180174768 Gangguan Obsesif Kompulsif
description
Transcript of 180174768 Gangguan Obsesif Kompulsif
GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF
Disusun Oleh :
Budi Mulyana
110.2008.055
Pembimbing :
Dr.Jonli Indra, SpKJ
Ilmu Kedokteran Jiwa RS Soeharto Heerdjan
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Periode 15 Juli 2013 – 16 Agustus 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul gangguan obsesif kompulsif, yang merupakan salah satu tugas untuk menempuh
kepaniteraan klinik bagian ilmu kesehatan jiwa RSJ Soeharto Heerdjan.
Di dalam penyusunan referat ini penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki, tetapi penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Jonli Indra,
SpKJ, berkat bantuan dan bimbingan dalam penyusunan referat ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih atas bantuan dari teman-teman di bagian ilmu kesehatan jiwa RSJ
Soeharto Heerdjan, sehingga penyusunan referat ini dapat diselesaikan walaupun masih jauh
dari sempurna.
Jakarta, Juli 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 2
BAB 3 KESIMPULAN ............................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan obsesif – kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya
pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari
satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan. Gangguan ini prevalensinya
diperkirakan 2 – 3% dari populasi.
Gangguan obsesif – kompulsif menduduki peringkat keempat dari gangguan jiwa setelah
fobia, gangguan penyalahgunaan zat dan gangguan depresi berat. Kebanyakan pasien dengan
gangguan obsesif – kompulsif datang ke beberapa dokter sebelum mereka ke psikiater dan
umumnya 9 tahun mendapat terapi, baru kemudian mendapat diagnosis yang benar. Hal ini
menunjukkan bahwa dokter selain psikiater penting untuk mendapat diagnosis yang benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang mengganggu (intrusif). Suatu
kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan, dan rekuren, seperti
menghitung, memeriksa atau menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang,
sedangkan melakukan kompulsi bmenurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika seseorang
memaksa untuk melakukuan kompulsi, kecemasan meningkat.
Seseorang dengan gangguan obsesif- kompulsif biasanya menyadari irrasionalitas dari obsesi
dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif-
kompulsif dapat merupakan gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi
dapat menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal
seseorang, fungsi pekerjaan, aktifitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman dan
anggota keluarga.
B. Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif kompulsif pada populasi umum diperkirakan
adalah 2 sampai 3 persen. Beberapa peneliti memperkirakan bahwa gangguan obsesif-
kompulsif ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka
tersebut menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik tersering
keempat setelah fobia, gangguan yang berhubungan dengan zat, dan gangguan depresif berat.
Untuk orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama mungkin terkena, tetapi untuk remaja,
laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan perempuan. Usia
onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun.
Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25
tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun. Orang
yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang
yang menikah. Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit
hitam dibandingkan kulit putih.
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh gangguan mental
lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan untuk fobia sosial adalah kira-kira 25
persen. Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif-
kompulsif adalah gangguan penggunaan alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan
gangguan makan.
C. Etiologi
a. Faktor Biologis
Neurotransmiter. Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat
mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di dalam pembentukan
gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih
efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain. Tetapi apakah
serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan obsesif-kompulsif adalah tidak jelas pada saat
ini.
Penelitian pencitraan otak. Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional, sebagai contoh
PET ( positron emission tomography), telah menemukan peningkatan aktifitas (sebagai
contoh, metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata),
dan singulum pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Baik tomografi komputer (CT
scan) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) telah menemukan adanya penurunan ukuran
kaudata secara biateral pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Baik penelitian
pencitraan otak fungsional maupun struktural konsisten dengan pengamatan bahwa prosedur
neurologis yang melibatkan singulum kadang-kadang efektif dalam pengobatan pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu penelitian MRI baru-baru ini melaporkan
peningkatan waktu relaksasi T1 di korteks frontalis.
Genetika. Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan obsesif-kompulsif telah
secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih tinggi secara bermakna
pada kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik. Penelitian keluarga pada pasien
gangguan obsesif kompulsif telah menemukan bahwa 35 persen sanak saudara derajat
pertama pasien gangguan obsesif-kompulsif juga menderita gangguan.
