2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

18
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Global Mongolato Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang terletak di Kabupaten Gorontalo, tepatnya terletak di Kecamatan Telaga. Wilayah kerja puskesmas Global Mongolato terdiri dari 9 desa dengan luas wilayah 5.308 Ha. Jumlah penduduk yang tercatat adalah 21.272 jiwa dengan 5.549 KK dan jumlah balita sebanyak 2071 balita. Adapun yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato adalah Desa Mongoloato, Desa Bulila, Desa Hulawa, Desa Luhu, Desa Pilohayanga, Desa Dulamayo Selatan. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Puskesmas Global Mongolato antara lain : pelayanan rawat jalan, pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat inap, pelayanan kesehatan gigi, persalinan, pusat pemulihan gizi buruk, pelayanan PTM. 4.1.2 Distribusi Variabel Responden Adapun hasil penelitian ini disajikan secara berurutan sesuai dengan pola analisis yang telah direncanakan yaitu umur, jenis kelamin, status imunisasi dasar, status gizi dan pemberian ASI. Distribusi hubungan umur dengan kejadian pneumonia, distribusi hubungan jenis kelamin dengan kejadian pneumonia, distribusi hubungan status imunisasi dasar dengan kejadian pneumonia, distribusi hubungan

Transcript of 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

Page 1: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Global Mongolato

Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang

terletak di Kabupaten Gorontalo, tepatnya terletak di Kecamatan Telaga. Wilayah

kerja puskesmas Global Mongolato terdiri dari 9 desa dengan luas wilayah 5.308 Ha.

Jumlah penduduk yang tercatat adalah 21.272 jiwa dengan 5.549 KK dan jumlah

balita sebanyak 2071 balita. Adapun yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas

Global Mongolato adalah Desa Mongoloato, Desa Bulila, Desa Hulawa, Desa Luhu,

Desa Pilohayanga, Desa Dulamayo Selatan. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di

Puskesmas Global Mongolato antara lain : pelayanan rawat jalan, pelayanan gawat

darurat, pelayanan rawat inap, pelayanan kesehatan gigi, persalinan, pusat pemulihan

gizi buruk, pelayanan PTM.

4.1.2 Distribusi Variabel Responden

Adapun hasil penelitian ini disajikan secara berurutan sesuai dengan pola

analisis yang telah direncanakan yaitu umur, jenis kelamin, status imunisasi dasar,

status gizi dan pemberian ASI. Distribusi hubungan umur dengan kejadian

pneumonia, distribusi hubungan jenis kelamin dengan kejadian pneumonia, distribusi

hubungan status imunisasi dasar dengan kejadian pneumonia, distribusi hubungan

Page 2: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

status gizi dengan kejadian pneumonia, distribusi hubungan pemberian ASI dengan

kejadian pneumonia.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Pneumonia di

Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013

Kejadian Pneumonia Jumlah %

Tidak Pneumonia Pneumonia

18 15

54.5 45,5

TOTAL 33 100,0 Sumber : data sekunder

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi kejadian pneumonia

pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden bukan pneumonia

sebanyak 18 orang (54,5%) dan responden pneumonia sebanyak 15 orang (45,5%).

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja

Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013

Umur (bln) Jumlah %

< 12 12-59

10 23

30,3 69,7

TOTAL 33 100,0

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi umur pada responden

di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden bayi < 12 sebanyak 10 orang

(30,3%) dan responden 12-60 sebanyak 23 orang (69,7%).

Page 3: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah

Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013

Jenis Kelamin Jumlah %

Laki- laki

Perempuan 21 12

63,6 36,4

TOTAL 33 100,0

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi jenis kelamin pada

responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden laki- laki sebanyak 21

orang (63,6%) dan responden perempuan sebanyak 12 orang (36,4%).

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Imunisasi Dasar di

Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013

Status Imunisasi Dasar Jumlah %

Tidak Lengkap

Lengkap 14 19

42,4 57,6

TOTAL 33 100,0

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi status imunisasi dasar

pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden tidak lengkap

sebanyak 14 orang (42,4%) dan responden lengkap sebanyak 19 orang (57,6%).

