Lap.praktikum GIS

76
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengetahuan spatial/keruangan adalah pengetahuan yang selalu berhubungan dengan ruang muka bumi. Penyajian dan pengolahan data yang dilakukan secara manual, kini dapat dilakukan dengan teknologi komputer. Hasil yang didapat lebih tepat dan cepat. Teknologi komputer yang makin maju juga memberikan warna baru dalam sajian informasi keruangan. Peta yang biasanya disajikan dalam dua dimensi, kini dapat disajikan dalam tiga dimensi atau lebih. Sajian informasi yang dihasilkan oleh teknologi komputer berupa sajian data keruangan secara digital. Tujuan penyajian data seperti itu adalah untuk membantu pengguna jasa melakukan analisis berbagai gejala keruangan secara tepat guna. Karena itu ketepatan hasil merupakan tujuan utamanya. Tetapi gejala yang terjadi di atas ruang muka bumi amatlah rumit sehingga perlu disederhanakan. Proses penyederhanaan ini dilakukan dengan melihat beberapa hal, antara lain kemampuan perangkat dan kesederhanaan penggunaan perangkat komputer, serta dapat memenuhi tujuan penggunaannya. Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis, sebagian besar data yang akan ditangani dalam SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (attribute). Informasi lokasi (spasial), berkaitan dengan suatu koordinat baik koordinat geografi (lintang dan bujur) dan koordinat XYZ, termasuk diantaranya informasi datum dan proyeksi. Data tersebut dapat diperoleh dari pengukuran topografi, batimetri dan masih banyak lagi metode lain yang dapat dilakukan.

Transcript of Lap.praktikum GIS

Page 1: Lap.praktikum GIS

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengetahuan spatial/keruangan adalah pengetahuan yang selalu

berhubungan dengan ruang muka bumi. Penyajian dan pengolahan data yang

dilakukan secara manual, kini dapat dilakukan dengan teknologi komputer. Hasil

yang didapat lebih tepat dan cepat. Teknologi komputer yang makin maju juga

memberikan warna baru dalam sajian informasi keruangan.

Peta yang biasanya disajikan dalam dua dimensi, kini dapat disajikan

dalam tiga dimensi atau lebih. Sajian informasi yang dihasilkan oleh teknologi

komputer berupa sajian data keruangan secara digital. Tujuan penyajian data

seperti itu adalah untuk membantu pengguna jasa melakukan analisis berbagai

gejala keruangan secara tepat guna. Karena itu ketepatan hasil merupakan tujuan

utamanya. Tetapi gejala yang terjadi di atas ruang muka bumi amatlah rumit

sehingga perlu disederhanakan. Proses penyederhanaan ini dilakukan dengan

melihat beberapa hal, antara lain kemampuan perangkat dan kesederhanaan

penggunaan perangkat komputer, serta dapat memenuhi tujuan penggunaannya.

Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang

selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer

yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis,

sebagian besar data yang akan ditangani dalam SIG merupakan data spasial yaitu

sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu

sebagai dasar referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya

berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif

(attribute). Informasi lokasi (spasial), berkaitan dengan suatu koordinat baik

koordinat geografi (lintang dan bujur) dan koordinat XYZ, termasuk diantaranya

informasi datum dan proyeksi. Data tersebut dapat diperoleh dari pengukuran

topografi, batimetri dan masih banyak lagi metode lain yang dapat dilakukan.

Page 2: Lap.praktikum GIS

2

Tujuan pemanfaatan pokok system informasi geografis adalah untuk

mempermudah mendapatkan informasi berupa data spasial dan data atribut suatu

lokasi atau obyek, pada praktikum ini dilakukan suatu pegukuran batimetri yang

disesuaikan dengan bidang ilmu sipil keairan yang ditekuni, untuk memperoleh

suatu data guna mengetahui berapa kedalaman laut di sekitar Dermaga Untia Desa

Nelayan Kelurahan Untia Kota Makassar yang dijadikan sebagai obyek

pengukuran. Dalam bidang ilmu sipil keairan data yang diperoleh dari pengukuran

batimetri dapat diaplikasikan pada banguan air seperti pelabuhan, dermaga,

anjungan, dll.

.

Page 3: Lap.praktikum GIS

3

BAB 2

DASAR TEORI

A. Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (bahasa Inggris: Geographic Information

System disingkat GIS) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang

memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih

sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun,

menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis,

misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database. Para

praktisi juga memasukkan orang yang membangun dan mengoperasikannya dan

data sebagai bagian dari sistem ini.

Teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk investigasi

ilmiah, pengelolaan sumber daya, perencanaan pembangunan, kartografi dan

perencanaan rute. Misalnya, SIG bisa membantu perencana untuk secara cepat

menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam, atau SIG dapat

digunaan untuk mencari lahan basah (wetlands) yang membutuhkan perlindungan

dari polusi.

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem yang men-capture,

mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data

yang secara spatial (keruangan) mereferensikan kepada kondisi bumi. Teknologi

SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query dan analisa

statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang unik yang dimiliki oleh

pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan Sistem Informasi

lainnya yang membuatnya menjadi berguna untuk berbagai kalangan untuk

menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang akan

terjadi. (http://www.gis.com/)

Page 4: Lap.praktikum GIS

4

B. Sejarah SIG

35000 tahun yang lalu, di dinding gua Lascaux, Perancis, para pemburu

Cro-Magnon menggambar hewan mangsa mereka, dan juga garis yang dipercaya

sebagai rute migrasi hewan-hewan tersebut. Catatan awal ini sejalan dengan dua

elemen struktur pada sistem informasi gegrafis modern sekarang ini, arsip grafis

yang terhubung ke database atribut. Pada tahun 1700-an teknik survey modern

untuk pemetaan topografis diterapkan, termasuk juga versi awal pemetaan tematis,

misalnya untuk keilmuan atau data sensus.

Awal abad ke-20 memperlihatkan pengembangan "litografi foto" dimana

peta dipisahkan menjadi beberapa lapisan (layer). Perkembangan perangkat keras

komputer yang dipacu oleh penelitian senjata nuklir membawa aplikasi pemetaan

menjadi multifungsi pada awal tahun 1960-an.Tahun 1967 merupakan awal

pengembangan SIG yang bisa diterapkan di Ottawa, Ontario oleh Departemen E

nergi, Pertambangan dan Sumber Daya. Dikembangkan oleh Roger Tomlinson,

yang kemudian disebut CGIS (Canadian GIS - SIG Kanada), digunakan untuk

menyimpan, menganalisis dan mengolah data yang dikumpulkan untuk

Inventarisasi Tanah Kanada (CLI - Canadian land Inventory) - sebuah inisiatif

untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan Kanada dengan

memetakaan berbagai informasi pada tanah, pertanian, pariwisata, alam bebas,

unggas dan penggunaan tanah pada skala 1:250000. Faktor pemeringkatan

klasifikasi juga diterapkan untuk keperluan analisis.

CGIS merupakan sistem pertama di dunia dan hasil dari perbaikan aplikasi

pemetaan yang memiliki kemampuan timpang susun (overlay), penghitungan,

pendijitalan/pemindaian (digitizing/scanning), mendukung sistem koordinat

national yang membentang di atas benua Amerika , memasukkan garis sebagai arc

yang memiliki topologi dan menyimpan atribut dan informasi lokasional pada

berkas terpisah. Pengembangya, seorang geografer bernama Roger Tomlinson

kemudian disebut "Bapak SIG".

CGIS bertahan sampai tahun 1970-an dan memakan waktu lama untuk

penyempurnaan setelah pengembangan awal, dan tidak bisa bersaing dengan

aplikasi pemetaan komersil yang dikeluarkan beberapa vendor seperti Intergraph.

Page 5: Lap.praktikum GIS

5

Perkembangan perangkat keras mikro komputer memacu vendor lain seperti

ESRI, CARIS, MapInfo dan berhasil membuat banyak fitur SIG, menggabung

pendekatan generasi pertama pada pemisahan informasi spasial dan atributnya,

dengan pendekatan generasi kedua pada organisasi data atribut menjadi struktur

database. Perkembangan industri pada tahun 1980-an dan 1990-an memacu lagi

pertumbuhan SIG pada workstation UNIX dan komputer pribadi. Pada akhir abad

ke-20, pertumbuhan yang cepat di berbagai sistem dikonsolidasikan dan

distandarisasikan menjadi platform lebih sedikit, dan para pengguna mulai

mengekspor menampilkan data SIG lewat internet, yang membutuhkan standar

pada format data dan transfer.

Indonesia sudah mengadopsi sistem ini sejak Pelita ke-2 ketika LIPI

mengundang UNESCO dalam menyusun "Kebijakan dan Program Pembangunan

Lima Tahun Tahap Kedua (1974-1979)" dalam pembangunan ilmu pengetahuan,

teknologi dan riset.

Jenjang pendidikan SMU/senior high school melalui kurikulum

pendidikan geografi SIG dan penginderaan jauh telah diperkenalkan sejak dini.

Universitas di Indonesia yang membuka program Diploma SIG ini adalah D3

Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi, Fakultas Geografi, Universitas

Gadjah Mada, tahun 1999. Sedangkan jenjang S1 dan S2 telah ada sejak 1991

dalam Jurusan Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, Universitas

Gadjah Mada. Penekanan pengajaran pada analisis spasial sebagai ciri geografi.

Lulusannya tidak sekedar mengoperasikan software namun mampu menganalisis

dan menjawab persoalan keruangan. Sejauh ini SIG sudah dikembangkan hampir

di semua universitas di Indonesia melalui laboratorium-laboratorium, kelompok

studi/diskusi maupun mata pelajaran. (http://www.gis.com/)

Page 6: Lap.praktikum GIS

6

C. Pengertian SIG Menurut Para Ahli

SIG adalah sistem informasi yang didasarkan pada kerja komputer yang

memasukkan, mengelola, memanipulasi dan menganalisa data serta memberi

uraian.

SIG merupakan alat yang bermanfaat untuk pengumpulan, penimbunan,

pengambilan kembali data yang diinginkan dan penayangan data keruangan yang

berasal dari kenyataan dunia.

SIG sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan,

menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data

bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan

keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya

alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya.

SIG sebagai sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi data

geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat

lunak komputer yang berfungsi untuk akusisi dan verifikasi data, kompilasi data,

penyimpanan data, perubahan dan pembaharuan data, manajemen dan pertukaran

data, manipulasi data, pemanggilan dan presentasi data serta analisa data

SIG adalah sistem yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan

mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-

karakteristik fenomena yang ditemukan di lokasi tersebut. SIG yang lengkap

mencakup metodologi dan teknologi yang diperlukan, yaitu data spasial perangkat

keras, perangkat lunak dan struktur organisasi

SIG adalah sistem untuk pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan (manipulasi),

analisis dan penayangan data secara spasial terkait dengan muka bumi.

SIG adalah sistem informasi yang mendukung pengorganisasian data,

sehingga dapat diakses dengan menunjuk daerah pada sebuah peta.

Page 7: Lap.praktikum GIS

7

SIG merupakan sejenis software yang dapat digunakan untuk pemasukan,

penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran informasi geografis berikut

atribut-atributnya.

SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan,

manipulasi dan menganalisis informasi geografi.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa SIG merupakan

pengelolaan data geografis yang didasarkan pada kerja komputer (mesin).

(http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sistem_informasi_geografis&oldid=5461814")

D. Komponen Sistem Informasi Geografis

Komponen-komponen pendukung SIG terdiri dari lima komponen yang

bekerja secara terintegrasi yaitu perangkat keras (hardware), perangkat lunak

(software), data, manusia, dan metode yang dapat diuraikan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Komponen SIG

Page 8: Lap.praktikum GIS

8

1. Perangkat Keras (hardware)

Perangkat keras SIG adalah perangkat-perangkat fisik yang

merupakan bagian dari sistem komputer yang mendukung analisis goegrafi

dan pemetaan. Perangkat keras SIG mempunyai kemampuan untuk

menyajikan citra dengan resolusi dan kecepatan yang tinggi serta

mendukung operasioperasi basis data dengan volume data yang besar

secara cepat. Perangkat keras SIG terdiri dari beberapa bagian untuk

menginput data, mengolah data, dan mencetak hasil proses. Berikut ini

pembagian berdasarkan proses :

Input data: mouse, digitizer, scanner

Olah data: harddisk, processor, RAM, VGA Card

Output data: plotter, printer, screening.

