19 Aspirasi tanpa Anarki fileketidakadilan,” cerita Agung Ardhi Putra, saat berbincang dengan Move...

1
Ada yang menyebut mereka agen perubahan, lokomotif gerakan, atau pengontrol sosial. Apa pun itu, tujuan mereka sama, bersuara untuk bangsa. Mahasiswa menaruh bunga untuk solidaritas terhadap Sondang Hutagalung, korban bakar diri di Jakarta, beberapa waktu lalu. MI/GRANDYOS ZAFNA SEANDAINYA didaulat menjadi duta ODHA, Syelly, mahasiswi London School of Public Relations, Jakarta, akan mengadakan beberapa program. Pertama, seminar AIDS bersama duta atau dokter, yang memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang seluk beluk penyakit AIDS, termasuk cara menghindarinya. Supaya acara lebih seru, ada juga pameran karya musik dan seni rupa dari ODHA, supaya masyarakat tahu bahwa ODHA juga bisa berprestasi. Dengan mengubah persepsi, mudah-mudah perlakuan masyarakat juga akan berubah. Selamat, Syelly! Buat Sahabat Move yang lain, ikuti Move Quiz edisi berikutnya, ya. Berani terima tantangan dan tetap kreatif. (*/M-6) 19 MINGGU, 18 DESEMBER 2011 DOK. PRIBADI DOK. PRIBADI HOW TO ? Mahasiswa melakukan aksi damai di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK). ANTARA/FIKRI ADIN Fun AIDS Seminar ALAM itu, suasana di salah satu titik menuju Istana Merdeka, Ja- karta, tampak syahdu. Sekitar 100 mahasiswa dan aktivis berkumpul menggelar renungan malam, ditemani nyala lilin yang disebar di pinggir jalan. Malam 1.000 Lilin, Tribute to Sondang, yang digelar Senin (12/12) malam, merupa- kan kegiatan yang digagas presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dalam rangka mengenang maha- siswa Universitas Bung Karno, Sondang Hutagalung, yang melakukan aksi bakar diri di lokasi yang sama, 7 Desember lalu. Apa yang dilakukan Sondang kembali mengingatkan kita kepada rangkaian aksi mahasiswa yang pernah terjadi di bangsa ini. Atas nama inspirasi, mahasiswa beraksi. Dari memberikan bunga, menyampaikan selebar- an berisi pesan damai, hingga berunjuk rasa besar-besaran di depan institusi pendidikan atau pemerintah. Ada yang berhasil, ada pula yang berujung pada aksi anarkistis semata. “Kita demo karena merasakan adanya ketidakadilan,” cerita Agung Ardhi Putra, saat berbincang dengan Move pada kesem- patan terpisah. Agung dan kawan-kawannya pun baru saja menggelar demo terkait dugaan korupsi yang dilakukan rektor kampusnya. Keputusan mahasiswa untuk berunjuk rasa tidak muncul begitu saja. Beberapa ta- hap telah mereka adakan sekitar satu bulan sebelum turun ke jalan. Itu bermula dari penyelidikan dari tiap-tiap fakultas terhadap kegelisahan yang dihadapi, kemudian meng- gabungkan hasil tiap temuan, hingga tatap muka dengan pihak kampus. “Turun (demonstrasi) ialah pilihan terakhir kalau tidak ada tindak lanjut dari langkah sebelumnya yang telah kita tempuh,” tutur mahasiswa psikologi angkatan 2010 ini. Agung menambahkan, perhatian pihak otoritas kampus kadang lebih mudah dida- pat lewat unjuk rasa sekitar 700 mahasiswa, daripada sekadar diskusi. Tetap cerdas Sebagai kaum pelajar tertinggi, tentu saja aksi yang dilakukan mahasiswa ini tidak dilakukan tanpa alasan yang jelas. Twedy Noviady Ginting, ketua presidium GMNI, menyebutkan demonstrasi mahasiswa seba- gai bentuk gerakan moral. “Mahasiswa harus kritis karena kita berperan sebagai kontrol sosial kepada gerakan pemerintah terhadap masyarakat,” kata Twedy. Oleh sebab itu, aspirasi itu harus disampai- kan dengan cerdas agar mampu menjangkau target yang dituju. “Yang paling penting itu persatuan. Kalau merasa tidak didengar, kumpulkan lebih banyak massa, bukan ber- laku anarkistis,” ungkap lulusan Universitas Padjadjaran, Bandung, ini. Twedy juga menyayangkan adanya demon- strasi yang diikuti kekerasan. Ia menyebut- nya overlapping, atau keadaan yang terjadi akibat koordinator gerakan tidak berhasil mengontrol massanya dengan baik. “Kalau anarkistis, yang kita rusak toh fasilitasi yang dibeli dari uang rakyat juga,” ujarnya saat ditemui dalam malam Tribute to Sondang. Pada kesempatan berbeda, aktivis Universi- tas Katolik Soegijapranata Semarang, Ariehta Eleison Sembiring, menjelaskan