BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Minuman Olahan 2.1.1 Pengertian...
-
Upload
duongthien -
Category
Documents
-
view
272 -
download
0
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Minuman Olahan 2.1.1 Pengertian...
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Minuman Olahan
2.1.1 Pengertian Minuman
Minuman adalah segala sesuatu yang diminum atau yang berupa cairan
yang masuk ke dalam tubuh seseorang yang juga merupakan salah satu intake
makanan yang berfungsi untuk membentuk jaringan tubuh, memberi tenaga,
mengatur semua proses di dalam tubuh (Tarwotjo, 1998 dalam Simatupang, 2009:
17).
Fungsi cairan dalam tubuh antara lain :
1. Mengatur suhu tubuh
Bila kekurangan cairan, suhu tubuh akan menjadi panas dan naik.
2. Melancarkan peredaran darah
Jika tubuh kita kurang cairan, maka darah akan mengental. Hal ini disebabkan
cairan dalam darah tersedot untuk kebutuhan dalam tubuh. Proses tersebut
akan berpengaruh pada kinerja otak dan jantung.
3. Membuang racun dan sisa makanan
Tersedianya cairan tubuh yang cukup dapat membantu mengeluarkan racun
dalam tubuh. Air membersihkan racun dalam tubuh melalui keringat, air seni,
dan pernafasan.
4. Kulit
Cairan dalam tubuh sangat penting untuk mengatur struktur dan fungsi kulit.
Kecukupan air dalam tubuh berguna untuk menjaga kelembaban, kelembutan,
dan elastisitas kulit akibat pengaruh suhu udara dari luar tubuh.
5. Pencernaan
Peran cairan dalam proses pencernaan untuk mengangkut nutrisi dan oksigen
melalui darah untuk segera dikirim ke sel-sel tubuh. Konsumsi air yang cukup
akan membantu kerja sistem pencernaan di dalam usus besar karena gerakan
usus menjadi lebih lancar, sehingga feses pun keluar dengan lancar.
6. Pernafasan
Paru-paru memerlukan cairan berupa air untuk pernafasan karena paru-paru
harus basah dalam bekerja memasukkan oksigen ke sel tubuh dan memompa
karbondioksida keluar tubuh. Hal ini dapat dilihat apabila kita
menghembuskan nafas ke kaca, maka akan terlihat cairan berupa embun dari
nafas yang dihembuskan pada kaca.
7. Sendi dan otot
Cairan tubuh melindungi dan melumasi gerakan pada sendi dan otot. Otot
tubuh akan mengempis apabila tubuh kekurangan cairan. Oleh sebab itu,
perlu minuman yang cukup selama beraktivitas untuk meminimalisir resiko
kejang otot dan kelelahan.
8. Pemulihan penyakit
Air mendukung proses pemulihan ketika sakit karena asupan air yang
memadai berfungsi untuk menggantikan cairan tubuh yang terbuang.
2.1.2 Penggolongan Minuman
Tarwotjo, 1998 dalam Simatupang, 2009 menggolongkan jenis minuman
yang tersedia setiap hari sebagai berikut:
1. Minuman sehari-hari yaitu air putih (merupakan minuman netral dengan
syarat tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa) Teh, dan Kopi.
2. Minuman panas antara lain adalah wedang jahe, wedang ronde, dll.
3. Minuman dingin
a. Es Sirup: Minuman ini dibuat dari campuran minuman yang telah di olah
dengan gula pasir yang telah dilarutkan.
b. Jus buah: Minuman dingin yang dibuat dari buah-buahan yang
dihaluskan, satu macam buah atau campuran beberapa buah ditambah
dengan sirup atau gula pasir dan es batu.
c. Es buah: Es sirup yang diisi dengan beberapa macam buah yang dipotong
kecil-kecil dan di tambah dengan es dan sirup yang telah di olah.
d. Es campur: Es serut yang diisi dengan berbagai macam bahan seperti
gula merah, nangka, pepaya, agar-agar, kacang, susu, dll
e. Es cendol: Es serut yang diisi dengan gula, cendol, kacang, susu, dan
siraman sirup olahan.
f. Es mambo: Campuran dari susu coklat, gula pasir, dan air, yang
kemudian dibekukan.
4. Minuman Ringan (Soft drink) yaitu coca cola, fanta, sprite, dll.
2.1.3 Pengertian Minuman Olahan
Minuman olahan adalah semua jenis minuman yang telah diolah oleh
pengolah makanan dengan ditambahkan berbagai macam bahan tambahan
makanan sehingga terlihat menarik dan disajikan sebagai minuman siap santap
untuk dikonsumsi sendiri atau dijual bagi umum.
2.1.4 Pengertian Macam-macam Es
1. Es Campur adalah minuman olahan yang merupakan minuman atau es yang
sangat dikenal banyak orang dari berbagai kalangan. Minuman ini juga
sangat digemari. Untuk membuat es campur tidak ada patokan khusus dari
bahan-bahan apa saja yang digunakan, karena bahan-bahannya tergantung
keinginan dari si pembuat es. Bisa menggunakan sirup, kacang merah,
cendol, agar-agar, dan bahan-bahan lainnya.
