266551742-padi-SRI
description
Transcript of 266551742-padi-SRI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman padi adalah tanaman pangan yang digunakan sebagai bahan
makanan utama hampir 90 persen penduduk Indonesia. Sehingga dapat dikatakan
bahwa beras merupakan bahan makanan pokok utama dan sangat dominan di
Indonesia yang memiliki kedudukan sangat penting dan telah menjadi komoditas
strategis.
Jumlah penduduk Indonesia pada saat ini yang mencapai lebih dari 220
juta orang dengan tingkat konsumsi beras 135 kg per kapita per tahun, maka
ketersediaan beras memegang peranan penting bagi ketahanan pangan. Dalam
penyediaan beras, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala yang berkaitan
dengan terbatasnya kapasitas produksi nasional yang disebabkan oleh: konversi
lahan pertanian ke non pertanian, menurunnya kualitas dan kesuburan tanah,
terbatas dan tidak pastinya ketersediaan air irigasi akibat perubahan iklim dan
persaingan pemanfaatan sumber daya air, serta tidak pastinya pola hujan akibat
perubahan iklim global.
Untuk memenuhi kebutuhan beras Nasional salah satu cara pemerintah
adalah melakukan impor. Oleh karena itu berbagai upaya memenuhi kebutuhan
beras dari produksi padi dalam negeri dan menekan serta menghilangkan impor
beras adalah melalui ekstensifikasi dan intensifikasi lahan tanaman padi dengan
penerapan inovasi teknologi budidaya padi.
Inovasi metode yang mampu meningkatkan produksi padi salah satunya
dengan pendekatan metode System of Rice Intensification (SRI). SRI merupakan
suatu teknik budidaya padi dengan memanfaatkan teknik pengelolaan tanaman,
tanah, air dan unsur hara.
1
Melalui teknologi SRI diharapkan mampu meningkatkan produktivitas
tanaman padi 50 persen bahkan mampu mencapai 100 persen. Selain itu, teknik
budidaya padi SRI merupakan sistem pertanian yang ramah lingkungan karena
mengutamakan penggunaan bahan organik sehingga mampu mendukung terhadap
pemulihan kondisi lahan yang cenderung mengalami penurunan fungsi
lahan.Setelah mempelajari Metode Budidaya Padi SRI ini Mahasiswa diharapkan
dapat:
1. Memahami Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI;
2. Memahami Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI;
SRI, kependekan dari System of Rice Intensification adalah salah satu inovasi
metode budidaya padi yang diperkenalkan pada tahun 1983 di Madagaskar oleh
pastor sekaligus agrikulturis asal Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang telah
bertugas di Madagaskar sejak 1961. Hasil metode SRI sangat memuaskan dimana
pada beberapa tanah tidak subur dengan produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang
menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani
memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI
minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa
dipakai petani.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam hal ini penulis akan mencoba untuk membahas
tentang “Teknologi Budidaya Padi dengan Metode SRI “ yaitu sebagai berikut :
1. Apa hubungan SRI dengan budidaya padi organik?
2. Bagaimana Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI?
3. Bagaimana Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI?
4. Bagaimana Keunggulan Budidaya Padi dengan Metode SRI?
1.3 Tujuan Penulisan
Pada dasarnya bahwa setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai, begitupun dengan
2
penulisan Paper ilmiah ini.Untuk lebih jelasnya, penulisan makalah ini
mempunyai tujuan yang ingin dicapainya, tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Penulis ingin mengetahui, Apa hubungan SRI dengan budidaya pada organic?
1. Penulis ingin mengetahui, Bagaimanakah Prinsip Budidaya Padi dengan
Metode SRI ?
2. Penulis ingin mengetahui, Bagimanakah Teknik Budidaya Padi dengan
Metode SRI?
3. Penulis ingin mengetahui, Bagaimanakah Keunggulan Budidaya Padi dengan
Metode SRI?
1.4 Manfaat
Paper yang disusun penulis memiliki beberapa manfaat, antara lain :
1. Untuk mendorong peningkatan pengetahuan mahasiswa dengan
mengetahuiTeknik Budidaya Padi dengan menggunakan Metode SRI.
2. Untuk merubah pola pikir, sikap dari Mahasiswa agar bagaimana bisa
belajar bersama-sama berbagi informasi antara mahasiswa dengan petani
dan belajar untuk memecahkan masalah.
