BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pencemaran Logam...

22
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pencemaran 2.1.1.1 Pencemaran Logam Berat Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan- bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat toksik (racun) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran (Palar, 2008: 10). Pencemaran logam berat terhadap alam lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia. Pada awal digunakan logam sebagai alat, belum diketahui pengaruh pencemaran pada lingkungan. Pencemaran logam berat dapat terjadi pada daerah lingkungan yang bermacam-macam, hal ini dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu udara, tanah dan air (Iyabu, 2008: 89). Inswiasri, 2008 (dalam Petasule 2012: 8) menyatakan bahwa Merkuri atau air raksa (Hg) muncul di lingkungan secara alamiah dan berada dalam beberapa bentuk yang pada prinsipnya dapat dibagi menjadi 3 bentuk utama yaitu: 1. Merkuri metal (Hg) merupakan logam berwama putih, berkilau dan pada suhu kamar berada dalam bentuk cairan. Pada suhu kamar akan menguap

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Pencemaran Logam...

9

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Pencemaran

2.1.1.1 Pencemaran Logam Berat

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk

asal pada keadaan yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dari kondisi asal

pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-

bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai

sifat toksik (racun) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya

racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran

(Palar, 2008: 10).

Pencemaran logam berat terhadap alam lingkungan merupakan suatu proses

yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut oleh manusia. Pada

awal digunakan logam sebagai alat, belum diketahui pengaruh pencemaran pada

lingkungan. Pencemaran logam berat dapat terjadi pada daerah lingkungan yang

bermacam-macam, hal ini dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu udara, tanah dan

air (Iyabu, 2008: 89).

Inswiasri, 2008 (dalam Petasule 2012: 8) menyatakan bahwa Merkuri atau

air raksa (Hg) muncul di lingkungan secara alamiah dan berada dalam beberapa

bentuk yang pada prinsipnya dapat dibagi menjadi 3 bentuk utama yaitu:

1. Merkuri metal (Hg) merupakan logam berwama putih, berkilau dan pada

suhu kamar berada dalam bentuk cairan. Pada suhu kamar akan menguap

10

dan membentuk uap Merkuri yang tidak berwarna dan tidak berbau. Makin

tinggi suhu, makin banyak yang menguap. Banyak orang yang telah

menghirup Merkuri mengatakan bahwa terasa logam dimulutnya.

2. Senyawa Merkuri anorganik terjadi ketika Merkuri dikombinasikan dengan

elemen lain seperti klorin (Cl ), sulfur atau oksigen. Senyawa-senyawa ini

biasa disebut garam-garam Merkuri. Senyawa Merkuri anorganik berbentuk

bubuk putih atau kristal, kecuali Merkuri sulfida (HgS) yang biasa disebut

Chinabar adalah berwarna merah dan akan menjadi hitam setelah terkena

sinar matahari.

3. Senyawa Merkuri organik terjadi ketika Merkuri bertemu dengan karbon

atau organomerkuri. Banyak jenis organomerkuri, tetapi yang paling

popular adalah metilMerkuri (dikenal dengan monometilmercuri) CH3-Hg-

COOH. Pada waktu yang lampau, senyawa organoMerkuri yang dikenal

adalah fenilmerkuri yang digunakan dalam beberapa produk komersial.

Organomerkuri lainnya adalah dimetilMerkuri (CH3-Hg-CH3) yang juga

digunakan sebagai standar referensi tes kimia.

2.1.1.2 Pencemaran Logam Berat terhadap Perairan

Pencemaran air merupakan bagian dari pencemaran lingkungan. Dalam

undang-undang tahun 1997 telah ditetapkan bahwa pencemaran lingkungan

adalah masuknya/dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain

oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun

sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau

tidak berfungsi lagi dengan peruntukannya (Iyabu, 2008: 89).

11

Keberadaan logam-logam dalam badan perairan dapat berasal dari sumber-

sumber alamiah dan dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Sumber-sumber

logam alamiah yang masuk ke dalam badan perairan bisa berupa pengikisan dari

batu mineral yang banyak di sekitar perairan. Disamping itu, partikel-partikel

logam yang ada di udara, dikeluarkan oleh hujan, juga dapat menjadi sumber

logam di badan perairan. Adapun logam yang berasal dari aktivitas manusia dapat

berupa buangan sisa dari industri ataupun buangan rumah tangga (Palar, 2008:36).