Es campur yang dijajakan di pasar sentral campurannya terdiri dari:
a. Wadah atau toples pertama berisi air yang ditambahkan dengan gula
pasir yang telah di masak hingga larut kemudian di tambahkan essence
nanas dan pasta jeruk (oranye krus)
b. Wadah kedua berisi gula merah yang telah di masak kemudian di
tambahkan pasta
c. Wadah ketiga berisi cendol yang terbuat dari tepung dan bahan pewarna
hijau
d. Alpukat yang telah dipisahkan dengan kulitnya
e. Nangka yang dipotong kecil-kecil
f. Kacang
g. Susu
h. Es batu yang diserut
2. Es Cendol adalah es serut yang bahan utamanya adalah cendol, kemudian
ditambahkan dengan berbagai macam bahan sebagai pelengkap. Es Cendol
merupakan salah satu minuman khas Indonesia yang terbuat dari tepung
beras, disajikan dengan es parut serta gula merah cair dan santan. Rasa
minuman ini manis dan gurih.
Es cendol yang dijajakan di pasar sentral terdiri dari:
a. Wadah atau toples pertama berisi air yang ditambahkan dengan gula
yang telah di masak hingga larut kemudian di tambahkan pasta
b. Wadah kedua berisi gula merah yang telah di masak kemudian di
tambahkan pasta
c. Wadah ketiga berisi cendol
d. Kacang
e. Susu
f. Es batu yang diserut
3. Es Buah adalah es serut yang ditambahkan dengan potongan-potongan buah
dan agar-agar / jelly.
Es buah yang dijajakan di pasar sentral terdiri dari:
a. Wadah atau toples pertama berisi air yang ditambahkan dengan gula
pasir yang telah di masak hingga larut kemudian di tambahkan pasta
b. Wadah kedua berisi sirup
c. Pepaya dan Nangka yang dipotong kecil-kecil
d. Kacang
e. Susu
f. Es batu yang diserut
4. Es cukur adalah campuran dari es serut dengan bahan-bahan lainnya.
Es cukur yang dijajakan di pasar sentral terdiri dari:
a. Wadah atau toples pertama berisi air yang ditambahkan gula yang telah di
masak hingga larut kemudian di tambahkan pasta
b. Wadah kedua berisi gula merah yang telah di masak
c. Kacang
d. Susu
e. Es batu yang diserut
5. Es sirup adalah minuman olahan yang bahan utamanya adalah sirup dengan
campuran gula yang telah dilarutkan dalam air.
Es sirup yang dijajakan di pasar sentral terdiri dari: sirup yang dicampur ke
dalam air yang di tambahkan gula, setelah itu di tambahkan es batu yang
diserut.
6. Es mambo adalah minuman yang dikemas dalam plastik berbentuk lonjong
dan beku yang kemudian dijajakan menggunakan termos es agar tidak cepat
mencair. minuman olahan ini telah dikenal terutama pada anak-anak
sekolahan. Es ini sejak dulu telah dijajakan dan banyak peminatnya karena
harganya yang relatif murah.
Es mambo yang dijajakan di pasar sentral terdiri dari: susu coklat
dicampurkan dengan gula pasir kemudian ditambahkan pasta setelah itu
dibekukan di dalam lemari es (freezer).
2.2 Keamanan Pangan
Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan yang
cukup dan bermutu, mencegah masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi
kesehatan dan yang bertentangan dengan keyakinan masyarakat memantapkan
kelembagaan pangan dengan diterapkannya peraturan dan perundang-undangan
yang mengatur mutu gizi dan keamanan pangan, baik oleh industri pangan
maupun oleh masyarakat konsumen. Oleh karena itu dalam melaksanakan
pencapaian tujuan tersebut perlu didukung oleh sistem mutu dan keamanan
pangan (Hardiansyah dan Syarief. 2001) dalam (Simatupang, 2009: 13).
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda kimia yang mengganggu,
merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang tidak aman dapat
menyebabkan penyakit yang disebut dengan foodborne disease yaitu gejala
penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung
bahan/senyawa beracun atau organisme patogen (Baliwati, 2004) dalam
(Simatupang, 2009: 13).
2.3 Bahan Tambahan Pangan
Untuk bisa mempertahankan hidupnya, manusia tidak dapat lepas dari
makanan. Karena memang, salah satu ciri makhluk hidup adalah memerlukan
makanan. Kita hidup dalam masyarakat menjadi sadar akan gizi dan sadar untuk
menjadi konsumen yang baik. Dewasa ini, masyarakat bukan hanya tertarik pada
aspek apakah bahan pangan memberikan cita rasa enak, apakah anak-anak mau
menikmati pangan yang disajikan, tetapi lebih dari itu masyarakat telah tertarik
pada hal-hal apakah bahan pangan itu baik dikonsumsi dan komponen apa saja
yang terdapat di dalamnya.