3. Tentu saja untuk menumbuhkan minat Mahasiswa untuk bisa melakukan
Teknologi Budidaya Padi yang baik agar kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan juga akan meningkat.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan SRI dengan Budidaya Padi Organik
Beberapa praktek di berbagai negara menemukan bahwa metode SRI
berhasil menekan serendah mungkin input produksi. Hal ini sejalan dengan upaya
para aktivis pertanian organik untuk mengolah tanah secara berkelanjutan.
Hasilnya, ditemukan hubungan konservasi air pada sistem budidaya padi SRI
dengan upaya konservasi tanah yang dianut pada budidaya padi organik. Saat ini,
banyak para petani organik yang menerapkan budidaya padi dengan metode SRI.
Pola pertanian padi SRI organik merupakan perpaduan antara metode
budidaya padi SRI yang pertamakali dikembangkan di Madagaskar, dengan
metode budidaya padi organik dalam praktek pertanian organik. Metode ini akan
meningkatkan fungsi tanah sebagai media tumbuh dan sumber nutrisi tanaman.
Dengan sistem SRI organik daur ekologis akan berlangsung dengan baik karena
memanfaatkan mikroorganisme tanah secara natural. Pada gilirannya
keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan akan sellalu terjaga. Di sisi
lain, produk yang dihasilkan dari metode ini lebih sehat bagi konsumen karena
terbebas dari paparan zat kimia berbahaya.
Melalui sistem ini kesuburan tanah dikembalikan sehingga daur-daur
ekologis dapat kembali berlangsung dengan baik dengan memanfaatkan
mikroorganisme tanah sebagai penyedia produk metabolit untuk nutrisi tanaman.
Melalui metode ini diharapkan kelestarian lingkungan dapat tetap terjaga dengan
baik, demikian juga dengan produk akhir yang dihasilkan, yang notabene lebih
sehat bagi konsumen karena terbebas dari paparan zat kimia berbahaya.
Pemilihan metode budidaya padi organik secara SRI bisa menghasilkan
produk akhir berupa beras organik yang memiliki kualitas tinggi sebagai beras
sehat, dilihat dari beberapa aspek berikut:
4
Aspek lingkungan, dengan menghilangkan penggunaan pupuk dan obat-
obatan kimia dan manajemen penggunaan air yang terukur secara tidak
langsung telah membantu mengkonservasi lingkungan.
Aspek kesehatan, bagi konsumen produk yang dihasilkan akan lebih sehat
dan menyehatkan, karena tidak terkandung residu zat kimia berbahaya
yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit dalam tubuh manusia.
Produktivitas tinggi, bagi produsen atau petani, penerapan metode ini bisa
meningkatkan hasil panen yang pada giliranya menghasilkan keuntungan
maksimal.
Kualitas yang tinggi, produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih
baik dibanding dengan produk konvensional, sehingga harganya pun
tentunya akan lebih baik.
2.2 Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of Rice
Intensification)
Pemilihan metode budidaya padi secara SRI bisa menghasilkan produk
akhir berupa beras yang memiliki kualitas tinggi sebagai beras sehat karena
dilakukan secara organik. Melalui metode ini diharapkan kelestarian lingkungan
dapat tetap terjaga dengan baik, demikian juga dengan produk akhir yang
dihasilkan, yang notabene lebih sehat bagi konsumen karena terbebas dari paparan
zat kimia berbahaya.Adapun Prinsip-prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI
adalah sebagai berikut :
Tanam bibit muda berusia antara 7 – 12 hari setelah semai (HSS) ketika
bibit masih berdaun 2 (dua) helai. Penggunaan bibit muda berkaitan
dengan bahwa penggunaan bibit padi yang berumur 5 – 15 HSS
menghasilkan pertumbuhan tanaman lebih cepat karena daya jelajah akar
lebih jauh sehingga perkembangan akar menjadi maksimal pada akhirnya
kebutuhan nutrisi tanaman tercukupi. Selain itu, penggunaan bibit berumur
10 hari, akan menghasilkan jumlah anakan maksimal 30 – 50 batang
dalam setiap rumpunnya.
5
Tanam tunggal atau tanam bibit satu lubang satu bibit.Penggunaan satu
bibit per lubang tanam bermanfaat untuk mengurangi kompetisi serta
meningkatkan potensi anakan produktif per rumpun.
