17.1 Draf Naskah Akademik Sistem Pendidikan Kedokteran 19 Sept 2012

33
1 NASKAH AKADEMIK PENDIDIKAN KEDOKTERAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA TAHUN 2011

Transcript of 17.1 Draf Naskah Akademik Sistem Pendidikan Kedokteran 19 Sept 2012

  • 1

    NASKAH AKADEMIK

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN

    KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA

    TAHUN 2011

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 2

    ISI

    KETENTUAN UMUM

    BAB I PENDAHULUAN 3

    A. Latar Belakang .. 3

    B. Permasalahan 5

    C. Maksud dan Tujuan .. 6

    D. Metode Penyusunan 6

    BAB II LANDASAN .. 8

    A. Landasan Filosofis .. 8

    B. Landasan Historis . 10

    C. Landasan Sosiologis . 12

    D. Landasan Hukum . 12

    BAB III SISTEM PENDIDIKAN KEDOKTERAN INDONESIA

    A. Kondisi Sistem Pendidikan Kedokteran Terkini

    - Permasalahan Pendidikan Kedokteran (SDM, Sarpras termasuk RSP,

    Pembiayaan, Manajemen)

    - Kurikulum (Z shape) dan Implementasinya

    - Penjaminan Mutu (Akreditasi)

    - Relevansi Kurikulum dengan Permasalahan Kesehatan

    - Input (Seleksi Mahasiswa, Mahasiswa Asing) dan Lulusan (Penghasilan)

    - Penelitian dan Publikasi

    - Pengabdian kepada Masyarakat

    - Kerjasama antar Institusi

    - Interprofessionalisme

    - Sistem Informasi Manajemen

    - Jenis, Jenjang dan Gelar Pendidikan (Double Degree)

    - Perkembangan Cabang Ilmu (Spesialisasi)

    - Pendidikan Berkelanjutan (CPD)

    B. Tantangan dan Peluang Pendidikan Kedokteran di Masa Depan

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 3

    - Internship

    - Izin Pembukaan Prodi

    - Perkembangan Cabang Ilmu (Spesialisasi)

    - Perkembangan Iptekdok

    - Globalisasi (KKNI, pasien asing, travel medicine)

    - Dinamika Sosial

    - Demografi

    - Permasalahan Kesehatan yang Kompleks (triple burden)

    - Otonomi Daerah

    - Politik

    BAB IV PERMASALAHAN PELAYANAN KESEHATAN

    A. Pembiayaan Pelayanan (anggaran kesehatan)

    B. SKN

    C. RPJP Bappenas

    D. Indikator Kesehatan

    E. Disparitas

    F. Akses

    G. Distribusi Tenaga Kesehatan (menggunakan data KKI)

    H. Distribusi Fasyankes (Rumah Sakit)

    I. Segmentasi Masyarakat Pengguna

    J. Yankes Primer (pyramid)

    K. Sustainabilitas program

    L. Dokter Keluarga

    M. Pengobatan Komplementer dan Alternative

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 4

    KERANGKA LAMA

    BAB IV MATERI MUATAN RANCANGAN REGULASI PENDIDIKAN KEDOKTERAN 16

    N. Ketentuan Umum . 16

    O. Asas dan Tujuan Pengaturan Pendidikan Kedokteran . 17

    P. Jenis dan Jenjang Pendidikan Kedokteran 18

    Q. Pendidikan Non-Formal dalam Pendidikan Kedokteran . 18

    R. Gelar dan Sebutan Lulusan Program Pendidikan Kedokteran . 19

    S. Beban Studi . 19

    T. Penyelenggara Pendidikan . 20

    U. Penjaminan Mutu Pendidikan Kedokteran .... 20

    V. Akreditasi Pendidikan Kedokteran 21

    W. Sertifikasi Pendidikan Kedokteran . 21

    X. Ketentuan Peralihan . 21

    BAB IV PENUTUP 22

    A. Kesimpulan . 22

    B. Rekomendasi . 23

    DAFTAR PUSTAKA . 23

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 5

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pendidikan kedokteran adalah pendidikan tinggi jalur profesi yang

    diselenggarakan untuk menghasilkan dokter, dokter gigi, dokter spesialis, atau

    dokter gigi spesialis. Meskipun jalur profesi, pendidikan kedokteran merupakan

    satu kesatuan utuh antara tahap akademik dan profesi, yang menghasilkan

    lulusan yang memiliki kompetensi dalam ilmu dan keterampilan dalam bidang

    kedokteran, dengan pendekatan humanistik terhadap pasien, disertai dengan

    profesionalisme tinggi dan pertimbangan etika.

    Dalam pasal 6 Undang Undang Praktik Kedokteran nomor 29 tahun 2004

    (selanjutnya disebut UUPK), Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai fungsi

    pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi

    yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka meningkatkan mutu

    pelayanan medis. Untuk melaksanakan fungsinya, Konsil Kedokteran Indonesia

    mempunyai tugas, yaitu melakukan registrasi dokter dan dokter gigi;

    mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan

    melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang

    dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing

    (Pasal 7 UUPK).

    Dalam rangka pelaksanaan amanah tersebut pada tahun 2006 Konsil

    Kedokteran Indonesia (selanjutnya disebut KKI) telah mensahkan Standar

    pendidikan profesi kedokteran yang terdiri atas Standar-standar Pendidikan

    Profesi Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Gigi, dan Dokter Gigi Spesialis, yang

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 6

    telah disusun oleh para pemangku kepentingan terkait. Standar pendidikan

    profesi adalah perangkat penyetara mutu pendidikan kedokteran dan juga

    perangkat untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan sesuai kompetensi.

    Standar tersebut dipakai sebagai acuan dalam penyelenggaraan pendidikan

    kedokteran.

    Sejak disahkan tahun 2006, seluruh institusi penyelenggara pendidikan

    kedokteran telah mencoba untuk mengimplementasikan standar tersebut.

