Cdk 031 Masalah Jantung

57
1983 Cermin Dunia Kedokteran 31. Masalah Jantung

Transcript of Cdk 031 Masalah Jantung

Page 1: Cdk 031 Masalah Jantung

1983 CerminDunia Kedokteran

31. Masalah Jantung

Page 2: Cdk 031 Masalah Jantung

No. 31,1983CerminDunia Kedokteran

International Standard Serial Number : 0125 - 913X

Diterbitkan oleh :Pusat Penelitian dan Pengembangan P.T. Kalbe Farma

Daftar Isi2 Editorial

Karya Sriwidodo

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandang-an/pendapat masing-masing penulis dan tidakselalu merupakan pandangan atau kebijakaninstansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis.

ARTIKEL 3 Angina Pektoris 7 Uji Kerja Fisik Menggunakan Treadmill Untuk Deteksi

Iskhemia Miokardium11 Penyakit Jantung Bawaan : Apa Yang Harus Dilakukan

18 Pemeriksaan Radiologik Jantung 21 Komplikasi Kardiovaskuler pada Penyakit Paru

Obstruktif Menahun (PPOM) 25 Hubungan Antara Aktivitas Neuron dalam Cerebellum

dan Perubahan-perubahan Fungsi Kardiovaskuler. 28 Kemoprofilaksis Malaria 30 Pengelolaan Kesukaran Tidur pada Usia Lanjut 33 Berbagai Pemeriksaan Imunologi untuk Menunjang

Diagnosa 38 Bioavailabilitas Komparatif Tiga Preparat Tablet

Ampisilin 500 mg42 Pengaruh Pil Noriday® Terhadap Libido/Orgasme pada

Masyarakat Desa Sagan Besar — Riau 44 Penilaian Klinik Pemakaian Klomifen Sitrat sebagai Obat

Pemacu Ovulasi dalam Pengobatan Pemandulan di Sulawesi Utara

49 Perkembangan : Latihan Isometrik dan Sistem

Kardiovaskuler; Neuroleptik dan Gerak Abnormal; Infeksi Anerobik pada Paru-paru

52 Hukum & Etika : Tepatkah Tindakan Saudara ? 53 Catatan Singkat 54 Humor Ilmu Kedokteran 55 Ruang Penyegar dan Penambah ilmu Kedokteran 56 Abstrak-abstrak

Page 3: Cdk 031 Masalah Jantung

Tidak banyak bidang kedokteran yang mengalami kemajuan begitu pesat seperti pada masalah penyakitjantung. Era transplantasi jantung antar manusia kini telah berganti dengan transplantasi jantung buatan.Barney Clark, si pembawa jantung buatan pertama, tidak hidup lama memang. Namun menandai era baru :bahwa mesin jantung itu bisa dibuat bagi manusia yang memerlukannya. Dengan kemajuan teknologi, dalam10 tahun mendatang ini dapat diharapkan adanya jantung buatan yang dapat cukup lama menghidupipembawanya. Tapi kemajuan ini menuntut tak sedikit biaya serta ketrampilan. Sehingga rupanya tak akanbanyak mengubah status masalah jantung di negara kita dalam jangka waktu itu.

Namun ada kemajuan yang .telah atau akan dapat segera dimanfaatkan di negara kita, terutama dalam

masalah penyakit jantung koroner. Yang belum tersedia di sini, tapi memerlukan teknologi yang relatif takbegitu rumit ialah angioplasti koroner. Prinsipnya ialah secara paksa melebarkan kembali arteri koroner yangmengalami stenosis, menggunakan kateter balon. Kateter dimasukkan lewat arteri femoralis, ke aorta, teruske pembuluh darah koroner yang tersumbat, dengan tuntunan radiologik (angiografi koroner). Di tempatsumbatan balon ditiup dan arteri dilebarkan. Selesai. Teknik non-invasif ini tergolong berhasil. Bagipenderita angina pektoris yang diakibatkan kelainan satu cabang pembuluh koroner (single vessel disease)teknik ini banyak menolong. Angka keberhasilan cukup tinggi. Dan mortalitas/morbiditas—di tangan ahliyang terlatih — rendah sekali. Benar, arteri dapat mengalami restenosis. Tapi — inilah keunggulan teknik ini— prosedur tadi dapat diulang kembali.

Bagaimana prospeknya di negara kita ? Teknik angiografi koroner telah dikuasai oleh ahli-ahli kita.Maka yang diperlukan tinggal latihan memasukkan kateter balon tadi. Tapi salah satu hambatan ialah : bilaterjadi komplikasi, diperlukan fasilitas bedah jantung darurat. Inilah hambatan utamanya. Bila ini dapatdiatasi, maka cukup banyak pasien penyakit jantung koroner yang akan dapat "disembuhkan" tanpa perlukeluar negeri.

Kemajuan lain yang menyolok ialah telah tersedianya obat-obat baru bagi penderita angina pektoris.Obat golongan beta—blocker dan calsium antagonist merupakan tulang punggungnya. Calsium antagonist —seperti verapamil, diltiazem, dsb — mendapat perhatian besar terutama karena keberhasilannya mengendali-kan gejala angina pektoris tipe unstable, varian, atau prinzmetal. Perusahaan obat pembuatnya kini bahkanmeluaskan indikasinya sebagai obat primer antihipertensi : menurunkan tekanan darah sekaligus melindungijantung. Klaim yang punya dasar cukup kuat. Maka bukan tak mungkin penggunaan obat ini akan "mele-dak" dalam waktu dekat ini, seperti halnya golongan beta—blocker pada masa sebelumnya.

Tapi ada satu hal yang perlu digarisbawahi. Meskipun gejala angina dapat terkontrol, untuk jenis anginatertentu obat-obat tadi berdasarkan statistik tidak atau tidak banyak menurunkan insidensi infark miokard.Sebagai contoh di Jepang sebelum ada nifedipin (antara tahun 1959 — 1968) insidensi pasien "angina ofeffort" yang mengalami infark adalah 11,9%. Setelah ada nifedipin, antara tahun 1969 — 1978, angka taditurun menjadi 5,7%. Tapi untuk angina tipe varian insidensi tadi cuma turun dari 33,3% menjadi 32,3%.Praktis tak berubah. Ini selain menyedihkan, juga menimbulkan tanda tanya besar. Sekaligus ia membukti-kan amat minimnya pengetahuan kita akan hakekat penyakit jantung koroner.

Maka usaha-usaha pencegahan primer dan sekunder, seperti menghindari rokok, olah raga, pengaturandiet, mengubah perilaku menghadapi stress dsb., menjadi semakin penting. Dalam masalah ini pun masihbanyak kontroversi. Misalnya, beberapa percobaan besar-besaran untuk mencegah penyakit jantung koronerdengan pengendalian diet dan pengobatan hipertensi tak berhasil menurunkan insidensi penyakit koroner!Setidak-tidaknya untuk orang di atas usia 40 tahun. Apakah intervensi harus dilakukan lebih awal?. Tam-paknya demikian.

E. Nugroho

2 Cermin Dania Kedokteran No. 31

Page 4: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dania Kedokteran No. 31 3

artikel

Angina Pektorisdr. Nurhay Abdurahman

Sub Bagian Kardiologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta.

Angina pektoris adalah keadaan penderita Penyakit JantungKoroner dengan keluhan nyeri dada (di daerah sternal danprecordial yang disebabkan karena gangguan peredaran darahkoroner sehingga pada suatu saat atau pada keadaan tertentutidak mencukupi keperluan metabolisme miokard karenameningkatnya kebutuhan oksigen dan bila kebutuhan oksigentersebut, menurun kembali maka keluhan nyeri dada tersebutakan hilang.

Dari segi sejarah Ilmu Kedokteran ada baiknya dicatat disinibahwa : Angina pektoris telah dikenal dan telah digambarkanoleh Dr. William Heberden sejak lebih dari 200 tahun yang lalu (tahun 1768) sebagai berikut :

"There is a disorder of the breast, marked with strong andpeculiar symptoms, considerable for the kind of danger be-longing to it, and not extremely rare. The seat of it, and senseof strangling and anxiety with which it is attended, may make itnot improperly be called Angina Pectoris.Those who are afflicted with it are seized, while they are wal-king, and more particularly when they walk soon after eating,with a painful and, most disagreeable sensation in the breast,which seems as if it would take their life away, if it were toincrease or to continue : the moment they stand still all thisuneasiness vanishes. In all other respects, the patients are, atthe beginning of this disorder, perfectly well, and in particularhave no shortness of breath, from which it is totaly differentand it will come on, not only when the persons are walking butwhen they are lying down, and oblige them to rise up out oftheir beds every night for many months togeher: and in one ortwo very inveterbrate cases it has been brought on ... even byswallowing, coughing, going to stool, or speaking, or by anydisturbance of mind ..._ this complaint was greatest in winter;another, that it was aggravated by warm weather ... "Dari catatan sejarah ini ternyata pengertian angina pektorisdalam kurun waktu lebih dari 2 abad tidak banyak berbeda.

Pada masa kini dasar pengertian dari angina pektoris lebihmendapat uraian yang luas dan mendalam.

Angina pektoris dapat merupakan manifestasi klinis yangawal dari penyakit iskemia jantung yang sebagian besar dise-babkan karena gangguan pada sirkulasi koroner akibat athero-sclerosis pada arteria koronaria sehingga suplai darah yangmembawa oksigen dan metabolit ke dalam miokard sewaktu-waktu tidak mencukupi keperluan metabolisme miokard yangberubah-ubah.

Angina pektoris dapat diartikan sebagai manifestasi klinis daritidak adanya keseimbangan antara suplai dan keperluan alirandarah koroner ke dalam miokard, keadaan ini dapat disebabkankarena :

1. suplai yang berkurang karena hambatan aliran darah koroner(sclerosis arteri koronaria, spasme arteri koronaria);

2. kebutuhan akan aliran darah koroner meningkat karena bebankerja jantung lebih berat (misalnya pada aortic stenosis).

Dalam beberapa keadaan yang jarang terjadi, Angina pectorisdapat terjadi tanpa ada kelainan dari arteri koronaria (anginapectoris dengan arteri koronaria yang normal).Iskemia miokard akan terjadi bila kebutuhan oksigen melam-paui suplai oksigen. Bila suplai 02 pada miokard mencukupikebutuhan 02 untuk metabolisme maka fungsi miokard akannormal.

A). Faktor-faktor yang turut menentukan besarnya kebutuhan 02

miokard :1. frekuensi denyut jantung per menit.2. tegangan dinding ventrikel (berbanding langsung dengan

radius ventrikel dan tekanan sistolik dalam ventrikel,akan tetapi berbanding terbalik dengan tebalnya dindingventrikel).

3. kekuatan kontraksi dari ventrikel (contractility).B). Suplai 02 tergantung juga dari aliran darah koroner yang

Page 5: Cdk 031 Masalah Jantung

mana aliran ini juga ditentukan oleh faktor-faktor :1. tahanan vaskular dalam pembuluh darah koroner2. diameter dari lumen arteri koronaria bagian proksi-

mal3. perbedaan antara tekanan diastolis sistemik dan tekanan

akhir diastolis dalam ventrikel.4. frekuensi dari denyut jantung per menit5. kadar oksigen dalam darah arteri koronaria (yang juga

tergantung dari kadar haemoglobin darah, saturasioksigen darah).

Diagnosis angina pektoris terutama berdasarkan pada anamnesayang dapat memberi data informasi tentang keluhan darisipenderita dengan penyakit jantung koroner. Informasi yangpenting dalam anamnesa harus meliputi :1. Lokasi dari perasaan nyeri. Sedapat mungkin anamnesa dapat

memberi gambaran lokasi tertentu dari perasaan nyeridadaserta penjalaran dari rasa nyeri tersebut. Lokasi yang khasdari nyeri dada pada angina pektoris adalah di daerah sternal/mid sternal atau di daerah precordial. Kadang-kadang jugarasa nyeri tersebut melintang di bagian dada tengah kekiridan kekanan. Rasa nyeri dada tersebut seringkali menjalarmelalui bahu kiri, turun ke lengan kiri di bagian ulnar sampaike daerah pergelangan tangan.

2. Karakteristik dan rasa nyeri perlu diperhatikan. Tiap penderitadengan angina mungkin sekali akan melukiskan rasa nyeridengan ungkapan yang berbeda-beda secara subyektif,misalnya perasaan nyeri dan berat di dada atau perasaan dadaseperti ditekan atau seperti dihimpit dan sebagainya.

3. Mulai dan saat waktu timbulnya perasaan nyeri dada tersebut serta pencetus timbulnya nyeri dada perlu diungkapkan. Misalnya seringkali nyeri dada timbul waktu sedang melakukan kerja fisik tertentu, atau keadaan emosionil. Kadang-kadang nyeri dada tercetus sesudah makan banyak. Nyeri dada pada angina pektoris lebih mudah timbul pada cuaca dingin.

4. Lama dan beratnya rasa nyeri dada perlu juga diketahui untukmenilai berat ringannya dan perkembangan dari gangguansirkulasi koroner serta akibatnya.

5. Keadaan yang memberatkan rasa nyeri, misalnya kurangnyaistirahat atau keadaan yang sangat letih, iklim dan cuacadingin kadang-kadang terungkapkan dalam anamnesa.

6. Keadaan-keadaan yang dapat menghentikan perasaan nyeridada tersebut misalnya dengan istirahat, rasa nyeri hilangdengan spontan atau rasa nyeri hilang juga bila ia mengisaptablet nitro-glycerine di bawah lidah.

7. Tanda-tanda keluhan lain yang menyertai keluhan-keluhannyeri dada, misalnya: lemas-lemas dan keringat dingin,perasaan tidak enak dan lain-lain, perlu mendapat perhatiandalam anamnesa, karena hal-hal keadaan ini turut menggam-barkan berat ringannya gangguan pada sistim kardiovaskuler.

Sebagian besar penderita dengan angina pektoris datang padakeadaan di luar serangan dimana keluhan-keluhan nyeri dadatidak ada, dan sipenderita tampak dalam keadaan umum yangbaik. Dalam hal ini bila dari anamnesa terdapat stigmata dandata-data yang mengungkapkan kemungkinan adanya anginapektoris maka dapatlah diusahakan test provokasi untuk memas- 4 Cermin Dania Kedokteran No. 31

tikan adanya sesuatu serangan angina pektoris dengan bebankerja (exercise induced myocardiac ischaemic pain). Standardexercise stress test dapat menyebabkan timbulnya seranganangina atau gejala-gejala yang sejenis lain, misalnya: gangguanirama jantung (cardiac arrhythmia). Double master test, treadmilltest atau stationary bicycle test cukup baik untuk keperluandiagnosa angina pektoris.

Perubahan EKG yang berupa depresi segmen S—T sebesar0.5—1 mm atau lebih pada waktu atau segera sesudah me-lakukan test exercise tersebut menunjukkan adanya iskemia sub-endocardiac. Dalam keadaan istirahat penuh, EKG tampak selalunormal kembali (kecuali penderita yang pernah mendapatserangan infark jantung). Elevasi segmen ST dapat disebabkanoleh adanya iskemia transmural pada miokard. Angina pektorissebagai sindroma Minis dapat terjadi dalam tipe stable dan tipeunstable (stable angina pectoris and unstable angina pectoris).Stable angina pectoris menunjukkan adanya keluhan anginapektoris dengan pola yang tetap sama pada tingkat kerja fisiktertentu sehingga biasanya dapat diduga kapan dan pada waktubagaimana serangan angina pektoris tersebut, akan timbul danakan hilang kembali. Sedangkan unstable angina pektorismenggambarkan keadaan nyeri dada dengan pola keluhan yangmakin lama makin berat dan bahkan mungkin menjurus padaangina pektoris yang timbul pada waktu kerja minimal atau padawaktu istirahat dan mungkin memerrukan tablet nitroglycerinmakin banyak untuk menghilangkan serangan angina pektoris.Penderita dengan unstable angina mempunyai risiko yang lebihbesar untuk terjadinya infark miokard.

Pemeriksaan fisik pada penderita dengan angina pektorisdiluar serangan hampir selalu tidak ditemukan kelainan-kelainanfisik. Pada waktu serangan nyeri dada mungkin dapat ditemukanadanya bunyi jantung ke—4 (S4) yang akan menandakanadanya gangguan dari daya pompa dari ventrikel kiri.

Elektrokardiogram diluar serangan angina pektoris seringkalimenggambarkan EKG yang normal, kecuali pada penderitayang pernah mempunyai riwayat infark miokard yang sudahlama. Pada umumnya perubahan EKG yang terjadi pada waktuserangan (bila penderita dimonitor EKG) akan tampak adanyadepresi segmen ST dan perubahan tersebut, akan hilang lagiserta EKG menjadi normal sesudah meredanya keluhan anginapektoris.

Kira-kira 60—80% penderita dengan penyakit jantung koro-ner menunjukkan perubahan-perubahan tersebut, diatas padabicycle exercise atau treadmill test yang maximal.

Pemeriksaan rontgen dada tidak menunjukkan kelainan khasangina pektoris, baik pada waktu serangan ataupun di luarserangan.

Pemeriksaan kadar serum transaminase (SGPT, LDH, CPK-total dan CK—MB) tidak mengalami perubahan pada anginapektoris.

Echo-kardiografi jarang sekali dapat menggambarkan ke-lainan yangberkenaan dengan serangan angina pektoris, hanyakadang-kadang pada serangan angina pektoris dapat ditemukanadanya tanda-tanda berkurangnya kontraktilitas dari bagianmiokard yang iskemia ataupun mungkin juga dapat dilihat

Page 6: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dania Kedokteran No. 31 5

bahwa gerakan terbukanya daun katup mitral anterior lebihlambat yang menandakan adanya gangguan pada kontraksiventrikel kiri.

Pemeriksaan penyadapan jantung (cardiac catherizarion)untuk menilai keadaan hemodinamik pada waktu seranganangina pektoris dapat menunjukkan kenaikan tekanan akhirdiatolik dari ventrikel kin yang juga menunjukkan adanyagangguan pada kontraktilitas ventrikel kiri.

Demildan pula dengan mengukur kadar asam laktat danasam pirurat dalam darah yang disadap dari sinus coronariusakan menunjukkan kadar yang meninggi, dan keadaan inimenunjukkan pula meningkatnya metabolisme anerobik dalammiokard yang sering terjadi pada miokard yang mengalamikeadaan anoxia.

Gambaran ventrikulografi dari ventrikel kiri waktu seranganangina pektoris mungkin pula dapat menunjukkan adanya bagiandari dinding ventrikel yang mengalami hambatan pada kontraksipada waktu sistole.

Angiografi koroner dapat menunjukkan adanya penyempitanpada lumen arteri koronaria bagian proximal yang cukupbermakna (lebih dari 50%) pada penderita angina pektoris. Padabeberapa penderita angina pektoris seringkali didapat gambaranangiografi koroner yang masih normal walaupun exercise testmenunjukkan respons iskemia yang positif. Sebagian dari kasusangina pektoris tipe Prinzmetal seringkali tidak menunjukkankelainan pada angiografi koroner, dalam hal ini gangguansirkulasi koroner disebabkan semata-mata oleh spasme arterikoronaria.

Pemeriksaan dengan radionuclide (isotop thallium) exercisetest mempunyai gambaran specifisitas dan sensitivitas yang lebihbaik, dengan demikian scintigraphy sesudah exercise test padapenderita dengan angina pektoris akan menunjukkan bagian-bagian miokard yang tidak menyerap isotop yang jugamenunjukkan bagian-bagian miokard yang terkena keadaaniskemia.Diagnosa angina pektoris dapat ditujukan pada :1. Penderita dengan usia di atas 50 tahun dengan keluhan nyeri

dada yang khas untuk angina pektoris dan disertai sekurang-kurangnya satu faktor risiko utama untuk penyakit jantungkoroner (merokok, hypertensi, hypercholesterolemia, diabetesmellitus, anamnesa famili yang nyata, adanya penyakitjantung koroner dalam keluarga ) dan nyeri dada hilangdengan pemberian obat preparat nitro.

2. Penderita dengan angina pektoris yang khas disertai sekurang-kurangnya satu faktor risiko utama, dan menunjukkan hasilexercise test yang positif, disamping itu pula keluhan nyeridada sembuh dengan obat preparat nitroglycerine.

3. Penderita dengan keluhan nyeri dada yang tidak khas (atypicalchestpain) yang menunjukkan hasil positif pada exercise testdan pada angiografi menggambarkan adanya penyempitanlebih dari 50% dari diameter lumen dari salah satu cabangutama arteri koronaria (arteria koronaria kanan, arteriakoronaria kiri dengan cabang-cabangnya art. descendenceanterior kiri dan art. circumflex kiri).

4. Penderita dengan angina yang berat (unstable angina)

yang timbul pada kerja fisik yang ringan tidak boleh dilaku-kan programmed exercise test. Diagnosa angina pektorisdalam kasus ini, didasarkan pada anamnesa yang khas,EKG dengan depresi segmen S—T pada serangan angina, danrasa nyeri dada dapat dicegah atau hilang dengan obat-obat nitrate.

5. Penderita dengan riwayat angina yang khas yang dapatdikurangi nyeri dadanya dengan obat-obat nitrat dan padaarteriografi koroner menunjukkan adanya penyempitanlebih dari 50% pada salah satu arteria koronaria utama. (Catatan: pada angina pektoris tidak/belum ada kenaikandari kadar enzim-enzim CK—total, CK—BM, LDH danSGOT).

Gambaran penderita dengan keluhan nyeri dada dengan tangan kiri yangdigenggamkan diatas daerah sternal.

Diagnose diferensial dari angina pektoris :

Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan keluhan nyeridada selain dari penyakit jantung koroner adalah :

— nyeri yang berasal dari otot dinding thorax (neuromuscu- lardisorders)— Costo chondritis pada dinding dada (sindroma Tietze) — Splenic-flexure syndrome— fraktur tulang rusuk— herpes zoster— aneurysma aorta disectans— pleuro pneumonia— etelectosis— pneumo thorax spontan— emboli paru-paru— malignancy pada paru-paru— pericarditis— prolaps katup mitral— hypertensi pulmonal— cardiomyopathia

Page 7: Cdk 031 Masalah Jantung

— idiopathic hypertrophic subaortic stenosis— stenosis katup aorta— spasme oesophagus atau spasme cardia lambung— hernia hiatus— ulcus pepticum yang actif— cholecystitis— pancreatitis— abses subdiaphragmatic— kekhawatiran yang psychogenic (cardiac neurosis).

Pengobatan Angina Pektoris.Pada serangan angina dapat diberikan tablet nitroglycerine

5 mg subligual untuk diisap di bawah lidah. Dapat jugsdipertimbangkan pemakaian obat secara ini untuk profilaksisterhadap serangan bila pada keadaan tertentu dapat didugabahwa serangan angina akan timbul. Dengan demikiandianjurkan pad a penderita dengan angina pektoris agar selalumembawa tablet nitroglycerine sublingual.

Faktor-faktor yang memberatkan kerja jantung (mening-katkan kebutuhan oksigen miokard), sedapat mungkin harusdihindari dan bila mungkin diperbaiki, misalnya hipertensi,obesitas dan kerja fisik yang berat serta emosi yang berlebih-lebihan.

Bila serangan angina pektoris mempunyai pola yang kuranglebih menetap dalam pekerjaan sehari-hari, maka dapat dibe-rikan preparat nitroglycerin yang berdaya kerja dalam waktuyang lama (long acting) sebagai pemberian obat yang diper-tahankan sehari-hari. Untuk ini isosorbide dinitrate tablet 10 mgdiberikan 3 & 4 kali sehari, seringkali cukup memadai maksudtersebut. Disamping itu dapat pula ditambahkan obat-obatanbeta -blocker yang dapat menurunkan kebutuhan oksigenmiokard.Dalam hal ini propanolol tablet 10 mg 3 kali sehari dapat di-coba bila tidak ada kontra indikasi (gagal jantung, astmabronchial, heart block grade 2 dan grade 3).

Baru-baru ini dikembangkan juga pemakaian salep nitrog-lycerine dalam jumlah tertentu yang diserapkan pada kulitdapat memenuhi keperluan obat-obat nitro sehari-hari. Latih-an fisik atau olahraga dengan bimbingan tertentu yang dise-suaikan dengan keadaan sipenderita dianjurkan untuk men-

capai keadaan optimal dari sistem kardiovaskuler dalam artibahwa kerja jantung menjadi lebih efisien.

Perhatian dalam pengobatan angina pektoris harus jugaditujukan pada pola perkembangan keluhan-keluhan angina.Bila keluhan angina menjadi progresif dalam frekuensi danberatnya serangan atau serangan angina timbul pada keadaanistirahat, maka pengobatan harus lebih intensif dengan maksuduntuk sedapat mungkin mencegah terjadinya iskemia yang lebihberat yang mungkin berlanjut akan menjadi infark miokard.Bila keadaan ternyata bertambah buruk di monitor EKGnya dandilakukan pengukuran kadar enzim (SGOT LDH, CPK, danCK—MB) yang dilakukan berturut-turut dalam hari-haripertama perawatan. Penderita harus istirahat di tempat tidurdan diberikan obat-obat sedatif dan bila perlu obat-obatanalgesik. Obat-obat beta -blocker dalam infark miokard akutdiragukan manfaatnya, bahkan mungkin perlu dihentikanpemberiannya untuk sementara selama fase akut.

Tentang pemakaian obat antikoagulan pada unstable anginabelum ada data laporan penyelidikan yang menunjukkan bahwaobat-obat tersebut dapat memberi manfaat yang cukupbermakna. Pada penderita yang belum lama mendapat seranganpost infark miokard (kurang dari 1 atau 2 bulan yang lalu)dengan timbulnya keluhan unstable angina, pemberian obat anti-koagulan boleh dipertimbangkan walaupun belum pastihasilnya.

Perhatian pada akhir-akhir ini banyak ditujukan pada faktorspasme arteria koronaria vasospasme yang dapat menimbulkankeluhan angina, walaupun pada keadaan istirahat. Padapenderita dengan PJK ataupun pada penderita denganpembuluh arteria koronaria yang masih baik, dalam hal terse-butdiatas, Calsium antagonist dapat bermanfaat pada vasospastic -unstable-angina-pektoris. Penderita yang telah diberikanpengobatan seperlunya, akan tetapi masih juga menderita anginasebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan angiografi koroneruntuk menentukan apakah ada indikasi untuk tindakan operatif(coroner artery bypass surgery). Ella ternyata terdapatpenyempitan yang cukup berarti (70%) pada dua atau lebiharteri koronaria yang utama atau pada percabangannya yangproksimal dari salah satu dari kedua arteria koronaria utamatersebut, maka tindakan operatif seringkali dapat meng-hilangkan keluhan-keluhan angina.

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 31

Page 8: Cdk 031 Masalah Jantung

Uji Kerja Fisik ( Exercise Test )Menggunakan Treadmill

Untuk Deteksi Iskhemia Miokardiumdr. Dangsina Moeloek

Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

PENDAHULUAN

Iskhemia miokardium atau penyakit jantung koroner merupakanproblem kesehatan yang penting karena menjadi penyebabmorbiditas dan mortalitas pada usia pertengahan dan usia lanjut. (Pada usia pertengahan umumnya seseorang berada dalam jabatanpimpinan dalam menuju puncak karier). Statistik akhir-akhir inimemperlihatkan kecendrungan insidens penyakit tersebut padausia yang lebih muda. Oleh karena itu perlu dilakukanpenanggulangan sebaik-baiknya.

Langkah pertama dalam penanggulangan adalah diagnosayang tepat; riwayat penyakit, pemeriksaan klinik dan laboratoriumserta EKG istirahat saja tidak cukup untuk menegakkan diagnosa.Akhir-akhir ini banyak dilakukan uji kerja fisik untuk mendeteksiiskhemia miokardium. Penelitian epidemiologi telahmemperlihatkan nilai EKG kerja untuk mendeteksi penyakitjantung koroner yang bersifat laten atau subklinik

dan juga dalam meramalkan risiko terjadinya serangan penya-kit dimasa mendatang.

Tujuan utama uji kerja fisik adalah memberi beban sede-mikian rupa kepada miokardium atau jantung untuk menim-bulkan terjadinya iskhemia bila jantung tidak dapat melakukanadaptasi terhadap pembebanan yang diberikan. Pelbagai ma-cam cara dan alat digunakan untuk uji kerja fisik baik untukyang bersifat invasiv maupun yang noninvasiv. Pada gambar 1dapat dilihat bentuk yang banyak digunakan pada dekadeterakhir.

Hal yang perlu diperhatikan pada uji kerja fisik antara lain :1. berat beban : maksimal atau submaksimal2. tipe kerja : kontinu atau intermiten3. posisi tubuh : berbaring atau berdiri4. otot yang terlibat : sebagian kecil atau sebagian besar ..otot

tubuh.

Gambar 1. Pelbagai macam bentuk uji kerja fisik

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 7

Page 9: Cdk 031 Masalah Jantung

ADAPTASI AKUT KARDIOVASKULER PADA KERJAFISIK

Adaptasi fisiologik terhadap kerja fisik dapat dibagi dalamadaptasi akut dan kronik. Adaptasi akut merupakan penye-suaian tubuh yang terjadi pada saat kerja deakukan; adaptasikronik merupakan hasil perubahan pada tubuh oleh suatuperiode program latihan fisik.

Adanya kerja fisik berarti terdapat suatu pembebananbagi tubuh dan hal ini akan mengakibatkan teijadinya meka-nisme penyesuaian dari alat/organ tubuh bergantung kepadausia, suhu lingkungan, berat ringan beban, lamanya, caramelakukan dan jumlah organ yang terlibat selama kerja fisiktersebut.

Fungsi utama sistem kardiovaskuler selama kerja fisik ada-lah menghantar darah ke jaringan yang aktip termasuk oksi-gen dan nutrien, dan mengangkut produk metabolit dari jaring-an tersebut ke alat ekskresi. Untuk melakukan tugas tersebutbeberapa parameter tubuh mengalami perubahan, antara lain :1. Frekuensi denyut jantung

Frekuensi denyut jantung merupakan parameter sederhanadan mudah diukur dan cukup informatip untuk faal kardio-vaskuler. Pada keadaan istirahat frekuensi denyut jantungberkisar antara 60 - 80 per menit. Hal ini mudah dideteksidengan cara palpasi maupun dengan menggunakan alat sepertipulse meter. cardiac monitoring dan sebagainya; tempatpengukuran dapat di a.radialis, a. carotis dan pada apex jantungsendiri. Frekuensi denyut jantung terendah diperoleh padakeadaan istirahat berbaring. Pada posisi duduk sedikitmeningkat dan pada posisi berdiri meningkat lebih tinggi dariposisi duduk. Hal ini disebabkan oleh efek grafitasi yang me-ngurangi jumlah arus balik vena ke jantung yang selanjutnyamengurangi jumlah isi sekuncup.Untuk menjaga agar curah jantung tetap maka frekuensi denyutjantung meningkat, curah jantung = frekuensi denyut jantung Xisi sekuncup.

Sebelum seseorang melakukan kerja fisik, frekuensi denyutjantung pra kerja meningkat di atas nilai pada keadaan istirahat.Hal ini merupakan refleks ANTICIPATORY yang mungkinmelalui sekresi CATECHOLAMINE dari medula kelenjaradrenal.

Begitu kerja fisik dimulai, frekuensi denyut jantung segerameningkat. Terdapat hubungan linier antara frekuensi denyutjantung dengan intensitas kerja seperti terlihat pada gambar 2.

