2. Pola Tanam -2.pptx

61
3. DASAR PENYUSUNAN POLA TANAM Dr. Agr. Eko Setiawan, SP., M.Si. Program Studi Agroekoteknologi Universitas Trunojoyo Madura

Transcript of 2. Pola Tanam -2.pptx

PowerPoint Presentation

3. Dasar penyusunan pola tanamDr. Agr. Eko Setiawan, SP., M.Si.Program Studi AgroekoteknologiUniversitas Trunojoyo MaduraPola tanam yang ada di negara tropis seperti Indonesia sangatlah kompleks.

Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan atau ciri yang khas dari suatu daerah ke daerah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pola bertanam dapat dilakukan pada berbagai tipe iklim dan tanah dan dipengaruhi juga oleh faktor manusianya yang menyangkut aspek budaya, agama, sosial ekonomi masyarakat serta kebijakan pemerintah yang berlaku.Untuk mempelajari fenomena yang ada tersebut, perlu diketahui dasar dari terjadinya suatu pola tanam.

Pada kasus ini, lebih mengarah pada pengerian dan pembahasan tentang faktor fisik, yang meliputi iklim dan tanah. Tentunya diperlukan juga pengetahuan tentang tanamanya sendiri yang dikaitkan dengan ilmu Ekologi, Morfologi, Fisiologi, Agroklimatologi dan ilmu lain yang berkaitan dengan ilmu pertanian umumnya, sehingga penggunaan atau penyusunan suatu pola bertanam benar-benar dapat difahami.Curah HujanCurah hujan pada suatu daerah penting sekali diketahui dalam hubungannya dengan pertanaman. Di daerah tropis, curah hujan selalu berhubungan dengan sistem pertanian dan problem penyediaan air. Pada keadaan curah hujan yang cukup tinggi, adanya bulan kering menjadi sangat penting karena mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman. Curah hujan mempengaruhi fase pertumbuhan dalam hal ini lamanya fase vegetatif, reproduktif dan pemasakan suatu tanaman. Sebaliknya, bulan kering yang panjang perlu diketahui juga karena dapat digunakan sebagai dasar pemilihan tanaman dalam suatu pola tanam.

Masalah yang berkaitan dengan curah hujan adalah : (1) curah hujan bulanan, (2) intensitas dan kegunaan hujan, (3) variabilitas dan (4) evapotranspirasi.

(1). Curah hujan bulanan

Di Indonesia, yang terdiri atas dua musim, yaitu musim musim penghujan dan musim kemarau, terdapat banyak variasi antara jumlah dan distribusi hujan dalam satu tahun. Menurut Oldeman (1975), Pulau Jawa dibedakan menjadi 8 unit wilayah agroklimat dimana tiap unit mewakili suatu sistem pola bertanam yang waktu ini sedang berlaku atau mencerminkan potensi wilayahnya.

Penyusunan wilayah pengembangan pertanian, wilayah agroklimat menjadi 2 wilayah :Wilayah iklim basah :A : lebih dari 9 bulan basah secara berturut-turut B1 : 7 atau 9 bulan basah secara berturut-turut dan kurang dari 2 bulan kering.B2 : 7 atau 9 bulan secara berturut-turut dan 2,3, atau 4 bulan kering.C2 : 5 atau 6 bulan basah secara berturut-turut dan 2, 3, atau 4 bulan kering.

Wilayah Iklim KeringC3 : 5 atau 6 bulan basah berturut-turut dan 5 atau 6 bulan kering.D2 : 3 atau 4 bulan basah secara berturut-turut dan 2, 3 : 3 atau 4 bulan basah secara berturut-turut dan 2, 3 atau 4 bulan kering.D3 : 3 atau 4 bulan basah secara berturut-turut dan 5 bulan kering.E : kurang dari 3 bulan basah secara berturut-turut dan 5 bulan kering.

