap yang ada pada diri seseorang akan dipengaruhi faktor

    internal, yaitu faktor fisiologi dan psikologi, serta faktor-faktor

    eksternal. Faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi

    oleh individu, norma-norma yang ada dalam masyarakat. Semuanya

    ini akan berpengaruh pada sikap yang ada pada diri seseorang.

    Reaksi yang dapat diberikan individu terhadap obyek sikap dapat

    bersifat positif, tetapi juga dapat bersifat negatif (Bimo Walgito,

    2001 : 116).

    Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah

    mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan

    dalam sikap negatif terdapat kecenderungan menjauhi, menghindari,

    membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Sarlito Wirawan

    Sarwono, 2000 : 94).

    Untuk membedakan dari aspek-aspek psikis yang lain

    (seperti motif, kebiasaan, pengetahuan dan lain-lain) perlu

    dikemukakan ciri-ciri sikap sebagai berikut ini; dalam sikap selalu

    terdapat hubungan subjek-objek. Tidak ada sikap yang tanpa objek;

    sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk

  • melalui pengalaman-pengalaman; karena sikap dipelajari, maka

    sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan di

    sekitar individu yang bersangkutan pada saat-saat yang berbeda-

    beda; dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan.

    Inilah yang membedakannya dari pada pengetahuan; sikap tidak

    hilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi. Jadi berbeda dengan

    reflek atau dorongan; sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan

    sangat bermacam-macam sesuai dengan banyaknya objek yang

    dapat menjadi perhatian orang yang bersangkutan (Sarlito Wirawan

    Sarwono, 2000 : 95).

    Sikap merupakan penentu penting dalam tingkah laku. Sikap

    yang ada pada seseorang akan memberikan gambaran corak tingkah

    laku seseorang. Dengan mengetahui sikap seseorang, orang akan

    dapat menduga bagaimana respon atau tindakan yang akan diambil

    oleh orang tersebut terhadap suatu masalah atau keadaan yang

    dihadapinya. Jadi dalam kondisi wajar-ideal gambaran kemungkinan

    tindakan atau tingkah laku yang akan diambil sebagai respon

    terhadap suatu masalah atau keadaan yang dihadapkan kepadanya

    dapat diketahui dari sikapnya (Sugeng Hariyadi, 2003 : 90).

    Hubungan antara sikap ibu dengan status imunisasi DPT dan

    campak adalah jika sikap ibu terhadap imunisasi positif

    kecenderungan balitanya memiliki status imunisasi DPT dan

    campak lengkap.

  • 4) Ibu Bekerja

    Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia.

    Kebutuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah,

    bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja

    karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap

    bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada

    sesuatu keadaan yang lebih memuaskan dari pada keadaan

    sebelumnya (Pandji Anaroga, 2005 : 11).

    Ibu yang bekerja mempunyai waktu kerja sama seperti

    dengan pekerja lainnya. Adapun waktu kerja bagi pekerja yang

    dipekerjakan yaitu waktu siang 7 jam satu hari dan 40 jam satu

    minggu untuk 6 hari kerja dalam satu minggu, atau dengan 8 jam

    satu hari dan 40 jam satu minggu untuk 5 hari kerja dalam satu

    minggu.

    Sedangkan waktu malam hari yaitu 6 jam satu hari dan 35

    jam satu minggu untuk 6 hari kerja dalam satu minggu (Siswanto

    Sastrohadiwiryo, 2003 : 13).

    Hubungan antara pekerjaan ibu dengan status imunisasi

    DPT dan campak adalah ibu yang pekerjaannya tidak hanya

    sebagai ibu rumah tangga cenderung balitanya memiliki status

    imunisasi DPT dan campak lengkap.

  • 2.1.3.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

    Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan

    prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti

    puskesmas, posyandu, dan kelengkapan alat imunisasi.

    1) Sarana Kesehatan

    Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan

    dalam suatu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana

    kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 5). Jadi sarana kesehatan

    adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya

    kesehatan. Upaya penyelengaraan pelayanan kesehatan pada

    umumnya dibedakan menjadi tiga, yaitu; sarana pemeliharaan

    kesehatan primer (primary care) merupakan sarana yang paling

    dekat dengan masyarakat. Artinya pelayanan kesehatan paling

    pertama yang menyentuh masalah kesehatan di masyarakat.