Makin baik kondisi seseorang akan diperoleh frekuensi denyutjantung yang lebih rendah untuk beban kerja yang sarna.Pada suatu saat meskipun beban ditambah tetapi frekuensi denyutjantung tetap. Frekuensi denyut jantung pada keadaan tersebutdisebut frekuensi maksimal. Tiap orang mempunyai frekuensimaksimal denyut jantung yang tampaknya mempunyai hubunganerat dengan faktor usia. (Frekuensi maksimal denyut jantung =220 - usia dengan standar deviasi ± 10 denyut).2. Isi sekuncup

Isi sekuncup selama kerja fisik dipengaruhi oleh faktor :

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 31

180d

I50 a• 120

90

Istirahat 0 5kerja 0 5 10 15 20 25pemulihan 0 5 10

Waktu ( menit )

Gambar 2. Hubungan antara frekuensi denyut jantung dan intensitas kerja.

a. arus balik venab. distensibilitas ventrikelc. tekanan aorta dan a.pulmonalisd. kontraktilitas ventrikel

Faktor a dan b mempengaruhi kapasitas pengisian ventrikelyaitu banyaknya darah yang tersedia untuk mengisi ventrikel;sedangkan faktor c dan d mempengaruhi kemampuanpengosongan ventrikel yaitu kekuatan memompa darah melawantekanan yang harus dilaluinya.

Respon isi sekuncup terhadap kerja fisik bergantung padaposisi individu pada saat melakukan kerja. Pada posisi berbaringdarah dapat kembali ke jantung secara mudah tanpa harusmelawan kekuatan gravitasi. Terlihat bahwa selama kerja padaposisi berdiri, isi. sekuncup meningkat secara linier danmencapai nilai tertinggi pada 40% — 60% VO2 maksimal. Padaposisi berbaring, dalam keadaan istirahat isi sekuncup mendekatinilai maksimal sedangkan pada kerja terdapat hanya sedikitpeningkatan. Nilai pada posisi berbaring dalam keadaan istirahathampir sama dengan nilai maksimal yang diperoleh pada waktukerja dengan posisi berdiri. Jumlah isi sekuncup pada orangdewasa laki-laki mempunyai variasi antara 70 — 100 ml; nilaitertinggi diperoleh sebanyak 200 ml pada atlit yang terlatih baik.Makin besar intensitas kerja (melebihi batas 85% dari kapasitaskerja) makin sedikit isi. sekuncup; hal ini disebabkanmemendeknya waktu pengisian diatole akibat frekuensi denyutjantung yang meningkat (bila mencapai 180/menit maka 1 siklusjantung hanya berlangsung selama 0,3 detik dan pengisiandiatole merupakan bagian dari 0,3 detik terse-but).

3. Curah jantung

Telah diuraikan di atas bahwa curah jantung merupakan basilperkalian antara frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup.Pada intensitas kerja yang mencapai 40 — 60% dari kapasitasmaksimal peningkatan curah jantung disebabkan oleh keduafaktor tersebut di atas. Di atas kapasitas maksimal

x x x x x 600• 30 Rest 300 j beban kerja dengan wmeter sepeda (kpm/menit)

"' xx

u x x xxx

x xxxx

x x

U U U UU U U „

U U U ~

x

90011200

x

x x

x 11x xx Ux x

1500x

U U

000

Page 10: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 9

tersebut maka peningkatan curah jantung terutama olehpeningkatan frekuensi denyut jantungPad a keadaan istirahat curah jantung seorang 10d-laid dewasasehat berkisar 4 — 6 liter/menit. Nilai maksimal curah jantungbergantung pada banyak faktor antara lain ukuran tubuh, danyang paling penting adalah latihan ENDURANCE. Pada orangyang tidak terlatih nilai ini berkisar 20 — 30 liter/menit sedangkanpada atlit yang terlatih baik dapat mencapai 40 liter/menit.Jumlah curah jantung juga berperan dalam menentukankonsumsi oksigen.4. Arus darah

Arus darah dari jantung ke jaringan tubuh bervariasi sesuaidengan kebutuhan masing-masing jaringan baik dalam keadaanistirahat maupun pada kerja fisik. Jumlah absolut darah yang keotak selalu tetap/konstan, ke otot dan jantung jumlah darah akanmeningkat sesuai dengan bertambahnya beban kerja sedangkanyang ke ginjal, lambung dan usus akan berkurang pada bebankerja yang meningkat. Peningkatan arus darah ke otot yang aktipmerupakan kerja persarafan vasodilator dan peningkatanmetabolisme yang menimbulkan penurunan pH ataupeningkatan derajat keasaman dan pada tingkat lokal akanterlihat lebih banyak kapiler dan arteriol yang membuka.

Hal yang penting pada arus darah ialah arus darah pada sistemkoroner. Arus darah miokardium sangat sensitif terhadaphipoksia; adanya peningkatan kebutuhan oksigen atau punterjadi penurunan oksigen ke miokardium akan segera diikuti olehpeningkatan arus darah koroner. Mungkin tekanan oksigenmiokardium adalah faktor yang paling penting untuk mengaturarus darah koroner melalui penglepasan metabolit vasodilator.Tekanan oksigen miokardium menurun dari epikardium keendokardium. Tekanan yang rendah pada subendokardiumtampaknya merupakan hal yang mengakibat kan seringterjadinya iskhemia pada subendokardial.

Faktor lain yang berperan dalam pengaturan arus darah adalahsiklus jantung. Telah diketahui bahwa dengan bertambahnyabeban kerja, akan terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung danhal ini mengakibatkan lebih singkatnya waktu yang digunakanuntuk satu siklus jantung termasuk fase diastole. Sedangkanpengisian pembuluh darah koroner yang terbanyak adalah padafase diastole. Dengan berkurangnya fase diastole maka arus darahkoroner juga akan berkurang.5. Elektrokardiogram

Perubahan pada jantung selain pada hal yang tersebut di atas,juga terjadi perubahan tata listrik jantung yang dapat dilihat darihasil rekaman EKG. Adanya kerja fisik akan menimbulkanperubahan pada gelombang dan segmen dalam kurva EKGmisalnya terjadi pemendekan interval PR, QT, amplitudogelombang I menurun dan sebagainya.

Yang penting diperhatikan pada kurva EKG ialah adanyaiskhemia miokardium. Kriteria yang banyak digunakan ialahadanya depresi segmen ST yang menggambarkan vulnerabilitilapisan subendokardial. Telah diperlihatkan adanya hubungan yangerat antara besarnya depresi segmen ST dengan derajat

iskhemia pada pembebanan.Selain hal tersebut di atas masih banyak lagi yang dapat

dilihat dan diperhitungkan dalam mendiagnosa adanya iskhe-mia miokardium.6. Tekanan darah

Tekanan darah selama kerja fisik memperlihatkan hubung-an antara keseimbangan peningkatan curah jantung dan penu-runan tahanan perifer dengan adanya vasodilatasi pada pem-buluh darah otot yang bekerja. Terlihat bahwa tekanan sisto-lik akan meningkat secara progresiv sedangkan pada tekanandiastolik tetap atau sedikit menurun.

METODE UR KERJA FISIK

Dari 1400 laboratorium yang disurvai diperoleh data bahwayang digunakan untuk melakukan uji kerja fisik adalah se-bagai berikut :— 72% menggunakan treadmill— 17% menggunakan sepeda— 11% menggunakan bangku

Dalam melakukan uji kerja fisik banyak parameter yangdapat dievaluasi dan pelaksanaannya bergantung kepadakebutuhan. Misalnya selain mengukur tekanan darah dapat jugadilakukan pengukuran RQ, suhu tubuh dan sebagainya.

Yang penting adalah kerja yang dilakukan merupakan kerjakontinu atau mendekati kontinu dan pembebanan yang diberikanadalah secara bertingkat.Treadmill banyak digunakan mungkin karena pada pelaksana-annya tidak memerlukan ketrampilan khusus bagi pasien karenahanya berjalan mulai dari lambat sampai jalan cepat dan padatingkat terakhir berlari. Caranya juga banyak misalnya caraEllestad, Bruce, Balke dan sebagainya. Yang banyak dikenal danumum digunakan adalah cara Bruce.Protokol yang digunakan umumnya adalah sebagai berikut : Ujikerja fisik terdiri dari beberapa tingkat yang masing-masingberlangsung 3 menit. Makin lama beban yang harus dipikul makinberat karena kecepatan treadmill dan sudut kemiringan makincuram.Tahapan tingkat pembebanan adalah sebagai berikut :

Tingkat Kecepatan (mph) Elevasi(% grade)

1 1,7 102 2,5 123 3,4 144 4,2 165 5,0 186 5,5 20

Jadi selama uji kerja fisik tersebut banyak hal yang dapatdievaluasi. Selain untuk menentukan adanya iskhemia, uji kerjafisik juga dapat digunakan untuk menentukan kapasitas aerobikseseorang, menentukan program latihan yang akan diberikan,sebagai follow up suatu program pengobatan atau latihan.

Page 11: Cdk 031 Masalah Jantung

10 Cermin Duaia Kedokteran No. 31

KESIMPULAN

Uji kerja fisik dapat digunakan untuk deteksi adanyaiskhemia miokardium, karena dengan melakukan kerja akanlebih dapat dilihat fungsi kardiovaskuler terutama jantung.

Pelaksanaan uji kerja fisik dapat dilakukan dengan berma-cam alat dan metode, tetapi yang penting adalah pelaksanaanitu harus sesuai dengan tujuan pemeriksaan.

Treadmill akhir-akhir ini banyak digunakan oleh karenamemenuhi persyaratan yang diperlukan dalam melakukan ujikerja fisik.

KEPUSTAKAAN

1. Klatenbach M. Form of exercise testing. Dalam:Loogen F, Seipel L.Eds. Detection of ischemic myocardium with exercise. Berlin :Springer–Verlag 1982; 3 – 8.

2. Marie J. Exercise test-and training in coronary heart disease. Balti-more : The William & Wilkin co, 1973.

3. Wilmore JM. Athletic training and physical fitnes. Boston : Allynand Bacon Inc. 1977; 26 – 48.

4. Glasser SP, Clark PI. The clinical approach to exercise testing.Cambridge : Harper & Row Publ 1980; 1 – 5.

Page 12: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 11

Penyakit Jantung Bawaan :Apa yang Harus Dilakukan

dr. Maemunah AffandiSubbagian Kardiologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta

Mengenal Penyakit Jantung Bawaan secara dini lebihmenguntungkan daripada bila sudah lanjut

Di Indonesia, walaupun belum ada data Penyakit JantungBawaan (PJB) yang akurat, namun masalah PJB jelas telahmemerlukan perhatian yang sungguh-sungguh baik dari dokterumum maupun spesialis. Data Polildinik Jantung Anak diBagian Anak FKUI—RSCM1 melaporkan peningkatan jumlahpengunjung dari 241 menjadi 512 pada tahun 1970 dan 1973.Jumlah PJB (72%) lebih tinggi dari Penyakit Jantung Didapat (28%), dan jumlah konsultasi berasal dari Dokter umum (47%)tidak jauh berbeda dari dokterspesialis (53%).

Neutze2 mengutarakan insidens PJB pada beberapa negarabersumberkan perkiraan WHO 1979 sebagai berikut :(Lihat Tabel dibawah)

PJB dirumah sakit umum tidak merupakan penyakit dalamkelompok utama, terutama di Indonesia dimana sebagian besarbayi PJB mungkin meninggal sebelum sampai di rumah sakitumum ataupun PJB ringan tidak sampai di diagnosa secaraadekwat.

Urutan 10 besar PJB di Poliklinik Jantung Anak, Bagian AnakFKUI—RSCM (1970-1973) memperllhatkan Ventricular SeptalDefect (VSD) yang terbanyak, sesuai dengan klinikkliniklainnya. (Lihat tabel 1)

Tabel 1. Urutan 10 PJB di Bagian Anak

FKUI—RSCM (1970 — 1973)1

Janis PJB Jumlah Kasus

VSDASD T. F. PSPDAIPADTGADextrocardiaHPPLain—lain

3748676725920

971

27

VSD : Ventricular Septal Defect.ASD : Atrial Septal Defect.TF : Tetralogy FallotPS : Pulmonary StenosisPDA : Patent Ductus ArteriosusIPAD : Idiopathic Pulmonary Artery DilatationTGA : Pransposition of theQreat Artery HPP : Hipertensi Pulmonal Primum.

Sikap utama menghadapi PJB adalah pemastian adanya kelain-

Penduduk( X 1 0 6 )

Rata2 kelahiran(per103)

Kelahiran hidup( X 1 0 6)

Bayi dengan PJB( X 1 0 3)

Indonesia 140 31 . 4,3 25,6Inggris 49 12 0,6 3,4Brazil 110 52 5,7 34,0India 610 37 22,5 135,1Amerika Serikat 215 15 3,3 19,8Rusia 256 18 4,7 28,0

Page 13: Cdk 031 Masalah Jantung

an, kemudian diagnosa antaomi dari kelainan N B secara tepat.Tulisan ini bertujuan menguraikan secara garis besar beberapaaspek PJB, agar dapat memberi sedikit gambaran pendekatandiagnostik serta penatalaksanaan PJB.DEFINISI PJB.PJB ialah kelainan "susunan" jantung, "mungkin" sudah terdapatsejak lahir. Perkataan "susunan" berarti menyingkirkan aritmiajantung, sedangkan "mungkin" sudah terdapat sejak lahir berartitidak selalu dapat ditemukan selama beberapa minggu/bulansetelah lahir.

ETIOLOGI PJB.Sebenarnya sulit sekali menentukan penyebab PJB secara tepat.

Berdasarkan data kepustakaanl 1,3 disimpulkan 3 kelompok faktoretiologi PJB berikut :1. faktor genetik (biasanya merupakan bagian dari sindroma

tertentu).2. faktor lingkungan/faktor eksterna (obat, virus, radiasi) yang

terdapat sebelum kehamilan 3 bulan. Hipoksia pada waktu persalinan dapat mengakibatkan tetap terbukanya ductus arteriosus pada bayi.

3. interaksi dari faktor genetik dan faktbr lingkungan. Tabel 2 memperlihatkan perkiraan frekuensi faktor-faktor etiologik yang berperanan pada PJB.

Tabel 2 : Faktor-faktor etiologik pada PJB3

Faktor genetik :kelainan kromosom 5 %mutasi genetik tunggal 3 %

Faktor lingkungan :rubella 1 %lain - lain 1 %

Faktor genetik + lingkungan 90 %

Jelas terlihat bahwa sebagian besar PJB disebabkan oleh interaksifaktor genetik dan faktor lingkungan. Untuk terjadinya PJBdiperlukan syarat-syarat berikut :1. embrio mempunyai predisposisi untuk kelainan bawaan.2. embrio menunjukkan reaksi abnormal terhadap rangsangan

lingkungan tertentu.3. kontak dengan faktor lingkungan tersebut terjadi pada masa

berbahaya dalam pembentukan sistem kardiovaskuler (an-tara 18—60 hari masa kehamilan ibu).

Beberapa faktor lingkungan (obat, virus) yang dapat menye-babkan PJB sebagai berikut :(Lihat tabel 3)

Mungkin sebenarnya masih banyak faktor-faktor lingkunganyang bersifat teratogenik, tetapi belum dibuktikan. Karenanyapada ibu-ibu yang hamil muda sebaiknya tidak diberikan obat-obatan bila tidak mutlak diperlukan. Hipoksia pada waktukelahiran dapat mengakibatkan tetap terbukanya duktusarteriosus.

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 31

Tabel 3. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan PJB3

O B A T V I R U S

Terbukti teratogen

Dicurigai teratogen

– talidomid– antagonis asam folat– dekstroamfetamin– antikonvulsan– litium kloride– alkohol– progesteron/estrogen

– Virus rubella

– Herpes virus Ho-minis B

– Coxsackie B.

Manifestasi klinik dan penatalaksanaan PJB pada bayi/neona-tus dan anak besar.

Anak-anak dengan PJB derajat berat, pada umumnya mem- perlihatkan gejala dalam umur 6 bulan I dan sering juga pada masa neonatus

Beraneka ragam manifestasi klinik dapat terjadi pada bayi dananak besar dengan PJB. Pada kedua golongan umur tersebutdiatas dapat terjadi gagal jantung di setiap tingkatan umur.Clarkson4 menyatakan empat hal paling sering ditemukan padaneonatus dengan PJB adalah :

1. Sianosis, adalah manifestasi jelas PJB pada neonatus. Sekalidinyatakan sianosis sentral bukan akibat kelainankelainan paru-paru, serebral atau metabolik atau kejadiankejadian perinatal,maka perlu segera diperiksa untuk mencari PJB derajat beratwalaupun tanpa bising jantung.Perlu segera dikonsulkan kardiologi anak, karena beberapa lesiPJB dapat dikoreksi semasa neonatus misalnya transposisipembuluh arteri yang dapat memburuk mendadak dan meninggaldalam usia beberapa hari. Jenis PJB dan saat timbulnya sianosisdapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Jenis PJB dan saat timbulnya sianosis menurut Godman5

U m u r Jenis PJB

0 – 1 bulan

1 – 12 bulan

12 bulan keatas

Transposisi Pembuluh darah BesarAtresia pulmonal tanpa defek septumAstresia TrikuipidAnomali Ebstein"Obstructed Total Anomalous Pulmonary VenousDrainage" (TAPVD)Tetralogy FallotDouble Outlet Right VentricleSingle Ventricle with Puim StenosisNon obstructed TAPVDTetralogy FallotSindrom EisenmangerAnomali Ebstein

2. Takipnea. Frekuensi pernapasan yang sangat cepat yangtidak selalu sehubungan dengan kesulitan bemapas, adalahtanda penting PJB yang sering dilupakan.Pengamatan frekuensi pernapasan seharusnya merupakan salah

Page 14: Cdk 031 Masalah Jantung

satu bagian penting pada pemeriksaan neonatus.Frekuensi pernapasan lebih dari 45 X/menit pada bayi fulltermdan 60X/menit pada bayi prematur setelah beberapa jam per-tama kelahiran diduga ada kelainan disebabkan oleh berbagaihal, termasuk problem sederhana — misalnya 'overheating'frekuensi biasanya abnormal dan memerlukan pemeriksaan.Takipnea adalah tanda yang biasa ditemukan pada bayi denganshunt kiri-kanan (misal Ventricular Septal Defect atau PatentDuctus Arteriosus), obstruksi vena Pulmonalis (anomali totalaliran vena pulmonalis) dan kelainan lainnya dengan akibatgagal jantung misalnya pada dugaan secara diagnosa klinik,adanya Aorta koarktasi dimana pulsasi nadi femoralis mele-mah/tidak teraba.

3. Frekuensi jantung abnormal.a. Takikardia, frekuensi jantung sampai 180/menit dapat

disebabkan oleh berbagai ragam rangsangan pada "new-born".Tetapi, bila frekuensi lebih dari 200/menit diduga adanyatakikardi supraventrikuler yang harus dikonfirmasi denganEKG. Pengobatan tepat dengan digoxin atau kardioversilistrik sangat diperlukan karena takikardia menimbulkangagal jantung.

b. Bradikardia, beberapa neonatus denyut jantung 80/menit. Bila80/menit atau < 80/menit, diduga adanya blok atri-oventrikuler yang dapat dikonfirmasikan dengan EKG.

4. Bising jantungWalaupun tanpa bising jantung, tetapi PJB dapat diduga biladitemui tanda-tanda lain yang penting.Beberapa bayi ("infant") dengan resiko tinggi misalnya Atresiapulmonal, Transposisi Pembuluh Darah Arteri, dan Anomalialiran vena pulmonalis total mungkin disertai bising jantung.Adanya bising jantung disertai sianosis dan/atau takipnea sangatmungkin adanya PJB.Bising jantung saja tidaldah selalu menyatakan adanya problemparah pada jantung termasuk juga padabayi umur 1—2 hari.Kadang-kadang bising jantung terdengar sementara saja, tetapibila menetap pada waktu bayi dipulangkan dari rumah sakit,maka diperlukan pemeriksaan cermat disertai radiologik dadadan elektrokardiografi.

Tabel 5 : Gambaran PJB pada neonatus.

SianosisTakipneaFrekuensi jantung abnormal± bising jantung

Pemeriksaan bayi dengan dugaan PJB, memerlukan juga fototoraks dan EKG yang dapat membantu menentukan hemodi-namik lesi dan juga dari segi nilai diagnostik.

5. Diagnosis dan Penatalaksanaan.Pemeriksaan pertama yang penting dalam penentuan adanyaPJB adalah toraks foto dan EKG.Pada bayi dengan takipnea, tanda radiologik adanya kardio-megali, bertambah corakan pembuluh darah paru atau edema

interstisiel biasanya sudah terlihat, walaupun tanda-tanda khasbarulah kemudian terdapat. Problema pernapasan adalahproblem jantung yang dapat terlihat. Gambaran EKG pada PJBsering abnormal, tetapi kadang-kadang hanya terdapat ventrikelkanan dominan yang biasa ditemukan pada bayi normal. Padakeadaan demikian, diperlukan reevaluasi dalam jangka waktupendek berulang kali. Pada gagal jantung, pemberian digoxin dan diuretika memberikan respons.Jika neonatus dengan gagal jantung kongesti yang berat,misalnya pada neonatus dengan sianosis, segera kirim ke rumahsakit untuk pemeriksaan kateterisasi jantung, angiokardiografiserta tindakan bedah.

Gagal Jantung, mencerminkan ketidaksanggupan jantung un-tuk memenuhi kebutuhan tubuh. Adanya gagal jantung disetiapgolongan umur menyatakan adanya problem utama yang berartidan kecendrungan kelainan-kelainan jantung tertentu akanmengalami komplikasi gagal jantung (tabel 6).

Tabel 6. Penyebab gagal jantung pada bayi dan anak pada usia tertentus

U m u r Jenis PJB

0 — 1 minggu

1 minggu — 1 bulan

1 — 3 bulan

3 — 6 bulan

6 bulan keatas

Hypoplastic left heartSindrom KoarktasioIskemia miokardObstructed TAPVD

Trunkus ArteriosusComplete Atrioventricular CanalSingle VentricleStenosis Aorta berat

VSDPDATakikardia SupraventrikulerIsolated Coarctation

Endocardial fibroelastosisKardiomiositisTakkkardia supraventrikuler

Miokarditis dan kardiomiopatiPenyakit Jantung Didapat.

Gejala dan tanda-tanda gagal jantung pada anak besar menyer-rupai orang dewasa, sedangkan manifestasi pada bayi lebih sulituntuk dikenali yaitu :

1. Tanda-tanda kerusakan/gangguan miokardiumKadiomegali radiologik adalah satu tanda penting yang se-lalu ditemukan jika fungsi jantung terganggu/rusak. Kadang-kadang ukuran besar jantung masih normal misal padaobstruksi aliran vena pulmonalis derajat berat, (Totalanomalous P.V, Drainage dibawah diafragma) "lung vascu-lar bed" abnormal. Dapat juga terdengar irama gallop.Anggota-anggota gerak teraba dingin dengan pulsasi naditepi melemah dan penurunan tekanan darah terlihat bilamana aliran darah sistemik mengurang.Bayi dengan gagal jantung mungkin bergizi kurang, karenarefleksi kesulitan pernapasan berakibat rusaknya/tergangguperfusi jaringan. Berkeringat banyak jelas terlihat pada bayidengan gagal jantung sebagai pertanda aktifitas sistem

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 13

Page 15: Cdk 031 Masalah Jantung

saraf autonomik pada keadaan tersebut.

2. Tanda-tanda kongesti paru, merupakan manifestasi gagaljantung pada bayi dan berhubungan dengan tanda-tandakesulitan pemapasan. Keadaan ini terjadi pada gagal ventri-kel kiri (misalnya VSD) atau obstruksi vena pulmonalis (misalT.AP.V.D), biasanya terdapat sebelum adanya tanda-tandakongesti sistem vena. Frekuensi pernapasan cepat dengansedikit usaha pertambahan pernapasan sering dijumpai,dengan dihitung per menit. Jika gagal jantung meinburuk,terjadilah "gasping" berat dan "grunting". Terdengar "wheezing" akibat kompresi saluran napas oleh distensipembuluh paru atau pembesaran atrium kiri. Males" jarangterdengar, tetapi batuk kronik sekunder akibat kongestimukosa bronkial sering terdapat.

3. Tanda-tanda kongesti sistem vena. Hepatomegali merupakan satu tanda terbanyak ditemukan, biasanya sekunder terhadap gagal jantung kiri yang juga dapat ditemukan pada kelainan lain (misal Stenosis pulmonal berat dengan akibat gagal jantung kanan). Distensi vena leher pada bayi sulit pengukurannya, karena leher relatip pendek. Edema perifer tidak selalu ditemukan, dan bila terdapat biasanya tidak pada kedua tungkai bayi dengan posisi berbaring, tetapi pada muka.

4. Penatalakasanaan gagal jantung. Digoxin tetap merupakan obat utama, dimulai dengan ½ dosis inisiel disusul dengan ¼ dosis setiap 8 jam selanjutnya, reevaluasi respons digoxin dan kemungkinan keracunan digitalis setelah 6—8 jam sebelum diberikan dosis inisiel terakhir atau sebelum dimulai pengobatan "maintenance". Diuretika mungkin diperlukan Frusemide parenteral, dosis 1— 2 mg/kg Berat badan/hari, tetapi klorotiazid 50 mg/kg/hari per oral biasanya juga efektip. Tambahankalium diperlukan pada "maintenance ".

MANIFESTASI KLINIK DAN PENATALAKSANAAN PJBPADA BAYI DAN ANAK BESAR

Clarkson4 mengutarakan 6 hal penting yaitu :1. Sianosis, yang timbul setelah umur beberapa minggu/bulan

mungkin terlihat pada pasien dengan Stenosis Pulmonaldisertai VSD (misal Tetralogi Fallot) atau tanpa VSD tetapidengan Shunt kanan-kiri pada tingkatan atrium, juga padaPJB dengan berbagai lesi komplex.

2. Serangan hipoksia, dapat ditemukan pada Tetralogi Fallot,baik pada pasien asianotik sewaktu istirahat maupun pasiensianotik. Serangan hipoksia dapat terjadi disetiap saat, tetapilebih sering pada dini hari segera sesudah bangun tidur atausetelah sarapan yang dikira adalah "Kolik"'. Selagi serangan,anak tampak lebih Sianosis dan pucat serta napasnya lebihdalam dari biasa. Menjadi lemah dan kurang responsipselama beberapa detik/menit, kemudian menjadi responsipdisusul hilangnya pucat dan napas normal. Bila seranganhebat dapat berlangsung bermenitmenit sampai hipoksiaberat yang berakibat kejang dengan sembuh spontan ataudengan pengobatan dan diikuti oleh

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 31

hemiparesis. Jarang terjadi kematian selagi serangan.Penyembuhan serangan secara cepat sering terjadi, sehinggatidak perlu pengobatan untuk serangan akut tersebut. Bilaserangan lebih lama, perlu ditolong dengan melakukan "kneechest position" (gambar 1 a). Morfm 0,2 mg/kg i.m.pengobatan utama, yang dapat diulangi dalam 10—15 menitbila tanpa respons, atau pengobatan lain i.v. bikarbonat 1—2mEq/kg diperlukan (bila serangan lama disertai asidosismetabolik) atau propranolol 0,1—0,25 mg/kg diberikanselama beberapa menit i.v. yang segera dihentikan bilaadanya respons. Propranolol oral untuk jangka waktu lama,berguna untuk mencegah terjadinya serangan-seranganberikut, namun tidaklah selalu demildan.Terdapatnya serangan hipoksia pada pasien TF merupakanindikasi segera untuk terapi bedah.Terdengar bising jantung pada pasien dengan riwayatdugaan adanya serangan hipoksia. diperlukan pemeriksaanlebih lanjut dengan radiologik dan EKG walaupun warnakulit tampak normal.Digoxin jangan diberikan pada pasien Tetralogi yang bia-sanya hal ini dapat mempennudah timbulnya seranganhipoksia.

Gambar 1 a.Bayi dengan Tetralogi Fallot dalam posisi "Knee-chest".

Gambar 1 b."Failure to thrive". Berat badan kurang sekali bertambahnya dan sukarmakan/minum secara biasa, pada bayi dengan shunt kiri-kanan yang be-sar.3. "Failure to thrive", menggambarkan sudah adanya problem

yang lama, tetapi dapat merupakan suatu tanda yang jelaspada pasien shunt kiri-kanan defek besar dan peningkatanaliran darah paru terlihat khas (VSD besar atau PDA). Pa-sien tersebut dapat menderita infeksi saluran napas ber-ulang-kali akibat problem makan dan "failure to thrive".

4. Bising jantung pada anak tanpa keluhan, diagnosa tergantungpada sifat-sifat khas bising sehubungan dengan tanda-tandaradiologik dan EKG. Lesi yang termasuk dalam golongan iniadalah stenosis aorta, Stenosis pulmonal, Atrial Septal Defectdan Shunt kecil pada tingkatan ductus atau ventrikel.Ditemukan juga elevasi tekanan darah pada lengan atasdengan berkurang dan terlambat secara abnormal padadenyut-denyut femoralis menyatakan adanya Aorta Koark-tasio.

Page 16: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 15

Pasien wanita umur 7 tahun dengan VSD c. Pasien 2 b pasca koreksi bedah jantung 3defect besar + hipertensi pulmonal. bulan.Thorax foto : CTR 0,70 (cardiomegali), Thorax foto : perbaikan besarnya jantung,apendik atrium melebar, terdapat double corakan pembuluh darah paru, segmentcoutour ada, ventrikel kiri membesar, pulmonal menjadi cekung.pinggang jantung cembung, corakan pembuluh darah paru bertambah.

Gambar 2.

a. Pasien wanita umur 2 bulan dengan VSD kecil.Thorax foto : CTR 0,50 (besar jantung nor-mal), corakan pembuluh darah paru tidakbertambah. Paru-paru bercak halus perihilerdan parakardial kanan-kiri

5. Angina, jarang ditemukan pada masa kanak-kanak. Tetapibila terdapat, maka diperlukan pemeriksaan dan penata-laksanaan darurat. Sebab tersering adalah Stenosis aorta beratyang kadang -kadang disertai Sinkope.

6. "Stridor" "wheeze" dan "feeding difficulty" terutama terdapat"choking" dan batuk sewaktu makan, hendaknya dicurigaikemungkinan adanya cincin melingkari pembuluh darah yangmenekan trakea dan esofagus. Untuk diagnosa diperlukanpemeriksaan radiologik esofagus dengan barium per oralproyeksi frontal dan lateral.Pada bayi-bayi yang aktip bergerak-gerak, lebih jelas dengan.gambar film cine.

Pembatasan aktifitas.Umumnya anak dengan PJB tidak memerlukan pembatasan

aktifitas yang diperintah. Dalam praktek sehari-hari dapatdianjurkan agar aktifitas disesuaikan dengan kemampuan kliniksehari-hari, kecuali bila terdapat gagal jantung akut dan padaStenosis aorta bermakna dengan aktifitas berat dapatmembahayakan pasien.Pada gagal jantung kongestip akut, sebaiknya pasien dirawatdirumah sakit diharuskan tirah -baring ("bedrest ") sampai gejala -gejala akut hilang atau minimal. Bila keadaam klinik tetap stabil,aktifitas dapat dilkukan secara bertahap.Pada PJB Sianotik, pasien sendiri sudah dapat mengatur ak-tifitasnya sesuai dengan kemampuan, misalnya dengan jongkoksetelah berjalan beberapa langkah/meter.Pembatasan aktifitas anak secara tidak bijaksana dapat meng-akibatkan hambatan perkembangan fisik, psikologik dan sosial.PENCEGAHAN PJB DAN ENDOKARDITIS BAKTERIALIS.

