2010-1-00634-tisi bab 2

86
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perawatan (Maintenance) Perawatan (maintenance) adalah memperbaiki alat-alat mekanik atau elektrik yang sedang rusak atau terganggu (dikenal sebagai reparasi, tidak terjadwal atau pemeliharaan secara kebetulan), dan juga melakukan aktivitas rutin yang menjaga peralatan bekerja dengan baik (dikenal sebagai pemeliharaan terjadwal) atau mencegah masalah sebelum masalah timbul (http1). Menurut Assauri (2008, p134), maintenance merupakan kegiatan memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dengan mengadakan perbaikan atau penyesuaian/penggantian yang diperlukan supaya terdapat suatu keadaaan operasional produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan. Jadi maintenance didefinisikan sebagai tindakan yang mengembalikan unit yang rusak/gagal ke kondisi operasi atau menjaga unit non-failed dalam status operasional. Kegiatan perawatan berdampak pada keseluruhan sistem, keandalan, ketersediaan, downtime, biaya operasi, dan sebagainya. Tujuan utama dari sistem perawatan adalah menjaga proses produksi agar berjalan dalam kondisi operasi yang optimum. Optimum disini berarti dapat memenuhi permintaan yang diterima dengan memperhatikan minimasi biaya yang diperlukan (Nasution, 2006, p361). Ada beberapa hal yang menjadi tujuan utama dilakukannya aktifitas perawatan mesin (O’Connor, 2001, p407), yaitu: 1. Mempertahankan kemampuan alat atau fasilitas produksi agar memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi.

Transcript of 2010-1-00634-tisi bab 2

Page 1: 2010-1-00634-tisi bab 2

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Perawatan (Maintenance)

Perawatan (maintenance) adalah memperbaiki alat-alat mekanik atau elektrik

yang sedang rusak atau terganggu (dikenal sebagai reparasi, tidak terjadwal atau

pemeliharaan secara kebetulan), dan juga melakukan aktivitas rutin yang menjaga

peralatan bekerja dengan baik (dikenal sebagai pemeliharaan terjadwal) atau mencegah

masalah sebelum masalah timbul (http1). Menurut Assauri (2008, p134), maintenance

merupakan kegiatan memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dengan

mengadakan perbaikan atau penyesuaian/penggantian yang diperlukan supaya terdapat

suatu keadaaan operasional produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang

direncanakan. Jadi maintenance didefinisikan sebagai tindakan yang mengembalikan

unit yang rusak/gagal ke kondisi operasi atau menjaga unit non-failed dalam status

operasional. Kegiatan perawatan berdampak pada keseluruhan sistem, keandalan,

ketersediaan, downtime, biaya operasi, dan sebagainya.

Tujuan utama dari s istem perawatan adalah menjaga proses produksi agar

berjalan dalam kondisi operasi yang optimum. Optimum disini berarti dapat memenuhi

permintaan yang diterima dengan memperhatikan minimasi biaya yang diperlukan

(Nasution, 2006, p361). Ada beberapa hal yang menjadi tujuan utama dilakukannya

aktifitas perawatan mesin (O’Connor, 2001, p407), yaitu:

1. Mempertahankan kemampuan alat atau fasilitas produksi agar memenuhi

kebutuhan sesuai dengan rencana produksi.

Page 2: 2010-1-00634-tisi bab 2

15

2. Menjaga kualitas produk pada tingkat yang tepat untuk memenuhi kebutuhan

produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu.

3. Mengurangi pemakaian dan penyimpanan yang diluar batas dan menjaga modal

yang diinvestasikan dalam perusahaan selama jangka waktu yang ditentukan

sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan mengenai investasi tersebut.

4. Mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan melaksanakan

kegiatan maintenance secara efektif dan efisien untuk keseluruhannya.

5. Memperhatikan dan menghindari kegiatan–kegiatan operasi mesin serta

peralatan yang dapat membahayakan keselamatan kerja.

6. Mengadakan suatu kerjasama yang erat dengan fungsi–fungsi utama lainnya dari

suatu perusahaan, dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan yaitu

tingkat keuntungan atau return investment yang sebaik mungkin dan total biaya

serendah mungkin.

Adapun kegiatan-kegiatan perawatan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan (inspection), yaitu tindakan yang ditujukan terhadap sistem atau

mesin untuk mencegah terjadinya breakdown secara mendadak, dan untuk

mengetahui apakah sistem atau mesin bekerja dengan baik sesuai dengan

fungsinya.

2. Penggantian (replacement), yaitu tindakan penggantian komponen yang tidak

dapat berfungsi lagi. Penggantian ini mungkin dilakukan secara mendadak atau

dengan perencanaan sebelumnya.

3. Reparasi (repair), yaitu melakukan perbaikan secara cermat pada saat terjadi

kerusakan kecil. Tindakan ini dilakukan setelah status gagal sudah terjadi.

Page 3: 2010-1-00634-tisi bab 2

16

4. Overhaul, yaitu tindakan pemeriksaan secara menyeluruh yang biasanya

dilakukan pada akhir periode tertentu.

2.2 Klasifikasi Perawatan

Secara umum jenis-jenis pemeliharaan dibagi menjadi 2(dua) kategori yaitu

reactive maintenance dan proactive maintenance (Ebeling, 1997, p189).

2.2.1 Reactive Maintenance

Reactive maintenance merupakan mode perawatan “run it till it breaks”. Tidak

ada tindakan atau usaha yang diambil untuk memelihara peralatan seperti kondisi

awalnya. Jadi reactive maintenance adalah bentuk perawatan dimana peralatan dan

fasilitas diperbaiki karena breakdown atau gagal. Reactive maintenance dilakukan dalam

menanggapi downtime yang tidak terencana atau tidak terjadwal, biasanya karena

kegagalan, apakah kegagalan internal atau eksternal (Ebeling, 1997, p189).

Keuntungan dari reactive maintenance adalah initial costs yang lebih rendah dari

metode perawatan lain dan hanya membutuhkan beberapa staf dalam proses perbaikan.

Sedangkan kerugian dari reactive maintenance adalah biaya meningkat karena downtime

peralatan yang tidak terencana, dapat menambah biaya yang berkaitan dengan perbaikan

atau penggantian peralatan, penggunaan sumber daya staf yang tidak efisien, serta

menambah biaya tenaga kerja, khususnya jika perpanjangan waktu dibutuhkan karena

proses penggantian atau perbaikan komponen yang tidak diketahui waktunya (http4).

Salah satu metode perawatan yang termasuk dalam reactive maintenance adalah

corrective maintenance (perawatan perbaikan). Corrective maintenance adalah

perbaikan secara remedial ketika terjadi peralatan yang rusak dan kemudian harus

Page 4: 2010-1-00634-tisi bab 2

17

diperbaiki atas dasar prioritas atau kondisi darurat. Sering pula disebut sebagai

perawatan darurat (emergency maintenance). Kegiatan corrective maintenance bersifat

perbaikan pasif yaitu menunggu sampai kerusakan terjadi terlebih dahulu, kemudian

baru diperbaiki agar fasilitas produksi maupun peralatan yang ada dapat dipergunakan

kembali dalam proses produksi sehingga operasi dalam proses produksi dapat berjalan

lancar dan kembali normal.

Corrective maintenance terdiri dari tindakan-tindakan mengembalikan sistem

yang gagal ke status operasional. Biasanya meliputi penggantian atau perbaikan

komponen yang bertanggungjawab dalam kegagalan sistem secara keseluruhan.

Corrective maintenance dilakukan pada interval yang tidak terprediksi karena waktu

kerusakan komponen tidak diketahui sebelumnya. Tujuan dari corrective maintenance

adalah untuk mengembalikan sistem untuk memenuhi operasi dalam waktu sesingkat

mungkin. Corrective maintenance terdiri dari 3(tiga) langkah (http2):

a. Diagnosis masalah. Teknisi maintenance harus mengambil waktu untuk

menempatkan part yang gagal atau kalau tidak menilai penyebab kegagalan

sistem.

b. Reparasi dan/atau mengganti komponen yang salah. Segera sesudah penyebab

kegagalan sistem ditentukan, harus mengambil tindakan terhadap penyebab

tersebut, biasanya dengan mengganti atau mereparasi komponen yang

menyebabkan sistem menjadi gagal.

c. Pembuktian tindakan perbaikan. Segera sesudah komponen tersebut diperbaiki

atau diganti, teknisi maintenance harus membuktikan bahwa sistem dapat

beroperasi kembali dengan baik.

Page 5: 2010-1-00634-tisi bab 2

18

Tindakan corrective ini dapat memakan biaya perawatan yang lebih murah dari

pada tindakan preventive. Hal tersebut dapat terjadi apabila kerusakan terjadi saat mesin

atau fasilitas tidak melakukan proses produksi. Namun saat kerusakan terjadi selama

proses produksi berlangsung maka biaya perawatan akan mengalami peningkatan akibat

terhentinya proses produksi yang menganggu proses secara keseluruhan. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa tindakan corrective memusatkan permasalahan

setelah permasalahan itu terjadi, bukan menganalisa masalah untuk mencegahnya agar

tidak terjadi.

2.2.2 Proactive Maintenance

Proactive maintenance dapat dilakukan hanya ketika dan untuk. Perawatan ini

harus dapat mengurangi angka kegagalan yang tida terjadwalkan atau memperpanjang

umur komponen. Secara umum diasumsikan bahwa kegiatan proactive maintenance

lebih murah dari kegiatan reactive maintenance (Ebeling, 1997, p189).

2.2.2.1 Pemeliharaan Pencegahan (Preventive maintenance)

Pemeliharaan perbaikan (preventive maintenance) adalah perawatan dan

perbaikan oleh personel untuk tujuan pemeliharaan peralatan dan fasilitas dalam kondisi

operasi yang memuaskan dengan menyediakan inspeksi sistematis, deteksi, dan koreksi

dari kegagalan yang baru mulai terjadi sebelum kegagalan benar-benar terjadi atau

berkembang menjadi kerusakan yang besar. Kegiatan pemeliharaan termasuk pengujian,

pengukuran, penyesuaian, dan penggantian suku cadang, yang dilakukan secara khusus

untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan. Tujuan utama dari pemeliharaan

sendiri adalah untuk menghindari atau mengurangi akibat dari kegagalan peralatan. Hal

Page 6: 2010-1-00634-tisi bab 2

19

ini mungkin terjadi dengan mencegah kegagalan sebelum kegagalan terjadi. Preventive

maintenance dirancang untuk menjaga dan mengembalikan keandalan peralatan dengan

mengganti komponen usang sebelum benar-benar rusak (http3).

Preventive maintenance merupakan penjadwalan aktivitas pemeliharaan yang

telah direncanakan dalam mencegah breakdown dan kegagalan. Tujuan utamanya adalah

untuk mencegah kegagalan peralatan sebelum kegagalan benar-benar terjadi, serta

memelihara dan meningkatkan keandalan peralatan dengan mengganti komponen usang

sebelum komponen tersebut benar-benar gagal/rusak. Jadwal untuk preventive

maintenance didasarkan pada observasi dari perilaku sistem, mekanisme komponen

wear-out dan pengetahuan tentang komponen apa yang kritis untuk melanjutkan operasi

sistem. Biaya merupakan faktor dalam menjadwalkan kegiatan ini (keandalan juga salah

satu faktor tetapi biaya lebih umum karena keandalan dan resiko dapat digambarkan

dalam biaya). Aktivitas preventive maintenance terdiri dari pengecekkan komponen,

pemeriksaan sebagian atau seluruh pada periode waktu tertentu, penggantian oli,

pemberian minyak, dan sebagainya. Sebagai tambahan, para pekerja dapat mencatat

kerusakan peralatan, sehingga mereka tahu untuk mengganti atau mereparasi bagian

yang usang sebelum kegagalan sistem terjadi karenanya.

Preventive maintenance adalah pilihan yang logis jika 2(dua) kondisi berikut ini

terpenuhi:

• Kondisi # 1: komponen tersebut memiliki tingkat kegagalan yang semakin

meningkat. Dengan kata lain, tingkat kegagalan dari komponen meningkat

seiring waktu, sehingga menyiratkan wear-out.

• Kondisi # 2: biaya keseluruhan dari tindakan preventive maintenance harus

kurang dari biaya keseluruhan dari sebuah tindakan corrective. (catatan: dalam

Page 7: 2010-1-00634-tisi bab 2

20

biaya keseluruhan untuk tindakan corrective, harus mencakup tambahan yang

nyata dan/atau biaya tak berwujud, seperti biaya downtime, kehilangan biaya

produksi, dan sebagainya.)

Jika kedua kondisi ini terpenuhi, maka preventive maintenance ini masuk akal

dilakukan. Selain itu, berdasarkan rasio biaya, waktu yang optimal untuk tindakan

tersebut dapat dengan mudah dihitung untuk satu komponen (http2).

Menurut Assauri (2008, p135), dalam prakteknya preventive maintenance yang

dilakukan oleh suatu perusahaan pabrik dapat dibedakan atas:

1. Routine maintenance

Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang

dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari. Contohnya adalah pembersihan

fasilitas atau peralatan, pelumasan (lubrication) atau pengecekan oli, serta

pengecekan bahan bakarnya dan mungkin termasuk pemanasan (warming-up)

dari mesin-mesin selama beberapa menit sebelum dipakai berproduksi sepanjang

hari.

2. Periodic maintenance.

Periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang

dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya setiap satu

minggu sekali, lalu meningkat setiap satu bulan sekali, dan akhirnya setiap satu

tahun sekali. Periodic maintenance dapat pula dilakukan dengan memakai

lamanya jam kerja mesin atau fasilitas produksi tersebut sebagai jadwal kegiatan,

misalnya setiap seratus jam kerja mesin sekali, lalu meningkat setiap lima ratus

jam kerja mesin sekali dan seterusnya, Jadi sifat kegiatan maintenance ini tetap

secara periodik atau berkala. Kegiatan periodic maintenance ini jauh lebih berat

Page 8: 2010-1-00634-tisi bab 2

21

daripada kegiat an routine maintenance. Sebagai contoh dari kegiatan periodic

maintenance adalah pembongkaran karburator ataupun pembongkaran alat-alat

dibagian sistem aliran bensin, setting katup-katup pemasukan dan pembuangan

cylinder mesin dan pembongkaran mesin atau fasilitas tersebut untuk

penggantian bearing, serta service dan overhaul besar ataupun kecil.

Ada beberapa kesalahpahaman tentang preventive maintenance, salah satunya

seperti preventive maintenance terlalu mahal. Logika ini menyatakan bahwa biaya

preventif lebih mahal untuk pemeliharaan dan penjadwalan downtime yang tetap

daripada biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasikan peralatan sampai perbaikan

mutlak diperlukan. Hal ini mungkin benar untuk beberapa komponen, namun harus

dibandingkan tidak hanya dari biaya tetapi juga keuntungan dan penghematan jangka

panjang dengan preventive maintenance. Tanpa preventive maintenance, contohnya,

biaya untuk waktu produksi yang hilang dari breakdown peralatan yang tidak terjadwal

akan terjadi. Preventive maintenance akan menghasilkan penghematan karena

peningkatan layanan sistem yang efektif. Keuntungan jangka panjang dari preventive

maintenance meliputi peningkatan keandalan sistem, penurunan baiya penggantian,

penurunan downtime sistem, manajemen persediaan suku cadang yang lebih baik.