    Konsil Kedokteran Indonesia sebagai lembaga yang mengesahkan standar juga

    melakukan upaya untuk menjamin diterapkannya standar tersebut, oleh

    karena itu KKI secara terus-menerus melakukan bimbingan teknis penerapan

    standar pendidikan profesi tersebut kepada seluruh institusi penyelenggara

    pendidikan kedokteran.

    Hasil dari bimbingan teknis yang telah dilakukan, dijumpai kenyataan

    bahwa walaupun standar pendidikan sudah diterapkan di masing-masing

    institusi penyelenggara, namun belum diimplementasikan secara utuh dan

    sempurna. Ditemukan banyak permasalahan dan kendala dalam penerapan

    standar, antara lain belum siapnya perangkat dan manajemen Institusi

    Pendidikan dalam perubahan kurikulum, kurangnya sarana dan prasarana,

    kurangnya SDM pengajar baik dari segi jumlah maupun kualifikasi, dan rumah

    sakit pendidikan yang belum memenuhi standar yang telah ditetapkan.

    Di samping tuntutan implementasi Standar Pendidikan dan Standar

    Kompetensi Profesi Kedokteran yang merupakan Standar Nasional Pendidikan

    (standar minimal), ada kebijakan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia

    (KKNI) untuk mendeskripsikan Learning Outcome dari suatu pendidikan

    tinggi yang dapat mencerminkan kualifikasi institusi pendidikan secara nasional

    dan pengakuan terhadap individu lulusan dengan pemberian ijazah. Kerangka

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 7

    Kualifikasi Nasional Indonesia menjelaskan hubungan antara berbagai

    kualifikasi pendidikan agar dapat dimengerti secara internasional. Selain itu

    dalam rangka penjaminan mutu pendidikan, institusi penyelenggara

    Pendidikan Kedokteran dihadapkan pada instrumen akreditasi baru dari Badan

    Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT 2010).

    Sebagai salah satu jawaban untuk menghadapi tuntutan tersebut serta

    menyelesaikan masalah implementasi standar pendidikan profesi kedokteran

    dalam penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran, maka akan dilakukan

    penyempurnaan standar pendidikan profesi kedokteran agar dapat dipakai

    sebagai acuan dan pedoman yang jelas dan terarah. Untuk ini disusunlah

    Naskah Akademik sebagai kerangka acuan. Naskah akademik ini mencakup

    Landasan Filosofis, Landasan Historis, Landasan Yuridis, Jenjang Pendidikan

    Kedokteran, Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran, dan Penjaminan Mutu

    Pendidikan Kedokteran, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem

    pendidikan kedokteran. Naskah akademik pendidikan kedokteran ini

    diharapkan dapat menjadi acuan untuk penyempurnaan standar pendidikan

    dan penyusunan pedoman-pedoman yang diperlukan pada penyelenggaraan

    pendidikan kedokteran.

    B. Permasalahan

    Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

    Nasional menyebutkan adanya 3 jalur pendidikan tinggi, yaitu jalur akademik,

    jalur profesi. dan jalur vokasi. Jalur akademik terdiri atas jenjang sarjana,

    magister dan doktor, sedangkan pada jalur profesi hanya disebutkan jenjang

    profesi dan jenjang spesialis. Hubungan antar jenjang tersebut belum

    diuraikan dengan jelas. Berbagai pasal dalam Undang Undang nomor 23 tahun

    2003 mengamanatkan dibuatnya berbagai peraturan pemerintah untuk

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 8

    menjabarkan lebih teknis Undang Undang tersebut. Namun sampai saat ini

    hanya ada 1 PP dari UU ini, yaitu PP 17 tahun 2010 yang kemudian diperbaiki

    menjadi PP 66 tahun 2010. Berbagai perintah tersebut antara lain tercantum

    pada pasal 20 ayat 4 tentang ketentuan mengenai perguruan tinggi; pasal 21

    ayat 7 mengenai gelar akademik, profesi, atau vokasi; pasal 24 ayat 4 tentang

    perguruan tinggi; pasal 25 ayat 5 tentang ketentuan persyaratan kelulusan dan

    pencabutan gelar; pasal 26 ayat 7 tentang pendidikan nonformal; pasal 27 ayat

    3 tentang pendidikan informal; pasal 35 tentang standar nasional pendidikan;

    pasal 36 ayat 4 tentang kurikulum; pasal 37 ayat 3 tentang kurikulum

    pendidikan tinggi (ayat 2); pasal 41 ayat 4 tentang ketentuan mengenai

    pendidik dan tenaga kependidikan; pasal 42 ayat 3 tentang kualifikasi

    pendidik; pasal 43 ayat 3 tentang promosi, penghargaan dan sertifikasi

    pendidik; pasal 45 ayat 2 tentang penyediaan sarana dan prasarana pendidikan

    pada semua satuan pendidikan; pasal 46 ayat 3 tentang pendanaan

    pendidikan; pasal 47 ayat 3 tentang sumber pendanaan pendidikan; pasal 48

    ayat 2 tentang pengelolaan dana pendidikan; pasal 49 ayat 5 tentang

    pengalokasian dana pendidikan; pasal 50 ayat 7 tentang pengelolaan

    pendidikan; pasal 51 ayat 3 tentang pengelolaan satuan pendidikan nonformal;

    pasal 52 ayat 2 tentang pengelolaan satuan pendidikan nonformal; pasal 54

    ayat 3 tentang peran serta masyarakat dalam pendidikan; pasal 55 ayat 5

    ketentuan tentang peran serta masyarakat; pasal 56 ayat 4 tentang

    pembentukan Dewan Pendidikan; pasal 59 ayat 3 tentang evaluasi; pasal 60

    ayat 4 tentang akreditasi; pasal 61 ayat 4 tentang sertifikasi; pasal 62 ayat 4

    tentang pendirian satuan pendidikan; pasal 65 ayat 5 tentang penyelenggaraan

    pendidikan asing; pasal 66 ayat 3 tentang pengawasan. Selain itu, UU nomor

    20 tahun 2003 ini juga memuat pasal yang memerintahkan pembuatan Undang

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 9

    Undang tersendiri, yaitu pada pasal 39 ayat 4 dan pada pasal 53 tentang guru

    dan pasal 53 tentang Badan Hukum Pendidikan.

