171988478-MAKALAH-perilaku-keorganisasian

27
MAKALAH PERILAKU ORGANISASI KONFLIK ETNIS SAMAWA DAN ETNIS BALI DI SUMBAWA BESAR KABUPATEN SUMBAWA Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir Matakuliah Perilaku Organisasi Oleh I GEDE WIRADHARMA NIM. A1C 010 007 PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI Makalah prilaku organisasi | Konflik Etnis Samawa Dan Etnis Bali Di Sumbawa Besar Kabupaten Sumbawa 1

Transcript of 171988478-MAKALAH-perilaku-keorganisasian

MAKALAHPERILAKU ORGANISASIKONFLIK ETNIS SAMAWA DAN ETNIS BALI DI SUMBAWA BESAR KABUPATEN SUMBAWA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir Matakuliah Perilaku Organisasi

OlehI GEDE WIRADHARMANIM. A1C 010 007

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS MATARAM2013

KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha kuasa yang telah melimpahkan berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Perilaku Organisasi yang berjudul Konflik Etnis Samawa Dan Etnis Bali Di Sumbawa Besar Kabupaten Sumbawa ini.penulisan makalah ini ditunjukan untuk memenuhi tugas akhir matakuliah perilaku organisasi. Adapun isi dari makalah ini yaitu menjelaskan bagaimana gambaran konflik yang terjadi di kabupaten sumbawa provinsi NTB. Selain itu didalam makalah ini juga dibahas mengenai bagaimana solusi terbaik untuk mengatasi konflik tersebut.Makalah ini tersusun berkat bantuan dari berbagai pihak, baik yang memberikan dukungan berupa moril ataupun materiil. Terima kasih penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kedua orangtua tercinta, saudara dan segenap sahabat yang setia menemani dan memberikan arahan terbaik bagi penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan tanpa ada hambatan yang berarti.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini dikarenakan terbatasnya pengetahuan maupun pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis memohon maaf dan terbuka menerima saran maupun kritik yang sifatnya membangun. Selain itu, penulis juga berharap makalah ini dapat membantu proses belajar untuk lebih memahami arti dari keberadaan organisasi dan cara untuk menghindari konflik yang terjadi.Terima kasih.

Mataram, Juni 2013

Penyusun

DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL1KATA PENGANTAR2DAFTAR ISI3BAB I PENDAHULUAN1. Latar Belakang42. Rumusan Masalah63. Tujuan dan Manfaat6BAB II PEMBAHASAN1. Gambaran Umum Konflik Yang Terjadi82. Penyebab Konflik103. Pelaku konflik134. Cara Mengatasi Konflik135. Efektifitas penyelesaian konflik15BAB III PENUTUP1. Kesimpulan162. Saran16BAB IV DAFTAR PUSTAKA18

