KATA PENGANTAR - · PDF fileAngka Kematian Balita..... 17 5. Angka Kematian Ibu
TINJAUAN PUSTAKA -...
Transcript of TINJAUAN PUSTAKA -...
BABBABBABBAB IIIIIIII
TINJAUANTINJAUANTINJAUANTINJAUAN PUSTAKAPUSTAKAPUSTAKAPUSTAKA
2.12.12.12.1 KonsepKonsepKonsepKonsep PosyanduPosyanduPosyanduPosyandu
2.1.12.1.12.1.12.1.1 PengertianPengertianPengertianPengertian PosyanduPosyanduPosyanduPosyandu
Pos Pelayanan terpadu atau Posyandu adalah unit kegiatan yang dilakukan
oleh masyarakat dengan pembimbing dari tenaga kesehatan dari Puskesmas yang
bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Depkes RI, 2009).
Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang
dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis
dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian Norma Keluarga Kecil Bahagia
Sejahtera (NKKBS).
Posyandu atau pos pelayanan terpadu, merupakan salah satu bentuk pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk masyarakat dengan
dukungan tehnis dari petugas kesehatan (Nurul .C, 2009)
Dengan melihat beberapa pengertian di atas, maka posyandu adalah suatu
wadah komunikasi alih tekhnologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dan
keluarga berencana yang dilaksanakan oleh masyarakat, dari masyarakat dan untuk
masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas
kesehatan, yang mempunyai nilai strategis untu pengembangan sumber daya
manusia sejak dini dalam rangka pembinaan kelangsungan hidup anak (Child
Survival) yang ditujukan untuk menjaga kelangsungan hidup anak sejak janin
dalam kandungan ibu sampai usia balita (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010)
2.1.22.1.22.1.22.1.2 TujuanTujuanTujuanTujuan PosyanduPosyanduPosyanduPosyandu
a. Menurunkan angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (Ibu hamil,
melahirkan dan nifas)
b. membudayakan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagis Sejahtera).
c. Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk
mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB serta kegiatan lainnya yang
menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera.
d. sebagai wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera, Gerakan Ketahan
Keluarga dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera (R. Fallen dan R. Budi
Dwi K, 2010).
2.1.32.1.32.1.32.1.3 StrataStrataStrataStrata PosyanduPosyanduPosyanduPosyandu
Strata posyandu menurut R. Fallen dan R. Budi Dwi K (2010) dapat dikelompokan
menjadi empat :
a). Posyandu Pratama :
• belum mantap.
• kegiatan belum rutin.
• kader terbatas.
b). Posyandu Madya :
• kegiatan lebih teratur
• Jumlah kader 5 orang
c). Posyandu Purnama :
• kegiatan sudah teratur.
• cakupan program/kegiatannya baik.
• jumlah kader 5 orang
• mempunyai program tambahan
d). Posyandu Mandiri :
• kegiatan secara terahir dan mantap
• cakupan program/kegiatan baik.
• memiliki Dana Sehat dan JPKM yang mantap.
2.1.42.1.42.1.42.1.4 SasaranSasaranSasaranSasaran PosyanduPosyanduPosyanduPosyandu
Yang menjadi sasaran dalam pelayanan kesehatan di posyandu adalah untuk :
a) Bayi yang berusia kurang dari satu tahun
b) Anak balita usia 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun
c) Ibu hamil/ibu menyusui
d) Ibu menyusui
e) Ibu nifas
f) WUS dan PUS (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).
2.1.52.1.52.1.52.1.5 KegiatanKegiatanKegiatanKegiatan PosyanduPosyanduPosyanduPosyandu
Lima kegiatan posyandu (Panca Krida Posyandu) :
a). Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
b). Keluarga Berencana (KB)
c). Imunisasi
d). Peningkatan Gizi
e). Penatalaksanaan Diare
Tujuh kegiatan Posyandu (Sapta Krida Posyandu) :
a). Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
b). Keluarga Berencana (KB)
c). Imunisasi
d). Peningkatan Gizi
e). Penatalaksanaan Diare
f). Sanitasi Dasar
g). Penyediaan Obat Esensial (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).
2.1.62.1.62.1.62.1.6 PembentukanPembentukanPembentukanPembentukan PosyanduPosyanduPosyanduPosyandu
Posyandu dibentuk dari pos–pos yang telah ada seperti :
a). Pos penimbangan balita
b). Pos immunisasi
c). Pos keluarga berencana desa
d). Pos kesehatan
e). Pos lainnya yang di bentuk baru (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).
