271911534-Lapsus-UAP
-
Upload
amy-antariksawati -
Category
Documents
-
view
25 -
download
0
description
Transcript of 271911534-Lapsus-UAP
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Angina pektoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi
sebagai respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium.
Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, punggung, rahang, atau ke daerah
abdomen.1
Di amerika serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena
angina pectoris tak stabil, dimana 6-8% kemudian mendapat serangan infark
jantung yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis
ditegakkan.
Rasa nyeri yang dirasakan seperti diperas atau tertekan di daerah perikadium
atau substernum didada ini membuat rasa yang sangat tidak nyaman dan ketakutan
pada orang yang mengalaminya. Pada kebanyakan kasus timbul rasa nyeri yang
semakin bertambah dan dengan intensitas serta frekuensi yang sering
menyebabkan pasien datang ke rumah sakit untuk diperiksa. Rasa nyeri di dada
yang timbul ini dapat disebabkan karena adanya kelainan pada sirkulasi darah
pada jantung. Perlunya ketepatan dan kecepatan dalam menagani kasus ini
diperlukan agar tidak menyebabkan kerusakan yang lebih besar pada jantung
sehingga menimbulkan masalah yang lebih serius.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Unstable Angina Pectoris?
2. Apa etiologi dan klasifikasi Unstable Angina Pectoris?
3. Bagaimana patofisiologi dan mekanisme terjadinya manifestasi klinis
pada Unstable Angina Pectoris?
4. Bagaimana penegakkan diagnosis dan diagnosis banding Unstable
Angina Pectoris?
5. Bagaimana penatalaksanaan pasien Unstable Angina Pectoris?
6. Apa komplikasi Unstable Angina Pectoris?
1
7. Bagaimana prognosis pasien dengan Unstable Angina Pectoris?
1.3. TUJUAN
1. Mengetahui definisi Unstable Angina Pectoris.
2. Mengetahui etiologi dan klasifikasi Unstable Angina Pectoris.
3. Memahami patofisiologi dan mekanisme terjadinya manifestasi klinis
pada Unstable Angina Pectoris.
4. Mengetahui penegakkan diagnosis dan diagnosis banding Unstable
Angina Pectoris.
5. Mengetahui penatalaksanaan pasien Unstable Angina Pectoris.
6. Mengetahui komplikasi Unstable Angina Pectoris.
7. Mengetahui prognosis Unstable Angina Pectoris.
1.4. MANFAAT
1.4.1.Manfaat untuk Penelaah
1. Menambah ilmu pengetahuan tentang Unstable Angina Pectoris.
2. Khususnya dapat memahami tentang Unstable Angina Pectoris
baik itu etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis,
penegakan diagnosis, penatalaksanaannya, komplikasi, maupun
prognosisnya.
1.4.2.Manfaat untuk Pembaca
1. Menambah ilmu pengetahuan tentang Unstable Angina Pectoris.
2. Memahami tentang Unstable Angina Pectoris baik itu etiologi,
klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosis,
penatalaksanaannya, komplikasi, maupun prognosisnya.
3. Sebagai bekal bagi para dokter muda, khususnya mahasiswa FK
Unisma dalam prakteknya dan aplikasinya di lapangan sesuai
dengan kompetensi dokter umum.
2
1.4.3.Manfaat untuk Ilmu Pengetahuan
1. Sebagai salah satu literatur dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan tentang kedokteran, khususnya Unstable Angina
Pectoris.
2. Memberikan inspirasi kepada para ilmuwan untuk dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran
1.1.
3
BAB II
STATUS PENDERITA
2.1. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. S
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Penarukan
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 4 September 2015
2.2. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Nyeri dada
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke UGD RSUD Kanjuruhan Kepanjen jam 07.00 WIB
dengan keluhan nyeri dada sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri dada hilang
timbul seperti ditusuk-tusuk, nyeri timbul saat aktivitas berat, seperti
angkat beban. Nyeri kadang menjalar ke lengan sebelah kiri, nyeri
tidak sembuh dengan istirahat. Nyeri yang dirasakan paling lama
sekitar 20 menit dan disertai keringat dingin. Tidak ada gangguan
dalam BAK dan BAB.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku punya riwayat darah tinggi dan maag. Penyakit
kencing manis, jantung, paru dan penyakit lainnya disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku keluarganya ada yang sakit darah tinggi. Penyakit
lainnya disangkal.