BAB IPENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Konflikberasal dari kata kerjaLatin configereyang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik juga merupakan suatu gejala yang umunya muncul sebagai akibat dari interaksi manusia dalam hidup bermasyarakat. Konflik akan timbul ketika terjadi persaingan baik individu maupun kelompok. Konflik juga bisa dipicu karena adanya perbedaan pendapat antara komponen-komponen yang ada di dalam masyarakat membuatnya saling mempertahankan ego dan memicu timbulnya pertentangan. Bukan hanya dimasyarakat konflik juga bisa terjadii di satuan kelompok masyarkat terkecil, keluarga, seperti konflik antar saudara atau suami istri.beberapapengertian konflikatau definisi konflik yang dikeluarkan oleh beberapa ahli:Berstein (1965), konflik merupakan suatu pertentangan, perbedaan yang tidak dapat dicegah.Dr. Robert M.Z. Lawang, menurutnya konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status, kekuasaan, dimana tujuan dari mereka yang berkonflik, tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan saingannya.Drs. Ariyono Suyono, menurutnyapengertian konflikadalah proses atau keadaan dimana ada 2 pihak yang berusaha menggagalkan tercapainya tujuan masing-masing disebabkan karena adanya perbedaan pendapat, nilai-nilai ataupun tuntutan dari masing-masing pihak.Soerjono Soekanto, menurutnyakonflikadalah proses sosial dimana orang atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain yang disertai ancaman dan kekerasan.Terdapat berbagai macam jenis konflik yang ada dimasyarakat salah satunya adalah konflik sosial. Menurut Soerjono Soekanto, Pengertian konflik sosial adalah suatu proses social dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan Menurut teori konflik, masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang di tandai oleh pertentangan yang terus menerus diantara unsure-unsurnya. Teori konflik melihat bahwa setiap elemen memberikan sumbangan terhdapa disintegrasi sosial. Teori konflik melihat bahwa keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan karena adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas golongan yang berkuasa.Saat ini khusunya Di Indonesia konflik sosial sangat sering terjadi terutama konflik-konflik yang berbau SARA (Suku Agama Ras dan Antar golongan). Kasus yang baru-baru ini terjadi yaitu konflik horizontal yang terjadi di provinsi NTB yaitu tepatnya di Daerah Sumbawa Besar yang melibatkan etnik bali di tahun 2013. Konflik semacam ini disebabkan oleh berbagai faktor, terutama penduduknya yang sangat beragam baik etnis, budaya, dan agamanya Realitas kemajemukan etnis dan agama di negeri ini meniscayakan adanya potensi kerentanan konflik sosial, baik dalam bentuk konflik komunal maupun sektarian. Jacques Bertrand mencatat, konflik sosial yang terjadi dalam kurun 1990-2002 saja telah memakan 10.000 korban jiwa.Intensitas konflik cenderung meningkat empat tahun terakhir. Puluhan konflik sosial sepanjang 2012 seharusnya memaksa pemerintah dan kepolisian lebih siap, bahkan terlatih, menghadapi gejolak sosial. Namun, ternyata instrumen hukum tidak efektif dan aparat selalu kedodoran.Inilah yang mendasari terbitnya Inpres Nomor 2 Tahun 2013 guna meningkatkan efektivitas penanganan gangguan keamanan domestik dengan menekankan tanggung jawab kepala daerah dan kepolisian. Penulis di harian ini pernah mengingatkan, bangunan integrasi sosial bangsa akan terancam jika pemerintah daerah dan kepolisian tak memiliki sistem deteksi dini konflik, tidak mengurangi kesenjangan ekonomi, dan membiarkan eksklusi sosial dalam masyarakat.Kemarahan komunal di Sumbawa mengisyaratkan sumbu konflik komunal sudah menjalar ke daerah yang rendah tingkat kerentanan konfliknya. Tragisnya ini terjadi di Kabupaten Sumbawa yang mengklaim diri ikon miniatur kemajemukan Indonesia dengan komposisi etnis Sumbawa/Samawa 66,66 persen, Sasak 13,76 persen, Jawa 3,26 persen, Bugis 3,24 persen, Bima 2,78 persen, Bali 2,7 persen, Sunda 0,19 persen, Dompu 0,13 persen, dan lainnya 7,28 persen.Padahal, sejak Orde Baru, di Sumbawa nyaris tak ada amuk komunalisme, kecuali pada November 1980 yang menyeret etnis Samawa dan etnis Bali ke dalam pusaran konflik.

2. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas penulis dapat merumuskan berbagai masalah yang terjadi yaitu :a. Bagaimana gambaran umum konflik yang terjadi di Sumbawa Besar?b. Apa saja penyebab konflik yang terjadi di sumbawa besar?c. Bagaimana cara mengatasi konflik yang terjadi di sumbawa besar?d. Bagaimana efektifitas penyeleesaian konflik yang terjadi di sumbawa besar?

3. TUJUAN DAN MANFAAT

a. TUJUAN1. Untuk mengetahui bagaimana gambaran umun dan penyebab konflik yang terjadi di sumbawa besar provinisi NTB.2. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi konflik yang terjadi di sumbawa besar provinisi NTB.3. Mengetahui efektifitas penyelesaian konflik yang terjadi di sumbawa besar provinsi NTB

b. MANFAAT1. Manfaat TeoritisPenulis berharap makalah ini dapat memberikan pengetahuan tentang berbagai konflik yang dapat terjadi khusunya konflik sosial yang berbau SARA dan mengasah kemampuan dalam pembuatan karya ilmiah untuk peningkatan pengetahuan akademik.

2. Manfaat praktisMemberikan gambaran kepada pembaca mengenai konflik yang terjadi di kabupaten sumbawa besar dan diharapkan pembaca dapat menimbulkan rasa saling menghormati antar umat beragama serta dapat menghindari terjadinya konflik konflik yang bersifat negatif.

