165584825-refrat-gagal-jantung.pdf

27
GAGAL JANTUNG 1. Pendahuluan Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi sindrom klinik, diakibatkan ketidakmampuan jantung kiri untuk memompa darah memenuhi cardiac output yang cukup untuk melayani kebutuhan jaringan tubuh akan oksigen dan nutrisi lain meskipun aliran balik vena (venous return) ke jantung dalam keadaan normal. 1 Gagal jantung juga dapat dikatakan sebagai gangguan proses biokimiadan biofisika jantung yang mengakibatkan rusaknya kontraktibilitas dan relaksasi miokard. Hal ini mengakibatkan percepatan kematian sel otot jantung sehingga menyebabkan kecacatan dan kematian dini. 3 Dari keseluruhan pengertian diatas, gagal jantung juga dapat didefinisikan sebagai sindroma klinis penyakit jantung berupa pengurangan curah jantung, peningkatan tekanan vena disertai oleh ketidaknormalan molekuler yang menyebabkan perburukan progresif dari kegagalan kerja jantung dan kematian dini sel miokard. 2,3 Karena sel otot jantung orang dewasa tidak bisa diperbaharui maka gagal jantung umumnya merupakan kondisi yang progresif. 2 2. Epidemiologi Gagal jantung adalah masalah kesehatan masyarakat yang utama. Gagal jantung menjadi penyakit yang terus meningkat kejadiannya terutama pada lansia. Diperkirakan terdapat sekitar 23 juta orang mengidap gagal jantung diseluruh dunia. American Heart Association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru setiap tahun. Prevalensi gagal jantung diAmerika dan Eropa diperkirakan mencapai 1 – 2%. Namun, studi tentang gagal jantung akut masih kurang karena belum adanya kesepakatan yang di terima secara universal mengenai definisi gagal jantung akut serta adanya perbedaan metodologi dalam menilai penyebaran penyakit ini. Insidensi dan prevalensi gagal jantung meningkat secara dramatis sesuai dengan peningkatan umur. Studi Framingham menunjukkan peningkatan prevalensi gagal 1

Transcript of 165584825-refrat-gagal-jantung.pdf

  • GAGAL JANTUNG

    1. Pendahuluan

    Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi sindrom klinik, diakibatkan

    ketidakmampuan jantung kiri untuk memompa darah memenuhi cardiac output yang

    cukup untuk melayani kebutuhan jaringan tubuh akan oksigen dan nutrisi lain meskipun

    aliran balik vena (venous return) ke jantung dalam keadaan normal.1 Gagal jantung juga

    dapat dikatakan sebagai gangguan proses biokimiadan biofisika jantung yang

    mengakibatkan rusaknya kontraktibilitas dan relaksasi miokard. Hal ini mengakibatkan

    percepatan kematian sel otot jantung sehingga menyebabkan kecacatan dan kematian

    dini. 3

    Dari keseluruhan pengertian diatas, gagal jantung juga dapat didefinisikan sebagai

    sindroma klinis penyakit jantung berupa pengurangan curah jantung, peningkatan tekanan

    vena disertai oleh ketidaknormalan molekuler yang menyebabkan perburukan progresif

    dari kegagalan kerja jantung dan kematian dini sel miokard.2,3

    Karena sel otot jantung orang dewasa tidak bisa diperbaharui maka gagal jantung

    umumnya merupakan kondisi yang progresif. 2

    2. Epidemiologi

    Gagal jantung adalah masalah kesehatan masyarakat yang utama. Gagal jantung

    menjadi penyakit yang terus meningkat kejadiannya terutama pada lansia. Diperkirakan

    terdapat sekitar 23 juta orang mengidap gagal jantung diseluruh dunia. American Heart

    Association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita gagal jantung di Amerika

    Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru setiap tahun.

    Prevalensi gagal jantung diAmerika dan Eropa diperkirakan mencapai 1 2%.

    Namun, studi tentang gagal jantung akut masih kurang karena belum adanya kesepakatan

    yang di terima secara universal mengenai definisi gagal jantung akut serta adanya

    perbedaan metodologi dalam menilai penyebaran penyakit ini.

    Insidensi dan prevalensi gagal jantung meningkat secara dramatis sesuai dengan

    peningkatan umur. Studi Framingham menunjukkan peningkatan prevalensi gagal 1

  • jantung, mulai 0,8% untuk orang berusia 50-59 hingga 2,3% untuk orang dengan usia 60-

    69 tahun. Gagal jantung dilaporkan sebagai diagnosis utama pada pasien di rumah sakit

    untuk kelompok usia lebih dari 65 tahun pada tahun 1993.6

    Gagal jantung juga ditandai dengan mortalitas yang tinggi, dengan frekuensi

    rawat inap di rumah sakit yang sering dan penurunan kualitas hidup. Meskipun

    penatalaksanaan gagal jantung telah mengalami kemajuan, hasil penilaian menunjukan

    sebagian besar kasus kematian terjadi pada 3 bulan pertama rawat inap. Kurang dari

    separuh jumlah orang dengan gagal jantung simptomatik yang dapat bertahan lebih dari 5

    tahun. Bahkan pasien dengan gagal jantung ringan-sedang pun memiliki tingkat

    mortalitas yang tinggi. Hasil penelitian menunjukan mortalitas gagal jantung ringan

    sedang dalam satu tahun adalah 20 - 30 %.2

    3. Faktor resiko

    Karena morbiditas, mortalitas dan biaya pelayanan kesehatan yang tinggi maka faktor

    resiko yang menyebabkan gagal jantung hperlu diidentifikasi dan ditangani sedini

    mungkin. Penyakit lain yang menyebabkan gagal jantung adalah penyakit jantung

    koroner, hipertensi, gangguan katup jantung, dan kardiomiopati. Keadaan yang dapat

    memperburuk keadaan pasien gagal jantung juga perlu diidentifikasi.2,5

    Faktor yang dapat menyebabkan

    gagal jantung

    Faktor yang memperburuk kondisi

    gagal jantung

    - Infeksi seperti pneumonia.

    - Aritmia.

    - Infark miokard.

    - Anemia.

    - Konsumsi alkohol yang berlebih.

    - Penyebab yang bersifat iatrogenik,

    seperti penggantian cairan pasca operasi

    penggunaan obat anti inflamasi steroid

    atau non steroid.

    - Gagal jantung tingkat yang lebih tinggi.

    - Diabetes mellitus.

    - Penurunan left ventricular ejection

    fraction.

    - Konsumsi puncak oksigen yang rendah

    pada kondisi exercise maksimum.

    - Bunyi jantung ketiga.

    - Peningkatan tekanan pemisah kapiler

    paru.

    2

  • - Ketidakpatuhan minum obat terutama

    pengobatan hipertensi.

    - Gangguan tiroid seperti tirotoksiskosis.

    - Emboli paru.

    - Kehamilan.

    - Penurunan indek kardiak.

    - Peningkatan katekolamin plasma dan

    konsenterasi natriuretik peptida.

    Tabel 1. Faktor resiko yang berhubungan dengan gagal jantung. Dikutip dari Aulia sani.

    Heart failure. Medya crea. Surabaya. 2007.

