18 bulan.docx
-
Upload
sumanadi-dembank -
Category
Documents
-
view
53 -
download
0
Transcript of 18 bulan.docx
PENERAPAN METODE PROBLEM BASED INTRODUCTIONDENGAN PENDEKATAN INQUIRY UNTUK
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJARSISWA DI SD NEGERI 4 BUGBUG
KELAS V SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2012/2013
OLEH :
NI WAYAN DANGINNPM 09.1.128
JURUSAN ILMU PENDIDIKANPROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANAGAMA HINDU AMLAPURA
2013
UPACARA TIGA OTON
OLEH :
NI WAYAN DANGINNPM 09.1.128
JURUSAN ILMU PENDIDIKANPROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANAGAMA HINDU AMLAPURA
2013
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Dengan segala kerendahan hati dihaturkan puji syukur kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat Asung Kerta Wara Nugraha-Nya maka
makalah ini dapat diselesaikan. Penyusunan tulisan ini sangat berat dirasakan
mengingat keterbatasan, baik dalam ilmu pengetahuan, pengalaman, serta fasilitas
lainnya, akan tetapi disadari bahwa penyelesaian ini bukanlah semata-mata atas
usaha sendiri, melainkan berkat dorongan dari berbagai pihak, baik moral maupun
material.
Untuk itulah pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Drs. I Wayan Gama, M.Si, Ketua STKIP Agama Hindu Amlapura
yang telah banyak memberikan semangat maupun dorongannya.
2. Dosen pembimbing mata kuliah yang telah banyak memberikan bimbingan
dan petunjuk dengan sepenuh hati..
3. Bapak / Ibu dosen lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu
yang telah memberikan semangat maupun dorongan demi terlaksananya
penulisan makalah ini.
Disadari sepenuhnya bahwa karya ini masih jauh dari sempurna, banyak
terasa kekurangannya dan kelemahannya baik dalam tata bahasa maupun
susunannya.
Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi sempurnanya karya ini. Dan sebagai akhir kata mudah-mudahan
karya tulis yang sederhana ini ada manfaatnya bagi para pembaca.
Om Santih, Santih, Santih, Om
Amlapura, Februari 2013
penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1
1.1 Latar Belakang..............................................................
1.2 Rumusan Masalah.........................................................
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................
2.1 Tinjauan Upacara..........................................................
2.2 Tinjauan Yadnya...........................................................
2.3 Upacara Tiga Oton........................................................
BAB III PENUTUP..............................................................................
3.1 Kesimpulan....................................................................
3.2 Saran..............................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ajaran agama Hindu dibangun dalam tiga kerangka dasar, yaitu tattwa,
susila, dan acara agama. Ketiganya adalah satu kesatuan integral yang tak
terpisahkan serta mendasari tindak keagamaan umat Hindu. Tattwa adalah aspek
pengetahuan agama atau ajaran-ajaran agama yang harus dimengerti dan dipahami
oleh masyarakat terhadap aktivitas keagamaan yang dilaksanakan. Susila adalah
aspek pembentukan sikap keagamaan yang menuju pada sikap dan perilaku yang
baik sehingga manusia memiliki kebajikan dan kebijaksanaan, wiweka jnana.
Sementara itu aspek acara adalah tata cara pelaksanaan ajaran agama yang
diwujudkan dalam tradisi upacara sebagai wujud simbolis komunikasi manusia
dengan Tuhannya. Acara agama adalah wujud bhakti kehadapan Ida Sang Hyang
Widdhi Wasa dan seluruh manifestasi-Nya. Pada dasarnya acara agama dibagi
menjadi dua, yaitu upacara dan upakara. Upacara berkaitan dengan tata cara
ritual, seperti tata cara sembahyang, hari-hari suci keagamaan (wariga), dan
rangkaian upacara (eed). Sebaliknya, upakara adalah sarana yang
dipersembahkan dalam upacara keagamaan.
Dalam fenomena keberagamaan Hindu di Bali, acara agama tampaknya
lebih menonjol dibandingkan dengan aspek lainnya. Acara agama yang seringkali
juga disebut upacara atau ritual keagamaan merupakan pengejawantahan dan
tattwa dan susila agama Hindu. Acara agama meliputi keseluruhan dari aspek
persembahan dan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi
Wasa yang disebut yadnya. Pada dasarnya yadnya dalam agama Hindu dapat
dibagi menjadi dua, yakni nitya karma dan naimittika karma. Nitya yadnya adalah
yadnya yang dilaksanakan sehari-hari, misalnya yadnya sesa atau mesaiban.
