BAB 2 Landasan Teori -...
Transcript of BAB 2 Landasan Teori -...
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Persediaan
Menurut Tersine (1994, p3), persediaan mempunyai banyak perngertian
terhadap beberapa hal yang berbeda, diantaranya adalah :
1. Stock on hand pada seuatu waktu tertentu (aset dapat dilihat, dihitung,
dan diukur).
2. Daftar per item dari semua aset fisik.
3. Untuk menentukan jumlah item yang harus ada di tangan.
4. Nilai stok barang yang dimiliki perusahaan pada waktu tertentu (dalam
konteks dokumen bagian keuangan dan akuntansi).
Menurut Sipper et al (1997, p206), persediaan adalah suatu kuantitas dari
komoditas yang dikontrol oleh perusahaan dan disimpan agar sewaktu-waktu dapat
digunakan untuk dapat memenuhi permintaan di masa mendatang.
Menurut Smith (1989, p108), persediaan didefinisikan sebagai stock of goods
(persediaan barang), dimana secara umum dianggap sebagai suatu sumber yang
memiliki nilai ekonomi. Persediaan terbuat oleh satu atau lebih item, dimana masing-
masing item tersebut merupakan supply item, bahan baku, part yang dibeli atau
dimanufaktur, assembly (perakitan), ataupun produk akhir yang unik.
Menurut Elsayed (1994, p63), persediaan didefinisikan sebagai bahan baku,
barang setengah jadi dan barang perakitan, dan finished goods atau barang jadi yang
berada di dalam sistem produksi pada titik waktu yang tepat. Persediaan menjadi buffer
21
antara tahapan-tahapan dalam sistem produksi, dan diantara sistem produksi dan
pelanggan.
Jadi persediaan adalah kuantitas dari barang (raw material, work in process,
dan finished goods) yang memiliki nilai ekonomi dan dimiliki oleh perusahaan untuk
dapat memenuhi permintaan di masa mendatang.
2.2 Tujuan Persediaan
Menurut Frazelle (2002, p91), goal dari manajemen persediaan adalah
meningkatkan financial return pada persediaan, sementara customer service level juga
ditingkatkan. Untuk dapat meningkatnya kedua hal tersebut dan begitu juga ketersediaan
persediaan, terdapat lima langkah untuk mengawalinya :
1. Meningkatkan ketepatan dari peramalan.
2. Mengurangi cycle times (waktu siklus).
3. Menurunkan biaya pemesanan/setup.
4. Meningkatkan inventory visibility.
5. Menurunkan biaya penyimpanan persediaan.
Persediaan terjadi karena penyediaan dan permintaan sulit diselaraskan dengan
tepat dan diperlukan waktu untuk melakukan kegiatan tersebut. Hal-hal berikut ini
merupakan faktor-faktor yang mendukung fungsi persediaan (Tersine, 1994, p6), antara
lain :
1. Faktor waktu, yang berhubungan dengan lamanya proses produksi dan
distribusi yang terjadi sebelum barang sampai ke konsumen.
2. Faktor diskontinuitas, yang dimaksudkan agar menjaga barang tersedia
terus menerus sehingga diperlukan persediaan sehingga tidak terjadi .
22
3. Faktor ketidakpastian, yang merupakan hal-hal yang tidak diduga yang
dapat terjadi seperti saat mesin mengalami breakdown, bencana, dan
sebagaianya. Karena itu, persediaan dibutuhkan sebagai antisipasi
kemungkinan terjadinya kejadian tersebut.
4. Faktor ekonomi, yang memberikan keuntungan bagi perusahaan dalam
mengurangi biaya yang terdiri dari pemesanan barang, pembelian dengan
discount, pengiriman, man power, dan sebagainya.
Cara lain untuk dapat menjelaskan tujuan pengadaan persediaan adalah dengan
menjelaskan klasifikasi fungsi dari persediaan itu sendiri. Berdasarkan utilitasnya,
semua persediaan dapat tergolong dalam satu atau lebih kategori berikut.
1. Working Stock (Lot Size Stock)
Merupakan persediaan yang dibutuhkan dan diadakan dalam mendukung
kebutuhan terhadap barang sehingga pemesanan dapat dilakukan dalam
bentuk lot size dibandingkan dengan ukuran dasar yang dibutuhkan. Lot
size mempunya manfaat untuk mengurangi atau meminimalisasikan biaya
pemesanan dan penyimpanan, mendapatkan discount pemesanan
kuantitas, dan biaya pengiriman.
2. Safety Stock
Merupakan persediaan yang diadakan dalam mengantisipasi
ketidakpastian persediaan dan permintaan. Safety Stock atau dapat juga
disebut sebagai stok pengaman ini pada umumnya dipakai selama waktu
kedatangan barang yang telah dipesan sehingga tidak terjadi kekurangan
barang.
23
3. Anticipation Stock
Merupakan persediaan yang diadakan sehubungan dengan penyelarasan
permintaan yang bersifat musiman, tidak menentu, atau kurangnya
kapasitas produksi.
4. Pipeline Stock (Work In Process)
Merupakan persediaan yang ada dalam perjalanan yang membutuhkan
waktu dari penerimaan barang pada saat masuk, pengiriman bahan dlam
proses produksi, pengiriman barang sampai ke outputnya. Secara
eksternal, pipeline stock dapat digambarkan sebagai persediaan dalam
perjalan di truk, ataupun kapal. Sedangkan secara internal digambarkan
sebagai sebuah proses dimana menunggu untuk dapat diproses dan
dipindahkan.
5. Decoupling Stock
Merupakan persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi
permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier.
6. Psychic Stock
Merupakan persediaan barang yang digunakan untuk dapat
menstimulasikan permintaan dan bertindak seperti seorang penjual yang
diam. Kategori ini meningkatkan kesempatan sebuah item untuk dapat
terlihat dan dipertimbangkan untuk dapat dibeli oleh pelanggan. Seperti
halnya rak yang penuh di supermarket dapat meningkatkan penjualan
dengan memperlihatkan pelanggan terhadap banyaknya persediaan yang
ada, dan menciptakan visibility yang lebih tinggi terhadap suatu produk.
24
2.3 Biaya Persediaan
Tujuan dari persediaan adalah untuk mendapatkan jumlah yang tepat untuk
barang pada tempat dan waktu yang tepat, serta mempunyai biaya yang rendah. Ada
beberapa parameter ekonomi dasar untuk model persediaan yang relevan untuk sebagian
besar sistem, yaitu : (Tersine, 1994, p13)
1. Purchase Cost (Biaya Pembelian)
Biaya pembelian dair suatu barang adalah biaya untuk membeli satu
satuan barang jika diperoleh dari sumber eksternal atau memproduksi
satu satuan barang jika barang tersebut diproduksi secara internal. Biaya
per unit ini harus selalu dibebankan ketika barang tersebut ditempatkan
sebagai persediaan. Untuk barang yang dibeli, pembelian ini termasuk
biaya transportasi, sedangkan untuk barang yang diproduksi, biaya
pembelian ini upah karyawan, biaya bahan baku dan overhead pabrik.
2. Order / Setup Cost (Biaya Pemesanan)
Biaya pemesanan ini berasal dair biaya yang timbul pada saat dilakukan
pemesanan untuk pemenuhan kembali persediaan yang dimiliki. Pada
saat pemesanan yang dilakukan, sejumlah biaya tertentu yang berkaitan
yaitu pemrosesan, persiapan, pendistribusian, penanganan, dan pembelian
sejumlah barang yang dipesan.
3. Holding Cost (Biaya Penyimpanan)
Biaya penyimpanan adalah biaya yang diasosiasikan dengan investasi
dalam persediaan dan untuk mempertahankan investasi fisik dalam
gudang. Menurut Elsayed (1994, p64), komponen-komponen pembentuk
biaya simpan adalah :
25
a. Opportunity cost atau biaya kesempatan atas modal yang
diinvestasikan dalam persediaan, storage and space costs atau biaya
pergudangan yang meliputi biaya penyewaan gudang, biaya
penanganan (biaya penyimpanan) dan biaya maintenance atau biaya
pemeliharaan bahan baku di gudang, dan biaya administrasi gudang.
b. Storage and space costs atau biaya pergudangan yang meliputi
biaya penyewaan gudang, biaya penanganan (biaya penyimpanan)
dan biaya maintenance atau biaya pemeliharaan bahan baku di
gudang, dan biaya administrasi gudang.
c. Taxes and insurances atau pajak dan asuransi, dan biaya
penyusutan, serta pencegahannya, seperti contoh penyimpanan
sayuran, produk-produk yang terbuat dari susu, dan beberapa
produk keramik dan produk elektronika.
d. Cost of obsolescene atau biaya keusangan yang termasuk
didalamnya biaya yang harus dikeluarkan perusahaan bila ada
pergantian teknologi seperti penggantian komputer, alat
komunikasi, dan lainnya.