    Misalnya Puskesmas, poliklinik, dokter praktek swasta dan

    sebagainya; sarana pemeliharaan kesehatan tingkat dua (secondary

    care) merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menangani kasus

    yang tidak atau belum ditangani oleh sarana kesehatan primer

    karena peralatan atau keahlian belum ada; sarana pemeliharaan

    kesehatan tingkat tiga (tertiary care) merupakan sarana pelayanan

    kesehatan rujukan bagi kasus-kasus yang tidak ditangani oleh sarana

    pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan sekunder.

  • Misalnya Rumah sakit propinsi, rumah sakit tipe B dan tipe A

    (Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 5-6)

    2) Peralatan Imunisasi

    Setiap obat yang berasal dari bahan biologik harus

    dilindungi terhadap sinar matahari, panas, dan suhu beku, termasuk

    juga vaksin. Untuk sarana rantai vaksin dibuat secara khusus untuk

    menjaga potensi vaksin. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat

    kebutuhan dan daya tahan dari sarana penyimpanan dan pembawa

    vaksin.

    Tabel 7. Kebutuhan dan Daya Tahan Sarana Penyimpan dan Pembawa

    No. Jenis Kebutuhan Daya

    Tahan 1. Lemari Es 1 buah 10 tahun 2. Vaccine Carrier 3-5 buah 4 tahun 3. Thermos + 4 buah

    Cold Pack sejumlah tim lapangan 4 tahun

    4. Cold Box 1 buah 5 tahun 5. Freeze Tag sejumlah tim lapangan

    Sumber : Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (2005 : 9).

    Keterangan :

    a. Lemari Es

    Setiap Puskesmas harus mempunyai 1 lemari es sesuai standar

    program.

    b. Vaccine Carrier

    Vaksin carrier biasanya di tingkat Puskesmas digunakan untuk

    pengambilan vaksin ke kabupaten/kota.

  • Untuk daerah yang sulit vaccine carrier sangat cocok digunakan

    ke lapangan, mengingat jarak tempuh maupun sarana jalan,

    sehingga diperlukan vaccine carrier yang dapat

    mempertahankan suhu relatif lebih lama.

    c. Thermos

    Thermos digunakan untuk membawa vaksin ke lapangan atau

    posyandu.

    d. Cold Box

    Cold Box di tingkat Puskesmas digunakan apabila dalam

    keadaan darurat seperti listrik padam untuk waktu cukup lama,

    atau lemari es sedang rusak yang bila diperbaiki memakan

    waktu lama.

    e. Freeze Tag

    Freeze Tag untuk memantau suhu dari kabupaten ke puskesmas

    pada waktu membawa vaksin, serta dari puskesmas sampai

    lapangan atau posyandu dalam upaya peningkatan kualitas rantai

    vaksin (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2005 : 9).

    2.1.3.3 Faktor-Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

    Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh

    masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para

    petugas termasuk petugas kesehatan.

  • 1) Keaktifan Petugas dalam Memotivasi

    Menurut UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 antara lain

    menyebutkan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi

    masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan

    pemeliharaan, peningkatan (promotif), pencegahan penyakit

    (preventif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan

    secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Bab V bagian

    pertama, pasal 10) (Budioro B., 2002 : 9).

    Penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut di atas

    dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat

    (pasal 11). Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan guna

    meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan

    masyarakat untuk hidup sehat dan aktif berperan serta dalam upaya

    kesehatan (bagian ke-10, pasal 38 ayat 1). Penyuluhan kesehatan

    masyarakat merupakan kegiatan yang melekat pada setiap kegiatan

    upaya kesehatan. Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan

    untuk mengubah perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat agar

    hidup sehat melalui komunikasi, informasi dan edukasi (penjelasan

    pasal 38, ayat 1). Istilah penyuluhan sering disejajarkan atau sering

    disetarakan dengan istilah memotivasi (Budioro B., 2002 : 9).

    Motivasi berasal dari perkataan motif (motif) yang artinya

    adalah rangsangan, dorongan dan ataupun pembangkit tenaga yang

    dimiliki seseoarang sehingga orang tersebut memperlihatkan perilaku

  • tertentu. Sedangkan yang dimaksud motivasi adalah upaya untuk

    menimbulkan rangsangan, dorongan dan ataupun pembangkit tenaga

    pada seseorang dan ataupun sekelompok masyarakat tersebut mau

    berbuat dan bekerja sama secara optimal melaksanakan sesuatu yang

    telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

    (Azrul Azwar, 1996 : 288)

    Istilah-istilah seperti penyuluhan, penerangan, motivasi dan

    lain-lain banyak dipakai untuk kegiatan pendidikan kesehatan. Istilah-

    istilah tersebut bila diperhatikan secara seksama sebenarnya ada

    perbedaan tekanan pada maksud artinya atau batasan menurut versi

    atau pandangannya sendiri-sendiri, tetapi bila direnungkan satu per

    satu sebenarnya tidak banyak perbedaan antara batasan yang satu

    terhadap yang lainnya (Budioro B., 2002 : 13).