2.1.72.1.72.1.72.1.7 SyaratSyaratSyaratSyarat PosyanduPosyanduPosyanduPosyandu
a). Penduduk Lingkungan tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita
b). Terdiri dari 120 kepala keluarga
c). Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa)
d). Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam satu tempat atau kelompok
tidak terlalu jauh (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).
2.1.82.1.82.1.82.1.8 AlasanAlasanAlasanAlasan PendirianPendirianPendirianPendirian PosyanduPosyanduPosyanduPosyandu
a. Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya
pencegahan penyakit dan PPPK sekaligus dengan pelayanan KB.
b. Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat, sehingga
menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan
dan keluarga berencana (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).
2.1.92.1.92.1.92.1.9 PenyelenggaraanPenyelenggaraanPenyelenggaraanPenyelenggaraan PosyanduPosyanduPosyanduPosyandu
a). Pelaksana kegiatan
Adalah anggota masyarakat yang telah di latih menjadi kader kesehatan
setempat dibawah bimbingan puskesmas.
b). Pengelola posyandu
Adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader PKK,
tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di
wilayah tersebut (Depkes RI, 2009).
2.1.102.1.102.1.102.1.10LokasiLokasiLokasiLokasi PosyanduPosyanduPosyanduPosyandu
a).Berada di tempat yang mudah didatangi
b). Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri
c). Dapat merupakan lokal itu sendiri
d). Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan dirumah penduduk, balai desa,
pos RT/RW atau pos yang lainnya (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).
2.1.112.1.112.1.112.1.11PelayananPelayananPelayananPelayanan KesehatanKesehatanKesehatanKesehatan YangYangYangYang didididi JalankanJalankanJalankanJalankan PosyanduPosyanduPosyanduPosyandu
a).Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita
• Penimbangan bulanan
• Pemberian makanan tambahan bagi yang berat badannya kurang
• Imunisasi bayi 3 – 14 bulan.
• Pemberian oralit untuk menanggulangi diare.
• pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama.
b). Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur.
• Pemeriksaan kesehatan umum
• Pemeriksaan kehamilan dan nifas
• Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah
darah.
• Imunisasi TT untuk ibu hamil
• Penyuluhan kesehatan dan KB
• Pemberian alat kontrasepsi KB
• Pemberian oralit pada ibu yang menderita diare
• Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama.
• Pertolongan pertama pada kecelakaan (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).
2.1.122.1.122.1.122.1.12SistemSistemSistemSistem LimaLimaLimaLima MejaMejaMejaMeja
a). Meja I
• Pendaftaran
• Pencatatan bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur.
b). Meja II
• Penimbangan balita
• Ibu hamil
c). Meja III
• Pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat)
d). Meja IV
• Diketahui berat badan anak yang naik/tidak naik, ibu hamil dengan resiko
tinggi, PUS yang belum mengikuti KB
• Penyuluhan kesehatan
• Pelayanan TMT, oralit, vitamin A, tablet zat besi, pil ulangan, kondom
e). Meja V
• Pemberian imunisasi
• Pemeriksaan kehamilan
• Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan
• Pelayanan kontrasepsi IUD, suntikan.
Untuk meja I sampai IV dilaksanakan oleh kader kesehatan dan untuk meja
V dilaksanakan oleh petugas kesehatan diantaranya : dokter, bidan, perawat, juru
immunisasi dan sebagainya (R. Fallen dan R. Budi Dwi K, 2010).
2.1.132.1.132.1.132.1.13LangkahLangkahLangkahLangkah ––––langkahlangkahlangkahlangkah PembentukanPembentukanPembentukanPembentukan PosyanduPosyanduPosyanduPosyandu
a). Persiapan Sosial
• Persiapan masyarakat sebagai pengelola dan pelaksanaan posyandu
• Persiapan masyarakat umum sebagai pemakai jasa posyandu
b). Perumusan Masalah
• Survei Mawas Diri
• Penyajian hasil survey (loka karya mini)
c). Perencanaan Pemecahan Masalah
• Kaderisasi sebagai pelaksana posyandu
• Pembentukan pengurus sebagai pengelola posyandu
• Menyusun rencana kegiatan posyandu
d). Pelaksanaan Kegiatan
• Kegiatan di posyandu 1 kali sebulan atau lebih
• Pengumpulan dana sehat.
• Pencatatan dan laporan kegiatan posyandu (R. Fallen dan R. Budi Dwi K,
2010).
