226 Faktor Peng) -...

23
Analisis GIS Terhadap Gerakan Tanah di Girimulyo, Kulonprogo, D.I. Yogyakarta, dan Kajian Faktor – Faktor Pengontrolnya Yogi Saktyan Respati 1 , Asnanto Multa Putranto 1 , Azim Suwardi 1 , Irien Akinina Fatkhiandari 1 , dan Salahuddin Husein 2 1) Student at Geological Engineering Department Gadjah Mada University, corresponding email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected] 2) Lecturer at Geological Engineering Department, Gadjah Mada University [email protected] Abstract There were several landslides had occurred at Girimulyo District, Kulonprogo Regency, Yogyakarta Special Province. These suggest that this area exhibits high potential of mass movement. This research is intended to map and analyze the mass movement potentail by using two methods, i.e. qualitative and quantitative, respectively. Direct observation is on site study for internal factors (e.g. lithologies and geologic structure) and external factors (e.g slope, vegetation, and landuses). Quantitative method utilizes Geographic Information System (GIS) spatial analysis on weighted parameters, i.e. slope, lithologies, geologic structures, and landuses. The research area is mainly composed of weathered lithologies of andesit breccia and breccia tuff covering steep slopes, whilst the rainfall rate reaches up to 2205 mm/y. Both factors are presumed to be the main trigger of mass movement. Result of this research is landslide susceptibility zonation which consist of four levels which can be used as a basic information for hazard mitigation and regional planning. There were two types of mass movement exist at this area, fall movement were predominant in andesitic intrusion, whereas flow movement mainly took place in andesitic breccias, coralline limestones, and tuffaceous siltstones. This study suggests that more attention and awareness should be paid for areas with high and very high susceptibility levels such as Tanggulangin, Talunombo, and Giripurwo, particularly during high rainy season. Keywords: Landslide, GIS, Types of Mass Movement, Internal Factors, External Factors, Girimulyo Yogyakarta. Sari Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo, Propinsi D.I.Yogyakarta dikenal sebagai salah satu lokasi yang berpotensi cukup tinggi dalam terjadinya gerakan tanah. Hal ini terbukti dari banyaknya lokasi gerakan tanah yang ditemukan dan telah menimbulkan kerugian. Penelitian ini ditujukan untuk memetakan dan menganalisis potensi gerakan massa dengan 2 metode yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Pengamatan langsung di lapangan dilakukan dengan memperhitungkan faktor internal (litologi dan struktur geologi) dan faktor eksternal (kemiringan lereng, vegetasi, dan tataguna lahan). Metode kuantitatif dengan menggunakan analisa keruangan Sistem Informasi Geografi (SIG) pada parameter yang telah diberi bobot. Terdapat empat parameter yang diberi bobot yaitu litologi, struktur geologi, tata guna lahan, dan kemiringan lereng. Litologi pada lokasi penelitian terutama tersusun oleh breksi andesit dan breksi tuff yang telah mengalami pelapukan cukup tinggi, sedangkan curah hujan secara umum sebesar 2205 mm/tahun. Kedua faktor diatas diduga menjadi salah satu penyebab utama terjadinya gerakan tanah. Penelitian ini menghasilkan peta kerentanan tanah dan terbagi menjadi empat zona yang digunakan sebagai informasi dasar untuk melakukan mitigasi bencana dan pengembangan area yang lebih baik dan terencana. Terdapat dua jenis longsoran yaitu tipe aliran dan tipe jatuhan. Tipe aliran mendominasi jenis tanah longsor yang ada di daerah ini. Hasil penelitian juga

Transcript of 226 Faktor Peng) -...

Page 1: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

Analisis GIS Terhadap Gerakan Tanah di Girimulyo, Kulonprogo, D.I. Yogyakarta,

dan Kajian Faktor – Faktor Pengontrolnya

Yogi Saktyan Respati1, Asnanto Multa Putranto

1, Azim Suwardi

1, Irien Akinina

Fatkhiandari1, dan Salahuddin Husein

2

1) Student at Geological Engineering Department Gadjah Mada University, corresponding email:

[email protected], [email protected], [email protected],

[email protected]

2) Lecturer at Geological Engineering Department, Gadjah Mada University

[email protected]

Abstract

There were several landslides had occurred at Girimulyo District, Kulonprogo

Regency, Yogyakarta Special Province. These suggest that this area exhibits high

potential of mass movement. This research is intended to map and analyze the mass

movement potentail by using two methods, i.e. qualitative and quantitative,

respectively. Direct observation is on site study for internal factors (e.g. lithologies and

geologic structure) and external factors (e.g slope, vegetation, and landuses).

Quantitative method utilizes Geographic Information System (GIS) spatial analysis on

weighted parameters, i.e. slope, lithologies, geologic structures, and landuses. The

research area is mainly composed of weathered lithologies of andesit breccia and

breccia tuff covering steep slopes, whilst the rainfall rate reaches up to 2205 mm/y.

Both factors are presumed to be the main trigger of mass movement. Result of this

research is landslide susceptibility zonation which consist of four levels which can be

used as a basic information for hazard mitigation and regional planning. There were

two types of mass movement exist at this area, fall movement were predominant in

andesitic intrusion, whereas flow movement mainly took place in andesitic breccias,

coralline limestones, and tuffaceous siltstones. This study suggests that more attention

and awareness should be paid for areas with high and very high susceptibility levels

such as Tanggulangin, Talunombo, and Giripurwo, particularly during high rainy

season.

Keywords: Landslide, GIS, Types of Mass Movement, Internal Factors, External

Factors, Girimulyo Yogyakarta.

Sari

Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo, Propinsi D.I.Yogyakarta dikenal

sebagai salah satu lokasi yang berpotensi cukup tinggi dalam terjadinya gerakan tanah.

Hal ini terbukti dari banyaknya lokasi gerakan tanah yang ditemukan dan telah

menimbulkan kerugian. Penelitian ini ditujukan untuk memetakan dan menganalisis

potensi gerakan massa dengan 2 metode yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif.