    Dalam UU No. 20/2003 penjelasan pasal 15, disebutkan bahwa pendidikan

    profesi merupakan pendidikan tinggi SETELAH program sarjana yang

    mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan

    khusus. Oleh karena program profesi dokter ditempuh setelah menyelesaikan

    program sarjana kedokteran, dan program pendidikan dokter spesialis

    ditempuh setelah program profesi dokter, maka merupakan masalah yang

    wajar apabila pendidikan profesi tersebut disetarakan dengan pendidikan

    pascasarjana program magister dan program doktoral.

    Pendidikan Profesi Kedokteran merupakan pendidikan akademik dan profesi

    yang memerlukan waktu panjang dan belum ada penjelasan yang rinci tentang

    kesetaraan antara jenjang jalur akademik dan jenjang jalur profesi.

    Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka perlu disusun Peraturan

    Pemerintah yang menjelaskan jenjang, gelar, dan beban studi pendidikan

    kedokteran sesuai yang diamanatkan pasal-pasal yang tercantum pada Undang

    Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

    C. Maksud dan Tujuan

    Maksud dan Tujuan penulisan Naskah Akademik sebagai berikut:

    1. Memberikan justifikasi ilmiah dan yuridis bagi penyusunan regulasi

    tentang Sistem Pendidikan Kedokteran.

    2. Memberikan bahan pertimbangan kepada pemerintah dan pemangku

    kepentingan terhadap ruang lingkup regulasi, implementasi, dan

    jangkauan dampak (impact outreach) yang akan dihasilkan dari regulasi

    terkait Sistem Pendidikan Kedokteran.

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 10

    3. Memberikan kesamaan persepsi dan pemahaman terhadap visi,

    paradigma, konsep, dan istilah spesifik pada pendidikan kedokteran yang

    secara historis dan empiris memiliki pengertian dan implikasi yang

    berbeda dengan pendidikan tinggi lainnya.

    D. Metode Pendekatan

    Metode pendekatan yang dipakai dalam penulisan Naskah Akademik

    tentang jenjang, gelar, dan beban studi pendidikan kedokteran sebagai berikut:

    Metode Yuridis-Normatif dan Historis-Analitis, yaitu metode yang

    menggambarkan kondisi masa lalu, kondisi kini, dan kondisi masa depan.

    Metode pendekatan yuridis normatif adalah suatu cara dalam penelitian

    hukum yang dilakukan terhadap bahan pustaka atau data sekunder dengan

    menggunakan metode berpikir deduktif serta kriteria kebenaran koheren.

    Faktor dominan dan perkiraan pengembangan (predictive analysis) aspek

    sosiologis, demografi, dan ekonomi di dalam dan luar negeri juga

    menggunakan kajian pustaka data sekunder serta literatur ilmiah untuk

    kemudian dianalisis dengan menggunakan peraturan perundangan yang ada,

    pendekatan efisiensi, dan prinsip-prinsip pengembangan berkelanjutan.

    Perumusan masalah, isi, dan prioritas bahasan yang ada dalam naskah

    akademik dilakukan oleh tim yang terdiri atas representasi pemangku

    kepentingan (stakeholder). Rancangan awal yang diajukan kemudian diperkaya

    dengan masukan (kelompok) mitra yang terdiri atas perluasan dan pimpinan

    pemangku kepentingan pendidikan dokter dan pelayanan kesehatan. Materi

    studi pustaka berupa kajian dan telaah terhadap dokumen peraturan

    perundang-undangan, dokumen negara, buku-buku, jurnal ilmiah pendidikan

    kedokteran dan kesehatan, majalah, surat kabar, website, hasil penelitian,

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 11

    makalah seminar, berita media, dan data lain yang dianggap relevan. Hasil

    kajian mitra bestari dituangkan kembali untuk revisi naskah akademik dan

    kemudian dilakukan uji publik terbatas pada pemangku kepentingan KKI (AIPKI,

    AFDOKGI, MKKI/MKKGI, IDI/PDGI, KEMDIKNAS dan KEMKES). Hasil akhir uji

    publik menjadi bahan untuk memperkuat dan memperkaya naskah akademik

    untuk kemudian diserahkan sebagai dokumen resmi pemangku kepentingan

    yang berkompeten mengeluarkan regulasi tentang Sistem Pendidikan

    Kedokteran.

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 12

    BAB II

    LANDASAN TEORITIS

    A. Landasan Historis

    Ilmu kedokteran berangsur-angsur berkembang di berbagai tempat

    terpisah, yaitu Mesir kuno, Tiongkok kuno, India kuno, Yunani kuno, Persia,

    dan lainnya. Sekitar tahun 1400-an terjadi sebuah perubahan besar yakni

    pendekatan ilmu kedokteran terhadap sains. Ilmu kedokteran yang seperti

    dipraktikkan pada masa kini berkembang pada akhir abad ke-18 dan awal abad

    ke-19 di Inggris (oleh William Harvey, abad ke-17), Jerman (Rudolf Virchow)

    dan Perancis (Jean-Martin Charcot, Claude Bernard). Ilmu kedokteran modern,

    kedokteran "ilmiah" (di mana semua hasil-hasilnya telah diujicobakan)

    menggantikan tradisi awal kedokteran Barat, herbalisme, humime Yunani, dan

    semua teori pramodern. Pusat perkembangan ilmu kedokteran berganti ke

    Britania Raya dan Amerika Serikat pada awal tahun 1900-an (oleh William

    Osler, Harvey Cushing).

