243484956-CASE-MIOMA-doc

download 243484956-CASE-MIOMA-doc

of 44

description

https://www.homeworkping.com/,homework help,online homework help,online tutors,online tutoring,research paper help,do my homework,

Transcript of 243484956-CASE-MIOMA-doc

Get Homework/Assignment Done

Homeworkping.comHomework Help

https://www.homeworkping.com/

Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/

Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/

click here for freelancing tutoring sitesBAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Kejadian mioma uteri sebesar 20-40% pada wanita yang berusia lebih dari 35 tahun dan sering menimbulkan gejala klinis berupa menorrhagia dan dismenorea. Selain itu mioma juga dapat menimbulkan kompresi pada traktus urinarius, sehingga dapat menimbulkan gangguan berkemih maupun tidak dapat menahan berkemih (Memarzadeh, 2003). Berdasarkan penelitian World health organisation (WHO) penyebab angka kematian ibu karena mioma uteri pada tahun 2010 sebanyak 22 (1,95 %) kasus dan tahun 2011 sebanyak 21 (2,04 %) kasus. Di Indonesia pada tahun 2011 kasus mioma uteri di temukan sebesar 2,39 - 11,7% pada semua pasien kebidanan yang di rawat. Data statistik menunjukkan 60% mioma uteri terjadi pada wanita yang tidak pernah hamil atau hamil hanya satu kali.Menurut perkiraan frekuensi mioma uteri dalam kehamilan dan persalinan berkisar sekitar 1%; banyak mioma kecil tidak dikenal. Dalam banyak kasus kombinasi mioma dengan kehamilan tidak mempunyai arti apa-apa. Di pihak lain kombinasi itu dapat menyebabkan komplikasi obstetrik yang besar artinya. Hal itu tergantung dari besarnya dan lokasinya.1Penatalaksanaan mioma uteri dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan (medisinalis) maupun secara operatif. Pemberian GnRH analog merupakan terapi medisinal yang bertujuan untuk mengurangi gejala perdarahan yang terjadi dan mengurangi ukuran mioma.1Penatalaksanaan operatif terhadap gejala-gejala yang timbul atau adanya pembesaran massa mioma adalah histerektomi. Di Amerika Serikat diperkirakan 600.000 histerektomi dilakukan tiap tahunnya. Dengan semakin berkembangnya tehnologi kedokteran, tindakan operatif pada mioma uteri dapat dilakukan dengan bantuan alat laparoskopi maupun histeroskopi.1Dehisensi luka setelah operasi merupakan suatu komplikasi serius dan mengancam pasien. Dehisensi adalah gangguan atau kerusakan dari suatu luka.2 Dimana berkisar dari kegagalan bagian yang lebih dalam pada sayatan perut untuk bersatu, tidak dikenal dalam suatu perjalanan pasca operasi tetapi kemudian mengakibatkan hernia insisional, dengan terjadinya "burst abdomen" atau eviserasi pada dehisensi luka yang terjadi tiba-tiba dan disertai dengan penonjolan isi perut, biasanya usus.Dehisensi luka biasa terjadi pada sekitar 1% dari semua laparotomi.2 Insiden ini sejalan lebih besar pada pasien yang memiliki faktor presdiposisi.2 Misalnya, laporan terbaru menyatakan bahwa ada 7% wound disruption (21 dari 291) pada pasien yang menjalani laparotomi untuk karsinoma.1.2 Tujuan Menambah pengetahuan tentang mioma uteri, dan dehisensi post operasi. Mengkaji ketepatan dan kesesuaian kasus yang dilaporkan dengan literatur mengenai mioma uteri dengan komplikasi burst abdomen.BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi Mioma UteriMioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan fibroid dan kolagen. Beberapa istilah untuk mioma uteri antara lain fibromioma, miofibroma, leiomiofibroma, fibroleiomioma, fibroma dan fibroid.22.2 Etiologi Mioma UteriMeskipun penyebab yang tepat dari mioma tidak diketahui, kemajuan telah dibuat dalam pemahaman tentang faktor hormon, faktor genetik, faktor pertumbuhan, dan biologi molekular dari tumor jinak.4 Faktor-faktor yang mungkin bertanggung jawab untuk inisiasi perubahan genetik yang ditemukan pada mioma termasuk kelainan intrinsik dari miometrium, kongenital reseptor estrogen meningkat pada miometrium, perubahan hormonal, atau respon terhadap cedera iskemik pada saat menstruasi. Tidak bisa dipungkiri, perubahan genetik dipengaruhi oleh promotor (hormon) dan efektor (growth factor).HormonEstrogen dan progesteron muncul meningkatkan perkembangan mioma. Mioma jarang diamati sebelum pubertas, yang paling lazim terjadi selama tahun-tahun reproduksi, dan regresi setelah menopause. Faktor-faktor yang meningkat secara keseluruhan yaitu estrogen, seperti obesitas dan menarche dini, meningkatkan kejadian. Penurunan estrogen ditemukan dengan latihan dan peningkatan paritas sebagai pelindung.5Meskipun kadar estrogen dan progesteron sama pada wanita dengan dan tanpa mioma, tingkat estradiol dalam mioma lebih tinggi daripada di miometrium normal. Produksi de novo estrogen dalam jaringan mioma terjadi karena peningkatan kadar aromatase, enzim yang mengubah androgen menjadi estrogen. Rendahnya tingkat enzim yang mengkonversi estradiol menjadi estron telah ditemukan di sel mioma dan dapat meningkatkan akumulasi estradiol dalam sel, menyebabkan regulasi estrogen dan reseptor progesteron, hiperresponsif estrogen, dan pertumbuhan miom. Konsisten dengan ide ini, mioma menunjukkan indeks proliferasi lebih tinggi dari miometrium normal sepanjang siklus menstruasi.5 Bukti biokimia, klinis, dan farmakologis mengkonfirmasi bahwa progesteron penting dalam patogenesis mioma. Mioma telah meningkatkan konsentrasi progesteron Reseptor A dan B dibandingkan dengan miometrium yang normal.6Perhitungan mitosis tertinggi ditemukan selama fase sekretorik pada puncak produksi progesteron, dan jumlah mitosis lebih tinggi pada wanita yang diobati dengan medroxyprogesterone asetat (MPA) daripada kelompok kontrol yang tidak diobati.7,8 Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis mengurangi ukuran mioma, tetapi progestin diberikan bersamaan dengan GnRH mencegah penurunan ukuran. Satu studi menemukan bahwa penggunaan progestin - kontrasepsi suntik berbanding terbalik dikaitkan dengan risiko memiliki mioma.9 Mifepristone, progesteron-amodulator reseptor, mengurangi ukuran mioma.10Faktor Pertumbuhan

Faktor pertumbuhan, protein atau polipeptida yang diproduksi secara lokal oleh sel otot polos dan fibroblas mengontrol proliferasi sel dan muncul untuk merangsang pertumbuhan mioma, terutama meningkatkan matriks ekstraseluler. Beberapa diidentifikasi sebagai faktor pertumbuhan mioma yaitu transforming growth factor- (TGF-), faktor pertumbuhan fibroblast dasar (bFGF), faktor pertumbuhan epidermal (EGF), faktor pertumbuhan derivat platelet (PDGF), faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), faktor pertumbuhan insulin (IGF), dan prolaktin.4 Faktor pertumbuhan mempengaruhi sel-sel dalam cara yang kompleks, dan respon terhadap kombinasi faktor pertumbuhan mungkin berbeda dari respon terhadap faktor individu.Banyak faktor pertumbuhan ini diekspresikan dalam mioma dan baik untuk meningkatkan proliferasi otot polos (TGF-, bFGF), meningkatkan sintesis DNA (EGF, PDGF), merangsang sintesis matriks ekstraseluler (TGF-), meningkatkan mitogenesis (TGF-, EGF, IGF, prolaktin), atau meningkatkan angiogenesis (bFGF, VEGF).4 Sangat mungkin bahwa faktor pertumbuhan yang berhubungan dengan mioma akan ditemukan, dan itu masih harus dilihat faktor-faktor yang akan menjadi penting.

