22665984-cdk-159-Obesitas(1)

57
JTTO; 1236.:24 Y iuuq;00xxx/lbmcf/dp/je0del wpm/ 45 op/7026: Opw . Eft 3118 Bsujlfm Vubnb ; INDEK GLISEMIK 1 JAM POSTPRANDIAL BAHAN MAKANAN POKOK JENIS NASI, JAGUNG, DAN KENTANG Dwi Prijatmoko/ hal. 285 HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DENGAN PSIKOPATOLOGI PADA SISWA SMU DI JAKARTA SELATAN Sonny Chandra, Nurmiati Amir, Ika Widyawati/ hal. 289 PENANGANAN PSIKOLOGIK PADA OBESITAS Sylvia D. Elvira/ hal. 296 ------------------------------------------------------------------------------------ Cfsjub Ufsljoj ; PENGARUH NUTRISI TERHADAP JERAWAT hal. 317 KONSUMSI COKLAT HITAM MENURUNKAN TEKANAN DARAH hal. 318 Cermin Dunia Kedokteran

Transcript of 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

Page 1: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

JTTO;!1236.:24!Y

iuuq;00xxx/lbmcf/dp/je0del

wpm/!45!op/7026:

Opw!.!Eft!3118

Bsujlfm!Vubnb!;

INDEK GLISEMIK 1 JAM POSTPRANDIAL BAHAN MAKANAN POKOK JENIS NASI, JAGUNG, DAN KENTANGDwi Prijatmoko/ hal. 285

HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DENGAN PSIKOPATOLOGI PADA SISWA SMU DI JAKARTA SELATANSonny Chandra, Nurmiati Amir, Ika Widyawati/ hal. 289

PENANGANAN PSIKOLOGIK PADA OBESITASSylvia D. Elvira/ hal. 296

------------------------------------------------------------------------------------Cfsjub!Ufsljoj!;

PENGARUH NUTRISI TERHADAPJERAWAT hal. 317

KONSUMSI COKLAT HITAM MENURUNKANTEKANAN DARAH hal. 318

Cermin Dunia Kedokteran

Page 2: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 281

P E T U N J U K U N T U K P E N U L I S

Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang memba-has berbagai aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang-bidang tersebut. Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus un-tuk diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila pernah dibahas atau dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hen-daknya diberi keterangan mengenai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut.

Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kai-dah-kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia.

Untuk memudahkan para pembaca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak berbahasa Inggris untuk karangan terse-but. Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ folio, satu muka, dengan menyisakan cu-kup ruangan di kanan kirinya, lebih disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto disertai/atau dalam bentuk disket program MS Word.

Nama (para) pengarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/ grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelas-nya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas.

Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi no-mor urut sesuai dengan pemunculannya dalam naskah; di-susun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/ atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh :1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London: William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.2. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974;457-72.3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasa filariasis di Indonesia. Cermin Dunia Kedokt. 1990; 64: 7-10.

Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.

Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia KedokteranGedung KALBE, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4Cempaka Putih, Jakarta 10510 PO. Box 3117 JKT.Tlp. (021) 4208171. E-mail : [email protected]

Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu secara tertulis.Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap de-ngan perangko yang cukup.

Daftar Isicontent

282. Editorial284. English Summary

A R T I K E L

285. Indek Glisemik 1 Jam Post-prandial Bahan Makanan Pokok

Jenis Nasi, Jagung dan Kentang

Dwi Prijatmoko

289. Hubungan antara Obesitas

dengan Psikopatologi pada Siswa

SMU di Jakarta Selatan

Sonny Chandra, Nurmiati Amir, Ika Widyawati

296. Penanganan Psikologik pada

Obesitas

Sylvia D. Elvira

299. Hubungan antara Total Le-

mak Tubuh dengan Profil Lipid

pada Anak Obese di SD Denpasar

Kadek Suarca, IKG Suandi

304. Prevalensi dan Beberapa

Faktor yang Mempengaruhi Gang-

guan Psikososial pada Anak Obes

Usia Sekolah Dasar di Kotamadya

Surakarta

Muhammad Riza, Endang Dewi Lestari, Suci Murti-karini, Dwi Hidayah, Sri Martuti

307. Kematangan Sosial pada

Anak dengan Obesitas di Sekolah

Dasar Bromantakan Surakarta

Dwi Hidayah, Endang Dewi Lestari, Suci Murtikarini, Harsono Salimo

312. Regulasi Siklus Sel: Kunci Suk-

ses Somatic Cell Nuclear Transfer

Harry Murti, Arief Boediono, Boenjamin Setiawan, dkk.

BERITA TERKINI

317. Pengaruh nutrisi terhadap je-rawat

318. Konsumsi coklat hitam menu-runkan tekanan darah

319. Makanan organik ‘lebih baik’ ?

320. Merokok, rendahnya tingkat pen-didikan dan toleransi glukosa mening-katkan risiko rheumatoid arthritis

321. Tes lemak perut Anda

322. Pendekatan baru penanganan anemia

323. Memprediksi bahaya pandemi flu

324. FDA tidak bergeming dengan laporan aspartam menyebabkan kan-ker

325. Statin masih aman dan berman-faat pada pasien dengan kadar koles-terol sangat rendah

326. Laporan Kegiatan Ilmiah330. Profil331. Korespondensi332. Indeks Karangan CDK 2007335. Kalender Kegiatan Ilmiah336. RPPIK

Page 3: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

282 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

Editorial

Kendati di Indonesia masih kadang ada laporan mengenai kasus kurang gizi, masalah ’kelebihan gizi’ juga sudah mulai sering dijumpai, terutama di kota-kota besar yang masyarakatnya mempunyai pola hidup (dengan demikian juga pola makannya) menyerupai pola hidup di negara-negara Barat.

Untuk menyegarkan kembali pengetahuan sejawat mengenai masalah tersebut, masalah obesitas menjadi topik bahasan edisi ini ; ditambah dengan artikel lain mengenai teknologi .

Redaksi

Page 4: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 283

CDKCermin Dun ia KedokteranISSN: 0125-913 Xhttp://www.kalbe.co.id/cdk

ALAMAT REDAKSI

Gedung KALBEJl. Letjen. Suprapto Kav. 4 Cempaka Putih, Jakarta 10510PO Box 3117 JKTTlp. 021-4208171Fax.: 021-4287 3685E-mail : [email protected]://www.kalbe.co.id/cdk

NOMOR IJIN

151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal 3 Juli 1976

PENERBIT Grup PT. Kalbe Farma Tbk.PENCETAK PT. Temprint

susunan redaksiKETUA PENGARAHDr. Boenjamin Setiawan, PhD

PEMIMPIN UMUMDr. Erik Tapan

KETUA PENYUNTINGDr. Budi Riyanto W.

MANAJER BISNISNofa, S.Si, Apt.

DEWAN REDAKSIProf. Dr. Sjahbanar Soebianto Zahir, MSc.Dr. Michael Buyung NugrohoDr. Karta SadanaDr. Sujitno FadliDrs. Sie Johan, Apt.Ferry Sandra, Ph.D.Budhi H. Simon, Ph.D.

TATA USAHADodi Sumarna

REDAKSI KEHORMATAN

Prof. DR. Dr. Sumarmo Poorwo SoedarmoGuru Besar Purnabakti Infeksi TropikFakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta

Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, MScD, PhD

Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta

Prof. Dr. Abdul Muthalib, SpPD KHOMDivisi Hematologi Onkologi MedikDepartemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Prof. Dr. Djoko Widodo, SpPD-KPTIDepartemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonsia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Prof. DR. Dr. Charles Surjadi, MPHPusat Penelitian Kesehatan Unika Atma Jaya Jakarta

Prof. DR. Dr. H. Azis Rani, SpPD, KGEHDepartemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Prof. DR. Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD, KEMD, FACEDepartemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

DR. Dr. Abidin Widjanarko, SpPD-KHOMFakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Kanker Dharmais, Jakarta

DR. Dr. med. Abraham Simatupang, MKesBagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen IndonesiaJakarta

Prof. Dr. Sarah S. Waraouw, SpA(K)

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado

Prof. DR. Dr. Rully M.A. Roesli, SpPD-KGHBagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Dr. Aucky Hinting, PhD, SpAnd

Bagian Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya

Prof. DR. drg. Hendro Kusnoto, SpOrt.

Laboratorium Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Jakarta

DR. Dr. Yoga Yuniadi, SpJPSub Dept. Kardiologi, Dept. Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSP Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta

Prof. DR. Dra. Arini Setiawati

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Prof. Dr. Faisal Yunus, PhD, SpP(K)Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia / SMF Paru RS Persahabatan, Jakarta

Prof. DR. Dr. Rianto Setiabudy, SpFK

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Dr. R.M. Nugroho Abikusno, MSc., DrPH

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jakarta

Prof. DR. Dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS

Fakultas KedokteranUniversitas Udayana Denpasar, Bali

Prof. DR. Dr. Ignatius Riwanto, SpB(K)Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/ Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang

Dr. Tony Setiabudhi, SpKJ, , PhDUniversitas Trisakti / Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia, Jakarta

Prof. DR. Samsuridjal Djauzi, SpPD, KAISub Dept. Alergi-Imunologi, Dept. Ilm u Penyakit Dalam, FKUI/RSUPN Dr. CiptoMangunkusumo, Jakarta

Dr. Prijo Sidipratomo, SpRad(K)

Departemen Radiologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Prof. DR. Dr. Johan S. Masjhur, SpPD-KEMD, SpKNDepartemen Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Dr. Hendro Susilo, SpS(K)Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS Dr. Soetomo, Surabaya

Prof. DR. Dr. Darwin Karyadi, SpGK

Institut Pertanian Bogor Bogor, Jawa Barat

Page 5: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

284 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

English SummaryGLYCEMIC INDEX OF RICE, CORN

AND POTATO

Dwi Prijatmoko

Dept. of Nutrition, Faculty of Medi-cine and Dentistry, Jember University, East Java, Indonesia

Carbohydrate intake is an important factor in managing blood glucose level. Different type of carbohydrate have dif-ferent influence on blood glucose level depending on individual variation, length of carbohydrate chain and concentration of fibers. Hence the concept of glycemic incdex is introduced.Higher glycemic index means faster blood glucose increase after intake of particu-lar food.Study on healthy individuals showed that corn has the lowest glycemic index com-pared with potato and rice; for every 200 gram intake, corn increased the glucose blood level by 13.4 mg/dl., while rice increased by 35.9 mg/dl and potato in-creased by 18.1 mg/dl. Cermin Dunia Kedokt. 2007; 34 (6) : 285-8

dp

REGULATION OF CELL CYCLE: A Key

Success Factor of Somatic Cell Nucle-

ar Transfer

Harry Murti1,2

, Arief Boediono2, Boen-

jamin Setiawan1, Ferry Sandra

1

1Division of Stem Cell, Stem Cell and

Cancer Institute, Jakarta, Indonesia2Laboratory of Embryology, Faculty of

Veterinary Medicine, Bogor Agricul-tural University, Bogor, Indonesia

Many cells of the early embryo are in a constant state of dividing or of preparing to divide. Cell cycle plays the key role in cell division, which includes replication of the genetic materials (DNA) and other components of the cell, division of the nucleus (karyokinesis), and division of the cytoplasm (cytokinesis). Know-ledge of cell cycle regulation is extremely impor-tant in performing oocyte and embryo ma-nipulation, especially SCNT. The principles of nuclear transfer are outlined with re-spect to cytoplasmic interactions, nuclear reprogramming, and effect of the cell cycle. Major events of the cell cycle are regulated by a complex network of protein interactions that control the activities of cyclin-dependent kinases (Cdks). MPF has been identified as a complex of cyclin and Cdk. When the oocyte becomes arrested at metaphase II, MPF activity remains high. Activation of MPF results in NEBD, PCC, and reorganization of the cytoskle-ton. The mechanisms that coordinate the cell cycle regulation and the effect of both donor and recipient cells are reviewed.

Cermin Dunia Kedokt. 2007; 34 (6) : 312-6

hm, ab, bs, fs

CORRELATION BETWEEN TOTAL

BODY FAT AND LIPID PROFILE

AMONG OBESE PRIMARY SCHOOL

CHILDREN IN DENPASAR

Kadek Suarca, IKG Suandi

Dept. of Pediatrics, Faculty of Medicine, Udayana University, Denpasar, Bali, In-donesia

A cross-sectional study was done on 1200 primary school children in Denpasar, Bali; among those population, 140 (11.7%) were obese; and 94 of them underwent blood lipid studies.Correlation studies showed that among samples, total body fat significantly cor-related only with triglyceride blood level.

Cermin Dunia Kedokt. 2007; 34 (6) : 299-303

ks, ikgs

Page 6: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 285

Hasil Penelitian

Joefl!Hmjtfnjl!2!Kbn!Qptuqsboejbm!Cbibo!Nblbobo!Qplpl!Kfojt

Obtj-!!Kbhvoh-!!ebo!Lfouboh

Exj!QsjkbunplpCbhjbo!!Jmnv!Hj{j!!Gblvmubt!Lfeplufsbo!ebo!Gblvmubt!Lfeplufsbo!Hjhj

Vojwfstjubt!Kfncfs-!Kbxb!Ujnvs-!Joepoftjb

BCTUSBL

Karbohidrat merupakan faktor penting dalam kontrol glukosa darah terutama dalam penyediaan kebutuhan energi untuk aktifi tas fi sik sehari-hari. Indek glisemik yaitu kemampuan karbohidrat untuk menaikkan kadar glukosa darah dalam waktu tertentu dan dipengaruhi oleh variasi individual, panjang rantai molekul karbohidrat, dan besarnya kandungan serat dalam suatu bahan makanan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan indek glisemik 3 jenis makanan pokok yaitu, nasi, jagung, dan ken-tang. Penelitian ini melibatkan 15 laki-laki dewasa muda (18-20 tahun) dengan usia dan indek massa tubuh seimbang. Setelah puasa 12 jam, 2 ml. darah diambil dari vena kubital sebelum dan satu jam sesudah mengkonsumsi 200g. bahan makanan yang diteliti. Pengukuran konsentrasi gula darah dilakukan satu minggu sekali. Indek massa tubuh sukarelawan berada pada rentang indek massa tubuh ideal (20,73 ± 1,17). Hasil uji anova untuk kadar glukosa darah puasa pada minggu, I, II, dan III, menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna. Sedangkan konsen-trasi glukosa darah 1 jam dengan beban bahan makanan nasi, jagung, dan kentang menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05.)Hasil uji LSD menunjukkan bahwa nasi memiliki indek glisemik tertinggi secara nyata, kemudian kentang, dan yang te-rendah jagung. Perbedaan indek glisemik ini mungkin karena jumlah dan jenis kandungan serat tidak larut lebih banyak pada jagung. Dari ketiga bahan makanan tersebut, nasi mampu menaikkan kadar glukosa darah puasa sebesar 35,9mg/dL, kentang 18,1 mg/dL serta jagung 13,4 mg/dL untuk setiap 200 g. yang dikonsumsi.Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dari tiga bahan makanan tersebut, jagung mempunyai indek glisemik te-rendah. Dibutuhkan jagung yang lebih banyak untuk dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah sebesar peningkatan yang dihasilkan oleh nasi atau kentang.

Kata Kunci: Indek Glisemik, nasi, kentang, jagung

QFOEBIVMVBO

Indek glisemik adalah pengukuran kecepatan penyera-pan karbohidrat serta kemampuan karbohidrat untuk menaikkan konsentrasi glukosa darah dalam waktu tertentu. Indek glisemik dapat pula didefinisikan se-bagai respon glukosa darah terhadap makanan yang mengandung karbohidrat dalam takaran dan waktu tertentu (1).

Istilah glukosa darah dektrosa (d-dektrosa) secara be-bas digunakan untuk glukosa dan gula-gula lainnya ser-ta kadang-kadang zat-zat pereduksi lain yang mungkin terdapat dalam darah(2). Glukosa darah seseorang akan naik segera setelah mengkonsumsi makanan dan relatif stabil pada konsentrasi 0,1%, yaitu 80-120 mg/dL. walau banyak glukosa yang diambil oleh jari-ngan dan organ. Dalam waktu 30-60 menit postpran-dial , biasanya kadar glukosa darah mencapai maksi-mum kemudian menurun dalam waktu 2 jam (3).

Glukosa darah berasal dari dua sumber, berasal dari darah sendiri termasuk plasma dan yang terbanyak adalah yang berasal dari karbohidrat yang dikonsum-si. Semua jenis karbohidrat harus dihidrolisis menjadi monosakarida agar dapat diabsorbsi melalui dinding usus, selanjutnya sebagian besar melalui sirkulasi vena portal menuju ke hati untuk dimetabolisme. Ke-cepatan/kemampuan suatu bahan makanan untuk meningkatkan glukosa darah akan sangat mempenga-ruhi sekresi dan aktivitas insulin ke dalam darah(4).

Padi, jagung, dan serealia merupakan bahan makanan pokok sumber karbohidrat (65-78%) di Indonesia, se-dangkan kentang mengandung karbohidrat yang jauh lebih sedikit (20%). Digestibilitas serealia terutama tergantung pada jumlah serat larut yang dikandung ba-han serealia tersebut. Jagung mengandung 1,5%se-rat, kentang 0,9%, dan nasi 0,5%(5). Peningkatan kon-

Page 7: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

286 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

Ubcfm!2/!Cfsbu!cbebo-!ujohhj!cbebo!ebo!joefl!nbttb!uvcvi!tvckfl/

Rata-rata Indek Massa Tubuh partisipan sebesar 20,73; terendah 19,73 dan tertinggi 23,51, sesuai dengan rata-rata IMT normal untuk kabupaten Jem-ber(6). Karakteristik subjek menunjukkan IMT terletak pada batas tengah nilai BMI(7); dengan demikian dapat diasumsikan bahwa keadaan hidrasi semua anggota populasi dalam keadaan konstan pada tingkat moleku-ler, seluler maupun jaringan(8). Data juga menunjukkan kondisi cadangan lemak tubuh (Total Body Fat) yang normal untuk semua subjek (9).

Hasil pengukuran kadar glukosa darah puasa pada minggu pertama, kedua dan ke tiga terlihat pada tabel 2. Karena rata-rata kadar glukosa darah puasa pada minggu pertama, kedua dan ketiga tidak berbeda, maka rata-rata keseluruhan kadar glukosa darah pua-sa pada ketiga pengukuran tersebut dipakai sebagai kontrol untuk dibandingkan dengan kadar glukosa da-rah 1 jam postprandial . Konsentrasi rata-rata glukosa darah puasa adalah 79,60 ± 0,43 mg/dL.

Ubcfm!3/!Sbub.sbub!lbebs!hmvlptb!ebsbi!qvbtb!qbeb!!!!njohhv!J-!JJ-!JJJ/+!

)nh0eM*

* Tidak bermakna

Kadar Glukosa Darah 1 Jam Postprandial (PP) pada Nasi, Jagung, Kentang.Hasil pengukuran rata-rata kadar glukosa darah 1 jam post-prandial untuk bahan makanan nasi adalah 115,53 ± 1,09 mg/dL, jagung 93 ± 0,96 mg/dL , dan kentang 97,67 ± 0,78 mg/dL. (Grafik 1 ).

sumsi serealia berserat dalam diet penderita diabetes telah dilaporkan dapat mencegah perkembangan pe-nyakit diabetes, sehingga dapat menurunkan kebutu-han insulin pada penderita diabetes.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan indek glisemik jenis bahan makanan pokok nasi, kentang dan jagung pada sukarelawan laki-laki muda.

NFUPEF!QFOFMJUJBO

Jenis penelitian ini adalah eksperimental laborato-rik menggunakan desain menyilang. Sebagai populasi adalah 22 orang mahasiswa laki-laki Fakultas Kedok-teran Gigi Universitas Jember angkatan 2005. Par-tisipan adalah mahasiswa yang bersedia mematuhi segala perlakuan dan perilaku pola konsumsi pangan yang telah ditetapkan dalam prosedur penelitian.

Partisipan harus bersedia mengkonsumsi bahan makanan yang akan diteliti, sehat, tidak dalam pe-rawatan dokter untuk suatu penyakit, termasuk tidak pernah menderita penyakit yang dapat mengganggu pencernaan dan metabolisme glukosa serta bersedia diambil sampel darah puasa dan 1 jam postprandial tiga kali selama 3 minggu berturut-turut.

Setelah puasa selama 12 jam, pada pagi hari 2 ml sampel darah diambil dari vena kubiti, kemudian selu-ruh partisipan mengkonsumsi 200 g nasi. Setelah 1 jam sampel darah kedua diambil dari vena yang sama untuk perhitungan indek glisemik bahan makanan nasi. Selang 1 minggu, prosedur penelitian diulang un-tuk menghitung indek glisemik kentang rebus, dan 1 minggu kemudian prosedur yang sama diulang untuk perhitungan indek glisemik jagung rebus.

Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan di Labora-torium Klinik Universitas Jember. Pengukuran indek glisemik untuk tiap bahan makanan dilakukan pada subjek yang sama dengan beda waktu satu minggu. Kadar glukosa darah diukur dengan menggunakan Spektrofotometer 546.

Data dianalisis menggunakan uji ANOVA yang dilanjut-kan dengan uji LSD (Least Significant Difference) .

IBTJM!EBO!BOBMJTJT!EBUB

Populasi yang bersedia dan memenuhi persyaratan penelitian sejumlah 20 orang mahasiswa laki-laki. Pada akhir penelitian, hanya 15 orang yang berhasil menyelesaikan seluruh prosedur penelitian. Tabel 1 menunjukkan karakteristik partisipan yang dapat me-nyelesaikan seluruh prosedur penelitian.

No1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.12.13.14.15.

N=15

Berat Badan (kg)

61,058,560,058,061,057,064,061,060,057,057,056,057,057,054,0

57,9 ± 0,06

Tinggi Badan (m)1,661,701,721,701,661,691,651,661,691,691,701,671,691,691,65

1,68 ± 0,54

IMT22.1420.2420.2820.0722.1419.9623.5122.1421.0119.9619.7320.0819.9619.9619.84

20,73 ± 1,17

Waktu

Minggu I

Minggu II

Minggu III

Rata-rata

N

15

15

15

15

Mean

78,53

80,53

79,73

79.60 ± 1,01

SE Mean

0,83

0,54

0,80

0,72 ± 0,16

Indek Glisemik Makanan Pokok

Page 8: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 287

Hasil uji ANOVA menunjukkan perbedaan bermakna antara kadar glukosa darah puasa, kadar glukosa da-rah 1 jam post-prandial nasi, jagung, dan kentang (p < 0,0001) . Dari hasil uji LSD, dapat dilihat bahwa indek glisemik 1 jam postprandial nasi lebih tinggi dibanding-kan jagung (p<0,01) dan kentang (p<0,05). Sedangkan kentang mempunyai indek glisemik lebih tinggi diban-dingkan jagung (p<0,05); jagung mempunyai indek glisemik terendah. Untuk 200 g nasi mampu menaik-kan kadar glukosa darah puasa sebesar 35,9mg/dL; dengan berat yang sama kentang rebus dapat menai-kkan glukosa darah sebesar 18,1 mg/dL; sedangkan jagung 13,4 mg/dL.

Hsbgjl!2/!Lpotfousbtj!hmvlptb!ebsbi!2!kbn!qq!cbibo!nblbobo!obtj-!lfo.

uboh!ebo!kbhvoh!sfcvt!tfsub!hmvlptb!ebsbi!tfufmbi!qvbtb!23!kbn/!!

Lpotfousbtj!hvmb!ebsbi!2!kbn!qq!efohbo!vkj!MTE!)nh0nM*

QFNCBIBTBO

Konsentrasi glukosa darah bervariasi tergantung pada respon metabolisme yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut antara lain, aktivitas hormon, asupan karbohidrat, metabolisme asam lemak bebas maupun IMT (10).

Ukuran tubuh secara tidak langsung mempengaruhi keseimbangan konsentrasi glukosa darah. Hal ini ber-hubungan dengan fungsi keseimbangan cairan(11). In-dividu dengan indek massa tubuh tinggi jumlah kompo-nen lemaknya tinggi. Sebaliknya mereka dengan indek massa tubuh rendah akan mempunyai komponen lemak relatif kecil. Sukarelawan yang berpartisipasi dalam penelitian ini mempunyai rata-rata indek massa tubuh yang ideal(7) dengan rata-rata 20,73 , nilai te-rendah 19,73 dan nilai tertinggi 23,51.

Data ini menunjukkan keseimbangan antara jumlah lemak dan non lemak terhadap berat badan. Secara klinis menunjukkan bahwa para sukarelawan mempu-nyai status komposisi tubuh yang relatif sama, se-hingga dapat dianggap populasi homogen untuk studi indek glisemik bahan makanan pokok yang diteliti.

Metabolisme glukosa dalam tubuh juga dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Telah dilaporkan adanya

perbedaan pemakaian glikogen otot dan oksidasi kar-bohidrat pada pria dan wanita. Pada wanita pemakaian glikogen otot 25% lebih rendah daripada pria; sedang-kan total oksidasi karbohidrat pada wanita 43% lebih rendah daripada pria(4). Pada penelitian ini dipilih su-karelawan laki-laki, usia 18-20 tahun.

Indek glisemik dapat pula didefinisikan sebagai respon glukosa darah terhadap makanan yang mengandung karbohidrat dalam takaran dan waktu tertentu(1). Ma-kin kompleks suatu jenis karbohidrat makin lama pro-ses hidrolisis dan absorbsinya dalam usus. Konsentra-si glukosa dalam darah diatur oleh beberapa hormon, terutama insulin dan glukagon(2).

Pada penelitian ini faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah dihilangkan dengan memakai sukarela-wan laki-laki dengan usia dan indek massa tubuh yang sama. Untuk menghilangkan pengaruh bahan maka-nan lain yang dikonsumsi sebelumnya, maka setiap subyek penelitian melakukan puasa selama 12 jam. Pengambilan sampel darah dilakukan pada pagi hari untuk menghindari masalah status hidrasi kulit.

Hasil analisis LSD pada penelitian ini menunjukkan bahwa indek glisemik 1 jam postprandial tertinggi ber-turut-turut adalah nasi ( 115,53 ± 1,09 mg/dL ), ken-tang ( 97 ± 0,78 mg/dL), dan yang terendah adalah jagung ( 93 ± 0,96 mg/dL). Perbedaan indek glisemik 1 jam postprandial ini sangat mungkin dipengaruhi oleh kandungan serat masing-masing bahan makanan tersebut (Szepesi B, 1990). Kandungan serat jagung sebesar 1,5 %, kentang 0,9 %, dan nasi 0,5 % meru-pakan faktor yang paling mungkin menyebabkan per-bedaan tersebut.

Data ini menunjukkan bahwa indek glisemik karbohi-drat pada makanan tidak tergantung kepada jumlah berat komponen karbohidrat makanan tersebut(12). Banyaknya kandungan serat dapat memperpanjang waktu pencernaan dan penyerapan glukosa. Makin be-sar kandungan serat suatu bahan makanan, makin ren-dah indek glisemiknya, karena absorbsi monosakarid ke dalam darah sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya serat tidak larut; makin tinggi kandungan serat tidak larut maka makin kecil kemampuan absorbsi mono-sakarida oleh dinding usus. Walaupun jagung mempu-nyai kandungan karbohidrat yang sama dengan nasi tetapi patut diduga jagung mempunyai kandungan se-rat tidak larut lebih tinggi dibanding kentang dan nasi sehingga memiliki indek glisemik yang rendah. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dari ketiga ba-han makanan tersebut, nasi mempunyai indek glisemik

Nasi Jagung Kentang

115,5

93,0 97,7 Puasa 79,6

10

5

P<0,05

P<0,01

P<0,05

Indek Glisemik Makanan Pokok

Page 9: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

288 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

tertinggi, selanjutnya kentang, dan yang terendah ja-gung. Penggunaan nilai indek glisemik bergantung dengan tujuan pemberian. Pada kasus-kasus malnu-trisi maka konsumsi bahan makanan pokok dengan in-dek glisemik rendah tidak menguntungkan karena ren-dahnya kemampuan bahan makanan tersebut dalam meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Jagung ha-nya mampu meningkatkan glukosa darah puasa sebe-sar 13,4 mg/dL. Dibutuhkan jumlah yang lebih besar untuk dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah sebanding dengan nasi atau kentang. Sebaliknya lebih baik dikonsumsi oleh para penderita yang membutuh-kan kontrol glukosa darah.

LFQVTUBLBBO!

1. Jenkins DJA. Modern Nutrition in Health and Disease: Fiber and co-lonic disease. 9

th ed. Washington DC : Lea & Febiger, A. Weverly Com-

pany. 1999: 1176-11812. Wahlqvist ML. Food & Nutrition in Australia: Carbohydrate.Ed Wahlqvist

ML. Methuen Australia. 1986: 177-88 3. Smith EL, Hill RL, Lohman IR. et al. Principles of Biochemistry. 7

th ed.

McGraw-Hill. International ed. 1981: 481-884. William W, John TD. Food Nutrition, and Sport Performance. Was-

hington DC : E & FN Spoon. 1996: 207-755. Djaelani AS. Ilmu Gizi dan Ilmu Diet di Daerah Tropik. Jakarta: BP. 19766. Prijatmoko D. Pengaruh komposisi tubuh terhadap status kesehatan

sumber daya manusia. Pidato Ilmiah, Dies Natalis XXX Universitas Jember, 1994

7. Prijatmoko D, Strauss BJG. Using low-cost body composition techno-logy for health surveillance. Asia Pacific J Clin 1995; 4:15-7

8. Schoeller DA. Human body composition: Hydrometry. Roche AF, Heym-field SB, Lohman TG. eds. GB Forbes 1996:25-40

9. Prijatmoko D, Strauss BJG. Medical Practice of Preventive Nutri-tion: body habitus. Wahlqvist, Vobceky JS.(eds.) Smith-Gordon and Nishimura Co.Ltd UK 1994:15-7

10. Anderson GH. Modern nutrition in health and disease: Metabolic regu-lation of food intake. Shils ME, Young VR (eds.) 8th ed. Philadelphia: Lea & Febiger. 1994:557-69

11. Guyton AC. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia:WB Saunders Co. 1981:838-47.

12. Monro JA. Glycaemic glucose equivalent: combining carbohydrate content, quantity and glycaemic index of foods for precision in glycae-mia management. Asia Pacific J Clin 2002; 11

(3):217-25

13. Schneeman BO, Gallaher DD. dalam Present Knowledge in Nutrition: Dietary Fiber. Washington DC : International Life Science Institute Nu-trition Foundation. 1990:80-177

Page 10: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 289

BCTUSBL

Pczflujg : Untuk menilai adanya psikopatologi pada remaja obesitas, instrumen Symptom CheckList-90 (SCL-90), terdiri dari 90 pertanyaan yang merupakan pengembangan dari (HSCL) berbentuk self rating/self report , digunakan untuk menilai psikopatologi secara umum, mengukur derajat gejala secara kuantitatif serta menilai psikopatologi secara deskriptif. Cut off scorenya adalah 61. Skor penilaian adalah skor total (kondisi mental secara umum) atau skor dari masing-masing dimensi gejala, yaitu skala depresi, anksietas, obsesif-kompulsif, fobia, somatisasi, sensitifitas interpersonal, hostilitas, paranoid, psikotik dan skala tambahan. Sedangkan untuk menentukan obesitas digunakan Indek Massa Tubuh (IMT). Dikatakan obesitas jika IMT lebih dari 27 kg/m. Tujuan penelitian ini untuk mencari hubungan antara obesitas dengan psikopatologi pada remaja.Nfupef : Subyek adalah siswa-siswa SMU di wilayah Jakarta Selatan yang dan yang memenuhi kriteria inklusi. Untuk menentukan jumlah sekolah yang akan diikut sertakan dalam penelitian ini digunakan teknik

dua tahap dan untuk menentukan sekolah-sekolah yang akan mewakili setiap kecamatan digu-nakan teknik . Selanjutnya untuk pemilihan siswa dilakukan dengan teknik . Kemudian data dianalisis dengan uji statistik dan uji statistik , untuk melihat apakah terdapat hubungan antara obesitas efohbo!qtjlpqbupmphj!qbeb!sfnbkb/

Ibtjm : Penelitian ini melibatkan 54 siswa (27 obesitas dan 27 tidak obesitas). Dari 27 siswa obesitas, yang memi-liki psikopatologi sebanyak 15 orang (55,6%). Dari 27 siswa tidak obesitas yang memiliki psikopatologi sebanyak 17 orang (63,0%). Analisis menghasilkan nilai p=0,58, CI 95% (0,25-2,19) dan OR=0,74 (tidak ber-makna).Simpulan : Tidak terdapat hubungan antara obesitas dengan terjadinya psikopatologi.

Hubungan Antara Obesitas denganPsikopatologi pada Siswa SMU

di Jakarta SelatanTpooz!Diboesb-!!Ovsnjbuj!Bnjs-!!Jlb!Xjezbxbuj

Efqbsufnfo!Qtjljbusj!Gblvmubt!Lfeplufsbo!Vojwfstjubt!Joepoftjb0

STVQO!Es/!Djqup!Nbohvolvtvnp-!Kblbsub-!Joepoftjb

QFOEBIVMVBO

Obesitas adalah istilah yang sering digunakan untuk menyatakan adanya kelebihan berat badan. Kata obe-sitas berasal dari bahasa Latin yang berarti makan berlebihan, tetapi saat ini obesitas didefinisikan sebagai kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbu-nan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.1

Obesitas pada remaja sampai saat ini masih meru-pakan masalah yang kompleks. Penyebabnya multifak-torial sehingga menyulitkan penatalaksanaannya. Obe-sitas mempunyai dampak terhadap perkembangan remaja terutama aspek perkembangan psikososial. Seorang remaja yang menderita obesitas sering te-rasing dalam pergaulan, merasa rendah diri, menarik diri dari pergaulan dan mengalami depresi. Selain itu obesitas pada masa remaja berisiko tinggi menjadi obesitas pada masa dewasa dan berpotensi mengala-mi pelbagai kesakitan dan kematian antara lain penya-kit kardiovaskuler, diabetes mellitus, dan lain-lain.2

Obesitas saat ini sudah merupakan masalah global. Pre-

valensinya meningkat tidak saja di negara-negara maju tetapi juga di negara-negara berkembang. Perkemba-ngan teknologi dengan penggunaan kendaraan bermo-tor dan berbagai media elektronika memberikan dampak berkurangnya aktivitas fisik yang akhirnya mengurangi ke-luaran energi.3-5 Selain itu mendunianya makanan cepat saji gaya barat mengubah pola makan lokal.