2.22.22.22.2 KonsepKonsepKonsepKonsep PartisipasiPartisipasiPartisipasiPartisipasi
2.2.12.2.12.2.12.2.1 PengertianPengertianPengertianPengertian PartisipasiPartisipasiPartisipasiPartisipasi
Pengertian partisipasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hal turut
berperan serta dalam suatu kegiatan. Secara umum partisipasi merupakan ikut
sertanya dalam suatu kegiatan dibidang kesehatan dengan tujuan memecahkan
masalah kesehatan yang dihadapi (Notoadmodjo, 2012).
Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam
proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi,
perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan. Kontribusi tersebut bukan
hanya terbatas pada dana dan finansial saja, tetapi berbentuk daya (tenaga), ide
(pikiran), atau dalam bentuk materil (PTO PNPM PPK, 2007; Notoadmodjo, 2012).
Partisipasi dianggap sebagai proses aktif dimana hubungan kerjasama
ditetapkan antara pemerintah dan penduduk dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan tujuan untuk mencapai otonomi daerah
yang lebih baik dan kontrol infastruktur dan teknologi dalam pelayanan kesehatan
primer (Vasquez et al 2008 dalam Murphy, 2010). Selebihnya, Partisipasi berarti
dimana masyarakat setempat bertanggung jawab untuk mendiagnosis dan bekerja
untuk memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri dan masalah pembangunan
(Morgan 2009 dalam Murphy, 2010).
Partisipasi masyarakat umumnya dipandang sebagai suatu bentuk perilaku.
Salah satu bentuk perilaku kesehatan adalah partisipasi ibu balita dalam program
Posyandu, yang mewujudkan dengan membawa anak mereka untuk ditimbang berat
badannya ke Posyandu secara teratur setiap bulan, karena perilaku keluarga sadar
akan tumbuh kembang anak salah satunya dapat dilihat dari indikator menimbang
berat badan balita secara teratur ke Posyandu. Penimbangan balita dikatakan baik
apabila minimal ada enam kali anak balita ditimbang ke Posyandu secara
berturut-turut dalam setahun dan dikatakan tidak baik apabila kurang dari enam kali
secara berturut-turut ke Posyandu dalam satu tahun (Depkes RI, 2006).
Partisipasi masyarakat merutut Hetifah Sj. Soemarto (2003) adalah proses
ketika warga sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil
peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan
kebijakan kebijakan yang langsung mempengaruhi kehiduapan mereka.
Mengingat pentingnya partisipasi masyarakat atau peran serta masyarakat
sehingga diatur dalam UU nomor 36 2009 Bab XVI, dicantumkan tentang peran
serta masyarakat dan salah satu pasalnya yaitu pasal 174 ayat (1) yang menyatakan
bahwa masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam rangka
membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, artinya peran serta masyarakat atau partisipasi masyarakat
khususnya dalam pembangunan dilindungi oleh undang-undang.
2.2.22.2.22.2.22.2.2 DasarDasarDasarDasar –––– dasardasardasardasar filosofifilosofifilosofifilosofi MasyarakatMasyarakatMasyarakatMasyarakat
Dalam hubungannya dengan fasilitas dan tenaga kesehatan, partisipasi
masyarakat dapat di arahkan untuk mencapai kelangkaan tersebut. Dengan kata lain,
partisipasi masyarakat dapat menciptakan fasilitas dan tenaga kesehatan. Pelayanan
kesehatan yang diciptakan dengan adanya partisipasi masyarakat di dasarkan
kepada idealisme (Notoadmodjo, 2007) :
1. Community felt need
Apabila pelayanan itu diciptakan oleh masyarakat itu sendiri, ini berarti bahwa
masyarakat itu memerlukan pelayanan tersebut. Sehingga adanya pelayanan
kesehatan bukan karena diturunkan di atas, yang belum dirasakan perlunya,
tetapi tumbuh dari bawah yang diperlukan masyarakat dan untuk masyarakat.
2. Organisasi pelayanan kesehatan masyarakat yang berdasarkan partisipasi
masyarakat adalah salah satu bentuk pengorganisasian masyarakat. Hal ini
berarti bahwa fasilitas pelayanan kesehatan itu timbul dari masyarakat sendiri.
