175967-PBL-3-KEDKEL
-
Upload
ratna-murni -
Category
Documents
-
view
213 -
download
0
Transcript of 175967-PBL-3-KEDKEL
SKENARIO 3 PEMBIAYAAN KESEHATAN
1. M & M Manajemen klinik dokter keluarga
Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah suatu klinik yang
didirikan secara khusus yang disebut dengan nama klinik dokter keluarga (family clinic center).
Klinik doga ini dapat digunakan sendiri (solo practice) atau bersama-sama dalam satu kelompok
(group practice) biasanya 2 atau 3 orang doga.Dari kedua bentuk ini yang lebih dianjurkan adalah
klinik doga bersama. Dalam arti para dokter yang tergabung dalam klinik tersebut secara bersama-
sama membeli dan menggunakan alat-alat praktik bersama agar lebih bermutu dan lebih terjangkau.
Manajemen berdasarkan EBM
penyelesaian masalah kesehatan individu sebagai komponen keluarganya.
Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medik yang didasarkan pada bukti-
bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita. Dengan demikian, dalam
praktek, EBM memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti
ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya. (Sackett et al. 1996)
Evidence based medicine (EBM) adalah proses yang digunakan secara sistematik untuk
menemukan, menelaah/me-rewew, dan memanfaatkan hasil-hasil studi sebagai dasar dari
pengambilan keputusan klinik.
Secara lebih rinci EBM merupakan keterpaduan antara:
1. Best research evidence. Di sini mengandung arti bahwa bukti-bukti ilmiah tersebut harus
berasal dari studi-studi yang dilakukan dengan metodologi yang sangat terpercaya
(khususnya randomized controlled trial), yang dilakukan secara benar. Studi yang dimaksud
juga harus menggunakan variabel-variabel penelitian yang dapat diukur dan dinilai secara
obyektif (misalnya tekanan darah, kadar Hb, dan kadar kolesterol), di samping
memanfaatkan metode-meiode pengukuran yang dapat menghindari risiko “bias” dari
penulis atau peneliti.
2. Clinical expertise. Untuk menjabarkan EBM diperlukan suatu kemampuan klinik (clinical
skills) yang memadai. Di sini termasuk kemampuan untuk secara cepat mengidentifikasi
kondisi pasien dan memperkirakan diagnosis secara cepat dan tepat, termasuk
mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang menyertai serta memperkirakan kemungkinan
manfaat dan risiko (risk and benefit) dari bentuk intervensi yang akan diberikan.
Kemampuan klinik ini hendaknya juga disertai dengan pengenalan secara baik terhadap
nilai-nilai yang dianut oleh pasien serta harapan-harapan yang tersirat dari pasien.
3. Patient values. Setiap pasien, dari manapun berasal, dari suku atau agama apapun tentu
mem-punyai nilai-nilai yang unik tentang status kesehatan dan penyakitnya. Pasien juga
tentu mempunyai harapan-harapan atas upaya penanganan dan pengobatan yang
diterimanya. Hal ini harus dipahami benar oleh seorang klinisi atau praktisi medik, agar
setiap upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan selain dapat diterima dan didasarkan pada
bukti-bukti ilmiah juga mempertimbangkan nilai-nilai subyektif yang dimiliki oleh pasien.
Mengingat bahwa EBM merupakan suatu cara pendekatan ilmiah yang digunakan untuk
pengambilan keputusan terapi, maka dasar-dasar ilmiah dari suatu penelitian juga perlu diuji
kebenarannya untuk mendapatkan hasil penelitian yang selain up¬date, juga dapat digunakan
sebagai dasar untuk pengambilan keputusan
2. M & M standard prosedur pemriksaan dokter keluarga
a. Anamnesisb. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjangc. Penegakkan diagnosis dan diagnosis bandingd. Prognosise. Konseling membantu pasien (dan keluarga) untuk menentukan pilihan terbaik penatalaksanaan
untuk pasien sendiri.f. Konsultasi jika diperlukan, dokter keluarga dapat melakukan konsultasi ke dokter lain (dokter
keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, atau dinas kesehatan) yang dianggap lebih berpengalaman.
g. Rujukanh. Tindak lanjuti. Tindakanj. Pengobatan rasionalk. Pembinaan keluarga dilakukan bila dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan lebih baik jika
adanya partisipasi keluarga.
Pada kasus, dr telah dapat dikatakan melaksanakan tugasnya sesuai dengan kompetensinya seba-gai Doga. Dokter telah menegakkan diagnosis penyakit sesuai dengan standar pelayanan medis Doga, melalui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dokter juga telah berusaha menjelaskan dan meyakinkan pasien untuk dirujuk ke RSUD agar mendapatkan tindakan yang lebih spesialistik dalam penanganan penyakit.