Dari hasil penelitian di Amerika, Daniel SP dkk (1997), me-nyatakan terdapat hubungan antara psikopatologi dengan obesitas pada remaja, terutama dalam bentuk depresi5,6,7 Dikatakan juga remaja obesitas akan dijauhi oleh teman-temannya, mempunyai masalah emosional yang serius, merasa putus asa dan mencoba bunuh diri. 8-10

Foreyt & Goodrick (1992), mengemukakan bahwa hubungan antara obesitas dengan gejala psikopatolo-gi merupakan suatu lingkaran tidak terputus. Digam-barkan bahwa obesitas akan membuat seseorang merasa tersisih, yang selanjutnya akan memperburuk keadaan apabila ia mengalami kegagalan dalam pena-

Hasil Penelitian

Page 11: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

290 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

talaksanaan sehingga dapat timbul psikopatologi.11

Di Indonesia masih ada anggapan bahwa gemuk merupakan suatu simbol kemakmuran, kesehatan dan kewibawaan4. Oleh karena itu, masih banyak dijumpai individu yang sengaja membiarkan dirinya dalam ke-adaan obesitas. Sementara di negara maju seperti Amerika dan negara-negara Eropa, obesitas sudah di-anggap sebagai suatu penyakit yang harus mendapat penanganan serius, mengingat dampaknya terhadap kesehatan. Penelitian-penelitian di Amerika dan Eropa menunjukkan bahwa remaja-remaja obesitas cende-rung mengalami psikopatologi6,7,12 Adanya perbedaan persepsi tersebut menjadi latar belakang penelitian ini. Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan perta-nyaan penelitian apakah terdapat hubungan antara obesitas dengan psikopatologi pada remaja. Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara obesitas dengan psikopatologi pada remaja.

Tujuan penelitian ini adalah mencari hubungan antara obesitas dengan psikopatologi pada remaja.

NFUPEPMPHJ

Penelitian ini merupakan penelitian studi analitik cross sectional untuk mencari hubungan antara obesitas dengan psikopatologi pada remaja.

Penelitian ini dilakukan di SMU Negeri dan Swasta di wilayah Jakarta Selatan. Waktu penelitian 5 bulan, Januari 2003 hingga Mei 2003.

Populasi umum adalah siswa-siswa SMU Negeri dan Swasta di wilayah Jakarta Selatan. Populasi target adalah siswa-siswa SMU Negeri dan Swasta di Ja-karta Selatan yang memenuhi kriteria obesitas. Po-pulasi terjangkau diambil siswa-siswa dari 15 SMU Negeri dan Swasta di wilayah Jakarta Selatan yang memenuhi kriteria obesitas pada bulan Januari 2003 hingga Mei 2003. Jumlah seluruh SMU di wilayah Ja-karta Selatan 103 sekolah.

Sampel diambil berdasarkan populasi terjangkau yaitu siswa-siswa SMU kelas 1 sampai kelas 3 yang memenuhi kriteria obesitas maupun yang tidak me-menuhi kriteria obesitas (sebagai kontrol) dengan jum-lah sama banyak. Untuk menentukan jumlah sekolah yang akan diambil sebagai sampel digunakan teknik cluster sampling dua tahap, dengan rumus :

n = jumlah , m = rata-rata jumlah murid per , p = proporsi 2 (0,48), v = 0,15 2 (0,0225), roh =

(1), q =1 - p.

Diperoleh 15 sekolah. Selanjutnya untuk menentukan jumlah SMU yang diambil di tiap kecamatan dipakai ru-mus : (Jumlah SMU di kecamatan : Jumlah SMU se Jakarta Selatan) x 15. Berdasarkan hasil perhitungan statistik dibutuhkan 27 siswa obesitas, jadi dibutuhkan masing-masing 2 siswa obesitas per sekolah, sehing-ga diperoleh 30 siswa obesitas; kemudian dikeluarkan 3 siswa secara acak agar menjadi 27 siswa obesitas.

Dari 15 sekolah yang sudah ditentukan berdasarkan ru-mus di atas, dipilih secara acak sekolah-sekolah yang me-wakili setiap kecamatan. Selanjutnya dari setiap sekolah tersebut diambil sampel sebanyak 2 siswa obesitas dan 2 siswa tidak obesitas. Cara pemilihan siswa obesitas secara purposif yaitu jika pada satu sekolah ditemukan 2 siswa yang memenuhi kriteria obesitas, maka ke 2 siswa obesitas tersebut langsung diambil sebagai sam-pel. Begitu selanjutnya yang dilakukan di setiap sekolah. Jika di satu sekolah tidak terdapat siswa obesitas, maka dilakukan pemilihan sekolah lain di kecamatan yang sama secara acak. Pemilihan siswa tidak obesitas dilakukan se-cara acak dari populasi yang sama.

Lsjufsjb!Jolmvtj!ebo!Fltlmvtj

Kriteria inklusi :1. Siswa SMU kelas I � III 2. Memenuhi kriteria obesitas3. Bersedia menjadi respondenKriteria eksklusi :Sedang dalam penyalahgunaan zat

Setelah disetujui, dilanjutkan dengan meminta izin penelitian kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kotamadya Jakarta Selatan. Setelah

Lfdbnbubo

Tebet

Setiabudi

Mampang

Pancoran

Pasar Minggu

Jagakarsa

Kebayoran Baru

Kebayoran Lama

Pesanggrahan

Cilandak

Jumlah

Jumlah sekolah

17

6

2

5

9

11

18

15

8

12

103

Sampel sekolah

2

1

1

1

1

2

2

2

1

2

15

n =pq

v x mx roh (m – 1) + 1,

Obesitas dan Psikopatologi

Page 12: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 291

mendapat izin, peneliti mengunjungi beberapa SMU di Jakarta Selatan yang sudah ditentukan.

Setelah mendapat izin dari kepala sekolah, peneliti berkoordinasi dengan guru olah raga di masing-masing sekolah dan mendapat daftar nama siswa kelas 1 � ke-las 3 yang �gemuk�. Pengambilan sampel 2 siswa SMU yang gemuk dilakukan pada jam pelajaran olah raga. Setelah pengukuran tinggi badan dan berat badan, kemu-dian berdasarkan indek massa tubuh ditentukan apakah memenuhi kriteria obesitas. Untuk siswa tidak obesitas dipilih secara acak dari populasi yang sama. Kemudian digunakan kuesioner Symptom Check List-90 (SCL-90), kuesioner citra diri dan kuesioner stresor psikososial.

Pembuktian hipotesis penelitian menggunakan teknik uji Kai-kuadrat (uji x2), dan uji statistik Fisher yang merupa-kan uji hipotesis yang sering digunakan dalam penelitian klinis karena cocok dengan data yang tersedia. Variabel psikopatologi tersaji dalam skala nominal dikotom.

Seluruh perhitungan statistik dilakukan dengan pro-gram SPSS versi 10.

IBTJM

Penelitian ini merupakan penelitian untuk melihat hubungan antara obesitas dengan psikopatolo-gi pada siswa SMU di Jakarta Selatan; dilakukan di 15 SMU di Jakarta Selatan. Sebanyak 54 siswa SMU yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berparti-sipasi dalam penelitian ini. Karena penelitian ini hanya dilakukan di Jakarta Selatan maka hasil penelitian ini tentu tidak dapat mewakili wilayah lain di Jakarta.

Karakteristik RespondenTabel 1. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia dan suku

Pada penelitian ini jumlah subyek penelitian yang obesi-

tas sama banyak dengan yang tidak obesitas, masing-masing 27 orang. (Tabel 2). Analisis hubungan antara obesitas dengan terjadinya psikopatologi mengguna-kan uji statistik menghasilkan nilai p=0,58, CI 95% (0,25 � 2,19) dan OR = 0,74 (tidak bermakna). Hal ini berarti faktor obesitas cende-rung tidak mem-pengaruhi terjadinya psikopatologi. Pada penelitian ini hipotesis tidak terbukti. (Tabel 2)

3/!Kfojt!LfmbnjoJumlah laki-laki dan perempuan pada penelitian ini hampir sama banyak yaitu laki-laki 28 orang (51,9%) dan perempuan 26 orang (48,1%). Proporsi yang obe-sitas dan yang dengan psikopatologi selanjutnya dapat dilihat di Tabel 3.

Ubcfm!3/!Ivcvohbo!pcftjubt!efohbo!bebozb!qtjlpqbupmphj

Ubcfm!4/!bobmjtjt!tubujtujl!bubt!ivcvohbo!boubsb!pcftjubt!efohbo!beb0

ujeblozb!qtjlpqbupmphj

4/!VtjbUsia berkisar antara 15 � 18 tahun karena subyek penelitian merupakan siswa SMU. Pada penelitian ini terbanyak adalah usia 16 tahun (35,2%).

5/!TvlvSubyek penelitian sebagian besar suku Jawa.

6/!Djusb!EjsjPada penelitian ini dari 27 subyek penelitian obesitas yang memiliki citra diri tinggi sebanyak 9 orang (3 orang psikopatologi positif dan 6 orang psikopatologi negatif) dan yang memiliki citra diri rendah sebanyak 18 orang (12 orang psikopatologi positif dan 6 orang psikopatologi negatif). Sedangkan dari 27 subyek

Variabel Obesitas Tidak obesitas

n % n %PerempuanLaki-laki

15 tahun16 tahun

17 tahun

18 tahun

Jawa

SundaBetawi

Palembang

MinangTapanuli

Lain-lain

Jenis kelamin

Usia

Suku

1017

9

9

8

1

12

4 0

1

3

2 5

37,062,9

33,3

33,3

29,6 3,7

44,4

14,80

3,7 11,1

7,4 18,5

1611

8

10 8

1

4 5

1

0 1

2

14

59,240,7

29,6

37,029,6

3,7

14,8

18,5

3,70

3,7

7,4

51,8

Psikopatologipositif

Psikopatologinegatif

Total n

Uji statistik

OR(CI 95%)

Obesitas

Tidak obesitas

15

17

12

10

27

27

Chi square p=0,58

0,74(0,25-2,19)

Psikopatologi positif

Psikopatologi negatif Total Uji

statistikOR

(CI 95%)n % n %

Perempuan

Obesitas 6 60,0 4 40,0 10

Tidak obesitas 13 81,3 3 18,8 16

Total 19 73,1 7 26,9 26

Fisher0,235

0,346 (0,058-2,057)

Laki-laki

Obesitas 9 52,9 8 47,1 17

Tidak obesitas 4 36,4 7 63,6 11

Total 13 46,4 15 53,6 28

Fisher0,390

1,969(0,416-9,317)

Obesitas dan Psikopatologi

Page 13: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

292 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

penelitian tidak obesitas yang memiliki citra diri tinggi sebanyak 14 orang (6 orang psikopatologi positif dan 8 orang psikopatologi negatif) dan yang memiliki citra diri rendah sebanyak 13 orang (11 orang psikopatolo-gi positif dan 2 orang psikopatologi negatif). (Tabel 4)

Ubcfm!5/!Ivcvohbo!Djusb!Ejsj!efohbo!Qtjlpqbupmphj

7/!Tusftps!QtjlptptjbmPada penelitian ini dari 27 subyek penelitian obesitas yang memiliki stresor psikososial tinggi sebanyak 23 orang (13 orang psikopatologi positif dan 10 orang psikopatologi negatif) dan yang memiliki stresor psiko-sosial rendah sebanyak 4 orang (2 orang psikopatologi positif dan 2 orang psikopatologi negatif). Sedangkan dari 27 subyek penelitian tidak obesitas yang memi-liki stresor psikososial tinggi sebanyak 23 orang (17 orang psikopatologi positif dan 6 orang psikopatologi negatif) dan yang memiliki stresor psikososial rendah sebanyak 4 orang (4 orang psikopatologi negatif). (Ta-bel 5)Ubcfm!6/!Ivcvohbo!Tusftps!Qtjlptptjbm!efohbo!Qtjlpqbupmphj

8/!!Tlbmb!ejnfotj!qtjlpqbupmphjUbcfm!7/!Ejnfotj!Qtjlpqbupmphj

Berdasarkan skala dimensi psikopatologi, rema-ja obesitas kecenderungan psikopatologinya depresi, anksietas dan somatisasi. Pada remaja tidak obesi-tas kecenderungan psikopatologinya adalah obsesi kompulsi, somatisasi, sensitivitas interpersonal dan hostilitas.

EJTLVTJ

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara obesitas dengan psikopatologi, melibatkan 27 remaja obesitas (indeks massa tubuh >27) dan 27 remaja ti-dak obesitas. Dari 27 remaja obesitas, yang memiliki psikopatologi yaitu 15 orang (55,6%). Sementara dari 27 remaja tidak obesitas yang memiliki psikopatologi adalah 17 orang (63%); p= 0,58, CI 95% (0,25-2,19) dan OR = 0,74. Hasil ini menunjukkan adanya hubu-ngan antara obesitas dengan psikopatologi.

Terjadinya psikopatologi pada seorang remaja obesi-tas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, citra diri, sosial ekonomi, stresor psikososial dan faktor-faktor biologis5

Studi kohort dilakukan Pine dkk. di beberapa klinik gizi di New York, Amerika tahun 1983 sd. 1992 untuk me-lihat hubungan antara obesitas dengan psikopatologi6. Jumlah sampelnya 664 remaja obesitas (indek massa tubuh > 30), terdiri dari 310 laki-laki dan 354 perem-puan. Penilaian pertama dilakukan ketika subyek beru-sia antara 9 - 18 tahun (1983) dan penilaian kedua ketika subyek berusia antara 17 - 28 tahun (1992) menggunakan Modifications of the Dianostic Interview Schedule for Children. Hasil psikopatologi yang ter-banyak adalah depresi, gangguan perilaku dan cemas. Penelitian itu menyimpulkan bahwa terdapat hubun-gan antara obesitas de-ngan psikopatologi.

Adanya perbedaan antara hasil penelitian Pine dkk dengan penelitian ini mungkin disebabkan oleh perbe-daan jumlah sampel. Pada penelitian Pine dkk jumlah sampel adalah 664 remaja obesitas (IMT > 30) se-dangkan pada penelitian ini jumlah sampel 27 remaja obesitas (IMT >27). Selain itu juga berbeda dalam hal tempat pengambilan sampel; pada penelitian Pine dkk, sampel diperoleh dari klinik gizi. Mungkin subyek yang datang ke klinik gizi sudah menyadari bahwa obesitas merupakan suatu penyakit atau kelainan yang perlu pengobatan, sedangkan pada penelitian ini, sampel diambil dari SMU yang mungkin belum menganggap obesitas sebagai suatu masalah. Selain itu juga ter-dapat perbedaan usia. Pada penelitian Pine dkk. usia antara 17 - 28 tahun, sedangkan penelitian ini usia sampel berkisar antara 15 - 18 tahun. Menurut Erik-son, seseorang sejak berusia 21 tahun sampai 40 ta-hun (stadium ) sudah membutuhkan seorang

No Psikopatologi Obesitas Tidak obesitasn % n %

1. Depresi 8 29,6 0 0

2. Anksietas 4 14,8 0 0

3. Obsesi kompulsi 1 3,7 10 37,0

4. Phobia 0 0 0 0

5. Somatisasi 2 7,4 3 11,1

6. Sensitivitas 0 0 2 7,4interpersonal

7. Hostilitas 0 0 2 7,4

8. Ide Paranoid 0 0 0 0

9. Psikotikisme 0 0 0 0

10. Tambahan 0 0 0 0

Obesitas dan Psikopatologi

Obe sitas

Citra Diri

Psikopatologi positif

Psikopatologi negatif

Total Uji statistik

OR(CI 95%)

ya rendah 12 6 18

tidak rendah 11 2 13

ya tinggi 3 6 9

tidak tinggi 6 8 14

Fisher0,412

0,3640,060- 2,194

Fisher1,00

0,6670,117- 3,813

Obe sitas

Psikopatologi positif

Psikopatologi negatif

Total Uji statistik

OR(CI 95%)

ya rendah 13 10 23

tidak rendah 17 6 23

ya tinggi 2 2 4

tidak tinggi 0 4 4

Chisquare0,216

0,459(0,132 - 1,591)

Fisher0, 429

0,5(0,188 - 1,332)

Strseorpsikososial

Page 14: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 293

teman lawan jenis atau pasangan untuk dapat terlibat dalam hubungan yang lebih intim dan serius17. Pada rentang usia tersebut seseorang lebih menyadari pentingnya penampilan fisik di dalam pergaulan.15 Se-dangkan usia antara 15 - 18 tahun berada dalam sta-dium identity yang lebih mementingkan kekompakan dalam kelompok sosialnya, mencoba melepaskan diri dari ikatan yang kuat dengan orang dewasa dan men-coba mandiri 17. Ada dugaan bahwa usia turut mem-pengaruhi hasil penelitian ini.

Selain itu juga terdapat perbedaan penggunaan ins-trumen. Penelitian Pine dkk menggunakan adalah Modification Interview Schedule for Children, dan hasil-nya dalam bentuk diagnosis. Pada penelitian ini instru-men yang digunakan adalah 90 dan hasilnya dalam bentuk ada atau tidaknya psikopatologi. Perbedaan penggunaan instrumen dapat menyebab-kan perbedaan hasil. Tetapi apabila ditelusuri butir-butir psikopatologinya, sebenarnya hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Pine dkk. Pada penelitian ini butir depresi (29,6%), anksietas (14,8%) dan somatisasi (7,4%).

Penelitian di Jerman tahun 2000 bersifat Cross Sec-tional untuk melihat hubungan antara obesitas dengan psikopatologi. Sampel dari pusat pengobatan obesitas INSULA di Berchtesgaden terdiri dari 47 remaja obesi-tas (indek massa tubuh > 40), 30 perempuan dan 17 laki-laki, usia antara 15 - 21 tahun. Penilaian adanya psikopatologi menggunakan Munich-Composite Inter-national Diagnostic Interview (M-CIDI). Psikopatologi yang diperoleh terbanyak adalah cemas, somatoform dan gangguan makan. Penelitian ini juga menyimpul-kan bahwa terdapat hubungan antara obesitas dengan psikopatologi. Juga berbeda dengan hasil penelitian ini.

Adanya perbedaan ini mungkin karena perbedaan jum-lah sampel. (47 vs. 27 remaja obesitas). Selain itu juga tempat pengambilan sampel berbeda. Pada penelitian Britz dkk sampel diperoleh dari pusat pengobatan obesitas dengan batasan indek massa tubuh >40; se-dangkan pada penelitian ini sampel diambil dari SMU dengan indek massa tubuh >27. Mungkin sampel pada penelitian Britz dkk sudah menyadari keadaan dan bentuk tubuhnya yang obesitas derajat berat (IMT>40), dan merupakan suatu penyakit atau kelain-an fisik dan perlu diobati, karena sangat mempenga-ruhi penampilan dan aktivitas fisiknya.13,15, Selain itu obesitas dapat berisiko penyakit kardiovaskuler, diabe-tes melitus dan 1,23. Di samping itu juga terdapat perbedaan penggunaan instrumen. Penelitian B.Britz dkk menggunakan instrumen Munich-Composite Inter-national Diagnostic Interview (M-CIDI), yang hasilnya di-

peroleh dalam bentuk diagnosis, sedangkan penelitian ini menggunakan Sympton Check List 90 (SCL-90), yang hasilnya berupa ada tidaknya psikopatologi. Jika ditelusuri butir-butir psikopatologinya, sebenarnya ha-sil yang diperoleh tidak jauh berbeda. Penelitian ini juga menghasilkan adanya peningkatan butir cemas dan somatisasi pada penderita obesitas.

Telch dan Agras (1992), melakukan penelitian cross sectional di Amerika atas 72 remaja obesitas dari ras kulit hitam (indek massa tubuh >30) yang terdiri dari 19 laki-laki dan 53 perempuan dari beberapa sekolah menengah atas di Washington. Penilaian psikopatologi menggunakan The Hopkins Symptom Checklist ter-diri 46 items yang sudah dimodifikasi oleh Derogatis.8 Hasilnya psikopatologi yang terbanyak adalah depresi dan cemas. Pada penelitian ini dikatakan terdapat hubu-ngan antara obesitas dengan psikopatologi. Adanya perbedaan kesimpulan dengan penelitian ini mungkin karena perbedaan jumlah sampel (72 remaja obesitas IMT >30) vs. 27 remaja obesitas (IMT > 27). Selain itu pada penelitian Telch dkk sampel lebih banyak perem-puan (53 perempuan dan 19 laki-laki), sedangkan pada penelitian ini sampel lebih banyak laki-laki (17 laki-laki dan 10 perempuan). Perempuan lebih memperhatikan penampilan fisiknya dibandingkan laki-laki 16. Keadaan ini dapat menyebabkan perbedaan hasil. Adapun in-strumen yang digunakan pada penelitian Telch dkk adalah The Hopkins Symptom 46 items yang sudah di-modifikasi oleh Derogatis. Penelitian ini menggunakan Sympton Check List 90. Apabila ditelusuri butir-butir psikopatologinya, maka hasil penelitian Telch dkk dan hasil penelitian ini terdapat kesamaan yaitu terjadi pe-ningkatan pada butir depresi dan cemas.

Di Amerika Serikat dan di Eropa, obesitas sudah diang-gap sebagai suatu penyakit1,14 sedangkan di Indone-sia masih ada anggapan bahwa obesitas merupakan simbol kemakmuran, kesehatan dan kewibawaan4. Adanya perbedaan persepsi ini mungkin dapat mem-pengaruhi hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia. Untuk itu penelitian yang bertujuan untuk melihat per-sepsi terhadap obesitas perlu dilakukan.

Untuk melihat hubungan antara obesitas dengan psikopatologi pada kelompok laki-laki digunakan uji statistik Fisher, hasilnya p=0,390, OR= 1,969, CI 95%= 0,416-9,317 (tidak bermakna). Untuk melihat

Obesitas dan Psikopatologi

Penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara obesitas dengan psikopatologi. Perbedaan ini mungkin karena perbedaan jumlah sampel, tempat pengambilan sampel, penetapan indeks massa tubuh dan instrumen

yang digunakan.

Page 15: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

294 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

hubungan antara obesitas dengan psikopatologi pada kelompok perempuan digunakan uji statistik Fisher, p=0,235, OR= 0,346, CI 95%= 0,058-2,057 (tidak bermakna). Sedangkan untuk melihat hubungan an-tara obesitas de-ngan psikopatologi, dengan jenis kelamin sebagai variabel kontrol digunakan uji statis-tik Mantel-Haentzel, p=0,908 , OR= 0,936 , CI 95%= 0,304-2,879 (tidak bermakna). Berdasarkan analisis tersebut maka pada penelitian ini jenis kelamin tidak mempengaruhi terjadinya psikopatologi pada remaja obesitas. Hal ini mungkin karena pada penelitian ini sampel terbanyak adalah laki-laki, yang jika dibanding-kan dengan perempuan, laki-laki lebih sedikit memper-hatikan penampilan fisiknya.

Penilaian citra diri berdasarkan dimensi self esteem. (Tabel 4). Hubungan antara obesitas dengan psikopa-tologi pada kelompok citra diri tinggi tidak bermakna (uji Fisher, p= 1,00, OR= 0,667, CI 95%= 0,117-3,813). Selanjutnya hubungan antara obesitas dengan psikopatologi dengan citra diri sebagai variabel peran-cu juga tidak bermakna (uji statistik Mantel-Haentzel, p=0,262, OR=0,492, CI 95%=0,142-1.701).

Analisis hubungan antara obesitas dengan psikopa-tologi pada kelompok stresor psikososial tinggi meng-gunakan uji statistik Chi square p=0,216 , OR=0,459, CI 95%=0,132-1,591 (tidak bermakna). Untuk meli-hat hubungan antara obesitas dengan psikopatologi pada kelompok stresor psikososial rendah digunakan uji statistik Fisher p=0,429, OR=0,5, CI 95%=0,188-1,332 (tidak bermakna). Selanjutnya untuk melihat hubungan antara obesitas dengan psikopatologi dengan stresor psikososial sebagai variabel perancu digunakan uji statistik Mantel-Haentzel, p=0,576 , OR=0,729, CI 95%= 0,241-2,204 (tidak bermakna) (tabel 5).

Pada penelitian ini faktor citra diri dan stresor psiko-sosial tidak mempengaruhi terjadinya psikopatologi pada remaja obesitas. Hal ini mungkin karena masih adanya perbedaan persepsi antara remaja obes di Amerika dan di Jerman dengan remaja obes di Indone-sia; untuk itu perlu penelusuran lebih lanjut mengenai persepsi diri pada remaja obes di Indonesia. Apakah mereka masih menganggap obesitas sebagai simbol kemakmuran, kesehatan dan kewibawaan atau sudah menganggap obesitas sebagai suatu kelainan /penya-kit yang perlu mendapat penanganan serius.

Pada penelitian ini ditemukan lebih banyak psikopatolo-gi pada remaja tidak obes (17 orang - 63%) dibanding-kan dengan remaja obes (15 orang - 55,6%). Remaja perempuan tidak obes mempunyai psikopatologi lebih besar (81%) dibandingkan dengan remaja perempuan

obes (60%). Sedangkan dalam literatur dikatakan bah-wa remaja obesitas memiliki kecenderungan lebih be-sar untuk mengalami psikopatologi2,6 dan juga remaja perempuan obes memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengalami psikopatologi11. Perbedaan ini mung-kin disebabkan oleh faktor-faktor lain yang berperan dalam terjadinya psikopatologi seperti faktor sosial ekonomi yang perlu diteliti lebih lanjut.

Keterbatasan dan kelemahan penelitian1. Penelitian ini hanya dilakukan di 15 SMU Jakarta Selatan, sehingga hasilnya tentu tidak dapat mewakili wilayah Jakarta lainnya.2. Tidak ditelitinya faktor sosial ekonomi dan per-sepsi terhadap obesitas yang dapat mempengaruhi terjadinya psikopatologi. Hal ini disadari oleh peneliti dapat mempengaruhi hasil penelitian.

TJNQVMBO

Penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara obesitas dengan psikopatologi. Hasil ini berbeda dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang mengatakan terdapat hubungan antara obesitas dengan psikopa-tologi. Perbedaan ini mungkin karena perbedaan jum-lah sampel, tempat pengambilan sampel, penetapan indeks massa tubuh dan instrumen yang digunakan. Tetapi bila dilihat dari butir-butir psikopatologi, hasil penelitian hampir sama dengan penelitian lain. Fak-tor lain yang juga bisa menyebabkan tidak terbuktinya hipotesis, karena sampel tidak diambil secara acak dan kontrolnya tidak matched. Selain itu penelitian ini juga tidak mengevaluasi faktor persepsi terhadap obe-sitas dan faktor sosial ekonomi. Penelitian ini dilakukan berdasarkan latar belakang masih adanya persepsi obesitas identik dengan kemakmuran, kewibawaan dan kesehatan(4). Apakah faktor persepsi terhadap obesitas ini yang menyebabkan tidak terbuktinya hipo-tesis? Untuk ini penelitian peranan persepsi pada ter-jadinya psikopatologi pada obesitas perlu dilakukan. Selain itu faktor-faktor lain seperti sosial ekonomi juga perlu diteliti.

TBSBO

1. Diharapkan penelitian-penelitian yang akan datang, dapat dilakukan di klinik-klinik gizi di wilayah Jakarta .2. Jumlah sampel diharapkan lebih banyak diambil se-cara acak dan pengambilan kontrol yang match.3. Perlu dipikirkan penggunaan instrumen lain yang hasil akhirnya berupa diagnosis untuk menilai adanya psikopatologi. 4. Perlu penelitian terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya psikopatologi seperti status sosial ekonomi dan faktor persepsi terhadap obesitas.

Obesitas dan Psikopatologi

Page 16: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 295

LFQVTUBLBBO

1. Sjarif DR. Obesitas pada anak dan permasalahannya, Hot topics inpe-dia-trics, PKB IKA XLV, 2001; hal 219-224.

2. Brown KM, Mc Mahon RP. Changes in self esteem in black and white girls between the age of 9 and 14 years, J. Adolescent Health 1998; 23 : 7 � 19.

3. Braet C, Marvielde I, : Psychological aspects of childhood obesity, J Pediatr Psychol 1977 Feb ; 22 : 59 � 71.

4. Prihadi M. Patofisiologi obesitas. Simposium obesitas, kumpulan ma-kalah lengkap, FK UNDIP Semarang 1981, hal 1 - 22.

5. Allen. C, Inova MY. Global and dimensional self esteem in preadoles-cent and early adolescent children who are overweight : Age and gender differences, Int. J Eat Disorder 2002;31: 424 � 429,

6. Pine DS, Cohen P. Psychiatric symptoms in adolescent as a predictor of obesity in early adulthood, Am.J. Public Health 1987; 87( 8).

7. Telch CF, Agras WS. Obesity, binge eating and psychopathology, Int J Eat Disord 1994; 15 : 53-61.

8. http://www.Emedicine.com/ped/topic 1699, htm, obesity from pe-diatric/ nutrition

9. Krich FD, Rathner G. The relationship between overweight and psychologi-cal problems in adult Czech population, Sb lek 1998 ; 99: 303 � 9.

10. Pesa JA, Syre TR. Psychosocial differences associated with body weight among female adolescents, J.Adolescent Health 2000 ; 26 : 330 � 337.

11. Utami DS. Hubungan sindrom depresi dengan kegagalan dan keber-hasilan diet pada wanita dewasa kegemukan di salah satu klinik swas-ta di Jakarta (Tesis), Bagian Psikiatri FKUI,1996.

12. Britz B, Siegfried W. Rates of psychiatric disorder in clinical study group of adolescents with extreme obesity and in obese adolescents ascertained via a population based study. Internat.J. Obesity 2000; 707 � 1714.

13. Sobara M, Galiebter A. Body image disturbance in obese outpatiens before and after weight loss in relation to race, gender, binge eating and age of onset obesity. Int J Eat Disorder 31 ; 416 � 423 ; 2000.

14. Nasar SS. Obesitas pada anak, aspek klinis dan pencegahan. Naskah lengkap PKB IKA XXXV FKUI 1995, hal 68 � 80.

15. Soerjodibroto W. Kegemukan ; masalah dan penanggulangannya,FKUI Jakarta 1986, hal 1 � 7.

16. Tjokronegoro A. Obesitas. FKUI Jakarta, 1981, hal 23 - 27.17. Kaplan HI, Saddock BJ (eds). Obesity. Comprehensive Textbook of Psy-

chiatry 6 th ed. William and Wilkins Baltimore, 1995; 1787 - 1797.

Page 17: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

296 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

Penanganan Psikologik pada ObesitasTzmwjb!E/!Fmwjsb

Cbhjbo!Qtjljbusj!Gblvmubt!Lfeplufsbo!Vojwfstjubt!Joepoftjb0

STVQO!Es/!Djqup!Nbohvolvtvnp!Kblbsub

QFOEBIVMVBO

Obesitas merupakan suatu kondisi yang dahulu dianggap sebagai lambang kesejahteraan dan tidak berkaitan dengan penyakit. Insidens dan prevalensinya meningkat, baik di ne-gara maju maupun di negara-negara berkembang, sejalan dengan perkembangan teknologi yang memberikan kemuda-han dan perubahan gaya hidup. Namun, berkaitan dengan risiko kesehatan dan dampaknya terhadap kualitas hidup, kini obesitas merupakan problem atau penyakit1,3

Obesitas merupakan masalah yang diperhatikan karena berkaitan dengan peningkatan morbiditas dan mortali-tas berbagai penyakit, antara lain hipertensi, gangguan kardiovaskuler, diabetes, gangguan endokrin lainnya, pe-nyakit kandung empedu, problem paru dan pernafasan, artritis, gangguan tidur, ketidakmampuan untuk berpar-tisipasi pada aktivitas-aktivitas rekreasi dan olahraga, rendahnya harga diri dan problem citra-tubuh1,4

Akhir-akhir ini obesitas dinyatakan sebagai penyakit kronik dengan penyebab multifaktorial. Dari penelitian-penelitian didapatkan bahwa obesitas tidak disebabkan oleh penye-bab tunggal melainkan oleh hubungan yang kompleks an-tara faktor genetik, fi siologik, metabolik, psikologik, so-sioekonomik, gaya hidup dan faktor budaya.

Bila ditinjau dan aspek psikologik, obesitas dapat meru-pakan suatu kondisi tersendiri yang antara lain meru-pakan gejala dari gangguan makan (misalnya bulimia nervosa), atau merupakan kondisi yang berkaitan dengan citra-diri dan harga-diri, yang mempunyai dasar psiko-dinamika tertentu. Pada makalah ini hanya akan dibahas mengenai obesitas sebagai gejala dari gangguan makan, disertai penanganannya secara garis besar.

PCFTJUBT

Kata obesitas berasal dari bahasa Latin: obesus, obe-dere, yang artinya gemuk atau kegemukan. Obesitas atau gemuk merupakan suatu kelainan atau penyakit yang di-tandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Pendapat lain mengatakan bahwa obesitas merupakan gangguan medik kronik yang tidak dapat di-sembuhkan dan hanya dapat diobati4,5.