mahasiswa sebetulnya memiliki banyak jalan untuk mem- bawa perubahan, tanpa harus melahirkan kericuhan di tengah-tengah masyarakat. Ari mencontohkan betapa prestasi di tingkat olimpiade, kompetisi internasional, atau gerakan mengajar ke desa-desa yang sudah banyak dilakukan generasi muda telah menjadi sumbangsih yang lebih bermakna bagi bangsa kita. “Intelektual juga harus mengakar ke masyarakat, baru bisa tercipta perubahan,” terangnya. Perilaku remaja Menurut Pingkan Rumondor, motivasi mahasiswa dalam berdemo merupakan sikap yang wajar dimiliki remaja. “Fenomena ini terkait dengan konsep konformitas, atau sebuah proses ketika tingkah laku seseorang terpengaruh oleh orang lain dalam suatu kelompok, atau ikut-ikutan,” ucap dosen psikologi Universitas Bina Nusantara ini. Dengan kata lain, para remaja belum memi- liki jati diri yang kuat sehingga mudah terpengaruh. Terkait dengan hal tersebut, Pingkan mengajak para orangtua dan masyarakat memberikan lebih banyak kesempatan ke- pada remaja untuk menyampaikan pendapat. Lewat itu, remaja punya kesempatan untuk mengenal dirinya dengan lebih baik. “Jika sudah punya identitas diri yang jelas, ia akan lebih kritis dan tidak melakukan demonstrasi yang anarkistis,” tutur Pingkan. (M-6) OPINI MUDA HERVINNY WONGSO Suara Kaum Intelek MENURUTKU, kebebasan berkumpul termasuk menyampaikan pendapat itu memang menjadi hak setiap orang, karena juga telah dilindungi oleh Undang-Undang Dasar. Nah, demonstrasi merupakan re- fleksi dari kebebasan menyampaikan aspi- rasi. Kalau tidak mengganggu ketertiban, demonstrasi sah-sah saja. Saya sendiri enggak pernah ikut demo karena selama ini semua masalah masih bisa diselesaikan lewat musyawarah. Daripada berdemo, lebih baik kita coba berdialog saja, supaya semua orang mendapat kesempatan yang sama untuk berbicara. Vanisa Ayu Hardianti SMAN 36 Jakarta AKU mendukung demonstrasi karena aspirasi memang harus selalu disam- paikan. Tapi kalau sudah merugikan ke- pentingan umum dan masyarakat, tentu aku tidak setuju. Daripada mengganggu orang lain, lebih baik kita menyampai- kan aspirasi lewat jalan lain, dengan membuat karya film atau musik terkait isu yang diangkat. Misalnya kalau bikin film, pesan yang kita ingin sampaikan juga bisa dinikmati oleh banyak pihak, bahkan diulang-ulang. Dengan begitu, kita juga telah mengambil peran untuk menyampaikan aspirasi. Hudharto Hariseno Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Aspirasi Aspirasi tanpa tanpa Anarki Anarki SETIAP masyarakat punya hak untuk menyampaikan pendapat. Demikian juga ketika mahasiswa ingin me- nyuarakan keinginan mereka. Nah, supaya suara kita bisa tercapai, dan energi kita dalam beraksi tidak terbuang percuma, ada beberapa hal yang sebaiknya kita perhatikan saat ingin bersuara. PESAN JELAS Sebagai kaum intelektual, mahasiswa tidak hanya bisa mengandalkan otot, tapi juga otak. Jadi, jika ingin ber- demonstrasi, kita harus menyepakati pesan dan tujuan yang ingin dicapai. Jangan sampai aspirasi yang kita sampaikan hanya lewat begitu saja karena pesan yang disampaikan kurang jelas. MENARIK Menarik tidak berarti anarkistis. Dengan massa yang ba- nyak, kita memang bisa menarik perhatian masyarakat atau pemerintah. Namun, kita juga harus bertanggung jawab dengan massa yang dibawa. Gunakan cara kreatif yang tidak merugikan kepentingan orang lain, supaya pesan kita bisa tersampaikan dengan baik. AKSI NYATA Tak hanya menyampaikan suara lewat teriakan dan poster protes, seorang yang ingin menjadi aktivis juga harus dekat dengan masyarakat. Misalnya dengan me- nyumbangkan pengetahuan dan kemampuan kita dalam kegiatan sukarela. Lewat hal ini, peran kita bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. (Rangkuman wawancara terpisah bersama Twedy Noviady Ginting, ketua presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, dan Ariehta Eleison Sembiring, aktivis Universitas Katolik Soegijopranata, Semarang) ANTARA/PRASETYO UTOMO Massa melakukan aksi damai di depan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Salemba, Jakarta, beberapa waktu lalu. AL sal Ist ka Sek da me malam, ditemani nyala M

