19 Artikel Ilmiah

8
PREVALENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU SAKIT PENDERITA PEDIKULOSIS KAPITIS DI PANTI ASUHAN KELURAHAN SEKIP JAYA KECAMATAN KEMUNING PALEMBANG Anggun Nurul Fitria 1 , Chairil Anwar 2 , Mutiara Budi Azhar 3 1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya 2. Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya 3. Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya Jl. Dr. Mohammad Ali Komplek RSMH Palembang Km. 3,5, Palembang, 30126, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Pedikulosis kapitis adalah infestasi kutu atau kutu kepala yang disebabkan oleh Pediculus humanus capitis. Prevalensi penyakit ini masih cukup tinggi di Indonesia. Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai masalah, mulai dari berkurangnya rasa percaya diri, stigma sosial yang negatif, kurangnya kualitas tidur dan gangguan belajar. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor yang memengaruhi perilaku sakit penderita pedikulosis kapitis di Kelurahan Sekip Jaya, Kecamatan Kemuning, Palembang. Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel penelitian ini adalah seluruh yang berada di 3 panti asuhan Kelurahan Sekip Jaya, Kecamatan Kemuning, Palembang. Sampel diwawancara dan didiagnosis pedikulosis dengan cara mengidentifikasi kutu dan telur di kepala menggunakan sisir kutu dan kaca pembesar. Parasit dimasukan kedalam botol berisi alkohol 70%. Prevalensi pedikulosis kapitis di panti asuhan Kelurahan Sekip Jaya, Kecamatan Kemuning, Palembang sebanyak 36 (62%), terbanyak pada kategori usia 11-16 tahun (50,9%), perempuan (60%) dan pendidikan SD (54,5%). Berdasarkan persepsi bahwa (54,5%) responden punya persepsi baik. Berdasarkan perilaku sakit (100%) responden memiliki perilaku sakit yang buruk. Tidak ada hubungan usia, jenis kelamin, pendidikan dan persepsi dengan perilaku sakit pedikulosis kapitis. Kata Kunci: pedikulosis kapitis, cross sectional, panti asuhan, prevalensi, perilaku sakit. Abstract Prevalence and determinan factors that influence illness behavior of people with pediculosis capitis in opharage Kelurahan Sekip Jaya Kecamatan Kemuning Palembang. Pediculosis capitis infestation of fleas or lice is hed caused by Pediculus humanus capitis. The prevalence of the disease is still 51

description

artikel ilmiaah

Transcript of 19 Artikel Ilmiah

Page 1: 19 Artikel Ilmiah

PREVALENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU SAKIT PENDERITA PEDIKULOSIS KAPITIS DI

PANTI ASUHAN KELURAHAN SEKIP JAYA KECAMATAN KEMUNING PALEMBANG

Anggun Nurul Fitria1, Chairil Anwar2, Mutiara Budi Azhar3

1. Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya2. Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya

3. Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas SriwijayaJl. Dr. Mohammad Ali Komplek RSMH Palembang Km. 3,5, Palembang, 30126, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Pedikulosis kapitis adalah infestasi kutu atau kutu kepala yang disebabkan oleh Pediculus humanus capitis. Prevalensi penyakit ini masih cukup tinggi di Indonesia. Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai masalah, mulai dari berkurangnya rasa percaya diri, stigma sosial yang negatif, kurangnya kualitas tidur dan gangguan belajar. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor yang memengaruhi perilaku sakit penderita pedikulosis kapitis di Kelurahan Sekip Jaya, Kecamatan Kemuning, Palembang. Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel penelitian ini adalah seluruh yang berada di 3 panti asuhan Kelurahan Sekip Jaya, Kecamatan Kemuning, Palembang. Sampel diwawancara dan didiagnosis pedikulosis dengan cara mengidentifikasi kutu dan telur di kepala menggunakan sisir kutu dan kaca pembesar. Parasit dimasukan kedalam botol berisi alkohol 70%. Prevalensi pedikulosis kapitis di panti asuhan Kelurahan Sekip Jaya, Kecamatan Kemuning, Palembang sebanyak 36 (62%), terbanyak pada kategori usia 11-16 tahun (50,9%), perempuan (60%) dan pendidikan SD (54,5%). Berdasarkan persepsi bahwa (54,5%) responden punya persepsi baik. Berdasarkan perilaku sakit (100%) responden memiliki perilaku sakit yang buruk. Tidak ada hubungan usia, jenis kelamin, pendidikan dan persepsi dengan perilaku sakit pedikulosis kapitis.

