175967-PBL-3-KEDKEL

27
SKENARIO 3 PEMBIAYAAN KESEHATAN 1. M & M Manajemen klinik dokter keluarga Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah suatu klinik yang didirikan secara khusus yang disebut dengan nama klinik dokter keluarga (family clinic center). Klinik doga ini dapat digunakan sendiri (solo practice) atau bersama-sama dalam satu kelompok (group practice) biasanya 2 atau 3 orang doga.Dari kedua bentuk ini yang lebih dianjurkan adalah klinik doga bersama. Dalam arti para dokter yang tergabung dalam klinik tersebut secara bersama-sama membeli dan menggunakan alat- alat praktik bersama agar lebih bermutu dan lebih terjangkau. Manajemen berdasarkan EBM penyelesaian masalah kesehatan individu sebagai komponen keluarganya. Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medik yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita. Dengan demikian, dalam praktek, EBM memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya. (Sackett et al. 1996) Evidence based medicine (EBM) adalah proses yang digunakan secara sistematik untuk menemukan, menelaah/me-rewew, dan memanfaatkan hasil-hasil studi sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik. Secara lebih rinci EBM merupakan keterpaduan antara: 1. Best research evidence. Di sini mengandung arti bahwa bukti- bukti ilmiah tersebut harus berasal dari studi-studi yang dilakukan dengan metodologi yang sangat terpercaya (khususnya randomized controlled trial), yang dilakukan secara benar.

Transcript of 175967-PBL-3-KEDKEL

SKENARIO 3 PEMBIAYAAN KESEHATAN

1. M & M Manajemen klinik dokter keluarga

Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah suatu klinik yang

didirikan secara khusus yang disebut dengan nama klinik dokter keluarga (family clinic center).

Klinik doga ini dapat digunakan sendiri (solo practice) atau bersama-sama dalam satu kelompok

(group practice) biasanya 2 atau 3 orang doga.Dari kedua bentuk ini yang lebih dianjurkan adalah

klinik doga bersama. Dalam arti para dokter yang tergabung dalam klinik tersebut secara bersama-

sama membeli dan menggunakan alat-alat praktik bersama agar lebih bermutu dan lebih terjangkau.

Manajemen berdasarkan EBM

penyelesaian masalah kesehatan individu sebagai komponen keluarganya.

Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medik yang didasarkan pada bukti-

bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita. Dengan demikian, dalam

praktek, EBM memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti

ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya. (Sackett et al. 1996)

Evidence based medicine (EBM) adalah proses yang digunakan secara sistematik untuk

menemukan, menelaah/me-rewew, dan memanfaatkan hasil-hasil studi sebagai dasar dari

pengambilan keputusan klinik.

Secara lebih rinci EBM merupakan keterpaduan antara:

1. Best research evidence. Di sini mengandung arti bahwa bukti-bukti ilmiah tersebut harus

berasal dari studi-studi yang dilakukan dengan metodologi yang sangat terpercaya

(khususnya randomized controlled trial), yang dilakukan secara benar. Studi yang dimaksud

juga harus menggunakan variabel-variabel penelitian yang dapat diukur dan dinilai secara

obyektif (misalnya tekanan darah, kadar Hb, dan kadar kolesterol), di samping

memanfaatkan metode-meiode pengukuran yang dapat menghindari risiko “bias” dari

penulis atau peneliti.

2. Clinical expertise. Untuk menjabarkan EBM diperlukan suatu kemampuan klinik (clinical

skills) yang memadai. Di sini termasuk kemampuan untuk secara cepat mengidentifikasi

kondisi pasien dan memperkirakan diagnosis secara cepat dan tepat, termasuk

mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang menyertai serta memperkirakan kemungkinan

manfaat dan risiko (risk and benefit) dari bentuk intervensi yang akan diberikan.

Kemampuan klinik ini hendaknya juga disertai dengan pengenalan secara baik terhadap

nilai-nilai yang dianut oleh pasien serta harapan-harapan yang tersirat dari pasien.

3. Patient values. Setiap pasien, dari manapun berasal, dari suku atau agama apapun tentu

mem-punyai nilai-nilai yang unik tentang status kesehatan dan penyakitnya. Pasien juga

tentu mempunyai harapan-harapan atas upaya penanganan dan pengobatan yang

diterimanya. Hal ini harus dipahami benar oleh seorang klinisi atau praktisi medik, agar

setiap upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan selain dapat diterima dan didasarkan pada

bukti-bukti ilmiah juga mempertimbangkan nilai-nilai subyektif yang dimiliki oleh pasien.