Supaya orang tertarik untuk mengkonsumsi suatu jenis makanan dan
minuman, seringkali perlu menambahkan bahan-bahan tambahan (zat aditif) ke
dalam makanan yang kita olah. Zat aditif makanan ditambahkan saat pengolahan
makanan dan minuman untuk memperbaiki tampilan makanan, meningkatkan cita
rasa, memperkaya kandungan gizi, menjaga makanan agar tahan lama serta tidak
cepat busuk, dan lain sebagainya. Akan tetapi, seiring perkembangan industri
pengolahan pangan yang semakin maju saat ini, penggunaan zat aditif alami
semakin jarang. Karena alasan ekonomis dan efisien, banyak para produsen
pangan, terutama industri-industri besar, menggunakan zat aditif (Wijaya,
2011:6).
Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan
perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak
penggunaannya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat.
Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan kita bersama,
khususnya generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa. Di bidang
pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang,
yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi, dan lebih
mampu bersaing dalam pasar global. Kebiakan keamanan pangan (food safety)
dan pembangunan gizi nasional (food nutrient) merupakan bagian integral dari
kebijakan pangan nasional, termasuk penggunaan bahan tambahan pangan
(Cahyadi, 2009: 1).
Pada dasarnya, dalam kehidupan sehari-hari banyak yang sering
menggunakan zat aditif pada bahan makanan yang akan dikonsumsi. Mungkin
secara sengaja menambahkan zat tersebut ke dalam bahan makanan yang di olah
dengan tujuan tertentu. Atau membeli suatu produk makanan di pasaran yang
dalam pengolahannya telah ditambahkan zat aditif (Wijaya, 2011: 14).
2.3.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan
Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 772/Menkes/Per/IX/88 No. 1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah
bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan
merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai
gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud
teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2009: 1-2).
Bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke
dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses
pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan, dimana bahan ini berfungsi
untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang
masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama.
Zat aditif didefinisikan sebagai zat-zat yang ditambahkan pada makanan dan
minuman selama proses produksi, pengemasan, atau penyimpanan untuk maksud
tertentu. Zat aditif merupakan bahan tambahan makanan yang berguna sebagai
pelengkap pada produk makanan dan minuman. Bahan ini umumnya diperlukan
untuk menambah rasa, memberi warna, melembutkan tekstur, dan mengawetkan
makanan.
Zat-zat aditif tidak hanya zat-zat yang secara sengaja ditambahkan pada saat
proses pengolahan makanan dan minuman berlangsung, tetapi juga termasuk zat-
zat yang masuk tanpa sengaja dan bercampur dengan makanan dan minuman.
Masuknya zat-zat aditif ini mungkin terjadi saat pengolahan, pengemasan, atau
sudah terbawa oleh bahan-bahan kimia yang dipakai (Wijaya, 2011: 14-15).
Suatu zat kimia yang ditambahkan pada makanan dapat menyebabkan
kanker, zat kimia itu harus di larang pemakaiannya. Ini sebuah prinsip yang telah
menjadi hukum di AS dan telah diundangkan sejak tahun 1958.
Keberadaan bahan tambahan makanan adalah untuk membuat makanan
tampak lebih berkualitas, lebih menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna.
Zat-zat itu ditambahkan dalam jumlah sedikit, namun hasilnya sungguh
menakjubkan. Bahan tambahan makanan ternyata sudah lama digunakan dalam
pengawetan makanan, orang Romawi kuno menggunakan garam untuk
mengawetkan daging, dan sulfur untuk mencegah terjadinya oksidasi pada
minuman anggur. Kini, keprihatinan masyarakat semakin bertambah dengan
semakin panjangnya daftar bahan tambahan makanan. Ini meliputi jenis bahan
tambahan makanan yang telah diizinkan maupun dari jenis yang belum diteliti.
Untuk menguji suatu zat menyebabkan kanker maka dilakukan percobaan pada
binatang.
Secara alami usia hewan percobaan (tikus) adalah 2-3 tahun. Karena itu
hewan ini mampu memberikan informasi yang cukup setelah diberi makanan
tertentu yang mengandung zat yang diduga bersifat karsinogenik. Munculnya
kanker pada hewan percobaan akan membuat kita lebih berhati-hati ketika
memilih makanan yang mengandung zat karsinogenik itu. Pada binatang
percobaan terlihat pemanis buatan bersifat racun bagi janin, meskipun hal ini
masih perlu penelitian yang lebih intens, sebaiknya ibu hamil berhati-hati ketika
memilih makanan atau minuman yang mengandung pemanis buatan (Khomsan,
2004: 174-175).
2.3.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan
atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan
lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada
umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu
sebagai berikut:
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan,
dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu
dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan,
sebagai contoh pengawet, pewarna, pemanis, dan pengeras.
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan yaitu bahan yang
tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak
sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama
proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula
merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk
tujuan poduksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke
dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam
golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida,
dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polosiklis.