Transcript of 19 Aspirasi tanpa Anarki fileketidakadilan,” cerita Agung Ardhi Putra, saat berbincang dengan Move...

Page 1: 19 Aspirasi tanpa Anarki fileketidakadilan,” cerita Agung Ardhi Putra, saat berbincang dengan Move pada kesem-patan terpisah. Agung dan kawan-kawannya pun baru saja menggelar demo

Ada yang menyebut mereka agen perubahan, lokomotif gerakan,

atau pengontrol sosial. Apa pun itu, tujuan mereka sama,

bersuara untuk bangsa.

Mahasiswa menaruh bunga untuk solidaritas terhadap Sondang Hutagalung, korban bakar diri di Jakarta, beberapa waktu lalu.

MI/GRANDYOS ZAFNA

SEANDAINYA didaulat menjadi duta ODHA, Syelly, mahasiswi London School of Public Relations, Jakarta, akan mengadakan beberapa program. Pertama, seminar AIDS bersama duta atau dokter, yang memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang seluk beluk penyakit AIDS, termasuk cara menghindarinya. Supaya acara lebih seru, ada juga pameran karya musik dan seni rupa dari ODHA, supaya masyarakat tahu bahwa ODHA juga bisa berprestasi. Dengan mengubah persepsi, mudah-mudah perlakuan masyarakat juga akan berubah. Selamat, Syelly!

Buat Sahabat Move yang lain, ikuti Move Quiz edisi berikutnya, ya. Berani terima tantangan dan tetap kreatif. (*/M-6)

19 MINGGU, 18 DESEMBER 2011

DOK. PRIBADIDOK. PRIBADI

HOW TO?

Mahasiswa melakukan aksi damai di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK).

ANTARA/FIKRI ADIN

Fun AIDS Seminar

ALAM itu, suasana di salah satu titik menuju Istana Merdeka, Ja-karta, tampak syahdu. Sekitar 100 mahasiswa dan aktivis berkumpul menggelar renungan

malam, ditemani nyala lilin yang disebar di pinggir jalan.

Malam 1.000 Lilin, Tribute to Sondang, yang digelar Senin (12/12) malam, merupa-kan kegiatan yang digagas presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dalam rangka mengenang maha-siswa Universitas Bung Karno, Sondang Hutagalung, yang melakukan aksi bakar diri di lokasi yang sama, 7 Desember lalu.