Mengingat bahwa EBM merupakan suatu cara pendekatan ilmiah yang digunakan untuk

pengambilan keputusan terapi, maka dasar-dasar ilmiah dari suatu penelitian juga perlu diuji

kebenarannya untuk mendapatkan hasil penelitian yang selain up¬date, juga dapat digunakan

sebagai dasar untuk pengambilan keputusan

2. M & M standard prosedur pemriksaan dokter keluarga

a.    Anamnesisb.    Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjangc.    Penegakkan diagnosis dan diagnosis bandingd.   Prognosise.    Konseling  membantu pasien (dan keluarga) untuk menentukan pilihan terbaik penatalaksanaan

untuk pasien sendiri.f.     Konsultasi  jika diperlukan, dokter keluarga dapat melakukan konsultasi ke dokter lain (dokter

keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, atau dinas kesehatan) yang dianggap lebih berpengalaman.

g.    Rujukanh.    Tindak lanjuti.      Tindakanj.      Pengobatan rasionalk.    Pembinaan keluarga  dilakukan bila dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan lebih baik jika

adanya partisipasi keluarga.

Pada kasus, dr telah dapat dikatakan melaksanakan tugasnya sesuai dengan kompetensinya seba-gai Doga. Dokter telah menegakkan diagnosis penyakit sesuai dengan standar pelayanan medis Doga, melalui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dokter juga telah berusaha menjelaskan dan meyakinkan pasien untuk dirujuk ke RSUD agar mendapatkan tindakan yang lebih spesialistik dalam penanganan penyakit.

3. M & M peran kerjasama yang baik antar dokter keluarga dengan tenaga kesehatan lain

dalam pelayanan kesehatan

Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK)

Pada dasarnya sistem perlayanan dokter keluarga (selanjutnya digunakan SPDK), haruslah

menerapkan ketiga tahapan pelayanan medis sesempurna mungkin. Komponen sistem, yang

sekarang biasa disebut sebagai “pemegang saham” (stakeholders), paling tidak terdiri atas:

1. DPU/DK (Sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Primer)

2. DSp (sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Sekunder)

3. DSpK (sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Tersier)

4. Dokter gigi

5. Pihak pendana (Asuransi Kesehatan, Pemerintah, dsb.)

6. Regulasi (perundangan, Sistem Kesehatan Nasional, dsb.)

7. Pasien (dengan keluarga dan masyarakatnya)

8. Farmasi (profesional dan pengusaha)

9. Staf klinik selain dokter (Bidan, perawat, dsb)

10. Karyawan non-medis

11. Dsb.

Mereka harus bekerjasama secara mutualistis mewujudkan pelayanan kesehatan yang

bermutu. Semua pemegang saham mempunyai andil, hak dan kewajiban yang sama dalam

mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan

yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan bagi pasien, tidak melanggar

aturan atau perundangan maupun etika profesi, dan menjamin kesejahteraan bagi

penyelenggaranya. Jika salah satu komponen sistem “merusak” tatanan, menyalahi aturan main

agar memperoleh keuntungan bagi dirinya, maka akibat negatifnya akan dirasakan oleh seluruh

komponen sistem termasuk, pada akhirnya, yang menyalahi aturan itu. Oleh karena itu

diperlukan kerjasama profesional yang mutualistis di antara anggota sistem.

Dengan kata lain, dalam sistem pelayanan dokter keluarga pelayanan diselenggarakan

oleh “tim” kesehatan yang bahu-membahu mewujudkan pelayanan yang berumutu. Setiap

komponen sistem mempunyai tugas masing-masng dan harus dikerjakan sungguh-sungguh

sesuai dengan tatanan yang berlaku. Bidan dan perawat membantu dokter di klinik misalnya,

memberikan obat kepada pasien d ibawah tanggung-jawab dokter. Jadi bidan dan perawat tidak

memberikan obat tanpa persetujuan dokter. Sebaliknya dokter harus memberikan perintah

tertulis di dalam rekam medis untuk setiap pemberian obat. Bidan dan perawat dibenarkan

mengingatkan dokter jika perintah pemberian obat itu tidak jelas atau belum dicantumkan.

Demikian pula dokter keluiarga yang sebenarnya dokter praktik umum dibenarkan

mengingatkan dan diharuskan bertanya langsung kepada dokter spesialis yang dikonsuli atau

dirujuki jika ada hal yang kurang jelas atau berbeda pendapat. Demikianpula komponen system

yang lain termasuk masyarakat pasien dibenarkan dan bahkan diharuskan saling kontrol saling

mengingatkan agat tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Dapat di lihat bentuk komunikasi atau kerjasama antara dokter dan teman sejawatnya di

lakukan dalam berbagai hal seperti :

1. Merujuk pasien

Pada pasien rawat jalan, karena alasan kompetensi dokter dan keterbatasan fasilitas

pelayanan, dokter yang merawat harua merujuk pasiennya pada teman sejawat lainnya.

2. Bekerjasama dengan sejawat

Dokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, ras,

usia, kecacatan, agama, status sosial atau perbedaan kompetensi yang dapat merugikan

hubungan profesional antar sejawat.

3. Bekerja dalam tim

Asuhan kesehatan selalu di ingatkan melalui kerjasama dalam tim multidisiplin.