Kata Kunci: pedikulosis kapitis, cross sectional, panti asuhan, prevalensi, perilaku sakit.

Abstract

Prevalence and determinan factors that influence illness behavior of people with pediculosis capitis in opharage Kelurahan Sekip Jaya Kecamatan Kemuning Palembang. Pediculosis capitis infestation of fleas or lice is hed caused by Pediculus humanus capitis. The prevalence of the disease is still quite high in Indonesia. This disease can cause a variety of problems, ranging from reduced self-esteem, negative social stigma, lack of quality sleep and learning disorders. Therefore, this study aimed to determine the prevalence Prevalence and determinan factors that influence illness behavior of people with pediculosis capitis in opharage Kelurahan Sekip Jaya Kecamatan Kemuning Palembang. This study is cross sectional and sampel is the whole that was in 3 orphanages Kelurahan Sekip Jaya Kecamatan Kemuning Palembang. Sampels were interviewed and diagnosed pediculosis by identifying lice and eggs in the head using a lice comb and a magnifying glass. Parasites inserted into bottles containing 70% alcohol. Prevalence of pediculosis capitis in opharage Kelurahan Sekip Jaya Kecamatan Kemuning Palembang as 36 (62%), the highest in age category 11-16 years (50,9%), female (60%) and elementary education (54,5%) of respondents had a good perception. Based on the illness behavior (100%) of the respondents had a bad illness behavior. There is no relationship of age, gender, education and perception of illness behavior.

Key words: pediculosis capitis, cross sectional, opharage, prevalence, illness behavior.

1. Pendahuluan

51

Page 2: 19 Artikel Ilmiah

52

Pedikulosis adalah infeksi kulit rambut pada manusia yang disebabkan oleh Pediculus (tergolong family pediculidae). Selain menyerang manusia penyakit ini juga menyerang binatang, oleh karena itu dibedakan antar Pediculus humanus dan Pediculus animalis. Pedikulosis kapitis adalah infestasi kutu atau tuma kepala yang disebabkan oleh Pediculus humanus capitis. Prevalensi dan insidensi pedikulosis kapitis di seluruh dunia cukup tinggi, diperkirakan ratusan juta orang terinfeksi setiap tahunnya1.

Banyak masalah yang ditimbulkan P.humanus capitis pada manusia atara lain rasa gatal akibat saliva dan fesesnya. Rasa gatal mengakibatkan orang untuk menggaruk kepala. Kebiasaan menggaruk intensif dapat menyebabkan iritasi, luka dan infeksi sekunder. Selain itu masalah sosial seperti dikucilkan dalam masyarakat juga dapat di alami oleh penderita 2.

Pedikulosis kapitis telah menjangkiti manusia sejak zaman dahulu. Hal ini berdasarkan keterangan yang diperoleh dari peninggalan zaman Mesir kuno. Kutu-kutu ini ditemukan di rambut mumi. Namun penelitian lebih mendalam berkenaan dengan jenis/spesies kutu yang menyerang manusia baru dilakukan pada abad ke-17 dan 18 3.

Banyak hal yang memengaruhi perilaku terhadap sakit seseorang seperti karakteristik demografi yang meliputi usia, penelitian ini berisiko pada anak usia 3-15 tahun karena banyak kontak dengan teman sepermainan yang menderita pedikulosis kapitis. Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap pedikulosis kapitis karena perempuan lebih dominan memiliki rambut yang panjang sehingga dapat menjadi tempat P.humanus capitis untuk berkembang biak. Persepsi individu terhadap P.humanus capitis juga berpengaruh dalam penyebaran penyakit ini. Karena, orang-orang diberbagai sektor cenderung memiliki perbedaan pandangan terhadap penyakit. Dukungan sosial seperti adanya penyuluhan yang berkaitan dengan pedikulosis juga memengaruhi perilaku sakit seseorang 4.