Ada banyak faktor yang mempengaruhi daya racun dari logam-logam berat

yang terlarut dalam badan perairan. Dari sekian banyak faktor yang menjadi

penentu dari daya racun yang ditimbulkan oleh logam-logam terlarut, ada 4 faktor

yang sangat penting. Faktor-faktor tersebuat menurut Palar, 2008: 37-38 adalah

sebagai berikut :

1. Bentuk logam dalam air

Apakah logam-logam tersebut berada dalam bentuk senyawa organik dan

senyawa anorganik. Selanjutnya bentuk persenyawaan ini dibagi lagi,

apakah berupa senyawa-senyawa anorganik yang dapat larut. Selanjutnya,

senyawa-senyawa organik yang dapat larut dalam badan perairan akan dapat

diserap dengan mudah oleh biota perairan.

2. Keberadaan logam-logam lain

Adapun logam-logam lain dalam badan perairan dapat menyebabkan logam-

logam tertentu menjadi sinergenetis ataukah sebaliknya, menjadi antagonis

bila telah membentuk suatu ikatan. Di samping itu, interaksi antara logam -

logam tersebut bisa juga gagal atau tidak terjadi sama sekali. Tetapi untuk

12

logam-logam berat yang bersifat sinergenetis, apabila bertemu dengan

pasangannya dan membentuk suatu senyawaan dapat berubah fungsi

menjadi racun yang sangat berbahaya dan atau mempunyai daya racun yang

berlipat ganda. Sebaliknya, untuk logam-logam berat yang bersifat

antagonis, apabila terjadi persenyawaan dengan pasangannya maka daya

racun yang ada pada logam-logam berat tersebut akan berkurang.

3. Fisiologis dari biota (organisme)nya

Proses fisiologi yang terjadi pada setiap biota turut mempengaruhi tingkat

logam berat yang menumpuk (akumulasi) dalam tubuh dari biota perairan.

Besar kecilnya logam berat yang terkandung dalam tubuh akan daya racun

yang ditimbulkan oleh logam berat. Di samping itu proses fisiologi ini turut

mempengaruhi peningkatan kandungan logam berat dalam badan perairan.

Ada biota-biota tertentu yang mempunyai kemampuan untuk menetralisasi

(mentoleransi) logam-logam berat tertentu sampai pada konsentrasi tertentu

pula (mempunyai toleransi tinggi). Sementara itu, biota-biota lainnya tidak

memiliki kemampuan untuk menetralisasi daya racun dari logam-logam

berat yang masuk (toleransi rendah).

4. Kondisi biota

Kondisi dari biota-biota berkaitan dengan fase-fase kehidupan yang di lalui

oleh biota dalam hidupnya.

Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi

tertentu dan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan.

Meskipun daya racun yang di timbulkan oleh satu jenis logam berat terhadap

13

semua biota perairan tidak sama, namun kehancuharan dari satu kelompok dapat

menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan. Pada tingkat lanjutannya,

keadaan tersebut tentu saja dapat menghancurkan satu tekanan ekosistem perairan

(Palar, 2008: 37).

Menurut Hakim, 2003: 63, Awalnya bentuk pencemar merkuri di

lingkungan adalah dalam bentuk ion merkuri anorganik (Hg2+), dimana ia belum

menunjukkan tingkat toksisitas yang tinggi karena hanya mikroorganisme saja

yang mampu memanfaatkan dan dipergunakan sebagai penyusun tubuhnya.