1. Resiko PJB, sebenarnya dapat dikurangi secara melindungiwanita hamil dari faktor-faktor yang dikenal sebagai

penyebab. Penularan rubella pada anak gadis sebelum umurproduktip dapat menimbulkan imunitas aktip yang berakhirlama.Viraemia sesudah infeksi rubella dapat menetap selama bebe-rapa minggu dan dianjurkan hindari konsepsi untuk selama 2bulan, karena dapat menulari janin. Kontak rubella pada wanitahamil muda, berikan gamma glubolin dalam 10 hari setelahkontak untuk melindungi janinnya.

2. Resiko endokarditis bakterialis, umumnya tinggi pad a anakdengan PJB, walaupun PJB lesi ringan.Sebenarnya invasi bakteri kedalam darah untuk masa singkatsering terjadi pada anak normal. Pada pasien dengan kelainanendokardium/katup jantung, baik Penyakit Jantung Rematikmaupun PJB, bakteri tersebut dapat berimplantasi pada per-mukaan endokardium. Invasi kuman tersebut sering terjadisetelah prosedur/manipulasi bedah, (misal ekstraksi gigi,tonsilektomi, bedah saluran kemlh/saluran pencemaan, lukabakar) . Jenis-jenis PJB tertentu mempunyai resiko yang lebihtinggi untuk terjadinya endokarditis bakterialis misalnyaJohnson 6 . Tetralogi Fallot terbanyak menderita . PDA, yangsebelum era antibiotika sering mendapat komplikasiendokarditis, akhir-akhir ini tidak mendapatkannya lagi (tabel 7).

Tabel 7 . : PJB dengan komplikasi endokarditis bakterialis s

Tetralogi Fallot 38 %Stenosis Aorta 16 %V.S.D. 13 %D. transposisi pembuluh darah besar 6 %Pasca bedah 5 %P.D.A. 0%

Page 17: Cdk 031 Masalah Jantung

Gambar 3.

a. Pasien laki umur 6 tahun dengan PS berat. b. Pasien 3 a pasca koreksi bedah jantung 1 tahun.Thorax foto memperlihatkan jantung bentuktidak bulat dan mengecil, segment pulmonalmasih cembung, corakan pembuluh darahparu menjadi normal (semula berkurang).

Gambar 4.

Pasien wanita umur 5 bulan dengan Dextro-cardia + Situs inversus viseralis.Thorax foto : jantung dirongga dada kanan,lambung letak dikanan dan hati dikiri. Corakanpembuluh darah paru normal.

Gambar 5.

Pasien wanita umur 2% bulan dengan D-Transposisi pembuluh darah arteri + canal atrioventrtkuler besar tipe VSD.Thorax foto : cardiomegalibentuk telur, basisjantung sempit, corakan pembuluh darah parubertambah dan bercak-bercak pada kedua

Untuk mencegah terjadinya endokarditis bakterialis, pelbagaicara pencegahan dianjurkan. Pada prinsipnya sama, ialah mem-berikan antibiotika yang efektip terhadap kuman penyebabutama pada pasien PJB yang akan menjalani prosedur/manipu-lasi bedah, selama dan setelahnya. Banyak Aorta Koarktasiokongenitalis dengan 2 katup, yang merupakan tempat mudahuntuk endokarditis. Valvulotomi tidaklah menyingkirkankelainan katup walaupun pasien membaik secara hemodina-mik. Demam yang tidak diketahui sebabnya, sebelum diberiterapi antibiotika, periksa dulu biakan darah.Tidak diperlukan profilaksis antibiotika yang lama pada pasientersebut diatas seperti halnya pada Demam Rematik.

Gambar 7.

Pasien laki umur 6 tahun dengan Anomali total (?) aliran vena pulmonalis ke vena cava superiorbagian atas + ASD + hipertensi pulmonal.Thorax foto : bentuk jantung seperti angka

delapan (CTR 0,64) cardiomegali, conus pul-monalis melebar dan menonjol, basis jantunglebar, corakan pembuluh darah paru lebarlebardan menghilang di perifer, arcus aortakemungkinan sekali ditempat biasa.

PENGOBATAN BEDAHBila terdapat lesi yang menimbulkan Simptom atau beban

hemodinamik yang bermakna, maka diperlukan tindakan bedah.Pada masa dulu, bayi masih dianggap terlalu muda usianya atauterlalu kecil untuk tindakan bedah. Tetapi, justru bayi-bayilahyang lebih sering memerlukan tindakan bedah.Dewasa ini dengan kemajuan ilmu kedokteran, tindakan bedahpada bayi umur < 1 tahun telah berhasil baik pada klinikdinegara maju. Bahkan, tidak lagi bergantung pada ukuran

Gambar 6.

Pasien laki umur 4 tahun dengan TetralogyFallo.Thorax foto : jantung bentuk sepatu (CTRO,57), cardiomegali, arcus aorta dikanan, corak-an pembuluh darah paru berkurang, paru bercak-bercak parakardial kanan-kiri.

Page 18: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 17

umur dan besarnya bayi, semata-mata tergantung pada urgen-sinya tindakan bedah.Operasi koarktasio aorta pada anak besar tanpa simptom adalahuntuk pencegahan terjadinya komplikasi pada arteri di kemudianhari. Penutupan ASD dianjurkan walaupun tanpa simptom padaanak besar untuk menghindari komplikasi yang timbulkemudian hari. Sebaiknya pada anak- anak dengan VSD disertaisimptom yang bermakna, defek dapat menjadi kecil atau bahkanmenutup spontan, sehingga memerlukan observasi cermatuntuk jangan terlambat bertindak bila diperlukan. Untukobservasi keadaan demikian diperlukan ahli jantung anak

.

sebagian kecil tidak dapat. Neonatus dengan PJB yang biru ataugagal jantung kongestip, waspadalah untuk segeramengkonsulkan ke Bagian Anak agar dapat dilakukan pe-meriksaan lebih lanjut dan pengobatan bedah.

RUJUKAN :

1. Maemunah Affandi. Mengenal kelainan/Penyakit Jantung pada anak. K.P.P.I.K. FKUI IX, Jakarta 1976.

2. Neutze JM. The general problem of severe heart disease in newbron. Presented at the world congress of cardiology, London : June 1980.

3. Nora JJ. Etiologic aspects of Congenital Heart Disease. Heart Disease in Infants, Children and Adolescents. Baltimore : Moss. A.J. The Williams and Wilkins. co 1977.

4. Patricia M. Clarkson. Diagnosis and Management of Congenital

Kesimpulan. Heart Disease. Symposium on Cardiovascular system : Patient mana- gement. School of Medicine, University of Auckland, September

PJB dengan simptom biasanya dapat dikenal dari simptom 1975.dan tanda-tanda klinik walaupun tanpa bising jantung. 5. Godman MJ. Pediatric Caddilogy. Int Med 1982; 1 : 884 — 891.

6. Johnson DH et al, ddcutip dari Anthony CL et al. Pediatric Cardio-Juga diperlukan pemeriksaan radiologik foto toraks dan elek- logy 1979;451.trokardiografi untuk penilaian hemodinamik. 7. Buku kumpulan kuliah Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta

Banyak lesi PJB yang dapat ditolong dengan bedah, tetapi 1974, halaman 729.

Page 19: Cdk 031 Masalah Jantung

Pemeriksaan Radiologik Jantung

dr. SusworoBagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM,

Jakarta

Pemeriksaan radiologik jantung merupakan salah satu bagianyang esensial pada penelitian kardiologik untuk menentukanadanya kelainan jantung.

Dalam jenis besarnya pelaksanaan pemeriksaan radiologik inidibagi atas :

A. fluoroskopiB. radiografi

1. polos2. esophagogram

C. angiografiPemeriksaan angiokardiografi merupakan metoda peme-

riksaan yang memerlukan sarana tersendiri yang biasanya hanyadimiliki oleh rumah sakit-rumah sakit besar.

A. FluoroskopiPemeriksaan fluoroskopi (sinar tembus) sebenarnya saat ini

merupakan pemeriksaan tambahan apabila pada foto toraksposteroanterior biasa didapatkan kecurigaan.

Keuntungan pemeriksaan ini adalah, bisa diteliti obyek-obyekyang bergerak, yang tidak mungkin dicatat pada pemeriksaanradiografi biasa. Pergerakan-pergerakan yang dinilai disini adalah:pulsasi dari batas jantung sebelah kiri, arteri pulmonal, aorta danatrium kanan.

Adanya massa yang berpulsasi di daerah aorta, difikirkan akankemungkinan aneurisma aortae.

Pada penyakit jantung bawaan (seperti patent ductus arteriosusBotali) didapatkan pulsasi hilus kiri-kanan yang lebih dari normal("dance hillar"). Demikian pula adanya pulsasi yang berlebihandari atrium dihubungkan dengan kelainan pada katup mitral.B. Radiografik

Pemeriksaan jantung secara roentgenologik adalah suatucara penilaian terhadap anatomi jantung secara keseluruhanmaupun bagian bagiannya.

Kelainan anatomik jantung yang utama ditandai oleh pem-

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 31

besaran jantung.Pembesaran ini secara fungsional bisa disebabkan oleh dilatasiruangan-ruangan jantung atau hipertrofi otot-otot.

Untuk menentukan adanya pembesaran jantung maka per-tama-tama yang harus diperhatikan adalah menghindarkanadanya faktor pembesaran yang disebabkan cars pengambil-an foto. Bayangan yang terbentuk akan jauh lebih besar daripada aslinya apabila obyek makin dekat pada sumber sinar danakan mendekati ke ukuran sebenarnya bila makin jauh sumbersinar dan arah sinar tegak lurus pada obyek. Jadi untukmendapatkan gambaran jantung yang mendekati bentuksebenarnya, penderita menempelkan dadanya pada film, arahsinar dari posterior ke anterior pada posisi berdiri; foto di ambilpada saat inspirasi dalam dimana posisi diafragma terletakserendah mungkin sehingga tidak mempengaruhi lebar jantung.Harus dijaga kesimetrisan tubuh terhadap coil, vertebralis. Padajarak pemotretan ± 180 cm akan didapatkan pembesarangambar sebesar 5—10% dan ini dianggap tidak mempengaruhipenilaian bentuk serta ukuran jantung.

Penilaian selanjutnya adalah membandingkan diameterjantung dengan diameter toraks (gambar). Perbandingan inipaling besar pada bayi yang baru lahir (70%) dan menurun terussampai pada usia dewasa 40—50%. Bila didapatkan hasil yanglebih dari 50% difikirkan akan berbagai proses patologik.

Menurut Kerley laki-laki dewasa muda mempunyai diame-ter transversal yang berkisar antara 9,2—14,5 cm. dengan rata-rata 12,2 cm. Tetapi keadaan-keadaan lain bukan karena pe-nyakit jantung dapat pula mempengaruhi besar serta bentukbayangan jantung seperti:— kurang rendahnya posisi diafragma baik oleh karena kur

ang inspirasi pada saat pemotretan atau karena proses infraphrenic (seperti adanya asistes, hepatomegali, keha-milan).

— kelainan tulang belakang seperti skoliosis berat, kelainandinding toraks (misal "funnel chest") akan mengakibat-

Page 20: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 19.

Gambar 1 :

Menunjukkan foto polos postero anterior torakstanpa kontras, pada penderita dengan kelainanpada katup mitral. Disini jelas tampak pem-besaran jantung, yang dinyakan dengan indekskardio torasik : b / a yang lebih besar dari 50%.Juga tampak beberapa kelainan lain disini,seperti segmen pulmonal yang menonjol sertaarkus aortae yang relatif kecil

kan sulitnya menginterpretasikan bentuk dan ukuranjantung.

— proses -proses pulmoner atau dari pleura yang menarikjantung atau mediastinum juga akan mempersulit penilaianIndeks kardio-toraks yang melebihi normal tersering dise-

babkan oleh pelebaran ventrikel kiri.Pelebaran ini merupakan kelainan sekunder akibat proses

lain, misalnya penyempitan aorta, hipertensi, insufisiensi ka

tup dsb. Hipertrofi ventrikel kanan sulitdideteksi pada proyeksi posteroanteriorini, hanya pada beberapa keadaan bataskanan jantung menjadi lebih kekanan;sedangkan arteri pulmonalis yangmelebar tampak pada proyeksi ini.Pelebaran batas jantung kekananbiasanya disebabkan pelebaran atriumkanan, tetapi keadaan ini lebih seringbersama-sama pembesaran jantungsecara menyeluruh.

Selain jantung juga dinilai "lebarnya"aorta serta struktur dari dindingnyaseperti ada tidaknya kalsifikasi.Demikian pula bentuk aorta desendensia bisa mengalami elongasio sertaberkelok-kelok. Bila didapatkan penu-runan elastisitas dindingnya atau alirandarah atau tekanan didalamnya ber-tambah maka terjadi perubahan bentuk,panjang serta kadang posisi. Perubahantersebut berupa elongasi dan ataupelebaran.

Anerisma aortae tampak jelas seba-gai suatu massa di sekitar aorta, bia-sanya disertai kalsifikasi pada din-dingnya. Hampir setengah dari pen-derita tidak menunjukkan gejala, se-hingga keadaan ini sering-sering dite-mukan secara kebetulan.Untuk membedakan dengan massa tu-mor diperlukan pemeriksaan lebih Ian-jut seperti fluoroskopi untuk melihatadanya pulsasi pada anerisma.

Anerisma ini bisa terjadi di setiapbagian dari aorta, bisa tunggal ataupunlebih dari satu. Apabila tidak tampakadanya pulsasi, maka pemeriksaan akankemungkinan tumor, seperti tomografi,bronkhoskopi dan bronkhografi, perludilaksanakan.

Selain posisi postero-anterior, diper-lukan pula posisi-posisi lateral, oblikkanan dan kiri. Posisi-posisi oblik lebihbanyak memberikan informasi dari padayang lateral. Beberapa ahli menetapkandiameter lateral dari jantung denganmenghubungkan titik-titik ana-tomik sinus kardiofrenik dan titik yang

berada diantara arteri dan vena pulmonalis.

Pandangan oblik kanan didapat dengan memutar penderitasedemikian rupa sehingga bahu kanan menyentuh film. Padakeadaan inspirasi penuh tampaklah spatium Holzknecht (re-trokardiak) yang terletak antara batas belakang jantung dantulang belakang. Ruangan iniberguna sebagai indikator volumeatrium kiri; ia menjadi sempit atau menghilang pada pembe-saran atrium kiri tersebut.

Gambar 2 :

Foto lateral dengan kontras barium sulfat dalamusofagus pada penderita yang sama menun-jukkan penekanan usofagus oleh atrium kirikearah dorsal.

Gambar 3 & 4 :

Pemeriksaan angiokardiografi pada penderita Tetralogi Fallot. Tampak ujung kateter beradadalam ventrikel kiri tetapi kontras segera mengisi kedua ventrikel yang menunjukkan adanya defekpada septum ventnkel.

Page 21: Cdk 031 Masalah Jantung

Gambar 5 :

Sebahagian dari foto "Cineangiokardiografi". Keuntungannya disini ada-lah selain anatomi dapat pula dipelajari fungsi dari masing -masing bagianjantung.

Posisi oblik kiri tidak terlalu banyak memberikan infor-masi.

Kedudukan usofagus relatif terhadap struktur kardiovas-kuler harus diteliti, karena akan banyak memberikan infor-masi; tetapi untuk keperluan ini, usofagus harus divisualisirdengan memberikan bubur barium peroral. Beberapa inden-tasi (penekanan) fisiologik tampak pada kolom barium padausofagus ini. Penekanan tersebut adalah akibat kontak langsungantara usofagus dengan organ-organ: arkus aortae, bronkhusutama kiri, atrium kiri dan aorta desendens.

Penekanan oleh jantung yang mengakibatkan tergesernyausofagus-biasanya kekanan dan dorsal, kecuali bila dida-patkan pembesaran atrium kiri yang berlebihan maka peng-geseran adalah kekiri. Penekanan usofagus ke dorsal olehpembesaran atrium kin jelas tampak pada posisi lateral atauoblik kanan. Keadaan ini paling wring dijumpai pad a kelainanjantung akibat kelainan katup mitral, baik stenosis, insufi-siensi dan lebih sering merupakan kombinasi keduanya.

20 Cermin Dania Kedokteran No. 31

C. AngiokardiografiPemeriksaan ini bertujuan memvisualisasikan jantung dan

pembuluh-pembuluh besar dengan memasukkan kontras opaksecara intra vena (terbanyak) intra arteri atau intra kardiak.Teknik intra vena pertama kali diperkenalkan oleh Robb danSteinberg. Karena pemberian kontras pada umumnya melaluikateter maka merupakan salah satu sarat utama adalah kontrasharus mudah disuntikkan, yang ditentukan oleh viskositas kontras.Sarat lain dari bahan kontras tersebut adalah harus memilikiopasitas, yang adekuat serta toksisitas yang rendah.

Dengan kateter kontras dimasukkan ke atrium atau ventrikelsecara selektif dan cepat, segera setelah itu diambil foto secaracepat dan berturut-turut (Cineangiokardiografi). Keuntungandengan metoda tersebut selain bentuk anatomi juga bisa dilihaturutan dari pergerakan tiap-tiap bagian jantung.

PenutupMetoda diatas merupakan pemeriksaan dasar yang harus

dilakukan untuk melihat adanya kelainan jantung. Tentunya masihbanyak sekali modifikasi pemeriksaan yang bertitik tolak darimetoda dasar ini.Mengenai jenis kelainan serta gambaran radiologik yang diha-silkannya hanya disinggung serba sedikit.

Foto foto adalah milik bagian Radiologi FKUI &bag. Kardiologi, dipublikasikan dengan ijin dr.Sudarmo P.

Page 22: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dania Kedokteran No. 31 21

Komplikasi Kardiovaskuler pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)

dr. Amirullah. RKaro Pulmonologi Rumkital dr. Mintoharjo, Jakarta

PENDAHULUAN

Pada dasarnya yang dimaksud dengan PPOM ialah bronkhi -tis menahun dan emfisema paru. Jonston tahun 1973 secaraklinik radiologik dan fisiologik membahas PPOM kedalam 5golongan :1. Emfisema paru.2. Bronkhitis menahun.3. Campuran bronkhitis menahun dan emfisema paru4. Bronkhitis asmatis.5. Lain-lain, PPOM yang disertai atau akibat penyakit antara

lain tbc paru, pasca bedah paru, bronkhitis dll.Walaupun masing -masing golongan mempunyai karakteristiktersendiri tetapi secara klinik, radiologik dan fisiologik seringterdapat "overlapping" satu sama lain sehingga diagnose pasti darisalah satu golongan sukar ditetapkan.Klassifikasi fungsionil

Menurut American Thoracic Society tahun 1962 secarafungsional penderita-penderita PPOM dapat dibagi dalam empattingkatan :1. Tingkat I, dapat berjalan di tempat yang datar tanpa me

nimbulkan rasa sesak nafas sesuai dengan orang normal tetapitidak di tempat mendaki.

2. Tingkat II, dapat berjalan di tempat yang datar sejauh satu miltanpa menimbulkan rasa sesak nafas.

3. Tingkat III, timbul rasa sesak nafas setelah berjalan ± 100 m di tempat yang datar.

4. Tingkat IV, rasa sesak nafas sudah timbul sewaktu berbicara atau memakai pakaian.

Kor PulmonaleKomplikasi kardiovaskuler yang paling sering ditemukan

pada penderita PPOM ialah "cor pulmonale", di dalam kepustakaansering juga disebut "pulmonary Heart Disease". Faktor -faktoryang menyebabkan timbulnya komplikasi kardiovaskuler padapenderita -penderita PPOM ialah :

1. Hipoventilasi alveoli.2. Berkurangnya "vascular bed " di dalam paru.3. Bertambahnya "intrapulmonary vasculer shunt"4. Faktor kelainan dari miokardium sebagai akibat rendahnya

oksigen di dalam arteria "coronaria"Pernbatasan : : Korpulmonale ialah perobahan struktur danatau fungsi dari bilik kanan jantung alcibat penyakit yangmengenai struktur atau fungsi paru atau pembuluh darahnya,tida k termasuk penyakit pan' yang disebabkan karena kelainanjantung kiri atau penyakit jantung kongenital.Sesuai dengan pembatasan diatas maka untuk membuat diag-nose korpulmonale tidak perlu adanya kegagalan jantungkanan sebagai mana anggapan dimasa yang lalu ataupun hi-pertropi bilik kanan jantung sesuatu hal yang sukar ditentukansecara klinis. Adanya pembesaran jantung karena dilatasi bilikkanan jantung akibat hipertensi pulmonalis sudah men-cukupi.Kekerapan Kor pulnonale.

Sejak 30 tahun terakhir ini para ahli banyak mencurahkanperhatian terhadap penderit a-penderita PPOM karena kekera -pan dari penyakit ini makin meningkat.Hal ini disebabkan dua faktor yaitu :1. Umur dari penduduk makin bertambah panjang sebagai

akibat membaiknya pemeliharaan kesehatan.2. Polusi udara makin meningkat terutama di kota-kota besar

dimana polusi yang diakibatkan oleh pabrik -pabrik dankendaraan makin meningkat. Perlu diingatkan bahwa tidaksemua penderita PPOM akan mengalami komplikasi kardio -vaskuler. Davis di rumah sakit Bellevue Columbia telahmelakukan penyelidikan yang intensif dari 114 orang pen-derita PPOM, hanya 23(20%) yang mendapat komplikasi korpulmonale.

PatofisiologiDahulu para ahli beranggapan terjadinya kor pulmonale

Page 23: Cdk 031 Masalah Jantung

pada PPOM terutama dis4babkan oleh karena kerusakan ana-tomis dari parenkhim atau dan pembuluh darah paru. Inidianggap sebagai satu proses yang tidak dapat disembuhkanlagi. Penderitanya dianggap tidak mempunyai harapan lagi.Pendapat ini pada saat sekarang telah ditinggalican walaupun dibeberapa kepustakaan kadang-kadang kita masih menemukanpubldcasi seperti tersebut diatas. Dari hasil penyelidikan parasarjana yang terbaru ternyata bahwa mekanisme terjadinyakor pulmonale pada penderita PPOM terutama disebabkan olehkarena faktor-faktor hipoksia, asidosis dan vasokonstriksi.

Sebagai penyebab utama timbulnya faktor-faktor tersebutdiatas ialah karena adanya hipoventilasi alveolar yang berat.Hipoventlasi alveolar ini terutama disebabkan obstruksibronkhioles, berkurangnya elastisitas jaringan paru. Apabilasaturasi oksigen darah uteri kurang dari 80—85% pada waktuistirahat akan terjadi gangguan pada sirkulasi.Pada dasarnya pada penderita PPOM akan timbul :1. Hipoksia dan asidosis.2. Berkurangnya kapasitas "vasculer—bed" paru, hal ini bisa

disebabkan kelainan anatomis dari vaskuler paru.Hipoksia akan mengakibatkan timbulnya polisitemia,

hipervolemia dan meningkatnya "cadiac output" secara ber-sama-sama akan menyebabkan hipertensi pulmonalis. Hiper-tensi pulmonalis dapat mengakibatkan dilatasi atau hipertropibi lk kanan jantung secara berulang-ulang. Timbulnya keadaanini diperberat dengan adanya polisitemia, hipervolemia danmeningkatnya "cardiac output". Akhirnya akan timbul kegs-galan jantung kanan.

Dari patofrsiologi ini dapat dimengerti, bahwa yang meme-gang peranan panting yang mengakibatkan timbulnya korpulmonale pada PPOM ialah faktor frsiologik yaitu hipoksiadan asidosis. Faktor kelainan anatomis dari vasculer—bed parutidak begitu panting peranannya.

Apabila faktor fisiologik ini dapat diperbaiki dengan jalanmengatasi hipoksianya maka penderita kor pulmonale dapatdisembuhkan. Dengan kata lain kelainan bilik kanan jantungpada penderita kor pulmonale yang disebabkan oleh karenaPPOM adalah bersifat reversibel.

Mekanisme Tmmbulnya Kor Pulmonale

Pengurangen vaskuler beddari peru oleh karena :

1. Vasokonstriksi

2. Lesi yang menyebabkan obstruksi

Hipertensi Pulmonal

- Dilatasi yang berulang-ulang

- Hipertropi ventrikel kanan

Dilatasi ventrikelkanan

Kegagalan vsntrikel

kanan

22 Cennin Dunia Kedokteran No. 31

Diagnose kor pulmonale

Mengingat kelainan bilik kanan pada kor pulmonale masihbersifat reversibel maka diagnose kor pulmonale perlu ditegak-kan sedini mungkin untuk dapat diberikan pengobatan sebaik-baiknya sehingga kelainan dari jantung tidak bertambah luasdan bersifat menetap.

Didalam menegbkkan diagnose perlu dipdcirkan dua hal.1. Kapan mulainya timbul kor pulmonale pada seorang

penderita PPOM.2. Bagaimana membedakan tanda-tanda klinis yang disebab-

kan kor pulmonale dengan tanda-tanda klinis yang ditim-bulkan oleh PPOM. Menegakkan diagnose kor pulmonaleyang disebabkan oleh PPOM lebih sulit dari menegakkandiagnose kor pulmonale yang disebabkan oleh penyakit paruyang lain seperti : "difuse pulmonary fibrosis," "primarypulmonary hipertension".Dengan adanya emfisema paru pada penderita PPOM yangmengalami komplikasi kor pulmonale maka gejalagejalayang ditimbulkan oleh kor pulmonale akan menjadi kaburdengan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh emfisema parusendiri.

Anamnese :

1. Batuk-batuk lama dengan mengeluarkan dahak banyak,infeksi paru yang berulang-ulang bisa ditimbulkan oleh korpulmonale atau PPOM tanpa kor pulmonale.

2. Dyspnea bisa disebabkan oleh PPOM atau/dan kor pulmona-le.

Apabila ada kor pulmonale "dyspnea" lebih berat ditambahdengan "orthopnea:Pemeriksaan fisik.

1. IVP akan meninggi apabila telah terjadi kegagalan jantungkanan. Peninggian IVP ini dapat terjadi pada penderitaPPOM walaupun kbmplikasi kor pulmonale belum terjadi,peninggian hanya terjadi selama periode ekspirasi, padawaktu periode inspirasi vena yugularis menjadi kollaps. PadaPPOM yang belum disertai kegagalan jantung Icarian akanterlilrat pergerakan dari permukaan vena yugularis yangberlebihan "Hepatojugular reflux" positif apabila telahterjadi kegagalan jantung kanan.

2. Udema yang. menyolok pada tungkai bawah merupakantanda dari kegagalan jantung kanan. Pada penderita PPOMwalaupun belum terjadi komplikasi kor pulmonale seringjuga ditemukan udema pada tungkai bawah walaupun tidakbegitu menyolok.

3. "Cyanosis" bisa ditemukan pada penderita PPOM saja, te-tapi apabila disertai dengan kor pulmonale, "cyanosis" akanlebih menonjol.

4. Hepatomegali adalah salah satu gejala dari kegagalan jan-tung kanan. Pada penderita PPOM tanpa kor pulmonalekadang-kadang hepar teraba juga. Hal ini disebabkan karenadiafragma letak rendah biasanya kurang dari 12 cm di bawaharkus kosta.

5. Pada perkusi batas-batas jantung susah ditenukan karenaada emfisema paru.

6. Auskultasi bunyi dan bising jantung yang teliti sangatmembantu untuk mengetahui ada tidaknya hipertensi pul-

P P O M

Hipoksia danAsidosis

Polisitemiadan

Hipervolemia

Cardiac outputmeninggi

Page 24: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 23

monalis. Adanya emfisema paru mengakibatkan penilaian dariauskultasi menjadi kabur. Suara jantung terdengar lemah,apabila telah ada hipertensi pulmonalis suara p akan mengeras.

Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan analisa gas darah. Apabila PaO2 kurang dari 60

mmHg, PaCO2 lebih dari 50 mmHg dan saturasi 02 arteri kurangdari 85 mmHg dapat diduga kemungkinan kor pulmonale telahada.Pemeriksaan radiologik1. Emfisema paru menyebabkan pembesaran jantung tidak selalu

tampak pada foto Ro toraks PA maupun lateral. Bila jantungtelah sangat membesar barulah tampak pada foto Ro torakskemungkinan akan dapat dilihat adanya pembesaran darijantung.

2. Kelainan pembuluh darah paru menunjukkan adanyahipertensi pulmonalis. Pada foto Ro terlihat berupa pembesaranarteri pulmonalis dan cabang-cabang utamanya, pembuluh-pembuluh darah perifer tampak mengecil.

Pemeriksaan elektrokardiogramPemeriksaan EKG pada penderita kor pulmonale perlu diingat

hal-hal seperti dibawah ini :1. Emfisema paru sendiri dapat menimbulkan perubahan-

perubahan pada pemeriksaan EKG.2. Perubahan pada EKG yang ditimbulkan oleh emfisema paru

mengaburkan penilaian perubahan EKG yang disebabkanhipertropi bilik kanan jantung.

3. EKG bisa normal walaupun diagnose kor pulmonale telah jelas.4. Emfisema paru dan hipertropi bilik kanan jantung secara

bersama-sama bisa menimbulkan perubahan pada EKG. Hal ini kadang-kadang dapat menimbulkan kesalahan penilaian.

Kelainan EKG yang disebabkan emfisema paru1. Voltase rendah pada bidang frontal ("standard dan extremity

lead")2. Aksis QRS terletak antara': 90 dan 110 derajat.3. Gelombang S pada lead I terutama pada lead II, III aVF. Hal

ini dikenal sebagai sindrom S 1 , S 2 ,S 3.Kriteria EKG pada penderita kor pulmonale.1. Diagnose hipertropi bilik kanan jantung pada PPOM tidaklah

mudah oleh karena adanya emfisema paru. Para penyelidikmengajukan bermacam-macam kriteria.

2. Kilcoyne dkk mengatakan bahwa hipertropi bilik kanan jantung pada penderita kor pulmonale merupakan stadium lanjut. Dari 200 kasus yang mereka selidiki yang mengalami hipertropi bilik kanan hanya 28%.

Untuk menegakkan diagnose dini kor pulmonale mereka telahmenyelidiki hubungan antara perubahan-perubahan EKG denganperubahan-perubahan yang menandai perubahan/ gangguanfungsi bilik kanan jantung, sebagai berikut :1. Aksis QRS berubah kekanan sama atau lebih dari 30 02. Gelombang T pada lead V 1 V3 menjadi negatif, bifasik

atau datar.

3. Segmen ST "depresions" pada lead II, III, aVF. 4. Terjadi RBBB tidak lengkap (QRS interval 0,10 — 0,11

dan R dengan dua puncak pada VI ) atau lengkap . (QRS interval sama atau lebih besar dari 0,12 detik dan R perpuncak 2 pada V1) Timbulnya salah satu atau lebih perubahan tersebut diatas apabila saturasi 02 turun dibawah 85% dan tekanan arteri pulmonalis sama atau lebih 25 mm Hg.