Sebagian orang menggolongkan obesitas sebagai suatu kelainan akibat kurangnya pengendalian diri dan hal terse-

but bisa jadi telah menjadi anggapan umum3. Pengenda-lian diri yang dimaksud di sini tentunya pengendalian ter-hadap keinginan untuk makan Bila kita melihat seseorang dengan obesitas, yang terbayang adalah bahwa orang itu telah makan sedemikian banyak sehingga tubuhnya men-jadi seperti yang kita lihat. Mengapa ia makan sedemiki-an banyak? Tidak merasa kenyangkah ia hingga tidak berhenti makan? Atau, apakah porsi makannya memang sedemikian besar dan hal itu telah menjadi kebiasaannya sejak lama, atau bahkan sejak kecil? Mengapa ia tidak dapat mengendalikan keinginan makannya?

UFSKBEJOZB!PCFTJUBT

Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asu-pan dan keluaran energi sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan le-mak2. Etiologinya multifaktorial, baik faktor individual (biologik dan psikologik) maupun lingkungan. Bila faktor yang dapat merupakan etiologi yang berasal dari individu seperti gangguan endokrin, serta faktor organik lainnya ternyata tidak ditemukan, kondisi ini dapat merupakan konsekuensi seseorang yang tidak dapat mengendalikan keinginannya untuk makan. Bagi orang tersebut., makan dilakukan bukan untuk memenuhi kebutuhan untuk meng-ganti energi yang telah digunakan dan dikeluarkan pada aktivitas fi sik atau psikologik tertentu, melainkan karena memang ingin makan dan makan, yang tidak mampu di-kendalikan olehnya.

Kondisi ingin makan dan makan itu termasuk dalam ke-lompok gangguan makan dalam PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indone-sia) maupun dalam DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental disorders). Gangguan makan tersebut, yang kondisi pasiennya biasanya tampak gemuk atau mengalami obesitas, terdiri atas binge-eating disorder dan bulimia nervosa6,7.

Pada binge-eating disorder gejala yang ditemui yaitu seseorang makan pada suatu periode tertentu, dengan jumlah yang lebih banyak dan lebih cepat daripada ke-banyakan orang, hingga ia merasa benar-benar sangat kenyang (uncomfortably full). Biasanya makan dilakukan tidak pada saat lapar, seorang diri karena malu makan dalam jumlah besar. Biasanya orang tersebut mengalami depresi atau merasa bersalah setelah makan6,9,10.

** Dibacakan pada Simposium Penanganan gangguan obesitas dan metabolismeandrogen pada masa reproduksi, Jakarta 31 Agustus 2002*

Tinjauan Pustaka

Page 18: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 297

Bulimia adalah kecenderungan atau dorongan untuk makan banyak, berlebihan, mungkin disertai nafsu makan besar mungkin pula tidak11. Gejalanya serupa dengan

disertai perilaku mengeluarkan kem-bali makanan tersebut, baik dengan cara memuntahkan atau dengan menggunakan pencahar6,9,10.

QTJLPEJOBNJL!PCFTJUBT

Obesitas terjadi karena makan berlebih ( ). Pada awal kehidupan, seorang bayi mempersepsikan makanan sebagai pengekspresian rasa cinta, dan persepsi terse-but sering masih tersisa. Pada saat pemberian makan, seorang ibu dapat memindahkan perasaan cemas atau ansietas yang dialaminya kepada anaknya. Makan dapat menjadi cara untuk mengatasi kecemasan, yang terjadi karena frustrasi yang dialami, karena adanya persepsi bahwa cinta dan perhatian setara dengan makanan. Kele-bihan makan mungkin merupakan indikasi adanya ansietas dini tersebut12.

Menurut Hamburger, makan berlebih merupakan respons terhadap ketegangan emosional yang tidak spesifi k, atau merupakan substitusi dari gratifi kasi yang tidak dapat di-toleransi pada situasi-situasi tertentu dalam kehidupan, atau merupakan gejala dari gangguan emosional yang mendasarinya, terutama depresi12.

Bulimia nervosa maupun dapat di-alami mungkin karena ketidakmampuan seseorang un-tuk mengatasi masalah-masalah hidup secara praktis. Ketidakmampuan tersebut biasanya dalam pengendalian emosi, pemrosesannya, serta mengatasinya. Ini mung-kin karena adanya depresi yang mendasarinya. Depresi tersebut dapat terjadi mungkin karena terhambatnya proses perkembangan mental seseorang sehingga ia lebih nyaman menggunakan mekanisme adaptasi (atau defensi) yang biasa digunakannya pada fase perkembangan yang lebih dini, yaitu fase oral (fase di saat seseorang mengatasi problem hidupnya terutama dengan mulut, biasanya pada usia antara 0-18 bulan). Mekanisme de-fensi yang digunakan adalah introyeksi, yaitu memasuk-kan suatu objek ke dalam struktur psikis individu11; objek ini semula bersifat kongkrit (karena kemampuan berpikir yang masih terbatas dan didominansi oleh proses pikir primer) berupa makanan, tetapi kemudian secara berta-hap dapat berkembang menjadi lebih abstrak (misalnya ibu atau orang lain yang dicintai atau dianggap dekat dan nantinya dapat berupa ide, harga diri, prestasi, dsb)lj.

Depresi dapat pula terjadi secara sekunder karena obe-sitasnya; individu mengalami obesitas namun mempu-nyai keinginan atau bayangan mengenai bentuk tubuh yang ‘ideal’ bisa mengalami depresi karena bayangan bentuk tubuh yang tidak dapat dicapainya. Kemungkinan

lain, depresi terjadi karena gangguan citra-tubuh (sering berupa distorsi, yaitu bila melihat di depan cermin, seseorang tidak melihat tubuhnya seperti apa adanya dalam realitas); seseorang yang obes, jarang menyadari seberapa gemuk dirinya14. Dua hal ini tidak akan dibahas lebih mendalam dalam makalah ini.

QFOBUBMBLTBOBBO

Penatalaksanaan terhadap obesitas merupakan pendeka-tan holistik dan komprehensif, termasuk meneliti latar belakang terjadinya obesitas pada seseorang, apakah murni karena gangguan metabolik atau gangguan organik lainnya, atau berperan pula faktor psikologik tertentu se-perti telah dibahas sebelumnya610. Biasanya penatalaksa-naannya meliputi pemberian farmakoterapi, pengaturan diet, latihan fi sik, pengubahan gaya hidup.

QFOBOHBOBO!QTJLPMPHJL

Pada pasien dengan obesitas yang dasarnya adalah gangguan makan yang didasari oleh depresi, maka pe-nanganannya sesuai dengan penatalaksanaan terhadap gangguan depresi, yaitu pemberian psikofarmaka dan psikoterapi. Psikofarmaka berupa antidepresi golongan apa saja, antara lain: (SSRI) (sertraline 1 x 50 mg per hari, atau fl uoxetine 1 x 20 mg per hari, atau fl uvoxamine Ix 50 mg per hari),

(RIMA) (moclobe-mide 2 x 150 mg per hari), maupun trisiklik dan tetra-siklik (imipramin, maprotilin), disesuaikan dengan kondisi pasien (umur, pekerjaan dan kegiatan sehari-harinya ser-ta sosio-ekonomi).

Psikoterapi yang diberikan dapat berupa psikoterapi dengan pendekatan dinamik, atau non-dinamik, seperti terapi kog-nitif-perilaku, atau modifi kasi perilaku. Pemilihan jenis psikoterapi disesuaikan dengan kondisi dan kepribadian pasien. Pada psikoterapi dinamik, tujuan utama adalah pencapaian tilikan ( ), yaitu mengajak pasien untuk lebih memahami diri dan kehidupannya (termasuk kon-fl ik dan pelbagai problem yang pernah dihadapi dan cara mengatasinya), baik pasien maupun dokter berperan aktif dalam proses. Pada setiap pertemuan, topik yang dibahas disesuaikan dengan yang ingin dikemukakan oleh pasien; topik mengenai hal-ihwal yang berkaitan dengan depresi atau gangguan makan atau obesitas yang dialami dapat dibahas sesuai dengan kebutuhan. Biasanya dilaku-kan dalam jangka panjang, minimal 3-12 bulan.

Pada terapi kognitif-perilaku, pasien diajak untuk meni-

Penatalaksanaan terhadap obesitas merupakan pendekatan holistik dan komprehensif

Psikologi Obesitas

Page 19: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

298 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

lai cara berpikirnya selama ini yang lebih cenderung ke arah irasional (sering berpikir negatif secara otomatis tentang diri dan kondisi yang dialaminya), pasien diajak mengubah cara berpikirnya ke arah yang lebih rasional; pasien juga diajak untuk dapat menggunakan cara lain dalam menghadapi stres dan perasaan-perasaan negatif lainnya yang mengarah pada perilaku dan makan berlebihan14.

Pada terapi perilaku ( ), tujuan te-rapi adalah membantu pasien memodifi kasi kebiasaan makannya, meningkatkan aktivitas fi sik, meningkatkan ke-sadaran akan kedua hal tersebut (pengubahan kebiasaan makan dan latihan fi sik). Pasien diminta mengidentifi kasi dan mencatat saat, suasana dan tempat sewaktu ke-inginan makan timbul serta frekuensi makannya; pasien kemudian diarahkan untuk dapat mengontrol stimulus agar dapat memutuskan rantai antara peristiwa yang membangkitkan keinginan makan dengan perilaku makan-nya (contohnya antara lain dengan membatasi tempat-tempat makannya, atau dengan mengambil segelas air putih di antara setiap gigitan makanan, mengunyah de-ngan frekuensi tertentu). Kemudian pasien diajak untuk memodifi kasi konsekuensi dari perilaku makannya un-tuk (termasuk mengembangkan kemampuan

, belajar menyatakan ‘tidak’ serta mengembang-kan yang positif.).6,14-16

TJNQVMBO

Obesitas merupakan gangguan yang disebabkan oleh pel-bagai faktor, yang merupakan hubungan kompleks antara faktor genetik, fi siologik, metabolik, psikologik, sosioeko-nomik, gaya hidup dan faktor budaya. Faktor psikologik juga berperan dalam terjadinya obesitas, antara lain berupa terdapatnya gangguan makan yaitu bulimia nervo-sa atau , yang didasari oleh depresi.Penanganan psikologik terhadap obesitas adalah sesuai de-ngan yang dilakukan terhadap depresi, yaitu pemberi-an psikofarrnaka berupa antidepresan, serta psikoterapi, baik dengan pendekatan dinamik, atau terapi kognitif-perilaku, atau modifi kasi perilaku yang disesuaikan de-ngan kondisi dan kepribadian pasien.

KEPUSTAKAAN

1. Waspadji S. Kegemukan: pendekatan klinis dan pemilihan obatnya, dalamProsiding Temu Ilmiah Akbar 2002. Pusat Informasi dan Pener-bitan Bagian Imu Penyakit Dalam FKUI 2002: 69-71.

2. Sjarif DR Evaluasi dan tata laksana obesitas pada anak, dalam Prosi-ding Temu Ilmiah Akbar 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Imu Penyakit Dalam FKUI 2002.

3. Soegondo S. Obesitas dan permasalahannya, dalam Prosiding Temu Ilmiah Akbar 2002. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Imu Pe-nyakit Dalam FKUI 2002: 64.

4. Anorexia Nervosa & Related Eating disorders, Inc. Obesity, is it an eat-ing disorder? ANRED, 2002.

5. Myers MD. Comprehensive obesity treatment, 2000. www.weight.com.6. Brownell KD , Wadden TA. Obesity dalam Comprehensive Textbook of

Psychiatry, ed. VII, Kaplan & Sadock. (ed) 2000: 1787, 1789, 1792.7. Direktorat Kesehatan Jiwa -Ditjen Pelayanan Medik - Departemen Ke-

sehatan RI. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indo-nesia edisi III (PPDGJ-III) -1995.

8. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual for mentaldisorders -fourth edition (DSM-IV), 1994.

9. Schwartz M. Binge eating disorder: a new eating disorder category. webmaster@ct. addictionprofessionals. com 1998.

10. Fairburn. Risk factors for binge eating disorder. Arch Gen Psychiatr. 1998,55: 425

11. Lubis DB. Pengantar psikiatri klinik. Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 1989: 91.12. Grinker RR,Robbins FP. Obesity, dalam Psychosomatic case book,

NewYork Toronto The Blakiston Co, Inc. 1954: 191-213. Psychological causes of obesity14. Eating disorder and obesity www.austinpsych.com/services.eating dis.

html. 15. Palmer MP. Complexity of obesity by www.innerself.com. 16. Autres Traitements. Psychotherapy for obesity www.obesity-diet.com17. Bray GA. Behavior modification in the treatment of obesity. Lousiana-

State University Jan 2000

Psikologi Obesitas

Page 20: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 299

Hubungan Antara Total Lemak TubuhDengan Lipid Pada Anak Obese

Di SD DenpasarLbefl!Tvbsdb-!JLH!Tvboej

Cbhjbo0TNG!Jmnv!Lftfibubo!Bobl!Gblvmubt!Lfeplufsbo!Vojwfstjubt!Vebzbob0

ST!Tbohmbi-!!Efoqbtbs-!!Cbmj

BCTUSBL

Uvkvbo: Mengetahui hubungan antara total lemak tubuh dengan profil lipid pada anak sekolah dasar yang obese.Nfupef!ebo!Dbsb!Qfofmjujbo: Telah dilakukan suatu penelitian potong lintang pada populasi anak SD di Denpasar sebanyak 1200 orang yang dipilih secara sampling diwakili 2 SD tiap kecamatan. Semua anak yang obese berdasarkan normogram index massa tubuh CDC yang telah diijinkan oleh orangtuanya untuk ikut peneli-tian diperiksa kadar lipid serum (total kolesterol, trigliserida, HDL-kolesterol, LDL-kolesterol) dengan teknik enzi-matis. Total lemak tubuh dihitung berdasarkan formula Deurenberg. Hubungan antara total lemak tubuh dengan kadar lipid dianalisis dengan uji korelasi Pearson atau Spearman dan jika terdapat korelasi bermakna dilanjutkan dengan regresi linear.Ibtjm: Hasil uji korelasi antara total lemak tubuh dengan sebagai berikut: total kolesterol (r=0,11; p=0,30), trigli-serid (r=0,41; p=0,000), HDL-kolesterol (r=-0,15; p=0,14), dan LDL-kolesterol (r=0,04; p=0,67). Pada uji regresi linear terhadap total lemak tubuh dengan kadar trigliserid didapatkan koefisien regresi=3,84 dengan konstanta 15,65.Lftjnqvmbo: Total lemak tubuh pada anak hanya berhubungan bermakna dengan parameter trigliserid. Untuk memprediksi kadar trigliserid pada anak didapatkan persamaan linear y= 15,65 + 3,84x (y adalah kadar trigliserid, x adalah total lemak tubuh).

QFOEBIVMVBO

Prevalensi obesitas makin meningkat, hampir setengah milyar penduduk dunia saat ini tergolong atau

.1 Keadaan ini tidak hanya terjadi di negara maju tapi sudah mulai meningkat di negara berkembang. Di Eropa prevalensi obesitas berkisar antara 10-40% dalam 10 terakhir ini.2 Di RSCM (1988)3 prevalensi obesitas seki-tar 16% pada pasien-pasien rawat jalan. Di Denpasar prevalensi obesitas pada anak-anak SD 14%,4 sedang-kan pada anak yang lebih besar sekitar 6,5%.5 Khusus-nya pada anak dan remaja, masalah obesitas merupakan masalah yang kompleks yang merupakan ko-morbiditas terhadap penyakit kardiovaskular, diabetes, dan bebera-pa penyakit metabolik lain.6-11

Obesitas (WHO) adalah suatu kondisi terjadi akumulasi lemak yang banyak dalam tubuh.12 Timbunan lemak yang banyak dalam tubuh akan dapat menimbulkan dampak buruk pada kesehatan dan kesejahteraan hidup berikut-nya.8,13 Dislipidemi adalah kondisi yang mengikuti obe-sitas; terjadi gangguan metabolisme lipid yang ditandai dengan perubahan fraksi lipid plasma.14,15

Persentase lemak tubuh bervariasi sesuai dengan umur dan jenis kelamin.13 Penilaian persentase lemak tubuh pada anak tidak mudah karena komposisi kimia massa

lemak bebas pada anak berbeda dengan pada orang dewasa dan komposisi kimia tersebut akan mengalami perubahan selama masa pertumbuhan. Oleh karenanya asumsi yang digunakan untuk menghitung komposisi tu-buh pada dewasa yang berdasarkan densitas tubuh ti-dak dapat diterapkan pada anak yang sedang tumbuh. Beberapa usaha telah dilakukan untuk memperkirakan massa lemak tubuh sebagai index obesitas, karena ja-ringan adiposa adalah bagian utama tempat penyimpa-nan lemak yang mengandung lebih dari 90% jumlah total simpanan kalori. Namun tidak ada satupun metode yang dapat menetapkan dengan tepat komposisi tubuh yang hidup.16 Persamaan Deurenberg17 merupakan salah satu formula untuk memprediksi lemak tubuh sesuai dengan umur, jenis kelamin dan indeks massa tubuh.

Prosentase lemak tubuh pada anak dan remaja yang me-ningkat berhubungan dengan adanya peningkatan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular di kemudian hari; ter-jadi jika prosentase lemak tubuh lebih dari 30% pada anak wanita dan lebih dari 25% pada anak laki-laki.18

Pada penelitian terhadap 9617 anak usia 5-17 tahun oleh didapatkan adanya korelasi obesitas

yang sangat kuat dengan aterogenik dislipidemia (peningka-tan kadar trigliserid dan HDL-kolesterol yang rendah).9,19

Hasil Penelitian

Page 21: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

300 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara total lemak tubuh dengan profi l lipid pada anak sekolah dasar yang mengalami obesitas.

NFUPEF!EBO!DBSB!QFOFMJUJBO

Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan pada bulan September 2004 sampai Desem-ber 2004 pada populasi anak sekolah dasar di kotama-dya Denpasar usia 6 sampai 13 tahun (kelas 1 sampai kelas 6) dengan cara cluster random sampling.

Ditetapkan 2 sekolah dasar untuk tiap kecamatan. Semua anak obese yang telah mendapatkan persetujuan orang-tua diikutkan dalam penelitian ini. Untuk mendapatkan anak obese dilakukan pemeriksaan pendahuluan berupa pemeriksaan antropometri dan pencatatan data dasar, dilanjutkan dengan penentuan status obese berdasarkan indeks massa tubuh sesuai umur dan jenis kelamin. Sam-pel dieksklusi bila dari anamnesis pernah atau sedang menderita penyakit diabetes melitus, penyakit ginjal, mendapat terapi steroid jangka panjang atau datanya tidak lengkap. Seluruh sampel yang memenuhi syarat menjalani pemeriksaan kadar lipid serum.

Penelitian ini telah mendapat ijin dari kepala sekolah ma-sing-masing dan telah mendapat persetujuan tertulis dari orang tua anak yang bersangkutan.

Qfnfsjltbbo!Bouspqpnfusj

- Berat badan diukur menggunakan timbangan portable merek Tristar dengan tingkat kepekaan 0,1 kg. Respon-den ditimbang dalam keadaan memakai pakaian seragam sekolah tanpa sepatu, hasil pengukuran merupakan re-rata 3 kali pengukuran. - Tinggi badan diukur dengan meteran

dengan tingkat kepekaan 0,1 cm, responden diukur dalam keadaan berdiri tanpa sepatu. Hasil pengu-kuran merupakan rerata dari 3 kali pengukuran. - Indek Massa Tubuh (IMT) dihitung berdasarkan rumus be-rat badan (kg) dibagi hasil kuadrat tinggi badan (meter) = BB/(TB2). Hasil perhitungan kemudian diplot ke kurve nor-mogram Indek Massa Tubuh CDC berdasarkan umur dan jenis kelamin. Disebut obes bila IMT persentil ke-95.- Total Lemak Tubuh (TLT) diperoleh dari perhitungan rumus Deurenberg.17 TLT Anak (%) = )2-62!y!JNU*!�!)1-81!y!Vnvs*!�!)4-7!y!Kfojt!Lfmbnjo*!,!2-5

Umur dalam tahun, jenis kelamin: laki=1 dan perem-puan=0

Qfnfsjltbbo!Mbcpsbupsjvn

- Pemeriksaan sampel darah dilakukan oleh Laboratorium Prodia Denpasar.- Sebelum pengambilan sampel darah responden diwajib-

kan puasa selama 10 jam.- Sampel darah diambil sebanyak 7 ml dan dimasukkan ke dalam tabung . Kadar kolesterol total, trigeliserid, HDL-kolesterol dan LDL-kolesterol di-periksa dengan teknik enzimatis dengan alat Hitachi 917.

Efgjojtj!Wbsjbcfm

- Umur adalah umur kronologis responden dalam tahun yang didapat dari hasil perhitungan dengan komputer ber-dasarkan tanggal lahir sesuai dengan yang tertera dalam buku rapor responden sampai saat tanggal diperiksa.- Jenis Kelamin adalah jenis kelamin berdasarkan penam-pakan fenotip dan sesuai dengan yang tertulis di buku rapor responden.- Status gizi ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh (IMT). - Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah adalah suatu indeks yang diperoleh dari pembagian berat badan dalam kilo-gram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Dike-lompokkan obese bila IMT persentil ke-95 sesuai de-ngan umur dan jenis kelamin.12

- Obese adalah keadaan status gizi berdasarkan indeks massa tubuh yang melebihi persentil ke-95 sesuai de-ngan umur dan jenis kelamin.- Profi l lipid adalah hasil pemeriksaan kadar lipid dalam darah yang terdiri dari kolesterol total, trigliserid, LDL-kolesterol dan HDL-kolesterol.- TLT adalah jumlah lemak yang terkandung dalam seluruh tubuh (dalam satuan %). Dikelompokkan kategori normal bila TLT 25% (laki-laki) dan 30% (perempuan), lemak berlebih bila TLT >25% (laki) dan >30% (perempuan).- Dislipidemi bila kadar kolesterol total 170 mg/dL dan/atau kadar trigliserid 150 mg/dL, dan/atau kadar LDL- kolesterol 130 mg/dL dan/atau kadar HDL-kolesterol 40 mg/dL.20

Bobmjtjt!Ebub

Karakteristik dasar responden disajikan secara deskriptif dalam tabel dan dalam bentuk narasi. Uji normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Hubungan antara TLT dengan kadar lipid serum dianalisis menggunakan uji korelasi Pearson dan jika sebaran data tidak normal maka dilakukan uji korelasi nonparametrik menggunakan uji Spearman. Apabila didapatkan nilai koefi sien korelasi (r) 0.40 dilanjutkan dengan uji regresi linear untuk men-cari persamaan linear antara kedua variabel. Analisis statistik menggunakan program komputer dengan tingkat kemaknaan yang dapat diterima bila p< 0.05.

IBTJM

Dari penjaringan sampel di 6 sekolah dasar yang telah terpilih didapat 1200 anak yang menjalani pemeriksaan antropometri. Sebanyak 140 orang (11,7%) dengan sta-tus berdasarkan IMT. Dari jumlah tersebut hanya

>

>

>

>

>

>

>>

>

Page 22: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 301

Usia (tahun), rerata, SD

Jenis kelamin laki-laki, n (%)

Berat Badan (kg), rerata, SD

Tinggi Badan (cm), rerata, SD

Index Massa Tubuh (kg/m2), rerata, SD

Total Lemak Tubuh (TLT) (%), rerata, SD

Total Kolesterol (mg/dL), rerata, SD

Trigliserida (mg/dL), rerata, SD

HDL-Kolesterol (mg/dL), rerata, SD

LDL-Kolesterol (mg/dL), rerata, SD

n=94

9,6 (1,3)

58 (61,7)

47,1 (9,8)

136,8 (12,4)

24,9 (2,4)

30,0 (3,5)

184,8 (37,3)

133,4 (42,8)

46,4 (9,3)

129,5 (39.5)

!!!!!!Ubcfm!2/!Lbsblufsjtujl!Ebtbs!Sftqpoefo

94 anak yang diperiksa lipid serumnya ; 41 anak tidak disetujui orangtua, 5 anak tidak bersedia diambil sampel darahnya karena takut disuntik sehingga dikeluarkan dari penelitian. Karakteristik dasar responden tampak pada tabel 1. Dari seluruh anak yang obese, 15,9% tergolong TLT normal (Gambar 1). Prevalensi dislipidemi berdasar-kan salah satu dan/atau lebih indikator lipid serum dalam penelitian ini didapatkan sebesar 84,7%. Dislipidemi karena peningkatan kolesterol total 60,6%, trigliserida 24,5%, LDL-kolesterol 47,9% dan HDL-kolesterol 73,4% (data tidak di-tampilkan). Dari uji korelasi TLT terhadap masing-masing parameter lipid didapatkan hasil seperti pada tabel2.

Analisis regresi linear terhadap variabel trigliserid de-ngan TLT (Gambar 2) mendapatkan persamaan linear yang menghubungkan TLT dengan estimasi kadar trigli-serid dalam serum yaitu:

Y = 15,65 + 3,84x

Y= kadar trigliserida, x = total lemak tubuh, 15,65: kon-stanta koefi sien regresi.

EJTLVTJ

Beberapa penelitian sebelumnya membuktikan bahwa peningkatan IMT pada masa anak-anak merupakan pre-diktor keadaan obesitas di kemudian hari.10 Dari Jepang dilaporkan bahwa sekitar sepertiga anak obese akan ber-lanjut sampai dewasa.21

Obesitas pada anak-anak sekolah di Denpasar telah be-berapa kali diteliti. Prevalensi dilaporkan berkisar 6,5% sampai 16%.4,5

Pada penelitian ini didapatkan prevalensi obesitas pada anak sekolah dasar sebesar 11,7%. Angka di Denpasar ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka nasional di 27 propinsi (SUSENAS 1995) prevalensi obesitas pada balita sebesar 4,6%22. Namun karena terdapat kecenderungan bahwa dengan bertambahnya usia anak prevalensi obesitas juga meningkat,3 maka angka yang kami dapatkan tidaklah berarti lebih tinggi dari laporan tersebut karena sampel kami adalah anak-anak usia 6-13 tahun. Penelitian Meilany (2002) pada anak SD di Jakar-ta Timur dengan sampel yang hampir mirip mendapatkan prevalensi sebesar 27,5%23.

IMT merupakan cara termudah untuk memperkirakan obesitas dan berkorelasi tinggi dengan massa lemak tubuh.3 Dengan persamaan Deurenberg dapat dengan mudah dilakukan estimasi prosentase lemak dalam tubuh berdasarkan IMT, umur dan jenis kelamin.17 Adanya tim-bunan lemak yang berlebih merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular. Pada penelitian ini didapat-kan angka prevalensi lemak berlebih 84,1%, tampak bah-wa angka lemak berlebih didominasi oleh kelompok laki-laki. Hal ini bisa karena lemak berlebih pada laki-laki lebih rendah daripada perempuan, dan mungkin karena pada saat pemeriksaan sampel anak perempuan tersebut belum akil balik (saat terjadi percepatan pe-numpukan lemak) dibandingkan pada anak laki sehingga masih tergolong dalam kategori normal sesuai dengan

lemak normal pada anak perempuan walau-pun tergolong obese.

Adanya lemak yang berlebih pada anak obese adalah aki-bat ketidakseimbangan energi dengan asupan energi le-bih banyak dari energi keluar. Ko-morbiditas yang sering berhubungan dengan obesitas pada populasi anak-anak

Ubcfm!3/!Lpsfmbtj!boubsb!Upubm!Mfnbl!Uvcvi!)UMU*!efohbo!Qspgjm!Mjqje!

Tfsvn

Parameter Lipid

Total Kolesterol

Trigliseridaa

HDL-Kolesterola

LDL-Kolesterol

Koefi sien korelasi (r)

0,11

0,41

-0,15

0,04

Nilai p

0,30

0,000

0,14

0,67a: uji Spearman

Gambar 1. Distribusi responden berdasarkan kategori TLT sesuai dengan jenis kelamin

Gambar 2. Kurva linear hubungan TLT dengan kadar Trigeliserid

Page 23: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

302 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

adalah peningkatan tekanan darah, dislipidemi, dan pe-ningkatan faktor-faktor yang berhubungan dengan resis-tensi insulin dan diabetes tipe 2.10 Timbunan lemak ber-potensi menyebabkan dislipidemi yang merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler.24 Dislipidemi merupakan suatu kondisi yang mengikuti obesitas berupa gangguan metabolisme lipid yang ditandai dengan peruba-han fraksi lipid plasma.14,15 Angka dislipidemi yang tinggi pada anak obese merupakan faktor peramal yang kuat untuk mendapatkan risiko penyakit kardiovaskuler selan-jutnya.24,25 Pada obesitas bisa terjadi peningkatan lipid kolesterol, trigliserid, maupun LDL-kolesterol. Namun pada anak-anak obesitas lebih banyak terjadi pening-katan trigliserid dan penurunanan HDL-kolesterol, dan abnormalitas ini ditandai dengan terdistribusinya lemak pada bagian sentral.11 Pada penelitian kami, didapatkan prevalensi dislipidemi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Suparyatha (2004)5 me-laporkan 59% dislipidemi pada anak-anak SMP, Meilany dkk (2002)22 melaporkan 33% dislipidemi pada anak SD di Jakarta Timur. Hal ini bisa terjadi oleh karena adanya variasi umur, demografi maupun proporsi jenis kelamin.

Choi dkk16 melaporkan adanya korelasi yang kuat antara TLT dan IMT dengan serum lipid, dan dari hasil analisis ternyata konsentrasi lipid serum berhubungan lebih kuat dengan TLT dibandingkan dengan IMT sehingga dapat be-rarti bahwa TLT menjadi indikator yang lebih baik untuk memprediksi adanya dislipidemi daripada IMT. Dalam penelitian-penelitian yang bersifat diper-lukan suatu cara yang mudah dan cepat untuk mengeta-hui lemak tubuh. Persamaan Deurenberg17 merupakan formula untuk memprediksi lemak tubuh sesuai dengan umur, jenis kelamin dan indeks massa tubuh dengan vali-ditas yang cukup baik (r2= 0,79, SEE 4,1%). Formula ini mudah digunakan dan memiliki perkiraan kesalahan yang sama dengan metode-metode lainnya dalam estimasi prosentase lemak tubuh sehingga merupakan pilihan yang paling mudah. Cara ini sangat cocok dipakai pada penelitian-penelitian di populasi karena prosedur dan cara menghitungnya sangat mudah.

Pada penelitian ini didapatkan korelasi yang cukup kuat dan bermakna antara TLT yang diperoleh dari perhitu-ngan formula Deurenberg dengan konsentrasi trigliserid serum. Sedangkan uji korelasi parameter lipid lain hanya menunjukkan hubungan yang lemah dan tidak bermakna. Choi dkk16 membedakan sesuai jenis kelamin; mendapat-kan adanya hubungan yang sedikit lebih rendah dan ada dua parameter lipid serum yang berhubungan dengan TLT yaitu kolesterol total (r= 0,37 pada laki-laki, r=0,23 pada perempuan) dan trigliserid (r=0,29 pada laki-laki, r=0,27 pada perempuan). Perbedaan tersebut walaupun tidak terpaut jauh dapat terjadi karena perbedaan jum-

lah dan variasi sampel maupun faktor-faktor lingkungan yang terkait dengan kejadian dislipidemi seperti aktifi tas, asupan kalori, asupan lemak, genetik, jenis kelamin dan umur sampel.3 Faktor-faktor yang terkait dengan kejadi-an dislipidemi pada sampel penelitian ini telah dilaporkan pada publikasi sebelumnya.25

Komplikasi metabolik yang dapat terjadi pada obesitas sa- ngat kuat berhubungan dengan distribusi lemak tubuh. Jaringan lemak terakumulasi terutama di intraabdominal (viseral) dan subkutan. Pada anak-anak lebih banyak ter-akumulasi di visera. Lemak viseral ini diprediksi sebagai penyebab abnormalitas lipoprotein. Hipertrigliseridemi dan rendahnya LDL-kolesterol adalah abnormalitas lipid yang secara primer berhubungan dengan lemak viseral.11 Keadaan ini dapat menjelaskan tidak terlibat jelasnya in-dikator total kolesterol dalam penelitian ini. Pada pene-litian ini hanya didapatkan hubungan lemak tubuh yang bermakna dengan indikator trigliserid saja.

Saat ini belum ada laporan korelasi TLT dengan lipid serum dengan uji regresi linear. Dengan persamaan regresi yang telah diperoleh maka dapat diprediksi suatu nilai tertentu indikator dislipidemi pada seorang yang obesitas. Pada penelitian ini didapatkan hanya satu parameter lipid serum (trigliserid) yang mempunyai hubungan bermakna dengan total lemak, dan dari regresi linear dapat diperoleh persa-maan linear hubungan antara TLT dengan kadar serum trigliserid. Dari persamaan tersebut dapat dihitung de- ngan cepat prediksi indikator dislipidemi (trigliserid) tanpa menunggu hasil pemeriksaan laboratorium.

Kelemahan penelitian ini, karena jumlah sampel yang ke-cil untuk penelitian yang bersifat maka tidak cukup alasan untuk memberikan kesimpulan yang berlaku menyeluruh. Untuk memperoleh suatu hubungan yang sangat spesifi k seyogyanya dilakukan penelitian yang memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi ka-dar lipid serum dan TLT seperti jenis asupan makanan, perilaku makan, aktifi tas fi sik, jenis kelamin, usia dan fak-tor lainnya serta faktor pengukuran antropometrik.

TJNQVMBO

Rerata TLT anak obese di sekolah dasar di Denpasar adalah 30,0%; 15,9% di antara anak obese terse-but masih tergolong dalam kategori TLT normal. TLT hanya berhubungan dengan kadar trigliserid (r=0,41;=0,000). Dari TLT dapat diprediksi kadar trigliserid pada anak dengan persamaan Y = 15,65 + 3,84x (Y: kadar trigliserida; x: total lemak tubuh)

TBSBO

Perlu dilakukan penelitian dengan skala yang lebih besar dengan melakukan kontrol terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi TLT dan lipid serum.

