266551742-padi-SRI

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi adalah tanaman pangan yang digunakan sebagai bahan makanan utama hampir 90 persen penduduk Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa beras merupakan bahan makanan pokok utama dan sangat dominan di Indonesia yang memiliki kedudukan sangat penting dan telah menjadi komoditas strategis. Jumlah penduduk Indonesia pada saat ini yang mencapai lebih dari 220 juta orang dengan tingkat konsumsi beras 135 kg per kapita per tahun, maka ketersediaan beras memegang peranan penting bagi ketahanan pangan. Dalam penyediaan beras, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala yang berkaitan dengan terbatasnya kapasitas produksi nasional yang disebabkan oleh: konversi lahan pertanian ke non pertanian, menurunnya kualitas dan kesuburan tanah, terbatas dan tidak pastinya ketersediaan air irigasi akibat perubahan iklim dan persaingan pemanfaatan sumber daya air, serta tidak pastinya pola hujan akibat perubahan iklim global. Untuk memenuhi kebutuhan beras Nasional salah satu cara pemerintah adalah melakukan impor. Oleh karena itu 1

description

makalah padi sri ini berguna untuk sebagai panduan untuk melakukan budidaya padi secara sri

Transcript of 266551742-padi-SRI

BAB I 

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Tanaman padi adalah tanaman pangan yang digunakan sebagai bahan

makanan utama hampir 90 persen penduduk Indonesia. Sehingga dapat dikatakan

bahwa beras merupakan bahan makanan pokok utama dan sangat dominan di

Indonesia yang memiliki kedudukan sangat penting dan telah menjadi komoditas

strategis.

Jumlah penduduk Indonesia pada saat ini yang mencapai lebih dari 220

juta orang dengan tingkat konsumsi beras 135 kg per kapita per tahun, maka

ketersediaan beras memegang peranan penting bagi ketahanan pangan. Dalam

penyediaan beras, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala yang berkaitan

dengan terbatasnya kapasitas produksi nasional yang disebabkan oleh: konversi

lahan pertanian ke non pertanian, menurunnya kualitas dan kesuburan tanah,

terbatas dan tidak pastinya ketersediaan air irigasi akibat perubahan iklim dan

persaingan pemanfaatan sumber daya air, serta tidak pastinya pola hujan akibat

perubahan iklim global.

Untuk memenuhi kebutuhan beras Nasional salah satu cara pemerintah

adalah melakukan impor. Oleh karena itu berbagai upaya memenuhi kebutuhan

beras dari produksi padi dalam negeri dan menekan serta menghilangkan impor

beras adalah melalui ekstensifikasi dan intensifikasi lahan tanaman padi dengan

penerapan inovasi teknologi budidaya padi.

Inovasi metode yang mampu meningkatkan produksi padi salah satunya

dengan pendekatan metode System of Rice Intensification (SRI). SRI merupakan

suatu teknik budidaya padi dengan memanfaatkan teknik pengelolaan tanaman,

tanah, air dan unsur hara.

1

Melalui teknologi SRI diharapkan mampu meningkatkan produktivitas

tanaman padi 50 persen bahkan mampu mencapai 100 persen. Selain itu, teknik

budidaya padi SRI merupakan sistem pertanian yang ramah lingkungan karena

mengutamakan penggunaan bahan organik sehingga mampu mendukung terhadap

pemulihan kondisi lahan yang cenderung mengalami penurunan fungsi

lahan.Setelah mempelajari Metode Budidaya Padi SRI ini Mahasiswa diharapkan

dapat:

1. Memahami Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI;

2. Memahami Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI;

SRI, kependekan dari System of Rice Intensification adalah salah satu inovasi

metode budidaya padi yang diperkenalkan pada tahun 1983 di Madagaskar oleh

pastor sekaligus agrikulturis asal Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang telah

bertugas di Madagaskar sejak 1961. Hasil metode SRI sangat memuaskan dimana

pada beberapa tanah tidak subur dengan produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang

menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani

memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI

minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa

dipakai petani.

1.2     Rumusan Masalah

Dalam hal ini penulis akan mencoba untuk membahas

tentang “Teknologi Budidaya Padi dengan Metode SRI “ yaitu sebagai berikut :

1. Apa hubungan SRI dengan budidaya padi organik?

2. Bagaimana Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI?

3. Bagaimana Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI?

4. Bagaimana Keunggulan Budidaya Padi dengan Metode SRI?

1.3     Tujuan Penulisan

Pada dasarnya bahwa setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang

tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai, begitupun dengan

2

penulisan Paper ilmiah ini.Untuk lebih jelasnya, penulisan makalah ini

mempunyai tujuan yang ingin dicapainya, tujuannya adalah sebagai berikut :

1. Penulis ingin mengetahui, Apa hubungan SRI dengan budidaya pada organic?

1.    Penulis ingin mengetahui, Bagaimanakah Prinsip Budidaya Padi dengan

Metode SRI ?

