2012-1-13201-811408096-bab2-12082012110637

19
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sarana Peyediaan Air Bersih Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan dengan senyawa lain. Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi kehidupan adalah air minum hal ini terutama untuk mencakupi kebutuhan air di dalam tubuh manusia itu sendiri. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%. (Mulia, 2005) Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian), dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia setiap orang memerlukan air antara 20-60 liter per hari. Diantara kegunaan-kegunaan air tersebut yang sangat penting adalah kebutuhan untk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum (termasuk untuk masak) air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia. (Notoatmodjo, 2007) Menurut Permenkes Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak (Sarudji, 2010).

description

sanitasi

Transcript of 2012-1-13201-811408096-bab2-12082012110637

  • 7

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Sarana Peyediaan Air Bersih

    Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan

    makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan

    dengan senyawa lain. Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi

    kehidupan adalah air minum hal ini terutama untuk mencakupi kebutuhan air di

    dalam tubuh manusia itu sendiri. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60% berat

    badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%.

    (Mulia, 2005)

    Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum,

    masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian), dan sebagainya. Menurut

    perhitungan WHO di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia setiap orang

    memerlukan air antara 20-60 liter per hari. Diantara kegunaan-kegunaan air

    tersebut yang sangat penting adalah kebutuhan untk minum. Oleh karena itu,

    untuk keperluan minum (termasuk untuk masak) air harus mempunyai persyaratan

    khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia.

    (Notoatmodjo, 2007)

    Menurut Permenkes Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 air bersih adalah

    air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum

    setelah dimasak (Sarudji, 2010).

  • 8

    2.1.1 Syarat-syarat air minum

    Notoatmodjo(2007) menjelaskan bahwa agar air minum tidak

    menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan memenuhi

    persyaratan-paersyaratan kesehatan, setidak-tidaknya diusahakan mendekati

    persyaratan tersebut. Air yang sehat harus mempunyai persyaratan sebagai

    berikut:

    a) Syarat fisik

    Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening(tidak

    berwarna), tidak berasa, suhu di bawah suhu udara diluarnya. Cara

    mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar.

    b) Syarat bakteriologis

    Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri,

    terutama bakteri patogen. Cara ini untuk mengetahui apakah air minum

    terkontaminasi oleh bakteri patogen, adalah dengan memeriksa sampel

    air tersebut. Dan bila pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4

    bakteri E. coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.

    c) Syarat kimia

    Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah

    yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia

    dalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.

  • 9

    2.1.2 Sumber-sumber air minum

    Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa pada prinsipnya semua air dapat

    diproses menjadi air minum. Sumber air minum sebagai berikut :

    1. Air Hujan (Termasuk es dan salju)

    Air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air minum. Akan tetapi

    air hujan ini tidak mengandung kalsium. Oleh karena itu, agar dapat

    dijadikan air minum yang sehat perlu ditambahkan kalsium di

    dalamnya.

    2. Air Sungai dan Danau

    Menurut asalnya sebagian dari air sungai dan air danau ini juga dari air

    hujan yang mengalir melalui salurran-saluran ke dalam air sungai atau

    danau. Kedua sumber ini sering disenut air permukaan. Oleh karena air

    sungai dan danau ini sudah terkontaminasi atau tercemar oleh berbagai

    macam kotoran maka bila akan dijadikan air minum harus diolah

    terlebih dahulu.

    3. Mata air

    Air yang keluar dari mata air ini biasanya berasal dari tanah yang

    muncul secara alamiah. Oleh karena itu, air dari mata air ini, belum

    tercemar oleh kotoran sudah dapat dijadikan air minum langsung. Akan

    tetapi karena kita belum yakin apakah betul belum tercemar, maka

    alangkah baiknya air tersebut direbus dahulu sebelum diminum.

  • 10

    4. Air Sumur Dangkal

    Air ini keluar dalam tanah, juga disebut air tanah. Air berasal dari lapisan

    air di dalam tanah yang dangkal. Dalamnya lapisan air ini dari

    permukaan tanah dari tempat yang satu ke yang lain berbeda-beda.

    Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 1 meter dari permukaan tanah.

    5. Air Sumur Dalam

    Air ini berasala dari lapisan air kedua di dalam tanah. Dalamnya dari

    permukaan tanah biasanya di atas 15 meter. Oleh karena itu, sebagian

    besar air sumur kedalaman seperti ini sudah cukup sehat untuk dijadikan

    air minum yang langsung.

    Menurut Depkes RI (2000), hal - hal yang perlu diperhatikan dalam

    penyediaan air bersih adalah :

    1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.

    2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup

    serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil air.

    3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang,

    anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum

    dengan sumber pengotoran seperti septictank, tempat pembuangan

    sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter.