Apabila dilihat dari asalnya, bahan tambahan pangan dapat berasal dari
sumber alamiah, seperti lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya. Bahan ini dapat
juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan
alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metabolismenya, misalnya
B-karoten dan asam askorbat. Pada umumnya bahan sintesis mempunyai
kelebihan, yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah, tetapi ada pula
kelemahannya, yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga
mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat
karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan atau manusia.
Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila:
1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam
pengolahan.
2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau yang tidak memenuhi persyaratan.
3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk pangan.
4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
2.3.3 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan
Usaha membuat standar internasional telah dirintis oleh FAO dan WHO
serta dilaporkan dalam bentuk spesifikasi untuk identitas dan kemurnian bahan
tambahan, toksikologi, dan pada akhir-akhir ini mengenai efektivitas. Pada
umumnya, telah dapat diterima bahwa kadar yang diizinkan tidak melebihi kadar
yang dibutuhkan untuk menghasilkan sifat teknologi atau perubahan yang
diinginkan dalam penggunaan bahan tambahan itu. Peraturan internasional lain
sedang dikembangkan oleh negara-negara yang mempunyai kebijakan
perdagangan yang sama, seperti Masyarakat Ekonomi Eropa, sedangkan di
Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang
diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia) oleh
Departemen Kesehatan diatur dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 722/MenKes/Per/IX/88, terdiri dari golongan BTP yang
diantaranya sebagai berikut:
1. Antioksidan (antioxidant).
2. Antikempal (anticaking agent).
3. Pengatur Keasaman (acidity regulator)
4. Pemanis Buatan (artificial sweeterner)
5. Pemutih dan pematang tepung (flour treatment agent)
6. Pengemulsi, pemantap, dan pengental (emulsifier, stabilizer, thickener)
7. Pengawet (preservative)
8. Pengeras (firming agent)
9. Pewarna (colour)
10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavour, flavour enhancer)
11. Sekuestran (sequestrant)
2.4 Pemanis Buatan
Secangkir teh manis atau sepotong kue yang manis dan legit, memang
sangat menggugah selera. Rasa manis merupakan rasa yang pertama kali dikenal
oleh manusia. Rasa manis juga merupakan salah satu dari empat rasa dasar yang
dikenal oleh lidah kita. Rasa manis pada makanan berasa dari senyawa gula yang
termasuk karbohidrat. Kita mengenal beberapa jenis gula, diantaranya gula
tebu/gula pasir, gula bit, gula aren, gula jawa, dan gula batu. Berbagai jenis gula
tersebut dipergunakan untuk mendapatkan rasa manis pada makanan (Rahmini,
2007: 64).
Perkembangan industri dan minuman akan kebutuhan pemanis dari tahun ke
tahun semakin meningkat. Industri pangan dan minuman lebih menyukai
menggunakan pemanis sintetis karena selain harganya relatif murah, tingkat
kemanisan pemanis sintetis jauh lebih tinggi dari pemanis alami. Hal tersebut
mengakibatkan terus meningkatnya penggunaan pemanis sintetis terutama sakarin
dan siklamat. Peningkatan penggunaan bahan pemanis sintetis di Indonesia untuk
industri pangan dan minuman diperhitungkan dengan melihat perkembangan
produksi pangan dan minuman jadi dan perkembangan pemakaian gula pasir
sebagai bahan baku utama oleh industri tersebut. Sebagai contoh, dari data
statistik industri menyebutkan bahwa pada rentang waktu antara 1980 – 1985
terjadi kenaikan produksi teh botol, limun, dan sirup sebesar 47,9%, 1,2%, dan
52,7%. Sementara pemakaian gula pasir pada industri teh botol dan limun
kenaikannya hanya 2,4%, sedangkan pada sirup turun menjadi 49,9%. Dengan
demikian ada indikasi bahwa penurunan pemakaian gula pasir pada industri sirup
telah diganti oleh bahan pemanis lain karena sirup tidak mungkin menggunakan
gula merah dan gula cair karena penyediaannya terbatas.
Dilihat dari data pemakaiannya selama 5 tahun ada peningkatan pemakaian
pemanis buatan rata-rata sebesar 13,5%. Meningkatnya penggunaan pemanis
buatan tersebut perlu dilihat dampaknya, mengingat pemanis buatan seperti
sakarin dan siklamat diduga dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan
apabila dikonsumsi secara berlebih. Beberapa penelitian terhadap hewan
percobaan menunjukkan bahwa konsumsi sakarin dan siklamat dapat
menyebabkan timbulnya kanker kandung kemih (Cahyadi, 2009: 76-77).
a. Mekanisme kerja zat pemanis
Suatu senyawa untuk dapat digunakan sebagai pemanis, kecuali berasa manis,
juga harus memenuhi beberapa kriteria tertentu, seperti:
1. Larut dan stabil dalam kisaran pH yang luas.
2. Stabil pada kisaran suhu yang luas.
3. Mempunyai rasa manis dan tidak mempunyai side atau after-taste.
4. Murah, setidak-tidaknya tidak melebihi harga gula.
Rasa manis dapat dirasakan jika molekul tepat melekat pada reseptor, yaitu
struktur penerima stimulasi dari luar yang terdapat pada membran sel lidah.