Didalam tanah yang lembab atau dalam tanah endapan, ion merkuri anorganik

akan diubah menjadi merkuri organik oleh bakteri, yaitu dalam bentuk metal

merkuri dan etil merkuri yang terlarut. Oleh bakteri yang aerob, ion merkuri akan

diendapkan dalam bentuk metal merkuri dan kemudian diuraikan menjadi ion

metal merkuri dan uap merkuri. Sementara itu ion metal merkuri yang terdapat

didalam air akan mudah diambil oleh plankton dan didalam tubuh plankton,

konsentrasinya akan menjadi berlipat ganda. Oleh bakteri yang aerob, ion merkuri

lansung ditransfer menjadi metal atau etil merkuri dan menjadi bagian dari tubuh

bakteri. Sudah barang tentu bakteri akan dimangsa oleh mikroorganisme lain yang

ada di air seperti plankton, dan plankton akan dimangsa oleh ikan-ikan kecil.

Menurut Hadiharjon, 1995 (dalam Hakim, 2003: 63), dikawasan yang tercemar

merkuri terdapat komponen merkuri toksik yang lengkap, antara lain dalam

bentuk gas merkuri, metal merkuri atau etil merkuri baik yang terakumulasi dalam

tubuh hewan maupun yang berada dalam keadaan bebas di udara, air dan tanah.

Merkuri akan masuk ke rantai makanan dan dimulai dengan akumulasi merkuri

14

dalam tubuh bakteri, plankton dan hewan air lainnya. Begitu seterusnya, sehingga

sampai ketubuh manusia dan menimbulkan keracunan.

Kadar merkuri yang tinggi pada perairan umumnya diakibatkan oleh limbah

industri (industrial wastes) dan akibat sampingan dari penggunaan senyawa-

senyawa merkuri pada bidang pertanian. Merkuri dapat berada dalam bentuk

metil, senyawa-senyawa anorganik dan senyawa organik. Keberadaan merkuri di

perairan dapat disebabkan karena kegiatan industri misalnya pabrik cat, kertas,

peralatan listrik dan oleh faktor alam itu sendiri melalui proses pelapukan batuan

dan peletusan gunung berapi. Namun pencemaran merkuri disebabkan oleh

kegiatan alamiah pengaruhnya terhadap biologi maupun ekologi tidak terlalu

berarti (Suyono, 2011: 17).

2.1.2 Merkuri (Hydragyrum)

Logam merkuri dilambangkan dengan Hg, pada tabel periodik unsur kimia

menempati posisi golongan II B periode 6 dengan nomor atom 80 dan mempunyai

bobot atom 200,29 serta mempunyai masa jenis sekitar 13,6 gr/cm3 (Iyabu, 2008:

89). Logam merkuri atau air raksa, mempunyai nama kimia hydragyrum yang

berarti perak cair. Merkuri telah dikenal manusia sejak manusia mengenal

peradaban. Logam ini dihasilkan dari bijih sinabar, HgS, yang mengandung unsur

merkuri antara 0,1%4% (Palar, 2008).

Wardoyo, 1981 (dalam Suyono, 2011: 12) Air Raksa/merkuri sangat

beracun, karena sifatnya yang sangat beracun, maka U.S. Food and

Administration (FDA) menentukan pembakuan atau Nilai Ambang Batas (NAB)

kadar merkuri yang ada dalam jaringan tubuh badan air, yaitu sebesar 0,005 ppm.

15

Nilai Ambang Batas yaitu suatu keadaan dimana suatu larutan kimia, dalam hal

ini Air raksa/merkuri dianggap belum membahayakan bagi kesehatan manusia.

Bila dalam air, kadar merkuri sudah melampaui Nilai Ambang Batas, maka air

yang diperoleh dari tempat tertentu dinyatakan berbahaya.

Secara umum merkuri memiliki sifat-sifat sebagai berikut (Palar, 2008):

1. Berwujud cair pada suhu kamar (25C) dengan titik beku paling rendah

sekitar -39C.

2. Masih berwujud cair pada suhu 396C. Pada temperatur 396C ini telah

terjadi pemuaian secara menyeluruh.

3. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan

logam-logam yang lain.

4. Tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah, sehingga menempatkan

merkuri sebagai logam yang sangat baik untuk menghantarkan daya listrik.

5. Dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk alloy yang

disebut dengan amalgam.

6. Merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua makhluk hidup, baik

dalam bentuk unsur tunggal (logam) ataupun dalam bentuk persenyawaan.

