2012-1-13201-811408096-bab2-12082012110637
-
Upload
kambang-pernambucano -
Category
Documents
-
view
212 -
download
0
description
Transcript of 2012-1-13201-811408096-bab2-12082012110637
-
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sarana Peyediaan Air Bersih
Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan
makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan
dengan senyawa lain. Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi
kehidupan adalah air minum hal ini terutama untuk mencakupi kebutuhan air di
dalam tubuh manusia itu sendiri. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60% berat
badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%.
(Mulia, 2005)
Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum,
masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian), dan sebagainya. Menurut
perhitungan WHO di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia setiap orang
memerlukan air antara 20-60 liter per hari. Diantara kegunaan-kegunaan air
tersebut yang sangat penting adalah kebutuhan untk minum. Oleh karena itu,
untuk keperluan minum (termasuk untuk masak) air harus mempunyai persyaratan
khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia.
(Notoatmodjo, 2007)
Menurut Permenkes Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 air bersih adalah
air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum
setelah dimasak (Sarudji, 2010).
-
8
2.1.1 Syarat-syarat air minum
Notoatmodjo(2007) menjelaskan bahwa agar air minum tidak
menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan memenuhi
persyaratan-paersyaratan kesehatan, setidak-tidaknya diusahakan mendekati
persyaratan tersebut. Air yang sehat harus mempunyai persyaratan sebagai
berikut:
a) Syarat fisik
Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening(tidak
berwarna), tidak berasa, suhu di bawah suhu udara diluarnya. Cara
mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar.
b) Syarat bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri,
terutama bakteri patogen. Cara ini untuk mengetahui apakah air minum
terkontaminasi oleh bakteri patogen, adalah dengan memeriksa sampel
air tersebut. Dan bila pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4
bakteri E. coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.
c) Syarat kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah
yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia
dalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.
-
9
2.1.2 Sumber-sumber air minum
Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa pada prinsipnya semua air dapat
diproses menjadi air minum. Sumber air minum sebagai berikut :
1. Air Hujan (Termasuk es dan salju)
Air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air minum. Akan tetapi
air hujan ini tidak mengandung kalsium. Oleh karena itu, agar dapat
dijadikan air minum yang sehat perlu ditambahkan kalsium di
dalamnya.
2. Air Sungai dan Danau
Menurut asalnya sebagian dari air sungai dan air danau ini juga dari air
hujan yang mengalir melalui salurran-saluran ke dalam air sungai atau
danau. Kedua sumber ini sering disenut air permukaan. Oleh karena air
sungai dan danau ini sudah terkontaminasi atau tercemar oleh berbagai
macam kotoran maka bila akan dijadikan air minum harus diolah
terlebih dahulu.
3. Mata air
Air yang keluar dari mata air ini biasanya berasal dari tanah yang
muncul secara alamiah. Oleh karena itu, air dari mata air ini, belum
tercemar oleh kotoran sudah dapat dijadikan air minum langsung. Akan
tetapi karena kita belum yakin apakah betul belum tercemar, maka
alangkah baiknya air tersebut direbus dahulu sebelum diminum.
-
10
4. Air Sumur Dangkal
Air ini keluar dalam tanah, juga disebut air tanah. Air berasal dari lapisan
air di dalam tanah yang dangkal. Dalamnya lapisan air ini dari
permukaan tanah dari tempat yang satu ke yang lain berbeda-beda.
Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 1 meter dari permukaan tanah.
5. Air Sumur Dalam
Air ini berasala dari lapisan air kedua di dalam tanah. Dalamnya dari
permukaan tanah biasanya di atas 15 meter. Oleh karena itu, sebagian
besar air sumur kedalaman seperti ini sudah cukup sehat untuk dijadikan
air minum yang langsung.
Menurut Depkes RI (2000), hal - hal yang perlu diperhatikan dalam
penyediaan air bersih adalah :
1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.
2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup
serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil air.
3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang,
anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum
dengan sumber pengotoran seperti septictank, tempat pembuangan
sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter.
4. Mengunakan air yang direbus.
5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih
dan cukup.