Preventive maintenance ini sangat penting karena kegunaannya yang sangat

efektif didalam menghadapi fasilitas-fasilitas produksi yang termasuk dalam golongan

critical unit. Sebuah fasilitas atau peralatan produksi akan termasuk dalam golongan

“critical unit”, apabila:

• Kerusakan fasilitas produksi akan menyebabkan kemacetan seluruh proses

produksi.

Page 9: 2010-1-00634-tisi bab 2

22

• Kerusakan fasilitas produksi ini akan mempengaruhi kualitas dari produk yang

dihasilkan.

• Kerusakan fasilitas produksi atau peralatan tersebut akan membahayakan

kesehatan atau keselamatan para pekerja.

• Modal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut atau harga dari fasilitas ini sudah

cukup besar (mahal).

Preventive Maintenance menurut Ebeling terdiri dari langkah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Metodologi Preventive Maintenance

Page 10: 2010-1-00634-tisi bab 2

23

Penjelasan dari langkah-langkah adalah sebagai berikut :

1. Penentuan Mesin dan Komponen Kritis

Penentuan mesin kritis dilakukan dengan melihat frekuensi breakdown dan

downtime yang tertinggi diantara mesin-mesin. Dan juga untuk menentukan

komponen kritis dengan melihat frekuensi breakdown dan downtime tertinggi.

2. Perhitungan TTF dan TTR

Perhitungan TTF dengan menghitung selisih waktu ketika kerusakan pertama

selesai diperbaiki dengan waktu kerusakan berikutnya. Sedangkan TTR dihitung

lamanya proses perbaikan yaitu selisih waktu kerusakan selesai diperbaiki dengan

waktu kerusakan.

3. Penentuan Distribusi Data TTF dan TTR Berdasarkan Index of Fit Terbesar

Perhitungan Index of Fit (r) dilakukan untuk masing-masing komponen dan

masing-masing jenis distribusi. Distribusi data ditentukan berdasarkan nilai r

terbesar yang paling mendekati 1. Untuk distribusi yang digunakan adalah

distribusi weibull, exponential, normal, dan lognormal.

4. Uji Goodness of Fit

Hasil perhitungan index of fit hanya memberikan gambaran distribusi yang paling

mendekati data. Perlu dilakukan uji ini untuk memastikan data benar mengikuti

distribusi tersebut. Untuk uji Goodness of Fit ini perlu dilakukan perhitungan

manual dan dapat juga dilakukan dengan software minitab.

5. Penentuan parameter sesuai distribusi

Setelah didapatkan distribusi untuk masing – masing komponen, kemudian

ditentukan parameter berdasarkan distribusi yang sesuai. Parameter – parameter ini

yang akan digunakan pada perhitungan MTTF dan MTTR.

Page 11: 2010-1-00634-tisi bab 2

24

6. Perhitungan MTTF dan MTTR

Perhitungan MTTF dan MTTR dilakukan dengan menggunakan parameter untuk

masing – masing komponen. MTTF merupakan waktu rata – rata terjadinya

kerusakan (komponen selesai diperbaiki sampai komponen rusak kembali), dan

MTTR merupakan waktu rata – rata yang diperlukan untuk melakukan

perbaikan.

7. Penentuan interval waktu penggantian komponen

Penentuan interval waktu penggantian komponen dilakukan untuk mengetahui

waktu yang tepat komponen untuk dilakukan penggantian pencegahan.

Penentuan interval waktu penggantian komponen dilakukan berdasarkan

downtime minimum dengan menggunakan trial dan error pada beberapa nilai

waktu.

8. Penentuan inteval waktu pemeriksaan komponen

Interval pemeriksaan komponen dilakukan untuk meminimasi kerusakan

(breakdown) mendadak yang terjadi pada komponen – komponen tersebut.

Pemeriksaan tesebut dilakukan secara keseluruhan dari komponen untuk melihat

bagaimana kondisi dari komponen tersebut.

9. Perhitungan Availability

Availability atau tingkat ketersediaan merupakan presentase waktu suatu

komponen atau sistem dapat beroperasi pada interval waktu tertentu. Perhitungan

tingkat availability komponen meliputi tingkat availability jika dilakukan

penggantian pencegahan dan pemeriksaan terhadap komponen tersebut.

10. Perhitungan dan Perbandingan Reliability Sebelum dan Sesudah Preventive

Maintenance

Page 12: 2010-1-00634-tisi bab 2

25

Reliability atau tingkat keandalan merupakan probabilitas dari sebuah mesin atau

peralatan untuk tidak mengalami kerusakan selama proses berlangsung. Dari

hasil perhitungan tingkat reliability yang telah dilakukan sebelumnya, dapat

diketahui tingkat keandalan dari suatu komponen pada kondisi berjalan dengan

tingkat reliability pada kondisi usulan sesudah diterapkan preventive

maintenance. Dengan perbandingan reliability tersebut, dapat diketahui kenaikan

atau bahkan penurunan keandalan yang terjadi.

11. Perhitungan dan Perbandingan Downtime Sebelum dan Sesudah Preventive

Maintenance

Perhitungan total downtime yang dilakukan pada saat kondisi berjalan dan saat

kondisi usulan sesudah diterapkan preventive maintenance bertujuan untuk

mengetahui peningkatan atau penurunan total downtime yang terjadi.

12. Perhitungan dan Perbandingan Frekuensi Pergantian Sebelum dan Sesudah

Preventive Maintenance

Dari interval waktu penggantian komponen dapat diketahui frekuensi

penggantian sesudah preventive maintenance. Dimana frekuensi penggantian

setelah preventive maintenance menjadi lebih banyak atau lebih sering.

13. Perhitungan dan Perbandingan Failure Cost dan Preventive Cost

Failure cost terdiri dari biaya kehilangan produksi yang akan dialami akibat

produksi berhenti, biaya komponen, dan biaya teknisi untuk memperbaiki.

Sedangkan untuk preventive cost terdiri dari biaya komponen dan biaya teknisi.

Jika ternyata preventive cost lebih kecil, maka akan ada penghematan biaya,

sehingga dapat diusulkan untuk penerapan preventive maintenance pada

perusahaan, dan sebaliknya.

Page 13: 2010-1-00634-tisi bab 2

26

2.2.2.2 Pemeliharaan Prediktif (Predictive Maintenance)

Predictive maintenance merupakan estimasi yang dilakukan melalui pengukuran

dan alat diagnosis, ketika komponen mendekati kegagalan dan harus diperbaiki atau

diganti, mengeliminasi kegiatan perawatan tidak terjadwal yang lebih mahal.

Pendekatan ini berusaha untuk mendeteksi terjadinya degradasi peralatan dan

mengetahui masalah yang telah diidentifikasi. Hal ini mengarah pada kemampuan

fungsional saat ini maupun masa depan. Pada dasarnya, pemeliharaan prediktif berbeda

dengan pemeliharaan pencegahan, dengan mendasari kebutuhan pemeliharaan pada

kondisi aktual peralatan, daripada jadwal yang telah ditetapkan. Pemeliharaan

pencegahan berbasis pada waktu.

Keuntungan pemeliharaan ini adalah memberikan peningkatan ketersediaan dan

hidup operasional komponen, memungkinkan tindakan korektif untuk pencegahan,

penurunan downtime peralatan, menurunkan biaya suku cadang dan tenaga kerja,

memberikan kualitas produk yang lebih baik, meningkatkan keselamatan pekerja dan

lingkungan, serta meningkatkan penghematan energi. Kekurangan yang ada seperti

meningkatnya investasi dalam peralatan diagnostik dan pelatihan staf (http5).

2.3 Sistem Perawatan

Agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sistem perawatan harus

memiliki respons yang baik terhadap kerusakan-kerusakan yang akan muncul maupun

kapasitas kerja yang memadai untuk menangani kerusakan yang telah terjadi. Untuk

kepentingan ini, maka sistem perawatan harus memiliki dan menjalankan fungsi dari

beberapa hal seperti variabel keputusan, kriteria kinerja, batasan, masukan, dan keluaran

(Nasution, 2006, p364).

Page 14: 2010-1-00634-tisi bab 2

27

2.3.1 Variabel Keputusan

Ada 4 variabel keputusan dalam penentuan kebijaksanaan perawatan menurut

Nasution (2006, p365), yaitu:

1. What, menyatakan apa yang harus dirawat

Dalam proses produksi yang sederhana, penentuan komponen atau fasilitas apa

yang harus mendapat prioritas perawatan akan mudah ditentukan. Berlainan

dengan proses produksi yang kompleks, dimana mungkin terdapat ratusan

bahkan ribuan komponen yang harus dijaga tingkat keandalannya. Komponen

digolongkan berdasarkan kontribusi masing-masing komponen atau fasilitas

terhadap keandalan proses produksi secara keseluruhan dan pengaruhnya

terhadap total biaya operasi.penggolongannya adalah:

a. Kelas A (Komponen Kritis), yaitu komponen atau fasilitas yang

kerusakannya akan mengakibatkan berhentinya proses produksi secara

keseluruhan dan memerlukan biaya yang tinggi untuk keperluan repair, serta

biaya kesempatan produksi yang hilang. Komponen atau fasilitas jenis ini

memerlukan pengawasan yang ketat serta usaha perawatan yang intensif.

b. Kelas B (Komponen Mayor), yaitu komponen atau fasilitas yang

mempengaruhi kelancaran proses produksi. Sewaktu mengalami kerusakan,

komponen atau fasilitas ini tidak menghentikan proses produksi secara

keseluruhan. Komponen atau fasilitas jenis ini memerlukan control

perawatan yang sedang.

c. Kelas C (Komponen Minor), yaitu komponen atau fasilitas yang bersifat

pendukung. Kerusakan komponen jenis ini mungkin menurunkan efisiensi

lokal fasilitas yang bersangkutan, tetapi tidak menganggu proses produksi

Page 15: 2010-1-00634-tisi bab 2

28

secara keseluruhan. Komponen atau fasilitas jenis ini hanya perlu usaha

perawatan yang terbatas.

Penggolongan ini akan menghasilkan daftar prioritas komponen atau fasilitas,

sehingga pihak perawat dapat membuat urutan kerja komponen atau fasilitas apa

yang harus dirawat atau diperbaiki terlebih dahulu.

2. How, menyatakan bagaimana perawatan harus dilakukan

Mengacu pada cara apa yang paling tepat untuk dilaksanakan, bukan pada

kelengkapan atau kecanggihan peralaan yang dimiliki. Terdapat 3 (tiga) cara

umum yang dipakai yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu inspeksi

(inspection), perawatan perbaikan (corrective maintenance), dan perawatan

preventif (preventive maintenance).

Terdapat dua pertimbangan dalam memilih alternatif mana yang terbaik untuk

dilaksanakan:

a. Ketersediaan data akurat untuk pola kerusakan komponen atau fasilitas

b. Biaya untuk perawatan preventif, reparasi, dan waktu produksi yang hilang

Untuk beberapa proses produksi kontinyu, perawatan preventif mutlak

diperlukan. Dalam hal ini dua pertimbangan diatas dapat diabaikan karena biaya

set up operasi yang dikarenakan penghentian proses produksi sangat tinggi.

3. Who, menyatakan siapa yang harus melakukan aktivitas perawatan

Pemilihan terhadap kegiatan perawatan internal atau eksternal didasarkan atas

pertimbangan penguasaan teknologi dan frekuensi perawatan. Untuk proses

produksi dengan tingkat teknologi yang tidak tinggi, perawatan internal sering

dilakukan. Penguasaan teknologi yang tinggi dan frekuensi kerusakan yang

Page 16: 2010-1-00634-tisi bab 2

29

sedikit, mengarahkan pihak manajemen untuk memilih perawatan eksternal.

Pertimbangan tambahan disini adalah faktor biaya.

4. Where, menyatakan dimana usaha perawatan dilaksanakan

Terdapat 2 (dua) alternatif umum, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Faktor-

faktor yang menjadi pertimbangan pemilihan alternatif adalah frekuensi

perawatan, spesialisasi keahlian tenaga perawatan, prioritas perawatan, dan

alokasi waktu perwatan. Perawatan sentralisasi mengakibatkan tingkat utilitas

tenaga dan fasilitas perawatan menjadi lebih tinggi tetapi membutuhkan alokasi

waktu perawatan yang lebih besar sehingga waktu kerusakan yang dialami

komponen atau fasilitas akan lebih lama. Keadaan sebaliknya akan terjadi pada

perawatan desentralisasi.

2.3.2 Kriteria Kinerja

Seperti sistem kontrol pada umumnya, sistem perawatan bertujuan memperlancar

operasi proses produksi sehingga dapat mencapai penghematan ekonomi. Dari sisni

dapat dikatakan bahwa ukuran utama dari kinerja sistem perawatan adalah biaya.

Dengan memperhatikan variabel-variabel keputusan yang dibuat, maka kebijaksanaan

perawatan jangka pendek nanatinya akan berupa kombinasi pilihan antara perawatan

perbaikan dan perawatan pencegahan (Nasution, 2006, p368).

2.3.3 Batasan

Sejumlah alternatif yang tersedia dalam aktivitas maintenance dibatasi oleh

beberapa hal. Alternatif yang memiliki waktu pelaksanaan jangka panjang (what, who,

where) dibatasi oleh perancangan sistem dalam hal proses teknologi, layout, dan

Page 17: 2010-1-00634-tisi bab 2

30

kapasitas, yaitu tentang ukuran grup perawatan dan fasilitas yang terlibat. Untuk variabel

keputusan how, perencanaan agregat dan anggaran menjadi pembatas dalam hal

penentuan jumlah suku cadang (Nasution, 2006, p369).

2.3.4 Masukan (Input)

Masukan sistem perawatan adalah data tentang komponen dan fasilitas proses

produksi, dan data tentang perawatan yang telah dilakukan. Data yang tersedia seringkali

dianggap kurang mencukupi. Untuk itu perlu diberikan asumsi-asumsi dan perkiraan.

Secara umum data masukan untuk sistem perawatan digolongkan berdasarkan kinerja

fisik dan ekonominya. Informasi dalam sistem perawatan adalah (Nasution, 2006, p370):

1. Karakteristik fisik, terdiri dari prosedur inspeksi dan pengujian, dan distribusi

statistik untuk waktu inspeksi, waktu perbaikan, dan waktu perawatan

pencegahan.

2. Karakteristik ekonomi, terdiri dari biaya inspeksi, biaya perbaikan dan perawatan

pencegahan yang meliputi tenaga kerja, suku cadang, dan overhead, serta biaya

idle dari peralatan perawatan.