Untuk dapat masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan, merkuri (Hg) dapat

masuk dari bermacam jalur dan bermacam-macam sumber, secara global sumber

masuknya unsur logam Hg dalam tatanan lingkungan adalah secara alamiah dan

non alamiah. Secara alamiah, Hg dapat masuk kedalam suatu tatanan lingkungan

sebagai akibat dari berbagai peristiwa lingkungan. Unsur ini dapat bersumber dari

kegiatan-kegiatan gunung api rembesan air tanah yang melewati daerah deposit

16

mekuri. Sumber lain adalah debu-debu dan atau partikel-partikel Hg yang ada

dalam lapisan udara yang di bawah turun oleh air hujan. Melalui jalur non alamiah

Hg masuk kedalam tatanan lingkungan sebagai akibat dari kegiatan manusia. Jalur

dari kativitas manusia ini untuk memasukkan Hg kedalam tatanan lingkungan ada

bermacam-macam pula. Sebagai contoh adalah buangan sisa industri yang

memakai Hg dalam proses produksinya, industri pulp (bubur kayu) dan kertas

merupakan sumber terbesar pencemaran merkuri, dari industri pertanian yang

menggunakan senyawa merkuri sebagai anti jamur dimana dari areal pertanian ini

sebagian merkuri akan terlarut dan sebagian lagi akan meresap ke dalam tanah

(Suyono, 2011: 12-13).

Palar 1994 (dalam Suyono, 2011: 13) Pada umumnya, merkuri (Hg)

diperoleh dari hasil penambangan. Sejumlah penelitian yang telah dilakukan

bahwa setiap Batu bara rata-rata mengandung 1 ppm merkuri jumlah ini kelihatan

sangat kecil sekali, tetapi penambangan dan pemakaian batubara di dunia sangat

besar. Sampai tahun 1970 diperkirakan penggunaan batubara telah mencapai 5 x

109 ton. Keadaan ini menunjukan bahwa minimal 5000 ton merkuri telah dilepas

kedalam lingkungan. Selanjutnya air buangan dari suatu laboraturium disinyalir

ternyata juga mengandung merkuri. Keadaan ini memungkinkan karena

terdapatnya senyawa merkuri dalam regen yang banyak dipakai dilaboraturium-

laboraturium.

Kriteria World Health Organization Inswiasri, 2008 (dalam Petasule, 2012:

21) menyatakan bahwa kadar normal Hg dalam darah berkisar antara 5 μg/l – 10

μg/l, dalam rambut berkisar antara 1 mg/kg – 2 mg/kg, sedangkan dalam urine

17

rata-rata 4 μg/l. Menurut Swedish Export Group kadar normal Merkuri dalam

darah adalah 200 μg/l dan kadar normal Merkuri dalam rambut adalah sepermpat

dari kadar dalam darah yaitu 50 μg/g. Dalam International Committee of

Occupatinal Medicine, kadar batas normal Merkuri dalam darah untuk seseorang

yang tidak mengkonsumsi ikan adalah 2 ppb, sedangkan untuk pengkonsumsi

ikan antara 2-20 ppb. Konsentrasi aman Merkuri dalam darah adalah 0.000005

mg/g, sedangkan di rambut konsentrasi normal aman adalah 0.01 mg/g, dengan

maksimal konsentrasi adalah 0.0001 mg/g. Karena sifatnya yang sangat beracun,

maka U.S.Food and Administration (FDA) menentukan pembakuan atau Nilai

Ambang Batas (NAB) kadar Merkuri yang ada dalam air sungai, yaitu sebesar

0,005 ppm. Food and Drug Administration (FDA) mengestimasi pajanan Merkuri

dari ikan rata-rata 50 ng/kg/hari atau kira-kira 3,5 Ig/hari untuk orang dewasa

dengan berat badan rata-rata (70 kg). Secara alamiah kandungan Merkuri di

lingkungan adalah sebagai berikut: Kadar total Hg udara = 10 – 20 ng/m3 untuk

udara 22 outdoor di kota. Kadar total Merkuri air permukaan = 5 ppt = 5 ng/l dan

kadar total Hg dalam tanah 20-625 ppb.

