202762209 Lp Post Trepanasi

27
LAPORAN PENDAHULUAN POST TREPANASI Penugasan ini disusun untuk memenuhi tugas individu profesi keperawatan Oleh: Maya Rachmah Sari NIM. 0910723033 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

description

materi pembelajaran

Transcript of 202762209 Lp Post Trepanasi

Page 1: 202762209 Lp Post Trepanasi

LAPORAN PENDAHULUAN

POST TREPANASI

Penugasan ini disusun untuk memenuhi tugas individu profesi keperawatan

Oleh:

Maya Rachmah Sari

NIM. 0910723033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

Page 2: 202762209 Lp Post Trepanasi

KONSEP PENINGKATAN TEKANAN INTRA KRANIAL

Pengertian

Tekanan intrakranial merupakan jumlah total dari tekanan yang diberikan oleh otak,

darah, dan cairan cerebrospinal (cerebrospinal fluid/ CSF) di dalam ruang kranium yang

kaku. Sebagai respon terhadap peningkatan volume intrakranial, kompensasi awal terjadi

melalui perpindahan CSF dari ventrikel ke ruang subaraknoid serebral, dan meningkatkan

penyerapan CSF. Kisaran nilai tekanan intrakranial (intracranial pressure/ ICP) normal

bervariasi sesuai dengan usia.

Peningkatan tekanan intrakranial biasanya disebabkan oleh peningkatan volume

otak (edema serebral), darah (perdarahan intrakranial), lesi desak ruang, atau CSF

(hidrosefalus). Pemantauan ICP dapat berupa teknik invasif dan memiliki beberapa risiko

yang terkait.

Pengukuran ICP adalah standar baku pada neurocritical care. Manajemen yang

efektif terhadap hipertensi intrakranial diawali dengan menghindari secara ketat faktor-faktor

yang memicu atau memperburuk peningkatan tekanan intrakranial. Ketika tekanan

intrakranial menjadi tinggi, penting untuk menyingkirkan lesi massa baru yang harus

dievakuasi melalui pembedahan.

Fisiologi Tekanan Intra Kranial

Kompartemen Tekanan dan Aliran Cairan

Variasi kontraktil curah jantung memiliki dua efek yang berbeda pada dinamika

intrakranial, perubahan berkala pada tekanan dan perubahan berkala pada aliran cairan

dalam otak. Sementara tekanan dan aliran cairan terkait fenomena fisik, mereka harus

Page 3: 202762209 Lp Post Trepanasi

dianggap terpisah untuk satu alasan utama: pulsasi tekanan menyebar melalui otak pada

kecepatan suara dan titik yang tepat untuk pengukurannya bukanlah suatu masalah,

sementara aliran cairan membutuhkan perpindahan cairan dari satu kompartemen ke

kompartemen yang lain dan pulsasi arus bervariasi secara dramatis tergantung pada lokasi

Kisaran nilai tekanan intrakranial (intracranial pressure/ ICP) normal bervariasi

sesuai dengan usia. Nilai normal adalah kurang dari 10 sampai 15 mmHg untuk orang

dewasa dan tua, anak yang lebih besar, 3 sampai 7 mmHg untuk anak-anak yang lebih

muda, dan 1,5-6 mmHg untuk bayi. ICP dapat bernilai ‘sub-atmosfer’ pada bayi baru lahir.

Batas normal yang biasa digunakan adalah 5 sampai 15 mmHg. Nilai ICP lebih besar

dari 40 mmHg yang berkelanjutan menunjukkan hipertensi intrakranial berat yang

mengancam nyawa

Dinamika Tekanan Intrakranial

a. Compliance

Compliance merupakan indikator toleransi otak terhadap peningkatan ICP.