2.3.5 Keluaran (Output)

Dalam kondisi operasi normal, sistem perawatan menghasilkan (Nasution, 2006,

p371):

1. Jadwal aktivitas untuk:

a. Inspeksi status komponen atau fasilitas

b. Reparasi komponen atau fasilitas yang mengalami kerusakan

c. Perawatan pencegahan untuk komponen kritis (kelas A)

Page 18: 2010-1-00634-tisi bab 2

31

2. Laporan yang mencakup:

a. Status komponen atau fasilitas setelah inspeksi, reparasi, atau perawatan

pencegahan

b. Perencanaan kebutuhan suku cadang

c. Perencanaan kebutuhan kapasitas perawatan dalam satuan man-hour

2.4 Keandalan (Reliability)

Secara umum keandalan diartikan sebagai peluang suatu fasilitas ataupun proses

produksi memiliki kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam kurun waktu dan

kondisi operasi tertentu (Nasution, 2006, p361). Menurut Wignjosoebroto (2003, p307),

secara umum istilah “reliability” mungkin dapat diterjemahkan dengan “mampu untuk

diandalkan”. Reliability sendiri berasal dari kata reliable yang berarti dapat dipercaya

(trusty, consistent, atau honest). Reliabilitas didasarkan pada teori statistik/probabilitas.

Tujuan pokoknya adalah mampu diandalkan untuk bekerja sesuai dengan fungsinya,

dengan suatu kemungkinan sukses dalam periode waktu tertentu yang ditargetkan.

Keandalan (reliability) menurut Ebeling (1997, p5), didefinisikan sebagai kemungkinan

suatu komponen atau sistem akan menjalankan fungsinya selama periode waktu yang

diberikan dalam kondisi operasi yang telah ditentukan.

Dalam Assurance Science, reliabilitas ini biasa didefinisikan sebagai “the

probability of a product its intended life and under the operating conditions

encountered”. Dari sini terdapat empat elemen dasar reliabilitas yang perlu diperhatikan,

yaitu:

• Peluang (probability), dimana nilai reliability adalah berada diantara 0 dan 1.

Page 19: 2010-1-00634-tisi bab 2

32

• Kinerja (performance), performansi yang diharapkan atau tujuan yang

diinginkan, harus digambarkan secara jelas dan spesifik. Untuk setiap unit

terdapat suatu standar untuk menentukan apa yang dimaksud dengan performansi

atau tujuan yang diharapkan. Deskripsi kegagalan juga harus ditetapkan dengan

jelas. Kegagalan harus didefinisikan tergantung pada fungsi yang dilakukan oleh

sistem.

• Waktu operasi (time of operations), waktu unit harus diidentifikasikan, konsep

reliability dinyatakan dalam suatu periode waktu. Peluang suatu sistem untuk

digunakan selama setahun akan berbeda dengan peluang sistem tersebut untuk

digunakan dalam sepuluh tahun.

• Kondisi operasi (operating condition), kondisi lingkungan akan mempengaruhi

umur sistem atau peralatan, seperti suhu, kelembaban dan kecepatan gerak. Hal

ini menjelaskan bagaimana perlakuan yang diterima sistem dapat memberikan

tingkat keandalan yang berbeda dalam kondisi operasionalnya.

2.5 Maintainability

Maintainability didefinisikan sebagai kemungkinan melakukan perbaikan yang

berhasil dalam kurun waktu yang diberikan. Dengan kata lain, maintainability mengukur

keringanan dan kecepatan dengan apa sistem dapat dikembalikan ke status

operasionalnya setelah kegagalan terjadi. Contonhnya, jika dikatakan suatu komponen

memiliki 90 % maintainability dalam 1 jam, ini berarti 90 % kemungkinan komponen

tersebut diperbaiki dalam waktu 1 jam (http2). Ebeling (1997, p6) juga mendefinisikan

maintainability sebagai kemungkinan perbaikan dalam waktu yang diberikan,

Page 20: 2010-1-00634-tisi bab 2

33

kemungkinan suatu komponen atau sistem yang mengalami kegagalan untuk

dikembalikan atau diperbaiki ke kondisi yang ditetapkan dalam periode waktu ketika

pemeliharaan (maintenance) dilakukan sesuai dengan prosedur tertentu.

2.6 Availability

Ada metrik tambahan yang dibutuhkan untuk kemungkinan komponen atau

sistem beroperasi pada waktu yang diberikan (tidak gagal atau telah kembali setelah

mengalami kegagalan), yaitu availability (ketersediaan). Availability adalah standar

pelaksanaan untuk sistem yang dapat diperbaiki yang dicatat untuk properti keandalan

dan pemeliharaan komponen atau sistem. Availability didefinisikan sebagai

kemungkinan sistem beroperasi sebaik-baiknya ketika akan digunakan, atau

kemungkinan suatu sistem tidak gagal atau dalam perbaikan ketika sistem diperlukan

(http2). Menurut Ebeling (1997, p6) availability didefinisikan sebagai probabilitas suatu

komponen atau sistem menunjukkan fungsi yang diharapkan pada suatu waktu tertentu

ketika dioperasikan dalam kondisi operasional tertentu. Availability juga dapat

diinterpretasikan sebagai persentase waktu suatu komponen atau sistem dapat beroperasi

pada interval waktu tertentu atau persentase pengoperasian komponen dalam waktu yang

tersedia. Angka probabilitas availability menunjukkan kemampuan komponen untuk

berfungsi setelah dilakukan tindakan perawatan terhadapnya. Dengan demikian semakin

besar nilai availability menunjukkan semakin tinggi kemampuan komponen tesebut,

atau dapat dikatakan semakin nilai availability mendekati satu, maka semakin baik

keadaan komponen tersebut untuk dapat beroperasi sesuai fungsinya.

Page 21: 2010-1-00634-tisi bab 2

34

Tabel dibawah ini mengilustrasikan hubungan antara reliability, maintainiability,

dan availability.

Tabel 2.1 Hubungan antara reliability, maintainiability, dan availability

Sumber: (http2)

2.7 Downtime

Downtime mengacu pada periode waktu ketika suatu sistem tidak tersedia atau

gagal untuk menyediakan atau melakukan fungsi utamanya. Downtime dapat terjadi

karena pemeliharaan rutin atau juga akibat dari sistem gagal berfungsi karena peristiwa

yang tidak direncanakan, contohnya seperti ketika unit mengalami masalah seperti

kerusakan yang dapat mengganggu kinerja secara keseluruhan sehingga membutuhkan

sejumlah waktu tertentu untuk mengembalikan fungsi unit tersebut pada kondisi semula.

Menurut Ebeling (1997, p190), downtime terdiri dari beberapa unsur, yaitu:

1. Supply delay, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh personal maintenance untuk

memperoleh komponen atau suku cadang yang dibutuhkan untuk menyelesaikan

proses perbaikan.

2. Maintenance delay, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menunggu ketersediaan

sumber daya perawatan untuk melakukan proses perbaikan.

Page 22: 2010-1-00634-tisi bab 2

35

3. Acces time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan akses ke komponen

yang mengalami kerusakan.

4. Diagnosis time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menentukan penyebab

kerusakan dan langkah perbaikan apa yang harus ditempuh untuk memperbaiki

kerusakan.

5. Diagnosis time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menentukan penyebab

kerusakan dan langkah perbaikan apa yang harus ditempuh untuk memperbaiki

kerusakan.

6. Repair of replacement time, yaitu waktu aktual yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan proses pemulihan setelah permasalahan dapat diidentifikasi dan

akses ke komponen yang rusak dapat dicapai.

7. Verification and alignment time yaitu waktu yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa 

unit telah kembali pada kondisi operasi semula.

2.8 Kurva Laju Kerusakan

Ebeling (1997, p31) menjelaskan mengenai kurva yang menunjukkan pola laju

kerusakan sesaat yang umum bagi suatu produk yang dikenal dengan istilah bathtub

curve karena bentuknya, gambar 2.1. Sistem yang memiliki fungsi laju kerusakan ini

pada awal siklus penggunaannya mengalami penurunan laju kerusakan (kerusakan dini),

diikuti dengan laju kerusakan yang mendekati konstan (usia pakai), kemudian

mengalami peningkatan laju kerusakan (melewati masa pakai). Tabel 2.2 dibawahnya

menjelaskan fase-fase yang terjadi pada sebuah komponen, penyebabnya dan cara

menguranginya.

Page 23: 2010-1-00634-tisi bab 2

36

)(χ t

Gambar 2.2 Bathtub curve

Sumber : Ebeling (1997, p31)

Tabel 2.2 Bathup curve

Karakteristik Disebabkan oleh Dikurangi dengan

Burn-in Penurunan laju

kerusakan

Cacat saat manufaktur

seperti: quality control tidak

memenuhi syarat,

kontaminasi, lemahnya

kerjasama pekerja, part yang

cacat, patah.

Pengujian burn-in,

screening, quality

control, acceptance

testing

Useful life Laju kerusakan

konstan

Lingkungan, human error,

perubahan kondisi,

kerusakan yang tidak dapat

dijelaskan penyebabnya

Redudansi,

Wear-out Peningkatan laju

kerusakan

Keausan (kelelahan), korosi,

umur pakai, gesekan

Preventive

maintenance,

penggantian part,

teknologi

Sumber: Ebeling (1997, p32)

Page 24: 2010-1-00634-tisi bab 2

37

2.9 Distribusi Kerusakan

Setiap fasilitas memiliki pola kerusakan yang berbeda-beda. Untuk melakukan

analisa terhadap masalah yang terkait dengan perawatan mesin, dapat digunakan

beberapa jenis distribusi kerusakan dan perbaikan untuk mendekati pola kerusakan dan

perbaikan mesin yang terjadi. Terdapat 4 macam distribusi yang umum digunakan untuk

mengidentifikasi pola data kerusakan yang terbentuk, antara lain distribusi eksponensial,

distribusi weibull, distribusi normal dan distribusi lognormal (Ebeling, 1997, p362).

2.9.1 Distribusi Eksponensial

Distribusi Eksponensial mempunyai laju kerusakan yang tetap terhadap waktu.

Atau dengan kata lain, bahwa probabilitas terjadinya kerusakan tidak tergantung pada

umur alat. Kerusakan yang terjadi secara acak biasanya akan mengikuti distribusi ini.

Distribusi ini dikenal luas dan banyak dipakai dalam perhitungan keandalan (reliability)

dan digunakan untuk menghitung keandalan dari distribusi kerusakan yang memiliki laju

kerusakan konstan. Parameter yang digunakan dalam distribusi ini adalah λ, yang

menunjukkan rata–rata kedatangan kerusakan yang terjadi. (Ebeling, 1997, p42).

2.9.2 Distribusi Weibull

Distribusi weibull merupakan distribusi yang banyak digunakan dalam analisa

keandalan karena kemampuannya untuk memodelkan peningkatan dan penurunan laju

kerusakan. Distribusi Weibull banyak digunakan dalam bentuk dua parameter, yaitu θ

sebagai parameter skala (scale) yang memperngaruhi nilai tengah dari pola data, dan β

Page 25: 2010-1-00634-tisi bab 2

38

sebagai parameter bentuk (shape) yang mempengaruhi laju kerusakan Ebeling (1997,

p59).

Dalam distribusi Weibull yang menentukan tingkat kerusakan dari pola data yang

terbentuk adalah parameter β. Nilai-nilai β yang menunjukkan laju kerusakan terdapat

dalam tabel 2.3 (Ebeling, 1997, p64).

Tabel 2.3 Nilai-nilai parameter β

Nilai Laju Kerusakan 0 < β <1 Pengurangan laju kerusakan (DFR) β = 1 Distribusi Eksponensial (CFR)

1 < β < 2 Peningkatan laju kerusakan (IFR), Konkaf β = 2 Distribusi Rayleigh β > 2 Peningkatan laju kerusakan (IFR), Konveks

3 ≤ β ≤ 4 Peningkatan laju kerusakan (IFR), mendekati kurva normal

Sumber : Ebeling (1997, p64)

Keterangan : IFR = Increasing Failure Rate

DFR = Decreasing Failure Rate CFR = Constant Failure Rate

2.9.3 Distribusi Normal

Distribusi normal ini cocok digunakan dalam memodelkan fenomena keausan

atau kondisi wearout dari suatu sistem. Karena hubungannya dengan distribusi

lognormal, distribusi ini juga digunakan untuk menganalisa probabilitas lognormal.

Distribusi ini dapat memodelkan masalah yang kompleks. Bentuk distribusi normal

menyerupai lonceng (bell shaped curve), sehingga memiliki nilai simetris terhadap nilai

rataan dengan dua parameter pembentuk yaitu μ (nilai tengah) dan σ (standar deviasi)

(Ebeling, 1997, p69)

Page 26: 2010-1-00634-tisi bab 2

39

2.9.4 Distribusi Lognormal

Distribusi lognormal menggunakan dua parameter yaitu s yang merupakan

parameter bentuk (shape parameter), dan tmed sebagai parameter lokasi (location

parameter) yang merupakan nilai tengah dari suatu distribusi kerusakan. Distribusi ini

dapat memiliki berbagai macam bentuk, sehingga sering dijumpai bahwa data yang

sesuai dengan distribusi Weibull juga sesuai dengan distribusi Lognormal (Ebeling,

1997, p73).

2.10 Identifikasi Distribusi dan Perhitungan Parameter Distribusi

Dalam mengidentifikasikan distribusi kerusakan atau perbaikan suatu komponen

digunakan index of fit (r) yang merupakan ukuran hubungan linear antara peubah x dan

y. Dengan least-squares curve fitting distribusi yang terpilih adalah distribusi yang nilai

index of fit-nya terbesar. Setelah selesai dilakukan identifikasi dengan index of fit,

selanjutnya proses pengujian hipotesa dari distribusi yang terpilih dengan goodness of fit

untuk memastikan apakah benar distribusi yang terpilih sudah sesuai dengan hipotesa

yang diujikan.

Penentuan parameter akan menggunakan parameter yang didapatkan dari

goodness of fit dengan metode maximum likelihood estimator (Ebeling, 1997, p374).

Masing-masing distribusi memiliki jenis parameter dan cara perhitungan yang berbeda-

beda. Nilai-nilai parameter ini nantinya akan digunakan untuk menentukan langkah-

langkah perhitungan selanjutnya untuk mendapatkan nilai dari Mean Time To Failure

(MTTF) atau nilai dari Mean Time To Repair (MTTR).

Page 27: 2010-1-00634-tisi bab 2

40

2.10.1 Index of Fit dengan Metode Least Square Curve Fitting (LSCF)

Metode Least-Squares Curve-Fitting (LSCF) digunakan untuk menentukan jenis

distribusi yang paling mewakili penyebaran suatu data kerusakan. Untuk mengetahui

apakah pola data pengamatan mengikuti suatu pola data tertentu maka perlu diketahui

nilai index of fit (r) dari masing-masing distribusi kerusakan. Suatu pengamatan dapat

dikatakan mendekati pola data tertentu jika memiliki index of fit terbesar dibandingkan

dengan index of fit distribusi yang lain. Distribusi yang mempunyai nilai index of fit (r)

terbesar akan diuji lagi menurut hipotesa distribusinya dengan goodness of fit untuk

memastikan apakah data tersebut benar-benar sesuai mengikuti pola distribusi tertentu.