    4. Mengunakan air yang direbus.

    5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih

    dan cukup.

  • 11

    2.1.3 Macam-Macam Sarana Penyediaan Air Bersih

    Menurut Dinas Kesehatan Kota Gorontalo sarana penyediaan air bersih

    terdiri dari PDAM (Air Perpipaan), sumur gali, dan sumur suntik. Adapun

    yang dimaksud dari air perpipaan, sumur gali dan sumur suntik menurut

    Sarudji (2010), adalah sebagai berikut :

    a. Air Perpipaan

    Air yang dikonsumusi masyarakat (Public Water Supply) umumnya

    didistribusikan melalui perpipaan. Air ini bisa berasal dari sumber air

    secara alami yang dikelola mulai dari perlindungan mata sumber

    airnya (mata air, danau, dan sumber lainnya.) sampai

    pendistribusiannya, atau air dari perusahaan yang khusus mengolah air

    minum, kemudian mendistribusikannya kepada masyarakat melalui

    jaringan perpipaan.

    b. Sumur Gali

    Sumur gali dibuat dengan menggali tanah sampai kedalaman tertentu,

    umumnya tidak terlalu dalam sehingga hanya mencapai air tanah

    dilapisan atas. Oleh karenanya air yang diperoleh sering susut

    padamuasim kemarau, sehingga secara kuantitatif sulit untuk

    menjamin kontinyuitasnya

    c. Sumur bor

    Sumur bor adalah sumur yang dibangun dengan bantuan alat atau

    auger, metode pengeborannya silakukan secara manual. Setelah

    proses pengeboran, dinding lubang sumur dilindungi dengan pipa besi

  • 12

    atau PVC, sedangkan pipa pompa dimasukkan belakangan setelah

    ditemukan deposit air yang cukup.

    d. Sumur suntik

    Sumur ini dibuat dengan menggunakan metode memantekkan atau

    memancangkan pipa besi yang ujungnya dibuntu dan diruncingkan

    (dengan memipihkan) dan di belakang bagian ini diberi banyak lubang

    untuk untuk masuknya air tanah.

    2.2 Jamban Keluarga

    Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh

    tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus

    dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja, air seni, dan CO2. Beberapa

    penyakit yang disebarkan oleh tinja manusia antara lain diare, tifus, disentri,

    kolera, dan bermacam-macam cacing, schistosomiasis dan sebagainya

    (Notoatmodjo, 2007)

    Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk

    membuang tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang lazim

    disebut kakus atau WC (Salimmajid, 2009).

    2.2.1 Pengelolaan Pembuangan Kotoran Manusia/Jamban

    Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa untuk mencegah sekurang-

    kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka

    pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya

    pembuangan kotoran manusia harus disuatu tempat tertentu atau jamban

  • 13

    yang sehat. Suatu jamban disebut sehat apabila memenuhi persyaratan-

    persyaratan sebagai berikut :

    1) Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut

    2) Tidak mengotori air permukaan disekitarnya

    3) Tidak mengotori air tanah disekitarnya

    4) Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan

    binatang-binatang lain.

    5) Tidak menimbulkan bau

    6) Mudah digunakan dan dipelihara.

    7) Sederhana desainnya

    8) Murah

    9) Dapat diterima oleh pemakainya.

    Pendapat lain tentang persyaratan jamban sehat dijelaskan oleh Ehler

    dan Steel (dalam Tarigan, 2008) yang menjelaskan bahwa pembuangan kotoran

    seharusnya memenuhi syarat yaitu :

    1) Jarak jamban dengan sumber air minum > 10 meter.

    Untuk itu letak lubang penampungan kotoran paling sedikit berjarak

    10 meter dari sumber air minum. Tetapi bila kondisi tanah berkapur,

    dan letak jamban pada sumber air ditanah miring, maka jaraknya

    sekitar 15 meter.

    2) Tersedia air dan alat pembersih dan mempunyai lantai yang kedap air

    3) Mempunyai slap atau tempat pijakan kaki dan closet atau lubang

    jamban.

  • 14

    4) Mempunyai pit atau sumur penampungan dan tidak mencemari

    sumber air

    5) Tidak berbau dan tinja tidak bisa dijamah serangga, maka tinja harus

    tertutup rapat dengan menggunakan leher angsa atau penutup libang.

    6) Mudah dibersihkan dan aman digunakan.

    7) Air seni tidak mencemari tanah disekitarnya. Lantai jamban haeus

    cukup luas minimal berukuran 1x1 meter, dan cukup landai

    8) Jamban lengkapi atap pelindung, dinding kedap air dan terang

    9) Luas ruangan cukup dan ventilasi terbuka serta cukup penerangan.