4
5. Riwayat Kebiasaan
Pasien suka minum kopi, suka makan makanan yang asin-asin dan
jarang olahraga.
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Compos mentis
2. Tanda Vital
Tensi : 240/130 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Pernafasan : 26 x /menit
Suhu : 36,5oC
3. Kulit
Turgor menurun (-), ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-),
spider nevi (-).
4. Kepala
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-),
atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-).
5. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),pupil isokor (+/+), reflek
kornea (+/+), warna kelopak (-), radang (-), mata cowong (-).
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), secret (-), epistaksis
(-), deformitas hidung (-), hiperpigmentasi (-)
7. Mulut
Bibir hiperemis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi(-),
tremor (-), gusi berdarah (-), mukosa kering (-)
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping
telinga dalam batas normal
5
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-), Sekret (-)
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
11. Thoraks
Barrel Chest (-), simetris, retraksi (-), spider nevi (-), pulsasi
infrasternalis (-), sela iga melebar (-).
Cor:
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II Para Sternalis Line Sinistra
batas kanan atas : SIC II Para Sternalis Line Dextra
batas kiri bawah : SIC V Axila anterior sinistra
batas kanan bawah : SIC IV Media Clavicularis Dextra
Auskultasi: Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular
Pulmo:
Inspeksi : bentuk thoraks normochest, simetris
Palpasi : nyeri tekan (-), vocal fremitus menurun sinistra
Perkusi : pekak pada thorax sinistra
Auskultasi : prolong expirasi (-), ronkhi
Wheezing (-)
12. Abdomen
Inspeksi : flat
Palpasi : undulansi (-), nyeri tekan epigastrium (-)
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
13. Ektremitas
Palmar eritema (-/-)
6
- -
-
- -
akral dingin Oedem
- -
- -
- -
+ +
14. Sistem genetalia: dbn
2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium
Tabel 1. Laboratorium 4 September 2015
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
Hemoglobin 16,1 L.13,5-18 P.12-16 g/dl
Hematokrit 46,1 L.40-54 P.35-47 %
Hitung Eritrosit 5,49 L.4,5-6,5 P.3,0-6,0 10^6/cmm
Hitung Lekosit 9,770 4.000 - 11.000 cell/cmm
Hitung Trombosit 272,000 150,000-450,000 cell/cmm
GDS 112 <140 Mg/dL
SGOT 18 L<43 P<36 U/L
SGPT 18 L<43 P<36 U/L
Ureum 24 20-40 Mg/dL
Kreatinin 0,86 L.0,6-1,1 P.0,5-0,9 Mg/dL
CKMB 0,80 <68 ng/ml
Troponin I 0,10 ≤ 0,6 ng/ml
Analisa Gas Darah
Suhu 36,5
pH 7,43 7,35-7,45
pCO2 50 35-45 mmHg
pO2 126 80-95 mmHg
cHCO3 32,5 21-25 mmol/L
sO2 98,9 %
ctO2 22,8 Vol %
Bace Excess 6,8 -2,5-+2,5 mmol/L
7
Elektrolit
Natrium 139 136-145 mmol/L
Kalium 3,2 3,5-5,1 mmol/L
Calsium 0,77 mmol/L
Clorida 101 97-107 mmol/L
ctHb 16,3 g/dL
Hct 50 %
B. Foto Rongen Thorax
Kesimpulan: Kardiomegali (+)
C. EKG
Kesimpulan: RBBB komplit dan T inversi di lead V1 dan V2
2.5. DIAGNOSIS
Unstable Angina Pectoris dengan HT Emergency
2.6. DIAGNOSIS BANDING
1. Infark Miokard
2. Stable Angina Pectoris
2.7. PENATALAKSANAAN
1. Non Medika mentosa
a. Edukasi tentang penyakitnya
b. Tirah baring head up 30ᵒ
8
c. Pasang Kateter
d. Terapi gizi medis: Diet rendah garam, pembatasan cairan
e. Pembatasan aktivitas
2. Medikamentosa
a. O2 2 L/menit
b. Infus RL 20tpm
c. Inj. Ranitidin 2x1
d. ISDN 3x5 mg