2.3 Faktor Risiko Mioma Uteri1. Umur. Wanita yang paling banyak didiagnosis dengan miomaberumur sekitar empat puluhan, namun tidak jelas apakah ini adalah karena peningkatan pembentukan atau peningkatan pertumbuhan miomsekunder terhadap perubahan hormonal selama ini.

2. Faktor hormonal endogen. Menarche dini ( 16 tahun) ditemukan berkurang (RR 0.68) dari resiko mioma uteri.113. Riwayat keluarga. Generasi perempuan tingkat pertama dengan miomamemiliki 2,5 kali peningkatan risiko terkena mioma.124. Etnis. Sebuah studi besar melalui skrining pada sekelompok perempuan, dengan mioma, melalui rekam medis, dan sonografi ditemukan bahwa wanita Afrika - Amerika memiliki 2,9 kali risiko yang lebih besar memiliki mioma daripada wanita Kaukasia, danrisiko ini tidak terkait dengan faktor risiko lain yang diketahui.135. Berat. Sebuah studi prospektif menemukan bahwa risiko mioma meningkat 21% dengan setiap kenaikan 10 kg berat badan dan dengan meningkatnya indeks massa tubuh.14 6. Diet. Beberapa studi telah meneliti hubungan antara diet dengan kehadiran atau pertumbuhan mioma. Satu studi menemukan bahwa daging sapi, daging merah lainnya, dan ham meningkatkan kejadian mioma, tetapi sayuran hijau menurunkan kejadian mioma.157. Kontrasepsi oral. Tidak ada hubungan yang pasti antara kontrasepsi oral dan kehadiran atau pertumbuhan mioma. Satu studi menemukan peningkatan risiko mioma dengan kontrasepsi oral,16 tetapi sebuah penelitian berikutnya ditemukan ada peningkatan risiko dengan penggunaan atau lamanya penggunaan.178. Kehamilan. Peningkatan paritas menurunkan kejadian dan jumlah kejadian mioma.17 Melahirkan anak selama tahun-tahun midreproductive (usia 25 sampai 29 tahun) memberikan perlindungan terbesar terhadap perkembangan mioma.Pengaruh Mioma pada Kehamilan dan Persalinan

Terdapatnya mioma uteri mungkin mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:11. Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada mioma uteri submukosum;

2. Kemungkinan abortus bertambah;

3. Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak subserus;

4. Menghalang-halangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya di serviks;

5. Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma; dan

6. Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang submukus dan intramural.

Pengaruh Kehamilan dan Persalinan pada Mioma Uteri

Sebaliknya, kehamilan dan persalinan dapat mempengaruhi mioma uteri.11. Tumor bertumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan edema, terutama dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena pengaruh hormonal. Setelah kehamilan 4 bulan tumor tidak bertambah besar lagi.

2. Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk dan mudah terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya, sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis, terutama di tengah-tengah tumor. Tumor tampak merah (degenari merah) atau tampak seperti daging (degenerasio karnosa). Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri di perut yang disertai gejala-gejala rangsangan peritoneum dan gejala-gejala peradangan, walaupun dalam hal ini peradangan bersifat suci hama (sterile). Lebih sering lagi komplikasi ini terjadi dalam masa nifas karena sirkulasi yang dialami oleh wanita setelah bayi lahir.

3. Mioma uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami putaran tangkai akibat desakan uterus yang makin lama makin membesar. Torsi menyebabkan gangguan sirkulasi yang nekrosis yang menimbulkan gambaran klinik perut mendadak (acute abdomen).12.4 Patofisiologi Mioma UteriMioma merupakan monoklonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk didalamnya perkembangan dari sel oto uterus atau arteri pada uterus, dari transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang persisten. Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian menunjukkan bahwa pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu t(12;14) (q15;q24). Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast. Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron.Pemberian agonis GnRH dalam aktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktir pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin like growth factor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadangberkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.Mioma uteri umumnya bersifat multiple, berlobus yang tidak teratur maupun berbentuk sferis.Mioma uteri biasanya berbatas jelas dengan miometrium sekitarnya, sehingga pada tindakan enukleasi mioma dapat dilepaskan dengan mudah dari jaringan miometrium disekitarnya. Pada pemeriksaan makroskopis dari potongan transversal berwarna lebih pucat dibanding miometrium disekelilingnya, halus, berbentuk lingkaran dan biasanya lebih keras dibandingkan jaringan sekitar dan terdapat pseudocapsule.2,18 Mioma dapat tumbuh disetiap bagian dari dinding uterus. Mioma intramural adalah mioma yang terdapat didalam dinding uterus. Mioma submukosum merupakan mioma yang terdapat pada sisi dalam dari kavum uteri dan terletak dibawah endometrium. Mioma subserous adalah mioma yang terletak di permukaan serosa dari uterus dan mungkin akan menonjol keluar dari miometrium. Mioma subserous tidak jarang bertangkai dan menjadi mioma geburt. Bila mioma subserous tumbuh ke arah lateral dan meluas diantara 2 lapisan peritoneal dari ligamentum latum akan menjadi mioma intraligamenter.2,32.5 Klasifikasi Mioma UteriKlasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.1. Lokasi

Servical (2,6 %), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi Istmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.

2. Lapisan Uterus

Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

a. Mioma uteri subserosa

Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter.

Gambar 1. Klasifikasi Mioma Uteri (Faisal, 2005)b. Mioma uteri intramural

Sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tmbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).c. Mioma uteri submukosa

Terletak di bawah endometrium. Dapat pula bertangkai atau tidak. Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini mudah menjadi torsi atau infeksi.2.6 Gejala Klinis Mioma UteriMeskipun keberadaan mioma hampir tidak pernah berhubungan dengan kematian, mioma dapat menyebabkan morbiditas dan mempengaruhi kualitas hidup. Tanda dan gejala dari mioma uteri hanya terjadi pada 35 50% pasien. Gejala yang disebabkan oleh mioma uteri tergantung pada lokasi, ukuran dan jumlah mioma. Gejala dan tanda yarg paling sering adalah:

1. Perdarahan uterus yang abnormal.

Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling sering terjadi dan paling penting. Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan mioma uteri.

Wanita dengan mioma uteri mungkin akan mengalami siklus perdarahan haid yang teratur dan tidak teratur. Menorrhagia dan atau metrorrhagia sering terjadi pada penderita mioma uteri. Perdarahan abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.

Pada suatu penelitian yang mengevaluasi wanita dengan mioma uteri dengan atau tanpa perdarahan abnormal, didapat data bahwa wanita dengan perdarahan abnormal secara bermakna menderita mioma intramural (58% banding 13%) dan mioma submukosum (21% banding 1%) dibanding dengan wanita penderita mioma uteri yang asimptomatik. Tabel 1.

Mekanisme Perdarahan Abnormal pada Mioma Uteri

1. Peningkatan ukuran permukaan endometrium.2. Peningkatan vaskularisasi aliran vaskuler ke uterus.3. Gangguan kontraktilitas uterus.4. Ulserasi endometrium pada mioma submukosum.5. Kompresi pada pleksus venosus didalam miometrium.