Dengan kombinasi pemeriksaan analisa gas darah arteri dan timbulnya salah satu EKG tsb dapat ditentukan apakah sudah terjadi kelainan atau dilatasi bilik kanan jantung. Misalnya bila didapat tekanan arteria pulmonalis sama atau lebih 25 mmHg dan satu atau lebih kelainan EKG tersebut diduga baru raja terjadi kelainan baik kanan jantung. Bila analisa gas darah tidak dapat diperiksa, salah satu atau dua kelainan EKG tersebut dapat dipakai sebagai tanda permulaan terjadinya kor pulmonale. Aritmia pada kor pulmonale

Sebelum tahun 1960 para ahli berpendapat bahwa pada kor pulmonale akan terjadi aritmia menahun. Pada saat ini pendapat demikian telah disangkal. Padmavati dkk dari 544 kasus kor pulmonale yang mereka selidiki tidak menyebutkan adanya aritmia. Zarraby dick dari 100 Icarus kor pulmonale hanya 4% dengan aritmia. Aritmia mereka temukan pada penderita dengan hipoksia akut. Hudson dkk menganjurkan. apabila ditemukan aritmia harus segera diperiksa analisa gas darah apakah ada kegagalan penafasan akut.

Penatalaksanaan kor pulmonale

Penanggulangan kor pulmonale ditujukan terhadap dua faktor: (1) Terhadap kegagalan respirasi. (2) Terhadap kega- galan jantung kanan. 1. Terapi terhadap kegagalan respirasi.

Terjadinya kor pulmonale pada penderita PPOM terutama disebabkan oleh karena faktor hipoksia, asidosis dan vasokon- triksi. Untuk mengatasi faktor-faktor tersebut diatas perlu diambil tindakan berikut : a) Menjauhkan bahan-bahan yang dapat menimbulkan iritasi

pada saluran nafas. b) Mempertahankan intake cairanyang adekuat. c) Mengusahakan supaya jalan nafas tetap terbuka dengan jalan

memberikan obat-obatan (bronkhodilator, mukolitik) postural drainase, pengisapan lendir dari jalan nafas dll.

d) Pemberian 02 . Terapi 02 pada penderita kor pulmonale yang disebabkan oleh PPOM harus berhati-hati oleh karena dapat mengakibatkan retensi CO2.Oleh karena itu pemeriksaan analisa gas darah yang berulang-ulang sangat penting. Biasanya 02 diberikan dengan konsentrasi rendah.

e) Memberantas infeksi saluran nafas. Dengan pemberian anti-biotik yang sesuai dan adekuat.

2. Terapi terhadap kegagalan jantung kanan a) Pemberian digitalis pada kegagalan jantung kanan karena kor

pulmonale masih diperdebatkan . Ada yang berpenda-

Page 25: Cdk 031 Masalah Jantung

24 Cennin Dunia Kedokteran No. 31

pat dengan pemberian digitalis dosis rendah akan memper-baiki output ventrikel kanan, tetapi sebaliknya banyakpeneliti yang berpendapat bahwa pemberian digitalismengakibatkan keadaan menjadi lebih buruk. Disamping itupemberian digitalis pada penderita kegagalan jantung kanankarena kor pulmonale harus sangat berhati-hati oleh karenapenderita lebih mudah mengalami keracunan digitalis.

b) Pemberian deuretika memberikan efek yang baik oleh karenadapat mengurangi kongesti paru dan udema perifer sehinggadapat mengurangi beban jantung kanan dan juga memperbaikioksigenisasi.

c) "Phlebotomy" kadang-kadang dianjurkan terutama jikaterdapat polisitemia yang hebat. Darah dapat dikeluarkansebanyak 250 — 500 cc.

Prognose dari kor pulmonalePrognose kor pulmonale yang disebabkan oleh PPOM lebih

baik dari prognose kor pulmonale yang disebabkan oleh penyakitparu lain seperti "restrictive pulmonary disease", kelainanpembuluh darah paru.

Forrer mengatakan penderita kor pulmonale mash dapathidup antara 5 sampai 17 tahun setelah serangan pertamakegagalan jantung kanan, asalkan mendapat pengobatan yangbaik. Padmavati dkk di India mendapatkan angka antara 14tahun. Sadouls di Perancis mendapatkan angka 10 sampai 12tahun.Ringkasan

1. Sejak 30 tahun terakhir ini para ahli banyak mencurahkan

perhatian terhadap penderita - penderita PPOM karma keke rapan dari penyakit ini makin lama makin meningkat.

2. Diantara penyakit paru menahun yang paling sering menimbulkan komplikasi kor pulmonale ialah PPOM.

3. Faktor terpenting didalam mekanisme timbulnya kor pulmonale pada penderita PPOM ialah faktor fisiologik yaitu hipoksia, asidosis dan vasokonstriksi.

4. Kor pulmonale bersifat reversibel. Dengan memperbaiki keadaan hipoksia dan asidosis maka kelainan bilik kanan jantung dapat sembuh kembali.

KEPUSTAKAAN

1. Andrews LJ. Pathophysiologi and Management Corpulmonale.Geriatric 1976; 91.

2. Aries SM, Griesbach SI. Bronchial component in chronic obstruk-tive Lung desease Am J Med 1974; 57: 183-191 .

3. Boushy SF, North LB, Hemodinamic Change in chronic obstruk-tive Pulmonary Desease. Chest 1977; 72 : 565-570.

4. Dines DE, Parkin TW. SomeObservation on the value of the elec-tro cardiogram in patien with chronic cor pulmonale. Mayo Clin-Proc 1965; 40: 745-750.

5. Ferber MI. Cor Pulmonale (Pulmonary Heart Desease) Present daystatus Am Heart J 1976; 89: 657-664.

6. Harvey RM. A Clinical Consideration of cor Pulmonale Circu-lation 1960; XXI : 236-252.

7. Hin Show. Deseases of the chest. 3th ed. WB. Sanders Co 1969.8. Kamper D Chou T Fouler NO The reablity of chronic obstruktive

Lung desease. Am Heart J 1970; 80 : 445-452.9. Kilcoyn NM, Davis Al. A Dynamic ellectracardiographic consept

Usuful in the diagnosis of corpulmonale Circulation 1970; XLII:903-923.

10. Philips YH, Burch GE. Problem in the Diagnosis of corpulmonale.Am Heart J 1963; 60 : 818-832.

Page 26: Cdk 031 Masalah Jantung

Hubungan Antara Aktivitas Neuron dalamCerebellum dan Perubahan-perubahan

Fungsi Kardiovaskuler *dr. Abdul Choliq Chuseri

Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

PENDAHULUAN

Perubahan dari keadaan istirahat ke keadaan aktivitas ototmembutuhkan tidak hanya adanya koordinasi gerakan otot, tetapijuga adanya penyesuaian mekanisme kardiovaskuler untukmenjamin cukupnya aliran darah, oksigen dan mungkin nutrienyang penting untuk kontraksi otot.

Telah diketahui bahwa pusat-pusat sistem saraf, terutama dimedulla spinalis, batang otak, hipothalamus, dan cerebellummempunyai kaitan dengan mekanisme saraf untuk penyesuaiankardiovaskuler dan pernapasan. 1, 2 Cerebellum juga mempunyaifungsi yang penting dalam, mengontrol dan mengkoordinasiaktivitas somatomotor 3,4,5 Karena ternyata cerebellum menerimainput dari berbagai daerah sensoris, proprioseptis dan hampirsemua modalitas 6, 7 dan serabut eferennya mencapai banyakdaerah strategis sistem pengontrol saraf pusat 6,8 makabertambahlah perhatian para ahli untuk meneliti peranancerebellum dalam mengkoordinasi fungsi saraf yang lain.

Sampai sekarang mekanisme saraf dan jalan saraf yangdipakai oleh cerebellum untuk mengontrol aktivitas somato-motor telah diketahui secara tuntas akan tetapi jalan danmekanisme saraf yang dipakai oleh cerebellum untuk mempengaruhi fungsi-fungsi kardiovaskulaer sangat sedikit diketahui.

Dengan melakukan pencatatan tekanan darah, frekuensidenyut jantung secara fisiologis dan melakukan stimulasi danpencatatan di berbagai daerah cerebellum diperoleh hasil yangmenunjukkan bahwa sel-sel Purkinje menghambat aktivitas sel-sel nuklei cerebellum, sedangkan output sel-sel nuklei fastigeimenunjukkan pengaruh eksitatoris pada neuron -neuron batangotak pad a pusat kardiovaskuler.Tujuan percobaan ini terutama untuk menyumbangkantambahan bukti guna mendukung suatu dugaan yang menya-takan bahwa pengaruh cerebellum terhadap fungsi-fungsikardiovaskuler, terutama perubahan tekanan darah dilakukan

* Dibacakan pada Sendnarfmiah ke VIIAIFI tanggal 3-6 September1981 di Surakarta.

baik melalui sel-sel di nuklei fastigei ataupun sel-sel nukleiretikularis paramedian.

MATERI DAN CARA PENELITIANBinatang percobaan. Binatang percobaan yang digunakan adalah kelincidewasa jantan dan betina dengan berat badan antara 2–3 kg.Anestesi . Percobaan dilakukan pada preparasi akut dengan anestesisodium pentobarbital dengan dosis inisial 25 mg per kg berat badan (anestesi dalam). Selanjutnya binatang dipertahankan pada anestesiringan 15–20 mg/kg BB.Kanulasi. Arteri dan vena femoralis disiangi, setelah bersih kanulapolietilin yang telah di beri heparin dimasukkan kedalam arteri dankanula yang lain dimasukkan kedalam vena. Selanjutnya binatangdiletakkan diatas alat stereotaksik khusus untuk kelinci.Pencatatan. Pencatatan tekanan darah aorta, EKG. gerakan pernapasandtiakukan dengan dinograf (Beckman 504 D) dan diperlihatkan dalamosctlloskope (Hewlwett Packard 13A). Gerakan badan, dilatasi pupil dansalivasi diobservasi dan dicatat secara manual. Temperatur badandimonitor dengan slat Termistemp 71 A.Pemasangan elektrode stimulasi dan elektrode pencatat. Untuk mema-sang elektrode mlkcro terlebih dahulu kulit dan jaringan yang menutupicerebellum disiangi, dipotong dan ditarik ke lateral. Kraniotomi dila-kukan untuk memudahkan mencari daerah-daerah di cerebellum. Denganmenggunakan atlas Brodal (1940) dan irisan-irisan secara histologisnuklei cerebellum dapat diidentifikasi. Elektrode mikro yang terbuat darijarum stainless steel dengan diameter ujung antara 1‚5µ dan impedanlistrik antara 0,3 - 2,0 MegaOhm dimasukkan kedalam jaringancerebellum pada koordinat streotaksik yang diingini. Dalamnya elek-trode dapat diatur dengan alat yang diperlengkapi hydraulic microdive.Elektrode mikro tersebut kemudian dihubungkan dengan kabel, yang 'diisolasi, ke preamplifier Grass model P‚15 AC untuk amplifikasi dansignal kondisioning. Output preamplifier ini dihubungkan dengan osci-lloskope untuk memperlihatkan adanya aktivitas neuron.

Pencatatan data. Potensial aksi atau spike yang telah terpilih ataupunfrekuensi potensial aksi yang diperoleh disamping diperlihatkan dioscilloskope dan dicatat oleh dinograf juga disunpan dalam tape recor-der magnetik (HP 3960). Tape magnetik ini memungkinkan kita untukmengeluarkan kembali data yang diperoleh pada layar oscilloskope untukdianalise leblh lanjut dan difoto.Identifikasi sel. Sel Purkinje diidentifikasi dengan kriteria elektrofisi-ologis9,10 dan verifikasi secara histologic sesudah percobaan, sedang sel-selnuklei fastigei dan sel-sel retikuler paramedian diidentifikasi

Cumin Dunia Kedokteran No. 31 25

Page 27: Cdk 031 Masalah Jantung

hanya dengan menentukan lokasi ujung elektrode mikro pada irisanhistologis.Analisa data. Data yang diperoleh termasuk parameter-parameter te-kanan darah, frekuensi denyut jantung, gerakan pernapasan dan aktifitasunit tunggal sel-sel korteks cerebellum atau sel-sel nuklei fastigei dannuklei retikularis paramedian mula-mula dicatat pada kertas pencatat.

Studi terperinci mengenai pola dan hubungan temporal aktifitas unittunggal dilakukan dengan mempercepat lintasan spike dalam oscil-loskope. Pencatatan fotografi aktifitas unit diperoleh dari layar oscrllos-kope. Frekuensi sesaat aktifitas spike drltitung dengan analise intervalspike. Perubahan berbagai parameter dipelajari ba ik dari pencatatankertas ataupun dari basil fotografi. Pola jawaban terhadap stimulasi danperubahan aktifitas unit dikelompokkan bersama-sama sesuai dengan hasilstimulasi apakah ada kenaikkan, penurunan atau tidak ada perubahanpada aktifitas unit. Perubahan tekanan darah yang menyertainyadipelajari dan dikategorikan dalam tabel sesuai hubungannya dengan efekstimulasi dan aktifitas unit. Akhirnya jumlah semua unit pada tiapkelompok dihitung dan merupakan persentase seluruh populasi unit yangdiperoleh dari daerah otak tersebut.

Dalam mempelajari perubahan-perubahan tekanan darah karenastimulasi nuklei retikularis paramedian di berbagai daerah kedalamanelektrode dari permukaan dorsal batang otak. Perubahan tekanan darahrata rata dinyatakan sebagai persentase dari periode kontrol sebelumstimulasi.

HASIL

Hasil berikut diperoleh dari studi 106 unit yang dikumpulkandari 35 ekor kelinci (lihat tabel). Dari tabel tersebut dapat dibacadengan jelas bahwa aktifitas sel Purkinje, nuklei fastigei dannuklei retikularis paramedian ada hubungannya denganperubahan tekanan darah sewaktu cerebellum distimuli.I. Hubungan antara aktifitas sel Purkunje dan perubahan

kardiovaskuler sewaktu stimulasi korteks cerebellum dibagian vermis.

Kenaikan aktifitas sel Purkinje selama ada stimulasi kortekscerebellum pada lobus V,VI, VII, dan VIII vermis selalu diikutioleh penurunan tekanan darah dengan tidak adanya perubahanfrekuensi denyut jantung. Penurunan tekanan darah padapercobaan ini adalah 55,66% ± 0,52 dari keadaan istirahatsebelum stimulasi. Selanjutnya dapat dicatat 28 unit

yang diidentifikasi dengan dasar kriteria elektrofisiotogissebagai aktifitas sel Purkinje. Sejumlah 25 unit dari 28 unit yangdiobservasi kurang lebih 91% (lihat tabel) menunjukkanhubungan yang pasti antara kenaikan aktifitas sel Purkinjeselama stimulasi korteks cerebellum dan penurunan tekanandarah aorta.II. Hubungan antara aktifitas sel nukleus fastigeus dan

perubahan kardiovaskuler sewaktu stimulasi kortekscerebellum di bagian vermis.

Stimulasi listrik di bagian vennis cerebellum menurunkan fre-kuensi aktifitas neuron di nuklei fastigei bersamaan denganpenurunan tekanan darah aorta serta tidak adanya perubahanfrekuensi denyut jantung yang bermakna. Penurunan tekanandarah yang diperoleh sampai mencapai 40.20% ± 1,21 darikeadaan istirahat sebelum stimulasi (tabel).

III. Hubungan antara aktifitas sel nukleus retikularis parame-dian dan perubahan kardiovaskuler sewaktu stimulaaikorteks cerebellum daerah vermis.

Aktifitas sel-sel nuklei retikularis paramedian dicatat denganelektrode mikro yang dimasukkan kedalam medulla oblongatamelalui foramen magnum yang telah dilebarkan. Dari foramenini dapat dilihat dengan jelas obeks yang selanjutnya obeks inidipakai sebagai patokan secara anatomis untuk menentukandaerah nuldeus retikularis paramedian.Pada percobaan ini 31 unit dicatat dan nukleus retikularisparamedian (tabel). Sejumlah 30 unit atau kurang lebih 96,7%dari populasi ini menjawab stimulasi korteks cerebellum, denganadanya penurunan aktifitas sel-selnya, yang menghasilkanpenurunan tekanan darah.IV. Hubungan antara aktifitas sel reticularis paramedium dan

perubahan kardiovaskuler sewaktu stimulasi nukleusfastigeus.

Perubahan aktifitas neuron di nuklei retikularis paramedianjuga diselidiki selama stimulasi nuklei fastigei. Selama stimulasiunit neuron di nuldei retikularis paramedian menjawab denganmenaikan frekuensi spikenya. Seperti terlihat pada tabel,

Hubungan antara aktifitas neuron cerebellum dan jawaban kardiovaskuler selama stimulasi cerebellum.

No.Tipeunit

Bagian cerebellumyang distimuli

Jumlahseluruhunit

Perubahan tekanan darah( % ± S E )

Jumlah unit yangmenjawab stimulasi

% perubahanpopulasi

Jumlahbinatang

turun naik turun naik

1.

2. 3. 4.

SP

NF

NRP

NRP

Korteks VermisLobulus V, VI, VII, VIIIKorteks VermisLobulus V, VI, VII, VIII

Korteks VermisLobulus V, VI, VII, VIII

MF bagian anterior

28

15

31

32

55,66 % ±0,52

40,20 % ±1,21

52,43 %±1,14

-

-

-

60,14 % ± 1,41

+)

15

30

++)

25

1

31

91

100

96,7

96,8

14

10

5

6

106 35

SP = Sel Purkinje +) = 3 unit tidak aktif lagi NP =NRP =

Nukleus fastigeusNukleus retikularis pararedian

++) = 1 unit tidak menunjukkan poly yang jelas

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 31

Page 28: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dania Kedokteran No. 31 27

sejumlah 31 unit dari 32 unit yang dipelajari atau kurang lebih96,8% yang dicatat dari sel-sel nuklei retikularis paramedianmenjawab stimulasi nuklei fastigei dengan menaikan frekuen-sinya dan seirama dengan kenaikan tekanan darah.Selama stimulasi dilakukan pada daerah -daerah di nukleiretdcularis paramedian, dapat dicatat bahwa jawaban kardio-vaskuler dapat di ubah-ubah dengan cara memindah-mindahposisi elektrode stimulasi. Penemuan ini menunjukkan bahwabagian ventral nuklei retikularis paramedian mungkin berhu-bungan dengan jalan yang dilalui oleh pengaruh cerebellumterhadap fungsi kardiovaskuler.

DISKUSI

Dari hasil percobaan ternyata stimulasi korteks cerebellumdaerah vermis menyebabkan kenaikan aktifitas sel Purkinje danpenurunan aktifitas unit neuron nuklei fastigei dan nukleiretikularis paramedian serta diikuti oleh penurunan tekanandarah aorta tanpa diikuti oleh perubahan frekuensi denyutjantung yang berarti. Hasil yang didapat ternyata tida k sesuaidengan hasil yang diperoleh para peneliti sebelumnya11

yang menunjukkan bahwa stimulasi cerebellum sangat sukarmemperoleh jawaban perubahan tekanan darah.

Kontradiksi tersebut juga telah didiskusikan oleh Martner2 yangmengatakan bahwa suatu interpretasi yang dibuat oleh parapeneliti terdahulu kurang dapat diterima terutama karena padasaat itu teknik stimulasinya masilh kurang baik dengan resikoadanya penyebaran aliran listrik. Penemuan yang diperolehtemyata menyokong suatu fakta yang telah diperolehsebelumnya yang mengatakan bahwa akson sel Purkinje dapatmenyebabkan hambatan langsung terhadap sel-sel nukleicerebellum6,12,13 Suatu hasil yang mengatakan bahwa stimulasikorteks cerebellum daerah vermis tidak merubah frekuensidenyut jantung sesuai dengan penemuan sebelumnya 14 yangmenunjukkan bahwa lesi pada nuklei retikularis paramediantidak mengubah frekuensi denyut jantung sebagai jawabanrefleks yang ditimbulkan dengan stimulasi reseptor kimia.Stimulasi nuklei fastigei menghasilkan kenaikan akti-fitas sel-sel nuklei retikularis paramedian yang diikuti oleh ke-naikan tekanan darah aorta, begitu pula stimulasi sel-sel nuldeiretikularis paramedian terutama di bagian dalam medial,menyebabkan kenaikan tekanan darah aorta.

Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa penga-ruh sel Purkinje terhadap fungsi kardiovaskuler rupa-rupanyadilakukan baik melalui penghambatan sel-sel nuklei fastigei,

yang dalam keadaan normal menstimulasi sel-sel nuklei retiku-laris paramedian, atau pengaruh sel Purkinje secara langsungmenghambat sel-sel nuklei ratikularis paramedian.

Percobaan ini belum sepenuhnya mengungkap jalan sarafyang dilalui oleh pengaruh cerebellum terhadap fungsi kardio-vaskuler. Untuk lebih memastikan jalan saraf yang dipakai untukmelaksanakan pengaruh cerebellum terhadap fungsikardiovaskuler perlu diadakan percobaan secara neuroanatomi.

KEPUSTAKAAN

1. Calaresu FR. Central pathway of integration of cardiovascularresponses. Proc Int Un Physiol 1974; X : 21 — 22.

2. Martner J. Cerebellar influences on autonomic mechanisms. Anexperimental study in the cat with special reference to the fastigialnucleus. Acta Physiol Scan. SUP 1975 ; 425 : 1 — 42.

3. Eccles JC. Ito M, Szentagothai J. The cerebellum as a neuronalMachine. New York : Springer—Verlag, 1967.

4. Eccles JC. The development of the cerebellum of the vertebrates inrelation to the control of movement. Die Naturewissen. 1969; 56 :525 — 536.

5. Llinas R. Neuronal operation cerebellar transactions. Neuroscience1970; 39 : 409 — 426.

6. Dell CC, Dow RS. Cerebellar circuitry. Neuroscience Res Bull 1967;2: 515.

7. Bloedel J. Cerebellar afferent system : A review. In : G.A. Kerkui, J.W. Phyllips. Progress in Neurobiology. Pergamon Press. ed. v.2.part 1. 1975; 3 — 55.

8. Ito M,' Mano N, Kawai N. Synaptic action of the fastigeobulbarimpulses upon neuron in the medullary reticular formation andvestibular nuclei. Ex Brain Res 1970 ; 11 : 29 — 47.

9. Grant R, Phyllips CG. Escitatory and inhibitory responses actingupon individual Purkinje cells of the cerebellum in cats. J Physiol1956;133:520—547.

10. Eccles JC, Llinas R, Sasaki K. The excitatory synaptic action ofelimbing fibers on the Purkinje cells of the cerebellum. J Physiol1966;182: 268 — 296.

11. Dow RS, Moruzzi G. The physiology and patology of the cerebelum.Minneapolis : Unit of Minnesota Press. 1958; 290 — 310.

12. Ito M, Yoshida M, Obata K, Kawai N, Udo M. Inhibitory control ofinfra cerebellar nuclei by the Purkinje cell axons. Ex Brain Res1969;10: 64 — 80.

13. Ito M. The neuronal mechanism of the cerebellar efferent system.Symposiun~I : The application of recent neurophysiology andneurochemistry to clinical neurology. Tokyo, Japan : 1969 ; 13—18.

14. Miura M, Reis DJ. The role of the solitary and paramedian reticularnuclei in mediating cardiovaskular reflex responses from carotidbaro—and chemoreceptors. J Physiol 1972; 223 : 525 — 548.

15. Eccles JC, Llinas R, Sasaki K. The mossy fiber granular cell relay inthe' cerebellum and its inhibition by Golgi cells. Exp Brain Res1966; 1 : 82—101.

Page 29: Cdk 031 Masalah Jantung

dr Putu Sutisna, dr Nengah Kapti, dr Nyoman Wartana, dr Ketut NgurahBagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universi tas Udayana, Denpasar Bali

Kemoprofilaksis Malaria

PEDOMAN PEMAKAIAN OBAT DALAMKEMOPROFILAKSIS

Sebelum menetapkan pilihan obat untuk profilaksis malariaperlu diperhatikan beberapa hal yaitu bagaimana intensitaspenularan malaria di daerah yang dimasuki, besarnya kemung-kinan untuk mendapat infeksi, spesies malaria yang dominan,serta adanya P. falciparum resisten terhadap klorokuin. Jelaslahsulit atau tidak mungkin untuk mennnuskan satu cara tertentuyang berlaku untuk semua keadaan. Bila bahaya malaria kecildan hanya ada malaria vivax, biasanya cukup dengan dosisminimal. Sebaliknya, bila kemungkinan infeksi lebih besar danmalaria falciparum banyak, dosis maksimal dapat digunakan. Dibawah ini diberikan pedoman praktis untuk profilaksis :I. Untuk daerah dengan P.falciparum sensitif terhadap klorokuin.

WHO menganjurkan satu di antara 4 jenis obat berikut ini :— Klorokuin, amodiakuin (tergolong 4-amoni-kuinolin)— Proguanil, pirimetamin (tergolong "DHFR inhibitor")

KLOROKUIN

Dewasa :Anak :

300 mg basa seminggu sekali

bawah 1 tahun : 37,5 — 50 mg basa seminggu sekali1 — 4 tahun : 50 — 100 mg basa seminggu sekali5 — 8 tahun : 150 — 200 mg basa seminggu sekali9 — 12 tahun : 200 — 300 mg basa seminggu sekali

Di daerah hiper/holo-endemi dosis dewasa 300 mg basa se-minggu dua kali atau lebih baik 100 mg basa setiap hari. Contoh nama dagang : Resochin (Bayer) tablet @ 150 mg

basa. Nivaquine (Rhodia) tablet @100 mg.

AMODIAKUINDewasa : 300 - 400 mg basa seminggu sekaliAnak :bawah 1 tahun : 50 mg basa seminggu sekali1 — 4 tahun : 50 — 100 mg basa seminggu sekali

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 31

5 — 8 tahun : 150 — 200 mg basa seminggu sekali 9 —12 tahun : 200 — 300 mg basa seminggu sekali

Di daerah hiper/holo-endemi dosis dewasa 300 mg basa seminggudua kali atau 200 mg seminggu tiga kali.

Contoh nama dagang : Camoquine (Parke Davis), tablet @

150 mg basa.

PROGUANILDewasa : 100 mg setiap hariAnak :bawah 1 tahun : 25 — 50 mg setiap hari1 — 4 tahun : 50 mg setiap hari5 — 8 tahun : 75 mg setiap hari9 — 12 tahun : 100 mg setiap hariDi daerah hiper/holo-endemi dosis dewasa 200 mg setiap hari (terutama di daerah tropis).

Contoh nama dagang : Paludrine (ICI) tablet @ 100 mg.

PIRIMETAMIN

Dewasa :Anak :

25 mg seminggu sekali

bawah 1 tahun : 6,25 mg seminggu sekali1 — 4 tahun : 6,25 — 12,5 mg seminggu sekali5 — 8 tahun : 12,5 mg seminggu sekali9 — 12 tahun : 12,5 — 25 mg seminggu sekaliContoh nama dagang : Daraprim (Wellcome), tablet @ 25 mg.

Klorokuin dan amodiakuin

Kedua obat ini bekerja sebagai profilaksis supresif terhadapke-empat spesies malaria, karena berkhasiat schizontosida kuat.Di daerah hiper/holo-endemi. WHO menganjurkan untukmelipat gandakan dosisnya. Cara ini hanya bisa diberikanselama satu tahun. Ada anggapan, dosis 600 mg seminggu ter-lalu besar bagi sebagian besar orang dewasa, dengan 300 mgsudah cukup.

Pendapat lain mengatakan; sebaiknya klorokuin tidak dipa-

Page 30: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 29

kai untuk profilaksis, karena dikhawatirkan akan menyebabkanresistensi pada P.falciparum. Namun, secara eksperimen danepidemiologi tidak dapat dibuktikan.

Kedua obat di atas, dapat mencegah serangan malaria fal- Dosisciparum selama obat diminum teratur sampai 4- 8 minggusesudah meninggalkan daerah malaria. Tidak demikian halnyadengan malaria yang mempunyai fase ekso—eritrositik seperti Dosismalaria vivax. Sesudah berhenti minum obat, orang bisamendapat serangan malaria di kemudian hari, sampai bertahunkemudian.

Primakuin bisa digunakan untuk membunuh fase jaringanyang laten (anti relaps). Dosis 15 mg setiap hari selama 14 harisetelah meninggalkan daerah malaria. Dapat pula diberikandosis mingguan bersama klorokuin (klorokuin 300 mg, prima-kuin 45 mg), diminum setiap minggu selama di daerah malaria,sampai 8 minggu setelah meninggalkan tempat itu. Pengobatanradikal ini hasilnya lebih baik, tapi harus diingat bahwa prima-kuin bersifat toksik. Lagi pula, tidak praktis memberikan pe-ngobatan radikal kepada setiap pelancong yang baru kembalidari daerah malaria. Barangkali bisa dipertimbangkan untukgolongan-golongan tertentu, yang karena pekerjaannya ke-mungkinan ditulari malaria besar sekali, seperti pekerja la-pangan, anggota militer, anggota missi dll.

Efek samping pada dosis yang dianjurkan relatif ringan.Kadang-kadang terjadi rasa pusing, gatal, gangguan penglihatan (berkunang-kunang). Gangguan mata karena neuroretinitis dapatterjadi dalam jangka panjang; ini kira-kira selama 6 tahundengan dosis 300 mg per minggu. Obat ini bisa digunakan padawanita hamil dan anak-anak.

Proguanil dan pirimetamin.

Ini adalah sebagai obat profilaksis kausal bagi malaria fal-ciparum, dan profilaksis supresif bagi ketiga malaria lain.

Trimetoprim, juga tergolong "DHFR inhibitor" tidak di -pakai untuk profilaksis karena khasiatnya sangat lemah.Proguanil dan pirimetamin adalah antimalaria yang paling tidaktoksik. Keduanya tidak dipakai secara tunggal untuk terapi,karena kerjanya lambat terhadap fase eritrositik.

Berdasarkan kedua hal tadi, beberapa kelompok sangat me-nganjurkan penggunaan untuk profilaksis. Tetapi, karena ter-bukti sangat cepat menimbulkan resistensi, dan telah terjadi diberbagai tempat di Afrika dan Asia Tenggara, maka ada ke-lompok lain yang tidak menyetujui untuk profilaksis.

II. Untuk daerah dengan P.falciparum resisten terhadap klorokuin.

Di sini dipakai cara kombinasi, misalnya antara "PABA com-

petitor" dengan "DHFR inhibitor".Ada dua macam obat kombinasi yang bisa dipakai :

1. Maloprim (Pirimetamin 12,5 mg + dapson 100 mg) dewasa : 2 tablet pada hari pertama, diikuti satu tablet setiap minggu.

2. Fansidar (Pirimetamin 25 mg + sulfadoxin 500 mg) dewasa : satu tablet setiap minggu atau dua tablet, 2 minggu sekali.

Dosis anak : 0 — 4 tahun : 1⁄4 tablet setiap minggu 4 — 8 tahun : ½ tablet setiap minggu 9 — 14 tahun : 3⁄4 tablet setiap minggu

15 tahun ke atas : l tablet setiap mingguEfek samping : Maloprim bisa dipakai untuk jangka waktu se-dang, tetapi Fansidar tidak dianjurkan pemakaian lebih lama dari4—6 bulan.

Sulfadoxin (sulfonamida yang bekerja lama) bisa menye-babkan sindroma Stevens Johnson. Walaupun demikian, ber-bagai penyelidikan dengan Fansidar yang dipakai untukprofilaksis selama 12 bulan, tidak pernah menunjukkan tok-sisitas berat. Maloprim tidak dianjurkan untuk wanita hamil dananak-anak.Kontra-indikasi pemakaian Fansidar :— Kehamilan— Alergi terhadap sulfonamid— Bayi prematur— Bayi dalam masa 4 minggu sejak lahir

LAIN-LAIN

Keberhasilan profilaksis tergantung dari pilihan obat yangtepat, kedisiplinan minum obat. Sebaiknya obat diminum se-sudah makan, untuk menghindari rasa mual atau muntah (ter-utama klorokuin dan amodiakuin).