2.    Penulis ingin mengetahui, Bagimanakah Teknik Budidaya Padi dengan

Metode SRI?

3.    Penulis ingin mengetahui, Bagaimanakah Keunggulan Budidaya Padi dengan

Metode SRI?

1.4   Manfaat

Paper yang disusun penulis memiliki beberapa manfaat, antara lain :

1. Untuk mendorong peningkatan pengetahuan mahasiswa dengan

mengetahuiTeknik Budidaya Padi dengan menggunakan Metode SRI.

2. Untuk merubah pola pikir, sikap dari Mahasiswa agar bagaimana bisa

belajar bersama-sama berbagi informasi antara mahasiswa dengan petani

dan belajar untuk memecahkan masalah.

3. Tentu saja untuk menumbuhkan minat Mahasiswa untuk bisa melakukan

Teknologi Budidaya Padi yang baik agar kesejahteraan masyarakat secara

keseluruhan juga akan meningkat.

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hubungan SRI dengan Budidaya Padi Organik

Beberapa praktek di berbagai negara menemukan bahwa metode SRI

berhasil menekan serendah mungkin input produksi.  Hal ini sejalan dengan upaya

para aktivis pertanian organik untuk mengolah tanah secara berkelanjutan.

Hasilnya, ditemukan hubungan konservasi air pada sistem budidaya padi SRI

dengan upaya konservasi tanah yang dianut pada budidaya padi organik. Saat ini,

banyak para petani organik yang menerapkan budidaya padi dengan metode SRI.

Pola pertanian padi SRI organik merupakan perpaduan antara metode

budidaya padi SRI yang pertamakali dikembangkan di Madagaskar, dengan

metode budidaya padi organik dalam praktek pertanian organik. Metode ini akan

meningkatkan fungsi tanah sebagai media tumbuh dan sumber nutrisi tanaman.

Dengan sistem SRI organik daur ekologis akan berlangsung dengan baik karena

memanfaatkan mikroorganisme tanah secara natural. Pada gilirannya

keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan akan sellalu terjaga. Di sisi

lain, produk yang dihasilkan dari metode ini lebih sehat bagi konsumen karena

terbebas dari paparan zat kimia berbahaya.

Melalui sistem ini kesuburan tanah dikembalikan sehingga daur-daur

ekologis dapat kembali berlangsung dengan baik dengan memanfaatkan

mikroorganisme tanah sebagai penyedia produk metabolit untuk nutrisi tanaman.

Melalui metode ini diharapkan kelestarian lingkungan dapat tetap terjaga dengan

baik, demikian juga dengan produk akhir yang dihasilkan, yang notabene lebih

sehat bagi konsumen karena terbebas dari paparan zat kimia berbahaya.

Pemilihan metode budidaya padi organik secara SRI bisa menghasilkan

produk akhir berupa beras organik yang memiliki kualitas tinggi sebagai beras

sehat, dilihat dari beberapa aspek berikut:

4

Aspek lingkungan, dengan menghilangkan penggunaan pupuk dan obat-

obatan kimia dan manajemen penggunaan air yang terukur secara tidak

langsung telah membantu mengkonservasi lingkungan.

Aspek kesehatan, bagi konsumen produk yang dihasilkan akan lebih sehat

dan menyehatkan, karena tidak terkandung residu zat kimia berbahaya

yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit dalam tubuh manusia.

Produktivitas tinggi, bagi produsen atau petani, penerapan metode ini bisa

meningkatkan hasil panen yang pada giliranya menghasilkan keuntungan

maksimal.

Kualitas yang tinggi, produk  yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih

baik dibanding dengan produk konvensional, sehingga harganya pun

tentunya akan lebih baik.