Sebaliknya, naimittika yadnya adalah yadnya yang dilaksanakan secara berkala
atau pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada saat piodalan, rerahinan, dan hari
raya keagamaan Hindu lainnya (Tim, 2005). Akan tetapi sejauh ini masih banyak
pihak yang meragukan bahwa acara agama yang tampak dominan di Bali, adalah
bertentangan dengan isi kitab suci Weda. Oleh karena itu dalam makalah ini akan
diuraikan tentang acara agama Hindu yaitu tentang Upcara Tiga Oton atau lebih
dikenal dengan nama upacara plukutus sasih, atau delapan belas bulanan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yiatu :
1. Bagaimana Tinjuan tentang Upacara?
2. Bagaimana Tinjauan umum tentang yadnya?
3. Bagaimana Upacara Tiga Oton Sebenarnya?
1.3 Tujuan Penulisan
Dari Rumusan Masalah di atas dapat dirumuskan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Tinjuan tentang Upacara.
2. Untuk mengetahui Tinjauan umum tentang yadnya
3. Untuk mengetahui Upacara Tiga Oton Sebenarnya
BAB II
PRMBAHASAN
2.1 Tinjauan Tentang Upacara
2.1.1 Pengertian Upacara
Upacara keagamaan yang bersifat religius yang merupakan usaha yang
bertujuan untuk mencari hubungan manusia dengan Tuhan, dewa-dewa, atau
makhluk halus lainya yang mendiami alam gaib. Sistem religius ini dilaksanakan
dan melambangkan konsep-konsep yang terkandung dalam suatu sistem
kepercayaan. Sistem upacara merupakan wujud dari tingkah laku dari suatu religi.
Seluruh sistem upacara terdiri dari beraneka macam upacara yang bersifat harian,
musiman atau kadangkala. Masing-masing upacara terdiri dari kombinasi berbagai
macam unsur seperti : berdoa, bersaji (maturan), berkorban, makan bersama,
menari dan menyanyi (makidung), berprosesi, berseni sakral (drama suci),
berpuasa, bertapa, bersemadi dan sebagainya. Tata urutan dari acara-acara
tersebut adalah sudah merupakan buatan manusia sejak zaman dahulu kala, dan
merupakan ciptaan akal manusia.
Beberapa sumber mengatakan Upacara merupakan kegiatan manusia untuk
menghubungkan diri dengan Hyang Widhi. Upacara juga merupakan bagian dari
Tri Kerangka Dasar Agama Hindu selain Tattwa dan Etika. Secara etimologi,
upacara berasal dari bahasa Sansekerta yakni dari kata Upa dan Cara. Upa
memiliki arti sekeliling atau menunjuk segala, Cara berarti gerak atau aktivitas
sekeliling kehidupan umat manusia atau aktivitas umat manusia dala upaya dan
usaha menghubungkan diri dan menyatu dengan Hyang Widhi.
Jadi upacara merupakan bagian dari Tri Kerangka Dasar Agama Hindu,
dan upacara merupakan salah satu wujud nyata aktivitas manusia untuk
mendekatkan diri kepada Hyang Widhi.
2.1.2 Upacara Dalam Agama Hindu
Upacara dalam agama Hindu dilihat dari fungsinya merupakan alat yang
membantu umat Hindu dalam mengadakan konsentrasi pikiran atau pemusatan
pikiran. Dan juga merupakan sarana bagi umat Hindu di dalam mengadakan
hubungan dengan Hyang Widhi. Upacara adalah salah satu cara yang dilakukan
oleh umat Hindu untuk menghubungkan dirinya dengan Hyang Widhi. Cara yang
dilakukan untuk menghubungkan diri ada yang sederhana dan nyata. Upacara
adalah salah satu pelaksanaan dari yadnya. Dalam melaksanakan suatu upacara
digunakan sarana yang disebut upakara.
Pelaksanaan Upacara dilakukan berulang untuk sebagian atau
keseluruhannya dalam suasana religius lahir dan bathin. Sehingga upacara
merupakan bagian yang sangat penting dan tidak mungkin diabaikan begitu saja.
Upacara pada dasarnya adalah pemberian yang tulus ikhlas untuk
kepentingan bersama, karena ternyata bahwa manusia harus bertindak dan berbuat
sesuatu yang melambangkan komunitasnya dengan Tuhan.