BAB IIPEMBAHASAN

1. GAMBARAN UMUM KONFLIK YANG TERJADI

Secara geografis kabupaten Sumbawa terletak pada posisi yang cukup strategis, yaitu berada pada segitiga emas kawasan pariwisata antara pulau Bali, Lombok dan pulau Komodo. Kabupaten Sumbawa juga memiliki kekayaan sumberdaya alam yang cukup potensial, yaitu berupa lahan pertanian dan peternakan dan telah ditetapkan sebagai lumbung padi dan daerah pengembangan ternak di NTB. Di samping itu, juga memiliki kekayaan hutan, flora dan fauna, mineral, pertambangan emas dan tembaga, industri dan sumber daya kelautan dengan panjang pantai mencapai 900 km. Luas wilayah darat mencapai 8.493 km2 dan wilayah laut 4912,46 km2. Jumlah penduduk seluruhnya 452.746 jiwa, (laki-laki 228.717 jiwa dan perempuan 224.029 jiwa). Sedangkan jumlah penduduk asli (etnis Samawa) mencapai 68,66% selebihnya adalah berasal dari etnis Bali, Sasak (Lombok), Jawa, Sunda, Madura, Mbojo (Bima/ Dompu), Bugis Makasar, Minang, Sumba/ Timor, dan Arab. Dengan berbagai potensi yang dimiliki, kabupaten Sumbawa cukup memiliki daya tarik bagi para pendatang, khususnya oleh warga etnis Bali yang datang mengadu nasib dan bekerja di kabupaten Sumbawa. Kehadiran etnis Bali di kabupaten Sumbawa, dilatarbelakangi oleh faktor migrasi, transmigrasi, dan karena keterdesakan oleh kondisi ekonomi dan geografis di daerah asal, dengan motivasi ingin merantau, meningkatkan taraf hidup, mencari kerja, menjadi petani, peternak, pedagang/bisnis, mutasi jabatan pegawai, pejabat, dan sebagainya. Dalam kurun waktu 10 tahun (1970-1980) etnis Bali berhasil unggul dalam mengakses sumber-sumber ekonomi, jabatan-jabatan penting di birokrasi (pemerintahan/swasta/ BUMN). Lambat laun, keberadaan etnis Bali kemudian membawa warna tersendiri dalam kehidupan masyarakat Sumbawa, di mana warga etnis Bali mulai menampilkan perilaku dan aktivitas sosial budaya dan adat Bali yang dianggap mencolok oleh warga etnis Samawa. Semua kondisi tersebut akhirnya menjadi sumber dan pemicu konflik antara etnis Samawa dengan etnis Bali. Isu menyebar tak terkendali, kebenaran samar di dalamnya dimaknai berbeda oleh masing-masing pihak. Isu berkembang menjadi prasangka, lalu memunculkan stereotype lama yang tersembunyi,kenyataan bahwa selama ini terdapat kecemburuan sosial antara etnis Sumbawa dan Bali. Konflik sebelumnya pernah terjadi pada 17 November 1980. Saat itu konflik dipicu oleh perkelahian pemuda Bali dengan pemuda Sumbawa, melebar ke kasus kawin lari yang sering terjadi sepanjang tahun, sampai kepada terjadinya penembakan oleh oknum pejabat/aparat yang yang mengakibatkan korban luka dan meninggal dunia, akhirnya memicu meletusnya konflik secara meluas pada tanggal 17 November 1980 (puncak amuk massa secara besar-besar di seluruh kota maupun di beberapa desa/kecamatan). Isu SARA (suku-agama-ras) berhasil dihembuskan oleh kelompok kepentingan yang ingin menjadi Bupati Sumbawa periode berikutnya. Dan puncaknya baru baru ini konflik di daerah sumbawa yang melibatkan etnik bali yang terjadi di awal tahun 2013. Kerusuhan ini berawal dari meninggalnya seorang mahasiswi warga Desa Brang Rea,Moyo Hulu yang diduga diperkosa oleh oknum polisi asal bali, isu yang disebarkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab ini menyebabkan warga marah. Informasi yang disebarkan warga ini berbeda dengan apa yang diberitakan oleh pihak kepolisian. Pihak kepolisian menguraikan bahwa korban meninggal akibat kecelakaan di jalan raya jurusan sumbawa-kanar, kilometer 15-16, didekat tambak udang dusun Empang, Desa Lab Badas, Sumbawa Besar pada sabtu, 19 januari 2013 sekitar pukul 23.00. saat itu, personel polisi bernama I Gede Eka Swarjana, 29 tahun, berboncengan dengan Arniati, 30 tahun, dengan menggunakan motor yamaha mio dengan nomor polisi DK 5861 WY. Keduanya melaju dari kanar menuju sumbawa sesampainya di dekat tambak udang dusun empang desa lab badas motor tersebut selip dan terjatuh ke kanan jalan, sehingga mengakibatkan arniati meninggal.Isu-isu yang beredar secara tidak jelas inilah yang menyulut emosi warga dan menjadi awal terjadinya konflik berbau sara di sumbawa yang berbuntut pada perusakan rumah ibadah milik warga bali di Sumbawa, Kantor, dan Ruko. Kerusuhan Sumbawa ini menjadikan aktivitas perkantoran, pelayanan umum, bisnis, dan ekonomi setempat sempat lumpuh. Bank-bank yang beroperasi di sana sempat tutup, bahkan satu bank pemerintah di sana mengungsikan karyawannya dari etnik tertentu keluar Pulau Sumbawa menuju Kota Mataram memakai kapal.