2.2 Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of Rice

Intensification)

Pemilihan metode budidaya padi secara SRI bisa menghasilkan produk

akhir berupa beras  yang memiliki kualitas tinggi sebagai beras sehat karena

dilakukan secara organik. Melalui metode ini diharapkan kelestarian lingkungan

dapat tetap terjaga dengan baik, demikian juga dengan produk akhir yang

dihasilkan, yang notabene lebih sehat bagi konsumen karena terbebas dari paparan

zat kimia berbahaya.Adapun Prinsip-prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI

adalah sebagai berikut :

Tanam bibit muda berusia antara 7 – 12 hari setelah semai (HSS) ketika

bibit masih berdaun 2 (dua) helai. Penggunaan bibit muda berkaitan

dengan bahwa penggunaan bibit padi yang berumur 5 – 15 HSS

menghasilkan pertumbuhan tanaman lebih cepat karena daya jelajah akar

lebih jauh sehingga perkembangan akar menjadi maksimal pada akhirnya

kebutuhan nutrisi tanaman tercukupi. Selain itu, penggunaan bibit berumur

10 hari, akan menghasilkan jumlah anakan maksimal 30 – 50 batang

dalam setiap rumpunnya.

5

Tanam tunggal atau tanam bibit satu lubang satu bibit.Penggunaan satu

bibit per lubang tanam bermanfaat untuk mengurangi kompetisi serta

meningkatkan potensi anakan produktif per rumpun.

Jarak tanam yang lebar dengan lebar, yaitu: 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 40 x

40 cm atau bahkan lebih. Penggunaan jarak tanam lebar bertujuan untuk

meningkatkan jumlah anakan produktif. Penggunaan jarak tanam yang

cukup lebar didasarkan pada kebutuhan makanan bagi tanaman,

mendorong pertumbuhan akar secara maksimal, dan memaksimalkan sinar

matahari yang masuk secara optimal. Selain itu, dengan menggunakan

jarak tanam yang cukup, tanaman dapat tumbuh berkembang dengan baik

dan menghasilkan produksi secara baik pula.

Pindah tanam harus segera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-

hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal.

Sistem pengairan intermitten atau sistem pengairan berselang.Pengairan

teknik berselang, yaitu air di areal pertanaman diatur pada kondisi

tergenang dan kering secara bergantian dalam periode tertentu, dimana

pemberian air maksimum 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu

dikeringkan sampai pecah. Padi merupakan tanaman tumbuh optimal pada

tanah yang lembab dan becek sebagai syarat tumbuh. Untuk itu, tanaman

padi sebenarnya tidak perlu air yang melimpah (penggenangan), namun

juga tidak dalam situasi tanah kering. Dengan pengaturan air yang baik,

akan terjaga aerasi tanah yang baik pula dimana aerasi yang baik adalah

syarat tumbuh yang baik bagi tanaman padi. Apabila sawah selalu

digenangi air maka aerasi (siklus udara dalam tanah) tidak masimal

sehingga tanah menjadi asam.

Penyiangan sejak awal sekitar umur 10 hari dan diulang 2 - 3 kali dengan

interval 10 hari.

Penggunaan pupuk organik dan pestisida organik.

Keunggulan dari metode SRI, antara lain:

Dengan sistem pengairan berselang, pemakaian air dapat dihemat hingga

50 persen. Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen pemberian

6

air maksimum 2 cm paling baik kondisi macak-macak sekitar 5 mm dan

terdapat periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi terputus).

Tanam bibit muda mampu mengurangi stres tanaman saat di pindahtanam.

Hemat biaya, karena hanya membutuhkan benih sebanyak 5 kg/ha, tidak

membutuhkan biaya pencabutan bibit, tidak membutuhkan biaya pindah

bibit, meminimalkan tenaga tanam, dan lain-lain.

Hemat waktu, ditanam pada saat bibit berumur muda yaitu 7 - 12 hari

setelah semai sehingga waktu panen akan lebih awal.

Produksi meningkat, bahkan di beberapa tempat mampu mencapai 11

ton/ha atau bahkan lebih.

Ramah lingkungan, secara bertahap penggunaan pupuk kimia akan

dikurangi dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik

(kompos, kandang dan MOL), begitu juga penggunaan pestisida.

2.3    Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI

1.     Penyiapan dan Pengolahan Lahan

Proses awal pengolahan lahan adalah dengan dibajak untuk membalikkan

tanah dan memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan juga menghancurkan

gulma setelah sebelumnya lahan digenangi air selama beberapa hari agar tanahnya

menjadi lunak. Setelah pembajakan pertama lahan sawah dibiarkan tergenang

beberapa hari dan kemudian dilakukan pembajakan kedua. Kedalaman dari

pelumpuran lahan turut menentukan pertumbuhan tanaman dan sebaiknya

kedalaman pelumpuran tersebut setidaknya mencapai 30 cm. Selain itu juga

dilakukan perbaikan pematang sawah agar lahan sawah tidak bocor dan tidak

ditumbuhi tanaman liar dan untuk menghindari tikus bersarang di pematang

sawah.