Ketika compliance pasien terlewati, akan terjadi peningkatan dramatis pada tekanan/

kurva volume, menyebabkan peningkatan ICP yang cepat.

b. Aliran darah serebral

Pada otak yang mengalami cedera, aliran darah serebral (cerebral blood flow/

CBF) diatur untuk memasok oksigen dan substrat yang cukup ke otak. Faktor

fisiologis tertentu seperti hiperkarbia, asidosis dan hipoksemia menyebabkan

vasodilatasi, yang menyebabkan peningkatan CBF. Aktivitas kejang dan demam

akan meningkatkan tingkat metabolisme otak dan CBF.

c. Tekanan perfusi serebral

Tekanan perfusi serebral (cerebral perfusion pressure/ CPP) adalah tekanan

di mana otak mendapatkan perfusi. CPP memungkinkan pengukuran tidak langsung

terhadap kecukupan CBF. Hal ini dihitung dengan mengukur perbedaan antara

tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure/ MAP) dan ICP (MAP - ICP), di mana

MAP = 1/3 tekanan sistolik ditambah 2/3 tekanan diastolik. Nilai CPP normal yang

umumnya diterima sebagai tekanan minimal yang diperlukan untuk mencegah

iskemia adalah: orang dewasa > 70 mmHg; anak > 50-60 mmHg; bayi/ balita > 40-50

mmHg. CPP < 40 mmHg adalah prediktor yang bermakna dari mortalitas pada anak

dengan TBI.

Peningkatan Tekanan Intrakranial

Peningkatan tekanan intrakranial biasanya disebabkan oleh peningkatan volume

otak (edema serebral), darah (perdarahan intrakranial), lesi desak ruang, atau CSF

Page 4: 202762209 Lp Post Trepanasi

(hidrosefalus). Edema serebral adalah penyebab paling penting dari peningkatan ICP pada

cedera otak non-trauma seperti infeksi sistem saraf pusat (SSP), serta ensefalopati sistemik

dan metabolik. Edema serebral vasogenik terjadi karena cedera pada sawar darah otak dan

peningkatan permeabilitas kapiler di sekitar daerah cedera atau peradangan terutama pada

infeksi SSP. Edema otak interstisial terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik dari CSF

dan sering terlihat pada pasien dengan hidrosefalus obstruktif atau produksi CSF

berlebihan. Edema otak sitotoksik (pembengkakan seluler) terjadi setelah iskemia otak dan

hipoksia menyebabkan kerusakan sel ireversibel dan kematian. Pembengkakan osmolar

dapat terjadi karena peningkatan beban osmolar lokal di sekitar fokus nekrotik yang

disebabkan oleh infark atau kontusio, dan mungkin karena peningkatan volume darah

serebral (hiperemi) pada infeksi SSP. Etiologi primer bisa berasal dari intrakranial atau

ekstrakranial.

Jika penyebab primer peningkatan ICP berasal dari intrakranial, normalisasi ICP

tergantung pada kecepatan mengatasi gangguan otak yang mendasarinya. Peningkatan

ICP juga dapat terjadi setelah prosedur bedah saraf. Hipertensi intrakranial yang terjadi

setelah cedera otak traumatis (traumatic brain injury/ TBI) bersifat multifaktorial:2 trauma

Page 5: 202762209 Lp Post Trepanasi

akibat hematoma epidural atau subdural, kontusio hemoragik, dan fraktur depresi tengkorak,

edema serebral (penyebab paling penting setelah hematoma), hiperemia akibat hilangnya

autoregulasi, hipoventilasi yang menyebabkan hiperkarbia dan vasodilatasi serebral,

hidrosefalus akibat terhalangnya aliran CSF atau penyerapannya, peningkatan tekanan

intra-toraksik atau intra-abdomen sebagai akibat dari ventilasi mekanik, posturing, agitasi,

atau manuver Valsava.

Prosedur Pemantauan Tekanan Intrakranial

Pada gilirannya CBF tergantung pada tekanan perfusi serebral (CPP) yang

berhubungan dengan tekanan intrakranial (ICP-lebih mudah untuk diukur). Kisaran normal

ICP bervariasi sesuai dengan usia (pada orang dewasa < 10 -15 mmHg). Pemantauan ICP

dapat berupa teknik invasif dan memiliki beberapa risiko yang terkait. Indikasi pemantauan

ICP adalah sebagai berikut:3,4 kriteria neurologis: cedera kepala berat (GCS <= 8), hasil

CT-scan abnormal pada saat masuk (kontusio, edema serebral, hematoma dengan atau

tanpa pergeseran garis tengah > 5mm/ terdapat kompresi cisterna atau tidak), hasil CT-scan

normal, tetapi memiliki lebih dari 2 faktor risiko berikut: usia > 40 tahun, menunjukan postur

deserebrasi atau dekortikasi pada pemeriksaan motorik (unilateral atau bilateral), tekanan

darah sistolik < 90 mmHg.