2.1.3 Toksisitas Merkuri terhadap Manusia dan Hewan Air

2.1.3.1 Toksisitas Merkuri terhadap Manusia

Keracunan yang disebabkan oleh merkuri ini, umumnya berawal dari

kebiasaan memakan makanan dari laut, terutama sekali ikan, udang dan tiram

yang telah terkontaminasi oleh merkuri. Awalnya peristiwa kontaminasi terhadap

biota laut adalah masuknya buangan industri yang mengandung merkuri ke dalam

badan perairan teluk (lautan). Selanjutnya dengan adanya proses biomagnifikasi

18

yang bekerja dilautan, konsentrasi merkuri yang masuk terus akan ditingkatkan

disamping penambahan yang terus menerus dari buangan pabrik. Merkuri yang

masuk tersebut kemudian berasosiasi dengan sistem rantai makanan, sehingga

masuk kedalam tubuh biota perairan oleh manusia bersama makanan yang diambil

dari perairan yang tercemar oleh merkuri (Palar, 2008: 104).

Efek yang ditimbulkan oleh merkuri terhadap tubuh adalah sebagai berikut

(Palar, 2008: 104) :

1. Semua senyawa merkuri adalah racun bagi tubuh, apabila berada dalam

jumlah yang cukup.

2. Senyawa-senyawa merkuri yang berbeda, menunjukkan karakteristik yang

berbeda pula dalam daya racun yang dimilikinya, penyebaran, akumulasi

dan waktu retensinya didalam tubuh.

3. Biotransformasi tertentu yang terjadi dalam suatu tata lingkungan dan atau

dalam tubuh organisme hidup yang telah kemasukan merkuri , yang

dibabkan oleh perubahan bentuk senyawa merkuri itu, dari satu tipe ke tipe

lainnya.

4. Pengaruh utama yang ditimbulkan oleh merkuri di dalam tubuh adalah

menghalangi kerja enzim dan merusak selaput kerja dinding membrane sel.

5. Kerusakan yang diakibatkan oleh merkuri dalam tubuh umumnya bersifat

permanen. Sampai sekarang belum diketahui cara efektif untuk

memperbaiki kerusakan fungsi-fungsi itu.

19

Tabel 2.1 Peristiwa Keracunan Merkuri di Seluruh Dunia (1960-an)

Lokasi Tahun Akibat

Minamata-Jepang Irak Pakistan Barat Guatemala Nigata-Jepang

1953-60 1961 1963 1966 1968

111 orang meninggal cidera 35 orang meninggal 321 orang cidera 4 orang meninggal 34 orang cidera 20 orang meninggal 45 orang cidera 5 orang meninggal 25 orang cidera

(Sumber : Palar , 2008: 105)

Ion merkuri menyebabkan pengaruh toksik karena terjadinya proses

presipitasi protein, menghambat aktivitas enzim dan bertindak sebagai bahan

korosif. Merkuri juga terikat oleh gugus sulfhidaril, fosforil, karboksil, amida dan

amina, dimana gugus tersebut merkuri menghambat reaksi fungsi enzim.

Pengaruh Toksisitas merkuri pada manusia bergantung pada bentuk komposisi

merkuri, rute masuknya ke dalam tubuh dan lamanya ekspose (Darmono, 2010:

149).

Merkuri memiliki afinitas yang tinggi terhadap fosfat, sistin, dan histidil

rantai samping dari protein, purin, pteridin dan porfirin, sehingga Hg bisa terlibat

dalam proses seluler. Toksisitas Hg pada umumnya terjadi karena interaksi Hg

dengan kelompok thiol dari protein. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa

konsentrasi rendah ion Hg+ mampu menghambat kerja 50 jenis enzim sehingga

metabolisme tubuh bisa diganggu dengan dosis rendah Hg. Garam Merkuri

Anorganik bisa mengakibatkan presipilasi protein, merusak mukosa alat

pencermaran , termasuk mukosa usus besar, dan merusak membran ginjal atau

membran filter glomelurus, menjadi lebih permeabel terhadap protein plasma

yang sebagian besar akan masuk ke dalam urine. Toksisitas kronis dari merkuri

20

anorganik meliputi gejala gangguan sistem syaraf, antara lain berupa tremor,

terasa pahit di mulut, gigi tidak kuat dan rontok, anemia, albuminuria, dan gejala

lain berupa kerusakan ginjal, serta kerusakan mukosa usus (Widowati, Sastiano,

Jusuf, 2008: 143).

