DRAF SKRIPSI

22
1 DRAF SKRIPSI Nama : Misbahuddin. S Nim : SO.100104024 Fak/Jur : Syari’ah/Peradilan Agama Judul : Terorisme dalam Perundang-Undangan di Indonesia (Studi Analisis dengan Pendekatan Syari’at Islam) A. Latar Belakang Hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang paling mendasar bagi seluruh manusia. Hak untuk hidup merupakan bagian dari hak asasi yang memiliki sifat tidak dapat di tawar lagi (non derogable rights). 1 Artinya, hak ini mutlak harus di miliki setiap orang, karena tanpa adanya hak hidup, maka tidak ada lagi hak-hak asasi lainnya. Hak tersebut juga menandakan setiap orang memiliki hak untuk 1 I Sriyanto dan Desiree Zuraida, “Modul Instrument HAM Nasional,” Hak Untuk Hidup, Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan, Serta Hak Mengembangkan Diri (Jakarta:Depertemen Hukum dan HAM RI, Direktorat Jenderal Perlindungan HAM, 2001), h. 1.

Transcript of DRAF SKRIPSI

Page 1: DRAF SKRIPSI

1

DRAF SKRIPSI

Nama : Misbahuddin. S

Nim : SO.100104024

Fak/Jur : Syari’ah/Peradilan Agama

Judul : Terorisme dalam Perundang-Undangan di Indonesia (Studi Analisis dengan Pendekatan Syari’at Islam)

A.Latar Belakang

Hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang paling

mendasar bagi seluruh manusia. Hak untuk hidup merupakan

bagian dari hak asasi yang memiliki sifat tidak dapat di tawar lagi

(non derogable rights).1 Artinya, hak ini mutlak harus di miliki setiap

orang, karena tanpa adanya hak hidup, maka tidak ada lagi hak-hak

asasi lainnya. Hak tersebut juga menandakan setiap orang memiliki

hak untuk hidup dan tidak ada lagi orang lain yang berhak untuk

mengambil hak hidup orang lain.

1I Sriyanto dan Desiree Zuraida, “Modul Instrument HAM Nasional,” Hak Untuk Hidup, Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan, Serta Hak Mengembangkan Diri (Jakarta:Depertemen Hukum dan HAM RI, Direktorat Jenderal Perlindungan HAM, 2001), h. 1.

Page 2: DRAF SKRIPSI

2

Dalam hal ini terdapat beberapa pengecualian seperti untuk

tujuan penegakan hukum, sebagaimana yang di atur dalam Article

2 Eropean Convention On Human Rights yang menyatakan:

“ Protection the right of every person to their life. The article contains exceptions for the cases of lawful executions, and deaths as result of “the use of force which is no more than absolutely necessary” in defending one’s self or others, arresting a suspect or fugitive, and suppressing riots or insurrections.2

Pengecualian terhadap penghilangan hak hidup tidak

mencakup pada penghilangan hak hidup seseorang oleh orang

lainnya tanpa ada alas hak yang mendasar ketentuan perundang-

undangan yang berlaku. Salah satu contoh penghilangan hak hidup

tanpa alas hak adalah pembunuhan melalui aksi teror. Aksi teror

jelas melecehkan nilai kemanusian, martabat, dan norma agama.

Teror juga telah menunjukkan gerakannya sebagai tragedi hak

asasi manusia.3

Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan

peradaban serta merupakan salah satu ancaman serius terhadap

kedaulatan setiap negara karena terorisme sudah merupakan

kejahatan yang bersifat internasional yang menimbulkan bahaya

2Eropean Convention On Human Rights, http//En.Wikipedia.Org/Eropean Convention On Human Rights Files (26 Desember 2006).

3Abdul Wahid Sunardi dan Muhammad Imam Sidik, Kejahatan Terorisme

Perspektif Agama, HAM dan Hukum (Bandung:PT. Refika Aditama, 2004), h. 2.