2. Perangkat Lunak (software)

Perangkat lunak SIG adalah program komputer yang dibuat khusus dan

memiliki kemampuan Pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan, analisis dan

penayangan data spasial. Ada pun merk perangkat lunak ini cukup beragam,

misalnya Arc/Info, ArcView, ArcGIS, Map Info, TNT Mips (MacOS, Windows,

Unix, Linux tersedia), GRASS, bahkan ada Knoppix GIS dan masih banyak lagi.

Perangkat lunak digunakan untuk melakukan proses menyimpan,

menganalisa, memvisualkan data-data baik data spasial maupun non-spasial.

Perangkat lunak yang harus terdapat dalam komponen software SIG adalah:

Alat untuk memasukkan dan memanipulasi data SIG

Data Base Management System (DBMS)

Alat untuk menganalisa data-data

Alat untuk menampilkan data dan hasil analisa

Page 9: Lap.praktikum GIS

9

3. Data

Pada prinsipnya terdapat dua jenis data untuk mendukung SIG yaitu :

Data Spasial

Data spasial adalah gambaran nyata suatu wilayah yang terdapat di

permukaan bumi. Umumnya direpresentasikan berupa grafik, peta, gambar

dengan format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat x,y (vektor) atau

dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu.

Data spasial, yang dapat diperoleh dari beberapa sumber antara lain :

a. Peta Analog ; (antara lain peta topografi, peta tanah dan sebagainya) yaitu

peta dalam bentuk cetak. Pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik

kartografi, kemungkinan besar memiliki referensi spasial seperti koordinat, skala,

arah mata angin dan sebagainya. Dalam tahapan SIG sebagai keperluan sumber

data, peta analog dikonversi menjadi peta digital dengan cara format raster diubah

menjadi format vektor melalui proses dijitasi sehingga dapat menunjukan

koordinat sebenarnya di permukaan bumi.

b. Data Sistem Penginderaan Jauh ; (antara lain citra satelit, foto-udara dan

sebagainya), merupakan sumber data yang terpenting bagi SIG karena

ketersediaanya secara berkala dan mencakup area tertentu. Dengan adanya

bermacam-macam satelit di ruang angkasa dengan spesifikasinya masing-

masing,kita bias memperoleh berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan

pemakaian. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format raster.

c. Data Hasil Pengukuran Lapangan ; yang dihasilkan berdasarkan teknik

perhitungan tersendiri, pada umumnya data ini merupakan sumber data atribut

contohnya: batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak

pengusahaan hutan dan lain-lain.

d. Data GPS (Global Positioning System) ; Teknologi GPS memberikan terobosan

penting dalam menyediakan data bagi SIG. Keakuratan pengukuran GPS semakin

tinggi dengan berkembangnya teknologi. Data ini biasanya direpresentasikan

dalam format vektor. Pembahasan mengenai GPS akan diterangkan selanjutnya.

Page 10: Lap.praktikum GIS

10

Data Non Spasial (Atribut)

Data non spasial adalah data berbentuk tabel dimana tabel tersebut berisi

informasi- informasi yang dimiliki oleh obyek dalam data spasial. Data tersebut

berbentuk data tabular yang saling terintegrasi dengan data spasial yang ada.

4. Manusia

Manusia merupakan inti elemen dari SIG karena manusia adalah perencana dan

pengguna dari SIG. Pengguna SIG mempunyai tingkatan seperti pada sistem

informasi lainnya, dari tingkat spesialis teknis yang mendesain dan mengelola

sistem sampai pada pengguna yang menggunakan SIG untuk membantu

pekerjaannya sehari-hari.

5. Metode

Metode yang digunakan dalam SIG akan berbeda untuk setiap permasalahan. SIG

yang baik tergantung pada aspek desain dan aspek realnya.

Jadi, secara umum komponen GIS seperti berikut:

Page 11: Lap.praktikum GIS

11

Adapun Subsistem Utama SIG yaitu :

1. Sub-sistem Masukan, Perangkat untuk menyediakan data sampai siap

dimanfaatkan oleh pengguna; yang berupa peralatan pemetaan terestris,

fotogrametri, digitasi, scanner, dsb.

2. Sub-sistem Database, Digitasi peta dasar pada berbagai wilayah/daerah

cakupan dengan berbagai skala telah dan terus dilakukan dalam rangka

membangun sistem database spasial yang mudah diperbaharui dan

digunakan dengan data literal sebagai komponen utamanya

3. Sub-sistem Pengolahan Data, Pengolahan data baik yang berupa vektor

maupun raster dapat dilakukan dengan berbagai software seperti

AUTOCAD, ARC/INFO, ERDAS, MAPINFO, ILWIS.

a. Untuk metode vektor biasanya disebut digitasi sedangkan raster

dikenal dengan metode overlay.

b. Salah satu karakteristik software GIS adalah adanya sistem Layer

(pelapisan) dalam menggabungkan beberapa unsur informasi

(penduduk, tempat tinggal, jalan, persil tanah, dll).

4. Sub-sistem Penyajian Informasi, Dilakukan dengan berbagai media agar

mudah dimanfaatkan oleh pengguna.

Gambar 2.2 Sub-sistem penyajian informasi

Page 12: Lap.praktikum GIS

12

Secara sederhana format dalam bahasa komputer berarti bentuk dan kode

penyimpanan data yang berbeda antara file satu dengan lainnya. Dalam SIG, data

spasial dapat direpresentasikan dalam dua format, yaitu:

a. Data Vektor ; merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan ke dalam

kumpulan garis, area (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir

pada titik yang sama), titik dan nodes (merupakan titik perpotongan antara dua

buah garis). Keuntungan utama dari format data vektor adalah ketepatan dalam

merepresentasikan fitur titik, batasan dan garis lurus. Hal ini sangat berguna untuk

analisa yang membutuhkan ketepatan posisi, misalnya pada basis data batas-batas

kadaster.

b. Data Raster ; adalah data yang dihasilkan dari sistem Penginderaan Jauh.

Pada data raster, obyek geografis direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang

disebut dengan pixel (picture element). Pada data raster, resolusi (definisi visual)

tergantung pada ukuran pixel-nya. Dengan kata lain, resolusi pixel

menggambarkan ukuran sebenarnya di permukaan bumi yang diwakili oleh setiap

pixel pada citra. Semakin kecil ukuran permukaan bumi yang direpresentasikan

oleh satu sel, semakin tinggi resolusinya. Data raster sangat baik untuk

merepresentasikan batas-batas yang berubah secara gradual, seperti jenis tanah,

kelembaban tanah, vegetasi, suhu tanah dan sebagainya. Keterbatasan utama dari

data raster adalah besarnya ukuran file; semakin tinggi resolusi grid-nya semakin

besar pula ukuran filenya dan sangat tergantung pada kapasistas perangkat keras

yang tersedia. Masing-masing format data mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Pemilihan format data yang digunakan sangat tergantung pada tujuan penggunaan,

data yang tersedia, volume data yang dihasilkan, ketelitian yang diinginkan, serta

kemudahan dalam analisa. Data vektor relatif lebih ekonomis dalam hal ukuran

file dan presisi dalam lokasi, tetapi sangat sulit untuk digunakan dalam komputasi

matematik. Sedangkan data raster biasanya membutuhkan ruang penyimpanan file

yang lebih besar dan presisi lokasinya lebih rendah, tetapi lebih mudah digunakan

secara matematis.

(http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sistem_informasi_geografis&oldid=5461814")

Page 13: Lap.praktikum GIS

13

PETA

Peta merupakan suatu representasi konvensional (miniatur) dari unsur-

unsur (fatures) fisik (alamiah dan buatan manusia) dari sebagian atau

keseluruhan permukaan bumi di atas media bidang datar dengan skala tertentu

Persyaratan geometrik yang harus dipenuhi oleh suatu peta adalah:

Jarak antara titik-titik yang terletak di atas peta harus sesuai dengan jarak

aslinya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala tertentu).

Luas suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus sesuai dengan

luas sebenarnya (juga dengan mempertimbangkan skalanya).

Sudut atau arah suatu garis yang direpresen-tasikan di atas peta harus

sesuai dengan arah yang sebenarnya (seperti di permukaan bumi).

Bentuk suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus sesuai

dengan bentuk yang sebenarnya (juga dengan mempertimbangkan faktor

skalanya).

Proyeksi Peta

Proyeksi peta merupakan teknik-teknik yang digunakan untuk

menggambarkan sebagian atau keseluruhan permukaan tiga dimensi yang

secara kasar berbentuk bola ke permukaan datar dua dimensi dengan distorsi

seminimal mungkin. Distorsi dapat dikurangi dengan membagi daerah yang

dipetakan menjadi bagian yang tidak terlalu luas dan menggunakan bidang

datar.

a. Proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator)

Proyeksi UTM yaitu terdapatnya garis lintang (Latitude) dan garis

bujur (Longitude). Keuntungan Peta ini adalah menggunakan sistem

koordinat global (seluruh dunia) Seluruh permukaan bumi, dibagi menjadi

60 bagian yang disebut sebagai zone UTM. Setiap zone ini dibatasi oleh

dua meridian sebesar 6° dan memiliki meridian tengah sendiri. Sebagai

contoh, zone 1 dimulai dari 180° BB hingga 174°BB, zone 2 dari 174°BB

hingga 168°BB, terus ke arah timur hingga zone 60 yang dimulai dari

174°BT hingga 180°BT. Batas lintang adalah 80° LS hingga 84° LU.

Page 14: Lap.praktikum GIS

14

Setiap bagian derajat memiliki lebar 8° yang pembagiannya dimulai dari

80° LS ke arah utara. Bagian derajat dari bawah (LS) dinotasikan dimulai

dari C,D,E,F, hingga X.

Gambar 2.3 Proyeksi UTM

Setiap zone UTM memiliki sistem koordinat sendiri dengan titik nol sejati

pada perpotongan antara meridian sentralnya dengan ekuator. Dan, untuk

menghindari koordinat negatif, meridian tengah diberi nilai awal absis (x) 500.000

meter. Untuk zone yang terletak di bagian selatan ekuator (LS), juga untuk

menghindari koordinat negatif, ekuator diberi nilai awal ordinat (y) 10.000.000

meter. Sedangkan untuk zone yang terletak di bagian utara ekuator, ekuator tetap

memiliki nilai ordinat 0 meter.

Wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, mulai dari meridian 90°

BT hingga meridian 144° BT dengan batas paralel (lintang) 11° LS hingga 6°LU.

Dengan demikian, wilayah Indonesia dimulai dari zone 46 (meridian sentral 93°

BT) hingga zone 54 (meridian sentral 141° BT).

Page 15: Lap.praktikum GIS

15

Gambar 2.4 Zone UTM

b. Non-Earth,

Proyeksi Non-Earth ini merupakan proyeksi yang menggunakan koordinat

lokal. Proyeksi ini biasanya digunakan untuk mendigitasi (map info) berupa suatu

denah atau peta tersebut bersifat independen (hanya terdiri 1 lembar peta tersebut)

Page 16: Lap.praktikum GIS

16

E. Ruang Lingkup Sistem Informasi Geografis (SIG)

Pada dasarnya pada SIG terdapat enam proses yaitu:

1. Input Data

Proses input data digunakan untuk menginputkan data spasial dan data non-

spasial. Data spasial biasanya berupa peta analog. Untuk SIG harus

menggunakan peta digital sehingga peta analog tersebut harus dikonversi ke

dalam bentuk peta digital dengan menggunakan alat digitizer. Selain proses

digitasi dapat juga dilakukan proses overlay dengan melakukan proses

scanning pada peta analog.

2. Manipulasi Data

Tipe data yang diperlukan oleh suatu bagian SIG mungkin perlu

dimanipulasi agar sesuai dengan sistem yang dipergunakan. Oleh karena itu

SIG mampu melakukan fungsi edit baik untuk data spasial maupun non-

spasial.