    Pendidikan kedokteran di Indonesia diawali pada tahun 1851 dengan

    Sekolah Dokter Jawa dengan lama pendidikan sekitar 2 tahun yang kemudian

    menjadi 7 tahun. Setelah sekolah dokter Jawa selanjutnya pendidikan dokter

    pada era penjajahan Belanda mengalami beberapa pergantian sistem seperti

    dan School tot Opleiding von Indische Artsen (STOVIA) tahun 1901, Nederlandsch

    Indische Artsenschool (NIAS) 1913, dan GH tahun 1927. Pada jaman penjajahan

    Jepang, pendidikan dokter kembali mengalami pergantian sistem untuk

    memenuhi kebutuhan pada saat itu. Pendidikan dokter pada masa itu (1942)

    disebut Ika Dai Gaku dengan lama pendidikan diperpendek menjadi 5 tahun

    karena untuk memenuhi kebutuhan dokter tentara Jepang.

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 13

    Setelah Jepang kalah dan Indonesia merdeka, maka pada tahun 1945

    Perguruan Tinggi Kedokteran dipindahkan ke pedalaman (?) yang kemudian

    akan menjadi Balai Perguruan Tinggi Kedokteran UGM. Selanjutnya setelah

    situasi tenang, berdiri Perguruan Tinggi Kedokteran di Jakarta selanjutnya

    menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) dan di Surabaya

    menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair). Pada tahun 2000

    Indonesia memiliki 33 Fakultas Kedokteran. Di tahun 2010 terjadi peningkatan

    jumlah FK yang cukup bermakna, tercatat telah ada 72 FK dengan 31 di

    antaranya FK negeri dan 41 FK swasta yang tersebar di seluruh Indonesia.

    Sampai dengan tahun 1960 sistem pembelajaran masih menggunakan sistem

    bebas (studi bebas). Kemudian pada tahun 1960 mulai dikembangkan studi

    terpimpin yang dilanjuti dengan sistem kredit semester di tahun 1974.

    Selanjutnya terjadi beberapa kali perubahan sistem pembelajaran dan juga

    kurikulum, yaitu 1982 (KIPDI I), 1992 (KIPDI II), dan 2004 (KIPDI III). Pada

    Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia (KIPDI) III ini kemudian

    diperkenalkan sistem pembelajaran dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi

    (KBK).

    Program Pendidikan Kedokteran Gigi di Indonesia pertama kali dibuka

    pada tahun 1928, yaitu School tot Opleiding voor Indische Tandarts (STOVIT) di

    Surabaya. Pada masa ini, pemerintah Belanda telah mendirikan beberapa

    pusat pendidikan tinggi di Indonesia yang merupakan Universiteit van

    Indonesia antara lain Pendidikan Bidang Kedokteran (STOVIA) di Jakarta,

    Pendidikan Bidang Pertanian di Bogor, dan Pendidikan Bidang Teknik di

    Bandung. Selanjutnya, bidang kedokteran gigi (STOVIT) di Surabaya tersebut

    kemudian menjadi bagian dari Universitas Airlangga. Penyelenggaraan

    pendidikan kedokteran gigi sebelum diberlakukannya UU tentang Praktik

    Kedokteran, mengacu pada Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Gigi Indonesia II

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 14

    (KIPDGI II) dan peraturan serta kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan

    pendidikan tinggi yang sifatnya umum. Penerapan KIPDGI II pada masing-

    masing institusi masih beragam, kemungkinan hal ini disebabkan persepsi yang

    berbeda-beda. Kondisi tersebut di atas menyebabkan lulusan dokter gigi

    mempunyai kualitas dan kompetensi yang belum seragam. Tingginya masalah

    penyakit gigi dan mulut di Indonesia, menunjukkan bahwa masalah yang ada

    belum dapat ditangani sepenuhnya oleh dokter gigi, karena pada

    kenyataannya dijumpai kasus-kasus yang sangat kompleks. Untuk

    mengakomodasi hal ini pada tahun 1984 secara resmi dibuka Program

    Pendidikan Dokter gigi Spesialis (PPDGS) dengan SK DIKTI no 139 dan

    141/DlKTI/Kep/1984. Pertama kali PPDGS dibuka di 4 (empat) FKG dengan 7

    (tujuh) program studi, yaitu di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

    dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga untuk program spesialis

    Orthodonsi, Konservasi, Kedokteran Gigi Anak, Bedah Mulut, Penyakit Mulut,

    Periodonsia dan Prosthodonsia; Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

    Padjadjaran dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada untuk

    program spesialis Orthodonsi, Konservasi, Kedokteran Gigi Anak, Bedah Mulut,

    Periodonsia dan Prosthodonsia. Setelah itu pada tahun 2003 melalui SK Dikti

    nomor 2251-D-T-2003 telah dibuka pula di Fakultas Kedokteran Gigi

    Universitas Sumatera Utara untuk program pendidikan dokter gigi spesialis

    Orthodonsia. Program PDGS ini diharapkan dapat mengembangkan Ilmu

    Kedokteran Gigi Klinik, pelayanan atau asuhan spesialistik meliputi metode

    perawatan berdasarkan hasil riset untuk memberikan pelayanan gigi dan mulut

    yang baik dan profesional bagi masyarakat. Saat ini sudah ada 7 FKG

    penyelenggara pendidikan drg spesialis, dengan ketentuan pada tahun 2012

    sudah menggunakan kurikulum berbasis kompetensi sesuai dengan standar

    pendidikan dan standar kompetensi nasional.

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 15

    Pada tahun 2005 dengan telah diberlakukannya Undang Undang Nomor

    29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, maka dicetuskan untuk

    penyusunan standar pendidikan dan standar kompetensi bagi dokter dan

    dokter gigi. Standar-standar ini kemudian disahkan oleh Konsil Kedokteran

    Indonesia tahun 2006. Sejak mulai disahkan sampai saat ini, standar

    pendidikan dan standar kompetensi merupakan acuan yang wajib dilaksanakan

    oleh seluruh Institusi Pendidikan Kedokteran di Indonesia.