Berdasarkan penelitian Riswandi pada tahun 1996 yang dilakukan di dua buah pesantren khusus untuk santri perempuan di Jakarta didapat sebesar 40,2% dan 47,5%. Sedangkan penelitian Restiana pada tahun 2010, menunjukan bahwa 71,3% santri di sebuah pesantren di Yogyakarta terinfestasi P.humanus capitis. Tingginya angka prevalensi pedikulosis kapitis di pesantren menimbulkan berbagai masalah, mulai dari berkurangnya rasa percaya diri, stigma sosial yang negatif, kurangnya kualitas tidur, dan gangguan belajar. Oleh karena itu, pengobatan pedikulosis harus diberikan,

namun, pemberian pengobatan tanpa memberikan edukasi mengenai pedikulosis tidak akan mencegah infestasi ulang P. humanus capitis5.

Pada observasi awal yang dilakukan peneliti di 3 panti asuhan yang terletak di Kecamatan Kemuning, Kelurahan Sekip Jaya menunjukan kebersihan lingkungan yang kurang dan ada salah satu panti terletak ditepi sungai, panti juga memiliki kamar-kamar yang sempit. Diduga dari observasi awal akan ditemui penderita pedikulosis karena terdapat faktor-faktor risiko penyebaran P.humanus capitis. Hasil penelitian ini nanti diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tambahan kepada masyarakat.

2. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional (potong lintang) untuk mendapatkan prevalensi dan faktor-faktor yang memengaruhi perilaku sakit penderita pedikulosis kapitis di Kelurahan Sekip Jaya, Kecamatan Kemuning, Palembang.

Populasi dan sampel penelitian adalah seluruh yang berada di 3 panti asuhan di Kelurahan Sekip Jaya, Kecamatan Kemuning, Palembang.

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, persepsi dan perilaku sakit Untuk parasit yang telah ditemukan, kutu dan telur direndam didalam air panas. Kutu disimpan kedalam botol yang berisi alkohol 70% dan diberi label nama. Kutu dijadikan preparat untuk di lihat di bawah mikroskop di laboratorium parasitologi. Setelah data dikumpulkan, data tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.

3. Hasil

Deskripsi panti asuhanPanti asuhan A memiliki 2 ruang kamar tidur yang berukuran ±4m2. Setiap kamar tidur dihuni 5-8 anak panti dan peneliti melihat letak kasur yang sangat berdekatan, ruang yang kurang ventilasi, sprei yang hanya dicuci 2 minggu sekali, bantal yang dipakai secara bersamaan. Hal tersebut merupakan personal hygiene penghuni panti yang buruk sehingga dapat mempermudah penyebaran penyakit pedikulosis kapitis. Di panti asuhan A terdapat 1 buah dapur yang ukurannya 2mx1m, tepat di belakang dapur terdapat tumpukan sampah yang menimbulkan bau tidak enak. Tumpukan sampah itu dapat menjadi sumber penyakit lain bagi penghuni panti asuhan A.

Page 3: 19 Artikel Ilmiah

53

Panti asuhan B memiliki 2 kamar tidur anak, 1 kamar mandi, 1 dapur, 1 ruang tamu dan 1 ruang tv. Kamar tidur anak perempuan yang ukurannya 5mx4m berisi 10 orang dengan ranjang bertingkat, sprei yang seminggu sekali belum tentu dicuci oleh pengurus panti, sisir yang digunakan secara bersama-sama oleh anak perempuan, ventilasi yang kurang baik menyebabkan ruangan sedikit pengap. Kamar tidur anak laik-laki berukuran 5mx4m diisi oleh 10-15 anak panti. Sprei yang jarang dicuci, ventilasi yang sangat tidak baik. Di kamar tidur hanya berisi kasur bertingkat dan 1 buah lemari saja. Ruangan tv dan ruang tamu banyak kucing peliharaan pengurus panti yang tidur dan buang air kecil sembarangan, sehingga peneliti mencium bau yang tidak enak. Dapur yang kurang hygienes sehingga memungkinkan makanan yang dikonsumsi anak panti kurang sehat.