Jarak tanam yang lebar dengan lebar, yaitu: 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 40 x
40 cm atau bahkan lebih. Penggunaan jarak tanam lebar bertujuan untuk
meningkatkan jumlah anakan produktif. Penggunaan jarak tanam yang
cukup lebar didasarkan pada kebutuhan makanan bagi tanaman,
mendorong pertumbuhan akar secara maksimal, dan memaksimalkan sinar
matahari yang masuk secara optimal. Selain itu, dengan menggunakan
jarak tanam yang cukup, tanaman dapat tumbuh berkembang dengan baik
dan menghasilkan produksi secara baik pula.
Pindah tanam harus segera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-
hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal.
Sistem pengairan intermitten atau sistem pengairan berselang.Pengairan
teknik berselang, yaitu air di areal pertanaman diatur pada kondisi
tergenang dan kering secara bergantian dalam periode tertentu, dimana
pemberian air maksimum 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu
dikeringkan sampai pecah. Padi merupakan tanaman tumbuh optimal pada
tanah yang lembab dan becek sebagai syarat tumbuh. Untuk itu, tanaman
padi sebenarnya tidak perlu air yang melimpah (penggenangan), namun
juga tidak dalam situasi tanah kering. Dengan pengaturan air yang baik,
akan terjaga aerasi tanah yang baik pula dimana aerasi yang baik adalah
syarat tumbuh yang baik bagi tanaman padi. Apabila sawah selalu
digenangi air maka aerasi (siklus udara dalam tanah) tidak masimal
sehingga tanah menjadi asam.
Penyiangan sejak awal sekitar umur 10 hari dan diulang 2 - 3 kali dengan
interval 10 hari.
Penggunaan pupuk organik dan pestisida organik.
Keunggulan dari metode SRI, antara lain:
Dengan sistem pengairan berselang, pemakaian air dapat dihemat hingga
50 persen. Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen pemberian
6
air maksimum 2 cm paling baik kondisi macak-macak sekitar 5 mm dan
terdapat periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi terputus).
Tanam bibit muda mampu mengurangi stres tanaman saat di pindahtanam.
Hemat biaya, karena hanya membutuhkan benih sebanyak 5 kg/ha, tidak
membutuhkan biaya pencabutan bibit, tidak membutuhkan biaya pindah
bibit, meminimalkan tenaga tanam, dan lain-lain.
Hemat waktu, ditanam pada saat bibit berumur muda yaitu 7 - 12 hari
setelah semai sehingga waktu panen akan lebih awal.
Produksi meningkat, bahkan di beberapa tempat mampu mencapai 11
ton/ha atau bahkan lebih.
Ramah lingkungan, secara bertahap penggunaan pupuk kimia akan
dikurangi dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik
(kompos, kandang dan MOL), begitu juga penggunaan pestisida.
2.3 Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI
1. Penyiapan dan Pengolahan Lahan
Proses awal pengolahan lahan adalah dengan dibajak untuk membalikkan
tanah dan memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan juga menghancurkan
gulma setelah sebelumnya lahan digenangi air selama beberapa hari agar tanahnya
menjadi lunak. Setelah pembajakan pertama lahan sawah dibiarkan tergenang
beberapa hari dan kemudian dilakukan pembajakan kedua. Kedalaman dari
pelumpuran lahan turut menentukan pertumbuhan tanaman dan sebaiknya
kedalaman pelumpuran tersebut setidaknya mencapai 30 cm. Selain itu juga
dilakukan perbaikan pematang sawah agar lahan sawah tidak bocor dan tidak
ditumbuhi tanaman liar dan untuk menghindari tikus bersarang di pematang
sawah.
Pupuk organik (kompos/kandang) sebagai pupuk dasar dapat ditebarkan
sebelum pekerjaan penggaruan sehingga pada saat digaru pupuk organik
(kompos/kandang) dapat bercampur dengan tanah sawah atau juga dapat ditebar
setelah proses pembajakan, sehingga pupuk organik (kompos/kandang) dapat
tercampur dengan tanah sawah secara merata dan tidak terbuang terbawa aliran
7
air. Penggaruan selain untuk makin memperhalus butiran tanah sehingga menjadi
lumpur juga sekaligus bertujuan untuk meratakan lahan.
Jumlah penggunaan pupuk organik sebagai pupuk dasar yang ideal adalah
sebanyak 1 kg untuk setiap 1 m2 luas lahan atau sebanyak 10 ton per hektar. Hal
ini berkaitan bahwa kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan
sistem konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim
taman. Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik dapat
berkurang disesuaikan dengan kebutuhan.