2.1.3.2 Toksisitas Merkuri terhadap Hewan Air

Semua spesies kehidupan dalam air sangat terpengaruh oleh hadirnya logam

yang terlarut dalam air, terutama pada konsentrasi yang melebihi normal. Ikan

merupakan jenis organisme air yang bergerak dengan cepat di dalam air. Ada jenis

ikan yang baisanya hidup di perairan yang dangkal dan berenang di dasar air, dan

ada juga yang hidup diperairan yang dalam dan berenang dekat permukaan air.

Pengaruh polusi logam yang dapat menyebabkan kematian ikan dapat

menyebabkan punahnya suatu spesies ikan. Hal tersebut banyak terjadi pada ikan

yang hidup di perairan air dangkal (Darmono, 2010: 87).

Insang sebagai alat pernapasan ikan, juga digunakan sebagai alat pengatur

tekanan antara air dan dalam tubuh ikan (Osmerugulasi). Oleh sebab itu, insang

merupakan organ yang paling penting terhadap ikan. Disamping itu insang sangat

peka terhadap pengaruh toksisitas logam. Alat pencernaan seperti usus sebagai

saluran pencernaan dan hati sebagai produksi enzim pencernaan selalu mengalami

gangguan oleh pengaruh logam toksik. Toksisitas logam dalam saluran

pencernaan terjadi melalui pakan yang terkontaminasi oleh logam. Seperti halnya

makhluk tingkat tinggi lainnya ikan mempunyai organ ekskresi yaitu ginjal.

Ginjal berfungsi untuk filtrasi dalam mengekskresikan bahan yang biasanya tidak

21

dibutuhkan oleh tubuh, termasuk bahan racun seperti logam berat yang toksik

(Darmono, 2010: 87).

Sinusi 1980 (dalam Suyono, 2011: 18), mengemukakan bahwa terjadinya

proses akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air, karena kecepatan

pengambilan merkuri oleh organisme air lebih cepat dibandingkan dengan proses

ekresi. Selain itu pencemaran perairan oleh merkuri mempunyai pengaruh

terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam

sedimen. Fluktuasi merkuri di lingkungan laut, terutama di daerah estuari dan

daerah pantai ditentukan oleh proses precification, sedimentation, floculation dan

reaksi adsorpsi.

2.1.4 Beberapa Jenis Ikan Laut

2.1.4.1 Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Cakalang (Katsuwonus pelamis) menurut Fausan 2011 adalah ikan

berukuran sedang dari family Scombridae. Tubuh Ikan cakalang berbentuk

memanjang dan agak bulat, dengan dua sirip punggung yang terpisah. Bagian

punggung berwarna biru keungu-unguan hingga gelap. Bagian perut dan bagian

bawah berwarna keperakan, dengan 4 hingga 6 garis-garis berwarna hitam yang

memanjang di samping badan. Tubuh tanpa sisik kecuali pada bagian barut badan

dan gurat sisi. Pada kedua sisi batang ekor terdapat sebuah lunas samping yang

kuat, masing-masing diapit oleh dua lunas yang lebih kecil. Adapun klasifikasi

ikan cakalang adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

22

Sub phylum : Vertebrata

Classis : Teleostei

Sub Classis : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Familia : Scombridae

Genus : Katsuwonus

Spesies : Katsuwonus pelamis

(Sumber : Fausan, 2011)

Gambar 2.1 Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

2.1.4.2 Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

Djuhanda, 1981 (dalam Sari, 2006: 4) Ikan tongkol mempunyai bentuk

tubuh seperti cerutu dengan kulit licin dan tergolong tuna kecil. Sirip dada

melengkung dan sirip dubur terdapat sirip tambahan kecil-kecil. Sirip punggung

pertama berjari-jari keras 15, yang kedua berjari-jari lemah 13, diikuti 8-10 jari-

jari tambahan atau finlet. Sirip dubur berjari-jari lemah 14 diikuti 6-8 jari-jari

tambahan. Tongkol termasuk ikan buas, predator dan karnivor. Pada umumnya

mempunyai panjang 50 - 60 cm dan hidup bergerombol. Warna tubuh bagian atas

biru kehitaman dan bagian bawah putih keperakan.