4. Mengatur dokter pengganti.

Ketika seorang dokter berhalangan, dokter tersebut harus menentukan dokter pengganti

serta mengatur proses mengalihkan yang efektif dan komunikatif dengan dokter pengganti.

5. Mematuhi tugas

Seorang dokter yang bekerjapada institusi pelayanan atau pendidikan kedokteran harus

mematuhi tugas yang digariskan pimpinan institusi, termasuk sebagai dokter pengganti.

6. Pendelegasian wewenang

Pendelegasian wewenang kepada perawat, peseta prograrm pendidikan spesialis,

mahasiswa kedokteran dalam hal pengobatan atau perawatan atas nama dokter yang

merawat, harus disesuaikan dengan kompetensi dalam melaksanakan prosedur dan terapi

yang sesuai dengan peraturan baru.

Komunikasi Dokter-Profesi Lain

1. Kolaborasi

▪ Pengertian Menurut Shortridge, et al (1986)

Hubungan timbal balik di mana [pemberi pelayanan] memegang tanggung jawab paling

besar untuk perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka.

▪ Elemen-elemen Kolaborasi

1. Struktur

2. Proses

3. Hasil Akhir

▪ Model Kolaboratif Tipe I

1. Menekankan Komunikasi Dua Arah

2. Masih menempatkan Dokter pada posisi utama

3. Masih membatasi Hubungan Dokter dengan Pasien

▪ Model Kolaboratif Tipe II

1. Lebih berpusat pada Pasien

2. Semua Pemberi Pelayanan harus bekerja sama

3. Ada kerja sama dengan Pasien

4. Tidak ada pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus-menerus

▪ Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama

dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perspektif yang berbeda dalam

memandang pasien, dalam  prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan

teknik dalam melakukan proses kolaborasi. Kendala psikologis keilmuan dan

individual, factor sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan

kebutuhan akan upaya kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan

semangat kepentingan pasien.

▪ Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional dan

institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama

ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi.

Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar

dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi sosial masih medukung dominasi dokter.

Inti sesungguhnya dari konflik perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap

profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya.

▪ Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik bekerja

dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek

profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk

pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu negara

dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan

bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup

praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain

yang berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.

▪ Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk

mencapai tujuan kolaborasi team :

a) Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan

keahlian unik profesional.

b) Produktivitas  maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya

c) Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas

d) Meningkatnya kohesifitas antar profesional

e) Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,

f) Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas,  dan menghargai dan memahami orang lain

▪ Kesuksesan kolaborasi dalam suatu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor-faktor

a) Faktor interaksi ( interactional determinants), yaitu hubungan interpersonal

diantara anggota tim yang terdiri dari kemauan untuk berkolaborasi, percaya, saling

menghargai dan berkomunikasi .

b) Faktor Organisasi ( organizational determinants) yaitu kondisi di dalam organisasi

tersebut yang terdiri dari:

1. Organizational structure (struktur horisontal dianggap lebih berhasil daripada

struktur hierarkis);

2. Organization’s philosophy (nilai nilai keterbukaan, kejujuran, kebebasan

berekspresi, saling ketergantungan, integritas dan sikap saling percaya;

3. administrative support ( kepemimpinan);

4. team resource (tersedianya waktu untuk bertemu dan berinteraksi, membagi

lingkup praktek dengan profesional lain, bekerja dalam suatu unit yang kecil) ;

5. coordination mechanism ( pertemuan formal untuk diskusi, standarisasi

prosedur dalam bekerja ).

c) Faktor lingkungan organisasi( organization’s environment/ systemic determinants)

yaitu elemen diluar organisasi, seperti sistem sosial, budaya, pendidikan dan

profesional.

2. Pendekatan Praktik Hirarkis

Menekankan Komunikasi satu arah

Kontak Dokter dengan Pasien terbatas

Dokter merupakan Tokoh yang dominan

Cocok untuk diterapkan di keadaan tertentu, spt IGD

▪ Sebelum ada model Kolaborasi, hubungan yang ada adalah Model PRAKTIK

HIRARKIS.

▪ Praktik Hirarkis merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan sebelum profesi

perawat semakin berkembang.

▪ Selanjutnya dikenal ada 2 (dua) model Kolaborasi yang lain (Model 1 dan

▪ Pendekatan Praktik Hirarkis

menekankan komunikasi satu arah.

kontak dokter dengan pasien terbatas.

dokter merupakan tokoh yang dominan.

cocok untuk ditetapkan di keadaan tertentu , seperti: IGD

pendekatan ini sekarang masih dominan dalam praktek dokter di Indonesia

DOKTER

REGISTERED NURSE

PEMBERI PELAYANAN

LAIN

PASIEN

Komunikasi Dokter-Apoteker

Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, dokter perlu mengetahui apa yang menjadi tanggung

jawab profesi apoteker dalam pelayanan farmasi. Pelayanan farmasi dapat dilakukan di

berbagai tempat seperti rumah sakit, Puskesmas, Poliklinik, Apotek, dll. Adanya pemahaman

masing-masing pada profesi mitra kerjanya akan memudahkan terjadinya komunikasi yang

baik antar profesi

Empat unsur Pelayanan Farmasi

◦ Pelayanan Farmasi yang baik.