Pengamatan langsung di lapangan dilakukan dengan memperhitungkan faktor internal

(litologi dan struktur geologi) dan faktor eksternal (kemiringan lereng, vegetasi, dan

tataguna lahan). Metode kuantitatif dengan menggunakan analisa keruangan Sistem

Informasi Geografi (SIG) pada parameter yang telah diberi bobot. Terdapat empat

parameter yang diberi bobot yaitu litologi, struktur geologi, tata guna lahan, dan

kemiringan lereng. Litologi pada lokasi penelitian terutama tersusun oleh breksi

andesit dan breksi tuff yang telah mengalami pelapukan cukup tinggi, sedangkan curah

hujan secara umum sebesar 2205 mm/tahun. Kedua faktor diatas diduga menjadi salah

satu penyebab utama terjadinya gerakan tanah. Penelitian ini menghasilkan peta

kerentanan tanah dan terbagi menjadi empat zona yang digunakan sebagai informasi

dasar untuk melakukan mitigasi bencana dan pengembangan area yang lebih baik dan

terencana. Terdapat dua jenis longsoran yaitu tipe aliran dan tipe jatuhan. Tipe aliran

mendominasi jenis tanah longsor yang ada di daerah ini. Hasil penelitian juga

Page 2: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

menunjukan perlunya peningkatan kewaspadaan terhadap daerah yang termasuk zona

tinggi dan sangat tinggi seperti Desa Tanggulangin, Tanulombo, dan Giripurwo

terutama pada saat musim penghujan.

Kata kunci: Gerakan Massa, SIG, Jenis longsor, Faktor Internal, dan Eksternal,

Girimulyo Yogyakarta.

Page 3: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

I. Pendahuluan

Daerah penelitian terletak di daerah Kecamatan Girimulyo dan sekitarnya,

Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (Gambar 4). Secara fisiografi daerah

penelitian merupakan bagian dari Plato Jonggrangan yang terekspresikan dengan

pegunungan dan dataran – dataran tinggi.

Penelitian ini didasari adanya ketertarikan pada morfologi daerah penelitian yang

sangat berpotensi untuk terjadi tanah longsor. Hal ini juga dibuktikan dengan banyaknya

tanah longsor yang terjadi pada daerah penelitian yang menimbulkan cukup banyak

kerugian hingga memakan korban jiwa. Didasari oleh keadaan itu maka perlu dilakukan

adanya tindakan pencegahan dan perencanaan yang baik untuk menghindari atau

mengurangi kerugian yang timbul akibat bencana tersebut. Penelitian ini berfungsi sebagai

salah satu pendukung untuk membantu membuat perencanaan mitigasi bencana yang baik

dan terpadu sehingga mitigasi bencana ini dapat dilakukan secara efisien dan maksimal.

Penelitian ini secara khusus mengkaji dan menganalisis mengenai potensi

terjadinya gerakan tanah serta faktor – faktor yang mempengaruhinya, untuk kemudian

dapat memberikan informasi kepada masyarakat daerah penelitian tentang zona - zona

yang rentan terjadi gerakan tanah. Nilai penting dari penelitian ini adalah dapat

memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang merupakan data dari kombinasi

nilai – nilai parameter dengan pembobotan secara khusus dari setiap parameternya. Hasil

yang diperoleh adalah berupa zonasi daerah yang rentan oleh gerakan tanah.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dimana

menggunakan analisis zonasi kerentanan gerakan tanah melalui prosedur analisis dengan

bantuan software Geographic Information System (GIS) berupa tumpang tindih faktor –

faktor yang berpengaruh terhadap sebaran gerakan tanah. Muara dari penelitian ini adalah

dapat memberikan suatu zonasi kerentanan gerakan tanah pada daerah Girimulyo dan

sekitarnya, sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintahdan masyarakat dalam

menanggulangi dan mengantisipasi adanya bahaya dari gerakan tanah tersebut.

II. Pengertian Tanah Longsor

Tanah longsor atau gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng,

dapat berupa batuan asli, tanah pelapukan, bahan timbunan atau kombinasi dari material –

material tersebut yang bergerak ke arah bawah dan keluar lereng (Varnes, 1978).

Berdasarkan dari klasifikasi tersebut (Tabel 1), jenis gerakan tanah yang ada pada daerah

penelitian adalah jenis aliran dan jatuhan.

III. Geologi Umum

Morfologi

Secara umum morfologi daerah Kecamatan Girimulyo dan sekitarnya dapat dibagi

menjadi 4 satuan berdasarkan Klasifikasi Van Zuidam 1979 (Tabel 2), yaitu:

1. Satuan perbukitan kars bergelombang lemah sampai kuat

Satuan ini terdapat pada bagian tenggara dengan luas 4,6 km2 atau 19,1% dari

seluruh area penelitian. Lokasi satuan ini terletak pada Desa Jatimulyo, sebelah barat

dibatasi oleh Dusun Kalilu dan sebelah timur oleh Dusun Beteng. Batas utara dibatasi

oleh Dusun Sibolong dan batas selatan dibatasi oleh Dusun Ngesong. Satuan ini

Page 4: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

memiliki kelerengan antara15o-20

o dengan besar nilai lereng yang dipengaruhi oleh

topografi masing-masing daerah yang berbeda. Beda tinggi yang ada hingga 123 m,

antara elevasi 616 m dan 739 m.

2. Satuan kerucut kars berlereng curam

Satuan ini tersusun atas kerucut karst berlereng curam dengan ujung yang relatif

runcing, terdapat pada daerah tengah dan utara dari satuan ini dengan luas 0,6 km2 atau

2,9% dari seluruh area penelitian. Lokasi satuan ini terletak pada Gunung Ngesong,

Gunung Krengseng, Gunung Sibolong dan Gunung Kedung. Satuan ini memiliki

kelerengan 30o-50

o dengan besar nilai lereng yang dipengaruhi oleh topografi masing-

masing daerah yang sedikit berbeda. Beda tinggi yang ada mencapai 162,5 m, antara

elevasi 650 m dan 812,5 m.

3. Satuan perbukitan struktural berlereng sedang sampai terjal

Satuan ini tersusun atas perbukitan struktural berlereng sedang sampai terjal yang

melampar pada daerah tengah dan timur dari satuan ini dengan luas 10,8 km2 atau 50,9%

dari seluruh area penelitian. Lokasi satuan ini sebelah barat dibatasi oleh Dusun

Banyunganti, sebelah utara oleh Dusun Seblereng, timur oleh Dusun Karanggede dan

selatan oleh Tanggulangin. Satuan ini memiliki kelerengan rerata 15o-50

o dengan besar

nilai lereng yang dipengaruhi oleh topografi masing-masing daerah yang sedikit berbeda.

Beda tinggi yang ada mencapai 450 m antara elevasi 650 m dan 200 m.

4. Satuan lembah struktural berlereng terjal

Satuan ini tersusun atas lembah struktural berlereng terjal yang terdapat pada daerah

tengah dan timur dari satuan ini dengan luas 5,75 km2 atau 27,1% dari seluruh area

penelitian. Lokasi satuan ini sebelah baratnya dibatasi oleh Dusun Banyunganti, sebelah

utara oleh DusunTompak, timur oleh Dusun Karanggede dan selatan oleh Tanggulangin.