2. PENYEBAB KONFLIK Tampaknya sakit hati masa lalu masih bersisa, prasangka masih berkembang dan diwariskan kepada generasi muda. Begitu dalamnya luka masa lalu tersebut hingga sebuah isu yang tentu belum dapat dipastikan kebenarannya dapat membakar amarah warga. Itulah yang terjadi saat ini. Namun tentu saja, sebuah kecemburuan sosial tak akan meledak bila tak ada api yang membakar sumbu peledak. Api itu bernama kegagalan komunikasi.Kegagalan KomunikasiDiberitakan terjadi kecelakaan yang menimbulkan kematian seorang perempuan. Masalah muncul ketika keluarga korban melihat luka yang diderita tak hanya luka kecelakaan. Terdapat lebam di tubuhnya, hal yang seharusnya tak ada dalam luka kecelakaan. Keluarga berpikir akan kemungkinan adanya tindak penganiaayan terhadap putri tercinta. Isu menyebar perlahan. Ratusan mahasiswa mendatangi kantor polisi meminta penjelasan. Mahasiswa melakukan ini karena sang korban sebelumnya dibawa oleh oknum polisi , kekasihnya untuk berkencan.Namun cerita cinta berakhir menjadi berita kematian di pagi hari. Tindakan mahasiswa meminta penjelasan yang selanjutnya disebut unjuk rasa ini tak mendapatkan hasil. Mereka pun membubarkan diri.Tak ada kejelasan, informasi masih bias, kebenaran tampak remang dan keluarga korban terus diliputi kebingungan dan kesedihan mendalam. Kematian putri tersayang meninggalkan bayang gelap bernama prasangka. Hal sangat wajar mengingat kematian putri tersayang yang tiba-tiba dan berbagai keanehan luka yang diderita. Kecurigaan keluarga tentu menjadi hal yang manusiawi. Sayangnya, prasangka menjadi isu dan menyebar begitu cepat.Tak berapa lama setelah mahasiswa membubarkan diri muncullah kerusuhan. Kebetulan oknum polisi yang dicurigai tersebut beretnis Bali. Tak pelak hal ini membuka cerita 17 November 1980. Luka masa lalu meledak, warga Sumbawa mengamuk (Amock) dan mel ampiaskannya kepada etnis Bali lainnya yang tak terlibat.Mari berandai-andai, bila sebelumnya pihak keluarga mendapatkan kejelasan tentang kematian putrinya hampir bisa dipastikan tak akan terjadi kerusuhan. Bila korban meninggal akibat penganiyaan maka usut pelaku sesegera mungkin. Pihak yang berhak melakukannya adalah polisi, apalagi ditambah dengan salah satu pihak yang dicurigai keluarga korban adalah salah satu oknum kepolisian. Bangun komunikasi terbuka antar polisi dengan keluarga korban.Kemarahan warga diakibatkan oleh tersumbatnya jalur komunikasi. Keluarga korban sangat terpukul dan marah akan kematian putri mereka dan membutuhkan penjelasan. Mahasiswa mencoba membuka jalur komunikasi namun hal ini gagal. Tak lama, kebuntuan komunikasi berbuah petaka. Prasangka yang awalnya dapat segera hilang lewat komunikasi terbuka justru berkembang menjadi isu mematikan dan menyebar cepat bahkan terlalu cepat. Warga membeli isu tersebut akibat luka lama yang diderita semenjak masa lalu dan belum terselesaikan. Amarah membutakan logika dan menyengsarakan manusia.Saat ini masalahnya telah melebar, tak lagi hanya kegagalan komunikasi namun mencakup kecemburuan sosial dan dendam masa lalu yang saat ini telah berbunga. Ibarat deposito, amuk warga Sumbawa justru memunculkan kebencian etnis Bali terhadap mereka. Bunga deposito dendam ini akan