Berdasarkan prosedur yang harus dilakukan, terdapat dua metode pengukuran ICP

-) Metode pengukuran ICP invasif

Pengukuran ICP dapat dilakukan di berbagai lokasi anatomi intrakranial;

intraventricular, intraparenkimal, epidural, subdural dan subaraknoidal. Pada pasien

dengan aliran CSF yang terbuka/ terhubung (communicating), dalam kondisi

tertentu ICP dapat dinilai melalui pungsi lumbal.

a. Drainase Eksternal Ventrikel (external ventricular drainage/ EVD)

Pemantauan invasif menggunakan teknik EVD, di mana kateter ditempatkan

ke salah satu ventrikel melalui burr-hole. Teknik ini juga dapat digunakan untuk

drainase dari CSF dan pemberian obat intratekal, misalnya pemberian antibiotik

dalam kasus ventrikulitis.

Tergantung pada ukuran ventrikel, penempatan EVD mungkin sulit, terutama

pada pasien muda dengan sistem ventrikel yang sangat sempit. Kesalahan

penempatan kateter juga dapat mengakibatkan cedera pada struktur otak yang

penting, misalnya ganglia basal, talamus, kapsula interna dan bahkan penetrasi pada

ventrikel ketiga.

b. Alat pemantau ICP microtransducer

Merupakan perangkat pemantau ICP invasif dapat dibagi ke dalam perangkat

Page 6: 202762209 Lp Post Trepanasi

serat optik, perangkat strain gauge dan sensor pneumatik. Perangkat serat optik,

seperti Camino ICP Monitor, mentransmisikan cahaya melalui serat optik menuju

cermin displaceable. Codman MicroSensor, Raumedic Neurovent-P ICP sensor dan

Pressio sensor termasuk ke dalam grup perangkat piezoelektrik strain gauge. Ketika

transduser digerakkan oleh perubahan ICP, terjadi perubahan resistensi dan ICP

dapat dihitung. Pneumatic sensor (Spiegelberg) menggunakan balon kecil di ujung

distal kateter untuk mendeteksi perubahan tekanan, dan memungkinkan pengukuran

kuantitatif peningkatan tekanan intrakranial. ICP microtransducers yang paling

banyak digunakan, adalah ICP intraparenkimal, biasanya ditempatkan di daerah

frontal tepat pada kedalaman sekitar 2 cm.

-) Metode Non Invasif

Metode pengukuran ICP non-invasif terlihat menggiurkan, yaitu dilihat dari komplikasi

yang dapat dihindari dalam pemasangan metode invasif yang dapat menyebabkan

perdarahan dan infeksi.

a. Transcranial Doppler Ultrasonography (TCD)

Teknik TCD menggunakan USG untuk awalnya mengukur kecepatan aliran

darah pada arteri serebri media. Rasio selisih antara kecepatan aliran sistolik dan

diastolik, dibagi dengan kecepatan aliran rata-rata, disebut Pulsatility Index (PI): PI =

(kecepatan aliran sistolik - kecepatan aliran diastolik) / kecepatan aliran rata-rata.

b. Tympanic Membrane Displacement (TMD)

Teknik ini mengambil keuntungan dari hubungan anatomis CSF dan perilimfa melalui

saluran perilimfatik. Stimulasi refleks stapedial menyebabkan gerakan dari membran

timpani, yang terbukti berkorelasi dengan ICP. Stapes bersandar pada oval window,

yang ditutupi oleh membran. Membran ini fleksibel, artinya tekanan cairan dalam

koklea mempengaruhi posisi membran dan stapes serta bagaimana mereka

bergerak.

Penatalaksanaan Tekanan Intrakranial

Pengukuran ICP adalah standar baku pada neurocritical care. Estimasi tekanan

perfusi serebral (cerebral perfusion pressure/ CPP) adalah inti dari terapi hipertensi

intrakranial yang diarahkan oleh ICP/ CPP, terutama pada cedera otak traumatik yang parah

(severe traumatic brain injury/ severe TBI). Perhitungan CPP dilakukan dengan pengukuran

ICP intraventricular atau intraparenkimal dan pemantauan tekanan arteri rata-rata (mean

arterial pressure/ MAP) invasif, menurut persamaan CPP = MAP-ICP.