2. Nyeri panggul

Mioma uteri dapat menimbulkan nyeri panggul yang disebabkan oleh karena degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma subserosum. Tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvik dan menekan bagian tulang pelvik yaug dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas posterior.23. Penekanan

Pada mioma uteri yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap organ sekitar. Penekanan mioma uteri dapat menyebabkan gangguan berkemih. Defekasi maupun dispareunia. Tumor yang besar juga dapat menekan pembuluh darah vena pada pelvik sehingga menyebabkan kongesti dan menimbulkan edema pada ekstremitas posterior.24. Disfungsi reproduksi

Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27 40 % wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Mioma yang terletak didaerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral.

Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan untuk motilitas sperma didalam uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implaltasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akitrat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor.19Tabel 2.Mekanisme Gangguan Fungsi Reproduksi dengan Mioma Uteri

1. Gangguan transportasi gamet dan embrio.2. Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus.3. Perubahan aliran darah vaskuler.4. Perubahan hislologi endometrium.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik Mioma Uteri1. Pemeriksaan Darah Lengkap

Haemoglobin: turun

Albumin: turun

Lekosit

: turun/meningkat

Eritrosit: turun

2. USG

Terlihat massa pada daerah uterus.

3. Vaginal Toucher

Didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.

4. Sitologi

Menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.,

5. Rontgen

Untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan operasi.

6. ECG

Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan operasi.

2.8 Diagnosis Mioma Uteria. AnamnesisDari anamnesis dapat ditemukan antara lain :Penderita seringkali mengeluh rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah, kadang mempunyai gangguan haid dan ada nyeri.b. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :1) Pemeriksaan abdomenPada pemeriksaan abdomen uterus yang membesar dapat dipalpasi pada abdomen. Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan memberi kesan adanya perubahan perubahan degeneratif. Mioma lebih terpalpasi pada abdomen selama kehamilan. Perlunakan abdomen yang disertai nyeri dapat disebabkan oleh perdarahan intraperitoneal dari ruptur vena pada permukaan tumor.2)Pemeriksaan PelvisPada pemeriksaan pelvis serviks biasanya normal. Namun, pada keadaan tertentu, mioma submukosa yang bertangkai dapat mengawali dilatasi serviks dan terlihat pada ostium servikalis. Uterus cenderung membesar, tidak beraturan dan berbentuk nodul.3)Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis mioma uteri, sebagai berikut:a)Ultra sonografi (USG), untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat di deteksi dengan computerized Tomografi Scanning (CT) ataupun magnetic Resonance Image (MRI), tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal.b)Foto bulk nier oversidth (BNO), intra vena pielografi (IVP) pemeriksaan ini penting untuk menilai massa dirongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.c)Histerografi dan histerokopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas.d)Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.e)Laboratorium : hitung darah lengkap dan apusan darah, untuk menilai kadar hemoglobin dan hematokrit serta jumlah leukosit.f)Tes kehamilan adalah untuk tes hormon chorionic gonadotropin, karena bisa membantu dalam mengevaluasi suatu pembesaran uterus, apakah oleh karena kehamilan oleh karena adanya suatu mioma uteri yang dapat menyebabkan pembesaran uterus menyerupai kehamilan.

Seringkali penderita mengeluh akan rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah. Pemeriksaan bimanual akan mengungkapkan tumor pada uterus, yang umumnya terletak di garis tengah ataupun agak ke samping, seringkali teraba berbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang barhubungan dengan uterus.

Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, yang ditegakkan dengan pemeriksaan dengan uterus sonde. Mioma submucosum kadang-kadang dapat teraba dengan jari yang masuk kedalam kanalis servikali, dan terasa benjolan pada kavum uteri.

Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan tumor abdomen di bagian bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan. Mioma submukosum dibedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korposis uteri atau suatu sarcoma uteri. USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan dugaan klinis.2.9 Komplikasi Mioma Uteri1. Degenerasi ganas

Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarcoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histology uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.

2. Torsi (putaran tangkai)

Mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum.

2.10 Penatalaksanaan Mioma UteriSecara umum penatalaksanaan mioma dibagi atas 2 metode :

1. Terapi Medisinal (hormonal)

Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormon (GnRH) agonis memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang ditimbulkan oleh mioma uteri.Pemberian GnRH agonis bertujuan untuk mengurangi ukuran rnioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Dari suatu penelitian rnultisenter didapati data pada pemberian GnRH agonis selama 6 bulan pada pasien dengan mioma uteri didapati adanya pengurangan volume mioma sebesar 44%. Efek maksimal pernberian GnRH agonis baru terlihat setelah 3 bulan. Pada 3 bulan berikutnya tidak terjadi pengurangan volume mioma secara bermakna.20Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala perdarahan uterus yaug abnormal namun tidak dapat mengurangi ukuran dari mioma.202. Terapi Pembedahan

Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang menimbulkan gejala. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah :211. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.

2. Sangkaan adanya keganasan.

3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause.4. Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba.

5. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu.

6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.

7. Anemia akibat perdarahan.

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi maupun histerektomi.

a. Miomektomi

Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi.22

Pada laparotorni, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus.

Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera.

Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan rnempengaruhi faktor fertilitas pada pasien. Disamping itu masa penyembuhan paska operasi juga lebih lama, sekitar 4 - 6 minggu.23 Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma submukosum yang terletak pada kavum uteri. Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan paska operasi (2 hari). Komplikasi operasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.24Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang bertangkai diluar kavurn uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi.

Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi yang lebih cepat antara 2-7 hari.

Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.24 b. Histerektomi

Tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan pendekatan abdominal (laparotomi), vaginal, dan pada beberapa kasus secara laparoskopi. Tindakan histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12 - 14 minggu.23Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH). Subtotal abdominal histerektomi dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih, rektum.

Histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan dari vagina, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Oleh karena pendekatan operasi tidak melalui dinding abdomen, maka pada histerektomi vaginal tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik.23Salah satu tujuan melakukan histerektomi laparoskopi adalah untuk mengalihkan prosedur histerektomi abdominal kepada histerektomi vaginal atau histerektomi laparoskopi secara keseluruhan. Histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi (Laparoscopically assisted vaginal histerectomy/LAVH). Dan pada tahun l99l Semm memperkenalkan tehnik classic intrafascial serrated edged macromrcellated hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy. Keunggulan dari CISH adalah mengurangi resiko trauma pada ureter dan kandung kemih, perdarahan yang lebih minimal, waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi yang lebih rninimal dan masa penyernbuhau yang cepat.25 Jadi, terapi yang terbaik untuk mioma uteri adalah melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi laparoskopi memiliki kelebihan dimana resiko perdarahan yang lebih minimal, masa peayembuhan yarg lebih cepat dan angka morbiditas yang lebih rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal.