Dimana bulan basah berarti curah hujan lebih dari 200 mm per bulan bulan dan bulan kering berarti curah hujan kurang dari 200 mm per bulan. Dari peta agroklimat Jawa Timur, pola penyebaran curah hujan di Jawa Timur mempunyai ciri :Banyak terdapat area kurang dari 7 bulan basah. Daerah yang mempunyai curah hujan lebih dari dari 7 bulan hanya pada dataran tinggi.Terdapat iklim yang sangat kering di sepanjang pantai Utara, tetapi karena wilayah ini merupakan dataran Aluvial dan masih dalam jangkauan/kawasan aliran sungai dapat pula menjadi areal yang produktif dan berpengairan teknis.Musim hujan menjadi lebih pendek dan musim kering menjadi lebih panjang apabila bergerak dari wilayah Barat ke Timur.Adanya deretan pegunungan dengan puncak-puncak tinggi, misalnya G. Semeru 3676 m, menimbulkan sistem sirkulasi udara secara lokal. Hal menimbulkan banyak variasi pola hujan secara lokal/regional.Fenomena yang lain, suasana yang dingin pada malam hari di musim kemarau sebagai pengaruh musim dingin (winter) di Australia.Jawa Timur umumnya mempunyai curah hujan tahunan sekitar 1800 mm setiap tahunnya dan didominasi oleh 4 zona agroklimat, C2, C3, D3 dan E. Curah hujan ini erat dengan ketersediaan air, permeabilitas, rentan kelengasan, hidrologi dan tingkat pertumbuhan dan tumpang gilir tanaman. Di Jawa Timur, musim pengujan yang rata-rata mempunyai hujan bulanan lebih dari 200 mm adalah bulan Desember sampai Maret, sedang musim kering dari Juli sampai Oktober. Bulan paling basah, sekitar 300 mm per bulan, pada Januari dan Februari, dan paling kering pada Agustus dan September.

(2). Intensitas dan kegunaan HujanDi daerah tropis, proporsi curah hujan yang tinggi biasanya diiringi dengan angin yang kencang. Karakteristik ini penting diketahui dalam hubungannya dengan erosi tanah dan kegunaan hujan itu sendiri. Kegunaan hujan dalam pola tanam adalah sampai seberapa air yang masuk ke dalam tanah dan keberadaannya dalam lingkungan perakaran. Kenyataannya, kegunaan hujan lebih rendah dibandingkan dengan curah hujan yang jatuh di permukaan tanah. Hal ini disebabkan beberapa hal, diantaranya: adanya perkolasi, aliran permukaan (run off), evaporasi, dan kapasitas pemegangan air tanah yang rendah.Kesemua faktor tersebut diatas mempengaruhi pola bertanam dan pengelolaan tanaman.

sebagai contoh, tanaman padi gogo rancah ditanam saat awal musim hujan; tanaman padi sawah ditanam saat curah hujan sudah cukup tinggi; tanaman kentang dapat ditanam mulai saat pertama hujan turun sampai berakhirnya musim hujan.

(3).VariabilitasDi daerah dengan pola hujan yang musiman, variabilitas dan kenyataan awal serta berakhirnya hujan, sangat penting untuk menentukan saat penanaman dan varietas (umur tanaman) yang digunakan. Konsep dasar kapan dimulainya saat penanaman atau kapan dimulainya suatu pola tanam, ditunjukkan bila:Curah hujan 5 mm pada permukaan tanah sampai kapasitas lapang.Tidak terjadi kelembaban nol selama 10 hari setelah awal saat jatuhnya hujan.

(4).EvapotranspirasiEvapotranspirasi potensial lebih konstans dari tahun ke tahun daripada curah hujan tahunan, karena variasi yang kecil pada radiasi matahari.

Curah hujan dan evapotranspirasi menentukan ketersediaan air yang merupakan faktor utama dalam pola tanam di daerah tropis.Pola bertanam, pada kenyataannya juga mempengaruhi evapotranspirasi aktual akibat beberapa komponen yang berbeda dari sistem pertanaman, rasio evaporasi tanah / transpirasi tanaman dan konsumsi penggunaan air.

Konsumsi penggunaan air sama dengan evaporasi air tanah dan transpirasi kanopi tanaman selama periode pertumbuhan tanaman.Apabila permukaan lahan tidak tertutupi oleh pertanaman, maka akan terjadi percepatan evaporasi yang tinggi, khususnya selama periode dengan intensitas radiasi matahari yang tinggi dan angin yang kencang.

Penutupan permukaan tanah oleh pertanaman akan mengurangi evaporasi tanah. Rasio dari transpirasi tanaman/evaporasi tanah adalah fungsi dari luas daun, yang mana tergantung pada pola tanamnya.

Apabila rasionya meningkat, efisiensi penggunaan air bertambah dan kondisi pertanaman berkembang baik.Radiasi Matahari Matahari merupakan sumber energi bagi kehidupan di bumi.

Radiasi matahari mempengaruhi tanaman dalam pertumbuhannya misalnya dalam memproduksi makanan dan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi bijinya. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman umumnya dipengaruhi oleh lamanya dan intensitas penyinaran matahari.

Pertumbuhan yang terbanyak berlangsung pada malam hari (hari gelap) sedangkan produksi makanan di dalam tanaman terjadi selama penyinaran di siang hari.