    2.2.2 Manfaat dan fungsi Jamban

    Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban

    yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan sangat menjamin beberapa hal,

    yaitu:

    1) Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit

    2) Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang

    aman

    3) Bukan tempat berkembangnya serangga sebagaib vektor penyakit

    4) Melindungi pencemarana pada penyediaan air bersih dan lingkungan.

    Pembuangan tinja sebagian dari kesehatan lingkungan maka kebiasaan

    masyarakat memakai jamban harus terlaksana bagi setiap keluarga (Azwar

    dalam Tarigan, 2008)

  • 15

    2.2.3 Jenis-Jenis Jamban

    Menurut Entjang (dalam wulandary, 2009) menjelaskan bahwa

    macam-macam tempat pembuangan tinja/jamban antara lain :

    1) Jamban Cemplung (pit latrine)

    Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini

    dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter

    80 120 cm sedalam 2,5 sampai 8 meter. Jamban cemplung tidak

    boleh terlalu dalam, karena akan mengotori air tanah dibawahnya. Jarak

    dari sumber minum sekurang-kurangnya 15 meter.

    2) Jamban air (water latrine)

    Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah

    sebagai tempat pembuangan tinja. Proses pembusukkanya sama seperti

    pembusukan tinja dalam air kali.

    3) Jamban leher angsa (angsa latrine)

    Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi

    air ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium.

    Bila dipakai, tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru

    masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke tempat

    penampungannya.

    4) Jamban bor (bor latrine)

    Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya ukurannya lebih kecil

    karena untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk

  • 16

    perkampungan sementara. Kerugiannya bila air permukaan banyak

    mudah terjadi pengotoran tanah permukaan (meluap).

    5) Jamban keranjang (bucket latrine)

    Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang

    di tempat lain, misalnya untuk penderita yang tak dapat meninggalkan

    tempat tidur. Sistem jamban keranjang biasanya menarik lalat dalam

    jumlah besar, tidak di lokasi jambannya, tetapi di sepanjang perjalanan

    ke tempat pembuangan. Penggunaan jenis jamban ini biasanya

    menimbulkan bau.

    6) Jamban parit (trench latrine)

    Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30 - 40 cm untuk tempat

    defaecatie. Tanah galiannya dipakai untuk menimbunnya. Penggunaan

    jamban parit sering mengakibatkan pelanggaran standar dasar sanitasi,

    terutama yang berhubungan dengan pencegahan pencemaran tanah,

    pemberantasan lalat, dan pencegahan pencapaian tinja oleh hewan.

    7) Jamban empang/gantung (overhung latrine)

    Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan,

    kali, rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air permukaan

    sehingga bibit penyakit yang terdapat didalamnya dapat tersebar

    kemana-mana dengan air, yang dapat menimbulkan wabah.

  • 17

    8) Jamban kimia (chemical toilet)

    Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga

    dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam

    kendaraan umum misalnya dalam pesawat udara, dapat pula

    digunakan dalam rumah.

    2.3 Diare

    Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau

    tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta

    frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan

    atau tanpa lendir darah (Hidayat, 2006)

    Adapun pendapat lain tentang diare adalah buang air besar yang tidak

    normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari

    sebelumnya, untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak dinyatakan diare bila

    frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 kali dalam sehari (Hasan dan Alatas,

    2007)

    Sumber : Munif, 2009

    Gambar 2.1. Jenis-Jenis Jamban

  • 18

    Secara formal, diare diartikan sebagai peningkatan berat tinja per hari di

    atas 200 gram. Secara khas, pasien juga mengemukakan peningkatan yang

    abnormal pada keenceran tinja dan frekuensi defakasi (Adie, 1995)

    2.3.1 Diare Akut dan Diare Kronik

    Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak

    yang sebelumnya sehat. Sementara diare kronik adalah diare yang berlanjut

    lebih dari 2 minggu disertai kehilangan berat badan atau tidak bertambah berat

    badannya selama masa tersebut (Suandi, 1998)

    2.3.2 Etiologi Penyakit Diare

    Hasan dan Alatas (1985) menjelaskan bahwa etiologi diare dapat dibagi

    dalam beberapa faktor, yaitu :

    1. Faktor Infeksi

    a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan

    penyebab diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi :

    1) Infeksi bakteri : Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella,

    Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.

    2) Infeksi virus : Enteroovirus (Virus ECHO, Coxackie,

    Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.

    3) Infestasi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyris,

    Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia

    lambia, Trichomonas hominis), Jamur (Candida albicans)

    b. Infeksi pareteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat

    pencernaan, seperti Oitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis,

  • 19

    Bronkopnemonia, Ensefalitis, dan Sebagainya. Keadaan ini terutama

    terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

    2. Faktor Malabsorbsi

    a. Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa

    dan sukrosa), Monosakarida (Intoleransi glukosa, fruktosa, dan

    galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah

    Intoleransi laktrosa.

    b. Malabsorbsi Lemak

    c. Malabsorbsi Protein

    3. Faktor Makanan : makanan basi, beracaun, alergi terhdapa makanan.

    4. Faktor Psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat

    menimbulkan diare terutama pada anak dan balita.