Page 24: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 303

Vdbqbo!Ufsjnb!Lbtji

Terima kasih kami ucapkan kepada Dr. Raka Widiana, SpPD atas bimbingan dan dukungannya dalam analisis statistik dan kepada Laboratorium Prodia Denpasar atas bantuan dan kerjasama yang baik dalam pemerik-saan sampel darah. Terima kasih juga kepada seluruh kepala sekolah SD yang dipilih sebagai tempat penelitian ini atas ijin dan kerjasamanya dalam penjaringan sampel dan pengumpulan data.

LFQVTUBLBBO

1. Rossner S. Obesity: The Disease of The Twenty-First Century. Internat. J. Obesity & Related Metabolic Disorders 2002; 26(Suppl 4):S2-4.

2. Anonim. Obesity Task Force. (serial online) (diakses 15 Agustus 2005 URL: http://www.obesite.chaire.ulaval.ca/ iotf.htm.

3. Damayanti RS. Obesitas pada anak dan permasalahannya. Dalam:Partini PT, Purnamawati S, Damayanti RS, penyunting. Hot Topics in Pediatrics. Naskah lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XLV. FKUI; 18-19 Februari 2002; Jakarta: Ba-lai Penerbit FKUI, 2002.

4. Rubiana. Gambaran Klinis dan Profil Lipid Serum pada Anak Obesitas di Sekolah Dasar Cipta Darma Denpasar, Bali. Denpasar: Lab. IKA FK UNUD, 1996.

5. Suparyatha IBG. Dyslipidaemia dan Faktor-faktor Terkait pada Remaja SMP Obese di Kotamadya Denpasar Bali. Tesis. Denpasar: Lab. IKA FK UNUD, 2004.

6. Webber J. Energy balance in obesity. Proc. Nutrit. Soc. 2003; 62(2):539-43.

7. Dietz WH. Health consequences of obesity in youth: Childhood predic-tors of adult disease. Pediatrics 1997; 102:518-24.

8. Suandi IKG. Obesitas pada remaja. Dalam: Soetjiningsih, penyunting. Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto, 2004. p. 77-86.

9. Daniel SR, Arnett DK, Eckel RH, Gidding SS, Hayman LL, Kumanyika S, et al. Overweight in Children and Adolescent. Circulation 2005; 111: 999-2012.

10. Deckelbaum RJ, Williams CL. Childhood Obesity: The Health Issue Obesity Res. 2001; 9(suppl):239s-43s.

11. Slyper AH. Childhood Obesity, Adipose Tissue Distribution, and the Pe-

diatric Practitioner. Pediatrics 1998; 102(e4):1-9.12. WHO. Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic. Report

on a WHO Consultation on Obesity, Geneva, 3-5 June 1997.WHO/ NUT/NCD/98.1. Geneva: WHO.

13. Deurenberg P, Yap M. The assessment of obesity: methods for mea-suring body fat and global prevalence of obesity. Best Practice & Re-search Clinical Endocrinology & Metabolism 1999; 13(1):1-11.

14. Miller J, Rosenbloom A, Silverstein J. Childhood obesity. JCEM 2004; 89:4211-8.

15. Terbakorec AM, Coates PM, Corner JA. Disorders of lipoproteinme-tabolism and transport. In: Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 16.Philadel-phia: W.B. Saunders Co, 2000. p. 377-84.

16. Choi JW, Pai SH, Kim SK. Associations between Total Body Fat and Serum Lipid Concentration in Obese Human Adolescents. Ann. Clinical & Laboratory Sci. 2002; 32(3):271-78.

17. Deurenberg P, Westsrate JA, Seidell JC. Body Mass Index as a Mea-sure of Body Fatness: Age and Sex�Specific Prediction Formulas. Br J Nutr 1991; 65(2):105-14.

18. Dwyer T, Blizzard CL. Defining obesity in children by biological endpoint rather than population distribution. J. Internat. Assoc.for the Study of Obesity 1996; 20(5):472-80.

19. Freedman DS, Khan LK, Dietz WH, Srinivasan SR, Berenson GS. Rela-tionship of childhood obesity to coronary heart disease risk factors in adulthood: The Bogalusa heart study. Pediatrics 2001; 108:712-8.

20. Santoso A. Faktor-faktor risiko kardiovaskular dan dyslipidaemia. Dalam: Soetjiningsih, penyunting. Tumbuh kembang remaja dan per-masalahannya. Jakarta: Sagung Seto, 2004. p. 87-96.

21. Kotani K, Nishida M, Yamashita S. Two Decades of Annual Medical Ex-aminations in Japanese Obese Children: Do Obese Children Grow into Obese Adult?. Int J Obes Relat Metab Disord 1997; 21:912-21.

22. Satoto, Karjati S, Darmojo B, Tjokroprawiro A, Kodyat BA. Gemuk, Obesitas dan Penyakit Degeneratif: epidemiologi dan strategi penang-gulangan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Serpong 17-20 Februari, 1998:787-808.

23. Meilany TA, Tambunan T, Soedibjo S. Clinical and laboratory profiles of obese elementary school children. Budi KY, Nilawati, Widnyana, Anom A, penyunting. Proc. young researcher award: Department of Child Health Sanglah Hospital School Medicine, Udayana University, 2002:33-42.

24. Bandini LG, Must A, Phillips SM, Naumova EN, Dietz WH. Relation of Body Mass Index and Body Fat to Energy Expenditure: Longitudinal changes from preadolescence through adolescence. Am J Clin Nutr 2004; 80:1262-9.

25. Mahardita IG, Suandi IKG. Lipid Profile with Obesity at Denpasar El-ementary School. Dalam: Garna H, Melinda H,penyunting. Abstract Book of 13th Nat. Congr. of Child Health. Bandung. Indon.Soc.of Pedia-tricians 2005:246.

Page 25: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

304 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

Prevalensi dan Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Gangguan Psikososial

Pada Anak Obes Usia Sekolah DasarDi Kotamadya Surakarta

Nvibnnbe!Sj{b-!!Foeboh!Efxj!Mftubsj-!!Tvdj!Nvsujlbsjoj-!!Exj!Ijebzbi-!!Tsj!NbsuvujCbhjbo!Jmnv!Lftfibubo!Bobl!GL!VOT0STEN!Tvsblbsub

BCTUSBL

Latar belakang. Dampak psikososial pada anak obes sering terabaikan. Gangguan psikososial yang terjadi pada anak dapat mempengaruhi perkembangan di usia selanjutnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan beberapa faktor yang mempengaruhi gangguan psikososial pada anak obes usia sekolah dasar di Kotamadya Surakarta. Metoda. Penelitian ini merupakan studi potong lintang. Pemilihan SD dilakukan secara acak. Semua anak obes yang ada di SD terpilih dimasukkan dalam penelitian. Kriteria obesitas ditentukan secara antropometris dengan metode pengu-kuran IMT P95. Gangguan psikososial dideteksi menggunakan (PSC) yang terdiri dari 35 pertanyaan yang dijawab oleh orang tua. Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan psikososial diolah dengan SPSS 10.0.Hasil. Didapatkan 146 anak yang ikut dalam penelitian dengan prevalensi gangguan psikososial pada anak obes 11,6%. Dari analisis univariat didapatkan faktor jenis kelamin laki-laki, jumlah anak lebih dari tiga, pengasuh bukan ibu kandung, pendidikan ibu rendah dan ibu bekerja sebagai faktor risiko gangguan psikososial dengan (OR) berturut- tu-rut 8,86 (95% CI 1,14-68,91); 1,65 ( 95% CI 0,73-1,65); 3,60 (95% CI 1,23-10,53); 1,51 (95% CI 0,39-5,85), dan 1,33 (95% CI 0,48-3,68). Setelah dilakukan kontrol dengan analisis regresi multivariat, jenis kelamin laki-laki dan pengasuh bukan ibu kandung merupakan faktor risiko terjadinya gangguan psikososial yang secara statistik bermakna dengan OR=8,81 (95% CI 1,1- 70,6) dan OR=3,4 (95% CI 1- 12).Simpulan. Prevalensi gangguan psikososial pada anak obes usia sekolah dasar di Surakarta sebesar 11,6%. Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya gangguan psikososial adalah jenis kelamin laki- laki dan pengasuh bukan ibu kan-dung.

>

QFOEBIVMVBO Prevalensi obesitas terus meningkat dalam 20 tahun terakhir, tidak saja di negara-negara maju tetapi juga di negara-negara berkembang. Data National Center for Health Statistics (NCHS) menunjukkan bahwa hampir 1 dari 5 anak di Amerika Serikat mengalami kelebihan berat badan.1,2 Di Indonesia menurut data Survei Sosial Ekono-mi Nasional (SUSENAS) tahun 1992 prevalensi obesitas 6,3 % pada laki-laki dan 8 % pada perempuan.3

Obesitas pada masa anak berisiko tinggi menjadi obesitas pada masa dewasa dan berpotensi mengalami pelbagai pe-nyebab kesakitan dan kematian antara lain penyakit kardio-vaskuler, diabetes mellitus, dan lain-lain. Dampak lain yang tidak kalah penting yaitu dampak terhadap tumbuh kembang anak terutama aspek perkembangan psikososial.4 Aspek psikososial pada obesitas perlu dibahas lebih lanjut oleh karena untuk tumbuh kembang anak secara optimal selain kesehatan fi sik juga diperlukan kesehatan mental.

Pada anak obes sering didapatkan kurangnya rasa ingin bermain dengan teman, memisahkan diri dari tempat ber-main dan tidak diikutkan dalam permainan.5 Hal tersebut karena kurangnya rasa percaya diri, persepsi diri yang negatif maupun rendah diri karena merasa berbeda de-ngan anak lain sehingga menjadi bahan ejekan teman-temannya.6 Perlakuan tersebut menyebabkan anak obes mudah mengalami gangguan psikososial.

Pada umumnya tatalaksana obesitas ditujukan terutama pada program pengaturan diet. Hal itu memang dapat diterima oleh karena hakikat patogenesis obesitas adalah tidak adanya keseimbangan antara asupan kalori dan penggunaan kalori. Mengingat dampak gangguan psiko-sosial dapat menghambat perkembangan di masa anak dan remaja maka tatalaksana obesitas dari aspek psiko-sosial juga perlu dilakukan.7

Page 26: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 305

UJOKBVBO!QVTUBLB

Obesitas berasal dari bahasa Latin mempunyai arti makan berlebihan; saat ini obesitas atau gemuk didefi -nisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditan-dai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara ber-lebihan.8 Kriteria obesitas dapat didasarkan atas klinis dan antropometris. Secara klinis obesitas dapat mudah dikenali karena mempunyai tanda dan gejala yang khas, antara lain wajah yang membulat, pipi yang tembem, dagu rangkap, perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat dan lain sebagainya. Berdasarkan antropometris, umumnya obesitas pada anak ditentukan berdasarkan tiga metode pengukuran, yaitu perbandingan berat badan terukur dengan berat badan ideal berdasar-kan tinggi badan (BB/TB), pengukuran langsung lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit (TLK), dan

(BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT). 9

Psikososial didefi nisikan sebagai hubungan yang dinamis antara psikologis dan pengaruh sosial dan di antara ke-duanya saling mempengaruhi. Kedua komponen tersebut merupakan hal yang penting untuk proses perkemba-ngan anak, hal tersebut akan beriringan dengan proses pertumbuhan dan maturasi, sehingga psikososial akan berubah sesuai dengan perubahan pertumbuhan dan perkembangan individu.10 Gangguan psikososial terjadi apabila terdapat ketidakseimbangan antara kedua kom-ponen di atas yang menyebabkan perubahan dalam ke-hidupan, sehingga anak harus beradaptasi untuk meng-hadapi perubahan tersebut.11

Gangguan psikososial pada anak obes dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.9 Faktor internal berasal dari anak itu sendiri berupa keingi-nan untuk menguruskan badan dan merasa dirinya ber-beda dengan anak yang lain, menyebabkan anak dengan obesitas mempunyai rasa percaya diri rendah dan mudah depresi. Akibat kegemukan, penis tampak kecil karena ter-kubur dalam jaringan lemak ( ), hal ini dapat menyebabkan rasa malu karena merasa berbeda dengan anak lain. Bau atau aroma badan yang kurang sedap aki-bat adanya laserasi kulit pada daerah lipatan menyebab-kan anak menarik diri dari lingkungannya. Faktor eksternal berasal dari lingkungan memberikan “stigma” pada anak obes sebagai anak yang malas, bodoh dan lamban. Dapat pula karena ketidakmampuan untuk melaksanakan suatu tugas/ kegiatan terutama olahraga akibat adanya ham-batan pergerakan oleh kegemukannya.4

Faktor penentu kualitas tumbuh kembang anak adalah potensi genetik-heredokonstitusional (intrinsik) dan per-an lingkungan (ekstrinsik). Peran lingkungan sangat pen-ting untuk mencukupi kebutuhan dasar tumbuh kembang anak yaitu kebutuhan biopsikososial terdiri dari kebutuhan

biomedis/ asuh (nutrisi, imunisasi, higiene, pengobatan, pakaian, tempat tinggal, sanitasi lingkungan dan lain-lain) dan kebutuhan psikososial/ asih dan asah (kasih sayang, penghargaan, komunikasi, stimulasi bicara, gerak, sosial, moral, intelegensi dan lain-lain).12 Sosial ekonomi rendah, pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, pola asuh dan jenis kelamin diketahui merupakan faktor risiko terjadinya gangguan psikososial pada anak usia sekolah dasar.13

NFUPEPMPHJ Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan subjek anak obesitas di Sekolah Dasar Kotamadya Sura-karta yang terpilih secara acak pada periode Desem-ber 2004-Januari 2005. Pada semua siswa kelas 1- 6 Sekolah Dasar yang terpilih dilakukan pengukuran IMT oleh dokter untuk menentukan kriteria obesitas. Obesi-tas ditentukan apabila nilai IMT persentil 95 menurut umur dan jenis kelamin berdasar grafi k pertumbuhan

(CDC 2000). Kriteria inklusi terdiri dari orang tua yang menandatan-gani surat persetujuan mengikuti penelitian dan anak ti-dak cacat.

Gangguan psikososial dideteksi menggunakan Pediatric Symptom Checklist (PSC). Pediatric Symptom Checklist terdiri dari 35 pertanyaan yang dijawab oleh orang tua, de-ngan pilihan jawaban “tidak pernah”, “kadang-kadang”, atau “sering’, dengan skor masing- masing 0, 1, dan 2. Skor keseluruhan dinilai dari penjumlahan tiap pertanyaan dari jumlah total 35 pertanyaan. Anak yang mempunyai skor 28 atau lebih tinggi, mungkin memiliki gangguan pikososial.

IBTJM Tabel 1 menunjukkan 146 subjek yang memenuhi kriteria penelitian, laki-laki 68,4% dan perempuan 31,6%. Pre-valensi gangguan psikososial pada populasi anak dengan obesitas sebesar 11, 6%.

Hasil analisis univariat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap risiko terjadinya gangguan psikososial tampak pada ubcfm!3. Jenis kelamin laki- laki dan pengasuh bukan ibu kandung diketahui merupakan faktor risiko terjadinya gangguan psikososial yang secara statistik bermakna.

Setelah analisis multivariat (ubcfm!4), jenis kelamin laki- laki dan pengasuh bukan ibu kandung tetap merupakan faktor risiko terjadinya gangguan psikososial yang secara statistik bermakna, dengan (OR) masing-masing 8,8 dan 3,4.

>

Gangguan Psikososial Anak Obese

Page 27: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

306 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

Ubcfm!2/!Lbsblufsjtujl!Tbnqfm

Ubcfm!3/!Bobmjtjt!Vojwbsjbu

+!Q=1-116

Ubcfm!4/!Bobmjtjt!Nvmujwbsjbu

+!Q=1-116

QFNCBIBTBO

Anak obes usia sekolah dasar dengan jenis kelamin laki- laki dan mempunyai pengasuh bukan ibu kandung mempu-nyai risiko 8,8 kali dan 3,4 kali untuk mendapat gangguan psikososial. Untuk dapat diterima teman sebayanya, anak harus menyelesaikan tugas perkembangan. Kegagalan penguasaan tugas perkembangan dapat menyebabkan terjadinya gangguan psikososial pada anak. Hanya sedikit bukti yang menunjang data bahwa anak laki- laki lebih baik menguasai tugas-tugas perkembangan daripada anak perempuan, sebaliknya bukti-bukti menunjukkan bahwa anak perempuan lebih matang dalam usia yang sama. Hal ini disebabkan anak perempuan lebih banyak dibim-bing dan diawasi oleh orang tua daripada anak laki-laki, sehingga mempunyai kesempatan lebih baik untuk me-nguasai tugas perkembangan.13

Orang tua memainkan peranan yang sangat penting bagi perkembangan anak, khususnya perkembangan so-sial. Orang tua dalam hal ini tokoh ibu sangat berperan dalam kemampuan sosialisasi seorang anak, meskipun

pada usia sekolah dasar, anak lebih sering menghabiskan waktu dengan teman sepermainannya. Gangguan psiko-sosial dapat terjadi apabila anak berpisah dari ibu yang merupakan orang yang sangat dekat dan bermakna ba-ginya.13 Tetapi penelitian Lestari ED dkk tentang kema-tangan sosial pada anak obes di Surakarta, mendapatkan hasil yang sebaliknya, pengasuh bukan ibu kandung justru merupakan faktor protektif terhadap tingkat kemata-ngan sosial rendah. Hal ini dapat dipahami karena pada skala pengukuran kematangan sosial Vineland terdapat penilaian ketrampilan hidup sehari-hari (daily living skills), yang dalam kondisi seperti anak yang diasuh oleh penga-suh bukan ibu kandung justru merupakan motivasi untuk menguasai ketrampilan hidup sehari- hari.14

Untuk setiap gangguan yang kronik, kompleks dan mul-tifaktorial seperti obesitas, seyogyanya semua penilaian dan pengobatan harus dilaksanakan dalam konteks pendekatan tim multidisipliner. Secara ideal, tim itu ter-diri dari dokter anak, psikolog perkembangan, psikiater anak, pekerja sosial, ahli gizi dan perawat. Keterlibatan keluarga mutlak perlu untuk keberhasilan terapi.

LFQVTUBLBBO

1. Dietz WH, Robison TN. Assesment and treatment of chilhood obesity.Pediatr Rev 1993:337-44.

2. Yanovski JA, Yanovski SZ. Recent advances in basic obesity research. JAMA 1999; 282:1504–6.

3. Nasar SS. Obesitas pada anak. Aspek klinis dan pencegahan. Dalam: Samsudin, Nasar SS, Sjarif DR, penyunting. Naskah lengkap PKB IKA XXXV. Masalah gizi ganda dan tumbuh kembang anak.Jakarta: Bina Rupa Aksara; 1995. h. 68- 81

4. Puhl RM, Brownell KD. Psychosocial origins of obesity stigma:toward changing a powerful and pervasive bias. Obesity rev. 2003.213- 27

5. Strauss RS, Pollack HA. Social marginalization of overweight children. Arch Pediatr Adolescent Med 2003(Aug); 157: 746-52.

6. Janssen I, Craig W, Boyce W et al., Association between overweight and obesity with bullying behaviors in school-aged children. Pediatrics 2004; 113 (5): 1187-1194.

7. Ogden J. Obesity and eating behaviour. Health psychology a text book. 1st ed. Open University Press. 1996. 113- 37

8. Weaver KA, Piatek A. Chilhood obesity. Dalam: Samour PQ, Helm KK, Lang CE, penyunting. Handbook of Pediatric Nutrition. Edisi ke-2. Mary-land: Aspen Publ. Inc; 1999. h. 173- 89

9. Sjarif DR. Obesitas pada anak dan permasalahannya. Dalam: Trihono PP, Pudjiarto PS, Sjarif DR et al, penyunting. Pendidikan kedokteranberkelan-jutan ilmu kesehatan anak XLV. Hot topics in pediatrics II. Balai penerbit FKUI. Jakarta; 2002.h. 219- 34

10. Unicef. Working with children in unstable situations. Retrieved September 2002. Available from: http//www.unicef.org/prgrame/education/peace ed.htm

11. Erickson MT. Obesity. Behavior disorder of children and adolescents. 2nd ed. Prentice Hall. 1992. 285- 87

12. Sularyo TS. Periode kritis pada tumbuh kembang balita. Dalam PKB IKA FKUI; 21-23 November 1996. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

13. Hurlock EB. Akhir masa kanak-kanak. Dalam: Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi ke-5.Jakarta: Er-langga, 1994.h.146-182.(22)

14. Lestari ED, Hidayah D, Murtikarini S. Kematangan Sosial pada Anak den-gan Obesitas di Sekolah Dasar Bromantakan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Disampaikan di Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak III. Yogyakarta. 2007.

Gangguan Psikososial Anak Obese

Faktor risiko OR p 95%CI

Jenis kelamin (laki-laki)* 8,86 0,04 1,14- 68,91Jumlah anak (>3) 1,65 0,38 0,53- 5,10Pengasuh bukan ibu kandung* 3,60 0,02 1,23-10,53Pendidikan ibu rendah 1,51 0,55 0,39- 5,85Pekerjaan ibu (Ibu bekerja) 1,33 0,58 0,48- 3,68

Faktor risiko OR p 95%CI

Jenis kelamin (laki-laki)* 8,81 0,04 1,10 - 70,63Jumlah anak (>3) 1,08 0,91 0,21- 3,92Pengasuh bukan ibu kandung* 3,54 0,04 1,04- 12,05Pendidikan ibu rendah 1,08 0,92 0,23 - 4,94Pekerjaan ibu (ibu bekerja) 0,98 0,98 0,32 - 3,00

N %

Jenis kelamin Laki-laki 108 68,4 Perempuan 50 31,6Jumlah anak 3 orang 142 97,2 > 3 orang 4 2,8Pengasuh Bukan ibu kandung 28 19,2 Ibu kandung 118 80,8 Pendidikan ibu SD-SMP 67 45,9 SMA-PT 79 54,1Pekerjaan ibu Bekerja 78 53,4 IRT 68 46,6Gangguan psikososial Memiliki gangguan 17 11,6 Tidak memiliki gangguan 129 88,4

Page 28: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 307

Kematangan Sosial Pada AnakDengan Obesitas Di Sekolah Dasar

Bromantakan, SurakartaExj!Ijebzbi-!!Foeboh!Efxj!Mftubsj-!!Tvdj!Nvsujlbsjoj-!!Ibstpop!Tbmjnp

Cbhjbo0TNG!Jmnv!Lftfibubo!Bobl!Gblvmubt!Lfeplufsbo!Vojwfstjubt!Tfcfmbt!Nbsfu0STVE!Es/!Npfobsej!Tvsblbsub

ABSTRAKMbubs!cfmblboh: Pada anak dan remaja dengan obesitas, konsekuensi yang paling luas adalah psikososial. Prevalensi tingkat kematangan sosial rendah pada anak dengan obesitas, tinggi; tetapi belum ada laporan tentang pengaruh obe-sitas terhadap kematangan sosial pada anak.Uvkvbo: Mengetahui pengaruh obesitas terhadap kematangan sosial anak.Nfupef: Penelitian ini dilakukan secara potong lintang pada SD Bromantakan Surakarta pada bulan Januari-Juli 2006. Kriteria obesitas ditentukan secara antropometris dengan metode pengukuran IMT persentil ke-95 berdasar umur dan jenis kelamin. Kematangan sosial diukur menggunakan skala kematangan sosial menurut Vineland. Faktor-faktor yang mungkin berpengaruh terhadap kematangan sosial yaitu obesitas, jenis kelamin laki-laki, riwayat pernah tinggal kelas, dan pengasuh bukan ibu kandung dianalisis dengan SPSS 12.0.Ibtjm: Didapatkan 143 anak yang ikut dalam penelitian dengan prevalensi obesitas 9,8%. Prevalensi tingkat kema-tangan sosial rendah pada anak dengan obesitas 14,3%, anak tanpa obesitas 8,5% dan keseluruhan populasi 9,1%. Dari analisis regresi logistik didapatkan obesitas (OR=1,73, 95%CI 0,33-9,23), jenis kelamin (OR=2,39, 95%CI 0,67-8,47), kecerdasan (OR=4,59, 95%CI 0,70-29,98), sebagai faktor risiko kematangan sosial rendah tetapi secara stasistik tidak bermakna.Simpulan: Prevalensi tingkat kematangan sosial rendah pada populasi anak obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan anak tanpa obesitas. Anak obesitas mempunyai tingkat kematangan sosial rendah 2 kali lebih sering dibandingkan yang lain.

>

QFOEBIVMVBO

Saat ini prevalensi obesitas pada anak dan rema-ja mengalami peningkatan, dan membutuhkan per-hatian yang lebih besar. Data hasil survai nasional

di Amerika menunjukkan prevalensi obesitas pada remaja meningkat dari 12% pada tahun 1991 menjadi 17,9% pada tahun 1998.1 Di DKI Jakarta, prevalensi obesitas meningkat dengan bertambahnya umur. Pada anak umur 6-12 ta-hun ditemukan obesitas sekitar 4%, pada remaja 12-18 tahun ditemukan 6,2%, dan pada umur 17-18 tahun 11,4%. Kasus obesitas pada remaja lebih banyak dite-mukan pada wanita (10,2%) dibanding laki-laki (3,1%).2

Di Yogyakarta, prevalensi obesitas pada anak-anak SD pada tahun 2004-2005 adalah 7,9% pada anak perem-puan dan 12,6 % pada anak laki-laki.3 Data yang diambil dari 58 SD di Surakarta pada tahun 2005 didapatkan prevalensi obesitas pada anak-anak SD adalah 2,1% dengan prevalensi tertinggi 6,2%.4

Obesitas mempunyai dampak terhadap tumbuh kembang anak terutama konsekuensinya terhadap aspek psikoso-sial.5,6 Anak laki-laki maupun perempuan dengan obesi-

tas merasa dirinya berbeda dari orang pada umumnya karena kelebihan berat badannya dan merasa tidak puas dengan dirinya.7 Remaja dengan obesitas sering me-ngalami depresi dan tidak percaya diri sedangkan anak dengan obesitas usia prasekolah lebih sering mengalami distress emosional dan gejala psikiatrik.8

Kematangan sosial merupakan suatu evolusi perkem-bangan perilaku, sehingga nantinya seorang anak dapat mengekspresikan pengalamannya secara utuh dan dia be-lajar secara bertahap untuk meningkatkan kemampuan-nya untuk mandiri, bekerja sama dengan orang lain dan bertanggung jawab terhadap kelompoknya.9 Oleh karena itu kematangan sosial erat kaitannya dengan keberhasi-lan dan kebahagiaan pada masa anak dan masa kehidu-pan selanjutnya. Penelitian sebelumnya pada populasi anak dengan obesitas usia sekolah dasar di Surakarta mendapatkan prevalensi tingkat kematangan sosial ren-dah yang tinggi yaitu 32,5%,10 tetapi belum pernah di-laporkan pengaruh obesitas terhadap kematangan sosial anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh obesitas terhadap kematangan sosial pada anak.

Page 29: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

308 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

NFUPEF

Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Komite Medik RSUD Dr. Moewardi, Surakarta. Peneli-tian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan di Surakarta mulai bulan Januari sampai dengan Juli 2006. Populasi terjangkau adalah anak dengan obesitas dan tanpa obesitas kelas 4-6 di SD Bromantakan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta selama periode Januari-Juli 2006. Karena data prevalensi tingkat kematangan sosial rendah yang ada hanya pada populasi anak dengan obe-sitas saja maka penetapan besar sampel penelitian ini menggunakan .

Murid sekolah dimasukkan dalam penelitian jika orangtua-nya telah memberikan pernyataan kesediaan secara ter-tulis. Kriteria inklusi adalah semua siswa kelas 4-6 yang masuk sekolah saat penelitian dilakukan. Kriteria eksklusi adalah anak yang mempunyai cacat fi sik. Setiap anak yang diteliti mengisi formulir untuk mendapatkan informasi kuan-titatif dan deskriptif tentang identitas diri dan keluarga.

Pengukuran tinggi badan menggunakan alat Mikrotoise yang sudah ditera untuk mengukur tinggi badan dengan kapasitas maksimal 200 cm, dan ketelitian 0,1 cm. Anak diukur tanpa sepatu, tumit menempel dinding dan kepala tegak. Angka dibaca sampai dengan millimeter. Pengu-kuran dilakukan 2 kali, apabila selisih keduanya >0,5 cm maka dilakukan pengukuran ke-3. Hasilnya adalah rata-rata ketiganya. Pengukuran berat badan dengan menggunakan timbangan injak geser merek International produksi PT Medifortuna Farm Indonesia yang sudah di-tera dapat menimbang dengan kapasitas maksimal 120 kg dan ketelitian 1 ons. Anak ditimbang dengan berpakaian seragam tanpa sepatu, kaos kaki dan ikat pinggang. Angka dibaca dalam kilogram. Pengukuran dilakukan 2 kali, apa-bila selisih keduanya >0,5 kg maka dilakukan pengukuran ke-3. Hasilnya adalah rata-rata ketiganya.

Obesitas ditentukan dengan indek massa tubuh (IMT) atau body mass index (BMI) yang merupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan berdasarkan In-deks Quatelet yang didapatkan dengan menghitung berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan (kg/m2). Anak dikatakan obesitas j ika IMT persen-ti l 95 menurut umur dan jenis kelamin berdasar grafi k pertumbuhan Centers for Disease Control and Prevention (CDC 2000). Tingkat kematangan sosial di-ukur dengan panduan amatan skala kematangan sosial Vineland ( ) yang meliputi 8 kategori yaitu:

. Kematangan sosial rendah (tidak matur) apabila skor < skor yang sesuai umur subyek dan tinggi (matur) apabila skor skor yang sesuai umur

subyek menurut skala kematangan sosial Vineland (Ubcfm!2). Kecerdasan ditentukan dengan riwayat pernah ting-gal dan tidak pernah tinggal kelas sedangkan pengasuh dibedakan atas ibu kandung dan bukan ibu kandung.

Data diolah dengan bantuan program komputer SPSS 12.0. Metode analisis data yang digunakan adalah anali-sis statistik univariat dan regresi logistik multivariat.

IBTJM

Jumlah subyek yang masuk sekolah saat dilakukan pen-gambilan data adalah 143 anak terdiri dari laki-laki 53,1% dan perempuan 46,9%. Umur subyek antara 9 tahun 2 bulan – 13 tahun 7 bulan dengan rata-rata 10 tahun 4 bulan. Riwayat tinggal kelas yang digunakan se-bagai indikator kecerdasan hanya dialami oleh sebagian kecil subyek (4,2%). Begitu pula dengan anak yang dia-suh bukan ibu kandungnya hanya 2,1%.

Pada penelitian ini didapatkan prevalensi obesitas yang cukup besar yaitu 9,8%. Prevalensi tingkat kemata-ngan sosial rendah pada populasi anak dengan obesitas 14,3%, populasi tanpa obesitas 8,5% dan keseluruhan populasi adalah 9,1%.

Faktor-faktor risiko yang mungkin berpengaruh pada ke-matangan sosial dapat dilihat pada ubcfm!4!ebo!5. Dari hasil analisis univariat maupun setelah dikontrol dengan analisis regresi multivariat didapatkan jenis kelamin laki-laki, riwayat pernah tinggal kelas, dan obesitas meru-pakan faktor risiko kematangan sosial rendah meskipun secara statistik tidak bermakna. Sedangkan pengasuh bukan ibu kandung merupakan faktor protektif terhadap kematangan sosial rendah tetapi secara statistik juga ti-dak bermakna.

EJTLVTJ

Pada penelitian ini didapatkan prevalensi obesitas keselu-ruhan populasi sebesar 9,8%. Temuan ini lebih besar daripada penelitian sebelumnya di DKI Jakarta,2 dengan prevalensi obesitas anak umur 6-12 tahun sebesar 4% dan pada remaja umur 12-18 tahun sebesar 6,2%. Tetapi jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil yang didapat oleh Strauss yaitu sebesar 17%.11

Prevalensi tingkat kematangan sosial rendah pada popu-lasi anak dengan obesitas (14,3%) lebih tinggi dibanding pada populasi anak tanpa obesitas (8,5%). Tetapi preva-lensi tingkat kematangan sosial rendah pada populasi anak dengan obesitas tersebut lebih rendah dibanding hasil penelitian Lestari ED dkk.10 Perbedaan prevalensi ini mungkin disebabkan oleh perbedaan karakteristik in-dividu karena sampel yang digunakan pada penelitian ini hanya berasal dari sebuah sekolah dasar.

>

>

Kematangan Sosial Anak Obese

Page 30: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 309

Hasil analisis univariat maupun setelah dikontrol dengan analisis regresi multivariat menunjukkan jenis kelamin laki-laki merupakan faktor risiko tingkat kematangan sosial rendah tetapi secara statistik tidak bermakna. Hasil ini se-suai dengan penelitian sebelumnya10 - anak laki-laki dengan obesitas mempunyai risiko terjadinya tingkat kematangan sosial rendah 2,4 kali dibandingkan anak perempuan de-ngan obesitas. Hal ini dapat dipahami karena budaya Jawa khususnya di Surakarta seorang perempuan dituntut untuk dapat menyelesaikan tugas rumah tangga sehingga anak-anak perempuan lebih dibiasakan untuk menyelesaikan tu-gas rumah tangga oleh lingkungannya dibandingkan anak laki-laki. Tetapi Handayani12 pada penelitiannya terhadap anak-anak SMP di Semarang mendapatkan hasil yang se-baliknya : jenis kelamin perempuan merupakan faktor risiko tingkat kematangan sosial rendah.