Daerah tropika dicirikan dengan berlimpahnya energi radiasi matahari sepanjang tahun.

Namun perlu disadari bahwa hal tersebut belum tentu membawa manfaat yang sepadan, kalau ketersediaannya terkumpul pada suatu periode yang pendek dan penyebarannya tidak merata. Menurut Baradas (1979) energi matahari yang diterima di daerah tropis mungkin merupakan faktor pembatas.

Hal ini khususnya dalam musim hujan yang merupakan musim pertumbuhan tanaman pertanian dimana sering terdapat banyak awan.Menurut William and Joseph (1970) kira-kira hanya 2% saja dari energi matahari yang tersedia dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Dari radiasi total yang diterima oleh daun 50% dipakai untuk fotosintesa. Titik keseimbanqan antara fotosintesa dan respirasi jumlah radiasi matahari yang diperlukan sekitar 100-200 fc (0.015-0.03 cal/cm2/menit), khususnya untuk, daun-daun tanaman yang langsung terkena radiasi matahari. Tanaman yang termasuk golongan C3 supaya fotosintesa maksimum memerlukan 10-40% pencahayaan matahari penuh, sedangkan yang termasuk C4 memerlukan pencahayaan penuh.Penyinaran yang cukup dengan intensitas yang tinggi adalah perlu untuk pertumbuhan tanaman. Naungan yang terlampau banyak dan periode yang lama dari langit yang tertutup awan akan menyebabkan tangkai dengan daun-daun yang tumbuh kurang baik dan sering terjadi biii-biji tidak menjadi masak. Banyak tanaman akan berbunga lebih cepat atau lebih lambat tergantung dari penyinaran matahari. Di dalam rumah kaca (green house) dan tempat pembibitan tanaman, tanaman dipaksa untuk berbunga pada waktu-waktu yang dikehendaki dengan pengontrolan dari lama penyinaran dan intensitas cahaya.

Hutan akan merintangi 50-95% dari radiasi dan mencapai tanah yang tergantung dari kelebatannya. Hal ini menimbulkan pengaruh pada suhu udara, suhu tanah dan kadar air tanah di dalam hutan. Beberapa jenis tumbuhan hanya dapat hidup baik di tempat terbuka, beberapa jenis lainnya dapat mengatasi naungan, sedangkan beberapa jenis lagi memerlukan naungan untuk menyempurnakan siklus hidupnya.

Dalam budidaya tanaman di satu pihak naungan diadakan dengan sengaja pada jenis tanaman tertentu sedangkan di lain pihak naungan adalah sebagai akibat yang tak dapat dihindari dari sistem pertanaman tumpang sari.

Tanaman dapat dikelompokan menjadi dua menurut kejenuhan terhadap cahaya, yaitu spesies yang senang cahaya matahari dan spesies terlindung. Untuk spesies yang senang cahaya, tanaman tersebut akan mencapai kejenuhan cahaya sekitar 2500 fc (0.38 cal/cm2/menit), yang biasanya terjadi kira-kira pukul 10 sampai 14. Kecepatan fotosintesa daun kopi yang diukur di lapangan tercatat bahwa jumlah asimilasi harian daun di kebun kopi yang terlindung lebih besar daripada yang terkena sinar matahari langsung.

Panjang gelombang dari radiasi matahari yang diterima oleh tanaman, adalah antara 400 sampai 700 nm yang berguna untuk fotosintesis. Sinar ultraviolet, dan biru menghambat pertumbuhan tanaman sehingga pada malam hari tanaman lebih cepat tumbuh dibandingkan pada siang hari. Brooks (1959) mengemukakan kegunaan tiap band dari panjang gelombang oleh tanaman seperti tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Kegunaan tiap bend panjang gelombang dari radiasi matahari pada tanaman BandPanjang Gelombang, nmKegunaan bagi tanaman1> 1000Oleh tanaman diubah menjadi panas2700-1000Memanjangkan tanaman 3610-700Diabsorbsi khlorofil dengan sangat kuat4510-610Efektifitas fotosintesis rendah5400-510Absorbsi khlorofil sangat kuat6315-400Tanaman menjadi kuat, tebal7280-315Efek merusak tanaman 8< 280Cepat mematikan tanaman Sukardi dalam Wisnusubroto et.al. (1979), dalam penelitiannya tentang peranan beberapa unsur iklim dalam mengendalikan hasil padi di persawahan pasang-surut mendapatkan kesimpulan bahwa sampai batas tertentu perubahan lama penyinaran matahari yang diterima selama pertumbuhan tanaman padi diikuti secara teratur oleh perubahan hasil.Jika perkiraan bahwa lama penyinaran dalam musim kemarau relatif lebih panjang dari musim hujan dan suhu udara malam hari di musim kemarau lebih rendah dari musim hujan dimana suhu tinggi akan mempercepat respirasi dapat diterima, berarti kalau faktor lain memungkinkan untuk tanaman padi maka bertanam padi di musim kemarau akan memberikan hasil lebih banyak daripada musim hujan.