3. Pelayanan kesehatan tersebut akan dikerjakan oleh masyarakat sendiri. Artinya
tenaganya dan penyelenggaraanya akan ditangani oleh masyarakat itu sendiri
yang dasarnya sukarela.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa filosofi partisipasi masyarakat
dalam pelayanan kesehatan adalah terciptanya suatu pelayanan untuk masyarakat,
dari masyarakat dan oleh masyarakat.
2.2.32.2.32.2.32.2.3 TipologiTipologiTipologiTipologi PartisipasiPartisipasiPartisipasiPartisipasi
Penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyrakat seringkali terhambat
oleh persepsi yang kurang tepat, yang menilai masyarakat “sulit diajak maju” oleh
sebab itu kesulitan penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyrakat juga
disebabkan karena sudah adanya campur tangan dari pihak penguasa. Berikut
adalah macam tipologi partisipasi masyarakat menurut Mibrath dan Goel (2003):
a. Partisipasi Pasif / manipulatif dengan karakteristik masyarakat diberitahu apa
yang sedang atau telah terjadi, pengumuman sepihak oleh pelaksanaan proyek
tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat dan informasi yang diperlukan
terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran.
b. Partisipasi Informatif memilki kararkteristik dimana masyarakat menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian, masyarakat tidak diberi kesempatan untuk
terlibat dan mempengaruhi proses penelitian dan akuarasi hasil penelitian
tidak dibahas bersama masyarakat.
c. Partisipasi konsultatif dengan karateristik masyarakat berpartisipasi dengan
cara berkonsultasi, tidak ada peluang pembatasan keputusan bersama, dan
para profesional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan masyarakat
(sebagai masukan) atau tindak lanjut
d. Partisipasi intensif memiliki karakteristik masyarakat memberikan
pengorbanan atau jasanya untuk memperoleh imbalan berupa intensif/upah.
Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau
eksperimen-eksperimen yang dilakukan dan masyarakat tidak memiliki andil
untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah intensif dihentikan.
e. Partisipasi Fungsional memiliki karakteristik masyarakat membentuk
kelompok untuk mencapai tujuan proyek, pembentukan kelompok biasanya
setelah ada keptusan-keputusan utama yang di sepakati, pada tahap awal
masyarakat tergantung terhadap pihak luar namun secara bertahap
menunjukkan kemandiriannya.
f. Partisipasi interaktif memiliki ciri dimana masyarakat berperan dalam analisis
untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan penguatan kelembagaan dan
cenderung melibatkan metoda interdisipliner yang mencari keragaman
prespektif dalam proses belajar mengajar yang terstuktur dan sistematis.
Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas (pelaksanaan)
keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan
proses kegiatan.
g. Self mobilization (mandiri) memiliki karakter masyarakat mengambil inisiatif
sendiri secara bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk mengubah
sistem atau nilai-nilai yang mereka miliki. Masyarakat mengambangkan
kontak dengan lembaga-lemabaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan
teknis dan sumber daya yang diperlukan. Masyarakat memegang kendali atas
pemanfaatan sumber daya yang ada dan atau digunakan.
2.2.42.2.42.2.42.2.4 Tahap-tahapTahap-tahapTahap-tahapTahap-tahap PartisipasiPartisipasiPartisipasiPartisipasi
Banyak cara yang dilakukan untuk mengajak atau menumbuhkan partisipasi
masyarakat, yaitu dengan dua cara (Notoadmodjo, 2007) :
a. Tahap partisipasi dengan paksaan
Artinya memaksa masyarakat untuk berkontribusi dalam suatu program
baik melalui perundang-undangan, peraturan-peraturan maupun dengan
perintah lisan saja. Cara ini akan lebih cepat hasilnya dan mudah. Tetapi
msyarakat akan takut, merasa dipaksa dan kaget karena dasarnya bukan
kesadaran tetapi ketakutan. Akibatnya masyarakat tidak akan mempunyai rasa
memiliki terhadap program.
b.Partisipasi dengan persuasi dan edukasi
Yaitu suatu partisipasi yang didasari pada kesadaran, sukar ditumbuhkan
dan akan memakan waktu yang lama. Tetapi bila tercapai hasilnya akan
mempunyai rasa memiliki dan rasa memelihara. Partisipasi ini dimulai dengan
pendidikan dan sebagainya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Persayaratan utama masyarakat untuk berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa
motivasi, masyarakat sangat sulit untuk berpartisipasi disegala program.
Timbulnya motivasi harus dari masyarakat itu sendiri dan pihak luar hanya
merangsangnya saja. Untuk itu, pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam
rangka merangsang tumbuhnya motivasi.