Riwayat tinggal kelas yang digunakan sebagai indikator tingkat kecerdasan yang rendah merupakan faktor risiko kematangan sosial rendah meskipun secara statistik tidak bermakna. Menurut Bayley13 kemampuan mental antara lain muncul dalam bentuk ketajaman persepsi sensoris, daya ingat, komunikasi verbal, dan abstraksi. Kematangan motoris sangat mendukung perkembangan kemampuan mental tersebut, karena dengan kemampuan untuk me-ngontrol tubuh, seseorang akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk menemui obyek dan pengalaman baru serta memanipulasi obyek-obyek yang ditemui. Selanjutnya kematangan dan ketrampilan motoris tersebut ikut menen-tukan kualitas interaksi seseorang dengan lingkungannya. Mengingat kematangan motoris dan kemampuan mental seseorang melibatkan aspek lingkungan, maka kedua fak-tor tersebut juga tidak terlepas dari kaitan dengan proses sosialisasi secara umum atau kematangan sosial.14 Hal ini juga didukung oleh Hurlock15 yang menyebutkan bahwa perkembangan sosial dipengaruhi kecerdasan.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa pengasuh bukan ibu kandung justru merupakan faktor protektif terha-dap tingkat kematangan sosial rendah. Pada akhir masa kanak-kanak atau usia sekolah dasar adalah merupakan usia berkelompok, suatu masa dengan perhatian utama tertuju pada keinginan diterima oleh teman-teman seba-ya sebagai anggota kelompok.16 Pengasuh bukan ibu kan-dung justru merupakan motivasi bagi mereka untuk bisa mandiri dan diterima di kelompoknya. Tetapi pada pene-litian sebelumnya pada populasi anak dengan obesitas usia 5-14 tahun didapatkan pengasuh bukan ibu kandung merupakan faktor risiko rendahnya kematangan sosial.10 Menurut Hurlock15 perkembangan sosial dipengaruhi oleh bimbingan orang tua dan guru sehingga pada kondisi keluarga yang bermasalah dapat menyebabkan gangguan pada afek, disiplin dan rutinitas rumah tangga, seperti makan dan waktu tidur. Kebanyakan anak dari orangtua

bermasalah lebih rentan terhadap masalah dibandingkan anak dari keluarga utuh.17 Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Costello EJ18 dan Racelli GP19 bahwa struktur keluarga dan lingkungan yang rentan mempunyai hubungan dengan obesitas dan psikopatologi pada anak.

Unsur penting dalam pembentukan kelekatan antara anak dan pengasuhnya adalah peluang untuk mengembangkan hubungan timbal balik yang nyata di antara anak dan pe-ngasuhnya. Pembentukan interaksi yang tersebut memang membutuhkan waktu dan banyak pengulangan. Di sinilah fungsi pengasuh, yaitu untuk memulai interaksi dan bukan sekedar memberikan respon terhadap kebutu-han anak pada perhatian. Tanggapan seorang pengasuh terhadap kebutuhan anak, bukan hanya ditentukan oleh apakah ia adalah ibu kandung dari anak tersebut tetapi lebih kepada ikatan emosional antara pengasuh dan anak yang tampak dalam bentuk sikap tanggap terhadap kebu-tuhan anak, dan kelekatan anak terhadap pengasuh, ke-hangatan kasih sayang, dan perawatan serta pemenuhan kebutuhan anak secara optimal. 14

Pada penelitian ini didapatkan obesitas pada anak meru-pakan faktor risiko tingkat kematangan sosial rendah meskipun secara statistik tidak bermakna. Mustillo dkk20 dari penelitian longitudinalnya terhadap anak-anak umur 9-16 tahun mendapatkan bahwa pada populasi umum, obe-sitas kronik berhubungan dengan psikopatologi. Beberapa penelitian lain menghubungkan obesitas dengan rasa tidak puas terhadap diri sendiri,7 kehidupan yang terisolasi,21 depresi22 dan rasa percaya diri yang rendah.11,23,24

Richardson25 mendapatkan bahwa anak-anak laki-laki dan perempuan usia 10-11 tahun lebih memilih anak tanpa obesitas sebagai teman. Satu konsekuensi potensial diskriminasi ini adalah anak dengan obesitas mungkin lebih memilih anak-anak yang lebih muda untuk menjadi temannya, yang tidak mendiskriminasi dan menghakimi berat badannya dan lebih berani untuk bermain dengan anak kecil yang gemuk juga. Rasa rendah diri dan tidak berani untuk bermain atau bergaul dengan teman sebaya atau yang lebih tua tersebut menghambat kemampuan komunikasi dan sosialisasinya sehingga dapat menyebab-kan hambatan perkembangan kematangan sosialnya.

Demikian juga dalam hal kemampuan mengerjakan tugas sehari-hari dan kemampuan motoris anak dengan obesi-tas mungkin lebih banyak mengalami keterbatasan karena berat badannya dibanding anak tanpa obesitas. Sehing-ga, dalam mengerjakan tugas sehari-hari, anak tersebut lebih banyak mendapat bantuan. Bahkan penelitian Staffi -eri JR26 pada anak-anak usia 6-10 tahun, mendapatkan bahwa kelebihan berat badan berhubungan dengan karak-ter yang tidak baik seperti pemalas dan penidur.

Kematangan Sosial Anak Obese

Page 31: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

310 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

Kelemahan penelitian ini menggunakan desain potong lintang sehingga meskipun menunjukkan obesitas pada masa anak merupakan faktor risiko terhadap tingkat ke-matangan sosial yang rendah, tetapi bukan merupakan hubungan sebab-akibat. Selain itu tidak diteliti faktor lain yang berhubungan dengan obesitas seperti peningkatan tingkat depresi, yang mungkin memberikan kontribusi pada rendahnya tingkat kematangan sosial pada anak. Penelitian ini juga tidak membedakan efek penurunan berat badan dan pertambahan berat badan terhadap tingkat kematangan sosial.

TJNQVMBO

Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat di-simpulkan bahwa prevalensi obesitas anak usia sekolah dasar di Surakarta tinggi, dan prevalensi tingkat kema-tangan sosial rendah pada populasi anak dengan obesi-tas lebih tinggi dibandingkan dengan anak tanpa obesi-tas. Obesitas pada anak merupakan faktor risiko tingkat kematangan sosial rendah demikian juga dengan jenis kelamin laki-laki, dan riwayat tinggal kelas.

TBSBO

Mengingat obesitas merupakan faktor risiko tingkat ke-matangan sosial rendah maka sangat perlu dilakukan deteksi dini dan intervensi dini terhadap dampak psiko-sosial yang mungkin terjadi sehingga anak mendapatkan tumbuh kembang optimal. Untuk selanjutnya, penelitian longitudinal dengan sampel yang lebih besar diperlukan untuk mengetahui pengaruh obesitas terhadap kemata-ngan sosial anak.

Vdbqbo!ufsjnblbtji

Terimakasih kepada Kepala Sekolah, guru-guru dan mu-rid-murid SD Bromantakan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta atas partisipasinya pada penelitian ini.

EBGUBS!QVTUBLB

1. Mokdad AH, Serdula MK, Dietz WH, Bowman BA, Marks JS, Koplan JP. The spread of the obesity epidemic in the United States, 1991-1998. JAMA 1999; 282:1519-22.

2. Nasar SS. Obesitas pada anak. Aspek klinis dan pencegahan. Dalam: Samsudin, Nasar SS, Sjarif DR, penyunting. Naskah lengkap PKB-IKA XXXV. Masalah gizi ganda dan tumbuh kembang anak. Jakarta: Bina Rupa Aksara; 1995. h. 68-81.

3. Himmah R, Paryanto E, Madarina, Yulian E, Ernawati. Perbandingan gam-baran profi l lemak antara anak sekolah dasar yang obesitas dengan non obesitas di Kotamadya Yogyakarta, pada suatu penelitian multicenter. Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II, Batam, 12-14 Juli, 2004.

Kematangan Sosial Anak Obese

4. Lestari ED, Hidayah D, Murtikarini S. Social maturity among obese chil-dren. Pediatr. Res. 2005; 58(2):329.

5. Sjarif DR. Obesitas pada anak dan permasalahannya. Dalam: Trihono PP, S. Purnamawati, Sjarif DR, penyunting. PKB-IKA XLV. Hot topics in pedi-atrics II. Jakarta: Bina Rupa Aksara, 2002. h. 219-34.

6. Dietz WH. Health consequences of obesity in youth: childhood predictors of adult disease. Pediatrics 1998;101(suppl):518-25.

7. Striegel-Moore, RH, Silberstein LR, Rodin J. T. An understanding of risk factors for bulimia. Am Psychol 1986; 41:246-63.

8. Mills JK, Andrianopoulos GD. The relationship between childhood onset obesity and psychopatology in adulthood. J Psychol 1993;127:547-51.

9. Soetjiningsih. Penilaian perkembangan anak. Dalam: Ranuh IGN, penyun-ting. Tumbuh kembang anak. Edisi ke-1. Jakarta: EGC;1995. h.63-79.

10. Lestari ED, Hidayah D, Karini SM. Social maturity among obese children in Surakarta, Indonesia. Paediatr Indon 2006;46:174-8.

11. Strauss RS. Childhood obesity and self-esteem. htpp//www.pediatrics.org/cgi/content/full/105/1.

12. Mulyani S. Hubungan antara kematangan sosial dan prestasi belajar. Te-sis. Semarang: FK UNDIP, 2000.

13. Bayley N. Manual of the Bayley scales of infant development. New York: The Psychologic Corp. 1969. Dikutip dari: Hadiyati FNR. Perkembangan perilaku adaptif anak ditinjau dari perilaku ibu saat bersama anak dan lama anak menerima ASI. Tesis. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universi-tas Gadjah Mada, 1992.

14. Hadiyati FNR. Perkembangan perilaku adaptif anak ditinjau dari perilaku ibu saat bersama anak dan lama anak menerima ASI. Tesis. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, 1992.

15. Hurlock EB. Penyesuaian sosial. Dalam: Dhama A, penyunting. Perkem-bangan anak. Jilid I. Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga; 1995. h. 285-316.

16. Hurlock EB. Akhir masa kanak-kanak. Dalam: Sijabat RM, penyunting. Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga;1994. h.146-82.

17. Amato PR. Life-span adjustment of children to their parents’ divorce. Future of Children 2004; 4:143-76.

18. Costello EJ, Keeler GP, Angold A. Poverty, race/ethnicity and psychiatric disorder: a study of rural children. Am J Public Health 2001; 91:1494-8.

19. Racelli GP, Belmont L. Obesity in nineteen year old men: family size and birth order association. Am J Epidemiol 1975; 109:66-77. Dikutip dari: Mustillo S, Worthman C, Erkanli A, et.al. Obesity and psychiatric disor-der: developmental trajectories. Pediatrics 2003; 111:851-9.

20. Mustillo S, Worthman C, Erkanli A et.al. Obesity and psychiatric disorder: developmental trajectories. Pediatrics 2003; 111:851-9.

21. Strauss RS, Pollack HA. Social marginalization of overweight children. Arch Pediatr Adolesc Med 2003;157:746-52.

22. Pine DS, Goldstein RB, Wolk S et al. The asscociation between childhood depression and adulthood body mass index. Pediatrics 2001;107:1049-56.

23. Franklin J, Denyer G, Steinbeck KS, Caterson ID, Hill AJ. Obesity and risk of low self-esteem: A statewide survey of Australian children. Pediatrics 2006; 118:2481-7.

24. Eisenberg ME, Neumark-Sztainer D, Story M. Associations of weight-based teasing and emotional well-being among adolescents. ArchPediatr Adolesc Med 2003;157:733-8.

25. Ricardson SA, Goodman N,Hastrof AH, Dornbusch SM. Cultural uniformity in reaction to physical disabilities. Am Soc Rev 1961;26:241-7. Dikutip dari Dietz WH. Health consequences of obesity in youth: childhood predictors of adult disease. Pediatrics 1998;101(suppl):518-25.

26. Staffi eri JR. A study of social stereotype of body image in children.J Perspect Soc Psychol.1967;7:101-4. Dikutip dari Dietz WH. Health consequences of obesity in youth: childhood predictors of adult disease. Pediatrics 1998;101(suppl):518-25.

Page 32: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 311

Ubcfm!2/!Tlps!lfnbubohbo!tptjbm!nfovsvu!wjofmboe

Umur (tahun) Skor kematangan sosial

5 – 6 57 – 61 6 – 7 62 – 65 7 – 8 66 – 70 8 – 9 71 – 74 9 – 10 75 – 77 10 – 11 78 – 81 11 – 12 82 – 84 12 – 15 85 – 89

Ubcfm!3/!Lbsblufsjtujl!ebtbs!tvczfl!)o>254*

N %Jenis kelamin Laki-laki 67 46,9 Perempuan 76 53,1Kecerdasan Pernah tinggal kelas 6 4,2 Tidak pernah tinggal kelas 137 95,8Pengasuh Bukan ibu kandung 3 2,1 Ibu kandung 140 97,9Pendidikan ibu SD-SMP 21 14,7 SMA-PT 122 85,3Pekerjaan ibu IRT 64 44,8 Bekerja 79 55,2Obesitas obes 14 9,8 non obes 129 90,2Kematangan sosial Rendah 13 9,1 Tinggi 130 90,9

Ubcfm!4/!Bobmjtjt!vojwbsjbu!gblups.gblups!zboh!cfsqfohbsvi!ufsibebq!ujohlbu!

lfnbubohbo!tptjbm!bobl!)o>254*!

Faktor risiko OR p 95%CI

Jenis kelamin (laki-laki) 2,79 0,10 0,82-9,53Pernah tinggal kelas 5,73 0,06 0,94-34,85Pengasuh bukan ibu kandung 0,01 0,82 0,00-7,6E+15Obesitas 1,79 0,48 0,35-9,03

Ubcfm!5/!Bobmjtjt!nvmujwbsjbu!gblups.gblups!zboh!cfsqfohbsvi!ufsibebq

ujohlbu!lfnbubohbo!tptjbm!bobl!)o>254*

Faktor risiko OR p 95%CI

Jenis kelamin (laki-laki) 2,34 1,79 0,67-8,47Pernah tinggal kelas 4,59 0,11 0,70-29,98Pengasuh bukan ibu kandung 0,01 0,82 0,00-7,6E+15Obesitas 1,73 0,52 0,33-9,23

Page 33: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

312 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

Regulasi Siklus Sel: Kunci SuksesSomatic Cell Nuclear TransferIbssz!Nvsuj2-3-!!Bsjfg!Cpfejpop3-!Cpfokbnjo!Tfujbxbo2-!Gfssz!Tboesb22Ejwjtjpo!pg!Tufn!Dfmm-!Tufn!Dfmm!boe!Dbodfs!Jotujuvuf-!Kblbsub!24321-!Joepoftjb/

3Mbcpsbupsz!pg!Fncszpmphz-!Gbdvmuz!pg!Wfufsjobsz!Nfejdjof-!Cphps!Bhsjdvmuvsbm!Vojwfstjuz-!Cphps!27791-!Joepoftjb/

ABSTRAKKebanyakan sel saat fase embrionik relatif berada pada kondisi membelah maupun persiapan untuk melakukan pembela-han. Serangkaian proses yang meliputi penggandaan materi genetik (DNA) serta komponen sel lainnya, pembelahan inti (karyokinesis), dan pembelahan sitoplasma (sitokinesis) disebut dengan siklus sel. Pemahaman terhadap regulasi siklus sel merupakan poin penting dalam manipulasi dan rekayasa sel oosit maupun embrio, khususnya pada SCNT. Prinsip transfer inti berkaitan erat dengan interaksi sitoplasma, nuclear reprogramming, dan efek siklus sel. Mayoritas proses dalam siklus sel dikendalikan oleh interaksi protein cyclin-dependent kinases (Cdks). MPF telah diidentifi kasi sebagai kompleks cyclin dan Cdk. Aktivitas MPF relatif tinggi saat sel oosit berada pada metafase II. Aktivitas MPF yang tinggi saat dilakukan transfer inti dapat menyebabkan NEBD, PCC, dan reorganisasi sitoskleton. Mekanisme regulasi siklus sel serta efek siklus sel donor dan resipien akan dibahas dalam artikel ini.

Kata Kunci: Siklus Sel, Transfer Inti Sel Somatis, MPF, cyclin, CdkKorespondensi: Harry Murti. Division of Stem Cell, Stem Cell and Cancer Institute. Jl. Ahmad Yani No.2 (Bintang Toedjoe), Pulomas, Jakarta 13210, Indonesia. [email protected]

QFOEBIVMVBO

Siklus sel pada sel eukaryotik merupakan suatu taha-pan kompleks meliputi penggandaan materi genetik, pe-ngaturan waktu pembelahan sel, dan interaksi antara protein dan enzim1. Siklus sel pada sel eukaryotik dapat dibagi menjadi 4 tahap, yaitu: G1 (Gap 1), S (Sintesis), G2 (Gap 2), dan M (Mitosis)1,2. Tahap G1 merupakan se-lang antara tahapan M dengan S. Pada tahap ini sel terus tumbuh dan melakukan persiapan untuk sintesis DNA. Sel akan melakukan sintesis DNA dan terjadi proses replikasi kromosom pada saat berada di tahap S3,4. Pada tahap G2, sel yang telah mereplikasi kromosom akan menduplikasi keseluruhan komponen seluler lainnya. Selain itu terjadi pula sintesis mRNA dan beberapa protein tertentu4.

Secara umum tahap G0, G1, S, dan G2 disebut juga se-bagai tahap interfase5. Sedangkan pembelahan sel atau sering disebut dengan tahap mitosis, terdiri dari empat subtahapan, yaitu profase, metafase, anafase, dan telo-fase 6. Pada kondisi tertentu, sel-sel yang tidak mem-belah, karena tidak berdiferensiasi, meninggalkan tahap G1 dan pindah ke dalam tahap G0. Sel-sel yang berada dalam tahap G0 sering disebut sedang beristirahat/ diam (quiescent).

SFHVMBTJ!TJLMVT!TFM

Pada proses perkembangan sel dikenal beberapa tipe siklus sel yaitu siklus sel embrionik, siklus sel somatis, siklus endoreduplikasi, dan siklus sel miosis7. Masing-masing tipe siklus sel mempunyai komponen protein dan

enzim yang berbeda dalam regulasi siklus sel. Dalam artikel ini hanya akan dibahas regulasi pada siklus sel embrionik dan sel somatis.

b/!!Qspufjo-!Fo{jn-!ebo!JoijcjupsEnzim yang berperan secara dominan dalam regulasi sik-lus pembelahan sel adalah MPF (Maturation/ Meiosis/ Mitosis-Promoting Factor)8, APC (Anaphase-Promoting Complex)7 dan CSF (Cytostatic Factor)9. Masing-masing enzim mempunyai komponen protein dan inhibitor yang spesifi k pada setiap tahap siklus pembelahan sel.

MPF merupakan suatu enzim heterodimer yang terdiri dari p34cdc2 sebagai suatu subunit katalitik dan cyclins sebagai suatu subunit regulatorik. Cdk (Cyclin depen-dent kinase) adalah nama lain dari p34cdc2; 34kDa. cdc2 merupakan gen siklus pembelahan sel yang mengkode enzim Cdk pada siklus sel mamalia6,10,11. Cdk merupakan protein kinase yang aktivitasnya diregulasi oleh keadaan terfosforilasi pada saat berikatan dengan cyclin. Selama siklus pembelahan sel, jumlah Cdk relatif sama, namun jumlah cyclin bervariasi pada tiap tahapan12.

Pada keadaan in vitro, Cdk dapat memfosforilasi sejum-lah protein yaitu histone H1, nuclear lamins, RNA poly-merase II, p60src, antigen T, dan faktor elongasi13. Fos-forilasi histone H1 secara in vitro telah digunakan sebagai dasar dalam teknik biokimia pada penentuan dan pengu-kuran aktivitas enzim Cdk14. Pada keadaan in vivo, akti-

Page 34: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 313

Hbncbs!2/!Nflbojtnf!sfhvmbtj!tjlmvt!tfm!qbeb!ubibq!H1-!H2-!ebo!T.Pada tahap G0 sinyal faktor pertumbuhan ekstra seluler akan menginduksi cyclin D, CDI, dan Cyclin E. Pada tahap G1 serangkaian reaksi biokimia akan membuat Rb terfosforilasi sehingga faktor transkripsi E2F terlepas dan aktif menstimulasi sintesis protein tahap S.

Kedua CDI ini berikatan dengan cyclin D-Cdk4 tapi tidak menghambat aktivitas kinasenya dan hasil penelitian menunjukkan bahwa p21cip1 dan p27kip1 justru dibutuh-kan untuk pembentukan dan impor cyclin D-Cdk4 oleh inti. Kedua CDI tersebut efektif menghambat aktivitas cy-clin E-Cdk2. Dengan demikian keberadaan protein CDI di tahap G1 adalah untuk memacu pembentukan kompleks aktif cyclin D-Cdk4 dan pada saat bersamaan menunda/menghambat aktivasi dari kompleks cyclin E-Cdk2 23.

Protein Rb merupakan penghambat transkripsi, karena keberadaannya menonaktifkan E2F yang berperan se-bagai faktor transkripsi7. Setelah protein yang diperlukan dalam tahap S dihasilkan dari transkripsi, maka cyclin D-Cdk4, cyclin D-Cdk6, dan cyclin E-Cdk2 akan bersama-sama memfosforilasi protein Rb, p107 dan p130 men-jadi tidak aktif sama sekali. Hal ini akan mengaktifkan secara penuh proses transkripsi pada tahap S 23. Den-gan demikian sel tersebut telah memasuki tahap S pada siklus sel. Pada sel mamalia jenis Cdk dan cyclin yang ditemukan pada masa transisi tahap G1/S adalah Cdk2 (p33), Cdk4, Cdk6, serta cyclin A, D1, D2, D3, dan E11.

Pada tahap S, kompleks cyclin E-Cdk2 berperan mengini-siasi replikasi DNA. Selain itu cyclin A-Cdk2 juga berpe-ran dalam menginisiasi replikasi DNA secara lengkap dan meningkatkan ekspresi histon dan beberapa gen/protein yang akan dibutuhkan saat replikasi23.

Pada tahap G2, terjadi peningkatan sintesis cyclin B yang akan mencapai tingkat konsentrasi maksimal pada saat tahap M 6. Pada sel mamalia jenis Cdk dan cyclin yang ditemukan pada masa transisi tahap G2/M adalah Cdk1 (Cdc2) serta cyclin A, B1, dan B2 11. Setelah tumbuh dan menduplikasi komponen sel, maka sel akan melaku-kan pembelahan menjadi dua sel anakan yang terjadi pada tahap M.

Pada tahap M (profase, metafase, anafase, dan telofase), defosforilasi dan aktivasi cyclin B-Cdk1 berpengaruh ter-

vasi Cdk akan memacu sel masuk ke dalam tahap M dan menyebabkan pecahnya membran inti (NEBD=Nuclear Envelope Breakdown)15, kromosom mengalami konden-sasi16, penyusunan kembali sitoskeleton17, dan dup-likasi centrosome18. Aktivitas Cdk dikontrol oleh asosiasi dengan cyclin, sintesis dan proteolisis oleh Cdk sendiri, modifi kasi posttranslasi, dan interaksi dengan sejumlah inhibitor kinase alami (CDI= Cyclin-dependent kinase In-hibitor). Faktor cekaman luar yang tinggi akan meningkat-kan ekspresi CDI dan menyebabkan siklus sel terganggu/ terhenti19. Secara garis besar ada 2 golongan CDI, yaitu: golongan Ink4 (p15, p16, p18, p19) dan golongan Cip/Kip (p21cip1, p27kip1, p57kip2)23.

APC merupakan suatu multi-subunit ubiquitin ligase yang berperan dalam regulasi transisi pada siklus sel. APC tersusun oleh protein yang berasosiasi salah satu atau kedua aktivatornya yaitu: Cdc20 dan Cdh1, untuk mengarahkan polyubiquitylation pada securin, cyclin, dan regulator siklus sel lain yang akan didegradasi oleh pro-teasome. Cdc20 merupakan substrat target pada awal mitosis, sedangkan Cdh1 merupakan substrat target pada akhir mitosis dan selama memasuki tahap G1

9.

c/!!Nflbojtnf!Sfhvmbtj

Pada umumnya sel-sel eukaryotik yang telah menyele-saikan pembelahan pada tahap M akan masuk ke dalam tahap G1 untuk kembali melakukan pembelahan atau ma-suk ke dalam tahap G0 untuk beristirahat/ diam20. Sel dapat keluar dari tahap G1 dan masuk ke dalam tahap G0, apabila berada dalam suatu kondisi tanpa faktor pertum-buhan. Sel-sel yang dikultur pada medium sedikit kadar serum tetap akan melakukan siklus sel G1-S-G2-M, na-mun setelah keluar dari tahap M akan langsung masuk ke tahap G0. Penambahan serum atau faktor pertumbu-han akan menginduksi sel untuk masuk kembali ke siklus sel sampai ke titik restriksi untuk proses berikutnya22. Setelah melewati titik restriksi (protein Rb terfosfo-rilasi), regulasi siklus sel tidak bergantung pada sinyal ekstraselular21,23.

Sel yang berada di tahap G0 yang distimulus dengan fak-tor pertumbuhan untuk masuk ke dalam G1 , pada awal-nya akan mengekspresikan cyclin D. Kemudian cyclin D akan berikatan dengan Cdk4 dan Cdk6. Kompleks Cdk-cyclin tersebut lalu masuk ke dalam inti dan akan mem-fosforilasi protein Retinobla-stoma (Rb), protein p107 dan p130. Fosforilasi terhadap Rb diikuti oleh aktivasi faktor transkripsi famili E2F dan memicu transkripsi pro-tein yang diperlukan pada tahap G1 dan S. Sinyal mito-genik yang menginduksi terbentuknya cyclin D, juga akan menginduksi terbentuknya cyclin E dan dua CDI yaitu: p21cip1 dan p27kip1.

Regulasi Siklus Sel

Page 35: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

314 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

(4n) karena telah mengalami replikasi DNA pada tahap S, maka tahap S mempunyai jumlah kromosom yang berva-riasi antara diploid-tetraploid (2n-4n). Penelitian kloning pada mamalia menggunakan teknik SCNT menunjukkan keberhasilan ketika menggunakan inti donor sel somatis pada tahap G0 31,32,33,34,35, tahap G1 35,36,37, tahap G2

36,38, tahap M pada metafase 36,39,40,41.

Hbncbs!3/!Tjlmvt!tfm!pptju!qbeb!tbbu!nfubgbtf!JJ. Aktivitas MPF berada pada level tertinggi pada saat profase dan metafase. Sebagian besar sel oosit mamalia diovulasikan pada saat metafase II. Sel oosit matang mempunyai sepasang kromosom haploid dan sebuah polar body I yang diploid. Aktivitas CSF menyebabkan sel oosit dapat stabil berada pada kondisi ini. Setelah sel oosit difertilisasi (diaktifasi) maka CSF akan terdegradasi dan aktivitas APC menjadi meningkat serta aktivitas MPF menurun drastis.

c/!!Tjlmvt!Tfm!Pptju!Tfcbhbj!Sftjqjfo

Perbedaan kandungan protein yang terekspresi pada tiap tahap siklus sel, menjadi faktor penentu untuk mempro-gram kembali inti sel donor42. Sel oosit yang telah me-ngalami ovulasi biasanya berada pada metafase meiosis II (MII). Pada tahap tersebut konsentrasi MPF (cyclin B-Cdk1) mencapai tingkatan maksimal43. Selain itu CSF juga memegang kendali regulasi siklus sel dengan mem-pertahankan kondisi stabil pada MII dan menghambat masuk ke tahap anafase9. Penggunaan sel oosit pada tahap MII sebagai resipien SCNT telah berhasil pada kloning mencit31,32,34, babi35, domba33, ferret

37,39, dan kambing44.

Konsentrasi MPF sitoplasma sel oosit pada tahap MII juga dipengaruhi oleh aktivasi13. Setelah sel oosit diak-tivasi baik secara elektrik37 maupun secara kimiawi de-ngan SrCl2

47,48 maka konsentrasi MPF akan menurun secara drastis.

EJTLVTJ!

b/!!Tjolspojtbtj!Tjlmvt!Tfm!

Dalam satu siklus sel secara normal, materi genetik (DNA) hanya mengalami satu kali replikasi dan mitosis. Hingga saat ini belum diketahui secara jelas mekanisme yang mendasari hal tersebut8. Namun beberapa hasil penelitian, menunjukkan bahwa diduga membran inti mempunyai andil dalam terjadinya replikasi DNA13. Pada transfer inti dengan resipien pada tahap MII, konsentrasi MPF yang tinggi dapat menyebabkan inti donor mengala-mi NEBD dan PCC (Premature Chromosome Condensa-tion)45. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua inti sel pada semua tahap siklus sel akan mengalami NEBD

hadap perubahan morfologi selama mitosis berlangsung. Substrat dari cyclin B-Cdk1 adalah nuclear lamins, pro-tein nucleolar, protein centrosomal, dan Eg5. Pada sub-tahap profase – metafase, konsentrasi MPF berada pada level tertinggi dan akan mengalami penurunan pada sub tahap berikutnya.

Sebelum memasuki subtahap berikutnya (anafase), sel oosit yang telah mencapai metafase pada meiosis II (MII), akan tertahan pada kondisi tersebut karena pe-ngaruh CSF. Komponen utama CSF adalah golongan Emi yaitu Emi1 (Early Mitotic Inhibition 1) dan Emi2 9. Apabila terjadi fertilisasi atau partenogenesis, masuknya sperma akan mengaktivasi Ca2+/calmo-dulin-dependent protein kinase II (CaMKII) dalam sitoplasma. CaMKII akan mem-fosforilasi protein yang mengekspresikan CSF, sehingga ekspresi CSF terhambat. Selain itu CSF juga akan ter-degradasi oleh sistem ubiquitin/ proteosome. CSF yang mengalami degradasi menyebabkan APC dapat berperan aktif, sehingga sel oosit keluar dari tahap metafase dan masuk ke dalam anafase9.

APC berperan sangat dominan pada tahap anafase. Salah satu peranan APC adalah menghancurkan cyclin A dan cyclin B yang mengaktifkan MPF, sehingga konsentrasi MPF akan turun drastis seiring selesainya tahap M 23.

4/!!Ivcvohbo!Tjlmvt!Tfm!ebo!TDOU

Aplikasi SNCT (Somatic Cell Nuclear Transfer) dalam bi-dang biomedis adalah sebagai salah satu teknik alternatif untuk memproduksi ntESC (nuclear transfer Embryonic Stem Cell)24. Transplantasi ntESC yang bersifat autolo-gous diharapkan mampu mengatasi masalah penolakan sistem imun pada penderita25. Konsep therapeutic clo-ning ini dikembangkan untuk mengatasi berbagai je-nis penyakit degeneratif26. Teknik SCNT pada dasarnya meliputi enukleasi (pengeluaran inti sel oosit resipien), transfer inti (inti sel somatis dimasukkan ke dalam si-toplasma sel oosit resipien), dan aktivasi (menginduksi sel oosit hasil rekontruksi untuk mengalami nuclear re-programming dan berkembang seperti sel embrio yang normal)13,27. Keberhasilan nuclear reprogramming pada SCNT sangat dipengaruhi oleh sinkronisasi tahapan siklus sel antara sel somatis sebagai donor inti dan sel oosit sebagai resipien28. Hal ini menjadi faktor penting karena interaksi antara inti sel somatis dengan sitoplasma sel oosit merupakan kunci sukses pada awal perkembangan embrionik29.

b/!!Tjlmvt!Tfm!Tpnbujt!Tfcbhbj!Epops!Jouj

Pada teknik transfer inti, salah satu faktor yang harus di-perhatikan dari sel donor inti adalah jumlah kromosom30. Sel somatis pada tahap G0/G1 mempunyai kromosom diploid (2n), tahap G2 mempunyai kromosom tetraploid

Regulasi Siklus Sel

Page 36: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 315

dan PCC bila ditansfer ke sitoplasma sel oosit yang kon-sentrasi MPFnya tinggi13. Namun bagaimana efek NEBD dan PCC terhadap proses nuclear reprogramming belum diketahui secara tuntas hingga saat ini49.

Inti donor pada tahap G0 dan G1 yang masing-masing jumlah kromosomnya diploid (2n) bila ditransfer ke dalam sel oosit resipien pada MII akan terjadi PCC pada kro-matid tunggal, lalu mengalami Nuclear Reformation (2n) dan akan terjadi replikasi DNA (menjadi 4n) kemudian akan membelah menjadi dua sel dengan masing-masing kromosom diploid8.

Inti donor pada tahap G2 yang jumlah kromosomnya te-traploid (4n) bila ditransfer ke dalam sel oosit resipien pada MII akan terjadi PCC pada kromatid ganda, lalu mengalami Nuclear Reformation (4n) dan akan terjadi replikasi DNA (menjadi 8n) kemudian akan membelah menjadi dua sel dengan masing-masing kromosom te-traploid (4n). Hal ini menunjukkan bahwa inti donor tahap G2 tidak sinkron apabila ditransfer pada tahap MII sel oosit resipien8.

Pada transfer inti ke dalam sel oosit dengan MPF ren-dah yang dapat diperoleh dengan aktivasi secara cepat, menunjukkan bahwa inti donor sel tahap G0, G1, dan S akan tetap mengalami replikasi DNA, sehingga sel anakan mempunyai kromosom diploid (2n). Sedangkan inti donor tahap G2 tidak melakukan replikasi DNA, se-hingga pada kromosom sel anakannya tetap 2n. Hal ini juga memperkuat dugaan bahwa faktor yang mempenga-ruhi replikasi DNA bukan sekedar karena membran inti yang pecah dan terjadi kondensasi prematur (PCC), tapi diduga juga disebabkan oleh kandungan DNA (kromosom) pada inti donor8.