◦ Pelayanan profesi apoteker dalam penggunaan obat.

◦ Praktik dispensing yang baik.

Pelayanan profesional apoteker yg proaktif dalam berbagai kegiatan yg bertujuan untuk

meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.

4. M & M sistem rujukan pada klinik dokter keluarga

Sistem rujukan adalah pelimpahan wewenang dantanggung jawab atas masalah kesehatan atau

kasus penyakit yang dilakukan secara vertikalatau horizontal

◦ Vertikal antar sarana pelayanan strata berbeda

◦ Horizontal antar sarana pelayanan strata sama

Dibedakan atas dua macam:

1. Rujukan kesehatan

2. Rujukan medis

Manfaat sistem rujukan

1. Pemerintah: efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan kesehatan,

2. Penyelenggara pelayanan : kejelasan jenjang karier,

3. Masyarakat; kejelasan pola pelayanan, efektifitas dan efisiensi pemanfaatan pelayanan

kesehatan.

Rujukan kesehatan:

◦ Lingkup: Masalah kesehatan masyarakat

◦ Tujuan: Pemeliharaan den pencegahan

◦ Jalur: Dinas Kesehatan secara bertingkat

Dibedakan atas tiga macam:

◦ Rujukan sarana

◦ Rujukan teknologi

◦ Rujukan operasional

Masalah yang dimaksud mencakup antara lain:

1.     Apabila konsultasi dan atau rujukan tersebut dilakukan atas inisiatif dokter serta penjelasan yang dilakukan tidak dapat meyakinkan pasien, daat menimbulkan rasa kurang percaya pasien terhadap dokter. Sebenarnya timbul rasa kurang percaya pasien ini tidak perlu terlalu dirisaukan dalam praktik sehari-hari. Malah telah terbukti, dokter yang bijaksana serta berpikiran dewasa, untuk kebaikan pasien tidak segan-segan melakukan konsultasi atau rujukan. Yang perlu dilakukan di sini hanyalah memberikan penjelasan yang sebaik-baiknya kepada pasien tentang alasan serta maksud dilaksanakannya konsultasi atau rujukan tersebut.

2.      Apabila konsultasi dan atau rujukan tersebut dilakukan atas permintaan pasien, dapat menimbulkan rasa kurang senang pada diri dokter. Dalam hal ini dokter harus meyakinkan pasien tentang perlu atau tidaknya konsultasi atau rujukan yang dimintakan pasien tersebut. Tetapi apabila pasien tetap meminta, dokter yang bijaksana lazimnya tidak menolak permintaan pasien.

3.      Apabila tidak ada jawaban dari konsultasi

4.      Apabila tidak sependapat dengan saran/tindakan dokter konsultan

5.      Apabila ada pembatas dalam melakukan konsultasi dan ataupun rujukan. Ada yang berasal dari dokter, misalnya sikap dan perilaku yang tidak menunjang. Ada yang berasal dari pasien, misalnya tidak bersedia dan ataupun yang terpenting karena tidak cukup biaya atau karena kesulitan transportasi. Atau ada pula yang berasal dari pihak ketiga, misalnya berbagai ketentuan program asuransi kesehatan, dan ataupun perusahaan yang menanggung biaya pelayanan kesehatan. Penyelesaian terhadap berbagai pembatas ini harus dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya, dengan catatan seyogyanya sikap dan perilaku dokter sendiri tidak bersifat negatif terhadap konsultasi atau rujukan.

6.      Apabila pasien tidak bersedia untuk dikonsultasikan dan ataupun dirujuk. Banyak yang berperan di sini. Mulai dari hambatan sosial budaya sampai dengan hambatan sosial ekonomi. Di Indonesia hambatan yang paling banyak ditemukan adalah karena keadaan ekonomi penduduk yang belum memuaskan, dan karenanya tidak bersedia dan atau tidak dapat memenuhi anjuran konsultasi dan atau rujukan tersebut.

Tata cara rujukan

• Pasien harus dijelaskan selengkap mungkin alasan akan dilakukan konsultasi dan rujukan. Penjelasan ini sangat perlu, terutama jika menyangkut hal-hal yang peka, seperti dokter ahli tertentu.

• Dokter yang melakukan konsultasi harus melakukan komunikasi langsung dengan dokter yang dimintai konsultasi. Biasanya berupa surat atau bentuk tertulis yang memuat informasi secara lengkap tentang identitas, riwayat penyakit dan penanganan yang dilakukan oleh dokter keluarga.

• Keterangan yang disampaikan tentang pasien yang dikonsultasikan harus selengkap mungkin. Tujuan konsultasi pun harus jelas, apakah hanya untuk memastikan diagnosis, menginterpretasikan hasil pemeriksaaan khusus, memintakan nasihat pengobatan atau yang lainnya.