    Perkembangan pendidikan kedokteran berlanjut dengan kebijakan

    tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Kerangka Kualifikasi

    Nasional Indonesia merupakan perwujudan mutu dan jati diri Bangsa Indonesia

    terkait dengan sistem pendidikan nasional dan pelatihan yang dimiliki negara

    Indonesia. KKNI merupakan kerangka penjenjangan capaian pembelajaran

    yang dapat menyetarakan luaran (learning outcome) bidang pendidikan

    formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja dalam rangka pemberian

    pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai

    sektor. KKNI terdiri atas 9 (sembilan) jenjang kualifikasi, dimulai dari Kualifikasi

    I sebagai kualifikasi terendah dan Kualifikasi IX sebagai kualifikasi tertinggi.

    Jenjang kualifikasi merupakan tingkatan capaian pembelajaran yang disepakati

    secara nasional. Melalui KKNI dapat dijelaskan hubungan antara berbagai

    kualifikasi pendidikan, sehingga dapat dimengerti secara internasional. KKNI

    untuk Sarjana (Sarjana Kedokteran/ Kedokteran Gigi) berada di level 6, KKNI

    dokter/dokter gig di level 7, dan KKNI dokter spesialis/dokter gigi spesialis di

    Level 8.

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 16

    B. Landasan Filosofis

    Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal yang merupakan

    tujuan dari pembangunan kesehatan diperlukan berbagai upaya melalui

    penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau bagi

    seluruh masyarakat. Penyelenggaraan praktik kedokteran merupakan inti

    kegiatan pembangunan kesehatan. Salah satu komponen utama pemberi

    pelayanan kesehatan kepada masyarakat dilaksanakan oleh dokter dan dokter

    gigi. Peranan dokter dan dokter gigi menjadi penting karena terkait langsung

    dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan.

    Agar dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang, dokter dan

    dokter gigi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh

    melalui pendidikan dan pelatihan formal untuk mencapai kompetensi tertentu

    yang telah ditetapkan. Dalam menjalankan praktiknya dokter dan dokter gigi

    juga harus memiliki etik dan moral yang tinggi, sehingga dapat menjalankan

    praktik kedokteran dengan baik. Dengan perubahan paradigma di masyarakat,

    dokter dan dokter gigi juga harus memahami kepentingan pasien (patient

    oriented) dan memahami berbagai aspek hukum dan peraturan yang berlaku

    untuk melindungi pasien dan dirinya. Dapat dikatakan dokter dan dokter gigi

    harus mempunyai kemampuan akademis, keterampilan, dan profesionalitas

    yang amat baik dengan standar yang tinggi.

    Apabila pada masa 400 SM, Hippocrates mengatakan kepada muridnya

    bahwa untuk menjadi dokter yang baik mereka harus menjadi agent of change

    yang dapat menciptakan masyarakat yang berperilaku hidup sehat yang dapat

    melindungi kesehatan dirinya dan lingkungannya untuk menjadikan individu,

    keluarga, dan masyarakat yang produktif. Pada masa kini untuk menjadi dokter

    dan dokter gigi yang baik tidak hanya menjadi agent of change seperti yang

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 17

    disebutkan oleh Hipprocrates, tetapi juga sangat ditentukan oleh berbagai

    sistem yang ada atau sistem yang dijalankan oleh suatu negara, seperti sistem

    ekonomi, sistem pelayanan kesehatan, hukum, budaya, sistem pendidikan, dan

    lain sebagainya. Dengan kata lain, untuk menjadi dokter yang baik, tidak hanya

    ditentukan oleh individu dokter dan dokter gigi sendiri, tetapi bergantung juga

    pada sistem yang ada. Sistem yang baik akan menghasilkan dokter dan dokter

    gigi yang baik.

    Dalam rangka menghasilkan dokter dan dokter gigi yang baik sehingga

    dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan setiap anggota masyarakat,

    perlu ada sistem pendidikan yang baik. Sistem pendidikan kedokteran dan

    kedokteran gigi yang baik seyogyanya mengacu pada perkembangan dan

    kebutuhan layanan kesehatan masyarakat yang ada. Di era globalisasi yang

    tidak terhindarkan oleh negara manapun di dunia, menjadi suatu keharusan

    pula bahwa sistem pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi juga mengacu

    pada sistem global atau sistem yang dianut oleh banyak negara. Sistem

    pendidikan kedokteran yang baik, memerlukan oleh sistem pelayanan dan

    rujukan kesehatan yang baik, dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama

    lain.

    C. Landasan Sosiologis

    Pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi di dunia dewasa ini telah

    berkembang dengan pesat. Berbagai perubahan telah terjadi seiring dengan

    kebutuhan dan tantangan baik lokal, nasional, dan global dalam rangka

    peningkatan mutu pelayanan praktik kedokteran atau pelayanan kesehatan.

    Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

    Pendidikan Nasional maka jalur, jenjang, dan jenis pendidikan telah ditentukan

    dengan jelas sehingga untuk pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi perlu

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 18

    diatur tersendiri sesuai kebutuhan dan perkembangan pendidikan dan ilmu

    kedokteran dan kedokteran gigi serta tetap menyelaraskan dengan hukum

    positif yang berlaku.

    Beberapa Negara Uni Eropa telah menyepakati jenjang pendidikan

    kedokteran sesuai dengan konsensus Bologna, dimana pendidikan kedokteran

    tingkat pertama (dokter/dokter gigi) merupakan pendidikan 2 tahap, yaitu

    tahap Bachelor dan tahap Master, sehingga lulusan pendidikan dokter/dokter

    gigi setara dengan dan mendapat gelar Master. Pengakuan ini mendapat

    tanggapan positif luar biasa dari para mahasiswa kedokteran di Eropa. Dengan

    demikian maka pendidikan kedokteran tahap selanjutnya, yaitu dokter

    spesialis dan dokter gigi spesialis dapat disetarakan dengan pendidikan doktor.

    D. Landasan Yuridis

    Amanah Pasal 31 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

    1945 menyebutkan bahwa 1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat

    pengajaran dan 2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu

    sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. Amanah

    tersebut dikonkritkan dengan berlakunya Undang Undang Nomor 20 tahun

    2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada konsideran menimbang

    Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

    ditegaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan harus mampu menjamin

    pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan

    efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan

    tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu

    dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan

    berkesinambungan.