Ada beberapa cara untuk memperoleh kultur sel soma-tis pada tahap-tahap tertentu dalam siklus sel. Untuk memperoleh sel pada tahap G0/G1, dapat dilakukan de-ngan cara mengkultur sel dengan medium tanpa/rendah serum31. Sinkronisasi tahap G2 dapat dilakukan dengan cara menambahkan cycloheximide pada medium kultur13. Sedangkan tahap M pada metafase dapat diperoleh de-ngan menambahkan demecolcine39 atau nocodazole41 (senyawa penghambat polimerisasi mikrotubuli) pada medium kultur.

c/!!!Qfslfncbohbo!Fncsjp!Qbtdb!Bqmjlbtj!TDOU

Keberhasilan perkembangan dan pertumbuhan embrio hasil SCNT cenderung menurun seiring dengan mening-katnya jumlah pembelahan sel50,51. Jumlah embrio yang berhasil bertahan dan hidup pada tahap embrio 2 sel relatif lebih banyak daripada tahapan berikutnya, yaitu 4 sel, 8 sel, morula, dan blastula46. Beberapa penelitian

menggunakan parameter keberhasilan perkembangan kultur embrio hingga mencapai tahap blastosis sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan SCNT dan nuclear reprogramming52. Sel embrio hasil SCNT yang berhasil mencapai tahap blastosis dapat digunakan untuk keperlu-an kloning reproduksi (diimplantasi ke hewan betina) dan produksi embryonic stem cell (ntESC) dimana ICM diiso-lasi dan dikultur dalam keadaan belum berdiferensiasi24.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ntESC mempunyai sifat pluripoten dan dapat berdiferensiasi menjadi ber-bagai macam sel, seperti dopaminergic & seronergic neuron dan germ cells53. Namun ntESC masih berpo-tensi memiliki beberapa karakter yang berbeda dengan ESC alami (hasil fertilisasi). Hal ini diduga dipengaruhi oleh memori epigenetik yang tidak sepenuhnya dapat di-hapus dalam proses nuclear reprogramming54.

TJNQVMBO

Jumlah kromosom dalam inti sel donor dan kandungan MPF dalam sitoplasma sel oosit menentukan terjadinya replikasi DNA. Sel oosit pada tahap MII merupakan re-sipien bagi inti sel donor yang dapat memfasilitasi ter-jadinya proses nuclear reprogramming. Aktivasi sel oosit dapat menurunkan konsentrasi MPF secara drastis. Inti sel donor pada berbagai tahap siklus sel mempunyai jum-lah kromosom yang berbeda, sehingga perlu dilakukan sinkronisasi sebelum melakukan transfer inti. Sinkronisa-si tahapan sel donor dapat dilakukan dengan mengkultur sel tanpa serum atau penambahan berbagai senyawa kimia pada medium kultur. Pemahaman tentang regulasi siklus sel oosit sebagai resipien dan sel somatis sebagai inti donor merupakan faktor penting dalam keberhasilan SCNT. Dengan demikian dapat diperoleh sumber ntESC yang berpotensi tinggi untuk therapeutic cloning.

EBGUBS!QVTUBLB

1. Campbell MK, Farrell SO. Biochemistry. 4th ed. UK, London: Thomson Learning Inc., 2003; Hal 272-3.

2. Johnson DG, Walker CL. Cyclins and cell cycle checkpoints. Ann Rev Phar-macol Toxicol. 1999; 39: 295-312.

3. Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Moore PK. Pharmacology. 5th ed. UK, London: Churchill Livingstone, 2003; Hal 69-73.

4. Doree M, Hunt T. From Cdc2 to Cdk1: When did the cell kinase joint its partner?. Cell Sci. 2002; 115: 2461-4.

5. Tyson JJ, Czikasz-Nagy A, Novak B. The dynamics of cell cycle regulation. BioEssays. 2002; 24: 1095-109.

6. Koolman J, Rohm KH. Atlas berwarna dan teks biokimia. Alih bahasa: Septelia Inawati. Jakarta: Penerbit Hipokrates, 2001; Hal 352-3.

7. Van den Heuvel S. Cell-cycle regulation. The C. elegans Research Com-munity, WormBook, http://www.wormbook.org. 2005; doi/10.1895/ wormbook.1.28.1.

8. Campbell KHS, Loi P, Otaegui PJ, Wilmut I. Cell cycle co-ordination in embryo cloning by nuclear transfer. Reprod Fert. 1996; 1: 40-6.

9. Schmidt A, Rauh NR, Nigg EA, Mayer TU. Cytostatic factor: an activity that puts the cell cycle on hold. Cell Sci. 2006; 119: 1213-8.

10. Gilbert SF. Developmental Biology. 7th ed. Massachusetts, Sunderland: Sinauer Associates Inc., 2003; Hal 222.

11. Gupta PK. Key regulators of cell cycle: 2001 nobel prize for physiology or medicine. Current Science. 2001; 81: 1280-87.

Regulasi Siklus Sel

Page 37: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

316 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

12. Sherr CJ, Robets JM. Living with or without cyclins and cyclin-dependant kinases. Gene Dev. 2004; 18: 2699-711.

13. Campbell KHS, Ritchie WA, Wilmut I. Nuclear-cytoplasmic interactions during the fi rst cell of nuclear transfer reconstructed bovine embryos: im-plications for deoxyribonucleic acid and development. Biol Reprod. 1993; 49: 933-42.

14. Loog M, Morgan DO. Cyclin specifi ty in the phosphorylation of cyclin-de-pendent kinase substrates. Nature. 2005; 434: 104-8.

15. Kawahara M, Wakai T, Yamanaka KI, et al. Caffeine promotes premature chromosome condensation formation and in vitro development in porcine reconstructed embryos via a high level of maturation promoting factor activity during nuclear transfer. Reprod. 2005; 130: 351-7.

16. El Achkar E, Gerbault-Seureau M, Muleris M, Dutrillaux B, Debatisse M. Premature condensation induces break at the interface of early and late replicating chromosome bands bearing common fragile sites. Proc Natl Acad Sci USA. 2005; 102: 18069-74.

17. Pines J. Cyclins and cyclin-dependent kinases: a biochemical review.Bio-chem. 1995; 308: 697-711.

18. Lacey KR, Jackson PK, Stearns T. Cyclin-dependent kinase control of cen-trosome duplication. Proc Natl Acad Sci USA. 1999; 96: 2817-22.

19. Crews CM, Shotwell JB. Small-molecule inhibitors of the cell cycle: an overview. Progress in cell cycle research. 2003; 5: 125-33.

20. Qu Z, MacLellan WR, Weiss JN. Dynamics of the cell cycle: checkpoints, sizers, and timers. Biophysical. 2003; 85: 3600-11.

21. Hartwell LH, Weinert TA. Checkpoints: controls that ensure the order of cell cycle events. Science. 1989; 246: 629-34.

22. Jones SM, Kazlauskas A. Growth factor-dependent signaling and cell cycle progression. Federation of European Biochemical Societies. 2001; 490: 110-6.

23. McGowan CH. Regulation of the eukaryotic cell cycle. Progress in Cell Cycle Research. 2003; 5: 1-4.

24. Gurdon JB, Colman, A. The future of cloning. Nature 1999; 402: 743-6.25. Cibelli JB, Kiessling AA, Cunniff K, Richards C, Lanza RP, West MD.

Somatic cell nuclear transfer in humans: pronuclear and early embryonic development. Regenerative Med. 2001; 2: 25-31.

26. Hipp J, Atala A. Tissue engineering, stem cells, cloning, and parthenogenesis: new paradigms for therapy. Exp Clin Assist Reprod. 2004; I:3.

27. McLaren A. Cloning: pathway to a pluripotent future. Science. 2000; 288: 1775-80.

28. Stice SL, Robl JM, Ponce de Leon FA, Jerry J, Golueke PG, Cibelli JB, Kane JJ. Cloning: new breakthroughs leading to commercial opportunities. Theriogenology. 1998: 49: 129-38.

29. Colman A. Somatic cell nuclear transfer in mammals: progress and ap-plications. Clon. 2000; 1: 185-200.

30. Kato Y, Tsunoda Y. Totipotency and pluripotency of embryonic nuclei in the mouse. Mol Reprod Dev. 1993; 36: 276-8.

31. Wakayama T, Yanagimachi R. Mouse cloning with nucleus donor cells of different age and type. Mol Reprod Dev. 2001; 58: 376-83.

32. Wakayama T, Perry ACF, Zuccotti M, Johnson KR, Yanagimachi R. Full-term development of mice from enucleated oocytes injected with cumulus cell nuclei. Nature. 1998; 394: 369-74.

33. McCreath KJ, Howcroft J, Campbell KHS, Colman A, Schnieke AE, Kind AJ. Production of gene-targeted sheep by nuclear transfer from cultured somatic cells. Nature 2000; 405: 1066-9.

34. Wakayama T, Yanagimachi R. Cloning of male mice from adult tail-tip cells. Nature Gen. 1999; 22: 127-8.

35. Tomii R, Kurome M, Ochiai T, et al. Production of cloned pig by nuclear transfer of preadipocytes established from adult mature adipocytes. Cloning Stem Cell 2005; 7: 279-88.

36. Tian XC, Kubota C, Enright B, Yang X. Cloning animals by somatic cell nuclear transfer-biological factors. Reprod Biol Endocr. 2003; I:98.

37. Li Z, Sabet MR, Zhou Q, et al. Developmental capacity of ferret embryos by nuclear transfer using G0/G1-phase fetal fi broblast. Biol Reprod. 2003; 68: 2297-303.

38. Wilmut I, Beaujean N, de Sousa PA, et al. Somatic cell nuclear transfer. Nature 2002; 419: 583-6.

39. Li Z, Chen X, Sun X, et al. Nuclear transfer of M-phase ferret fi broblasts synchronized with the microtubule inhibitor demecolcine. Experimental Zoology. 2005; 303: 1126-34.

40. Wakayama T, Rodriguez I, Perry ACF, Yanagimachi R, Mombaerts P. Mice cloned from embryonic stem cells. Proc Natl Acad Sci USA. 1999; 96: 14984-89.

41. Ono Y, Scimozawa N, Muguruma K, et al. Production of cloned mice from embryonic stem cells arrested at metaphase. Reprod. 2001; 122: 731-6.

42. Dinnyes A, Szmolenszky A. Animal cloning by nuclear transfer: state-of-the-art and future perspectives. Acta Biochimica Polonica. 2005; 52: 585-8.

43. Mohamed Nour MS, Ikeda K, Takahashi Y. Bovine nuclear transfer using cumulus cells derived from serum-starved and confl uent cultures. Reprod Dev. 2000; 46: 85-92.

44. Baguisi A, Behboodi E, Melican DT, et al. Production of goats by somatic cell nuclear transfer. Nature Biotech. 1999; 17: 456-61.

45. Wakayama T, Yanagimachi R. Effect of cytokinesis inhibitors, DMSO and the timing of oocyte activation on mouse cloning using cumulus cell nuclei. Re-prod. 2001; 122: 49-60.

46. Bing Y, Che L, Hirao Y, Takenouchi N, Nagai T. Development of porcine em-bryos reconstructed by nuclear transfer of culutured cumulus cells into in vitro maturated and enucleated oocytes. Reprod Dev. 2000; 46: 375-9.

47. Kato M, Hirabayashi M, Aoto T, Ito K, Ueda M, Hochi S. Strontium-induced activation regimen for rat oocytes in somatic cell nuclear transplantation. Reprod Dev. 2001; 47: 407-13.

48. Tomashov-Matar R, Tchetchik D, Eldar A, Kaplan-Kraicer R, Oron Y, Shalgi R. Strontium-induced rat egg activation. Reprod. 2005; 130: 467-74.

49. Sung LY, Shen P, Jeong BS, et al. Premature chromosome condensation is not essential for nuclear reprogramming in bovine somatic nuclear trans-fer. Biol Reprod. 2006; DOI:10.1095/biolreprod.106.053561.

50. McEvoy TG, Robinson JJ, Sinclair KD. Developmental consequences of embryo and cell manipulation in mice and farm animals. Reprod. 2001; 122: 507-18.

51. Liu SZ, Yao LJ, Jiang MX, et al. Apoptosis in rabbit embryos produced by fertilization or nuclear transfer with fi broblast and cumulus cells. Reprod. 2005; 130: 359-66.

52. Ng SC, Chen N, Yip WY, et al. The fi rst cell cycle after transfer of somatic cell nuclei in a non-human primate. Dev. 2004; 131: 2475-84.

53. Wakayama T, Tabar V, Rodriguez I, Perry ACF, Studer L, Mombaerts P. Differentiation of embryonic stem cell lines generated from adult somatic cells by nuclear transfer. Science. 2001; 292: 740-3.

54. Ng RK, Gurdon JB. Epigenetic memory of active gene transcription is inherited through somatic cell nuclear transfer. Proc Natl Acad Sci USA. 2005;102:1957-62.

Page 38: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 317

Penyebab jerawat dikatakan bersifat multifaktorial tetapi hingga saat ini apakah jenis makanan berpengaruh ter-hadap munculnya jerawat masih kontroversial.

Berikut adalah hasil studi terbaru yang telah dipublikasikan di Ameri-can Journal of Clinical Nutrition Juli 2007 untuk melihat pengaruh faktor diet/nutrisi khususnya dari sisi gly-cemic load/load glikemik (GL) dalam menyebabkan jerawat.

Indeks Glikemik atau Glycemic Index (GI) merupakan suatu sistem pe-ringkat untuk menilai seberapa cepat glukosa dari suatu jenis makanan memasuki aliran darah, atau dapat dikatakan seberapa cepat karbohidrat dalam makanan dapat meningkatkan kadar gula darah. Berbeda dengan GI, GL tidak hanya menilai seberapa cepat glukosa dari suatu makanan memasuki peredaran darah tetapi juga menilai seberapa banyak glu-

Pengaruh nutrisi terhadap jerawat

kosa yang terkandung dari makanan tersebut sehingga GL lebih meni-lai secara keseluruhan (the whole package). GL dinyatakan sebagai peringkat standar saji dari suatu makanan untuk dapat mening-katkan kadar gula darah. Makin rendah GL makin kecil kemampuan suatu makanan yang disajikan me-micu peningkatan gula darah secara berlebih.

Studi yang bersifat paralel dengan kontrol ini melibatkan 43 laki-laki muda dalam rentang usia 15-23 ta-hun dengan masalah jerawat. Peser-ta kemudian diberi diet dengan kan-dungan load glikemik rendah yang terdiri dari 25 % energi dari protein dan 45 % dari sumber karbohidrat de-ngan nilai indeks glikemik rendah. Se-baliknya pada kelompok kontrol jenis makanan tidak dibatasi baik indeks glikemik maupun load glikemiknya. Tujuan utama studi ini adalah untuk melihat apakah diet dengan load glikemik rendah dapat memperbaiki lesi jerawat. Lesi jerawat dihitung se-belum studi dilakukan dan efek diet dinilai setiap bulan, selain itu sensi-

tivitas insulin diukur pada awal dan minggu ke 12.

Hasil menunjukkan pada minggu ke 12 lesi total menurun lebih ba-nyak pada kelompok diet rendah GL dibandingkan kelompok kontrol (–23.5 ± 3.9 vs–12.0 ± 3.5; p=0,03); selain itu kelompok GL juga menga-lami penurunan berat badan (–2.9 ± 0.8 vs 0.5 ± 0.3 kg; p < 0.001) dan BMI (kg/m2) (–0.92 ± 0.25 vs 0.01 ± 0.11; p = 0.001) yang lebih besar; perbaikan sensitivitas insulin juga terlihat lebih baik pada kelompok GL (–0.22 ± 0.12 vs 0.47 ± 0.31; p = 0.026).

Dari studi ini disimpulkan bahwa diet rendah GL dapat memperbaiki lesi je-rawat dan perbaikan sensitivitas insulin; sehingga pola hidup khusus-nya dari sisi nutrisi mungkin berpe-ran terhadap patogenesis jerawat. Studi lebih lanjut diperlukan untuk lebih memastikan hal ini.(d)

Sumber :1. Hapworth W.E. Meaning of glycemix index and glycemic load. http://www.treatmenton line.com.2. Smith, RN, et al. A low-glycemic-load diet improves symptoms in acne vulgaris pa tients: a randomized controlled trial. Am J Clin Nutr 2007;86 (1):107-15.3. Thompson R. The glycemic load diet. http:// www.books.mcgraw-hill.com.

Berita Terkini

Page 39: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

318 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

Konsumsi coklat hitam menurunkan tekanan darah

Menurut studi yang dipub-likasikan dalam JAMA (the Journal of the American Medical Association) 4 Juli 2007, mengkonsumsi coklat hitam sekitar 30 kalori se-hari dikaitkan dengan penu-runan tekanan darah, tanpa meningkatkan berat badan atau efek samping lainnya.

Penelitian sebelumnya telah menun-jukkan bahwa konsumsi sejumlah besar makanan yang mengandung kokoa dapat menurunkan tekanan darah, hal tersebut diyakini karena aksi polifenol kokoa (suatu substansi kimia dalam tanaman, beberapa di antaranya, seperti flavanol diyakini bermanfaat untuk kesehatan). Na-mun potensi penurunan tekanan

darah yang dikaitkan dengan flava-nol dapat dihilangkan oleh asupan gula, lemak dan kalori produk kokoa yang tinggi. Efek asupan kokoa yang rendah pada tekanan darah belum jelas.

Dirk Taubert MD, Ph.D dari Univer-sity Hospital of Cologne, Jerman, dkk antara Januari 2005 hingga Desem-ber 2006 telah melakukan penelitian mengenai efek kokoa jumlah rendah

pada tekanan darah. Studi terse-but pada 44 orang dewasa beru-sia 56-73 tahun, 24 wanita, 20 pria, dengan pra hipertensi (tekanan da-rah 130/85-139/89) atau hipertensi stadium 1 (tekanan darah 140/90 – 160/100) yang tidak diterapi. Sub-yek secara acak mendapat 6,3 g (30 kalori) coklat hitam perhari yang mengandung 30 mg polifenol atau coklat putih yang tidak mengandung polifenol selama 18 minggu.

Para peneliti menemukan bahwa se-jak awal hingga 18 minggu, asupan coklat hitam menurunkan tekanan darah sistolik rata-rata sebesar 2,9 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 1,9 mgHg tanpa perubahan berat badan, kadar lipid dan glu-kosa plasma. Prevalensi hipertensi berkurang dari 86% menjadi 68%. Se-dangkan di kelompok yang mengkon-sumsi coklat putih, tekanan darah sis-tolik maupun diastolik tidak berubah. Pada kelompok yang mengkonsumsi coklat hitam ditemukan fenol kokoa jangka pendek dalam plasma dan peningkatan vasodilator S-nitroglu-tathione. Sedangkan pada kelompok yang mengkonsumsi coklat putih ti-dak ada perubahan petanda biologik dalam plasma.

Meskipun efek penurunan tekanan darah kecil, namun secara klinik pa-tut diperhatikan. Penurunan tekanan darah sistolik 3 mmHg diperkirakan akan menurunkan risiko relatif mor-talitas stroke sebanyak 8%, mortali-

tas penyakit arteri koroner sebesar 5% serta mortalitas semua penyebab sebesar 4%.

Yang paling menarik dari penemuan tersebut adalah bahwa sejumlah ke-cil produk kokoa komersial potensi menurunkan tekanan darahnya sama dengan modifikasi diet komprehen-sif yang telah terbukti efektif dalam menurunkan tingkat kejadian kardio-vaskuler. Kepatuhan jangka panjang untuk perubahan perilaku diet sering rendah dan memerlukan konseling yang terus-menerus, sedangkan konsumsi sejumlah kecil kokoa yang kaya flavanol merupakan modifikasi diet rutin yang mudah dipatuhi dan oleh karena itu lebih menjanjikan un-tuk menurunkan tekanan darah pada individu dengan tekanan darah di atas tekanan darah optimal. Studi lebih lanjut sebaiknya dilakukan untuk me-nilai efek coklat hitam pada populasi lain dan efek jangka panjangnya.

Sumber :1. Dark chocolate lowers blood pressure. http:// www.news-medical.net/?id=271582. Taubert D, Roesen R, Lehmann C et al. Ef fects of Low Habitual Cocoa Intake on Blood Pressure and Bioactive Nitric Oxide A Ran domized Controlled Trial JAMA. 2007;298:49- 60.

Berita Terkini

Page 40: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 319

Makanan organik ‘lebih baik’ ?

Sebuah penelitian di Ame-rika menjelaskan, buah-buahan dan sayuran or-ganik mungkin lebih baik dibandingkan dengan yang dari perkebunan.

Sebuah studi selama 10 tahun me-nemukan bahwa tomat organik ham-pir 2 kali lipat kadar flavonoidnya dibandingkan dengan yang ditanam dengan prosedur standar. Flavonoid, salah satu antioks idan , mem-pengaruh i penurunan tekanan darah, penurunan risiko penyakit jantung dan stroke. Tim peneliti men-gatakan bahwa nitrogen di dalam tanah adalah kuncinya. Laporan penelitian ditulis dalam Journal of Ag-ricultural and Food Chemistry 23 Juni 2007 (online).

DR. Alyson Mitchell, seorang ahli kimia dari Universitas Kalifornia dan koleganya mengukur jumlah 2 flavo-noid yaitu kuersetin dan kaemferol, dalam sampel tomat kering yang telah dikumpulkan sebagai bagian dari penelitian jangka panjang me-ngenai metode pertanian. Mereka menemukan bahwa rata-rata kadar dalam tomat organik masing-masing sebesar 79% dan 97% lebih tinggi dibandingkan yang ditumbuhkan se-cara konvensional. Majalah New Sci-entist melaporkan bahwa perbedaan kadar flavonoid yang berbeda dalam tomat mungkin karena adanya ferti-

lisasi dalam pertanian organik.

Flavonoid diproduksi sebagai me-kanisme pertahanan yang dapat dipicu oleh defisiensi nutrien, seperti kurangnya nitrogen dalam tanah. Ni-trogen anorganik dalam fertilisasi kovensional secara mudah dapat di-peroleh tanaman sehingga menurut para peneliti, kadar flavonoid yang rendah mungkin akibat fertilisasi ber-lebihan.

Flavonoid telah dikaitkan dengan penurunan kejadian beberapa tipe kanker dan demensia. The Food Standard Agency (FSA) mengatakan ada beberapa bukti bahwa flavonoid dapat membantu menurunkan risiko

penyakit kardiovaskular dan saat ini sedang dilakukan studi baru untuk meneliti lebih lanjut manfaat keseha-tannya. Namun demikian, seorang juru bicaranya mengatakan bahwa ti-dak ada bukti makanan organik lebih sehat. “Dalam makanan organik ada beberapa perbedaan nutrien tapi ti-dak berarti lebih baik untuk Anda. ”Se-bagai contoh, sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa susu organik memiliki kadar asam lemak omega-3 lebih tinggi, tapi FSA menekankan bahwa asam lemak rantai pendek ini tidak memilki manfaat mendukung kesehatan seperti asam lemak ome-ga-3 rantai panjang dalam minyak ikan.

Peter Meischett, Direktur di Soil As-sociation mengatakan, “Kami me-nerima banyak bukti-bukti baru yang

menunjukkan perbedaan bermakna antara komposisi nutrisi makanan organik dan non organik. Temuan ini juga mengkonfirmasi penelitian di Eropa baru-baru ini, yang menunjuk-kan bahwa tomat, buah peach dan apel organik memiliki mutu nutrisi lebih tinggi dibandingkan yang non organik. Soil Association akan me-minta FSA untuk tetap memberikan nasehat nutrisi kepada konsumen berdasarkan bukti-bukti ilmiah dari penelitian baru yang mencari perbe-daan antara makanan organik dan non organik.”

Sumber : Journal of Agricultural Food Chemis-try 23 Juni 2007

Berita Terkini

Page 41: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

320 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

Merokok, rendahnya tingkat pendidikan dan toleransi glukosa meningkatkan risiko rheumatoid arthritis

Data baru yang dipresentasi-kan di EULAR 2007, the An-nual Congress of Rheuma-tology di Barcelona, Spanyol, menyoroti peranan faktor risiko lingkungan dan gene-tik dalam rheumatoid arthritis (RA). Dua studi baru yang dilakukan oleh tim Swedia telah mengidentifikasi mero-kok, rendahnya tingkat pen-didikan formal dan indika-tor metabolisme tertentu sebagai faktor risiko penting dalam perkembangan RA. Temuan ini bermakna untuk memahami lebih baik faktor risiko RA dan dapat berkon-tribusi untuk pencegahan dan penanganan penyakit ini di masa depan.

Studi pertama menunjukkan bahwa merokok dan rendahnya tingkat pen-didikan formal, seperti pendidikan

sekolah dasar saja vs. status lulusan S1, dapat meningkatkan risiko RA secara independen.

Studi ke dua hampir serupa men-yoroti kaitan antara merokok dan RA, tapi berlawanan dengan sebelumnya

yang mencatat hubungan antara RA dengan inflamasi aktif dan gang-guan toleransi glukosa, mengamati bahwa toleransi glukosa lebih baik

merupakan prediktor RA. Dalam model multivarian, diketahui kadar glukosa rendah 120 menit setelah tes toleransi glukosa oral dan merokok, keduanya merupakan prediktor inde-penden RA. Oleh karena itu, faktor-faktor seperti diet dan genetik yang mempengaruhi metabolisme dapat berperan penting sebagai bagian dalam penanganan RA.

Dr Ulf Bergstram pimpinan peneliti kedua studi dari Malmoe University Hospital, Swedia, mengatakan “Fak-tor penentu RA di setiap populasi merupakan hal yang kompleks dan seringkali tidak berkaitan. Kedua studi ini membantu kita menambah pengertian pada teka teki besar fak-tor-faktor risiko penyakit otoimun, yang mengenai kira-kira 1% orang dewasa di seluruh dunia. Kami ber-harap temuan ini berkontribusi un-tuk pemahaman lebih baik dalam pencegahan dan penanganan RA. Meskipun temuan toleransi berlawa-nan dengan studi sebelumnya yang menghubungkan gangguan toleransi terhadap RA, diduga ada mekanisme lain yang mungkin penting beberapa tahun sebelum onset RA. Hasil ini akan membuka jalan penelitian pe-nyebab definitif di masa depan.”

Kedua studi melibatkan 30.447 orang dalam the Malmoe Diet and Cancer Study (MDCS) antara tahun 1991

dan 1996 dan 33.346 orang dalam Preventive Medicine Program (PMP) antara tahun 1974 dan 1992. Para peneliti menguji faktor-faktor gaya hidup menggunakan kuesioner swa kelola dan penentuan toleransi glu-kosa dan kadar lipid oleh profesional kesehatan. Individu-individu yang mengidap RA setelah partisipasi di dalam survai kesehatan dibanding-kan terhadap kontrol dari PMP dan MDCS yang tidak mengalami RA, dicocokkan menurut umur, jenis kela-min dan tahun penapisan.

Sumber : EULAR 2007, the Annual Congress of Rhematology

Berita Terkini

Page 42: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 321

Tes lemak perut Anda

Peningkatan kadar Retinol Binding Protein (RBP4) mengindikasikan pertum-buhan lemak perut tebal yang secara kuat dikait-kan dengan diabetes tipe 2 dan penyakit jantung.

Baru-baru ini, tim peneliti yang di-pimpin oleh Barbara B. Kahn, MD., Kepala Divisi Diabetes di Beth Israel Deaconess Medical Center, menun-jukkan bahwa peningkatan kadar RBP4 memperkirakan adanya resis-tensi insulin.

Resistensi insulin adalah tanda awal risiko diabetes tipe 2 dan peningka-tan penyakit jantung. Faktor risiko lain untuk diabetes dan penyakit jantung adalah lemak perut yang tebal. Para dokter menggunakan istilah visceral adiposity untuk lemak di sekeliling or-

gan abdomen. Dapatkah lemak perut menjelaskan kaitan antara RBP4 dan risiko diabetes/penyakit jantung ?

Untuk menjelaskannya, tim Kahn bekerjasama dengan Matthias Bluher, MD. dan koleganya di Univer-sitas Leipzig, Jerman. Mereka mem-peroleh sampel lemak perut tebal dari 196 pasien yang menjalani be-dah abdomen - 66 orang kurus dan

130 orang kegemukan. Hasilnya :· Ada lebih dari 60 kali aktivitas gen RBP4 di dalam lemak perut pasien kegemukan dibandingkan dalam le-mak perut pasien kurus.· Kadar RBP4 dalam darah 2-3 kali lebih tinggi pada pasien kegemukan dibandingkan pasien kurus.· Tidak tergantung apakah pasien kurus atau kegemukan, kadar RBP4 dalam darah lebih tinggi berarti lemak perut lebih tebal dan lebih banyak re-sistensi insulin.

Para peneliti menyimpulkan bahwa hal ini menjelaskan peranan potensi-al RBP4 sebagai petanda tidak hanya untuk diabetes tipe 2, tapi juga risiko penyakit jantung. Tubuh mengguna-kan RBP4 untuk membawa vitamin A di dalam darah. Belum jelas apakah peranan RBP4 yang baru ditemukan ini karena vitamin A atau karena pro-teinnya sendiri.

Dalam studi sebelumnya, Khan dkk. menunjukkan bahwa RPB4 me-nyebabkan resistensi insulin. Jika bekerja seperti pada manusia, hal ini merupakan target obat diabetes baru. Yang menarik, sebuah obat kanker yang dinamakan fenretinida menurunkan kadar RBP4. Obat ini memperbaiki sensitivitas insulin pada tikus kegemukan; menunjukkan per-baikan sensitivitas dan toleransi ter-hadap kadar gula darah.

Sumber : Cell Metabolism Juli 2007

Berita Terkini

Page 43: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

322 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

Pendekatan baru penanganan anemia

Para peneliti dari Universi-tas Kalifornia, San Diego (UCSD) telah menemukan kunci mekanisme bagaima-na tubuh mengatur me-tabolisme zat besi, sebuah temuan yang menghasil-kan pendekatan baru bagi terapi anemia. Temuan yang dilaporkan dalam publikasi online The Jour-nal of Clinical Investigation, edisi Juli 2007, merupakan usaha kolaborasi Randall Johnson, Ph.D., profesor biologi dari UCSD dan Vic-tor Nizet, MD., profesor pe-diatri dan farmasi di UCSD School of Medicine dan Scaggs School of Phar-macy and Pharmaceutical Sciences.

Zat besi adalah bahan esensial bagi sejumlah proses biologis normal, termasuk produksi sel darah merah yang menghantarkan oksigen ke dalam jaringan tubuh. Dengan mem-pelajari pengaturan zat besi dan produksi sel darah merah tikus, para ahli mengungkapkan hubungan an-

tara sepasang protein yang memain-kan peran sentral dalam memantau hormon yang disebut hepcidin.

Hormon hepcidin adalah sebuah pep-tida atau protein kecil yang dihasilkan di hati dan mengatur kadar zat besi dalam tubuh. Hepcidin mencegah tu-buh menyerap zat besi berasal dari makanan atau suplemen lebih dari yang diperlukan dan menahan pe-ngambilan zat besi dari sel-sel.

Pasien dengan kanker, inflamasi kro-nik dan infeksi sering mengandung kadar hepcidin tinggi, yang menu-runkan persediaan zat besi. Kon-sekuensinya, pasien-pasien ini men-derita anemia karena produksi sel darah merah yang rendah.

Untuk merespon anemia dengan te-pat, tubuh harus menurunkan hep-cidin agar dapat meningkatkan pe-nyerapan zat besi yang diperlukan. Sampai saat ini, para peneliti tidak memahami dengan jelas mekanisme kerja hepcidin.

Tim peneliti UCSD menemukan bahwa protein yang dikenal sebagai hypoxia-inducible transcription factor (HIF) berperan kritis dalam menga-tur harmoni respon hepcidin dalam hati. Sebaliknya, kadar HIF diatur oleh aksi protein lain yang dikenal se-bagai faktor von-Hippel Lindau (vHL).Faktor vHL bekerja menurunkan ka-dar HIF saat oksigen tinggi atau zat besi melimpah.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa HIF bertanggung jawab men-

stimulasi eritropoietin (EPO), hormon yang menginstruksikan sumsum tu-lang belakang untuk menghasilkan sel-sel darah merah baru. Tim UCSD juga mengamati bahwa HIF juga se-cara kuat menghambat produksi hep-cidin di dalam hati.

Carole Peyssonnaux, Ph.D., pimpi-nan dan peneliti pendahulu bersama Nizet dan Johnson, mengatakan bah-wa temuan ini menunjukkan peranan sentral protein vHL dan HIF dalam mengatur kadar zat besi. Pada ane-mia, tubuh merespon rendahnya zat besi dan kadar oksigen dengan me-ningkatkan HIF, yang menekan hep-cidin dan memacu EPO untuk meng-hasilkan zat besi dan sel-sel darah merah baru untuk memperbaiki ma-salah.

Yang penting, para ahli mengamati bahwa HIF mampu menekan hepci-din walaupun pada tikus yang men-derita perubahan inflamasi. Nizet mengatakan, temuan kunci ini me-nyarankan strategi terapi obat baru untuk memacu HIF atau mengham-bat vHL yang dapat menormalkan kadar hepcidin tinggi pada penderita infeksi kronis atau penyakit inflamasi yang anemis.

Sumber : Journal of Clinical Investigation, edisi online Juli 2007.

Berita Terkini

Page 44: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 323

Para penel-iti yang se-dang mem-p e l a j a r i potensi pe-

nyebaran pandemi flu, ha-rus berhati-hati untuk mem-bedakan kecepatan infeksi di antara kelompok, terma-suk kelompok bersifat sosial (yang paling rentan terinfek-si) atau pemalu. Demikian menurut studi baru yang diterbitkan dalam Opera-tional Research Forum edi-si Maret-April 2007, sebuah jurnal dari The Institute for Operations Research and the Management Sciences (INFORMS®).

Dr. Richard C. Larson, seorang pro-fesor di MIT dan mantan presiden

INFORMS dalam studi Simple Meth-ods of Influenza Progression Within a Heterogeneous Po-pulation mendis-kusikan pentingnya prediksi dan pem-batasan penyebaran penyakit sambil memperhitungkan kecepatan infeksi lainnya pada mereka yang terkena penyakit. “Kami membiarkan orang yang aktif secara sosial berinteraksi dengan orang lain selama waktu ter-tentu dan membiarkan orang yang relatif tidak aktif berinteraksi dengan beberapa yang lain. Kami mendapat-kan orang-orang yang sangat rentan, lebih mudah terkena infeksi sekali terpapar virus dan kami memasuk-kan yang kurang rentan. Pada waktu bersamaan, kami membiarkan orang-orang terinfeksi yang sangat menular dan kurang menular.”