terus membesar dan meledak bila tak segera diredam.Dominasi PendatangStudi Ardiansyah (2010) memperlihatkan, dalam kurun 1970-1980 etnis Bali yang bermigrasi ke Sumbawa berhasil mendominasi akses ekonomi, menguasai pelbagai jabatan strategis birokrasi, dan mempraktikkan kebudayaan kelompok dalam konfigurasi sosial ke dalam mayoritas etnis Samawa.Formasi ekonomi-politik ini memengaruhi pola relasi kekuasaan pusat-daerah yang meminggirkan aktor-aktor tradisional non-negara, seperti diungkap Permana dalam Dinamika Peran Elit Lokal Pasca Orde Baru: Studi Kasus Sumbawa (2010).Menurut Permana, birokrasi lokal, kekuatan militer, dan Golkar adalah penjelmaan otoritas negara. Akibatnya, kekuasaan politik lokal menjadi monolitik dan menyingkirkan kekuatan-kekuatan politik yang tidak terwadahi dalam struktur politik baru. Politik sentralisasi semacam ini bermuara pada ketidakadilan distribusi sumber daya, menegasikan integrasi budaya, dan mempertajam friksi komunal. Konstelasi inilah yang menyulut kecemburuan etnis Sumbawa yang merasa menjadi minoritas.Hingga kini, pihak kepolisian masih mengusut pelaku dan mengejar dalang kerusuhan. Belum diketahui akar masalah kecuali hasutan masif melalui pesan berantai (SMS) dan media sosial (Facebook) terkait tewasnya seorang perempuan dari etnis Samawa. Yang dituduh adalah pasangannya yang berbeda etnis.Seperti sudah diingatkan Bertrand, lembaga politik adalah bagian dari konteks yang membentuk identitas etnis, bahkan mengikat konflik (2012:16). Oleh karena itu, kerusuhan komunal serupa sangat mungkin meledak kembali, juga di tempat lain, apabila birokrasi dan institusi politik lokal tidak memberi tempat pada representasi etnis dan tidak adil dalam distribusi sumber daya.Faktanya, perjalanan hampir 15 tahun pasca-Orde Baru belum mendorong reformasi kelembagaan dan birokrasi di tingkat lokal. Struktur politik yang masih sentralistik telah mengeksklusi hak representasi dan akses bagi etnis-etnis terpinggirkan dalam proses politik lokal. Hal ini bermuara pada ketidakpastian bahkan keterancaman pada kelompok-kelompok terpinggirkan.Dengan kerangka ini, penyelesaian konflik sosial di Sumbawa tidak bisa berangkat dari premis kegagalan kelompok etnis menegosiasikan identitas kulturalnya. Mereka harus didudukkan dalam konteks kegagalan pemerintah lokal mengembangkan proyek integrasi budaya pada ranah ekonomi dan politik. Adapun langkah-langkah penyelesaian konflik yang di gagaskan oleh bupati sumbawa yaitu terdapat lima butir cara pemerintah mengatasi kerusuhan di Sumbawa Besar yaitu langkah pertama menertibkan tempat-tempat karaoke di lokasi wisata Pantai Batu Gong sekitar 15 kilometer arah barat dari kotasumbawa besar. 80 persen perkara kriminal bersumber dari Batu Gong,Kesepakatan kedua adalah menindak pelaku kerusuhan, ketiga melakukan otopsi terhadap Arnyati, 30 tahun, mahasiswa Fisipol Universitas Samawa yang diisukan mati karena diperkosa oleh pacarnya sendiri Brigadir Gede Eka Swarjana. Hasil otopsi tidak membuktikan adanya pemerkosaan, adapun kesepakatan keempat adalah menindak tegas pelaku kerusuhan. Yang keempat adalah memperbaiki rumah-rumah etnis Bali yang rusak. Terakhir adalah kebersamaan atau menghormati perbedaan.