Allard dan Garner (dalam Manan dkk, 1980) membagi tanaman atas dasar responnya terhadap panjang hari.

Tanaman hari pendek adalah tanaman yang hanya dapat berbunga dan berbuah dengan baik jika panjang hari kurang dari 12-14 jam. Termasuk golongan ini adalah kacang, bunga matahari, tembakau, kapas, mentimun, tomat, ubi jalar, arbei, kastuba, dan seruni.

Tanaman berhari panjang adalah tanaman yang dapat berbunga dan berbuah jika panjang hari lebih dari 12-14 jam. Termasuk tanaman hari panjang adalah lobak, selada, bit, kentang, kubis, wortel dan oat.

Tanaman yang tidak dipengaruhi oleh panjang hari disebut tanaman netral.Produksi tanaman sepanjang tahun biasanya lebih tinggi di daerah beriklim sedang. Tanah-tanah di daerah tropika lebih baik untuk tanaman dengan periode vegetatif panjang yang dapat menggunakan cahaya sampai batas maksimum, sehingga hasil panen tertinggi pada umumnya dapat dicapai oleh tanaman tebu, kelapa sawit atau kelapa.Sinar matahari secara tidak langsung dapat mempengaruhi penyakit karena mengurangi kelembaban udara, akan tetapi disamping itu radiasi matahari yang penuh dapat mematikan spora atau mengurangi perkecambahan dan pertumbuhan spora kebanyakan pathogen, diduga spektrum ultraviolet memegang peranan. Letak pertanaman pada lereng gunung mempunyai pengaruh terhadap penyakit. Pertanaman pada lereng Barat lambat menerima sinar matahari pagi, lebih lama dalam keadaan lambat, sehingga penyakit tumbuhan lebih berat. Hal ini nampak jelas pada penyakit cacar teh, yang kurang merugikan bagi kebun-kebun yang terletak pada lereng Timur (Semangun, 1979).

Suhu UdaraSetiap jenis tanaman tumbuh dengan baik dalam batas-batas suhu tertentu. Pertumbuhan berhenti dan tanaman menjadi rusak dan akhirnya mati di bawah suhu minimum dan di atas suhu maksimum tertentu. Suhu udara, suhu tanah dekat permukaan dan suhu tanaman bagian-bagian yang terkena radiasi matahari langsung pada siang hari lebih tinggi daripada malam hari. Pada siang hari yang cerah suhu permukaan daun dapat 100C lebih tinggi daripada suhu udara, sedangkan di malam hari dapat 6.5 0C lebih rendah (Yarwood dalam Semangun, 1979).Suhtu optimum untuk aktivitas metabolisme maksimum berbeda untuk setiap jenis tanaman, populasi dan individu dari setiap jenis.

Menurut Paruntu (1981) umumnya Iaju fotosintesis optimum pada tanaman C3 diperkirakan pada suhu 20-26C, sedangkan bagi tanaman C4 suhu tersebut Iebih tinggi yaitu 35-400C. Respon fotorespirasi dan respirasi gelap berbeda terhadap suhu. Laju fotorespirasi optimum berlangsung antara 30-35oC, sedangkan respirasi gelap optimum pada suhu 40-450C.Kebanyakan tanaman pertanian tumbuh di dalam keadaan perubahan suhu yang besar, siang hari yang panas dan malam hari yang dingin umumnya menguntungkan tanaman. Varietas tomat tertentu akan berbuah apabila suhu malam hari mendekati 180C. Suhu optimum untuk pembentukan umbi kentang berkisar 10-15 0C. Respon tanaman terhadap suhu dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yaitu tingkat kesuburan tanah, populasi tanaman, tipe tanah, suhu tanah dan kandungan air tanah. Kematangan tanaman akan terhambat dengan menurunnya kandungan air tanah di bawah kebutuhannya pada waktu pembentukan biji atau selama permulaan tumbuh walaupun jumlah panas yang dibutuhkan sudah mencukupi.Menurut Yarwood dalam Manan et.al., (1980) suhu diatas 30 0C merupakan faktor kritis untuk berbagai jenis tanaman bila senyawa-senyawa protein cenderung lepas atau enzim-enzim tidak dapat berfungsi. Jika suatu enzim tidak aktif, semua kegiatan metabolisme akan terhenti dan proses pertumbuhan dan perkembangan akan tertahan. Suhu tanaman yang tinggi akan mengakumulasi zat-zat beracun dalam sel tanaman sehingga merusak tanaman tersebut dan akan menurunkan produksi. Suhu udara seringkali merupakan faktor penentu terhadap perkembangan suatu penyakit tanaman.