3. M & M peran kerjasama yang baik antar dokter keluarga dengan tenaga kesehatan lain
dalam pelayanan kesehatan
Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK)
Pada dasarnya sistem perlayanan dokter keluarga (selanjutnya digunakan SPDK), haruslah
menerapkan ketiga tahapan pelayanan medis sesempurna mungkin. Komponen sistem, yang
sekarang biasa disebut sebagai “pemegang saham” (stakeholders), paling tidak terdiri atas:
1. DPU/DK (Sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Primer)
2. DSp (sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Sekunder)
3. DSpK (sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Tersier)
4. Dokter gigi
5. Pihak pendana (Asuransi Kesehatan, Pemerintah, dsb.)
6. Regulasi (perundangan, Sistem Kesehatan Nasional, dsb.)
7. Pasien (dengan keluarga dan masyarakatnya)
8. Farmasi (profesional dan pengusaha)
9. Staf klinik selain dokter (Bidan, perawat, dsb)
10. Karyawan non-medis
11. Dsb.
Mereka harus bekerjasama secara mutualistis mewujudkan pelayanan kesehatan yang
bermutu. Semua pemegang saham mempunyai andil, hak dan kewajiban yang sama dalam
mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan
yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan bagi pasien, tidak melanggar
aturan atau perundangan maupun etika profesi, dan menjamin kesejahteraan bagi
penyelenggaranya. Jika salah satu komponen sistem “merusak” tatanan, menyalahi aturan main
agar memperoleh keuntungan bagi dirinya, maka akibat negatifnya akan dirasakan oleh seluruh
komponen sistem termasuk, pada akhirnya, yang menyalahi aturan itu. Oleh karena itu
diperlukan kerjasama profesional yang mutualistis di antara anggota sistem.
Dengan kata lain, dalam sistem pelayanan dokter keluarga pelayanan diselenggarakan
oleh “tim” kesehatan yang bahu-membahu mewujudkan pelayanan yang berumutu. Setiap
komponen sistem mempunyai tugas masing-masng dan harus dikerjakan sungguh-sungguh
sesuai dengan tatanan yang berlaku. Bidan dan perawat membantu dokter di klinik misalnya,
memberikan obat kepada pasien d ibawah tanggung-jawab dokter. Jadi bidan dan perawat tidak
memberikan obat tanpa persetujuan dokter. Sebaliknya dokter harus memberikan perintah
tertulis di dalam rekam medis untuk setiap pemberian obat. Bidan dan perawat dibenarkan
mengingatkan dokter jika perintah pemberian obat itu tidak jelas atau belum dicantumkan.
Demikian pula dokter keluiarga yang sebenarnya dokter praktik umum dibenarkan
mengingatkan dan diharuskan bertanya langsung kepada dokter spesialis yang dikonsuli atau
dirujuki jika ada hal yang kurang jelas atau berbeda pendapat. Demikianpula komponen system
yang lain termasuk masyarakat pasien dibenarkan dan bahkan diharuskan saling kontrol saling
mengingatkan agat tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Dapat di lihat bentuk komunikasi atau kerjasama antara dokter dan teman sejawatnya di
lakukan dalam berbagai hal seperti :
1. Merujuk pasien
Pada pasien rawat jalan, karena alasan kompetensi dokter dan keterbatasan fasilitas
pelayanan, dokter yang merawat harua merujuk pasiennya pada teman sejawat lainnya.
2. Bekerjasama dengan sejawat
Dokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, ras,
usia, kecacatan, agama, status sosial atau perbedaan kompetensi yang dapat merugikan
hubungan profesional antar sejawat.
3. Bekerja dalam tim
Asuhan kesehatan selalu di ingatkan melalui kerjasama dalam tim multidisiplin.
4. Mengatur dokter pengganti.
Ketika seorang dokter berhalangan, dokter tersebut harus menentukan dokter pengganti
serta mengatur proses mengalihkan yang efektif dan komunikatif dengan dokter pengganti.
5. Mematuhi tugas
Seorang dokter yang bekerjapada institusi pelayanan atau pendidikan kedokteran harus
mematuhi tugas yang digariskan pimpinan institusi, termasuk sebagai dokter pengganti.
6. Pendelegasian wewenang
Pendelegasian wewenang kepada perawat, peseta prograrm pendidikan spesialis,
mahasiswa kedokteran dalam hal pengobatan atau perawatan atas nama dokter yang
merawat, harus disesuaikan dengan kompetensi dalam melaksanakan prosedur dan terapi
yang sesuai dengan peraturan baru.
Komunikasi Dokter-Profesi Lain
1. Kolaborasi
▪ Pengertian Menurut Shortridge, et al (1986)
Hubungan timbal balik di mana [pemberi pelayanan] memegang tanggung jawab paling
besar untuk perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka.