Index of fit didapatkan dengan rumus sebagai berikut :

4.03.0

)(+−

=ni

tF i

Dimana : i = data waktu ke-t

n = banyak data kerusakan

1. Distribusi Eksponensial

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

=

∑ ∑∑ ∑

∑ ∑∑

= == =

= ==

n

i

n

iii

n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

aleksponenti

yynxxn

yxyxnr

1

2

1

2

1

2

1

2

1 11

Dimana:

ii tx =

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−

=)(1

1lnln

ii tF

y

Page 28: 2010-1-00634-tisi bab 2

41

2. Distribusi Weibull

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

=

∑ ∑∑ ∑

∑ ∑∑

= == =

= ==

n

i

n

iii

n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

weibull

yynxxn

yxyxnr

1

2

1

2

1

2

1

2

1 11

Dimana:

)ln( ii tx =

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−

=)(1

1lnln

ii tF

y

3. Distribusi Normal

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

=

∑ ∑∑ ∑

∑ ∑∑

= == =

= ==

n

i

n

iii

n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

normal

zznxxn

zxzxnr

1

2

1

2

1

2

1

2

1 11

Dimana:

ii tx =

zi = Φ-1[F(ti)] diperoleh dari tabel Φ(z) di lampiran

4. Distribusi Lognormal

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

=

∑ ∑∑ ∑

∑ ∑∑

= == =

= ==

n

i

n

iii

n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

normal

zznxxn

zxzxnr

1

2

1

2

1

2

1

2

1 11log

Dimana:

)ln( ii tx =

zi = Φ-1[F(ti)] diperoleh dari tabel Φ(z) di lampiran

Page 29: 2010-1-00634-tisi bab 2

42

2.10.2 Goodness of Fit dengan Metode Maximum Likelihood Estimator (MLE)

Tahap berikutnya adalah dengan melakukan pengujian distribusi secara khusus

dengan goodness of fit untuk nilai index of fit yang terbesar. Pengujian dilakukan dengan

membandingkan antara hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (H1).

Ho : waktu kerusakan berasal dari distribusi tertentu

H1 : waktu kerusakan tidak berasal dari distribusi tertentu.

Statistik ini kemudian dibandingkan dengan nilai kritik yang diperoleh dari tabel.

Secara umum, apabila pengujian statistik ini berada di luar nilai krit ik, maka Ho

diterima. Sebaliknya, maka H1 yang diterima.

Ada dua jenis goodness-of-fit test yaitu uji umum (general tes ts) dan uji khusus

(spesific tests ). Uji umum dapat digunakan untuk menguji beberapa distribusi,

sedangkan uji khusus mas ing-masing hanya dapat menguji satu jenis distribus i. Tentu

saja uji khusus lebih akurat dalam menolak suatu distribusi yang tidak sesuai

dibandingkan dengan uji umum.

Uji umum yaitu uji Chi-square sedangkan untuk penelitian yang dilakukan akan

menggunakan uji khusus yang lebih powerful dibandingkan dengan uji umum (Ebeling,

1997, p392). Adapun uji khusus yang akan dipakai terdiri dari Mann's Test untuk

distribusi Weibull, Bartlett's Tes t untuk distribusi eksponensial, serta Kolmogorov-

Smirnov Test untuk distribusi normal dan lognormal.

1. Bartlett’s Test untuk Distribusi Eksponensial

Menurut Ebeling, (1997, p399) hipotesa untuk melakukan uji ini adalah :

H0 : Data kerusakan berdistribusi Eksponential

H1 : Data kerusakan tidak berdistribusi Eksponential

Page 30: 2010-1-00634-tisi bab 2

43

Uji statistiknya adalah:

6r1)(r

1

lntr1

tr1

ln2rB

r

1ii

r

1ii

++

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛−⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛

=∑∑==

Dimana:

ti = data waktu kerusakan ke-i

r = jumlah kerusakan

B = nilai uji statistik untuk uji Bartlett’s Test

H0 diterima jika B jatuh dibawah wilayah kritis :

2

1,2

2

1,2

1−−

− <<rr

XBX αα

2. Mann’s Test untuk Distribusi Weibull

Menurut Ebeling, (1997, p400) hipotesa untuk melakukan uji ini adalah:

H0 : Data kerusakan berdistribusi Weibull

H1 : Data kerusakan tidak berdistribusi Weibull

Uji statistiknya adalah :

( )

( )∑

=

+

+=

+

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡ −

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡ −

=1

1

12

1

11

11

lnln

lnln

k

i i

ii

r

ki i

ii

Mtt

k

Mtt

kM

M i = Zi+1 - Zi

Page 31: 2010-1-00634-tisi bab 2

44

Zi = ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

+−

−−25.05.0

1lnlnni

Dimana:

ti = data waktu kerusakan yang ke-i

Xi = ln(ti)

r,n = banyaknya data

M i = nilai pendekatan Mann untuk data ke-i

M α,k1,k2 = nilai M tabel untuk distribusi Weibull lihat distribusi F,

dengan v1 = k1 dan v2 = k2

k1 = r/2

k2 = (r-1)/2 bil. bulat terbesar yang lebih kecil dari (r/2)

H0 diterima jika M hitung jatuh dibawah wilayah kritis :

M hitung < M tabel (α,k1,k2)

3. Kolmogorov-Smirnov untuk Distribusi Normal dan Lognormal

Menurut Ebeling,(1997, p402) hipotesa untuk melakukan uji ini adalah :

H0 : Data kerusakan berdistribusi Normal atau Lognormal

H1 : Data kerusakan tidak berdistribusi Normal dan Lognormal

Uji statistiknya adalah: Dn = max{D1,D2}

Dimana:

⎪⎭

⎪⎬⎫

⎪⎩

⎪⎨⎧ −

−⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ −Φ=

≤≤ ni

stt

D i

ni

1max11

⎪⎭

⎪⎬⎫

⎪⎩

⎪⎨⎧

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ −Φ−=

≤≤ stt

ni

D i

ni12 max

Page 32: 2010-1-00634-tisi bab 2

45

∑=

=n

i

i

nt

t1

ln dan

1

)(ln1

2

2

−=∑=

n

tts

n

ii

Dimana:

ti = data waktu kerusakan ke-i

t = rata-rata data waktu kerusakan

s = standar deviasi

n = banyaknya data kerusakan

Jika Dn < Dkritis maka terima H0. Nilai Dkrit is diperoleh dari table critical value for

Kolmogorov-Smirnov test for normality

2.10.3 Penentuan Parameter dengan LSCF dan MLE

Setelah distribusi dari masing-masing data kerusakan dan perbaikan

teridentifikasi, maka selanjutnya adalah mencari parameter dari masing-masing

distribusi untuk dijadikan variabel dalam menghitung nilai dari MTTF dan MTTR.

Untuk mendapatkan parameter dapat dilakukan dua cara, yaitu dengan parameter index

of fit dengan metode LSCF atau dengan menggunakan parameter dari goodness of fit

dengan metode MLE.

2.10.3.1 Penentuan Parameter dengan LSCF

1. Distribusi Eksponensial (Ebeling, 1997, p364)

Gradien : ∑

=

== n

ii

n

iii

x

yxb

1

2

1 ; Intersep : xbya −=

Page 33: 2010-1-00634-tisi bab 2

46

Parameter : λ = b

2. Distribusi Weibull (Ebeling, 1997, p368)

Gradien :

∑ ∑

∑ ∑∑

= =

= ==

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

=n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

xxn

yxyxnb

1

2

1

2

1 11

Intersep : xbya −=

Parameter : β = b dan θ = ⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−ba

e

3. Distribusi Normal (Ebeling, 1997, p370)

Gradien : b =

∑ ∑

∑ ∑∑

= =

= ==

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−

n

1i

2n

1ii

2i

n

1i

n

1ii

n

1iiii

xxn

zxzxn

Intersep : xbya −=

Parameter : σ = b1

dan μ = ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛−

ba

4. Distribusi Lognormal (Ebeling, 1997, p371)

Gradien : b =

∑ ∑

∑ ∑∑

= =

= ==

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−

n

1i

2n

1ii

2i

n

1i

n

1ii

n

1iiii

xxn

zxzxn

Intersep : xbya −=

Parameter : s = b1

dan tmed = e-sa

Page 34: 2010-1-00634-tisi bab 2

47

2.10.3.2 Penentuan Parameter dengan MLE

1. Distribusi Eksponensial (Ebeling, 1997, p376)

Parameter : λ = Tr

= ∑=

n

i it

r

1

Dimana: ti = waktu kegagalan

2. Distribusi Weibull (Ebeling, 1997, p377)

Parameter : β = β yang didapat dari least square fit.

θ = ( )β/1

1

ββ1

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡ −+∑=

r

isi trnt

r

Dimana:

ti = waktu kegagalan

ts = ⎪⎩

⎪⎨

IItipedatauntuktItipedatauntukt

lengkapdatauntuk

r

*

1

r = n = jumlah kegagalan

3. Distribusi Normal (Ebeling, 1997, p378)

Parameter : μ = x = t

σ = 2σ

Dimana:

ti = waktu kegagalan

s2 = ( )

11

2

−∑=

n

ttn

ii

2σ = ( )

nsn 21−

Page 35: 2010-1-00634-tisi bab 2

48

4. Distribusi Lognormal (Ebeling, 1997, p378)

Parameter : μ = ∑=

n

i

i

nt

1

ln

medt = μe

s = 2s

Dimana:

ti = waktu kegagalan

n = jumlah kegagalan

2s = ntn

i i∑−−

12)μ(ln

2.11 Mean Time to Failure (MTTF)

Mean Time To Failure (MTTF) adalah nilai rata-rata selang waktu kerusakan

atau nilai yang diharapkan (expected value) dari suatu distribusi kerusakan (Ebeling,

1997, p26). MTTF didefinisikan dengan persamaan:

MTTF = E(T) = ( )dtttf∫∞

0

Berikut ini adalah perhitungan MTTF untuk masing - masing distribusi :

1. Distribusi Eksponential

MTTF = λ1

2. Distribusi Weibull (Ebeling, 1997, p59)

MTTF = ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+Γβ

θ1

1.

Page 36: 2010-1-00634-tisi bab 2

49

Nilai ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+Γβ1

1 didapat dari tabel fungsi Gamma (lihat di lampiran)

3. Distribusi Normal

MTTF = μ

4. Distribusi Lognormal

MTTF = 2

2

.s

med et

2.12 Mean Time to Repair (MTTR)

Mean Time to Repair (MTTR) merupakan waktu rata-rata dari interval waktu

untuk melakukan perbaikan yang dibutuhkan oleh suatu komponen atau sistem. Untuk

dapat menentukan MTTR maka terlebih dahulu harus diketahui dulu jenis distribusi dari

datanya. Menurut Ebeling (1997, p192), MTTR diperoleh dengan rumus :

MTTR = ( )∫∫∞∞

−=00

)(1)( dttHdttth dimana,

h(t) = fungsi kepadatan peluang untuk data waktu perbaikan (TTR)

H(t) = fungsi distribusi kumulatif untuk data waktu perbaikan (TTR)

Berikut ini adalah perhitungan nilai MTTR untuk masing–masing distribusi

adalah :

1. Distribusi Weibull

MTTR = ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+Γβ

θ1

1.

Nilai ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+Γβ1

1 didapat dari tabel fungsi Gamma (lihat di lampiran)

Page 37: 2010-1-00634-tisi bab 2

50

2. Distribusi Eksponential

MTTR = λ1

3. Distribusi Normal dan Lognormal

MTTR = 2

2

.s

med et

2.13 Reliabilitas dengan Preventive Maintenance

Peningkatan keandalan dapat ditempuh dengan cara perawatan pencegahan.

Perawatan pencegahan dapat mengurangi pengaruh wear out dan menunjukkan hasil

yang signifikan terhadap umur mesin. Model keandalan berikut ini mengasumsikan

sistem kembali ke kondisi baru setelah mengalami perawatan pencegahan. Keandalan

pada saat t dinyatakan sebagai berikut (Ebeling, 197, p204) :

Rm(t) = R(t) untuk 0 ≤ t < T

Rm(t) = R(T)n.R(t-T) untuk T ≤ t < 2T

Secara umum persamaannya adalah :

Rm(t) = R(T)n.R(t-nT) untuk nT ≤ t < (n+1)T dan n = 1,2,3,..dst

Dimana:

T = interval waktu pemeliharaan (penggantian pencegahan atau

service)

n = jumlah pemeliharaan yang dilakukan sampai kurun waktu t

( )tRm = probabilitas keandalan setelah diterapkannya usulan preventive

maintenance

( )tR = keandalan pada kondisi berjalan (saat ini)

Page 38: 2010-1-00634-tisi bab 2

51

( )nTR = probabilitas keandalan dengan n kali preventive maintenance

( )nTtR − = probabilitas keandalan untuk waktu (t-nT) dari tindakan

preventive maintenance yang terakhir

Untuk komponen yang memiliki laju kerusakan yang konstan : R(t) = e tλ− maka

dapat menggunakan persamaan dibawah ini :

Rm(t) = ( ) ( )nTttnt ee −−− λλ

Rm(t) = nttnt eee λλλ ⋅⋅ −−

Rm(t) = e tλ−

Rm(t) = R(t)

Berdasarkan rumus di atas, ini membuktikan bahwa jika pola kerusakan

berdistribusi eksponensial atau memiliki laju kerusakan konstan, bila dilakukan

preventive maintenance tidak akan memberikan dampak apapun. Hal ini disebabkan

karena tidak terjadinya peningkatan reliability seperti yang diharapkan, karena Rm(t) =

R(t).