    4. Klasifikasi

    Gagal jantung diklasifikasikan berdasarkan jenis dan tingkat kelainan untuk mencapai

    terapi. Pengklasifikasian juga diperlukan untuk membantu memantau respon

    pengobatan. Berbagai klasifikasi gagal jantung ditentukan berdasarkan patofisiologi,

    gejala dan kapasitas aktifitas.1,2 Berikut klasifikasi gagal jantung :

    4.1. Gagal jantung kongestif

    Komplikasi utama dari semua penyakit jantung adalah gagal jantung yaitu

    kelainan patofisiologi dimana fungsi jantung yang abnormal merupakan

    penyebab jantung gagal memenuhi metabolisme jaringan meskipun tekanan

    pengisian ventrikel sudah bertambah. Suatu definisi menurut Packer, lebih

    memfokuskan pada konsukuensi klinis dari gagal jantung yaitu gagal jantung

    kongestif yang merupakan sindroma klinis akibat ventrikel kiri yang abnormal,

    regulasi neurohumoral, disertai dengan intoleransi beban fisik, retensi cairan dan

    menyebabkan umur pendek. 1

    4.2. Forward and backward heart failure (Gagal jantung efek ke depan dan ke

    belakang)

    a. Forward failure, terjadi secara stimultan sewaktu jantung gagal memompa

    darah dalam jumlah adekuat ke jaringan karena volume sekuncup semakin

    lama semakin sedikit. Manifestasi dari forward failure adalah akibat perfusi

    3

  • dari organ-organ vital menurun yaitu otak (mental confusion), otot skeletal

    (kelemahan), ginjal (retensi Na dan H2O).

    b. Backward failure, bahwa ventrikel gagal memompa darah sehingga darah

    terkumpul dan tekanan atrium naik, tekanan sistem vena yang bermuara ke

    dalam atrium juga naik, sehingga volume akhir sistolik meningkat. Teori

    backward failure merupakan reaksi mekanisme kompensasi pada gagal

    jantung yaitu hukum jantung starling dimana distensi ventrikel membantu

    mempertahankan CO. menurut konsep ini, tekanan diastolik ventrikel kiri,

    atrium kiri, vena-vena pulmonalis berakibat backward transmission of

    pressure dan menyebabkan hipertensi pulmonal yang pada akhirnya berakibat

    gagal jantung kanan. Seringkali vasokonstriksi pulmonal merupakan salah satu

    penyebab hipertensi pulomonal. Tanda khas backward failure adalah kongesti

    paru dan edema yang menunjukan aliran balik darah akibat gagal ventrikel.5,7

    4.3. Gagal jantung sistolik dan gagal jantung diastolik

    Gagal jantung dapat diakibatkan oleh fungsi sistolik yaitu ketidakmampuan

    ventrikel untuk kontraksi secara normal dan memompakan darah atau akibat fungsi

    diastolik di mana kemampuan ventrikel untuk menerima darah dari atrium

    berkurang disebabkan kemampuan relaksasi berkurang.

    Manifestasi dari gagal jantung sistolik berhubungan dengan cardiac output

    yang tidak adekuat, ditandai dengan lemah, letih, pengurangan toleransi latihan dan

    gejala lain dari hipoperfusi. Gagal jantung sistolik ditandai oleh bertambahnya

    volume akhir diastolik yang mula-mula dapat mencukupi stroke volume, tetapi

    kemudian disusul dengan ejection fraction yang menurun.

    Gagal jantung diastolik ditandai oleh meningkatnya tekanan pengisian pada

    ventrikel kanan atau kiri. Gagal jantung diastolik biasanya ditemukan pada pasien

    gagal jantung dengan ejeksi fraksinya > 50 %. Gagal jantung diastolik dapat

    disebabkan oleh meningkatnya resistensi aliran ventrikel dan pengurangan

    kapasitas diastolik ventrikel (perikarditis konstriktif dan restriktif, hipertensi, dan

    kardiomiopati hipertrofi), gangguan relaksasi ventrikel (iskemia miokard akut) dan

    fibrosis miokard dan infiltrate (kardiomiopati restrifktif). Gagal jantung diastolik

    4

  • biasanya terjadi lebih sering pada perempuan, terutama wanita tua dengan

    hipertensi.1,7

    4.4. Gagal jantung low-output dan high-output

    Gagal jantung output rendah terjadi sekunder dari penyakit jantung iskemik,

    hipertensi, kardiomiopati dilatasi, penyakit pericardial dan valvular. Gagal jantung

    output tinggi terjadi pada pasien dengan pengurangan resistensi vaskular sistemik

    seperti anemia, kehamilan, fistula AV, beri-beri dan hipertiroid. Pada praktisi

    klinik, gagal jantung output rendah atau tinggi selalu tidak dapat dibedakan.

    4.5. Gagal jantung akut dan kronik

    Klasifikasi ini berdasarkan manifestasi klinis dari perjalanan penyakit dari

    gagal jantung tersebut. Gagal jantung akut yaitu seorang individu normal yang

    tiba-tiba (secara akut) terjadi kelainan anatomi atau fungsi jantung, contoh gagal

    jantung akut dapat terjadi pada : infark miokard massif akut, blok jantung dengan

    rata-rata ventrikel lambat (180/menit), ruptur katup akibat endokarditis infektif, embolus paru.

    Sementara gagal jantung kronik khas pada pasien dengan kardiomiopati

    dilatasi atau penyakit jantung multivalvular. Kongesti vaskular biasanya pada gagal

    jantung kronik.2,7

    4.6 Klasifikasi kapasitas fungsional dan penilaian objektif

    4.6.1. Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association, (NYHA)

    Klasifikasi ini sering digunakan untuk mengklasifikasikan gagal jantung

    pada praktik klinik. Menurut NYHA, gagal jantung dibagi menjadi 4

    kelompok :

    NYHA klas I : Penderita dengan kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas

    fisik sehari-hari tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnea atau angina.

    NYHA klas II : Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat terhadap

    pembatasan ringan aktivitas fisik. merasa enak pada saat istirahat. Aktivitas

    fisik sehari-hari menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnea, atau angina.

    5

  • NYHA klas III : Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pada

    pembatasan berat aktivitas fisik. merasa enak pada saat istirahat. Aktivitas

    yang kurang dari aktifitas fisik sehari-hari menyebabkan kelelahan, palpitasi,

    dispnea, atau angina

    NYHA klas IV : Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat tidak

    mampu melakukan aktivitas fisik apapun. Keluhan timbul meski dalam

    keadaan istirahat.1,2,4

    4.6.2. Klasifikasi gagal jantung menurut American Heart Association/American

    College of Cardiology (AHA/ACC).

    Klasifikasi ini menekankan pada evolusi dan perkembangan gagal jantung

    kronik. Klasifikasi melengkapi NYHA dan membantu penerapanpengobatan

    awal.