2.2.52.2.52.2.52.2.5 TingkatTingkatTingkatTingkat KesukarelaanKesukarelaanKesukarelaanKesukarelaan partisipasipartisipasipartisipasipartisipasi
Dusseldorp (1981) membedakan adanya beberapa jenjang kesukarelaan sebagai
berikut:
a. Partisipasi spontan, yaitu peran serta yang tumbuh karena motivasi intrinsik
berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinannya sendiri.
b. Partisipasi terinduksi, yaitu peran serta yang tumbuh karena terinduksi oleh
adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari luar;
meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh untuk
berpartisipasi.
c. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu peran serta yang tumbuh karena adanya
tekanan yang dirasakan sebagaimana layaknya warga masyarakat pada umumnya,
atau peran serta yang dilakukan untuk mematuhi kebiasaan, nilai-nilai, atau
norma yang dianut oleh masyarakat setempat. Jika tidak berperan serta, khawatir
akan tersisih atau dikucilkan masyarakatnya.
d. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial-ekonomi, yaitu peran serta yang dilakukan
karena takut akan kehilangan status sosial atau menderita kerugian/tidak
memperoleh bagian manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan.
e. Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu perans erta yang dilakukan karena takut
menerima hukuman dari peraturan/ketentuan-ketentuan yang sudah
diberlakukan.
2.2.62.2.62.2.62.2.6 SyaratSyaratSyaratSyarat TumbuhTumbuhTumbuhTumbuh PartisipasiPartisipasiPartisipasiPartisipasi
Margono Slamet (1985) menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi
masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh 3 (tiga) unsur pokok, yaitu:
a. Adanya kemauan yang diberikan kepada masyarakat, untuk berpartisipasi
b. Adanya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi
c. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi
Lebih rinci Slamet menjelaskan tiga persyaratan yang menyangkut kemauan,
kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi adalah sebagai berikut
a) Kemauan
Secara psikologis kemauan berpartisipasi muncul oleh adanya motif
intrinsik (dari dalam sendiri) maupun ekstrinsik (karena rangsangan, dorongan
atau tekanan dari pihak luar). Tumbuh dan berkembangnya kemauan
berpartisipasi sedikitnya diperlukan sikap-sikap yang:
1) Sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat pembangunan.
2) Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada umumnya.
3) Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas
sendiri.
4) Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah, dan tercapainya
tujuan pembangunan.
5) Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk memperbaiki
mutu hidupnya
b). Kemampuan
Beberapa kemampuan yang dituntut untuk dapat berpartisipasi dengan baik itu
antara lain adalah:
1) Kemampuan untuk mengidentifikasi masalah.
2) Kemampuan untuk memahami kesempatan-kesempatan yang dapat dilakukan
untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan memanfaatkan sumber
daya yang tersedia.
3) Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan pengetahuan
dan keterampilan serta sumber daya lain yang dimiliki
Robbins (1998) kemampuan adalah kapasitas individu melaksanakan
berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Lebih lanjut Robbins (1998) menyatakan
pada hakikatnya kemampuan individu tersuusun dari dua perangkat faktor yaitu
kemampuan intelektual dan kemampuan fisik
c). Kesempatan
Berbagai kesempatan untuk berpartisipasi ini sangat dipengaruhi oleh:
1) Kemauan politik dari penguasa/pemerintah untuk melibatkan masyarakat
dalam pembangunan.
2) Kesempatan untuk memperoleh informasi.
3) Kesempatan untuk memobilisasi dan memanfaatkan sumberdaya.
4) Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi tepat guna.
5) Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan
mempergunakan peraturan, perizinan dan prosedur kegiatan yang harus
dilaksanakan.
6) Kesempatan untuk mengembangkan kepemimpinan yang mampu
menumbuhkan, menggerakkan dan mengembangkan serta memelihara
partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Sementara Mardikanto (1994) menyatakan bahwa pembangunan yang
partisipatoris tidak sekedar dimaksudkan untuk mencapai perbaikan
kesejahteraan masyarakat (secara material), akan tetapi harus mampu
menjadikan warga masyarakatnya menjadi lebih kreatif. Karena itu setiap
hubungan atau interaksi antara orang luar dengan masyarakat sasaran yang
sifatnya asimetris (seperti: menggurui, hak yang tidak sama dalam berbicara,
serta mekanisme yang menindas) tidak boleh terjadi. Dengan demikian, setiap
pelaksanaan aksi tidak hanya dilakukan dengan mengirimkan orang dari luar ke
dalam masyarakat sasaran, akan tetapi secara bertahap harus semakin
memanfaatkan orang-orang dalam untuk merumuskan perencanaan yang
sebaik-baiknya dalam masyarakatnya sendiri.