Lama minum obat 4—8 minggu (lebih baik sampai 8 ming-gu) sesudah meninggalkan daerah malaria. Dianjurkan mulaiminum obat, satu minggu sebelum memasuki daerah malaria,terutama untuk mengetahui apakah ada alergi atau ketidakse-suaian (intolerance). Dokter harus memberikan petunjuk agarobat diminum secara teratur. Biasanya dosis mingguan lebihmudah dilupakan dari dosis harian.

Selain itu, orang yang bersangkutan harus pula mengetahuicara-cara sederhana untuk menghindari gigitan nyamuk, sepertimemakai kawat kasa anti nyamuk pada pintu dan jendela,memakai kelambu waktu tidur memakai insektisida dll.

Daftar Pustaka dapat diminta pada penulis/redaksi.

Menyambung pengumuman kami dalam CDK Nomor 30/83 tentang CDK nomor-no-mor lama, sekarang nomor-nomor tersebut telah habis kami kirimkan kepada paraTS dan Lembaga Kesehatan yang meminta lebih dahulu.Terima kasih atas segala perhatian TS.

Redaksi

Page 31: Cdk 031 Masalah Jantung

Pengelolaan Kesukaran Tidurpada Usia Lanjutdr. A. Tanumihardja Rumah Sakit Jiwa Ujungpandang

PENDAHULUAN

Proses "menua" adalah suatu proses yang alamiah yang ti-dak dapat dielakkan oleh siapapun juga. Pada usia lanjut seringterjadi perubahan f`isik dan mental. Diantara perubahan-pe-rubahan itu yang sering kita dengar ialah kesulitan tidur, berupakesukaran untuk mulai tidur; atau sering terbangun; atau tidurcepat dan dalam, tetapi terlalu cepat bangun dinihari dan setelahterbangun tidak bisa tidur lagi.

Tidur adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidup-an manusia. Diperkirakan sekurang-kurangnya sepertiga darimasa hidup manusia yang sehat dilewatkan di tempat tidur.Manusia yang normal dapat tahan tidak makan atau tahan tidakminum selama beberapa hari bahkan sampai beberapa minggu,akan tetapi tidak tahan untuk tidak tidur selama beberapa harisaja.

Tidur memberi istirahat kepada otak dan tubuh kita. Setelahbangun tidur apalagi setelah tidur yang nyenyak, maka kita segarkembali.

Seorang yang terganggu tidurnya, terutama gangguan tiduryang sudah berlangsung lama, biasanya menjadi mudah ter-singgung, rasa pusing, dan gairah kerja berkurang dan kadang-kadang disertai macam-macam keluhan somatik yang sifatnyafungsional belaka.

Pada umumnya jumlah jam tidur bagi seorang yang tua le-bih pendek jika dibandingkan dengan seorang yang masih di-bawah umur 40 tahun. Rata-rata seorang dewasa muda membu-tuhkan 8 jam tidur. Pada orang tua jumlah ini mungkin lebihkecil karena banyaknya waktu-waktu terjaga yang panjang padamalam hari. Anak- anak lebih banyak tidur daripada orangdewasa dan wanita tua lebih banyak mengeluh tidak bisa tidurdaripada pria tua.

Menurut Loomis, Dement dan Keitman, "tidur " itu dapatdibagi dalam beberapa tahap yaitu :

• Tidur tahap I : masih merupakan tahap setengah tidur dansetengah bangun. Bunyi-bunyian yang kecil saja sudah dapatmembangunkannya. Pada tahap ini tonus otot

30 Cermin Dania Kedokteran No. 31

berkurang dan kelopak mata menutup dan tampakgerakan bola mata ke kanan dan ke kiri.

• Tidur tahap II : bagi seorang yang sehat hanya memerlu-kan waktu 15 menit untuk memasuki tidur tahap II ini.Bunyi-bunyian yang keras masih dapat membangun-kannya, akan tetapi kemudian ia segera tidur kembali.

• Tidur tahap III : pad a tidur tahap IIl ini secara perlahan-lahan ia memasuki tidur yang nyenyak. Ia masih dapatdibangunkan orang, akan tetapi matanya masih belummau terbuka (tetap tertutup).

• Tidur tahap IV : dalam tahap ini sudah memasuki tahaptidur yang nyenyak. Karena bagitu nyenyak tidur,sehingga kadang -kadang ia bisa terbakar sampai mati bilaterjadi suatu kebakaran.

Ke-empat tahap tidur ini dilalui dalam waktu 70-100menit pertama setelah seseorang mulai tidur. Setelah itu ia akanmasuk ke dalam suatu tahap dimana terjadi gerakan cepat daribola mata disertai perubahan EEG, tahap ini disebut "tidurrapid eye movement" (REM). Pada tahap ini sebagian besarmimpi dapat diingat kembali bila orang terbangun; sebaliknyapada tahap tidur I s/d IV yang disebut juga "tidur non rapid eyemovement " (NREM) hanya sebagian kecil mimpi yang dapatdiingat kembali. Selama tidur itu, tidur REM dan NREMterjadi bergantian 4 - 6 kali.

PENYEBAB - PENYEBAB KESUKARAN TIDUR

Terdapat sejumlah penyebab kesulitan tidur pada orang-orang yang sudah lanjut usia antara lain karena :

1. Kecemasan :Path orang-orang tua sering ditemui : perhatian yang menyem-pit, kesukaran untuk menerima ide-ide baru, pesimistik, memi-kirkan diri sendiri, bereaksi berlebihan terhadap stress psiko-logik dan sering ada penggeseran kepribadian dari extrovert keintrovert sehingga sering menimbulkan tendens neurotikhipokhondrik atau histerik.

Hal-hal yang sering merupakan pokok pikiran daripada

Page 32: Cdk 031 Masalah Jantung

orang-orang tua adalah ketakutan tentang kematian, kurangnyaharga diri yang dapat terjadi karena berbagai sebab antara lain :— menurunnya libido dan potensi seksual— merasa terisolasi secara sosial (merasa kehilangan prestise

dan respek) terutama setelah pensiun.— berkurangnya kemampuan untuk 'berdikari"— kesukaran menyesuaikan diri dengan perubahan kultur

sehingga sering menimbulkan generation gap.Kesemuanya ini dapat menimbulkan kecemasan pada orang tua.Penderita peminum alkohol, sering memperlihatkan gejala -gejalakecemasan dan sering sulit untuk mengatakan yang manakahtimbul duluan. Pada orang tua, kecemasan mungkin jugamerupakan suatu gejala tirotoxikosis.

2. Depresi :Bila penderita datang dengan keluhan tidak bisa tidur, makaharu s diambil anamnesa yang lengkap guna mengungkapkangangguan efek yang sering dijumpai pada orang tua dan yangcara nyata telah merubah kebiasaan tidur pada orang tua.Bangun pagi-pagi dan merasa tidak enak pada pagi hari, tapikemudian membaik kembali setelah lewat siang hari. Keluhan inimungkin merupakan gejala utama dari depresi.Dengan perasaan halus dan penuh perhatian mungkin dapat di-ungkapkan penyebab faktor sosial, umumnya karena kesepian,rasa berdosa dan kesedihan.

3. Ketidak-nyamanan Jasmaniah (Somatic discomfort) :Banyak penyebab ketidak-nyamanan jasmaniah. Contoh misal-nya : kandung kencing dan rektum yang penuh atau seringkencing. Nyeri atau gatal-gatal di badan, orthopnoe atau kesu-litan bernafas. Ukuran tempat tidur yang tidak sesuai, tempattidur terlalu dekat pada tempat yang ribut, ventilasi udara dalamkamar tidur yang tidak baik, kramp-kramp pada kedua tungkai,atau menderita sesuatu penyakit tertentu yang mengharuskan iatidur pada suatu posisi tertentu dan lain sebagainya.Kesemuanya ini dapat menyebabkan orangtua tidak bisa tiduratau terganggu tidurnya.

Menghilangkan faktor -faktor penyebab ketidak-nyamananjasmaniah akan dapat sangat menolong penderita dengan ke-sulitan tidur. Pengobatan di sini meliputi pemberian: analgesia,antibiotika, candio-tonicum, bronkhodilator, obat topical,tindakan bedah dll. Kramp-kramp pada tungkai di waktu tidurdapat diatasi dengan pemberian kina sulfat 300 mg sebelum tidurselama 7 - 10 malam berturut-turut.

4. KegagalanOtak yang Menahun(Chronic BrainFailure):Pada kegagalan otak yang menahun, penderita telah kehilanganinisiatif untuk dapat bisa bersenang -senang dan karena itu iaselalu dalam keadaan sedih, putus asa dan sebagainya, sehinggamembuat ia tidak bisa tidur.

Upaya untuk mengenal dan menghilangkan gejala -gejalagangguan jasmaniah akan dapat pula menolong penderita de-ngan kegagalan otak yang menahun. Bila terdapat perubahanirama tidur yang menetap, maka penderita sebaiknya dirawat disebuah rumah sakit dimana penderita diberi terapi occupa tionalyang sangat menolong untuk memulihkan diri dari kesulitantidur.

5. Keadaan Kebingungan yang Mendadak (Acute Con- fusional State)

Keadaan ini terjadi mendadak dan penderita memperlihatkangejala yang hebat di waktu malam hari.

Haru s dicari penyebab keadaan kebingungan yang men-dadak, biasanya karena penyakit organik atau karena nyeriyang hebat yang diakibatkan oleh trauma. Dibalik keadaankebingungan yang mendadak, tersembunyi faktor penyalahgu-naan alkohol dan keracunan obat. Pada keadaan depresi ataukegagalan otak yang dini, keadaan kebingungan dapat diakibat-kan oleh perubahan lingkungan yang biasa, misalnya peru-bahan jumlah anggota-anggota rumah tangga.

PENGOBATAN PENDERITAPengobatan di sini meliputi tindakan Umum dan medikamen-tosa :

A. Tindakan Umum : Bila tidak terdapat penyebab khususmaka upaya haru s diarahkan pada penerangan untuk meya-kinkan penderita tentang perubahan -perubahan irama tiduryang berkaitan dengan bertambahnya usia. Ini akan dapatmembebaskan penderita dari rasa cemas akan "tidak bisatidur".

Usaha penerangan ini haru s dibarengi dengan pembatasanminum teh, kopi dan alkohol pada malam hari. Penderita jugadinasehati agar bergerak badan yang ringan dan teratur. Suatuhal yang sangat menyedihkan ialah rasa kesepian penderita dantidak ada orang yang dapat diajak bercakap-cakap baik karenakematian teman hidupnya ataupun karena anak -anak sudahdewasa dan sudah berumah tangga sehingga haru s berpisahtempat tinggal. Adanya gap diantara "generasi muda " dan "

generasi tua" dapat membuat penderita terpaksa cepat pergitidur, dan karena itu sering terbangun tengah malam kemudiantidak dapat tidur lagi.

B. Pengobatan dengan Medikamentosa :Insomnia adalah suatu keluhan subyektif. Karena itu kitajangan membiaaakan diri memberikan hipnosedatif kepadapenderita lanjut usia. Penderita yang diberi obat hipnotik se-telah beberapa minggu kemudian keadaan tidurnya tidak akanlebih baik daripada penderita yang tidak diberi obat hipnotik.Karena itu hipnotik hendaknya merupakan pilihan terakhirdalam mengelola orang tua dengan kesulitan tidur.Obat-obatan yang sering diberikan antara lain :

1. Golongan Benzodiazepin :"Adverse Reaction " terhadap golongan obat ini lebih seringdijumpai pada penderita tua daripada penderita muda.

Nitrazepam dan flurazepam mempunyai efek kumulatif,efeknya bisa berlangsung selama 10 hari. Nitrazepam 10 mg sajasudah dapat menimbulan gangguan psikomotor selama 36 jampada orang tua. Benzodiazepin dapat mengakibatkankelemahan otot, keadaan kebingungan dan kecenderunganuntuk bunuh diri.

Golongan benzodizepin yang kerjanya singkat lebih ungguldaripada golongan benzodiazepin yang kerjanya lama. Tapigolongan benzodiazepin yang kerjanya singkat sering menim-bulkan kesulitan pada waktu penghentian obat.

Dengan pengetahuan yang cukup tentang golongan obat ini,

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 31

Page 33: Cdk 031 Masalah Jantung

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 31

maka dapat diberikan obat-obatan yang disebutkan di bawahini, yang dalam dosis kecil sudah cukup untuk mengatasikesulitan-kesulitan tidur :

— Triazolam 0,125 mg s/d 0,25 mg sehari— Oxazepam 10 mg s/d 20 mg sehari— Lorazepam 1 mg s/d 2,5 mg sehari

sehari— Temazepam 10 mg s/d 20 mgi2. Golongan Chioralhydrate :

Golongan obat ini sudah lama dikenal sebagai hipnotik. Da-lam waktu 1 jam saja sudah dapat menimbulkan efek hipno-tik. Dosis lx pemberian 500-1.000 mg sebelum tidur. Obat inijuga dapat diberikan per-rektal. Obat ini bersifat kumulatifkarena waktu-paruhnya sampai 4-5 hari.

3. Golongan Antipsikotik :Yang termasuk dalam golongan obat ini ialah golongan pheno-thiazine, thioxanthene dan butyrophenone. Golongan obat, inimempunyai efek yang tidak diinginkan pada orang tua dankarena itu hanya diberikan pada penderita dengan agitasi ataugaduh-gelisah.

4. Golongan Barbiturat :Seperti halnya dengan golongan chloralhydrate, golongan inijuga sudah lama dikenal sebagai hipnosedatif. Akan tetapikarena efek samping dan sifat ketergantungannya, golonganobat ini sekarang sudah jarang dipergunakan sebagai hipnotika.

Daftar Pustaka dapat diminta pada penulis/redaksi.

Page 34: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 33

Berbagai Pemeriksaan Imunologiuntuk Menunjang Diagnosa

dr. Siti Boedina KresnoBagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta

Perkembangan yang pesat dalam imunobiologi dan imunokimiamembuka jalan bagi kinik untuk secara luas menerapkanpemeriksaan laboratorium imunologi untuk menunjang diagnosadan sebagai pedoman penatalaksanaan penderita. Secara umumpemeriksaan imunologi dalam menunjang diagnosa tersebutdibagi dalam dua golongan1 , yaitu :I. pemeriksaan imunologi untuk menentukan kompetensi

imunologik baik pada orang normal maupun pada kelainanrespons imunologik.

II. pemeriksaan imunologi yang dipakai untuk menunjangdiagnosa penyakit-penyakit non-imunologik.

Dalam makalah ini penulis membatasi diri pada prinsip-prinsipimunodiagnostik in vitro yang pada saat ini telah dapatdilakukan di laboratorium Patologi Klinik FKUI/RSCM.Disamping itu akan dikemukakan pula beberapa tes untukmenguji respons imunologik seluler yang sepengetahuan penulistelah dapat dilakukan di laboratorium -laboratorium tertentu diIndonsia.

Pada bagian lain tulisan ini akan dikemukakan prinsip-prinsip berbagai tes imunokimia yang selain dapat dipakai untukmenguji respons imunologik humoral juga dapat dipakai untukmenunjang diagnosa penyakit-penyakit non-imunologik.

I. Pemeriksaan untuk menilai fungsi imunologik.Untuk memudahkan Bellanti' membagi pemeriksaan-

pemeriksaan ini dalam 3 golongan, yaitu tes untuk mengujirespons imunologikc non spesifik (primer), spesifik (sekunder)dan yang mengakibatkan kerusakan jaringan (tertier).

1. Tes untuk menguji respons imunologik nonspesifikmenggambarkan respons tubuh terhadap benda asing secaranonspesifik, baik berupa reaksi inflamasi maupun reaksifagositosis. Yang dapat dilakukan in vitro diantaranya adalahhitung jumlah leukosit danhitung jenis, penetapan laju endap

darah, dan penetapan CRP untuk reaksi inflamasi, sertapenetapan NBT (nitroblue tetrazolium) untuk reaksi fagositosis.

2. Tes untuk menguji respons imunologik spesifik (sekunder)dapat pula digolongkan dalam jenis-jenis tes untuk mengujirespons imunologik seluler dan jenis-jenis tes untuk mengujirespons imunologik humoral.

Uji respons imunologik seluler.Diantara uji respons imunologik seluler yang sudah sering

dilakukan adalah penentuan jumlah limfosit T dan B, uji ham-batan migrasi leukosit atau makrofag (LMI) dan stimulasilimfosit.2,3

Tahap pertama yang diperiksa adalah jumlah limfosit secaraabsolut. Adanya limfopenia mengarahkan pikiran kita kepadaimunodefisiensi.

Tahap selanjutnya adalah penentuan jumlah masing-masingpopulasi limfosit. Limfosit T dan B dapat dibedakan satu dariyang lain berdasarkan surface markers limfosit T dan B yangberbeda. Limfosit B pada permukaannya menunjukkanimunoglobulin sehingga apabila direaksikan dengan anti-imuno-globulin yang telah ditandai (label) dengan zat warna fluores-cein atau zat warna lain dapat dibihat sebagai limfosit yangberfluoresensi dan dapat diperlcsa dibawah mikroskop fluore-sensi.

Limfosit T mempunyai sifat yang khas yaitu dapatmembentuk roset dengan eritrosit domba secara spontan suatusifat yang tidak dipunyai oleh limfosit B. Dengan menghitungberapa persen limfosit yang berfluoresensi dan berapa yangmembentuk roset dapat diketahui jumlah limfosit B dan Tdalam darah perifer seseorang. Dalam keadaan normal jumlahlimfosit B adalah 1—15% sedangkan limfosit T 75—85%.

1

Selebinya merupakan limfosit non—T non—B, termasukdiantaranya sel K atau sel Null dan sel NK (natural killer).

Page 35: Cdk 031 Masalah Jantung

Uji hambatan migrasi leukosit adalah suatu tes berdasarkankemampuan sel T untuk mengeluarkan zat-zat tertentu apabiladirangsang. Sel T penderita yang sensitif terhadap salah satu jenisantigen. Bila dikonfrontasikan dengan antigen itu, akanmengeluarkan berbagai zat ( fak tor ) . Salah satu faktor meru-pakan suatu zat yang dapat menghambat migrasi leukosit ataumakrofag.3 Prinsip tes ini adalah untuk mengukur migrasileukosit yang diinkubasi dalam tissue culture medium limfosityang berisi antigen tertentu. Pada keadaan hipersensitifitaslimfosit terhadap antigen itu, migrasi leukosit ini dihambat.

Tes stimulasi limfosit berdasarkan responst limfosit terhadapstimulasi antigen. Responst itu dapat berupa transformasilimfosit ke dalam blast, proliferasi atau peningkatan sintesa DNAdan RNA dalam sel tersebut. Aktifitas ini dapat diukur denganberbagai cara, diantaranya yang paling mudah adalahmemeriksa transformasi sel setelah dirangsang denganphytohemaglutinin (PHA). 1, 2

Uji respons imunologik humoral.

Yang paling banyak dilakukan in vitro adalah penetapan imu-noglobulin secara kwantitatif yang dapat dilakukan denganberbagai cara, misalnya cara imunodifusi radial, rocket imu-noelektroforesis, imunonefelometri dan turbidimetri. 4-8

Penetapan ini dilakukan apabila disangka ada imunodefisi -ensi akibat gangguan fungal sel B. Ciri utama kelainan iniadalah penurunan kadar imunoglobulin hingga defisiensisecara selektif misalnya defisiensi IgA, defisiensi IgM bahkandefisiensi subkelas IgG.

Pada kelainan imunoporliferatif, disamping penetapanimunoglobulin kuantitatif perlu pula dilakukan penetapanimunoglobulin kualitatif.

Telah diketahui bahwa ada 2 jenis kelainan imunoproli-feratif yaitu gamopati polilclonal yang terjadi akibat stimulasiantigenik secara kronik, dan gamopati monoklonal yang ter-jadi akibat proliferasi imunosit yang berasal dari satu clonesecara tidak terkendalikan yang biasanya terjadi pada kegana -san9,10 Kedua jenis gamopati ini prognosanya jauh berbedasehingga perlu keduanya dibedakan satu dari yang lain. Beberapacara untuk membedakannya adalah elektroforesis proteinserum, imunoelektroforesis serum dengan menggunakanantisera monospesifik, serta elektroforesis dan imunoelektro-foresis urin 24 jam.

3. Uji respons imunologik yang mengakibatkan kerusakanjaringan dilakukan apabila kerusakan jaringan disangka terjadiakibat adanya responst imunologik baik terhadap antigeneksogen (alergi), antigen homolog (transfusi, transplantasi,tumor) maupun antigen autolog (penyakit autoimun).

Beberapa tes in vitro yang dapat dilakukan adalah pengu-kuran IgE dan anti—IgE pad a alergi yang dapat dilakukandengan cara RIA (radioimmunoassay) atau (enzymeimmunoas-say (EIA), tes Coombs dan tes terhadap aglutinin eritrositpada reaksi transfusi yang dapat dilakukan dengan cara aglu-tinasi, dan apabila kerusakan jaringan disangka disebabkanpenyakit autoimun dapat dilakukan pemeriksaan terhadap

34 Cermin Dania Kedokteran No. 31

RA faktor, komplemen dan antibodi terhadap berbagai jaringantubuh seperti anti-nuclear-antibody, anti-smooth muscle-antibody dB.

II. Pemeriksaan imunologi untuk menunjang diagnosa penya- kit non-imunologik.Berdasarkan kenyataan bahwa sebagai reaksi terhadap

antigen, tubuh dapat membentuk antibodi spesifik terhadap antigenitu, amak penetapan adanya antibodi terhadap kuman-kumantertentu dapat dipakai untuk menentukan diagnosa berbagai jenisinfeksi

Disamping itu dengan tersedianya antiserum spesifik terhadapberbagai jenis antigen atau protein, dapat pula ditetapkan adanyaantigen-antigen tertentu misalnya HBsAg, AFP dan lain-lain atauperubahan berbagai jenis protein seperti fraksi-fraksi proteintertentu, hormon dan lain lain dalam serum.

Dasar tes imunokimia yang dipakai adalah interaksi antigenantibodi yang dapat ditetapkan dengan macam-macam caramisalnya imunopresipitasi dan aglutinasi, radio-immunoassay (RIA) enzyme-immunoassay (EIA) atau imunomikroskopi.

Berbagai jenis tes tadi mempunyai spesifisitas dan sensitifitasyang berbeda-beda. Cara RIA dan EIA dapat mencapai sensitifitassampai kadar nanogram per mililiter, akan tetapi untuk cara inidiperlukan reagens berupa antigen atau antibodi yang murni (purified) dan suatu teknik untuk memisahkan kompleks antigen-antibodi dari antigen atau antibodi yang bebas.11-13 Sebaliknya carapresipitasi dan aglutinasi sensitifitasnya hanya mencapaimikrogram per mililiter, akan tetapi cara ini biasanya sederhanadan mudah dilakukan.

Dalam memilih cara yang akan dipakai, perlu pula diper-hatikan nilai diagnostik'hasil yang diperoleh. Sebagi contoh,dengan cara imunodifusi kadar terendah AFP yang dapatditentukan adalah ± 3000 nanogram/ml, dan biasanya kadarsetinggi signifikan untuk hepatokarsinoma atau karsinomaembrional.14 Dengan cara RIA kadar AFP dapat ditentukansampai 1 nanogram/ml, yaitu suatu kadar AFP yang bukan sajaterdapat pada berbagai jenis penyakit hati, tetapi juga padakeadaan normal.Cara imunopresipitasi. 4, 6-8

Termasuk ke dalam golongan ini adalah antara lain cara imu-nodifusi ganda, elektrimunodifusi, imunoelektroforesis,imunodifusi radial dan imunonefelometri.Imunodifusi ganda.Yang masih banyak dipakai adalah imunodifusi ganda menu-rut Ouchterlony. Teknik ini menggunakan lapisan agar sebagaimedia yang memisahkan antigen dari antibodi. Pada lapisanagar tersebut dibuat sumur-sumur, kemudian ke dalam duasumur yang berhadapan masing -masing dimasukkan antigendan antibodi. Setelah itu antigen dan antibodi dibiarkan men-difusi kedalam lapisan agar dan ditempat dimana keduanyabertemu dan mencapai keseimbangan akan terbentuk kom-pleks antigen -antibodi berupa gads presipitasi.

Teknik ini dapat dipakai untuk menetapkan antigen atau

Page 36: Cdk 031 Masalah Jantung

IMUNODIFUSI GANDA

GARIS PRESIPITASIDifusi Difusi

ii i- 0 -

_1%

:A

Ekses Antibodi (Prozone)

Ekses Antigen (Postzone)Y

ReaktanLapisan agar

t

Sample

Keseimbangan

antibodi secara semikuantitatif, yaitu dengan melakukanbeberapa pengenceran dan melaporkan pengenceran tertinggiyang masih dapat membentuk presipitasi.Elektroimunodifusi.

Prinsip cara elektroimunodifusi ini sama dengan cara Ouchter-lony, hanya saja di sini difusi dipercepat dengan meletakkankedua reaktan di antara medan listrik. Juga di sini presipitasikompleks antigen-antibodi terjadi pada titik keseimbangankedua reaktan.

Imunoelektroforesis.

Imunoelektroforesis merupakan gabungan antara teknik pemi-sahan fraksi-fraksi protein dengan cara elektroforesis dan tek-nik imunodifusi ganda. Setelah fraksi-fraksi protein dipisahkansatu dari yang lain dengan elektroforesis, ke dalam parit yangdibuat sejajar dengan garis migrasi fraksi-fraksi protein, dima-sukkan antiserum, kemudian dibiarkan berdifusi. Setiap fraksiprotein akan beraksi dengan masing-masing antibodi spesifikyang terdapat di dalam antiserum, sehingga masing-masingfraksi kemudian dapat diidentifikasikan secara terpisah.

Cara ini selain dapat dipakai menetapkan adanya antigentertentu, juga dapat dipakai untuk menunjukkan kelainanpada salah satu fraksi, misalnya kelainan imunoglobulin yangdisebut gamopati monoklonal atau paraprotein.9"0 Padakeadaan normal atau pada gamopati polildonal garis presipi-tasi berbentuk lengkung merata, sedangkan paraprotein ataugamopati monoklonal menunjukkan kelainan dalam bentukgaris presipitasi seperti scooping, bulging atau bifurkasi.Imunodifusi radial

Prinsip imunodifusi radial menurut Mancini,' adalah menggu-nakan lapisan agar yang telah mengandung antibodi mono-spesifik kemudian ke dalam sumur-sumur yang dibuat padaagar tersebut dimasukkan serum yang akan diperiksa.

Setelah serum dibiarkan berdifusi, maka presipitasi kom-pleks antigen-antibodi yang terjadi tampak sebagai suatu cincindi sekitar sumur. Cara ini adalah cara kuantitatif; besarnyacincin merupakan parameter untuk kadar antigen yang adadalam serum dan dapat ditentukan dengan menggunakankurve standar. Aplikasi klinik yang terpenting dari cara iniadalah penetapan imunoglobulin di dalam serum."Rocket elektroimunodifusi".

Cara ini dikembangk:an oleh Laurell dan menupakan variasi caraimunodifusi radial. Juga di sini digunakan lapisan agar yang telahmengandung antibodi, kemudian ke dalam sumursumur yangdibuat pada agar tersebut dimasukkan serum yang ingin diperiksaatau larutan standar. Difusi dipercepat dengan meletakkan lempengagar ini di antara medan listrik, sehingga presipitasi kompleksantigen-antibodi tampak sebagai kerucut. Tinggi kerucut dapatdiukur dan merupakan parameter untuk kadar antigen dalam serum.Imunonefelometri.

Dalam dekade terakhir telah dikembangkan suatu cara yangmenggunakan alat yang dapat mengukur cahaya yang di-hamburkan oleh molekul-molekul kompleks antigen-antibodi.Dengan menggunakan sinar laser sebagai sumber cahaya yangmempunyai energi yang lebih kuat daripada lampu halogen biasa,sensitifitas tes dapat ditingkatkan.

Aglutinasi4'8

Teknik ini dapat menentukan antigen atau antibodi secarasemikuantitatif, sedangkan aglutinasi dapat dilihat dengan matabelaka atau dengan mikroskop. Bermacam-macam variasi telahdikemukakan oleh para hali, akan tetapi yang banyak dipakaiadalah aglutinasi lateks dan hemaglutinasi, yang masing-masingmenggunakan partikel lateks dan sel eritrosit yang dilapisi antibodiatau antigen, tergantung apakah yang

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 35

Page 37: Cdk 031 Masalah Jantung

36 Cumin Dania Kedokteran No. 31

hendak ditentukan itu antigen atau antibodi.Cara aglutinasi lateks banyak dipakai untuk menetapkan

adanya rheumatoid faktor (RA) atau CRP dalam serum danhuman chorionic gonadotropin (HCG) dalam urin, sedangkancara hemaglutinasi sering dipakai untuk menetapkan HBsAg dananti—HBsAg, masing-masing cars reverse passive hemaglu-tination (RPHA) dan passive hemaglutination (PHA), disam-ping itu juga untuk menetapkan adanya antibodi terhadapTreponema pallidum.Radioimmunoassay (RIA)"

Sejak cara RIA untuk pertama kali dikemukakan oleh Berson,Yalow dan Eskins sekitar tahun 1960, berbagai modifikasi caraini telah dikembangkan untuk menyederhanakan danmemudahkan penggunaan serta meningkatkan sensitifitas caraini. Kalau dahulu dipergunakan liquid phase RIA, makasekarang lebth disukai solid phase RIA. Pada cara terakhir iniantibodi dilekatkan pada benda padat seperti misalnya dindingbagian dalam sebuah tabung, cakram kertas, butir-butir gelasatau lain lain, sehingga dengan demikian kompleks antigen-antibodi dengan mudah dapat dipisahkan dari antigen atauantibodi yang bebas.

Salah satu cara yang disukai adalah cara sandwich, yaitumenginkubasikan serum penderita yang disangka mengandungantigen tertentu dengan benda padat yang telah dilapisi anti-bodi. Setelah terbentuk kompleks antigen-antibodi, dimasukkanantibodi yang telah ditandai dengan radioisotop, sehinggamembentuk kompleks Ab—Ag—Ab*. Setelah antibodi radioktifyang bebas dipisahkan, maka radioaktifitas kompleks Ab—Ag—Ab* dapat diukur dengan gammacounter dan merupakanukuran untuk kadar antigen yang ada dalam serum.

Enzymeimmunoassay (EIA) ts,13

Prinsip cara EIA sebenarnya sama dengan cara RIA, hanya sajadi s in sebagaipengganti isotop radioaktif untuk menandaiantibodi dipakai salah satu jenis enzim. Enzim yang banyakdipakai adalah peroksidase dan fosfatase. Cara EIA mempunyaikelebtan daripada cara RIA, yaitu tidak mengandung bahayaradioaktif, mempunyai shelf life yang lebih lama, dapatmenggunakan spektrofotometer biasa, sedangkan sensitifitasnyahampir sama dengan cara RIA.