Panti asuhan C terdiri dari 2 kamar yang berukuran 6mx4m yang berisi 5-10 anak panti asuhan. Di dalam kamar tidak ada meja belajar dan dipenuhi barang-barang yang dibungkus di dalam kardus dan ventilasi udara yang kurang baik dan letak tempat tidur juga terlalu rapat. Panti ini hanya memiliki 1 kamar mandi, 1 ruang tamu dan 1 dapur. Ruang tamu di panti C ini sedikit kotor, lantai yang banyak pasir dan tidak disapu oleh pengurus panti dan begitu pula dengan dapurnya yang tidak hygienes.

Deskripsi pengobatan respondenSeluruh responden melakukan pengobatan pedikulosis kapitis dengan cara tradisional (folk sector).

Distribusi subjek berdasarkan usiaDistribusi subjek berdasarkan usia yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi subjek berdasarkan usia

Usia n %

5-10 tahun 23 41,8%

11-16 tahun 28 50,9%

17-22 tahun 4 7,2%

Total 55 100%

28 responden (50,9%) pada kelompok usia 11-16 tahun. Sehari-hari anak panti dilayani 3 pengurus panti berusia 50 tahun, 29 tahun dan 43 tahun.

Distribusi subjek berdasarkan jenis kelaminDistribusi subjek berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi subjek berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin N %

Laki-laki 22 40%

Perempuan 33 60%

Total 55 100%

Dapat dilihat pada tabel 2 bahwa 22 responden laki-laki (40%) 33 responden perempuan (60%) dan 3 orang perempuan pengurus panti asuhan.

Distribusi subjek berdasarkan pendidikanDistribusi subjek berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi subjek berdasarkan pendidikan

Pendidikan N %SD 30 54,5%

SMP 19 34,5%SMA 6 10,9%Total 55 100%

Tabel 3 menunjukkan bahwa 30 responden (54,5 %) berpendidikan SD, 19 responden (34,5%) SMP, 6 responden (10,9%) SMA dan 3 orang pengurus panti berpendidikan SMA.

Distribusi subjek berdasarkan persepsi Distribusi subjek berdasarkan persepsi tentang perilaku sakit dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Distribusi subjek berdasarkan persepsi

Persepsi n %

Baik 30 54,5%

Buruk 25 45,4%

Total 55 100%

Tabel 4 menunjukkan bahwa 30 responden (54,5%) persepsi baik dan 25 responden (45,4%) persepsi buruk. Persepsi pengurus panti ada 2 pengurus yang persepsi baik dan 1 pengurus persepsi buruk

Distribusi subjek berdasarkan perilaku sakitDistribusi subjek berdasarkan perilaku sakit dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi subjek berdasarkan perilaku sakit

Perilaku Sakit n %

Baik 0 0%

Buruk 55 100%

Total 55 100%

Tabel 5 menunjukkan bahwa seluruh responden (100%) dan 3 pengurus panti memiliki perilaku sakit buruk yang hanya berobat dengan cara tradisional.

Distribusi responden pedikulosis kapitis

Page 4: 19 Artikel Ilmiah

54

Distribusi responden pedikulosis kapitis di panti asuhan dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Distribusi responden pedikulosis kapitis

Pedikulosis n %Positif 36 62%Negatif 23 38%Total 58 100%

Tabel 6 menunjukkan bahwa 36 responden (60%) termasuk 3 orang pengurus panti positif menderita pedikulosis kapitis dan 23 responden (40%) tidak menderita pedikulosis kapitis.

Hubungan usia dengan perilaku sakitTabulasi hubungan usia dengan perilaku sakit pedikulosis dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Tabulasi hubungan usia dengan perilaku sakit

UsiaPerilaku Sakit

Baik Burukn % n %

5-10 0 0 23 41,8%11-16 0 0 28 50,9%17-23 0 0 4 7,2%Total 0 0 55 100%

Pada kelompok usia 5-10 tahun dengan perilaku sakit yang buruk sebanyak 23 responden (41,8%), kelompok usia 11-16 tahun perilaku sakit yang buruk 28 responden (50,9%) dan kelompok usia 17-23 tahun perilaku sakit yang buruk ada 4 responden (7,2%).