23

Klasifikasi ikan tongkol menurut Saanin 1984 (dalam Sari, 2006: 4) adalah

sebagai berikut:

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Teleostei

Sub kelas : Actinopterygi

Ordo : Perciformes

Sub ordo : Scombridei

Famili : Scombridae

Genus : Euthynnus

Spesies : Euthynnus sp.

(Sumber : Sari, 2006)

Gambar 2.2 Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

Nontji, 1993 (dalam Sari, 2006: 4) Ikan tongkol hidup di Samudra Hindia

dan Samudra Pasifik bagian barat. Panjang maksimumnya 1 meter. Tongkol

dewasa juga memijah di perairan dekat pantai. Di Indonesia ikan ini merupakan

ikan niaga bagi penduduk setempat. Beberapa propinsi menjadi tempat pendaratan

24

yang penting hasil tangkapan tongkol misalnya Sulawesi Utara, Bali, Jawa Timur,

Sulawesi Selatan dan DKI Jakarta.

2.1.4.3 Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares)

Bonnaterre, 1788 (dalam Miazwir, 2012: 20) Ikan tuna sirip kuning

Thunnus albacores memiliki panjang tertinggi yang tercatat sekitar 210 cm

dengan berat sekitar 176,4 kg. Tubuh lonjong memanjang, mempunyai warna biru

tua metalik pada bagian belakang dan berubah menjadi kuning dan keparak-

perakan pada perut. Balutan kuning bergulir pada bagian sisinya dan perutnya

mempunyai sekitar 20 garis-garis putus vertikal sebagai karakteristik yang tidak

ditemukan pada jenis tuna lainnya, meskipun tidak selalu ada. Pada ikan tuna sirip

kuning yang besar mudah untuk dikenal, yaitu dengan bentuk bulan sabit dari

sirip dubur dan sirip punggung kedua yang memanjang kebelakang.

Ikan Tuna Sirip Kuning memiliki beberapa istilah, yaitu tuna sirip kuning,

ikan tuna sirip kuning atau Thunnus albacares. Berdasarkancollatte & Nauen

1983 (dalam Miazwir, 2012: 19). Klasifikasi ikan tuna sirip kuning adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Pisces

Sub Class : Teleostei

Ordo : Perciformes

Sub Ordo : Scombroidaei

25

Family : Scombridae

Genus : Thunnus

Species : Thunnus albacores

(Sumber : Miazwir, 2006)

Gambar 2.3 Ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacores)

Samadhiharga, 2009 (dalam Miazwir, 2012 :21) Ikan tuna sirip kuning

merupakan ikan epipelagis yang menghuni lapisan atas perairan samudra,

menyebar kedalam kolam air sampai kebagian atas termoklin. Ikan tuna sirip

kuning kebanyakan mengarungi lapisan kolam air 100 meter teratas, dan relatif

jarang menembus lapisan termoklin, namun ikan ini mampu menyelam jauh ke

kedalaman laut. Rata-rata umur ikan adalah 8 tahun. Ikan tuna sirip kuning

memakan berbagai jenis ikan kecil, cumi-cumi, udang dan kepiting. Ikan tuna

sirip kuning adalah ikan pemburu yang handal.

26

2.1.5 Tempat Pelelangan Ikan

Tabel 2.2 Jumlah Produksi Ikan yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Kota Gorontalo tahun 2007-2012

NO

JENIS IKAN

T A H U N (KG)

2007 2008 2009 2010 2011 2012 1 Cakalang

(Katsuwonus pelamis)

106,040 206,570 266,280 144,470 152,797 405,969

2 Layang (Decapterus sp)

148,380 156,260 98,330 110,230 166,273 420,531

3 Tongkol (Euthynnus affinis)

154,100 109,100 87,550 58,060 69,012 162,941

4 Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacores)