Manajemen medis tekanan intrakranial yang meningkat mencakup sedasi, drainase

cairan serebrospinal, dan osmoterapi baik dengan manitol atau garam hipertonik. Untuk

Page 7: 202762209 Lp Post Trepanasi

hipertensi intrakranial yang refrakter terhadap manajemen medis awal, koma yang diinduksi

barbiturat, hipotermia, atau kraniektomi dekompresif harus dipertimbangkan.

Pasien dengan berbagai kelainan intrakranial - termasuk cedera otak traumatis,

stroke, perdarahan subaraknoid, perdarahan intraserebral, dan tumor otak - sering terjadi

peningkatan tekanan intrakranial progresif. Edema otak pasca trauma adalah hasil dari

berbagai mekanisme sekunder dan pilihan perawatan terbatas pada osmoterapi dan

dekompresi bedah. Obat farmakologis yang mempengaruhi berbagai mekanisme sekunder

masih dalam tahap pengembangan awal, yang paling menjanjikan adalah aquaporin 4

channel inhibitors

Page 8: 202762209 Lp Post Trepanasi

KONSEP TREPANASI

Pengertian

Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan

maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Trepanasi/ kraniotomi adalah

suatu tindakan membuka tulang kepala yangbertujuan mencapa i otak untuk tindakan

pembedahan definitif.

Indikasi

a. Pengangkatan jaringan abnormal

b. Mengurangi tekanan intracranial

c. Mengevaluasi bekuan darah

d. Mengontrol bekuan darah

e. Pembenahan organ-organ intracranial

f. Tumor otak

g. Perdarahan

h. Peradangan dalam otak

i. Trauma pada tengkorak

Page 9: 202762209 Lp Post Trepanasi

Teknik Operasi

a. Positioning

Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Headup

kurang lebih 15 derajat (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring

kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi)

misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.

b. Washing

Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan,

menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi

betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah

kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi.

c. Markering

Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar

dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut – untuk kosmetik,

sinus – untuk menghindari perdarahan, sutura – untuk mengetahui lokasi, zygoma –

sebagai batas basis cranii, jalannya N VII ( kurang lebih 1/3 depan antara tragus

sampai dengan canthus lateralis orbita).

d. Desinfeksi

Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000

yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.

e. Operasi

Page 10: 202762209 Lp Post Trepanasi

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak) :

Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan,

tanda-tanda papil edema.

Perubahan bicara, msalnya: aphasia

Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik.

Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.

Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan

konstipasi.

Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.

Perubahan dalam seksual

Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF).

Sakit kepala

Nausea atau muntah proyektil

Pusing

Perubahan mental

Kejang

Pemeriksaan Penunjang

Untuk membantu menentukan lokasi tumor yang tepat, sebuah deretan pengujian

dilakukan.

a. CT-Scan memberikan info spesifik menyangkut jumlah, ukuran, dan kepadatan jejas

tumor, serta meluasnya edema serebral sekunder.

b. MRI membantu mendiagnosis tumor otak. Ini dilakukan untuk mendeteksi jejas tumor

yang kecil, alat ini juga membantu mendeteksi jejas yang kecil dan tumor-tumor

didalam batang otak dan daerah hipofisis.

c. Biopsy stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan untuk

mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar

pengobatan dan informasi prognosis.

d. Angiografi serebral memberikan gambaran tentang pembuluh darah serebral dan

letak tumor serebral.

e. EKG dapat mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor

dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.

Komplikasi Post Operasi

Page 11: 202762209 Lp Post Trepanasi

a. Edema cerebral.

b. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral.

c. Hypovolemik syok.

d. Hydrocephalus.

e. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus).

f. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.

b. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 – 14 hari setelah operasi.

c. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh

darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati,dan otak.

Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini

d. Infeksi

Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling

sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif.

Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang

paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.

Penatalaksanaan

a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.

b. Mempercepat penyembuhan.

c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.

d. Mempertahankan konsep diri pasien.

e. Mempersiapkan pasien pulang.