4. Stockout Cost (Biaya kekurangan persediaan)
Biaya ini juga dikenal sebagai shortage cost. Merupakan biaya yang
dikenakan jika tidak terdapat persediaan yang cukup untuk memenuhi
permintaan berlebih yang datang pada suatu saat tertentu. Ada dua jenis
yakni backorder cost dan lost sales cost. Keduanya sulit diukur secara
akurat.
26
a. Backorder cost merupakan biaya yang dikenakan ketika terjadi
pemesanan yang baru dapat dipenuhi pada saat mendatang. Biaya
ini dapat menyebabkan tambahan biaya seperti dalam hal
transportasi dan pemesanan. Biaya backorder lebih mudah
diprediksi dibandingkan dengan lost sales cost atau biaya karena
kehilangan penjualan.
b. Lost sales cost atau biaya yang terjadi ketika kita tidak dapat
memenuhi pesanan konsumen, sehingga mereka membatalkan
pesanan tersebut. Biaya ini biasanya termasuk keuntungan yang
akan diterima dan kemungkinan negatif dalam hal penjualan di
masa yang akan datang.
2.4 Terminologi Sistem Persediaan
Di dalam terminologi sistem persediaan ini, Elsayed (1994, p64)
mengungkapkan definisi dari beberapa hal yang berhubungan dengan persediaan.
1. Demand. Keputusan penentuan persediaan (kebijakan, jumlah yang akan
dipesan, dan sebagainya) ditentukan berdasarkan permintaan di masa
mendatang. Jenis permintaan dapat berupa deterministic dan statis
ataupun dinamis secara alamiah.
2. Lead Time and Replenishment Rate. Lead time merupakan waktu jeda
antara saat dimana dilakukan pemesanan dan saat dimana pemesanan itu
diterima sebagai persediaan. Waktu lead time dapat bervariasi
(deterministic atau probabilistic dan konstan atau waktu yang
bervariasi). Replenishment rate merupakan rate dimana persediaan
diselesasaikan (build up).
27
3. Reorder Level, yang merupakan level ataupun titik dimana dilakukan
pemesanan untuk pemenuhan persediaan.
4. Safety Stock, yang merupakan persediaan yang dipersiapkan untuk
menghindari terjadinya stockout atau kehabisan barang yang dapat
terjadi karena ketidakpastian terhadap proses pemenuhan barang atau
terhadap permintaan yang tinggi.
Menurut Sipper (1998, p207), Lingkungan persediaan diklasifikasikan menjadi
dua kategori utama, yaitu :
1. Deterministic atau stochastic. Deterministic berarti permintaan masa
mendatang diketahui secara pasti, sedangkan stochastic berarti memiliki
persediaan di masa mendatang yang tidak menentu. Di dalam kategori
ini, masing-masing memiliki analisis yang cukup berbeda. Stochastic
umumnya lebih realistis tetapi sulit untuk ditangani.
2. Permintaan independent atau permintaan dependent. Permintaan
independent tidak bergantung ataupun dipengaruhi oleh barang lainnya.
Contohnya seperti penjualan ritel atau produk jadi dalam industri
manufaktur. Sedangkan permintaan dependent bergantung terhadap
barang lainnya. Umumnya permintaan ini terdapat dalam industri
manufaktur dimana jumlah komponen ataupun bahan baku tergantung
dari jumlah produk yang ingin dihasilkan.
2.5 Aliran Biaya Persediaan
Persediaan memiliki 2 karakteristik, yaitu karakteristik fisik (aliran barang) dan
karakteristik finansial (aliran biaya). Metode aliran persediaan terkait dengan caranya
barang-barang ditambah dan diambil dari persediaan. Perkiraan persediaan barang untuk
28
keperluan accounting tidak selalu sama dengan persediaan fisik barang yang aktual.
Pemilihan metode perkiraan aliran barang di dalam satu perusahaan akan menentukan
aliran biaya. Menurut Werner et al (2004, p314) terdapat tiga metode yang umum
digunakan, antara lain :
1. FIFO (First In First Out)
Di dalam metode ini, diperkirakan bahwa barang yang pertama kali
ditempatkan sebagai persediaan akan menjadi barang yang pertama kali
akan dijual. Ketika harga pembelian satu barang berubah, maka hal yang
terjadi adalah pendapatan penjualan akan dipasangkan dengan biaya yang
tercatat pada awalnya, bukan dengan biaya yang tercatat pada saat terjual.
FIFO dapat menjadi satu informasi yang baik untuk menentukan kondisi
perusahaan yang sekarang, karena FIFO menghitung nilai persediaan
dengan biaya yang paling terbaru.
Tabel 2.1 Contoh Rincian Pembelian Barang dalam Perhitungan Metode FIFO
Sumber: Yamit (1999, p201)
Tanggal Transaksi Unit Harga/unit Total Biaya
1 Januari Persediaan awal 200 Rp 1.000,00 Rp 200.000,00 31 Januari Pembelian 300 Rp 1.100,00 Rp 330.000,00 28 Februari Pembelian 400 Rp 1.160,00 Rp 464.000,00 31 Maret Pembelian 100 Rp 1.260,00 Rp 126.000,00 Jumlah 1000 Rp 1.120.000,00
29
Tabel 2.2 Contoh Rincian Penjualan Barang dalam Perhitungan Metode FIFO
Sumber: Yamit (1999, p201)
Unit Penjualan Harga/unit Total Biaya
200 Rp 1.000,00 Rp 200.000,00 300 Rp 1.100,00 Rp 330.000,00 200 Rp 1.160,00 Rp 232.000,00 700 Rp 762.000,00
Tabel 2.3 Contoh Rincian Persediaan Akhir dalam Perhitungan Metode FIFO
Sumber: Yamit (1999, p201)
Persediaan Akhir Unit Harga/unit Total Biaya Pembelian Februari 200 Rp 1.160,00 Rp 232.000,00 Pembelian Maret 100 Rp 1.260,00 Rp 126.000,00 Jumlah 300 Rp 358.000,00
Harga pokok barang yang dijual dengan metode FIFO adalah Rp.
762.000,00, dan nilai persediaan akhir adalah Rp.1.120.000,00 –
Rp762.000,00 = Rp.358.000,00 untuk 300 unit.
2. LIFO (Last In First Out)
Di dalam metode ini, diperkirakan bahwa barang yang terakhir kali
ditempatkan sebagai persediaan akan menjadi barang yang pertama kali
akan dijual. Metode ini memasangkan harga pembelian satu barang
sekarang ini dengan pendapatan penjualan, sehingga kemungkinan
informasi terbaik bagi pembuat keputusan di bidang finansial untuk
menentukan potensi pendapatan perusahaan di masa mendatang. Namun
hal ini berakibat biaya persediaan akhir dianggap terlalu kuno.
30
Tabel 2.4 Contoh Rincian Pembelian Barang dalam Perhitungan Metode LIFO
Sumber: Yamit (1999, p203)
Tanggal Transaksi Unit Harga/unit Total Biaya 1 Januari Persediaan awal 200 Rp 1.000,00 Rp 200.000,00 31 Januari Pembelian 300 Rp 1.100,00 Rp 330.000,00 28 Februari Pembelian 400 Rp 1.160,00 Rp 464.000,00 31 Maret Pembelian 100 Rp 1.260,00 Rp 126.000,00 Jumlah 1000 Rp 1.120.000,00
Tabel 2.5 Contoh Rincian Penjualan Barang dalam Perhitungan Metode LIFO
Sumber: Yamit (1999, p203)
Unit Penjualan Harga/unit Total Biaya 100 Rp 1.260,00 Rp 126.000,00 400 Rp 1.160,00 Rp 464.000,00 200 Rp 1.100,00 Rp 220.000,00 700 Rp 810.000,00
Tabel 2.6 Contoh Rincian Persediaan Akhir dalam Perhitungan Metode LIFO
Sumber: Yamit (1999, p203)
Persediaan Akhir Unit Harga/unit Total Biaya Pembelian 1 Januari 200 Rp 1.000,00 Rp 200.000,00 Pembelian Januari 100 Rp 1.100,00 Rp 110.000,00 Jumlah 300 Rp 310.000,00
Harga pokok barang yang dijual dengan metode LIFO adalah Rp.
810.000,00, dan nilai persediaan akhir adalah Rp.1.120.000,00 –
Rp810.000,00 = Rp.310.000,00 untuk 300 unit.