▪ Elemen-elemen Kolaborasi
1. Struktur
2. Proses
3. Hasil Akhir
▪ Model Kolaboratif Tipe I
1. Menekankan Komunikasi Dua Arah
2. Masih menempatkan Dokter pada posisi utama
3. Masih membatasi Hubungan Dokter dengan Pasien
▪ Model Kolaboratif Tipe II
1. Lebih berpusat pada Pasien
2. Semua Pemberi Pelayanan harus bekerja sama
3. Ada kerja sama dengan Pasien
4. Tidak ada pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus-menerus
▪ Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama
dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perspektif yang berbeda dalam
memandang pasien, dalam prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan
teknik dalam melakukan proses kolaborasi. Kendala psikologis keilmuan dan
individual, factor sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan
kebutuhan akan upaya kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan
semangat kepentingan pasien.
▪ Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional dan
institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama
ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi.
Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar
dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi sosial masih medukung dominasi dokter.
Inti sesungguhnya dari konflik perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap
profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya.
▪ Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik bekerja
dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek
profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk
pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu negara
dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan
bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup
praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain
yang berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
▪ Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan untuk
mencapai tujuan kolaborasi team :
a) Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan
keahlian unik profesional.
b) Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
c) Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
d) Meningkatnya kohesifitas antar profesional
e) Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
f) Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain
▪ Kesuksesan kolaborasi dalam suatu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor-faktor
a) Faktor interaksi ( interactional determinants), yaitu hubungan interpersonal
diantara anggota tim yang terdiri dari kemauan untuk berkolaborasi, percaya, saling
menghargai dan berkomunikasi .
b) Faktor Organisasi ( organizational determinants) yaitu kondisi di dalam organisasi
tersebut yang terdiri dari:
1. Organizational structure (struktur horisontal dianggap lebih berhasil daripada
struktur hierarkis);
2. Organization’s philosophy (nilai nilai keterbukaan, kejujuran, kebebasan
berekspresi, saling ketergantungan, integritas dan sikap saling percaya;
3. administrative support ( kepemimpinan);
4. team resource (tersedianya waktu untuk bertemu dan berinteraksi, membagi
lingkup praktek dengan profesional lain, bekerja dalam suatu unit yang kecil) ;
5. coordination mechanism ( pertemuan formal untuk diskusi, standarisasi
prosedur dalam bekerja ).
c) Faktor lingkungan organisasi( organization’s environment/ systemic determinants)
yaitu elemen diluar organisasi, seperti sistem sosial, budaya, pendidikan dan
profesional.
2. Pendekatan Praktik Hirarkis
Menekankan Komunikasi satu arah
Kontak Dokter dengan Pasien terbatas
Dokter merupakan Tokoh yang dominan
Cocok untuk diterapkan di keadaan tertentu, spt IGD
▪ Sebelum ada model Kolaborasi, hubungan yang ada adalah Model PRAKTIK
HIRARKIS.
▪ Praktik Hirarkis merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan sebelum profesi
perawat semakin berkembang.
▪ Selanjutnya dikenal ada 2 (dua) model Kolaborasi yang lain (Model 1 dan
▪ Pendekatan Praktik Hirarkis
menekankan komunikasi satu arah.
kontak dokter dengan pasien terbatas.
dokter merupakan tokoh yang dominan.
cocok untuk ditetapkan di keadaan tertentu , seperti: IGD
pendekatan ini sekarang masih dominan dalam praktek dokter di Indonesia
DOKTER
REGISTERED NURSE
PEMBERI PELAYANAN
LAIN
PASIEN
Komunikasi Dokter-Apoteker
Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, dokter perlu mengetahui apa yang menjadi tanggung
jawab profesi apoteker dalam pelayanan farmasi. Pelayanan farmasi dapat dilakukan di
berbagai tempat seperti rumah sakit, Puskesmas, Poliklinik, Apotek, dll. Adanya pemahaman
masing-masing pada profesi mitra kerjanya akan memudahkan terjadinya komunikasi yang
baik antar profesi
Empat unsur Pelayanan Farmasi
◦ Pelayanan Farmasi yang baik.
◦ Pelayanan profesi apoteker dalam penggunaan obat.
◦ Praktik dispensing yang baik.
Pelayanan profesional apoteker yg proaktif dalam berbagai kegiatan yg bertujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.
4. M & M sistem rujukan pada klinik dokter keluarga
Sistem rujukan adalah pelimpahan wewenang dantanggung jawab atas masalah kesehatan atau
kasus penyakit yang dilakukan secara vertikalatau horizontal
◦ Vertikal antar sarana pelayanan strata berbeda
◦ Horizontal antar sarana pelayanan strata sama
Dibedakan atas dua macam:
1. Rujukan kesehatan
2. Rujukan medis
Manfaat sistem rujukan
1. Pemerintah: efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan kesehatan,
2. Penyelenggara pelayanan : kejelasan jenjang karier,
3. Masyarakat; kejelasan pola pelayanan, efektifitas dan efisiensi pemanfaatan pelayanan
kesehatan.