Perawatan Pasca Pembedahan

a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output

b. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.

c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati,

d. jangan sampai drain tercabut.

e. Perawatan luka operasi secara steril.

f. Makanan

Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan

sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah

makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses

penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu

meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi. Pembatasan diit yang

dilakukan adalah NPO (nothing peroral). Biasanya makanan baru diberikan jika:

Page 12: 202762209 Lp Post Trepanasi

- Perut tidak kembung

- Peristaltik usus normal

- Flatus positif

- Bowel movement positif

g. Mobilisasi

Pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil. Posisi awal

adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi

dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk

melakukan ambulasi dini.

h. Pemenuhan kebutuhan eliminasi

- Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia

inhalasi, IV, spinal.

- Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi retensio urine.

· Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusia abdomen bawah (distensi bulibuli).

· Dower catheter a kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam a

i. Sistem Gastrointestinal :

- Mual muntah a 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan

stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher

serta TIO meningkat.

· Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.

· Kaji paralitic ileus a suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.

· Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.

- Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan

decompresi dan drainase lambung.

· Meningkatkan istirahat.

· Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.

· Memonitor perdarahan.

· Mencegah obstruksi usus.

· Irigasi atau pemberian obat.

Kriteria Evaluasi

a. Tidak timbul nyeri luka selama penyembuhan.

b. Luka insisi normal tanpa infeksi.

Fase pertama

Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel

darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening

digunakan sebagai kerangka.

Page 13: 202762209 Lp Post Trepanasi

Fase kedua

Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel

timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan

kemerahan.

Fase ketiga

Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-

jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.

Fase keempat

Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.

Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka :

Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.

Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.

Pencegahan infeksi.

Pengembalian Fungsi fisik.

c. Tidak timbul komplikasi.

d. Pola eliminasi lancar.

e. Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat.

f. Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal.

g. Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang :

· Pengobatan lanjutan.

· Jenis obat yang diberikan.

· Diet.

· Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah

·

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN POST TREPANASI

1. Pengkajian

 Primary Survey

Page 14: 202762209 Lp Post Trepanasi

a. Airway

- Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah dilakukan

pembedahan akibat pemberian anestesi.

- Potency jalan nafas, à meletakan tangan di atas mulut atau hidung.

- Auscultasi paru à keadekuatan expansi paru, kesimetrisan.

b. Breathing

- Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga

terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa

berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi,

wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi

sputum pada jalan napas.

- Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR  < 10 X / menit à

depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal à gangguan cardiovasculair atau rata-rata

metabolisme yang meningkat.

- Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma,

retraksi sternal à efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.

c. Circulating:

- Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan

pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke

jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda

peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,

takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

- Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.

d. Disability : berfokus pada status neurologi

- Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik dan tanda-

tanda vital.

- Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan, kelemahan

atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.

e. Exposure

Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan

Secondary Survey : Pemeriksaan fisik

a. Abdomen.

Page 15: 202762209 Lp Post Trepanasi

Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati  teraba 2 jari bawah iga,dan limpa tidak

membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.

Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan

pada gastrointestinal.

b. Ekstremitas

Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4 dan

ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.

c. Integumen.

Kulit keriput, pucat. Turgor sedang

d. Pemeriksaan neurologis

Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan

pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :

Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,

pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).

Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan

sebagian lapang pandang, foto fobia.

Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus

menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.

Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu

sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

Tersiery Survey

a. Kardiovaskuler

Klien nampak lemah, kulit  dan kunjungtiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah

120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler refill 2 detik. Pemeriksaan laboratorium: HB =

9,9 gr%,  HCT= 32 dan PLT = 235.

b. Brain

Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah, refleks

dalam batas normal.

c. Blader

Klien terpasang doewer chateter urine meliputi jumlah dan warna

2. Diagnosa Keperawatan

Page 16: 202762209 Lp Post Trepanasi

a. Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.

c. Resiko tinggi infeksi  berhubungan dengan higiene luka yang buruk.

d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.

e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.

f. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi.

g. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.

h. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.

i. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.

3. Rencana Intervensi Keperawatan

a. Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri dapat teratasi atau

tertangani dengan baik.

Kriteria hasil:

Melaporkan rasa nyeri hilang atau terkontrol.

Mengungkapkan metode pemberian menghilang rasa nyeri.

Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi dan aktivitas hiburan sebagi

penghilang rasa nyeri.

Intervensi Rasional

Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, skala

(0-10). Selidiki dan laporkan perubahan

nyeri dengan tepat.

Berguna dalam pengawasan keefektifan

obat, kemajuan penyembuhan. perubahan

pada karakteristik nyeri menunjukkan

terjadinya abses.