    Tingkat Uraian

    A Pasien beresiko tinggi mengalami gagal jantung, karena adanya

    kondisi penyebab gagal jantung. Pasien-pasien tersebut tidak

    mengalami abnormalitas structural atau fungsional perikardium,

    miokardium atau katup jantung yang teridentifikasi dan tidak

    pernah menunjukkan tanda-tanda atau gejala- gejala gagal jantung.B Pasien yang telah mengalami penyakitjantung struktural, yang

    menyebabkan gangguan jantung tapi belum pernah menunjukkan

    tanda-tanda atau gejala- gejala gagal jantung.C Pasien yang memiliki atau sebelumnya pernah memiliki gejala-

    gejala gagal jantung, yang disebabkan penyakit jantung struktural.D Pasien dengan penyakit jantung struktural tingkat lanjut dan gejala-

    gejalagagal jantung pada istirahat, walaupun telah diberi terapi

    medis maksimal dan membutuhkan intervensi khusus.Tabel 2. Faktor resiko yang berhubungan dengan gagal jantung. Dikutip dari

    Aulia sani. Heart failure. Medya crea. Surabaya. 2007.

    5. Patofisiologi

    Gagal jantung merupakan manifestasi akhir dari kebanyakan penyakit jantung. Pada

    disfungsi sistolik, kapasitas ventrikel untuk memompa darah terganggu karena 6

  • gangguan kontraktilitas otot jantung yang dapat disebabkan oleh rusaknya miosit,

    abnormalitas fungsi miosit atau fibrosis, serta akibat pressure overload yang

    menyebabkan resistensi atau tahanan aliran sehingga stroke volume menjadi berkurang.

    Sementara itu, disfungsi diastolik terjadi akibat gangguan relaksasi miokard, dengan

    kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan

    gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik.

    Penyebab tersering disfungi diastolik adalah penyakit jantung koroner, hipertensi

    dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofi. Beberapa mekanisme

    kompensasi alami akan terjadi pada pasien gagal jantung sebagai respon terhadap

    menurunnya curah jantung serta untuk membantu mempertahankan tekanan darah yang

    cukup untuk memastikan perfusi organ yang cukup. Mekanisme tersebut mencakup :

    5.1. Mekanisme Frank Starling

    Salah satu mekanisme adaptif atau kompensasi tubuh pada gagal jantung ialah

    mempertahankan volume dan pengisian ventrikel dengan cara menambah volume

    darah melalui retensi garam, air oleh ginjal dan menambah venous return melalui

    vasokonstriksi vena, dengan maksud mempertahankan CO, pada semua otot ber

    garis termasuk miokard, kekuatan kontraksi tergantung pada panjangnya serabut

    otot (miofibril), makin panjang (sampai panjang tertentu) kontraksi makin kuat.

    Hukum ini pertama kali dicetuskan oleh Frank dan Starling, penambahan

    panjang serat menyebabkan kontraksi menjadi lebih kuat sehingga curah jantung

    meningkat.

    Pada panjang sarkomer 2,2 um, miofibril peka terhadap Ca++ sehingga

    menghasilkan aktivasi sistim kontraksi maksimal, apabila sarkomer bertambah

    panjang mencapai 3,65 um kepekaan terhadap Ca++ berkurang, kontraksi juga

    berkurang. Pengertian tersebut merupakan dasar dari starling law of the heart yang

    menyatakan bahwa batas panjang miofibril tertentu, kekuatan kontraksi di tentukan

    oleh volume pada akhir diastole yaitu preload.1

    5.2. Perubahan neurohormonal

    Selama lebih dari satu decade , terdapat pengertian bahwa neurohormonal ber

    peran dalam pathogenesis gagal jantung. Respon ini pada awal menguntungkan,

    namun selanjutnya menyebabkan perburukan pada gagal jantung. Respon ini

    7

  • menghasilkan beberapa perubahan hemodinamik,seperti vasokonstriksi dan retensi

    volume air. Selain itu, respon ini juga menyebabkan reaksi inflamasi dan ber

    pengaruh pada perkembangan waktu menurut kompensasinya. Aktivasi reaksi

    neurohumoral dimulai dari aktivasi system saraf simpatik :

    5.2.1 Sistem saraf simpatis

    Meningkatnya pengeluaran katekolamin oleh adrenergic cadiac nerve

    dan medulla adrenalis memperkuat kontraktilitas miokard, bersama aktivitas

    RAAS dan sistim neurohormonal lain di maksudkan mempertahankan

    tekanan arteri dan perfusi terhadap organ vital. Sistim saraf otonom adalah

    sangat penting dalam pengaturan denyut jantung, kontraksi miokard,

    capitance dan resistance mengontrol cardiac output, distribusi aliran darah

    dan tekanan arterial. Pengaturan neural ini memungkinkan perubahan fungsi

    kardiovaskuler yang diperlukan secara cepat, dalam beberapa detik,sebelum

    mekanisme yang lebih lambat yaitu simulus metabolik, katekolamin dalam

    sirkulasi dan sistim RAA bekerja.

    Pada permulaan gagal jantung (ringan) aktivitas sistim adrenergik dapat

    mempertahankan cardiac output dengan cara meningkatkan kontraktilitas

    dan kenaikan denyut jantung, dengan gagal jantung lebih berat terjadi

    vasokonstriksi akibat sistim simpatis dan pengaruh angiotensin II untuk

    mempertahankan tekanan dan redistribusi cardiac output, pada gagal

    jantung yang makin berat (NYHA klas IV) terjadi peningkatan afterload

    yang berlebihan akibat vasokonstriksi akibatnya penurunan stroke volume

    dan cardiac output.2,4,7

    5.2.2. Sistem Renin-angiotensin-aldosteron (RAAS)

    Akibat cardiac ouput menurun pada gagal jantung terjadi peningkatan

    sekresi renin merangsang terbentuknya angiotensin II. Aktivasi sistem

    Renin- angiotensin- aldosteron di maksudkan mempertahankan cairan,

    keseimbangan balans elektrolit, tekanan darah cukup. Renin adalah enzim

    yang di keluarkan oleh juxta glomerular aparatus yang mengubah

    angiotensinogen yang kebanyakan dikeluarkan oleh hati menjadi angiotensin

    I yang kemudian akan diubah lagi menjadi angiotensin II oleh converting

    8

  • enzym yaitu angiotensin converting enzyme). Angiotensin converting

    enzyme juga mengubah bradikinin suatu vasodilator menjadi peptide yang

    tidak aktif. Adapun pengaruh Angiotensin II adalah meningkatkan resistensi

    perifer yang berarti meningkatkan afterload, yaitu :

    - Vasokonstriktor kuat yang berpengaruh langsung pada arteriole dan

    venule.

    - Merangsang neuron simpatis dengan akibat pengeluaran adrenalin

    bertambah.

    - Merangsang pusat vasomotor, menambah pengeluaran adrenalin.

    - Merangsang terjadinya hipertrofi vaskular.

    Selain itu angiotensin II mempunyai efek menyebabkan retensi garam

    dan air sehingga preload meningkat, yaitu :

    - Merangsang pengeluaran aldosteron dari korteks adrenalis dengan

    akibat reabsorpsi garam dan air pada tubuli proksimalis ginjal

    meningkat.

    - Meningkatkan retensi Na dengan aktivitas atau pengaruh langsung

    kepada tubuli renalis, menaikkan argnine, vasopressin.

