2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828
-
Upload
jayasuganda -
Category
Education
-
view
238 -
download
0
Transcript of 2013 1-14201-841409001-bab4-24072013063828
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Global Mongolato
Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang
terletak di Kabupaten Gorontalo, tepatnya terletak di Kecamatan Telaga. Wilayah
kerja puskesmas Global Mongolato terdiri dari 9 desa dengan luas wilayah 5.308 Ha.
Jumlah penduduk yang tercatat adalah 21.272 jiwa dengan 5.549 KK dan jumlah
balita sebanyak 2071 balita. Adapun yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas
Global Mongolato adalah Desa Mongoloato, Desa Bulila, Desa Hulawa, Desa Luhu,
Desa Pilohayanga, Desa Dulamayo Selatan. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di
Puskesmas Global Mongolato antara lain : pelayanan rawat jalan, pelayanan gawat
darurat, pelayanan rawat inap, pelayanan kesehatan gigi, persalinan, pusat pemulihan
gizi buruk, pelayanan PTM.
4.1.2 Distribusi Variabel Responden
Adapun hasil penelitian ini disajikan secara berurutan sesuai dengan pola
analisis yang telah direncanakan yaitu umur, jenis kelamin, status imunisasi dasar,
status gizi dan pemberian ASI. Distribusi hubungan umur dengan kejadian
pneumonia, distribusi hubungan jenis kelamin dengan kejadian pneumonia, distribusi
hubungan status imunisasi dasar dengan kejadian pneumonia, distribusi hubungan
status gizi dengan kejadian pneumonia, distribusi hubungan pemberian ASI dengan
kejadian pneumonia.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Pneumonia di
Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013
Kejadian Pneumonia Jumlah %
Tidak Pneumonia Pneumonia
18 15
54.5 45,5
TOTAL 33 100,0 Sumber : data sekunder
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi kejadian pneumonia
pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden bukan pneumonia
sebanyak 18 orang (54,5%) dan responden pneumonia sebanyak 15 orang (45,5%).
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja
Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013
Umur (bln) Jumlah %
< 12 12-59
10 23
30,3 69,7
TOTAL 33 100,0
Sumber : data primer
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi umur pada responden
di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden bayi < 12 sebanyak 10 orang
(30,3%) dan responden 12-60 sebanyak 23 orang (69,7%).
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah
Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013
Jenis Kelamin Jumlah %
Laki- laki
Perempuan 21 12
63,6 36,4
TOTAL 33 100,0
Sumber : data primer
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi jenis kelamin pada
responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden laki- laki sebanyak 21
orang (63,6%) dan responden perempuan sebanyak 12 orang (36,4%).
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Imunisasi Dasar di
Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013
Status Imunisasi Dasar Jumlah %
Tidak Lengkap
Lengkap 14 19
42,4 57,6
TOTAL 33 100,0
Sumber : data primer
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi status imunisasi dasar
pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden tidak lengkap
sebanyak 14 orang (42,4%) dan responden lengkap sebanyak 19 orang (57,6%).
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi di Wilayah Kerja
Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013
Status Gizi Jumlah %
Gizi Normal / Baik Gizi Rendah / Kurang
16 17
48,5 51,5
TOTAL 33 100,0
Sumber : data sekunder
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi status gizi pada
responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden gizi normal sebanyak 16
orang (48,5%) dan responden gizi rendah sebanyak 17 orang (51,5%)
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian ASI Ekslusif di
Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013
Pemberian ASI Jumlah %
Tidak Ekslusif
Ekslusif 25 8
75,8 24,2
TOTAL 33 100,0
Sumber : data primer Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa distribusi frekuensi pemberian ASI
ekslusif pada responden di Puskesmas Global Mongolato yaitu responden tidak ASI
ekslusif sebanyak 25 orang (75,8%) dan ASI ekslusif sebanyak 8 orang (24,2%).