Satuan ini memiliki kelerengan rerata 20o-60

0 dengan besar nilai lereng yang

dipengaruhi oleh topografi masing-masing daerah yang sedikit berbeda. Beda tinggi

yang ada mencapai 250 m antara elevasi 450 m dan 200 m.

Litologi

Secara umum daerah pemetaan terbagi ke dalam dua formasi yaitu Formasi

Jonggrangan dan Formasi Andesit Tua. Litologi daerah penelitian terbagi menjadi 4 satuan

yaitu Satuan Breksi Andesit, Satuan Breksi Tuff, Satuan Intrusi Andesit, dan Satuan

Batugamping Terumbu. Satuan Breksi Andesit mempunyai persebaran paling luas dan

terdapat pada daerah Tanggulangin, Jatimulyo, Giripurwo, Sumberejo, dan sekitarnya.

Satuan Breksi Tuff tersebar di daerah Banyunganti, Seblereng, Kargayam, dan sekitarnya.

Satuan Intrusi Andesit tersebar di Sekidang, Lendah, Tumpak, dan sekitarnya. Satuan

Batugamping Terumbu tersebar di daerah Kalilu, Sibolong, Blumbang, dan sekitarnya.

Kondisi litologi secara keseluruhan mengalami tingkat pelapukan dari sedang – tinggi.

Tingkat pelapukan tinggi terdapat pada Satuan Breksi Andesit, Satuan Breksi Tuff, dan

Satuan Batugamping Terumbu, sedangkan tingkat pelapukan sedang terutama terdapat

pada Satuan Intrusi Andesit.

Secara umum litologi pada lokasi penelitian termasuk ke dalam Formasi OAF (Old

Andesite Formation) dan Formasi Jongrangan. Dimana Formasi Andesit Tua tersusun oleh

breksi vulkanik dengan fragmen andesit, lapili tuff, tuff, breksi lapili, aglomerat, aliran

lava, serta batupasir vulkanik, berumur Oligosen-Miosen. Sedangkan Formasi Jonggrangan

diendapkan secara tidak selaras dengan Formasi Andesit Tua. Formasi ini berumur Miosen

Page 5: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

Bawah – Miosen Tengah. Litologinya berupa kumpulan dari konglomerat, napal pasiran,

napal tufaan, batugamping dengan struktur lapisan dan batugamping koral dengan sisipan

lignit. Dari kedua formasi tersebut, pemetaan detail di daerah penelitian menghasilkan 3

satuan litologi, yaitu:

1. Satuan batugamping koral

Satuan ini termasuk dalam Formasi Jonggrangan dengan pelamparan 30% dari luas

keseluruhan daerah penelitian. Satuan batugamping koral terdiri atas dominansi fasies

batugamping koral sebagai batuan sedimen karbonat dengan fragmen koral dominan,

moluska, alga dan matriks material karbonatan. Secara petrografis, dominansi

batugamping bernama wackestone. Ciri litologi berdasar atas kenampakan fisiknya

menunjukkan karakter batuan sedimen dengan tekstur bioklastik, dengan fragmen

skeletal moluska, foraminifera besar, alga, dan koral silindris dengan matriks mud

(mikrit yang cukup melimpah). Berdasarkan ciri fisik serta dominansi fasies yang

didominasi oleh litologi batugamping koral, maka satuan ini dinamakan satuan

batugamping koral (Kusuma, 2009).

2. Satuan breksi andesit

Satuan ini termasuk ke dalam Formasi Andesit Tua dengan pelamparan 60 % dari

luas total. Breksi andesit terdiri atas dominansi fasies breksi andesit dengan fragmen

andesit dominan serta matriks batupasir tuffan. Ciri litologi berdasar atas kenampakan

fisiknya menunjukkan karakter batuan dengan pemilahan yang sangat buruk, masif dan

tebal-sangat tebal. Berdasarkan ciri fisik serta dominansi fasies yang didominasi oleh

litologi breksi andesit, maka satuan ini dinamakan satuan breksi andesit (Kusuma, 2009).

3. Satuan andesit piroksen

Satuan ini termasuk ke dalam formasi andesit tua dengan pelamparan 10 % dari luas

total. Satuan andesit terdiri atas dominansi fasies andesit sebagai batuan beku vulkanik

sebagai batuan intrusif diskordan (dike) dengan fenokris plagioklas dan piroksen serta

massadasar mineral mafik dan plagioklas. Jenis andesit berupa andesit piroksen. Ciri

litologi berdasar atas kenampakan fisiknya menunjukkan karakter batuan masif dengan

tekstur porfiroafanitik, dan mineral aksesori piroksen (Kusuma, 2009).

Struktur

Struktur geologi yang ada di daerah penelitian sangat dipengaruhi oleh adanya

proses – proses yang terjadi pada Kala Oligosen – Miosen. Struktur yang ada berupa kekar

dan sesar. Struktur kekar pada daerah penelitian terdiri dari dua jenis yaitu kekar gerus dan

kekar tarik. Sedangkan sesar yang terdapat pada daerah penelitian adalah sesar normal

yang relatif berarah barat laut – tenggara. Struktur – struktur tersebut bekerja cukup efektif.

Salah satu indikasinya adalah adanya pelarutan yang efektif yang terdapat pada zona lemah

yang terbentuk akibat adanya struktur – struktur tersebut.

IV. Faktor Internal dan Eksternal yang Berpengaruh Terhadap Gerakan Tanah

1. Faktor Internal

a. Litologi

Litologi dapat tersusun oleh batuan atau soil yang merupakan hasil dari lapukan

batuan tersebut. Litologi merupakan faktor yang penting dalam terjadinya gerakan

Page 6: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

tanah. Litologi dengan tingkat resistensi yang tinggi seperti batuan beku mempunyai

kemungkinan yang kecil untuk terjadi gerakan tanah. Sedangkan litologi dengan

resistensi yang rendah seperti soil lebih berpotensi untuk terjadi gerakan tanah.

Proses erosi dan pelapukan juga sangat berperan dalam mengontrol tingkat

resistensi suatu litologi.

b. Struktur Geologi

Struktur geologi merupakan zona lemah pada suatu batuan atau litologi.

Rekahan yang terjadi mengurangi daya ikat batuan sehingga mengurangi tingkat

resistensi batuan tersebut. Selain itu rekahaan yang terbentuk juga menjadi jalan

tempat masuknya air sehingga pelapukan dan erosi berjalan dengan lebih intensif.

Batuan yang terkena struktur cukup intensif mempunyai potensi yang lebih besar

untuk terjadinya gerakan tanah.