Page 3: DRAF SKRIPSI

3

terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan

kesejahteraan masyarakat sehingga perlu dilakukan

pemberantasan secara berencana dan berkesinambungan sehingga

hak asasi dapat dilindungi dan di junjung tinggi.4 Pernyataan

tersebut sejalan dengan tujuan bangsa Indonesia yang termaktub

dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu, Melindungi Segenap

Bangsa Indonesia Dan Seluruh Tumpah Darah Indonesia, Dan Untuk

Memajukan Kesejahteraan Umum, Mencerdaskan Kehidupan

Bangsa, Dan Ikut Melaksanakan Ketertiban Dunia.5

Aksi terorisme di Indonesia mencuat ke permukaan setelah

terjadinya bom Bali I pada tanggal 12 Oktober 2002, Peristiwa ini

tepatnya terjadi di Sari Club dan Peddy’s Club, Kuta, Bali.

Sebelumnya tercatat juga beberapa aksi teror di Indonesia antara

lain kasus bom Istiqlal pada tanggal 19 April 1999, bom malam

Natal pada tanggal 24 Desember 2002 yang terjadi di dua puluh

tiga Gereja, bom di Bursa Efek Jakarta pada September 2000 serta

penyanderaan dan pendudukan Perusahaan Mobil Oil oleh Gerakan

Aceh Merdeka pada tahun yang sama.

4Republik Indonesia, “Undang-undang R.I. Nomor 1 Tahun 2002”, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Paragraf dua. (a).

5Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan Alinea ke-4.

Page 4: DRAF SKRIPSI

4

Sementara aksi teror lainnya yang masih hangat di

bicarakan orang, yang hanya berselang empat hari menjelang

digelarnya duel Manchester United versus Indonesia All Star, aksi

terorisme kembali terjadi di Tanah Air, setelah empat tahun terakhir

pemerintah SBY berhasil meningkatkan stabilitas keamanan dan

membawa bangsa ini hidup nyaman tanpa dentuman bom. Kali ini

sasarannya lagi-lagi Hotel JW Marriott plus The Ritz-Carlton,

Kuningan, Jakarta. Korban tak berdosa pun berjatuhan. Tragedi

Jumat Kelabu itu mengindikasikan kepada kita bahwa saat ini tak

ada satu pun negara di dunia yang bersih atau bebas dari ancaman

terorisme. Maka, pertanyaannya apakah terorisme itu tampaknya

tidak layak lagi diungkapkan ke permukaan? karena sudah dijawab

dengan fakta empiris bahwa terorisme adalah lawan kemanusiaan,

keadaban, dan keragaman. Anggapan terorisme identik dengan

kekerasan, pembunuhan, dan penindasan semakin tidak

terbantahkan. Di mana terorisme singgah, di situlah korban

berjatuhan. Terorisme dan korban ibarat dua sisi mata uang yang

tak bisa dipisahkan. Karenanya, siapa pun akan resah, gelisah, dan

gundah-gulana atas perilaku teroris yang mengerikan itu.

Mempercayai, mendukung, dan mengesahkan terorisme

sama halnya menyetujui adanya tragedi kemanusiaan dalam jumlah

Page 5: DRAF SKRIPSI

5

yang lebih besar. Lalu, akankah milenium ketiga menjadi era para

teroris? Benarkah bahwa terorisme mendapat justifikasi dan

legitimasi dari agama, demikian juga jihad? Harus diakui, pasca-

tragedi yang menghancurkan gedung WTC, New York, Amerika

Serikat, 11 September 2001, muncul suara-suara sumbang yang

dialamatkan kepada agama tertentu, yakni Islam. Dengan kata lain,

banyak pihak terutama AS yang menuduh bahwa aksi terorisme

mendapat justifikasi atau legitimasi dari agama Islam.