Perataan lahan merupakan proses yang sangat penting karena lahan harus
benar-benar rata dan datar sehingga akan memudahkan dalam pengaturan air
nantinya sesuai dengan keperluan. Selanjutnya area penanaman padi parit keliling
dan melintang petak atau dibuat dalam baris-baris atau petakan yang dipisahkan
dengan jalur pengairan/parit dengan lebar petakan sekitar 2 m untuk memudahkan
dan meratakan rembesan air ke seluruh area tanaman padi dan membuang
kelebihan air. Dapat juga letak dan jumlah parit pembuang disesuaikan dengan
bentuk dan ukuran petak, serta dimensi saluran irigasi.
2. Persiapan Benih
Untuk mendapatkan benih yang bermutu baik atau bernas, harus terlebih
dahulu diadakan pengujian benih. Pengujian benih dilakukan dengan cara
penyeleksian menggunakan larutan air garam dengan langkah sebagai berikut:
1) Masukkan air bersih ke dalam ember/panci, kemudian berikan garam dan
aduk sampai larut.
2) Masukkan telur ayam/itik/bebek yang mentah ke dalam larutan garam ini.
Jika telur belum mengapung maka perlu penambahan garam kembali.
Pemberian garam dianggap cukup apabila posisi telur mengapung pada
permukaan larutan garam karena berat jenisnya menjadi lebih rendah
daripada air garam.
3) Masukkan benih padi yang akan diuji ke dalam ember/panci yang berisi
larutan garam. Aduk benih padi selama kira-kira satu menit.
8
4) Pisahkan benih yang mengambang dengan yang tenggelam. Benih yang
tenggelam adalah benih yang bermutu baik atau bernas.
5) Benih yang baik atau bernas ini, kemudian dicuci dengan air biasa sampai
bersih. Dengan indikasi bila digigit, benih sudah tidak terasa garam.
Benih yang telah diuji tersebut, kemudian direndam dengan menggunakan air
biasa. Perendaman ini bertujuan untuk melunakkan sekam gabah sehingga dapat
mempercepat benih untuk berkecambah. Perendaman dilakukan selama 24 sampai
48 jam.
Benih yang telah direndam kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam
karung yang berpori-pori atau wadah tertentu dengan tujuan untuk memberikan
udara masuk ke dalam benih padi, dan kemudian disimpan di tempatyang lembab.
Penganginan dilakukan selama 24 jam.
3. Persemaian Benih
Persemaian dengan metode SRI dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
persemaian pada lahan dan persemaian dengan media tempat. Persemaian pada
lahan adalah persemaian yang langsung dilakukan di lahan pertanian, seperti pada
sistem konvensional. Sedangkan persemaian dengan media tempat yaitu
persemaian yang menggunakan wadah berupa kotak/besek/wonca/pipiti yang
ditempatkan di areal terbuka untuk mendapatkan sinar matahari.
Pembuatan media persemaian dengan penggunaan wadah ini dimaksudkan
untuk memudahkan pengangkutan dan penyeleksian benih. Untuk lahan seluas
satu hektar dibutuhkan wadah persemaian dengan ukuran 20 cm x 20 cm
sebanyak 400 – 500 buah. Kotak/besek/wonca/pipiti bisa juga diganti dengan
wadah lain seperti pelepah pisang atau belahan buluh bambu. Pembuatan media
persemaian dengan menggunakan wadah dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Mencampur tanah dengan pupuk organik dengan perbandingan 1:1.
2) Sebelum wadah tempat pembibitan diisi dengan tanah yang sudah
dicampur dengan pupuk organik, terlebih dahulu dilapisi dengan daun
pisang atau plastik dengan tujuan untuk mempermudah pencabutan dan
9
menjaga kelembaban tanah, kemudian tanah dimasukkan dan disiram
dengan air sehingga tanah menjadi lembab.
3) Tebarkan benih ke dalam wadah. Jumlah benih per wadah antara 300 –
350 biji.
4) Setelah benih ditabur, kemudian tutup benih dengan arang sekam sampai
rata menutupi benih.
5) Persemaian dapat diletakkan pada tempat-tempat tertentu yang aman dari
gangguan ayam atau binatang lain.
6) Selama masa persemaian, lakukan penyiraman setiap pagi dan sore apabila
tidak turun hujan agar media tetap lembab dan tanaman tetap segar.