Melekatnya molekul ini memicu proses berantai yang pada akhirnya
menghasilkan zat transmisi saraf. Zat ini berfungsi sebagai sinyal yang memberi
tau otak bahwa lidah sedang memakan sesuatu yang manis. Jadi, zat apapun yang
melekat dengan pas pada reseptor rasa manis, akan dianggap gula oleh otak.
b. Zat pemanis sintetis
Penggunaan pemanis sintetis yang semula hanya ditujukan untuk produk-
produk khusus bagi penderita diabetes, saat ini penggunaannya semakin meluas
pada berbagai produk pangan secara umum. Ini dikarenakan tingkat
kemanisannya yang tinggi, sehingga penggunaan pemanis sintetis dalam produk
pangan hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil. Selain itu, harganya yang lebih
ekonomis menjadi penyebab berbagai kalangan lebih tertarik menggunakan
pemanis sintetis dibandingkan pemanis alami yang cenderung lebih mahal.
Pemanis sintetis tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia, sehingga tidak
berfungsi sebagai sumber energi. Walaupun pemanis sintetis memiliki kelebihan
dibandingkan pemanis alami, kita perlu menghindari konsumsi yang berlebihan
karena dapat memberikan efek samping bagi kesehatan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa beberapa jenis pemanis buatan berpotensi menyebabkan
tumor dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu, Organisasi Kesehatan Dunia
(World Health Organization/WHO) telah menetapkan batas-batas yang disebut
Acceptable Daily Intake (ADI) atau kebutuhan per orang per hari, yaitu jumlah
yang dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan resiko.
2.4.1 Siklamat
Siklamat merupak
manis. Siklamat mempunyai rasa manis sebesar 30 kali lebih besar dari rasa manis
gula, tetapi nilai kalorinya lebih rendah. Siklamat yang digunakan biasanya
berupa natrium atau kalsium siklamat (Kurniawat
Siklamat pertama kali ditemukan dengan tidak sengaja oleh Michael Sveda
pada tahun 1973. Sejak tahun 1950 siklamat ditambahkan ke dalam pangan dan
minuman. Siklamat biasanya tersedia dalam bentuk garam natrium dari asam
siklamat dengan rumus molekul C
natrium sikloheksilsulfamat atau natrium siklamat. Dalam perdagangan, siklamat
dikenal dengan nama assugrin, sucaryl, sugar twin,
masyarakat umum, siklamat lebih dikenal den
struktur kimianya dapat dilihat pada gambar berikut:
Keterangan : Rumus molekus siklamat
Gambar 2.1 Struktur Kimia Natrium Siklamat
Siklamat merupakan bahan pemanis buatan yang dapat mempertajam rasa
manis. Siklamat mempunyai rasa manis sebesar 30 kali lebih besar dari rasa manis
gula, tetapi nilai kalorinya lebih rendah. Siklamat yang digunakan biasanya
berupa natrium atau kalsium siklamat (Kurniawati, 2003: 10-11).
Siklamat pertama kali ditemukan dengan tidak sengaja oleh Michael Sveda
pada tahun 1973. Sejak tahun 1950 siklamat ditambahkan ke dalam pangan dan
minuman. Siklamat biasanya tersedia dalam bentuk garam natrium dari asam
us molekul C6H11NHSO3Na. Nama lain dari siklamat adalah
natrium sikloheksilsulfamat atau natrium siklamat. Dalam perdagangan, siklamat
assugrin, sucaryl, sugar twin, atau weight watchers
masyarakat umum, siklamat lebih dikenal dengan nama sarimanis.
struktur kimianya dapat dilihat pada gambar berikut:
Rumus molekus siklamat C6H11NHSO3Na
Gambar 2.1 Struktur Kimia Natrium Siklamat
an bahan pemanis buatan yang dapat mempertajam rasa
manis. Siklamat mempunyai rasa manis sebesar 30 kali lebih besar dari rasa manis
gula, tetapi nilai kalorinya lebih rendah. Siklamat yang digunakan biasanya
Siklamat pertama kali ditemukan dengan tidak sengaja oleh Michael Sveda
pada tahun 1973. Sejak tahun 1950 siklamat ditambahkan ke dalam pangan dan
minuman. Siklamat biasanya tersedia dalam bentuk garam natrium dari asam
Na. Nama lain dari siklamat adalah
natrium sikloheksilsulfamat atau natrium siklamat. Dalam perdagangan, siklamat
weight watchers. Pada
gan nama sarimanis. Adapun
Siklamat berasa manis tanpa rasa ikutan yang kurang disenangi. Bersifat
mudah larut dalam air dan intensitas kemanisannya kurang lebih 30 kali
kemanisan sukrosa. Dalam industri pangan, natrium siklamat dipakai sebagai
bahan pemanis yang tidak mempunyai nilai gizi (non-nutritive) untuk pengganti
sukrosa. Siklamat bersifat tahan panas, sehingga sering digunakan dalam pangan
yang diproses dalam suhu tinggi, misalnya pangan dalam kaleng (Cahyadi, 2009:
84).