Untuk komponen yang memiliki distribusi lognormal maka dapat menggunakan

persamaan dibawah ini :

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛Φ=

medtt

R lns1

-1 (T)

n

medtt

sR ⎥

⎤⎢⎣

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛Φ−= ln

11 (T) n

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ −Φ=

medtntt

R lns1

- 1 nT)-(t

Page 39: 2010-1-00634-tisi bab 2

52

Untuk komponen yang memiliki distribusi normal maka dapat menggunakan

persamaan dibawah ini :

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

Φ=σμ

-1 (T) t

R

R(T)n = nt⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

Φ−σμ

1

R(t-nT) = ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−

Φ−σ

μ)(1

nTt

Sedangkan untuk komponen yang memiliki distribusi weibull maka dapat

menggunakan persamaan dibawah ini :

Rm(t) = ⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

−⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛−

ββ

θexp

θexp

nTtTn untuk nT ≤ t < (n+1)T

Untuk masing-masing distribusi yang ingin diukur peningkatan reliability nya,

dapat menggunakan persamaan berikut :

Peningkatan Reliability = R(t)

R(t) - Rm(t) x 100%

2.14 Perhitungan Biaya Failure dan Biaya Preventive

Failure cost (biaya kerusakan) merupakan biaya yang timbul karena terjadi

kerusakan di luar perkiraan yang menyebabkan mesin produksi terhenti waktu produksi

sedang berjalan. Preventive cost (biaya perawatan) merupakan biaya yang timbul karena

Page 40: 2010-1-00634-tisi bab 2

53

adanya perawatan mesin yang memang sudah dijadwalkan. Perhitungan biaya satu siklus

failure dan satu siklus preventive dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

• Cf = biaya satu siklus failure

= ((biaya tenaga kerja/jam + biaya kehilangan produksi) × Tf) + harga

komponen

• Cp = biaya satu siklus preventive

= (biaya tenaga kerja/jam × Tp) + harga komponen

Dimana : Tf = waktu standar perbaikan failure

Tp = waktu standar perbaikan preventive

Untuk menghitung total biaya saat failure dan preventive, rumus yang digunakan

adalah (Anggono, 2005, p65) :

• Failure Cost

tfCf

tfTc =)(

Dimana: Cf = biaya failure

tf = nilai MTTF

• Preventive Cost

)1()1()(

RtfRtpRCfRCptpTc

−+×−+×=

Dimana: Cp = biaya preventive

Cf = biaya failure

tp = interval waktu preventive

tf = nilai MTTF

R = nilai reliability saat R(tp)

Page 41: 2010-1-00634-tisi bab 2

54

2.15 Penghematan Biaya

Penghematan biaya (cost saving) terjadi jika selisih antara total failure cost

dengan total preventive cost bernilai positif. Persentasi penghematan biaya dirumuskan

sebagai berikut:

Penghematan biaya = total failure cost - total preventive cost x 100% total failure cost

Jika penghematan biaya bernilai positif (+) dan persentasi penghematan biaya

cukup besar (sebanding dengan nilai investasi pemeliharaan), maka preventive

maintenance sangat dianjurkan untuk dilakukan. Sedangkan apabila penghematan biaya

bernilai negatif (-) dan persentasi penghematan yang terjadi sangat kecil (tidak

sebanding dengan nilai investasi pemeliharaan), maka preventive maintenance tidak

layak untuk dilakukan.

2.16 Sistem Informasi

2.16.1 Pengertian Sistem

Menurut O’Brien (2005, p29), sistem adalah sekelompok komponen yang saling

berhubungan, bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama dengan menerima input

serta menghasilkan output dalam proses transformasi yang teratur. Sistem semacam ini,

kadang disebut sebagai sistem dinamis, memiliki tiga komponen atau fungsi dasar yang

berinteraksi, yaitu :

• Input, melibatkan penangkapan dan perakitan berbagai elemen yang memasuki

sistem untuk diproses. Contohnya, bahan baku mentah, energi, data, dan usaha

manusia harus terjamin dan diatur untuk pemrosesan.

Page 42: 2010-1-00634-tisi bab 2

55

• Pemrosesan, melibatkan proses transformasi yang mengubah input menjadi

output. Contohnya adalah proses manufaktur, proses bernafasnya manusia, atau

perhitungan matematika.

• Output, melibatkan perpindahan elemen yang telah diproduksi oleh proses

transformasi ke tujuan akhirnya. Contohnya, barang jadi, layanan oleh manusia,

dan informasi manajemen harus dipindahkan ke pemakai akhirnya.

Konsep sistem akan makin berguna dengan memasukkan dua komponen

tambahan, yaitu :

• Umpan balik (feedback), adalah data mengenai kinerja sistem. Contohnya, data

mengenai kinerja penjualan adalah umpan balik bagi manajer penjualan.

• Pengendalian, melibatkan pengawasan dan pengevaluasian umpan balik untuk

menetapkan apakah sistem bergerak menuju pencapaian tujuan atau tidak. Fungsi

pengendalian kemudian akan membuat penyesuaian yang dibutuhkan atas

komponen input pemrosesan sistem, untuk memastikan bahwa sistem tersebut

menghasilkan output yang sesuai. Contohnya, seorang manajer penjualan

menjalankan pengendalian ketika menugaskan kembali seorang tenaga penjualan

ke wilayah penjualan yang baru, setelah mengevaluasi umpan balik mengenai

kinerja penjualan mereka.

2.16.2 Pengertian Data dan Informasi

Menurut O’Brien (2005, p38), kata data adalah bentuk jamak dari datum. Data

adalah fakta-fakta atau observasi mentah mengenai fenomena fisik atau transaksi bisnis.

Atau lebih khususnya lagi, data adalah ukuran objektif dari atribut (karakteristik) dari

Page 43: 2010-1-00634-tisi bab 2

56

entitas seperti orang-orang, tempat, benda, atau kejadian. Contohnya data penjualan

mobil. Informasi adalah data yang telah diproses dan ditempatkan dalam konteks yang

berarti dan berguna untuk pemakai akhir. Jika dikaitkan dengan konteks sistem, dengan

kata lain, data merupakan input yang kemudian diolah atau mengalami pemrosesan

sehingga menghasilkan suatu output yaitu informasi, yang disajikan dalam bentuk-

bentuk yang mudah dimengerti oleh pemakai akhir.

2.16.3 Pengertian Sistem Informasi

Dalam bukunya, O’Brien (2005, p5) mengatakan bahwa sistem informasi

merupakan kombinasi teratur apapun dari orang-orang, hardware, software, jaringan

komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan

informasi dalam sebuah organisasi. Orang-orang bergantung pada sistem informasi

untuk berkomunikasi antara satu sama lain dengan menggunakan berbagai jenis alat fisik

(hardware), perintah dan prosedur pemrosesan informasi (software), saluran komunikasi

(jaringan), data yang disimpan (sumber daya data).

2.17 Jenis-jenis Sistem Informasi

Secara konsep, aplikasi sistem informasi yang diimplementasikan dalam dunia

bisni saat ini dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara. Contohnya, beberapa jenis

sistem informasi dapat diklasifikasikan sebagai sistem informasi operasi dan sistem

informasi manajemen. O’Brien (2005, p15).

Page 44: 2010-1-00634-tisi bab 2

57

2.17.1 Sistem Pendukung Operasi

Sistem informasi selalu dibutuhkan untuk memproses data yang dihasilkan, dan

digunakan dalam operasi bisnis. Sistem pendukung operasi menghasilkan berbagai

produk informasi yang dapat digunakan oleh para manajer. Peran dari sistem pendukung

operasi perusahaan bisnis adalah untuk secara efisien memproses transaksi bisnis,

mengendalikan proses industrial, mendukung komunikasi dan kerja sama perusahaan,

serta memperbarui database perusahaan (O’Brien, 2005, p16).

• Sistem pemrosesan transaksi, mencatat serta memproses data yang dihasilkan

dari transaksi bisnis, memperbarui database operasional, dan menghasilkan

dokumen bisnis. Contoh : pemrosesan penjualan dan persediaan, serta sistem

akuntansi.

Pemrosesan transaksi dilakukan dengan dua cara dasar, yaitu pemrosesan batch

dan pemrosesan real-time (atau online). Dalam pemrosesan batch, data transaksi

dikumpulkan selama suatu periode waktu dan diproses secara periodik. Dalam

pemrosesan real-time (online), data diproses segera setelah suatu transaksi

terjadi.

• Sistem pengendalian proses, mengawasi dan mengendalikan berbagai proses

industrial. Contoh: penyulingan minyak, produksi tenaga listrik, dan sistem

produksi baja.

• Sistem kerja sama perusahaan, mendukung komunikasi dan produktivitas tim,

kelompok kerja dan perusahaan. Meliputi aplikasi yang kadang kala disebut

sebagai sistem otomatisasi kantor. Contoh : e-mail, forum bincang, dan sistem

kelompok konferensi video.

Page 45: 2010-1-00634-tisi bab 2

58

2.17.2 Sistem Pendukung Manajemen

Sistem informasi manajemen merupakan aplikasi sistem informasi yang berfokus

pada penyediaan informasi dan dukungan untuk pengambilan keputusan yang efektif

oleh para manajer serta praktisi bisnis. Berdasarkan konsep, beberapa jenis utama sistem

informasi mendukung berbagai tanggung jawab pengambilan keputusan : sistem

informasi manajemen, sistem pendukung keputusan, dan sistem informasi eksekutif

(O’Brien, 2005, p18).

• Sistem informasi manajemen (management information system—MIS),

memberikan informasi dalam bentuk laporan yang telah ditentukan sebelumnya

dan tampilan pada para manajer untuk mendukung pengambilan keputusan

bisnis. Contoh : analisis penjualan, kinerja produksi, dan sistem pelaporan tren

biaya.

• Sistem pendukung keputusan (decisions support system—DSS), memberikan

dukungan interaktif khusus (komputer langsung) untuk proses pengambilan

keputusan para manajer dan praktisi bisnis lainnya. Contoh : penetapan harga

produk, perkiraan tingkat laba, dan sistem analisis resiko.

• Sistem informasi eksekutif (executive information system—EIS), memberikan

informasi penting dari SIM, DSS, dan berbagai sumber lainnya baik internal

maupun eksternal, yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan informasi para

eksekutif dalam tampilan yang mudah digunakan. Contoh : sistem untuk akses

yang mudah dalam menganalisis kinerja bisnis, tindakan para pesaing, dan

perkembangan ekonomi untuk mendukung perencanaan strategis.

Page 46: 2010-1-00634-tisi bab 2

59

2.17.3 Klasifikasi Sistem Informasi Lainnya

O’Brien (2005, p19), membuat beberapa kategori sistem informasi lainnya yang

dapat mendukung baik aplikasi operasi maupun manajemen :

• Sistem pakar, sistem berbasis pengetahuan yang menyediakan saran pakar untuk

tugas-tugas dasar operasi dan bertindak sebagai konsultan pakar bagi para

pemakai. Contoh : penasihat aplikasi kredit, pengawasan proses, dan sistem

pemeliharaan diagnosis.

• Sistem manajemen pengetahuan, sistem informasi berbasis pengetahuan yang

mendukung pembentukan, pengaturan, dan penyebaran pengetahuan bisnis

dalam perusahaan (para pegawai dan seluruh manajer). Contoh : akses intranet

ke praktik-praktik bisnis terbaik, strategi proposal penjualan, dan sistem pemecah

masalah pelanggan.

• Sistem informasi strategis, menerapkan teknologi informasi untuk mendukung

operasi dan proses manajemen yang memberi perusahaan produk, layanan, dan

kemampuan strategis sebagai keunggulan kompetitif. Contoh : perdagangan

saham online, penelusuran pengiriman, dan sistem web e-commerce.

• Sistem bisnis fungsional, mendukung berbagai aplikasi operasional dan

manajerial atas berbagai fungsi bisnis perusahaan. Contoh : sistem informasi

yang mendukung aplikasi akuntansi, keuangan, pemasaran, manajemen operasi,

dan manajemen sumber daya manusia.

Page 47: 2010-1-00634-tisi bab 2

60

2.18 Fungsi Sistem Informasi

Menurut O’Brien (2005, p26), manajemen sistem informasi dan teknologi yang

berhasil menyajikan berbagai tantangan besar bagi para manajer bisnis dan praktisi

bisnis. Jadi, fungsi sistem informasi mewakili :

• Area fungsional utama dari bisnis yang penting dalam keberhasilan bisnis,

seperti fungsi akuntansi, keuangan, manajemen operasional, pemasaran, dan

manajemen sumber daya manusia.

• Kontributor penting dalam efisiensi operasional, produktivitas dan moral

pegawai, serta layanan dan kepuasan pelanggan.

• Sumber utama informasi dan dukungan yang dibutuhkan untuk menyebarluaskan

pengambilan keputusan yang efektif oleh para manajer dan praktisi bisnis.

• Bahan yang sangat penting dalam mengembangkan produk dan jasa yang

kompetitif, yang memberikan organisasi kelebihan strategis dalam pasar global.

• Peluang berkarier yang dinamis, memuaskan, serta menantang bagi jutaan pria

dan wanita.

• Komponen penting dari sumber daya, infrastruktur, dan kemampuan perusahaan

bisnis yang mmembentuk jaringan.

2.19 Model S istem Informasi

Dalam bukunya, O’Brien (2005, p34) menjelaskan model sistem informasi yang

menunjukkan kerangka kerak konsep dasar untuk berbagai komponen dan aktivitas

sistem informasi. Sistem informasi bergantung pada sumber daya manusia (pemakai

kahir dan pakar SI), hardware (mesin dan media), software (program dan prosedur), data

Page 48: 2010-1-00634-tisi bab 2

61

(dasar data dan pengetahuan), serta jaringan (media komunikasi dan dukungan jaringan)

untuk melakukan input, pemrosesan, output, penyimpanan, dan aktivitas pengendalian

yang mengubah sumber daya data menjadi produk informasi.

Model sistem informasi ini memperlihatkan hubungan antar komponen dan

aktivitas sistem informasi. Model tersebut memberikan kerangka kerja yang

menenkankan pada empat konsep utama yang dapat diaplikasikan ke semua jenis sistem

informasi.

• Manusia, hardware, software, data, dan jaringan adalah lima sumber daya dasar

sistem informasi.

• Sumber daya manusia meliputi pemakai akhir dan pakar SI, sumber daya

hardware terdiri dari mesin dan media, sumber daya software meliputi baik

program maupun prosedur, sumber daya data dapat meliputi dasar data dan

pengetahuan, serta sumber daya jaringan yang meliputi media komunikasi dan

jaringan.

• Sumber daya data diubah melalui aktivitas pemrosesan informasi menjadi

berbagai produk informasi bagi pemakai akhir.

• Pemrosesan informasi terdiri dari aktivitas input utama dalam sistem,

pemrosesan, output, penyimpanan, dan pengendalian.

Komponen Sistem Informasi

O’Brien (2005, p34) membuat model sistem informasi. Model ini menunjukkan

bahwa sistem informasi terdiri dari lima sumber daya dasar yaitu, manusia, hardware,

Page 49: 2010-1-00634-tisi bab 2

62

software, data, dan jaringan. Berikut ini yang termasuk dalam sumber daya sistem

informasi dan produknya :

• Sumber daya manusia. Manusia dibutuhkan untuk pengoperasian semua sistem

informasi. Sumber daya manusia ini meliputi pemakai akhir dan pakar SI.

1. Pemakai akhir (juga disebuat sebagai pemakai atau klien) adalah orang-orang

yang menggunakan sistem informasi atau informasi yang dihasilkan sistem

tersebut. Contoh : pelanggan, tenaga penjualan, teknisi, staf administrasi,

akuntan, para manajer, dan sebagainya.