3. Average Cost Method
Di dalam metode ini, biaya yang digunakan adalah biaya rata-rata per unit
untuk menentukan harga pokok penjualan, dan harga barang-barang dalam
persediaan akhir. Menurut Yamit, metode ini terbagi menjadi 3, yaitu:
31
(contoh soal yang digunakan dalam metode ini adalah sama dengan metode
FIFO maupun LIFO)
a. Rata-rata Sederhana
Perhitungan biaya per unit
= 4
1260116011001000 +++ = Rp.1.130,00 per unit.
Nilai persedian akhir
= (persediaan akhir*biaya per unit) = (300*1130) = Rp.339.000,00
Harga pokok penjualan
= (unit dikeluarkan*biaya per unit) = (700*1130) = Rp.791.000,00
b. Rata-rata Tertimbang
Perhitungan biaya per unit
= 1000
)100(1260)400(1160)300(1100)200(1000 +++=∑
NQP
ii
= Rp.1.120,00 per unit.
Nilai persedian akhir
= (persediaan akhir*biaya per unit) = (300*1120) = Rp.336.000,00
Harga pokok penjualan
= (unit dikeluarkan*biaya per unit) = (700*1120) = Rp.784.000,00
32
c. Rata-rata Bergerak
Tabel 2.7 Contoh Catatan Persediaan dengan Perhitungan Metode Rata-rata Bergerak
Sumber: Yamit (1999, p205)
Tanggal Unit Harga/unit Total Biaya Rata-rata bergerak 1 Januari 200 Rp 1.000,00 Rp 200.000,00 Rp 1.000,00 31 Januari 300 Rp 1.100,00 Rp 330.000,00 Rp 1.060,00 28 Februari 400 Rp 1.160,00 Rp 464.000,00 Rp 1.104,44 31 Maret 100 Rp 1.260,00 Rp 126.000,00 Rp 1.120,00
Nilai persediaan akhir
= (persediaan akhir*biaya per unit) = (300*1120) = Rp.336.000,00
Harga pokok penjualan
= (unit dikeluarkan*biaya per unit) = (700*1120) = Rp.784.000,00
2.6 Kebijakan Persediaan
Kebijakan persediaan dikaitkan dengan waktu pemeriksaan dan kedisiplinan
pemesanan yang digunakan untuk pengontrolan persediaan (kapan dilakukan pemesanan
dan berapa banyak jumlah pemesanan tersebut). Kebijakan persediaan yang umum
digunakan antara lain (Elsayed, 1994, p67)
1. Periodic Review Policy
Pada kebijakan ini, tingkat persediaan diperhatikan (diperiksa) dalam
jangka waktu tertentu. Jika pada ketetapan waktu yang sudah ditentukan,
tingkat persediaan berada di atas titik reorder level, maka tidak ada
tindakan yang dilakukan, namun jika tingkat persediaan berada atau di
bawah titik reorder level maka akan dilakukan pemesanan hingga pada
tingkat target (maksimum).
33
2. Order Up to R Policy
Kebijakan ini dapat dikatakan sebagai kebijakan khusus periodic review
dengan penggunaan reorder level, target stock level, dan review time
period. Titik reorder level adalah sama dengan target stock level.
Pemesanan akan dilakukan pada akhir waktu pemeriksaan yang telah
ditentukan sejumlah dari selisih antara target stock level dengan persediaan
pada akhir waktu pemeriksaan tersebut.
3. Continuous Review Policy
Kebijakan ini adalah sama dengan kebijakan Order Up to R, hanya saja
pemeriksaan persediaan dilakukan setiap hari. Hal yang membedakan
dengan kebijakan tersebut adalah ketidak harusan melakukan pemesanan di
akhir periode, tergantung dari jumlah persediaan pada saat tersebut.
4. Fixed Reorder Quantity Policy
Kebijakan ini tidak begitu berbeda dengan kebijakan continuous review,
kecuali pada jumlah pemesanan yang tetap setiap dilakukan pemesanan
pada saat jumlah persediaan berada di / di bawah titik pemesanan kembali.
5. Base Stock Policy
Pada kebijakan ini, reorder level adalah sama dengan target stock level,
dan pemesanan dilakukan ketika terjadi penarikan barang dari persediaan.
Jumlah persediaan di tangan, dan jumlah yang dipesan adalah sama dengan
target stock level di setiap waktu.
2.7 Klasifikasi ABC
Analisa ABC yang dikenal sebagai “Always Better Control” ini merupakan
pendekatan yang sangat berguna dalam manajemen material yang berbasiskan hukum
34
Pareto, “Vital few and trivial many”, yang digunakan pada investasi terhadap suatu
barang. (Gupta et al, 2007, p325). Jika mengikuti hukum Pareto, maka secara ideal
klasifikasi ABC adalah sebagai berikut (Frazelle, 2002, p74) :
1. Produk kelas A berjumlah 5 % dan menghasilkan 80% penjualan.
2. Produk kelas B berjumlah 15% dan menghasilkan 15% penjualan.
3. Produk kelas C berjumlah 80% dan menghasilkan 5% penjualan.
2.8 Pengujian Distribusi Normal
Sebaran peluang kontinu yang paling penting dalam statistika adalah
sebaran/distribusi normal dengan kurvanya yang berbentuk genta. Untuk mengetahui
apakah suatu populasi mengikuti sebaran normal atau tidak, dapat digunakan goodness
of fit (uji kebaikan suai). Uji kebaikan suai merupakan uji yang digunakan untuk
menentukan apakah populasi memiliki suatu distribusi teoritik tertentu. Uji ini
didasarkan pada seberapa baik kesesuaian antara frekuensi yang teramati dalam data
sampel dengan frekuensi harapan pada distribusi yang dihipotesakan.
Langkah-langkah uji kebaikan suai distribusi normal
1. Tentukan H0 dan H1
H0: populasi data mengikuti distribusi normal
H1: populasi data tidak mengikuti distribusi normal
2. Tentukan taraf nyata (α)
3. Menentukan daerah kritis
Tolak H0 jika tabelhitung22 χχ >
35
4. Perhitungan:
a. Membuat selang kelas dengan langkah-langkah yang telah diajarkan
pada statistik modul pertama
b. Masukkan data-data yang ada pada tabel perhitungan
5. Kemudian hitung jumlah 2χ
Rumus:
( )∑ −=
eieioi 2
2χ
dimana:
oi: Frekuensi observasi (pengamatan)
ei: frekuensi harapan
6. Membuat kesimpulan
Terima atau tolak H0 dan simpulkan bahwa populasi mengikuti atau tidak
mengikuti distribusi normal.
Catatan:
a. Nilai ei pada setiap kelas harus>=5, jika ada kelas yang memiliki ei<5 ,
maka kelas tersebut harus digabung dengan kelas lainnya sedemikian rupa
sehingga ei μ 5.
b. tabel2χ dicari dengan menggunakan tabel distribusi Khi-kuadrat dengan v
(derajat kebebasan) v=k-1-m dimana :
k = jumlah kelas terakhir setelah tidak ada lagi sel yang berjumlah kurang
dari 5.
36
m = jumlah parameter yang digunakan (untuk binomial = 1 , untuk poisson
= 1 , untuk normal = 2).
Goodness of Fit (Uji Kebaikan Suai) terdiri dari banyak metode, misalnya chi-
square test, Kolgomorov-Smirnov Test dan Anderson-Darling Test . Namun White et al
(1975, p338) mengutarakan bahwa uji yang disarankan untuk digunakan adalah
Kolmogorov-Smirnov Test karena secara statistik terbukti lebih baik dibandingkan
dengan Chi-Square Test.
Uji 1 sampel Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menentukan seberapa baik
sebuah sampel random data menjajagi distribusi teoritis tertentu (normal, uniform,
poisson, eksponensial). Uji ini didasarkan pada perbandingan fungsi distribusi kumulatif
sampel dengan fungsi distribusi kumulatif hipotesis.
1 Hipotesis:
H0: Sampel ditarik dari populasi dengan distribusi tertentu
H1: Sampel ditarik bukan dari populasi dengan distribusi tertentu
2 Kaidah pengambilan keputusan:
Asymp. Sig < taraf signifikansi atau taraf nyata Tolak H0
Asymp. Sig > taraf signifikansi atau taraf nyata Terima H0
Pengujian Uji 1 sampel Kolmogorov-Smirnov dilakukan dengan menggunakan
aplikasi SPSS dengan langkah-langkah berikut ini.
1. Mendefinisikan data pada kolom pertama.
2. Memasukkan data pada kolom pertama.
3. Pada menu utama, pilih : Analyze Nonparametric Test 1 Sample KS
a. Pada Test Variable List masukkan variabel yang akan diuji
b. Pada Test Distribution pilihlah normal.