Juga pada EIA disukai cara sandwich, yaitu melapisi bendanpadat dengan antibodi atau antigen, kemudian menginku-

basikannya dengan serum yang mengandung antigen atauantibodi. Setelah serum yang tidak bereaksi dibuang, kompleksantigen-antibodi direaksikan dengan antibodi yang ditandaidengan enzim (AbE), sehingga terbentuk kompleks Ab—Ag—Abb. AbE yang bebas kemudian dipisahkan, dan kepada kompleksAb—Ag—AbE dibubuhkan suatu substrat. Substrat inidihidrolisa oleh enzim tadi, dan jumlah substrat yang dihidroli-sa dapat dinyatakan dengan perubahan warna yang terjadi dandapat diukur dengan spektrofotometer.Imunomikroskopi15

Imunomikroskopi adalah suatu cara histokimiawi atau sitoki-miawi untuk menyatakan adanya kompleks antigen-antibodi

Anti-imunoglobulindi-label denganfluorescein

Antigen

JaringanKaca

_ ~ obyek

Sinai U.V. II

/

ftt(& Z

/ i 1 \ /11\ rIl 1Its bagI

TEST IMUNOFLUORESENSI DENGAN CARA INDIREK

pada permukaan sel atau jaringan. Dengan menggunakan anti-gen atau antibodi yang ditandai dengan zat warna atau indika-

tor, kompleks tersebut dapat dilihat dibawah mikroskop.Untuk teknik imunofluoresensi, indikator yang dipakai

Antibodi

Antibodi *

Antigen

Antibodi yangdilekatkan

Bendapadat

RADIO IMMUNOASSAY

Antibodi

Antigen -

Antibocli yangdilekatkan

Bendapadat

anti Antibodi *

Page 38: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 37

adalah fluorescein dan mikroskop yang digunakan adalah imun, misalnya adanya anti-nuclear-antibody (ANA), anti mikroskopfluoresensi. Untuk teknik imunoperoksidase indi- smooth-muscle-antibody dan lain-lain. Disamping itu cara ini kator yang dipakaiadalah enzim peroksidase yang apabila dapat pula dipakai untuk menentukan adanya antibodi terhadiwarnai dengan zat warnakhusus dapat dilihat dibawah mi- dap mikroorganisme tertentu seperti Treponema, tuberkulosis, kroskop cahaya biasa.toxoplasmadan lain-lain.

Imunomikroskopi bermanfaat untuk menentukan adanyaantibodi terhadap sel atau komponen sel tubuh seperti auto-antibodi yang terdapat dalam serum penderita penyakit auto- DaftarPustaka dapat diminta pada penulis/redaksi.

Page 39: Cdk 031 Masalah Jantung

Bioavailabilitas Komparatif Tiga PreparatTablet Ampisilin 500 mg

Drs. Victor S. Ringoringo,Erni Suwaro , Yuniwati A. Chandra

Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. KALBE FARMA, Jakarta

Ampisilin adalah antibiotika golongan penisilin semi sintetik,dipakai secara peroral dan parenteral, aktif terhadap bakterigram positif dan gram negatif.

Tabel 1 menunjukkan spektrum antibakteri dan kadar ham-batminimal rata-rata ampisilin.1

Tabel 1. Spektrum antibakteri ampisilin

No. Jenis bakteriKadar hambat minimalrata-rata ( mcg I ml )

1. Staphylococcus aureus 0,12. Streptococcus pyogenes (A) 0,0123. Streptococcus viridans 0,0124. Streptococcus fecalis (D) 0,85. Diplococcus pneumoniae 0,056. Listeria monocytogenes 0,17. Clostridium perfringens 0,058. Haemopylus influenzae 0,19. Neisseria meningitidis 0,025

10. Neisseria gonorrhae 0,0511. Salmonella typhii 1,2512. Salmonella species 1,2513. Proteus mirabilis 1,25

Absorpsi ampisilin pada pemberian peroral umumnya ber-langsung selama 2 jam, tetapi jumlah ampisilin yang diabsropsisangat bervariasi (20 - 70% dosis). Absorpsi ampisilin yangtidak sempuma ini disebabkan oleh sifat-sifat amfoternya sertaketerbatasan kelarutan dalam air dan kecepatan disolusinya.Absorpsi diperlambat dengan adanya makanan, tetapi tidakmempengaruhi jumlah total ampisilin yang diabsorpsi.2

Oleh karena absorpsi ampisilin pada pemberian peroraltidak sempuma dan sangat bervariasi, maka perlu ditelitibioavailabilitasnya.

Bioavallabilitas suatu sadiaan obat merupakan ukuran ke-cepatan absorpsi obat dan jumlah obat tersebut yang diabsorp-

38 Cermin Dania Kedokteran No. 31

si secara utuh oleh tubuh dan masuk ke sirkulasi sistemik setelahpemberian obat.Penetapan bioavailabilitas penting dilakukan untuk obat-obatyang tergolong dalam "life saving drug" seperti antibiotika. Halini penting untuk menentukan aturan dosis yang dapatmempertahankan kadar antibiotika dalam darah diatas kadarhambat minimalnya terhadap bakteri yang sensitif selama terapi.3

BAHAN DAN METODA

1. Obat yang diteliti :a. Tablet ampisilin AF (anhidrat) Potensi : 101,31%b. Tablet ampisilin KP (trihidrat) Potensi : 102,30%c. Tablet ampisilin AC (trihidrat) Potensi : 102,48%

Masing-masing tablet dengan kesetaraan ampisilinanhidrat 500 mg.

2. Sukarelawan : Dua belas sukarelawan sehat, pria, umur21-34 tahun, berat badan 45-68 kg (rata-rata 55,5 kg), tinggibadan 156 - 170 cm (rata-rata 163 cm) diikut sertakan dalampenelitian ini.

3. Dosis : Dosis tunggal 1 x 500 mg.4. Disain percobaan : Disain menyilang (cross-over design).5. Pemberian obat : Seminggu sebelum pemberian obat dan

selama percobaan berlangsung, sukarelawan tidak boleh minumobat apapun. Sebelum pemberian obat, sukarelawan berpuasasatu malam. Kemudian obat dengan dosis tunggal 500 mgdiminum bersama 1 gelas air (200 ml). Tiga jam setelahpemberian obat sukarelawan diberi sarapan pagi yang telahditentukan. Setiap jam sukarelawan minum 1 gelas air selama 8jam untuk memacu ekskresi urin.

6. Pengambilan darah : Sampel darah diambil pada saatsebelum pemberian obat, ½ jam, 1 jam, 1½ jam, 2 jam, 3 jam, 4jam, 6 jam dan 8 jam sesudah pemberian obat. Pengambilandarah dengan Venoject Evacuated Blood Collecting Tube, Da-rah dibiarkan menjendal pada suhu kamar, kemudian disentri-

Page 40: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 39

fus pada kecepatan 4000 rpm. Serum yang diperoleh disimpanpada suhu - 20°C sebelum dianalisa.

7. Pengambilan urine : Sebelum pemberian obat kantongkemih dikosongkan . Sampel urin dikumpulkan pada interval-interval waktu 0-2 jam, 2-4 jam, 4-6 jam, dan 6-8 jam setelahpemberian obat. Sebelum dianalisa sampel urine disimpan padasuhu - 200C.

8. Penetapan kadar ampisilin dalam serum dan urin :Kadar ampisilin dalam serum dan urin ditetapkan secara mikrobiolegik (microbiological disc diffusion assay) dengan meng-gunakan kuman Sarcina lutea ATCC 9341.4

9. Analisa farmakokinetik : Parameter-parameterfarmakokinetik dihitung berdasarkan model satukompartemen terbuka ekstravaskuler.3,s

10. Analisa'statistik : Perbedaan antara tablet AF, tablet KP,dan tablet AC dalam berbagai parameter farmakokinetikdianalisa secara statistik dengan menggunakan analisa variansGaussian serta metoda Scheffe untuk sampel yang berkaitan.b"

11. Penetapan kecepatan disolusi : Kecepatan disolusi tabletAF, tablet KP, dan tablet AC ditetapkan secara invitro,menggunakan alat Dissolution Tester Erweka. Media yang di-gunakan adalah cairanlambung buatan pH 1.13, suhu 37° ± 0,5°C, kecepatan rotasi 100 rpm dengan waktu sampling 5, 10, 15,20, 25, 30, 45, dan 60 menit. Masing-masing tablet dilakukan 6kali penetapan. Kadar ampisilin yang terlarut ditetapkan secaramicrobiologik (microbiological disc difussion assay) menggunakankuman Sarcina lutea ATCC 9341.

HASIL1. Kadar ampisilin dalam serum :

Tabel 2 menunjukkan kadar ampisilin dalam serum setelahpemberian oral 500 mg tablet AF, tablet KP, dan tablet AC, danGambar 1 menunjukkan kurva hubungan kadar ampisilin dalamserum versus waktu.

Tabel 2. Kadar ampisilin dalam serum setelah pemberian oral 500mgtablet AF, tablet KP, dan tablet AC pada 12 sukarelawansehat

Waktu Kadar ampisilin dalam serum (mcg/ml)

( j a m ) rata-rata ± SE

Tablet AF Tablet KP Tablet AC

)h 1,02± 0,23 1,96 ± 0,61 0,91 ± 0,221 2,45± 0,43 4,29 ± 0,87 3,01 ± 0,59

1½ 3,14± 0,27 5,85 ± 0,87 4,75 ± 0,482 3,17± 0,30 5,30 ± 0,65 4,14 ± 0,443 2,43± 0,31 3,53 ± 0,34 3,09 ± 0,314 1,34± 0,22 1,51 ± 0,20 1,41 ± 0,166 0,26± 0,05 0,26 ± 0,03 0,28 ± 0,058 0,05± 0,01 0,06 ± 0,01 0,07 ± 0,01

2. Ekskresi ampisilin dalam win :Tabel 3 menunjukkan ekskresi ampisilin dalam urin

kktu t ~.. )

Gambar 1 :Kadar ampisilin dalam serum setelah pemberian oral 500 mg tablet AF,tablet KP, dan tablet AC pada 12 sukarelawan sehat.Setiap titik menunjukkan kadar rata-rata ± SE.

Tabel 3. Ekskresi ampisilin dalam urin kumulatif setelah pemberianoral 500 mg tablet AF, tablet KP, dan tablet AC pada 12 su-karelawan sehat.

Waktu Ekskresi ampisilin dalam urin (mg)

(jam) Rata-rata± SE

Tablet AF Tablet KP Tablet AC

9 - 2 29,22 ± 5,74 52,28± 6,53 48,01 ± 7,682 - 4 62,56 ± 9,01 93,62± 13,35 85,04 ± 6,294 - 6 24,61 ± 5,99 32,41± 5,71 28,95 ± 5,116 - 8 4,85 ± 0,71 3,75± 0,40 5,55 ± 1,49Kumu-latif

121,24 ± 11,07 182,06± 12,34 167,54 ± 9,85

(% Do-sis)

24,24 ± 2,21 36,41± 2,47 33,51 ± 1,97

4o -

Gambar 2 :Ekskresi ampisilin dalam urin kumulatif setelah pemberian oral 500 mgtablet AF, tablet KP, dan tablet AC pada 12 sukarelawan sehat.

~---~ Tablet AF

. Tablet RP

e-•-•-. Tablet AC

' 0-4 0-6 0-8Interval sapling ('~aa )

o-z

,a

Page 41: Cdk 031 Masalah Jantung

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 31

kumulatif setelah pemberian oral 500 mg tablet AF, tabletKP, dan tablet AC, dan Gambar 2 menunjukkan kurva hu-bungan ekskresi ampisilin dalam urin kumulatif versus waktu.3. Parameter-parameter farmakokinetik :

Tabel 4 menunjukkan parameter-parameter farmakoki-netik ampisilin setelah pemberian oral 500 mg tablet AF, tabletKP, dan tablet AC; dan hasil analisa statistik perbanding anparameter-parameter bioavailabilitas tablet AF, tablet KP, dantablet AC dapat dilihat pada Tabel 5.4. Kecepatan disolusi :

Tabel 6 menunjukkan disolusi tablet AF, tablet KP,dan tablet AC dalam cairan lambung buatan pH 1,13 pada kecepatan 100 rpm; dan Gambar 3 menunjukkan kurva hu-bungan prosentase ampisilin yang melarut dengan waktu.

DISKUSI

Untuk membandingkan bioavailabilitas relatif dari beberapaproduk yang mengandung zat aktif yang sama, pada umumnyadigunakan 3 parameter farmakokinetik dari hasil pengukurankadar obat dalam darah2'3 yaitu :

1. luas area dibawah kurva (AUC°-~)2. kadar maksimal (Cmaks)3. waktu mencapai kadar maksimal (tmaks).

1. Luas area dibawah kurva (AUC°-~) :

AUC°-~ merupakan ukuran jumlah obat yang diabsorpsiyang masuk ke dalam sirkulasi sistemik. AUC°-~ merupakanparameter yang paling penting pada penetapan bioavailabilitasobat dengan data darah pada pemberian dosis tunggal.

AUC°-~ tablet AF, tablet KP, dan tablet AC berturut-turut adalah 10,77 ± 0,77, 16,48 ± 1,76, dan 13,38 ± 0,88 mcg.ml-1 jam.

Perbedaan AUC°-~ antara tablet KP dan AF bermaknasecara statistik (p< 0,05), demikian pula antara tablet KP dantablet AC (p< 0,05). Sedang antara tablet AF dan tablet ACberbeda tidak bermakna secara statistik.2. Kadar maksimal (Cmaks) ;

Tingginya kadar maksimal ampisilin dalam serum meru-pakan fungsi dari kecepatan dan jumlah ampisilin yang diab-sorpsi. 8.

Cmaks tablet AF, tablet KP, dan tablet AC berturut-turutadalah 3,29 ± 0,45, 8,78 ± 1,40, dan 5,25 ± 0,73 mcg. ml-1

Perbedaan Cmaks antara tablet KP dan tablet AF ber-makna secara statistik (p< 0,05). demikian pula antara tabletKP dan tablet AC (p< 0,05). Sedang antara tablet AF dan tabletAC berbeda tidak bermakna secara statistik.

3. Waktu mencapai kadar maksimal (t maks) :Waktu mencapai kadar maksimal merupakan fungsi dari

kecepatan absorpsi obat. 8

Waktu mencapai kadar maksimal, tmaks tablet AF, tablet KP,dan tablet AC berturut-turut adalah 1,04 ± 0.05, 0,90 ± 0,05, dan1,00 ± 0,05 jam. Analisa statistik tmaks dari tablet AF, tablet KP,dan tablet AC menunjukkan tidak ada perbedaan yangbermakna.

Untuk antibiotika, waktu untuk mencapai kadar maksimaltidak begitu penting karena pemakaian antibiotika adalah dosisberganda dimana pemberian obat dalam jangka waktu yanglama dan onset efek terapetis tidak perlu cepat. 9

Tabel 4. Parameter farmakokinetik ampisilin setelah pemberian oral 500 mg tablet AF,tablet KP, dan tablet AC pada 12 sukarelawan sehat.

P a r a m e t e r Tablet AF Rata-rata ± SE

Tablet KPRata-rata ± SE

Tablet ACRata-rata ± SE

AUC°-~ (mcg.ml -1 jam) 10,77 ± 0,77 16,48 ± 1,76 13,38 ± 0,88 Cmaks (mcg.ml-1) 3,29 ± 0,45 8,78 ± 1,40 5,25 ± 0,73

tmaks(jam) 1,04 ± 0,05 0,90± 0,05 1,00 ± 0,05

ka (jam-1)) 1,26 ± 0,19 1,59± 0,17 1,38 ± 0,14ke (jam-1) 0,81 ± 0,01 0,83 ± 0,02 0,76 ± 0,03t½ (jam) 0,86 ± 0,03 0,84 ± 0,29 0,93 ± 0,04 Ae (mg) 121,24 ± 11,07 182,06 ± 12,34 67,54 ± 9,85

Tabel 5. Perbandingan parameter-parameter bioavaibilitas tablet AF,tablet KP, dan tablet AC menurut metoda Scheffe

AUC°-~ AF AC KP Cmaks AF AC KP tmaks KP AC AF

Rata 2 10,77 13,38 16,48 Rata 2 3,29 5,25 8,78 Rata 2 0,90 1,00 1,0

10,77 AF 3,29 KP 0,9013,38 2,61 AC 5,25 1,96 AC 1,00 0,1016,48 5,71* 3,1* KP 8,78 5,49* 3,53* AF 1,04 0,14 0,04

*P < 0,05

Page 42: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dania Kedokteran No. 31 41

Tabel 6. Disolusi tablet AF, tablet KP, dan tablet AC dalam cairanlambung buatan pH 1,13 pada kecepatan 100 rpm

Interval Prosentase ampisilin yang melarut

waktu(menit)

Rata-rata* ±SE

Tablet AF Tablet KP Tablet AC

5 6,59 ± 0,91 18,64 ± 1 3,02 1,131 ± 0,1710 11,59 ± 1,05 34,06 ± 4,28 4,,08 ± 0,4615 15,22 ± 1,27 45,81 ± 5,64 7,86 ± 0,7520 18,43 ± 1,81 57,16 ± 5,77 12,61 ± 0,9525 22,54 ± 1,20 74,22 ± 4,35 14,42 ± 1,9930 21,45 ± 0,88 82,58 ± 6,71 15,45 ± 2,1845 29,82 ± 0,44 90,55 ± 8,06 25,54 ± 2,8460 37,51 ± 1,62 88,98 ±.6,43 36,39 ± 3,07

Gambar 3 :Disolusi tablet AF, tablet KP, dan tablet AC dalam cairan lambung buatanpH 1,13 pada kecepatan 100 rpm. Setiap titik menunjukkan prosentasemelarut rata-rata ± SE.

Karena ampisilin yang diekskresikan melalui urin ± 90% dariampisilin yang diabsorpsi, maka jumlah ampisilin yangdiekskresikan melalui urin secara kumulatif dapat merupakanindikasi jumlah ampisilin yang diabsorpsi. Data ekskresi urinkumulatif akan melengkapi data serum sehingga memberikaninformasi yang lebth defmitif. 2

Jumlah ampisilin yang diekskresikan kumulatif selama 8jam dari tablet AF, tablet KP, dan tablet AC berturut-turutadalah 121,24 ± 11,07, 182,06 ± 12,34, dan 167,54 ± 9,85 mg.

Kecepatan absorpsi suatu sediaan obat padat pada pembe-rian peroral dipengaruhi oleh kecepatan disolusinya . Untukmelihat hubungan antara kecepatan disolusi dengan bioavaila-bilitas, maka dllakukan. pula penetapan kecepatan disolusi daritablet AF, tablet KP, dan tablet AC dalam media cairanlambung buatan pH 1,13.

Tetapan kecepatan disolusi tablet AF, tablet KP, dan tabletAC dalam cairan lambung buatan pH 1,13 pada kecepatan rotasi100 rpm berturut-turut adalah 7,34 x 10-3, 42,7 x 10-3, dan 7,57 x10-3 menit-1.

Perbedaan tetapan kecepatan disolusi, Kd, antara tablet KPdan tablet AF adalah bermakna secara statistik (p < 0,05),demikian pula antar tablet KP dan tablet AC (p < 0,05). Sedangperbedaan antara tablet AF dan tablet AC berbeda tidakbermakna secara statistik.

Semula dikatakan bahwa ampisilin anhidrat mempunyaibioavailabilitas yang lebih baik dibandingkan ampisilin trihidrat.Tetapi pada penelitian terakhir yang dilakukan oleh FDA danbeberapa peneliti lain menunjukkan bahwa tidak ada perbedaanyang bermakna secara statistik antara bioavailabilitas ampisilinanhidrat dan ampisilin trihidrat. Ampisilin dalam bentuk sediaanpadat, baik kapsul maupun tablet, faktor yang berperananpenting adalah faktor formulasi, bukan faktor bentuk hidratnya.Perbedaan bioavailabilitas 20 - 30% terutama disebabkan olehfaktor formulasi daripada faktor bentuk hidrat. Atas dasar iniFDA merencanakan untuk menghilangkan terminologi hidratdari nama resmi bentuk sediaan yang mengandung ampisilin.2,8,10

Dari ketiga tablet yang diteliti, tablet AF mengandung bahanbaku ampisilin anhidrat, sedang tablet KP dan tablet ACmengandung bahan baku ampisilin trihidrat. Dari data kadarampisilin dalam darah serta parameter farmakokinetiknya,temyata tablet KP dan tablet AC mempunyai bioavailabilitasyang lebih baik daripada tablet AF. Sehingga hasil penelitian inijuga mendukung hasil penelitian yang dilakukan FDA danbeberapa peneliti lainnya, bahwa yang paling penting adalahfaktor formulasi bukan faktor bentuk hidrat.

KESIMPULAN

Dari data kadar ampisilin dalam serum serta analisa statistikparameter-parameter bioavailabilitas tablet AF, tablet KP, dantablet AC disimpulkan bahwa bioavailabilitas tablet KP lebihbaik daripada tablet AF maupun tablet AC. Sedang tablet AFdan tablet AC adalah bioekivalen.

KEPUSTAKAAN

1. Nev HC. Just How Good is Amoxicillin. Medical Times, 1975; 103 > 116-126.

2. Dittert LW et al. The Bioavailability of Drug Products. Washington: Am Pharmaceut As 1975; 5-15.

3. Ritschel WA. Handbook of Basic Pharmacokinetics. Hamilton :Drug Intelligence Publications. Inc., 1976; 235-304.

4. Lorian V. Antibiotics in Laboratory Medicine. Baltimore : William &Wilkins, 1980; 221-223.

5. Goldstein. et al. Principles of Drug Action. New York John Wiley &Sons, 1974; 332-338.

6. Colquhoun D. Lectures on Biostatistics. An Introduction to Sta-tistics With Applications in Biology and Medicine. London :Oxford University Press, 1971.

7. Dixon WJ et al. Introduction to Statistical Analysis. TokyoKogakusha Co Ltd, 1969; 116-123.

8. Whyatt PI et al. Bioavailability of 17 Ampicillin Products. J Phar-maceut Sci vol 65, 1976; 5 : 652-656.

9. Hirtz J. Bioequivalence : One Problem or Many ?, PharmacyInternational, Reference Edition, volume 1,1980; 45-47.

10. Hill SA et al. Dissolution and Bioavailability of the Anhydrate andTrihydrate Forms of Ampicillin. J Pharm Pharmac, 1975; 27 :594-598.

Rata-rata dari 6 kali penetapan.Tetapan kecepatan disolusi, Kd rata-rata dari tablet AF, tablet KP,

dan tablet AC secara berurutan adalah 7,34 x 10 3, 42,7 x 10-3, dan7,57 x 103 menit-1.

1 0 0 -

*

Page 43: Cdk 031 Masalah Jantung

Pengaruh Pii Norida® Terhadap Libido/Orgasme pada MasyarakatDesa Bagan Besar - Riau

dr. Tjandra Yoga AditamaPuskesmas Kecamatan Bukit Kapur, Kabupaten Bengkalis, Riau.

PENDAHULUAN

Dalam kegiatan penjarangan kelahiran dilakukan berbagaiusaha dengan berbagai macam cara kontrasepsi. Salah satudiantaranya adalah dengan menggunakan pil Noriday® yangberisi 1 mg norethindrone dan 0,05 mg mestranol. Dalampelaksanaan di lapangan banyak dijumpai pertanyaan tentangefek samping pil ini, dari rnulai kemungkinan perdarahan,kemungkinan kanker dan pengaruhnya terhadap libido/orgasme dalam hubungan suami istri.

Penelitian kali ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh pilNoriday® terhadap libido/ orgasme di masyarakat pedesaan didesa Bagan Besar — Puskesmas Kec. Bukit Kapur — Riau.Penelitian ini memang dirasa masih amat sederhana sesuaidengan keadaan di Puskesmas.CARA KERJA

Penelitian dilakukan terhadap akseptor Keluarga BerencanaPuskesmas Kec. Bukit Kapur yang berkunjung ke KKB Pus-kesmas selama bulan Mei 1983 dan yang bertempat tinggal di desaBagan Besar dengan melakukan kunjungan rumah. Desa BaganBesar merupakan ibukota Kecamatan Bukit Kapur dengan jumlahpenduduk 2032 jiwa. Desa ini berjarak t 180 km dari Pekanbarudan berbatasan dengan Kota Administratif Dumai.

Penelitian dilakukan dengan wawancara. Telah dilakukanwawancara terhadap 24 orang akseptor KB yang menggunakancara kontrasepsi dengan pil Noriday®. Noriday® merupakan pi1 KByang setiap strip terdiri dari 21 pil putih yang masing-masing berisi 1mg norethindrone dan 0,05 mg mestranol serta 7 pil coklat yangmasing-masing berisi 75 mg ferrous furmate. Dalam wawancara iniditanyakan identitas diri akseptor berupa nama, umur, pendidikandan jumlah anak. Kemudian ditanya lama meminum pil danbagaimana pengaruh minum pil tersebut terhadap libido/orgasme.Untuk pertanyaan ini disediakan 4 kemungkinan jawaban yaitulibido/ orgasmenya bertambah, berkurang, tetap dan tidak jelas.

42 Cermin Duna Kedokteran No. 31

HASIL KERJA

Sebagian besar responden berpendidikan SD (20 orang = 83,3%). Ditinjau dari umur maka hanya 1 orang responden yangterletak dalam golongan umur 16 — 19 tahun. Sebagian besar,yaitu 16 orang ( = 66,6%) berumur antara 20 — 29 tahun. 13orang diantara responden (= 54,2%) mempunyai anak 1 — 2orang.

PendidikanJumlah

S.D.20

S.LT.P.3

S.L.T.A.1

Golongan UmurJuml

ah 16 — 19 t shun

1

20 — 29 t shun16

Anak Jumlah Persentase

1—2anak 13 54,2 %3—4anak 5 20,8 %Lebih dari 4 anak 6 25 %

Ternyata dari 24 orang yang diteliti hanya terdapat 1 orang = 4,2% yang telah meminum pil Noriday selama 5 tahun berturut-turut.Sebagian besar (15 orang = 62, 5%) baru mema-

Persentase

83,3 %12,5 %4,2 %

Persentase

4, 2 %66,6 %

20,8 %8,4 ,%

Page 44: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 43

kan pil kurang dari 1 tahun.Tabel 4 menunjukkan bagaimana pengaruh pil Noriday ® ini

terhadap libido/orgasme. Temyata pada penelitian ini tampakbahwa 15 orang ( = 62,5%) mengatakan libido/orgasme dalamhubungan suami istrinya tetap tidak berubah, sebelum dansesudah minuet pil Noriday ®. 3 orang (= 12,5%) merasakannyaberkurang dan tidak seorangpun yang merasakannyabertambah, 6 orang responden ( = 25%) mengaku tidak jelasmengetahui perubahan dalam libido/orgasme. Mereka tidaktabu apakah libido/orgasmenya tetap saja, berkurang ataubertambah setelah meminum pil.

Tabel 4. Hubungan Noriday® dengan libido/Orgaame.

Pengaruh terhadap Libido/Orgaame. AIWA Persentase

Bertambah 0 0 %Berkurang 3 12,5 %Tetap/Tidak berkurang 15 62,5 %Tidak jelas 6 25 %

PEMBICARAANTabel 4 yang menggambarkan pengaruh pil Noriday® ter-

hadap libido/orgasme memang bisa mengundang kontroversi,baik karena tehnik wawancara maupun jumlah responden yangterkumpul. Memang wawancara untuk mengorek masalahlibido/orgasme ini cukup sulit, apalagi didesa. Mungkin respon-den akan malu untuk menjawab dan menceritakan kehidupanseksnya di depan orang lain, atau mungkin dianggapnya "tabu ".Untuk ini telah dicoba diambil jalan untuk mengurangi rasamalu itu dengan menggunakan tenaga bidan wanita yang telahcukup dikenal masyarakat dan melakukan kunjungan rumah.Wawancara di rumah tentu lebih leluasa daripada di Puskesmas,apalagi kunjungan rumah kali ini dilakukan dengan santai sepertibertamu biasa. Bagaimanapun tentu faktor malu dan tabu itutetap ada pengaruhnya, dan ini antara lain ditunjukkan oleh 25%responden yang menjawab "tidak jelas" ada atau tidak adanyapengaruh Noriday terhadap

hubungan suami istri mereka. Sebuah penelitian oleh Zanartu diChili tenting pengaruh suntikan Depo Proven ® terhadaplibido/orgasme nampaknya juga mengalami kesulitan serupakarena 45% respondennya menjawab "tidak jelas". Pilihanjawaban "tidak jelas" ini nampaknya merupakan semacampelarian bila seseorang malu untuk menjawab persoalan ini.

Jumlah responden yang hanya 24 orang juga dirasa kurang.Ini terpaksa dilakukan pada tahap pertama ini dengann memper-timbangkan situasi geografi dan kemarnpuan yang ada. Daripenelitian ini tampak bahwa sebagjan besar responden menga-takan libido/orgasmenya "tetap" saja setelah meminum pilNoriday®,12,5% menyatakannya "berkurang". Tidak seorang-pun yang menyatakannya "bertambah". Dalam kepustakaanyang ada masalah ini belum banyak dibahas. Yang selama iniselalu disampaikan dalam buku program KB adalah bahwalibido/orgasme akan bertambah setelah meminum pil kontra-sepsi karena perasaan takut menjadi hamil telah tidak ada lagi.Tapi penelitian oleh Zanartu di Chili tenting pengaruh suntikanDepo Provera® terhadap libido/orgasme ternyata menunjukkanbahwa sepertiga sampai setengah respondennya tidak melaporkanadanya perubahan yang berarti dalam libido/ orgasmenya, dansebaliknya dalam jumlah sama respondennya menggambarkanadanya perubahan, baik yang "bertambah" maupun "berkurang".

Memang cukup sulit untuk mengupas masalah libido/orgasme ini. Bagaimanapun hasil penelitian ini menunjukkansebagian besar responden di desa Bagan Besar mengaku tidakada pengaruh dalam libido/orgasme hubungan suami istri merekasetelah sang istri meminum pill Noriday® yang diberikan olehPuskesmas.

KFPUSTAKAAN

1. Bahan pengajaran kependudukan dan Keluarga Berencana, DirektoratPelayanan Media Keluarga Berencana Departemen Kesehatan RI, 1981.

2. Juan Zanartu . Long Acting Orogatagens in Fertility control, University ofChile Medical School, Santiago, Chile.

Page 45: Cdk 031 Masalah Jantung

Penilaian Klinik Pemakaian Klomifen Sitratsebagai Obat Pemacu Ovulasi dalam

Pengobatan Pemandulan di Sulawesi Utaradr. Botje H Mon ingka * dan dr. Johana Barten **

* Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNSRAT, Manado Sulawesi Utara.**Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran UNSRAT, Manado Sulawesi Utara

PENDAHULUAN.

Kemandulan merupakan masalah kompleks yang dapat di-sebabkan oleh kelainan pada suami, isteri, ataupun keduanya.'

Pada penelititan terdahulu si Sulawesi Utara gangguan ovulasimerupakan penyebab utama yang kedua setelah penyumbatantuba bagi kemandulan wanita didaerah ini.20,4

Sebagai pemacu dan pengatur ovulasi, telah dikenal obatklomifen sitrat yang efektivitasnya secara nyata telah dibuk-tikan.5 -13

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk : (1)menilai secara klinik efek serta efek samping pemakaianklomifen sitrat sebagai obat pemacu ovulasi pada pengobatankasus kemandulan di Sulawesi Utara yang diseleksi secarasederhana, dan (2) mencari prinsip praktis yang cukup rasional,efektif aman serta murah bagi pemakaian klomifen sitrat dalamklinik.