Apa yang dilakukan Sondang kembali mengingatkan kita kepada rangkaian aksi mahasiswa yang pernah terjadi di bangsa ini. Atas nama inspirasi, mahasiswa beraksi. Dari memberikan bunga, menyampaikan selebar-an berisi pesan damai, hingga berunjuk rasa besar-besaran di depan institusi pendidikan atau pemerintah. Ada yang berhasil, ada pula yang berujung pada aksi anarkistis semata.

“Kita demo karena merasakan adanya ketidakadilan,” cerita Agung Ardhi Putra, saat berbincang dengan Move pada kesem-patan terpisah. Agung dan kawan-kawannya

pun baru saja menggelar demo terkait dugaan korupsi yang dilakukan rektor kampusnya.

Keputusan mahasiswa untuk berunjuk rasa tidak muncul begitu saja. Beberapa ta-hap telah mereka adakan sekitar satu bulan sebelum turun ke jalan. Itu bermula dari penyelidikan dari tiap-tiap fakultas terhadap kegelisahan yang dihadapi, kemudian meng-gabungkan hasil tiap temuan, hingga tatap muka dengan pihak kampus.

“Turun (demonstrasi) ialah pilihan terakhir kalau tidak ada tindak lanjut dari langkah sebelumnya yang telah kita tempuh,” tutur mahasiswa psikologi angkatan 2010 ini. Agung menambahkan, perhatian pihak otoritas kampus kadang lebih mudah dida-pat lewat unjuk rasa sekitar 700 mahasiswa, daripada sekadar diskusi.

Tetap cerdasSebagai kaum pelajar tertinggi, tentu saja

aksi yang dilakukan mahasiswa ini tidak dilakukan tanpa alasan yang jelas. Twedy Noviady Ginting, ketua presidium GMNI, menyebutkan demonstrasi mahasiswa seba-gai bentuk gerakan moral. “Mahasiswa harus kritis karena kita berperan sebagai kontrol sosial kepada gerakan pemerintah terhadap masyarakat,” kata Twedy.

Oleh sebab itu, aspirasi itu harus disampai-kan dengan cerdas agar mampu menjangkau target yang dituju. “Yang paling penting itu persatuan. Kalau merasa tidak didengar, kumpulkan lebih banyak massa, bukan ber-laku anarkistis,” ungkap lulusan Universitas Padjadjaran, Bandung, ini.

Twedy juga menyayangkan adanya demon-strasi yang diikuti kekerasan. Ia menyebut-nya overlapping, atau keadaan yang terjadi akibat koordinator gerakan tidak berhasil

mengontrol massanya dengan baik. “Kalau anarkistis, yang kita rusak toh fasilitasi yang dibeli dari uang rakyat juga,” ujarnya saat ditemui dalam malam Tribute to Sondang.

Pada kesempatan berbeda, aktivis Universi-tas Katolik Soegijapranata Semarang, Ariehta Eleison Sembiring, menjelaskan mahasiswa sebetulnya memiliki banyak jalan untuk mem-bawa perubahan, tanpa harus melahirkan kericuhan di tengah-tengah masyarakat.

Ari mencontohkan betapa prestasi di tingkat olimpiade, kompetisi internasional, atau gerakan mengajar ke desa-desa yang sudah banyak dilakukan generasi muda telah menjadi sumbangsih yang lebih bermakna bagi bangsa kita. “Intelektual juga harus mengakar ke masyarakat, baru bisa tercipta perubahan,” terangnya.

Perilaku remajaMenurut Pingkan Rumondor, motivasi

mahasiswa dalam berdemo merupakan sikap yang wajar dimiliki remaja. “ Fenomena ini terkait dengan konsep konformitas, atau sebuah proses ketika tingkah laku seseorang terpengaruh oleh orang lain dalam suatu kelompok, atau ikut-ikutan,” ucap dosen psikologi Universitas Bina Nusantara ini. Dengan kata lain, para remaja belum memi-liki jati diri yang kuat sehingga mudah terpengaruh.