4.1.3 Hubungan Variabel Responden
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor- faktor(variabel
independent) dengan kejadian pneumonia(variabel dependent). Untuk menganalisis
digunakan analisis dengan uji Chi Square. Adanya hubungan faktor-faktor dengan
kejadian pneumonia dengan taraf signifikasi ditunjukan dengan p < 0,05. Hasil
analisis dari masing-masing variabel tersebut adalah :
a. Hubungan Umur Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita
Tabel 4.7 Distribusi Hubungan Umur Dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Global MongolatoTahun 2013
Kejadian Pneumonia Jumlah
P
Umur (bln)
Bukan Pneumonia
Pneumonia N
%
Value
N % N %
< 12 6 60,0 4 40,0 10 100,0
0,678
12- < 60 12 52,2 11 47,8 23 100,0
Total 18 54,5 15 45,5 33 100,0
Sumber : data primer
Berdasarkan tabel diatas didapatkan umur (< 12 bulan) yang pneumonia sebanyak
4 orang (40,0%), yang bukan pneumonia sebanyak 6 orang (60,7%). Kemudian
umur (12- < 60 bulan) yang pneumonia sebanyak 11 orang (47,8%), yang bukan
pneumonia sebesar 12 orang (52,2%).
Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square
yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For
Windows menghasilkan p > 0,05 dengan nilai signifikasi 0,678. Hal ini berarti
bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian pneumonia pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.
b. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Pneumonia Pada balita
Tabel 4.8 Distribusi Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Pneumonia pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global MongolatoTahun 2013
Kejadian Pneumonia Jumlah P
No Jenis
Kelamin Bukan
Pneumonia Pneumonia
N % Value
N % N %
Laki- laki 10 47,6 11 52,4 21 100,0
Perempuan 8 66,7 4 33,3 12 100,0 0,290
Total 18 54,5 15 45,5 33 100,0
Sumber : data primer
Berdasarkan tabel diatas didapatkan laki- laki yang pneumonia sebanyak 10 orang
(47,6%), yang bukan pneumonia sebanyak 11 orang (52,4%). Kemudian
perempuan yang pneumonia seba nyak 4 orang (33,3%), yang bukan pneumonia
sebesar 8 orang (66,7%).
Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square
yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For
Windows menghasilkan p > 0,05 dengan nilai signifikasi 0,290. Hal ini berarti
bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian pneumonia pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.
c. Hubungan Status Imunisasi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita
Tabel 4.9 Distribusi Hubungan Status Imunisasi Dasar Dengan Kejadian
Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato
Tahun 2013
Kejadian Pneumonia Jumlah P
No Status
Imunisasi Dasar
Bukan Pneumonia
Pneumonia N %
Value
N % N %
Tidak lengkap sesuai umur
7 50,0 7 50,0 14 100,0
Lengkap
sesuai umur 11 57,9 8 42,1 19 100,0 0,653
Total 18 54,5 15 45,5 33 100,0
Sumber : data primer
Berdasarkan tabel diatas didapatkan status imunisasi dasar tidak lengkap sesuai
umur yang pneumonia sebanyak 7 orang (50,0%), yang bukan pneumonia
sebanyak 7 orang (50,0%). Kemudian status imunisasi dasar lengkap sesuai umur
yang pneumonia sebanyak 8 orang (42,1%), yang bukan pneumonia sebesar 11
orang (57,9%).
Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square
yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For
Windows menghasilkan p > 0,05 dengan nilai signifikasi 0,653. Hal ini berarti
bahwa tidak ada hubungan antara status imunisasi dasar dengan kejadian
pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.
d. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita
Tabel 4.10 Distribusi Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Pneumonia pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato Tahun 2013
Kejadian Pneumonia Jumlah P
No Status Gizi Bukan
Pneumonia Pneumonia
N % Value
N % N %
Gizi
rendah/kurang 6 35,3 11 64,7 17 100,0
Gizi
normal/baik 12 75,0 4 25,0 16 100,0 0,022
Total 18 54,5 15 45,5 33 100,0
Sumber : data sekunder
Berdasarkan tabel diatas didapatkan gizi rendah/kurang yang pneumonia
sebanyak 11 orang (64,7%), yang bukan pneumonia sebanyak 6 orang (35,3%).