37
4. Klik OK.
Gambar 2.1 Kotak Dialog One Sample Kolmogorov-Smirnov
Sumber: http://www.mathnstuff.com/math/spoken/here/2class/90/normal.htm
Gambar 2.2 Distribusi Normal
2.9 Peramalan
Peramalan menurut Makridakis (1999,p14) adalah suatu kemampuan untuk
memperkirakan / menduga keadaan permintaan produk di masa datang yang tidak pasti.
Dengan memperkirakan hal yang akan terjadi, tindakan yang tepat dapat diambil untuk
dapat menanganinya.
38
Berdasarkan horizon waktu, peramalan dapat dikelompokkan menjadi 3
kategori, yaitu :
1. Peramalan Jangka Pendek
Peramalan jangka pendek adalah peramalan yang jangka waktunya
mencapai satu tahun tetapi umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan ini
digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah
tenaga kerja, penugasan dan tingkat produksi.
2. Peramalan Jangka Menengah
Peramalan jangka menengah adalah peramalan yang jangka waktunya
diantara tiga bulan sampai tiga tahun. Permalan ini digunakan untuk
merencanakan penjualan, perencanaan dan penganggaran produksi,
penganggaran kas dan menganalisis berbagai rencana operasi.
3. Peramalan Jangka Panjang
Peramalan jangka penjang adalah peramalan yang jangka waktunya lebih
dari tiga tahun atau lebih. Peramalan ini digunakan untuk merencanakan
produk baru, pengeluaran modal, pemilihan lokasi fasilitas-fasilitas atau
ekspansi dan penelitian serta pengembangan.
2.10 Pendekatan Peramalan
Ada dua pendekatan umum dalam peramalan, yaitu (Baroto, 2002, p27):
1. Peramalan kualitatif (subjektif)
Metode kualitatif biasanya digunakan bila tidak ada atau sedikit data masa
lalu tersedia. Dalam metode ini, pendapat pakar dan prediksi mereka
dijadikan dsar untuk menetapkan permintaan yang akan datang. Metode
39
kualitatif yang banyak dikenal adalah metode Delphi dan metode kelompok
nominal (nominal group technique).
2. Peramalan kuantitatif
Pada metode ini, suatu set data historis (masa lalu) digunakan untuk
mengekstrapolasi (meramalkan) permintaan masa depan. Ada dua
kelompok besar metode kuantitatif, yaitu metode time series yang
menggunakan waktu sebagai dasar peramalan, dan metode nontime series
(structural models). Metode kuantitatif nontime series adalah metode-
metode ekonometrik, metode analisis input-output, metode regresi dengan
variabel bebas bukan waktu.
Beberapa metode time series diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Double Exponential Smoothing
Metode peramalan ini mudah digunakan dan efisien. Metode ini
menggunakan Faktor penghalusan yakni nilai alpha. Nilai alpha ini
bersifat bebas atau subjektif dengan rentang dari 0 sampai 1.
Dibawah ini adalah rumus – rumus yang digunakan dalam Metode
Double Exponential Smoothing:
S’T= ( ) ( )11. −−+ tT SX αα
S”T= ( ) ( )1"1'. −−+ tT SS αα
a =t tt SS "'2 −
b =t ( )TT SS "'1
−−αα
mbaF ttmT +=+
40
Inisialisasi : X1 = S’1 = S”1
2. Double Moving Average
Metode ini termasuk dalam moving averages atau rata-rata bergerak.
Metodi ini digunakan bila kita mengasumsikan bahwa permintaan
pasar tetap stabil sepanjang waktu.
Rumus yang dipakai yaitu :
S’T=
NXXXX Ntttt 121 ... +−−− ++++
S”T=
NSSSS Ntttt 121 '...''' +−−− ++++
a =t ( ) ttttt SSSSS "'2"'' −=−+
b =t ( )TT SSN
"'1
2−
−
mbaF ttmt +=+
3. Regresi Linier
Pada metode ini, penjualan akan disebut variabel tidak bebas
(dependent variable) dan variabel-variabel lain disebut variabel bebas
(independent variable). Model peramalan kausal kuantitatif yang
paling umum adalah analisis regresi linear.
Rumus regresi linear sederhana, yaitu :
y tt ba +=
( )∑ ∑−
∑ ∑ ∑−=
22 ttn
yttynb
a = −−
− tby
41
dimana
y = nilai peramalan
a = konstanta y
b = nilai kemiringan
n = jumlah data
t =indeks penunjuk
Pada metode time series, salah satu langkah dalam memilih metodenya
adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data. Pola data terbagi
menjadi :
1. Pola Stasioner atau Horizontal (H)
Terjadi jika nilai data berfluktuasi di sekitar nilai mean atau rata-rata
yang konstan. Deret seperti itu stasioner terhadap nilai rata-ratanya. Suatu
produk yang penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu
tertentu termasuk jenis ini.
Waktu
Sumber: Yamit (1999, p20)
Gambar 2.3 Pola Data Horisontal
2. Pola musiman (S)
Terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya
kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu).
42
Penjualan dari produk minuman ringan, es krim, dan bahan bakar
pemanas ruangan, menunjukkan jenis pola ini.
Waktu
Sumber: Yamit (1999, p20)
Gambar 2.4 Pola Data Musiman
3. Pola Siklis (C)
Terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka
panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan produk
seperti mobil, baja dan peralatan utama lainnya menunjukkan jenis pola
data ini.
Waktu
Sumber: Yamit (1999, p21)
Gambar 2.5 Pola Data Siklis
4. Pola trend (T)
Terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka
panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto nasional
43
(GNP) dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya mengikuti pola
trend selama perubahannya sepanjang waktu.
Waktu
Sumber: Yamit (1999, p21)
Gambar 2.6 Pola Data Trend
2.11 Pemilihan Metode Peramalan
Jika Xt merupakan data aktual untuk periode t dan Ft merupakan ramalan (atau
nilai kecocokan / fitted value) untuk periode yang sama, maka kesalahan didefinisikan
sebagai :
ttt FXe −=
Pertimbangan diterimanya sebuah metode peramalan adalah melalui kriteria-
kriteria berikut ini :
1. Mean Absolute Error (MAE)
∑==
n
t ten
MAE1
1
2. Mean Square of Error (MSE)
21
1t
n
te
nMSE ∑=
=
44
3. Mean Absolute Procentage of Error (MAPE)
tn
tPE
nMAPE ∑ =
=1
1
Dimana :
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −=
t
tt
XFX
PE *100%
4. Isyarat Tracking Signal
Isyarat arah merupakan pengukuran tentang sejauh mana ramalan
memprediksi nilai aktual dengan baik. Jika ramalan diperbaharui setiap
minggu, bulan, atau kuartal, maka data permintaan yang baru tersedia akan
dibandingkan dengan nilai ramalannya.
Isyarat arah ini dihitung sebagai jumlah kesalahan ramalan yang berjanalan
(running sum of the forecast error atau RSFE) dibagi dengan Mean
Absolute Deviation (MAD).
Rumus:
Isyarat tanda (tracking signal) = MADRSFE
= ( )MAD
iPeriodeRamalantaanPerPeriodedalamAktualtaanPer∑ − minmin
dimana,
( )n
PeramalanKesalahanMAD ∑=
Jika hasil perhitungan menunjukkan isyarat arah positif maka berarti bahwa
permintaan lebih besar dari ramalan. Jika isyarat arah negatif menunjukan
bahwa permintaan lebih kecil dari ramalan. Isyarat arah yang baik, yaitu
45
yang memiliki RSFE rendah dan memiliki bias positif sebanyak bias
negatifnya. Dengan kata lain, bias yang kecil tidak masalah, tetapi bias
positif dan negatif seharusnya saling menyeimbangkan sehingga tanda
penelurusan berada disekeliling bias nol.
2.12 Metode Pemesanan
Terdapat empat metode perancangan dasar untuk melakukan pemesanan yang
kerap digunakan di dalam industri manapun, antara lain : (ROP, EOQ), (ROP, OUL),
(RTP, OUL), dan (RTP, ROP, OUL) (Frazelle, 2002, p129).
Keterangan :
ROP : Reorder Point (dikenal juga sebagai Reorder Level)
EOQ : Economic Order Quantity
OUL : Order Up to Level (dikenal juga sebagai Target Stock Level)
RTP : Review Time Period
1. (ROP, EOQ)
Metode ini termasuk dalam continuous review, dimana sejumlah quantity
atau sejumlah EOQ dipesan ketika level persedian menurun hingga titik
reorder point atau titik pemesanan kembali. Ini merupakan kebijakan
pengontrolan persediaan yang paling mudah. ROP biasanya terhitung
dengan safety stock ditambahkan dengan permintaan selama lead time yang
sudah diramalkan. Kelebihan menggunakan EOQ adalah meminimasikan
jumlah pemesanan dan biaya penyimpanan pemesanan, namun yang
menjadi kekurangannya adalah diperlukannya pemeriksaan persediaan
setiap saat.