3. Manajemen Data

Setelah data spasial dimasukkan maka proses selanjutnya adalah pengolahan

data non-spasial. Pengolaha data non-spasial meliputi penggunaan DBMS

untuk menyimpan data yang memiliki ukuran besar.

4. Query dan Analisis

Query adalah proses analisis yang dilakukan secara tabular. Secara

fundamental SIG dapat melakukan dua jenis analisis, yaitu:

Analisis Proximity

Analisis Proximity merupakan analisis geografi yang berbasis pada jarak

antar layer. SIG menggunakan proses buffering (membangun lapisan

pendukung di sekitar layer dalam jarak tertentu) untuk menentukan

dekatnya hubungan antar sifat bagian yang ada.

Analisis Overlay

Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda.

Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang

membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik.

Page 17: Lap.praktikum GIS

17

5. Visualisasi

Untuk beberapa tipe operasi geografis, hasil akhir terbaik diwujudkan

dalam peta atau grafik. Peta sangatlah efektif untuk menyimpan dan

memberikan informasi geografis. (http://www.gistutorial.net/)

F. APLIKASI-APLIKASI SIG

Aplikasi-Aplikasi yang dapat ditangani oleh SIG sangat banyak, antara lain:

1. Aplikasi SIG dibidang sumber daya alam (inventarisasi, management dan

kesesuaian lahan untuk pertanian, perkebuanan, kehutananm perencanaan

tataguna lahan, analisis daerah rawan bencana alam dan sebagainya)

2. Aplikasi SIG dibidang perencanaan (perencanaan pemukiman

transmigrasi, perencanaan tataruang wilayah, perencanaan kota,

perencanaanlokasi dan relokasi industri dan sebagainya)

3. Aplikasi SIG dibidang kependudukan (penyusunan data pokok,

penyediaan informasi kependudukan dan sosial ekonomi)

4. Aplikasi SIG dibidang lingkungan berikut pemantauannya (pencemaran

sungai, pencemaran laut, pencemaran danau, evaluasi pengendapan

Lumpur baik di sungai, danau atau pantai, pemodelan pencemaran udara,

limbah berbahaya dan sebagainya).

5. Aplikasi SIG dibidang Utility (inventarisasi dan manajement informasi

jaringan pipa air minum, system infromasi pelanggan air minum,

perencanaan perluasan pipa air minim, demikian juga untuk listrik, gas dan

fasilitas umum lainnya)

6. Aplikasi SIG dibidang pertahanan (manajemen pertanahan, system

informasi pertanahan dan lain sebagainya)

7. Aplikasi SIG dibidang pariwisata (inventarisasi daerah wisata, analisis

potensi untuk pariwisata)

8. Aplikasi SIG dibidang ekonomi, bisnis dan marketing (penentuan lokasi-

lokasi bisnis yang prospektif untuk bank, pasar swalayan/supermarket,

mesin ATM, kantor cabang, outlet , gudang dan sebagainya)

Page 18: Lap.praktikum GIS

18

9. Aplikasi SIG dibidang telekomunikasi (inventarisasi jaringan

telekomunikasi, system informasi pelanggan, perencanaan pemeliharaan

dan analisis perluasan jaringan komunikasi, inventarisasi jaringan

pelanggan tv kabel dan sebagainya)

10. Aplikasi SIG dibidang transportasi dan perhubungan (inventarisasi

jaringan transportasi, analisis kesesuaian dan penentuan rute-rute

alternative transportasi, analisis rawan kemacetan dan bahaya kecelakaan,

alternative rute jalan tersingkat untuk berbagai kebutuhan dan sebagainya).

(http://gis.dephub.go.id/webmapping/)

G. KEGUNAAN SIG DI BERBAGAI DISIPLIN ILMU

Ada beberapa alasan yang menyebabkan aplikasi- aplikasi SIG menjadi

menarik untuk digunakan diberbagai disiplin ilmu, antara lain:

1. SIG dapat digunakan sebagai alat Bantu (baik sebagai tools maupun

sebagai alat tutorials) utama yang interaktif, menarik dan menantang

dalam usaha untuk meningkatkan pemahaman, pengertian, pembelajaran

dan pendidikan.

2. SIG mengunakan data spasial maupun data atribut secara terintegrasi

sehingga sistemnya dapat menjawab pertanyaan spasial maupun non

spasial dan memiliki kemampuan analisis spasial maupun non spasial.

3. SIG dapat memisahkan dengan tegas antara bentuk presentasi dengan data-

datanya (basis data) sehingga memiliki kemampuan-kemampuan untuk

merubah presentasi dalam berbagai bentuk.

4. SIG memiliki kemampuan untuk menguraikan unsure-unsur yang terdapat

dipermukaan bumi ke dalam beberapa layer atau data spasial. Dengan

layare ini permukaan bumi dapat direkonstruksi kembali atau dimodelkan

dalam bentuk nyata dengan menggunakan data ketinggian berikut layer

thematic yang diperlukan.

5. SIG memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menvisualisasikan data

spasial berikut atribut-atributnya. Seperti modifikasi warna, bentuk dan

Page 19: Lap.praktikum GIS

19

ukuran symbol yang diperlukan untuk mempresentasikan unsure-unsur

permukaan bumi dapat dilakukan dengan mudah.

(http://gis.dephub.go.id/webmapping/)

A. PENGERTIAN BATIMETRI

Bathymetry (dari bahasa Yunani: βαθσς, berarti "kedalaman", dan μετρον,

berarti "ukuran") adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi

tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya

menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontur (contour lines)

yang disebut kontur kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki

informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan. Batimetri merupakan

unsur serapan yang secara sederhana dapat diartikan sebagai kedalaman laut. Dari

Kamus Hidrografi yang dikeluarkan oleh Organisasi Hidrografi Internasional

(International Hydrographic Organization, IHO) tahun 1994, Batimetri adalah

penentuan kedalaman laut dan hasil yang diperoleh dari analisis data kedalaman

merupakan konfigurasi dasar laut.

Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra.

Teknik-teknik awal batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang

diturunkan dari sisi kapal. Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat

melakukan satu pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap tidak efisien.

Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap pergerakan kapal dan arus. batimetri

sangat diperlukan untuk pengembangan pelabuhan untuk memperkirakan

kedalaman laut sehingga memungkinkan kapal-kapal besar untuk bersandar.

B. PETA BATIMETRI

Peta batimetri dapat diartikan sebagai peta yang menggambarkan bentuk

konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka kedalaman serta garis-garis

kedalaman. Peta batimetri ini juga dapat divisualisasikan dalam bentuk tampilan

2 dimensi (2D) maupun 3 dimensi (3D). Visualisasi tersebut dapat dilakukan

karena perkembangan teknologi yang semakin hari sangat semakin maju,

sehingga penggunaan komputer untuk melakukan kalkulasi dalam pemetaan

Page 20: Lap.praktikum GIS

20

menjasi mudah untuk dilakukan. Data batimetri dapat diperoleh dengan

menggunakan teknik interpolasi, untuk pendugaan data kedalaman untuk daerah-

daerah yang tidak terdeteksi, dan merupakan hal mutlak yang harus diperhatikan.

Teknik interpolasi yang sering digunakan adalah teori Universal Kriging dan

teori IRFK (Intrinsic Random Function of Order K). Peta batimetri dalam

aplikasinya memiliki banyak manfaat dalam bidang teknik sipil dan kelautan

antara lain penentuan jalur pelayaran yang aman, perencanaan bangunan pinggir

pantai dan lepas pantai, pendeteksian adanya potensi bencana tsunami di suatu

wilayah, dan pertambangan minyak lepas pantai. Selain itu, peta batimetri

diperlukan untuk mengetahui kondisi morfologi suatu daerah perairan. Karena

kondisi laut yang sangat dinamis, peta batimetri harus selalu di-update dengan

perubahan dan perkembangan kondisi perairan tersebut.

Data yang digunakan untuk membuat peta bathimetrik hari ini biasanya

berasal dari echosounder (sonar) yang dipasang di bawah atau di samping kapal,

“ping” berkas suara ke dasar laut atau dari penginderaan jarak jauh LIDAR atau

sistem LADAR (Olsen, 2007). Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk suara atau

cahaya melakukan perjalanan melalui air, memantul dari dasar laut, dan kembali

ke penerima menunjukkan jarak ke dasar laut. Survei LIDAR / LADAR ini

biasanya dilakukan dengan pesawat udara (Airborne).

Sejak awal 1930-an, dan lebih umum dari tahun 1940-an dan seterusnya,

satu kali ping single-beam dirata-ratakan untuk membuat peta. Hari ini,

multibeam echosounder (MBES) dapat digunakan, dengan ratusan beam yang

sangat sempit dan berdekatan diatur seperti kipas sehingga mampu menyapu 90-

170 derajat. Dengan paket array yang rapat dari beam yang sempit memberikan

resolusi angular dan akurasi yang sangat tinggi.

Secara umum lebar sapuan, bergantung pada kedalaman, sehingga

memungkinkan sebuah kapal untuk memetakan dasar laut lebih banyak dalam

waktu yang singkat dibandingkan dengan single-beam echosounder. Pemancaran

ping oleh Beam dilakukan berkali-kali per detik (biasanya 0,1-50 Hz tergantung

pada kedalaman air), sehingga dengan kapal cepat tetap dapat memetakan 100%

tutupan dasar laut. Sensor ketinggian memungkinkan untuk mengkoreksi gerakan

Page 21: Lap.praktikum GIS

21

kopel (rolling, pitching dan yawing) kapal di permukaan laut, dan gyrocompass

menyediakan informasi yang lebih akurat untuk mengoreksi gerakan yawing

kapal.

Kebanyakan sistem MBES modern mengunakan sistem sensor gerak dan

posisi yang terintegrasi untuk mengukur yawing serta dinamika dan posisi lain.

Global Positioning System (Global Navigation Satellite System/GNSS) digunakan

untuk mengetahui posisi sounding di permukaan bumi. Profil kecepatan suara

(kecepatan suara dalam air sebagai fungsi kedalaman) dari kolom air digunakan

untuk mengkoreksi pembiasan atau “ray-bending” dari gelombang suara karena

karakteristik kolom air yang tidak seragam seperti suhu, konduktivitas, dan

tekanan. Sebuah sistem komputer memproses semua data, mengoreksi untuk

semua faktor di atas serta sudut dari masing-masing beam. Hasil pengukuran

sounding kemudian diproses secara manual, semi-otomatis atau secara otomatis

untuk menghasilkan peta di daerah yang di-sounding.

Sejumlah output yang dihasilkan saat ini, termasuk sub-set pengukuran

asli yang memenuhi beberapa kondisi (misalnya, mungkin paling representatif

soundings, dangkal di suatu daerah, dll) atau terintegrasi dengan Digital Terrain

Model (DTM). Secara historis, Selection Measurement umum dilakukan pada

aplikasi hidrografi sementara konstruksi DTM digunakan untuk survei teknik,

geologi, pemodelan aliran arus, dll. Sejak 2003-2005, DTM lebih diterima dalam

praktek hidrografi.

Satelit juga digunakan untuk mengukur bathimetri. Satelit radar

memetakan topografi laut dalam dengan mendeteksi variasi halus di permukaan

laut yang disebabkan oleh tarikan gravitasi bawah gunung, pegunungan, dan

massa lainnya. Umumnya permukaan laut lebih tinggi di atas gunung an ridge

dibandingkan dengan dataran abyssal dan trench.

Sebagian besar survei jalur pelayaran di Amerika Serikat dilakukan oleh

United States Army Corps of Engineers untuk perairan pedalaman. Sedangkan

National Oceanic and Atmospheric Administration melakukan survey untuk

lautan. Data batimetri pantai tersedia dari NOAA National Geophysical Data

Center (NGDC). Data bathimetri biasanya bereferensi pada datum pasang

Page 22: Lap.praktikum GIS

22

vertikal. Untuk bathimetri perairan dalam, umumnya digunakan Mean Sea Level

(MSL), namun sebagian besar data yang digunakan untuk membuat peta nautika

(pelayaran) menggunaan referensi Mean Lower Low Water (MLLW) dalam survei

Amerika, dan Lowest Astronomical Tide (LAT) di negara-negara lain. Datum-

datum lain yang digunakan dalam survei, tergantung pada otoritas lokal

(pemerintah) dan pasang surut.