Kemudian gizi normal/baik yang pneumonia sebanyak 4 orang (25,0%), yang
bukan pneumonia sebesar 12 orang (75,0%).
Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square
yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For
Windows menghasilkan p < 0,05 dengan nilai signifikasi 0,022. Hal ini berarti
bahwa ada hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.
e. Hubungan Pemberian ASI Ekslusif Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita
Tabel 4.11 Distribusi Hubungan Pemberian ASI Ekslusif Dengan Kejadian
Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global
MongolatoTahun 2013
Kejadian Pneumonia Jumlah P
No Pemberian
ASI Bukan
Pneumonia Pneumonia
N % Value
N % N %
Tidak ekslusif 13 52,0 12 48,0 25 100,0
0,604
ASI ekslusif 5 62,5 3 37,5 8 100,0
Total 18 54,5 15 45,5 33 100,0
Sumber : data primer
Berdasarkan tabel diatas didapatkan tidak ekslusif yang pneumonia sebanyak 12
orang (48,0%), yang bukan pneumonia sebanyak 13 orang (52,0%). ASI ekslusif
yang pneumonia sebanyak 3 orang (37,5%), yang bukan pneumonia sebanyak 5
orang (62,5%).
Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square
yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 For
Windows menghasilkan p > 0,05 dengan nilai signifikasi 0,604. Hal ini berarti
bahwa tidak ada hubungan antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian
pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Gambaran Kejadian Pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas Global
Mongolato
Hasil penelitian ini menunjukan responden bukan pneumonia sebanyak 18
orang (54,5%) dan responden pneumonia sebanyak 15 orang (45,5%).
4.2.2 Hubungan Faktor- faktor Dengan Kejadian Pneumonia Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Global Mongolato
1. Umur
Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden umur < 12 bulan
sebanyak 10 orang yang terdiri dari 6 orang (60,0%) bukan pneumonia dan yang
pneumonia 4 orang (40,0%). Dan jumlah responden umur 12 - < 60 bulan
sebanyak 23 orang yang terdiri dari 12 orang (52,2%) bukan pneumonia dan 11
orang (47,8%) yang pneumonia. Dari hasil uji statistic menunjukan tidak adanya
hubungan antara umur dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik Person Chi Square
diperoleh nilai P = 0,678 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan bahwa balita < 12 dan
12 - < 59 mempunyai resiko yang sama untuk terkena pneumonia di wilayah kerja
Puskesmas Global Mongolato walaupun secara proporsi pneumonia pada balita
lebih banyak pada rentang umur 12 - < 59 bulan yang berarti rentang umur 12 - <
59 lebih besar untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan umur < 12, hal ini
karena umur 12 - < 59 bulan sudah banyak berinteraksi dengan lingkungan tapi
pada penelitian ini factor lingkungan tidak diteliti
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Annisa (2009) juga
menunjukan hubungan yang tidak bermakna secara statistic antara umur balita
dengan kejadian pneumonia ( PR=0,82 ; 95% CI=0,12-5,52 p value = 1,00). Hal
yang sama juga terjadi pada penelitian Rizka di Kota Payakumbuh (2011).
Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Susi (2011) yang
menunjukan hubungan yang bermakna antara umur balita dengan kejadian
pneumonia di RSUD Pasar Rebo Jakarta (p value = 0,002).
Gambaran proporsi pneumonia yang lebih tinggi pada anak usia 12-59
bulan juga ditunjukan pada hasil riset Ditjen PP&PL & Profil Kesehatan
Indonesia (2009) dimana prevalensi pneumonia pada anak usia 1-4 tahun
(39,38%) dibandingkan prevalensi pada anak dibawah 1 tahun
(20,41%)(Kemenkes RI, 2010). Beberapa teori menyebutkan bahwa anak
berumur < 1 tahun lebih rentan untuk terkena pneumonia. Risiko untuk terkena
pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih
tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna
dan lumen saluran napas yang masih sempit namun angka tersebut terus menurun
seiring dengan pertambahan usia(Rahmat, 2013).