Pupuk organik (kompos/kandang) sebagai pupuk dasar dapat ditebarkan

sebelum pekerjaan penggaruan sehingga pada saat digaru pupuk organik

(kompos/kandang) dapat bercampur dengan tanah sawah atau juga dapat ditebar

setelah proses pembajakan, sehingga pupuk organik (kompos/kandang) dapat

tercampur dengan tanah sawah secara merata dan tidak terbuang terbawa aliran

7

air. Penggaruan selain untuk makin memperhalus butiran tanah sehingga menjadi

lumpur juga sekaligus bertujuan untuk meratakan lahan.

Jumlah penggunaan pupuk organik sebagai pupuk dasar yang ideal adalah

sebanyak 1 kg untuk setiap 1 m2 luas lahan atau sebanyak 10 ton per hektar. Hal

ini berkaitan bahwa kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan

sistem konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim

taman. Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik dapat

berkurang disesuaikan dengan kebutuhan.

Perataan lahan merupakan proses yang sangat penting karena lahan harus

benar-benar rata dan datar sehingga akan memudahkan dalam pengaturan air

nantinya sesuai dengan keperluan. Selanjutnya area penanaman padi parit keliling

dan melintang petak atau dibuat dalam baris-baris atau petakan yang dipisahkan

dengan jalur pengairan/parit dengan lebar petakan sekitar 2 m untuk memudahkan

dan meratakan rembesan air ke seluruh area tanaman padi dan membuang

kelebihan air. Dapat juga letak dan jumlah parit pembuang disesuaikan dengan

bentuk dan ukuran petak, serta dimensi saluran irigasi.

2.    Persiapan Benih

Untuk mendapatkan benih yang bermutu baik atau bernas, harus terlebih

dahulu diadakan pengujian benih. Pengujian benih dilakukan dengan cara

penyeleksian menggunakan larutan air garam dengan langkah sebagai berikut:

1) Masukkan air bersih ke dalam ember/panci, kemudian berikan garam dan

aduk sampai larut.

2) Masukkan telur ayam/itik/bebek yang mentah ke dalam larutan garam ini.

Jika telur belum mengapung maka perlu penambahan garam kembali.

Pemberian garam dianggap cukup apabila posisi telur mengapung pada

permukaan larutan garam karena berat jenisnya menjadi lebih rendah

daripada air garam.

3) Masukkan benih padi yang akan diuji ke dalam ember/panci yang berisi

larutan garam. Aduk benih padi selama kira-kira satu menit.

8

4) Pisahkan benih yang mengambang dengan yang tenggelam. Benih yang

tenggelam adalah benih yang bermutu baik atau bernas.

5) Benih yang baik atau bernas ini, kemudian dicuci dengan air biasa sampai

bersih. Dengan indikasi bila digigit, benih sudah tidak terasa garam.

Benih yang telah diuji tersebut, kemudian direndam dengan menggunakan air

biasa. Perendaman ini bertujuan untuk melunakkan sekam gabah sehingga dapat

mempercepat benih untuk berkecambah. Perendaman dilakukan selama 24 sampai

48 jam.

Benih yang telah direndam kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam

karung yang berpori-pori atau wadah tertentu dengan tujuan untuk memberikan

udara masuk ke dalam benih padi, dan kemudian disimpan di tempatyang lembab.

Penganginan dilakukan selama 24 jam.

3.    Persemaian Benih

Persemaian dengan metode SRI dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

persemaian pada lahan dan persemaian dengan media tempat. Persemaian pada

lahan adalah persemaian yang langsung dilakukan di lahan pertanian, seperti pada

sistem konvensional. Sedangkan persemaian dengan media tempat yaitu

persemaian yang menggunakan wadah berupa kotak/besek/wonca/pipiti yang

ditempatkan di areal terbuka untuk mendapatkan sinar matahari.

Pembuatan media persemaian dengan penggunaan wadah ini dimaksudkan

untuk memudahkan pengangkutan dan penyeleksian benih. Untuk lahan seluas

satu hektar dibutuhkan wadah persemaian dengan ukuran 20 cm x 20 cm

sebanyak 400 – 500 buah. Kotak/besek/wonca/pipiti bisa juga diganti dengan

wadah lain seperti pelepah pisang atau belahan buluh bambu. Pembuatan media

persemaian dengan menggunakan wadah dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1) Mencampur tanah dengan pupuk organik dengan perbandingan 1:1.

2) Sebelum wadah tempat pembibitan diisi dengan tanah yang sudah

dicampur dengan pupuk organik, terlebih dahulu dilapisi dengan daun

pisang atau plastik dengan tujuan untuk mempermudah pencabutan dan

9

menjaga kelembaban tanah, kemudian tanah dimasukkan dan disiram

dengan air sehingga tanah menjadi lembab.