Beberapa pekerjaan atau karier yang berkaitan dengan batimetri adalah

studi tentang lautan, batu-batuan dan mineral di dasar laut, studi tentang gempa

bumi atau gunung berapi bawah laut. Pengukuran dan analisis pengukuran

bathymetri adalah salah satu inti (core area) dari Hidrografi modern, dan

komponen fundamental dalam memastikan keselamatan angkutan barang di

seluruh dunia.

C. BATIMETRI INDONESIA

Batimetri merupakan unsur serapan yang secara sederhana dapat diartikan

sebagai kedalaman laut. Dari Kamus Hidrografi yang dikeluarkan oleh Organisasi

Hidrografi Internasional (International Hydrographic Organization, IHO) tahun

1994, istilah batimetri dalam bahasa aslinya adalah bathymetry memiliki makna

“the determination of ocean depths. The general configuration of sea floor as

determined by profile analysis of depth data―. Batimetri adalah penentuan

kedalaman laut dan hasil yang diperoleh dari analisis data kedalaman merupakan

konfigurasi dasar laut. Istilah batimetri telah menyatu dengan kata “peta―,

mengingat hasil analisis data kedalaman laut dituangkan dalam bentuk peta.

Istilah peta batimetri (bathymetric chart/map) yang dalam bahasa aslinya

disebutkan sebagai “a topographic chart of the bed of a body of water, or a

part of it. Generally, bathymetric maps show depths by contour lines and gradient

tints―.Jadi peta batimetri adalah peta topografi dasar laut yang

merepresentasikan kedalaman laut dan digambarkan dengan garis kontur atau

gradasi warna. Selanjutnya istilah batimetri yang digunakan dalam Atlas ini

berarti peta batimetri yang diilustrasikan dengan peta yang memuat garis kontur

kedalaman laut atau gradien perubahan warna.

Page 23: Lap.praktikum GIS

23

Gambar 2.5 Peta batimetri yang ditunjukkan dengan garis kontur dan gradasi warna

Kepulauan Indonesia merupakan gugusan pulau yang terdiri dari lima pulau

besar (Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan/Borneo, Sulawesi dan Papua) dan

gugusan pulau Nusatenggara, Maluku serta ribuan pulau kecil tersebar dalam

untaian yang serasi dan indah di sekitar garis lintang nol derajat (khatulistiwa).

Perairan yang terletak di antara pulau-pulau tersebut memiliki kedalaman laut

yang sangat bervariasi. Di sebelah barat Pulau Sumatera dan sebelah selatan Pulau

Jawa terdapat palung (trench) yang merupakan pertemuan lempeng samudera dan

lempeng benua dan memiliki kedalaman laut antara 2500 meter hingga 5000

meter. Perairan di antara Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan yang terletak pada

paparan Sahul, memiliki kedalaman yang relatif dangkal (kurang dari 500 meter,

bahkan kurang dari 200 meter).

Di Selat Makassar kedalaman bervariasi relatif berubah secara gradual.

Dari pantai timur Kalimantan kedalaman laut bertambah secara perlahan,

sementara di pantai barat Sulawesi kedalaman laut bertambah secara cepat,

sehingga bagian laut yang terdalam dari Selat Makassar (sekitar 2000 meter)

terletak lebih dekat dengan Pulau Sulawesi. Selanjutnya ke arah timur Maluku dan

Papua, termasuk Bali dan Nusatenggara memiliki kondisi batimetri bervariasi

yang sangat mencolok hingga lebih dari 5000 meter. Indonesia memiliki

fenomena yang sangat unik yakni adanya pertemuan tiga lempeng besar (lempeng

Eurasi, Lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik) yang bertemu di Laut

Banda. Pada daerah ini dikenal dengan zona tumbukan kompleks (complex

collision zone), sehingga terdapat laut yang sangat dalam berbentuk palung

(trench) dengan kedalaman lebih dari 7000 meter. Lokasi ini terdapat di sebelah

Page 24: Lap.praktikum GIS

24

tenggara Pulau Banda dan di antara Pulau Seram dan Pulau Yamdena.

Gambar 2.6 Batimetri Laut Banda dengan kedalaman lebih dari 7000 meter.

a. Indonesia Bagian Barat

Penentuan Bagian barat Indonesia di sini bukan berarti pembagian wilayah

secara kaku (rigid) akan tetapi memudahkan untuk dalam menjelaskan mengingat

begitu luasnya cakupan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk

keperluan ini digunakan garis bujur 116° BT. Di wilayah ini terdapat Pulau

Sumatera (termasuk kepulauan Riau dan Bangka Belitung), Jawa dan Kalimantan.

Perairan yang tercakup di Indonesia bagian Barat ini meliputi perairan Laut

Andaman, Selat Malaka, Selat Singapura, Laut Natuna, Selat Bangka, Selat

Gelasa, Selat Karimata, Selat Sunda, Laut Jawa, Selat Bali, Laut Bali dan

Samudera Hindia. Perairan Indonesia bagian barat didominasi dengan adanya

paparan Sahul (Jawa, Sumatera dan Kalimantan) sehingga perairan di antara

pulau-pulau tersebut termasuk perairan dangkal (kurang dari 200 meter).

Sementara di sebelah barat Sumatera dan selatan Jawa terdapat palung yang dalam

dan merupakan pertemuan antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Kedalaman

palung bervariasi antara 2500 meter hingga 5000 meter.

Page 25: Lap.praktikum GIS

25

Gambar 2.7 Batimetri Perairan Indonesia bagian Barat

b. Indonesia Bagian Timur

Perairan Indonesia bagian Timur adalah yang terletak dibelah timur garis

bujur 116o BT. Perairan yang tercakup di Indonesia bagian Timur ini meliputi

perairan Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, Laut Banda,

Laut Aru. Laut Afaruru, Laut Timor, Laut Sawu, Selat Lombok, Selat Makassar,

Selat Ombai, Selat Sumba, Selat Sape, Teluk Tomini, Teluk Bone, Teluk

Cendrawasih, Teluk Berau/Bintuni, dan masih banyak selat dan teluk kecil

lainnya. Indonesia bagian timur terdapat Pulau Sulawesi, Papua serta gugusan

pulau Nusatenggara dan Maluku. Perairan di kawasan ini memiliki variasi yang

sangat beragam dan hampir tidak ditemukan perairan yang dangkal, kecuali di

sebelah barat daya Papua, yakni Laut Aru yang memiliki kedalaman kurang dari

500 meter. Sedangkan di Laut Banda merupakan laut terdalam di Indonesia.

Selanjutnya apabila ditinjau lebih detail kondisi batimetri di sekitar pulau-

pulau besar dan gugusan pulau maka akan dapat terlihat betapa beragamnya

kondisi batimetri yang ada di perairan Indonesia.

Page 26: Lap.praktikum GIS

26

c. Perairan sekitar Pulau Sumatera.

Pulau Sumatera (termasuk Kepulauan Riau dan Bangka Belitung) adalah

pulau besar yang terletak di bagian barat Indonesia yang terbentang dari 95o BT

hingga sekitar 108o BT dan dari 6

o LU hingga sekitar 6

o LS. Perairan di pantai

barat sebelah utara antara Pulau Sumatera dengan Pulau Simeulue, Pulau Nias,

Kepulauan Mentawai dan Kepulauan Pagai, relatif datar dengan kedalaman

terdalam bervariasi antara 500 hingga 1500 meter. Sementara di pantai barat

Sumatera bagian selatan hingga ujung tenggara dengan Pulau Enggano, kondisi

batimetrinya bervariasi hingga kedalaman 2000 meter. Palung laut dengan

kedalaman 2500 meter hingga 4500 meter membentang di sisi sebelah barat

gugusan pulau dan menerus hingga ke selatan Pulau Jawa. Perairan di sebelah

utara Pulau Sumatera (sekitar Laut Andaman) memiliki kedalaman bervariasi

hingga 2000 meter. Sementara perairan Selat Malaka, Selat Singapura, Laut

Natuna hingga Selat Karimata memiliki kedalaman yang relatif dangkal (kurang

dari 200 meter).

Gambar 2.9 Batimetri sekitar Pulau Sumatera (termasuk Kepulauan Riau dan

Bangka Belitung)

Page 27: Lap.praktikum GIS

27

d. Perairan sekitar Pulau Jawa

Pulau Jawa terletak di sebelah timur dari ujung tenggara Pulau Sumatera

yang dibatasi oleh Selat Sunda hingga sebelah barat Pulau Bali yang dibatasi oleh

Selat Bali. Pulau Jawa (termasuk pulau-pulau sebelah timur Pulau Madura)

terbentang dari 105°BT hingga sekitar 116° BT. Perairan Selat Sunda yang

merupakan penghubung Pulau Sumatera dan Pulau Jawa memiliki kondisi

batimetri yang sangat bervariasi. Pada umumnya perairan sebelah Timur bagian

utara selat Sunda cukup dangkal dengan kedalaman rata-rata berkisar antara 10

hingga 80 meter sedangkan untuk perairan sebelah Barat bagian selatan Selat

Sunda pada umumnya masih terpengaruh oleh kedalaman dari Samudera Hindia

di mana kedalamannya berkisar antara 100 hingga 1000 meter. Pantai yang

mencakup Selat Sunda hampir sebagian besar landai yang terdiri karang terutama

di pantai Barat Pulau Jawa dan di pantai sebelah tenggara Pulau Sumatera.

Perairan di pantai selatan Pulau Jawa merupakan kelanjutan palung dari pantai

barat Pulau Sumatera dengan kedalaman terdalam bervariasi antara 2500 hingga

4500 meter. Perairan Selat Bali memiliki kondisi batimetri yang hampir sama

dengan Selat Sunda, dimana sebelah utara merupakan perairan yang sangat sempit

dan meluas ke arah selatan. Perairan di utara Pulau Jawa adalah Laut Jawa yang

cukup dangkal dengan kedalaman rata-rata berkisar antara 10 meter sampai 80

meter dan memiliki pantai yang hampir seluruhnya landai.

Gambar 2.10 Batimetri sekitar Pulau Jawa

Page 28: Lap.praktikum GIS

28

e. Perairan sekitar Pulau Kalimantan/Borneo

Pulau Kalimantan adalah pulau terbesar yang terbentang dari 108o BT

hingga sekitar 118o BT dan dari 7

o LU hingga sekitar 4

o LS. Kalimantan

dikelilingi oleh Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa, Selat Makassar dan Laut

Sulawesi. Perairan Laut Natuna, Selat Karimata dan Laut Jawa memiliki kondisi

batimetri yang relatif dangkal. Variasi kedalaman yang cukup signifikas

ditemukan di perairan Selat Makassar dan Laut Sulawesi. Perairan Selat Makassar

di sebelah timur Kalimantan memiliki perubahan kedalaman yang relatif landai

hingga jauh ke tengah poros Selat Makassar dengan kedalaman hingga 2000

meter. Demikian juga Laut Sulawesi yang memiliki perubahan kedalaman secara

perlahan ke arah timur hingga mencapai 4000 meter.

Gambar 2.11 Batimetri perairan sekitar Pulau Kalimantan/Borneo.

f. Perairan sekitar Pulau Sulawesi

Pulau Sulawesi adalah salah satu pulau besar yang terbentang dari 118°

BT hingga sekitar 126° BT dan dari 2° LU hingga sekitar 6° LS. Sulawesi

dikelilingi oleh Selat Karimata, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Teluk Tomini, Laut

Banda, Teluk Bone dan Laut Flores. Perairan Selat Makassar di sebelah barat

Sulawesi memiliki perubahan kedalaman yang relatif besar dibanding dengan

pantai timur Kalimantan. Bagian terdalam dari Selat Makassar (sekitar 2000

meter) di bagian utara terletak di antara Kalimantan dan Sulawesi, kemudian

mendekat ke arah Sulawesi di bagian selatan. Laut Sulawesi terletak di sebelah

Page 29: Lap.praktikum GIS

29

utara Pulau Sulawesi dengan kondisi batimetri yang membentuk cekungan besar.

Perubahan kedalaman yang relatif besar ditemukan di dekat pantai utara Sulawesi

hingga sebelah barat kepulauan Sangihe. Bagian terdalam Laut Sulawesi memiliki

kedalaman lebih dari 5000 meter. Di sekitar Pulau Miangas, perubahan kedalaman

sangat besar dan kedalaman 5000 meter berjarak tidak jauh dari pulau tersebut.

Selanjutnya perairan Laut Maluku memiliki variasi kedalaman terdalam antara

2000 meter hingga 4000 meter. Teluk Tomini yang terletak di sebelah barat kaut

Maluku merupakan cekungan dengan kedalaman terdalam sekitar 2000 meter.

Selain Laut Maluku, di sebelah timur Sulawesi, khususnya bagian selatan terdapat

Laut Banda yang memiliki kedalaman 2000 meter hingga 5000 meter. Perairan

Laut Banda di sekitar kepulauan sebelah tenggara Sulawesi memiliki perubahan

kedalaman yang sangat cepat, sehingga cukup terjal. Sementara Teluk Bone

memiliki kondisi batimetri yang relatif simetri mengikuti bentuk pantai di

sekitarnya dan kedalaman terdalam hampir di tengah Teluk Bone bagian selatan.

Perairan bagian selatan Pulau Sulawesi adalah Laut Flores yang memiliki

kedalaman laut bervariasi secara cepat dengan kedalaman terdalam lebih dari

4500 meter.

Gambar 2.12 Batimetri perairan sekitar Pulau Sulawesi.

Page 30: Lap.praktikum GIS

30

g. Perairan sekitar Gugusan Pulau Nusatenggara

Gugusan pulau Nusatenggara mulai dari Pulau Bali, Lombok, Sumbawa,

Sumba, Alor hingga Timor terbentang dari 114°BT hingga sekitar 125° BT dan

dari 7° LS hingga sekitar 11° LS. Di gugusan pulau Nusatenggara terdapat Laut

Bali, Laut Flores, Laut Banda, Laut Sawu, Samudera Hindia serta beberapa selat

seperti Selat Ombai, Selat Sumba, Selat Sape, Selat Lombok, Selat Bali dan selat-

selat kecil lainnya. Laut Bali yang terletak di utara Pulau Bali dan Lombok

memiliki kedalaman bervariasi dan yang terdalam sekitar 500 meter. Laut Flores

yang terletak di sebelah utara Pulau Sumbawa dan Flores memiliki perubahan

kedalaman yang sangat besar dan kedalaman terdalam hingga lebih dari 5000

meter. Laut Banda yang terletak di sebelah utara Pulau Solor, Pantar dan Alor

juga memiliki perubahan kedalaman yang besar dengan kedalaman terdalam

sekitar 3000 dan 4000 meter. Selanjutnya Laut Sawu yang terletak antara Pulau

Flores, Sumba dan Timor membentuk cekungan tertutup dan memiliki kedalaman

terdalam lebih dari 3000 meter. Di sebelah selatan Nusatenggara terdapat palung

yang merupakan kelanjutan dari barat Sumatera dan selatan Jawa yang memiliki

kedalaman terdalam yang bervariasi antara 3000 meter hingga 4000 meter.

Gambar 2.13 Batimetri perairan sekitar Gugusan pulau Nusatenggara.

Page 31: Lap.praktikum GIS

31

h. Perairan sekitar Gugusan Pulau Maluku

Gugusan pulau Maluku mulai dari Pulau Morotai, Halmahera, Taliabu,

Obi, Buru, Seram, Kepulauan Aru, Kepulauan Tanimbar dan Pulau Wetar

terbentang dari 126°BT hingga sekitar 135° BT dan dari 3° LU hingga sekitar 8°

LS. Di gugusan pulau Maluku terdapat Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut

Banda, Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor. Baimetri Laut Maluku yang

terletak di barat Halmahera memiliki kedalaman bervariasi dan yang terdalam

lebih dari 2000 meter berada dekat dengan gugusan pulau mulai dari Ternate,

Tidore, Bacan hingga Obi. Laut Halmahera dan Laut Seram pada umumnya cukup

dalam, kedalaman maksimum dapat mencapai sekitar 5.000 meter, terletak di

sebelah Utara Pulau Buru di Laut Seram. Demikian juga Laut Banda yang terletak

di sebelah selatan Pulau Buru dan Seram merupakan laut yang memiliki

kedalaman terdalam di Indonesia, kedalaman terdalam hingga lebih dari 7000

meter terletak di bagian timur Laut Banda, tepatnya di antara Pulau Seram dan

Yamdena. Laut Aru terletak di sekitar kepulauan Aru di sebelah timur Kepulauan

Tanimbar. Laut Aru sebelah barat memiliki variasi kedalaman bertambah ke arah

barat hingga lebih dari 3000 meter, sedangkan Laut Aru sebelah timur merupakan

laut dangkal dengan kedalaman kurang dari 500 meter. Laut Arafuru berada di

sebelah selatan Laut Aru memiliki kedalaman yang relatif datar. Di sebelah barat

terdapat kedalaman yang lebih dari 500 meter, akan tetapi di sebelah timur tidak

ditemukan kedalaman yang lebih dari 500 meter. Selanjutnya Laut Timor yang

terletak di sebelah selatan Kepulauan Tanimbar dan Timor memliki kedalaman

yang bervariasi hingga 2000 meter yang terdapat di sebelah selatan yang

merupakan kelanjutan palung dari selatan Nusatenggara.

Page 32: Lap.praktikum GIS

32

Gambar 2.14 Batimetri perairan sekitar Gugusan pulau Maluku

i. Perairan sekitar Pulau Papua

Pulau Papua adalah salah satu pulau besar yang terbentang dari 130o BT

hingga sekitar 141o BT (wilayah Indonesia) dan dari 0

o LU hingga sekitar 9

o LS.

Papua dikelilingi oleh Samudera Pasifik, Laut Seram dan Laut Aru. Disamping itu

juga terdapat beberapa teluk, antara lain Teluk Cendrawasih, Teluk Bintuni/Berau

serta teluk-teluk kecil lainnya. Samudera Pasifik yang terletak di sebelah utara

Papua memiliki kondisi batimetri dengan perubahan kedalaman yang cepat terjadi

di sebelah utara kepala burung, Biak dan Jayapura. Kedalaman terdalam

bervariasi antara 4000 meter hingga lebih dari 5000 meter yang terdapat di utara

Biak. Laut Seram yang berada di sisi barat Papua memiliki kelandaian yang

signifikan dengan kedalaman kurang dari 500 meter. Laut Seram bertemu dengan

Teluk Berau/Bintuni yang juga merupakan laut dangkal. Seperti dijelaskan

terdahulu bahwa Laut Aru di pantai baratdaya Papua merupakan batimetri yang

dangkal dan pantai yang sangat landai.

Page 33: Lap.praktikum GIS

33

Gambar 2.15 Batimetri perairan sekitar Pulau Papua.

D. RELIEF DASAR LAUT

Relief dasar laut pada umumnya tidak begitu besar variasinya

dibandingkan dengan relief daratan. Hal ini disebabkan karena lemahnya erosi

dan sedimentasi. Banyak hal yang bisa dijadikan dasar untuk mengolongkan

bentuk muka bumi di dasar laut, antara lain:

1) Berdasarkan bentuk permukaan dasar laut.

a) Dangkalan/Plat, yaitu dasar samudra yang dangkal sepanjang pantai yang

kedalamannya kurang dari 200 m.

b) Palung Laut/Trog/Trench, yaitu dasar laut yang sangat dalam dan

bentuknya memanjang sempit dan tebingnya curam, yang semakin ke

dasar semakin menyempit. Palung yang sempit dan tidak terlalu curam

disebut trench, sedangkan jika lebih lebar dan curam disebut trog.

Kedalaman palung bisa mencapai ± 7.000-11.000 meter. Contohnya,

Palung Mindanau (10.830 meter), Palung Sunda (7.450 meter), dll.

c) Lubuk Laut/Basin, yaitu dasar laut yang dalam dan berbetuk cekungan

bulat atau lonjong (oval). Basin terjadi akibat pemerosotan dasar laut.

Contohnya, Lubuk Sulu, Lubuk Banda, dll.

Page 34: Lap.praktikum GIS

34

d) Gunung Laut, yaitu gunung yang muncul dari dasar laut dan puncaknya

bisa terletak di permukaan laut maupun dibawah permukaan laut.

Contohnya, Gunung Krakatau (Indonesia), Maona Loa (Hawai), dll.

e) Punggung Laut (Ridge/Rise), yaitu pegunungan yang terletak di dasar laut.

Punggung laut yang berlereng curam disebut ridge, sedangkan yang

berlereng landai disebut rise. Contohnya, Punggung Laut Sibolga.

f) Ambang Laut/Drempel, yaitu laut dangkal yang terletak diantara dua laut

dalam karena punggung laut yang memisahkan dua bagian laut atau dua

laut yang dalam. Contohnya, Ambang Laut Sulu, Ambang Laut Sulawesi,

Ambang Laut Gibraltar, dll.

g) Parit laut, yaitu bentukan dasar laut yang terjadi akibat masuknya satu

lapisan/lempeng benua ke bawah lapisan/lempeng benua yang lain.

2) Bentuk dasar laut berdasarkan kedalamannya.

a) Paparan Benua/Continental Shelf, yaitu dasar laut dangkal yang berbatasan

dengan benua dengan kedalaman 0-200 m. Di dasar laut ini sering

ditemukan juga lembah yang menyerupai sungai. Lembah beberapa sungai

yang terdapat di Continental Shelf merupakan bukti bahwa dulunya

Continental Shelf merupakan bagian daratan yang kemudian sekarang

tenggelam di dasar laut. Contohnya Dangkalan Sunda antara Kalimantan,

Jawa, dan Sumatera yang berkedalaman ± 40-45 meter. Paparan benua

terdiri juga dari tebing benua/kontinen (daerah tebing paparan benua) dan

dataran abisal (bassin floor). Dataran abisal adalah dasar laut yang luas

setelah tebing benua, dan mengarah ke laut lepas.

b) Continantal Slope, yaitu dasar laut yang terletak di pinggir landas benua

dengan sudut kemiringan 5o dan kedalaman 200-2000 m.

c) Deep Sea Plain, yaitu dasar laut dengan kedalaman antara 2.000-3.000 m.

d) The Deeps, yaitu relief dasar laut yang kedalamannya lebih dari 6.000

meter dengan ciri terdapatnya palung laut.

Page 35: Lap.praktikum GIS

35

E. PENENTUAN BATIMETRI

1 . Metode Akustik

Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut

dengan mempertimbangkan proses-proses perambatan suara; karakteristik suara

(frekuensi, pulsa, intensitas); faktor lingkungan / medium; kondisi target dan

lainnya. Aplikasi metode ini dibagi menjadi 2, yaitu sistem akustik pasif dan

sistem akustik aktif. Salah satu aplikasi dari sistem aplikasi aktif yaitu Sonar

yang digunakan untuk penentuan batimetri. Sonar (Sound Navigation And

Ranging): Berupa sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi yang diterima dari

objek dalam air (seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar laut. Bila

gelombang akustik bergerak vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu yang

diperlukan digunakan untuk mengukur kedalaman air, jika c juga diketahui (dari

pengukuran langsung atau dari data temperatur, salinitas dan tekanan).Ini adalah

prinsip echo-sounder yang sekarang umum digunakan oleh kapal-kapal sebagai

bantuan navigasi. Echo-sounder komersil mempunyai lebar sinar 30-45o vertikal

tetapi untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan atau kapal selam atau studi

lanjut dasar laut) lebar sinar yang digunakan kurang 5o dan arahnya dapat

divariasikan. Walaupun menunjukkan pengaruh temperatur, salinitas dan tekanan

pada laju bunyi dalam air laut (1500 ms-1) relatif kecil dan sedikit perubahan pada

c dapat menyebabkan kesalahan pengukuran kedalaman dan kesalahan sudut akan

menambah keburukan resolusi.

Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan dasar

laut bertambah maju dengan berkembangnya peralatan sonar seperti SeaBeam dan

Hydrosweep yang merupakan sistem echo-sounding multi-beam yang menentukan

kedalaman air di sepanjang swath lantai laut di bawah kapal penarik,

menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat detail. Sidescan imaging system,

sperti GLORIA (Geological Long Range Inclined Asdic), SeaMARC, dan TOBI

(Towed Oceand Bottom Instrument) menghasilkan fotografi aerial yang sama atau

citra-citra radar, menggunakan bunyi atau microwave. Echo-sounding banyak

juga digunakan oleh nelayan karena ikan menghasilkan echo, dan kawanan ikan

atau hewan lain dapat dikenali sebagai lapisan-lapisan sebaran dalam kolom air

Page 36: Lap.praktikum GIS

36

2. Satelit Altimetri

Altimetri adalah Radar (Radio Detection and Ranging) gelombang mikro

yang dapat digunakan untuk mengukur jarak vertikal antara permukaan bumi

dengan wahana antariksa (satelit atau pesawat terbang). Pengukuran ini dapat

menghasilkan topografi permukaan laut sehingga dapat menduga geoid laut, arus

permukaan dan ketinggian gelombang. Inderaja altimetri untuk topografi

permukaan laut pertama kali dikembangkan sejak peluncuran SKYLAB dengan

sensor atau radiometer yang disebut S-193. Satelit altimetri yaitu : GEOS-3,

SEASAT, ERS-1, dan yang terakhir yang sangat terkenal adalah

TOPEX/POSEIDON. Satelit terakhir ini adalah satelit misi bersama antara

Amerika Serikat (NASA) dengan Perancis.

Satelit altimetri memiliki prinsip penggambaran bentuk paras laut dimana

bentuk tersebut menyerupai bentuk dasar laut dengan pertimbangan gravitasi yang

mempengaruhi paras laut dan hubungan antara gravitasi dan topografi dasar laut

yang bervariasi sesuai dengan wilayah. Satelit altimetri juga memberikan bentuk

gambaran paras muka laut. Satelit ini mengukur tinggi paras muka laut relatif

terhadap pusat massa bumi. Sistem satelit ini memiliki radar yang dapat mengukur

ketinggian satelit di atas permukaan laut dan sistem tracking untuk menentukan

tinggi satelit pada koordinat geosentris. Satelit Altimetri diperlengkapi dengan

pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver),

serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh

satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar)

kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut

dan diterima kembali oleh satelit. Informasi utama yang ingin ditentukan dengan

satelit altimetri adalah topografi dari muka laut. Hal ini dilakukan dengan

mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dengan menggunakan waktu

tempuh dari pulsa radar yang dikirimkan kepermukaan laut, dan dipantulkan

kembali ke satelit.

Page 37: Lap.praktikum GIS

37

F. SURVEY BATIMETRI

Survei batimetri adalah survei yang dilakukan untuk mengetahui nilai

kedalaman dari dasar laut. Tujuan nya adalah untuk pengerukan pelabuhan,

perencanaan bangunan di laut ( pelabuhan, Platform, sumur minyak), dll.

Alat yang dibutuhkan untuk pengukuran dasar laut ini ada dua macam,

diantaranya Echosounder Single Frekwensi dan Echosounder Double Frekwensi.

Bedanya adalah single frekwensi hanya menggunakan frekwensi Tinggi

(kedalaman hanya sampai lapisan paling atas dari tanah ) , artinya kedalaman

tidak bisa menembus lumpur ( Contoh alat : Echosounder Hydrotrac ODOM ).

Sedangkan Echosounder Double frekwensi, terdapat 2 frekwensi yang digunakan

sekaligus, yaitu frekwensi tinggi (untuk pengukuran kedalaman dasar laut teratas)

dan frekwensi rendah (untuk pengukuran kedalaman dasar laut yang dapat

menembus lumpur), sehingga ada 2 data kedalaman sekaligus yang didapatkan

Contoh alat : Echosounder MK III).

Sebuah echosounder ilmiah adalah perangkat yang menggunakan

teknologi SONAR untuk pengukuran bawah air fisik dan biologis komponen-

perangkat ini juga dikenal sebagai SONAR ilmiah. Aplikasi termasuk batimetri,

klasifikasi substrat, studi vegetasi air, ikan, dan plankton, dan diferensiasi massa

air (en.wikipedia.org).

Echosounder merupakan salah satu teknik pendeteksian bawah air. Dalam

aplikasinya, Echosounder menggunakan instrument yang dapat menghasilkan

beam (pancaran gelombang suara) yang disebut dengan transduser. Echosounder

adalah alat untuk mengukur kedalaman air dengan mengirimkan tekanan

gelombang dari permukaan ke dasar air dan dicatat waktunya sampai echo

kembali dari dasar air.

Instalasi Alat yang dipergunakan untuk pengukuran batimetri adalah :

a. GPS Antena : Untuk mendapatkan data posisi koordinat

b. Tranducer : Alat yang memancarkan sinyal akustik ke dasar laut untuk data

kedalaman

c. Echosounder : Alat yang menampilkan angka kedalaman

Page 38: Lap.praktikum GIS

38

d. Laptop : Untuk pengoperasian yang mengintegrasikan GPS, tranducer, dan

echosounder.

Gambar 2.16 Alat pengukuran batimetri

A. Konsep positioning GPS pada Echosounder

Untuk saat ini, pada berbagai kapal survei sudah menggunakan GPS

dengan metode pengukuran DGPS dengan kepanjangan Differential Global

Positioning System. Mungkin anda bertanya , apa bedanya pengukuran posisi

menggunakan DGPS dan GPS RTK. Jawabannya adalah Jelas Berbeda. Mungkin

beberapa dari anda sudah mengetahui, bahwa pada metode RTK , BASE station

lah yang memberikan nilai koreksi kepada ROVER station. Sedangkan pada

DGPS, BASE station yang berada di beberapa negara diantaranya Singapura,

Australia, Indonesia. BASE ini memberikan nilai koreksi kepada SATELIT

(bukan ROVER). Koreksinya bermacam macam , bisa koreksi Jam satelit, koreksi

kesalahan orbit satelit, dll.

Metode DGPS ini memiliki ketelitian cukup tinggi sampai level

centimeter, namun untuk menggunakan nya. Setiap orang/ perusahaan harus

membayar kepada perusahaan yang memberikan jasa pelayanan DGPS

diantaranya C-NAV dan VERIPOS. Menggunakan metode DGPS ini, dimanapun

posisi kapal berada, kita bisa langsung mendapatkan koordinat kapal secara teliti.

Page 39: Lap.praktikum GIS

39

Koordinat bisa dalam informasi Latitude longitude, bisa juga dalam sistem

koordinat lokal tergantung yang diinginkan (diperhatikan Datum, elipsoid,

Spheroid)

B. Kosep pengukuran kedalaman pada Echosounder

Untuk pengukuran kedalaman, sensor yang digunakan adalah Transducer.

Tranducer ini dapat ditaruh di samping kapal dan berada dibawah permukaan air.

Sensor ini cukup sensitif, karena ada buble sedikit saja, sinyal yang dipancarkan

sudah terganggu. Sehingga kita perlu mengatur speed kapal sedemikian rupa agar

Tranducer masih dapat membaca nilai kedalaman ( Biasanya kecepatan kapal 3 –

6 Knot saja ) Tranducer memancarkan sinyal akustik ke bawah permukaan laut.

Sebenarnya prinsipnya hampir sama seperti pengukuran jarak menggunakan total

station. Rumusnya : Jarak = ( Kecepatan gelombang x Waktu ) / 2. Kenapa dibagi

2?? Karena jarak yang ditempuh kan bolak balik, jadi dibagi 2 supaya jarak one

way saja yang didapatkan Jika kita mengoperasikan alat Echosounder. Ada

beberapa parameter yang perlu kita inputkan ke dalam echosounder, diantaranya :

a. Draft : Jarak antara permukaan air dengan ujung sensor tranducer paling

bawah

b. Velocity : Cepat rambat gelombang

c. Index : Nilai koreksi kedalaman.

Setiap kali sebelum melakukan pengukuran batimetri kedalaman dasar

laut, harus melakukan kalibrasi Barcheck.. Prinsip kerjanya sederhana, pertama

ukur draft (jarak permukaan air ke sensor), kemudian menginput ke dalam

echosounder, setelah itu barcheck disimpan di kedalaman 1 meter dekat dengan

sensor tranducer. Logikanya, seharusnya pada barcheck 1 meter, angka yang

dibaca di echosounder juga 1 m. Namun biasanya tidak 1 meter, tetapi 1,2 meter

atau lebih. Kita harus merubah parameter Velocity dan Indeks sedemikian rupa

sampai kedalaman pada barcheck 1 meter,dan angka yang dibaca echosounder

juga 1 meter.

NB: Velocity dipengaruhi oleh tekanan air, temperature, salinitas air, dll. Contoh,

pada daerah sungai, biasanya velocity seputaran 1520 – 1530.. Namun tiap daerah,

Page 40: Lap.praktikum GIS

40

besar velocity berbeda beda. Untuk mendapatkan nilai Velocity secara teliti,

diperlukan receiver pengukuran menggunakan CTD, sedangkan untuk keperluan

praktis, cukup menggunakan adjust barcheck saja.

C. Bagian-bagian Echosounder

a. Time Base

Time base berfungsi sebagai penanda pulsa listrik untuk mengaktifkan

pemancaran pulsa yang akan dipancarkan oleh transmitter melalui

transducer. Suatu perintah dari time base akan memberikan saat kapan

pembentuk pulsa bekerja pada unit transmitter dan.

b. Transmiter

Transmitter berfungsi menghasilkan pulsa yang akan dipancarkan. Suatu

perintah dari kotak pemicu pulsa pada recorder akan memberitahukan

kapan pembentuk pulsa bekerja. Pulsa dibangkitkan oleh oscillator

kemudian diperkuat oleh power amplifier, sebelum pulsa tersebut

disalurkan ke transducer.

c. Transducer

Fungsi utama dari transducer adalah mengubah energi listrik menjadi

energi suara ketika suara akan dipancarkan ke medium dan mengubah

energi suara menjadi energi listrik ketika echo diterima dari suatu target.

Selain itu fungsi lain dari transducer adalah memusatkan energi suara yang

akan dipantulkan sebagai beam.

Pulsa ditransmisikan secara bersamaan oleh keempat kuadran tetapi sinyal

diterima oleh masing-masing kuadran dan diproses secara terpisah.

Keempat kuadran diberi label a – d. Sudut θ pada satu bidang dibedakan

oleh perbedaan fase (a – b) dan (c – d), jumlah sinyal (a + c) dibandingkan

dengan jumlah sinyal (b + d). Sudut φ di dalam bidang tegak lurus terhadap

yang pertama adalah sama dibedakan oleh perbedaan fase antara (a + b) dan

(c + d). Kedua sudut tersebut mendefinisikan arah target yang spesifik

(MacLennan dan Simmonds, 2005).

Page 41: Lap.praktikum GIS

41

Kesulitan yang dihadapi untuk mengeliminir faktor beam pattern dapat

diatasi dengan menggunakan split beam method. Metode ini menggunakan

receiving transducer yang dibagi menjadi 4 kuadran. Pemancaran

gelombang suara dilakukan dengan full beam yang merupakan

penggabungan dari keempat kuadran dalam pemancaran secara simultan.

Selanjutnya, sinyal yang memancar kembali dari target diterima oleh

masing-masing kuadran secara terpisah, output dari masing-masing kuadran

kemudian digabungkan lagi untuk membentuk suatu full beam dengan 2 set

split beam. Target tunggal diisolasi dengan menggunakan output dari full

beam sedangkan posisi sudut target dihitung dari kedua set split beam.

Transducer dengan sistem akustik split beam ini pada prinsipnya terdiri

dari empat kuadran yaitu Fore, Aft, Port dan Starboard transducer.