-
11
2.1.3 Macam-Macam Sarana Penyediaan Air Bersih
Menurut Dinas Kesehatan Kota Gorontalo sarana penyediaan air bersih
terdiri dari PDAM (Air Perpipaan), sumur gali, dan sumur suntik. Adapun
yang dimaksud dari air perpipaan, sumur gali dan sumur suntik menurut
Sarudji (2010), adalah sebagai berikut :
a. Air Perpipaan
Air yang dikonsumusi masyarakat (Public Water Supply) umumnya
didistribusikan melalui perpipaan. Air ini bisa berasal dari sumber air
secara alami yang dikelola mulai dari perlindungan mata sumber
airnya (mata air, danau, dan sumber lainnya.) sampai
pendistribusiannya, atau air dari perusahaan yang khusus mengolah air
minum, kemudian mendistribusikannya kepada masyarakat melalui
jaringan perpipaan.
b. Sumur Gali
Sumur gali dibuat dengan menggali tanah sampai kedalaman tertentu,
umumnya tidak terlalu dalam sehingga hanya mencapai air tanah
dilapisan atas. Oleh karenanya air yang diperoleh sering susut
padamuasim kemarau, sehingga secara kuantitatif sulit untuk
menjamin kontinyuitasnya
c. Sumur bor
Sumur bor adalah sumur yang dibangun dengan bantuan alat atau
auger, metode pengeborannya silakukan secara manual. Setelah
proses pengeboran, dinding lubang sumur dilindungi dengan pipa besi
-
12
atau PVC, sedangkan pipa pompa dimasukkan belakangan setelah
ditemukan deposit air yang cukup.
d. Sumur suntik
Sumur ini dibuat dengan menggunakan metode memantekkan atau
memancangkan pipa besi yang ujungnya dibuntu dan diruncingkan
(dengan memipihkan) dan di belakang bagian ini diberi banyak lubang
untuk untuk masuknya air tanah.
2.2 Jamban Keluarga
Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh
tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus
dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja, air seni, dan CO2. Beberapa
penyakit yang disebarkan oleh tinja manusia antara lain diare, tifus, disentri,
kolera, dan bermacam-macam cacing, schistosomiasis dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2007)
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk
membuang tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang lazim
disebut kakus atau WC (Salimmajid, 2009).
2.2.1 Pengelolaan Pembuangan Kotoran Manusia/Jamban
Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa untuk mencegah sekurang-
kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya
pembuangan kotoran manusia harus disuatu tempat tertentu atau jamban
-
13
yang sehat. Suatu jamban disebut sehat apabila memenuhi persyaratan-
persyaratan sebagai berikut :
1) Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut
2) Tidak mengotori air permukaan disekitarnya
3) Tidak mengotori air tanah disekitarnya
4) Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan
binatang-binatang lain.
5) Tidak menimbulkan bau
6) Mudah digunakan dan dipelihara.
7) Sederhana desainnya
8) Murah
9) Dapat diterima oleh pemakainya.
Pendapat lain tentang persyaratan jamban sehat dijelaskan oleh Ehler
dan Steel (dalam Tarigan, 2008) yang menjelaskan bahwa pembuangan kotoran
seharusnya memenuhi syarat yaitu :
1) Jarak jamban dengan sumber air minum > 10 meter.
Untuk itu letak lubang penampungan kotoran paling sedikit berjarak
10 meter dari sumber air minum. Tetapi bila kondisi tanah berkapur,
dan letak jamban pada sumber air ditanah miring, maka jaraknya
sekitar 15 meter.
2) Tersedia air dan alat pembersih dan mempunyai lantai yang kedap air
3) Mempunyai slap atau tempat pijakan kaki dan closet atau lubang
jamban.
-
14
4) Mempunyai pit atau sumur penampungan dan tidak mencemari
sumber air
5) Tidak berbau dan tinja tidak bisa dijamah serangga, maka tinja harus
tertutup rapat dengan menggunakan leher angsa atau penutup libang.
6) Mudah dibersihkan dan aman digunakan.
7) Air seni tidak mencemari tanah disekitarnya. Lantai jamban haeus
cukup luas minimal berukuran 1x1 meter, dan cukup landai
8) Jamban lengkapi atap pelindung, dinding kedap air dan terang
9) Luas ruangan cukup dan ventilasi terbuka serta cukup penerangan.