Mardikanto (2003) menjelaskan adanya kesempatan yang diberikan,
sering merupakan faktor pendorong tumbuhnya kemauan, dan kemauan akan
sangat menentukan kemampuannya.
2.32.32.32.3 Faktor-faktorFaktor-faktorFaktor-faktorFaktor-faktor yangyangyangyang berhubunganberhubunganberhubunganberhubungan dengandengandengandengan partisipasipartisipasipartisipasipartisipasi ibuibuibuibu balitabalitabalitabalita dalamdalamdalamdalam
mengikutimengikutimengikutimengikuti kegiatankegiatankegiatankegiatan posyandu.posyandu.posyandu.posyandu.
2.3.12.3.12.3.12.3.1 UmurUmurUmurUmur IbuIbuIbuIbu
Umur dapat mempengaruhi seseorang berperilaku. Kematangan dalam
mengambil keputusan salah satunya dipengaruhi oleh faktor umur, semakin
bertambah umur, secara psikologis maka kedewasaan seseorang dalam bertindak
semakin baik. Freud Erikson 2009, menggambarkan tahapan perkembangan usia
seseorang, yaitu dewasa muda / Early Adultthood (20-29 tahun), dewasa madya /
Middle Adultthood (30-60 tahun), dan dewasa akhir / late Adultthood ( > 60 tahun ).
Dengan kata lain bahwa semakin dewasa umur seseorang, maka akan semakin baik
perilakunya. Demikian juga dengan umur ibu semakin dewasa umurnya maka akan
semakin meningkat motivasinya dalam memanfaatkan posyandu. (Siagian, 2005).
Umur berpengaruh terhadap terbentuknya kemampuan, Karena kemampuan
yang dimiliki dapat diperoleh melalui pengalaman sehari-hari di luar faktor
pendidikannya (sedioetama, 2006). Umur orang tua terutama ibu yang relatif muda,
cenderung untuk mendahulukan kepentingan sendiri. Sebagian besar ibu yang
masih muda memiliki sedikit sekali pengetahuan tentang pengalaman dalam
mengasuh anak. Sedangkan Ibu dari kelompok usia menengah ke atas memiliki
keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap dan
cenderung lebih banyak yang berpartisipasi dari pada mereka yang dari kelompok
usia lainnya (Mardikanto, 2003).
Umur akan berpengaruh terhadap perilaku seseorang seiring dengan
perkembangan fisik dan mental orang tersebut sehingga perilakunya akan semakin
matang dengan bertambahnya umur (Gunarsa, 2000). Penelitian Anderson dan
Andersen (1972) ( dalam sudarti, 2008) mengenai penggunaan dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan menunjukan bahwa pelayanan kesehatan lebih banyak
dimanfaatkan oleh orang yang berusia sangat muda (anak-anak) dan berusia tua.
Berdasarkan hasil penelitian yamin (2003) menunjukan adanya hubungan
bermakna antara umur ibu dengan pemanfaatan pelayanan posyandu balita. Dari
hasil penelitian ini menunjukan bahwa ibu balita yang berusia >30 tahun memiliki
tingkat pemanfaatan posyandu baik dibandingkan dengan kelompok usia ibu< 30
tahun.
2.3.22.3.22.3.22.3.2 TingkatTingkatTingkatTingkat PendidikanPendidikanPendidikanPendidikan IbuIbuIbuIbu
Pendidikan adalah suatu proses penyampaian bahan atau materi oleh
pemberi bahan atau materi kepada sasaran guna mencapai perubahan tingkah laku
(Notoadmodjo, 2010).
Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat berdasarkan lamanya atau jenis
pendidikan yang dialami seseorang (Khosman, 2007). Pendidikan dapat berfungsi
sebagai dasar seseorang untuk berperilaku sesuai dengan tingkatan dan jenis
pendidikan yang diikutinya. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang
penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, orang
tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan
anak yang baik, bagimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan
sebaginya (Khalimah, 2007).
Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan
ibu dalam menghadapi masalah, terutama dalam berpartisipasi aktif dalam kegiatan
posyandu. Pengetahuan ini diperoleh baik secara formal maupun informal.