3. PELAKU KONFLIK

Jika dilihat dari permasalahan yang menyebabkan terjadinya konflik berbau SARA di Sumbawa maka dapat disimpulkan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini adalah oknum polisi yaang merupakan pacar korban (I Gede Eka Swarjana), keluarga dari korban meninggal, masyarakat setempat (etnis sumbawa), etnis Bali, dan tentunya oknum yang menyebarkan isu-isu tidak benar tentang bagaimana meninggalnya Amiati yang menyulut emosi warga.

4. CARA MENGATASI KONFLIK

Cara mengatasi konflik yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah upaya untuk membangun hubungan baru dan bertahan lama di antara kelompok etnis Samawa dengan etnis Bali yang pernah berkonflik, yaitu dengan mengacu pada berbagai strategi penanganan konflik yang berbasis komunitas etnis. Tujuannya adalah mencapai suatu kesepakatan untuk mengakhiri konflik maupun mencari formula baru karena masih adanya berbagai perbedaan pemahaman terhadap sumber dan penyebab konflik. Atau dengan kata lain resolusi konflik adalah upaya pengelolaan keharmonisan hubungan di antara kelompok etnis yang pernah berkonflik. Adapun beberapa upaya resolusi konflik etnis Samawa dengan etnis Bali yang ditempuh oleh berbagai kalangan pasca konflik, antara lain: 1) rapat koordinasi di tingkat muspida dengan melibatkan berbagai tokoh etnis yang ada di Sumbawa, khususnya dari etnis Bali dalam rangka meredam konflik yang lebih luas; 2) meningkatkan intensitas komunikasi antar etnis dan golongan dalam upaya mengantisipasi isu-isu yang sifatnya provokatif; 3) menindak tegas para pelaku dan otak kerusuhan melalui upaya mencari, menahan/menangkap serta menghukum sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku; 4) menghimbau kepada etnis Bali agar tetap tenang dan sabar dan untuk masa-masa yang akan datang dapat meninjau kembali pola penampilan adat/budaya yang tidak sesuai dengan tradisi/adat/budaya orang Sumbawa; 5) memberikan bantuan santunan untuk kebutuhan hidup sehari-hari kepada etnis Bali yang mengalami kerugian harta benda maupun jiwa.

Upaya penyelesaian konflik etnis Samawa dengan etnis Bali pasca konflik seperti disebutkan di atas, dilakukan dengan melibatkan tokoh dari kedua etnis yang ada di kabupaten Sumbawa, yaitu dalam upaya meningkatkan komunikasi budaya antar kedua etnis, mewaspadai berbagai bentuk isu dan provokasi dari pihak-pihak yang tidak bertangung jawab, agar tetap menjaga rasa aman, dan kembali menjalin hubungan yang harmonis, saling pengertian dan toleransi. Cara-cara mengatasi konflik adalah setiap masyarakat perlu mengembangkan manajemen resolusi konflik, yakni strategi penanggulangan konflik yang tidak saja mencakup apresiasi terhadap konflik yang berwujud perilaku menerima perbedaan dan keanekaragaman, tetapi juga menstimulinya, lalu menyelesaikannya guna mewujudkan perbaikan-perbaikan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup sistem sosial. Penerapan manajemen resolusi konflik berkaitan dengan pemahaman tentang sumber konflik, di mana konflik bisa bersumber pada perebutan sumber daya ekonomi, sumber daya sosial, prestise dan atau sumber daya kekuasaan yang berbaur dengan dualisme kultural yang tercermin dari pemberlakuan paham kekitaan dan kemerekaan yang diperkuat dengan etnosetrisme, fanatisme agama, dan elemen kultural yang lainnya, baik sebagai penguat identitas etnis maupun pelegitimasi konflik. Namun di sisi lain, walaupun ada sumber konflik, namun mereka belum tentu berkonflik, melainkan bisa saja mereka berintegrasi. Sebagai implementasi nyata dari konsep/teori di atas, dapat dilakukan dengan cara pembentukkan kelompok sosial antar etnis yang menyilang dan memotong, atau pola kehidupan yang berkomplementer, yaitu melalui pembentukan forum komunikasi antar etnis yang dapat digunakan sebagai sarana penyampaian informasi budaya masing-masing dalam rangka memelihara saling pengertian dan toleransi.