e. Asa 4 tab (80mg)
f. Captopril 3 x 12,5 mg
g. Clopidogrel 4 tab (75mg)
h. Bisoprolol I-0-0 (2,5mg)
i. Arixtra 1 x 2,5mg
2.8. FOLLOW UP
Nama : Tn.S
Diagnosis : UAP
Tabel 2. Flowsheet Penderita
Tanggal Subyektive Obyektive Assesment Therapy
04-09-2015(IGD)
Nyeri dada, sesak
Ku: CmT: 240/130 mmHgN: 80 x/menitRR: 24 x/menitS: 36,2°CRh:
Edema:- -
+ +
Unstable Angina Pectoris
+ Hipertensi emergency
a. O2 2 L/menitb. Infus RL 20tpmc. Inj. Arixtra 1 x 1,5 mg (I)d. ISDN 2x10 mg/ jam target
Nap turun 25%e. ASA 1 x 80 mgf. Amlodipin 10-0-0 mgg. Rimipril 0-0-10 mgh. Bisoprolol I-0-0 (2,5mg)i. Simvastatin 0-0-20mgj. Clopidogrel 1x75mgk. Alprazolam 0-0-0,5l. Laxadine 1xCIMRS ICU (Observasi)
9
- -
- -
- -
05-09-15 ICU Ku: CmT: 103/50 mmHgN: 81 x/menitRR: 24 x/menitS: 36,9°CRh:
Edema:- -
- -
Unstable Angina Pectoris
+ Post HT emergency
Terapi tetap
06-09-15 Pindah ruangSesak, nyeri dada
Ku: CmT: 120/60 mmHgN: 71 x/menitRR: 24 x/menitS: 36,6°C
Unstable Angina Pectoris
+ Post HT emergency
a. O2 2 L/menitb. Infus RL 20tpmc. Inj. Arixtra 1 x 1,5 mg (III)d. ISDN 3x5 mge. ASA 1 x 80 mgf. Amlodipin 10-0-0 mgg. Rimipril 0-0-10 mgh. Bisoprolol I-0-0 (2,5mg)i. Simvastatin 0-0-20mgj. Clopidogrel 1x75mgk. Alprazolam 0-0-0,5l. Laxadine 1xCI
07-09-15 Nyeri dada dan sesak berkurang
Ku: CmT: 110/70 mmHgN: 84 x/menitRR: 22 x/menitS: 36,5°C
Unstable Angina Pectoris
+ Post HT emergency
Terapi tetap-Arixtra stop-Inj. Omeprazole 2x1-Sucralfart 3xCI
08-09-15 Nyeri dada dan sesak berkurang
Ku: CmT: 140/100 mmHgN: 89 x/menitRR: 22 x/menitS: 36°C
Unstable Angina Pectoris
+ Post HT emergency
Terapi tetap
09-09-15 Batuk kering Ku: CmT: 170/110 mmHgN: 76 x/menitRR: 22 x/menitS: 36,6°C
Unstable Angina Pectoris
+ Post HT emergency
Terapi tetap
10
- -
-
- -
10-09-15 Tidak ada keluhan
Ku: CmT: 130/90 mmHgN: 76 x/menitRR: 20 x/menitS: 35,3 °C
Unstable Angina Pectoris
+ Post HT emergency
a. ISDN 3x5 mgb. ASA 1 x 80 mgc. Lisinopril 0-0-10 mgd. Clopidogrel 1 x 75 mge. Bisoprolol I-0-0 (2,5mg)f. Simvastatin 0-0-10mgKontrol ke poli jantung BLPL
11
BAB III
PEMBAHASAN PENYAKIT
3.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG
Gambar 1. Anatomi Jantung
Gambar 2. Vaskularisasi Jantung Bagian Anterior
12
Gambar 3. Vaskularisasi Jantung Bagian Posterior
Gambar 4. Sistem Sirkulasi
13
Gambar 5. Preload, Afterload, Kontraktilitas Jantung
Tekanan darah manusia dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi
perifer. Curah jantung (cardiac output) adalah volume darah yang dipompa
oleh ventrikel setiap menit. Setiap periode tertentu volume darah yang
mengalir melalui sirkulasi pulmonalis di periode tertentu ekuivalen dengan
volume darah yang mengalir ke sirkulasi sistemik. Faktor yang
mempengaruhi curah jantung yaitu frekuensi denyut jantung dan volume
sekuncup (Stroke volume). Volume sekuncup adalah jumlah darah yang
dipompa keluar oleh ventrikel dalam sekali berdenyut. Volume sekuncup
dipengaruhi oleh kontraktilitas otot jantung, volume darah yang kembali ke
jantung atau aliran balik vena menuju atrium (preload) serta volume darah
yang diejeksikan dari ventrikel (afterload).2
3.2. DEFINISI dan ETIOLOGI
Angina adalah nyeri, “ketidaknyamanan”, atau tekanan lokal di
dada yang disebabkan oleh kekurangan pasokan darah (iskemia) pada otot
jantung. Hal ini juga kadang-kadang ditandai oleh perasaan tersedak, sesak
napas dan terasa berat. Kondisi ini juga disebut Angina Pectoris.