Transducer split beam memiliki beam yang sangat tajam (100) dan

mempunyai kemampuan menentukan posisi target dalam bentuk beam

suara dengan baik yaitu dengan mengukur beda fase dari sinyal echo yang

diterima oleh kedua belah transducer.

d. Reciever

Receiver berfungsi menerima pulsa dari objek dan display atau recorder

sebagai pencatat hasil echo. Sinyal listrik lemah yang dihasilkan oleh

transducer setelah echo diterima harus diperkuat beberapa ribu kali sebelum

disalurkan ke recorder. Selama penerimaan berlangsung keempat bagian

transducer menerima echo dari target, dimana target yang terdeteksi oleh

transducer terletak dari pusat beam suara dan echo dari target akan

dikembalikan dan diterima oleh keempat bagian transducer pada waktu

yang bersamaan

Split beam echosounder modern memiliki fungsi Time Varied Gain (TVG)

di dalam sistem perolehan data akustik. TVG berfungsi secara otomatis

untuk mengeliminir pengaruh attenuasi yang disebabkan oleh geometrical

sphreading dan absorpsi suara ketika merambat di dalam air.

Page 42: Lap.praktikum GIS

42

e. Recorder

Recorder berfungsi untuk merekam atau menampilkan sinyal echo dan juga

berperan sebagai pengatur kerja transmitter dan mengukur waktu antara

pemancaran pulsa suara dan penerimaan echo atau recorder memberikan

sinyal kepada transmitter untuk menghasilkan pulsa dan pada saat yang

sama recorder juga mengirimkan sinyal ke receiver untuk menurunkan

sensitifitasnya.

D. Fungsi Echosounder

Kegunaan dasar dari echosounder yaitu menentukan kedalaman suatu

perairan dengan mengirimkan tekanan gelombang dari permukaan ke dasar air

dan dicatat waktunya sampai echo kembali dari dasar air. Data tampilan juga

dapat dikombinasikan dengan koordinat global berdasarkan sinyal dari satelit

GPS yang ada dengan memasang antena GPS (jika fitur GPS pada

echosounder ada) (scribd.com).

Prinsip kerjanya yaitu: pada transmiter terdapat tranduser yang berfungsi

untuk merubah energi listrik menjadi suara. Kemudian suara yang dihasilkan

dipancarkan dengan frekuensi tertentu. Suara ini dipancarkan melalui medium

air yang mempunyai kecepatan rambat sebesar, v=1500 m/s. Ketika suara ini

mengenai objek, misalnya ikan maka suara ini akan dipantulkan. Sesuai

dengan sifat gelombang yaitu gelombang ketika mengenai suatu penghalang

dapat dipantulkan, diserap dan dibiaskan, maka hal yang sama pun terjadi

pada gelombang ini (scribd.com).

Ketika gelombang mengenai objek maka sebagian enarginya ada yang

dipantulkan, dibiaskan ataupun diserap. Untuk gelombang yang dipantulkan

energinya akan diterima oleh receiver. Besarnya energi yang diterima akan

diolah dangan suatu program, kemudian akan diperoleh keluaran (output) dari

program tersebut. Hasil yang diterima berasal dari pengolahan data yang

diperoleh dari penentuan selang waktu antara pulsa yang dipancarkan dan

pulsa yang diterima. Dari hasil ini dapat diketahui jarak dari suatu objek yang

deteksi (scribd.com).

Page 43: Lap.praktikum GIS

43

Echosounder ilmiah yang umum digunakan oleh Internasional, Federal,

Negara dan Pemerintah lokal dan manajemen lembaga, serta sektor swasta

konsultan yang bekerja untuk badan-badan publik. Lembaga akademik telah

menyadari dan mengajarkan nilai sampling non-invasif dengan suara untuk

meningkatkan baik cakupan spasial dan objektivitas sampling perikanan.

Perikanan manajemen lembaga seperti keanggotaan ICES dan Amerika

Serikat National Marine Fisheries Service (NMFS) biasanya menggunakan

sonar ilmiah untuk tujuan penilaian saham, seperti penilaian herring biomassa

untuk tujuan manajemen sumber daya (en.wikipedia.org).

E. Aplikasi Echosounder dalam bidang kelautan.

Kegunaan dasar dari echosounder yaitu menentukan kedalaman suatu

perairan dengan mengirimkan tekanan gelombang dari permukaan ke dasar air

dan dicatat waktunya sampai echo kembali dari dasar air. Data tampilan juga

dapat dikombinasikan dengan koordinat global berdasarkan sinyal dari satelit

GPS yang ada dengan memasang antena GPS.

Pengaplikasiaannya di laut yaitu :

1. Melakukan pemetaan di dasar laut

2. Mengetahui kedalaman laut untuk digunakan sebagai acuan dalam

pembangunan suatu pelabuhan maupun bangunan tengah laut.

3. Dalam melakukan sampling untuk penelitian, dapat dimanfaatkan

untuk mengetahui substrat yang ada didasar laut tanpa harus menyelam

ke kedalaman laut.

F. Cara perawatan Echosounder

Cara perawatan dari alat Echosounder ini yaitu dengan pengkalibrasian

terlebih dahulu sebelum digunakan di lapangan, setelah selesai dikalibrasi

baru bisa digunakan. Untuk Echosounder yang memeiliki frekuensi

gelombang suara yang kecil tidak bisa digunakan di perairan yang sangat

dalam, karena gelombang yang dipancarkan tidak akan sampai ke dasar

perairan, sehingga tidak dapat kembali ke reciever. Untuk perlakuan alat

Page 44: Lap.praktikum GIS

44

selesai digunakan yaitu alat dibersihkan dari air garam karena dimungkinkan

akan terjadi korosi jika tidak dibersihkan. Penggunaan Echosounder dalam

jangka waktu yang lama dimungkinkan akan terjadi perbedaan hasil saat

digunakan

Page 45: Lap.praktikum GIS

45

BAB 3

PENGUKURAN BATIMETRI

A. METODE PENGUKURAN

Metode yang digunakan untuk pengukuran Bathymetri yang berada pada

desa Nelayan, Kelurahan Untia kota Makassar adalah metode akustik. Metode

akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan

mempertimbangkan proses-proses perambatan suara:

• Karakteristik suara (frekuensi, pulsa, intensitas)

• Faktor lingkungan / medium

• Kondisi target dan lainnya.

Aplikasi metode ini dibagi menjadi 2, yaitu sistem akustik pasif dan sistem

akustik aktif. Salah satu aplikasi dari sistem aplikasi aktif yaitu Sonar yang

digunakan untuk penentuan batimetri. Salah satu aplikasi dari sistem aplikasi

aktif yaitu Sonar yang digunakan untuk penentuan batimetri.Sonar (Sound

Navigation And Ranging): Berupa sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi

yang diterima dari objek dalam air (seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar

laut. Bila gelombang akustik bergerak vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu

yang diperlukan digunakan untuk mengukur kedalaman air, jika c juga diketahui

(dari pengukuran langsung atau dari data temperatur, salinitas dan tekanan).Ini

adalah prinsip echo-sounder yang sekarang umum digunakan oleh kapal-kapal

sebagai bantuan navigasi. Echo-sounder komersil mempunyai lebar sinar 30-45o

vertikal tetapi untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan atau kapal selam atau

studi lanjut dasar laut) lebar sinar yang digunakan kurang 5o dan arahnya dapat

divariasikan. Walaupun menunjukkan pengaruh temperatur, salinitas dan tekanan

pada laju bunyi dalam air laut (1500 ms-1) relatif kecil dan sedikit perubahan pada

c dapat menyebabkan kesalahan pengukuran kedalaman dan kesalahan sudut akan

menambah keburukan resolusi.

Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan dasar

laut bertambah maju dengan berkembangnya peralatan sonar seperti SeaBeam dan

Hydrosweep yang merupakan sistem echo-sounding multi-beam yang menentukan

Page 46: Lap.praktikum GIS

46

kedalaman air di sepanjang swath lantai laut di bawah kapal penarik,

menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat detail. Sidescan imaging system,

seperti GLORIA (Geological Long Range Inclined Asdic), SeaMARC, dan TOBI

(Towed Oceand Bottom Instrument) menghasilkan fotografi aerial yang sama atau

citra-citra radar, menggunakan bunyi atau microwave. Echo-sounding banyak

juga digunakan oleh nelayan karena ikan menghasilkan echo, dan kawanan ikan

atau hewan lain dapat dikenali sebagai lapisan-lapisan sebaran dalam kolom air

(Supangat, 2003)

B. PERALATAN YANG DIGUNAKAN

Adapun peralatan yang digunakan pada saat pengukuran bathymetry, yaitu :

Satu Set Garmin GPS & Echo-Sounders

2 Buah Aki

2 Buah Handy Talky

Page 47: Lap.praktikum GIS

47

Pelampung

Tongkat Untuk Antena

Tali

Bak Ukur

Perahu Nelayan

Selotip

Page 48: Lap.praktikum GIS

48

C. LOKASI PENGUKURAN

Lokasi pengukuran batimetri yaitu di Desa Nelayan Kelurahan Untia Kota

Makassar. Pengukuran dilakukan pada hari Minggu 15 Mei 2012 pada pukul

10.00 Wita – selesai. Titik BM yaitu pada Latitude 5°3’33.7”S dan longitude

119°27’59.25” (diperoleh dari Google Earth).

D. LANGKAH KERJA PENGUKURAN BATIMETRI

1. Menyiapkan peralatan yang akan dibutuhkan.

2. Membentuk balok yang akan digunakan sebagai tempat memasang antena.

3. Memasang bak ukur disalah satu tempat yang akan digunakan dalam

pengamatan pasang surut air laut. Dimana nantinya ada seseorang yang

akan mengamati pasang surut air laut dan mencatat datanya

4. Setelah itu, merangkai satu set dari peralatan GPS Echo-Sounders diatas

perahu nelayan dengan menggunakan balok sebagai tempat untuk

memasang antena. Kemudian menyambung GPS Echo-Sounders ke Aki

agar bisa digunakan.

5. Setelah semua siap, terlebih dahulu mengambil titik BM pada daerah

tersebut. Kemudian, mulai membuat titik Waypoints pada GPS sesuai

dengan instruksi yang diberikan oleh dosen pembimbing.

6. Membuat route pada GPS Echo-Sounders yang nantinya sebagai acuan

untuk jalur perahu

7. Mengarahkan perahu sesuai route yang telah dibuat untuk mengetahui

kedalaman laut. Lakukan hingga pengukuran selesai.

8. Membersihkan peralatan yang telah digunakan,seperti echo-sounder

menggunakan air tawar lalu menggulung kabelnya. Dan diusahakan

kabelnya tidak terlipat agar tidak rusak

9. Mentrasfer data hasil pengukuran ke dalam mapsources dan kemudian

mengolahnya agar membentuk kontur atau relief dasar laut.

Page 49: Lap.praktikum GIS

49

Data pembacaan bak ukur di Dermaga Untia

Waktu Pembacaan (m)

11:50:00 1.83

11:55:00 1.85

12:00:00 1.86

12:05:00 1.88

12:10:00 1.9

12:15:00 1.91

12:20:00 1.92

12:25:00 1.93

12:30:00 1.935

12:35:00 2

12:40:00 1.91

12:45:00 1.9

12:50:00 1.88

12:55:00 1.9

13:00:00 1.91

13:05:00 1.905

13:10:00 1.6

13:15:00 1.5

E. PENGOLAHAN DATA

Berikut rincian data-data yang diperolah pada pengukuran batimetri :

1. Titik Waypoints : 3 titik

2. Titik Batimetri : 637 titik

3. Titik BM : 1 titik

Titik data tersebut tersimpan dalam bentuk titik data dengan informasi X

(Easting), Y (Northing), Z (Elevation) yang dilengkapi dengan D (Description).

Untuk menyimpan titik data disimpan dalam ekstensi *.xls.

Page 50: Lap.praktikum GIS

50

Beberapa cara pengolahan data pengukuran bathymetry,seperti berikut ini.

a. Pengolahan Data Mapsources

1. Hubungkan GPS ke Laptop/PC menggunakan kabel USB.

2. Pilih ikon Transfer dan pilih Receive from device,maka akan tampil data

yang didapat dari GPS

GPS ECHOSOUNDER

(Transfer)

MAP SOURCE

(Receive)

Ms.excel

SURFER

Page 51: Lap.praktikum GIS

51

3. Dan akan tampil gambar hasil tracking yang telah dilakukan.

4. Kemudian mengubah position ke bentuk UTM dengan cara :

Plih Edit kemudian Preferences lalu pilih position klik Grid dan pilih

UTM

Page 52: Lap.praktikum GIS

52

5. Untuk mengolah data lebih lanjut di program MS. Excel maka data tsb di

ubah ke bentuk txt..