Page 4: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi di Wilayah Kerja

Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013

Status Gizi Jumlah %

Gizi Normal / Baik Gizi Rendah / Kurang

16 17

48,5 51,5

TOTAL 33 100,0

Sumber : data sekunder

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi status gizi pada

responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden gizi normal sebanyak 16

orang (48,5%) dan responden gizi rendah sebanyak 17 orang (51,5%)

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian ASI Ekslusif di

Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013

Pemberian ASI Jumlah %

Tidak Ekslusif

Ekslusif 25 8

75,8 24,2

TOTAL 33 100,0

Sumber : data primer Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi pemberian ASI

ekslusif pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden tidak ASI

ekslusif sebanyak 25 orang (75,8%) dan ASI ekslusif sebanyak 8 orang (24,2%).

4.1.3 Hubungan Variabel Responden

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor- faktor(variabel

independent) dengan kejadian pneumonia(variabel dependent). Untuk menganalisis

digunakan analisis dengan uji Chi Square. Adanya hubungan faktor-faktor dengan

Page 5: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

kejadian pneumonia dengan taraf signifikasi ditunjukan dengan p < 0,05. Hasil

analisis dari masing-masing variabel tersebut adalah :

a. Hubungan Umur Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita

Tabel 4.7 Distribusi Hubungan Umur Dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Global MongolatoTahun 2013

Kejadian Pneumonia Jumlah

P

Umur (bln)

Bukan Pneumonia

Pneumonia N

%

Value

N % N %

< 12 6 60,0 4 40,0 10 100,0

0,678

12- < 60 12 52,2 11 47,8 23 100,0

Total 18 54,5 15 45,5 33 100,0

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel diatas didapatkan umur (< 12 bulan) yang pneumonia sebanyak

4 orang (40,0%), yang bukan pneumonia sebanyak 6 orang (60,7%). Kemudian

umur (12- < 60 bulan) yang pneumonia sebanyak 11 orang (47,8%), yang bukan

pneumonia sebesar 12 orang (52,2%).

Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square

yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For

Windows menghasilkan p > 0,05 dengan nilai signifikasi 0,678. Hal ini berarti

bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian pneumonia pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.

Page 6: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

b. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Pneumonia Pada balita

Tabel 4.8 Distribusi Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Pneumonia pada

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global MongolatoTahun 2013

Kejadian Pneumonia Jumlah P

No Jenis

Kelamin Bukan

Pneumonia Pneumonia

N % Value

N % N %

Laki- laki 10 47,6 11 52,4 21 100,0

Perempuan 8 66,7 4 33,3 12 100,0 0,290

Total 18 54,5 15 45,5 33 100,0

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel diatas didapatkan laki- laki yang pneumonia sebanyak 10 orang

(47,6%), yang bukan pneumonia sebanyak 11 orang (52,4%). Kemudian

perempuan yang pneumonia seba nyak 4 orang (33,3%), yang bukan pneumonia

sebesar 8 orang (66,7%).

Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square

yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For

Windows menghasilkan p > 0,05 dengan nilai signifikasi 0,290. Hal ini berarti

bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian pneumonia pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.

Page 7: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

c. Hubungan Status Imunisasi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita

Tabel 4.9 Distribusi Hubungan Status Imunisasi Dasar Dengan Kejadian

Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato

Tahun 2013

Kejadian Pneumonia Jumlah P

No Status

Imunisasi Dasar

Bukan Pneumonia

Pneumonia N %

Value

N % N %

Tidak lengkap sesuai umur

7 50,0 7 50,0 14 100,0

Lengkap

sesuai umur 11 57,9 8 42,1 19 100,0 0,653

Total 18 54,5 15 45,5 33 100,0

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel diatas didapatkan status imunisasi dasar tidak lengkap sesuai

umur yang pneumonia sebanyak 7 orang (50,0%), yang bukan pneumonia

sebanyak 7 orang (50,0%). Kemudian status imunisasi dasar lengkap sesuai umur

yang pneumonia sebanyak 8 orang (42,1%), yang bukan pneumonia sebesar 11

orang (57,9%).

Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square

yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For

Windows menghasilkan p > 0,05 dengan nilai signifikasi 0,653. Hal ini berarti

bahwa tidak ada hubungan antara status imunisasi dasar dengan kejadian

pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.

Page 8: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

d. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita

Tabel 4.10 Distribusi Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia pada

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013

Kejadian Pneumonia Jumlah P

No Status Gizi Bukan

Pneumonia Pneumonia

N % Value

N % N %

Gizi

rendah/kurang 6 35,3 11 64,7 17 100,0

Gizi

normal/baik 12 75,0 4 25,0 16 100,0 0,022

Total 18 54,5 15 45,5 33 100,0

Sumber : data sekunder

Berdasarkan tabel diatas didapatkan gizi rendah/kurang yang pneumonia

sebanyak 11 orang (64,7%), yang bukan pneumonia sebanyak 6 orang (35,3%).

Kemudian gizi normal/baik yang pneumonia sebanyak 4 orang (25,0%), yang

bukan pneumonia sebesar 12 orang (75,0%).

Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square

yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For

Windows menghasilkan p < 0,05 dengan nilai signifikasi 0,022. Hal ini berarti

bahwa ada hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.

Page 9: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

e. Hubungan Pemberian ASI Ekslusif Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita

Tabel 4.11 Distribusi Hubungan Pemberian ASI Ekslusif Dengan Kejadian

Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global

MongolatoTahun 2013

Kejadian Pneumonia Jumlah P

No Pemberian

ASI Bukan

Pneumonia Pneumonia

N % Value

N % N %

Tidak ekslusif 13 52,0 12 48,0 25 100,0

0,604

ASI ekslusif 5 62,5 3 37,5 8 100,0

Total 18 54,5 15 45,5 33 100,0

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel diatas didapatkan tidak ekslusif yang pneumonia sebanyak 12

orang (48,0%), yang bukan pneumonia sebanyak 13 orang (52,0%). ASI ekslusif

yang pneumonia sebanyak 3 orang (37,5%), yang bukan pneumonia sebanyak 5

orang (62,5%).

Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square

yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For

Windows menghasilkan p > 0,05 dengan nilai signifikasi 0,604. Hal ini berarti

bahwa tidak ada hubungan antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian

pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.

Page 10: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

4.2 Pembahasan

4.2.1 Gambaran Kejadian Pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas Global

Mongolato

Hasil penelitian ini menunjukan responden bukan pneumonia sebanyak 18

orang (54,5%) dan responden pneumonia sebanyak 15 orang (45,5%).

4.2.2 Hubungan Faktor- faktor Dengan Kejadian Pneumonia Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Global Mongolato

1. Umur

Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden umur < 12 bulan

sebanyak 10 orang yang terdiri dari 6 orang (60,0%) bukan pneumonia dan yang

pneumonia 4 orang (40,0%). Dan jumlah responden umur 12 - < 60 bulan

sebanyak 23 orang yang terdiri dari 12 orang (52,2%) bukan pneumonia dan 11

orang (47,8%) yang pneumonia. Dari hasil uji statistic menunjukan tidak adanya

hubungan antara umur dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik Person Chi Square

diperoleh nilai P = 0,678 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan bahwa balita < 12 dan

12 - < 59 mempunyai resiko yang sama untuk terkena pneumonia di wilayah kerja

Puskesmas Global Mongolato walaupun secara proporsi pneumonia pada balita

lebih banyak pada rentang umur 12 - < 59 bulan yang berarti rentang umur 12 - <

59 lebih besar untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan umur < 12, hal ini

Page 11: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

karena umur 12 - < 59 bulan sudah banyak berinteraksi dengan lingkungan tapi

pada penelitian ini factor lingkungan tidak diteliti

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Annisa (2009) juga

menunjukan hubungan yang tidak bermakna secara statistic antara umur balita

dengan kejadian pneumonia ( PR=0,82 ; 95% CI=0,12-5,52 p value = 1,00). Hal

yang sama juga terjadi pada penelitian Rizka di Kota Payakumbuh (2011).

Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Susi (2011) yang

menunjukan hubungan yang bermakna antara umur balita dengan kejadian

pneumonia di RSUD Pasar Rebo Jakarta (p value = 0,002).

Gambaran proporsi pneumonia yang lebih tinggi pada anak usia 12-59

bulan juga ditunjukan pada hasil riset Ditjen PP&PL & Profil Kesehatan

Indonesia (2009) dimana prevalensi pneumonia pada anak usia 1-4 tahun

(39,38%) dibandingkan prevalensi pada anak dibawah 1 tahun

(20,41%)(Kemenkes RI, 2010). Beberapa teori menyebutkan bahwa anak

berumur < 1 tahun lebih rentan untuk terkena pneumonia. Risiko untuk terkena

pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih

tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna

dan lumen saluran napas yang masih sempit namun angka tersebut terus menurun

seiring dengan pertambahan usia(Rahmat, 2013).

Ini menunjukan umur 12 - < 60 juga merupakan umur yang paling

rawan dalam pertumbuhan, dikarenakan pada usia tersebut anak mulai

Page 12: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

berinteraksi dan bereksplorasi dengan lingkungan. Hal ini tentu saja dapat

meningkatkan resiko anak terkena pajanan beberapa penyakit baik itu disebabkan

oleh virus, bakteri ataupun jamur(Suparyanto, 2011).

Fakta dilapangan menunjukan balita yang berumur 12 - < 60 bulan lebih

banyak melakukan pengobatan di Puskesmas Global Mongolato dibandingkan

dengan balita umur < 12 bulan

2. Jenis Kelamin

Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden laki- laki sebanyak 21

orang yang terdiri dari 10 orang (47,6%) bukan pneumonia dan yang pneumonia

11 orang (52,4%). Dan jumlah responden perempuan sebanyak 12 orang yang

terdiri dari 8 orang (66,7%) bukan pneumonia dan 4 orang (33,3%) yang

pneumonia. Dari hasil uji statistic menunjukan tidak adanya hubungan antara

jenis kelamin dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Global Mongolato, berdasarkan uji statistik Person Chi Square diperoleh nilai P

= 0,290 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan bahwa laki- laki dan perempuan

memiliki resiko yang sama untuk terkena pneumonia karena yang lebih

menentukan adalah status gizi masing-masing balita. Namun secara proporsi lebih

besar laki- laki dibandingkan perempuan yang terkena pneumonia yang berarti

bahwa laki- laki setidaknya lebih beresiko dibandingkan dengan perempuan,

karena untuk perkembangan sel-sel tubuh laki- laki lebih lambat dibandingkan

Page 13: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

dengan perempuan ditambah dengan aktifitas laki- laki lebih sering bermain

dengan lingkungan, apalagi lingkungan yang kotor

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rimasati (2013) di

Puskesmas Miroto Provinsi Jawa Tengah juga menunjukan hubungan yang tidak

bermakna secara stastistik antara jenis kelamin dengan kejadian pneumonia pada

balita dengan P value = 0,111. Hal yang sama terjadi pula pada penelitian Farida

di Puskesmas Perbaungan Kabupaten Serdang (2012).

Meskipun demikian Depkes RI menyebutkan bahwa laki- laki adalah

salah satu factor resiko kejadian pneumonia pada balita. Beberapa penelitian

menemukan sejumlah penyakit saluran pernafasan dipengaruhi oleh adanya

perbedaan fisik anatomi saluran pernafasan pada anak laki- laki dan

perempuan(Annisa, 2009). Anak laki- laki juga memiliki aktifitas lebih tinggi

dibandingkan anak perempuan. Anak laki- laki cenderung lebih sering bermain

dan berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga mereka akan lebih rentan

kuman atau agent infeksi lain yang dapat menyebabkan penyakit. Akan tetapi,

hubungan yang tidak bermakna antara jenis kelamin dengan tidak ada perbedaan

proporsi pneumonia antara laki- laki dan perempuan.

Fakta dilapangan menunjukan balita laki- laki paling banyak melakukan

pengobatan di Puskesmas Global Mongolato dibandingkan dengan anak

perempuan. Hal ini menunjukan balita laki- laki banyak terkena penyakit,

begitupun dengan pneumonia.