- 25,120 121,130 61,260 82,621 93,515

5 Malalugis (Decapterus Macarellus)

88,010 72,670 89,690 49,480 25,734 57,532

6 Madidihang (Yellowfin tuna)

14,100 120,720 45,010 31,140 52,931 87,321

7 Selar (Caranx leptolepis) 44,780 35,440 50,510 36,830 54,897 78,115

8 Tuna (Thunnus Sp)

127,420 - 11,770 10,390 19,816 7,763

9 Nike (Awaous melanocephalus)

10,260 19,360 25,030 21,780 23,863 34,025

10 Marlin ((Istiophorus sp)

11,730 19,020 12,080 6,950 27,622 22,985

(Sumber : PPI kota Gorontalo, 2012)

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan salah satu fungsi utama dalam

kegiatan perikanan dan juga merupakan salah satu faktor yang menggerakkan dan

meningkatkan usaha dan kesejahteraan. Menurut sejarahnya Pelelangan Ikan telah

27

dikenal sejak tahun 1922, didirikan dan diselenggarakan oleh Koperasi Perikanan

terutama di Pulau Jawa, dengan tujuan untuk melindungi nelayan dari permainan

harga yang dilakukan oleh tengkulak/pengijon, membantu nelayan mendapatkan

harga yang layak dan juga membantu nelayan dalam mengembangkan usahanya.

Pada dasarnya sistem dari Pelelangan Ikan adalah suatu pasar dengan sistem

perantara (dalam hal ini adalah tukang tawar) melewati penawaran umum dan

yang berhak mendapatkan ikan yang dilelang adalah penawar tertinggi

(Pramitasari, Anggoro, Susilowati, 2005: 13)

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan tempat pertama dilakukan proses

transaksi ikan. TPI ini merupakan salah satu sarana yang di sediakan di pelabuhan

atau pendaratan ikan. Setelah selesai beroperasi, kapal-kapal penangkap ikan

langsung membawa hasil tanggkapannya menuju pelabuhan atau tempat

pendaratan terdekat. Setelah sampai di TPI, ikan-ikan hasil tangkapan tersebut di

tumpahkan langsung ke lantai los pelelangan. Proses pelelangan ini berlangsung

pagi dan sore hari untuk menghindari suhu lingkungan yang terlalu tinggi

(Junianto, 2003:79)

Definisi Pelabuhan Perikanan menurut Wiryawan, Andarmawan: 8, yaitu

sebagai berikut :

1. Menurut Direktorat Jendral Perikanan Departemen Partanian RI (1981)

Pelabuhan Perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung

kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan

maupun aspek pemasarannya.

2. Menurut Departemen Pertanian dan Departemen Perhubungan (1996)

28

Pelabuhan Perikanan adalah sebagai tempat pelayanan umum bagi

masyarakat nelayan dan uasaha perikanan, sebagai pusat pembinaan dan

peningkatan kegiatan ekonomi perikanan yang dilengkapi dengan fasilitas

didarat dan diperairan sekitarnya untuk digunakan sebagai pangkalan

operasional tempat berlabuh, bertambat, mendaratkan hasil, penanganan,

pengolahan, distribusi dan pemasaran hasil perikanan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pelabuhan

perikanan yaitu:

1. Tempat tinggal (perkampungan) nelayan yang umumnya berdekatan dengan

lokasi pelabuhan

2. Tempat peleleangan ikan dan fasilitasnya

3. Tempat persediaan air bersih dan suplai bahan bakar untuk kapal motor

bangunan fasilitas umum yang berhubungan dengan kepentingan nelayan

(Wiryawan, Andarmawan: 9).

29

2.2 Kerangka Berfikir

2.2.1. Kerangka Teori

Gambar 2.4 Kerangka Teori

Tongkol Tuna Sirip Kuning

Cakalang

Industri Pertambangan Emas

Limbah Logam Berat

Pencemaran Lingkungan

Udara Tanah Air

Sungai

Laut

Rantai Makanan

Difusi Insang

Biota Laut

30

2.2.2. Kerangka Konsep

Gambar 2.5 Kerangka Konsep

Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares)

)

Kadar Merkuri (Hg)