2. Pakar SI adalah orang-orang yang mengembangkan dan mengoperasikan

sistem informasi. Contoh : sistem analis, pembuat software, operator sistem,

personeltingkat manajerial, teknis dan staf administrasi lainnya.

• Sumber daya hardware. Meliputi semua peralatan dan bahan fisik yang

digunakan dalam pemrosesan informasi.

1. Mesin, seperti komputer, monitor video, disk drive magnetis, printer,

pemindai optikal, dan perlengkapan lainnya.

2. Media, yaitu objek berwujud tempat data dicatat seperti floppy disk magnetic

tape, disk optikal, kartu plastik, serta formulir kertas.

Contoh sumber daya hardware dalam sistem informasi berbasis komputer

adalah:

1. Sistem komputer, yang terdiri dari unit pemrosesan pusat yang berisi

pemroses mikro, dan berbagai peralatan periferal yang saling berhubungan.

Contohnya sistem komputer palmtop, laptop, atau desktop, sistem komputer

berskala menengah, dan sistem komputer mainframe besar.

Page 50: 2010-1-00634-tisi bab 2

63

2. Periferal komputer, yang berupa peralatan seperti keyboard atau mouse

elektronik untuk input data dan perintah, layar video atau printer untuk

output informasi, dan disk magnetis atau optikal untuk menyimpan sumber

daya data.

• Sumber daya software. Meliputi semua rangkaian perintah pemrosesan

informasi.

1. Program, rangkaian perintah operasi seperti program sistem operasi, program

spreadsheets, program word processing, dan program penggajian.

2. prosedur, rangkaian perintah pemrosesan informasi seperti prosedur entri

data, prosedur untuk memperbaiki kesalahan, dan prodesur pendistribusian

cek gaji.

Contoh sumber daya software :

1. Software sistem, seperti program sistem operasi yang mengendalikan serta

mendukung operasi sistem komputer.

2. Software aplikasi, yang memprogram pemrosesan langsung bagi penggunaan

tertentu computer oleh pemakai akhir. Contohnya program analisis penjualan,

program penggajian, dan program pengolah kata (word processing)

3. Prosedur, yang mengoperasikan perintah bagi orang-orang yang akan

menggunakan sistem informasi. Contohnya adalah perintah utnuk mengisi

formulir kertas atau menggunakan software.

• Sumber daya data. Data lebih daripada hanya bahan baku mentah sistem

informasi. Sumber daya data harus dikelola secara efektif agar dapat membari

manfaat para pemakai akhir dalam sebuah organisasi.

Page 51: 2010-1-00634-tisi bab 2

64

Data dapat berupa banyak bentuk, termasuk data alfanumerik tradisional yang

terdiri dari angka dan huruf serta karakter lainnya yang menjelaskan transaksi

bisnis dan kegiatan serta entitas lainnya. Data teks terdiri dari kalimat dan

paragraf yang digunakan dalam menulis komunikasi. Data gambar seperti bentuk

grafik dan angka, seta gambar video grafis. Data audio seperti suara manusia dan

suara-suara lainnya.

Sumber daya sistem informasi umumnya diatur, disimpan, dan diakses oleh

berbagai teknologi pengelolaan sumber daya data ke dalam :

1. Database yang menyimpan data yang telah diproses dan diatur.

2. Dasar pengetahuan yang menyimpan pengetahuan dalam berbagai

bentuknya, seperti fakta, peraturan, dan contoh kasus mengenai praktik bisnis

yang berhasil baik.

Contoh sumber daya data yaitu deskripsi produk, catatan pelanggan, file

kepegawaian, database persediaan.

• Sumber daya jaringan. Konsep sumber daya jaringan menekankan bahwa

teknologi komunikasi dan jaringan adalah komponen sumber daya dasar dari

semua sistem informasi. Sumber daya jaringan meliputi :

1. Media komunikasi, contohnya meliputi kabel twisted-pair, kabel tembaga,

dan kabel optikal fiber; serta teknologi gelombang mikro, selular, dan satelit

yang nirkabel.

2. Dukungan jaringan, kategori umum ini menenkankan bahwa banyak

hardware, software, dan teknologi data dibutuhkan untuk mendukung operasi

dan penggunaan jaringan komunikasi. Contohnya meliputi pemroses

Page 52: 2010-1-00634-tisi bab 2

65

komunikasi seperti modem dan prosesor antarjaringan, serta software

pengendali, seperti software sistem operasi jaringan dan penjelajah internet.

2.19.2 Aktivitas S istem Informasi

Aktivitas pemrosesan informasi dasar (atau pemrosesan data) terjadi dalam

sistem informasi (O’Brien, 2002, p39). Aktivitas dasar sistem informasi terdiri dari :

• Input. Sumber daya data mengenai transaksi bisnis dan kegiatan lainnya harus

ditangkap dan disiapkan untuk pemrosesan melalui aktivitas input. Input

biasanya berbentuk aktivitas entri data seperti pencatatan dan pengeditan.

Contohnya, data mengenai transaksi penjualan dapat dicatat dalam dokumen

sumber seperti formulir pesanan penjualan dari kertas, dan sebagainya.

• Pemrosesan. Aktivitas mengatur, menganalisis, dan memanipulasi data, hingga

mengubahnya ke dalam informasi bagi para pemakai akhir. Data biasanya

tergantung pada aktivitas pemrosesan seperti penghitungan, perbandingan,

pemilahan, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran. Contohnya, menghitung

pembayaran karyawan, pajak, dan potongan gaji lainnya.

• Output. Informasi dalam berbagai bentuk dikirim ke pemakai akhir dan

disediakan untuk mereka dalam aktivitas output. Tujuan dari sistem informasi

adalah untuk menghasilkan produk informasi yang tepat bagi para pemakai akhir.

Produk informasi meliputi pesan, laporan, formulir, dan gambar grafis, yang

dapat disediakan melalui tampilan video, respon audio, produk kertas, dan

multimedia. Contohnya, menghasilkan laporan dan tampilan mengenai kinerja

Page 53: 2010-1-00634-tisi bab 2

66

perusahaan, seorang manajer penjualan menerima cetakan dari hasil penjualan

bulanan.

• Penyimpanan. Merupakan komponen sistem dasar sistem informasi.

Penyimpanan adalah aktivitas sistem informasi tempat data dan informasi

disimpan secara teratur untuk digunakan kemudian. Contohnya, memelihara

catatan mengenai pelanggan, karyawan, dan produk. Data yang disimpan

biasanya diatur dalam berbagai elemen data dan database.

• Pengendalian. Sistem informasi harus menghasilkan umpan balik mengenai

aktivitas input, pemrosesan, output, dan penyimpanan. Umpan balik ini harus

diawasi dan dievaluasi untuk menetapkan apakah sistem dapat memenuhi standar

kinerja yang telah ditetapkan. Kemudian, aktivitas sistem yang tepat harus

disesuaikan agar produk informasi yang tepat dihasilkan bagi para pemakai

akhir. Contoh, menghasilkan sinyal yang dapat didengar untuk menunjukkan

entri yang tepat atas data penjualan.

2.20 Analisa dan Perancangan Sistem Informasi Berorientasi Objek

Object Oriented Analysis and Design (OOA&D) atau analisa dan perancangan

berorientasi objek merupakan suatu kumpulan alat dan teknik untuk mengembangkan

suatu sistem yang akan menggunakan teknologi objek untuk membangun sebuah sistem

dan perangkat lunaknya (Whitten et al., 2004, p31).

Menurut Mathiassen et al.(2000, p5) OOA&D memiliki keuntungan sebagai

berikut :

1. OOA&D menyediakan informasi yang jelas mengenai konteks sistem.

Page 54: 2010-1-00634-tisi bab 2

67

2. Tidak hanya dapat menangani data yang seragam dalam jumlah besar, namun

juga dapat mendistribusikan data khusus ke seluruh bagian organisasi. Dengan

berfokus pada kejelasan yang sama, baik pada sistem dan konteks.

3. Hubungan yang erat antar analisis berorientasi objek, perancangan berorientasi

objek, user interface berorientasi objek, dan pemrograman berorientasi objek.

Dalam kegiatan analisa, objek digunakan untuk menentukan kebutuhan sistem

dan dalam perancangan, objek digunakan untuk mendeskripsikan sistem.

Disamping memiliki beberapa keuntungan, OOA&D juga memiliki sejumlah

kelemahan seperti yang dijabarkan oleh McLeod (2001, p615) yaitu :

1. Diperlukan waktu lama untuk memperoleh pengalaman pengembangan.

2. Kesulitan metodologi untuk menjelaskan sistem bisnis yang rumit.

3. Kurangnya pilihan peralatan pengembangan yang khusus disesuaikan untuk

sistem bisnis.

Ada 3(tiga) konsep atau teknik dasar dalam analisis dan desain berorientasi objek

yaitu :

1. Encapsulation

Menurut Whitten et al. (2004, p432) encapsulation merupakan pembungkusan

sejumlah item menjadi sebuah unit. Secara sederhana, encapsulation atau

pemodulan dalam pemrograman berorientasi objek mempunyai arti yaitu

pengelompokan data dan fungsi (method). Atau dengan kata lain dapat diartikan

sebagai sebuah objek yang memiliki kemampuan untuk menyembunyikan

informasi penting (information hiding) dan tidak dapat diakses oleh objek lain

yang tidak memiliki hak akses dalam objek itu.

2. Inheritance

Page 55: 2010-1-00634-tisi bab 2

68

Adalah konsep dimana methods atau atribut dari sebuah class objek dapat

diturunkan atau digunakan kembali oleh class objek lain (Whitten et al., 2004,

p434). Secara sederhana berarti menciptakan suatu class baru yang memiliki

sifat-sifat class induknya (parent), ditambah dengan karakteristik yang khas dari

kelas itu sendiri (child).

3. Polymorphism

Merupakan konsep dimana sebuah objek dapat memiliki berbagai bentuk, artinya

objek yang berbeda dapat menanggapi sebuah pesan dengan berbagai cara yang

berbeda (Whitten et al., 2004, p438). Polymorphism adalah hasil konkret bahwa

objek dari tipe yang berbeda atau bahkan dari sub-tipe yang berbeda dapat

menggunakan atribut dan operasi yang sama.

2.20.1 Metode (Method)

Dalam bukunya, Mathiassen et al. (2000, p4) menjelaskan metode Object

Oriented Analysis & Design (OOA&D) menggunakan object dan class sebagai konsep

kunci dan dibuat berdasarkan 4 prinsip dasar untuk perancangan dan analisis, yaitu :

model konteks sistem, menekankan pertimbangan arsitektural, reuse pattern yang

menandakan ide perancangan yang kuat, dan menyesuaikan metode untuk setiap situasi

pengembangan.

Konteks sistem dapat ditinjau dari dua perspektif yang saling melengkapi yaitu:

sistem memodelkan sesuatu (problem domain) dan dioperasikan oleh user (application

domain), lihat gambar 2.2 Problem domain adalah bagian dari konteks yang

dilaksanakan, dipantau, atau diatur oleh sistem. Application domain adalah organisasi

yang melaksanakan, memantau, atau mengatur problem domain.

Page 56: 2010-1-00634-tisi bab 2

69

Gambar 2.3 Konteks sistem

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p7)

Problem domain menjelaskan tujuan sistem, sebaiknya sistem membantu

melaksanakan, memantau, atau mengatur. Application domain merupakan bagian dari

organisasi user. Keberhasilan atau kegagalan sistem bergantung pada bagaimana

baiknya sistem menghubungkan problem domain dan application domain bersama

dalam penggunaan keseluruhan. Contoh, sistem penggajian, problem domain terdiri dari

karyawan, kontrak, dan jadwal kerja. Sedangkan application domain nya kantor

personalia.

2.20.2 Object dan Class

Objek adalah suatu entitas yang memiliki identitas, state, dan behavior. Selama

analisis, objek digunakan untuk mengatur pengertian tentang konteks sistem. Selama

perancangan, objek digunakan untuk memahami dan menjelaskan sistem itu sendiri.

Pada analisis, objek merupakan sebuah abstraksi dari kejadian dalam konteks sistem,

contohnya seorang pelanggan, pelanggan sebagai entitas tunggal yang memiliki

identitas, state, dan behavior khusus. Pada perancangan, objek merupakan bagian dari

User

System

Application domain Problem domain

Page 57: 2010-1-00634-tisi bab 2

70

sistem. Contohnya entitas pelanggan akan mewakili bagian dari sejarah seseorang dan

state dalam sistem dan membuat operasi untuk objek sistem lainnya.

Class adalah deskripsi kumpulan objek yang memiliki struktur, behavioral

pattern, dan atribut yang bersamaan. Contohnya, class sistem pelanggan dapat berisi

objek pelanggan khusus, seperti orangtua atau tetangga user, tetapi dalam class yang

sama juga berisi banyak pelanggan lain, yang masing-masing memiliki identitas, state,

dan behavior yang berbeda. Class berguna untuk memahami dan menjelaskan objek

(Mathiassen et al., 2000, p4).

2.21 Aktivitas OOA&D

Ada 4 perspektif dalam OOA&D yaitu, pertama, sistem yang pertama kali

dimengerti dari sebuah informasi: sistem harus memberikan model problem domain yag

bermanfaat. Kedua, sistem dimengerti dari sudut pandang user: sistem harus

diintegrasikan dalam application domain. Ketiga, perspektif arsitektural: sistem harus

berjalan pada technical platform khusus. Keempat, sistem sebaiknya dimengerti sebagai

keseluruhan: sistem harus menjadi unit yang berfungsi baik. Namun setidaknya ada 2 hal

penting didalamnya yaitu (Mathiassen et al., 2000, p135):

1. OOA&D adalah metode untuk menganalisa dan merancang sistem.

Jika diperlukan, metode yang ada harus dilengkapi dengan teori dan metode yang

berkaitan dengan perancangan dari pengaturan dan proses kerja.

2. OOA&D adalah metode object-oriented.

Jika penting, metode harus dilengkapi dengan metode pengembangan sistem

lainnya yang mendukung fokus yang lebih kuat pada penggunaan analisis dan

perancangan

Page 58: 2010-1-00634-tisi bab 2

71

Gambar 2.3 menunjukkan empat aktivitas utama dalam OOA&D yang mencakup

empat perspektif diatas. Analisis dan perancangan selalu berulang, pertimbangan

didasarkan pada satu perspektif untuk menghasilkan perspektif baru berdasarkan atas

perspektif lainnya. Empat aktivitas ini relatif penting dan bertukar urutan dari proyek ke

proyek.

Gambar 2.4 Aktivitas OOA&D

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p15)

2.22 System Definition

System definition adalah uraian ringkas dari suatu sistem yang terkomputerisasi

yang dinyatakan dalam bahasa alami. System definition ini menggambarkan properti

Page 59: 2010-1-00634-tisi bab 2

72

dasar untuk pengembangan dan penggunaan sistem. Juga menjelaskan sistem dalam

konteks, informasi apa yang seharusnya ada, fungsi apa yang harus tersedia, dimana

akan digunakan, dan kondisi serta batasan yang perlu diperhatikan. System definition

dilakukan sebelum memulai analisis dalam aktivitas OOA&D, yaitu dengan

mengumpulkan ide-ide yang akan dikembangkan berdasarkan pemahaman terhadap

informasi permasalahan apa yang sedang dihadapi, solusi yang mungkin diterapkan, dan

sebagainya (Mathiassen et al., 2000, p24).