    - Terjadi refleks haus.2,5,7

    5.3. Remodeling dan hipertrofi ventrikel

    Dengan bertambahnya beban kerja jantung akibat respon terhadap

    peningkatan kebutuhan maka terjadi berbagai macam remodeling termasuk

    hipertrofi dan dilatasi. Bila hanya terjadi peningkatan muatan tekanan ruang

    jantung atau pressure overload (misalnya pada hipertensi, stenosis katup),

    hipertrofi ditandai dengan peningkatan diameter setiap serat otot. Pembesara

    ini memberikan pola hipertrofi konsentrik yang klasik, dimana ketebalan

    dinding ventrikel bertambah tanpa penambahan ukuran ruang jantung. Namun,

    bila pengisian volume jantung terganggu (misalnya pada regurgitasi katup atau

    ada pirau) maka panjang serat jantung juga bertambah yang disebut hipertrofi

    eksentrik, dengan penambahan ukuran ruang jantung dan ketebalan

    9

  • dinding.Mekanisme adaptif tersebut dapat mempertahankan

    kemampuan jantung memompa darah pada tingkat yang relative

    normal, tetapi hanya untuk sementara. Perubahan patologik lebih lanjut,

    seperti apoptosis, perubahan sitoskeletal, sintesis, dan remodelling matriks

    ekstraselular (terutama kolagen) juga dapat timbul dan menyebabkan

    gangguan fungsional dan struktural yang semakin mengganggu fungsi

    ventrikel kiri.1,7

    6. Manifestasi klinis

    Sindroma klinis gagal jantung merupakan efek terakhir dari berbagai penyakit

    jantung. Pasien yang sudah mengalami gagal jantung. Pasien yang sudah mengalami

    gagal jantung, biasanya akan mengalami satu atau lebih gejala-gejala berikut :

    6.1. Sesak nafas (respiratory distress)

    Sesak nafas diakibatkan oleh tekanan dalam kapiler tinggi yang disebabkan

    oleh meningkatnya tekanan pada ventrikel kiri dan atrium kiri. penderita dengan

    gagal jantung kiri menunjukan ventilasi yang restriktif, menurunnya kapasitas vital

    sebagai konsekuensi terdesaknya udara didalam alveoli oleh cairan interstitial atau

    darah (pecahnya kapiler) atau keduanya, akibatnya paru menjadi kaku dan

    compliance menurun.

    Kapiler paru baik dibronkial maupun alveoli bermuara pada v.pulmonalis,

    akibatnya tekanan v.pulmonalis yang tinggi terjadi kongesti baik dikapiler alveoli

    maupun kapiler bronkus. Selanjutnya terjadi udema mukosa bronkial, bahkan dapat

    terjadi juga pecahnya kapiler menyebabkan batuk produktif dan mungkin

    hemoptisis, udema pada mukosa bronkus menyebabkan resistensi terhadap aliran

    udara dengan akibat respiratory distress sama dengan asma.

    Udema pada alveoli menyebabkan sianosis, kemungkinan frothy sputum

    selain dispnea. reflex dispnea berasal atau dirangsang oleh distensi kapiler,

    meningkatnya rigiditas paru, terganggunya pertukaran udara akibat udema

    interstitial, alveoli dan bronkus.

    6.2. Dispnea on effort

    10

  • Dispnea on effort seringkali terjadi dan merupakan keluhan dini dari gagal

    jantung kiri. Pada sebagian penderita terdapat kongesti pulmonum, tetapi tidak

    mengeluh DOE, hal ini disebabkan mereka secara gradual tanpa disadari banyak

    berdiam diri maupun membatasi diri di tempat tidur.

    Penurunan toleransi terhadap aktivitas dalam waktu singkat hendaknya

    diwaspadai akan adanya gagal jantung. sesak napas yang timbul sejak lama dan

    berulang, riwayat sesak napas sejak muda mungkin akibat penyakit paru. Pada

    penderita dengan ansietas mengeluh napas harus dalam, napas tidak masuk

    kedalam, sesak napas selama istirahat tetapi selama latihan sesak napas hilang.

    Penderita dengan anemia, tirotoksikosis.mungkin mengeluh DOE.

    6.3. Orthopnea

    Penderita dengan orthopnea mengeluh sesak napas pada posisi tiduran dan

    berkurang pada posisi tegak. Menghilangnya atau berkurangnya sesak napas pada

    posisi tegak akibat dari venous return yang menurun dan menurunnya tekanan

    hidrostatik pada bagian atas paru sehingga menambah kapasitas vital paru.

    Orthopnea tidak saja hanya pada gagal jantung tetapi juga pada penyakit paru

    kronik.

    6.4. Paroksismal Nocturnal Dispnea

    Penderita paroksismal nocturnal dispnea mengeluh mendadak bangun

    tidurnya setelah beberapa jam tidur, duduk di tepi tempat tidur atau berdiri dan

    mencari udara segar dijendela. Serangan paroksismal nocturnal dispnea biasanya

    terjadi pada malam hari. Bronkospasme akibat kongesti pada mukosa dan udema

    interstitial menekan bronkus, menambah kesukaran ventilasi dan napas. Adanya

    wheezing maka dinamakan asma kardiale. Beda dengan orthopnea hilang setelah

    duduk, paroksismal nocturnal dispnea memerlukan sekitar 30 menit sebelum sesak

    hilang. episode paroksismal nocturnal dispnea biasanya sangat mengejutkan

    penderita sehingga takut untuk tidur kembali meskipun keluhan hilang.1

    6.5. Keluhan lain

    Keluhan lain yang tidak spesifik gagal jantung kiri yaitu Fatik dan lelah pada

    otot skeletal akibat perfusi O2 yang berkurang. Mungkin bisa terjadi juga

    11

  • hipotensi postural akibat diuresis yang terlalu banyak. kemudian keluhan

    gastrointestinal seperti anoreksia, nausea, vomiting, distensi abdomen, rasa penuh

    sesudah makan, sakit perut mungkin dikarenakan melebarnya vena akibat kongesti

    pada mukosa gastrointestinal atau akibat intoksiskasi digitalis. Keluhan serebral

    tertama pada gagal jantung berat pada usia lanjut yaitu sakit kepala, insomnia,

    ansietas hal ini dikarenakan adanya arteriosclerosis cerebral. Keluhan lain yaitu

    nocturia. nocturia adalah ekskresi ginjal yang bertambah pada posisi baring,

    berawal dari udema yang terjadi pada siang hari. cairan udema masuk ke

    intravaskula, menambah venous return, CO dan dieresis. 1,2

    6.6. Tanda klinis

    Tanda klinis gagal jantung kiri secara fisik secara keseluruhan harus

    dievaluasi kulit menjadi sianosis, dingin ,lembab dan basah, Frekuensi napas 30-

    40 kali /menit dapat dalam atau dangkal, Otot bantu nafas terpakai, retraksi daerah

    supraclavikular, dilatasi alae nasi dan nadi cepat.Apabila terjadi trandsudasi ke

    dalam alveoli. Ronki basah terdengar mula-mula pada basal paru kemudian

    menyeluruh. Tarkikardi terjadi bila stroke volume menurun, terjadi takikardi

    sebagai kompensasi untuk mempertahankan cardiac output. 1,4,5

    7. Diagnosis

    Diagnosis gagal jantung seringkali gagal terhadap hampir dari setengah jumlah

    pasien. Diagnosis gagal jantung yang dilakukan sesegera mungkin, sesegera mungkin,