Sedangkan ibu- ibu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi umumnya terbuka
menerima perubahan atau hal – hal baru guna pemeliharaan kesehatan anaknya
(Depke RI, 2009). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Harianto (1992) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan responden
dengan partisipasi masyarakat.
Dalam penelitian Anderson dan Andersen (1972) (dalam Sudarti, 2008)
bahwa seseorang yang mendapat pendidikan formal biasanya lebih banyak
mengunjungi ahli kesehatan
2.3.32.3.32.3.32.3.3 StatusStatusStatusStatus pekerjaanpekerjaanpekerjaanpekerjaan ibuibuibuibu
Menurut Pandji Anoraga, 1998 (dalam Khalimah (2007), kerja merupakan
sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacam-macam,
berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya.
Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya dan orang berharap
bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada sesuatu
keadaan yang lebih memuaskan dari pada keadaan sebelumnya.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Tuti Pradianto tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi ketidak hadiran Ibu Balita dan Penggunaan Posyandu di
Kecamatan Botumoito membuktikan bahwa ada faktor pekerjaan (status pekerjaan)
ibu berhubungan signifikan dengan penggunaan posyandu (Sudarti, 2008).
Pekerjaan berhubungan dengan pendidikan dan pendapatan serta berperan
penting dalam kehidupan sosial ekonomi dan memiliki keterkaitan dengan faktor
lain seperti kesehatan (Gabriel, 2008). Hal ini sesuai dengan penelitian Khomsan
(2007) bahwa pekerjaan termasuk dalam salah satu sumber pendapatan dalam
keluarga. Dengan adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga
tersebut relative terjamin pendapatannya setiap bulan. Jika keluarga tidak memiliki
pekerjaan tetap, maka pendapatan keluarga setiap bulannya juga tidak dapat
dipastikan.
Seseorang yang mempunyai pekerjaan dengan waktu yang cukup padat akan
mempengaruhi ketidak hadiran dalam pelaksanaan posyandu. Pada umumnya orang
tua tidak mempunyai waktu luang, sehingga semakin tinggi aktivitas pekerjaan
orang tua semakin sulit datang ke posyandu. Hal ini sesuai dengan penelitian
Sambas (2002) yang menyatakan bahwa ibu balita yang tidak bekerja berpeluang
baik untuk berkunjung ke posyandu dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Widiastuty (2006) juga ditemukan bahwa ibu yang
bekerja menyebabkan tidak membawa anaknya ke posyandu untuk di timbang.
2.3.42.3.42.3.42.3.4 TingkatTingkatTingkatTingkat PengetahuanPengetahuanPengetahuanPengetahuan IbuIbuIbuIbu
Tingkat pengetahuan merupakan hasil dari tahu seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang dilakukan
dengan berdasarkan pada pengetahuan akan bertahan lebih lama dan kemungkinan
menjadi perilaku yang melekat pada seseorang dibandingkan jika tidak berdasarkan
pengetahuan (Notoadmodjo, 2007). Penelitian yang dilakukan Rogers (1974) yang
dikutip (Notoadmodjo, 2007) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang
melakukan perilaku yang baru bagi dirinya, lebih dahulu dalam diri orang tersebut
akan terjadi proses yang berurutan, yaitu :
1. Awerness (kesadaran), yakni kesadaran seseorang dalam arti mengetahui
stimulus (objek) terlebih dahulu.
2. Interest, yaitu mulai tertarik kepada stimulus
3. Evaluation, proses menimbang baik dan buruk stimulus bagi pribadi.
4. Trial, mencoba perilaku baru dari hasil evaluasi stimulus.
5. Adoption, Seseorang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan gizi adalah segala bentuk informasi yang berkaitan dengan
pangan dan gizi. Seseorang dapat memperoleh pengetahuan gizi melalui berbagai
sumber seperti buku-buku pustaka, majalah, televisi, radio, surat kabar, dan orang
lain (teman, tetangga, saudara dll) (Khosman Et al, 2007). Dalam Penelitian
Maharsi (2007), pengetahuan ibu berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke
posyandu. Pengetahuan ibu dengan perilaku ibu menimbangkan anaknya di
Posyandu memiliki hubungan yang bermakna secara statistik.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers dan Sudarti (2008)
menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap
tersebut diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui
proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang
positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku
tidak didasari oleh pengetahuan maka kesadaran tidak berlangsung lama.