2.2 Tinjauan Yadnya
2.2.1 Pengertian Yadnya dan Dasar Hukumnya
Yadnya adalah korban suci yang dilakukan secara tulus ikhlas dengan
tidak mengikat diri pada hasilnya.
Dasar hukum Panca Yadnya dalam agama Hindu disebut dengan Tri Rna.
Tri Rna adalah tiga jenis hutang yang dibayar melalui pelaksanaan suatu yadnya
yaitu Dewa Rna, Pitra Rna, Rsi Rna). Dewa Rna adalah hutang hidup dan mati
manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Berkat
yadnya beliau untuk menciptakan alam semesta ini beserta dengan segala isinya.
Atas jasa Tuhan Yang Maha Esa menciptakan dunia beserta isinya ini manusia
menganggap dirinya mempunyai hutang yang disebut Rna. Karena hutang inilah
manusia merasa wajib membayar melalui pelaksanaan suatu Yadnya.
Dalam Bhagawadgita, Bab III, Sloka 12 dan 13 yaitu :
Sesungguhnya keinginan untuk mendapat kesenangan telah diberikan kepadamu oleh dewa-dewa karena yadnya-mu. Sedangkan ia yang telah memperoleh kesenangan tanpa memberi yadnya sesungguhnya adalah pencuri.
Ia yang memakan sisa yadnya akan terlepas dari segala dosa, tetapi ia yang hanya memasak makanan hanya bagi dirinya sendiri, sesungguhnya makan dosa
Dalam kitab Bhagawadgita, mengingatkan dan menyadarkan manusia
agar tidak lupa mengadakan yadnya sebagai wujud balas jasa kepada Hyang
Widhi. Dengan melakukan upacara berarti pula manusia setiap saat selalu
mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Rsi Rna adalah hutang pengetahuan kepada para maha Rsi yang telah
berjasa dalam mendapatkan atau menerima pengetahuan suci yang berupa wahyu-
wahyu dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan adanya Rsi Rna akan
menimbulkan pelaksanaan Rsi Yadnya dalam Panca Yadnya.
Pitra Rna adalah kesadaran berhutang kepada orang tua (Ibu – Bapak) dan
para leluhur atas jasa-jasanya yang telah beryadnya menurunkan, memelihara dan
mendidik dari sejak dalam kandungan sampai kita bisa mandiri. Pitra Rna dapat
dibayar melalui pelaksanaan Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya dalam Panca
Yadnya.
2.2.2 Bagian-bagian Panca Yadnya
Panca Yadnya adalah lima macam persembahan / pengorbanan suci yang
dilaksanakan secara tulus ikhlas kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa”.
Bagian-bagian Panca Yadnya itu adalah : (1) Dewa Yadnya, (2) Pitra Yadnya, (3)
Rsi Yadnya, (4) Bhuta Yadnya, (5) Manusa Yadnya. \
Dewa yadnya yaitu korban suci yang ditujukan kehadapan Tuhan / Ida
Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi-Nya, Pitra Yadnya yaitu segala
sesuatu pengorbanan yang ditujukan kepada para leluhur dan kepada yang
mendahuluinya, Rsi Yadnya yaitu suatu pengorbanan yang ditujukan kepada
orang-orang suci dari pimpinan agama yang sudah medwijati, Bhuta Yadnya yaitu
segala sesuatu pengorbanan yang ditujukan kepada para Buta dan segala makhluk
ciptaan Tuhan yang lebih rendah dari manusia. Manusa Yadnya yaitu segala
sesuatu pengorbanan yang ditujukan untuk pemeliharaan umat manusia mulai dari
dalam kandungan sampai akhir hidup manusia.
2.3 Upacara Tiga Oton
Tiga Oton atau delapan belas bulan mengandung dua unsure angka yaitu 3
dan 18. angka tiga dalam agama Hindu banyak dikaitkan dengan Tiga Lapisan
Bumi ini yaitu Bhur Loka (alam manusia), Bhuwah Loka (alam leluhur) dan Swah
Loka (alam dewa/Tuhan). Atau dapat pula dikaitkan dengan Trikona, yakni
Utpatti, Sthiti, dan Pralina, yakni perputaran dari kelahiran, kehidupan dan
kematian yang berlangsung terus di alam semesta atau Bhuwana Agung sebagai
kehendak-Nya dalam wujud Sada-Siwa. Sedangkan angka 18 jika diuraikan
adalah angka 1 dan 8, yang jika dijumlahkan menjadi 9. Angka 9 sering dikaitkan
dengan adanya Dewa-Dewa (manifestasi Tuhan/ Ida Sanghyang Widhi) menurut
arah mata angina / Dewata Nawa Sanga, yaitu: Ishwara (timur) Mahesora
(tenggara), Brahma (selatan), Rudra (barat-daya), Mahadewa (barat), Sangkara
(barat-laut), Wisnu (utara), Sambhu (timur laut) dan Tripurusha (tengah-tengah).