2.22.1 Rich picture

Situasi yang terjadi pada user pastinya sangat banyak dan belimpah. Untuk

mengerti situasi yang rumit ini sebaiknya menggunakan ”rich picture”. Rich picture

adalah gambaran tak resmi yang mewakili pemahaman ilustrator tentang situasi. Dengan

rich picture kita dapat menerangkan situasi penting user, memudahkan pembahasan, dan

mendapatkan pandangan tentang situasi dengan cepat. Gambar 2.4 menunjukkan contoh

rich picture. Rich picture menjelaskan proses penting dan entitas yang terkait (seperti

orang, organisasi, objek, tempat) dengan menggunakan simbol-simbol.

2.22.2 FACTOR Criterion

Standar FACTOR terdiri dari enam elemen:

Functionality : fungsi sistem yang mendukung tugas application domain

Application domain : organisasi yang melaksanakan, memonitor, atau mengatur

problem domain

Conditions : dengan kondisi seperti apa sistem akan dikembangkan dan

digunakan

Page 60: 2010-1-00634-tisi bab 2

73

Technology : semua teknologi yang digunakan untuk mengembangkan dan

menjalankan sistem

Objects : objek utama dalam problem domain

Responsibility : tanggung jawab sistem secara keseluruhan dalam hubungannya

dengan konteks sistem

Standar FACTOR dapat digunakan dalam dua cara. Pertama, dapat digunakan

untuk mendukung pengembangan system definition, mempertimbangkan dengan teliti

bagaimana setiap elemen kriteria dapat diformulasikan. Kedua, mendefinisikan dengan

menjelaskan sistem dan kemudian menggunakan kriteria untuk melihat bagaimana

system definition memenuhi enam faktor.

2.23 Problem-Domain Analysis

Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan membuat model problem

domain. Problem domain adalah bagian dari konteks yang dilaksanakan, dipantau, atau

diatur oleh sistem. Model adalah sebuah deskripsi dari class, objek, struktur, dan

behavior dalam problem domain. Ada 3 aktivitas dalam memodelkan problem domain

yang ditunjukkan pada gambar 2.4 (Mathiassen et al., 2000, p46).

Gambar 2.5 Aktivitas problem-domain analysis

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p46)

System Definition

Classes

Behaviour

Structure Model

Page 61: 2010-1-00634-tisi bab 2

74

2.23.1 Class

Pemilihan class merupakan kunci utama dalam membuat problem domain. Pada

umumnya yang dilakukan adalah mencari semua kata benda sebanyak mungkin yang

terdapat pada rich picture, system definition atau problem domain description. Menurut

Mathiassen et al. (2000, p57), penggunaan nama class sebaiknya sederhana dan mudah

dimengerti, berasal dari dalam problem domain, dan menunjukkan satu kesatuan. Event

juga merupakan bagian penting dalam problem domain, yaitu kata kerja yang berkaitan

dengan behaviour dari object yang telah terpilih. Jika daftar class dan event telah

lengkap, maka dievaluasi secara sistematik. Memilih class dan event mana yang

informasinya akan dipelihara sistem. Class adalah deskripsi dari kumpulan object yang

mempunyai struktur, behavioral pattern, dan atribut yang sama. Object yang telah

dikelompokkan merupakan kandidat class. Dari kandidat tersebut tentukan class.

Penggunaan nama class sebaiknya sederhana dan mudah dimengerti, berasal dari dalam

problem domain, dan menunjukkan satu kesatuan. Kemudian kandidat event yang telah

dicatat sebelumnya, dipilih.

Membuat class berarti mendefinisikan dan membatasi problem domain. Aktivitas

class menghasilkan event table. Bagian horisontal berisi class yang dipilih, bagian

vertikal berisi event yang dipilih. Tanda (*) mengindikasikan bahwa object dari class

terlibat dalam event tertentu.

Page 62: 2010-1-00634-tisi bab 2

75

Tabel 2.4 Event table

Classes

Events Customer Assistant Apprentice Appointment Plan

Reserved * * * *

Cancelled * * *

Treated * *

Employed * *

Resigned * *

Graduated *

Agreed * * *

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p50)

2.23.2 Structure

Tujuannya adalah untuk menjelaskan hubungan struktural antara class dan object

dalam problem domain. Masing-masing class yang berkaitan dihubungkan, dan

menghasilkan class diagram (Mathiassen et al., 2000, p69). Konsep struktur terbagi

menjadi 2(dua), yaitu:

1. Class Structure

Struktur class adalah hubungan antara class dalam problem domain yang bersifat

statis. Ada dua jenis struktur class yaitu: generalisasi dan cluster.

• Struktur generalisasi

Page 63: 2010-1-00634-tisi bab 2

76

Generalisasi adalah class umum (super class) menggambarkan properti

umum dari grup class yang dispesialisasikan (subclass). Struktur generalisasi

adalah hubungan antara dua atau lebih class khusus dan class umum. Dalam

hubungan generalisasi, super class menurunkan semua properti umum yang

dimiliki kedalam sub class (Mathiassen et al., 2000, p73).

• Struktur cluster

Cluster adalah kumpulan class yang saling berhubungan. Struktur cluster

mengumpulkan beberapa class dalam sebuah class diagram dibawah satu

konsep keseluruhan (Mathiassen et al., 2000, p75).

2. Object Structure

Struktur object adalah hubungan antara object dalam problem domain yang

bersifat dinamis. Struktur object digambarkan dalam bentuk class diagram

sebagai hubungan terstruktur antara dua atau lebih class. Struktur ini

menjelaskan tingkat class, dengan diberikan properti beragam yang menentukan

bahwa beberapa object dari class yang berhubungan dapat tersambung

(Mathiassen et al., 2000, p75). Ada dua tipe struktur object yaitu:

• Struktur agregasi, adalah hubungan antara dua atau lebih object. Struktur ini

mendeskripsikan hubungan antar object yang sangat dasar dan definitif.

Hubungan ini sifatnya kuat, kernanya bila hubungan antar object ini berubah

atau diubah, maka defini object juga berubah (Mathiassen et al. 2000, p76).

• Struktur asosiasi, adalah hubungan antar object yang sifatnya tidak kuat, oleh

karenanya apabila terjadi perubahan antar object, maka definisi object

Page 64: 2010-1-00634-tisi bab 2

77

ataupun status dari object tersebut tidak berubah. (Mathiassen et al. 2000,

p77).

2.23.3 Behavior

Tujuannya adalah untuk membuat model dari perubahan yang terjadi pada

problem domain. Behavior sebuah object dapat didefinisikan oleh sebuah event trace

yang menunjukkan urutan kejadian dalam suatu kurun waktu. Behavioral pattern

merupakan deskripsi daftar kemungkinan event trace yang terjadi pada semua object di

dalam class. Behavioral pattern menjelaskan perilaku (behavior) umum semua object

yang ada dalam satu class. Atribut adalah deskripsi properti dari sebuah class atau event.

Spesifikasi atribut adalah bagian dari pendefinisian class dan didasarkan pada

pemahaman terhadap behavior sebuah object. Dalam aktivitas ini, pada class diagram

ditambahkan deskripsi behavioral pattern dan atribut dari setiap class dan digambarkan

dalam bentuk statechart diagram (Mathiassen et al., 2000, p90).

2.24 Application-Domain Analysis

Menurut Mathiassen et al. (2000, p116), analisis ini bertujuan untuk menentukan

kebutuhan sistem. Application domain adalah organisasi yang melaksanakan, memantau,

atau mengatur problem domain. Kebutuhan adalah behavior sistem yang terlihat. Ada 3

aktivitas utama dalam analisis application-domain yaitu, usage, function, dan interface,

seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5 dibawah ini.

Page 65: 2010-1-00634-tisi bab 2

78

Gambar 2.6 Aktivitas application-domain analysis

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p117)

2.24.1 Usage

Bagian ini bertujuan untuk menentukan bagaimana actor berinteraksi dengan

sistem, yang digambarkan melalui use case diagram. Actor adalah sebuah abstraksi dari

user atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem target. Use case adalah suatu

rangkaian aksi yang dilakukan sistem untuk menanggapi actor yang berinterksi

dengannya. Kegiatan analisis usage dirangkum menjadi sebuah tabel yang

mendefinisikan actor dan use case, disebut juga actor table (Mathiassen et al., 2000,

p120).

Tabel 2.5 Actor table

Use case Actor

Account owner Creditor Administrator Liquidity monitor

Payment * *

Cash withdrawl *

Money transfer * * *

System Definition and Model

Usage

Interface

Function Requirements

Page 66: 2010-1-00634-tisi bab 2

79

Tabel 2.5 Actor Table (Lanjutan)

Use case Actor

Account owner Creditor Administrator Liquidity monitor

Account information * * *

Credit information * *

Registration *

Monitoring *

Error correction *

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p121)

2.24.2 Function

Function adalah fasilitas untuk membuat model bagi actor. Function

menentukan kemampuan pemrosesan sistem informasi (Mathiassen et al., 2005, p137).

Sistem target terdiri dari model (M), function (F), dan interface (I). Konteks

sistem terdiri dari application domain (AD) dan problem domain (PD). Mathiassen et al.

(2000, p138), membuat klasifikasi function berdasarkan interaksi antara komponen dan

konteks sistem, dan menjelaskan awal dimana function dieksekusi dan dimana function

berdampak:

• Update, diaktivkan oleh event dari problem domain dan hasil perubahan dari

state model, gambar 2.6 (a).

• Signal, diaktivkan oleh perubahan dalam state model dan hasil dalam reaksi

konteks; reaksi ini dapat ditampilkan bagi actor dalam application domain,

gambar 2.6 (b).

Page 67: 2010-1-00634-tisi bab 2

80

• Read, diaktivkan oleh kebutuhan informasi dari tugas actor dan hasil dalam

sistem menampilkan bagian model yang relevan, gambar 2.6 (c).

• Compute, diaktivkan oleh kebutuhan informasi dari tugas actor dan terdiri dari

perhitungan yang meliputi penyediaan informasi oleh actor atau model; hasilnya

adalah tampilan dari hasil perhitungan, gambar 2.6 (d).

Gambar 2.7 Tipe function

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p140)

Hasil dari aktivitas ini adalah function list, yang berisi daftar function dari use

case dengan spesifikasi tipe function dan tingkat kerumitannya.

2.24.3 Interface

Interface merupakan komponen yang menjembatani interaksi actor dengan

sistem. Ada dua jenis interface, yaitu user interface dan system interface. User interface

adalah interface untuk user, sedangkan system interface adalah interface untuk sistem

* Effect of processing Initiative

Update

I F MAD

PD *

*

Signal

*

I F MAD

PD

Compute

*

I F MAD

PD

Read

*

I F MAD

PD

(a)

(c)

(b)

(d)

Page 68: 2010-1-00634-tisi bab 2

81

lain. Ada beberapa pola untuk user interface yaitu: menu selection, form fill-in,

command language, dan direct manipulation (Mathiassen et al., 2000, p152).

Menurut Shneiderman (1998, p8), ada delapan aturan paling penting dalam

merancang tampilan antarmuka (interface):

• Berusaha untuk konsisten

Konsistensi dalam kesamaan terminology dalam menu, tampilan, font, dan help

screen. Konsistensi dalam warna, kapitalisasi dan tampilan adalah penting.

• Memungkinkan frequent users menggunakan shortcuts

Setelah para user mulai tanggap dalam mengakses sebuah site, maka user akan

menginginkan shortcut-shortcut yang mempercepat geraknya dalam pengaksesan

site tersebut.

• Memberikan umpan balik yang informative

Untuk setiap operator action, diantaranya harus mempunyai sistem feedback.

Untuk setiap tindakan yang sering dan sederhana, maka respon yang diberikan

juga sederhana, tetapi jika tindakan yang jarang dan major actions, maka respon

harus lebih substansial.

• Merancang dialog yang memberikan penutupan (keadaan akhir)

Bertujuan membuat seorang user merasa aman dalam melakukan sebuah

tindakan dengan memberikan gambaran hasil akhir dari suatu pilihan, serta

pemberian banyak option kepada user sehingga bisa ikut mempengaruhi hasil

akhir.

• Memberikan pencegahan kesalahan dan penanganan kesalahan yang sederhana

Page 69: 2010-1-00634-tisi bab 2

82

Suatu site harus dirancang agar kesalahan yang dibuat oleh user dapat ditekan

seminimal mungkin, dan pesan kesalahan yang dimunculkan harus dapat

dimengerti oleh user awam.

• Memungkinkan pembalikan aksi yang mudah

Tindakan harus dapat dibalikkan menjadi keadaan sebelumnya, sehingga

membuat user merasa aman karena ia tahu bahwa kesalahan yang dibuat dapat

diperbaiki.

• Mendukung pusat kendali internal (internal locus of control)

Membuat user merasa memegang kendali atas site tersebut. Kesulitan user dalam

menavigasi site atau dalam mendapatkan data yang diinginkan akan

menimbulkan rasa tidak puas.

• Mengurangi beban ingatan jangka pendek

Manusia hanya dapat mengingat tujuh informasi ditambah atau dikurang dua

informasi pada suatu waktu. Batasan ini berarti suatu situs harus dibuat

sesederhana mungkin sehingga tidak membuat seorang user bingung karena

terlalu banyaknya informasi.

Page 70: 2010-1-00634-tisi bab 2

83

2.25 Architectural Design

Analysis document

Architectural specification

Gambar 2.8 Aktifitas dalam architectural design

Sumber : Mathiassen et al. (2000, p117)

Architectural design berfungsi sebagai kerangka kerja dalam aktifitas

pengembangan sistem dan menghasilkan struktur komponen dan proses sistem. Tujuan

dari perancangan arsitektur adalah untuk menstruktur sebuah sistem yang

terkomputerisasi. Aktifitas yang dilakukan pada tahap ini terdiri dari 3 aktifitas yang

digambarkan pada gambar 2.7 (Mathiassen et al., 2000, p173).

2.25.1 Criteria

Aktifitas ini mendefinisikan apa saja kondisi dan kriteria yang digunakan pada

rancangan. Kriteria merupakan properti dari arsitektur. Kondisi adalah teknikal,

organisasional, kemampuan manusia dan batas yang terlibat untuk menampilkan suatu

tugas. Tabel dibawah ini menunjukkan criterion yang telah ditentukan oleh para

Criteria

Process architecture

Component architecture

Page 71: 2010-1-00634-tisi bab 2

84

peneliti untuk menentukan kualitas dari sebuah software. Menurut Mathiassen et al.