2.4.2 Karakteristik Siklamat
Karakteristik Siklamat adalah sebagai berikut:
1. Siklamat yang berbentuk garam Natrium siklamat merupakan serbuk
kristalin putih dan tidak berbau.
2. Garam siklamat (Natrium siklamat) akan mengering pada suhu 105ºC.
3. Natrium siklamat tidak larut dalam alkohol, benzena, kloroform maupun
ether tetapi larut dalam air dan bersifat netral.
Berbeda dengan jenis pemanis buatan lain yang dalam penggunaannya akan
memberikan efek rasa pahit, pada penggunaan siklamat dalam makanan atau
minuman tidak akan memberikan efek rasa pahit. Rasa manis yang dihasilkan dari
penggunaan siklamat tanpa adanya rasa ikutan pahit inilah yang menjadi dasar
dari penggunaan siklamat (Lestari, 2011: 33).
2.4.3 Dampak siklamat bagi kesehatan
Meskipun memiliki tingkat kemanisan yang tinggi dan rasanya enak (tanpa
rasa pahit), tetapi siklamat dapat membahayakan kesehatan. Hasil penelitian
bahwa tikus yang diberikan siklamat dapat menimbulkan kanker kandung kemih.
Hasil metabolisme siklamat, yaitu sikloheksiamin bersifat karsinogenik. Oleh
karena itu, ekskresinya melalui urine dapat merangsang pertumbuhan tumor.
Penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa siklamat dapat menyebabkan
atropi, yaitu terjadinya pengecilan testikular dan kerusakan kromosom. Penelitian
yang dilakukan oleh para ahli Academy of Science pada tahun 1985 melaporkan
bahwa siklamat maupun turunannya (sikloheksiamin) tidak bersifat karsinogenik,
tetapi diduga sebagai tumor promotor.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, kadar
maksimum asam siklamat yang diperbolehkan dalam pangan dan minuman
berkalori rendah dan untuk penderita diabetes melitus adalah 3 g/kg bahan pangan
dan minuman.
Menurut WHO, batas konsumsi harian siklamat yang aman (ADI) adalah 11
mg/kg berat badan. Adanya peraturan bahwa penggunaan siklamat dan sakarin
masih diperbolehkan, serta kemudahan mendapatkannya dengan harga yang relatif
murah dibandingkan dengan gula alam. Hal tersebut menyebabkan produsen
pangan dan minuman terdorong untuk menggunakan jenis pemanis buatan
tersebut di dalam produk (Cahyadi, 2009: 84-85).
Siklamat yang memiliki tingkat kemanisan yang tinggi dan enak rasanya
tanpa rasa pahit ini mulai digunakan pada tahun 1950. Pemanis ini dinyatakan
tidak berbahaya dan dan digunakan secara luas dalam makanan dan minuman
selama bertahun-tahun. Namun, pada tahun 1969 keamanannya mulai diragukan
karena ada sebuah penelitian yang melaporkan bahwa siklamat dapat
menyebabkan terjadinya kanker kandung kemih pada tikus percobaan yang diberi
ransum siklamat. Tingkat peracunan siklamat melalui mulut pada tikus percobaan
memiliki LD50 (50% hewan percobaan mati) sebesar 12 g/kg berat badan. Setelah
munculnya beberapa penelitian mengenai siklamat, Amerika Serikat, Kanada, dan
Inggris melarang penggunaan siklamat sebagai zat aditif makanan di negara
mereka.
Dibandingkan pemanis sintetis nonkalori yang lain, siklamat merupakan
pemanis sintetis yang paling besar jumlahnya dikonsumsi di Indonesia. Menurut
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, penggunaan siklamat hanya
diperbolehkan untuk pasien diabetes melitus ataupun untuk orang yang
membutuhkan makanan berkalori rendah (Farida. 1989) dalam (Wijaya, 2011: 94-
95). Namun pada kenyataannya penggunaan siklamat semakin meluas pada
berbagai kalangan dan beragam produk (Winarno dan Birowo, 1988 dalam
Wijaya, 2011: 95).
Di Indonesia, penggunaan siklamat untuk dikonsumsi telah diatur oleh
Badan POM dalam Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis
Buatan dalam Produk Pangan. Aturan ini membahas batas penggunaan maksimum
siklamat untuk tiap kategori pangan dengan mendasarkan perhitungannya pada
Acceptable Daily Intake (ADI).
Sebagai lembaga yang berwenang dalam hal pengawasan obat dan makanan
yang beredar di pasaran Indonesia, serta memperhatikan aspek keamanan terhadap
penggunaan bahan pemanis sintetis, Badan POM menegaskan pada setiap industri
yang akan menggunakan siklamat sebagai pemanis harus mencantumkan laporan
hasil uji siklamat yang dilakukan oleh lembaga (laboratorium pengujian)
terakreditasi.
Siklamat tidak boleh digunakan sembarangan pada produk-produk pangan.