46
2. (ROP, OUL)
Metode ini termasuk dalam continuous review, dimana sejumlah persediaan
dipesan hingga titik target stock level, dan pemesanan tersebut dilakukan
ketika level persediaan menurun hingga titik reorder point. OUL ditetapkan
untuk menghindari terjadinya stockout.
3. (RTP, OUL)
Pada metode RTP, waktu untuk dilakukan pemesanan sudah ditetapkan,
dan pemesanan dilakukan rutin pada RTP tersebut. Jumlah pemesanan
adalah jumlah yang akan menaikkan level persediaan hingga titik target
stock level. Salah satu kekurangan dari penggunaan metode ini adalah
persediaan yang akan selalu penuh akan mengacu pada biaya penyimpanan
pemesanan yang cukup tinggi. Disamping hal tersebut, karena pemeriksaan
dilakukan hanya secara berkala, sehingga dapat terjadi stockout sebelum
dilakukan pemesanan kembali.
4. (RTP, ROP, OUL)
Pada metode ini, setiap RTP dilakukan pemesanan hingga titik target stock
level jika titik persediaan sudah berada atau dibawah titik ROP. Metode ini
dapat dikatakan sebagai metode yang paling sedikit mengeluarkan biaya,
tetapi paling sulit untuk dimengerti dan memungkinkan terjadinya stockout
ketika pada periode pemeriksaan tersebut titik persediaan sudah berada
dekat dengan titik ROP.
2.12.1 Penghitungan Reorder Point
Penghitungan reorder point menurut Waters (1992, p156) adalah sebagai
berikut
47
Reorder Point = ROP = lead time demand + Safety Stock
= ( D * LT ) + (Z * σ * LT )
2.12.2 Penghitungan Review Time Period
Penghitungan review time period yang dilakukan adalah untuk multi item
(jumlah item yang dipesan pada satu supplier adalah lebih dari satu item).
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
=
∑
∑
=
=
n
jjj
n
jj
DCi
AT
1
1*
2 j=1,2,3,...n
Dimana :
A = Biaya pemesanan
C = Biaya pembelian item tersebut
D = Rata-rata permintaan untuk setahun
2.12.3 Penghitungan Order Up to Level
Penghitungan order up to level adalah dengan menghitung target stock level
sebagai titik maksimum suatu persediaan. Penghitungan target stock level disesuaikan
dengan waktu pemeriksaan (T) yang telah dihitung dari review time period.
Target Stock Level = ( demand over T+LT ) + ( Safety Stock over T+LT )
= ( D * ( T + LT ) ) + ( Z * σ * )( LTT + )
2.13.4 Penghitungan Safety Stock
Seperti yang diutarakan pada subbab 2.2, safety stock atau stok pengaman
merupakan persediaan yang diadakan dalam mengantisipasi ketidakpastian persediaan
dan permintaan. Menurut Baroto (2002, p97), penggunaan safety stock tidak dapat
diterapkan pada semua item. Penggunaan safety stock haruslah tepat, sehingga tidak
48
terjadi stockout pada item yang permintaannya tinggi, dan biaya persediaan yang tinggi
terhadap item yang sulit terjual. Karena itu, permasalahan ini diselesaikan dengan
klasifikasi ABC, sehingga hanya item yang dianggap vital yang diberlakukan
penggunaan safety stock.
Rumus yang digunakan untuk perhitungan safety stock :
LTZSS **σ=
Dimana :
Z = Nilai yang didapatkan berdasarkan service level yang ditetapkan
σ = Standar Deviasi
LT = lead time = waktu pengiriman
Tabel 2.8 Tabel Nilai Z
Sumber: Waters (1992, p155)
Z Percentage of cycles with shortages (%)
Cycle service level (%)
0,00 50,0 50,0 0,84 20,0 80,0 1,00 15,9 84,1 1,04 15,0 85,0 1,28 10,0 90,0 1,48 7,0 93,0 1,64 5,0 95,0 1,88 3,0 97,0 2,00 2,3 97,7 2,33 1,0 99,0 2,58 0,5 99,5 3,00 0,1 99,9
49
2.13 Sistem Informasi
2.13.1 Pengertian Sistem
Menurut McLeod (2001, p11) sistem merupakan sekelompok elemen yang
terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. Contoh suatu
organisasi atau bidang fungsional cocok untuk menggambarkan ini, dimana organisasi
terdiri dari bidang-bidang fungsional yang semuanya mengacu pada tercapainya tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.
Sistem ini sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu sistem terbuka dan sistem
tertutup. Suatu sistem yang dihubungkan dengan lingkungannya melalui arus sumber
daya disebut sistem terbuka, sedangkan jika sistem tidak lagi dihubungkan dengan
lingkungannya maka ini disebut sistem tertutup.
Menurut O’Brien (2003, p8) sistem adalah sebuah kelompok yang terintegrasi
dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama dengan menerima masukan (inputs)
dan menghasilkan keluaran (outputs) dalam sebuah proses transformasi yang terorganisir
dengan baik.
Sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut pola yang terpadu
untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan atau mencapai tujuan tertentu dari
perusahaan.
Model dasar dari sistem ialah sebagai berikut:
a. Input
Merupakan sekumpulan data baik dari dalam organisasi maupun dari luar
organisasi yang akan digunakan dalam proses sistem informasi.
50
b. Process
Merupakan kegiatan konversi, manipulasi, dan analisis dari data input menjadi
lebih berarti bagi manusia.
c. Output
Merupakan proses mendistribusikan informasi kepada orang atau kegiatan
yang memerlukannya.
d. Feedback
Merupakan output yang dikembalikan kepada orang-orang dalam organisasi
untuk membantu mengevaluasi input.
e. Subsistem
Merupakan sebagian dari sistem yang mempunyai fungsi khusus. Masing-
masing subsistem itu sendiri mempunyai komponen input, process, output, dan
feedback.
Sistem terdiri dari elemen-elemen yang menunjang terbentuknya sistem itu
sendiri yaitu input, proses transformasi, output. Dimana elemen umpan balik (feedback)
terkadang digunakan untuk menampung informasi dari output system dan memberikan
kepada sistem sebagai input baru.
2.13.2 Pengertian Informasi
McLeod (2001, p12) berpendapat informasi adalah data yang telah diproses
atau data yang memiliki arti. Sedangkan menurut O’Brien (2004, p13) informasi adalah
data yang telah dikonversikan menjadi konteks yang berarti dan berguna bagi pemakai
tertentu.
Terdapat empat dimensi informasi menurut McLeod (2001, p145), yaitu :
51
• Ketepatan waktu
Informasi harus dapat tersedia untuk memcahkan masalah pada waktu yang
tepat sebelum situasi menjadi tidak terkendali atau kesempatan yang ada
menghilang.
• Kelengkapan
Perusahaan khususnya manajer harus dapat memperoleh informasi yang
memberi gambaran lengkap dari suatu permasalahan atau penyelesaian. Namun
pemberian informasi yang tidak berguna secara berlebihan harus dihindari.
• Akurasi
Secara ideal, semua informasi harus akurat untuk menunjang terbentuknya
system yang akurat pula. Akurasi ini terutama diperlukan dalam aplikasi-
aplikasi tertentu seperti aplikasi yang melibatkan keuangan, semakin teliti
informasi yang diinginkan maka biaya pun semakin bertambah.
• Relevansi
Informasi disebut relevan jika informasi tersebut berkaitan langsung dengan
masalah yang sedang dihadapi. Manajer harus mampu memilih informasi yang
diperlukan.
2.13.3 Pengertian Sistem Informasi
Menurut O’Brien (2003, p7), sebuah sistem informasi dapat berupa kombinasi
teratur dari orang, hardware, software, jaringan komunikasi dan sumber data yang
mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi di dalam suatu organisasi.
Menurut Laudon (2003, p7), sistem informasi adalah sebuah kumpulan dari
komponen-komponen yang saling berhubungan yang mengumpulkan (atau mengambil
52
kembali), mengolah, menyimpan dan mendistribusikan informasi untuk mendukung
pengambilan keputusan, koordinasi dan pengendalian di dalam sebuah organisasi.
Jadi sistem informasi adalah elemen-elemen yang saling berkaitan dengan
menggunakan sumber daya untuk mengolah masukan berupa data menjadi keluaran
berupa informasi, sehingga berguna bagi pihak yang membutuhkannya.