3) Tebarkan benih ke dalam wadah. Jumlah benih per wadah antara 300 –

350 biji.

4) Setelah benih ditabur, kemudian tutup benih dengan arang sekam sampai

rata menutupi benih.

5) Persemaian dapat diletakkan pada tempat-tempat tertentu yang aman dari

gangguan ayam atau binatang lain.

6) Selama masa persemaian, lakukan penyiraman setiap pagi dan sore apabila

tidak turun hujan agar media tetap lembab dan tanaman tetap segar.

Pada pembuatan media persemaian pada lahan, tanah untuk penyemaian tidak

menggunakan tanah sawah tetapi menggunakan tanah darat yang gembur yang

dicampur dengan pupuk organik/kompos dengan perbandingan 2:1 atau 1:1 dan

dapat juga ditambah abu bakar agar medianya semakin gembur sehingga benih

mudah diambil dari penyemaian untuk menghindari putusnya akar. Luas area

untuk penyemaian ideal adalah sekitar 20 m2 untuk setiap 5 kg benih.

Penyemaian yang dilakukan di sawah, tempat penyemaian dibuat menjadi

berupa guludan dengan ketinggian tanah sekitar 15 cm, lebar sekitar 125 cm dan

seluruh pinggirannya ditahan dengan papan, triplek atau batang pisang untuk

mencegah erosi. Benih yang sudah ditebar kemudian ditutup lagi dengan lapisan

tipis tanah atau kompos atau abu bakar untuk mempertahankan kelembabannya

kemudian ditutup lagi dengan jerami atau daun kelapa untuk menghindari

dimakan burung dan gangguan dari air hujan sampai tumbuh tunas dengan tinggi

sekitar 1 cm.

4.    Penanaman

Sebelum penanaman terlebih dahulu dilakukan penyaplakan dengan

memakai caplak agar jarak tanam pada areal persawahan menjadi lurus dan rapi

sehingga mudah untuk disiang. Caplak berfungsi sebagai penggaris dengan jarak

tertentu. Variasi jarak tanam diantaranya: jarak tanam 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 35

x 35 cm, atau jarak tertentu lainnya. Penyaplakan dilakukan seeara memanjang

10

dan melebar dimana setiap pertemuan garis dari hasil penggarisan dengan caplak

adalah tempat untuk penanaman 1 bibit padi.

Bibit ditanam pada umur muda yaitu berumur 7 – 12 hari setelah semai

(hss) atau ketika bibit masih berdaun 2 helai. Pengambilan bibit pada persemaian

di lahan sawah dilakukan dengan hati-hati dengan cara diambil dengan media

tanam (tanah) dengan ketebalan sekitar 10 cm. Pengambilan bibit pada

persemaian tidak dianjurkan dengan cara dicabut/ditarik kemudian diikat dan

ditumpuk. Kemudian kumpulan bibit tersebut ditempatkan dalam suatu wadah

seperti pelepah pisang, potongan bambu atau lainnya untuk memudahkan

memindahkan ke tempat penanaman. Pemindahan dan penanaman harus

dilakukan secepat mungkin dalam waktu kurang dari 30 menit untuk menghindari

trauma dan shok. Sedangkan bibit yang ditanam menggunakan wadah akan lebih

mudah membawanya ke tempat penanaman.

Bibit padi ditanam tunggal atau satu bibit perlubang. Penanaman harus

dangkal dengan kedalaman 1 – 1,5 cm serta bentuk perakaran saat penanaman

horizontal seperti huruf L dengan kondisi tanah sawah saat penanaman tidak

tergenang air.

5.    Penyiangan

Penyiangan (gosrok/matun) dilakukan dengan mempergunakan alat

penyiang seperti gasrok, landak atau rotary weeder atau dengan alat jenis apapun

dengan tujuan untuk membasmi gulma dan sekaligus penggemburan tanah.

Penyiangan dengan gasrok atau mempergunakan rotary weeder, selain dapat

mencabut rumput, juga dapat menggemburkan tanah di celah-celah tanaman padi.

Penggemburan tanah bertujuan agar tercipta kondisi aerob di dalam tanah yang

dapat berpengaruh baik bagi akar-akar tanaman padi yang ada di dalam tanah.

Penyiangan dilakukan minimal 3 kali. Penyiangan pertama dilakukan pada

saat tanaman berumur 10 hari setelah tanam (HST) dan selanjutnya penyiangan

11

kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 20 HST. Penyiangan ketiga pada

umur 30 HST dan penyiangan keempat pada umur 40 HST.