    Batasan pengertian pendidikan kesehatan menurut WHO

    bahwa pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan

    kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan

    kemampuan masyarakat dalam memelihara kehidupan baik fisik,

    mental, dan sosial, maka masyarakat harus mampu mengenal dan

    mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau

    mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, dan

    sebagainya). Batasan lain promosi kesehatan adalah yang dirumuskan

    oleh Australian Health Foundation dalam Soekidjo Notoatmodjo

    (2003 : 20) promosi kesehatan adalah program-program kesehatan

  • yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan) baik di dalam

    masyarakat sendiri, maupun dalam organisasi dan lingkungannya.

    Dari kedua kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa promosi

    kesehatan tidak hanya mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan,

    sikap dan praktek kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan atau

    memperbaiki lingkungan baik fisik maupun non-fisik dalam rangka

    memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka (Soekidjo

    Notoatmodjo, 2003 : 21).

    Hal ini sejalan dengan tulisan Winslow dalam Budioro B.

    (2002) yang menyebutkan bahwa keberhasilan program kesehatan

    masyarakat akan tercapai lebih baik bila individu atau kelompok

    masyarakat dengan kemauan dan kesadarannya sendiri bersedia

    menerima semua yang diwajibkan kepada mereka. Lebih akan berhasil

    lagi bila mereka dengan pengetahuan dan pengertian serta sikapnya

    yang positif merasa ikut bertanggung jawab atas terselenggaranya

    program tersebut. Hal ini akan dapat dicapai dengan lebih berhasil dan

    lebih mantap bila kepada mereka diberikan penyuluhan.

    Hubungan antara keaktifan petugas imunisasi dalam

    memotivasi dengan status imunisasi DPT dan campak adalah semakin

    aktif petugas imunisasi dalam memotivasi semakin banyak ibu-ibu

    yang balitanya memiliki status imunisasi DPT dan campak lengkap.

  • 2) Kedisiplinan Petugas Imunisasi

    Arti disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata

    tertib). Dalam melaksanakan tugasnya petugas kesehatan harus sesuai

    dengan mutu pelayanan. Pengertian mutu pelayanan untuk petugas

    kesehatan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional

    untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai

    dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang maju, mutu peralatan

    yang baik dan memenuhi standar yang baik (state of the art).

    Komitmen dan motivasi petugas tergantung dari kemampuan mereka

    untuk melaksanakan tugas mereka dengan cara yang optimal (Djoko

    Wijono, 2000 : 34).

    Menurut Lori Di Prete Brown, et al, dalam bukunya Quality

    Assurance of Health Care in Developing Countries, mutu merupakan

    fenomena yang komprehensif dan multifacet. Kegiatan menjaga mutu

    dapat menyangkut satu atau beberapa dimensi. Dimensi mutu tepat

    untuk pelayanan klinis maupun manajemen untuk mendukung

    pelayanan kesehatan. Delapan dimensi mutu ini dapat membantu pola

    pikir dalam menetapkan masalah dan menganalisa masalah yang ada

    untuk mengukur sampai sejauh mana telah dicapai standar program

    atau standar program pelayanan kesehatan. Ada 8 mutu pelayanan

    kesehatan antara lain sebagai berikut : kompetensi teknis terkait

    dengan keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manajer

    dan staf pendukung. Kompetensi teknis berhubungan dengan

  • bagaimana cara petugas mengikuti standar pelayanan yang telah

    ditetapkan dalam hal; dapat dipertanggungjawabkan atau dapat

    diandalkan (dependability), ketepatan (accuracy), tahan uji

    (reliability) dan konsistensi (consistency); akses terhadap pelayanan,

    akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan

    geografis, sosial, ekonomi budaya, organisasi atau hambatan bahasa;

    efektifitas, kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas

    yang menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis

    sesuai standar yang ada; hubungan antar manusia, dimensi hubungan

    antar manusia berkaitan dengan interaksi antar petugas kesehatan dan

    pasien, manajer dan petugas, dan antara tim kesehatan dengan

    masyarakat. Hubungan antar manusia yang baik menanamkan

    kepercayaan dan kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga

    rahasia, menghormati, responsif, dan memberikan perhatian; efisiensi,

    efisiensi pelayanan kesehatan merupakan dimensi yang penting dari

    mutu karena efisiensi akan mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan,

    apalagi sumber daya pelayanan kesehatan pada umumnya terbatas.

    Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal dari

    pada memaksimalkan pelayanan kepada pasien dan masyarakat.

    Petugas akan memberikan pelayanan yang terbaik dengan sumber

    daya yang dimiliki; kelangsungan pelayanan berarti klien akan

    menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan (termasuk

    rujukan) tanpa berhenti atau mengurangi prosedur diagnosa dan terapi

  • yang tidak perlu; keamanan merupakan salah satu dimensi dari mutu,

    keamanan berarti mengurangi risiko cedera, infeksi, efek samping atau

    bahaya lain yang berkaitan dengan pelayanan; kenyamanan,

    kenikmatan berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak

    berhubungan langsung dengan efektifitas klinis, tetapi dapat

    mempengaruhi kepuasan pasien dan bersedianya untuk kembali ke

    fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya (Djoko

    Wijono, 2000 : 35-37).

    Adanya asumsi bahwa semakin patuh semua tenaga kesehatan

    profesional kepada standar yang baik (standards of good practice)

    yang diakui oleh masing-masing profesi akan semakin tinggi pula

    mutu pelayanan (Djoko Wijono, 2000 : 39).

    Hubungan antara kedisiplinan petugas imunisasi dengan status

    imunisasi DPT dan campak adalah semakin tinggi tingkat kedisiplinan

    petugas imunisasi dalam menjalankan tugasnya maka semakin banyak

    ibu-ibu yang balitanya memiliki status imunisasi DPT dan campak

    lengkap.

    Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan

    ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan

    sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping

    itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan

    terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat

    terbentuknya perilaku ( Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 165).

  • 2.2 Kerangka Teori

    Gambar 1. Kerangka Teori

    Sumber : (Adopsi peneliti dari teori Lawrence Green (1980) dalam Soekidjo Notoatmodjo, 2003)

    Faktor Predisposisi Pengetahuan Ibu Tingkat

    Pendidikan Ibu Pekerjaan Ibu Sikap Ibu

    Faktor Pemungkin/ Enabling Factor Tersedianya

    sarana dan prasarana imunisasi

    Faktor Penguat/ Reinforsing Factor Keaktifan Petugas

    Imunisasi dalam Memotivasi

    Kedisiplinan Petugas

    Kesadaran terhadap Program Imunisasi

    Reaksi untuk Imunisasi (+)

    Reaksi untuk Imunisasi (-)

    Melakukan Imunisasi

    Status imunisasi DPT dan Campak

    Tidak Imunisasi

  • BAB III METODE PENELITIAN

    3.1 Kerangka Konsep

    Menurut Lawrence Green (dalam Soekidjo Notoatmodjo, 2003 : 13)

    perilaku kesehatan seseorang dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, antara lain :

    3.1.1 Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) yang terwujud dalam

    pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan campak, tingkat

    pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan sikap ibu. Dalam penelitian ini

    faktor predisposisi (predisposing factor) diteliti.

    3.1.2 Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam

    lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-

    sarana kesehatan. Dalam penelitian ini faktor-faktor pendukung

    (enabling factor) tidak diteliti karena di semua desa (wilayah kerja

    Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan) terdapat posyandu-

    posyandu yang aktif dan melayani imunisasi dan tersedianya

    kelengkapan alat imunisasi DPT dan campak adalah sama untuk

    semua desa seluruh wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo

    Kabupaten Pekalongan.

    3.1.3 Faktor-faktor Pendorong (reinforcing factor)

    Meliputi : keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi dan

    kedisiplinan petugas imunisasi.

  • Dalam penelitian ini Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor)

    diteliti.

    Kerangka konsep di atas dapat digambarkan seperti di bawah ini.