2.14 Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Object-Oriented Analysis and Design (OOAD) adalah metode untuk
menganalisa dan merancang sistem dengan pendekatan berorientasi object (Mathiassen
et al, 2000, p135). Object diartikan sebagai suatu entitas yang memiliki identitas, state
dan behavior (mathiassen et al, 2000, p4). Pada analisa, identitas sebuah object
menjelaskan bagaimana seorang user membedakannya dari object lain, dan behavior
object digambarkan melalui event yang dilakukannya. Sedangkan pada perancangan,
identitas sebuah object digambarkan dengan cara bagaimana object lain mengenalinya
sehingga dapat diakses, dan behavior object digambarkan dengan operation yang dapat
dilakukan object tersebut yang dapat mempengaruhi object lain dalam sistem.
2.14.1 Objek dan Class
Objek merupakan sebuah entitas yang memiliki identitas, status, dan perilaku
(Mathiassen et al., 2000,p4). Contoh dari objek misalnya pelanggan yang merupakan
entitas dengan identitas yang spesifik, dan memiliki status dan perilaku tertentu yang
berbeda antara satu pelanggan dengan pelanggan yang lain. Sedangkan class merupakan
deskripsi dari kumpulan objek yang memiliki struktur, pola perilaku, dan atribut yang
sama (Mathiassen et al., 2000,p4). Untuk dapat lebih memahami objek, biasanya objek-
objek tersebut sering digambarkan dalam bentuk class.
53
2.14.2 Konsep Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Terdapat tiga buah konsep atau teknik dasar dalam proses analisa dan
perancangan berorientasi objek, yaitu:
1. Encapsulation
Encapsulation dalam bahasa pemrograman berorientasi objek secara sederhana
berarti pengelompokkan fungsi. Pengelompokkan ini bertujuan agar developer
tidak perlu membuat coding untuk fungsi yang sama, melainkan hanya perlu
memanggil fungsi yang telah dibuat sebelumnya.
2. Inheritance
Inheritance dalam bahasa pemrograman berorientasi objek secara sederhana
berarti menciptakan sebuah class baru yang memiliki sifat-sifat dan
karakteristik-karakteristik sama dengan yang dimiliki class induknya
disamping sifat-sifat dan karakteristik-karakteristk individualnya.
3. Polymorphism
Polymorphism berarti kemampuan dari tipe objek yang berbeda untuk
menyediakan atribut dan operasi yang sama dalam hal yang berbeda.
Polymorphism adalah hasil natural dari fakta bahwa objek dari tipe yang
berbeda atau bahkan dari sub-tipe yang berbeda dapat menggunakan atribut
dan operasi yang sama.
2.14.3 Keuntungan dan Kelemahan Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Mathiassen et al. (2000, p5-6) menyebutkan bahwa terdapat keuntungan
menggunakan OOAD diantaranya adalah:
1. OOAD memberikan informasi yang jelas mengenai context sistem.
54
2. Dapat menangani data yang seragam dalam jumlah yang besar dan
mendistribusikannya ke seluruh bagian organisasi.
3. Berhubungan erat dengan analisa berorientasi objek, perancangan
berorientasi objek, user interface berorientasi objek, dan pemrograman
berorientasi objek.
Selain keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan OOAD seperti yang
telah disebutkan di atas, ternyata juga terdapat beberapa kelemahan yang berhasil
diidentifikasi oleh McLeod (2001, p615) yaitu:
1. Diperlukan waktu lama untuk memperoleh pengalaman pengembangan.
2. Kesulitan metodologi untuk menjelaskan sistem bisnis yang rumit.
3. Kurangnya pilihan peralatan pengembangan yang khusus disesuaikan untuk
sistem bisnis.
2.14.4 Aktivitas Utama Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Mathiassen et al. (2000, p14-15) menjelaskan empat buah aktivitas utama
dalam analisa dan perancangan berorientasi objek yang digambarkan dalam Gambar 2.7
berikut ini.
55
Sumber: Mathiassen et al (2000, p15)
Gambar 2.7 Aktivitas Utama dalam OOAD menurut
Berikut ini merupakan penjelasan lebih rinci mengenai keempat aktivitas
utama dalam melakukan analisa dan perancangan berorintasi objek menurut Mathiassen
et al. (2000, pp14-15):
1. Analisis Problem Domain
Problem domain merupakan bagian dari situasi yang diatur, diawasi, dan
dikendalikan oleh sistem. Tujuan melakukan analisis problem domain adalah
mengidentifikasi dan memodelkan problem domain. Analisis problem
domain terbagi menjadi tiga aktivitas yang digambarkan dalam Gambar 2.8,
yaitu:
a. Memilih objek, class, dan event yang akan menjadi elemen model
problem domain.
b. Membangun model dengan memusatkan perhatian pada relasi
struktural antara class dan objek.
56
c. Mendeskripsikan properti dinamis dan atribut untuk setiap class.
Sumber : Mathiassen et al (2000, p46)
Gambar 2.8 Aktivitas Analisis Problem Domain
Pada aktivitas classes, langkah awal yang perlu dilakukan adalah
menentukan class. Langkah berikutnya adalah membuat sebuah event table
yang dapat membantu menentukan event-event yang dimiliki oleh setiap.
Pada aktivitas structure, class-class yang telah ditentukan sebelumnya akan
dihubungkan berdasarkan tiga jenis hubungan yaitu generalisasi, agregasi,
atau asosiasi sehingga menjadi sebuah skema yang disebut class diagram.
Dalam aktivitas behavior, definisi class dalam class diagram akan diperluas
dengan menambahkan deskripsi pola perilaku dan atribut dari masing-masing
class. Pola perilaku dari class terdiri dari tiga jenis, yaitu:
• Sequence
Merupakan event yang terjadi secara berurutan satu per satu.
• Selection
Merupakan pemilihan salah satu dari beberapa event yang terjadi.
• Iteration
Merupakan event yang terjadi berulang kali.
57
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah statechart diagram yang menunjukkan
perubahan status dari masing-masing class yang dikarenakan oleh event
tertentu mulai dari initial state sampai dengan final state.
2. Analisis Application Domain
Menurut Mathiassen, et al (2000, p115) application-domain adalah
organisasi yang mengatur, memonitor atau mengendalikan problem-domain.
Analisis application-domain memfokuskan bagaimana target dalam sistem
akan digunakan dengan menentukan function dan interface sistem. Sama
seperti analisis problem domain, analisis application domain juga terdiri
dari beberapa aktivitas antara lain:
a. Menentukan penggunaan sistem dan bagaimana sistem berinteraksi
dengan user.
b. Menentukan fungsi dan kemampuan sistem dalam mengolah
informasi.
c. Menentukan kebutuhan interface sistem dan merancang interface.
Berikut ini merupakan gambaran aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada saat
melakukan analisis application domain.
Sumber: Mathiassen et al (2000, p117)
Gambar 2.9 Aktivitas Analisis Application Domain
58
• Usage
Menurut Mathiassen, et al (2000, p119-120) kegiatan usage adalah
kegiatan pertama dalam analisis application-domain yang bertujuan
untuk menentukan bagaimana aktor-aktor yang merupakan pengguna
atau sistem yang berinteraksi dengan sistem yang dituju. Interaksi
antara aktor dengan sistem tersebut dinyatakan dalam use case
diagram.
Use case dapat dimulai oleh aktor atau oleh sistem target. Hasil dari
analisis kegiatan usage ini adalah deskripsi lengkap dari semua use
case dan aktor yang ada yang digambarkan dalam tabel aktor atau use
case diagram. Cara untuk mengidentifikasi aktor adalah mengetahui
alasan aktor menggunakan sistem. Masing-masing aktor memiliki
alasan yang berbeda untuk menggunakan sistem. Cara lainnya yaitu
dengan melihat peran dari aktor seperti yang dinyatakan oleh use case
dimana aktor tersebut terlibat. Masing-masing aktor memiliki peran
yang berbeda-beda.
Use case dapat digambarkan dengan menggunakan spesifikasi use
case, dimana use case dijelaskan secara singkat namun jelas dan
dapat disertai dengan keterangan objek sistem yang terlibat dan
function dari use case tersebut atau dengan diagram statechart karena
use case adalah sebuah fenomena yang dinamik
59
• Function
Menurut Mahiassen, et al (2000, p137-138). Function memfokuskan
pada bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu aktor dalam
melaksanakan pekerjaan mereka. Function memiliki empat tipe yang
berbeda, yaitu:
1. Update
Fungsi update diaktifkan oleh event problem domain dan
menghasilkan perubahan status model.
2. Signal
Fungsi signal diaktifkan oleh perubahan status model dan
menghasilkan reaksi di dalam context.
3. Read
Fungsi read diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan
menghasilkan tampilan model sistem yang relevan.
4. Compute
Fungsi compute diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi
dan berisi perhitungan yang dilakukan baik oleh actor maupun
oleh model. Hasilnya adalah tampilan dari hasil perhitungan yang
dilakukan.
Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan kemampuan
sistem memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah
daftar function-function yang merinci function-function yang
kompleks. Daftar function harus lengkap menyatakan secara
60
keseluruhan kebutuhan kolektif dari pelanggan dan aktor sehingga
harus konsisten dengan use case.
Cara untuk mengidentifikasi function adalah dengan melihat deskripsi
problem domain yang dinyatakan dalam kelas dan event, dan melihat
deskripsi application domain yang dinyatakan dalam use case. Kelas
dapat menyebabkan munculnya kebutuhan terhadap function update,
sementara usecase dapat menyebabkan munculnya segala macam tipe
function.
• User Interface
Menurut Mahiassen, et al (2000, p151-152). Interface
menghubungkan sistem dengan semua aktor yang berhubungan dalam
konteks. Ada dua jenis interface, yaitu: interface pengguna yang
menghubungkan pengguna dengan sistem dan interface sistem yang
menghubungkan sistem dengan sistem lainya.
Sebuah user interface yang baik harus dapat beradaptasi dengan
pekerjaan dan pemahaman user terhadap sistem. Kualitas interface
pengguna ditentukan oleh kegunaan atau usability interface tersebut
bagi pengguna.Usability bergantung pada siapa yang menggunakan
dan situasi pada saat sistem tersebut digunakan. Oleh sebab itu,
usability bukan sebuah ukuran yang pasti dan objektif.
Kegiatan analisis user interface ini berdasarkan pada hasil dari
kegiatan analisis lainnya, seperti model problem domain, kebutuhan
functional dan use case. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah
deskripsi elemen-elemen interface pengguna dan interface sistem
61
yang lengkap, dimana kelengkapan menunjukan pemenuhan
kebutuhan pengguna. Hasil ini harus dilengkapi dengan sebuah
diagram navigasi yang menyediakan sebuah ringkasan dari elemen-
elemen user interface dan perubahan antara elemen-elemen tersebut
(p159).
3. Architectural Design
Architectural design berfungsi sebagai kerangka kerja dalam aktivitas
pengembangan sistem dan menghasilkan struktur komponen dan proses
sistem. Tujuannya adalah untuk menstrukturisasi sebuah sistem yang
terkomputerisasi.
Tahap architectural design terdiri dari tiga aktivitas yaitu criteria, component
architecture, dan process architecture seperti yang digambarkan pada
Gambar 2.10
Sumber: Mathiassen et al (2000, p176)
Gambar 2.10 Aktivitas Architectural Design
Criterion merupakan properti yang diinginkan dari sebuah arsitektur. Tabel
2.9 menunjukkan criterion yang telah ditentukan oleh para peneliti untuk
menentukan kualitas dari sebuah software.
62
Tabel 2.9 Criteria untuk Menentukan Kualitas Software Sumber: Mathiassen (2000, p178)
Criterion Ukuran
Usable Kemampuan sistem beradaptasi dengan context organisasional dan teknikal
Secure Pencegahan akses ilegal terhadap data dan fasilitas Efficient Eksploitasi ekonomis dari fasilitas technical platform Correct Kesesuaian dengan kebutuhan Reliable Fungsi yang dijalankan secara tepat
Maintainable Biaya untuk mencari dan memperbaiki kerusakan sistem
Testable Biaya untuk menjamin bahwa sistem melakukan fungsinya
Flexible Biaya memodifikasi sistem Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk memahami sistem
Reusable Penggunaan bagian dari sistem ke dalam sistem lain yang berkaitan
Portable Biaya memindahkan sistem ke technical platform lain Interoperable Biaya pemasangan sistem dengan sistem lain
Mathiassen et al. (2000, pp179-182) menyebutkan bahwa kriteria usable,
flexible, dan comprehensible tergolong sebagai kriteria umum yang harus
dimiliki oleh sebuah sistem dan menentukan baik tidaknya suatu rancangan
sistem.
Component architecture adalah struktur sistem dari komponen-komponen
yang berkaitan. Dalam aktivitas ini, perlu ditentukan pola arsitektural yang
paling sesuai dengan model sistem. Pola-pola arsitektural tersebut antara lain:
• Layered Architecture Pattern
• Generic Architecture Pattern
• Client-Server Architecture Pattern
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah component diagram yang merupakan
class diagram yang dilengkapi dengan spesifikasi komponen yang kompleks.
63
Process architecture adalah sebuah struktur eksekusi sistem yang terdiri dari
proses-proses yang saling tergantung satu sama lain. Dalam aktivitas ini juga
perlu menentukan pola distribusi yang sesuai dengan model sistem. Pola-pola
distribusi yang ada antara lain:
• Centralized Pattern
• Distributed Pattern
• Decentralized Pattern
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah deployment diagram yang menunjukkan
processor dengan komponen program dan active objects.
4. Component Design
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p231) Component design bertujuan untuk
menentukan implementasi kebutuhan di dalam kerangka kerja arsitektural.
Kegiatan component design bermula dari spesifikasi arsitektural dan
kebutuhan sistem. Hasilnya adalah deskripsi mengenai komponen-
komponen yang saling berhubungan dengan sistem. Component design terdiri
dari tiga aktivitas, yaitu:
a. Model component
Menurut Mathiassen, et al (2000, p235) Model component adalah
bagian dari sistem yang mengimplementasikan model problem
domain. Konsep utama dalam desain komponen model adalah
struktur. Dalam aktivitas ini dihasilkan sebuah class diagram yang
telah direvisi.
64
b. Function component
Menurut Mathiassen, et al (2000, p251) komponen function adalah
bagian dari sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional.
Tujuan dari function komponen adalah memberikan akses bagi usr
interface dan komponen sistem lainnya ke model.
c. Connecting component
Merupakan desain hubungan antar komponen untuk memperoleh
rancangan yang fleksibel dan mudah dimengerti. Hasilnya adalah
class diagram yang berhubungan dengan komponen-komponen
sistem. Gambar 2.10 berikut ini menggambarkan aktivitas-aktivitas
yang terdapat dalam component design.
Sumber: Mathiassen (2000, p232)
Gambar 2.11 Aktivitas Component Design
2.15 Unified Modeling Language (UML)
2.15.1 Sejarah UML
Pada akhir tahun 80-an dan awal tahun 90-an, sudah banyak terdapat metode
pemodelan berorientasi objek yang digunakan pada industri-industri, diantaranya Booch
65
Method, Object Modeling Technique (OMT) yang diperkenalkan oleh James Rumbaugh,
dan Object-Oriented Software Engineering (OOSE) yang diperkenalkan oleh Ivar
Jacobson. Keberadaan berbagai metode tersebut justru menjadi masalah utama dalam
pengembangan sistem berorientasi objek, karena dengan banyaknya metode pemodelan
objek yang digunakan akan membatasi kemampuan untuk berbagi model antar proyek
dan antar tim pengembang. Hal tersebut disebabkan oleh berbedanya konsep masing-
masing metode pemodelan objek sehingga menghambat komunikasi antara anggota tim
dengan user yang berujung pada banyaknya kesalahan atau error pada proyek.
Dikarenakan masalah-masalah tersebut, maka diperlukanlah suatu standarisasi
penggunaan bahasa pemodelan.
Pada tahun 1994, Grady Booch dan James Rumbaugh bekerja sama dan
menyatukan metode pengembangan berorientasi objek mereka dengan tujuan untuk
menciptakan sebuah sistem pengembangan berorientasi objek yang standar. Pada tahun
1995 Ivar Jacobson ikut bergabung dengan mereka dan ketiganya memusatkan perhatian
untuk menciptakan sebuah bahasa pemodelan objek yang standar, bukan lagi
berkonsentrasi pada metode atau pendekatan berorientasi objek. Berdasarkan pemikiran
ketiga tokoh tersebut, maka akhirnya pada tahun 1997 bahasa pemodelan objek standar
Unified Modeling Language (UML) versi 1.0 mulai diperkenalkan kepada masyarakat
luas.
UML bukan merupakan metode untuk mengembangkan sistem, melainkan
hanya berupa notasi yang kemudian pada saat ini diterima dengan luas sebagai bahasa
pemodelan objek yang standar. Object Management Group (OMG) mengadopsi UML
pada bulan November 1997 dan sejak saat itu terus mengembangkannya berdasarkan
66
pada kebutuhan dunia industri. Pada tahun 2004, telah diluncurkan UML versi 1.4 dan
pada saat itu juga OMG telah mulai merencanakan pengembangan UML versi 2.0.
2.15.2 Notasi UML
Notasi (Mathiassen et al, 2000, p237) adalah bahasa textual dan graphical
untuk menggambarkan sebuah sistem dan konteksnya yang diformalisasikan secara
terpisah. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan komunikasi dan dokumentasi.