Hal ini ada dalam Lontar Arga Patra. Kedua angka tersebut pada dasarnya
mengisyaratkan tentang para dewa yang menguasai segala penjuru di alam
semesta ini. Dengan adanya para dewa tersebut maka alam ini menjadi seimbang.
Selain itu, para Dewa adalah manifestasi dari Ida Sang Hyang Widhi yang
diwujudkan dengan berbagai bentuk dan sifatnya.
Kemudian kata oton atau Otonan berasal dari urat kata wetu yang artinya
keluar atau lahir. Otonan sendiri mengandung pengertian sebagai hari kelahiran
berdasarkan wuku kalender Hindu Bali. Upacara Otonan ini biasanya diadakan
bersamaan dengan Sapta Wara, Panca Wara dan wuku yang sama.Upacara ini
bertujuan untuk menebus kesalahan-kesalahan dan keburukan-keburukan yang
terdahulu, sehingga dalam kehidupan sekarang mencapai kehidupan yang lebih
sempurna. Upacara Otonan bermakna sebagai ungkapan rasa syukur dan terima
kasih kepada Hyang Widhi atas berkah dan rahmat yang diberikan Nya. Satu oton
adalah 6 bulan atau 210 hari, sedangkan tiga oton yaitu 18 bulan atau plekutus
sasih. Sasih atau bulan pertemuan antara Sapta Wara, dan Panca Wara. Bulan
merupakan sinar yang menerngi saat kegelapan.
Upacara tiga oton biasanya diperuntukan untuk kelahiran manusia dan
peringatan upacara dewa yadnya yiatu ngenteg linggih. Untuk kelahiran manusia
upacara otonan bertujuan untuk menebus kesalahan-kesalahan dan keburukan-
keburukan terdahulu, sehingga dalam kehidupan sekarang mencapai kehidupan
yang lebih sempurna. Banten atau upakara (sesajen) yang digunakan adalah
Prayascita, Parurubayan, Jajanganan, Tataban, Peras, Lis, Banten pesaksi ke bale
agung (Ajuman), Sajen turun tanah dan Sajen kumara. Adapun tata cara
pelaksanaan upacara tiga otonan adalah sebagai berikut :
Pandita / Pinandita sebagai pimpinan upacara melakukan pemujaan untuk
memohon persaksian terhadap Hyang Widhi Wasa dengan segala
manifestasinya.
Pemujaan terhadap Siwa Raditya (Suryastawa).
Penghormatan terhadap leluhur.
Pemujaan saat Otonan dan persembahyangan.
Selain seperti dijelaskan diatas, upacara Otonan juga bermakna sebagai
puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi atas segala berkah yang diberikan,
dan juga terdapat kepercayaan bahwa pada saat upacara Otonan itu, Tuhan dalam
manifestasinya sebagai Sang Hyang Dumadi (“roh dari orang yang Otonan”) akan
hadir dan diberikan ucapan syukur atas karunianya. Seluruh rangkaian upacara ini
dilakukan dirumah (biasanya di “bale delod”) dan dipimpin oleh
Pinandita/Pemangku/orang yang dianggap tertua dalam keluarga. Upacara Tiga
Oton juga dapat dilakukan dengan alasan Mebayuh bertujuan untuk mengurangi
hal-hal buruk dalam hidup kita, membayar hutang di masa lalu, dan tentunya
memohon keselamatan. Sarana upacara Mebayuh dicari dari pewacakan menurut
hari lahirnya (Sapta Wara, Panca Wara dan Wukunya).