6.    Pemupukan

Pemupukan bertujuan untuk mempertahankan status hara dalam tanah,

menyediakan dan menambahkan unsur hara secara seimbang bagi pertumbuhan

atau perkembangan tanaman, serta meningkatkan produktivitas tanaman.

Pemupukan untuk menambahkan unsur hara dapat dilakukan dengan

penyemprotan pupuk organik cair (POC) atau dapat juga disebut dengan MOL

(mikroorganisme lokal). Penyemprotan MOL tidak hanya memberikan tambahan

unsur hara ke dalam tanah, tetapi juga menambahkan kelimpahan bakteri pengurai

ke dalam tanah untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan

mengurai hara yang komplek menjadi lebih sederhana agar lebih cepat diserap

oleh tanaman. Selain itu, penyemprotan MOL sebainya di arahkan ke tanah bukan

ke tanaman.

Konsentrasi larutan dalam penyemprotan MOL diharapkan jangan terlalu

pekat untuk menghindari terjadinya proses dekomposisi yang berlebihan pada

tanah yang mengakibatkan akan menguningnya tanaman untuk sementara karena

unsur N yang ada dipergunakan oleh bakteri pengurai untuk aktivitasnya. Proses

dekomposisi yang berlebihan juga akan terjadi bila menggunakan pupuk kandang

atau daun-daunan segar secara langsung ke sawah tanpa proses pengkomposan

terlebih dahulu sehingga tidak baik bila diaplikasikan pada sawah yang sudah ada

tanaman padinya. Tetapi resiko penggunaan MOL atau POC yang berlebihan atau

terlalu pekat tetap akan jauh lebih ringan daripada penggunaan bahan kimia.

Interval penyemprotan MOL dilakukan setiap 10 hari sekali, dimana

penyemprotan MOL kaya kandungan N dapat dilakukan pada usia tanaman padi

10 – 40 hari setelah tanam (HST) tetapi penyemprotan MOL kaya N juga dapat

dilakukan kapanpun apabila diperlukan pada kondisi padi terlihat mengalami

kahat/kekurangan N dengan gejala daun menguning. Penyemprotan MOL yang

kaya P dan K sebanyak 2 atau 3 kali saat tanaman padi sudah memasuki usia

12

sekitar 60 HST untuk memperbaiki kualitas pengisian gabah dengan interval

penyemprotan setiap 10 hari.

Sehingga, penyemprotan dengan MOL dapat dilakukan sebagai berikut:

1) Penyemprotan I, dilakukan pada saat umur 10 HST, dengan menggunakan

MOL yang terbuat dari daun gamal, rebung atau keong mas dengan dosis

20 liter/ha.

2) Penyemprotan II, dilakukan pada saat umur 20 HST, dengan

menggunakan MOL yang terbuat dari daun gamal, rebung atau keong mas,

dengan dosis 30 liter/ha.

3) Penyemprotan III, dilakukan pada saat umur 30 HST, dengan

menggunakan MOL yang terbuat dari urine sapi, rebung atau keong mas,

dengan dosis 30 liter/ha.

4) Penyemprotan IV, dilakukan pada saat umur 40 HST, dengan

menggunakan MOL yang terbuat dari batang pisang, dengan dosis 30

liter/ha.

5) Penyemprotan V, dilakukan pada saat umur 50 HST, dengan

menggunakan MOL yang terbuat dari serabut kelapa, dengan dosis 30

liter/ha.

6) Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 60 HST, dengan

menggunakan MOL yang terbuat dari buah-buahan, sayur-sayuran atau

nasi dengan dosis 30 liter/ha.

7) Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 70 HST, dengan

menggunakan MOL yang terbuat dari buah-buahan, sayur-sayuran atau

nasi, dengan dosis 30 liter/ha.\

8) Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 80 HST, dengan

menggunakan MOL yang terbuat dari terasi, dengan dosis 30 liter/ha.

7.    Pengelolaan Air

Pola pengaturan air dengan pendekatan teknologi SRI adalah dengan

pengairan berselang atau intermitten. Pengairan berselang adalah pengaturan

13

kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian sesuai fase

pertumbuhan tanaman dan kondisi lahan.

Pengairan berselang dapat menghemat pemakaian air antara 15 – 30 persen tanpa

menurunkan hasil panen.

Proses pengelolaan air dengan pengairan berselang dapat dilakukan sebagai

berikut:

1) Tanam bibit dalam kondisi sawah macak-macak (ketinggian genangan ±

0,5 cm).

2) Pergiliran air dilakukan selang 3 – 5 hari, tinggi genangan pada hari

pertama maksimal 3 cm dan lahan sawah diairi lagi pada hari ke 5. Cara

pengairan ini berlangsung sampai fase anakan maksimal.