Untuk penyakit tertentu diketahui bahwa suhu malam yang rendah mempengaruhi fisiologi tanaman, yang menyebabkan tanaman Iebih peka terhadap penyakit. Jika suhu malam Iebih rendah dari 20 0C, pada tanaman padi terjadi penyimpangan dalam fisiologisnya yang berhubungan dengan nitrogen dan karbohidrat yang menyebabkan tanaman Iebih peka terhadap Piricularia oryzae. Karena itu penyakit ini Iebih banyak terdapat pada tempat yang lebih tinggi (Semangun, 1979).Kebanyakan penyakit hanya merugikan pada tempat-tempat yang tinggi altitudenya. Suhu udara di suatu tempat dipengaruhi oleh altitude. Sampai sekarang belum jelas apakah suhu berpengaruh pada pathogen ataukah pada tanaman inangnya.

Penyakit tanaman yang merugikan di tempat yang tinggi adalah penyakit-penyakit tepung (powdery mildew), Piricularia oryzae, cacar teh dan jamur akar merah bata maupun jamur akar hitam pada teh. Untuk tempat-tempat yang rendah adalah penyakit bulai pada jagung, penyakit karat daun kopi, dan jamur akar merah pada teh.Suhu malam hari bersama-sama kelembaban dapat berpengaruh terhadap penyakit melalui pembentukan embun dan gutasi. Suhu udara dapat mempengaruhi panjang dari fase infektif, lama periode inkubasi, efek produksi dan derajat kerusakan dari tanaman inang. Menurut Varley dalam Sosromarsono (1979) panjang hari dan suhu udara berpengaruh penting pada kegiatan sistem endokrin yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan serta reproduksi serangga.

Kisaran suhu lingkungan yang optimal untuk ternak sekitar 18-24 0C. Makin tinggi suhu lingkungan makin meningkatkan suhu tubuh ternak dan pada gilirannya akan mempercepat proses metabolisme sehingga timbul efek sampingan berupa penimbunan panas yang harus dibuang. Namun pembuangan panas itu dapat berakibat merugikan (mengurangi) pertumbuhan clan hasil ternak. Makin sering dan berlangsung lama beban cekaman (stress) lingkungan terhadap ternak, makin merosot hasilnya.

Pada bulan Juli-September (pernah terjadi pada akhir Mei dan permulaan Nopember) di kebun-kebun teh Patuha dan Pengalengan pada ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut (dpl), sering terjadi ganguan embun beku (frost) pada tanaman teh dan kina. Embun beku ini terjadi pada bulan-bulan kering (kemarau) dimana pada siang hari radiasi matahari cepat memanaskan tanah sehingga suhunya tinggi dan pada malam hari permukaan tanah melepaskan radiasi (yang diperoleh siang hari) dengan cepat sehingga suhu tanah cepat menurun sampai di bawah 00C. Udara di atas permukaan tanah cepat menjadi dingin karena pengaruh permukaan tanah sehingga terjadi pengembunan yang kemudian menjadi es. Permukaan tanah (dalam perkebunan teh) sebenarnya adalah permukaan tajuk dari tanaman teh. Pada daun-daun teh yang muda lebih banyak yang terserang embun beku daripada daun tua karena daun yang muda banyak mengandung air dan dinding selnya belum kuat seperti daun tua.Pada perkebunan teh terjadinya embun beku pada 1.25 m dari permukaan tanah, yaitu sekitar tajuk daerah pemetikan teh. Dilaporkan juga di dataran tinggi Dieng dan Ijen terjadi embun beku. Gangguan ini terdapat di lembah-lembah karena disini udara dingin mengumpul, sedangkan di tempat-tempat miring meskipun letaknya lebih tinggi tidak mendapat gangguan embun beku.Menurut Bosscha (Ditomo, 1973) kerusakan yang disebabkan embun beku pada tanaman teh tidak terletak pada persoalan membekunya air sel (freezing) akan tetapi karena melelehnya (thawing) yang cepat, yang mengakibatkan dinding sel tanaman menjadi pecah.TERIMA KASIHSAMPAI KETEMU MINGGU DEPANSELAMAT BELAJAR