Hanya produk makanan dan minuman tertentu yang masuk sub kategori tertentu
saja yang bisa menggunakannya. Produk-produk makanan dan minuman untuk
bayi, balita, serta ibu hamil dan menyusui tidak boleh menggunakan siklamat
(Wijaya, 2011: 95-96).
Penggunaan pemanis buatan yang berlebihan atau melebihi batas
maksimum pemakaian bisa menyebabkan penyakit batuk dan infeksi tenggorokan,
juga dapat menimbulkan kanker kandung kemih, migrain, tremor, kehilangan
daya ingat, bingung, insomnia, iritasi, asma, hipertensi, diare, sakit perut, alergi,
impotensi, gangguan seksual, kebotakan dan kanker otak.
2.5 Bakteri Escherichia coli
Minuman olahan terdiri dari beberapa bahan salah satunya adalah air. Air
minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak
berbau. Air minum pun seharusnya tidak mengandung kuman patogen dan segala
makhluk yang membahayakan kesehatan manusia. Tidak mengandung zat kimia
yang dapat mengubah fungsi tubuh, tidak dapat diterima secara estetis, dan dapat
merugikan secara ekonomis. Air itu seharusnya tidak korosif, tidak meninggalkan
endapan pada seluruh jaringan distribusinya. Pada hakekatnya, tujuan ini dibuat
untuk mencegah terjadinya serta meluasnya penyakit bawaan air water-borne-
diseases (Soemirat, 2011: 130).
Istilah “mikroorganisme indikator” sebagaimana digunakan dalam analisis
air mengacu pada sejenis mikroorganisme yang kehadirannya di dalam air
merupakan bukti bahwa air tersebut terpolusi oleh bahan tinja dari manusia atau
hewan berdarah panas. Artinya, terdapat peluang bagi berbagai macam
mikroorganisme patogenik, yang secara berkala terdapat dalam saluran
pencernaan, untuk masuk ke dalam air tersebut.
Beberapa ciri penting suatu organisme indikator ialah:
1. Terdapat dalam air tercemar dan tidak ada dalam air yang tidak tercemar.
2. Terdapat dalam air bila ada patogen.
3. Jumlah mikroorganisme indikator berkorelasi dengan kadar polusi.
4. Mempunyai kemampuan bertahan hidup yang lebih besar daripada
patogen.
5. Mempunyai sifat yang seragam dan mantap.
6. Terdapat dalam jumlah yang lebih banyak daripada patogen (hal ini
membuatnya mudah dideteksi).
7. Mudah dideteksi dengan teknik-teknik laboratorium yang sederhana.
Beberapa spesies atau kelompok bakteri telah dievaluasi untuk menentukan
sesuai tidaknya untuk digunakan sebagai organisme indikator. Di antara
organisme-organisme yang dipelajari, yang hampir memenuhi semua persyaratan
suatu organisme indikator yang ideal ialah Escherichia coli (Pelczar, Michael.
2008: 872-873).
2.5.1 Pengertian Escherichia coli
Escherichia coli pertama kali diidentifikasikan oleh dokter hewan Jerman,
Theodor Escherich dalam studinya mengenai sistem pencernaan pada bayi hewan.
Pada 1885, beliau menggambarkan organisme ini sebagai komunitas bakteri coli
(Escherich, 1885) dengan membangun segala perlengkapan patogenitasnya di
infeksi saluran pencernaan. Nama “Bacterium Coli” sering digunakan sampai
pada tahun 1991. Ketika Castellani dan Chalames menemukan
genus escherichia dan menyusun tipe spesies Escherichia coli (Diassafons,
Anjarsari, Nining, 2012: 4).
Escherichia sebagai salah satu contoh terkenal mempunyai beberapa spesies
hidup di dalam saluran pencernaan makanan manusia dan hewan berdarah panas.
Escherichia coli misalnya mula-mula diisolasi oleh Escherich (1885) dari tinja
bayi. Sejak diketahui bahwa jasad tersebut tersebar pada semua individu, maka
analisis bakteriologi air minum ditujukan kepada kehadiran jasad tersebut.
Walaupun adanya jasad tersebut tidak dapat memastikan adanya jasad patogen
secara langsung, tetapi dari hasil yang didapat, memberikan kesimpulan bahwa
bakteri coli dalam jumlah tertentu di dalam air, dapat digunakan sebagai indikator
adanya jasad patogen.
Pencemaran materi fekal tidak dikehendaki, baik ditinjau dari segi estetika,
kebersihan, sanitasi maupun kemungkinan terjadinya infeksi yang berbahaya. Jika
didalam 100 ml air minum terdapat 500 bakteri coli, memungkinkan terjadinya
penyakit gastroenteritis yang segera diikuti oleh demam tifus Escherichia coli
pada keadaan tertentu dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh sehingga
dapat tinggal di dalam blader (cystitis) dan pelvis (pyelitis) ginjal dan hati, antara
lain dapat menyebabkan diare, septimia, peritonistis, meningistis, dan infeksi-
infeksi lainnya (Suriawiria, 2003: 74-75).