Untuk upacara ngenteg linggih, upacara tiga oton merupakan urutan
upacara terakhir dari rangkaian upacara ngenteg linggih. Adapun tahapan upacara
tiga oton ini yaitu : 1) Ngaturang ayah membuat sanganan pebangkit dan sarana
upakara plukutus sasih (tiga oton) pangentegan dan penutup upacara, 2)
membangun tetaring, membuat lapan banten, Bale Pawedan, Bale Gong,
Gambang, Salonding, di pura tempat upacara, 3) Munggah sekar/Patenungan Desa
ring Bale Panti Pura Desa/Bale Agung, 4) Membangun atau membuat
Panggungan tempat stana Ida Bhatara-bhatari, 5) Matur Piuning langsung
ngelungsur Tirta pada Pura/Kahyangan, 6) Menghias panggungan pada pura yang
akan diupacarai, 7) Puncak Acara, membuat eteh-eteh sarana upakara bebanten,
Betara Kawedal/turun dari pasimpenan, Palinggih-palinggih ynng di enteg
dibuatkan lingga, Ida Bethara sami kairing Melis ke Segara / Pantai langsung
menghaturkan Banten Pakelem, kemudian Ida Betara Sami kairing ke tempat
Upacara untuk dihaturkan Upakara Bebanten Plukutus Sasih Pangentegan, Solah
Topeng Sidakarya, Solah Wayang Lemah. Solah Rejang 11 kempulan, Solah
Papendetan, Ngaturang gegitan lan kidung, 8) Besoknya ngaturang Sekar
Penganyar oleh masyarakat, di barengi dengan Solah Rejang 11 kempulan, Solah
Pemangku Papendetan, Ngaturang gegitan lan kidung, 9) Tetap Ngaturang Sekar
Penganyar, Solah Rejang 11 kempulan, Solah Pemangku Papendetan.
dilangsungkan dengan Sembahyang Bersama, sorenya mantuk Bethara : Ida
Betara diusung ke tempat Pasimpenan atau Pura-Pura lain manut linggih Ida.
Jadi berdasarkan hal tersebut di atas, Upacara Tiga Oton mempunyai arti
peringatan hari kelahiran manusia atau upacara. yang bertujuan : 1) untuk
menebus kesalahan-kesalahan dan keburukan-keburukan yang terdahulu, sehingga
dalam kehidupan sekarang mencapai kehidupan yang lebih sempurna, 2) sebagai
ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Hyang Widhi atas berkah dan
rahmat yang diberikan Nya, 3) sebagai wujud terima kasih dan bhakti atas telah
selamatnya kelahiran manusia atau suatu upacara yang telah dilaksanakan
sebelumnya, 4) wujud memohon keseimbangan alam kepada para Dewa yang
menguasai alam semesta ini sebagai manifestasi dari Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, 5) memohon ketentraman dan kemakmuran pada Ida Sang Hyang Widhi
yang menguasai tiga alam, 6) sebagai penutup rangkaian upacara yang berkaitan
dengan pembangunan atau kelahiran seseorang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik yaitu :
1. upacara merupakan bagian dari Tri Kerangka Dasar Agama Hindu, dan
upacara merupakan salah satu wujud nyata aktivitas manusia untuk
mendekatkan diri kepada Hyang Widhi
2. Yadnya adalah korban suci yang dilakukan secara tulus ikhlas dengan
tidak mengikat diri pada hasilnya.
3. Upacara Tiga Oton mempunyai arti peringatan hari kelahiran manusia atau
upacara. yang bertujuan : 1) untuk menebus kesalahan-kesalahan dan
keburukan-keburukan yang terdahulu, sehingga dalam kehidupan sekarang
mencapai kehidupan yang lebih sempurna, 2) sebagai ungkapan rasa
syukur dan terima kasih kepada Hyang Widhi atas berkah dan rahmat yang
diberikan Nya, 3) sebagai wujud terima kasih dan bhakti atas telah
selamatnya kelahiran manusia atau suatu upacara yang telah dilaksanakan
sebelumnya, 4) wujud memohon keseimbangan alam kepada para Dewa
yang menguasai alam semesta ini sebagai manifestasi dari Ida Sang Hyang
Widhi Wasa, 5) memohon ketentraman dan kemakmuran pada Ida Sang
Hyang Widhi yang menguasai tiga alam, 6) sebagai penutup rangkaian
upacara yang berkaitan dengan pembangunan atau kelahiran seseorang.
3.2 Saran
1. Setiap yadnya atau upacara tentunya memiliki makna yang mendalam
utamanya untuk kesejahteraan dan kemakmuran, hendaknya dapat
dilaksanakan dengan penuh keyakinan
DAFTAR PUSTAKA
Sarmini, Ni Luh, 2008. Nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu dalam Upacara Mekebat Daun di Desa Pakraman Selat Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem. Skripsi, Tidak Diterbitkan. Amlapura : STKIp Agama Hindu Amlapura.
http://www.babadbali.com/pustaka/ibgwdwidja/ibd.php?id=58. Diakses tanggal 6 Februari 2013
http://iwbdenpasar.wordpress.com/tag/bali/ Diakses tanggal 6 Februari 2013