Ini menunjukan umur 12 - < 60 juga merupakan umur yang paling
rawan dalam pertumbuhan, dikarenakan pada usia tersebut anak mulai
berinteraksi dan bereksplorasi dengan lingkungan. Hal ini tentu saja dapat
meningkatkan resiko anak terkena pajanan beberapa penyakit baik itu disebabkan
oleh virus, bakteri ataupun jamur(Suparyanto, 2011).
Fakta dilapangan menunjukan balita yang berumur 12 - < 60 bulan lebih
banyak melakukan pengobatan di Puskesmas Global Mongolato dibandingkan
dengan balita umur < 12 bulan
2. Jenis Kelamin
Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden laki- laki sebanyak 21
orang yang terdiri dari 10 orang (47,6%) bukan pneumonia dan yang pneumonia
11 orang (52,4%). Dan jumlah responden perempuan sebanyak 12 orang yang
terdiri dari 8 orang (66,7%) bukan pneumonia dan 4 orang (33,3%) yang
pneumonia. Dari hasil uji statistic menunjukan tidak adanya hubungan antara
jenis kelamin dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Global Mongolato, berdasarkan uji statistik Person Chi Square diperoleh nilai P
= 0,290 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan bahwa laki- laki dan perempuan
memiliki resiko yang sama untuk terkena pneumonia karena yang lebih
menentukan adalah status gizi masing-masing balita. Namun secara proporsi lebih
besar laki- laki dibandingkan perempuan yang terkena pneumonia yang berarti
bahwa laki- laki setidaknya lebih beresiko dibandingkan dengan perempuan,
karena untuk perkembangan sel-sel tubuh laki- laki lebih lambat dibandingkan
dengan perempuan ditambah dengan aktifitas laki- laki lebih sering bermain
dengan lingkungan, apalagi lingkungan yang kotor
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rimasati (2013) di
Puskesmas Miroto Provinsi Jawa Tengah juga menunjukan hubungan yang tidak
bermakna secara stastistik antara jenis kelamin dengan kejadian pneumonia pada
balita dengan P value = 0,111. Hal yang sama terjadi pula pada penelitian Farida
di Puskesmas Perbaungan Kabupaten Serdang (2012).
Meskipun demikian Depkes RI menyebutkan bahwa laki- laki adalah
salah satu factor resiko kejadian pneumonia pada balita. Beberapa penelitian
menemukan sejumlah penyakit saluran pernafasan dipengaruhi oleh adanya
perbedaan fisik anatomi saluran pernafasan pada anak laki- laki dan
perempuan(Annisa, 2009). Anak laki- laki juga memiliki aktifitas lebih tinggi
dibandingkan anak perempuan. Anak laki- laki cenderung lebih sering bermain
dan berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga mereka akan lebih rentan
kuman atau agent infeksi lain yang dapat menyebabkan penyakit. Akan tetapi,
hubungan yang tidak bermakna antara jenis kelamin dengan tidak ada perbedaan
proporsi pneumonia antara laki- laki dan perempuan.
Fakta dilapangan menunjukan balita laki- laki paling banyak melakukan
pengobatan di Puskesmas Global Mongolato dibandingkan dengan anak
perempuan. Hal ini menunjukan balita laki- laki banyak terkena penyakit,
begitupun dengan pneumonia.