14
Biasanya angina merupakan akibat dari penyakit arteri koroner,
penyebab lainnya adalah:
Stenosis katup aorta ( penyempitan katup aorta)
Regurgitasi katup aorta (kebocoran katup aorta)
Stenosis subaortik hipertrofik
Spasme arterial (kontraksi sementara pada arteri yang terjadi secara tiba-
tiba)
Anemia berat
Biasanya mempunyai karakteristik tertentu :
Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya, dengan
penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari
bagian ulnar, punggung/ pundak kiri.
Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa
tertindih/berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah
diafragma, seperti diremas-remas atau dada mau pecah dan biasanya pada
keadaan yang berat disertai keringat dingin dan sesak napas serta perasaan
takut mati. Biasanya bukanlah nyeri yang tajam, seperti rasa ditusuk-
tusuk/ diiris sembilu, dan bukan pula mules. Tidak jarang pasien
mengatakan bahwa ia merasa tidak enak didadanya. Nyari berhubungan
dengan aktivitas, hilang dengan istirahat; tapi tidak berhubungan dengan
gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan ke kanan. Nyeri juga
dapat dipresipitasi oleh stres fisik ataupun emosional.
Kuantitas: nyeri yang pertama kali timbul biasanya agak nyata, dan
beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan
berat maka harus dipertimbangkan sebagai angina tak stabil. (unstable
angina pectoris = UAP) sehingga dimasukkan ke dalam sindrom koronera
akut = acute coronary syndrom = ACS, yang memerlukan perawatan
khusus. Nyeri dapat dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual dalam
hitungan detik sampai beberapa menit. Nyeri tidak terus menerus, tapi
hilang timbul dengan intensitas yang makin bertambah atau makin
berkurang sampai tekontrol. Nyeri yang berlangsung terus menerus
15
sepanjang hari bahkan sampai berhari-hari biasanya bukanlah nyeri angina
pektoris.
Pada tahun 1989 Braunwald menganjurkan dibuat klasifikasi
supaya ada keseragaman. Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan
angina dan keadaan klinik
Beratnya angina :
Kelas I. Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin
bertambah beratnya nyeri dada.
Kelas II. Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam
1bulan, tapi tak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.
Kelas III. Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya
secara akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.
Keadaan klinis :
Kelas A. Angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi
lain atau febris.
Kelas B. Angina tak stabil yang primer, tak ada factor extrakardiak
Kelas C. Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.
Menurut pedoman American Collage of Cardiology (ACC) dan America
Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa
elevasi segmen ST (NSTEMI= non ST elevation myocardial infarction)
ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan
kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakan
miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien
mempunyai keluhan iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun
CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemia, seperti
adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya
gelombang T yang negative. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu
12 jam, maka pada tahap awal serangan, angina tak stabil seringkali tak bisa
dibedakan dari NSTEMI.
16
3.3. PATOMEKANISME
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan
suplay oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri
dan penyempitan lumen arteri koroner (arteriosklerosis koroner). Tidak diketahui
secara pasti apa penyebab arteriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor
tunggal yang bertanggung jawab atas perkembangan arteriosklerosis.
Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya
juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat,
arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan akan mengalirkan banyak darah dan
oksigen ke otot jantung. Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan
atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon
terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan kemudian akan terjadi iskemia
(kekurangan suplai darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi NO (nitrat
oksid) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak
adanya fungsi ini dapat menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus
koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard
berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu
nampak bila belum mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari 75% serta dipicu
dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Oleh
karena itu, sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk
memenuhi kebutuhan eneginya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak
efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH
miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris.
Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen menjadi
adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk
energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya
penimbunan asam laktat, nyeri angina pektoris mereda. Dengan demikian, angina
pektoris adalah suatu keadaan yang berlangsung singkat.1
17
Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya angina pektoris tidak
stabil : 3
1. Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab angina
pektoris tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari
pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak
aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung
jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti banyak
mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi
pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari
timbunan lemak. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi
platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup
pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan
bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat
akan terjadi angin tak stabil.
2. Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu
disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag
dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus
yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada
dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil.
Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor
VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan
trombin dan fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan
platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas,
vasokonstriksi dan pembentukkan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut
berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan
dalam memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.
18
3. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak
stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan pada perubahan dalam tonus pembuluh darah
dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina
prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil, dan mempunyai peran
dalam pembentukan trombus.
4. Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya poliferasi
dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya
perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan
penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia.
5. Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital, penyakit inflamasi
sistemik
3.4 TANDA dan GEJALA
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan
angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih
berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena
aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual,
sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan
jasmani seringkali tidak ada yang khas. 3
3.5 DIAGNOSIS
1) EKG (Elektrokardiogram) 3
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi
resiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru
menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga
menunjukkan salah satu tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST
kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik
19
untuk iskemia dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak stabil 4%
mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga normal.
2) Uji latih
Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan tanda
resiko tinggi perlu pemerikasaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya
negatif maka prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-lebih bila
didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan
pemeriksaan angiografi koroner, untuk menilai keadaan pembuluh koronernya
apakah perlu tindakan revaskularisasi (PCI atau CABG) karena resiko terjadinya
komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup besar.
3) Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina
tak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri,
adanya insufesiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung,
menandakan prognosis kurang baik. Ekokardiografi stres juga dapat membantu
menegakkan adanya iskemia miokardium.
4) Laboratorium
Pemerikasaan troponin T dan CKMB telah diterima sebagai petanda paling
penting dalam diagnosis SKA. Menurut European Society of Cardiology (ESC)
dan ACC dianggap mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24 jam.
Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko kematian bertambah dengan
tingkat kenaikan troponin. CKMB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga
ditemukan di tot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan
meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.3
Enzim-enzim jantung yang bermanfaat dalam diagnosis dan pemantauan MCI :4
a. SGOT/ AST : naik sekitar 6-8 jam setelah mulainya MCI dan mencapai
kadar normal pada hari ke-5. SGOT juga meninggi. SGOT juga meninggi
pada penyakit hati, nekrosis otot, ginjal, otak, dan lain-lain.
b. LDH : Kadarnya akan naik dalam waktu 24 jam setelah terjadinya MCI,
mencapai kadar tertinggi pada hari ke-4 dan menjadi normal kembali
20
dalam waktu 8-14 hari. Isoenzim terpenting adalah α HBDH (LDH 1).
LDH juga dapat meninggi pada penyakit parenkim hati, anemia
megaloblastik, leukemia,hemolisis darah) dan lainnya.
c. CK/CPK : Kadar CK naik sekitar 6 jam setelah berjangkitnya MCI dan
pada kasus-kasus tanpa penyulit mencapai kadar tertinggi dalam waktu 24
jam untuk menjadi normal kembali dalam waktu 72-96 jam.
d. Tes CKMB : CKMB adalah isoenzim CK yang spesifik untuk sel otot
jantung karena itu kenaikan aktivitas CKMB lebih mencerminkan
kerusakan otot jantung. Kadar CKMB seperti CK (total) mulai naik 6 jam
setelah mulainya MCI, mencapai kadar tertinggi lebih kurang 12 jam
kemudian dan biasanya lebih cepat mencapai kadar normal daripada CPK
yaitu dalam waktu 12-48 jam. Sensitivitas tes CKMB sangat baik (hampir
100%) dengan spesifitas agak rendah. Untuk meningkatkan ketelitian
penentuan diagnosis MCI dapat digunakan rasio antara CKMB terhadap
CK total, dan tes-tes tersebut diperiksa selama 36 jam pertama setalah
onset penyakit maka diagnosis MCI dapat dianggap pasti.