    tepat dan lengkap sangat diperlukan untuk mengetahui penyebab utama dan untuk

    mencegah perburukan klinis. Selain itu dalam menentukan diagnosa gagal jantung

    kongestif dipakai kriteria menurut Framingham, Boston, Duke, Killip, atau Minesota

    dapat digunakan. Kriteria ini disasarkan terutama pada gejala klinis.2,3

    7.1. Menurut New York Heart Association diagnosa penyakit jantung yang lengkap

    meliputi :

    a. Penyakit dasar : Kongenital, rematik, Hipertensi atau Arteriosklerotik

    b. Kelainan anatomi : Ruang jantung mana yang membesar, katup mana yang

    terkena, apakah pericardium terkena, apakah ada infark miokard12

  • c. Kelainan fisiologi : apakah ada aritmia, apakah ada payah jantung kongestif

    atau iskemia miokardium

    d. Berat kelainan fungsional : Seberapa berat aktifitas fisik yang dapat

    menimbulkan keluhan. 3

    7.2. Kriteria Framingham untuk gagal jantung kongestif

    Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara

    luas. Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan minimal dua kriteria mayor

    atau satu kriteria mayor dengan dua kriteria minor. Kriteria minor tersebut

    tidak berhubungan dengan kondisi medis yang lain, seperti hipertensi pulmonal,

    penyakit paru kronis, sirosis, ascites atau sindroma nefrotik. Berikut adalah

    penjelasan mengenai kriteria mayor dan minor menurut Framingham :

    a. Kriteria mayor :

    - Dispnea nocturnal paroksismal atau ortopnea

    - Distensi vena leher

    - Rales paru (suara paru yang tidak bersih/ ronki paru)

    - Kardiomegali pada hasil rontgen

    - Edema paru akut

    - S3 gallop

    - Peningkatan tekanan vena pusat (>16 cm H2O pad atrium kanan)

    - Penurunan berat badan >4,5 kilogram dalam kurun waktu lima hari sebagai

    respon dari pengobatan.

    b. Kriteria minor :

    - Edema pergelangan kaki bilateral

    - Batuk pada malam hari

    - Dispnea saat olahraga

    13

  • - Perbesaran ukuran hati

    - Efusi pleural

    - Takikardi

    7.3. Kriteria gagal jantung Minesota

    Kriteria gagal jantung minesota adalah skema klasifikasi baru untuk gagal

    jantung yang bermanfaat untuk pemantauan dan tindak lanjut mortalitas. Kriteria

    Minnesota dilakukan dengan menganalisis kasus laten dengan menggunakan enam

    variabeldari kriteria Framingham ditambah fraksi ejeksi ventricular dan merupakan

    tanda yang penting dari petologi jantung. Variabel tersebut termasuk :

    - Dispnea saat istirahat maupun saat olahraga

    - Rales paru

    - Kardiomegali

    - Left ventricular ejection fraction < 40 %

    - Suara jantung S3

    - Edema interstitial atau pulmonary

    - Detak jantung > 120 kali/menit

    Kriteria minesota memberikan perbedaan yang lebih baik daripada kriteria

    Framingham dan kriteria lain pada pasien gagal jantung kongestif dan infark

    miokard. Kriteria gagal jantung Minnesota didasarkan pada model statistik dan

    dugaan yang sangat kuat sedangkan kriteria Framingham didasarkan pada

    keyakinan klinis. 2

    7.4. Riwayat Penyakit dan Pemeriksaan fisik

    Penelusuran riwayat penyakit yang detil adalah langkah pertama mendiagnosa

    gagal jantung. sedangkan pemeriksaan fisik keseluruhan adalah langkah

    selanjutnya dalam menegakkan diagnosa gagal jantung. Hal ini harus disertai

    dengan pemeriksaan laboratorium dan radiologi untuk penegakan diagnosis dan

    tingkat keparahan penyakit. 14

  • 7.5. Penelusuran dalam gagal jantung

    Sebagai tambahan dari pemeriksaan fisik yang terperinci. pemeriksaan

    diagnostik yang menyeluruh sangat perlu dilakukan pada pasien yang diduga

    terkena penyakit gagal jantung.1,2,3

    7.6. Rontgen foto thoraks

    Pada foto toraks, sering ditemukan pembesaran jantung, dan tanda-tanda

    bendungan paru. Kardiomegali biasanya adanya peningkatan dari cardiothoracic

    ratio lebih dari 50% pada gambaran posteroanterior. Pasien dengan predominan

    disfungsi diastolik dapat mempunyai ukuran jantung yang normal, salah satu

    menjadi petanda untuk membedakan disfungsi sistolik vs diastolik. Apabila telah

    terjadi edema paru, dapat ditemukan gambaran kabut di daerah perihiller,

    penebalan interlobar fissure (kerleys line). Sedangkan pada kasus yang berat

    dapat ditemukan efusi pleura.1,7

    7.7. Elektrokardiogram

    Gambaran EKG pada penderita gagal jantung kongestif tergantung pada

    penyakit dasar. Akan tetapi pada gagal jantung kongestif akut, karena selalu

    terjadi iskemik dan gangguan fungsi konduksi ventrikel maka hampir semua EKG

    dapat ditemukan gambaran takikardia, left-bundle-branch-block dan perubahan

    segmen ST -dan gelombang T.3,7

    7.8. Ekokardiografi

    Ekokardiografi dua-dimensi dengan Doppler adalah rekomendasi tinggi untuk

    semua pasien dengan gagal jantung. Pemeriksaan ini membantu penilaian dari

    ukuran ventrikel kiri, massa dan fungsi. Karena tidak biasanya pasien memiliki

    lebih dari satu abnormalitas jantung yang mempengaruhi perkembangan dari

    gagal jantung, ekokardiografi memberikan nilai tambahan dengan penilaian

    kuantitatif dari dimensi, geomettri, ketebalan dan pergerakan dari ventrikel kanan

    dan kiri. Serta penilaian kualitatif dari atria, pericardium, struktup katup dan

    vaskular. - Spesifik dan sensitif untuk menilai meningkatnya massa ventrikel

    (hipertrofi ventrikel). 7

    15

  • 8. Penatalaksanaan

    Usaha pertama dalam penanggulangan gagal jantung kongestif ialah mengatasi

    sindrom gagal jantung. Kemudian mengobati faktor presipitasi seperti aritmia, anemia,

    tiroksikosis, stress, infeksi, infeksi, dan lain-lain, dan memperbaiki penyakit penyebab

    serta mencegah komplikasi seperti trombo-emboli.

    Pengobatan nonfarmakologik seperti : memperbaiki oksigenasi jaringan, membatasi

    kegiatan fisik sesuai beratnya keluhan, dan diet rendah garam, cukup kalori dan protein.

    Kesemuanya ini memegang peranan penting dalam penanggulangan gagal jantung

    kongestif kronis.

    Berdasarkan patofisiologis yang telah diuraikan di atas, konsep terapi farmakologis

    saat ini ditujukan terutama pada :

    - Menurunkan afterload dengan ACE-inhibitor, atau antagonis kalsium.

    - Meningkatkan kontraktilitas jantung melalui pemberian digitalis atau

    ibopamin.

    - Menurunkan preload melalui pemberian nitrat atau diuretik. Diuretik juga

    dipakai sebagai obat untuk mengatasi retensi cairan badan.