2. Faktor Eksternal

a. Kelerengan

Kelerengan merupakan tingkat kemiringan yang tercermin dalam morfologi.

Semakin besar tingkat kelerengan pada umumnya akan semakin menambah

kemungkinan terjadinya gerakan tanah pada suatu daerah. Hal ini juga berhubungan

dengan adanya gaya gravitasi yang menarik massa batuan dari atas ke bawah.

Semakin tinggi tingkat kelerengan maka batuan akan semakin mudah tertarik ke

bawah sehingga mengakibatkan terjadinya gerakan tanah

b. Tata Guna Lahan dan Vegetasi

Tata guna lahan adalah hasil budaya yang dihasilkan oleh manusia. Beberapa

diantaranya adalah pemukiman, jalan, sawah dan sebagainya. Tataguna lahan juga

berpengaruh terhadap terjadinya gerakan tanah. Tataguna lahan dapat menambah

beban yang harus ditanggung suatu litologi. Apaila beban yang ditanggung lebih

besar dari kekuatan litologi untuk menahan beban, maka akan terjadi pergerakan.

Vegetasi adalah segala jenis tumbuhan yang ada di wilayah terebut. Contohnya

adalah rumput dan semak belukar. Vegetasi juga berpengaruh terhadap tingkat

ketabilan lerang. Beberapa vegetasi dapat meningkatkan kestabilan lereng karena

akarnya dapat mengikat massa batuan sehingga lebih kompak. Namun sebaliknya

beberapa jenis vegetasi yang mempunyai akar yang lemah justru dapat mengurangi

tingkat kestabilan dari suatu lereng yang dapat berdampak pada terjadinya gerakan

tanah.

V. Metode Penelitian

Merupakan metode yang menggunakan analisa zonasi kerentanan gerakan tanah

melalui prosedur analisa Geographic Information System (GIS) berupa tumpang tindih

faktor – faktor yang berpengaruh terhadap sebaran (distribusi) gerakan tanah.

Penggunaan metode kuantitatif ini didukung oleh parameter – parameter pengontrol

terjadinya suatu gerakan tanah. Parameter pendukungnya antara lain; lereng, litologi,

struktur geologi, dan tata guna lahan dan vegetasi (Tabel 4). Pada setiap parameter yang

berperan diberikan suatu nilai (score) yang memiliki hubungan langsung dalam

memberikan suatu pembobotan (Tabel 5, 6 , 7, dan 8). Hasil akhirnya diperoleh suatu data

zonasi kerentanan gerakan tanah daerah penelitian dalam bentuk kelas.

Page 7: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

VI. Hasil dan Diskusi

Hasil pengamatan di lapangan disajikan pada Tabel 1.

Titik Longsor 1

Titik longsor 1 berada pada daerah dengan litologi andesit yang menerobos breksi

andesit. Diperkirakan andesit ini merupakan suatu tubuh batuan intrusi dangkal,

dicirikan dengan tekstur afanitik. Pada peta geologi intrusi ini tidak terpetakan.

Sifat keteknikan andesit ini yang teridentifikasi di lapangan meliputi tingkat

pelapukan yaitu lapuk sedang, tingkat kekerasan keras, dan kekompakan agak

kompak. Struktur geologi pada titik longsor ini sangat intensif, berupa kekar

lembaran (sheeting joint) yang terbentuk akibat intrusi andesit ini kehilangan beban

diatasnya,sehingga terjadi gaya release. Kekar lembaran ini diduga juga merupakan

faktor penyebab terjadinya longsor. Selain kekar lembaran, ditemukan juga kekar

gerus dengan arah N130oE/65

o dan N348

oE/44

o. Kelerengan yang terukur di

lapangan bervariasi dari 37o hingga 50

o. Vegetasi yang ditemukan pada titik

longsor berupa tumbuh-tumbuhan dengan akar tunggang dan akar serabut, seperti

pohon kelapa, dan pohon petai cina. Tataguna lahan terutama digunakan untuk

pertambangan andesit, selain itu pada lereng-lereng bukitnya dimanfaatkan sebagai

perkebunan cengkeh.

Berdasarkan data yang diperoleh dari keterangan oleh warga, terjadinya longsor ini

sangat dipengaruhi oleh kesalahan penambangan. Dari hasil pengamatan di

lapangan teridentifikasi bahwa tipe longsor pada daerah adalah tipe jatuhan (fall)

(Foto 1).

Dari hasil penelitian diperoleh suatu pemahaman bahwa jenis longsor pada tempat

ini dipengaruhi oleh jenis litologi dan sifat keteknikan batuan. Andesit cenderung

mengalami longsor tipe jatuhan (fall), selain itu data sifat keteknikan batuan juga

mendukung terjadinya rock fall, yaitu tingkat pelapukan batuan sedang, dan tingkat

kekerasan keras. Batuan yang keras dan lapuk sedang lebih cenderung mengalami

jatuhan dibanding dengan flow maupun rayapan (creeping). Batuan pada titik

longsor ini mengalami jatuhan terutama akibat kesalahan penambangan.

Titik Longsor 2

Litologi pada titik longsor 2 berupa breksi andesit, sama dengan jenis litologi yang

diterobos oleh intrusi andesit pada titik longsor 1. Sifat keteknikan breksi andesit

pada titik longsor 2 yaitu; tingkat pelapukan lapuk tinggi, tingkat kekerasan lunak,

dan tingkat kekompakan agak lepas. Pada titik longsor 2 ini struktur geologi tidak

teridentifikasi dengan jelas, karena sebagaian besar batuan sudah berubah menjadi

regolith, sehingga data-data struktur yang terekam sebagian besar sudah terombak

dan hilang. Kelerengan yang terukur di lapangan berkisar antara 56o

sampai 66o

.

Vegetasi yang teramati pada titik longsor 2 cukup bervariasi, seperti tumbuhan

papaya, kelapa, jati, bambu, petai cina hingga rerumputan. Teramati bahwa

vegetasi yang menyusun daerah ini bervariasi antara tanaman berakar tunggang dan

berakar serabut. Tataguna lahan berupa perkebunan jati, tetapi pada daerah yang

terkena longsor vegetasi lebih didominasi oleh rerumputan. Tipe longsor yang

teramati di lapangan adalah tipe debris flow. Titik longsor 2 ini mengalami longsor

disebabkan oleh sifat keteknikan batuannnya. Tingkat pelapukan lapuk tinggi,

tingkat kekerasan lunak dan tingkat kekompakan yang agak lepas sangat

mendukung terjadinya longsor tipe flow. Karena material yang longsor sudah

bercampur dengan air serta vegetasi yang ikut longsor maka jenis longsor pada titik

longsor 2 ini disebut tipe debris flow (Foto 2).