e. Troponin
Dibedakan menjadi 3 tipe yaitu C, I, dan T dimana I dan T lebih spesifik
untuk otot jantung. Troponin adalah protein spesifik berasal dari miokard
(otot jantung), kadarnya dalam darah naik bila terjadi kerusakan pada otot
jantung. Kadar troponin dalam darah mulai naik dalam waktu 4 jam
setelah permulaan MCI, selanjutnya meningkat terus dan dapat diukur satu
minggu. Tes troponin tidak diperiksa tersendiri, sebaiknya disertai dengan
pemeriksaan laboratorium lain seperti CKMB, CK, CRP,hsCRP, dan AST.
3.6 PENATALAKSANAAN
Tindakan Umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif koroner, pasien
perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin
atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah
mendapat nitrogliserin.
21
Terapi Medika Mentosa 3
1. Obat anti-iskemia
a. Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol
perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat
mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen (Oxygen demand). Nitrat
juga menambah oksigen suplay dengan vasodilatsai pembuluh koroner dan
memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau
isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau infus intravena. Dosis
pemberian intravena : 1-4 mg/jam. Bila keluhan sudah terkendali maka
dapat diganti dengan per oral.
Preparat :
Nitrogliserin : Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual
Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit
Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit
Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual
Isodil 5-10 mg tablet sublingual
Cedocard 5-10 mg tablet sublingual
b. β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui
efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai
macam beta-blocker seperti propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra
indikasi pemberian penyekat beta antra lain dengan asma bronkial,
bradiaritmia.
c. Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan
menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis kalsium:
golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan
penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek
inotropik negatif juga kecil. Contoh: nifedipin.
golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki survival dan
mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi
ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload
memberikan keutungan pada golongan nondihidropiridin pada sindrom
22
koroner akut dengan faal jantung normal. Contoh : verapamil dan
diltiazem.
2. Obat anti-agregasi trombosit
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tidak stabil
maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang
terbukti bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.
a. Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat
mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non
fatal dari 51% sampai 72% pada pasien dengan angina tidak stabil. Oleh
karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur hidup dengan dosis
awal 160mg/ hari dan dosis selanjutnya 80 sampai 325 mg/hari.
b. Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan
obat kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan
aspirin. Dalam pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping
granulositopenia.
c. Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang dapat
menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin .
Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan kematian
kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75
mg/hari.
d. Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan
terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa
menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat
dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. Pada saat ini ada 3 macam
obat golongan ini yang telah disetujui :
absiksimab suatu antibodi mooklonal
eptifibatid suatu siklik heptapeptid
tirofiban suatu nonpeptid mimetik
23
Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak stabil maupun
untuk obata tambahan dalam tindakan PCI terutama pada kasus-kasus
angina tak stabil.
3. Obat anti-trombin
a. Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai
polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang
berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan heparin akan bekerja
menghambat trombin dan dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein plasma,
sel darah, sel endotel yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat
ini juga diperlukan pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya kemungkinan
heparin induced thrombocytopenia (HIT).
b. Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida heparin.
Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap
protein plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia
ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan
pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan secara
subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium.
c. Direct Thrombin Inhibitors
Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan karena
bekerja langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh
plasma protein maupun platelet factor 4. Hirudin dapat menurunkan angka
kematian dan infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan bertambah.
Bivalirudin telah disetujui untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak
stabil yang menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan
heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat heparin (HIT).
4. Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan
iskemi berat dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan
24
penyempitan di left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai
faal ventrikel kiri yang kurang tindakan operasi bypass (CABG) mengurangi
masuknya kembali ke rumah sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih
baik dengan penyempitan pada satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah
atau bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan utama.
Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal coronary
angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat menurunkan serangan
angina klasik. Dengan PTCA,lesi aterosklerotik didilatasi oleh sebuah kateter
yang dimasukkan melalui kulit ke dalam arteri femoralis atau brakialis dan di
dorong ke jantung. Setelah berada di pembuluh yag sakit, balon yang ada di
kateter digembungkan. Hal ini akan memecahkan plak dan meregangkan arteri.