Pada umumnya tidak dilakukan operasi untuk mengangkat mioma dalam kehamilan. Demikian pula tidak dilakukan abortus provokatus. Apabila terjadi degenerasi merah pada mioma dengan gejala-gejala seperti disebut diatas, biasanya sikap konservatif dengan istirahat-baring dan pengawasan yang ketat memberi hasil yang cukup memuaskan. Antibiotika tidak banyak gunanya karena proses peradangannya bersifat suci hama. Akan tetapi, apabila dianggap perlu, dapat dilakukan laparotomi percobaan dan tindakan selanjutnya disesuaikan dengan apa yang ditemukan waktu perut dibuka. Apabila mioma menghalang-halangi lahirnya janin, harus dilakukan seksio sesarea. Dalam masa nifas mioma dibiarkan kecuali apabila timbul gejala-gejala akut yang membahayakan. Pengangkatannya dilakukan secepat-cepatnya setelah 3 bulan; akan tetapi pada saat itu mioma kadang-kadang sudah demikian mengecil sehingga tidak memerlukan pembedahan.12.11Komplikasi Pasca Operasi Gangguan dapat terjadi setiap saat pada periode pasca operasi, tetapi paling sering terjadi antara hari-hari pasca operasi kelima dan kedua belas. Pada pasien dengan masalah gangguan penyembuhan dapat terjadi jauh di kemudian hari. Ini dapat terjadi segera setelah jahitan kulit dibuka.26,27 Jika terjadi sebelum hari ketujuh, mungkin dianggap patognomonik dari dehiscence. Pasien harus segera dibawa ke ruang operasi untuk menjalani eksplorasi luka di bawah anestesi. Ketika saat operasi dihasilkan suatu hematoma, dapat dievakuasi dan bagian dangkal luka resutured tanpa menimbulkan bahaya, tetapi jika ada gangguan pada kenyataannya, luka dapat segera resutured dengan risiko minimal danketidaknyamanan kepada pasien. Dengan tidak adanya infeksi luka resutured penyembuhan akan lebih cepat daripada luka primer.29Pada beberapa pasien gangguan berat dan tiba-tiba, dimana terjadi penonjolan usus melalui luka ke permukaan abdomen.26 Pengobatan yang tepat melindungi usus dengan handuk steril, segera pemberian narkotik, intravena jika mungkin, dan segera dilakukan operasi.Sebab-sebab terbukanya luka operasi pasca pembedahan ialah luka tidak dijahit dengan sempurna, distensi perut, batuk atau muntah berat, infeksi, dan debilitas si penderita. Jika hal-hal tersebut ditemukan, harus waspada terhadap kemungkinan terbukanya luka operasi.

Adanya disrupsi luka operasi dicurigakan dengan adanya rasa nyeri setempat, menonjolnya luka operasi, dan keluarnya cairan serosanguinolen. Pada pemeriksaan dapat dilihat usus halus dalam luka, atau apabila jahitan kulit tidak terbuka dapat diraba massa yang lembek di bawah kulit.

Setelah diagnosis ditetapkan, maka setelah diadakan persiapan seperlunya, dilakukan reposisi isi rongga perut dan diadakan jahitan-jahitan yang menembus semua lapisan dari kulit sampai dengan peritoneum dengan sutra atau nilon kuat.30Faktor Faktor Dalam Penyembuhan Luka

Dapat dibagi menjadi tiga kelompok : (1) sistemik, seperti anemia berat, (2) lokal, seperti infeksi, atau teknik saat membuat dan menjahit sayatan bedah, dan (3) pasca operasi, seperti distensi abdomen.1. Sistemik

Hypoproteinemia, terutama hipoalbumin

Anemia Defisiensi vitamin C

Terapi Steroid

Infeksi

Usia tua2. Lokal

Hemostasi yang buruk

Persiapan darah

Tepi luka yang tidak rata Tehnik membuat dan menutup insisi

3. Post Operasi

Batuk Muntah Distensi abdomen

Proses Penyembuhan Luka Pasca Operasi Proses penyembuhan luka pasca operasi pada dasarnya adalah sama. Proses fisiologis penyembuhan luka meliputi: respon inflamasi akut terhadap cedera, fase destruktif, fase proliferatif, dan fase maturasi.31 Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit atau jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas normal. Seluruh kegiatan penyembuhan luka diatur oleh serangkaian reaksi yang kompleks.32

Respon organisme terhadap kerusakan jaringan/organ serta usaha pengembalian kondisi homeostasis sehingga dicapai kestabilan fisiologis jaringan atau organ yang pada kulit terjadi penyusunan kembali jaringan kulit ditandai dengan terbentuknya epitel fungsional yang menutupi luka.33Tahapan Penyembuhan Luka Tanpa memandang penyebab, tahapan penyembuhan luka terbagi atas :

Fase koagulasi : setelah luka terjadi, terjadi perdarahan pada daerah luka yang diikuti dengan aktifasi kaskade pembekuan darah sehingga terbentuk klot hematoma. Proses ini diikuti oleh proses selanjutnya yaitu fase inflamasi.

Fase inflamasi : Fase inflamasi mempunyai prioritas fungsional yaitu menggalakkan hemostasis, menyingkirkan jaringan mati, dan mencegah infeksi oleh bakteri patogen terutama bakteria. Pada fase ini platelet yang membentuk klot hematom mengalami degranulasi, melepaskan faktor pertumbuhan seperti platelet derived growth factor (PDGF) dan transforming growth factor (TGF), granulocyte colony stimulating factor (G-CSF), C5a, TNF, IL-1 dan IL-8. Leukosit bermigrasi menuju daerah luka. Terjadi deposit matriks fibrin yang mengawali proses penutupan luka. Proses ini terjadi pada hari 2-4. Fase proliperatif : Fase proliperatif terjadi dari hari ke 4-21 setelah trauma. Keratinosit disekitar luka mengalami perubahan fenotif. Regresi hubungan desmosomal antara keratinosit pada membran basal menyebabkan sel keratin bermigrasi kearah lateral. Keratinosit bergerak melalui interaksi dengan matriks protein ekstraselular (fibronectin,vitronectin dan kolagen tipe I). Faktor proangiogenik dilepaskan oleh makrofag, vascular endothelial growth factor (VEGF) sehingga terjadi neovaskularisasi dan pembentukan jaringan granulasi.

Fase remodeling : Remodeling merupakan fase yang paling lama pada proses penyembuhan luka,terjadi pada hari ke 21-hingga 1 tahun. Terjadi kontraksi luka, akibat pembentukan aktin myofibroblas dengan aktin mikrofilamen yang memberikan kekuatan kontraksi pada penyembuhan luka. Pada fase ini terjadi juga remodeling kolagen. Kolagen tipe III digantikan kolagen tipe I yang dimediasi matriks metalloproteinase yang disekresi makrofag, fibroblas, dan sel endotel. Pada masa 3 minggu penyembuhan, luka telah mendapatkan kembali 20% kekuatan jaringan normal.34

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Anamnesis

Identitas Pasien :

Nama

: Ny. MUmur

: 36 tahun

Agama

: Islam

Pendidikan Terakhir: SMAPekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Suku

: NTBAlamat

: Jl. Cipto Mangunkusumo RT. 17 SengkotekMasuk Rumah Sakit: 21 Januari 2013. Pukul. 11.00 WITA.

Keluhan Utama

: Nyeri pada perut bagian bawah.

Riwayat Penyakit Sekarang : Nyeri pada perut bagian bawah saat haid sejak + 1 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan tembus hingga ke belakang. Nyeri dirasakan makin bertambah berat sejak 3 bulan terakhir dan dirasakan juga saat pasien tidak haid. Pasien juga mengeluhkan saat haid, darah yang keluar berlebih, sampai lebih 3 kali ganti pembalut per hari dan dialami hingga 6 hari. Saat BAK pasien mengeluh sakit dan air kemih keluar sedikit-sedikit sejak 3 bulan yang lalu dan sudah dibawa berobat ke dokter dan mendapatkan pengobatan. Tidak ada keluhan BAB.Riwayat Penyakit Dahulu: Infeksi Saluran Kencing 3 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga: Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-), Asma (-).

Riwayat Menstruasi :

Usia Menarche : 16 tahun.

Lama haid

: + 3 hari.

Jumlah darah haid: 2 kali ganti pembalut per hari.Status Perkawinan :

Menikah 1 kali. Lama pernikahan 16 tahun. Usia pertama kali menikah 20 tahun.

Riwayat Obstetri :

1. 2004/3 bulan/abortus.

2. 2005/2 bulan/abortus.

Riwayat Keluarga Berencana :

Metode KB yang pernah di pakai : suntik 3 bulan selama + 1 tahun.

3.2 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran

: Komposmentis, GCS E4V5M6

Tekanan Darah: 100/70 mmHg

Frekuensi Nadi: 78 kali per menit, regular, isi cukup, kuat angkat.