Page 8: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

Berdasarkan keterangan dari warga longsor terjadi pada waktu musim hujan. Hal

ini sangat logis, karena teramati di lapangan bahwa longsor terjadi hanya pada

batuan yang lapuk dan bersifat permeable, artinya batuan dasar yang kedap air pada

bagian bawahnya tidak ikut longsor. Air yang masuk ke dalam batuan yang

permeable kemudian tertahan pada batas antara batuan yang permeable dengan

yang unpermeable, dan menjadi bidang gelincir material yang ada diatasnya

(Gambar 3).

Titik Longsor 3

Titik longsor 3 tersusun atas litologi berupa breksi andesit sampai breksi tuff

dengan sifat keteknikan berupa tingkat pelapukan lapuk tinggi, tingkat kekerasan

sangat lunak, dan tingkat kekompakan lepas. Struktur geologi pda titik longsor 3 ini

juga sulit terindentifikasi karena secara keseluruhan daerah ini litologi sudah

menjadi tanah. Kelerengan yang terukur di lapangan berkisar antara 65o

– 70o

.

Vegetasi yang teramati di lapangan berupa tumbuhan bambu, pisang, dan singkong.

Tataguna lahan berupa pemukiman dan irigasi.

Dari hasil pengamatan di lokasi pengamatan, diperkirakan bahwa longsor pada

daerah ini sangat dipengaruhi oleh infiltrasi air melalui irigasi yang terdapat di

atasnya. Irigasi ini justru menjadi pemicu terjadinya longsor karena tidak di semen.

Kasusnya hampir sama dengan yang terjadi pada titik longsor 2, air yang masuk

melalui selokan pada bagian dekat mahkota longsor meresap dan dan terakumulasi

pada batas antara batuan permeable dan unpermeable, dan pada akhirnya

menyebabkan terjadinya longsor (Gambar 4). Inilah yang menyebabakan longsor

sering terjadi pada musim hujan (berdasarkan keterangan warga longsor pada titik

longsor 3 ini terjadi pada musim hujan). Tipe longsor yang teramati di lapangan

earth flow, dimana material yang longsor berupa soil (lapukan batuan) (Foto 3).

Titik Longsor 4

Litologi pada titik longsor 4 berupa lanau tuffan. Sifat keteknikan batuan pada titik

longsor 4 ini meliputi; tingkat pelapukan lapuk tinggi, tingkat kekerasan lunak, dan

tingkat kekompakan agak lepas. Pada lokasi penelitian ini, struktur geologi tidak

dapat teridentifkasi dengan jelas karena tingginya tingkat pelapukan. Tetapi

perlapisan batuan dapat terukur yaitu N250o

E/16o

perlapisan batuan terukur pada

batuan yang unpermeable yang tersingkap setelah batuan lapuk di atasnya (batuan

permeable) longsor.

Seperti pada titik longsor 2 dan 3, terjadinya longsor pada titik longsor 4 ini juga

terjadi dipicu oleh air hujan karena berdasarkan keterangan warga sekitar titik

longsor, longsor terjadi pada saat musim hujan. Air hujan yang meresap ke dalam

lapisan batuan permeable kemudian terakumulasi pada batas batuan permeable dan

unpermeable, sehingga batas batuan ini menjadi bidang gelincir material yang

longsor dan dipicu oleh adanya infiltrasi air pada batas batuan ini (Gambar 3).

Vegetasi di lokasi pengamatan berupa kakao, pisang dan singkong. Disekitar lokasi

pengamatan ini lahan dimanfaatkan sebagai lokasi pemukiman. Jenis longsor yang

teridentifikasi di lapangan yaitu tipe earth flow, material yang longsor berupa

lapukan batuan (soil) (Foto 4).

Page 9: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

Titik Longsor 5

Titik longsor ini berada pada litologi breksi andesit dengan sifat keteknikan lapuk

tinggi, lunak, dan lepas. Tipe longsor yang terjadi pada daerah ini adalah tipe earth

flow (Foto 5). Kelerengan mencapai 65° dengan vegetasi berupa pohon bambu,

pohon pisang, dan pepohonan berakar berserabut, namun vegetasi tidak terlalu

berperan disini. Area pada titik longsor ini digunakan warga sebagai lahan

pemukiman. Pada titik ini tidak dilewati oleh suatu struktur geologi, sehingga

diperkirakan bahwa longsor disebabkan oleh sifat keteknikan batuannya yang

sudah lapuk tinggi ditambah dengan kelerengan yang cukup terjal. Sedangkan

faktor yang menyebabkan tipe longsornya adalah sifat keteknikan batuan dilihat

dari kesamaan yang terdapat pada titik – titik sebelumnya yang memliki jenis

longsor yang sama pula.

Titik Longsor 6

Pada titik ini, jenis longsor yang terjadi adalah earth flow (Foto 6), dimana peran

air cukup berpengaruh. Litologi masih sama dengan titik sebelumnya, namun sifat

keteknikannya sedikit berbeda, yaitu lapuk sedang, lunak, dan agak lepas. Hal

tersebut menyebabkan material yang mengalami longsome adalah material regolith

nya sehingga disebut jenis longsoran earth flow. Kelerengan pada daerah ini

mencapai 55° dengan vegetasi yang berkembang adalah jenis tumbuhan singkong,

kelapa, dan rerumputan. Titik ini juga dilewati oleh struktur geologi berupa sesar

turun. Warga setempat memanfaatkan lahan ini sebagai area pemukiman dan

pengairan. Pengairan inilah yang diperkirakan menyebabkan adanya infiltrasi air

yang menyerang scarp, scarp ini berupa lapisan impermeable yang kemudian

menjadi bidang gelincir. Akibat adanya lapisan impermeable tersebut, maka air

tidak dapat masuk sehingga akan mengalir turun membawa material, regolith

menjadi longsor (Gambar 4). Maka pada titik ini yang menjadi penyebab terjadinya

longsor adalah air dan struktur geologi, sedangkan tipe longsornya dipengaruhi

oleh sifat keteknikan batuan dilihat dari kesamaan dengan tipe earth flow

sebelumnya.