Rujukan kesehatan:
◦ Lingkup: Masalah kesehatan masyarakat
◦ Tujuan: Pemeliharaan den pencegahan
◦ Jalur: Dinas Kesehatan secara bertingkat
Dibedakan atas tiga macam:
◦ Rujukan sarana
◦ Rujukan teknologi
◦ Rujukan operasional
Masalah yang dimaksud mencakup antara lain:
1. Apabila konsultasi dan atau rujukan tersebut dilakukan atas inisiatif dokter serta penjelasan yang dilakukan tidak dapat meyakinkan pasien, daat menimbulkan rasa kurang percaya pasien terhadap dokter. Sebenarnya timbul rasa kurang percaya pasien ini tidak perlu terlalu dirisaukan dalam praktik sehari-hari. Malah telah terbukti, dokter yang bijaksana serta berpikiran dewasa, untuk kebaikan pasien tidak segan-segan melakukan konsultasi atau rujukan. Yang perlu dilakukan di sini hanyalah memberikan penjelasan yang sebaik-baiknya kepada pasien tentang alasan serta maksud dilaksanakannya konsultasi atau rujukan tersebut.
2. Apabila konsultasi dan atau rujukan tersebut dilakukan atas permintaan pasien, dapat menimbulkan rasa kurang senang pada diri dokter. Dalam hal ini dokter harus meyakinkan pasien tentang perlu atau tidaknya konsultasi atau rujukan yang dimintakan pasien tersebut. Tetapi apabila pasien tetap meminta, dokter yang bijaksana lazimnya tidak menolak permintaan pasien.
3. Apabila tidak ada jawaban dari konsultasi
4. Apabila tidak sependapat dengan saran/tindakan dokter konsultan
5. Apabila ada pembatas dalam melakukan konsultasi dan ataupun rujukan. Ada yang berasal dari dokter, misalnya sikap dan perilaku yang tidak menunjang. Ada yang berasal dari pasien, misalnya tidak bersedia dan ataupun yang terpenting karena tidak cukup biaya atau karena kesulitan transportasi. Atau ada pula yang berasal dari pihak ketiga, misalnya berbagai ketentuan program asuransi kesehatan, dan ataupun perusahaan yang menanggung biaya pelayanan kesehatan. Penyelesaian terhadap berbagai pembatas ini harus dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya, dengan catatan seyogyanya sikap dan perilaku dokter sendiri tidak bersifat negatif terhadap konsultasi atau rujukan.
6. Apabila pasien tidak bersedia untuk dikonsultasikan dan ataupun dirujuk. Banyak yang berperan di sini. Mulai dari hambatan sosial budaya sampai dengan hambatan sosial ekonomi. Di Indonesia hambatan yang paling banyak ditemukan adalah karena keadaan ekonomi penduduk yang belum memuaskan, dan karenanya tidak bersedia dan atau tidak dapat memenuhi anjuran konsultasi dan atau rujukan tersebut.
Tata cara rujukan
• Pasien harus dijelaskan selengkap mungkin alasan akan dilakukan konsultasi dan rujukan. Penjelasan ini sangat perlu, terutama jika menyangkut hal-hal yang peka, seperti dokter ahli tertentu.
• Dokter yang melakukan konsultasi harus melakukan komunikasi langsung dengan dokter yang dimintai konsultasi. Biasanya berupa surat atau bentuk tertulis yang memuat informasi secara lengkap tentang identitas, riwayat penyakit dan penanganan yang dilakukan oleh dokter keluarga.
• Keterangan yang disampaikan tentang pasien yang dikonsultasikan harus selengkap mungkin. Tujuan konsultasi pun harus jelas, apakah hanya untuk memastikan diagnosis, menginterpretasikan hasil pemeriksaaan khusus, memintakan nasihat pengobatan atau yang lainnya.
• Sesuai dengan kode etik profesi, seyogianya dokter dimintakan konsultasi wajib memberikan bantuan profesional yang diperlukan. Apabila merasa diluar keahliannya, harus menasihatkan agar berkonsultasi ke dokter ahli lain yang lebih sesuai.
• Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja
• Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta rujukan
• Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-masing pihak
Pembagian wewenang & tanggungjawab
1. Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.
2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita hanya untuksatu masalah kedokteran khusus saja.
3. Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada dokter lain untuk selamanya.
4. Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur.
5. M & M sistem pembiayaan pada klinik dokter keluarga
Macam dan sumber pembiayaan
biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok
dan masyarakat.