Pilih ikon file lalu Save AS ke bentuk Txt.

b. Pengolahan Data Kontur (Surfer 10)

Pada tahap pembuatan kontur ini bisa digunakan aplikasi GIS seperti MapInfo

dan Surfer 10. Disini akan digunakan aplikasi Surfer 10 dikarenakan

pengolahannya lebih mudah dan sederhana. Untuk lebih jelasnya, berikut

adalah tahapan pengolahannya:

LANGKAH KERJA SURFER 2010

1. Buka program microsoft exel kemudian masukkan data berupa x, y dan

elev.( z )

X Y Z

9440036 773260 2.039291

9440037 773257 1.939142

9440039 773251 1.938991

9440042 773244 2.038837

9440044 773237 1.93868

Page 53: Lap.praktikum GIS

53

9440046 773230 2.03852

9440048 773223 2.038357

9440047 773216 2.038192

Dst.

2. Lalu buka program surfer 10 kemudian pilih menu File New untuk

memulai

3. Mulailah penggambaran dengan memilih menu Grid lalu Data.

Page 54: Lap.praktikum GIS

54

4. Setelah memilih menu Data maka akan tampil Open data kemudian pilih

data kontur yang telah dimasukkan pada program exel lalu ok.

5. Untuk membuat kontur 3D surface maka klik ikon new 3D surface lalu

pilih Data dan OK maka akan muncul gambar kontur dalam bentuk 3D

surface.

Page 55: Lap.praktikum GIS

55

BAB 4

ANALISA DATA SPASIAL

Data spasial adalah gambaran nyata suatu wilayah yang terdapat di

permukaan bumi. Umumnya direpresentasikan berupa grafik, peta, gambar

dengan format digital dan disimpan dalam bentuk koordinat x,y (vektor) atau

dalam bentuk image (raster) yang memiliki nilai tertentu.

Data spasial, yang dapat diperoleh dari beberapa sumber antara lain : Peta Analog

(peta topografi, peta tanah dan sebagainya), Data Sistem Penginderaan Jauh

(antara lain citra satelit, foto-udara dan sebagainya. Data ini biasanya

direpresentasikan dalam format raster, Data Hasil Pengukuran Lapangan yang

dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri, dan Data GPS (Global

Positioning System) Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam

menyediakan data bagi SIG. Data ini biasanya direpresentasikan dalam format

vektor.

Pada praktikum pengukuran batimetri ini, kami menampilkan data spasial

yang diperoleh dari sumber berupa Data System Penginderaan Jauh (antara lain

citra satelit dan foto-udara). Untuk mengolah data spasial pada praktikum

pengukuran batimetri ini, kami menggunakan aplikasi MapSource sebagai aplikasi

awal untuk memasukkan data dari GPS Garmin yang berbentuk data vektor

kemudian diolah lebih lanjut pada aplikasi MapInfo untuk mengolah data

rasternya, dan aplikasi tambahan Global Mapper 11 dan Google Earth ).

Page 56: Lap.praktikum GIS

56

SISTEMATIS PENGOLAHAN DATA SPASIAL

Data Batimetri X , y ,z

MapSource Collect GPS

RBI + Google Earts + Global Mapper

MapInfo

Page 57: Lap.praktikum GIS

57

Adapun langkah – langkah pengolahan data spasial sebagai berikut :

a. Pengolahan Data di MapSource

Buka aplikasi Mapsource Transfer Receive From Device.

Data tersebut diambil dari alat GPS Garmin yang digunakan pada saat

pengukuran.

Setelah memasukkan data yang diambil dari GPS Garmin maka akan

diolah oleh Mapsource maka akan tampil gambar hasil pengukuran.

Hasil Pengukuran

Page 58: Lap.praktikum GIS

58

Untuk mengolahnya lebih lanjut pada aplikasi Mapinfo maka data tersebut

diubah ke bentuk DXF.

b. Pengolahan Data di MapInfo

1. Untuk memulai buka aplikasi MapInfo Open Pilih type file

Raster Image.

Page 59: Lap.praktikum GIS

59

2. Maka akan tampil perintah untuk meregister peta pilih ikon Register.

Setelah selesai meregister peta pada ikon pilih menu projection untuk

mengubah projectionnya ke bentuk Longitude/Latitude (WGS

84)(EPSG:4326).

Page 60: Lap.praktikum GIS

60

3. Untuk memasukkan data hasil pengukuran pada Mapinfo pilih ikon File

Open Universal Data maka akan tampil Specify Input Data Source,

formatnya diambil format data bentuk DXF.

4. Setelah memasukkan data Source tersebut maka akan tampil seperti gambar

dibawah OK.

Page 61: Lap.praktikum GIS

61

5. Maka akan tampil gambar hasil pengukuran, untuk mengubahnya ke format

.tab pilih menu Tools Universal Translator. Agar tampilan layernya

terpisah.

6. Untuk melihat hasil gambar yang lebih jelas tutup beberapa Table.

Pilih menu File Close Table

Page 62: Lap.praktikum GIS

62

7. Maka akan tampil gambar hasil pengukuran.

8. Membuat beberapa layer baru dengan cara pilih toolbar polyline untuk

mendigitasi dermaga dan hasil Tracing kemudian siimpan layernya dengan

cara membuat layer baru, pilih menu Map New Cosmetic Objects.

Page 63: Lap.praktikum GIS

63

9. Maka MapInfo pada bagian editing akan tampak beberapa layer.

10. Untuk memplot semua layer yang sudah dibuat tadi.

Pilih menu file open, pada bagian Preferred Mapper ubah ke bentuk Current

Mapper.

Page 64: Lap.praktikum GIS

64

11. Pada peta RBI Makassar yang digunakan tidak tampak posisi tepat letak

Desa Nelayan Kel.Untia maka digunakan aplikasi Google Earth.

12. Buka aplikasi Google Earth kemudian zoom objek sesuai kehendak

13. Buat Folder baru dgn cara klik kanan pada folder temporary Places, pilih

menu Add, Lalu Folder. Atau dapat menekan Cntrl+Shift+N, maka menu

new folder akan langsung terbuka

Page 65: Lap.praktikum GIS

65

14. Setelah itu beri nama Folder, misalnya Kelurahan Untia, lalu tekan

tombol OK

15. Klik kanan folder Kelurahan Untia, lalu pilih menu Add, pilih

Placemark. Atau dapat juga dengan menekan Cntrl+Shift+P

Page 66: Lap.praktikum GIS

66

16. Memberi nama pada kolom Name,misalnya Ttk 1. Lalu pindahkan

placemark ke sudut kiri atas gambar yang akan di capture atau sesuai

keinginan. Pilih ok.

17. Lakukan hal yang sama untuk membuat 3 titik ikat lainnya di 3 sisi

sisanya (kanan atas,kanan bawah dan kiri bawah)

18. Klik kanan folder Kelurahan Untia Lalu Save file kml , sehingga muncul

tabel sebagai berikut.Tekan tombol save. Penyimpanan ini adalah untuk

menyimpan titik ikatnya, adapun bentuk nya adalah "kml".

Page 67: Lap.praktikum GIS

67

19. Selanjutnya menyimpan file image nya. Caranya klik File (pojok kanan

atas) lalu pilih Save, Lalu pilih Save Image

File disimpan dalam bentuk .jpeg. Setelah itu,pilih ok.

Page 68: Lap.praktikum GIS

68

20. Sebelum meprosesnya di Mapinfo, sebelumnya buka Global Mapper 11

untuk menconvert file kml yang telah tersave.

21. Pilih menu File, lalu selek Batch Convert/Reproject File:

22. Pilih tipe file yang mau di convert, yaitu KML:

Page 69: Lap.praktikum GIS

69

23. Setelah OK, pilih tipe file yag dikehendaki setelah di convert, yaitu

Mapinfo MIF/MID:

Maka akan mucul menu seperti berikut ini:

Setelah itu pilih file yang akan di convert, pilih menu Add Files.

Kemudian,pilih file dengan format KML,misalnya Kelurahan Untia.KML.

Jangan Lupa mengatur tempat penyimpanan hasil convert di Destination

Files Directory. Dan Datum yg digunakan adalah WGS84. Setelah selesai

tekan tombol OK.

Page 70: Lap.praktikum GIS

70

24. Setelah proses convert di Global Mapper selesai, buka Mapinfo, pilih

menu Table, lalu pilih Import

25. Lalu pilih file yang akan di import (Kelurahan Untia.mif)

Page 71: Lap.praktikum GIS

71

26. Secara otomatis, file tersebut akan di minta file untuk disimpan dlm

bentuk file .tab, pilih folder tempat penyimpanan, lalu tekan tombol save.

27. Setelah itu melakukan proses digitasi. Klik menu file lalu Open

Kelurahan Untia.jpeg lalu ok. Lalu pilih Register. Akan muncul tampilan

berikut.

Page 72: Lap.praktikum GIS

72

28. Kemudian atekan tombol Add sebanyak 4x, sehingga mucul Pt 1, sd Pt 4

Lalu image siap di register. Setelah selesai tekan tombol OK.

29. Seteleh semua eror (pixel) 0,Pilih ok. Maka akan tampil seperti gambar

berikut.

30. Digitasi Desa Nelayan dengan menggunakan Toolbar Polyline kemudian

save dengan layer baru.

Desa Nelayan Kel.Untia

Page 73: Lap.praktikum GIS

73

31. Untuk memplotnya menjadi satu dengan peta RBI dan layer yang

sebelumnya telah dibuat.

Pilih menu file open masukkan semua data berformat .tab OK.

32. Membuat legend pada peta untuk menunjukkan keterangan gambar

Pilih menu Map Creat Legend

Page 74: Lap.praktikum GIS

74

33. Untuk mengetahui berapa luas dan panjang tiap lokasi yang di tracking

Pada layer tiap objek dapat diklik dua kali maka akan tampil informasi.

Tracking

Dermaga

Desa Nelayan Kel.Untia

Page 75: Lap.praktikum GIS

75

BAB5

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah melakukan pengukuran batimetri, dapat disimpulkan bahwa :

1. Pengukuran dilaksanakan pada kondisi surut ke pasang.

2. Kedalaman rata-rata laut disekitar dermaga Desa Nelayan, Kelurahan Untia

adalah ± 1 meter atau dengan kata lain bahwa laut disekitar dermaga adalah

dangkal.

3. Kondisi laut di sekitar dermaga penuh dengan bebatuan da penuh dengan

karang yang tajam.

B. SARAN

Adapun saran yang perlu diperhatikan adalah :

1. Sebelum melakukan pengukuran, sebaiknya lakukan simulasi atau

percobaan pada lokasi pengukuran terlebih dahulu agar tidak terjadi

kesalahan pada saat pengukuran.

2. Perhatikan terlebih dahulu kondisi laut sebelum melakukan pengukuran.

Ada baiknya bila pengukuran dilakukan dengan kondisi laut yang tenang

dan cuaca yang cerah.

3. Sebaiknya membawa 2 buah aki atau lebih sebagai persiapan

4. Pada saat membersihkan peralatan sebaiknya menggunakan air tawar agar

alat tidak berkarat akibat terkena air laut.

5. Fokus dan perhatikanlah instruksi dari dosen pembimbing agar data dapat

diperoleh dengan baik.

Page 76: Lap.praktikum GIS

76

DAFTAR PUSTAKA

http://en.wikipedia.org/wiki/Geographic_information_system (diakses 21 Mei

2012)

http://www.gis.com/ (diakses 21 Mei 2012)

http://www.gistutorial.net/ (diakses 21 Mei 2012)

http://gis.dephub.go.id/webmapping/ (diakses 21 Mei 2012)

http://gis.deptan.go.id/ (diakses 21 Mei 2012)

http://www.raharjo.org/journal/belajar-gis.html (diakses 3 Juni 2012)

http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sistem_informasi_geografis&oldid=546

1814" (diakses 3 Juni 2012)