3. Status Imunisasi Dasar
Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden tidak lengkap sesuai
umur sebanyak 14 orang yang terdiri dari 7 orang (50,0%) bukan pneumonia dan
yang pneumonia 7 orang (50,0%). Dan jumlah responden umur lengkap sesuai
umur sebanyak 19 orang yang terdiri dari 11 orang (57,9%) bukan pneumonia dan
8 orang (42,1%) yang pneumonia. Dari hasil uji statistic menunjukan tidak
adanya hubungan antara status imunisasi dasar dengan kejadian pneumonia pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik
Person Chi Square diperoleh nilai P = 0,653 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan
bahwa balita dengan status imunisasi dasar lengkap memiliki resiko yang sama
untuk terkena pneumonia di wilayah kerja puskesmas Global Mongolato karena
imunisasi untuk pneumonia lebih ditekankan pada imunisasi pneumokokus
(PCV), sebagai agent penyebab terjadinya pneumonia, namun pemerintah belum
memasukkan imunisasi ini kedalam imunisasi dasar atau wajib.
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rahmawati (2012) di
Puskesmas Mijen Kota Semarang juga menemukan bahwa imunisasi dasar
dengan kejadian pneumonia pada balita secara statistic tidak berhubungan
bermakna dengan p value = 1,00 (P > 0,05). Lain halnya dengan penelitian
Hartati di Jakarta yang menyebutkan bahwa ada hubungan bermakna antara
imunisasi dasar terhadap kejadian pneumonia (p value = 0,002 ; p < 0,05). Hal ini
diasumsikan bahwa status imunisasi dasar tidak berpengaruh terhadap
pencegahan pneumonia, mungkin lebih mengarah pada imunisasi BCG, DPT, dan
pneumokokus (PCV). Akan tetapi imunisasi Pneumokus (PCV) tidak termasuk
dalam imunisasi wajib oleh pemerintah.
Pada dasarnya penyakit infeksi dapat dicegah dengan imunisasi. Tidak
ada satupun badan penelitian di dunia yang menyatakan bahwa kekebalan oleh
imunisasi dapat digantikan oleh zat lain, termasuk ASI, nutrisi, maupun suplemen
herbal, karena kekebalan yang dibentuk sangat berbeda. ASI, nutrisi, suplemen
herbal, maupun kebersihan dapat memperkuat pertahanan tubuh secara umum,
namun tidak membentuk kekebalan spesifik terhadap kuman tertentu yang
berbahaya. Apabila jumlah kuman banyak dan ganas, perlindungan umum tidak
mampu melindungi bayi, sehingga masih dapat sakit berat, cacat atau mati.
Fakta dilapangan menunjukan bahwa kebanyakan para responden
memahami kelengkapan imunisasi dasar itu hanya berakhir sampai pada
imunisasi campak yakni pada saat balita berumur 9 bulan. Imunisasi dasar yang
diwajibkan pada balita yakni sampai berusia 5 tahun
4. Status Gizi
Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden status gizi
rendah/kurang sebanyak 17 orang yang terdiri dari 6 orang (35,3%) bukan
pneumonia dan yang pneumonia 11 orang (64,7%). Dan jumlah responden status
gizi normal/baik sebanyak 16 orang yang terdiri dari 12 orang (75,0%) bukan
pneumonia dan 4 orang (25,0%) yang pneumonia. Dari hasil uji statistic
menunjukan adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik
Person Chi Square diperoleh nilai P = 0,022 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan
bahwa balita dengan status gizi rendah/kurang lebih beresiko terkena pneumonia
dibandingkan dengan balita dengan status gizi normal/baik di Wilayah kerja
Puskesmas Global Mongolato, karena status gizi balita sangat menentukan pada
balita untuk terkena pneumonia, pentingnya pemberian nutrisi sangat perlu untuk
perkembangan dan pertumbuhan sel-sel sehingga tubuh bisa mempertahankan diri
dari penyakit pneumonia
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Ghozali (2010) juga
menunjukan hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian
pneumonia pada balita. Berbeda dengan penelitian Hartati (2009) yang
menemukan tidak adanya hubungan yang bermakna secara statistic antara status
gizi dengan kejadian pneumonia pada balita (p value = 0,67 ; p > 0,05).