Pada pembuatan media persemaian pada lahan, tanah untuk penyemaian tidak
menggunakan tanah sawah tetapi menggunakan tanah darat yang gembur yang
dicampur dengan pupuk organik/kompos dengan perbandingan 2:1 atau 1:1 dan
dapat juga ditambah abu bakar agar medianya semakin gembur sehingga benih
mudah diambil dari penyemaian untuk menghindari putusnya akar. Luas area
untuk penyemaian ideal adalah sekitar 20 m2 untuk setiap 5 kg benih.
Penyemaian yang dilakukan di sawah, tempat penyemaian dibuat menjadi
berupa guludan dengan ketinggian tanah sekitar 15 cm, lebar sekitar 125 cm dan
seluruh pinggirannya ditahan dengan papan, triplek atau batang pisang untuk
mencegah erosi. Benih yang sudah ditebar kemudian ditutup lagi dengan lapisan
tipis tanah atau kompos atau abu bakar untuk mempertahankan kelembabannya
kemudian ditutup lagi dengan jerami atau daun kelapa untuk menghindari
dimakan burung dan gangguan dari air hujan sampai tumbuh tunas dengan tinggi
sekitar 1 cm.
4. Penanaman
Sebelum penanaman terlebih dahulu dilakukan penyaplakan dengan
memakai caplak agar jarak tanam pada areal persawahan menjadi lurus dan rapi
sehingga mudah untuk disiang. Caplak berfungsi sebagai penggaris dengan jarak
tertentu. Variasi jarak tanam diantaranya: jarak tanam 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 35
x 35 cm, atau jarak tertentu lainnya. Penyaplakan dilakukan seeara memanjang
10
dan melebar dimana setiap pertemuan garis dari hasil penggarisan dengan caplak
adalah tempat untuk penanaman 1 bibit padi.
Bibit ditanam pada umur muda yaitu berumur 7 – 12 hari setelah semai
(hss) atau ketika bibit masih berdaun 2 helai. Pengambilan bibit pada persemaian
di lahan sawah dilakukan dengan hati-hati dengan cara diambil dengan media
tanam (tanah) dengan ketebalan sekitar 10 cm. Pengambilan bibit pada
persemaian tidak dianjurkan dengan cara dicabut/ditarik kemudian diikat dan
ditumpuk. Kemudian kumpulan bibit tersebut ditempatkan dalam suatu wadah
seperti pelepah pisang, potongan bambu atau lainnya untuk memudahkan
memindahkan ke tempat penanaman. Pemindahan dan penanaman harus
dilakukan secepat mungkin dalam waktu kurang dari 30 menit untuk menghindari
trauma dan shok. Sedangkan bibit yang ditanam menggunakan wadah akan lebih
mudah membawanya ke tempat penanaman.
Bibit padi ditanam tunggal atau satu bibit perlubang. Penanaman harus
dangkal dengan kedalaman 1 – 1,5 cm serta bentuk perakaran saat penanaman
horizontal seperti huruf L dengan kondisi tanah sawah saat penanaman tidak
tergenang air.
5. Penyiangan
Penyiangan (gosrok/matun) dilakukan dengan mempergunakan alat
penyiang seperti gasrok, landak atau rotary weeder atau dengan alat jenis apapun
dengan tujuan untuk membasmi gulma dan sekaligus penggemburan tanah.
Penyiangan dengan gasrok atau mempergunakan rotary weeder, selain dapat
mencabut rumput, juga dapat menggemburkan tanah di celah-celah tanaman padi.
Penggemburan tanah bertujuan agar tercipta kondisi aerob di dalam tanah yang
dapat berpengaruh baik bagi akar-akar tanaman padi yang ada di dalam tanah.
Penyiangan dilakukan minimal 3 kali. Penyiangan pertama dilakukan pada
saat tanaman berumur 10 hari setelah tanam (HST) dan selanjutnya penyiangan
11
kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 20 HST. Penyiangan ketiga pada
umur 30 HST dan penyiangan keempat pada umur 40 HST.
6. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk mempertahankan status hara dalam tanah,
menyediakan dan menambahkan unsur hara secara seimbang bagi pertumbuhan
atau perkembangan tanaman, serta meningkatkan produktivitas tanaman.