    Dapat juga digunakan tabel alur tingkat evaluasi penyakit gagal jantung :

    Tingkat

    Penatalaksanaan

    A - Resiko tinggi untuk mengalami gagal jantung, atau

    - Gejala gagal jantung dengan hipertensi, Diabetes mellitus, atau

    - Pasien yang menggunakan cardiotoxins dengan riwayat keluarga kardiomiopathy

    - Pengobatan hipertensi, dislipidemia

    - Menganjurkan untuk berhenti merokok, berhenti minum alcohol, dan menganjurkan untuk olahraga secara teratur

    - Obat : ACE inhibitor

    B - Kelainan structural jantung tanpa gejala gagal jantung

    - Pasien dengan Myocardial infark, Kelainan fungsi sistole ventrikel kiri, penyakit katup jantung tanpa gejala gagal jantung

    - Semua tata laksana tingkat A

    - Obat : ACE inhibitors pada pasien yang memerlukan, beta blockers.

    16

  • C - Kelainan structural jantung dengan gejala gagal jantung

    - Pasien dengan kelainan struktur jantung yang mengalami sesak nafas dan lelah, dan gejala tersebut masih dapat dikurangin dengan penurunan aktivitas.

    - Semua tata laksana tingkat A

    - Pengobatan secara teratur : Diuretik, ACE inhibitors, beta blockers, digitalis, diet rendah garam

    D - Gagal jantung yang sulit disembuhkan dengan penanganan spesialis

    - Pasien yang mempunyai gejala gagal jantung meski dalam keadaan istirahat dan sudah menjalani pengobatan maksimal (sudah dirawat dirumah sakit atau tidak dapat dipulangkan secara aman dari rumah sakit tanpa penanganan spesialis)

    - Semua tata laksana tingkat A, B, C

    - Transplantasi jantung

    - Kontinu ( bukan intermitten) IV inotropik untuk perawatan pengobatan paliatif di rumah sakit

    Tabel 3. Rekomendasi terapi berdasarkan Tingkat (Hunt et al). Di kutip dan di

    terjemahkan dari Braunwald E: Heart failure di dalam. Harrisons Principles of

    internal medicine edisi 16. 2001. Hal 1372.

    Penatalaksanaan atau terapi dapat agar lebih mudah dapat dibagi menjadi dua,

    yaitu terapi non falmakologi dan terapi farmakologi dengan terapi bedah.

    8.1. Terapi non farmakologi

    8.1.1. Perubahan gaya hidup

    Perubahan gaya hidup sangat penting dilakukan dan harus

    disarankan kepada semua pasien gagal jantung.

    8.1.2 Pola makan seimbang

    Pasien gagal jantung harus menjaga keseimbangan pola

    makannya. Pasien gagal jantung cenderung memiliki resiko untuk

    mengalami malnutrisi karena beberapa alasan berikut :

    - Berkurangnya makanan yang dikonsumsi, hal ini terjadi karena

    menurunnya nafsu makan akibat pengaruh obat-obatan seperti

    digoksin, aspirin, gangguan metabolik hiponatremia, gagal ginjal,

    kongesti hati.

    - Meningkatnya kebutuhan nutrisi akibat peningkatan metabolisme

    basal hingga 20 %.

    - Malabsorpsi.

    8.1.3. Diet rendah garam

    17

  • Konsumsi garam harus dibatasi gagal jantung ringan-sedang 4-

    3 gram per hari, gagal jantung berat 2 gram per hari dan konsumsi

    cairan 1500-2000 ml setiap harinya.

    8.1.4. Alkohol dan merokok

    Merokok sangat tidak disarankan pada pasien gagal jantung

    karena dapat menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut

    jantung, meningkatkan tekanan darah sistemik, meningkatkan tekanan

    arteri paru, meningkatkan isi tekanan pengisian ventrikel,

    meningkatkan resistensi vaskular paru dan sistemik, mengurangi stroke

    volume, meningkatkan kebutuhan oksigen, menurunkan oksigen

    miokard.

    Sementara alkohol memiliki efek yang tidak diharapkan jika di

    konsumsi oleh pasien gagal jantung karena itu konsumsinya harus

    sangat dibatasi.

    8.1.5. Rehabilitasi berbasis olahraga

    Kurangnya olahraga dapat mengurangi massa otot, gangguan

    kondisi fisik pada gagal jantung dan terjadi tromboemboli pada pasien

    gagal jantung. Gangguan kondisi fisik dapat memperburuk gagal

    jantung. Selanjutnya gagal jantung stabil harus didorong untuk

    berolahraga. Olahraga yang dapat dilakukan adalah berjalan,

    bersepeda, berenang, dan mengikuti program jantung. 2,5

    8.1.6. Monitoring kontrol resiko.

    Pada saat melakukan terapi gagal jantung, mengontrol faktor

    resiko juga harus dilakukan, yaitu monitor terhadap hipertensi, diabetes

    mellitus, sindroma metabolik seperti obesitas, dislipidemia,

    aterosklerosis, penyakit jantung katup merupakan faktor resiko

    memberatnya penyakit gagal jantung.

    8.2. Terapi farmakologi, Terapi bedah dan penggunaan alat kesehatan

    8.2.1. Terapi farmakologi

    Sudah diakui bertahun-tahun obat golongan diuretik dan digoksin

    digunakan dalam terapi gagal jantung. Obat-obat ini mengatasi gejala dan

    meningkatkan kualitas hidup, namun belum terbukti menurunkan

    18

  • mortalitas. Setelah ditemukan obat yang dapat mempengaruhi sistem

    neurohumoral, RAAS dan sistem saraf simpatik, morbiditas dan

    mortalitas pasien gagal jantung membaik.

    Strategi terapi dengan pengobatan etiologi multifaktorial.

    Menggunakan obat-obat yang umum digunakan pada penyakit gagal

    jantung.

    Golongan Obat Nama ObatPenghambat ACE

    Beta blocker

    Penghambat reseptor angiotensin

    (ARB)

    Glikosida Jantung

    Vasodilator

    Agonis beta

    Bipiridin

    Captopril, ramipril, lisinopril

    Bisprolol,carvedilol,metaprolol

    Candesartan, losartan

    Digoksin, digitoksin

    Hidralazine,isosorbidedinitrate

    Dobutamine, isoproterenol

    Inamrinone, milirinoneTabel 4. Obat yang digunakan pada penyakit gagal jantung. Di unduh dari

    Aulia sani. Heart failure. medya crea. Jakarta, 2007.

    Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

    Penurnan tekanan arteri renal, stimulasi neural simpatik, penghantaran

    natrium yang berkurang atau peningkatan konsenterasi natrium pada

    tubulus ginjal menstimulasi pelepasan renin dari korteks ginjal. Renin

    yang dikeluarkan bekerja pada angiotensinogen untuk menghasilkan

    angiotensin inaktif, berupa Angiotensi I yang kemudian dikonversikan

    menjadi angiotensin II oleh enzim pengkonversi angiotensin dan

    selanjutnya angiotensin II dikonversikan menjadi angiotensin III dalam

    kelenjar adrenal. Pelepasan aldosteron distimulasikan oleh angiotensin II

    dan retensi natrium. Enzim pengkonversi yang terlibat dalam sintesis

    angiotensin II dihambat oleh Angiotensin Converting Enzym imhibitor

    (ACE) dan penghambat reseptor angiotensin (ARB) menghambat resep

    tor AT1 secara selektif.2,3 Berikut penjelasan untuk obat-obat yang umum

    digunakan pada penyakit jantung :

    - Penghambat ACE

    19

  • Pemakaian ACE inhibitors sudah dapat dilihat untuk mencegah dan

    menunda perkembangan dari gagal jantung pada pasien dengan

    disfungsi ventrikel kiri, untuk mengurangi gejala, menurunkan angka

    mortalitas jangka panjang dan menurunkan kebutuhan rawatan rumah

    sakit pada pasien gagal jantung. 5,7,8

    Penghambat ACE Dosis Awal Dosis Pemeliharaan

    Captopril 3- 25 mg per hari 3 x 50 -100 mg per hari

    Lisinopril 1 x 10 mg per hari 1 x 10-80 mg per hari

    Ramipril 2 x 1,25 per hari 2 x 5 mg per hari

    Tabel 5. Nama obat dan dosis obat golongan penghambat ACE.

    Di unduh dari Aulia sani. Heart failure. medya crea. Jakarta, 2007.

    Penghambat ACE dikontraindikasikan pada kondisi : kehamilan,

    tekanan darah sistolik yang sangat rendah, kreatinin serum yang

    meningkat, kalium serum yang meningkat, angio- edema, gagal ginjal

    anuria, stenosis arteri renal bilateral. Penghambat ACE mempunyai

    interaksi obat dengan diuretik hemat kalium dikarenakan dapat terjadi

    keadaaan hiperkalemia. 2

    Efek yang tidak diinginkan dari penghambat ACE antara lain batuk

    (efek ini yang menjadi penyebab terbanyak penghentian penggunaan

    penghambat ACE), hipotensi, sinkop, gangguan pengecapan, gangguan

    fungsi ginjal, hiperkalemia.

    - Beta blockers

    Beta blockers berperan penting pada penderita gagal jantung,

    terutama penyakit jantung iskemik dengan fungsi diatolik atau fungsi

    sistolik menurun seperti kardiomiopati. Beta blocker mempunyai

    efek inotropik (-) untuk mengurangi detak jantung, meningkatkan left

    ventricular ejection fraction, memindahkan metabolisme miokard dari

    lipolitik menjadi energi berbasis karbohidrat. Namun beta blocker

    dikontra indikasikan pada bronkospasme berat, blokade jantung berat,

    20

  • hipotensi dan bradikardia. Efek samping dari beta blocker adalah

    fatigue, perburukan gagal jantung, bradikardi dan hipotensi.

    Dosis beta blocker terdapat pada tabel berikut :

    Obat Dosis

    Metoprolol 50 - 100 mg per hari

    Propanolol 120 240 mg per hari

    Bisoprolol 5 10 mg per hari

    Tabel 6. Nama obat dan dosis obat golongan beta blocker.Di unduh

    dari Aulia sani. Heart failure. medya crea. Jakarta, 2007.

    - Penghambat reseptor angiotensin (ARB)

    ARB memiliki efektifitas yang sama dengam penghambat ACE.

    ARB secara selektif memblokade reseptor AT1,sehingga menghasilkan

    proses penghambatan vasokonstriksi. obat jenis ini dapat menyebabkan

    penghambatan angiotensin yang sempurna. Efek batuk, angioedema

    lebih sedikit dibandingkan penghambat ACE. 2

    Antagonis reseptor angiotensisn Dosis

    Candesartan 16 mg per hari

    Losartan 50 mg per hari

    Telmisartan 40 mg per hari

    Tabel 7. Nama obat dan dosis obat golongan ARB. Di unduh

    dari Aulia sani. Heart failure. medya crea. Jakarta, 2007

    - Antagonis Aldosteron

    Antagonis aldosteron dapat memperbaiki fungsi endothelial, obat

    ini juga mempunyai efek diuretik dengan mengurangi edema dan kerja

    jantung. penghambat ACE hanya menghambat sebagian kecil produksi

    aldosteron, maka pemberian antagonis aldosteron seperti spironolakton

    terbukti memberikan manfaat pada terapi gagal jantung.1,2 Efek

    samping obat golongan ini adalah hiperkalemia, nyeri payudara dan 21

  • ginekomastia. Disarankan untuk melakukan pemeriksaan rutin

    terhadap kadar elektrolit dan kraetinin serum pada pasien dalam terapi

    antagonis aldosteron.

    Obat Dosis

    Spironolakton 25 200 mg per hari

    Eplerenone 200 mg per hari

    Tabel 8. Nama obat dan dosis obat golongan Antagonis aldosteron.

    Di unduh dari Aulia sani. Heart failure. medya crea. Jakarta, 2007

    -. Diuretik

    Diuretik tetap merupakan terapi utama pada penyakit gagal

    jantung karena dapat mengurangi tekanan vena dan preload ventrikel

    yang kemudian mengurangi edema dan gejala yang menyertainya, dan

    pengurangan ukuran jantung mengakibatkan perbaikan kemampuan

    jantung untuk memompa lebih efisien. diuretik tidak boleh digunakan

    sebagai mono terapi pada gagal jantung.1,2

    Gambar 1 : Tempat kerja obat golongan diuretik.Di unduh dari

    Aulia sani. Heart failure. medya crea. Jakarta, 2007

    Indikasi pemberian intravena furosemid, yaitu pada keadaan

    emergensi, situasi yang mengancam jiwa penderita, yaitu udema paru

    pada gagal jantung kiri, gagal jantung berat atau penyakit jantung

    kongenital, krisis hipertensi,hiperkalsemia dan hiperkalemia. Pada

    pemberian loop diuretik perlu diperhatikan dimulai dengan dosis kecil 22

  • terutama pada usia lanjut. monitor elektrolit, ureum, kreatinin, asam

    urat, hemoglobin, hematokrit.

    Thiazid dan furosemid menyebabkan hipokalemia dengan resiko

    aritmia dan mortalitas. Oleh karena itu konservasi kalium merupakan

    hal yang penting. K sparing diuretika berguna dan dapat mencegah

    iritasi lambung akibat KCl dan spironolakton juga berguna pada edema

    paru akibat payah jantung dengan atau tanpa ascites. Namun perlu

    diperhatikan K sparing diuretik apabila diberikan bersama K dan ACE

    inhibitors hendaknya diwaspadai kemungkinan terjadinya

    hiperkalemia. dapat juga diberikan K-I aspartate yaitu merupakan

    suplemen kalium pada penyakit jantung, dosis dari KI-aspartate 1-3

    tablet 3 x perhari, efek sampingnya adalah hiperkalemia dan gangguan

    gastro intestinal.1,2,8

    Obat Dosis oral Dosis IV atau IM

    Hidroklorotiazid 25 50 mg per hari -

    Furosemid 2 2,5 mg per hari 2- 2,5 mg per hari

    Spirinolactone 50 100 mg per hari -

    Tabel 8.Nama obat dan dosis obat golongan Diuretik. Di unduh dari

    Aulia sani. Heart failure. medya crea. Jakarta, 2007

    - Glikosida

    Sifat farmakodinamik utama digitalis adalah inotropik positif,

    yaitu meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Digitalis

    menyebabkan perlambatan denyut ventrikel pada fibrilasi dan fluter

    atrium serta pada kadar toksik menimbulkan disritmia. Efektivitas

    digitalis penyakit gagal jantung timbul karena kerja langsungnya

    dalam meningkatkan kontraksi otot miokard.