Pada dasarnyaa penyakit infeksi saling berhubungan. Keadaan status
gizi kurang bahkan malnutrisi dapat disebabkan oleh adanya penyakit infeksi.
Demikian juga dengan penyakit infeksi yang keberadaannya tidak lepas dari
status gizi seseorang. Sebagian besar kematian anak dinegara berkembang
disebabkan oleh adanya infeksi yang menjadi berat akibat kekurangan gizi(Parlin,
2012). Anak dengan gizi kurang atau buruk memang lebih mudah terserang
penyakit infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang dan balita cenderung tidak
memiliki nafsu makan, sehingga berdampak pada kurang gizi dan malnutrisi.
Fakta dilapangan menunjukan balita dengan status gizi rendah/kurang
banyak melakukan pengobatan di Puskesmas Global Mongolato dibandingkan
dengan balita dengan status gizi normal/baik
5. Pemberian ASI
Hasil penelitian ini menunjukan jumlah responden ASI tidak ekslusif
sebanyak 25 orang yang terdiri dari 13 orang (52,0%) bukan pneumonia dan
yang pneumonia 12 orang (48,0%). Dan jumlah responden ASI ekslusif sebanyak
8 orang yang terdiri dari 5 orang (62,5%) bukan pneumonia dan 3 orang (37,5%)
yang pneumonia. Dari hasil uji statistic menunjukan tidak adanya hubungan
antara pemberian ASI dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Global Mongolato, berdasarkan uji statistik Person Chi Square
diperoleh nilai P = 0,604 ( P > 0,05 ). Hal ini diasumsikan bahwa balita dengan
pemberian ASI ekslusif dengan tidak ekslusif memiliki resiko yang sama untuk
terkena penyakit pneumonia di Wilayah kerja Puskesmas Global Mongolato.ini
dikarenakan bahwa untuk pemberian ASI lebih ditekankan kepada status gizi
balita tersebut.
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rizka (2011) di Kota
Payakumbuh juga menunjukan tidak ada hubungan antara pemberian ASI ekslusif
dengan kejadian pneumonia. Berbeda dengan penelitiann Hartati ( 2011) yang
menunjukan adanya hubungan ASI ekslusif balita dengan kejadian pneumonia (
p = 0,003 ; < 0,05).
Fakta di lapangan menunjukan berdasarkan pedoman manajemen laktasi
(2010) yang dimaksud pemberian ASI ekslusif disini adalah bayi hanya diberikan
ASI tanpa tambahan makanan atau minuman lain termasuk air putih kecuali obat,
vitamin, mineral, dan ASI yang diperas. Dari observasi 33 responden, 14 orang
yang menggunakan ASI selama 6 bulan dengan tambahan makanan dan minuman
dan 10 orang yang menyusui < 6 bulan. Alasan 14 responden memberikan ASI
dengan memberikan makanan ataupun minuman tambahan yaitu terbentur dengan
pekerjaan yang harus meninggalkan anaknya dirumah sehingga diberikan susu
formula. Hal ini diasumsikan bahwa pengetahuan dan pemahaman ibu balita
terhadap ASI peras masih kurang untuk mensiasatinya.
Kandungan dalam ASI yang diminum bayi selama pemberian ASI
ekslusif sudah mencukupi kebutuhan bayi dan sesuai kesehatan bayi. Bahkan bayi
baru lahir hanya mendapat sedikit ASI pertama (koloustrum) tidak memerlukan
tambahan cairan karena bayi dilahirkan dengan cukup cairan didalam tubuhnya.
ASI mengandung zat kekebalan terhadap infeksi diantaranya protein, laktoferin,
imunoglobin dan antibody terhadap bakteri, virus, jamur dll. Bayi dibawah usia 6
bulan yang tidak diberi ASI ekslusif beresiko 5 kali mengalami kematian akibat
pneumonia dibanding bayi yang mendapat ASI ekslusif untuk enam bulan
pertama kehidupan(UNICEF-WHO, 2006).