• Sesuai dengan kode etik profesi, seyogianya dokter dimintakan konsultasi wajib memberikan bantuan profesional yang diperlukan. Apabila merasa diluar keahliannya, harus menasihatkan agar berkonsultasi ke dokter ahli lain yang lebih sesuai.

• Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja

• Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta rujukan

• Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-masing pihak

Pembagian wewenang & tanggungjawab

1. Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.

2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita hanya untuksatu masalah kedokteran khusus saja.

3. Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada dokter lain untuk selamanya.

4. Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.

5. M & M sistem pembiayaan pada klinik dokter keluarga

Macam dan sumber pembiayaan

biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau

memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok

dan masyarakat.

Biaya kesehatan dapat dilihat dari dua sudut:

1. penyedia pelayanan kesehatan (health provider)

besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan dan

lebih menunjuk pada seluruh biaya investasi (investment cost) dan biaya operasional

(operational cost). Ini merupakan persoalan utama dari pihak pemerintah atau swasta yakni

pihak-pihak yang menyelenggarakan upaya kesehatan.

2. pemakai jasa kesehatan (health consumer)

besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan.ini menjadi

persoalan utama para pemakai jasa pelayanan.

Sumber biaya kesehatan:

pemerintah, swasta, masyarakat, sumber lain(hibah, pinjaman dari luarnegri).

1. seluruhnya bersumber dari anggaran pemerintah

tergantung dari bentuk pemerintahan yang dianut, ada ditemukan suatu negara yang

menanggung biaya kesehatan sepenuhnya (cuma-cuma), pada negara seperti ini tidak

ditemukan pelayanan kesehatan swasta.

2. sebagian ditanggung oleh masyarakat

masyarakat diajak berperan serta, baik dalam menyelenggarakan upaya kesehatan ataupun

pada waktu memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan. Dapat ditemukan pelayanan

kesehatan swasta,dalam hal ini masyarakat diharuskan membayar pelayanan kesehatan

yang dimanfaatkannya.

Macam-macam biaya kesehatan:

Tergantung dari jenis dan kompleksitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan atau

dimanfaatkan. Hanya saja disesuaikan dengan pembagian pelayanan kedokteran, maka biaya

kesehatan tersebut.

secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni:

1. biaya pelayanan kedokteran

biaya yang dimaksud adalah yang dibutuhkan intuk menyelenggarakan dan atau

memanfaatkan pelayanan kedokteran. Yakni yang tujuan utamanya untuk mengobati

penyakit serta memulihkan kesehatan penderita.

2. biaya pelayanan kesehatan masyarakat

biaya yang dimaksud adalah yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau

memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Yakni yang tujuan utamanya untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit.

asuransi kesehatan

adalah suatu mekanisme pengalihan resiko(sakit) dari resiko perorangan menjadi resiko

kelompok. Dengan cara mengalihkan resiko individu menjadi resiko kelompok, beban ekonomi

yang harus dipikul oleh masing0masing peserta asuransi akan lebih tetapu mengandung

kepastian karena memperoleh jaminan.

Unsur-unsur asuransi kesehatan:

◦ ada perjanjian

◦ ada pembelian perlindungan

◦ ada pembayaran premi oleh masyarakat

jenis-jenis asuransi kesehatan di Indonesia:

a) asuransi kesehatan sosial (social health insurance)

asuransi ini memegang teguh prinsipnya bahwa kesehatan adalah sebuah pelayanan sosial,

pelayanan kesehatan tidak boleh semata-mata diberikan berdasarkan status sosial

masyarakat sehingga semua lapisan berhak untuk memperoleh jaminan pelayanan

kesehatan. contoh: PT.askes, PT.jamsostek

Prinsip kerja:

▪ keikutsertaannya bersifat wajib

▪ menyertakan tenaga kerja dan keluarganya

▪ iuran/premi berdasarkan persentase gaji/pendapatan. Idealnya harus dihitung 5% dari

GDP

▪ premi untuk tenaga kerja ditanggung bersama (50%) oleh pemberi kerja dan tenaga

kerja

▪ premi tidak ditentukan oleh resiko perorangan tetapi didasarkan pada resiko kelompok

(collective risk sharing)

▪ tidak diperlukan pemeriksaan awal

▪ jaminan pemeliharaan kesehatan yang diperoleh bersifat menyeluruh (universal

coverage)

▪ peran pemerintah sangat besar untuk mendorong berkembangnya asuransi kesehatan

sosial di Indonesia. Semua pegawai negeri diwajibkan untuk mengikuti asuransi

kesehatan

b) asuransi kesehatan komersial perorangan(private voluntary health insurance)

jenis asuransi ini dapat dibeli preminya baik individu maupun segmen masyarakat kelas

menengah keatas.contoh: lipo life, BNI life, Tugu Mandiri dll.

Prinsip kerja:

▪ kepersertaan bersifat perorangan dan sukarela

▪ iuran/premi berdasarkan angka absolut, ditetapkan berdasarkan jenis tanggungan yang

dipilih.