5. EFEKTIFITAS PENYELESAIAN KONFLIK

Menurut penulis langkah-langkah yang diambil baik oleh pihak berwajib maupun masyarakat dalam menyelesaikan konflik yang dilakukan sudah cukup baik. Namun kefektifan dalam penyelesaian konflik, masih diragukan keefektifannya, Hal ini didasarkan pada lemahnya penanganan konflik tidak hanya pada saat terjadi, tetapi juga lemahnya peran pemerintah saat sebelum dan setelah peristiwa. Sikap pembiaran pemerintah yang dilakukan pemerintah daerah dan juga kepolisian nampak dalam cara menangani konflik yang terjadi. Polisi cenderung enggan menetapkan tersangka bahkan menjatuhkan sanksi atau hukuman penjara bagi para pelaku. Pemerintah daerah juga cenderung membiarkan ketegangan sosial saat konflik sudah mereda, bahkan menganggapnya tidak ada. Namun dibalik hal itu kini situasi di sumbawa besar ibu kota kabupaten sumbawa berangsur-angsur pulih, warga sudah mulai membersihkan rumah mereka dan toko-toko sudah mulai dibuka.

NB: Proses otopsi arniati

BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Konflik yang terjdi di Kabupaten Sumbawa tepatnya di Sumbawa besar yang melibatkan etnis samawa dan etnis bali bukanlah konflik yang pertama kali terjadi, konflik semacam ini sebelumnya pernah terjadi pada 17 November 1980. Saat itu konflik dipicu oleh perkelahian pemuda Bali dengan pemuda Sumbawa, melebar ke kasus kawin lari yang sering terjadi sepanjang tahun, sampai kepada terjadinya penembakan oleh oknum pejabat/aparat yang yang mengakibatkan korban luka dan meninggal dunia, akhirnya memicu meletusnya konflik secara meluas pada tanggal 17 November 1980Konflik bernuansa etnis seringkali dikaitkan dengan semangat etnosentrisme dan nasionalisme sempit. Etnosentrisme adalah sebuah cara berpikir yang menjadikan kelompok sendiri sebagai pusat dari segalanya dan menjadi tolak ukur dalam menilai dan mengukur kelompok lain. Tiap-tiap kelompok diasumsikan memupuk sendiri-sendiri kebanggaan dan harga diri, merasa superior, mengagungkan kesucian kelompok sendiri dan memandang rendah kelompok lain.Konflik ini seharusnya bisa dengan cepat diatasi apabila terdapat kesadaran masyarakat akan pentingnya arti hidup berdampingan dan saling menghormati perbedaan serta meningkatkan rasa toleransi antar umat beragama. Peran pemerintah juga sangat penting dalam menanggulangi kasus konflik semacam ini, seperti bersikap sigap menghadapi persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakatnya.

2. SARAN

Jika diperhatikan dengan seksama , konflik seperti ini yang hanya di awali dengan hal sepele tidak seharusnya menjadi besar dan menyebabkan kerugian materil maupun non materil yang sangat besar bahkan sampai-sampai menimbulkan korban jiwa.Seharusnya seluruh masyarakat bisa lebih mengontrol emosi dan tidak mudah teprovokasi oleh desas-desus yang belum pasti kebenaranya. Dan masyarakat seharusnya mempercayakan kasus-kasus kriminal dan hal-hal yang berbau hukum kepada pihak kepolisian.Untuk kasus-kasus semacam ini seharusnya pihak kepolisian harus lebih tegas dalam menanganinya dan tidak terpengaruh oleh oknum-oknum yang hanya memikirkan kepentingan kelompoknya.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

http://linjamsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=75http://maarifinstitute.org/id/opini/40/pembiaran-konflik-sosial#.UcAiiuemiwAhttp://budisansblog.blogspot.com/2013/01/pembiaran-konflik-sosial.htmlhttp://www.tempo.co/read/news/2013/01/26/058457118/Ini-Lima-Langkah-Bupati-Sumbawa-Atasi-Kerusuhanfile:///D:/sumbawa/desas-desus-sms-penyebab-konflik-sumbawa.htmfile:///D:/sumbawa/kecamatanlunyuk.blogspot.com%20%20Januari%202013.htmArdiansyah. S.I (2010) Konflik Etnis Samawa dengan Etnis Bali: Tinjauan Sosi Politik dan Upaya Resolusi Konflik. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Samawa, Sumbawa Besar, NTB.

Makalah prilaku organisasi | Konflik Etnis Samawa Dan Etnis Bali Di Sumbawa Besar Kabupaten Sumbawa17