BAHAN DAN CARA KERJA

Data diperoleh dari 3 rumah sakit di Sulawesi Utara yaitu RS Gunung

Maria Tomohon, RS Herman Lembean dan RS Budi Mulia Bitung dariJanuari 1973 sampai dengan Desember 1979. Penanganan kasus pasanganmandul di ketiga rumah sakit ini dilakukan dengan memakai screeningmethod. 2,44

Penilaian terhadap fungsi ovulasi terutama didasarkan pada evaluasiKurve Suhu Badan Basal (KSBB), setelah langkah I dan II dalam scree-ning method selesai dilakukan. Bila sperma pasangan lelaki cukup baik,cervix dan tuba pasangan wanita baik, dan KSBB menunjukkan polayang monofasik make pasangan wanita ini dinyatakan mandul akibatgangguan ovulasi

Preparat klomifen sitrat yang dipakai dalam penelitian ini yaituProferti7® dalam bentuk kapsul, dan tiap kapsul mengandung 50 mgklomifen sitrat.

Klomifen sitrat dipakai pada wanita yang dinyatakan mandul akibatgangguan onilasi sesuai evaluasi KSBB, dengan catatan bahwa tubanyaterbuka, tidak ada kelainan cervix yang nyata, dan kualitas maupunkuantitas sperms pasangan lelakinya dianggap cukup mampu untukmenghamilkan.

Sperma pasangan lelaki dianggap cukup mampu menghamilkan bila

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 31

jumlah spermatozoa 10 juta Iebih per cc, motilitas setelah 5 jam pe-ngambilan lebih dari 50%, bentuk patologik kurang dari 25% dan volumeejakulat 2% cc lebih.

Pada 15 kasus, karena alasan waktu dan tempat tinggal yang jauh,diberikan langsung pengobatan dengan klomifen sitrat tanpa KSBB, setelahpada pemeriksaan tidak dijumpai kelainan cervix, uterus, tuba dan spermapasangannya cukup mampu menghamilkan.

Klomifen sitrat diberikan pada hari ke 5 dari hari pertama haid dalamrangkai dosis sebagai berikut :

1. Rangkai dosis I, 1 x 50 mg per hari, 5 hari berturut.2. Rangkai dosis II, 2 x 50 mg per hari, 5 hari berturut.3. Rangkai dosis III, 3 x 50 mg per hari, 5 hari berturut.

Rangkai dosis II diberikan setelah rangkai dosis I gagal, dan rangkai dosisIII diberikan setelah rangkai dosis II gagal menghasilkan ovulasi.

Bila pemakaian satu rangkai dosis berhasil mengakibatkan ovulasi tapibelum memberikan kehamilan maka rangkai dosis tersebut di ulangi padabulan berikutnya sampai maksnnal 5 kali. Bila masih tetap tak berhasilhamil maka penderita dianjurkan untuk pemeriksaan lanjut.

Keberhasilan pemacuan ovulasi dengan klomifen sitrat dinyatakanbila setelah pemberiannya terjadi perobahan dari KSBB dari pola mono-fasik menjadi bifasik, atau bila langsung terjadi kehamilan setelahpemakaian satu rangkai dosis I walaupun tak sempat dilakukan evaluasidengan KSBB.

Keluhan yang ada sewaktu memakai klomifen sitrat dicatat dalamkartu KSBB dan kartu ini dianalisa tiap bulan pada waktu kunjunganulangan dari penderita. Pada waktu kunjungan ulangan tiap bulan jugasecara rutin dilakukan pemeriksaan f"~sik dan ginekologik.

Bila penderita berhasil hamil, perlangsungan kehamilannya dimonitor,dan penderita dianjurkan untuk melahirkan dirumah sakit yanglengkap. Setelah penderita melahirkan maka dicatat cara persalinannyaserta keadaan bayinya.

Dalam garis besarnya, penanganan kasus mandul path screeningmethod mengilcuti langkah-langkah berikut :• Langkah I : Pemeriksaan awal pasangan, pengobatan kelainancervix yang nyata, pengobatan keadaan umum dan pemberian saranpemeriksaan langkah berikut.• Langkah II : Pemenlcsaan semen dan tuba, pengobatan kemandnlanpria dan kemandulan tuba, latihan KSBB.• Langkah III: Evaluasi KSBB dan pengobatan kemandulan akibatgangguan ovulasi dan pengobatan kemandulan pria lanjutan.• Langkah IV : Follow-up tiap bulan dan tindakan lanjut bila perlu

Page 46: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 45

HASILPada periode Januari 1973 sampai dengan Desember 1979,

dari ketiga rumah sakit diatas, dikumpulkan 104 kasus wanitayang diduga mandul akibat gangguan ovulasi. Lama kemandul-an bervariasi dari 1 sampai 12 tahun dan kausus-kasus ini diobatidengan 188 rangkai dosis klamifen sitrat.

Sejumlah 20 kasus tidak kembali untuk dievalusasi dan yangdapat membuat KSBB secara baik sebanyak 75 kasus (72,1%).Kasus yang langsung hamil setelah pemberian satu rangkai dosisI tanpa KSBB berjumlah 5 orang sehingga jumlah kasus yangdianggap memadai untuk dianalisa lanjut berjumlah 80.

Rangkai dosis terbanyak yang diberikan pada satu kasussebanyak 5 kali dan terendah satu kali. Dosis sehari yangterkecil 50 mg dan terbesar 150 mg yang terbagi dalam 3 kalipemberian dalam sehari.

1. Hasil pemacuan ovulasi dan kehamilan yang terjadi setelahpemakaian klomifen sitrat.

Hasil pemacuan ovulasi yang terjadi pada 80 kasus setelahpemakaian sejumlah 168 rangkai dosis klomifen sitrat sertakehamilan yang terjadi dapat dilihat pada Tabel I.

Ovulasi terjadi pada 61,3% kasus dan kehamilan berhasilterjadi pada 36,3 kasus. Dengan 168 rangkai dosis klomifen sitratdihasilkan 89 kali ovulasi (53%) dan 29 diantaranya berhasilmemberikan kehamilan (32,6%). Rangkai dosis I ternyataberhasil mengakibatkan ovulasi pada hampir separuh dari seluruhkasus sedangkan pemberian rangkai dosis III setelah rangkaidosis II gagal, ternyata sama sekali tidak efektif.

3. Jumlah rangkai dosis klomifen sitrat yang berhasil mem-berikan kehamilan.

Jumlah rangkai dosis klomifen sitrat yang berhasil menga-kibatkan kehamilan dapat dilihat dalam Tabel III. Dad 29kehamilan yang terjadi, 17 diantaranya atau 58,6% terjadisetelah pemakaian satu kali rangkai dosis 50 mg perhari selama 5hari. Prosentasi kumulatif dengan 2 kali pemberian rangkaidosis I sebesar 68,9% sedang dengan 3 kali pemberian rangkaidosis I, besar prosentasi kumulatif yaitu 75,8%.

Dengan pemberian rangkai dosis 2 x 50 mg per hari selamalima hari sebanyak 1 kali pemberian diperoleh prosentasi 10,3%sedang dengan 2 kali pemberian diperoleh prosentase kumulatifsebesar 17,2 % dari kehamilan.

4. Pola haid dan berat badan dari. penderita yang dinyatakanmandul akibat gangguan ovulasi.

a. Menarche. Dad 97 kasus yang masih dapat mengingatberapa usianya sewaktu memperoleh haid yang pertama kali,diperoleh distribusi pada Tabel IV.

b. Siklus haid. Dari anamnesa, 75 dari 104 kasus (72,1%)mempunyai siklus haid yang tak teratur atau pernah ammenor-rhea lebih dari sebulan, dan 71 dari penderita ini menunjukkanpola KSBB anovulatoir low estrogenic phase.

c. Berat badan. Pada 81 kasus yang mempunyai data beratbadan, diperoleh distribusi sesuai Tabel V.

5. Lama kemandulan dan kehamilan setelah pemakaianklomifan.

TABEL I. Hasil pemacuan ovulasi dan kehamilan setelah pemakaian klemifen sitrat dalampengobatan kemandulan di Sulawesi Utara.

KASUS ( 8 0 ) RANGKAI DOSIS ( 1 6 8 )

DOSISJumlah

kasus

O v u l a s i H a m i l Jumlah Ovulasi H a m i 1

N % N % R—D N % N %

1. lx50mg/h, 5 h 80 39 48,8 24 30 110 72 65,5 24 33,3

2. 2x50mg/h, 5 h 35 10 28,6 5 14,3 44 17 38,6 5 29,4

3. 3x50mg/h, 5 h 9 0 0 0 0 14 0 0 0 0

TOTAL 80 49 61,3 29 36,3 168 89 53 29 32,6

Hubungan antara lamanya ke-mandulan ovarial dengan keberhasil-an hamil setelah pemakaian klomi-fen sitrat dapat dilihat pada Tabel VI.

Prosentasi keberhasilan hamilcenderung menurun bilamana ke-mandulan makin lama diobati.

Pemakaian klomifen sitrat lebihefektif pada lama kemandulan yanglebih kecil dari 6 tahun dan kurangefektif pada lama kemandulan yanglebih dari 7 tahun (0,02 < p < 0,05)

2. Hari terjadinya ovulasi.

Pada 44 kasus dengan 84 ovulasi yang dapat dievaluasidengan KSBB, terjadinya ovulasi berkisar pada hari ke 12sampai hari ke 16 dihitung dari hari pemakaian pertama dariklomifen sitrat atau 7 sampai 11 hari setelah dosis akhir klo-mifen sitrat. Mean = 14,58 SD = 0,87.

Pemakaian dosis yang lebih tinggi tidak akan mempercepatatau memperlambat respons ovulasi dari ovarium (Tabel II).

6. Nasib kehamilan dan bayi yang lahir setelah pemakaianklomifen sitrat.Pada 29 kehamilan yang terjadi setelah pemakaian klomifen

sitrat, nasib kehamilannya dapat dilihat pada Tabel VII.

Dari 25 bayi yang telah dilahirkan dijumpai data sebagaiberikut :

— Berjenis kelamin pria 12, dan wanita 13— 22 bayi dinyatakan sehat tanpa cacat klinik setelah

Page 47: Cdk 031 Masalah Jantung

TABEL II Saat ovulasi setelah pemakaian awal klomifen sitrat.

Jumlah hari setelahhari pemakaian awal 12 13 14 15 16 Jumlah JZ SD

Dosis lx50mg/h, 5 h 2 16 32 14 3 67 14,5 0,88

Dosis 2x50mg/h, 5h 1 2 10 3 1 17 14,6 0,90

JUMLAH 3 18 42 17 4 84 14,58 0,87

8. Pemakaian klomifen sitrat pad a keman-dulan ovarial sekunder.Dalam rangkaian observasi ini, klomifen

sitrat telah diberikan juga pada kemandulansekunder, yaitu penderita yang pada mula nyasubur dan telah berhasil mempunyai anakkemudian menjadi mandul.

TABEL V. Berat badan dari 81 kasus wanita yangmandul akibat gangguan ovulasi.

N %

Diatas 80%, dibawah 90% standar 1 1,2

Diatas 90%, dibawah 100% standar 9 11,2

100% standar 31 38,2

Diatas 100%, dibawah 110% standar 32 39,5

Diatas 110%, dibawah 120% standar 8 9,9

JUMLAH 81 100,0

pemeriksaan. - 3 bayi hidup sehat menurut data dari ibunya.

7. Efek samping yang dijumpai pada pemakaian klomifensitrat.

Efek samping yang dijumpai pada pemakaian klomifen si-trat selama masa observasi ini dapat terlihat pada Tabel VIII.

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 31

Dijumpai 6 kasus dengan kemandulan ovarial sekunder, 4diantaranya terjadi setelah pemakaian kontrasepsi suntikanDepo-provera® dan 2 kasus terjadi setelah pemakaian pil KBNorinyl®, dengan lama kemandulan 1-3 tahun dihitung da r i saatpenderita berhenti mengikuti kontrasepsi. Dengan pemakaianklomifen sitrat, terjadi ovulasi pada 5 kasus (80%) dan 2diantaranya berhasil hamil (40%) sedang 1 kasus tidak kembali.

Pada 75 kasus kemandulan ovarial primer, pemakaianklomifen sitrat menghasilkan ovulasi pada 44 kasus (58,6%)dengan 27 kehamilan (36%).

Dibandingkan dengan hasil pemakaiannya pada kemandul-an ovarial primer, klomifen sitrat dalam penelitian ini ternyatacenderung Iebih efektif pada kemandulan ovarial sekunderakibat pemakaian kontrasepsi hormonal (0,2 < p < 0,5).

DISKUSI

Efektivitas klomifen sitrat sebagai pemacuovulasi dalam pengobatan kemandulan telahbanyak dilaporkan dengan hasil 60-80%ovulasi dan 15,5 - 31 % kehamilan. Perbedaanhasil yang diperoleh disebabkan oleh caraseleksi kasus berbeda-beda.5,7-13

Dalam penelitian ini, dengan seleksi sederhana, diperolehhasil ovulasi sebesar 61,3% dengan kehamilan sebesar 36,3%.Harus diakui bahwa prosentasi kehamilan yang terjadi sangattergantung pada derajat kesuburan sperma serta kesempatanpertemuan antara sperma dengan ovum.

Dengan pemberian RD I (5x50 mg), ternyata ovulasi terjadipada 48,8 % kasus dengan hasil kehamilan 30 % (Tabel-

TABEL VI. Hubungan antara lamanya kemandulan dengankeberhasilan hamil setelah pemakaian klomifen sitrat

Lama mandul Total kasus Hamil(tahun)

N % N %

1 - 2 31 35,2 14 48,33 - 4 25 28,4 10 34,55 - 6 11 12,5 3 10,47 - 8 10 11,4 1 3,4

9 - 10 9 10,2 1 3,41 1 - 1 2 2 2,3 0 0

JUMLAH 88 100,0 29 100,0

TABEL III. Jumlah rangkai dosis klomifen sitrat yangdiberikan pada satu kasus dan kehamilan yang terjadi.

Jumlah. R-D Kehamilanyang terjadi

%

Rangkai Dosis I 1 17 58,650 mg/h, 5 hari 2 3 10,3

3 2 6,94 1 3,55 1 3,5

Rangkai Dosis II 1 3 10,32x50mg/h, 5 hari 2 2 6,9

JUMLAH : 29 100,0

TABEL IV. Usia menarche pada penderita yang dinyatakan mandul akibat ovulasi.

Usia Menarche 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Jumlah

Jumlah Kasus 1 6 7 15 30 20 11 6 1 97

X = 15,6 SD = 1,6

Page 48: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 47

TABEL VII. Nasib kehamilan setelah pemakian klomifen sitrat.

Nasib kehamilan N % Data pembanding

– Partus normal 22 75,9 -----– Sedang hamil 2 6,9– Partus dengan Sectio

caesarea 2*) 6,9 Eastman (1961) 5 %– Abortus spontan 2 6 , 9 Eastman (1961) 7 – 11 %

Kehamilan ektopik . 1 3,4 J. Tinggogoy (1979) 0,6 %Hamil kembar dua 1 3,4 Guttmacher (1957) 1,09 %

*) satu diantaranya gemelli.

TABEL VIII. Efek samping yang dijumpai pada pemakaian klomifen

Efek samping N %–kasus %–RD Catatan(80) (168)

Rasa pusing/panas 2 2,4 I,2 - keduanya dengan dosis100 mg per hari

Perbesaran ovarium 1 1,3 0,6 - setelah 3 RD 100 mgKehamilan kembar 1 1,3 0,6 - terjadi pada kasus

dengan siklus ovula- toar yang panjang.

1). Rangkai dosis ini dapat dinilai cukup efektif dan aman bagipenderita. Pemberian RD 1I setelah RD I gagal, masih dapatmenghasilkan ovulasi pada 28,6 % kasus dengan prosentasikehamilan sebesar 14,3 %, tetapi resiko terjadinya efek sampingmulai tampak. Pemberian RD III setelah RD 11 gaga] ternyatatidak efektif lagi dan malah memperbesar risiko efek samping.Dari kasus yang berhasil hamil, 58,6 % terjadi setelah pemberiansatu kali RD 1. Pemberian 2 kali RD I memberikan prosentasikumulatif sebesar 68,9% dan pemberian 3 kali berturut RD Imemberikan prosentasi keberhasilan kumulatip sebesar 75,8 %.

Dari kenyataan ini dapat diperoleh kesan bahwa pemberiantiga kali berturut RD I cukup rasional efektif dan aman untukmenolong kesulitan wanita mandul akibat gangguan fungsiovulasi. Pemakaian yang lebih lama serta peninggian dosis akanmemperbesar terjadinya efek samping.

Pada Tabel 11, ternyata ovulasi terjadi rata-rata pada hari ke14 setelah pemakaian dosis awal dari rangkai dosis atau hari ke 9setelah pemakaian dosis akhir dalam rangkai dosis, denganvariasi distribusi pada hari ke 12 sampai dengan hari ke 16.Kenyataan ini dapat dipakai sebagai dasar dalam memberikansaran kepada pasangan mandul yang diobati dengan klomifensitrat, agar dapat mempergunakan kesempatan ovulasi ini.

Dari analisa terhadap kasus yang dinyatakan mandul akibatgangguan ovulasi, dijumpai menarche rata-rata pada usia 15,63tahun. Novak1 mendapatkan usia rata-rata menarche 13,9 tahunsehingga diperoleh kesan bahwa pada sebagian besar kasusmandul akibat gangguan ovulasi menarchenya terlambat.Disamping menarche yang terlambat, pada kasus-kasus ini jugadijumpai siklus haid yang tak teratur dan berat badannyacenderung lebih besar dari berat standar.

Secara praktis kenyataan ini dapat dipakai sebagai pedomandalam penangangan pasangan mandul. Bilamana dijumpaipasangan wanita yang menarchenya diatas 15 tahun, siklus takteratur dan agak gemuk, maka orientasi pemikiran tentang sebabkemandulan dari pasangan ini dapat diarahkan pada gangguanfungsi ovulasi. Dalam hal ini pemberian klomifen sitrat lebihdapat diharapkan untuk memberi hasil kehamilan asal sajasperma cukup baik, cervix dan tuba berfungsi baik, serta adapengertian, usaha dan kerjasama dari pasangan tersebut.

Pada Tabel VI, diperoleh gambaran bahwa prosentasi ke-berhasilan hamil setelah pemakaian klomifen sitrat, cenderungmenurun bila kemandulan akibat gangguan fungsi ovulasi inimakin lama diobati. Berdasar pada kecenderungan ini, makakemandulan akibat gangguan fungsi ovulasi seyogianya perluditangani secepatnya setelah hal tersebut didiagnosa.

Nasib kehamilan yang terjadi setelah pemakaian klomifensitrat umumnya tak berbeda menyolok dengan nasib kehamilanyang terjadi secara spontan. Insidens intervensi osbtetrik padakehamilan setelah pemakaian klomifen cenderung meningkatdisebabkan karena indikasi penyelamatan bayi dalain hal inidinilai sangat tinggi. Abortus spontan terjadi pada 6,9 %penderita hamil pasca pakai klomifen sedang menurut Eastman14

abortus spontan terjadi pada 7 — 11 % dari seluruhkehamilan. Adanya kecenderungan naik dari prosentasikehamilan ektopik, mungkin disebabkan oleh adanya tindakanpertubasi sebelumnya. Tindakan pertubasi yang mempunyainilai diagnostik sekaligus terapetik bagi gangguan tuba ini,dapat membuka saluran tuba secara tak sempurna dan hal iniakan memudahkan terjadinya kehamilan diluar kandungan.

Kecenderungan naiknya prosentasi kehamilan kembar setelahpemakaian klomifen sitrat, telah banyak ditulis dan diperolehangka sebesar 6 — 10% kehamilan pasca pakai klomifen.8,12,13

Peningkatan kejadian kehamilan kembar iniakan lebih nyata lagi bila seleksi kasus kurang baik dimana halini dapat mengakibatan pemakaian klomifen sitrat pada wanitayang sebenarnya mempunyai siklus ovulatoar.12

Semua bayi yang terlahir pasca pakai klomifen dalam rang-kai observasi ini tidak menunjukkan adanya cacat secara kli nik.Efek samping yang ditemukan umumnya dapat ditolerir olehpenderita dan insidensnya cukup kecil (2,4 %). Satu kasuskehamilan kembar terjadi pada pemberian klomifen padapenderita yang mempunyai siklus ovulatoar panjang yangdisangka anovulatoar dan pemberian obat ini menghasilkanovulasi ganda yang kemudian berhasil dibuahi.

Dari hasil pengobatan kemandulan ovarial sekunder akibatpemakaian kontrasepsi hormonal, didapatkan bahwa klomifensitrat efektif untuk memulihkan fungi ovulasi. Secara praktismaka kenyataan ini dapat menjadi dasar bagi pemakaianklomifen sitrat dalam memulihkan kesuburan wanita setelahpemakaian kontrasepsi hormonal.

RINGKASAN DAN KESIMPULAN.

Pada 104 kasus yang dinyatakan mandul akibat gangguanovulasi yang dikumpulkan selama 7 tahun di 3 rumah sakit

Page 49: Cdk 031 Masalah Jantung

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 31

di Sulawesi Utara, diberi pengobatan klomifen sitrat (Profertil®dalam rangkai dosis I 1 x 50 mg per hari selama 5 hari, rangkaidosis II 2 x 50 mg per hari 5 hari, dan rangkai dosis 1113 x 50mg per hari selama 5 hari.

Penilaian terhadap 80 kasus yang memadai untuk dianalisa,ternyata ovulasi terjadi pada 49 kasus (61,317o) dengan 29kehamilan (36,317o) dan dari 168 rangkai dosis yang dipakaidihasilkan ovulasi total sejumlah 89 (53%).

Pemberian rangkai dosis I klomifen sitrat selama 3 kaliberturut, cukup efektif, rasional dan aman dalam pengobatankemandulan akibat gangguan fungsi ovulasi. Peninggian dosis dan lama pemakaian yang berlebihan, cenderung memperbesarkemungkinan terjadinya efek samping, dan pemakaian rangkaidosis III setelah kegagalan rangkai dosis II ternyata tidak efektif.

Ovulasi rata-rata tedadi pada hari ke 14 setelah pemakaiandosis pertama ( x = 14,6, SD = 0,9.)

Penderita yang dinyatakan mandul akibat gangguan ovulasimenunjukkan gambaran siklus haid yang tak teratur, menarche

yang terlambat( x = 15,6 SD = 1,6) dan dengan konstitusi yangcenderung gemuk.

Prosentasi keberhasilan hamil pasca pakai klomifen cende-rung menurun bila kemandulan ovarial ini makin lama diobati.

Perlangsungan kehamilan pasca pakai klomifen umumnya takberbeda menyolok dengan perlangsungan kehamilan spontantapi insidens intervensi obstetrik cenderung meningkat karenaindikasi penyelamatan anak dinilai tinggi.

Efek samping yang dijumpai terjadi pada 2,4 % pemakaiantapi umumnya ringan dan dapat ditolerir oleh penderita. Keha-milan kembar terjadi pada 1 kasus (3,4 %) dan perbesaranovarian pada 1 kasus (1,3 %).

Klomifen sitrat juga ternyata efektif untuk memulihkan

kesuburan setelah pemakaian kontrasepsi hormonal.

KEPUSTAKAAN

1. Edmund R, Novak GS, Jones. Novak's Textbook of Gyn. 6th Ed byThe Will & Wilkins Co 1961; Pg 115—118, 644—667.

2. J Barten. Screening for infertility with simple methods, A Reviewof 408 cases. MOGI 1975; 2 : 33.

3. J Barten, BH Moningka Screening for Infertility in North SulawesiIndonesia, Review of 807 cases; Bangkok: Proceedings The VIIthAsian Cong of Obst & Gyn Nov 20, 1977; pg. 535 — 542.

4. J. Barten. Screening for infertility in Indonesia , Results of exami-nation of 863 infertile couple. Andrologia April 20, 1978;10 (5)405—412.

5. EB Astwood. Estrogens and Progestins, The Pharmocological Basisof Therapeutics 4 th Ed. by L.S. Goodman & A. Gilman, 1970; pg.1549 — 1550.

6. J. Barten. Hasil Pengobatan Kemandulan; Naskah lengkap kertaskerja KOGI IV Yogyakarta Juni 1979.

7. Robert B. Greenblatt et al. Induction of ovulation. Am J ObstetGynecol Oct. 1,1962; vol 84 no 7, pg 900 — 912.

8. AH Macgregor et al. Further clinical Experince with ClomipheneCitrate; Fert & Sterility, 1968; Vol 19 No. 4, pg. 616 — 622.

9. Ferid Murad, Alfred Gilman, Estrogens Progestins. The Pharmaco-logical Basis of Therapeutics, LS Goodman, A Gilman, 5th ED. byMc Millan Publ Co Inc 1975; pg 1435.

10. Aloys H, Naville et al. Induction of ovulation with Clomiphenecitrate; Fert & Ster 1964; Vol 15 No 3, pg 290 — 308.

11. David F, Paulson et al. Hypofertility and clomiphene citratetherapy. Fert & Ster, Oct 1975; Vol 26 No 10, 982 — 987.

12. Georgeanna Seegar Jones, Maria D de Moraes—Ruehsen. Clomi-phene citrate for improvement of ovarial function. Am J Obset &Gynecol Nov 15, 1967; vol 99 No 6, pg 814 — 828.

13. Suharti K, Suherman. Estrogen, Antiestrogen, Progestin & Kontra-sepsi oral; Farmakologi & Terapi Ed 2, 1980; Bgn FarmakologiFKUI hal 328 — 329.

14. Eastman, Hellman, Williams Obstetrics 12th Ed New York: byApp. Cent Crofts Inc 1961; Pg 525, 563, 1179.

Kalender Kegiatan IlmiahKONGRES NASIONAL V IKATAN RADIOLO-GI INDONESIA

Tanggal : 11 s/d 14 Juh 1984Tema : Perluasan dan peningkatan pelayan-

an radiologi dalam mensukseskanPembangunan Nasional.

Topik : Sidang ilmiah, Sidang organisasi, Pameran farmasi dan alat kedokter- an, Acara sosial-ladies program.

Tempat : Hotel Ambarukmo Palace Yogya-karta.

Sekretariat : — Bagian Radiologi FK UNDIP/ RS. Dr. Kariadi, JIn. Dr. Sutomo 16 Semarang

— Bagian Radiologi FK UGM/ RS. Dr. Sardjito, Sekip, Yogyakarta.

Page 50: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dania Kedokteran No. 31 49

PERKEMBANGAN

Latihan Isometrik dan SistemKardiovaskulerBagaimana cara aktivitas otot itu dikontrol serta respons tubuhterhadap aktivitas tadi ? Ini telah lama menjadi kontroversi.Ada dua jenis kerja otot yang berbeda : (i) kontinyu atau statik,dengan kontraksi otot yang lama; dan (ii) ritmik atau dinamik,dengan pergantian kontraksi dan relaksasi dari otot tsb.Kebanyakan latihan (exercise) mencakup kombinasi darikeduanya. Tapi pembedaannya penting karena perbedaanakibatnya pada hemodinamik; kenaikan lebih besar padatekanan darah pada jenis latihan yang pertama, dan kenaikandenyut jantung yang lebih besar pada jenis kedua.

Selama kontraksi otot yang kontinyu, terjadi perubahanreflex sirkulasi. Ini mungkin dimediasikan lewat reseptor padaujung saraf eferen dan berjalan ke batang otak dalam seratsaraf jenis III (kecil bermielin) dan N (tidak bermielin). Sebagaiakibatnya, signal vagus ke jantung berkurang, denyut jantungmeningkat. Terjadi peningkatan curah simpatetik denganpeningkatan kontraktilitas jantung kenaikan tonus pembuluhdarah perifer dan slanchnik. dan pelepasan katekolamin,terutama adrenalin dari medula ginjal. Akibat kombinasikenaikan denyut jantung dan kontraktffias jantung, tekanandarah meningkat. Dengan demikian perfusi bagi otot yangkontraksi tadi terjamin. Bila karena sesuatu hal curah jantung(cardiac output) tak dapat ditingkatkan, seperti Dadakegagalan ventrikel kiri atau stenosis mitral, respons tekanandarah tadi tergantung pada kenaikan resistensi pembuluhperifer. Dengan kontraksi kontinyu yang kuat, tekanan darahdapat meningkat 30 — 40 mmHg. Di samping mekanismereflex perifer impuls-impuls vagal dan simpatetik jugsdipengaruhi oleh pusat-pusat yang lebih tinggi, di dalam otak.Mana yang lebih dominan, reflex perifer atau pengaruhsentral, tampaknya berbeda-beda bagi berbagai otot.

Mekanisme-mekanisme tadi mulai bekerja hanya bila alirandarah ke otot tadi mulai terganggu, pada tingkat di atas 10 —15% dari kontraksi maksimum dari kelompok otot tsb. Dibawah tingkat ini kontraksi dapat dipertahankan untuk waktuyang lama. Di atas ini, kelelahan tak dapat dihindani karenatekanan intramuskuler meningkat sehingga menyebabkan.iskemi otot.

Apakah besarnya respons kardiovaskuler tergantung daripersentasi dari tegangan maksimum otot itu, atau tergantungpada besarnya massa otot yang berkontraksi ? Bukti-buktiterdahulu menyokong pendapat pertama. Artinya kontraksi

dari setiap kelompok otot — tak peduli besar massa otot tsbakan menghasilkan perubahan tekanan darah sama bila tegang-an sama, misalnya 30% dari maksimum. Respons yang lebihbesar akan terlihat bila tegangan misalnya dinaikkan sampai50% dari maksimum.

Tapi penelitian yang lebih belakangan (Mitchell et al, 1981)tidak sesuai dengan pendapat di atas. Pada persentasi teganganyang sama, kelompok otot yang lebih besar akan menghasilkanrespons yang lebilr besar.Pada kucing, respons tekanan darah tadi diperkirakan diaki-batkan oleh aktivasi serat otot "denyut cepat" (fast twitch).Pada manusia, respons tekanan darah terhadap kontraksikontinyu sebagian tergantung pada ratio serat otot "cepat" dan"lambat" dan sebagian lagi tergantung pada jumlah reseptoraferen pada otot yang berkontraksi tadi.

Selama latihan ritmik, kenaikan denyut jantung dan curahjantung jauh lebih besar. Tapi kenaikan tekanan darah di-batasi oleh vasodilatasi selama fase relaksasi dalam gerakanritmik tadi. Tapi, karena pada manusia biasanya kedua jenislatihan tadi sedikit banyak bercampur, dapat terlihat peru-bahan gradual dari pola dinamik ke pola statik. Dalam keadaanini, besarnya massa otot yang terlibat, dan bukan jenis kontraksiotot, yang merupakan determinan utama pada responskardovaskuler.

Apakah semua permasalahan di atas punya implikasiklinik? Kontraksi statik adalah jenis latihan yang mudah diker-jakan dalam laboratorium. Banyak peneliti menggunakaannyauntuk menilai fungsi ventrikel kiri. Kadang-kadang ventrikelkiri yang tampaknya berfungsi normal pada keadaan istirahatakan berespons abnormal terhadap latihan statik. Teknik non-invasif seperti M—mode echocardiography dan angiografrinuklir, juga telah dipakai untuk menunjukkan kelainan fungsiventrikel kiri selama latihan stank. Pada penyakit katup aorta,evaluasi pre-operatif pada fungsi ventrikel kiri selama kontraksikepalan tangan ternyata berguna untuk menilai prognosis;tidak seperti evaluasi pada keadaan istirahat.