Biaya kesehatan dapat dilihat dari dua sudut:
1. penyedia pelayanan kesehatan (health provider)
besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan dan
lebih menunjuk pada seluruh biaya investasi (investment cost) dan biaya operasional
(operational cost). Ini merupakan persoalan utama dari pihak pemerintah atau swasta yakni
pihak-pihak yang menyelenggarakan upaya kesehatan.
2. pemakai jasa kesehatan (health consumer)
besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan.ini menjadi
persoalan utama para pemakai jasa pelayanan.
Sumber biaya kesehatan:
pemerintah, swasta, masyarakat, sumber lain(hibah, pinjaman dari luarnegri).
1. seluruhnya bersumber dari anggaran pemerintah
tergantung dari bentuk pemerintahan yang dianut, ada ditemukan suatu negara yang
menanggung biaya kesehatan sepenuhnya (cuma-cuma), pada negara seperti ini tidak
ditemukan pelayanan kesehatan swasta.
2. sebagian ditanggung oleh masyarakat
masyarakat diajak berperan serta, baik dalam menyelenggarakan upaya kesehatan ataupun
pada waktu memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan. Dapat ditemukan pelayanan
kesehatan swasta,dalam hal ini masyarakat diharuskan membayar pelayanan kesehatan
yang dimanfaatkannya.
Macam-macam biaya kesehatan:
Tergantung dari jenis dan kompleksitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan atau
dimanfaatkan. Hanya saja disesuaikan dengan pembagian pelayanan kedokteran, maka biaya
kesehatan tersebut.
secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni:
1. biaya pelayanan kedokteran
biaya yang dimaksud adalah yang dibutuhkan intuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan pelayanan kedokteran. Yakni yang tujuan utamanya untuk mengobati
penyakit serta memulihkan kesehatan penderita.
2. biaya pelayanan kesehatan masyarakat
biaya yang dimaksud adalah yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Yakni yang tujuan utamanya untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit.
asuransi kesehatan
adalah suatu mekanisme pengalihan resiko(sakit) dari resiko perorangan menjadi resiko
kelompok. Dengan cara mengalihkan resiko individu menjadi resiko kelompok, beban ekonomi
yang harus dipikul oleh masing0masing peserta asuransi akan lebih tetapu mengandung
kepastian karena memperoleh jaminan.
Unsur-unsur asuransi kesehatan:
◦ ada perjanjian
◦ ada pembelian perlindungan
◦ ada pembayaran premi oleh masyarakat
jenis-jenis asuransi kesehatan di Indonesia:
a) asuransi kesehatan sosial (social health insurance)
asuransi ini memegang teguh prinsipnya bahwa kesehatan adalah sebuah pelayanan sosial,
pelayanan kesehatan tidak boleh semata-mata diberikan berdasarkan status sosial
masyarakat sehingga semua lapisan berhak untuk memperoleh jaminan pelayanan
kesehatan. contoh: PT.askes, PT.jamsostek
Prinsip kerja:
▪ keikutsertaannya bersifat wajib
▪ menyertakan tenaga kerja dan keluarganya
▪ iuran/premi berdasarkan persentase gaji/pendapatan. Idealnya harus dihitung 5% dari
GDP
▪ premi untuk tenaga kerja ditanggung bersama (50%) oleh pemberi kerja dan tenaga
kerja
▪ premi tidak ditentukan oleh resiko perorangan tetapi didasarkan pada resiko kelompok
(collective risk sharing)
▪ tidak diperlukan pemeriksaan awal
▪ jaminan pemeliharaan kesehatan yang diperoleh bersifat menyeluruh (universal
coverage)
▪ peran pemerintah sangat besar untuk mendorong berkembangnya asuransi kesehatan
sosial di Indonesia. Semua pegawai negeri diwajibkan untuk mengikuti asuransi
kesehatan
b) asuransi kesehatan komersial perorangan(private voluntary health insurance)
jenis asuransi ini dapat dibeli preminya baik individu maupun segmen masyarakat kelas
menengah keatas.contoh: lipo life, BNI life, Tugu Mandiri dll.
Prinsip kerja:
▪ kepersertaan bersifat perorangan dan sukarela
▪ iuran/premi berdasarkan angka absolut, ditetapkan berdasarkan jenis tanggungan yang
dipilih.
▪ Premi berdasarkan atas resiko perorangan dan ditentukan faktor usia, jenis kelamin,
jenis pekerjaan.