Terkait dengan hal tersebut, Pingkan mengajak para orangtua dan masyarakat memberikan lebih banyak kesempatan ke-pada remaja untuk menyampaikan pendapat. Lewat itu, remaja punya kesempatan untuk mengenal dirinya dengan lebih baik. “Jika sudah punya identitas diri yang jelas, ia akan lebih kritis dan tidak melakukan demonstrasi yang anarkistis,” tutur Pingkan. (M-6)

OP

INI

MU

DA

HERVINNY WONGSO

Suara Kaum Intelek

MENURUTKU, kebebasan berkumpul termasuk menyampaikan pendapat itu memang menjadi hak setiap orang, karena juga telah dilindungi oleh Undang-Undang Dasar. Nah, demonstrasi merupakan re-fleksi dari kebebasan menyampaikan aspi-rasi. Kalau tidak mengganggu ketertiban, demonstrasi sah-sah saja. Saya sendiri enggak pernah ikut demo karena selama ini semua masalah masih bisa diselesaikan lewat musyawarah. Daripada berdemo, lebih baik kita coba berdialog saja, supaya semua orang mendapat kesempatan yang sama untuk berbicara.

Vanisa Ayu HardiantiSMAN 36 Jakarta

AKU mendukung demonstrasi karena aspirasi memang harus selalu disam-paikan. Tapi kalau sudah merugikan ke-pentingan umum dan masyarakat, tentu aku tidak setuju. Daripada mengganggu orang lain, lebih baik kita menyampai-kan aspirasi lewat jalan lain, dengan membuat karya film atau musik terkait isu yang diangkat. Misalnya kalau bikin film, pesan yang kita ingin sampaikan juga bisa dinikmati oleh banyak pihak, bahkan diulang-ulang. Dengan begitu, kita juga telah mengambil peran untuk menyampaikan aspirasi.

Hudharto HarisenoFakultas Psikologi Universitas Indonesia

AspirasiAspirasitanpatanpaAnarkiAnarki

SETIAP masyarakat punya hak untuk menyampaikan pendapat. Demikian juga ketika mahasiswa ingin me-nyuarakan keinginan mereka. Nah, supaya suara kita bisa tercapai, dan energi kita dalam beraksi tidak terbuang percuma, ada beberapa hal yang sebaiknya kita perhatikan saat ingin bersuara.

PESAN JELASSebagai kaum intelektual, mahasiswa tidak hanya bisa mengandalkan otot, tapi juga otak. Jadi, jika ingin ber-demonstrasi, kita harus menyepakati pesan dan tujuan yang ingin dicapai. Jangan sampai aspirasi yang kita sampaikan hanya lewat begitu saja karena pesan yang disampaikan kurang jelas.

MENARIKMenarik tidak berarti anarkistis. Dengan massa yang ba-nyak, kita memang bisa menarik perhatian masyarakat atau pemerintah. Namun, kita juga harus bertanggung jawab dengan massa yang dibawa. Gunakan cara kreatif yang tidak merugikan kepentingan orang lain, supaya pesan kita bisa tersampaikan dengan baik.

AKSI NYATATak hanya menyampaikan suara lewat teriakan dan poster protes, seorang yang ingin menjadi aktivis juga harus dekat dengan masyarakat. Misalnya dengan me-nyumbangkan pengetahuan dan kemampuan kita dalam kegiatan sukarela. Lewat hal ini, peran kita bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.

(Rangkuman wawancara terpisah bersama Twedy Noviady Ginting, ketua presidium Gerakan Mahasiswa

Nasional Indonesia, dan Ariehta Eleison Sembiring, aktivis Universitas Katolik Soegijopranata, Semarang)

ANTARA/PRASETYO UTOMO

Massa melakukan aksi damai di depan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Salemba, Jakarta, beberapa waktu lalu.

ALsalIstkaSekdame

malam, ditemani nyala

M