Titik Longsor 7

Titik longsor ini terjadi pada litologi breksi andesit dengan sifat lapuk tinggi, lunak,

dan lepas. Sebenarnya longsor pada titik ini sudah terjadi bertahu – tahun yang lalu

sehingga sulit untuk dilakukan deskripsi, namun dari jejak vegetasinya masih dapat

dilihat bekas longsoran yang terjadi. Dari informasi yang diperoleh, diketahui

bahwa longsor pada titik ini dipicu oleh hujan. Struktur geologi tidak berpengaruh

pada longsor yang terjadi. Kelerengan mencapai 60° dengan vegetasi berupa

rerumputan, singkong, petai cina, dan bambu. Area ini digunakan oleh warga

sebagai daerah pemukiman. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya

longsor diperkirakan adalah litologi dan kelerengan (Foto 7).

Titik Longsor 8

Jenis longsor pada titik ini adalah jenis flow dan terjadi pada daerah dengan litologi

batugamping. Titik ini sebenarnya berada di luar daerah pemetaan, namun memiliki

karakteristik litologi yang sama dengan daerah pemetaan. Batugamping ini

memiliki sifat lapuk sedang, keras, dan agak kompak dengan kelerengan 60°.

Vegetasi yang tumbuh di daerah ini antara lain pohon pisang, petai cina, bamboo,

dan rerumputan. Daerah ini digunakan sebagai area pemukiman. Longsor pada

daerah ini disebabkan oleh litologi dan kelerengannya. Karena lerengnya yang

Page 10: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

relative curam, maka batuan tidak mampu menahan beban di atasnya sehingga

terjadi longsor (Foto 8).

Zonasi yang dilakukan pada daerah ini didasarkan pada empat paremeter utama

yaitu yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah yaitu kelerengan, litologi, struktur

geologi, dan tataguna lahan. Perhitungan dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap

faktor – faktor tersebut setelah sebelumnya dilakukan sampling data dengan melakukan

pemetaan lapangan secara langsung (Tabel 8). Pemetaan lapangan dilakukan untuk

melakukan pengambilan titik acuan termasuk didalamnya pengambilan sampel untuk

mendapatkan data – data tentang faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya gerakan

tanah

Pembobotan dilakukan dengan memberi nilai pada setiap faktor – faktor tersebut

dengan skala 1 – 4. Kemudian dilakukan metode kuantitatif dengan menggunakan bantuan

program Geographic Information System (GIS). Kemudian dilakukan perhitungan dengan

menggunakan formula tertentu.

Rumus:

H (Bobot) = (3xA) + (2xB) + (1xC) + (1xD)

Keterangan :

A = lereng B = litologi

C = struktur D = tataguna lahan

Setelah dilakukan penilaian, dilakukan zonasi pada daerah tersebut yang menjadi

empat zona yaitu zona sangat tingi, zona tinggi, zona sedang, dan zona rendah (Gambar 7).

1. Zona rendah mempunyai skor 6 – 12. Litologi sebagian besar didominasi oleh

batugamping terumbu dan intrusi andesit dengan kemiringan yang landai dan

morfologi yang relatif datar.Tataguna lahan yang ada pada daerah ini adalah

pemukiman, sawah tadah hujan, rumput, semak belukar, dan sedikit kebun. Secara

relatif tidak ditemukan titik longsor pada daerah ini. Pada daerah ini relatif tidak

terdapat gerakan tanah sehingga pembangunan sarana publik dan pemukiman

disarankan dilakukan di daerah ini.

2. Zona sedang mempunyai skor 13 – 18. Litologi pada breksi serta batugamping

terumbu. Pada zona ini didapatkan beberapa titik longsor. Kemiringan lereng masih

relatif landai denagn morfologi yang masih relatif dataran dan perbukitan

kecil.Tataguna lahan pada daerah ini terutama adalah semak belukar, kebun, dan

ladang. Pada daerah ini juga hampir tidak terdapat gerakan tanah sehingga disarankan

untuk membangun perumahan dan fasilitas publik di zona ini.

3. Zona tinggi mempunyai skor 19 – 23. Litologi sebagian besar dijumpai pada breksi

andesit dan breksi tuff. Pada daerah ini cukup terdapat beberapa titik longsor .

Tataguna lahan pada zona ini terutama adalah kebun dan ladang. Hampir sebagian

besar kondisi batuan pada daerah ini lapuk sedang dan tingkat kekerasan yang lunak.

Akibatnya litologi menjadi tidak resisten. Gerakan tanah yang ada adalah jenis flow.

Disarankan penggunaan lahan untuk ladang dan perkebunan dengan memakai sistem

terasering seingga dapat mengurangi resiko terjadinya gerakan tanah

4. Zona sangat tinggi mempunyai skor 24 – 29. Litologi sebagian besar dijumpai pada

breksi andesit dan breksi tuff yang mempunyai tingkat pelapukan yang cukup tinggi.

Sebagian besar pelapukan yang cukup tinggi ini manghasilkan lempung yang bersifat

impermeable. Zona impermeable yang tidak dapat ditembus air ini kemudian menjadi

bidang gelincir yang baik untuk mendukung teradinya gerakan tanah. Selain itu

Page 11: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

kemiringan lereng yang cukup besar menjadi salah satu faktor pendorong utama

terjadinya gerakan tanah tersebut. Terdapat beberapa titik longsor dengan skala yang

cukup besar. Sehingga daerah ini tidak disarankan untuk dilakukan pembangunan.

Selain faktor – faktor tersebut terdapat faktor lain yang berperan sebagai pemicu

dari gerakan tanah yaitu iklim. Iklim bersifat global dan menyeluruh. Keberadaan iklim

sangat berpengaruh pada tingkat curah hujan yang ada. Sebagian besar longsor yang terjadi

di daerah tersebut terjadi pada saat hujan atau sesaat setelah hujan berhenti. Hal ini

menunjukan penambahan air yang infiltrasi ke dalam tanah menjadi salah satu faktor

pemicu terjadinya gerakan tanah. Selain itu iklim juga berpengaruh kepada tingkat

pelapukan dari litologi yang ada di daerah tersebut. Iklim tropis yang ada cukup berperan

dalam proses pelapukan yang terjadi sehingga litologi yang ada di daerah tersebut

mempunyai tingkat pelapukan yang cukup tinggi.

VII. Sintesis

Hasil analisis data pengamatan lapangan yang terdiri dari beberapa contoh titik

longsor di atas (titik longsor 1 – 8) menunjukkan bahwa longsor terjadi karena

beberapa faktor. Secara garis besar faktor ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok,

yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari jenis litologi dan

struktur geologi, sedangkan yang termasuk ke dalam faktor eksternal yaitu

kelerengan, tataguna lahan dan vegetasi.