▪ Dilakukan pemeriksaan kesehatan awal
▪ Santunan diberikan sesuai kontrak
▪ Peranan pemerintah relatif kecil
c) asuransi kesehatan komersial kelompok (regulated private health insurance)
ini merupakan alternatif lain sistem asuransi kesehatan komersial dengan prinsip-prinsip
dasar sbb:
▪ keikutsertaan bersifat sukarela berkelompok
▪ iuran/preminya dibayar berdasarkan atas angka absolut
▪ perhitugan premi bersifat community rating yang berlaku untuk kelompok masyarakat
▪ santunan (jaminan pemeliharaan kesehatan) diberikan sesuai dengan kontrak
▪ tidak diperlukan pemeriksaan awal
▪ peranan pemerintah cukup besar dengan membuat peraturan perundang-undangan.
Penyelenggaraan kesehatan dalam pandangan Islam termasuk pengertian riayatus
su’un(pelayanan umum) yang wajib dilakukan oleh negara atas seluruh rakyatnya, baik muslim
maupun non muslim, kaya ataupun miskin. Seluruh biaya yang diperlukan secara wajib di tanggung
oleh Baitul Mal (kas negara). Adapun peran non-pemerintah (swasta) dalam pembiayaan kesehatan
bukanlah hal yang utama.
Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar itu. Nabi saw Bersabda :
“Imam (Khalifah) laksana pengembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya” ( HR al-Bukhari).
Tidak terpenuhinya atau terjaminnya kesehatan dan pengobatan akan mendatangkan dharar bagi
masyarakat. Oleh karena itu, penyediaan layanan kesehatan menjadi tanggung jawab dan kewajiban
negara (Khilafah). Khilafah wajib membangun berbagai rumah sakit, klinik, laboratorium medis,
apotik , pusat dan lembaga litbang kesehatan, sekolah kedokteran , apoteker, perawat, bidan dan
sekolah lainnya yang menghasilkan tenaga medis, serta berbagai sarana prasarana kesehatan dan
pengobatan lainnya.
Semua pelayanan kesehatan dan pengobatan harus dikelola sesuai dengan aturan syariah.
Juga harus memperhatikan faktor ihsan dalam pelayanan yaitu wajib memenuhi 3 (tiga) prinsip baku
yang berlaku umum untuk setiap pelayanan masyarakat dalam sistem Islam: pertama, sederhana
dalam peraturan (tidak berbelit-belit). Kedua, cepat dalam pelayanan. Ketiga, profesional dalam
pelayanan, yakni dikerjakan oleh orang yang kompeten dan amanah
Sejarah Asuransi Syariah
Pada jaman Nabi Muhammad SAW, konsep asuransi syariah sudah dikenal dengan sebutan
Al-Aqila. Saat itu suku arab terdiri atas berbagai suku besar dan suku kecil. Sebagaimana kita
ketahui, Rasulullah adalah keturunan suku Qurais, salah satu suku yang terbesar. Menurut
dictionary of islam, yang ditulis Thomas Patrick, jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh
oleh anggota suku lainnya, sebagai kompensasi, keluarga terdekat dari si pembunuh akan membayar
sejumlah uang, darah atau diyat kepada pewaris Qurban.
Al’aql adalah denda, sedangkan makna al’aqil adalah orang yang menbayar denda.
Beberapa ketentuan system Aqilah yang merupakan bagian dari asuransi social ditungkan oleh Nabi
Muhammad SAW dalam piagam madina yang merupakan konstitusi pertama setelah Nabi hijrah ke
madina. Dalam pasal 3 Konstitusi madina, Rasullulah membuat ketentuan mengenai penyelamatan
jiwa para tawanan. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa jika tawanan tertahan oleh musuh karena
perang, pihak tawanan harus membayar tebusan pada musuh untuk membebaskannya
Konsep dasar asuransi syariah adalah tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan (al
birri wat taqwa). Konsep tersebut sebagai landasan yang diterapkan dalam setiap perjanjian
transaksi bisnis dalam wujud tolong menolong (akad takafuli) yang menjadikan semua peserta
sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain di dalam menghadapi resiko, yang
kita kenal sebagai sharing of risk, sebagaimana firman Allah SWT yang memerintahkan kepada kita
untuk taawun (tolong menolong) yang berbentuk al birri wat taqwa (kebaikan dan ketakwaan) dan
melarang taawun dalam bentuk al itsmi wal udwan (dosa dan permusuhan).
Dalam asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk yaitu pemindahan risiko
dari peserta/tertanggung ke perusahaan/penanggung sehingga terjadi pula transfer of fund yaitu
pemindahan dana dari tertanggung kepada penanggung. Sebagai konsekwensi maka kepemilikan
dana pun berpindah, dana peserta menjadi milik perusahaan ausransi.
Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya adalah
sebagai berikut:
Akad (Perjanjian)
◦ Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus jelas
secara hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan bisnis tersebut
saat ini dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah menjadi dasar yang
menentukan sah atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal tersebut menjadi
sangat menentukan di dalam praktek asuransi syariah. Akad antara perusahaan dengan
peserta harus jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful).
◦ Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual beli.
Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual, pembeli, harga, dan
barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam perjanjian yang diterapkan dalam
asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang
yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas,
berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan
sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal.
Perusahaan akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi
jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika peserta
dipanjangkan usia maka perusahaan akan untung namun apabila peserta baru sekali
membayar ditakdirkan meninggal maka perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut
pandangan syariah terjadi cacat karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang
akan dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan
diterima pemegang polis (pada produk non-saving).
Gharar (Ketidakjelasan)
◦ Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam
pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.
◦ Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya
batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung, sementara kita
sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa. Jika baru sekali seorang
tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal, perusahaan akan rugi sementara pihak
tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya,
perusahaan akan untung dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan kata lain
kedua belah pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan
transaksi tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran
mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para
ulama berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum.
◦ Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat tolong-
menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme ini
oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam
praktik muamalah yang gharar.
◦ Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi (transfer
of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah milik peserta
(shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa mengklaim menjadi
milik perusahaan.
Tabarru dan Tabungan
◦ Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya sumbangan atau
derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat bertabbaru
bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu
sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di antaranya ada yang mendapat musibah.
Oleh karena itu dana tabarru disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa
musibah, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan
oleh sesama peserta untuk saling menolong.
◦ Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah sangat dianjurkan
dalam agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat besar di hadapan Allah,
sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi SAW,"Barang siapa memenuhi hajat
saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya."(HR Bukhari Muslim dan Abu Daud).
◦ Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana yang
dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat pula unsur
dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan. Sementara investasi
pada asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru karena tidak ada unsur saving.
Hasil dari investasi akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad awal. Jika peserta
mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan dikembalikan kepada peserta
secara penuh.
◦ Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat unsur
gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama dengan al
maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional
karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis
asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar
preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang
polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional
membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan yang
diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang bersangkutan.
Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis mengambil asuransi itu
tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan
banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat
dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya klaim yang dibayarkannya.
Riba
◦ Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga,
yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat
perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan. Investasi
asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan
pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai
dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan
No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK
dilakukan berdasarkan sistem bunga.
◦ Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam dengan
sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan atas petunjuk
Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron ayat 130,"Hai
orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba yang memang riba itu bersifat
berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan."
Hadist, "Rasulullah mengutuk pemakaian riba, pemberi makan riba, penulisnya dan
saksinya seraya bersabda kepada mereka semua sama."(HR Muslim)
Dana Hangus
◦ Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta karena suatu
sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing period. Sementara ia
telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar sejumlah uang premi. Karena
kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan tersebut menjadi hangus. Demikian juga
pada asuransi non-saving atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi
klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan.
◦ Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan menimbulkan
ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka yang tidak mampu
melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana untuk melanjutkan,
sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk akan hangus. Kondisi ini
mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah melarang kita saling menzalimi, laa
dharaa wala dhirara ( tidak ada yang merugikan dan dirugikan).
◦ Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai tunai telah
diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru masuk karena satu
dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat
diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang dniatkan sebagai dana tabarru (dana
kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada asuransi kerugian. Jika selama dan selesai
masa kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan membagikan sebagian
dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal
perjanjian (akad). Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan
sebagian ke peserta (tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya,
6. M & M adab dan tatacara pemeriksaan menurut ajaran islam pada klinik dokter keluarga
Dalam ilmu kedokteran / kesehatan untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit, dokter perlu
melaksanakan pemeriksaan pada pasien seluruh tubuhnya, baik diluar, maupun dari dalam, sehingga
pada umumnya pasien harus bersedia menanggalkan pakaiannya. Pemeriksaan dilakukan oleh dokter
di ruang pemeriksaan, di mana dokter dapat memeriksa pasien dengan leluasa tanpa dapat dilihat dan
didengar oleh orang lain. Dokter dan tenaga para medis diwajibkan secara etis memelihara kehormatan
manusia, baik dalam ruang pemeriksaan, maupun dalam ruang perawatan
Islam menentukan bahwa setiap manusia harus menghormati manusia yang lainnya, karena Allah
sebagai khalik sendiri menghormati manusia, sebagai mana di jelaskan Allah dalam surat Al Isra’ :70.
Maka dokter maupun paramedis haruslah tidak memaksakan sesuatu kepada pasien, segala tindakan
yang harus mereka kerjakan haruslah dengan suka rela dan atas keyakinan.
Untuk pemeriksaan dokter dalam menegakkan diagnosa penyakit, maka dokter berkhalwat, melihat
aurat, malah memeriksa luar dalam pasien dibolehkan hanya didasarkan pada keadaan darurat, sebagai
yang dijelaskan oleh qaidah ushul fiqh yang berbunyi : yang darurat dapat membolehkan yang
dilarang.