Page 14: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

3. Status Imunisasi Dasar

Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden tidak lengkap sesuai

umur sebanyak 14 orang yang terdiri dari 7 orang (50,0%) bukan pneumonia dan

yang pneumonia 7 orang (50,0%). Dan jumlah responden umur lengkap sesuai

umur sebanyak 19 orang yang terdiri dari 11 orang (57,9%) bukan pneumonia dan

8 orang (42,1%) yang pneumonia. Dari hasil uji statistic menunjukan tidak

adanya hubungan antara status imunisasi dasar dengan kejadian pneumonia pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik

Person Chi Square diperoleh nilai P = 0,653 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan

bahwa balita dengan status imunisasi dasar lengkap memiliki resiko yang sama

untuk terkena pneumonia di wilayah kerja puskesmas Global Mongolato karena

imunisasi untuk pneumonia lebih ditekankan pada imunisasi pneumokokus

(PCV), sebagai agent penyebab terjadinya pneumonia, namun pemerintah belum

memasukkan imunisasi ini kedalam imunisasi dasar atau wajib.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rahmawati (2012) di

Puskesmas Mijen Kota Semarang juga menemukan bahwa imunisasi dasar

dengan kejadian pneumonia pada balita secara statistic tidak berhubungan

bermakna dengan p value = 1,00 (P > 0,05). Lain halnya dengan penelitian

Hartati di Jakarta yang menyebutkan bahwa ada hubungan bermakna antara

imunisasi dasar terhadap kejadian pneumonia (p value = 0,002 ; p < 0,05). Hal ini

diasumsikan bahwa status imunisasi dasar tidak berpengaruh terhadap

Page 15: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

pencegahan pneumonia, mungkin lebih mengarah pada imunisasi BCG, DPT, dan

pneumokokus (PCV). Akan tetapi imunisasi Pneumokus (PCV) tidak termasuk

dalam imunisasi wajib oleh pemerintah.

Pada dasarnya penyakit infeksi dapat dicegah dengan imunisasi. Tidak

ada satupun badan penelitian di dunia yang menyatakan bahwa kekebalan oleh

imunisasi dapat digantikan oleh zat lain, termasuk ASI, nutrisi, maupun suplemen

herbal, karena kekebalan yang dibentuk sangat berbeda. ASI, nutrisi, suplemen

herbal, maupun kebersihan dapat memperkuat pertahanan tubuh secara umum,

namun tidak membentuk kekebalan spesifik terhadap kuman tertentu yang

berbahaya. Apabila jumlah kuman banyak dan ganas, perlindungan umum tidak

mampu melindungi bayi, sehingga masih dapat sakit berat, cacat atau mati.

Fakta dilapangan menunjukan bahwa kebanyakan para responden

memahami kelengkapan imunisasi dasar itu hanya berakhir sampai pada

imunisasi campak yakni pada saat balita berumur 9 bulan. Imunisasi dasar yang

diwajibkan pada balita yakni sampai berusia 5 tahun

4. Status Gizi

Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden status gizi

rendah/kurang sebanyak 17 orang yang terdiri dari 6 orang (35,3%) bukan

pneumonia dan yang pneumonia 11 orang (64,7%). Dan jumlah responden status

gizi normal/baik sebanyak 16 orang yang terdiri dari 12 orang (75,0%) bukan

pneumonia dan 4 orang (25,0%) yang pneumonia. Dari hasil uji statistic

Page 16: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

menunjukan adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik

Person Chi Square diperoleh nilai P = 0,022 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan

bahwa balita dengan status gizi rendah/kurang lebih beresiko terkena pneumonia

dibandingkan dengan balita dengan status gizi normal/baik di Wilayah kerja

Puskesmas Global Mongolato, karena status gizi balita sangat menentukan pada

balita untuk terkena pneumonia, pentingnya pemberian nutrisi sangat perlu untuk

perkembangan dan pertumbuhan sel-sel sehingga tubuh bisa mempertahankan diri

dari penyakit pneumonia

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Ghozali (2010) juga

menunjukan hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian

pneumonia pada balita. Berbeda dengan penelitian Hartati (2009) yang

menemukan tidak adanya hubungan yang bermakna secara statistic antara status

gizi dengan kejadian pneumonia pada balita (p value = 0,67 ; p > 0,05).