Jenis litologi sangat berpengaruh terhadap tingkat pelapukan yang dialami suatu

batuan. Semakin resistan suatu tubuh batuan, maka semakin rendah tingkat

pelapukan yang bakal dialami batuan tersebut. Artinya batuan cenderung lebih

kokoh sehingga sulit terjadi longsor. Selain mempengaruhi tingkat pelapukan, jenis

litologi juga sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat keteknikan lainnya seperti

tingkat kekerasan, dan tingkat kekompakan. Semakin keras dan kompak suatu

tubuh batuan, maka akan semakin kecil kemungkinan terjadinya longsor. Pada

kasus ini batuaan andesit cenderung lebih resistan dibanding dengan batuan breksi

andesit. Hal ini terbukti setelah dilakukan pengamatan lapangan. Hasil pengamatan

lapangan dapat dilihat pada tabel 2.

Hasil analisis dan diskusi terhadap faktor-faktor internal dan eksternal pada

titik-titik longsor di lapangan menunjukkan bahwa jenis longsor yang terjadi

terutama dipengaruhi oleh jenis litologi dan sifat keteknikan batuan pada titik

longsor. Batuan yang keras, seperti andesit, dengan tingkat pelapukan sedang,

cenderung menghasilkan longsor dengan tipe fall Sedangkan pada litologi lainnya,

yaitu breksi andesit, batugamping terumbu, dan lanau tuffan, dengan tingkat

pelapukan lapuk tinggi cenderung menghasilkan longsor dengan tipe flow, meliputi

earth flow dan debris flow. Perbedaan earth flow dan debris flow yaitu pada

material yang bergerak, jika material yang longsor sudah bercampur dengan air

serta material lainnya, maka dikenal sebagai debris flow, sedangkan pada earth

flow jenis material yang longsor lebih homogen, yaitu berupa soil.

VIII. Kesimpulan dan Rekomendasi

� Faktor-faktor yang berpengaruh terhadapat terjadinya longsor dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu faktor internal dan fakor eksternal. Faktor internal terdiri dari

Page 12: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

litologi dan struktur geologi, sedangkan faktor eksternal terdiri dari kelerengan,

tataguana lahan dan vegetasi.

� Batuan penyusun daerah penelitian terdiri dari; intrusi andesit, breksi andesit, breksi

tuff, dan lanau tufaan yang merupakan anggota Formasi OAF, dan batugamping

terumbu yang termasuk ke dalam Formasi Jongrangan.

� Struktur geologi yang berkembang pada lokasi penlitian berupa; sesar normal, sesar

naik, kekar lembaran, dan kekar gerus.

� Kelerengan yang dapat menyebabkan terjadinya longsor berkisar antara 37o – 70

o .

Daerah disekitar titik longsor pada umumnya merupakan pemukiman penduduk dan

juga dimanfaatkan sebagai perkebunan, diantaranya cengkeh, jati, kelapa, bambu, dll.

Pada titik longsor 3 terdapat pengairan dengan sistem yang salah, sehingga dianggap

juga menjadi penyebab terjadinya longsor.

� Tipe longsor pada daerah ini adalah rock fall, earth flow, dan debris flow. Perbedaan

tipe longsor ini disebabakan oleh perbedaan jenis litologi dan sifat keteknikan batuan.

Daftar Pustaka

BAKOSURTANAL, 2001, Peta Rupabumi Digital Indonesia, Lembar Wates 1408 – 214

& Lembar Sendangagung 1408 – 232 skala 1:25.000, edisi I-1999,Bogor.

Darsoatmodjo, A., 2006, Metodologi 2 Pembuatan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah,

Katalog Metodologi Pembuatan Peta Geo-Hazard, Workshop Kompilasi Metodologi

dan Berbagi Pengalaman Dalam Pembuatan Peta Rawan Bencana Alam Berbasis

SIG, Banda Aceh, hal. 4 – 9.

Karnawati,D., 2003, The New Approach for Landslide Susceptibility Mapping In

Indonesia, Proseeding PIT XXXII Ikatan Ahli Geologi Indonesia & PIT Himpunan

Ahli Geofisika Indonesia XXVII, Jakarta.

Kusuma, P.G., 2009, Pemetaan Mandiri Kuliah Kerja Lapangan Geologi Daerah

Girimulyo dan Sekitarnya, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo, DIY.,

Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjahmada.

Nurwadjedi, 2006, Metodologi 3 Pemetaan Bahaya Erosi dan Longsor, Katalog

Metodologi Pembuatan Peta Geo-Hazard, Workshop Kompilasi Metodologi dan

Berbagi Pengalaman Dalam Pembuatan Peta Rawan Bencana Alam Berbasis SIG,

Banda Aceh, hal. 4 – 9.

Soebowo, E., Anwar,H.Z., Suwijanto., & Karnawati,D.,2002, Penentuan daerah rawan

bencana longsoran berdasarkan data citra Landsat (Studi Kasus di daerah Cianjur

Selatan, Jawa Barat), Proseeding PIT XXXI Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Surabaya,

pp 502 – 515.

Theml, S.,2006, Metodologi 1 Pemetaan Potensi Tanah Longsor, Katalog Metodologi

Pembuatan Peta Geo-Hazard, Workshop Kompilasi Metodologi dan Berbagi

Pengalaman Dalam Pembuatan Peta Rawan Bencana Alam Berbasis SIG, Banda

Aceh, hal. 3 – 4.

Van Bemmelen,R.W.,1949, The Geology of Indonesia, vol. I.A. General Geology.

Martinus Nyhoff, The Hague, pp 594 – 603

Varnes, D.J. (1978) Procidding IAGI XXXI.

Van Zuidam, R.A, and F.I. Van Zuidam Cancelado, 1979. Terrain Analysis and

Classification Using Aerial Photographs, International Institute for Aerial Survey and

Earth Science (ITC) 350, Boulevard Al Enschede, The Netherlands

Page 13: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapangan Lokasi

Penga-

matan

Litologi Struktur

Geologi

Kelerengan Vegetasi Tataguna

Lahan

Jenis

Longsor

TL 1

404797

9142193

Andesit

� Lapuk

Sedang

� Keras

� Agak

Kompak

Kekar Lembaran

� N130°E/65°

X

N348°E/44°

� N117°E/77°

X N31°E/

15°

� N85°E/10° X

N180°E/65°

� Intensif

50° (barat)

37°- 40°

(timur)