Frekuensi Nafas: 19 kali per menit, regular

Suhu

: 36,1 oC aksilar

Kepala

Mata

Konjungtiva anemis (-/-)

Sklera ikterik (-/-) Pupil isokor 3 mm/3mm, Refleks cahaya (+/+)

Hidung

Deviasi septum nasi (-)

Pernapasan cuping hidung (-)

Telinga

Gangguan pendengaran (-)

Mulut

Sianosis (-)

Pucat (-)

Leher

Deviasi trakea (-)

Pembesaran KGB (-)

Thoraks

Paru

Inspeksi:Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-), Pelebaran ICS (-)

Palpasi

:Gerakan dada simetris.

Perkusi

:

DS

SonorSonor

SonorSonor

SonorSonor

Auskultasi: Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi:Ictus cordis tidak tampak

Palpasi:Ictus cordis teraba

Perkusi:batas jantung kanan : parasternal line ICS III dekstra,

batas jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra

Auskultasi:S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi:Flat. Palpasi:Soefl, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-).

Nyeri tekan pada daerah simpisis (+).

Perkusi:timpani di seluruh lapangan abdomen

Auskultasi:Bising usus (+) normal

Ekstremitas

Superior:Akral hangat (+), edema (-)

Inferior:Akral hangat (+), edema (-)Pemeriksaan Ginekologi.

Inspeksi : Flat.

Palpasi: Teraba massa (+) pada abdomen.

Nyeri tekan pada daerah simpisis.

3.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Darah lengkap 21 Januari 2013 : Hemoglobin

: 12,8 gr/dl Leukosit

: 8.000 /mm3 Hematokrit

: 40 % Trombosit

: 318.000 BT

: 2 CT

: 8Kimia darah : Gula Darah Sewaktu: 92 mg/dl Ureum

: 29,8 mg/dl Creatinin

: 0,6 mg/dlPemeriksaan Foto Thorax tanggal 1 Oktober 2012 :

Sinus, diaphragma dan cor normal.

Pulmo : corakan bronchovaskuler agak ramai, terutama paracardial. Hil agaknya baik. Tidak tampak cavitas bercak ataupun pleural effusion.

Tidak tampak kelainan ossa thoracis.

Kesan : Thorax foto dalam batas normal.

Pemeriksaan USG tanggal 27 September 2012 :

Uterus : besar, ukuran total 8,7 x 14,2 cm, inhomogen dan difundusnya ada mass dengan ukuran total 6,2 x 6,4 cm. Ada cysta di dekstra ukuran 6,2 x 7 cm.

Liver, gall bladder, pancreas, spleen, kedua kidney, urinary bladder dan caecum tidak tampak kelainan. Tidak ada ascites intra abdomen et pelvis.

Kesan : Uterus mass, Suspect Myoma.

Cysta Ovarium Dextra.3.4 Diagnosis :

Mioma Uteri, Kista Ovarium Dekstra.

WAKTU OBSERVASI

21/01/1311.00Menerima pasien baru dari poli dengan diagnosis Mioma Uteri Rencana laparotomi tanggal 23 Januari 2013.

Tanda Vital :

Tekanan Darah : 100/70 mmHg Nadi : 78 x/i

Pernafasan : 19x/i Suhu : 36,1 oC

Konsul ke dr. Sp. OG, advis :

Besok pasien dibawa ke poli jam 10.00 WITA

Pro laparotomi

18.00 Tanda Vital :

Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 70 x/i

Pernafasan : 20x/i Suhu : 36,7 oC

Pasien dipindahkan ke ruang nifas.

22.00

Tanda Vital :

Tekanan Darah : 100/70 mmHg Nadi : 72 x/i

Pernafasan : 16x/i Suhu : 36,4 oC

22/01/1307.00 Tanda Vital :

Tekanan Darah : 110/70 mmHg Nadi : 68 x/i

Pernafasan : 21x/i Suhu : 36,2 oC

12.00 Tekanan Darah : 100/70 mmHg Nadi : 60 x/i

Pernafasan : 19x/i Suhu : 36 oC

17.00Lapor dr. Sp. An, persiapan operasi :

Siapkan darah WB 1 kolf.

23-01-201307.00 Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 88 x/i

Pernafasan : 22x/i Suhu : 36 oC

09.00 Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 86 x/i

Pernafasan : 18x/i Suhu : 36,8 oC Pasien di antar ke OK.

15.2015.30 Pasien di jemput dari OK.

Tekanan Darah : 100/60 mmHg Nadi : 60 x/i

Pernafasan : 22x/i Suhu : 36,2 oC

17.00Pasien mengeluh menggigil. Mual dan muntah.

Rencana transfusi PRC 1 kolf.

Tekanan Darah : 100/60 mmHg Nadi : 72 x/i

Pernafasan : 24x/i Suhu : 35,1 oC

Akral dingin.

Urin Tampung = 1150 cc/5 jam.

Lapor dr. Jaga, advis :

- Guyur RL 200 cc dalam 10 menit.

- Injeksi Ranitidin 1 amp (ekstra).

17.45Infus RL hangat 20 tetes per menit.

19.0019.45 Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 74 x/i

Pernafasan : 24x/i Suhu : 36,2 oC

Skin test Cefotaxim. Hasil (-).

20.00Injeksi Cefotaxim 1 gr IV.

Injeksi Alinamin F 1 ampul IV.

Injeksi Antrain 1 ampul IV.

24/1/201300.15 Pasien mual dan muntah.

Tekanan Darah : 130/80 mmHg Nadi : 86 x/i

Pernafasan : 22x/i Suhu : 36,5 oC

Lapor dr. Jaga, advis :

Posisi baring setengah duduk.

Injeksi Ranitidin 1 amp IV.

Injeksi Metoclopramide 1 amp diencerkan 5 cc IV pelan.

00.20Memberikan injeksi Ranitidin 1 ampul IV.

Memberikan injeksi Metoclopramide 1 amp diencerkan 5 cc IV.

04.00Injeksi Cefotaxim 1 ampul IV.

Injeksi Alinamin F 1 ampul IV.

Injeksi Antrain 1 ampul IV.

06.00Hb : 5,6 Tekanan Darah : 110/60 mmHg Nadi : 60 x/i

Pernafasan : 19x/i Suhu : 36 oC

10.00 Tekanan Darah : 120/70 mmHg Nadi : 84 x/i

Pernafasan : 24x/i Suhu : 37 oC

10.15 Transfusi PRC 1 kolf ke I.

12.00 Injeksi Cefotaxim 1 ampul IV.

Injeksi Alinamin F 1 ampul IV.

Injeksi Antrain 1 ampul IV.

15.45 Transfusi darah PRC 1 kolf ke II.

18.00 Tekanan Darah : 130/90 mmHg Nadi : 87 x/i

Pernafasan : 21x/i Suhu : 36,2 oC

25-01-201306.00 Tekanan Darah : 110/70 mmHg Nadi : 86 x/i

Pernafasan : 24x/i Suhu : 37,4 oC

Hb : 7,7 g/dl.

20.00 Tekanan Darah : 130/80 mmHg Nadi : 92 x/i

Pernafasan : 24x/i Suhu : 37,5 oC

Oral Paracetamol 1 tab pro transfusi.

21.00 Transfusi darah PRC 1 kolf (III).

26-01-201311.00 Hb : 8,8 g/dl.

Tekanan Darah : 120/70 mmHg Nadi : 84 x/i

Pernafasan : 24x/i Suhu : 37 oC

19.00 Tekanan Darah : 110/70 mmHg Nadi : 78 x/i

Pernafasan : 21x/i Suhu : 37,1 oC

Transfusi darah PRC 1 kolf (IV)

27-01-201307.00 Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/i

Pernafasan : 20x/i Suhu : 37,2 oC

18.00 Tekanan Darah : 140/80 mmHg Nadi : 84 x/i

Pernafasan : 24x/i Suhu : 36,1 oC

28-01-201307.00 Tekanan Darah : 130/90 mmHg Nadi : 87 x/i

Pernafasan : 19x/i Suhu : 36 oC

Luka operasi terbuka. Tampak lemak hingga omentum.