2.3.52.3.52.3.52.3.5 DukunganDukunganDukunganDukungan TokohTokohTokohTokohMasyarakatMasyarakatMasyarakatMasyarakat
Keluarga merupakan bagian dari masyarakat sehingga perilaku keluarga
tidak dapat dipisahkan dari perilaku masyarakat disekitarnya. Jika dalam kegiatan
yang diselenggarakan masyarakat melihat bahwa tokoh-tokoh masyarakat yang
disegani ikut serta maka mereka akan tertarik juga untuk berpartisipasi. Hal ini
sesuai dengan Notoadmodjo (2005) yang menyatakan bahwa tokoh masyarakat
jembatan antara sektor kesehatan dengan masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa
keterlibatan tokoh masyarakat sebagai pendukung kegiatan posyandu sangat
dibutuhkan.
2.42.42.42.4 KerangkaKerangkaKerangkaKerangka BerpikirBerpikirBerpikirBerpikir
Berdasarkan tinjauan teori yang telah di bahas sebelumnya, peneliti merangkumnya
dalam kerangka teori berikut ini.
- Pengertian
partisipasi
- Dasar-dasar
filosofi
masyarakat
- Tipologi
partisipasi
- Tahap-tahap
partisipasi
- Tingkat
kesukarelaan
partisipasi
- Syarat tumbuh
Partisipasi Faktor-Fakto
Faktor
Internal
- Usia
- Pengetahua
Faktor
Eksternal
- Pendidikan
- Status
pekerjaan
- Dukungan
Posyandu
- Pengertian posyandu
- Tujuan posyandu
- Strata posyandu
- Kegiatan posyandu
- Pembentukan
posyandu
- Syarat posyandu
- Alasan pendirian
posyandu
- Penyelenggaraan
posyandu
- Lokasi posyandu
- Pelayanan kesehatan
yang dijalankan
Sumber : Notoadmodjo (2007); Sudarti (2008)
GambarGambarGambarGambar 2.12.12.12.1 KerangkaKerangkaKerangkaKerangka TeoriTeoriTeoriTeori2.52.52.52.5 KerangkaKerangkaKerangkaKerangka KonsepKonsepKonsepKonsep
Faktor Internal yang di teliti meliputi Usia dan pengetahuan. Selanjutnya
Faktor Eksternal yang diteliti meliputi pendidikan dan dukungan tokoh masyarakat.
FaktorFaktorFaktorFaktor InternalInternalInternalInternal
FaktorFaktorFaktorFaktor EksternalEksternalEksternalEksternal
KegiatanPosyanduAktif :
Kehadiara
n ibu
balita
dalam
kegiatan
Tidak Aktif :
Ketidakhadira
n ibu balita
dalam
kegiatan
Usia
Tingkat Pengetahuan
Partisipasi Ibu
Tingkat pendidikan
Status pekerjaan
Dukungan tokohmasyarakat
Ket : : Variabel yang di teliti
: Variabel Independent
: Variabel Dependent
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep Berhubungan Dengan Partisipasi Ibu Balita.
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep
2.62.62.62.6 HipotesisHipotesisHipotesisHipotesis PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian (Ha)(Ha)(Ha)(Ha)2.6.1. Ada hubungan antara Usia ibu dengan dengan partisipasi ibu balita dalam
kegiatan posyandu.
2.6.2 Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan partisipasi ibu balita dalam
kegiatan posyandu.
2.6.3 Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan partisipasi ibu balita dalam
kegiatan posyandu..
2.6.4 ada hubungan antara status pekerjaan ibu dengan partisipasi ibu balita
dalam kegiatan posyandu.
2.6.5 Ada hubungan antara dukungan tokoh masyarakat dengan partisipasi ibu
balita dalam kegiatan posyandu.
2.72.72.72.7 HipotesisHipotesisHipotesisHipotesis StatistikaStatistikaStatistikaStatistika (Ho)(Ho)(Ho)(Ho)
2.7.1 Tidak ada hubungan antara usia ibu dengan dengan partisipasi ibu balita
dalam kegiatan posyandu.
2.7.2 Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan dengan partisipasi ibu
balita dalam kegiatan posyandu.
2.7.3 Tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan dengan partisipasi ibu
balita dalam kegiatan posyandu.
2.7.4 Tidak ada hubungan antara status pekerjaan ibu dengan dengan partisipasi
ibu balita dalam kegiatan posyandu.
2.7.5 Tidak ada hubungan antara dukungan tokoh masyarakat dengan dengan
partisipasi ibu balita dalam kegiatan posyandu.