2.2.2 Manfaat dan fungsi Jamban
Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban
yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan sangat menjamin beberapa hal,
yaitu:
1) Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit
2) Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang
aman
3) Bukan tempat berkembangnya serangga sebagaib vektor penyakit
4) Melindungi pencemarana pada penyediaan air bersih dan lingkungan.
Pembuangan tinja sebagian dari kesehatan lingkungan maka kebiasaan
masyarakat memakai jamban harus terlaksana bagi setiap keluarga (Azwar
dalam Tarigan, 2008)
-
15
2.2.3 Jenis-Jenis Jamban
Menurut Entjang (dalam wulandary, 2009) menjelaskan bahwa
macam-macam tempat pembuangan tinja/jamban antara lain :
1) Jamban Cemplung (pit latrine)
Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini
dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter
80 120 cm sedalam 2,5 sampai 8 meter. Jamban cemplung tidak
boleh terlalu dalam, karena akan mengotori air tanah dibawahnya. Jarak
dari sumber minum sekurang-kurangnya 15 meter.
2) Jamban air (water latrine)
Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah
sebagai tempat pembuangan tinja. Proses pembusukkanya sama seperti
pembusukan tinja dalam air kali.
3) Jamban leher angsa (angsa latrine)
Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi
air ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium.
Bila dipakai, tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru
masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke tempat
penampungannya.
4) Jamban bor (bor latrine)
Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya ukurannya lebih kecil
karena untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk
-
16
perkampungan sementara. Kerugiannya bila air permukaan banyak
mudah terjadi pengotoran tanah permukaan (meluap).
5) Jamban keranjang (bucket latrine)
Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang
di tempat lain, misalnya untuk penderita yang tak dapat meninggalkan
tempat tidur. Sistem jamban keranjang biasanya menarik lalat dalam
jumlah besar, tidak di lokasi jambannya, tetapi di sepanjang perjalanan
ke tempat pembuangan. Penggunaan jenis jamban ini biasanya
menimbulkan bau.
6) Jamban parit (trench latrine)
Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30 - 40 cm untuk tempat
defaecatie. Tanah galiannya dipakai untuk menimbunnya. Penggunaan
jamban parit sering mengakibatkan pelanggaran standar dasar sanitasi,
terutama yang berhubungan dengan pencegahan pencemaran tanah,
pemberantasan lalat, dan pencegahan pencapaian tinja oleh hewan.
7) Jamban empang/gantung (overhung latrine)
Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan,
kali, rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air permukaan
sehingga bibit penyakit yang terdapat didalamnya dapat tersebar
kemana-mana dengan air, yang dapat menimbulkan wabah.
-
17
8) Jamban kimia (chemical toilet)
Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga
dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam
kendaraan umum misalnya dalam pesawat udara, dapat pula
digunakan dalam rumah.
2.3 Diare
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau
tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta
frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan
atau tanpa lendir darah (Hidayat, 2006)
Adapun pendapat lain tentang diare adalah buang air besar yang tidak
normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari
sebelumnya, untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak dinyatakan diare bila
frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 kali dalam sehari (Hasan dan Alatas,
2007)
Sumber : Munif, 2009
Gambar 2.1. Jenis-Jenis Jamban
-
18
Secara formal, diare diartikan sebagai peningkatan berat tinja per hari di
atas 200 gram. Secara khas, pasien juga mengemukakan peningkatan yang
abnormal pada keenceran tinja dan frekuensi defakasi (Adie, 1995)
2.3.1 Diare Akut dan Diare Kronik
Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak
yang sebelumnya sehat. Sementara diare kronik adalah diare yang berlanjut
lebih dari 2 minggu disertai kehilangan berat badan atau tidak bertambah berat
badannya selama masa tersebut (Suandi, 1998)
2.3.2 Etiologi Penyakit Diare
Hasan dan Alatas (1985) menjelaskan bahwa etiologi diare dapat dibagi
dalam beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi :
1) Infeksi bakteri : Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
2) Infeksi virus : Enteroovirus (Virus ECHO, Coxackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
3) Infestasi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyris,
Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lambia, Trichomonas hominis), Jamur (Candida albicans)
b. Infeksi pareteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat
pencernaan, seperti Oitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis,
-
19
Bronkopnemonia, Ensefalitis, dan Sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa
dan sukrosa), Monosakarida (Intoleransi glukosa, fruktosa, dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah
Intoleransi laktrosa.