Dengan bedah pintas, potongan arteri koroner yang sakit diikat, dan diambil arteri
atau vena dari tempat lain untuk dihubungkan ke bagian yang tidak sakit. Aliran
darah dipulihkan melalui pembuluh baru ini. Pembuluh yang paling sering
ditransplantasikan adalah vena safena atau arteri mamaria interna. Pemasangan
selang artificial atau stent ke dalam arteri agar tatap terbuka kadang-kadang
dilakukan dengan keberhasilan yang bervariasi. Bedah pintas koroner
menghilangkan nyeri angina tetapi tampaknya tidak mempengaruhi mortalitas
jangka-panjang.1
Terapi Non Medika Mentosa 1
1. Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah (penurunan
volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan kecepatan
denyut jantung). Hal ini menurukan kerja jantung sehingga kebutuhan
oksigen juga berkurang. Posisi duduk adalah postur yang dianjurkan
sewaktu beristirahat. Sebaliknya berbaring, meningkatkan aliran balik
darah ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume diastolik akhir,
volume sekuncup dan curah jantung.
2. Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.
25
3.7 KOMPLIKASI
1. Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi
akibat kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah respon letal
terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel
miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan
oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP
secara aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan energinya.1
2. Aritmia
Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering didapat dan
dapat berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah jantung dan tekanan
darah turun banyak, berpengaruh terhadap aliran darah ke otak, dapat juga
menyebabkan angina, gagal jantung.3
3. Gagal Jantung
Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal
jantung disebabkan disfungsi diastolik atau sistolik. Gagal jantung
diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal jantung sistolik. Gagal
jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang lama (kronis). Disfungsi
sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada ventrikel,
biasanya berasal dari infark miokard.1
3.8 PROGNOSA
Pada angina tidak stabil bila dapat didiagnosis dengan tepat dan cepat serta
memberikan pengobatan yang tepat dan agresif maka dapat menghasilkan
prognosis yang baik. Namun bila tidak dapat menimbulkan kematian.
26
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Angina pektoris tidak stabil merupakan suatu gejala atau sindrom yang
menandakan adanya iskemi pada sel-sel otot jantung. Iskemi tersebut timbul
akibat ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen pada jantung yang
biasanya terjadi karena arterosklerosis. Sindrom tersebut timbul dengan rasa nyeri
pada kiri dan dapat menyebar ke lengan kiri, punggung, rahang, atau ke daerah
abdomen. Angina tidak stabil dapat terjadi pada saat istirahat atau saat melakukan
kerja dan dapat disertai dengan keluhan seperti mual, muntah,sesak napas, dan
keringat dingin.
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri
dada hilang timbul seperti ditusuk-tusuk, nyeri timbul saat aktivitas berat, seperti
angkat beban. Nyeri kadang menjalar ke lengan sebelah kiri, nyeri tidak sembuh
dengan istirahat. Nyeri yang dirasakan paling lama sekitar 20 menit dan disertai
keringat dingin.
Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan sakit maag. Keluarga
pasien juga memiliki riwayat hipertensi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah tinggi, nadi cepat, tanda-tanda pembesaran jantung. Pada
pemeriksaan penunjang EKG didapatkan gambaran RBBB komplit dan T inversi di
lead V1 dan V2. Sedangkan pada foto rontgen thoraks didapatkan gambaran
kardiomegali. Berdasarkan data tersebut, Tn.S didiagnosis dengan Unstable
Angina Pectoris.
Prinsip penatalaksanaan pada pasien Angina Pectoris adalah mencegah
kematian dan terjadinya serangan jantung (infark), mencegah beberapa komplikasi
Angina Pectoris, serta mengendalikan faktor resiko yang mendukung terjadinya
Angina Pectoris.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2009.hal.492-504.
2. Fauci, et al.,(ed). 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine ed 17th
Vol 2. The McGraw-Hills Companies. USA.
3. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II.Edisi ke-5.Jakarta:Interna
Publishing;2009.hal.1728-34.
4. E.N.Kosasih dan A.S.Kosasih. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium
klinik. Jakarta: Karisma Publishing;2008.hal.326-8.
28