▪ Premi berdasarkan atas resiko perorangan dan ditentukan faktor usia, jenis kelamin,

jenis pekerjaan.

▪ Dilakukan pemeriksaan kesehatan awal

▪ Santunan diberikan sesuai kontrak

▪ Peranan pemerintah relatif kecil

c) asuransi kesehatan komersial kelompok (regulated private health insurance)

ini merupakan alternatif lain sistem asuransi kesehatan komersial dengan prinsip-prinsip

dasar sbb:

▪ keikutsertaan bersifat sukarela berkelompok

▪ iuran/preminya dibayar berdasarkan atas angka absolut

▪ perhitugan premi bersifat community rating yang berlaku untuk kelompok masyarakat

▪ santunan (jaminan pemeliharaan kesehatan) diberikan sesuai dengan kontrak

▪ tidak diperlukan pemeriksaan awal

▪ peranan pemerintah cukup besar dengan membuat peraturan perundang-undangan.

Penyelenggaraan kesehatan dalam pandangan Islam termasuk pengertian riayatus

su’un(pelayanan umum) yang wajib dilakukan oleh negara atas seluruh rakyatnya, baik muslim

maupun non muslim, kaya ataupun miskin. Seluruh biaya yang diperlukan secara wajib di tanggung

oleh Baitul Mal (kas negara). Adapun peran non-pemerintah (swasta) dalam pembiayaan kesehatan

bukanlah hal yang utama.

Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar itu. Nabi saw Bersabda :

“Imam (Khalifah) laksana pengembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya” ( HR al-Bukhari).

Tidak terpenuhinya atau terjaminnya kesehatan dan pengobatan akan mendatangkan dharar bagi

masyarakat. Oleh karena itu, penyediaan layanan kesehatan menjadi tanggung jawab dan kewajiban

negara (Khilafah). Khilafah wajib membangun berbagai rumah sakit, klinik, laboratorium medis,

apotik , pusat dan lembaga litbang kesehatan, sekolah kedokteran , apoteker, perawat, bidan dan

sekolah lainnya yang menghasilkan tenaga medis, serta berbagai sarana prasarana kesehatan dan

pengobatan lainnya.

Semua pelayanan kesehatan dan pengobatan harus dikelola sesuai dengan aturan syariah.

Juga harus memperhatikan faktor ihsan dalam pelayanan yaitu wajib memenuhi 3 (tiga) prinsip baku

yang berlaku umum untuk setiap pelayanan masyarakat dalam sistem Islam: pertama, sederhana

dalam peraturan (tidak berbelit-belit). Kedua, cepat dalam pelayanan. Ketiga, profesional dalam

pelayanan, yakni dikerjakan oleh orang yang kompeten dan amanah

Sejarah Asuransi Syariah

Pada jaman Nabi Muhammad SAW, konsep asuransi syariah sudah dikenal dengan sebutan

Al-Aqila. Saat itu suku arab terdiri atas berbagai suku besar dan suku kecil. Sebagaimana kita

ketahui, Rasulullah adalah keturunan suku Qurais, salah satu suku yang terbesar. Menurut

dictionary of islam, yang ditulis Thomas Patrick, jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh

oleh anggota suku lainnya, sebagai kompensasi, keluarga terdekat dari si pembunuh akan membayar

sejumlah uang, darah atau diyat kepada pewaris Qurban.

Al’aql adalah denda, sedangkan makna al’aqil adalah orang yang menbayar denda.

Beberapa ketentuan system Aqilah yang merupakan bagian dari asuransi social ditungkan oleh Nabi

Muhammad SAW dalam piagam madina yang merupakan konstitusi pertama setelah Nabi hijrah ke

madina. Dalam pasal 3 Konstitusi madina, Rasullulah membuat ketentuan mengenai penyelamatan

jiwa para tawanan. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa jika tawanan tertahan oleh musuh karena

perang, pihak tawanan harus membayar tebusan pada musuh untuk membebaskannya

Konsep dasar asuransi syariah adalah tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan (al

birri wat taqwa). Konsep tersebut sebagai landasan yang diterapkan dalam setiap perjanjian

transaksi bisnis dalam wujud tolong menolong (akad takafuli) yang menjadikan semua peserta

sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain di dalam menghadapi resiko, yang

kita kenal sebagai sharing of risk, sebagaimana firman Allah SWT yang memerintahkan kepada kita

untuk taawun (tolong menolong) yang berbentuk al birri wat taqwa (kebaikan dan ketakwaan) dan

melarang taawun dalam bentuk al itsmi wal udwan (dosa dan permusuhan).

Dalam asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk yaitu pemindahan risiko

dari peserta/tertanggung ke perusahaan/penanggung sehingga terjadi pula transfer of fund yaitu

pemindahan dana dari tertanggung kepada penanggung. Sebagai konsekwensi maka kepemilikan

dana pun berpindah, dana peserta menjadi milik perusahaan ausransi.

Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya adalah

sebagai berikut:

Akad (Perjanjian)

◦ Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus jelas

secara hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan bisnis tersebut

saat ini dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah menjadi dasar yang

menentukan sah atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal tersebut menjadi

sangat menentukan di dalam praktek asuransi syariah. Akad antara perusahaan dengan

peserta harus jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful).

◦ Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual beli.

Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual, pembeli, harga, dan

barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam perjanjian yang diterapkan dalam

asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang

yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas,

berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan

sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal.

Perusahaan akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi

jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika peserta

dipanjangkan usia maka perusahaan akan untung namun apabila peserta baru sekali

membayar ditakdirkan meninggal maka perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut

pandangan syariah terjadi cacat karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang

akan dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan

diterima pemegang polis (pada produk non-saving).

Gharar (Ketidakjelasan) 

◦ Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam

pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.

◦ Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya

batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung, sementara kita

sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa. Jika baru sekali seorang

tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal, perusahaan akan rugi sementara pihak

tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya,

perusahaan akan untung dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan kata lain

kedua belah pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan

transaksi tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran

mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para

ulama berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum.

◦ Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat tolong-

menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme ini

oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam

praktik muamalah yang gharar.

◦ Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi (transfer

of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah milik peserta

(shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa mengklaim menjadi

milik perusahaan. 

Tabarru dan Tabungan

◦ Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya sumbangan atau

derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat bertabbaru

bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu

sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di antaranya ada yang mendapat musibah.

Oleh karena itu dana tabarru disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa

musibah, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan

oleh sesama peserta untuk saling menolong.

◦ Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah sangat dianjurkan

dalam agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat besar di hadapan Allah,

sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi SAW,"Barang siapa memenuhi hajat

saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya."(HR Bukhari Muslim dan Abu Daud).

◦ Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana yang

dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat pula unsur

dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan. Sementara investasi

pada asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru karena tidak ada unsur saving.

Hasil dari investasi akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad awal. Jika peserta

mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan dikembalikan kepada peserta

secara penuh.

◦ Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat unsur

gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama dengan al

maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional

karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis

asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar

preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang

polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional

membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan yang

diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang bersangkutan.

Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis mengambil asuransi itu

tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan

banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat

dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya klaim yang dibayarkannya.

Riba

◦ Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga,

yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat

perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan. Investasi

asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan

pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai

dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan

No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan

Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK

dilakukan berdasarkan sistem bunga.

◦ Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam dengan

sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan atas petunjuk

Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron ayat 130,"Hai

orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba yang memang riba itu bersifat

berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan."

Hadist, "Rasulullah mengutuk pemakaian riba, pemberi makan riba, penulisnya dan

saksinya seraya bersabda kepada mereka semua sama."(HR Muslim)

Dana Hangus 

◦ Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta karena suatu

sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing period. Sementara ia

telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar sejumlah uang premi. Karena

kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan tersebut menjadi hangus. Demikian juga

pada asuransi non-saving atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi

klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan.

◦ Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan menimbulkan

ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka yang tidak mampu

melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana untuk melanjutkan,

sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk akan hangus. Kondisi ini

mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah melarang kita saling menzalimi, laa

dharaa wala dhirara ( tidak ada yang merugikan dan dirugikan).

◦ Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai tunai telah

diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru masuk karena satu

dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat

diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang dniatkan sebagai dana tabarru (dana

kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada asuransi kerugian. Jika selama dan selesai

masa kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan membagikan sebagian

dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal

perjanjian (akad). Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan

sebagian ke peserta (tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya,

6. M & M adab dan tatacara pemeriksaan menurut ajaran islam pada klinik dokter keluarga

Dalam ilmu kedokteran / kesehatan untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit, dokter perlu

melaksanakan pemeriksaan pada pasien seluruh tubuhnya, baik diluar, maupun dari dalam, sehingga

pada umumnya pasien harus bersedia menanggalkan pakaiannya. Pemeriksaan dilakukan oleh dokter

di ruang pemeriksaan, di mana dokter dapat memeriksa pasien dengan leluasa tanpa dapat dilihat dan

didengar oleh orang lain. Dokter dan tenaga para medis diwajibkan secara etis memelihara kehormatan

manusia, baik dalam ruang pemeriksaan, maupun dalam ruang perawatan

Islam menentukan bahwa setiap manusia harus menghormati manusia yang lainnya, karena Allah

sebagai khalik sendiri menghormati manusia, sebagai mana di jelaskan Allah dalam surat Al Isra’ :70.

Maka dokter maupun paramedis haruslah tidak memaksakan sesuatu kepada pasien, segala tindakan

yang harus mereka kerjakan haruslah dengan suka rela dan atas keyakinan.

Untuk pemeriksaan dokter dalam menegakkan diagnosa penyakit, maka dokter berkhalwat, melihat

aurat, malah memeriksa luar dalam pasien dibolehkan hanya didasarkan pada keadaan darurat, sebagai

yang dijelaskan oleh qaidah ushul fiqh yang berbunyi : yang darurat dapat membolehkan yang

dilarang.