    Digitalisasi cepat : Lanoxin injeksi 1 ampul 2 cc mengandung

    0,5 mg, interval pemberian 4 - 6 jam. Tergantung dari heart rate atau

    QRS rate yang tercapai. Bila denyut jantung mencapai 80 - 100

    pemberian per injeksi dihentikan dan diteruskan dengan digoksin

    23

  • tablet, sebagai dosis maintenance 1x1 atau 1 x tablet / hari ( 1 tablet

    digoksin 0,25 mg) Sebaliknya apabila dosis obat digitalisasi sudah

    tercapai atau terpenuhi sedangkan heart rate masih tinggi lalu dicari

    faktor lain yang dapat mepercepat heart rate tersebut, misalnya

    febris, anemik, obat - obat lain yang aritmogenik. Lanoxin injeksi

    dihentikan dan diteruskan dengan dosis maintenance.

    Digitalisasi lambat deberikan pada penderita gagal jantung

    dengan AF, QRS rate tidak terlalu cepat, misalnya ,100 x/menit. Dosis

    digoksin 2 x 0,25 mg per oral selama 2-3 hari kemudian disusul

    dengan dosis maintenance 1 tablet/hari. Penderita dengan digitalis

    harus selalu diawasi heart rate secara auskultasi atau bila mungkin

    QRS rate pada EKGnya.

    - Agonis beta

    Simpatomimetikamin yaitu obat-obat yang merangsang

    reseptor beata adrenergik yaitu dopamine dan dobutamin. dopamine

    merupakan prekusor dari noreepenifrin alamiah, Pada penderita dengan

    hipotensi berat dopamine bersifat vasokonstriktor perifer. Pada

    penderita AF atau VT dapat terjadi percepatan dari ventricular respon

    sehingga dpat terjadi hipertensi dan chest pain. Sedangkan dobutamin

    merupakan inotropik kuat. Kenaikan heart rate sedang. menurunkan

    resistensi perifer, CO dapat meningkat, sehingga pada gagal jantung

    berat mungkin diharapkan tidak menyebabkan penurunan tekanan

    arterial. Dobutamin diberikan secara infus dosis 2,5 10 g/kg/menit,

    diberikan pada gagal jantung tanpa hipotensi.

    Ibopamin merupakan agonis dopamine, yang diberi secara oral

    mempunyai efek yang baik terhadap neurohumoral dan memperbaiki

    hemodinamik. Dosis 3 x 50 mg, > 3 x 100 mg. Tablet 100 mg, nama

    dagang Inopamil.1,5,8

    8.2.2. Terapi bedah

    Terapi bedah transplantasi jantung diindikasikan pada pasien

    yang tidak memberi respon pada terapi dengan alat Bantu atau terapi 24

  • obat. Banyaknya kemajuan dalam dunia kedokteran telah dapat

    meningkatkan kualitas hidup dan menurunkan kasus komplikasi

    jantung. Bukti terkini menunjukan angka hatrapan hidup 83 % dalam

    waktu 1 tahun dan 72 % dalam waktu 5 tahun. Dan sebanyak 50 %

    dapat bertahan hidup 9,8 tahun.

    Kontra indikasi transplantasi jantung pada pasien gagal jantung

    adalah hipertensi paru menetap, penyalahgunaan alkohol, merokok,

    narkotik, infeksi sistemik akut, usia lanjut ( > 65 tahun), penyakit

    pembuluh darah karotis dan serebral berat yang tidak dapat diatasi

    dengan pembedahan, kaheksia beratatau obesitas yang mengganggu,

    penyakit paru obstruktif kronis, atau bronchitis kronis berat, disfungsi

    ginjal atau hati berat, riwayat kanker, diabetes mellitus.2,5

    9. Prognosis

    Mortalitas pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan berkaitan

    dengan derajat keparahannya, tergantung dari penyakit yang mendasari dan faktor

    resiko yang dapat diobati. Jika salah satu faktor resiko dan pencetus dapat di

    minimalkan maka pertahanan jantung lebih panjang.6

    Prognosis pada pasien yang tidak mengalami gagal jantung congestive maka

    survival 80 % untuk 2 tahun, pada pasien gagal jantung refrakter maka survival 50 %

    untuk 6 bulan.

    Data Firmingham yang dikumpulkan sebelum penggunaan vasodilator untuk gagal

    jantung dikelompokkan bersama, dan lebih dari 60% pada NYHA klas IV. Kematian

    terjadi karena gagal jantung progresif atau secara mendadak (diduga karena aritmia)

    dengan frekuensi kurang lebih sama. Sejumlah faktor yang berkaitan dengan prognosis

    gagal jantung.2,6 Berikut merupakan kelainan yang terjadi yang dapat dihubungkan

    dengan prognosis penderita penyakit jantung kongestif :

    - Klinis : Semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas dan gambaran klinis,

    maka prognosisnya semakin buruk.

    25

  • - Hemodinamika : Semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup dan fraksi ejeksi,

    prognosisnya semakin buruk.

    - Biokimia : Terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin, renin,

    vasopressin dan peptide natriuretik. Hiponatremnia dikaitkan dengan

    prognosis yang lebih buruk.

    - Aritmia : Fokus ektopi ventrikel yang sering atau takikardia ventrikel pada saat

    pengawasan EKG menandakan prognosis yang buruk atau apakah

    aritmia merupakan penyebab kematian. 7

    26

  • Daftar Pustaka

    1. Palupi S.E.E. Gagal jantung dalam Kumpulan Kuliah Kardiologi. Bagian Ilmu

    Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Jakarta. 2007.Hal 40-61.

    2. Aulia Sani. Heart failure. Medya crea, Jakarta .2007. Hal 1-104.

    3. Boedi S. Ilmu Penyakit Jantung. Airlangga university press. Surabaya. 2003. Hal

    121-140.

    4. Suryadipraja RM. Gagal Jantung dan Penatalaksanaannya. di dalam editor Sudoyo

    AW, Setiyohadi B, Alwi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, edisi III. Balai

    Penerbit FKUI. Jakarta. 1996. Hal 975 - 985.

    5. Braunwald. Heart failure. Dalam. Harrisons Principles of internal medicine, edisi 16.

    McGraw-Hill Medical Publishing Division. New York. 2001. Hal 1367 - 1377.

    6. Omar L. Gagal Jantung. diunduh tanggal 8 September 2010 dari

    http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125516-S09130fk-Hubungan%20antara-

    Literatur.pdf . Jakarta. Di perbaharui 2009.

    7. Felorah F. Gagal jantung. diunduh 8 September 2010 dari

    http://okeycall.com/blog.php?user=0987654321 . Jakarta. Di perbaharui Juni 2010.

    8. Evaria, Rince, editor. Indonesia Index of Medical Specialities, volume 8. Departemen

    Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2007. hal 45 - 311.

    27