09.00 Lapor dr. Sp. OG, advis : - Repair ulang luka operasi di OK IGD.

11.00 Pasien diantar ke OK IGD.

Hb : 8,8 g/dL.

Siapkan darah PRC II Kolf.

Laporan Operasi :

Tanggal operasi

: 23 Januari 2013

Waktu operasi

: 12.10 14.40 WITA

Macam operasi

: Operasi besar, elective

Diagnosis pre-operasi : Tumor Uterus + Kista Ovarium DekstraDiagnosis post-operasi: Tumor Uterus + Kista Ovarium DekstraNama/Macam operasi: HT SODLaporan Operasi

1. Mengkaji ulang indikasi operasi.

2. Memberikan informed consent pada pasien dan keluarga.

3. Pasien disiapkan di atas meja operasi dan diberi anastesi general.

4. Dilakukan disinfeksi dinding abdomen dengan alkohol dan betadine, kemudian lapangan operasi dipersempit dengan duk steril.

5. Dibuat insisi mediana sepanjang + 12 cm, lapis demi lapis (kutis, subkutis, lemak, fascia transversalis, M. Obliqus Externus, M. Rektus Abdominalis, M. Pyramidalis, M. Obliqus Internus, M. Transversal Abdominalis, Peritonium).

6. Tampak uterus besar, terdapat perlekatan dengan uterus, konsul Sp. BU (dr. Elvis, Sp. BU).

7. Bebaskan perlekatan.

8. Dipisahkan vesika urinaria dengan operator kemudian disisihkan dengan menggunakan hak.

9. Dilakukan histerektomi dan salpingooporektomi dekstra dengan ukuran + 10 cm.

10. Ovarium kiri drilling.

11. Dilakukan eksplorasi untuk melihat perdarahan dan dilakukan kaulter.

12. Membersihkan rongga abdomen dengan NaCl 0,9 %.

13. Menjahit lapisan dinding abdomen dengan jahitan lapis demi lapis.

a. Peritoneum dengan catgut plain 2.0

b. Otot dengan catgut plain 2.0

c. Fascia dengan vycril 1.0

d. Lemak dengan catgut plain 2.0

e. Subcutis dengan vycil 3.0

14. Permukaan abdomen dibersihkan dengan NaCl 0,9%.

15. Luka ditutup dengan kassa steril, wound dress, kemudian ditutup dengan plester.

16. Dilakukan balance cairan.

Terapi Post Operasi :

Infus ringer laktat 32 tetes per menitAntibiotik : Injeksi Cefotaxim 1 gram/8 jam/IV

Injeksi Alinamin F 1 ampul/8 jam/IV

Injeksi Antrain 1 ampul/8 jam/IV

Pronalges Supp II/Rectal.

Tranfusi darah PRC 2 kolf.

Cek Hb 4 jam post transfuse darah.

Bila Hb < 8 g/dl ( transfusi lagi 2 kolf darah.

Follow up Ruangan :

Tanggal 24 Januari 2013.

Keluhan : Mual (+), muntah (+), nyeri pada bekas luka operasi, BAK (-), BAB (-), Flatus (+). Keluhan lain (-).Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum

= sedang

Tekanan Darah

= 160/100 mmHg

Nadi

= 98 kali per menit, reguler, kuat angkat.

Pernafasan

= 22 kali per menit

Suhu

= 36,4 oC per aksilaKonjungtiva Anemis = +/+

Bising usus

= +Diagnosis : Mioma Uteri + Kista Ovarium Dekstra Post HT SOD hari ke - 1.

Penatalaksanaan : - Cek Hb

Infus ringer laktat 20 tetes per menit Injeksi cefotaxim 3 x 1 gram IV

Injeksi ranitidin 2 x 1 ampul IV Injeksi ondansentron 2 x 1 ampul IV Injeksi alinamin F 3 x 1 ampul IVTanggal 25 Januari 2013Keluhan : Mual (+), muntah (+), nyeri pada bekas luka operasi, BAK (-), BAB (-) Keluhan lain (-)

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum

= sedang

Tekanan Darah

= 150/100 mmHg

Nadi

= 96 kali per menit, reguler, kuat angkat.

Pernafasan

= 21 kali per menit

Suhu

= 36,6 oC per aksilaKonjungtiva Anemis = +/+

Bising Usus

= +Diagnosis : Mioma Uteri + Kista Ovarium Dekstra Post HT SOD hari ke - 2.

Penatalaksanaan :

Infus ringer laktat 20 tetes per menit Injeksi cefotaxim 3 x 1 gram IV

Injeksi ranitidin 2 x 1 ampul IV Injeksi ondansentron 2 x 1 ampul IV Injeksi alinamin F 3 x 1 IVTanggal 26 Januari 2013Keluhan : Mual (+), muntah (+), nyeri bekas luka operasi, BAK (+), BAB (+), keluhan lain (-).Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum

= sedang

Tekanan Darah

= 130/80 mmHg

Nadi

= 84 kali per menit, reguler, kuat angkat.

Pernafasan

= 21 kali per menit

Suhu

= 36, 4 oC per aksilaKonjungtiva Anemis= -/-Diagnosis : Mioma Uteri + Kista Ovarium Dekstra Post HT SOD hari ke - 3.

Penatalaksanaan :

Lepas infus terpasang penflon

Injeksi cefotaxim 3 x 1 gram IV

Injeksi ondansentron 2 x 1 ampul IV Oral antasida sirup 3 x 1C Lepas kateterTanggal 28 Januari 2013Keluhan : Nyeri pada bekas luka operasi.

Mual (+), muntah (+). Keluhan lain (-).

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum

= sedang

Tekanan Darah

= 140/80 mmHg

Nadi

= 84 kali per menit, reguler, kuat angkat.

Pernafasan

= 22 kali per menitSuhu

= 36, 6 oC per aksilaKonjungtiva anemis = -/-Saat ganti perban, terlihat keluar lemak hingga omentum.

Diagnosis : Mioma Uteri + Kista Ovarium Dekstra Post HT SOD hari ke - 5.

Burst Abdomen.Penatalaksanaan :

Observasi Rencana perbaikan luka operasi di OK IGD Siapkan darah PRC 2 kolfLaporan Operasi :

Tanggal operasi

: 28 Januari 2013

Waktu operasi

: 12.30 13.30 WITA

Macam operasi

: Operasi sedang, emergency

Diagnosis pre-operasi : Burst AbdomenDiagnosis post-operasi: Post Repair Burst AbdomenNama/Macam operasi: Repair ulang luka operasiTerapi Post Operasi :

Infus ringer laktat 20 tetes per menitInjeksi cefotaxim 3 x 1 gr IV mulai pukul 20.00 WITAInjeksi ketorolac 3 x 1 gr IV mulai pukul 20.00 WITADrip metronidazole 3 x 1 grDrip tradosik 3 x 1 ampul dalam ringer laktatInjeksi metoclopramide 3 x 1 gr IVJika mual, ekstra injeksi granon 1 ampul IVJika batuk, oral codein 3 x 1 tabletMobilisasi bertahapDiet TKTPDrip Neurosanbe 1 ampul per hari dalam ringer laktatBila masih mual muntah ( konsultasi dengan dokter Spesialis Penyakit DalamTransfusi darah PRC 2 kolfFollow up Ruangan :Tanggal 29 Januari 2013Keluhan : Mual (+), muntah (+), BAK (+), BAB (-). Keluhan lain (-)

Pemeriksaan Fisik :

Tekanan Darah = 120/70 mmHg

Nadi

= 82 kali per menit, reguler, kuat angkat.

Pernafasan

= 22 kali per menit

Suhu

= 36,8 oC per aksilaDiagnosis : Mioma Uteri + Kista Ovarium Dekstra Post HT SOD hari ke 6 dan Post Re-Hecting hari ke - 1.

Penatalaksanaan :

Drip tradosik 3 x 1 ampul dalam infus ringer laktat Injeksi cefotaxim 3 x 1 gram IV

Injeksi ranitidin 2 x 1 ampul IV Injeksi metoclopramide 3 x 1 ampul IV Oral antasida sirup 3 x 1C Diet lunak Lepas kateterTanggal 30 Januari 2013Keluhan : Nyeri luka operasi. Mual (+), muntah (-). Keluhan lain (-).

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum

= sedang

Tekanan Darah

= 110/60 mmHg

Nadi

= 78 kali per menit, reguler, kuat angkat.

Pernafasan

= 19 kali per menit

Suhu

= 36,6 oC per aksilaKonjungtiva anemis= -/-Diagnosis : Mioma Uteri + Kista Ovarium Dekstra Post HT SOD hari ke 7 dan post Re-Hecting hari ke-2.

Penatalaksanaan :

Drip tradosik 3 x 1 dalam infus ringer laktat Injeksi cefotaxim 3 x 1 gram IV

Injeksi metoclopramide 3 x 1 amp IV Oral antasida sirup 3 x 1CTanggal 31 Januari 2013Keluhan : Mual (+), muntah (-). Nyeri bekas luka operasi. Batuk kering, BAK (+), BAB (+).Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum= baik

Tekanan Darah = 110/60 mmHg

Nadi

= 74 kali per menit, reguler, kuat angkat.

Pernafasan

= 18 kali per menit

Suhu

= 36 oC per aksilaDiagnosis : Mioma Uteri + Kista Ovarium Dekstra Post HT SOD hari ke 8 dan post Re-Hecting hari ke-3.

Penatalaksanaan :

Infus di lepas terpasang penflon Injeksi cefotaxim 3 x 1 gram IV

Oral asam mefenamat 3 x 500 mg

Oral antasida sirup 3 x 1C Oral DMP sirup 3 x 1CTanggal 1 Februari 2013Keluhan : Mual (-), muntah (-). Nyeri bekas luka operasi. Batuk kering, BAK (+), BAB (+).

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum

= Baik

Tekanan Darah

= 120/70 mmHg

Nadi

= 82 kali per menit, reguler, kuat angkat.

Pernafasan

= 18 kali per menit

Suhu

= 36,5 oC.Konjungtiva anemis = (-/-)Diagnosis : Mioma Uteri + Kista Ovarium Dekstra Post HT SOD hari ke 9 dan post Re-Hecting hari ke-4.

Penatalaksanaan :

Oral cefadroxil tablet 2 x 1 Oral asam mefenamat 3 x 500 mg

Oral antasida sirup 3 x 1C Oral DMP sirup 3 x 1C Pasien pulangBAB IV

PEMBAHASAN

TeoriKasus

Perdarahan uterus yang abnormal, gejala klinis paling sering terjadi. Siklus perdarahan haid yang teratur dan tidak teratur. Menorrhagia dan atau metrorrhagia sering terjadi pada penderita mioma uteri. Mioma uteri dapat menimbulkan nyeri panggul disebabkan karena degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma subserosum.

Penekanan mioma uteri dapat menyebabkan gangguan berkemih. Defekasi maupun dispareunia.

Disfungsi reproduksi. Dilaporkan sebesar 27 40 % wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas.- Saat haid, darah yang keluar berlebih, > 3 kali ganti pembalut per hari dan dialami hingga 6 hari. - Nyeri pada perut bagian bawah saat haid sejak + 1 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan tembus hingga ke belakang. Nyeri dirasakan makin bertambah berat sejak 3 bulan terakhir dan dirasakan juga saat pasien tidak haid. - Saat BAK pasien mengeluh sakit dan air kemih keluar sedikit-sedikit.- Riwayat obstetri : pasien mengalami dua kali abortus.

Pemeriksaan USG :Terlihat massa pada daerah uterus. Hasil USG :

Uterus mass, Suspect Myoma.

Cysta Ovarium Dextra

Pasien Ny. M, usia 36 tahun, datang ke Spesialis Kandungan dengan keluhan nyeri pada perut bagian bawah sejak + 1 tahun yang lalu, dimana nyeri dirasakan saat pasien haid ataupun tidak haid. Setelah dianamnesis lebih dalam dan dilakukan pemeriksaan ginekologi serta dilakukan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis mioma uteri dengan kista ovarium dekstra, sehingga pada penanganannya dipilih tindakan operasi yaitu histerektomi salpingooforektomi dekstra. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan American Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah terjadi perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif, sangkaan adanya keganasan, pertumbuhan mioma pada masa menopause, infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba, nyeri dan penekanan yang sangat menganggu, gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius, serta anemia.

Menurut Thompson (1997), tindakan histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12 - 14 minggu.Pada pasien Ny. M, di hari ke-5 post histerektomi salpingooforektomi dekstra, pasien mengalami komplikasi post operasi, yaitu terjadi burst abdomen, dimana jahitan bekas operasi terbuka hingga bagian omentum terlihat di luar abdomen. Hal ini terjadi, dikarenakan setelah post operasi histerektomi salpingooforektomi dekstra, pasien mengalami muntah yang hebat dan tidak membaik walaupun diberi antiemetik. Dimana muntah hebat merupakan salah satu faktor penyebab terjadi komplikasi post operasi yaitu burst abdomen. Setelah diketahui mengalami komplikasi post operasi, segera dilakukan operasi emergency berupa repair hecting pada pasien. Dan setelah perawatan hari ke-9 pasien membaik dan pulang.Mayo (1995) menyebutkan komplikasi pasca operasi dapat terjadi setiap saat, tetapi paling sering terjadi antara hari-hari pasca operasi kelima dan kedua belas. Menurut Winkjosastro (2007) sebab-sebab terbukanya luka operasi pasca pembedahan ialah luka tidak dijahit dengan sempurna, distensi perut, batuk atau muntah berat, infeksi, dan debilitas si penderita. Jika hal-hal tersebut ditemukan, harus waspada terhadap kemungkinan terbukanya luka operasi. Perlu dilakukan reposisi isi rongga perut dan diadakan jahitan-jahitan yang menembus semua lapisan dari kulit sampai dengan peritoneum dengan sutra atau nilon kuat sesegera mungkin.BAB V

PENUTUP

Pasien wanita Ny. M, usia 36 tahun, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan ginekologi dan pemeriksaan penunjang didiagnosis dengan mioma uteri dengan kista ovarium dekstra, dan untuk penatalaksanaannya dipilih histerektomi salpingooforektomi dekstra. Dari anamnesis, pemeriksaan ginekologi, diagnosis beserta penatalaksanaan pada pasien ini sudah sesuai dengan literatur.DAFTAR PUSTAKA

1. Winkjosastro. H. Penyakit dan Kelainan Alat kandungan dalam Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta: Bina Pusaka. 2007; 30:421-425.

2. Budi R. H. Mioma Uteri dalam Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38. No. 3. Medan: Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran USU RSUP H. Adam Malik. 2005; p:254-259

3. Michael S. Eisenstat, M.D. Stanley O. Hoerr, M.D. Causes and Management of Surgical Wound Dehiscence. p:33-42.

4.William H. Parker, M.D. Etology, Symptomatology and Diagnosis Of Uterine Myomas. California: Departement of Obstetrics and Gynecology, UCLA School of Medicine. 2007. 87: p725-736.