Pemupukan untuk menambahkan unsur hara dapat dilakukan dengan
penyemprotan pupuk organik cair (POC) atau dapat juga disebut dengan MOL
(mikroorganisme lokal). Penyemprotan MOL tidak hanya memberikan tambahan
unsur hara ke dalam tanah, tetapi juga menambahkan kelimpahan bakteri pengurai
ke dalam tanah untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan
mengurai hara yang komplek menjadi lebih sederhana agar lebih cepat diserap
oleh tanaman. Selain itu, penyemprotan MOL sebainya di arahkan ke tanah bukan
ke tanaman.
Konsentrasi larutan dalam penyemprotan MOL diharapkan jangan terlalu
pekat untuk menghindari terjadinya proses dekomposisi yang berlebihan pada
tanah yang mengakibatkan akan menguningnya tanaman untuk sementara karena
unsur N yang ada dipergunakan oleh bakteri pengurai untuk aktivitasnya. Proses
dekomposisi yang berlebihan juga akan terjadi bila menggunakan pupuk kandang
atau daun-daunan segar secara langsung ke sawah tanpa proses pengkomposan
terlebih dahulu sehingga tidak baik bila diaplikasikan pada sawah yang sudah ada
tanaman padinya. Tetapi resiko penggunaan MOL atau POC yang berlebihan atau
terlalu pekat tetap akan jauh lebih ringan daripada penggunaan bahan kimia.
Interval penyemprotan MOL dilakukan setiap 10 hari sekali, dimana
penyemprotan MOL kaya kandungan N dapat dilakukan pada usia tanaman padi
10 – 40 hari setelah tanam (HST) tetapi penyemprotan MOL kaya N juga dapat
dilakukan kapanpun apabila diperlukan pada kondisi padi terlihat mengalami
kahat/kekurangan N dengan gejala daun menguning. Penyemprotan MOL yang
kaya P dan K sebanyak 2 atau 3 kali saat tanaman padi sudah memasuki usia
12
sekitar 60 HST untuk memperbaiki kualitas pengisian gabah dengan interval
penyemprotan setiap 10 hari.
Sehingga, penyemprotan dengan MOL dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Penyemprotan I, dilakukan pada saat umur 10 HST, dengan menggunakan
MOL yang terbuat dari daun gamal, rebung atau keong mas dengan dosis
20 liter/ha.
2) Penyemprotan II, dilakukan pada saat umur 20 HST, dengan
menggunakan MOL yang terbuat dari daun gamal, rebung atau keong mas,
dengan dosis 30 liter/ha.
3) Penyemprotan III, dilakukan pada saat umur 30 HST, dengan
menggunakan MOL yang terbuat dari urine sapi, rebung atau keong mas,
dengan dosis 30 liter/ha.
4) Penyemprotan IV, dilakukan pada saat umur 40 HST, dengan
menggunakan MOL yang terbuat dari batang pisang, dengan dosis 30
liter/ha.
5) Penyemprotan V, dilakukan pada saat umur 50 HST, dengan
menggunakan MOL yang terbuat dari serabut kelapa, dengan dosis 30
liter/ha.
6) Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 60 HST, dengan
menggunakan MOL yang terbuat dari buah-buahan, sayur-sayuran atau
nasi dengan dosis 30 liter/ha.
7) Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 70 HST, dengan
menggunakan MOL yang terbuat dari buah-buahan, sayur-sayuran atau
nasi, dengan dosis 30 liter/ha.\
8) Penyemprotan VI, dilakukan pada saat umur 80 HST, dengan
menggunakan MOL yang terbuat dari terasi, dengan dosis 30 liter/ha.
7. Pengelolaan Air
Pola pengaturan air dengan pendekatan teknologi SRI adalah dengan
pengairan berselang atau intermitten. Pengairan berselang adalah pengaturan
13
kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian sesuai fase
pertumbuhan tanaman dan kondisi lahan.
Pengairan berselang dapat menghemat pemakaian air antara 15 – 30 persen tanpa
menurunkan hasil panen.
Proses pengelolaan air dengan pengairan berselang dapat dilakukan sebagai
berikut:
1) Tanam bibit dalam kondisi sawah macak-macak (ketinggian genangan ±
0,5 cm).
2) Pergiliran air dilakukan selang 3 – 5 hari, tinggi genangan pada hari
pertama maksimal 3 cm dan lahan sawah diairi lagi pada hari ke 5. Cara
pengairan ini berlangsung sampai fase anakan maksimal.
3) Petakan sawah digenangi mulai dari kondisi macak-macak (0,5 cm) hingga
tinggi genangan 3 cm secara terus-menerus mulai dari fase pembentukan
malai/fase berbunga sampai pengisian biji.