Pertahankan posisi istirahat semi fowler. Mengurangi tegangan abdomen yang

bertambah dengan posisi telentang.

Dorong ambulasi dini Meningkatkan normalisasi fungsi organ,

contoh merangsang peristaltic dan

kelancaran flatus, dan menurunkan

ketidaknyamanan abdomen.

Berikan kantong es pada abdomen Menghilangkan dan mengurangi nyeri

melelui penghilangan ujung saraf.

catatan:jangan lakukan kompres panas

karena dapat menyebabkan kongesti

jaringan

Berikan analesik sesuai indikasi. Menghilangkan nyeri mempermudah kerja

Page 17: 202762209 Lp Post Trepanasi

sama dengan intervensi terapi lain.

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.

Tujuan:

Setelah diberikan tindakan pasien tidak mengalami gangguan  integritas kulit.

Kriteria hasil:

Menunjukkan penyembuhan luka tepat waktu. pasien menukjukkan

Pasien menunjukkan  perilaku untuk meningkatkan penyembuhan dan mencegah

komplikasi.

Intervensi Rasional

Kaji dan catat ukuran, warna, keadaan

luka, dan kondisi sekitar luka.

Mengidentifikasi  terjadinya komplikasi

lakukan kompres basah dan sejuk atau

terapi rendaman.

merupakan tindakan protektif yang dapat

mengurangi nyeri.

lakukan perawatan luka dan hygiene

sesudah mandi, lalu keringkan kulit

dengan hati hati.

Memungkinkan pasien lebih bebas

bergerak dan meningkatkan kenyamanan

pasien

c. Resiko tinggi infeksi  berhubungan dengan higiene luka yang buruk

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien diharapkan tidak mengalami infeksi.

Kriteria hasil:

Tidak menunjukkan adanya tanda infeksi.

Tidak terjadi infeksi.

Intervensi Rasional

awasi tanda-tanda vital, perhatikan

demam, menggigil, berkeringat dan

perubahan mental dan peningkatan nyeri

abdomen.

Deteksi dini adanya infeksi.

Lihat lika insisi dan balutan. catat

karakteristik, drainase luka.

Memberikan deteksi dini terjadinya proses

infeksi.

Lakukan cuci tangan yang baik dan

lakukan perawatan luka aseptik.

Menurunkan penyebaran bakteri

Berikan antibiotik sesuai indikasi. diberikan secara profilaktif untuk

menurunkan jumlah organisme, dan untuk

menurunkan penyebaran dan

Page 18: 202762209 Lp Post Trepanasi

pertumbuhannya

d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.

Tujuan:

Setelah dilakukan perawatan tidak terjadi gangguan perfusi jaringan.

Kriteria hasil:

Tanda-tanda vital stabil.

Kulit klien hangat dan kering

Nadi perifer ada dan kuat.

Masukan atau haluaran seimbang

Intervensi Rasional

Observasi ekstermitas terhadap

pembengkakan, dan eritema.

Tirah baring lama dapat mencetuskan

statis venadan meningkatkan resiko

pembentukan trombosis.

Evaluasi status mental. perhatikan

terjadinya hemaparalis, afasia, kejang,

muntah dan peningkatan TD

Indikasi yang menunjukkan embolisasi

sistemik pada otak.

e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan keseimbangan cairan

yang adekuat.

Kriteria Hasil:

Tanda-tanda vital stabil.

Mukosa lembab

Turgor kulit/ pengisian kapiler baik.

Haluaran urine baik

Intervensi Rasional

Observasi intake dan out put cairan. memberikan informasi tentang

penggantian kebutuhan dan fungsi organ

Awasi TTV, kaji membrane mukosa,

turgor kulit, membrane mukosa, nadi

perifer dan pengisian kapile

indicator keadekuatan volume sirkulasi/

perfusi

Observasi hasil pemeriksaan

laboratorium

Memberikan informasi tentang volume

sirkulasi, keseimbangan cairan dan

elektrolit

Page 19: 202762209 Lp Post Trepanasi

Berikan cairan IV atau produk darah

sesuai indikasi

Mempertahankan volume sirkulasi

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B.

Lippincott Campany,  Philadelpia.

Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC, Jakarta.

Page 20: 202762209 Lp Post Trepanasi

Carolyn M. Hudak, Barbara M. Gallo (1996), Keperawatan Kritis; Pedekatan