Islam memang mengenal darurat yang akan meringankan suatu hukum. Ada kaidah Idzaa dhoogal amr
ittasi’ (jika kondisi sulit, maka Islam memberikan kemudahan dan kelonggaran). Bahkan Kaedah lain
menyebutkan: ‘Kondisi darurat menjadikan sesuatu yang haram menjadi mubah’.
Berbicara mengenai kaidah fiqhiyyah tentang darurat maka terdapat dua kaidah yaitu kaidah pokok dan
kaidah cabang. Kaidah pokok disini menjelaskan bahwa kemudharatan harus dilenyapkan yang
bersumber dari Q.S Al- Qashash : 77), contohnya meminum khamar dan zat adiktif lainnya yang dapat
merusak akal, menghancurkan potensi sosio ekonomi, bagi peminumnya kan menurunkan
produktivitasnya. Demikian pula menghisap rokok, disamping merusak diri penghisapnya juga
mengganggu orang lain disekitarnya. Para ulama menganggap keadaan darurat sebagai suatu
kesempitan, dan jika kesempitan itu datang agama justru memberikan keluasan.
Namun darurat itu bukan sesuatu yang bersifat rutin dan gampang dilakukan. Umumnya darurat baru
dijadikan pilihan manakala memang kondisinya akan menjadi kritis dan tidak ada alternatif lain. Itu
pun masih diiringi dengan resiko fitnah dan sebagainya.
Akan tetapi, untuk mencegah fitnah dan godaan syaitan maka sebaiknya sewaktu dokter memeriksa
pasien dihadiri orang ketiga baik dari keluarga maupun dari tenaga medis itu sendiri.
Akan lebih baik lagi jika pasien diperiksa oleh dokter sejenis, pasien perempuan diperiksa oleh dokter
perempuan dan pasien laki-laki diperiksa oleh dokter laki-laki. Karena dalam dunia kedokteran sendiri
banyak cerita-cerita bertebaran di seluruh dunia, di mana terjadi praktek asusila baik yang tak sejenis
hetero seksual, maupun yang sejenis homoseksual antara dokter dan pasien.
Dalam batas-batas tertentu, mayoritas ulama memperbolehakan berobat kepada lawan jenis jika
sekiranya yang sejenis tidak ada, dengan syarat ditunggui oleh mahram atau orang yang sejenis.
Alasannya, karena berobat hukumnya hanya sunnah dan bersikap pasrah (tawakkal) dinilai sebagai
suatu keutamaan (fadlilah). Ulama sepakat bahawa pembolehan yang diharamkan dalam keadaan
darurat, termasuk pembolehan melihat aurat orang lain,ada batasnya yang secara umum ditegaskan
dalam al-qur’an ( Q.S Al-baqarah : 173; Al-an’am :145 ;An-nahl : 115) dengan menjauhi kezaliman
dan lewat batas.
Dalam pengobatan, kebolehan hanya pada bagian tubuh yang sangat diperlukan, karena itu, bagian
tubuh yang lain yang tidak terkait langsung tetap berlaku ketentuan umum tidak boleh melihatnya.
Namun, untuk meminimalisir batasan darurat dalam pemeriksaan oleh lawan jenis sebagai upaya sadd
al-Dzari’at (menutup jalan untuk terlaksananya kejahatan), disarankan disertai mahram dan prioritas
diobati oleh yang sejenis.
Pembolehan dan batasan kebolehanya dalam keadaan darurat juga banyak disampaikan oleh tokoh
madzhab. Ahmad ibn Hanbal, tokoh utama mazhab hanbali menyatakan boleh bagi dokter/ tabib laki-
laki melihat aurat pasien lain jenis yang bukan mahram khusus pada bagian tubuh yang menuntut
untuk itu termasuk aurat vitalnya, demikian pula sebaliknya, dokter wanita boleh melihat aurat pasien
laki-laki yang bukan mahramnya dengan alasan tuntutan.
Di Indonesia, dalam fatwa MPKS disebutkan, tidak dilarang melihat aurat perempuan sakit oleh
seorang dokter laki-laki untuk keperluan memeriksa dan mengobati penyakitnya. Seluruh tubuhnya
boleh diperiksa oleh dokter laki-laki, bahkan hingga genetalianya, tetapi jika pemeriksaan dan
pengobatan itu telah mengenai genitalian dan sekiatarnya maka perlu ditemani oleh seorang anggota
keluarga laki-laki yang terdekat atau suaminya. Jadi, kebolehan berobat kepada lain jenis
dopersyaratkan jika yang sejenis tidak ada. Dalam hal demikian, dianjurakan bagi pasien untuk
menutup bagian tubuh yang tidak diobati. Demikian pula dokter atau yang sejenisnya harus membatasi
diri tidak melihat organ pasien yang tidak berkaitan langsung