4) Pada saat melakukan pemupukan atau penyemprotan MOL kondisi sawah
tidak tergenang.
5) Sekitar 10 – 15 hari sebelum panen, sawah dikeringkan.
6) Pengecekan kondisi air dapat menggunakan alat sederhana yaitu pipa dari
paralon yang sisi-sisinya dilubangi atau bahan lain yang ditanam ditanah.
Petakan sawah diari apabila permukaan air berada pada pada kedalaman
lebih dari -15.
Tabel 1. Teknik pengairan berselang.
Umur Tanaman
(hst)Kondisi Tanaman dan Kondisi Pengairan
Tinggi
Genangan (cm)
0 Saat pindah tanam kondisi macak-macak 0 – 0,5
3 – 30Pergiliran air dengan selang 3 – 5 hari dari
fase anakan aktif hingga anakan maksimum0 – 3
35 – 90Petak sawah digenangi secara terus menerus
dari fase berbunga hingga pengisian biji0 – 3
14
10, 20, 30, 40, 50,
60, 70, 80
Saat pemupukan kondisi sawah tidak
tergenang/ macak-macak0 – 0,5
95 - 10510 – 15 hari sebelum panen lahan sawah
dikeringkan0
Keunggulan dari pengairan berselang, antara lain:
1) Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas;
2) Memberi kesempatan kepada akar untuk mendapatkan udara sehingga
dapat berkembang lebih dalam;
3) Mencegah timbulnya keracunan besi;
4) Mencegah penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat
perkembangan akar;
5) Mengaktifkan jasad renik mikroba yang bermanfaat;
6) Mengurangi kerebahan tanaman;
7) Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan
malai dan gabah);
8) Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen;
9) Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah); dan
10) Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran
hama wereng coklat dan penggerek batang, serta mengurangi kerusakan
tanaman padi karena hama tikus.
8. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Pengendalian hama dan penyakit dengan pendekatan teknologi SRI
dilakukan dengan sistem pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT),
yaitu usaha pengelolaan OPT yang menggunakan beberapa cara pengendalian
yang sesuai dalam satu sistem kompatibel dengan memanfaatkan dan mengelola
unsur-unsur dalam agroekosistem (seperti: matahari, tanaman, mikroorganisme,
air, oksigen, dan musuh alami) sebagai alat pengendali hama dan penyakit
tanaman. Sehingga, pengendalian organisme pengganggu tanaman dapat
dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati, pestisida biologi, dan agensia
hayati.
15
9. Pemanenan
Penanganan panen dan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan
yaitu: penentuan saat panen, pemanenan, penumpukan sementara di lahan sawah,
pengumpulan padi di tempat perontokan, perontokan, pengeringan gabah,
pengemasan dan penyimpanan gabah, penggilingan, pengemasan dan
penyimpanan beras.
Penentuan saat panen merupakan tahap awal dari kegiatan penanganan
pasca panen padi. Ketidaktepatan dalam penentuan saat panen dapat
mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu gabah/beras yang rendah.
Penentuan saat panen dapat dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan
pengamatan teoritis.
1) Pengamatan Visual. Pengamatan visual dilakukan dengan cara melihat
kenampakan padi pada hamparan lahan sawah. Berdasarkan kenampakan
visual, umur panen optimal padi dicapai apabila 90 sampai 95 persen butir
gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau kuning keemasan serta
malai berumur 30 – 35 hari setelah berbunga merata. Padi yang dipanen
pada kondisi tersebut akan menghasilkan gabah berkualitas baik sehingga
menghasilkan rendemen giling yang tinggi.
2) Pengamatan Teoritis. Pengamatan teoritis dilakukan dengan melihat
deskripsi varietas padi dan mengukur kadar air dengan moisture tester.
Berdasarkan deskripsi varietas padi, umur panen padi yang tepat adalah 30
sampai 35 hari setelah berbunga merata atau antara 135 sampai 145 hari
setelah tanam. Berdasarkan kadar air, umur panen optimum dicapai setelah
kadar air gabah mencapai 22 – 23 persen pada musim kemarau, dan antara
24 – 26 persen pada musim penghujan.
Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang tepat, menggunakan alat
dan mesin panen yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomi dan
ergonomis, serta menerapkan sistem panen yang tepat. Ketidaktepatan dalam
melakukan pemanenan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi
16
dan mutu hasil yang rendah. Pada tahap ini, kehilangan hasil dapat mencapai 9,52
persen apabila pemanen padi dilakukan secara tidak tepat.