Hubungan jenis kelamin dengan perilaku sakitTabulasi hubungan jenis kelamin dengan perilaku sakit pedikulosis kapitis dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Tabulasi hubungan jenis kelamin dengan perilaku sakit

Jenis Kelamin

Perilaku SakitBaik Buruk

n % n %

Laki-laki 0 0 22 40%Perempuan 0 0 33 60%

Total 0 0 55 100%

Tabel 8 menunjukkan bahwa 22 laki-laki (40%) seluruhnya tergolong perilaku sakit buruk dan perempuan 33 responden (62%) seluruhnya dengan perilaku sakit buruk, sedangkan 3 pengurus panti juga memiliki perilaku sakit yang buruk.

Hubungan pendidikan degan perilaku sakit

Tabulasi hubungan pendidikan dengan perilaku sakit pedikulosis kapitis dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Tabulasi hubungan pendidikan dengan perilaku sakit pedikulosis kapitis

PendidikanPerilaku Sakit

Baik Burukn % n %

SD 0 0 30 54,5%SMP 0 0 19 34,5%SMA 0 0 6 10,9%Total 0 0 55 100%

Dapat dilihat tabel 9 bahwa 30 responden (54,5%) pendidikan SD dengan perilaku sakit yang buruk, pendidikan SMP sebanyak 19 responden (34,5%), pendidikan SMA sebanyak 6 responden (10,9%) dan 3 pengurus panti dengan perilaku sakit yang buruk pendidikan SMA.

Hubungan persepsi dengan perilaku sakit Tabulasi persepsi dengan perilaku sakit pedikulosis dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Tabulasi hubungan persepsi dengan perilaku sakit pedikulosis kapitis

PersepsiPerilaku Sakit

Baik Burukn % n %

Baik 0 0 30 54,5%Buruk 0 0 25 45,4%Total 0 0 55 100%

Tabel 10 menunjukkan dari 55 responden berperilaku sakit yang buruk 30 responden (54,5%) dengan persepsi baik dan 25 responden (45,4%) dengan persepsi buruk, sedangkan 3 pengurus panti berperilaku sakit yang buruk 2 pengurus dengan persepsi buruk, 1 pengurus dengan persepsi baik.

4. Pembahasan

Deskripsi panti asuhan

Setelah dilakukan observasi di panti asuhan, peneliti menilai bahwa panti asuhan A, B, dan C tidak memenuhi standar dari kementrian sosial. Menurut Keputusan Menteri Sosial RI No. 50/HUK/2004 tentang standarisasi panti sosial dan pedoman akreditasi panti sosial salah satu persyaratan umum sebuah panti asuhan salah satunya adalah menyediakan kamar tidur dengan ukuran 9m2 untuk 2 anak, yang dilengkapi lemari untuk menyimpan barang pribadi anak, meja dan kursi belajar, kamar tidur memiliki ventilasi dan pencahayaan yang cukup di siang maupun malam hari, serta memiliki pintu dan jendela yang terkunci, kamar mandi dalam

Page 5: 19 Artikel Ilmiah

55

keadaan bersih, memiliki pencahayaan yang baik pada siang maupun malam hari dan memiliki ventilasi udara. Ratio penyediaan kamar mandi 1:5 anak, ruang dapur disertai perlengkapan memasak yang memadai, bersih dan aman digunakan untuk kepentingan anak, memiliki 3 unsur penyelenggara panti yaitu unsur pimpinan, unsur operasional dan unsur penunjang seperti juru masak, pengasuh, dll. Sedangkan pada panti A,B dan C memiliki ukuran kamar tidur tidak sesuai standar. 1 kamar tidur diisi sampai 10 anak panti, tidak memiliki kursi dan meja belajar, ventilasi yang tidak baik, jumlah kamar mandi yang kurang dan kebersihan dapur yang sangat kurang baik. Pengurus panti asuhan A, B dan C juga tidak memenuhi syarat, mereka merupakan pemimpin panti sekaligus juru masak dan pengasuh anak-anak panti.