Menghadapi tudingan dan pandangan negatif tersebut, ada

beberapa hal yang cukup signifikan dan mendesak untuk dilakukan.

Pertama, perlunya menampilkan wajah agama dengan baik agar

agama kita memiliki citra yang baik. Agama mesti dikembalikan ke

posisinya sebagai spirit dan moralitas yang akan senantiasa

mengusung panji-panji kemanusiaan, keadaban, kemaslahatan

kesetaraan, dan keadilan. Sudah saatnya bagi kita untuk

memperbaiki citra agama, terutama Islam, yang pada pasca-tragedi

11 September, serta bom London dan Mesir, direpresentasikan Al-

Qaidah dan beberapa kelompok radikal lainnya.

Kedua, karena tidak sedikit elite dan masyarakat awam

bersikap ekstrem dan eksesif dalam beragama, kini penting bagi

kita untuk membangun sikap beragama yang human. Paradigma

Page 6: DRAF SKRIPSI

6

humanis dalam beragama adalah paradigma nilai, sikap, norma,

dan praktek keberagamaan (religiosity) yang mendukung

kehidupan tanpa kekerasan dan damai, meningkatkan keadilan

masyarakat, menjunjung tinggi hak asasi manusia, memajukan

harmoni antarbudaya, dan kelestarian ekologis. Sikap utama dalam

paradigma humanis ini adalah moderasi. Agamawan ataupun awam

yang moderat akan cenderung santun dan seimbang. Santun dalam

menjalankan agamanya dan interaksi sosial. Seimbang dalam

memenuhi kebutuhan material dan spiritual, individual dan sosial,

serta dalam berhubungan dengan Tuhan, manusia, dan lingkungan

alam. Mereka yang moderat akan menjunjung keadilan dan kearifan

dalam bersikap, tidak gampang terhasut, marah, menuduh,

ataupun memaksa (coercive).

Setiap agama jelas mengajarkan moderasi. Dalam Islam

diajarkan, "Tuhan menginginkan kemudahan bagi manusia, bukan

kesulitan. Islam mengajarkan Rahmat dan Salam, bukan teror dan

perang. Yesus menekankan kasih dan damai. Buddha dan Konghucu

mengutamakan keseimbangan antara Yin dan Yang, antara sifat-

sifat maskulin dan feminin. Semua agama mengajarkan moderasi

dan keseimbangan. Ketiga, perlunya melakukan gerakan dakwah

yang menyuguhkan semangat moderasi, toleran, dan damai. Hal ini

Page 7: DRAF SKRIPSI

7

dilakukan melalui gerakan kultural yang bisa menyadarkan kepada

umat bahwa agama tidak pernah mengajarkan tindakan terorisme.

Langkah kultural yang bersifat proaktif dan progresif semacam ini

penting dilakukan untuk melahirkan citra baru yang lebih baik bagi

setiap agama. Gerakan moral nasional yang diprakarsai tokoh-tokoh

agama dari berbagai organisasi keagamaan, seperti NU,

Muhammadiyah, KWI, PGI, dan sebagainya, bisa dijadikan langkah

kultural untuk mengkampanyekan wajah agama yang humanis,

inklusif, dan antiterorisme. Bahwa agama selamanya tak pernah

mengajarkan terorisme.

Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) memiliki

kewajiban untuk melindungi harkat dan martabat manusia.

Demikian pula dalam hal perlindungan warga negara dari tindakan

terorisme. Salah satu bentuk perlindungan negara terhadap

warganya dari tindakan atau aksi terorisme adalah melalui

penegakan hukum, termasuk di dalamnya upaya menciptakan

produk hukum yang sesuai.