Data biologis lainnya. Penelitian elektrofisiologis, penelitian elektroensefalogram (EEG)
tidur, dan penelitian neuroendokrin telah menyumbang data yang menyatakan adanya
kesamaan antara gangguan depresif dan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu insidensi
kelainan EEG nonspesifik yang lebih tinggi dari biasanya telah ditemukan pada pasien
gangguan obsesif-kompulsif. Penelitian EEG tidur telah menemukan kelainan yang mirip
dengan yang terlihat pada gangguan depresif, seperti penurunan latensi REM (rapid eye
movement). Penelitian neuroendokrin juga telah menemukan beberapa kemiripan dengan
gangguan depresif, seperti nonsupresi pada dexamethasone-supprssion test pada kira-kira
sepertiga pasien dan penurunan sekresi hormon pertumbuhan pada infus clonidine (catapres).
b. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan. Stimulus yang relatif netral
menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan melalui proses pembiasaan responden
dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya atau
menghasilkan kecemasan.
Jadi, objek dan pikiran yang sebelumnya netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang
mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan.
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan bahwa tindakan
tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional. Jadi, strategi
menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan untuk
mengendalikan kecemasan.
Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam menurunkan dorongan sekunder
yang menyakitkan (kecemasan), strategi menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku
kompulsif yang dipelajari.
c. Faktor Psikososial
Faktor kepribadian. Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesif-kompulsif tidak
memiliki gejala kompulsif pramorbid.
Dengan demikian, sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk
perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35 persen pasien
gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional pramorbid.
Faktor psikodinamika. Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis
utama yang menentukanbentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter obsesif-kompulsif;
isolasi, meruntuhkan (undoing), dan pembentukan reaksi.
Isolasi. Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari afek dan
impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi, afek dan impuls yang didapatkan
darinya adalah dipisahkan dari komponen idesional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika
isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait seluruhnya terepresi, dan pasien
secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang berhubungan
dengannya.
Undoing. Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin dapat lolos dari
mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi pertahanan sekunder diperlukan untuk
melawan impuls dan menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran.
Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan operasi defensif yang ditujukan
untuk menurunkan kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara
memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adal;ah mekanisme
meruntuhkan (undoing). Seperti yang disebutkan sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu
tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat
yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsesional yang
menakutkan.
Pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi dan
sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali, pola
yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai.
Faktor psikodinamik lainnya. Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesif-kompulsif
dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi dari fase perkembangan
oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa
terancam oleh kecemasan tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang
penting, mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium emosional yang sangat
ambivalen yang berhubungan dengan fase anal. Adanya benci dan cinta secara bersama-sama
kepada orang yang sama menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan
kebimbangan. Suatu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif
adalah derajat dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan, baik secara jelas dalam
isi gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak di belakangnya. Dengan demikian,
psikogenesis gangguan obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada gangguan dan
perkembangan pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan anal-
sadistik.
Ambivalensi. Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam karakteristik
kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada anak normal selama fase
perkembangan anal-sadistik; yaitu anak merasakan cinta dan kebencian kepada suatu objek.
Konflik emosi yang berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada pola perilaku melakukan-
tidak melakukan pada seorang pasien dan keragu-raguan yang melumpuhkan dalam
berhadapan dengan pilihan.
Pikiran magis. Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran awal,
ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi oleh regresi. Yang
melekat pada pikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka
dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan fisik yang
menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang peristiwa tersebut. Perasaan
tersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif akan menakutkan bagi pasien gangguan
obsesif-kompulsif.
D. Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV:
1. Salah satu obsesi atau kompulsi
Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
· Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten yang dialami, pada
suatu saat dimana selama gangguan, sebagai intrusif dan tidak sesuai, dan menyebabkan
kecemasan dan penderitaan yang jelas.
· Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata kekhawatiran yang berlebihan
tentang masalah kehidupan yang nyata.
· Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan
tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.
· Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan obsesional adalah keluar
dari pikirannya sendiri( tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran).
Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
· Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan mental
(misalnya berdoa, menghitung, mengulangi katakata dalam hati) yang berulang yang
dirasakannya mendorong untuk melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau
menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.
· Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau menurunkan penderitaan atau
mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental
tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa mereka dianggap untuk
menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.
2. Pada suatu waktu selamaperjalanan gangguan, orang telah menyadari bahwa obsesi atau
kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: ini tidak berlaku bagi anak-anak
3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan waktu
(menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna mengganggu rutinitas
normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktifitas atau hubungan sosial yang
biasanya.
4. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas padanya
(misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat gangguan makan, menarik rambut jika
terdapat trikotilomania, permasalahan pada penampilan jika terdapat gangguan dismorfik
tubuh, preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat, preokupasi
dengan menderita suatu penyakit serius jika terdapat hipokondriasis, preokupasi dengan
dorongan atau fanatasi seksual jika terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat
gangguan depresif berat).
5. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang disalahgunakan,
medikasi) atau kondisi medis umum.
Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk:jika selama sebagian besar waktu selama episode
terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah berlebihan atau tidak
beralasan.
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau
kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut.
· Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita.
· Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
o Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
o Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada
lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
o Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang memberi
kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak
dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas.
o Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak
menyenangkan (unpleasantly repetitive)
· Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi. penderita
gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya
penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama
episode depresifnya.
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresif
umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut
dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih
dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif
pada saat gejalobsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak adayang menonjol,
maka baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun,
maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.
Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom Tourette, atau
gangguan mental organk, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut
E. Gambaran Klinis
Obsesif dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:
· Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi dan terus-menerus
ke dalam kesadaran seseorang.
· Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi sentral dan
seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan melawan gagasan atau impuls
awal.
· Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami sebagai suatu yang
asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai makhluk psikologis.
· Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi tersebut, orang
biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk akal.
· Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan suatu dorongan yang
kuat untuk menahannya.
Tetapi kira-kira separuh dari semua pasien memiliki pertahanan yang kecil terhadap
kompulsi. Kira-kira 80 persen dari semua pasien percaya bahwa kompulsi adalah irasional.
Gambaran obsesi dan kompulsi adalah heterogen pada dewasa, pada anak-anak dan remaja.
Gejala pasien individual mungkin bertumpang tindih dan berubah dengan berjalannya waktu,
tetapi gangguan obsesif-kompulsif memiliki empat pola gejala yang utama. Pola yang paling
sering ditemukan adalah suatu obsesi tentang kontaminasi, diikuti oleh mencuci disertai
penghindaran obsesif terhadap objek yang kemungkinan terkontaminasi.
Objek yang ditakuti seringkali sukar untuk dihindari, sebagai contoh feses, urin, debu atau
kuman. Pasien mungkin secara terus-menerus menggosok kulit tangannya dengan mencuci
tangan secara berlebihan atau mungkin tidak mampu pergi keluar rumah karena takut akan
kuman. Walaupun kecemasan adalah respon emosional yang paling sering terhadap objek
yang ditakuti, rasa malu dan rasa jijik yang obsesif juga sering ditemukan. Pasien dengan
obsesi kontaminasi biasanya percaya bahwa kontaminasi ditularkan dari objek ke objek atau
orang ke orang oleh kontak ringan.
Pola kedua yang sering adalah obsesi keragu-raguan, diikuti oleh pengecekan yang kompulsi.
Obsesi seringkali melibatkan suatu bahaya kekerasan, seperti lupa mematikan kompor atau
tidak mengunci pintu.
Pengecekan tersebut mungkin menyebabkan pasien pulang beberapa kali ke rumah untuk
memeiksa kompor. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap diri sendiri yang obsesional, saat
mereka selalu merasa bersalah karena melupakan atau melakukan sesuatu.
Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan semata-mata pikiran obsesional yang
mengganggu tanpa suatu kompulsi. Nobsesi tersebut biasanya berupa pikiran berulang akan
suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela oleh pasien. Pola keempat yang tersering
adalah kebutuhan akan simetrisitas atau ketepatan, yang dapat menyebabkan perlambatan
kompulsi. Pasien secara harfiah menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan atau
mencukur wajahnya. Trikotilomania dan menggigit kuku mungkin merupakan kompulsi yang
beruhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif.
F. Diagnosis Bandimg
· Kondisi medis
Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan dalam diagnosis banding adalah
gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus temporalis, dan kadang-kadang
komplikasi trauma dan pascaensefalitik. Gejala karakteristik dari gangguan Tourette adalah
tik motorik dan vokal yang sering dan hampir setiap hari terjadi.
· Kondisi psikiatrik
Pertimbangan psikiatrik utama di dalam diagnosis banding gangguan obsesifkompulsif
adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, dan gangguan depresif.
Gangguan obsesif kompulsif biasanya dapat dibedakan dari skizofrenia oleh tidak adanya
gejala skizofrenik lain, oleh kurang kacaunya sifat gejala, dan oleh tiikan pasien terhadap
gangguan mereka. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif tidak memiliki derajat gangguan
fungsional yang berhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif.
Fobia dibedakan dengan tidak adanya hubungan antara pikiran obsesif dan kompulsi.
Gangguan depresif berat kadang-kadang dapat disertai oleh gagasan obsesif, tetapi pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif saja tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan
depresif berat.
Kondisi psikiatrik lain yang dapat berhubungan erat dengan gangguan obsesif kompulsif
adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan kemungkinan gangguan impuls
lainnya, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua gangguan tersebut pasien
memiliki pikiran yang berulang, sebagai contoh permasalahan tentang tubuhnya, atau
perilaku yang berulang sebagai contoh mencuri.
G. Terapi
· Farmakoterapi
Data yang tersedia menyatakan bahwa semua obat yang digunakan untuk mengobati
gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat digunakan dalam rentang dosis yang
biasanya. Efek awal biasanya terlihat setelah empat sampai enam minggu pengobatan,
walaupun biasanya diperlukan waktu delapan sampai enam belas minggu untuk mendapatkan
manfaat terapeutik yang maksimum. Walaupun pengobatan dengan obat antidepresan adalah
masih kontroversial, sebagian pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif yang berespon
terhadap pengobatan dengan antidepresan tampaknya mengalami relaps jika terapi obat
dihentikan. Pengobatan standar adalah memulai dengan obat spesifik-serotonin, contohnya
clomipramine (Anafranil) atau inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin (SSRI-serotonin
specific reuptake inhibitor), seperti Fluoxetine (Prozac).
Clomipramine. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum
tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai tiga hari,
sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek samping yang membatasi dosis.
Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping berupa
sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik, seperti mulut
kering.
SSRI. Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesifkompulsif menggunakan dosis
sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai
efek seperti overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping
gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan lebih baik daripada obat trisiklik. Dengan
demikian, kadang-kadang SSRI digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan
gangguan obsesif kompulsif.
Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak ahli terapi
menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat digunakan dalam pengobatan
gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor monoamin oksidase (MAOI, monoamine
oxidase inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil).
· Terapi perilaku
Walaupun beberapa perbandinga telah dilakukan, terapi perilaku sama efektifnya dengan
farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif. Dengan demikian, banyak klinisi
mempertimbangkan terapi perilaku sebagai terapi terpilih untuk gangguan obsesif-kompulsif.
Terapi perilaku dapat dilakukan pada situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan
perilaku utama pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan pencegahan respon.
Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran, terapi implosi, dan pembiasaan tegas juga
telah digunakan pada pasien gangguan obsesif kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus
benar-benar menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan.
Terapi tingkah laku ini dimulai dengan pasien membuat daftar tentang obsesinya kemudian
diatur sesuai hierarki mulai dari yang kurang membuat cemas sampai yang paling membuat
cemas. Dengan melakukan paparan berulang terhadap stimulus diharapkan akan
menghasilkan kecemasan yang minimal karena adanya habituasi.
· Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien gangguan obsesif-
kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat keparahan, adalah mampu untuk
bekerja dan membuat penyesuaian sosial.
Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang profesional, simpatik dan
mendorong, pasien mungkin mampu untuk berfungsi berdasarkan bantuan tersebut, tanpa hal
tersebut gejala mereka akan menyebabkan gangguan bagi mereka. Kadang-kadang jika ritual
dan kecemasan obsesional mencapai intensitas yang tidak dapat ditoleraansi, perlu untuk
merawat pasien di rumah sakit sampai tempat penampungan institusi dan menghilangkan
stres lingkungan eksternal menurunkan gejala sampai tingkat yang dapat ditoleransi.
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku pasien. Tiap usaha
psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota keluarga melalui dukungan emosional,
penentraman, penjelasan dan nasihat tentang bagaimana menangani dan berespons terhadap
pasien.
· Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga, membantu menurunkan
percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan, dan membangun ikatan terapi dengan
anggota keluarga untuk kebaikan pasien.
Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa pasien. Untuk pasien
yang sangat kebal terhadap pengobatan, terapi elektrokonvulsif (ECT) dan bedah psiko
(psychosurgery) harus dipertimbangkan. ECT tidak seefektif bedah psiko tetapi kemungkinan
harus dicoba sebelum pembedahan.
Prosedur bedah psiko yang paling sering dilakukan untuk gangguan obsesif kompulsif adalah
singulotomi, yang berhasil dalam mengobati 25 sampai 30 persen pasien yang tidak responsif
terhadap pengobatan lain. Komplikasi yang paling sering dari bedah psiko adalah
perkembangan kejang, yang hampir selalu dikendalikan dengan pengobatan Phenytoin
(Dilantin). Beberapa pasien yang tidak respon dengan bedah psiko saja dan dengan
farmakoterapi atau terapi perilaku sebelum operasi menjadi respon terhadap farmakoterapi
atau terapi perilaku setelah bedah psiko.
H. Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki onset gejala yang
tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70 persen pasien memiliki onset gejala setelah suatu peristiwa
yang menyebabkan stres, seperti kehamilan, masalah seksual, dan kematian seorang sanak
saudara. Karena banyak pasien tetap merahasiakan gejalanya, mereka seringkali terlambat 5
sampai 10 tahun sebelum pasien datang ke psikiater, walaupun keterlambatan tersebut
kemungkinan dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran akan gangguan tersebut diantara
orang awam dan profesional. Perjalanan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi. Beberapa
pasien mengalami penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain mengalami penyakit yang
konstan.
Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki gangguan
depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko bagi semua pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif. Suatu prognosis buruk dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada
kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di
rumah sakit, gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan
yang terlalu dipegang (overvalued)-yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi, dan adanya
gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik
ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan
suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan
prognosis.
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan obsesif – kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya
pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari
satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan (distress). Untuk menegakkan
diagnosis pasti, gejala – gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua – duanya, harus
ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturut – turut.
Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif diantaranya
adalah faktor biologi seperti neurotransmiter, pencitraan otak, genetika, faktor perilaku dan
faktor psikososial, yaitu faktor kepribadian dan faktor psikodinamika. Ada beberapa terapi
yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan gangguan obsesif – kompulsif antara lain terapi
farmakologi (farmakoterapi) dan terapi tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan baik
apabila kehidupan sosial dan pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala yang bersifat
periodik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry vol.2 6th
edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore.
2. Gangguan obsesif – kompulsif. Dalam : Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa; rujukan
ringkas dari PPDGJ – III. Maslim R, penyunting. Jakarta; 2003.76
3. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th ed. DSM-IV Washington DC:
American Psychiatry Association, 1994.
4. Khouzan HR. Obsessive compulsive disordes : what to do if you recognize baffling
behaviour. Postgard Med 1999; 106(7): 133-41.
5. Jenike MA. Obsessive compulsive disorder. N Engl J Med 2004; 350 : 259-65