Deskripsi Pengobatan Responden Dari hasil penelitian, pengobatan yang dilakukan oleh pengurus panti untuk anak-anak panti adalah dengan cara tradisional. Salah satu pengurus panti bahkan juga pernah melakukan pengobatan pedikulosis dengan cara menggunakan kapur barus, minyak tanah dan ada yang menggunakan racun nyamuk. Semua hal yang dilakukan oleh pengurus panti merupakan usaha pengobatan yang salah. Pengobatan yang pedikulosis dapat dilakukan dengan cara terapi non-farmakologi dan farmakologi. Terapi non-farmakologi adalah dengan cara mencuci pakaian, bantal, sprei, topi dan sebagainya menggunakan air panas lalu dikeringkan atau dijemur pada suhu lebih dari 30o C selama lebih dari 15 menit6. Pengobatan secara farmakologi dengan menggunakan obat topikal seperti permethrin, pyrethrin, lindane, dan malathion. Untuk mempermudah pengobatan, ada baiknya penderita memotong rambutnya menjadi lebih pendek agar obat topikal yang di gunakan tidak terlalu banyak serta merata keseluruh bagian rambut dan kepala7.

Perilaku Sakit Perilaku sakit penghuni panti seluruhnya merupakan perilaku sakit yang buruk. Karena, anak panti yang positif menderita pedikulosis hanya diobati dengan cara tradisional oleh pengurus panti. Perilaku sakit mereka yang sama disebabkan oleh pengobatan yang dilakukan oleh pengurus panti yang salah. Seharusnya, pengurus panti lebih memperhatikan pengobatan yang dilakukan karena, tidak seluruh penyakit dapat sembuh hanya dengan menggunakan obat-obatan tradisional.5. Simpulan

1. Prevalensi penyakit pedikulosis kapitis di panti asuhan Kelurahan Sekip Jaya, Kecamatan Kemuning, Palembang sebanyak 36 responden

(60%) menderita pedikulosis kapitis dan 23 responden (40%) tidak menderita pedikulosis kapitis.

2. Distribusi responden berdasarkan karakteristik menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok usia 11-16 tahun (50,9%), pendidikan SD (54,5%), jenis kelamin perempuan (60%).

3. Distribusi responden berdasarkan persepsi menjukkan bahwa persepsi baik sebesar (54,5%).

4. Distribusi responden berdasarkan perilaku sakit menunjukkan bahwa sebesar (100%) perilaku sakit buruk.

5. Hubungan usia responden dengan perilaku sakit menunjukkan bahwa kelompok usia 11-16 tahun memiliki perilaku sakit buruk yang terbanyak.

6. Hubungan jenis kelamin dengan perilaku sakit bahwa perempuan 33 reponden (62%) memiliki perilaku sakit yang buruk.

7. Hubungan pendidikan dengan perilaku sakit bahwa pendidikan SD 30 responden (54,5%) memiliki perilaku sakit yang buruk.

8. Hubungan persepsi dengan perilaku sakit bahwa 30 responden (54,5%) memiliki persepsi baik dengan perilaku sakit yang buruk.

6. Daftar Acuan

1. Handoko RP. 2007. Pedikulosis, Dalam: Djuanda A, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi V. Jakarta: Balai penerbit FKUI; p. 119-120.

2. Bugayong AMS, Araneta KTS, Cabanilla JC. 2011. Effect of dry-on, suffocation-based treatment on the prevalence of pediculosis among schoolchildren in Calagtangan Village, Miag-ao, lloio. Philippine Science Letters; p.33-7.

3. Fitzpatrick. 2013. Dermatology in General Medicine, USA, Vol. II B no.6, 2003.

4. Guenther, Lyn. 2004. eMedicine-Pediculosis Article,(online)(http:/.www.emedecine.com/med/topic1769.htm, diakses 25 Agustus 2014).

5. Sahar Salim Saleh Alatas, Sri Linuwih 2013, Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai Pedikulosis Kapitis dengan Karakteristik Demografi Santri Pesantren X, Jakarta Timur, eJKI, vol.1, no.1, April 2013.

6. Michaels, Frances. 2004. Organic Strategies for Control of Head Lice. USA: Green Harvest.

7. Djuanda, Adhi. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (Edisi Ketiga). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.