Upaya ini diwujudkan pemerintah dengan mengeluarkan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2002, yang kemudian disetujui oleh DPR menjadi Undang-Undang

No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Page 8: DRAF SKRIPSI

8

Terorisme. Diperlukan Undang-Undang ini karena Pemerintah

menyadari tindak Pidana terorisme merupakan suatu tindak pidana

yang luar biasa (extraordinary crime), sehingga membutuhkan

penanganan yang luar biasa juga (extraordinary measures).6

Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 ini selain mengatur aspek

materil juga mengatur aspek formil. Sehingga, Undang-Undang ini

merupakan Undang-Undang khusus dari kitab Undang-Undang

Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Dengan adanya undang-undang ini diharapkan penyelesaian

perkara pidana terkait dengan terorisme dari aspek materil maupun

formil dapat segera dilakukan.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang tersebut di atas , maka dapat

dirumuskan pokok masalahnya yaitu : Terorisme dalam

Perundang-Undangan di Indonesia (Studi Analisis dengan

Pendekatan Syari’at Islam). Untuk dapat mengerti lebih baik

tentang terorisme beserta segenap dampak yang di timbulkannya,

maka akan dirumuskan Sub Masalah:

6T. Nasrullah, “Sepintas Tinjauan Yuridis Baik Aspek Hukum Materil Maupun Formil Terhadap Undang-Undang No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme” Makalah yang disajikan Pada semiloka Indonesia Police Watch bersama POLDA Metropolitan di Jakarta, 29 Maret), h 3.

Page 9: DRAF SKRIPSI

9

1. Bagaimana pengaturan tentang terorisme dalam

perundang-undangan di Indonesia?

2. Bagaimana pandangan Islam terhadap pengaturan

terorisme di Indonesia?

C.Hipotesis

Berdasarkan Rumusan Masalah di atas, terdapat dua pokok

masalah yang diberikan gambaran jawaban sebagai dugaan

jawaban sementara terhadap masalah pokok dimaksudkan untuk

memusatkan perhatian dalam meneliti benar tidaknya suatu teori.

Adapun Hipotesis dari permasalahan tersebut adalah:

1. Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak

pidana, menghilangkan nyawa tanpa memandang korban dan

menimbulkan ketakutan masyarakat secara luas, menghilangkan

kemerdekaan seseorang, serta kerugian harta benda, oleh karena itu

Indonesia sebagai negara hukum membuat undang-undang Nomor 15

tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme, agar membuat pelaku teror

ini menjadi jera dan mendapatkan hukuman sesuai perbuatan yang

dilakukannya tentunya sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang

berlaku.

Page 10: DRAF SKRIPSI

10

2. Agama Islam jelas mengajarkan moderasi. Dalam Islam

juga diajarkan, "Tuhan menginginkan kemudahan bagi

manusia, bukan kesulitan. mengajarkan rahmat dan salam,

bukan teror dan perang. Maka dari itu Islam sangat

mendukung tindakan pemerintah negara Republik

Indonesia yang menginstruksikan kepada Polri dan TNI

untuk meningkatkan keseriusan dalam upaya menumpas

para teroris tersebut.

D.Pengertian Judul

Judul Skripsi ini adalah: “Terorisme dalam Perundang-

Undangan di Indonesia (Studi Analisis dengan Pendekatan

Syari’at Islam)”.

Untuk mempermudah serta menyamakan persepsi antara

pembaca dan penulis terhadap judul, maka penulis mengemukakan

pengertian:

Terorisme adalah: kekerasan atau ancaman kekerasan yang

diperhitungkan sedemikian rupa untuk menciptakan suasana

ketakutan dan bahaya dengan maksud menarik perhatian nasional

atau internasional terhadap suatu aksi maupun tuntutan7.

7Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 16, (Jakarta:PT Cipta Adi Pustaka 1991), h. 270

Page 11: DRAF SKRIPSI

11

Undang-Undang adalah: ketentuan atau peraturan-peraturan

negara yang di buat oleh pemerintah (Menteri, Badan Eksekutif

dsb), disahkan oleh parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat, Badan

Legislatif) dan di tanda tangani oleh kepala negara (Presiden, Raja)

dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat8.