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 19

    Selain Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan

    Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

    pengaturan pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi juga harus didasarkan

    pada berbagai peraturan pelaksana, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 66

    tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun

    2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan jo Peraturan

    Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan

    Pendidikan, dan berbagai peraturan pelaksana lainnya.

    Dengan demikian dapat diidentifikasi landasan hukum pengaturan

    pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi, sebagai berikut:

    1. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

    2. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

    Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78,

    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

    3. Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

    4. Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);

    5. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran

    Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 20

    6. Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran

    Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

    7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);

    8. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

    Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41,

    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);

    9. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan

    Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

    2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

    5105);

    10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas

    Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan

    Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

    2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

    5157);

    11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2005 tentang

    Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi;

    12. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 42 Tahun 2007 tentang

    Sertifikasi Dosen;

    13. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2008 tentang

    Perubahan Pertama Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

    42 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Dosen;

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 21

    14. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 20/KKI/KEP/IX/2006

    tentang Pengesahan Standar Pendidikan Dokter;

    15. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 21/KKI/KEP/IX/2006

    tentang Pengesahan Standar Pendidikan Dokter Spesialis;

    16. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 21A/KKI/KEP/IX/2006

    tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter;

    17. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 22/KKI/KEP/XI/2006

    tentang Pengesahan Standar Pendidikan Profesi Dokter Gigi;

    18. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 23/KKI/KEP/XI/2006

    tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter Gigi;

    19. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 24/KKI/KEP/XI/2006

    tentang Pengesahan Standar Pendidikan Profesi Dokter Gigi Spesialis.

    Beberapa peraturan berikut ini perlu diperhatikan (setelah terlebih dahulu

    diperiksa kembali tentang waktu pemberlakuannya, apakah sudah dicabut

    atau diganti dengan peraturan yang baru), sebagai berikut:

    1. Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Pengajaran No.0211/U/1982

    tertanggal 26 Juni 1982 tentang pelaksanaan kurikulum dalam lingkungan

    Departemen Pendidikan dan Kebudayaan adalah sistem kredit semester;

    2. Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

    No.056/U/1994;

    3. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

    No.0310/U/1994 tentang kurikulum yang berlaku secara nasional untuk

    program sarjana ilmu kesehatan.

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 22

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 23

    BAB III

    MATERI MUATAN RANCANGAN REGULASI

    PENDIDIKAN KEDOKTERAN

    A. Ketentuan Umum (batasan pengertian dan/atau singkatan)

    1. Pendidikan kedokteran adalah proses pendidikan yang diselenggarakan

    untuk menghasilkan lulusan dokter dan dokter gigi yang memiliki

    kompetensi untuk melaksanakan praktik kedokteran dan/atau pelayanan

    kesehatan baik individual atau masyarakat dalam bidang kedokteran dan

    kedokteran gigi. Pendidikan kedokteran berupa pendidkan sarjana

    kedokteran/kedokteran gigi, dokter/dokter gigi, dokter spesialis/dokter

    gigi spesialis, dan dokter spesialis lanjutan/dokter gigi spesialis lanjutan

    (subspesialis/konsultan).

    2. Peserta didik pendidikan kedokteran yang selanjutnya disebut

    mahasiswa adalah seseorang yang telah terdaftar dan mengikuti kegiatan

    akademik dan/atau profesi di institusi pendidikan kedokteran atau

    kedokteran gigi.

    3. Profesi Kedokteran adalah suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran

    gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang

    diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat

    melayani masyarakat.

    4. Sarjana Kedokteran dan Sarjana Kedokteran Gigi adalah lulusan jalur

    pendidikan akademik strata 1 dari institusi pendidikan kedokteran atau

    kedokteran gigi.

    5. Dokter dan dokter gigi adalah lulusan jalur pendidikan profesi kedokteran

    atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 24

    pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan yang terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan

    dokter gigi spesialis.

    6. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama

    mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu

    pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan

    pengabdian kepada masyarakat di bidang kedokteran.

    7. Standar pendidikan kedokteran adalah kriteria minimal yang harus

    dimiliki oleh institusi pendidikan kedokteran yang terdiri atas standar

    pendidikan profesi kedokteran dan standar pendidikan profesi

    kedokteran gigi.

    8. Standar kompetensi adalah kompetensi minimal yang harus dicapai

    dalam pendidikan kedokteran dan/atau kedokteran gigi yang mencakup

    ilmu pengetahuan, sikap, dan, keterampilan.

    9. Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab

    yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh

    masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan

    tertentu. Kompetensi terdiri atas kompetensi utama, kompetensi

    pendukung, kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan

    kompetensi utama (SK Mendiknas 045/U/2002). Elemen-elemen

    kompetensi terdiri atas a)Landasan kepribadian, b) Penguasaan ilmu dan

    keterampilan, c)Kemampuan berkarya, d) Sikap dan perilaku dalam

    berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan

    yang dikuasai, dan e) Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat

    sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 25

    10. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap

    kemampuan seorang dokter dan dokter gigi untuk menjalankan praktik

    kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.

    11. Institusi Pendidikan Kedokteran adalah institusi yang menyelenggarakan

    pendidikan kedokteran dan/atau kedokteran gigi baik dalam bentuk

    fakultas, jurusan atau program studi yang merupakan bagian dari

    pendidikan tinggi/universitas.

    12. Kurikulum pendidikan kedokteran yang selanjutnya disebut kurikulum

    adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan

    bahan belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman

    penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

    pendidikan kedokteran.

    13. Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang terakreditasi sebagai

    Rumah Sakit Pendidikan yang berfungsi sebagai tempat pendidikan

    kedokteran, pelatihan tenaga profesional dokter, dan penelitian secara

    terpadu dalam bidang pendidikan kedokteran dasar dan pendidikan

    kedokteran berkelanjutan. Rumah sakit pendidikan dapat berupa rumah

    sakit pendidikan utama, rumah sakit pendidikan afiliasi, dan rumah sakit

    pendidikan satelit.