b. Malabsorbsi Lemak
c. Malabsorbsi Protein
3. Faktor Makanan : makanan basi, beracaun, alergi terhdapa makanan.
4. Faktor Psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak dan balita.
2.3.3 Patofisiologi Diare
Hasan dan Alatas (2007) menjelasakan bahwa sebagai akibat diare
baik akut maupun kronis akan terjadi :
1) Kehilangan air dan elektrolit (dehidarasi) yang mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik,
hipokalemia dan sebagainya)
2) Ganguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukkan makanan kurang,
pengeluaran bertambah)
3) Hipoglikemia
4) Gangguan sirkulasi darah
-
20
2.3.4 Gejala-Gejala
Suryana (2005) menjelaskan bahwa gejala-gejala diare adalah sebagai
berikut :
1) Freuensi buang air besar melebihi normal
2) Kotoran encer/cair
3) Sakit/kejang perut
4) Demam dan muntah pada beberapa kasus
5) Lecet pada anus
6) Dehidrasi.
2.3.5 Epidemiologi Penyakit Diare
Menurut Depkes RI (2000), empidemiologi penyakit diare adalah
sebagai berikut :
1) Penyebaran kuman menyebabkan diare.
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain
melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak
langsung dengan tinja penderita.
2) Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit
dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI
sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau
imunosupresi dan secara proposional diare lebih banyak terjadi pada
golongan balita.
-
21
3) Faktor lingkungan dan perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.
Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja.
Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila
faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui
makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.
2.3.6 Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan diare pada umumnya dapat dilakukan dengan beberapa cara ,
antara lain :
1) Mejaga kebersihan rumah dan lingkungan
2) Mengkonsumsi makanan dan minuman yang matang dan sehat.
3) Mengkonsumsi makanan yang mengandung cukup kalori, protein
mineral dan vitamin,
4) Mengkonsumsi suplemen vitamin untuk meningkatkan daya tahan
tubuh terhadapa berbagai penyakit.
5) Membersihkan dan mencuci tangan dan peralatan makan sebelum
dan sesudah makan.
6) Sediakan setiap saat oralit di rumah, yakni untuk mengantisipasi
kalau tiba-tiba ada anggota keluarga terkena diare.
Pengobatan yang cepat sangat diperlukan oleh penderita diare. Pengobatan
sederhana dapat dilakukan sendiri dirumah sebagai pertolongan pertama.
Begitu penderita buang-buang air besar atau muntah-muntah, maka setiap kali
-
22
muntah berak berilah minuman sebanyak-banyaknya, kira-kira satu gelas
setiap kali buang air besar atau muntah. Maksudnya adalah untuk
menggantikan cairan tubuh yang keluar dari tubuh, sebab tubuh terdiri atas
sekitar 80% cairan. Minum atau cairan yang dibrikan haruslah mengandung
oralit. Bila tidak ada persediaan oralit dirumah, maka gunakanlah larutan gula
dan garam (Suryana, 2005)
-
23
2.4 Kerangka Berpikir
2.4.1 Kerangka Teori
Penyebab Diare
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS)
Agent 1. Faktor infeksi 2. Faktor malabsorbsi 3. Faktor makanan 4. Faktor psikologis
Kejadian Diare
SPAL
SAB JAGA
Lingkungan (enviroment)
Sampah
Diare Balita Diare Anak Diare Dewasa
-
24
2.4.2 Kerangka Konsep
Keterangan :
= Variabel Bebas
= Variabel Terikat
= Aspek yang diteliti
= Aspek yang tidak diteliti
2.4.3 Uraian Kerangka Konsep
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sarana penyediaan air
bersih, jenis jamban keluarga dan kejadian diare pada anak balita diwilayah kerja
Puskesmas Pilolodaa. Sementara variabel yang tidak diteliti adalah saluran
pembuangan air limbah (SPAL) dan sampah.
SPAL
SAB
Jenis JAGA
Sampah
Diare Pada Anak Balita
-
25
2.5 Hipotesis Penelitian
a. Ada hubungan antara sarana penyediaan bersih dengan kejadian diare pada
anak balita di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan kota Barat
Kota Gorontalo.
b. Ada hubungan antara jenis jamban keluarga dengan kejadian diare pada
anak balita di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan kota Barat
Kota Gorontalo.