Escherichia coli adalah salah satu bakteri yang tergolong koliform dan
hidup secara normal di dalam kotoran manusia maupun hewan, oleh karena itu
disebut juga koliform fekal. Bakteri koliform lainnya berasal dari hewan dan
tanaman mati disebut koliform non fekal (Fardiaz, 1992 dalam Purnamasari, 2009:
34-35).
Sel Escherichia coli mempunyai ukuran panjang 2,0 – 6,0 µm, tersusun
tunggal, berpasangan. Escherichia coli tumbuh pada suhu udara 10 – 400C,
dengan suhu optimum 370C. pH optimum pertumbuhannya adalah 7,0 – 7,5.
Bakteri ini sangat sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu
pasteurisasi (Supardi, 1999 dalam Purnamasari, 2009: 35).
Menurut Adam, 2004 bahwa bakteri yang secara tipikal mesofolik ini juga
dapat tumbuh pada suhu sekitar 7 – 10 0C. Jika disimpan dibawah 10
0C maka
bakteri tipe mesofilik juga akan tumbuh sangat lambat (dalam Purnamasari, 2009:
35). Escherichia coli yang umumnya menyebabkan diare terjadi di seluruh dunia
(Brooks, 2001 dalam Purnamasari, 2009: 35).
Bakteri Escherichia coli merupakan mikroflora normal pada usus
kebanyakan hewan berdarah panas. Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif,
berbentuk batang, tidak membentuk spora, kebanyakan bersifat motil (dapat
bergerak) menggunakan flagela, ada yang mempunyai kapsula, dapat
menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa. Escherichia
coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan
yang tercemar, misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang,
susu mentah, dan cemaran fekal pada air dan pangan (Diassafons, Anjarsari,
Nining, 2012: 8).
2.5.2 Faktor Pendukung Perkembangbiakan Bakteri Escherichia coli dalam
Minuman
Perkembangbiakan bakteri dalam makanan ditentukan oleh keadaan
lingkungan serta temperatur yang cocok, selain ketersediaan zat gizi sebagai
sumber makanan. Satu sel bakteri yang hidup dalam lingkungan yang sesuai,
misalnya dalam waktu 20-30 menit, akan membelah diri sehingga menurut
perhitungan laboratorium, dalam waktu 7 jam jumlah bakteri akan bertambah
menjadi 2 juta. Laju pertumbuhan bakteri bukan hanya tergantung pada faktor
waktu. terdapat juga faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik menguraikan
parameter yang khas untuk bahan makanan tersebut (pH, Kelembaban, dll)
sementara faktor ekstrinsik (pemrosesan, penyimpanan, kemasan,dll) (Diassafons,
Anjarsari, Nining, 2012: 8-10).
2.5.3 Sanitasi yang Mempengaruhi Adanya E.coli pada Minuman Olahan
Sanitasi dari minuman olahan sangat berperan penting dengan ada atau
tidaknya keberadaan bakteri E.coli pada minuman olahan tersebut, baik dilihat
dari proses pengolahan, pengangkutan, dan penyajian saat dijajakan.
Dalam proses pengolahan minuman olahan, harus memenuhi persyaratan
sanitasi terutama menjaga kebersihan peralatan masak yang digunakan dan tempat
pengolahan atau dapur.
Dalam proses pengangkutan minuman olahan yang siap santap perlu di
perhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Memiliki wadah masing-masing
b. Wadah yang digunakan harus utuh, kuat, dan ukurannya memadai dengan
campuran dari minuman olahan yang ditempatkan dan terbuat dari bahan
anti karat atau anti bocor.
c. Wadah selama dalam perjalanan tidak boleh selalu dibuka dan tetap dalam
keadaan tertutup sampai di tempat penyajian.
Makanan dan minuman yang disajikan pada tempat yang bersih, peralatan
yang digunakan bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian
bersih dan rapi. Tidak boleh terjadi kontak langsung dengan makanan yang
disajikan (Kusmayadi, 2008 dalam Purnamasari, 2009: 32).
Dalam penyajian minuman olahan biasanya pedagang menggunakan alat
pengambil/sendok es yang telah mengalami kontak dengan lingkungan luar.
Karena alat pengambil/sendok es tersebut diletakkan/digantung didekat
wadah/toples bahan-bahan dari es setelah menyajikan es pada pembeli. Sehingga
alat tersebut dapat tercemar bakteri E.coli.
2.6 Kerangka Berpikir
2.6.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Minuman olahan
Bahan tambahan
Pangan
Sanitasi
Minuman olahan
Bakteri Pemanis
Buatan
Escherichia
coli
Siklamat
Permenkes RI No.
722/Menkes/Per/IX/
88
Permenkes RI No.
492/Menkes/PER/IV
/2010
2.6.2 Kerangka Konsep
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
Keterangan:
= Variabel Independen
= Variabel Dependen
= Variabel yang diteliti
Siklamat
Minuman
Olahan
Escherichia
coli