Studi Analisis adalah : kajian, penyelidikan yang menguraikan

suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaah bagian itu

sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian

yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan9.

Syari’at Islam adalah: peraturan-peraturan yang ditentukan

Allah Swt yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits10.

Jadi pengertian “Terorisme dalam Perundang-Undangan

di Indonesia (Studi Analisis dengan Pendekatan Syari’at

Islam)”. Secara operasional adalah: kajian atau penyelidikan

tentang praktek tindak pidana, penggunaan kekerasan yang

menimbulkan rasa takut dan praktek-praktek teror, dalam

ketentuan dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah, dengan

menggunakan pendekatan Hukum Islam.

8Kamus Pusat Pembiaan dan Pengembangan Bahasa, “Besar Bahasa Indonesia”, Edisi ke-2 Balai Pustaka, h. 990

9Ibid.,h. 32 10 M. Abdul Mujeb, Th. Mabruri Tholah, dan Syafi’ah AM, Kamus Istilah Fiqh (Jakarta:PT

Pustaka Firdaus 1994)

Page 12: DRAF SKRIPSI

12

E. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan sumber literatur di atas, penulis berinisiatif

untuk membahasnya disebabkan belum ada satupun yang pernah

menjadikannya sebagai Karya Tulis Ilmiyah, meskipun dalam

bentuk yang sederhana hal tersebut yang menjadi landasan

penulis, sehingga sangat layak untuk dibahas.

I Sriyanto dan Desiree Zuraida, Modul Instrument HAM

Nasional : Hak Untuk Hidup, Hak Berkeluarga dan Melanjutkan

Keturunan, Serta Hak Mengembangkan Diri. (Jakarta:Depertemen

Hukum dan HAM RI, Direktorat Jenderal Perlindungan HAM, 2001).11

Intinya menjelaskan tentang semua warga Negara khususnya

Indonesia, berhak untuk memperoleh hak untuk hidup merupakan

bagian dari Hak Asasi yang paling mendasar dan tidak dapat di

tawar lagi.

Convention On Human Rights,

http//En.Wikipedia.Org/Eropean Convention On Human Rights Files,

diakses 26 Desember 2006. Intinya menjelaskan tentang

11 I Sriyanto dan Desiree Zuraida, Modul Instrument HAM Nasional : Hak Untuk Hidup, Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan, Serta Hak Mengembangkan Diri. (Jakarta:Depertemen Hukum dan HAM RI, Direktorat Jenderal Perlindungan HAM, 2001).

Page 13: DRAF SKRIPSI

13

pentingnya Hak untuk hidup karena tanpa adanya hak hidup tidak

akan ada hak-hak yang lain.

Abdul Wahid Sunardi dan Muhammad Imam Sidik, Kejahatan

Terorisme : Perspektif Agama, HAM dan Hukum (Bandung:PT. Refika

Aditama, 2004).12 Intinya adalah, Terorisme merupakan kejahatan

terhadap kemanusiaan dan peradaban serta merupakan salah satu

ancaman serius terhadap kedaulatan setiap Negara karena

terorisme sudah merupakan kejahatan yang bersifat Internasional

yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan.

Indonesia, Undang-Undang Tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi UU No. 15, LN.

No. 45 Tahun 2003, TLN. No. 4284 penjelasan umum Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Indonesia Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan Alinea

ke-4. Melindungi Segenap Bangsa Indonesia dan Seluruh Tumpah

Darah Indonesia, dan Untuk Memajukan Kesejahteraan Umum,

Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, dan Ikut Melaksanakan

Ketertiban Dunia.