� Pohon

Kelapa

� Pohon

Petai Cina

� Berakar

Tunggang

Penam-

bangan

Fall

TL 2

405265

9141653

Breksi Andesit

� Lapuk

Tinggi

� Lunak

� Agak

Lepas

____

56°- 66° � Pohon

Pepaya

� Pohon

Kelapa

� Jati

� Bambu

� Rerumput

an

� Petai

Cina

____

DebrisFl

ow

TL 3

404830

9143019

Andesit - Tuff

� Lapuk

Tinggi

� Sangat

Lunak

� Lepas

____

65°- 70° � Bambu

� Pisang

� Singkong

Pemuki-

man

Earth

Flow

TL 4

404607

9143369

Lanau Tufan

� Lapuk

Tinggi

� Lunak

� Agak

Lepas

Perlapisan

N250°E/16°

44° � Kokoa

� Pisang

� Singkong

Pemuki-

man

Earth

Flow

TL 5

406667

9142409

Breksi Andesit

� Lapuk

Tinggi

� Lunak

� Lepas

____

65°

� Pohon

Bambu

� Pohon

Pisang

� Berakar

Serabut

Pemuki-

man

Earth

Flow

TL 6

406299

9142141

Breksi Andesit

� Lapuk

Sedang

� Lunak

� Agak

Lepas

____

55°

� Pohon

Kelapa

� Pohon

Singkong

� Rerumputa

n

Pemuki-

man,Jalan

Earth

Flow

TL 7

406131

9142868

Breksi Andesit

� Lapuk

Tinggi

� Lunak

� Lepas

____

60°

� Bambu

� Rerumputa

n

� Singkong

� Petai Cina

Pemuki-

man

Earth

Flow

TL 8 Batu

____

� Petai Cina

� Pisang

Pemuki- Debris

Page 14: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

401459

9142836

gamping

� Lapuk

Sedang

� Keras

� Agak

Kompak

60° � Pohon

Bambu

� Rerumputa

n

man Flow

Gambar 1. Sketsa Gerakan Massa Tipe Jatuhan di Titik Pengamatan 1

Gambar 2. Sketsa Gerakan Massa di Titik Pengamatan 2, 4, 5, 7, dan 8

Page 15: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

Gambar 3. Sketsa Gerakan Massa di Titik Pengamatan 3 dan 6

Foto 1. Gerakan Massa Tipe Jatuhan di Titik Pengamatan

Page 16: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

1

Foto 2. Gerakan Massa Tipe Aliran di Titik Pengamatan 2

Foto 3. Gerakan Massa Tipe Aliran di Titik Pengamatan 3

Page 17: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

Foto 4. Gerakan Massa Tipe Aliran di Titik Pengamatan 4

Foto 5. Gerakan Massa Tipe Aliran di Titik Pengamatan 5

Foto 6. Gerakan Massa Tipe Aliran di Titik Pengamatan 6

Page 18: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

Foto 7. Gerakan Massa Tipe Aliran di Titik Pengamatan 7

Foto 8. Gerakan Massa Tipe Aliran di Titik Pengamatan 8

Page 19: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

Tabel 2. Klasifikasi Jenis Gerakan Tanah (disederhanakan dari Varnes, 1978).

No.

JENIS GERAKAN TANAH

JENIS MATERIAL

BATUAN TANAH

1. Jatuhan Jatuhan Batuan Jatuhan Tanah

2. Robohan Robohan Batuan Robohan Tanah

3. Longsoran

a. Melengkung Nendatan Batuan Nendatan Tanah

b. Lurus Longsoran Batuan Longsoran Tanah

4. Pancaran Lateral Pancaran Lateral Pancaran Lateral

5. Aliran Aliran Batuan Aliran Tanah

6. Kombinasi

Tabel 3. Klasifikasi morfometri (Van Zuidam, 1979)

Satuan Relief Sudut Lereng (%) Beda Tinggi (m)

Datar / hampir datar 0 – 2 <5

Bergelombang lemah / miring landai 3 – 7 5 – 50

Bergelombang lemah – kuat / berlereng landai 8 – 13 25 – 75

Bergelombang kuat – berbukit / berlereng sedang 14 – 20 50 – 200

Berbukit – tersayat curam / berlereng curam 21 - 55 200 – 500

Tersayat curam – bergunung / berlereng sangat

curam

56 - 140 500 – 1000

Bergunung / berlereng ekstra curam >140 >1000

Tabel 4. Parameter Pengontrol Gerakan Tanah

PARAMETER

Lereng Litologi Struktur Geologi Tata Guna Lahan &

Vegetasi

Tabel 5. Parameter Lereng

Parameter Lereng Intensitas Kepentingan

Derajat Nilai Skor

56 – 140% Sangat Tinggi 4

21 – 55% Tinggi 3

14– 20% Cukup Tinggi 2

0 – 13% Rendah 1

Tabel 6. Parameter Litologi

Parameter Litologi Intensitas Kepentingan

Derajat Nilai Skor

Breksi Andesit Sangat Tinggi 4

Breksi Tuff Tinggi 3

Batugamping Cukup Tinggi 2

Intrusi Andesit Rendah 1

Tabel 7. Parameter Struktur Geologi

Parameter Struktur Geologi Intensitas Kepentingan

Derajat Nilai Skor

<100 m Sangat Tinggi 4

100 – 200 m Tinggi 3

200 – 300 m Cukup Tinggi 2

300 – 400 m Rendah 1

Tabel 8. Parameter Tataguna Lahan

Parameter Tata Guna Lahan & Vegetasi Intensitas Kepentingan

Derajat Nilai Skor

Ladang dan Kebun Sangat Tinggi 4

Pemukiman Tinggi 3

Semak Belukar Cukup Tinggi 2

Page 20: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

Rumput dan Sawah Tadah Hujan Rendah 1

Tabel 9. Penilaian Parameter

PENILAIAN (SCORING)

Litologi nilai Struktur

geologi

nilai Tataguna lahan nilai Kelerengan nilai

Breksi Andesit 4 <100 m 4 Ladang dan kebun 4 56 – 140% 4

Breksi Tuff 3 100 – 200 m 3 Pemukiman 3 21 – 55% 3

Batugamping 2 200 – 300 m 2 Semak belukar 2 14– 20% 2

Intrusi Andesit 1 300 – 400 m 1 Rumput dan

sawah tadah hujan

1 0 – 13% 1

Gambar 4. Peta Topografi Daerah Penelitian

Page 21: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

Gambar 5. Titik Longsor 3

Gambar 6. Peta Geologi

Page 22: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

Gambar 7. Peta Kelerengan

Gambar 8. Peta Buffer Struktur Geologi

Page 23: 226 Faktor Peng) - hmtg.ft.ugm.ac.idhmtg.ft.ugm.ac.id/web/wp-content/uploads/Analisis-GIS-Terhadap... · memberikan hasil akhir berupa analisis kuantitatif yang ... melampar pada

Gambar 9. Peta Penggunaan Lahan

Gambar 10. Peta Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah