case anestesi riyan(invaginasi).doc

31
BAB I LAPORAN KASUS STATUS ILMU ANESTESI RUMAH SAKIT UMUM DR. SOESELO SLAWI Nama Mahasiswa : Riyan Santosa NIM : 030.09.210 Pembimbing : dr. Arif amminudin Aziz, Sp.An I. IDENTITAS Nama : An. X Umur : 6 Bulan Jenis kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pekerjaan : - Alamat : Kertasinduyasa No CM : 342934 II. ANAMNESA A. Keluhan Utama : BAB cair, disertai lendir dan darah B. Keluhan Tambahan : batuk pilek dan sesak nafas 1

Transcript of case anestesi riyan(invaginasi).doc

BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS ILMU ANESTESI

RUMAH SAKIT UMUM DR. SOESELO SLAWI

Nama Mahasiswa : Riyan Santosa

NIM : 030.09.210

Pembimbing : dr. Arif amminudin Aziz, Sp.An

I. IDENTITAS

Nama : An. X

Umur : 6 Bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : -

Alamat : Kertasinduyasa

No CM : 342934

II. ANAMNESA 

A. Keluhan Utama : BAB cair, disertai lendir dan darah

B. Keluhan Tambahan : batuk pilek dan sesak nafas

C. Riwayat Penyakit Sekarang

OS datang ke IGD RSUD dr.Soeselo Slawi dengan Keluhan BAB cair sebanyak

±3 kali, disertai dengan lendir dan darah. Darah berwarna merah segar keluhan ini

sudah dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, selain itu ibu OS juga

mengeluhkan anaknya mual dan muntah, 3 hari sebelumnya ibu OS membawa OS ke 1

tukang pijat untuk dipijat perutnya. OS juga batuk pilek dan sesak nafas sejak 3 hari

yang lalu

D. Riwayat Penyakit Dahulu

OS sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini. Riwayat alergi disangkal,

riwayat asma disangkal.

 

E. Riwayat Keluarga

Sebelumnya tidak ada keluarga yang menderita hal yang sama. Riwayat keluarga

DM, hipertensi, alergi dan asma disangkal.

F. Riwayat Operasi

OS belum pernah menjalani operasi sebelumnya.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum : Tampak sakit berat

B. Kesan Gizi : Gizi cukup

C. Kesadaran : Compos mentis

D. Vital sign : TD : - mmHg R : 26 x/menit

N : 129 x/menit S : 36,3 ºC 

E. Status Umum :

1. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor

Kulit kurang baik.

2. Kepala : Simetris, normocephal, rambut tidak mudah dicabut

3. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,

air mata sedikit.

4. Hidung : Defiasi septum (-), discharge (-)

5. Telinga : Simetris, tidak ada kelainan

6. Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa baik, mallampati sulit dinilai

7. Leher : Trakhea di tengah, KGB tidak membesar, tidak ada massa, JVP

2

5+2cmH2O, TMD ± 5cm

8. Thorax : Paru-paru

Inspeksi : Simetris, retraksi (-)

Auskultasi : Suara napas vesikuler , ronkhi (+/+), wheezing

(-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS V 1 cm medial linea

midclavisula sinistra, thrill (-)

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

9. Abdomen : Inspeksi : Datar, sagging of the flanks (-), smiling umbilicus

(-), dilatasi pembuluh darah (-)

Palpasi : Supel, defans mucular (-), nyeri tekan (-),

hepar/lien tak teraba

Perkusi : hipertimpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : Bising usus (+) meningkat

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium

Darah Lengkap

Leukosit 16,6 103/uL

Eritrosit 4.0 106/uL

Hemoglobin 8.9 %

Hematrokrit 25 %

Trombosit 574 103/uL

Eosinofil 0.00 %

Basofil 0.00 %

Neutrofil 68.30 %

Limfosit 23.0 %

3

Monosit 8,70 %

LED 1 jam 44 mm/jam

LED 2 jam 72 mm/jam

Golongan darah A

Rhesus factor Positif

V. ASSESSMENT

An. X, 60 tahun dengan diagnosis invaginasi dengan vital sign Nadi

129x/menit, suhu 36,6°C pernafasan 26x/menit. Laboratorium: leukosit 16.6

103/uL, Hb 8,8 %, Ht 25 %, LED 1 jam 44 mm/jam, LED 2 jam 72 mm/jam.

Status ASA II. Akan dilakukan Laparotomi dengan General Anastesi

menggunakan ET.

VI. PENATALAKSANAAN

1. Persiapan operasi

a. Persetujuan operasi tertulis ( + )

b. Puasa 4 - 6 jam

c. Oksigenasi 3 L / menit

d. Pemasangan IV line memakai abocath nomor 24 dan tranfusi set dengan Ringer

Laktat

2. Jenis anestesi : Anestesi Umum

3. Teknik anestesi : Intubasi dengan menggunakan ET

4. Premedikasi : Sulfas Atropin 0,1 mg

5. Induksi : propofol 10 mg

7. Maintenance : O2 3L/m, n20 3L/m, Sevoflurans 2L/m

4

8. Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit, cairan, dan perdarahan

9. Pengawasan pasca anestesi di ruang pemulihan.

MONITORING

JAM TD HR Sp O2 Keterangan

10.45 - mmHg 160 x/menit 100 % Pemberian SA, dan

propofol

10.50 - mmHg 170x/menit 100% Pemasangan ET

10.55 - mmHg 180 x/menit 99% • Mulai operasi

11.00 - mmHg 170 x/menit 99 %

11.15 - mmHg 160 x/menit 100 %

11.30 - mmHg 160 x/menit 99 %

11.45 - mmHg 170 x/menit 98 %

12.00 - mmHg 160 x/menit 99%

12.05 - mmHg 160 x/menit 99%

12.10 - mmHg 164 x/menit 100%

12.15 - mmHg 163 x/menit 100% Ketorolac 30 mg (drip)

12.20 - mmHg 157x/menit 99% Operasi selesai

5

12.25 - mmHg 156x/menit 100% ekstubasi

12.30 - mmHg 140x/menit • RR 20x/menit

• Nilai stward score

12.45 136x/menit • Pasien dipindahkan ke

bangsal

POST OPERASI: TD : - mmHg

N : 136 x/menit

RR : 20 x/menit

stward score : 5

Instruksi post operasi :

• Inf. RL : 12 tpm

• Medikamentosa:

- Injeksi ceftriaxon 1x 500mg

- Injeksi ketorolac 2x200mg

- Injeksi ranitidin 2x10mg

- Injeksi ketoce 2x20

6

• Awasi TV 24 jam.

• Bila sadar penuh, mual muntah (-), pusing (-), BU (+) à diet biasa bertahap

7

BAB II

PEMBAHASAN

PEMERIKSAAN PRA OPERATIF

Puasa 4 jam à pengosongan lambung bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi

dikarenakan pada saat dilakukan anastesi umum refleks Vagal akan menurun, sehingga

pada saat pasien muntah dapat menyebabkan terjadinya aspirasi ke saluran pernafasan

Inform consent

Anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium à pasien anemia à ASA II

IVFD

Penilaian mallampati

Jenis anestesi yang dipilih adalah Anastesi umum dengan ET, karena pasien masih anak

kecil, dilakukan pembedahan yang luas, dan ada kemungkinan dibutuhkan waktu yang lama.

Selain itu dipilih dengan menggunakan ET karena dengan menggunakan ET dapat menjaga

patensi jalan nafas, dapat mempermudah ventilasi dan oksigenasi, dan dapat mencegah

terjadinya aspirasi.

Premedikasi

Untuk mengurangi reflex vagal dan mengurangi produksi saliva pasien diberikan Sulfas Atropin 0.1 mg

Induksi

Digunakan propofol diberikan sebanyak 10 mg. merupakan obat induksi anastesia yang

cepat dengan aktivitas eksitasi yang minimal, selian itu distribusinya luas dan eliminasinya cepat.

Maintenance

O2 3L/menit, N20 3L/menit, dan sevofluran 2,5 L/menit

Terapi Cairan

8

Kebutuhan cairan

Jenis operasi : Besar à 6 cc/kg bb/jam x 45 kg = 270 cc /jam

Rumatan : 100 x 7,5 = 750 ml/jam x 30% = 225 ml/jam

Puasa : 4 jam x 90= 360 cc

1 jam pertama à M+O+1/2P= 225+270+180= 675 cc

Total kebutuhan cairan selama operasi à 675 cc

Cairan masuk

RL (1 ) à 500 cc

fimahes (1) à 500cc

Cairan keluar

Perdarahan : 350 cc

Total 350cc

9

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

ANESTESI UMUM (GENERAL ANESTESI)

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthētos,

"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan

rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan

rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr

pada tahun 1846.

Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya

kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan

ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari

pasien.

I. TEORI ANESTESI UMUM

Ada beberapa teori yang membicarakan tentang kerja anestesi umum, diantaranya :

a. Meyer dan Overton (1989) mengemukakan teori kelarutan lipid (Lipid Solubity Theory).

Obat anestetika larut dalam lemak. Efeknya berhubungan langsung dengan kelarutan dalam

lemak. Makin mudah larut di dalam lemak, makin kuat daya anestesinya. Ini hanya berlaku

pada obat inhalasi (volatile anaesthetics), tidak pada obat anestetika parenteral.

b. Ferguson (1939) mengemukakan teori efek gas inert (The Inert Gas Effect). Potensi

analgesia gas – gas yang lembab dan menguap terbalik terhadap tekanan gas – gas dengan

syarat tidak ada reaksi secara kimia. Jadi tergantung dari konsentrasi molekul – molekul

bebas aktif.

c. Pauling (1961) mengemukakan teori kristal mikrohidrat (The Hidrat Micro-crystal

Theory). Obat anestetika berpengaruh terutama terhadap interaksi molekul – molekul

obatnya dengan molekul – molekul di otak.

10

d. Trudel (1963) mengemukakan molekul obat anestetika mengadakan interaksi dengan

membrana lipid meningkatkan keenceran (mengganggu membran).

Obat anestesi yang diberikan akan masuk ke dalam sirkulasi darah yang selanjutnya

menyebar ke jaringan, yang pertama kali terpengaruh adalah jaringan yang banyak

vaskularisasinya seperti otak, yang mengakibatkan kesadaran dan rasa sakit hilang. Kecepatan

dan kekuatan anestesi dipengaruhi oleh faktor respirasi, sirkulasi, dan sifat fisik obat itu

sendiri.

II. TUJUAN ANESTESI UMUM

Tujuan anestesi umum adalah hipnotik, analgesik, relaksasi dan stabilisasi otonom.

III. SYARAT, KONTRAINDIKASI DAN KOMPLIKASI ANESTESI UMUM

Adapun syarat ideal dilakukan anestesi umum adalah :

a. Memberi induksi yang halus dan cepat.

b. Timbul situasi pasien tak sadar atau tak berespons

c. Timbulkan keadaan amnesia

d. Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernapasan.

e. Hambatan persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk tindakan operasi.

f. Memberikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tidak menimbulkan ESO yang berlangsung lama.

Kontraindikasi mutlak dilakukan anestesi umum yaitu dekompresi kordis derajat III – IV,

AV blok derajat II – total (tidak ada gelombang P). Kontraindikasi Relatif berupa hipertensi

berat/tak terkontrol (diastolik >110), DM tak terkontrol, infeksi akut, sepsis, GNA.

Tergantung pada efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan. Pada pasien

dengan gangguan hepar, harus dihindarkan pemakaian obat yang bersifat hepatotoksik. Pada

pasien dengan gangguan jantung, obat – obatan yang mendepresi miokard atau menurunkan

aliran koroner harus dihindari atau dosisnya diturunkan. Pasien dengan gangguan ginjal, obat –

obatan yang diekskresikan melalui ginjal harus diperhatikan. Pada paru, hindarkan obat yang

memicu sekresi paru, sedangkan pada bagian endokrin hindari obat yang meningkatkan kadar

11

gula darah, obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada penyakit diabetes basedow

karena dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah.

Sedangkan komplikasi kadang – kadang tidak terduga walaupun tindakan anestesi telah

dilakukan dengan sebaik – baiknya. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anestesi

ataupun kondisi pasien sendiri. Komplikasi dapat timbul pada waktu pembedahan ataupun

setelah pembedahan. Komplikasi kardiovaskular berupa hipotensi dimana tekanan sistolik

kurang dari 70 mmHg atau turun 25 % dari sebelumnya, hipertensi dimana terjadi peningkatan

tekanan darah pada periode induksi dan pemulihan anestesi. Komplikasi ini dapat

membahayakan khususnya pada penyakit jantung karena jantung bekerja keras dengan

kebutuhan – kebutuhan miokard yang meningkat yang dapat menyebabkan iskemik atau infark

apabila tidak tercukupi kebutuhannya. Komplikasi lain berupa gelisah setelah anestesi, tidak

sadar , hipersensitifitas ataupun adanya peningkatan suhu tubuh.

IV. PERSIAPAN UNTUK ANESTESI UMUM

Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum pasien

menjalani suatu tindakan operasi. Pada saat kunjungan, dilakukan wawancara (anamnesis)

sepertinya menanyakan apakah pernah mendapat anestesi sebelumnya, adakah penyakit –

penyakit sistemik, saluran napas, dan alergi obat. Kemudian pada pemeriksaan fisik, dilakukan

pemeriksaan gigi – geligi, tindakan buka mulut, ukuran lidah, leher kaku dan pendek.

Perhatikan pula hasil pemeriksaan laboratorium atas indikasi sesuai dengan penyakit yang

sedang dicurigai, misalnya pemeriksaan darah (Hb, leukosit, masa pendarahan, masa

pembekuan), radiologi, EKG.

Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan dengan status

anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist (ASA).

ASA I : Pasien dalam keadaan normal dan sehat.

ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena

penyakit bedah maupun penyakit lain. Contohnya : pasien batu ureter dengan hipertensi sedang

terkontrol, atau pasien appendisitis akut dengan lekositosis dan febris.

12

ASA III : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatkan

karena berbagai penyebab. Contohnya: pasien appendisitis perforasi dengan septisemia, atau

pasien ileus obstrukstif dengan iskemia miokardium.

ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam

kehidupannya. Contohnya : Pasien dengan syok atau dekompensasi kordis.

ASA V : Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau

tidak. Contohnya : pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok hemoragik karena

ruptur hepatik.

Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda

darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE

Pengosongan lambung untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi lambung karena

regurgutasi atau muntah. Pada pembedahan elektif, pengosongan lambung dilakukan dengan

puasa : anak dan dewasa 4 – 6 jam, bayi 3 – 4 jam. Pada pembedahan darurat pengosongan

lambung dapat dilakukan dengan memasang pipa nasogastrik atau dengan cara lain yaitu

menetralkan asam lambung dengan memberikan antasida (magnesium trisilikat) atau antagonis

reseptor H2 (ranitidin). Kandung kemih juga harus dalam keadaan kosong sehingga boleh perlu

dipasang kateter. Sebelum pasien masuk dalam kamar bedah, periksa ulang apakah pasien atau

keluarga sudah memberi izin pembedahan secara tertulis (informed concent).

Premedikasi sendiri ialah pemberian obat ½ - 1 jam sebelum induksi anestesia dengan

tujuan melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia, menghilangkan rasa

khawatir,membuat amnesia, memberikan analgesia dan mencegah muntah, menekan refleks

yang tidak diharapkan, mengurasi sekresi saliva dan saluran napas.

Obat – obat premedikasi yang bisa diberikan antara lain :

Gol. Antikolinergik

Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah, antimual dan muntah,

melemaskan tonus otot polos organ – organ dan menurunkan spasme gastrointestinal. Dosis

0,4 – 0,6 mg IM bekerja setelah 10 – 15 menit.

Gol. Hipnotik – sedatif

Barbiturat (Pentobarbital dan Sekobarbital). Diberikan untuk sedasi dan mengurangi

kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral atau IM. Dosis dewasa

13

100 – 200 mg, pada bayi dan anak 3 – 5 mg/kgBB. Keuntungannya adalah masa pemulihan

tidak diperpanjang dan efek depresannya yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi

serta jarang menyebabkan mual dan muntah.

Gol. Analgetik narkotik

Morfin. Diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan menjelang operasi. Dosis

premedikasi dewasa 10 – 20 mg. Kerugian penggunaan morfin ialah pulih pasca bedah

lebih lama, penyempitan bronkus pada pasien asma, mual dan muntah pasca bedah ada.

Pethidin. Dosis premedikasi dewasa 25 – 100 mg IV. Diberikan untuk menekan tekanan

darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Pethidin juga berguna mencegah dan

mengobati menggigil pasca bedah.

Gol. Transquilizer

Diazepam (Valium). Merupakan golongan benzodiazepine. Pemberian dosis rendah

bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 0,2 mg/kgBB

IM.

V. METODE PEMBERIAN ANESTESI UMUM

Obat obat anestesi umum bisa diberikan melalui Perenteral (Intravena, Intramuscular),

perektal (melalui anus) biasanya digunakan pada bayi atau anak-anak dalam bentuk

suppositoria, tablet, semprotan yang dimasukan ke anus. Perinhalasi melalui isapan, pasien

disuruh tarik nafas dalam kemudian berikan anestesi perinhalasi secara perlahan.

VI. STADIUM ANESTESI

Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa analgesia sampai kehilangan

kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3 dan stdium 4 sampai henti napas dan henti jantung.

Stadium I

Stadium I (St. Analgesia/ St. Cisorientasi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai

hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat

analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan

biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh

hilangnya reflekss bulu mata (untuk mengecek refleks tersebut bisa kita raba bulu mata).

14

Stadium II

Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan

pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+), pergerakan bola mata

tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri dengan hilangnya reflekss

menelan dan kelopak mata.

Stadium III

Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga hilangnya pernapasan

spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan spontan, hilangnya reflekss kelopak

mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah.

Stadium IV

Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera diikuti kegagalan

sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien sebaiknya tidak mencapai

stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi yang berlebihan.

TANDA REFLEKS PADA MATA

Refleks pupil

Pada keadaan teranestesi maka refleks pupil akan miosis apabila anestesinya dangkal, midriasis

ringan menandakan anestesi reaksinya cukup dan baik/ stadium yang paling baik untuk

dilakukan pembedahan, midriasis maksimal menandakan pasien mati.

Refleks bulu mata

Refleks bulu mata sudah disinggung tadi di bagian stadium anestesi. Apabila saat dicek refleks

bulu mata (-) maka pasien tersebut sudah pada stadium 1.

Refleks kelopak mata

Pengecekan refleks kelopak mata jarang dilakukan tetapi bisa digunakan untuk memastikan

efek anestesi sudah bekerja atau belum, caranya adalah kita tarik palpebra atas ada respon

tidak, kalau tidak berarti menandakan pasien sudah masuk stadium 1 ataupun 2.

Refleks cahaya

15

Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada / tidak respon saat kita beri

rangsangan cahaya.

VII. TEKNIK ANESTESI UMUM

a. Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan

Indikasi :

Tindakan singkat ( ½ - 1 jam)

Keadaan umum baik (ASA I – II)

Lambung harus kosong

Prosedur :

Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik

Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)

Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang) efek

sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll

Induksi

Pemeliharaan

b. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan

Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal tube)

kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi ; operasi lama, sulit mempertahankan airway

(operasi di bagian leher dan kepala)

Prosedur :

1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi singkat)

2. Intubasi setelah induksi dan suksinil

3. Pemeliharaan

Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS:

S = Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope

T = Tubes. Pipa trakea. Usia > 5 tahun dengan balon (cuffed)

A = Airway. Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring) yang digunakan

untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat jalan napas16

T = Tape. Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut

I = Introductor. Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan

C = Connector. Penyambung pipa dan perlatan anestesia

S = Suction. Penyedot lendir dan ludah

Teknik Intubasi

1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap

2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin → fasikulasi (+)

3. Bila fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt

4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala sedikit

ekstensi → mulut membuka

5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit,

menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri

6. Cari epiglotis → tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok) atau angkat

epiglotis ( pada bilah lurus )

7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar )

8. Temukan pita suara → warnanya putih dan sekitarnya merah

9. Masukan ET melalui rima glottis

10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu napas ( alat resusitasi )

Klasifikasi Mallampati :

Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi Mallampati :

17

c. Intubasi Endotrakeal dengan napas kendali (kontrol)

Pasien sengaja dilumpuhkan/benar2 tidak bisa bernafas dan pasien dikontrol pernafasanya

dengan kita memberikan ventilasi 12 - 20 x permenit. Setelah operasi selesai pasien

dipancing dan akhirnya bisa nafas spontan kemudian kita akhiri efek anestesinya.

Teknik sama dengan diatas

Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama)

Pemeliharaan, obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya.

VIII. OBAT – OBAT DALAM ANESTESI UMUM

Jenis obat anestesi umum diberikan dalam bentuk suntikan intravena atau inhalasi.

1. Anestetik intravena

Penggunaan :

Untuk induksi

Obat tunggal pada operasi singkat

Tambahan pada obat inhalasi lemah

Tambahan pada regional anestesi

Sedasi

Cara pemberian :

Obat tunggal untuk induksi atau operasi singkat

18

Suntikan berulang (intermiten)

Diteteskan perinfus

Obat anestetik intravena meliputi :

a. Benzodiazepine

Sifat : hipnotik – sedative, amnesia anterograd, atropine like effect, pelemas otot

ringan, cepat melewati barier plasenta.

Kontraindikasi : porfiria dan hamil.

Dosis : Diazepam : induksi 0,2 – 0,6 mg/kg IV, Midazolam : induksi : 0,15 – 0,45

mg/kg IV.

b. Propofol

Merupakan salah satu anestetik intravena yang sangat penting. Propofol dapat

menghasilkan anestesi kecepatan yang sama dengan pemberian barbiturat secara

inutravena, dan waktu pemulihan yang lebih cepat. Dosis : 2 – 2,5 mg/kg IV.

c. Ketamin

Ketamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general anaesthetic. Indikasi

pemakaian ketamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan napas yang sulit,

prosedur diagnosis, tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi dan asma. Dosis

pemakaian ketamin untuk bolus 1- 2 mg/kgBB dan pada pemberian IM 3 – 10

mg/kgBB.

d. Thiopentone Sodium

Merupakan bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi

larutan 2,5%atau 5%. Indikasi pemberian thiopental adalah induksi anestesi umum,

operasi singkat, sedasi anestesi regional, dan untuk mengatasi kejang.

Keuntungannya :induksi mudah, cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan napas. Dosis 5

mg/kg IV, hamil 3 mg/kg IV.

2. Anestetik inhalasi

a. N2O

Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak

berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk

19

cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50

atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O

dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk

mendapatkan efek analgesic maksimum ± 35% . gas ini sering digunakan pada

partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit

hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi

untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara

intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan

Pencabutan gigi. H2O digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam

kombinasi dengan zat lain

b. Halotan

Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak

mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan

perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut

dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian

obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan

lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman

waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4

volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.

c. Isofluran

Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip

dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam

sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena

penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik

stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan

bersama N2O dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi.

Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi

jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan

takikardiadihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil

narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia

20

diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan mengatur

dosis. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP

seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada

kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan

tekanan intracranial.

d. Sevofluran

Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk

induksi inhalasi.

IX. SKOR PEMULIHAN PASCA ANESTESI

Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama yang

menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih dahulu untuk

menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi

di ruang Recovery room (RR).

A. Aldrete Score

Nilai Warna

Merah muda, 2

Pucat, 1

Sianosis, 0

Pernapasan

Dapat bernapas dalam dan batuk, 2

Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1

 Apnoea atau obstruksi, 0

Sirkulasi

Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2

Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1

Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0

Kesadaran  

Sadar, siaga dan orientasi, 2

Bangun namun cepat kembali tertidur, 1

21

Tidak berespons, 0

Aktivitas  

Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2

Dua ekstremitas dapat digerakkan,1

Tidak bergerak, 0

Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan

 B. Steward Score (anak-anak)

Pergerakan

Gerak bertujuan 2

Gerak tak bertujuan 1

Tidak bergerak 0

Pernafasan

Batuk, menangis 2

Pertahankan jalan nafas 1

Perlu bantuan 0

Kesadaran

Menangis 2

Bereaksi terhadap rangsangan 1

Tidak bereaksi 0

Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia 2009.

2. Omuigui . The Anaesthesia Drugs Handbook, 2nd ed, Mosby year Book Inc, 1995.

3. Dachlan, R.,dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi FK

UI. Jakarta.

23