    Variabel Bebas Variabel Terikat

    Gambar 2. Kerangka Konsep

    Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi DPT dan Campak

    Tingkat Pendidikan Ibu

    Pekerjaan Ibu

    Keaktifan Petugas Imunisasi dalam

    Memotivasi

    Kedisiplinan Petugas

    Status Imunisasi DPT dan Campak

    Sikap Ibu

  • 3.2 Hipotesis Penelitian

    3.2.1 Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang imunisasi DPT dan

    campak dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja

    Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan

    3.2.2 Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status imunisasi

    DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo

    Kabupaten Pekalongan

    3.2.3 Ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan status imunisasi DPT

    dan campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten

    Pekalongan

    3.2.4 Ada hubungan antara sikap ibu dengan status imunisasi DPT dan

    campak di wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten

    Pekalongan

    3.2.5 Ada hubungan antara keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi

    dengan status imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja

    Puskesmas Wonopringgo Kabupaten Pekalongan

    3.2.6 Ada hubungan antara kedisiplinan petugas imunisasi dengan

    cakupan imunisasi DPT dan campak di wilayah kerja Puskesmas

    Wonopringgo Kabupaten Pekalongan

  • 3.3 Definisi Operasional

    Tabel 8 Definisi Operasional

    No. Variabel Definisi Cara Ukur Klasifikasi Skala Pengukuran

    1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. Pengeta-

    huan ibu tentang imunisasi DPT dan campak

    Pengetahua ibu adalah kemampuan yang dimiliki ibu untuk menjawab sejumlah pertanyaan tentang imunisasi DPT dan campak.

    Dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner tersebut diberi skor atau nilai jawaban masing-masing dengan sistem penilaian sebagai berikut: 1 untuk jawaban (a) benar 0 untuk jawaban (b) salah

    Pengetahuan baik jika > 80% jawaban benar Pengetahuan cukup jika 60-80% jawaban benar Pengetahuan kurang jika < 60% jawaban benar.

    Ordinal

    2.

    Tingkat pendidikan ibu

    Tingkat pendidikan ibu adalah pendidikan formal terakhir yang diikuti ibu yang dinyatakan dengan pemberian ijazah.

    Dengan menggunakan kuesioner.

    1. Tingkat pendidikan dasar (tidak tamat SD, tamat SD/ sederajat

    2. Tingkat pendidikan menengah keatas (tamat SMP/ sederajat, tamat SMA/ sederajat, tamat perguruan tinggi).

    Ordinal

  • 1. 2. 3. 4. 5. 6. 3. Pekerjaan

    ibu Pekerjaan ibu adalah jenis pekerjaan yang digeluti ibu.

    Dengan menggunakan kuesioner

    1. Ibu rumah tangga tidak kerja

    2. Ibu rumah tangga bekerja

    Nominal

    4. Sikap ibu Sikap ibu adalah anggapan atau reaksi ibu terhadap tatalaksana imunisasi

    Dengan kuesioner. Responden diminta menanggapi pertanyaan tentang sikap. Pertanyaan Favourable untuk pertanyaan II, no. 9, 10, 11, 12, 16, 17. Dengan penilaian 1. Untuk

    tanggapan Sangat Tidak Setuju (STS)

    2. Untuk tanggapan Tidak Setuju (TS)

    3. Untuk tanggapan Ragu-ragu (R)

    4. Untuk tanggapan Setuju (S)

    5. Untuk tanggapan Sangat Setuju (SS). Pertanyaan Unfavourable untuk pertanyaan II, no. 13, 14, 15. Penilaiannya kebalikan dari pertanyaan favourable

    Sikap positif jika total nilai sama dengan atau lebih dari rata-rata. Sikap negatif jika total nilai kurang dari rata-rata.

    Nominal

  • 1. 2. 3. 4. 5. 6. 5. Keaktifan

    petugas imunisasi dalam memotivasi

    Keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi merupakan upaya petugas imunisasi untuk membangkitkan atau mengubah motiv ibu-ibu dari yang tadinya tidak atau kurang mendukung imunisasi kemudian menjadi mau atau bersedia dan bahkan mengimunisasi bayinya. Keaktifan petugas imunisasi yang dimaksud adalah penilaian responden terhadap keaktifan petugas imunisasi dalam memotivasi ibu-ibu.

    Dengan menggunakan kuesioner. Diukur dengan menggunakan kuesioner yang diberikan pada responden dengan sistem penilaian sebagai berikut : Skor 1 untuk pilihan nomor 1 Skor nilai 2 untuk pilihan nomor 2. Skor nilai 3 untuk pilihan nomor 3.

    Tidak aktif jika skor jawaban responden 1-3. Cukup aktif jika skor jawaban responden 4-6. Aktif jika skor jawaban responden 7-9

    Ordinal

    6.