5. Edward E. Wallach, MD, and Nikos F. Vlahos, MD. Uterine Myomas: An Overviewof Development, Clinical Features, and Management. American college of Obstetricians and Gynecologist. 2004. 104: p393-406.

6. Pranoto, Ibnu. Histerektomi Vaginal sebagai cara Pengangkatan Kandungan untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Wanita.

7.Januadi, E Judi. 9 Keluhan Usai Sesar dan Mengatasinya. Jakarta: RS Subroto.

8. Budi R. H. Laparoskopi pada Kista Ovarium dalam Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38. No. 3. Medan: Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran USU RSUP H. Adam Malik. 2005; p:260-263.

9. Winkjosastro. H. Prinsip Prinsip Pembedahan dalam Ilmu Kandungan Edisi II. Jakarta: Bina Pusaka 2007; 24:670-672.

10. Said, Syahrul; Taslim N.A; dan Bahar B. Gizi dan Penyembuhan Luka. Indonesia Academic Publishing. 2013.

1. Winkjosastro. H. Penyakit dan Kelainan Alat kandungan dalam Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta: Bina Pusaka 2007; 30:421-425.

2. Memarzadeh S, Broder MS. Wexler AS, Pernoll ML. Leiomyoma of the uterus. In: Current obstetric & Gynecologic. diagnostic & treatment, Decherney AH, Nathan L, editors. Ninth edition. Lange Medical Books, New York. 2003.p: 693 - 701.

3. Wattiez A, Cohen SB. Selvaggi L. Laparoscopy hysterectomy. Curr Opin Obstet Gynecol 2002:14:417 -22.

4.Flake GP, Andersen J, Dixon D. Etiology and pathogenesis of uterine leiomyomas: a review. Environ Health Perspect 2003;111:103754.

5. Cook JD, Walker CL. Treatment strategies for uterine leiomyoma: the role of hormonal modulation. Semin Reprod Med 2004;22:10511.6. Englund K, Blanck A, Gustavsson I, Lundkvist U, Sjoblom P, Norgren A, et al. Sex steroid receptors in human myometrium and fibroids: changes during the menstrual cycle and gonadotropin-releasing hormone treatment. J Clin Endocrinol Metab 1998;83:40926.

7.Kawaguchi K, Fujii S, Konishi I, Nanbu Y, Nonogaki H, Mori T. Mitotic activity in uterine leiomyomas during the menstrual cycle. Am J Obstet Gynecol 1989;160:63741.

8.Tiltman AJ. The effect of progestins on the mitotic activity of uterine fibromyomas. Int J Gynecol Pathol 1985;4:8996.

9.Wise LA, Palmer JR, Harlow BL, Spiegelman D, Stewart EA, Adams-Campbell LL, et al. Reproductive factors, hormonal contraception, and risk of uterine leiomyomata in African-American women: a prospective study. Am J Epidemiol 2004;159:11323.

10.Murphy AA, Morales AJ, Kettel LM, Yen SS. Regression of uterine leiomyomata to the antiprogesterone RU486: dose-response effect. Fertil Steril 1995;64:18790.Nisolle M, Gillerot S, Casanas-Roux F, Squifflet J, Berliere M, Donnez J. Immunohistochemical study of the proliferation index, oestrogen receptors and progesterone receptors A and B in leiomyomata and normal myometrium during the menstrual cycle and under gonadotrophin-releasing hormone agonist therapy. Hum Reprod 1999;14:284450.

11.Marshall LM, Spiegelman D, Goldman MB, Manson JE, Colditz GA, Barbieri RL, et al. A prospective study of reproductive factors and oral contraceptive use in relation to the risk of uterine leiomyomata. Fertil Steril 1998;70:4329.12.Schwartz SM, Marshall LM, Baird DD. Epidemiologic contributions to understanding the etiology of uterine leiomyomata. Environ Health Perspect 2000;108(Suppl 5):8217.

13. Marshall LM, Spiegelman D, Barbieri RL, Goldman MB, Manson JE, Colditz GA, et al. Variation in the incidence of uterine leiomyoma among premenopausal women by age and race. Obstet Gynecol 1997;90:96773.

14. Ross RK, Pike MC, Vessey MP, Bull D, Yeates D, Casagrande JT. Risk factors for uterine fibroids: reduced risk associated with oral contraceptives. Br Med J (Clin Res Ed) 1986;293:35962.

15. Chiaffarino F, Parazzini F, La Vecchia C, Chatenoud L, Di Cintio E, Marsico S. Diet and uterine myomas. Obstet Gynecol 1999;94:3958.

16. Samadi AR, Lee NC, Flanders WD, Boring JR 3rd, Parris EB. Risk factors for self-reported uterine fibroids: a case-control study. Am J Public Health 1996;86:85862.

17. Parazzini F, Negri E, La Vecchia C, Chatenoud L, Ricci E, Guarnerio P. Reproductive factors and risk of uterine fibroids. Epidemiology 1996;7: 4402.

18. Thompson JD, Rock JA. Leiomyomata uteri and myomectomy. In: Te Linde's Operative Gynecology. Rock JA, Thompson JD. editors. Lippincott-Raven Publishers, Philadelphia. 1997. p: 731 - 70.

19. Stoval DW. Clinical symptomatology of uterine leiomyoma. Clin Obstet Gynecol 2001;44:364 -71.20. Baziad A. Endokrinologi ginekologi. Edisi kedua. Media Aesculapius, Jakarta, 2003. p:151 - 57.21. Hurst BS, Matthews ML, Marshburn PB. Laparoscopic myomectomy for symptomatic uterine myomas. Fertil Steril 2005;83(l): 1 -22.

22. Murphy AA, NamnoumAB. Diagnostic and operative laparoscopy. In: Te Linde's Operative Gynecology, Rock JA, Thompson JD, editors. Lippincott-Raven Publishers, Philadelphia, l997. p: 389 - 413.

23. Thompson JD, Warshaw J. Hysterectomy. In: Te Linde's Operative Gynecology, Rock JA, Thompson JD, editors. Lippincott-Raven Publishers, Philadelphia, 1997. p:771 - 854.24. Tulandi T. Modern surgical approaches to female reproductive tract. Hum Reprod Update 1996;2(5):419 - 427.

25. Falcone T. Bedaiwy MA. Minimally invasive management of uterine fibroids. Curr Opin Obstet Gynecol 2002;14;401 - 07.

26.Maingot R. Management of the wound. Abdominal Operations. Edited by R Maingot. New York: Appleton-Century-Crofts, Inc., 1964; 2: p 29-50.

27. Mayo CW, Lee MJ Jr. Separation of abdominal wounds. AMA Arch Surg 1951; 62: p 883-894.

28. Mendoza CB Jr, Watne AL, Grace JE, et al. Wire versus silk: choice of surgical wound closure in patients with cancer. Am J Surg 1966; 112: p 839-845.

29. Savlov ED, Dunphy JE: The healing of the disrupted and resutured wound. Surgery 36: 362-370, 1954.

30. Winkjosastro. H. Prinsip Prinsip Pembedahan dalam Ilmu Kandungan Edisi II. Jakarta: Bina Pusaka 2007; 24:670-672.

31. Morison, Maya J. Seri Pedoman Praktis: Manajemen Luka. Jakarta : EGC. 2004; p 1.

32. Boyle M. Pemulihan Luka. Jakarta : EGC. 2008; p 37.

33. Regauer S, Compton CC. Cultured Keratonocyte Sheet Enhance Spontaneous Reepithelization in a Dermal Explant Model of Partial Thickness Wound Healing. J Invest Dermatol. 1990; 95;341-346.

34. Hunt KT. Wound Healing. In: Doherty MG. Current Surgical Diagnosis and Treatment. 12th Ed. McGraw-Hills, USA. 2003; p75-87.15