Latihan statik juga penting untuk menilai fungsi otonom.Penderita diabetes, karena luasnya kerusakan saraf vagusjantung dan saraf simpatik perifer, tak mampu banyakmenaikkan tekanan darahnya selama latihan statik standar (handgrip test). Respons terhadap tes ini berguna untuk menilaiseberapa jauh kerusakan simpatetik pada penderita diabetesdan penyakit lain dimana sistem otonom dalam bahaya.

Lancet 1982; i : 893;

Page 51: Cdk 031 Masalah Jantung

Neuroleptik dan GerakAbnormalSegera setelah obat semacam klorpromazin dan haloperidoldigunakan di klinik, menjadi nyata bahwa obat-obat itu punyaefek samping berupa gerak-gerak tanpa kemauan (involuntarymovement). Sindroma neurologik yang dikaitkan dengan obatanti-psikotik atu neuroleptik antara lain distonia akut, akathisiaparkinsonisme, dan mutisme akinetik. Semua itu bersifatreversibel bila pengobatan dihentikan. Ada juga yang kadang-kadang menetap, seperti diskinesia tardif.

Tapi, di lain pihak, obat neuroleptik ternyata juga bergunadalam pengelolaan penyakit-penyakit yang disertai gerakanspontan. Misalnya, penyakit Huntington yang ditandai denganchorea, kemunduran mental, dan perubahan tingkah laku. Pasi-en tsb. tampak kikuk gerakannya, tak bisa diam dan pada taraflanjut demensia menjadi lebih berat; chorea lebih nyata, semuabagian tubuh bergerak, menggeliat dan berputar-putar dalamgerakan tanpa kemauan yang tak henti-hentinya. Dulu, reserpin,yang menyebabkan ujung saraf kehabisan dopamin, digunakansebagai obatnya. Namun pada tahun 1968 Whittier dan Korenyimelaporkan bahwa 43 dari 65 pasiennya membaik setelah diberifluphenazin. Kemudian tahun 1973 Fahn menunjukkan bahwaperphenazin juga bermanfaat untuk chorea. Maka kini obatneuroleptik tadi banyak digunakan untuk pengobatan kelainangerak tsb.

Neuroleptik secara lebih sistematik dinilai dalam sindromaGilles de la Tourette. (ada peneliti yang memasukkannya kedalam kelompok gangguan psikiatri 'latah'. Tapi Arietimenunjukkan bahwa latah berbeda dengan sindroma ini. Latahbiasanya pada wanita tua. Sindroma Tourette pada kanak-kanak; tak jarang diakhiri dengan psikosis). Keadaan yangjarang, dan aneh, ini muncul pada masa kanak-kanak atau re-maja muda. Perjalanan penyakitnya lama, ditandai dengankedutan otot (motor tics) di kepala dan badan disertai denganejakulasi verbal —suara-suara tak jelas, kata-kata, atau kalimatyang kotor Terapi dengan neuroleptik merupakan satu-satunyapengobatan yang dapat mengatasinya. Diazepam 6 mg perharitak ada pengaruhnya, sama saja dengan plasebo. Tapihaloperidol jauh lebih baik efeknya. Bruun dkk. menemukanbahwa gejala dapat dikurangi 80% dengan haloperidol 13 mgper hari. Tapi dosisnya ternyata sangat variabel, sehingga terapiharu s dimonitor dengan ketat. Bila pengobatan telah cukup lama,efektivitas haloperidol tadi tampaknya meningkat sehingga dosisboleh. mulai dikurangi. Susahnya, sementara gejala penyakitberkurang, efek samping berupa akinesia mungkin muncul. Inisering disangka gejala depresi.; biasanya muncul bila dosishaloperidol di atas 5 mg sehari. Phenotiazin tampaknya kurangbermanfaat; perlu dosis yang tinggi sekali. Padahal denganhaloperidol gejala telah dapat diatasi dengan dosis rendah saja.

Stuttering (gagap) adalah kelainan motorik lain yang me-nunjukkan respons terhadap haloperidol. Dalam satu penelitianobat tadi berhasil mengurangi jumlah waktu pasien tadidysfluent. Tapi jumlah dysfluency per menit tetap. Keragu-

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 31

raguan dan kata-kata yang terputus-putus pad a penderita beratdapat diredakan. Yang juga penting perubahan-perubah-an/distorsi mimik muka yang mengikuti keadaan gagap tadidapat hilang sama sekali. Dianjurkan pemakaian dosis rendah, 1mg haloperidol 3 kali sehari. Meskipun rendah, pemakaian padapasien yang muda itu efek extrapiramidal obat tadi kadang kalatak dapat ditahan mereka.

Kecegukan (hiccup) yang intraktable telah lama diketahuidapat diatasi dengan neuroleptik. Penelitian yang dulu-dulumenggunakan klorpromazin. Tak ada data percobaan mengenaiefektivitas haloperidol. Tapi mengingat efek haloperidol padasindroma Tourette, mungkin obat ini juga lebih efektif. Gerakmotorik lain yang perlu disinggung ialah bangkis (sneezing)yang tak henti-hentinya. Davidson melaporkan suatu kasuswanita 60 tahun yang bangkis tak henti-hentinya, sehinggadikonsulkan ke bagian psikiatri. Mengingat bangkis juga gerak-an repetitif yang tak dikehendaki, dicoba haloperidol. Pasienmengalami remisi sempuma.

Pertanyaannya kini : apakah respons gerakan motor abnor-mal terhadap obat neuroleptik dapat menerangkan patogenesiskelainan-kelainan aneh itu ? Neuroleptik menghambat reseptordopamin. Jalanan Cholinergic dan GABA tampaknya abnormalpada pasien .chorea Huntington, dan pad a pasien sindromaTourette mungkiti 5-hidroksitriptamin abnormal. Tapi masihterlalu dini untuk menyimpulkan bahwa neuron dopaminergikbertanggung jawab dalam kelainan gerak di atas. Tapitampaknya semua kelainan gerak tadi akhirnya dimediasikanlewat jalanan final bersama ( a common final pathway) yang dibawah kontrol dopaminergik.

Brit Med J 1982 ; 285 : 463

Infeksi Anerobik padaParu-paruTeknik untuk membiakkan organisme anerobik telah dirintisoleh Pasteur pada tahun 1860an. Pada awal abad ini peneliti-peneliti Perancis menunjukkan bahwa anerob dapat ditemukanpada cairan pleura pasien -pasien dengan empiema. Pada tahun1928, Smith meneliti contoh-contoh dari nekropsi dari pasien-pasien dengan abses paru. Pada dinding abses itu ditemukannyabakteri anerob yang mirip dengan bakteri yang ditemukandalam mulut.

Sejak datangnya era penisilin, perhatian akan infeksi anerobparu mulai pudar. Tapi belakangan ini masih ada juga penelitiyang tertarik. Seperti Bartlett dan Finegold yang melaporkansari penelitan mereka pada tahun 1972. Mengapa minat tadi hi-lang? Apa sebabnya? Salah satu sebabnya, specimen untukpemeriksaan bakteri anerob sulit diambilnya, sulit pengirim-annya ke lab, dan di lab sendiri pembiakannya juga sulit. Di sam-ping itu 85% mikroba anerob paru-pleura bersifat peka terha-dapat penisilin. Maka kurang berguna untuk menegakkan diag-nosis bakteriologik secara spesifik. Bukankah dengan menem-bak dengan penisilin 85% akan sembuh?

Namun demikian ada tiga alasan untuk mencari anerob bilainfeksi anerobik dicurigai. Pertama, prinsip umum bahwa

Page 52: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 52

kita seharusnya tabu apa yang kita obati. Kedua, kita perlumengetahui apakah bakteri anerob dapat menyebabkan infeksilain selain pneumonia aspirasi, abses, dan empiema. Dan ketiga,sebagian kecil infeksi yang tak mempan dengan penisilin dapatdiobati dengan obat-obat baru seperti cofoxitin danmetronidazol.

Diagnosis infeksi anerob paru itu sulit terutama karenaorofaring kita penuh dengan bakteri ini. 1 ml Iiur mengandung107 — 109 organisme anerob; jumlah ini 10 kali lebih banyakdaripada jenis yang erobik. Maka contoh yang diperoleh darisputum biasa, ataupun melalui aspirasi nasotrakeal, sama sekalitidak berguna. Selain itu, hanya 2% pasien dengan infeksianerob paru yang mengalami bak terimia — sehingga kulturdarah juga tak banyak gunanya. Bahkan contoh yang diambildengan bronkoskopi fiberoptik sering tidak representatif,karena alat tadi terlebih dahulu harus lewat di daerah yangpenuh dengan anerob, sehingga kontaminasi besar sekali.

Kecuali pada bronkitis kronik, saluran nafas dibawah pitasuara itu steril. Maka setiap mikoorganisme yang ditemukan disitu kemungkinan besar patogen. Maka cara yang paling tepatuntuk mengambil contoh untuk pemeriksaan ialah lewataspirasi transtrakeal serta "sikat terlindung". Aspirasi trantra-keal tadi menggunakan kateter steril, dimasukkan lewat kanulayang menembus membrana krikotiroid. 2 — 3 ml cairan garamfaali diteteskan kemudian diaspirasi kembali. Cara "sikatterlindung" tadi memakai bronkhoskop fiberoptik. Dalamkateter yang lebih besar diselipkan kateter yang lebih kecilyang menyimpan sikat di dalamnya. Ujung kateter dilindungidengan gel. Setelah sampai di tempat yang akan

diambil contohnya, gel di buang dan sikat dikeluarkan. Jadisikat tidak tercemar oleh anerob sewaktu melewati orofarings.

infeksi paru-pleura yang sering dikaitkan dengan anerobialah pneumonitis aspirasi, pneumonia nekrotikans, abses paru,dan empiema. Dalam salah satu seri penelitian Bartlett, anerobditemukan pada 87 — 100% infeksi-infeksi itu. Bacteroidesfragilis ditemukan pada 15% kasus; perlu diingat bahwaorganisme ini kebal terhadap penisilin.

Fakta bahwa infeksi anerobik biasanya bersifat polimikro-ba; dan bahwa perbandingan proporsinya kurang lebih samadengan yang di mulut, menunjukkan bahwa infeksi anerobikboleh dikata terjadi karena aspirasi. Hampir dua-pertiga pasienpunya faktor predisposisi seperti alkoholisme, epilepsi,anestesia, overdosis obat, disfagia, infeksi ginggiva, dan penya-kit neurologik yang disertai hilangnya reflex batuk. Berten-tangan dengan pendapat umum, gigi yang ompong tidak men-jamin proteksi terhadap infeksi itu.

Daerah paru yang biasa terkena ialah segmen superior lobusbawah kanan & kiri dan segmen posterior lobus kanan atas.Segmen-segmen itu juga yang biasanya terkena bahan aspirasibila pasien berbaring. Maka bila infeksi anerob timbul bukan disegmen tadi, kita harus mencurigai penyebab yang lebih serius,seperti karsinoma bronkial, atau embolisme dari infeksi dipelvis atau jantung.

Peranan anerob pada bronkiektasis dan bronkitis kronikmasih kontroversial. Penelitian lebih lanjut masih diperlukanuntuk benar-benar memahami bakteri yang misterius ini.

Lancet 1983; i : 800

Page 53: Cdk 031 Masalah Jantung

Hukum & Etika

Tepatkah Tindakan Saudara ?

Seorang ibu membawa anaknya yang berumur lebih kurang 3tahun dengan keluhan : sejak lebih kurang 1 bulan, terlihat lesu,nafsu makan berkurang, badan sering terasa hangat dan beratbadan menjadi kurang. Batuk sekali-kali terdengar.

Hasil pemeriksaan Saudara yang dikuatkan dengan hasil X—foto menunjukkan bahwa anak tersebut menderita KochPulmonum. Kepada kedua orang tuanya Saudara telah terangkanbahwa KP dewasa ini sudah dapat disembuhkan dengansempurna dengan pengobatan yang teratur.

Saudara telah kenal keluarga ini sejak lama dan mengetahuibetul bahwa anggota-anggota keluarganya tidak ada yangmenderita KP.

Dalam melacak sumber infeksi tuberkulosis diceritakanbahwa sejak 3 bulan ada pembantu wanita rumah tangga baruyang sekaligus bertindak sebagai pengasuh anak ini.

Pemeriksaan medik atas pengasuh anak ini menunjukkanbahwa ia seorang penderita dengan KP yang terbuka.

Saudara sebagai dokter keluarga tersebut merasa berkewa-jiban untuk menerangkan bahwa kemungkinan besar sekali anaktersebut mendapat infeksi tuberkulosis dari pembantu rumahtangga tadi yang belum lama datang dari desa.

Dengan memberi keterangan ini Saudara sadar pula bahwadapat dipastikan bahwa pembantu rumah tangga tersebut akandiberhentikan dari pekerjaannya dan selanjutnya akan kehilangankesempatan untuk mengobatinya serta akan dapat merupakansumber infeksi tuberkulosis.

Tepatkah sudah tindakan Saudara ??????OLH

Tinjauan dari segi hukum :

Tentunya pembantu rumah tangga itu diantar oleh si maji-kan untuk berobat kepada dokter.Jika si majikan itu kira-kira mengatakan : "Dok, ini pembantusaya yang mungkin menderita penyakit TBC dan menularkankepada anak saya. Tolong diperiksa." dan pembantu rumahtangga itu tidak mengatakan apa-apa, maka secara yuridis diang-gap bahwa ia tidak merahasiakan sesuatu terhadap majikannya.Dengan demildan ia tidak berkeberatan, jika hasil pemeriksaanterhadap dirinya kelak diserahkan kepada majikannya.

Lebih aman lagi bagi doktemya, jika ia meminta pembanturumah tangga itu menanda tangani suatu pernyataan, bahwa iatidak berkeberatan hasil pemeriksaannya akan diberitahukankepada majikannya seperti halnya dalam pemeriksaan calonkaryawan suatu perusahaan.

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 31

Perlu juga dikemukakan, bahwa dalam prakteknya lebih se-ring seorang pembantu rumah tangga langsung dipecat, jika dok-ter mengaakan bahwa mungkin ia yang menularkan penyakitTBC kepada anak si majikan. Apa lagi kalau pembantu rumahtangga itu baru bekerja 3 bulan.

dr. Handoko Tjondroputranto Lembaga Kriminologi

Universitas Indonesia, Jakarta

Tinjauan dari segi etika :

Dari kasus yang dikemukakan ada indikasi yang kuat bahwasumber penularan adalah pembantu rumah tangga, biarpun sum-ber penularan di luar rumah tidak dapat disingkirkan secaramutlak atau minimal ada dua sumber penularan.

Bila hal ini ditutup-tutupi demi nafkah dan kemungkinanpengobatan pembantu, berarti kita membiarkan sumber infeksi ditengah-tengah keluarga, dus merugikan keluarga majikan. Kitaperlu berpegang pada konsep pemikiran yang baik diajarkandalam Penataran P—4, yaitu : prinsip serasi, selaras danseimbang. Untuk itu si pembantu juga diberi tahu tentang pe-nyakitnya dan dianjurkan supaya berobat secara teratur; denganmemberi surat pengantar ke Puskesmas atau lebih ideal bila kitabisa memberikan pengobatan secara cuma-cuma!

Keluarga ini dapat pula diberikan penjelasan, secara persuasif,diminta untuk tidak memberhentikan pembantu tadi secaralangsung, untuk mencapai "3 S" tersebut di atas. Tentu harusdiberi petunjuk bagaimana supaya penularan baru tidak terjadidan mengemukakan semua upaya preventif yang mungkin dapatdilakukan. Berarti pula kita memperhatikan aspek sosial dari pe-layanan kesehatan itu sendiri. Cara ini mungkin pada era sekarangdianggap terlalu ideal ataupun dinilai utopis. Namun sebagaimanusia dan dokter yang baik, kita tidak seharusnya mengalahpada keadaan dengan mengabaikan sesuatu yang ideal.

dr. H. Masri Rustam Direktorat Transfusi Darah PMI/

Ketua LD.I. Cabang Jakarta Pusat

Page 54: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 54

Catatan singkat

Ada cara barn untuk mempercepat pematangan cervix.Bila kehamilan telah mencapai 39 minggu, buah dadacalon ibu tadi dianjurkan dirangsang dengan kain basahhangat, tiga kali sehari. Mudah dan efektif.

Am J Obstret Gynaecol 1983;145 : 553.

Metronidazole adalah obat pilihan untuk amebiasisinvasif. Tapi dehidroemetin 1 — 1,5 mg/Kg BB/hari IMperlu diberikan juga bila diduga akan terjadi perforasiusus. Dalam hal ini kombinasi metronidazole,dehidroemetin dan antibiotika dianjurkan. Dehidroemetinjuga dianjurkan untuk pengobatan abses hati amebiasis,dalam kombinasi dengan metronidazole. Dehidroemetin,bukan emetin, yang dipilih, karena ia lebih kurang toksikdaripada emetin.

Brit Med J 1983; 286 : 1327.

Lintah darat sering kita kutuk. Tapi lintah yang satu inibenar-benar harus dikutuk karena kurang ajar. Ia diam-diam telah masuk ke dalam rahim seorang gadis muda,menyebabkan pendarahan per vaginam yang persisten.Pada dilatasi dan kuretase baru ditemukan si penyebab :lintah. Mungkin dia masuk waktu anak gadis tadi mandidi kolam-kolam alamiah di daerah itu.

Post Grad Med J. 1983; 59 : 272.

Berhati-hatilah bila anda melatih bayi anda berenang.Seorang bayi berusia 10 bulan mengalami hiponatremiaberat setelah diajak berenang. Menurut perhitungan, iatelah meminum ± 800 ml air kolam, meskipun ia tidakmenangis, tidak tampak gelagapan dan mula-mula tidaktampak sakit.

Pediatries 1982; 70 : 599 —

Tahukah anda topik apa yang diperdebatkan pada salahsatu diskusi calon-calon editor British M.J ? Masalahapakah benar bahwa "IQ tinggi merupakan hambatan bagimedikus praktikus/dokter yang berpraktek."!Kesimpulannya belum dipublikasikan.

BMJ : 1982; 285 : 12E13.

Suatu glikoprotein yang diextraksi dari urin manusia (30ug dalam 4,5 ton urin) terbukti meningkatkan waktu tidurpada hewan-hewan. Obat tidur yang disebut zat S inimenginduksi slow wave sleep, tidur bebas impian yangbiasanya terjadi setelah seseorang kurang tidur. Risettentang ini kini sedang gist dilakukan di Jepang dan ,

Amerika. (Apakah ini bukti bahwa kebiasaan "minum airkencing anak kecil" dalam sebagian masyarakat kitapunya dasar ilmiah?)

Perusahaan-perusahaan farmasi Amerika punya pega-ngan tersendiri dalam pengembangan obat : suatu pe-nyakit yang penderitanya kurang dari 100.000 tak akanmenguntungkan dibuatkan obatnya. Padahal ada lebih dari2000 macam penyakit yang belum ada obatnya, yangtidak akan memberi keuntungan komersial padaperusahaan farmasi. Inilah yang disebut obat "yatim piatu"(orphan drug) yang harus dipikirkan pengadaannya olehkonsumen, karena pabrik obat tak akan membuatnya.

Sci Am, January 1983 p 54.

Foto Rontgen abdomen biasa (BNO) tidak menun-jukkan kelainan pada 1601 dari 1780 pemeriksaan di

RSU San Francisco. Kesimpulan para peneliti itu :BNO jangan dibuang, tapi hanya dilakukan pada pa-sien-pasien tertentu saja, yaitu: pasien dengan nyeri

perut (tenderness) sedang atau berat, atau bila cukupkuat dengan adanya obstruksi, batu ginjal/ureter,trauma, iskemia, atau penyakit kandung empedu.

Ann Intern Med. 1982; , 97 : 257 — 61

Cobalah makan lebih banyak kalsium dan takanan darahmungkin akan menurun. Ini berdasarkan penelitianterhadap 30 orang pria dan wanita sehat. Penambahan 1gr kalsium dalam diet setiap hari ternyata menurunkantekanan darah secara signifikan. Bila anda tinggal didaerah dengan air minum yang 'lunak", penambahanintake Ca mungkin dapat mengurangi kemungkinanhipertensi.

JAMA 1983: 249 : 1161 — 5.

Page 55: Cdk 031 Masalah Jantung

MANA YANG LEBIH DULU

Seorang bapak mengantarkan istrinyaberobat. Lalu ia terlibat dalam pembi-caraan ini dengan dokter :

"Dok, mana yang lebih duludokter atau penyakitnya?"

+ "Ya penyakitnya dulu. Ada pe-nyakit, baru perlu ada dokter." "

Menurut saya kok sebaliknyaSaya tadi tidak pusing. Setelahdokter menyodorkan rekeningbaru pusing."

Sri

HEWAN OBATSeorang gadis yang sangat cantik datangpada dokter.— : "Dok, katanya makan biawak un-

tuk obat exceem."+ : ???????????????— : "Dok, nelan empedu kambing

untuk obat panas dingin."

+ : ???????????????— : "Nelan cindil (anak tikus) untuk

obat kuat."

+ : ???????????????— : "Benar nggak dok."

+ : "Kalau itu benar, biawaknya su- ruh makan empedu kambing biar tidak panas dingin. Kemudian su- nih makan cindil tikus supaya kuat. Baru biawaknya kita telan biar sup menghadapi ........nona. Habis tanyanya macam-macam".

Sri

54 Cumin Dunia Kedokteran No. 31

OLAH RAGA MURAH.

Suatu hari datang ke Puskesmas seorang laki-laki berkonsultasi dengan dokter,setelah mendapat petunjuk yang diperlukan, dengan perasaan puas pasien tersebutmeninggalkan Puskesmas.

Empat bulan kemudian pasien tersebut kembali ke Puskesmas. "Dok! setelahmenjalankan petunjuk dokter tempo hari, isteri saya jadi hamil." pasien tersebut mulaiberbicara begitu berada didalam kamar dokter."Coba ceritakan apa yang telah anda lakukan."

"Sesuai anjuran dokter, untuk menjaga badan tetap sehat kita perlu olah raga, olah ra-ga apa saja boleh, yang penting murah, tidak mengganggu pekerjaan, bisa berkeringatdan waktu tidak perlu terlalu lama lebih kurang 15 menit sampai 30 menit sudahcukup. "Jadi ?""Anu dok! yang cocok dengan syarat-syarat itu, tentulah olah raga di tempat tidur!".

dr. T. Martono J1n Jose Rizal 2 E, Medan

"FLUOR ALBUS"

Pada suatu siang datang seorang pasien wanita dengan keluhan gatal-gatal di vagina.Dokter bertanya, apakah ada keputihan, dan dijawabnya kadang-kadang terdapat.Pasien lalu disuruh berbaring dan oleh dokter dilakukan toucher vaginal. Ternyata ke-luarlah banyak cairan encer dengan tanda-tanda tak khas.

Dokter tersebut agak bingung memikirkan diagnosisnya. Melihat dokternya ke-bingungan, sambil senyum dikulum pasien mengatakan bahwa ia baru saja bersangga-ma dengan sang suami.

Dokter merasa lega karena telah menemukan "diagnosisnya", yakni "fluor albusartifisialis" kausa terlalu mesra. Maka berkomentarlah ia :"Ibu hebat, siang siang bo-long memadu kasih!

"

BERLIPAT GANDA

Seorang bapak yang jauh-jauh datang menjenguk istrinya yang melahirkan disebuah RSBersalin menemui bidan : "Suster istri saya sudah melahirkan?" "Sudah dan selamatsemua. Tapi beayanya agak mahal harus lipat lima.""Lipat lima ????""Ya, anak bapak kembar lima. "Astaga,satu kali, keluar lima ! ! !!"

dr. Adhi Djuanda Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI

Sri

Page 56: Cdk 031 Masalah Jantung

Cermin Dunia Kedokteran No. 31 56

RUANG PENVEGAR DAN

PENAM8AIN ILMU KEDOKTERAN

Dapatkah saudara menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini »?

1. Pada angina pektoris :(a) Selalu didapatkan kelainan aterosklerosis arteri koroner(b) Arteri koroner mungkin normal.(c) Pada exercise test tampak ST depresi < 0,5 mm(d) Cuaca panas biasanya menyebabkan nyeri dada(e) Semua jawaban di atas benar.

2. Yang tidak benar untuk penderita angina pektoris :(a) Pada waktu istirahat biasanya EKGnya normal(b) Yang berjenis tidak-stabil biasanya lebih berbahaya

daripada yang stabil(c) Selalu menunjukkan kelainan EKG pada treadmill test(d) Pemeriksaan foto rontgen. toraks tidak perlu sekali(e) Kadar serum LDH. SGPT dsb normal.

3. Obat yang sering digunakan untuk angina pektoris ialah :(a) Isosorbide dinitrat(b) Propanolol(c) Kalsium antagonis(d) Semua jawaban di atas benar

4. Di Indonesia kelainan jantung bawaan yang paling seringditemukan ialah :(a) Ventricular septal defect(b) Atrial septal defect(c) Tetralogi Fallot(d) Pulmonary stenosis(e) Patent ductus arteriosus

5. Penyakit jantung bawaan :(a) Selalu dapat ditemukan beberapa minggu setelah lahir.(b) Progesteron/estrogen mungkin dapat menyebabkannya.(c) Bising jantung selalu dapat didengar(d) Serangan hipoksia berat sering diikuti kematian(e) ASD ataupun koarktasio aorta yang tanpa simptom tak

perlu dioperasi.

6. Tentang kor pulmonale, pernyataan mana yang betul ?(a) Selalu disertai kegagalan jantung kanan.(b) Penyakit terminal yang tak dapat pulih kembali

(ireversibel)(c) EKG bisa normal walaupun diagnosa kor pulmonale

telah jelas

(d) Selalu disertai aritmia menahun(e) Semua jawaban di atas salah.

7. Pada proses tidur yang biasa :Tidur tahap I sampai IV biasanya memakan waktusekitar 1% jam

(b) Tahap REM (rapid eye movement) sering disertaimimpi yang dapat diingat setelah bangun

(c) Pada tahap REM, meskipun EEG mirip waktu bangun,otot mungkin mengalami paralisis.

(d) Pada orang-orang tertentu tidur 5 jam sehari mencukupi(e) Semua jawaban di atas benar.

8. Obat neuroleptik berguna untuk kelainan di bawah inikecuali :(a) Chorea(b) Sindroma Gilles de la Torette(c) Gagap (stuttering)(d) Kecegukan (hiccup) & bangkis yang intraktable(e) Bukan salah satu dari di atas.

9. Kuman-kuman anerob pada paru :(a) Biasanya resisten terhadap penisilin.(b) Dalam liur lebih sedikit ditemukan daripada kuman

aerob(c) Yang resisten terhadap penisilin juga resisten terhadap

metronidazole.(d) Infeksi pada paru biasanya karena aspirasi(e) Bukan salah satu dari di atas.

10. Pernyataan yang benar :(a) Diazepam dapat menyebabkan gejala withdrawal.(b) Benzodiazepin yang kerjanya singkat lebih jarang

menyebabkan gejala withdrawal.

(c) Sebagian besar bayi penderita diare menderita hiper-natremia.

(d) Orphan drug ialah obat untuk anak yatim piatu.(e) Sindroma latah sama dengan sindroma Gilles de la

Tourette.

Q '6 r '9 '£

a ' 8 'S 'ZV ' 0 1 3 ' L V ' t '

)IIdd'tutageMef

(a)

Page 57: Cdk 031 Masalah Jantung

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 31

ABSTRAK•ABSTRAKGEJALA KETAGIHAN DIAZEPAM SETELAH TERAPI JANGKA PANJANG

Diazepam dan benzodiazepin lainnya banyak digunakan dalam kasus neurologi untukmengontrol kejang-kejang. Di sini penghentian pemberian diazepam, yang dilakukansecara perlahan-lahan tidak menimbulkan masalah. Tapi diazepam yang diberikan untukmengatasi anxietas dan sebagai hipnotik kini ternyata banyak menimbulkan masalah.Obat yang dulu disangka bebas efek samping ini ternyata menimbulkan gejala ketagianpada penggunaan jangka panjang. Ketagihan ini tidak hanya bersifat psikologik (khawatirkarena tidak memakan obat anti-anxietas), tapi dapat dibuktikan secara farmakologikdengan pemeriksaan nordiazepam darah, metabolit utama dari diazepam.

Yang diteliti adalah pasien-pasien yang memakan diazepam lebih dari 6 bulan.Dosisnya berkisar antara 5—20 mg per hari. Penghentian obat dilakukan secara per-lahan-lahan dalam waktu 1 bulan. Dari 36 pasien yang diteliti, 16 (44,4%) di antaranyamengalami gejala ketagihan yang sebenarnya. Ini dibuktikan korelasi gejala ketagihandan penurunan kadar nordiazepam darah. Gejala yang menonjol ialah : kurang tidur,depersonalisasi, rasa sedih, nafsu makan kurang, derealisasi, dan cemas akan hal-halkecil. 22% pasien lainnya mengalami pseudo-withdrawal reactions, karena dosis obatmereka tetap dan konsentrasi nordiazepam juga tetap.

Ternyata bahwa dengan penurunan dosis diazepam perlahan-lahan, pasien masihmengalami gejala ketagihan. Kenyataan ini sangat mencemaskan. Kenyataan lain ialah.benzodiazepin lain yang daya kerjanya singkat (Ativan dsb) lebih sering menimbulkanketergantungan farmakologik daripada diazepam.

Dari penelitian hewan diketahui bahwa setelah pemakaian benzodiazepin jangkapanjang daya tahan terhadap stress justru menurun. Tampaknya penelitian pada kasus diatas menyokong hal serupa pada manusia. Mungkin ini diakibatkan oleh atropinyamekanisme kejiwaan untuk menghadapi stress selama masa tsb.

Lalu, kapan diazepam harus dihentikan? Tergantung dari pertimbangan masing-masing dokter. Bila diperkirakan bahwa pasien itu akan menderita gejala withdrawal ataubahkan mencetuskan penyakit lain, klinisi dapat dipahami bila ia terus memberikandiazepam. Bukankah selama makan obat pasiennya relatif sehat?.

Lancet 1983 ; 3, 1402—6

APA AKIBAT HIPONATREMIA DAN HIPERNATREMIA PADA DIARE ?

Dehidrasi akibat gastroenteritis masih tetap merupakan penyebab utama kematian padabanyak bayi dan anak. Beberapa laporan menyatakan bahwa sering ditemukanhiponatremia, yang punya hubungan erat dengan malnutrisi. Hipernatremia kabarnyajarang dijumpai.

Untuk meneliti pengaruh kadar natrium itu, Aziz Samadi dkk. di Bangladesh meneliti1330 anak di bawah usia 3 tahun yang menderita diare akut. Temyata sebagian besarisonatremik. 20,8% hiponatremik, dan 6,4% hipernatremik. Insidensi hiponatremiameningkat sejajar dengan umur, sementara hipernatremia menurun.

Tapi penemuan yang penting ialah bahwa kematian pada kelompok hiponatremia palingtinggi (10,1%). Pada isonatremia 3,8%, dan pada hipernatremia 1,2%. Tingginya angkakematian itu bukan karena faktor umur atau status nutrisi anak, tapi mungkin karena volumevaskuler hiponatremia lebih kecil daripada hipernatremia.

Brit Med J 1983 ; 286: 671—3