    Kedisiplinan petugas Imunisasi

    Kedisiplinan petugas Imunisasi merupakan kedisiplinan petugas imunisasi

    Dengan menggunakan kuesioner. Diukur dengan menggunakan kuesioner yang diberiakan pada

    Kedisiplinan tinggi jika skor jawaban responden lebih dari atau sama dengan 80% dari skor

    Nominal

  • 1.

    2.

    dalam 3.

    melakukan tugasnya yang berkaitan dengan imunisasi, terutama mengenai pembuatan jadwal dan pemenuhan jadwal tersebut. Kedisiplinan petugas imunisasi adalah penilaian responden terhadap kedisiplinan petugas dalam melakukan tugasnya.

    responden 4.

    dengan sistem penilaian sebagai berikut : Skor nilai 1 untuk pilihan nomor 1. Skor nilai 2 untuk pilihan nomor 2. Skor nilai 3 untuk pilihan nomor 3.

    total. 5.

    Kedisiplinan rendah jika skor jawaban responden kurang dari 80% dari skor total.

    6.

    7. Status imunisasi DPT dan Campak

    Status imunisasi DPT dan Campak adalah Kelengkapan imunisasi DPT dan Campak, yang dimiliki anak dari responden

    Diukur dengan kuesioner

    1. Lengkap jika di imunisasi DPT1, 2, 3 dan Campak

    2. Tidak lengkap jika tidak imunisasi DPT1, 2, 3 dan Campak

    Nominal.

  • 3.4 Jenis dan Rancangan Penelitian

    Dalam penelitian ini digunakan metode survei analitik dengan

    pendekatan cross sectional. Cross sectional adalah suatu penelitian

    dimana variabel- variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel yang

    termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama.

    3.5 Populasi dan Sampel Penelitian

    3.5.1 Populasi Penelitian

    Populasi target adalah populasi yang menjadi sasaran akhir

    penerapan hasil penelitian (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan

    Ismael, 1995 : 42). Populasi target dalam penelitian ini adalah

    seluruh ibu yang mempunyai bayi atau balita yang ada di wilayah

    kerja Puskesmas Wonopringgo Pekalongan yang berjumlah 3.575

    sedangkan populasi terjangkau adalah bagian dari populasi target

    yang dapat dijangkau oleh peneliti yang dibatasi oleh tempat dan

    waktu (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 1995 : 43).

    dalam penelitian ini populasi terjangkaunya adalah ibu-ibu yang

    memiliki balita umur (12-36 bulan) yang ada di wilayah kerja

    Puskesmas Wonopringgo Pekalongan yang berjumlah 1.427.

    3.5.2 Sampel Penelitian

    Sampel yang diambil 10% dari jumlah populasi sasaran yaitu

    1.427 jadi jumlah sampelnya adalah 142. Teknik sampling yang

    digunakan adalah Cluster Proportional Random Sampling. Teknik

    ini melalui dua tahap yaitu tahap pertama menentukan sampel

  • desa. Wilayah kerja Puskesmas Wonopringgo Kabupaten

    Pekalongan terdiri dari 14 desa dan sampelnya menggunakan 6

    desa. Pengambilan 6 desa tersebut dilaksanakan secara random

    (Simple Random Sampling) desa yang dijadikan sampel antara lain

    : Jetak Kidul, Sastrodirjan, Legok Gunung, Sampih, Wonorejo,

    dan Gondang. Dan tahap berikutnya menentukan sampel yang ada

    pada desa tersebut secara proportional sample, diambil 25% dari

    jumlah tiap-tiap populasi yang ada didesa yang telah terpilih

    sebagai sampel. Hasilnya sebagai berikut :

    Tabel 9. Jumlah Sampel Dari Tiap-Tiap Desa

    No Desa Jumlah

    populasi/ balita umur 12-36 bulan

    Populasi X 25%

    Sampel

    1. Jetak Kidul 120 120 X 25 % 30 2. Sastrodirjan 116 116 X 25 % 29 3. Legok

    Gunung 102 102 X 25 % 25

    4. Sampih 67 67 X 25 % 16 5. Wonorejo 102 102 X 25 % 25 6. Gondang 68 68 X 25 % 17

    Jumlah 575 142

    3.5.2.1 Kriteria Inklusi

    Ibu yang mempunyai balita umur (12-36) bulan pada

    saat