    14. Akreditasi pendidikan kedokteran adalah kegiatan penilaian kelayakan

    program pendidikan kedokteran berdasarkan kriteria yang telah

    ditetapkan.

    15. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang

    Pendidikan Nasional. oleh karena dalam naskah tidak ada uraian

    tentang Menteri, apakah dapat dihilangkan?

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 26

    B. Asas dan Tujuan Pengaturan Pendidikan Kedokteran

    Pengaturan pendidikan kedokteran ini dilakukan untuk memberikan

    kejelasan dan penghargaan terhadap jenis, jenjang, dan beban

    pendidikan tinggi dalam pendidikan kedokteran/kedokteran gigi baik

    akademik maupun profesi, serta menghindari tumpang tindih jenis

    pendidikan yang ada. Pengaturan pendidikan kedokteran ini berazaskan

    keadilan, kemanfaatan, dan akuntabilitas.

    C. Jenjang Pendidikan Kedokteran

    Pendidikan formal dalam Pendidikan Kedokteran di Indonesia terdiri atas:

    a) Pendidikan sarjana kedokteran, pendidikan dokter, dan pendidikan

    dokter spesialis termasuk pendidikan dokter spesialis lanjutan untuk

    profesi dokter.

    b) Pendidikan sarjana kedokteran gigi, pendidikan dokter gigi, dan

    pendidikan dokter gigi spesialis termasuk pendidikan dokter gigi

    spesialis lanjutan untuk profesi dokter gigi.

    D. Pendidikan kedokteran merupakan :

    1. Pendidikan kedokteran/kedokteran gigi berkelanjutan yang

    diselenggarakan oleh institusi pendidikan kedokteran/kedokteran gigi

    dan organisasi profesi yang diakui pemerintah.

    2. Pendidikan dokter spesialis/dokter gigi spesialis berkelanjutan yang

    diselenggara-kan oleh institusi pendidikan dan kolegium terkait.

    3. Pendidikan dokter spesialis lanjutan (Konsultan) yang diselenggarakan

    oleh kolegium bekerjasama dengan institusi pendidikan penyelenggara

    pendidikan dokter/dokter gigi spesialis, dan asosiasi rumah sakit

    pendidikan.

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 27

    Dalam pasal 26 Undang Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

    Pendidikan nasional dikatakan bahwa pendidikan non formal

    diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

    pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau

    pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan

    sepanjang hayat. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara

    dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian

    penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau

    Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

    E. Gelar dan Sebutan Lulusan Program Pendidikan Kedokteran

    E.1 Gelar Profesi

    a) Lulusan sarjana medik dan sarjana medik dental tidak diberikan gelar

    profesi.

    b) Lulusan program pendidikan profesi dokter mendapat gelar profesi

    dokter (dr.).

    c) Lulusan program pendidikan profesi dokter gigi mendapat gelar profesi

    dokter gigi (drg.).

    d) Lulusan program pendidikan profesi dokter spesialis mendapat gelar

    profesi dokter spesialis (dr. Sp.).

    e) Lulusan program pendidikan profesi dokter gigi spesialis mendapat gelar

    profesi dokter gigi spesialis (drg. Sp.),

    f) Lulusan program pendidikan spesialis lanjutan/subspesialis/fellowship

    mendapat sebutan Konsultan.

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 28

    E.2 Gelar Akademik

    a) Lulusan program pendidikan sarjana kedokteran mendapat gelar Sarjana

    Medik (disingkat S.Med.).

    b) Lulusan program pendidikan sarjana kedokteran gigi mendapat gelar

    Sarjana Medik Dental (disingkat S.Med.Dent.).

    c) Lulusan program pendidikan profesi dokter mendapat gelar akademik

    Magister Medik (disingkat M.Med.).

    d) Lulusan program pendidikan profesi dokter gigi mendapat gelar

    akademik Magister Dokter Gigi (disingkat M.Med.Dent.).

    e) Lulusan program pendidikan profesi dokter spesialis mendapat gelar

    akademik Doktor Medik (disingkat Dr.Med.).

    f) Lulusan program pendidikan profesi dokter gigi spesialis mendapat gelar

    akademik Doktor Dental (disingkat Dr.Med.Dent.).

    g) Untuk mendapatkan gelar akademik, maka seorang dokter/dokter gigi

    harus menyelesaikan karya ilmiah berbentuk tesis, sedangkan dokter

    spesialis/dokter gigi spesialis karya ilmiah berbentuk disertasi.

    h) Peraturan mengenai skripsi, tesis, dan disertasi dibuat pedoman secara

    terpisah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    F. Beban Studi

    Pendidikan kedokteran dilaksanakan dengan sistem kredit semester

    sebagaimana diamanatkan oleh Undang Undang nomor 20 tahun 2003 tentang

    SisDikNas. Beban studi pendidikan kedokteran untuk semua jenjang program

    pendidikan kedokteran sebagai berikut:

    a) Jenjang Sarjana Kedokteran/Sarjana Kedokteran Gigi memiliki beban

    studi antara 144-160 SKS, diakhiri dengan karya ilmiah berbentuk skripsi.

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 29

    b) Jenjang profesi dokter/profesi dokter gigi memiliki beban studi antara

    36-50 SKS, diakhiri dengan Karya Ilmiah berbentuk Tesis untuk

    mendapatkan gelar akademiknya.

    c) Jenjang dokter spesialis/dokter gigi spesialis memiliki beban studi antara

    50-100 SKS, diakhiri dengan Karya Ilmiah berbentuk Disertasi untuk

    mendapatkan gelar akademiknya.

    d) Jenjang pendidikan spesialis lanjutan/subspesialis/fellowship memiliki

    beban studi sesuai dengan ketentuan kolegium terkait.