Larson mengatakan, “Alasan diba-lik asumsi ini adalah heterogenitas di antara populasi berdampak pada cara penyakit berkembang dan kon-sekuensinya.”

Tulisan tersebut mengenalkan pada para ahli perlunya model matematika baru tentang pandemi influenza dan cara mengontrolnya. Penelitian ope-

rasional adalah aplikasi terhadap metode analitis lanjut untuk mem-bantu membuat keputusan yang le-bih baik.

Tulisan ini juga menggali social dis-tancing sebagai metode pengontro-lan perkembangan penyakit. Jarak sosial mengacu pada langkah men-gurangi frekuensi dan intensitas kon-tak har ian di antara orang. Satu contohnya adalah komunikasi jarak jauh ke tempat kerja daripada meng-gunakan transportasi umum.

Dua temuan kunci yaitu :1. Awal pertumbuhan ekponensial penyakit didominasi oleh orang rent-an yang sering kontak satu sama lain dan risiko populasi umum dari infeksi penyakit tidak dapat diperkirakan.2. Social distancing bersamaan den-gan langkah higiene mungkin men-jadi upaya non medis efektif untuk membatasi bahkan menghilangkan penyakit.

Sumber : http://www.informs.org/article.php?id=1309

Memprediksi bahaya pandemi flu

Page 45: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

324 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

FDA bergeming dengan laporan aspartammenyebabkan kanker

FDA tidak merasa perlu segera mengkaji ulang keamanan aspartam wa-laupun sebuah studi baru menunjukkan pemanis tersebut dapat menyebab-kan kanker.Para peneliti Itali mempublikasikan di bulan Juni 2007 sebuah studi baru yang menunjukkan aspartam (digu-nakan luas dalam soft drink) dapat menyebabkan leukemia, limfoma dan kanker payudara pada tikus. Michael Jacobson, direktur eksekutif Cen-ter for Science in the Public Interest (CSPI) mengatakan, “Ini adalah studi kedua oleh laboratorium yang sama bahwa aspartam menyebabkan kan-ker pada tikus.” Aspartam keba-nyakan digunakan dalam minuman ringan dan dijual juga dalam paket bersama kopi, teh atau makanan.

Morando Soffritti dari Ramazzini Foundation di Bologna, Itali dan ko-leganya menguji aspartam pada ti-kus, yang dibiarkan hidup sampai mati secara alami. Studi mereka pada lebih 4.000 tikus menunjukkan makan dosis tinggi pemanis tersebut sepanjang hidup tampaknya mening-katkan beberapa tipe kanker. Dalam Environment Health Perspectives, publikasi National Institute of Envi-romental Health Sciences Amerika, berdasarkan temuan-temuan terbaru,

mereka yakin bahwa kaji ulang terhadap peraturan pemerintah mengenai penggunaan aspartam ti-dak dapat ditunda lagi. Kaji ulang ini sangat mendesak karena minuman ringan mengandung aspartam sangat banyak dikonsumsi anak-anak.

Juru bicara FDA, Michael Herndon mengatakan bahwa badan ini belum mengkaji ulang p enelitian

tersebut.

Kesimpulan dari European Ramazzi-ni Foundation kedua ini tidak kon-sisten dengan sejumlah besar studi aspartam yang telah dievaluasi oleh FDA, termasuk 5 studi karsinoge-nisitas kronik negatif yang sebelum-nya dilakukan. Oleh karena itu, saat ini FDA belum menemukan alasan untuk mengubah kesimpulan sebe-lumnya bahwa aspartam aman digu-nakan untuk tujuan pemanis dalam makanan.

Jacobson mengatakan, para peneliti dalam studi sebelumnya membunuh tikus-tikus pada usia 2 tahun. Mem-biarkan tikus-tikus hidup lebih lama merupakan cara yang lebih baik un-tuk menguji risiko kanker alami. CSPI mengatakan Asupan Harian yang Diperkenankan (Acceptable Daily Intake = ADI) aspartam di Amerika adalah 50 mg per kg berat badan, se-tara dengan anak 20 kg meminum 2,5 kaleng soda diet sehari atau seorang dewasa 68 kg meminum sekitar 7,5 kaleng sehari. Para peneliti Itali menemukan risiko kanker menjadi 2 kali lipat pada dosis maksimum US ADI. Jacobson mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu panik, tetapi harus menghindari produk-produk minuman ringan dan makanan yang mengandung aspartam.

Merisant yang memproduksi Equal menanggapinya dengan pernyataan dalam websitenya : “Keamanan as-

partam telah dikonfirmasi oleh badan berwenang di lebih dari 100 negara, termasuk US FDA, Depkes Kanada dan European Commission’s Scien-tific Committee on Food, demikian juga dengan para ahli di FAO dan WHO.”

Sumber : FDA News –Reuters 2007

Berita Terkini

Page 46: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 325

Statin masih aman dan bermanfaat pada pasiendengan kadar kolesterol sangat rendah

Menurut hasil sebuah penelitian baru yang di-publikasikan online dalam jurnal Circulation edisi 30 Juli 2007, penggu-naan obat golongan statin pada pasien dengan ka-dar kolesterol sangat ren-dah aman, tidak ada risiko kanker setelah 2 tahun, dan dapat memperbaiki harapan hi-dup. Menu-rut para peneliti, manfaat ini diamati pada banyak sub kelompok, terma-suk pasien dengan kadar kolesterol LDL <40 mg/dl dan yang tidak diketahui mengidap penyakit arteri koroner.

Akhir-akhir ini dianjurkan manajemen lipid yang lebih agresif, termasuk pada pasien dengan sindrom koroner akut dan dengan penyakit vaskular aterosklerotik stabil; tetapi ada kera-guan mengenai keamanannya pada pasien dengan kadar kolesterol LDL sangat rendah. Beberapa laporan menunjukkan kaitan antara kadar kolesterol LDL sangat rendah dengan efek seperti kematian non kardiak dan keganasan. Sebuah temuan menge-jutkan yang dipublikasikan bulan lalu menunjukkan hubungan terbalik yang sangat bermakna antara kadar koles-terol LDL dan laju diagnosis kanker sehingga para peneliti mengatakan perlunya studi lebih lanjut.

Dr Nicholas Leeper dari Stanford University School of Medicine me-ngatakan, terapi statin dosis tinggi sering berhasil menurunkan kadar LDL di bawah 70 mg/dl, tapi ke-

amanan penggunaan statin jangka panjang masih belum jelas. Karena alasan ini, para peneliti dari Stanford meneliti keamanan dan hasil klinik yang berkaitan dengan terapi statin pada lebih dari 6.000 pasien dengan kadar LDL sangat rendah, kurang dari 60 mg/dl.

Terapi statin didefinisikan dengan penggunaan selama 150 hari setelah kadar LDL rendah tercapai yaitu <60 mg/dl. Dari 6.000 pasien, 4.295 pasien mendapat pengobatan lain selama periode pengamatan, se-dangkan statin diresepkan pada 60% pasien dengan kadar kolesterol LDL < 60 mg/dl. Mereka berumur rata-rata 65 tahun dan hampir setengahnya mempunyai diabetes melitus atau penyakit jantung iskemik.

Selama median dua tahun follow up, ada 510 kematian. Setelah kontrol data, terapi statin berkaitan dengan penurunan risiko kematian bermakna sebesar 35%. Kecenderungan ini diamati pada berbagai sub kelom-pok, termasuk reduksi mortalitas total sebesar 42% di antara mereka yang ditangani dengan statin sejak awal, penurunan sebesar 49% di antara mereka dengan kadar kolesterol <40 mg/dl dan penurunan sebesar 42% di antara mereka yang tidak mengidap penyakit jantung iskemik.

Terapi statin tidak berkaitan dengan peningkatan efek tidak diharapkan. Tidak ada laporan kasus rhabdo- myolysis, ataupun risiko peningkatan

enzim hati. Yang penting, tidak ada peningkatan risiko keganasan atau gangguan ginjal.

Seperti analisis lainnya, studi ini tidak diarahkan pada mekanisme kerjanya, walaupun jelas bahwa manfaat statin lebih dari semata-mata kemampuan-nya menurunkan kadar kolesterol LDL. Leeper mengatakan bahwa stabilisasi plak yang menetap dan pencegahan pengembangan atero-ma mungkin merupakan manfaat lain yang belum ditelaah.

Sumber : 1. Circulation 2007; 116:613-6182. 2. www.medscape.com/viewarticle/560903

Berita Terkini

Page 47: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

326 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

Lfhjbubo

Jmnjbi

KonferensiMednet 2007, 8 - 10 Oktober, Leipzig - Jerman

Sekitar 220 orang yang berasal dari 25 negara berkumpul di satu kota kecil (eks) Jerman Timur, Leipzig. Selain dokter, pro-fesi mereka beragam, seperti dari bidang teknologi informasi (IT people), kesehatan mental / psikologi dan etik, sumber daya manusia, peneliti, perusahaan (farmasi dan alat-alat ke-dokteran), dll. Penulis dari Indonesia (satu-satunya wakil Asia selain Jepang) bersama-sama dengan peserta dari negara-negara lain seperti: Amerika Serikat, Australia, Belanda, Belgia, Brazil, Finlandia, Inggris, Iran, Italia Jerman, Jepang, Republik Cekoslowakia, Turki, Polandia, Spanyol, Switzerland, Ukraina, Yunani serta perwakilan WHO dan EU, sejak tanggal 8 hing-ga 10 Oktober mengikuti Konferensi Dokter Internet se-dunia yang dikenal dengan sebutan Konferensi Medical Internet (Mednet). Konferensi tahunan kali ini mengangkat topik �Med-net 2007: eHealth Entrepreneurship & Evidence�. Tercatat hingga tahun 2007 ini, organisasi Society for Internet and Medi-cine (SIM) sudah berhasil menyelenggarakan konferensi tingkat dunia ini untuk kedua belas kalinya. Saat ini organisasi tersebut bekerjasama dengan Leipzig Graduate School of Management sebagai tuan rumah.

Sehari sebelum konferensi, diadakan workshop yang memba-has CASCOM (Context-Aware Business Application Service Coordination in Mobile Computing Environments). Menurut info yang dipaparkan oleh dr Ari Kinnunen dari Emergency Medi-cal Assistance (EMA) Finlandia, proyek CASCOM ini sedang dikerjakan bersama-sama di negera-negara seperti: Jerman, Swedia, Swiss, Portugal, Spanyol, Finlandia, Austria dan Italia.

Menurut dr Ari, suatu saat Catatan Medik elektonik seluruh du-nia (Global Electronic Medical Record) akan menjadi kenyataan. Tentu hal ini menggunakan internet sebagai satu-satunya media yang diterima semua orang. Saat ini, jika hal itu belum terjadi, lebih disebabkan oleh hal-hal yang bersifat politik dibandingkan dengan masalah teknik.

Teknologi CASCOM menurut dr Ari sangat cocok untuk di-jalankan saat ini. Bayangkan jika kita jatuh sakit di tempat asing. Bagaimana kita bisa mengetahui dengan segera lokasi rumah sakit terdekat yang bisa merawat penyakit yang kita alami? Lalu bagaimana pula cara kita menceritakan gejala penyakit yang kita alami dengan bahasa (minimal) Inggris agar bisa dimengerti oleh petugas kesehatan yang memeriksa kita? Hal-hal di atas merupakan salah satu dari banyak masalah yang bisa dise-lesaikan jika kita mengikuti pertukaran data dengan teknologi CASCOM.

Dengan ponsel pintar (smart phone), unit gawat darurat (UGD) dan Rumah Sakit yang telah mengadopsi Teknologi CASCOM, data bisa ditemukan lebih cepat. Dengan demikian perawatan pasien bisa segera dimulai dan prognosis akan lebih baik dibandingkan dengan perawatan yang terlambat.

Suasana yang mendukung kewirausahaanBerbeda dengan di Indonesia, di mana pembukaan acara dilaku-kan setelah laporan Ketua Panitia Pelaksana, pada konfe-rensi kali ini, pembukaan dilakukan oleh Presiden SIM, dr Hans van der Slikke, spesialis ilmu Kebidanan dan Kandungan dari negeri Belanda. Kemudian tampil Ketua Panitia Pelaksana dr Chris-tian Elsner MBA, Direktur Center for Healthcare Management (CHM) pada Leipzig Graduate School of Management. Menurut dr Christian, pada konferensi kali ini sengaja dibuat iklim yang bisa dijadikan lahan pertemuan para pengusaha dalam bidang medical internet, tentu tidak dilupa-kan juga semangat pendeka-tan berbasis bukti (evidence based) yang memang menjadi mo-tor bagi bidang kedokteran seluruh dunia.

Jalannya konferensiSelain topik-topik yang dibawakan oleh para Pembicara Tamu peserta bisa memilih satu dari 3 track yang berjalan paralel.Track I: membahas pelbagai hal tentang Business Concepts and Systemic Economic Effects (tentang e-health) dan Tele-medicineTrack II: membahas Clinical Workß ow Support dan e-TrailTrack III: membahas Web-based Consultation and Health Ter-minals, Virtual Clinic Online and Quality of Information

Beberapa topik menarik yang sempat penulis ikuti adalah:1. Rekam Medis ElektronikTopik ini dibawakan secara menarik oleh Dr Volker Wetekam, CEO of Siemens Medical Solution Health Service di Jerman. Menurut doktor lulusan Leipzig ini, suatu saat nanti, e-Health bisa meningkatkan kolaborasi antar penyedia jasa pelayanan kesehatan. Rekam Medis Elektronik merupakan dasar yang penting untuk mencapai situasi tersebut. Internet, ramal lulu-san pelbagai sekolah bisnis di Frankfurt, London dan San Di-ego ini, bisa memacu perkembangan industri kesehatan secara global dalam 5 - 6 tahun ke depan. Saat ini industri kesehatan umumnya masih bersifat lokal ataupun regional, namun ke de-pan dengan didukung internet sangat mudah untuk mencapai tingkat global.

2. Komunitas Kesehatan OnlineLisa Neal dari Amerika Serikat menyoroti pelbagai komunitas kesehatan online yang saat ini menjamur. Komunitas tersebut sangat membantu, baik pasien maupun keluarganya untuk mempelajari penyakitnya, mencari bantuan maupun untuk sa-ling mendukung / memberi semangat. Lisa Neal adalah Adjunct Assistant Clinical Professor dari Public Health and Family Medi-cine di Tufts University School of Medicine. Selain itu pula, Lisa sudah meraih gelar Doktor pada Computer Science dari Har-vard University.

Page 48: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 327

3. Bagaimana konsumen online menetapkan website keseha-tan yang bisa dipercayaSecara konvensional, hubungan pasien dengan dokter adalah bertemu muka langsung. Namun sejalan dengan perkemba-ngan teknologi informasi yang demikian pesat khususnya inter-net, sudah banyak pasien yang mencari informasi melalui inter-net dan berkonsultasi dengan dokter internet.Bagaimana cara para pasien memilih dokter atau situs yang mereka percayai untuk berkonsultasi menjadi hal yang menarik didasarkan pada riset yang dilakukan oleh P. Briggs dkk. dari Inggris.

4. Evaluasi pemanfaatan website-website yang menginforma-sikan KankerBanyak pihak membangun website yang berisi informasi se-putar kanker. Tentu semua ini baik; mencerminkan kepedulian yang besar dari anggota masyarakat terhadap mereka yang mengalami musibah tersebut. Penelitian R. Butera, dari Scien-tiÞ c Institute of Pavia, Pavia, Italia, terhadap 13 website kanker, menghasilkan data sebagai berikut:- 8 website dikelola oleh institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit, klinik, dll.)- 5 website dijalankan oleh pasien/dokter/peneliti - fasilitas searching (pencarian) pada web-web yang diteliti, sangat jelek, hanya satu web yang sangat efektif- isi website sangat terbatas, hanya sedikit yang berhubu- ngan dengan perkembangan penyakit, topik-topik yang disu kai pasien (dibutuhkan), sementara yang mendominasi adalah yang berhubungan dengan kultur kedokteran (semacam text book, penulis).Kesimpulannya, sekitar 2/3 website yang diteliti gagal memenuhi keinginan sebagian pasien yang mencari informasi

Topik-topik hasil penelitian yang menarik lainnya:a. Generation We-Dot-Com 2.0: How young people use the Internet for health information, dibawakan oleh pembicara dari Spanyolb. Respons dokter terhadap e-mail pasien yang tidak dikenal untuk menanyakan nasehat kesehatan, oleh pembicara dari Leipzig, Jermanc. e-Health services for motivating the eldery towards better self-care oleh wakil Finlandiad. Teleconsultation in maxillo-facial surgery and stomatology: A 2-years experience bersama pembicara dari Ukrainae. The STI (sexual transmitted infection) outpatient clinic online - The use and efÞ cacy of online Syphilis testing and the development of full-scale STI & HIV testing and notiÞ cation applications online (Belanda)f. Knowledge management in medical online informationg. Evidence based IT: Adaptation of the concept of evidence- based-medicine to eHealth (Germany)h. Internet-based Cholesterol Assessment Trial (I-CAT) (Australia)

Presentasi Perkembangan web di IndonesiaPada kesempatan ini, sempat pula dipresentasikan perkemba-ngan website kesehatan di Indonesia seperti terlihat pada foto.

Asia Anti-aging, Nusa Dua Bali, 7-9 September 2007

Seminar Asia Anti-Aging ketiga yang diselenggarakan di Nusa Dua Beach Hotel, Bali, 7-9 September 2007, dihadiri oleh sekitar 200 peserta dari berbagai negara seperti Amerika, German, Jepang, India, Australia, Indonesia, Malaysia dll.. Tema dari kegiatan terse-but adalah �Connecting Science to Clinical Practice�.

Acara diawali dengan kata sambu-tan dan pemukulan gong oleh ketua panitia Asia Anti-Aging Prof. Dr. Wimpie Pangkahila, MD, SpAnd, FAACS. Dalam sambutannya be-liau menyampaikan bahwa konfe-rensi Asian Anti-Aging ini meru-pakan kali ketiga diadakan di Bali,

Indonesia. Serta terus dilaksanakan mengingat perkembangan anti-aging medicine sebagai ilmu baru di dunia kedokteran ternya-ta berkembang dengan sangat pesat. Selain itu saat ini berbagai dokter maupun praktisi kesehatan mulai marak berpraktek atau menggunakan produk anti-aging, yang dikhawatirkan adanya salah pandang, salah persepsi ataupun penggunaan produk anti aging yang tidak benar. Beliau berharap dari program ini mem-berikan informasi yang benar tentang anti-aging medicine.

Topik awal yang disampaikan berkenaan dengan anti-aging adalah dasar-dasar integatif Anti aging medicine serta aplikasi klinis berdasarkan evidence-based yang disampaikan oleh dr. Wimpie Pangkahila. Proses tua (aging) disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Untuk faktor inter-nal secara basic dibagi lagi menjadi dua kategori yaitu 1. Wear dan tear theory. 2. Program theory. Yang termasuk dalam wear & tear theory adalah kerusakan DNA, glikosilasi, radikal bebas dan inß amasi, sedangkan untuk program theory termasuk adalah rep-likasi sel, proses imun dan neuroendokrin. Untuk faktor ekster-nal proses aging meliputi diet yang tidak sehat, gaya hidup, ke-biasaan buruk, polusi dan stres. Aplikasi klinik tentang anti-aging saat ini berdasarkan evidence base antara lain adalah :1. Penggunaan vitamin C dan E untuk menjaga kesehatan arteri2. Aspirin dosis kecil untuk mengatsai stroke iskemik3. Androgen replacement therapy untuk meningkatkan fungsi sexual pada pria dengan hipogonadism4. Terapi testosteron untuk meningkatkan pertumbuhan penis pria dengan fungsi ereksi yang normal 5. Kombinasi PDE5 inhibitor dengan testosteron sebagai terapi terbaru pada ED6. Terapi testosteron untuk memperbaiki kerusakan vena pada pasien diabetik yang mengalami ED.7. Growth hormone replacement therapy untuk memperbaiki bentuk tubuh dan proÞ l lemak tanpa menimbulkan efek samping yang serius.8. Coenzym Q10 dapat memperlambat progres penyakit parkinson.9. Mengkonsumsi multivitamin dan mineral: selenium 100mcg, Zinc 20 mg dan vitamin 200 mg untuk membantu meningkat- kan sistem imun dan melindungi teradap paparan infeksi.

Kedepannya intervensi anti aging medicine lebih mengarah ke teknologi biomedical yaitu terapi stem sel, cloning, nanoteknologi. ArtiÞ cial organ dan nerve impulse continuity (brain/spinal cord).

Dr. Robert Goldman M.D, Ph.D, D.O, FAASP ketua American Aca-demy of Anti Aging Medicine (A4M) mengatakan bahwa kita harus mulai selangkah lebih maju dan mulai memikirkan tentang biomedi-cal. Teknologi baru akan merubah obat-obatan sama halnya seperti elektronik dan komputer yang juga dapat merubah hidup kita.

Dihari kedua dan ketiga adalah kegiatan workshop yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu workshop tentang hormon dan aging, dan kelompok lainnya adalah Þ rst line aesthetic medicine.

Dr. Michael Klentze MD, PhD, ABAAM menjelaskan tentang A4M Clinical Guidelines mengenai standard terbaru hormon

Page 49: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

328 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

replacement therapy untuk anti-aging yaitu Testosteron, GH, Melatonin dn T3-T4-TSH.

Testosteron kadarnya mengalami penurunan 0,82 ng/dL per ta-hun pada pria usia 40-70 tahun, sedangkan normal testosteron total adalah 200ng/dL (6,9 nmol/L) Sekresi testosteron pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan sore. Sehingga kadar yang menurun dari testosteron dapat menimbulkan terjadinya fraktur, otot lemah, peningkatan fat dll.

Untuk tindakan replacement Human Growth Hormon (HGH) harus dimulai dari dosis kecil kemudian baru ditingkatkan. Do-sis yang digunakan adalah 0,2 mg hingga 4 mg. Sebelum HGH replacement harus dilakukan pemerikasan lab terhadap testos-teron, estrogen, arginin, ornithin α dll.

Melatonin dibentuk dari triptopan dan bermanfaat untuk membuat serotonin. meningkat pada malam hari. Peningkatan melatonin akan menimbulkan rasa kantuk selain juga meningkakan kadar sex hormon yang ada pada tubuh, mencegah terjadinya cancer, peningkatan sistem imun. Injeksi melatonin akan terlihat hasilnya setelah 3-5 hari pemberian. Cara meningkatkan melatonin adalah pemberian suplemen, tidur, meditasi dan olahraga. Sedangkan faktor yang dapat menurunkan kadar melatonin adalah penggu-naan beta blocker, ca canal blocker, kafein dan tembakau.

Dr. Steven Joyal, MD mempresentasikan mengenai evidence-base medicine untuk memperoleh kesehatan yang optimum, pencegahan penyakit dan sebagai terapi saat sakit. Beliau menjelaskan menganai 10 nutrisi penting yang bermanfaat untuk kesehatan diantaranya yang dibahas adalah ubiquinol CoQ10, pomegranate, SOD (ekstrak melon), DHEA dll.

Pembicara dari Jepang dr. Sawoko Hibino MD, PhD menyam-paikan presentasinya mengenai Placental Growth Factor sebagai terapi anti aging. Beliau menyebutkan bahwa terapi mengguna-kan ekstrak plasenta bukan hal baru. Pengobatan tradisional Cina telah menggunakannya sekitar 4000 tahun yang lalu. Dahulu awalnya digunakan untuk menyembuhkan ulkus, chronic hepatic injuries. Namun selanjutnya dikembangangkan penggunaan ekstrak plasenta ini untuk menekan nyeri pada kondisi reumatoid artritis, dermatitis atopik dan neuralgia. HPE juga diketahui memi-liki aktiÞ tas sebagai anti-inß amasi, anti-sunburn, anti-pigmentasi, anti-mutagenesis, anti-anaÞ laxis dan anti-oksidatif.

Soo-hwa Kim dari Korea menyampaikan hasil penelitian ten-tang material baru untuk anti aging dan pemutih kulit dari ba-han herbal. Beliau menyampaikan bahwa material baru den-gan bahan dasar herbal tradisional dapat menghambat proses penuaan pada kulit in vitro. 5 ekstrak herbal tersebut adalah Tussilago farfara L, Rhus javanica Linne, Rhus verniciß ua, Sho-pora anguatifolia dan Pueraria thunbergiana yang memiliki tiga kali lipat aktiÞ tas anti-tirosinase dari arbutin. Tussilago farfara L menunjukkan lebih dari 30% menghambat aktiÞ tas elastisitas, sehingga disimpulkan herbal medicine memiliki kemampuan potensial menghambat proses penuaan dan memiliki efek pe-mutih bagi kulit, yang tentunya akan lebih aman penggunaan-nya dibandingkan dengan kosmetik berbahan dasar kimia.

Dr. Erik Alexander Richter, MD membawakan presentasi men-genai asam lemak esensial. Trigliserida terdiri dari CIS dan Trans fat. Juga tentang asam lemak omega 3, 6 dan 9. Opti-mum balance omega 6:3 adalah 2:1. Dan yang diharapkan un-tuk menjaga tubuh dalam kondisi sehat adalah apabila omega 6 dan lemak trans rendah.

Di hari terakhir topik yang dibahas beberapa pembicara adalah mengenai nutrisi, seperti dr. Michael Elstein, MD, ABAAM me-nyampaikan makalahnya tentang strategi untuk mengatur berat badan dengan kombinasi nutrisi-hormon, dr. James Bell PhD tentang anjuran olahraga untuk pasien obesitas, gejala metabo-lik, serta pasien dengan gangguan saluran napas dan kardio-vaskular. ( MML )

Simposium Atopiclair pada PIT X PERDOSKI, 2-4 Agustus 2007

Kalbe.co.id - Pada tanggal 2-4 Agustus 2007 di Hotel Shangri-La Surabaya telah berlangsung satu event tingkat nasional yaitu PIT X PERDOSKI (Perhimpu-

nan Dokter Spesialis Kulit & Kelamin Indonesia) yang diketuai oleh dr. Lukman Hakim, SpKK. PIT X PERDOSKI ini mengam-bil tema �Penyakit Kulit Akibat Kerja� untuk menuju pelayanan penyakit kulit akibat kerja dan dermatitis kontak yang bermutu guna meningkatkan kualitas hi-dup. Acara ini diikuti sekitar 500 dokter spesialis dan residen kulit dan kelamin dari seluruh Indo-nesia. Tak mau ketinggalan, PT Kalbe Farma turut berpartisi-pasi dalam acara tersebut. Selain dalam bentuk stand pameran selama acara berlangsung, pada tanggal 3 Agustus 2007, PT Kalbe Farma juga berpartisipasi dalam salah satu simposium satelit dengan topik Breakthrough on Non Steroid Treatment for Dermatitis.

Bali Orthodontic Conference and Exhibition, 9 - 11 Agustus 2007

Kalbe.co.id - Bertempat di Hard Rock Hotel Bali, Ikatan Ortodonti Indonesia (IKORTI) kembali mengadakan kon-ferensi untuk kedua kalinya. Acara ini berlangsung dari tanggal 9 hingga 11 Agustus 2007, diikuti lebih dari 400 dokter gigi baik spesialis ortodonsi,

residen maupun dokter gigi umum yang berminat pada bidang orthodonsi. Pada kesempatan itu, turut juga diperkenalkan produk herbal baru Kalbe Farma, Aloclair, pengobatan bagi mereka yang bermasalah dengan gusi.

The 6th Annual Dies Natalis Faculty of Medicine Universitas Pelita Harapan. 1 September 2007

Kalbe.co.id - Ratusan un-dangan yang terdiri dari mahasiswa/siswi, dosen dan dokter undangan lain-nya hadir mendengarkan presentasi dari dr Boenya-

min Setiawan PhD mengenai The Potential Clinical Applications of Stem Cells. Dalam pemaparannya pakar Stem Cell Indone-sia tersebut menyebutkan bahwa dalam tubuh manusia, tanpa kita sadari ada sekitar 100 trilyun sel. Sel-sel yang mengandung DNA dalam inti sel ini diberi kehidupan oleh darah melalui pem-buluh darah. Betapa pentingnya peran pembuluh darah terse-but, sehingga ada teori yang mengatakan bahwa kehidupan mahluk hidup itu tergantung dari bekerja atau tidaknya sel-sel pembuluh darah alias Endothelial Progenitor Cells (EPC).

Page 50: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 329

2007 di Jakarta Convention Center tersebut di-resmikan oleh Menkes RI, Fadilah Supari yang saat memberikan pidatonya, banyak melakukan autokritik terhadap pelayanan rumah-rumah sakit di Indonesia.

Seminar Nasional PERKAPI, Aula FK UI Salemba Jakarta, 6 September 2007

Kalbe.co.id - Dengan dihadiri oleh dokter umum dan spesialis peminat Anti Aging Medicine, telah diselenggarakan de-ngan sukses acara Seminar Nasional PERKA-PI (Perhimpunan Kedokteran Anti Pen-uaan Indonesia). Seminar yang bertajuk �State of the Art in Anti Aging Process -

Focused on Prevention and Treatment� menghadirkan pakar anti aging medicine dalam dan luar negeri. Yang istimewa, turut ha-dir pula salah satu penggagas istilah Anti Aging Medicine yaitu Robert Goldman, MD, PhD, FAASP, DO, FAOASM. Tampil dari dalam negeri, pakar seperti: Prof DR Dr Heru Sundaru, SpPD, KAI, Prof. DR Dr Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS, Prof Dr Waluyo Soerjodibroto, PhD, SpGK (K), Prof DR Dr Ichrams-jah Azim Rachman, SpOG(K) dan Dr Retno Iswari Tranggono, SpKK. Acara yang berakreditasi ini dibuka oleh Dr Heri Ami-nudin SpBS dari PB IDI (Ikatan Dokter Indonesia). (dalam foto tampak ki-ka: Wimpie, Robert, Kisjanto, Suharto)

Dewi Gita menjadi Duta baru kampanye �BANTU CEGAH KANKER SERVIKS�

Kalbe.co.id - Bertempat di hotel Shangri-La, Jakarta, pada tang-gal 19 September 2007, diada-kan perkenalan Dewi Gita sebagai duta baru kampanye �Bantu Cegah Kanker Serviks�. Kesediaan Dewi

Gita untuk berbagi pengetahuan, pengalaman dan empatinya tentang kasus kanker serviks atas dasar pengalamannya dalam keluarga akan menjadi referensi yang tidak ternilai bagi perem-puan Indonesia. Kampanye kesadaran tentang kanker serviks terus berlanjut. Yayasan Kanker Indonesia (YKI) mendukung kegiatan kampanye termasuk penunjukan Dewi Gita sebagai duta kampanye �Bantu Cegah Kanker Serviks!�, mendampingi Ira Wibowo, Annisa Pohan dan Chika Putri Bagaskara yang telah aktif menyuarakan bahaya kanker serviks, upaya pence-gahan dan pendeteksiannya sejak bulan April 2007 lalu.

Congres ECCO ke-14, Barcelona, Spanyol, 23-27 September 2007

Kalbe.co.id - Kongres ECCO (The Eu-ropean Cancer Conference) ke-14 yang berlangsung dari tanggal 23-27 Sep-tember 20007 di Barcelona dihadiri oleh lebih dari 12.000 peserta dari beberapa negara. Kongres terbesar di Eropa ini melibatkan forum multidisiplin onkologi, mendiskusikan penelitian dan manaje-

men kanker, difokuskan untuk mentranlasikan pengetahuan ke-dokteran onkologi dan hasil penelitian pada praktik klinis.

Laporan lengkap dari pelbagai simposium di atas (dalam Ba-hasa Indonesia/English), bisa diakses pada http://www.kalbe.co.id/seminar.

Workshop kanker serviks, Hotel Crown Plaza Ja-karta, 6 September 2007

Kalbe.co.id - Workshop mengenai kanker serviks dan pencegahannya dilaksanakan di Hotel Crown Plaza 6 September 2007 mengundang sekitar 15 wartawan dari berbagai media; menghadirkan pembicara Dr.

Nugroho Kampono, Sp.OG (K) yang mempresentasikan men-genai kanker serviks, Dr. Iris Rengganis, SpPD-KAI mengenai nilai dari vaksin dan vaksin kanker serviks. Kanker serviks atau kanker leher lahir adalah penyakit akibat tumbuhnya sel ab-normal dalam serviks secara tidak terkendali, kanker serviks di Indonesia merupakan salah satu kanker tersering pada wanita yaitu 34,4 %; dan 70 % pasien datang dalam stadium lanjut.

11th Congress of EFNS Brussels, 25-28 Agustus 2007

Kalbe.co.id - Baru-baru ini telah terselenggara kongres tahunan bagi perkumpulan dokter-dokter neurologi di seluruh Eropa untuk membicarakan berbagai perkem-bangan penyakit, diagnosis serta penata-laksanaan terapi baik yang sudah ada ataupun kecenderungan terapi yang akan datang di bidang neurologi. Kongres EFNS ke-11

di Brussel, Belgia dihadiri kurang lebih 3000 dokter di seluruh dunia termasuk di antaranya sekitar 150 dokter dari Indonesia yang berkecimpung di bidang neurologi.

Pengendalian Kolesterol pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik (PGK), RS Pluit, 25 Agustus 2007

Kalbe.co.id - Kolesterol merupakan salah satu komponen lemak. Seperti kita ketahui, lemak merupakan salah satu zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh di samping zat gizi lain se- perti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Namun jika kolesterol dalam

tubuh berlebih akan menyebabkan terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah. Dalam rangka memperingati HUT RS. Pluit yang ke-11, IKCC bekerjasama dengan RS.Pluit pada hari Sabtu, 25 Agustus 2007 mengadakan seminar awam menge-nai pengendalian kolesterol pada penderita PGK. Dalam foto tampak, Bpk Waluyo pasien GGT sedang berbagi pengalaman menyemangati rekan-rekannya.