2.4 Keunggulan Budidaya Padi dengan Metode SRI
1. Tanaman hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen
memberikan air max 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada
periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi terputus)
2. Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg per hektar. Tidak memerlukan biaya
pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang, dll.
3. Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 – 12 hari setelah semai, dan waktu panen
akan lebih awal
4. Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton per hektar
5. Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan
mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan mikro-organisme lokal),
begitu juga penggunaan pestisida.
Tabel 1. Perbanding metode SRI dengan sistem konvensional
No Komponen Sistem Konvensional Sistem SRI organik
1 Kebutuhan benih 30-40 Kg/Ha 5-7 Kg/Ha
2 Pengujian Benih Tidak dilakukan Dilakukan pengujian
3 Umur persemaian 20-30 HSS 7-10 HSS
4 Pengolaham tanah 2-3 kali (stuktur lumpur)3 kali (struktur lumpur &
rata)
5Jumlah
Tanaman/lubangRata-rata 5 pohon 1 pohon/lubang
6Posisi akar waktu
tanamTidak teratur Posisi akar horizontal (L)
7 Pengairan Terus digenangiTidak digenangi hanya
lembab , Disesuaikan
8 Pemupukan Mengutamakan pupuk
kimia
kebutuhan hanya dengan
pupuk organic
17
9 Penyiangan Diarahkan pada
pemberantasan gulma
Diarahkan pada pengelolaan
perakaran
10 Rendemen 50-60% 60-70%
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah mengadakan pembahasan diatas, maka di sini penulis dapat
menarik kesimpulan, diantaranya adalah :
1) Penerapan Prinsip-prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of
Rice Intensification)harus dilakukan dengan benar dan runtut agar
mendapatkan hasil yang maksimal dan dapat
menghasilkan produksi sesuai dengan apa yang di harapkan.
2) Penggunaan Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of Rice
Intensification) harus sesuai dengan apa yang sudah digambarkan dan
tidak boleh menyimpang agar bisa mendapatkan hasil produksi yang
diharapkan yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
3) Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of Rice
Intensification) memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan
metode konvensional yang masih banyak digunakan oleh para petani pada
umumnya, dengan Metode SRI sangat mengunutngkan Petani karena
produksi Padi bisa meningkat sampai 10 Ton/Ha, selain itu karena tidak
mempergunakan pupuk dan pestisida kimia maka tanah menjadi gembur,
mikroorganisme meningkat dan ramah lingkungan. Oleh karena itu
penerapan Budidaya dengan Metode SRI perlu disosialisasikan dan
dilaksanakan agar kesejahteraan petani meningkat dan swasembada
pangan Nasional tercapai.
3.2 Saran
Adapun saran – saran yang ingin penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1) Untuk mendukung Penerapan Metode SRI (System of Rice
Intensification), perlu adanya dukungan para Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah, Penyuluh Pertanian, juga Pelaku Utama dalam hal ini
para Petani itu sendiri juga Para Pelaku Usaha. Dengan
19
begitu meningkatnya hasil Pangan secara Nasional akan bisa
tercapai seperti apa yang di harapkan.
2) Petani diharapkan dapat menerapkan Budidaya Padi dengan
metode SRI (System of Rice Intensification) dengan menjalin hubungan
kerjasama yang baik dengan semua pihak, dan diantara sesama petani
dapat saling bertukar pengalaman.
20
DAFTAR PUSTAKA
Entun Santosa, 2005. Rice organic farming is a programme for strengtenning food
security in sustainable rural development, Makalah disampaikan pada seminar
Internasinal Kamboja ROF.
Kuswara dan Alik Sutaryat, 2003. Dasar Gagasan dan Praktek Tanam Padi
Metode SRI (System of Rice Intencification). Kelompok Studi Petani (KSP).
Ciamis
http://alamtani.com/budidaya-padi-organik-metode-sri.html Titis Priyowidodo
dan Syahroni
http://untukpetaniku.blogspot.com/2013/11/makalah-budidaya-padi-sistem-sri-
system_4662.html dameydra jaya
Mutakin, J. 2005. Kehilangan Hasil Padi Sawah Akibat Kompetisi Gulma pada
Kondisi SRI (Systen of Rice Intencification). Tesis. Pascasarjana. Unpad Bandung
21