    G. Penyelenggara Pendidikan

    a) Program Pendidikan Sarjana Kedokteran (PPSK)/Sarjana Kedokteran Gigi

    (PPSKG), Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D)/Program Pendidikan

    Profesi Dokter Gigi (P3DG), dan Program Pendidikan Dokter Spesialis

    (PPDSp)/Dokter Gigi Spesialis (PPDSpG) diselenggarakan oleh Perguruan

    Tinggi.

    b) Penyelenggaraan program profesi dokter/dokter gigi, dokter

    spesialis/dokter gigi spesialis sebagaimana pada ayat a bekerjasama

    dengan Kolegium dan RS Pendidikan.

    c) Program Pendidikan dokter/dokter gigi spesialis Lanjutan (subspesialis)

    diselenggarakan oleh Kolegium terkait, bekerjasama dengan insitusi

    pendidikan PPDSp/PPDGSp dan Rumah Sakit Pendidikan.

    d) Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB)

    dan Program Pendidikan Kedokteran Gigi Berkelanjutan (P2KGB)

    diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang

    diakreditasi oleh organisasi profesi.

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 30

    H. Penjaminan Mutu Pendidikan Kedokteran

    a) Untuk menjamin mutu proses dan lulusan, setiap penyelenggara

    pendidikan kedokteran/kedokteran gigi harus melakukan program

    penjaminan mutu pendidikan.

    b) Program penjaminan mutu dapat dilakukan secara internal maupun

    eksternal. Penjaminan mutu internal dilakukan dengan membentuk

    badan jaminan mutu internal, sedangkan penjaminan mutu eksternal

    dapat mengundang lembaga penjaminan mutu independen.

    c) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan kedokteran/kedokteran gigi,

    perlu ditetapkan bahwa untuk dapat melanjutkan pendidikan profesi ke

    jenjang lebih tinggi, seperti dari dokter/dokter gigi ke pendidikan dokter

    spesialis/dokter gigi spesialis, diperlukan paling sedikit pengalaman

    kerja 2 (dua) tahun di bidang profesinya termasuk internsip.

    d) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan kedokteran/kedokteran gigi,

    perlu ditetapkan bahwa untuk dapat melanjutkan pendidikan profesi ke

    jenjang lebih tinggi dari dokter spesialis/dokter gigi spesialis ke

    pendidikan dokter spesialis lanjutan/dokter gigi spesialis lanjutan

    (konsultan) diperlukan paling sedikit pengalaman kerja 3 (tiga) tahun di

    bidang profesinya.

    I. Akreditasi Pendidikan Kedokteran

    a) Setiap penyelenggara pendidikan kedokteran harus terakreditasi oleh

    lembaga akreditasi yang sah.

    b) Akreditasi dilakukan terhadap semua jenjang dan jenis pendidikan

    kedokteran.

    c) Lulusan program pendidikan kedokteran/kedokteran gigi yang

    belum/tidak terakreditasi dianggap tidak sah.

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 31

    J. Sertifikasi Pendidikan Kedokteran

    a) Ijazah diberikan oleh perguruan tinggi kepada lulusan yang telah

    menyelesaikan jenjang tertentu pendidikan kedokteran/kedokteran

    gigi.

    b) Sertifikat kompetensi diberikan oleh kolegium ilmu kedokteran/

    kedokteran gigi sebagai tanda telah lulus uji kompetensi yang

    diselenggarakan kolegium terkait.

    K. Ketentuan Peralihan

    Semua ketentuan tentang jenjang dan gelar pendidikan kedokteran

    yang berlaku sebelum peraturan pemerintah ini ditetapkan, tetap berlaku

    sampai selambat-lambatnya akhir Desember 2012.

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 32

    BAB IV

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    a) Pengaturan sistem pendidikan kedokteran yang merupakan bagian dari

    Sistem Pendidikan Nasional, perlu disempurnakan sehingga menjadi

    lebih terarah, dapat memberikan kejelasan dan penghargaan terhadap

    jenis, jenjang, dan beban pendidikan tinggi dalam pendidikan

    kedokteran/kedokteran gigi baik akademik maupun profesi, serta

    menghindari tumpang tindih jenis pendidikan yang ada.

    b) Penyempurnaan sistem pendidikan kedokteran tersebut antara lain

    mengenai:

    1. Ketentuan pembukaan program studi kedokteran/kedokteran gigi 2. Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik 3. Ketentuan mengenai perguruan tinggi 4. Ketentuan mengenai gelar akademik dan profesi 5. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi 6. Ketentuan mengenai persyaratan kelulusan dan pencabutan gelar

    akademik atau profesi 7. Penyelenggaraan pendidikan nonformal 8. Pengakuan hasil Pendidikan informal (dihilangkan?) 9. Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan 10. Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum 11. Ketentuan mengenai kurikulum pendidikan tinggi 12. Ketentuan mengenai pendidik dan tenaga kependidikan 13. Ketentuan mengenai kualifikasi pendidik (sudah termasuk no 12?) 14. Ketentuan mengenai promosi, penghargaan, dan sertifikasi 15. Ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan

    pada semua satuan pendidikan 16. Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan 17. Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan 18. Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan 19. Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan 20. Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id

  • 33

    21. Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan tinggi 22. Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan nonformal 23. Ketentuan mengenai peran serta masyarakat 24. Ketentuan mengenai pembentukan Dewan Pendidikan 25. Ketentuan mengenai evaluasi 26. Ketentuan mengenai akreditasi 27. Ketentuan mengenai sertifikasi 28. Ketentuan mengenai pendirian satuan pendidikan (diusulkan yang

    no 1 di atas) 29. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan asing 30. Ketentuan mengenai pengawasan

    B. Rekomendasi

    Oleh karena Pendidikan Kedokteran/Kedokteran Gigi merupakan

    pendidikan akademik dan profesi yang memerlukan waktu panjang yang

    sampai sekarang belum ada penjelasan yang rinci tentang kesetaraan antara

    jenjang jenjang jalur akademik dan jalur profesi, maka perlu secepatnya dibuat

    Peraturan Pemerintah tentang Sistem Pendidikan Pendidikan Kedokteran yang

    disempurnakan, sesuai perintah pasal-pasal yang tercantum dalam Undang

    Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Undang Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

    2. Undang Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

    3. Undang Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

    Draft

    Diun

    duh d

    ari w

    ww.hp

    eq.di

    kti.go

    .id