2.15.2.1 Class Diagram
Class Diagram menggambarkan struktur objek dari sistem. Class diagram
menunjukkan class objek yang membentuk sistem dan hubungan struktural diantara
class objek tersebut (Mathiassen et al., 2000, p336). Terdapat tiga jenis hubungan antar
class yang biasa digunakan dalam class diagram (Whitten et al., 2004, p455-459).
Ketiga jenis hubungan tersebut antara lain:
1. Asosiasi
Asosiasi merupakan hubungan statis antar dua objek atau class. Hubungan ini
menggambarkan apa yang perlu diketahui oleh sebuah class mengenai class
lainnya. Hubungan ini memungkinkan sebuah objek atau class mereferensikan
objek atau class lain dan saling mengirimkan pesan.
Gambar 2.12 Contoh Hubungan Asosiasi
2. Generalisasi (atau Spesialisasi)
Dalam hubungan generalisasi, terdapat dua jenis class, yaitu class supertype
dan class subtype. Class supertype atau class induk memiliki atribut dan
behavior yang umum dari hirarki tersebut. Class subtype atau class anak
67
memiliki atribut dan behavior yang unik dan juga memiliki atribut dan
behavior milik class induknya. Class induk merupakan generalisasi dari class
anaknya, sedangkan class anak merupakan spesialisai dari class induknya.
Gambar 2.13 Contoh Hubungan Generalisasi
3. Agregasi
Agregasi merupakan hubungan yang unik dimana sebuah objek merupakan
bagian dari objek lain. Hubungan agregasi tidak simetris dimana jika objek B
merupakan bagian dari objek A, namun objek A bukan merupakan bagian dari
objek B. Pada hubungan ini, objek yang menjadi bagian dari objek tertentu
tidak akan memiliki atribut atau behavior dari objek tersebut.
Gambar 2.14 Contoh Hubungan Agregasi
2.15.2.2 Statechart Diagram
Statechart Diagram digunakan untuk memodelkan perilaku dinamis dari
sebuah objek dalam sebuah class yang spesifik dan berisi state dan transition
(Mathiassen et al., 2000, p341). Statechart diagram mengilustrasikan siklus objek hidup
68
yaitu berbagai status yang dapat dimiliki objek dan event yang menyebabkan status
objek berubah menjadi status lain (Whitten et al., 2004, p700).
Statechart diagram dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut (Whitten et
al., 2004, p700):
1. Mengidentifikasi initial dan final state.
2. Mengidentifikasi status objek selama masa hidup objek tersebut.
3. Mengidentifikasi event pemicu perubahan status objek.
4. Mengidentifikasi jalur perubahan status.
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p425)
Gambar 2.15 Contoh Statechart Diagram
2.15.2.3 Use Case Diagram
Use Case Diagram menggambarkan interaksi antara sistem dan user (Whitten
et al., 2004, p441). Use case diagram mendeskripsikan secara grafis hubungan antara
actors dan use case (Mathiassen et al., 2000, p343). Penjelasan use case biasa
ditambahkan untuk menjelaskan langkah-langkah interaksi.
69
Library System
Visitor
Patron
Apply formembership
Search libraryinventory
Check out books
Sumber: Whitten et al. (2004, p282)
Gambar 2.16 Contoh Use Case Diagram
2.15.2.4 Sequence Diagram
Bennet et al. (2006, p253) mengemukakan bahwa sequence diagram
menunjukkan interaksi antar objek yang diatur berdasarkan urutan waktu. Sequence
diagram dapat digambarkan dalam berbagai level of detail yang berbeda untuk
memenuhi tujuan yang berbeda-beda pula dalam daur hidup pengembangan sistem.
Aplikasi sequence diagram yang paling umum adalah untuk menggambarkan interaksi
antar objek yang terjadi pada sebuah use case atau sebuah operation.
Bennet et al. (2006, pp253-254) menyatakan bahwa setiap sequence diagram
harus diberikan frame yang memiliki heading dengan menggunakan notasi sd yang
merupakan kependekan dari sequence diagram. Bennet et al. (2006, p270) juga
menyatakan bahwa terdapat beberapa notasi penulisan heading pada setiap frame yang
terdapat dalam sequence diagram, antara lain:
70
a. alt
Notasi alt merupakan kependekan dari alternatives yang menyatakan
bahwa terdapat beberapa buah alternatif jalur eksekusi untuk dijalankan.
b. opt
Notasi opt merupakan kependekan dari optional dimana frame yang
memiliki heading ini memiliki status pilihan yang akan dijalankan jika
syarat tertentu dipenuhi.
c. loop
Notasi loop menyatakan bahwa operation yang terdapat dalam frame
tersebut dijalankan secara berulang selama kondisi tertentu.
d. break
Notasi break mengindikasikan bahwa semua operation yang berada setelah
frame tersebut tidak dijalankan.
e. par
Merupakan kependekan dari parallel yang mengindikasikan bahwa
operation dalam frame tersebut dijalankan secara bersamaan.
f. seq
Notasi seq merupakan kependekan dari weak sequencing yang berarti
operation yang berasal dari lifeline yang berbeda dapat terjadi pada urutan
manapun.
g. strict
Notasi strict merupakan kependekan dari strict sequencing yang
menyatakan bahwa operation harus dilakukan secara berurutan.
71
h. neg
Notasi neg merupakan kependekan dari negative yang mendeskripsikan
operasi yang tidak valid.
i. critical
Frame yang memiliki heading critical menyatakan bahwa operasi-operasi
yang terdapat di dalamnya tidak memiliki sela yang kosong.
j. ignore
Notasi ini mengindikasikan bahwa tipe pesan atau parameter yang
dikirimkan dapat diabaikan dalam interaksi.
k. consider
Consider menyatakan pesan mana yang harus dipertimbangkan dalam
interaksi.
l. assert
Merupakan kependekan dari assertion yang menyatakan urutan pesan yang
valid.
m. ref
Notasi ref merupakan kependekan dari refer yang menyatakan bahwa
frame mereferensikan operation yang terdapat di dalamnya pada sebuah
sequence diagram tertentu.
72
Campaign Manager :Client
getName()
listCampaigns()
:Campaign
getCampaignDetails()
:Advert
loop [for all client’s campaigns]
listAdverts()
getAdvertDetails()loop [for all campaign’s adverts]
addNewAdverts()
AdvertnewAd:Advert
Sumber: Bennet et al. (2006, p254)
Gambar 2.17 Contoh Sequence Diagram
2.15.2.5 Navigation Diagram
Navigation Diagram merupakan statechart diagram khusus yang berfokus
pada user interface (Mathiassen et al., 2000, p344). Diagram ini menunjukkan window-
window dan transisi diantara window-window tersebut.
Sebuah window dapat digambarkan sebagai sebuah state. State ini memiliki
nama dan berisi gambar miniatur window. Transisi antar state dipicu oleh ditekannya
sebuah tombol yang menghubungkan dua window.
73
2.15.2.6 Component Diagram
Component Diagram merupakan diagram implementasi yang digunakan untuk
menggambarkan arsitektur fisik dari software sistem. Diagram ini dapat menunjukkan
bagaimana coding pemrograman terbagi menjadi komponen-komponen dan juga
menunjukkan ketergantungan antar komponen tersebut (Whitten et al., 2004, p442).
Sebuah komponen digambarkan dalam UML sebagai sebuah kotak dengan dua
kotak kecil di sebelah kirinya. Ketergantungan antar dua komponen menunjukkan
bagaimana kedua komponen tersebut saling berkomunikasi.
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p201)
Gambar 2.18 Contoh Component Diagram
2.15.2.7 Deployment Diagram
Deployment Diagram, sama seperti component diagram, juga merupakan
diagram implementasi yang menggambarkan arsitektur fisik sistem. Perbedaannya,
deployment diagram tidak hanya menggambarkan arsitektur fisik software saja,
74
melainkan software dan hardware. Diagram ini menggambarkan komponen software,
processor, dan peralatan lain yang melengkapi arsitektur sistem (Whitten et al., 2004,
p442). Menurut Mathiassen et al. (2000, p340), deployment diagram menunjukkan
konfigurasi sistem dalam bentuk processor dan objek yang terhubung dengan processor
tersebut.
Setiap kotak dalam deployment diagram menggambarkan sebuah node yang
menunjukkan sebuah hardware. Hardware dapat berupa PC, mainframe, printer, atau
bahkan sensor. Software yang terdapat di dalam node digambarkan dengan simbol
komponen. Garis yang menghubungkan node menunjukkan jalur komunikasi antar
device. Gambar 2.18 berikut ini menunjukkan sebuah contoh deployment diagram.
:Client
UserInterface
SystemInterface
Function
Model
:Server
SystemInterface
more clients
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p217)
Gambar 2.19 Contoh Deployment Diagram