Pada dasarnyaa penyakit infeksi saling berhubungan. Keadaan status

gizi kurang bahkan malnutrisi dapat disebabkan oleh adanya penyakit infeksi.

Demikian juga dengan penyakit infeksi yang keberadaannya tidak lepas dari

status gizi seseorang. Sebagian besar kematian anak dinegara berkembang

disebabkan oleh adanya infeksi yang menjadi berat akibat kekurangan gizi(Parlin,

2012). Anak dengan gizi kurang atau buruk memang lebih mudah terserang

Page 17: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

penyakit infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang dan balita cenderung tidak

memiliki nafsu makan, sehingga berdampak pada kurang gizi dan malnutrisi.

Fakta dilapangan menunjukan balita dengan status gizi rendah/kurang

banyak melakukan pengobatan di Puskesmas Global Mongolato dibandingkan

dengan balita dengan status gizi normal/baik

5. Pemberian ASI

Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden ASI tidak ekslusif

sebanyak 25 orang yang terdiri dari 13 orang (52,0%) bukan pneumonia dan

yang pneumonia 12 orang (48,0%). Dan jumlah responden ASI ekslusif sebanyak

8 orang yang terdiri dari 5 orang (62,5%) bukan pneumonia dan 3 orang (37,5%)

yang pneumonia. Dari hasil uji statistic menunjukan tidak adanya hubungan

antara pemberian ASI dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik Person Chi Square

diperoleh nilai P = 0,604 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan bahwa balita dengan

pemberian ASI ekslusif dengan tidak ekslusif memiliki resiko yang sama untuk

terkena penyakit pneumonia di Wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.ini

dikarenakan bahwa untuk pemberian ASI lebih ditekankan kepada status gizi

balita tersebut.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rizka (2011) di Kota

Payakumbuh juga menunjukan tidak ada hubungan antara pemberian ASI ekslusif

dengan kejadian pneumonia. Berbeda dengan penelitiann Hartati ( 2011) yang

Page 18: 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828

menunjukan adanya hubungan ASI ekslusif balita dengan kejadian pneumonia (

p = 0,003 ; < 0,05).

Fakta di lapangan menunjukan berdasarkan pedoman manajemen laktasi

(2010) yang dimaksud pemberian ASI ekslusif disini adalah bayi hanya diberikan

ASI tanpa tambahan makanan atau minuman lain termasuk air putih kecuali obat,

vitamin, mineral, dan ASI yang diperas. Dari observasi 33 responden, 14 orang

yang menggunakan ASI selama 6 bulan dengan tambahan makanan dan minuman

dan 10 orang yang menyusui < 6 bulan. Alasan 14 responden memberikan ASI

dengan memberikan makanan ataupun minuman tambahan yaitu terbentur dengan

pekerjaan yang harus meninggalkan anaknya dirumah sehingga diberikan susu

formula. Hal ini diasumsikan bahwa pengetahuan dan pemahaman ibu balita

terhadap ASI peras masih kurang untuk mensiasatinya.

Kandungan dalam ASI yang diminum bayi selama pemberian ASI

ekslusif sudah mencukupi kebutuhan bayi dan sesuai kesehatan bayi. Bahkan bayi

baru lahir hanya mendapat sedikit ASI pertama (koloustrum) tidak memerlukan

tambahan cairan karena bayi dilahirkan dengan cukup cairan didalam tubuhnya.

ASI mengandung zat kekebalan terhadap infeksi diantaranya protein, laktoferin,

imunoglobin dan antibody terhadap bakteri, virus, jamur dll. Bayi dibawah usia 6

bulan yang tidak diberi ASI ekslusif beresiko 5 kali mengalami kematian akibat

pneumonia dibanding bayi yang mendapat ASI ekslusif untuk enam bulan

pertama kehidupan(UNICEF-WHO, 2006).