Seminar Nasional VIII PERSI & Hospital EXPO XX, Jakarta 5 - 8 September 2007

Kalbe.co.id - Itulah kalau Menkes seorang perempuan, canda Men-kes saat memberikan sambutan pada acara akbar �Seminar Nasional VIII PERSI & Hospital EXPO XX serta Seminar Tahunan I Patient Safety�. Karena perempuan senang memper-hatikan hingga hal yang kecil-kecil.

Acara yang diselenggarakan dari tanggal 5 hingga 8 September

Page 51: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

330 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

Dr. Retno Iswari Trang-gono, SpKK : Pelopor Medicated Cosmetic Indonesia

Oleh Ari Satriyo Wibowo

Hidup dr. Retno Iswari Tranggono, SpKK tampaknya sudah digariskan untuk menjaga tradisi kosmetika yang aman bagi bangsa Indonesia. Ketika pada 1970-an Indonesia diban-jiri produk-produk kosmetik dari China, Taiwan dan Thailand, sebagai dokter ia melihat produk-produk itu meracuni banyak orang. Ia pun melapor ke Departmen Kesehatan. Ia mengkritik mengapa komposisi produk tidak dicantumkan dalam kemasan. Setahun kemudian setelah diteliti di ITB dan Batan ternyata produk-produk tersebut mengandung merkuri yang berbahaya untuk otak, ginjal dan hati.

Dr. Retno pun sering menyaksikan bahwa kosmetik yang dipakai bukanlah untuk mempercantik wajah melainkan meru-sak kulit pasiennya. Hal ini disebabkan oleh ketidakpahaman produsen saat itu pada kaidah-kaidah kesehatan dan lingku- ngan alam serta ketidaktahuan masyarakat pada umumnya.

Berangkat dari kondisi tersebut dr. Retno terpanggil untuk me-ngatasi masalah tersebut melalui tiga cara. Pertama, membuat kosmetik yang sesuai dengan kulit tropis Asia, yang kemudian menjadi inspirasi lahirnya perusahaan Ristra yang dimilikinya. Kedua, mengabdi ke berbagai lembaga pemerintahan untuk membenahi tata kosmetik di Indonesia. Ketiga, mendorong ke-sadaran masyarakat Indonesia untuk memahami kecantikan ilmiah jangka panjang.

Kecintaannya pada dunia kecantikan itulah yang membuat dr. Retno langsung berjuang untuk mendirikan jurusan yang khu-sus menangani masalah kosmetik dan kecantikan usai lulus dari program spesialis pada 1968. Beruntung, ia memperoleh dukungan dari Kepala Bagian Kulit dan Kelamin, Prof. Dr. M . Djoewari. �Kalau kamu yakin ilmu itu diminati oleh para dok-ter dan masyarakat juga membutuhkan, dirikan bagian itu,� ujar bosnya itu memberikan semangat kepada dr. Retno.

Akhirnya, 1 April 1970, Sub Bagian Kosmetik dan Bedah Ku-lit (sekarang disebut Kosmeto-Dermatologi) diresmikan dan dr. Retno diangkat sebagai kepalanya. Diubahnya paradigma se-hingga penekanan yang semula pada bagian kulit dan kelamin beralih ke kulit dan kosmetik. Serta merta kemudian jurusan itu menjadi jurusan favorit. Sebab mulai saat itu banyak pasien yang membutuhkan perawatan estetik yang kemudian mendo-rong banyak dokter menekuni bidang tersebut.

Padahal, sebelum dr. Retno menciptakan terobosan itu jurusan kulit dan kelamin bukanlah termasuk jurusan yang �luhur� dan �lahan basah�. Dokter kulit dan kelamin di masa itu malahan lazim dinobatkan sebagai �dokter kere�. �Para dokter enggan masuk

ke jurusan itu karena ada embel-embel kelaminnya. Maka keti-ka saya masuk ke jurusan itu saya pun diterima dengan tangan terbuka. Pada waktu itu yang wanita hanya 3 orang, termasuk saya, � ujar dokter kelahiran Jakarta, 17 November 1939 itu.

Setelah cukup lama berpraktik sebagai dermatolog, semakin jelas bagi dr. Retno bahwa terapi perawatan kulit yang selama ini diterapkan di Indonesia menimbulkan masalah. Selain pola terapi berdasarkan pengetahuan warisan zaman kolonial, dunia farmasi juga belum menunjang. Produk obat tidak banyak terse-dia. Kalau pun ada, produk impor itu belum tentu cocok dengan kulit wanita tropis. Pendeknya malah menimbulkan masalah. Obat jerawat yang tersedia sama sekali tidak ampuh.

�Di situ saya bertanya bagaimana cara mereka membersihkan muka. Mereka tak pernah mengenal sabun untuk membersihkan muka karena dilarang oleh para beautician. Sedangkan bila pergi ke dokter diminta menghentikan pemakaian kosmetik dan disuruh pergi ke salon,� ujar wanita yang dikaruniai 3 anak dan 6 cucu itu.

Di salon pun praktiknya juga salah. Di sana tidak boleh meng-gunakan sabun. �Karena itu ajaran Belanda untuk iklimnya yang dingin dan kering. Jadi muka tidak boleh dibasuh tetapi malahan diberi minyak. Di alam tropis kalau diberi minyak dan ditutup bedak maka jerawat muncul dengan meriah,� dr. Retno menambahkan.

Menurut Retno ada 4 faktor yang mempengaruhi hasil pe-makaian kosmetik pada kulit yang akan memberikan hasil posi-tif yang menguntungkan kulit atau hasil negatif yang merugikan kulit. Keempat faktor itu adalah faktor manusia, faktor kosmetik, faktor lingkungan dan interaksi ketiga faktor tersebut. Pengeta-huan ini dinamakan dr. Retno sebagai The Science of Beauty.

Faktor manusia, misalnya, berupa perbedaan ras warna kulit Asia yang coklat dan Eropa (Kaukasia) yang putih serta pan-dangan mengenai kecantikan (aesthetic behaviour) yang berbe-da menyebabkan efek kosmetik yang berbeda pula. Kurangnya pengetahuan akan seluk beluk kosmetik dapat menimbulkan kesalahan dalam pemakaian kosmetik.

Faktor kosmetik, misalnya, bahan baku tidak berkualitas tinggi, formulasi tidak sesuai dengan jenis kulit dan lingkungan dan prosedur pembuatan yang tidak canggih dan higienis dapat me-nimbulkan iritasi, alergi, jerawat dan bersifat racun pada kulit.

Sedangkan yang ketiga adalah faktor lingkungan. Di negara-negara tropis seperti Indonesia, kondisi matahari yang bersinar terik praktis sepanjang hari sepanjang tahun menyebabkan kulit lebih berkeringat dan berminyak. Karena itu, jika kosme-tik pelembab (moisturizer) yang lengket berminyak untuk kulit orang Eropa yang kering di iklim musim dingin digunakan oleh orang Asia, kosmetik ini dapat merangsang terjadinya jerawat (acnegenic). Begitu pula tabir surya yang mengandung PABA (Para Amino Benzoic Acid) yang populer untuk mencoklatkan kulit di Eropa, di Indonesia tidak disukai karena PABA bersifat photosensitizer jika terkena sinar matahari terik.

Adapun faktor keempat adalah interaksi dari ketiga faktor terse-but yakni manusia, kosmetik dan lingkungan.

Ketika remaja dulu Retno pernah terganggu masalah jerawat. Begitu juga ketika menjadi mahasiswi tingkat awal FKUI se-hingga sempat memperoleh julukan �janda bopeng�. Oleh kare-na itu, ketika menjadi staf pengajar di FKUI dr. Retno pun me-nyiapkan disertasi meraih gelar doktor dengan tema jerawat. �Kasus sudah saya kumpulkan, � ujar wanita yang tampak awet muda di usianya yang ke-68.

Tetapi, pada 1983 Retno seolah tiba di persimpangan jalan

Qspgjm

Page 52: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 331

yakni memilih apakah meneruskan pengajaran untuk meraih jenjang doktor sekaligus profesor ataukah terjun ke dunia in-dustri untuk membuat kosmetika yang dapat dipertanggung-jawabkan dan bermanfaat bagi masyarakat banyak. �So I have to choose,� ungkapnya dalam bahasa Inggris.

Retno bersama sang suami dr. Suharto Tranggono,SpKJ,SpKP, seorang psikiater di TNI Angkatan Udara akhirnya memilih membangun usaha. Bisnisnya yang kini berkibar di bawah ben-dera PT Ristra Indolab berawal dari sebuah garasi rumahnya di kompleks AU Jl. Rajawali Selatan, Jakarta.

Kelak, saat PT Ristra Indolab berkembang pesat Retno pun me-mimpin sendiri kegiatan R&D di perusahaannya. Hasilnya antara lain berupa temuan tentang konsep pH Balanced dan Radical Protection Factor (RPF) yang sudah diakui dunia internasional.

Sekalipun terjun ke dunia bisnis dr. Retno merasa tidak menjadi dokter yang berdagang. Ia masuk ke industri karena idealisme sebagai seorang dokter yang resah melihat banyaknya orang yang mengalami kerusakan kulit ketika salah menggunakan kosmetika. Jelas, Retno lebih tepat disebut sebagai scholar sci-entist --- ilmuwan kedokteran yang mendidik.

Bila Retno memanipulasi profesinya semata-mata demi tujuan ekonomi, maka mustahil senantiasa ada utusan dokter kulit lain-nya yang belajar kosmetologi kepadanya. Seperti waktu itu, utu-san Prof. Dr. Sukandar, Kepala Bagian Penyakit Kulit Universi-tas Diponegoro Semarang mengirim dokter dan stafnya.

Demikian pula yang dilakukan Prof. Ibni Ilyas, Kepala Bagian Ilmu Penyakit Kulit Universitas Airlangga Surabaya, yang me-ngagumi dan mengakui perlunya subbagian kosmetologi di bagian ilmu penyakit kulit. Tak ketinggalan Profesor Agusni, Kepala Bagian Ilmu Penyakit Kulit Universitas Padjadjaran Bandung juga ingin mengembangkan sub bagian yang sama.

Mengingat kosmeto dermatologi saat ini lebih mengarah kepada kecantikan instan maka agar kosmeto dermatoogi tidak terlalu menyeleweng maka dr. Retno pun berinisiatif mendirikan Ristra Institute of Skin Health and Beauty Science pada 2006. Siapa yang dapat belajar di sana? Mereka adalah para dokter dan tenaga medis di bidang kecantikan. �Mereka selama satu ming-gu diajari dasar-dasar kosmetik medis yang harus dimengerti supaya tidak terbius dengan cara yang cepat, instan dan dapat duit banyak,� katanya.

Menurut dr. Retno praktik kecantikan instan dapat membuat kulit ter-kena radikal bebas dari sinar matahari yang akan memicu kanker. Kanker tersebut berpotensi menyerang seluruh tubuh. �Selain itu kulit akan menjadi jelek daripada sebelumnya,� ia menambahkan.

Seluruh pengetahuannya tentang kulit dan kosmetik kini telah dituangkan dalam bentuk buku. Bulan Agustus lalu, bertem-pat di Toko Buku Kinokuniya, Sogo, Plaza Senayan, Jakarta dr. Retno Tranggono meluncurkan buku �Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik� yang ditulisnya bersama dra. Fatima Latifah, Apt. � Ini buku masterpiece saya, � ujarnya dengan bangga.

Buku tersebut memaparkan dengan lengkap jenis-jenis kosme-tik, seluk beluk anatomi dan Þ siologi kulit, cara memproduksi kosmetik, tes keamanan dan kontrol mutu kosmetik, termasuk sejarah kosmetik. Barangkali inilah buku ilmu pengetahuan kosmetik terlengkap pertama dalam bahasa Indonesia yang memadukan unsur kedokteran kulit dan teknologi kosmetika (farmasi) sesuai latar belakang kedua penulisnya.

Ditanya mengenai idealismenya dr. Retno menjawab,� Saya in-gin orang Indonesia itu kulitnya bersih dan sehat. Jangan cantik yang instan melainkan cantik yang long lasting.� ***

Yth. Redaksi CDK

Bagaimana polikistik ovary sindrom mempengaruhi resis-tensi insulin?

Terima kasih.

WellyBanjarmasinE-mail : [email protected]

Jawaban :

Sindroma ovarium polikistik (PCOS = Polycystic ovary syndrome) adalah salah satu penyakit endokrin yang umum dijumpai pada wanita usia reproduksi. PCOS di-alami oleh 5% - 10% wanita usia reproduksi. Penyakit ini sudah ada sejak lahir namun tidak menimbulkan gejala sampai wanita tersebut memasuki usia reproduksi. Wani-ta yang mengalami PCOS mengalami periode mens-truasi yang tidak teratur dan dapat berkembang menjadi amenorea (tidak mengalami menstruasi). Wanita dengan PCOS cenderung memiliki tekanan darah tinggi, obesitas (terutama obesitas sentral yaitu disekitar perut bagian ten-gah), jerawat di wajah, hirsutisme (penumbuhan rambut di wajah dan tubuh), dan penipisan rambut kepala. Wani-ta yang memiliki PCOS juga terjadi resistensi insulin yang mengarah terjadinya diabetes melitus tipe-2. Peningka-tan kadar insulin ini disebabkan oleh terjadinya resistensi insulin yang pada akhirnya menyebabkan pengeluaran hormon androgen dari ovarium dan kelenjar adenal.

Sebagian besar pasien PCOS memiliki obesitas. Jika dibandingkan dengan wanita dengan PCOS dengan berat badan normal, mereka lebih cenderung mengalami hiper-androgenisme, resistensi insulin, dan juga memiliki proÞ l lemak yang bersifat aterogenik. Obesitas dapat memper-buruk terjadinya resistensi insulin pada wanita dengan PCOS. Kelebihan androgen sebaliknya juga menyebab-kan penumpukan lemak tubuh yang dapat menambah terjadinya resistensi insulin.

Terima kasih,Redaksi

korespondensi

Page 53: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

332 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

Indeks Karangan Cermin Dunia Kedokteran Tahun 2007

VOL. 34 NO. 1/154: KESEHATAN KERJA

English SummarySri Sugihati Slamet - Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di LaboratoriumSudi Astono - Urgensi Berdirinya Rumah Sakit Pekerja di Indonesia Fikry Effendi - Ergonomi Bagi Pekerja Sektor InformalBambang Gunawan, Sumadiono - Stres dan Sistem Imun Tubuh : Suatu Pendekatan Psikoneuro-imunologi Zubaidah Alatas - Efek Kesehatan Pajanan Radiasi Dosis RendahAgus Sjahrurachman - Antraks Nendyah Roestijawati - Sindrom Dry Eye pada Pengguna Visual Display Terminal (VDT) Hartono - Pengaruh Perbedaan Intensitas Kebisingan terhadap Sindrom Dispepsia pada Tenaga Kerja PT. Kusumahadi Santosa KaranganyarRizaldy Pinzon - Mielopati Servikal Traumatika : Telaah Pustaka TerkiniAryawan Wichaksana - Miliaria akibat Kerja Rafael Gunawan - Aplikasi Stem Cell pada Stroke Iskemik Kapsul : Toksin dalam Makanan Laut Informatika Kedokteran : Konferensi ke-5 Asia Pacific Association of Medical Informatics (APAMI), Taipei, Taiwan 27-30 Oktober 2006 Laporan Kegiatan Ilmiah bulan September - November 2006

Abstrak Alergi Zn Lancet 2005;366:1050 ASCOT-BPLA Lancet 2005;366::895-906 Suplementasi Seng (Zn) Lancet 2005;366:999-1004 Mortalitas Pasien HIV Lancet 2006;367:817-24

4579

13172429

3539434651

5253

55555555

VOL. 34 NO. 2/155: THT

English Summary Tolkha Amarudin, Anton Christanto - Kajian Manfaat Tonsilektomi Delfitri Munir, Beny Kurnia - Pola Kuman Aerob Penyebab Sinusitis Maksila Kronis Retno Gitawati, Ani Isnawati - Pola Sensitivitas Kuman dari Isolat Hasil Usap Tenggorok Penderita Tonsilo-Faringitis Akut di Puskesmas Jakarta Pusat terhadap Beberapa Antimikroba Betalaktam Kristiawan AR, Jogjahartono, Pujo Widodo - Pola Sebaran Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotika Sekret Telinga Tengah Penderita Mastoiditis Akut di RS Dr Kariadi Semarang 2004 – 2005Anton Christanto, Soepomo Soekardono, Agus Surono, dkk. - Pendekatan Molekuler (RISA) untuk Membedakan Spesies Bakteri Otitis Media Supuratif Kronik Benigna Aktif Farokah, Suprihati, Slamet Suyitno - Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang Hamsu Kadriyan - Aspek Fisiologis dan Biomekanis Kelelahan Bersuara serta Penatalaksanaannya Adi Nolodewo, Yuslam, Muyassaroh - Paparan Formaldehid sebagai Faktor Risiko Kanker Nasofaring - Kajian pada Penderita Karsinoma Nasofaring di RS. Dr. Kariadi SemarangWilly Yusmawan, Amriyatun - Hubungan antara Densitas Mikrovaskuler dengan Respon Klinik Penderita Karsinoma Nasofaring WHO 2 dan WHO 3 terhadap Terapi RadiasiHari Basuki, Dwi Prijatmoko - Perubahan Komposisi Tubuh, Tekanan Darah dan Plasma Kolesterol Sebelum dan Sesudah 20 Hari Puasa pada Bulan Ramadhan - Studi pada Mahasiswa FKG Universitas Jember, 2005 Informatika Kedokteran : Alternatif Pengembangan Software Aplikasi Sistem di Institusi Rumah Sakit Kapsul : Karakteristik Nyeri Kepala pada Tumor Otak Laporan Kegiatan Ilmiah bulan Desember 2006 – Februari 2007

Abstrak WHO Monica Study Lancet Neurol. 2005; 4: 64-8 Anjuran Pengobatan Batu Saluran Kemih Berdasarkan (Dugaan) Penyebab Lancet 2006; 367: 340

606169

7377

81

87

93

96

100

104 107 109 110

111 111

Page 54: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 333

VOL. 34 NO. 3/156 DEPRESI

English Summary Suzy Yusna Dewi, Danardi, Suryo Dharmono, dkk. - Faktor Risiko yang Berperan terhadap Terjadinya Depresi pada Pasien Geriatri yang Dirawat di RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Peony Suprianto, Lukas Mangindaan, Irawati Marsubrin Ismail, Iwan Ariawan - Hubungan antara Gangguan Depresi Ibu dengan Gangguan Mental Anaknya yang Berusia 12-47 Bulan dan Menderita Talasemia. M. Faisal Idrus - Depresi pada Penyakit Parkinson. Ashwin Kandouw, JES Kandouw, Sylvia Detria Elvira, Iwan Ariawan - Proporsi Gangguan Depresi pada Penyalahguna Zat yang Menjalani Rehabilitasi di RS Marzoeki Mahdi. Hervita Diatri - Dampak Medis dan Psikososial Penyalahgunaan Inhalan. Nurmiati Amir - Diagnosis dan Penggunaan Psikofarmaka pada Fobia Sosial. Rizaldy Pinzon - Peran Dopamin pada Gangguan Spektrum Autistik. Informatika Kedokteran : Penyamaan Pengertian terhadap Suatu Istilah. Laporan Kegiatan Ilmiah bulan Maret 2007 Kapsul : Pedoman penanganan flu burung dari WHO.

AbstrakRisiko Aneurisma Pecah Lancet Neurol. 2005; 4: 122-28 Risiko Trombosis selama perjalanan udara Lancet 2006; 367:832-38 Normotensi dan Stroke Stroke 2005; 36:234-8

116

117

124 130

136 143 149 158 163 164 166

167 167 167

VOL. 34 NO. 4/157 : NEUROLOGI

English Summary Edi Sugiyanto - Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskuler. N. Venketasubramanian, Myrna Justina - Imaging in Ischemic Stroke – State of the Art. Kiki MK Samsi - Ensefalitis/Ensefalopati akibat Flu Burung (Infeksi Virus Influenza Tipe A). Rizaldy Pinzon - Dampak Epilepsi pada Aspek Kehidupan Penyandanganya. Nurmiati Amir - Gangguan Tidur pada Lanjut Usia – Diagnosis dan Penatalaksanaan. Lili Indrawati, Mila Maidarti, Masfar Salim - Efek Episode Kantuk di Siang Hari Obat-obat Antiparkinson pada Pasien Parkinson’s Disease.Andria Agusta, Yuliasri Jamal - Komponen Tumbuhan Narkotik. Maria Teresa Wijaya, Ferry Sandra - Proses dalam Umbilical Cord Blood Banking.Laporan Kegiatan Ilmiah bulan April - Mei 2007 Kapsul : Rekomendasi Penanganan Stroke Perdarahan Intraserebral.

172 173 181 186 192 196

207 211 217 221 223

VOL. 34 NO. 5/158 : KEBIDANAN

English Summary Gede Alit Wardana, Made Kornia Karkata - Faktor Risiko Plasenta Previa Suyono, Lulu, Gita, Harum, Endang - Hubungan antara Umur Ibu Hamil dengan Frekuensi Solusio Plasenta di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Ketut Suwiyoga, AA Raka Budayasa - Peran Korioamnionitis Klinik, Lama Ketuban Pecah, dan Jumlah Periksa Dalam pada Ketuban Pecah Dini Kehamilan Aterm terhadap Insiden Sepsis Neonatorum Dini. Made Kornia Karkata - Pro-kontra Penanganan Aktif Eklampsia dengan Seksio Sesarea. Juliani Dewi, Ati Rastini - Fetal Fibronectin sebagai Prediktor Partus Prematurus Rukmini, LK. Wiludjeng - Gambaran Penyebab Kematian Maternal di Rumah Sakit (Studi di RSUD Pesisir Selatan, RSUD Padang Pariaman, RSUD Sikka, RSUD Larantuka dan RSUD Serang, 2005) Eddy Suparman , A. Suryawan - Karakteristik Kehamilan Ektopik Terganggu di Rumah Sakit Umum Pusat Manado 1 January 2000 – 31 Desember 2001 Saut HH. Nababan, Adrian P. Purba, Frisca, Nurul Aini, dkk. - Peranan Endothelial Progenitor Cell dalam Neovaskularisasi.

Berita TerkiniAntidepresan berkaitan dengan keropos tulang (Archives of Internal Medicine edisi 25 Juni 2007).Antibodi manusia yang menetralkan virus SARS hewan dan manusia berhasil diidentifikasi (Proceedings of the

228 229

233

239 242 245

249

255

257

260

Page 55: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

334 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

National Academy of Sciences 2 July 2007).Endometriosis meningkatkan risiko kanker? (BBC News, 3 Juli 2007)Fruktosa meningkatkan faktor risiko penyakit jantung dan berat badan (Web MD Medical News, 25 Juni 2007).Anak-anak dari orang tua perokok mempunyai kadar nikotin lima kali lebih tinggi (Archives in Childhood 2007 online).Echinacea dapat mencegah masuk angin (Lancet Infectious Disease 2007;7;473-80). Flavonoid dalam jus jeruk menyehatkan (Diabetes Care Juni 2007).Tempat teratas sumber bakteri di rumah (Web MD Medical News, 25 Juni 2007).Toksin Botulinum meningkatkan plastisitas anak-anak Cerebral Palsy (Pediatrics edisi Juli 2007).Guideline Alergic Rhinitis and Its Impact on Asthma (ARIA) baru (www.whiar.org)Guideline manajemen Community-Acquired Pneumonia – update 2007 (Mandell LA et. al. Clin. Infect. Dis. 2007;44(Suppl 2):S27-72)

Informatika Kedokteran : Peranan Teknologi Informasi Guna Menunjang Profesionalisme Hubungan Institusi Medis dengan Pasien Kapsul : Dietary recommendation for older people Laporan Kegiatan Ilmiah bulan Juni – Juli 2007

261 262 263

264 265 266 267 268 269

270

271

273 274

VOL. 34 NO. 6/159 English Summary Dwi Prijatmoko - Indek Glisemik 1 Jam Postprandial Bahan Makanan Pokok Jenis Nasi, Jagung, dan Kentang Sonny Chandra, Nurmiati Amir, Ika Widyawati - Hubungan antara Obesitas dengan Psikopatologi pada Siswa SMU di Jakarta Selatan Sylvia D. Elvira - Penanganan Psikologik pada Obesitas Kadek Suarca, IKG Suandi - Hubungan antara Total Lemak Tubuh dengan Profil Lipid pada Anak Obes di SD Denpasar Muhammad Riza, Endang Dewi Lestari, Suci Murtikarini, dkk. - Prevalensi dan Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Psikososial pada Anak Obes Usia Sekolah Dasar di Kotamadya Surakarta Dwi Hidayah, Endang Dewi Lestari, Suci Murtikarini, dkk. - Kematangan Sosial pada Anak dengan Obesitas di Sekolah Dasar Bromantakan Surakarta Harry Murti, Arief Boediono, Boenjamin Setiawan, dkk. � Regulasi Siklus Sel : Kunci Sukses Somatic Cell Nuclear Transfer Berita Terkini Pengaruh nutrisi terhadap jerawat (Hapworth W.E. Meaning of glycemix index and glycemic load. http://www.treatmentonline.com)Konsumsi coklat hitam menurunkan tekanan darah (Dark chocolate lowers blood pressure. http://www.news-medical.net/?id=27158)Makanan organik �lebih baik� ? (Journal of Agricultural and Food Chemistry 23 Juni 2007) Merokok, rendahnya tingkat pendidikan dan toleransi glukosa meningkatkan risiko rheumatoid arthritis (EULAR 2007, the Annual Congress of Rhematology) Tes lemak perut Anda (Cell Metabolism Juli 2007) Pendekatan baru penanganan anemia (Journal of Clinical Investigation, edisi online Juli 2007) Memprediksi bahaya pandemi flu burung (http://www.informs.org/article.php?id=1309)FDA bergeming dengan laporan aspartam menyebabkan kanker (FDA News-Reuters 2007) Statin masih aman dan bermanfaat pada pasien dengan kadar kolesterol sangat rendah (Circulation ‘07; 116: 613-82) Laporan Kegiatan Ilmiah bulan Agustus ù Oktober 2007 Profil : Dr. Retno Iswari Tranggono, SpKK - Pelopor Medicated Cosmetic Indonesia Indeks Karangan Cermin Dunia Kedokteran Tahun 2007

284 285

289 296

299

304

307

312

317

318

319 320

321 322 323 324 325

326 330 332

Page 56: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007 335

Simposium & Workshop Adolescent Health I! 1 � 3 November 2007 !"Gran Melia Hotel, Jakarta!"Kebidanan dan Kandungan, bidan, residen! ABA Production Jl. Kimia No. 5 Jakarta Pusat! 021-392 8721, 319 24404# 021-391 5041

Konkernas VII IRA 2007! 15 � 17 November 2007!"Hotel Clarion, Makassar!"Rematolog, penyakit dalam, dokter umum! RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 12

Makasar - Poliklinik Rematologi Pintu A3@ [email protected], [email protected]! 0411-6116373# 0411-586533

Quantum Nutrition 2007! 16 � 18 November 2007!"Hotel Crowne Plaza, Jakarta!"Spesialis Gizi Klinis, Internis, ahli gizi, dokter umum! Geoconvex Jl. Kebon Sirih Timur 4 Jakarta Pusat (10340) Indone-

sia@ [email protected] ! 021 3149318 / 3149319 / 2305835# 021 3153392#" Jery Londa - mobile phone: 0812.858 6775 / 0811.882080

Pelatihan Fit for Work! 20 � 21 November 2007 !"Hotel Harris, Jakarta!"dokter perusahaan! Yayasan Sudjoko Kuswadji - Konsultasi dan Pelatihan Jl. Puyuh Timur III EG3 No 1 Bintaro Jaya Sektor V Jurang Mangu

Timur Tangerang 15222 Indonesia@ [email protected]! 021 734 3651# 021 735 8966#" Naila KHAIRIYAH, Sri WIDIAWATI

Stroke and Neuroimaging Update 2007, PIN II PDSNI, PN II PERDOSSI

! 21 � 24 November 2007!"Hotel Clarion, Makassar!"Neurologi, spesialis, dokter umum, paramedis! Panitia PIN II PDSNI & PN II Stroke & PN II Neuroimaging PER-

DOSSI SMF IPD FK-UNHAS/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Jl. Perintis Ke-

merdekaan Km. 11 Makasar 90245@ [email protected]! 0411-585560, 582837# 0411-582837

Jakarta Diabetes Meeting (JDM) 2007 & the 9th Symposium Molecular Diabetology in Asia

! 24 � 25 November 2007!"Mercure Convention Center Ancol, Jakarta!"endocrinologist, internis, dokter umum! Division of Endocrinology and Metabolism Department of Internal

Medicine FKUI � RSCM Jl. Salemba 6, Jakarta

calendarNOV-DES�07

@ [email protected] or [email protected]! 021-390 7703; 310 0075# 021-392 8658-59

1st Teaching Hospital Expo & ITHA National Seminar and Workshop 2007

! 28 � 30 November 2007!"Hotel Discovery, Bali!"Direksi dan staf RS, peminat perumahsakitan! Ikatan Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (IRSPI) RS Kanker

Dharmais Jakarta Barat 11420@ [email protected]! 021-5681580, 5681570 ext. 2321# 021-56965397#" Dewi Angraini, SE

19th WECOC - Empowering Referral System in Clinical Cardiology

! 29 November � 1 Desember 2007!"Hotel Borobudur, Jakarta!"Kardiolog, Internis, dokter umum, perawat! c/o National Cardiovascular Center Harapan Kita Pusdiklat buil-

ding, 5th ß oor, room 3505 Jl. Letjen S. Parman kav. 87, Slipi Ja-karta Barat 11420

@ [email protected]! 021-568 4093 ext 1554, 3505# 021-560 8902

New Trends in Management of HIV/ADS - Caring for HIV/AIDS with Love

! 30 November � 01 Desember 2007!"Hotel Sahid Jaya, Jakarta! CPD FKUKI - RSU FKUKI Jl. Mayjen Sutoyo no. 2 Cawang, Ja-

karta Timur, 13630@ [email protected]! 021 - 98521071#" Erick Sowong

Calendar Des �07

Jakarta Digestive Week V 2007 : Gastric Cancer & Hepato-biliary Surgery

! 7 � 8 Desember 2007!"Mercure Convention Center Ancol, Jakarta!"Bedah digestif, bedah umum, gastrohepatologi! Sub Bagian Bedah Digestif FKUI/RSUPNCM Jl. Diponegoro 71,

Jakarta@ [email protected]! 021 � 3148705# 021 � 3148705#" Risnawati (0813 � 83998827)

PIN PAPDI ke-5! 7 � 9 Desember 2007!"Hotel Quality, Solo!" Internis! PB PAPDI Departemen IPD FKUI/RSUPNCM Jl. Diponegoro 71,

Jakarta@ [email protected]! 021-31931384# 021-3148163#" M. Muhtar, Siti Romlah, Husni Amri

! : Tanggal! : Tempat! : Kalangan! : Sekretariat@ : Email! : Telephone# : Fax# : Contact Person

Page 57: 22665984-cdk-159-Obesitas(1)

336 cdk vol. 34 no. 6/159 Nov - Des 2007

? Svboh!Qfozfhbs!ebo!Qfobncbi

Jmnv!LfeplufsboDapatkah sejawat menjawabpertanyaan-pertanyaan di bawah ini?

Kbxbc!C!kjlb!qfsozbubbo!cfsjlvu!cfobs-!T!kjlb!tbmbi!"

Joefl!Hmjtfnjl!2!Kbn!Qptuqsboejbm!Cbibo!Nblbobo!

Qplpl!Kfojt!Obtj-!Kbhvoh-!ebo!Lfouboh

Pmfi!;!Exj!Qsjkbunplp

1. Indek glisemik adalah kemampuan suatu zat karbohidrat untuk menaikkan kadar glukosa darah dalam waktu tertentu.

2. Di antara nasi, jagung dan kentang, nasi mempunyai indek glisemik terendah.

3. Kadar glukosa darah umumnya maksimum setelah 2 jam makan karbohidrat.

4. Konsumsi serealia diharapkan dapat menurunkan kebutuhan insulin pada penderita DM.

5. Metabolisme glukosa tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin.

6. Metabolisme glukosa dipengaruhi oleh indek massa tubuh.

7. Makin besar kandungan serat, makin rendah indek glisemiknya.

8. Pasien DM dianjurkan memilih makanan yang indek glisemiknya tinggi.

9. Pasien malnutrisi dianjurkan memilih makanan yang indek glisemiknya rendah.

10. Indek glisemik dipengaruhi oleh proporsi kadar monosakarida : polisakarida.

JAWABAN:

1.B 2. S 3.S 4.B 5.S 6.B 7.B 8.S 9.S 10.B

Lfmbjobo!Qfsjmblv!Nblbo

Pmfi!;!Nzsob!Kvtujob

1. Pada umumnya pasien bulimia nervosa berat badannya lebih (obese)

2. Pada umumnya pasien anoreksia nervosa berat badannya kurang.

3. Gangguan perilaku makan lebih banyak dijumpai di kalangan perempuan.

4. Penderita bulimia nervosa perempuan sering amenorrhoe.

5. Faktor genetik lebih menonjol pada anoreksia nervosa.

6. Pasien anoreksia nervosa sering menderita takikardi dan tremor.

7. Risiko kematian meningkat baik pada anoreksia nervosa maupun bulimia nervosa.

8. Gejala sisa anoreksia nervosa ialah penurunan densitas tulang.

9. Penggunaan amfetamin sering ditemukan di kalangan penderita bulimia nervosa.

10. Diuretik sering digunakan di kalangan penderitaan oreksia nervosa

JAWABAN:1.S 2.B 3.B 4.S 5.B 6.S 7.S 8.B 9.S 10.B