12 Abdul Wahid Sunardi dan Muhammad Imam Sidik, Kejahatan Terorisme : Perspektif Agama, HAM dan Hukum (Bandung:PT. Refika Aditama, 2004)

Page 14: DRAF SKRIPSI

14

T. Nasrullah, Sepintas Tinjauan Yuridis Baik Aspek Hukum

Materil Maupun Formil Terhadap Undang-Undang No. 15/2003

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Makalah Pada

semiloka tentang “Keamanan Negara” yang di adakan oleh

Indonesia Police Watch bersama POLDA Metropolitan Jakarta Raya,

29 Maret. Intinya mempersentasekan tentang solusi dan cara

pemberantasan tindak pidana terorisme dan tinjauan hukum dari

aspek materil dan formil.

Haitsam Al-Kailani, Al-Irhab Yu-Assassu Daulati Namuudzaji

Israa-Il diterjemahkan oleh Abdul Muhid: Siapa Teroris Dunia?

(Pustaka Al-Kautsar: Jakarta). Intinya menjelaskan tentang

terorisme di tinjau dari kacamata hukum Islam.

F. Metode Penelitian

Dalam rangka memperoleh hasil yang lebih baik, dan untuk

memudahkan penyusunan skripsi ini dikemukakan metode-metode

yang digunakan sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

a. Pendekatan Yuridis, dimaksudkan untuk mengetahui

tentang Terorisme dalam Perundang-Undangan,

terutama dengan pendekatan Syari’at Islam. Sebagai

Page 15: DRAF SKRIPSI

15

salah satu rangka untuk menambah pengetahuan

tentang Terorisme itu sendiri.

b. Pendekatan Sosiologis adalah, suatu pendekatan yang

digunakan dengan mengungkapkan keadaan sosial

yang berkenaan dengan permasalahan yang dibahas.

2. Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode

library research, yakni suatu cara pengumpulan data dengan cara

membaca literatur dan memahaminya serta mengutip buku-buku

yang berkaitan dengan pembahasan masalah baik berupa kutipan

langsung maupun tidak langsung.

a. Kutipan langsung adalah, mengutip literatur dengan

cara mengambil data dari buku-buku sesuai dengan

konteks aslinya.

b. Kutipan tidak langsung adalah, mengutip literatur

dengan cara mengubah redaksi atau mengambil intisari

sebuah paparan dengan tidak mengurangi makna

literatur yang di kutip.

3. Analisis Data

Untuk menganalisah data tersebut digunakan beberapa

metode yakni:

Page 16: DRAF SKRIPSI

16

a. Metode induktif , yakni mengolah data yang bertolak

dari satuan-satuan yang bersifat khusus kemudian

menarik kesimpulan yang bersifat umum.

b. Metode deduktif, yakni mengolah data dari hal-hal yang

bersifat umum selanjutnya mengambil kesimpulan yang

bersifat khusus.

c. Metode Komperatif, setiap yang diperoleh baik yang

bersifat khusus maupun bersifat umum, dibandingkan

kemudian ditarik suatu kesimpulan yang lebih kuat.

G.Tujuan dan Kegunaan Penulisan

1. Tujuan Penulisan

a. Untuk menganalisis data lebih mendalam seputar

terorisme dalam perundang-undagan.

b. Untuk keseragaman persepsi dalam melihat dan

memahami apa sebenarnya teroris itu.

2. Kegunaan Penulisan

Penulisan ini di harapkan berguna untuk:

a. Sebagai bahan analisa bagi semua pihak dalam

pengembangan wacana mengenai terorisme dalam

perundang-undangan.

Page 17: DRAF SKRIPSI

17

b. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi penegak

hukum, dalam melaksanakan amanah yang diberikan

padanya.

c. Untuk mengisi dan menambah khasanah intelektual dalam

bidang hukum, khususnya bagi mereka yang hendak

melakukan penulisan mengenai Terorisme dalam Undang-

Undang.

d. Sebagai formasi untuk memenuhi dan melengkapi syarat

dalam penyelesaian studi untuk memperoleh gelar Sajana

Strata Satu (S1) dalam Ilmu Syari’ah pada Jurusan

Peradilan Agama.