    2.3.3 Patofisiologi Diare

    Hasan dan Alatas (2007) menjelasakan bahwa sebagai akibat diare

    baik akut maupun kronis akan terjadi :

    1) Kehilangan air dan elektrolit (dehidarasi) yang mengakibatkan

    terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik,

    hipokalemia dan sebagainya)

    2) Ganguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukkan makanan kurang,

    pengeluaran bertambah)

    3) Hipoglikemia

    4) Gangguan sirkulasi darah

  • 20

    2.3.4 Gejala-Gejala

    Suryana (2005) menjelaskan bahwa gejala-gejala diare adalah sebagai

    berikut :

    1) Freuensi buang air besar melebihi normal

    2) Kotoran encer/cair

    3) Sakit/kejang perut

    4) Demam dan muntah pada beberapa kasus

    5) Lecet pada anus

    6) Dehidrasi.

    2.3.5 Epidemiologi Penyakit Diare

    Menurut Depkes RI (2000), empidemiologi penyakit diare adalah

    sebagai berikut :

    1) Penyebaran kuman menyebabkan diare.

    Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain

    melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak

    langsung dengan tinja penderita.

    2) Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.

    Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit

    dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI

    sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau

    imunosupresi dan secara proposional diare lebih banyak terjadi pada

    golongan balita.

  • 21

    3) Faktor lingkungan dan perilaku

    Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.

    Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja.

    Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila

    faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta

    berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui

    makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.

    2.3.6 Pencegahan dan Pengobatan

    Pencegahan diare pada umumnya dapat dilakukan dengan beberapa cara ,

    antara lain :

    1) Mejaga kebersihan rumah dan lingkungan

    2) Mengkonsumsi makanan dan minuman yang matang dan sehat.

    3) Mengkonsumsi makanan yang mengandung cukup kalori, protein

    mineral dan vitamin,

    4) Mengkonsumsi suplemen vitamin untuk meningkatkan daya tahan

    tubuh terhadapa berbagai penyakit.

    5) Membersihkan dan mencuci tangan dan peralatan makan sebelum

    dan sesudah makan.

    6) Sediakan setiap saat oralit di rumah, yakni untuk mengantisipasi

    kalau tiba-tiba ada anggota keluarga terkena diare.

    Pengobatan yang cepat sangat diperlukan oleh penderita diare. Pengobatan

    sederhana dapat dilakukan sendiri dirumah sebagai pertolongan pertama.

    Begitu penderita buang-buang air besar atau muntah-muntah, maka setiap kali

  • 22

    muntah berak berilah minuman sebanyak-banyaknya, kira-kira satu gelas

    setiap kali buang air besar atau muntah. Maksudnya adalah untuk

    menggantikan cairan tubuh yang keluar dari tubuh, sebab tubuh terdiri atas

    sekitar 80% cairan. Minum atau cairan yang dibrikan haruslah mengandung

    oralit. Bila tidak ada persediaan oralit dirumah, maka gunakanlah larutan gula

    dan garam (Suryana, 2005)

  • 23

    2.4 Kerangka Berpikir

    2.4.1 Kerangka Teori

    Penyebab Diare

    Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

    (PHBS)

    Agent 1. Faktor infeksi 2. Faktor malabsorbsi 3. Faktor makanan 4. Faktor psikologis

    Kejadian Diare

    SPAL

    SAB JAGA

    Lingkungan (enviroment)

    Sampah

    Diare Balita Diare Anak Diare Dewasa

  • 24

    2.4.2 Kerangka Konsep

    Keterangan :

    = Variabel Bebas

    = Variabel Terikat

    = Aspek yang diteliti

    = Aspek yang tidak diteliti

    2.4.3 Uraian Kerangka Konsep

    Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sarana penyediaan air

    bersih, jenis jamban keluarga dan kejadian diare pada anak balita diwilayah kerja

    Puskesmas Pilolodaa. Sementara variabel yang tidak diteliti adalah saluran

    pembuangan air limbah (SPAL) dan sampah.

    SPAL

    SAB

    Jenis JAGA

    Sampah

    Diare Pada Anak Balita

  • 25

    2.5 Hipotesis Penelitian

    a. Ada hubungan antara sarana penyediaan bersih dengan kejadian diare pada

    anak balita di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan kota Barat

    Kota Gorontalo.

    b. Ada hubungan antara jenis jamban keluarga dengan kejadian diare pada

    anak balita di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan kota Barat

    Kota Gorontalo.