Islam memang mengenal darurat yang akan meringankan suatu hukum. Ada kaidah Idzaa dhoogal amr

ittasi’ (jika kondisi sulit, maka Islam memberikan kemudahan dan kelonggaran). Bahkan Kaedah lain

menyebutkan: ‘Kondisi darurat menjadikan sesuatu yang haram menjadi mubah’.

Berbicara mengenai kaidah fiqhiyyah tentang darurat maka terdapat dua kaidah yaitu kaidah pokok dan

kaidah cabang. Kaidah pokok disini menjelaskan bahwa kemudharatan harus dilenyapkan yang

bersumber dari Q.S Al- Qashash : 77), contohnya meminum khamar dan zat adiktif lainnya yang dapat

merusak akal, menghancurkan potensi sosio ekonomi, bagi peminumnya kan menurunkan

produktivitasnya. Demikian pula menghisap rokok, disamping merusak diri penghisapnya juga

mengganggu orang lain disekitarnya. Para ulama menganggap keadaan darurat sebagai suatu

kesempitan, dan jika kesempitan itu datang agama justru memberikan keluasan. 

Namun darurat itu bukan sesuatu yang bersifat rutin dan gampang dilakukan. Umumnya darurat baru

dijadikan pilihan manakala memang kondisinya akan menjadi kritis dan tidak ada alternatif lain. Itu

pun masih diiringi dengan resiko fitnah dan sebagainya.

Akan tetapi, untuk mencegah fitnah dan godaan syaitan maka sebaiknya sewaktu dokter memeriksa

pasien dihadiri orang ketiga baik dari keluarga maupun dari tenaga medis itu sendiri.

Akan lebih baik lagi jika pasien diperiksa oleh dokter sejenis, pasien perempuan diperiksa oleh dokter

perempuan dan pasien laki-laki diperiksa oleh dokter laki-laki. Karena dalam dunia kedokteran sendiri

banyak cerita-cerita bertebaran di seluruh dunia, di mana terjadi praktek asusila baik yang tak sejenis

hetero seksual, maupun yang sejenis homoseksual antara dokter dan pasien.

Dalam batas-batas tertentu, mayoritas ulama memperbolehakan berobat kepada lawan jenis jika

sekiranya yang sejenis tidak ada, dengan syarat ditunggui oleh mahram atau orang yang sejenis.

Alasannya, karena berobat hukumnya hanya sunnah dan bersikap pasrah (tawakkal) dinilai sebagai

suatu keutamaan (fadlilah). Ulama sepakat bahawa pembolehan yang diharamkan dalam keadaan

darurat, termasuk pembolehan melihat aurat orang lain,ada batasnya yang secara umum ditegaskan

dalam al-qur’an ( Q.S Al-baqarah : 173; Al-an’am :145 ;An-nahl : 115) dengan menjauhi kezaliman

dan lewat batas.

Dalam pengobatan, kebolehan hanya pada bagian tubuh yang sangat diperlukan, karena itu, bagian

tubuh yang lain yang tidak terkait langsung tetap berlaku ketentuan umum tidak boleh melihatnya.

Namun, untuk meminimalisir batasan darurat dalam pemeriksaan oleh lawan jenis sebagai upaya sadd

al-Dzari’at (menutup jalan untuk terlaksananya kejahatan), disarankan disertai mahram dan prioritas

diobati oleh yang sejenis.

Pembolehan dan batasan kebolehanya dalam keadaan darurat juga banyak disampaikan oleh tokoh

madzhab. Ahmad ibn Hanbal, tokoh utama mazhab hanbali menyatakan boleh bagi dokter/ tabib laki-

laki melihat aurat pasien lain jenis yang bukan mahram khusus pada bagian tubuh yang menuntut

untuk itu termasuk aurat vitalnya, demikian pula sebaliknya, dokter wanita boleh melihat aurat pasien

laki-laki yang bukan mahramnya dengan alasan tuntutan.

Di Indonesia, dalam fatwa MPKS disebutkan, tidak dilarang melihat aurat perempuan sakit oleh

seorang dokter laki-laki untuk keperluan memeriksa dan mengobati penyakitnya. Seluruh tubuhnya

boleh diperiksa oleh dokter laki-laki, bahkan hingga genetalianya, tetapi jika pemeriksaan dan

pengobatan itu telah mengenai genitalian dan sekiatarnya maka perlu ditemani oleh seorang anggota

keluarga laki-laki yang terdekat atau suaminya. Jadi, kebolehan berobat kepada lain jenis

dopersyaratkan jika yang sejenis tidak ada. Dalam hal demikian, dianjurakan bagi pasien untuk

menutup bagian tubuh yang tidak diobati. Demikian pula dokter atau yang sejenisnya harus membatasi

diri tidak melihat organ pasien yang tidak berkaitan langsung