(2000, p179) dalam OOA&D terdapat tiga kriteria dasar yang harus dimiliki dalam

rancangan yaitu:

• Usability, menjelaskan bahwa kualitas sistem yang paling hebat adalah

bergantung pada bagaimana sistem bekerja memenuhi context.

• Flexibility, menjelaskan bahwa arsitektur sistem harus mampu mengakomodasi

perubahan secara menyeluruh dan kondisi teknis.

• Comprehensibility, menjelaskan bahwa, dengan semakin berkembangnya

kompleksitas dari sistem komputer, model dan deskripsi harus mudah untuk

dimengerti.

2.25.2 Component Architecture

Pada aktifitas ini, Mathiassen et al. (2000, p190) mendefinisikan arsitektur

komponen adalah struktur sistem dari komponen yang saling terkait, sedangkan

komponen merupakan kumpulan dari bagian program yang mencakup keseluruhan

tanggung jawab. Tujuannya adalah untuk menciptakan struktur sistem yang fleksibel.

Pola-pola dari arsitektural komponen antara lain:

• Layered architecture pattern, arsitektur ini terdiri dari beberapa komponen yang

dirancang bersusun. Rancangan setiap komponen menjelaskan

tanggungjawabnya. Downward interface menjelaskan operasi apa saja yang

dapat diakses oleh komponen yang ada dibawahnya. Sedangkan upward

interface menjelaskan operasi yang ada tersedia untuk susunan diatasnya.

Page 72: 2010-1-00634-tisi bab 2

85

• Generic Architecture Pattern, merupakan dekomposisi susunan interface

menjadi dua part yang terpisah, yaitu user interface dan system interface.

• Client-Server Architecture Pattern, arsitektur ini dibangun untuk menangani

distribusi sistem diantara beberapa pemroses yang terpisah. Komponennya

adalah sebuah server dan beberapa client.

Pada dasarnya ada dua metode dalam memisahkan komponen client dan server,

yaitu memandang client dan server sebagai subsistem individu dengan model, fungsi,

dan interface masing-masing, atau sebagai susunan yang berbeda dalam sistem tunggal.

Ada lima karakteristik arsitektur komponen dengan distribusi yang berbeda dari dasar

arsitektur (M=model, F=function, dan U=user interface), yaitu:

Tabel 2.6 Bentuk distribusi dalam arsitektur client-server

Client Server Architecture

U U + F + M Distributed presentation

U F + M Local presentation

U + F F + M Distributed functionality

U + F M Centralized data

U + F + M M Distributed data

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p200)

Hasil dari aktifitas ini adalah sebuah component diagram yang merupakan class

diagram yang dilengkapi dengan spesifikasi komponen yang kompleks.

Page 73: 2010-1-00634-tisi bab 2

86

2.25.3 Process Architecture

Aktifitas ini bertujuan untuk menjelaskan strukturisasi fisik dari sistem.

Arsitektur proses adalah struktur sistem eksekusi yang terdiri dari proses-proses yang

saling tergantung satu sama lain (Mathiassen et al., 2000, p209). Dalam aktifitas ini juga

perlu menentukan pola distribusi yang sesuai dengan model sistem. Pola-pola distribusi

yang ada antara lain:

• Centralized Pattern, menyimpan seluruh data pada server pusat dan client hanya

menangani user interface.

• Distributed Pattern, disini semua didistribusikan pada client dan server

diperlukan hanya untuk update model antar client.

• Decentralized Pattern, disini clent memiliki datanya sendiri.

Hasil dari aktifitas ini adalah sebuah deployment diagram yang menunjukkan

processor dengan komponen program dan active objects.

2.26 Component Design

Gambar 2.9 Aktifitas dalam component design

Sumber : Mathiassen et al. (2000, p232)

Design of Componentconnections

Design of components

Architectural specifications

Component specification

Page 74: 2010-1-00634-tisi bab 2

87

Komponen adalah sekumpulan bagian-bagian program yang membentuk suatu

keseluruhan dan mempunyai tanggung jawab yang jelas. Tujuan desain komponen

adalah untuk menentukan implementasi dari kebutuhan dalam sebuah kerangka

arsitektur. Aktifitas yang dilakukan dalam desain komponen terdiri dari 3 aktifitas

seperti pada gambar 2.8.

2.26.1 Model Component

Menurut Mathiassen et al. (2000, p236), model component adalah bagian dari

sistem yang mengimplementasikan model dari problem domain. Dengan kata lain,

model component merepresentasikan sebuah model dari problem domain yang

bertujuan untuk menyampaikan data pada saat ini atau yang telah lalu kepada function,

interface dan ke pengguna ataupun sistem lain. Dalam aktifitas ini dihasilkan sebuah

class diagram yang telah direvisi (revised class diagram).

2.26.2 Function Component

Function component merupakan bagian dari sistem yang mengimplementasikan

kebutuhan-kebutuhan fungsional. Tujuan dari functional component adalah untuk

memberikan kepada user interface dan komponen dari sistem lain untuk mengakses ke

model. Sebuah function menggambarkan secara eksternal behaviour yang dapat diamati

secara langsung dan mempunyai arti bagi pekerjaan user (Mathiassen et al., 2000, p252).

Hasilnya adalah class diagram dengan operasi dan fungsi-fungsinya. Terdapat empat

pola eksplorasi untuk merancang function component, yaitu model-class placement,

function-class placement, strategy, active function.

Page 75: 2010-1-00634-tisi bab 2

88

2.26.3 Connecting Component

Connecting component berguna untuk menghubungkan komponen-komponen

dari sistem. Terdapat dua konsep dalam connecting component (Mathiassen et al., 2000,

p272), yaitu:

• Coupling, merupakan ukuran untuk mengukur seberapa dekatnya hubungan

antara dua kelas atau komponen. Coupling bersifat negatif, maka sebaiknya

diminimalisasi.

• Cohesion, merupakan ukuran yang mengukur seberapa baik ikatan dari sebuah

class atau komponen. Cohesion bersifat positif, maka penggunaan cohesion

dalam rancangan class atau komponen harus tinggi.

2.27 Unified Modeling Language (UML)

UML atau Unified Modeling Language adalah satu set konvensi pemodelan yang

digunakan untuk menggambarkan atau menspesifikasikan sebuah sistem software dalam

bentuk objek–objek (Whitten et al., 2004, p430). UML bukanlah suatu metode untuk

pengembangan sistem, melainkan hanya notasi yang berisi diagram standard yang

digunakan untuk mengembangkan OOA&D (Object Oriented Analysis and Design).

Diagram – diagram yang terdapat pada UML antara lain sebagai berikut :

1. Rich picture

Rich picture berisi sebuah pandangan menyeluruh dari people, object, process,

structure, dan problem dalam system problem dan application domain. People

dapat berupa system developer, user, pelanggan, atau pemain lain. Object dapat

berupa banyak benda seperti mesin, dokumen, lokasi, departemen, dan yang

Page 76: 2010-1-00634-tisi bab 2

89

lainnya. Process menguraikan aspek dari sebuah situasi yang berubah, tidak

stabil, atau di bawah pengembangan. Secara grafik, process diilustrasikan

dengan simbol panah. Structure menguraikan aspek dari sebuah situasi yang

terlihat stabil atau sulit untuk diubah. Secara grafik, structure diuraikan dalam

satu dari dua cara: menggambar garis antara elemen-elemen atau menempatkan

elemen-elemen yang berhubungan dalam sebuah figur umum, seperti segi empat

atau lingkaran.

Gambar 2.10 Rich picture

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p28)

Page 77: 2010-1-00634-tisi bab 2

90

2. Class Diagram

Diagram ini menampilkan sekumpulan class, interface, dan hubungan di antara

class. Diagram ini dapat digunakan untuk menggambarkan desain statis dari

sistem. Class diagram digunakan untuk mengetahui gambaran proses statis dari

sebuah sistem.

Gambar 2.11 Class diagram

Page 78: 2010-1-00634-tisi bab 2

91

Tabel 2.7 Notasi class diagram

++ Operation()

-- Attribute

Class1

Class

Class ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu nama class

dibagian atas, atribut di bagian tengah, serta operasi di

bagian bawah.

Association

Association menggambarkan adanya hubungan antara

dua class atau lebih.

1 1..*

Multiplicity

Penempatan notasi multiplicity ini dekat akhir dari

asosiasi. Simbol – simbol ini mengindikasikan

sejumlah instances dari suatu class yang terhubung ke

satu instances dari class lain.

Generalization

Generalization sering disebut “adalah sebuah“. Ini

mengacu pada sebuah hubungan antara dua class

dimana satu class merupakan versi khusus dari yang

lain.

1

*

Aggregation

Tipe khusus dari aggregation yang menunjukkan

hubungan yang kuat antara the “whole” class dan the

“part” class lainnya.

Page 79: 2010-1-00634-tisi bab 2

92

3. Use Case Diagram

Use Case adalah sebuah pola yang menggambarkan hubungan antara actor

dengan sistem di application domain. Actor itu sendiri adalah abstraksi dari user

atau sistem yang lain yang berhubungan langsung dengan sistem. (Mathiassen et

al., 2000, p119). Use case diagram ini berguna untuk mengorganisasi dan

memodel operasi dari sistem.

Setelah pembuatan use case diagram, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan

use case specification yang berisi penjelasan dari masing-masing use case.

Penjelasan dari masing-masing use case ditujukan sebagai dokumentasi

mengenai apa yang dapat dilakukan oleh actor terhadap sistem. Sehingga use

case specification dapat dipahami sebagai penggambaran secara rinci dari setiap

use case yang telah digambarkan dalam use case diagram.

Gambar 2.12 Use case diagram

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p129)

Page 80: 2010-1-00634-tisi bab 2

93

Tabel 2.8 Notasi use case diagram

System

System Boundary

Adalah suatu batas yang mengelilingi use case yang

menandai adanya sistem itu.

UseCase1

Use Case

Menggambarkan satu set peristiwa yang terjadi ketika

aktor menggunakan suatu sistem untuk melengkapi suatu

proses.

Actor1

Actors

Menggambarkan suatu peran yang berhubungan dengan

sistem atau mewakili suatu peran yang dimainkan oleh

suatu objek diluar.

Relationship

Menggambarkan hubungan antara actor dengan sebuah

use case dengan garis yang sederhana.

4. Statechart Diagram

Diagram ini menampilkan organisasi dari state, yang terdiri dari state,

transistion, event dan activity (Mathiassen et al., 2000, p341). Diagram ini

memfokuskan pada perubahan state dari sebuah class yang dikendalikan oleh

event.

Ada beberapa notasi yang biasa digunakan dalam menggambarkan behavioral

pattern (Mathiassen et al., 2000, p93), yaitu:

Page 81: 2010-1-00634-tisi bab 2

94

• Sequence. Event terjadi secara berurutan atau satu per satu. Setiap state hanya

ada satu event yang menuju ke state berikutnya (gambar 2.13(a)).

• Selection. Hanya ada salah satu dari beberapa event yang terjadi. Semua

kemungkinan event dibuat, sehingga ada beberapa event dalam sebuah state

untuk dipilih yang kemudian akan menuju ke state berikutnya (gambar 2.13(b)).

• Iteration. Sebuah event terjadi nol atau lebih (berulang). Sebuah event kembali

menuju ke state awalnya, atau tidak menuju ke state berikutnya. Ada juga iterasi

dimana event nya menuju ke state berikutnya, tetapi dari state tersebut kembali

lagi ke state awal (gambar 2.13(c)).

Gambar 2.13 Statechart diagram

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p90)

amount withdrawn (date, amount)

account opened(date)

amount deposited(date, amount)

Open

account closed(date)

Page 82: 2010-1-00634-tisi bab 2

95

Gambar 2.14 Notasi dalam statechart diagram

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p95)

5. Sequence Diagram

Menurut Mathiassen et al. (2000, p266) mengemukakan bahwa sequence

diagram menunjukkan interaksi antar banyak objek. Dengan kasus yang rumit

dimana banyak fungsi yang diimplementasikan oleh sejumlah operasi, diagram

ini dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan interaksi tersebut.

Sequence diagram mendeskripsikan interaksi antar beberapa objek dalam satuan

waktu (Mathiassen et al, 2000, p340).

Sequence

a

T1b

T2z

Selection Iteration

T

aa

T

b z

z

T1 T2

b

a

a Event

State

Move to next state

(b)

(c)

Initial state Final state

(a)

Page 83: 2010-1-00634-tisi bab 2

96

Gambar 2.15 Sequence Diagram

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p157)

6. Navigation Diagram

Menurut Mathiassen et al. (2000, p344) navigation diagram merupakan

statechart diagram khusus yang berfokus pada user interface. Diagram ini

menunjukkan window–window serta transisi di antara window–window tersebut.

Sebuah window dapat digambarkan sebagai sebuah state. State ini memiliki

nama dan berisi gambar miniatur window. Transisi antar state dipicu oleh

ditekannya sebuah tombol yang menghubungkan dua window.

Page 84: 2010-1-00634-tisi bab 2

97

Tabel 2.9 Notasi navigation diagram

Window

Adalah representasi dari state. State memiliki

nama dan mengandung icon.

State Transition

Merupakan perpindahan dari 2 window yang

saling berhubungan.

7. Component Diagram

Diagram ini menggambarkan sekumpulan komponen dan hubungan antara

komponen. Komponen adalah bagian fisik dari sebuah sistem yang dapat

digantikan dan ditempatkan yang menyediakan dan menyesuaikan realisasi dari

sekumpulan interface.

Gambar 2.16 Component diagram

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p201)

Page 85: 2010-1-00634-tisi bab 2

98

8. Deployment diagram

Menurut Mathiassen et al. (2000, p340), deployment diagram mendeskripsikan

konfigurasi sistem dalam bentuk processor dan objek yang terhubung dengan

processor tersebut. Diagram ini menunjukkan sekumpulan node dan

hubungannya. Deployment diagram ini dapat digunakan untuk modeling

embedded system, modeling client / server sistem, modeling sistem terdistribusi.

Node adalah elemen fisik yang muncul pada saat run time dan mewakili sumber

daya yang bersifat komputer, pada umumnya adalah memory dan kemampuan

proses.

Gambar 2.17 Deployment diagram

Sumber: Mathiassen et al. (2000, p217)

Page 86: 2010-1-00634-tisi bab 2

99

Tabel 2.10 Notasi deployment diagram

Node1

Processor

Processor adalah sebuah unit yang dapat

membentuk proses.

Interface

Sebuah interface menggambarkan sebuah grup

dari operasi yang digunakan atau dibuat oleh

komponen.

Program Component

Program component adalah komponen yang

koheren yang menawarkan fasilitas – fasilitas

tertentu bagi komponen lain dan dicirikan oleh

sebuah interface yang dibuat dari class dan

operation yang diimplementasikan oleh

komponen tersebut.

Dependency

Suatu hubungan antara dua elemen yang

mengindikasikan bahwa perubahan kepada

sumber elemen dapat menyebabkan perubahan

dalam target elemen.