3) Petakan sawah digenangi mulai dari kondisi macak-macak (0,5 cm) hingga

tinggi genangan 3 cm secara terus-menerus mulai dari fase pembentukan

malai/fase berbunga sampai pengisian biji.

4) Pada saat melakukan pemupukan atau penyemprotan MOL kondisi sawah

tidak tergenang.

5) Sekitar 10 – 15 hari sebelum panen, sawah dikeringkan.

6) Pengecekan kondisi air dapat menggunakan alat sederhana yaitu pipa dari

paralon yang sisi-sisinya dilubangi atau bahan lain yang ditanam ditanah.

Petakan sawah diari apabila permukaan air berada pada pada kedalaman

lebih dari -15.

Tabel 1. Teknik pengairan berselang.

Umur Tanaman

(hst)Kondisi Tanaman dan Kondisi Pengairan

Tinggi

Genangan (cm)

0 Saat pindah tanam kondisi macak-macak 0 – 0,5

3 – 30Pergiliran air dengan selang 3 – 5 hari dari

fase anakan aktif hingga anakan maksimum0 – 3

35 – 90Petak sawah digenangi secara terus menerus

dari fase berbunga hingga pengisian biji0 – 3

14

10, 20, 30, 40, 50,

60, 70, 80

Saat pemupukan kondisi sawah tidak

tergenang/ macak-macak0 – 0,5

95 - 10510 – 15 hari sebelum panen lahan sawah

dikeringkan0

Keunggulan dari pengairan berselang, antara lain:

1) Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas;

2) Memberi kesempatan kepada akar untuk mendapatkan udara sehingga

dapat berkembang lebih dalam;

3) Mencegah timbulnya keracunan besi;

4) Mencegah penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat

perkembangan akar;

5) Mengaktifkan jasad renik mikroba yang bermanfaat;

6) Mengurangi kerebahan tanaman;

7) Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan

malai dan gabah);

8) Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen;

9) Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah); dan

10) Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran

hama wereng coklat dan penggerek batang, serta mengurangi kerusakan

tanaman padi karena hama tikus.

8.     Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Pengendalian hama dan penyakit dengan pendekatan teknologi SRI

dilakukan dengan sistem pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT),

yaitu usaha pengelolaan OPT yang menggunakan beberapa cara pengendalian

yang sesuai dalam satu sistem kompatibel dengan memanfaatkan dan mengelola

unsur-unsur dalam agroekosistem (seperti: matahari, tanaman, mikroorganisme,

air, oksigen, dan musuh alami) sebagai alat pengendali hama dan penyakit

tanaman. Sehingga, pengendalian organisme pengganggu tanaman dapat

dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati, pestisida biologi, dan agensia

hayati.

15

9.    Pemanenan

Penanganan panen dan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan

yaitu: penentuan saat panen, pemanenan, penumpukan sementara di lahan sawah,

pengumpulan padi di tempat perontokan, perontokan, pengeringan gabah,

pengemasan dan penyimpanan gabah, penggilingan, pengemasan dan

penyimpanan beras.

Penentuan saat panen merupakan tahap awal dari kegiatan penanganan

pasca panen padi. Ketidaktepatan dalam penentuan saat panen dapat

mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu gabah/beras yang rendah.

Penentuan saat panen dapat dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan

pengamatan teoritis.

1) Pengamatan Visual. Pengamatan visual dilakukan dengan cara melihat

kenampakan padi pada hamparan lahan sawah. Berdasarkan kenampakan

visual, umur panen optimal padi dicapai apabila 90 sampai 95 persen butir

gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau kuning keemasan serta

malai berumur 30 – 35 hari setelah berbunga merata. Padi yang dipanen

pada kondisi tersebut akan menghasilkan gabah berkualitas baik sehingga

menghasilkan rendemen giling yang tinggi.

2) Pengamatan Teoritis. Pengamatan teoritis dilakukan dengan melihat

deskripsi varietas padi dan mengukur kadar air dengan moisture tester.

Berdasarkan deskripsi varietas padi, umur panen padi yang tepat adalah 30

sampai 35 hari setelah berbunga merata atau antara 135 sampai 145 hari

setelah tanam. Berdasarkan kadar air, umur panen optimum dicapai setelah

kadar air gabah mencapai 22 – 23 persen pada musim kemarau, dan antara

24 – 26 persen pada musim penghujan.

Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang tepat, menggunakan alat

dan mesin panen yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomi dan

ergonomis, serta menerapkan sistem panen yang tepat. Ketidaktepatan dalam

melakukan pemanenan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi

16

dan mutu hasil yang rendah. Pada tahap ini, kehilangan hasil dapat mencapai 9,52

persen apabila pemanen padi dilakukan secara tidak tepat.

2.4     Keunggulan Budidaya Padi dengan Metode SRI

1. Tanaman hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen

memberikan air max 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada

periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi terputus)

2. Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg per hektar. Tidak memerlukan biaya

pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang, dll.

3. Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 – 12 hari setelah semai, dan waktu panen

akan lebih awal

4. Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton per hektar

5. Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan

mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan mikro-organisme lokal),

begitu juga penggunaan pestisida.

Tabel 1. Perbanding metode SRI  dengan sistem konvensional

No Komponen Sistem Konvensional Sistem SRI organik

1 Kebutuhan benih 30-40 Kg/Ha 5-7 Kg/Ha

2 Pengujian Benih Tidak dilakukan Dilakukan pengujian

3 Umur persemaian 20-30 HSS 7-10 HSS

4 Pengolaham tanah 2-3 kali (stuktur lumpur)3 kali (struktur lumpur &

rata)

5Jumlah

Tanaman/lubangRata-rata 5 pohon 1 pohon/lubang

6Posisi akar waktu

tanamTidak teratur Posisi akar horizontal (L)

7 Pengairan  Terus digenangiTidak digenangi hanya

lembab , Disesuaikan

8 Pemupukan Mengutamakan pupuk

kimia

kebutuhan hanya dengan

pupuk organic

17

9 Penyiangan Diarahkan pada

pemberantasan gulma

Diarahkan pada pengelolaan

perakaran

10 Rendemen 50-60% 60-70%

18

BAB III

PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Setelah mengadakan pembahasan diatas, maka di sini penulis dapat

menarik kesimpulan, diantaranya adalah :

1) Penerapan Prinsip-prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of

Rice Intensification)harus dilakukan dengan benar dan runtut agar

mendapatkan hasil yang maksimal dan dapat

menghasilkan produksi sesuai dengan apa yang di harapkan.

2) Penggunaan Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of Rice

Intensification) harus sesuai dengan apa yang sudah digambarkan dan

tidak boleh menyimpang agar bisa mendapatkan hasil produksi yang

diharapkan yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

3) Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of Rice

Intensification) memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan

metode konvensional yang masih banyak digunakan oleh para petani pada

umumnya, dengan Metode SRI sangat mengunutngkan Petani karena

produksi Padi bisa meningkat sampai 10 Ton/Ha, selain itu karena tidak

mempergunakan pupuk dan pestisida kimia maka tanah menjadi gembur,

mikroorganisme meningkat dan ramah lingkungan. Oleh karena itu

penerapan Budidaya dengan Metode SRI perlu disosialisasikan dan

dilaksanakan agar kesejahteraan petani meningkat dan swasembada

pangan Nasional tercapai.

3.2     Saran

Adapun saran – saran yang ingin penulis sampaikan adalah sebagai berikut :

1) Untuk mendukung Penerapan Metode SRI (System of Rice

Intensification), perlu adanya dukungan para Pemerintah Pusat maupun

Pemerintah Daerah, Penyuluh Pertanian, juga Pelaku Utama dalam hal ini

para Petani itu sendiri juga Para Pelaku Usaha. Dengan

19

begitu meningkatnya hasil Pangan secara Nasional akan bisa

tercapai seperti apa yang di harapkan.

2) Petani diharapkan dapat menerapkan Budidaya Padi dengan

metode SRI (System of Rice Intensification) dengan menjalin hubungan

kerjasama yang baik dengan semua pihak, dan diantara sesama petani

dapat saling bertukar pengalaman.

20

DAFTAR PUSTAKA

Entun Santosa, 2005. Rice organic farming is a programme for strengtenning food

security in sustainable rural development, Makalah disampaikan pada seminar

Internasinal Kamboja ROF.

Kuswara dan Alik Sutaryat, 2003. Dasar Gagasan dan Praktek Tanam Padi

Metode SRI (System of Rice Intencification). Kelompok Studi Petani (KSP).

Ciamis

http://alamtani.com/budidaya-padi-organik-metode-sri.html Titis Priyowidodo

dan Syahroni

http://untukpetaniku.blogspot.com/2013/11/makalah-budidaya-padi-sistem-sri-

system_4662.html dameydra jaya

Mutakin, J. 2005. Kehilangan Hasil Padi Sawah Akibat Kompetisi Gulma pada

Kondisi SRI (Systen of Rice Intencification). Tesis. Pascasarjana. Unpad Bandung

21