165550542-Kusta-doc

24
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan yang masih ada sampai saat ini adalah Penyakit kusta. Penyakit menular ini menimbulkan masalah yang kompleks dimana masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. (1,2) Penyakit kusta terdapat dimana-mana terutama di Asia, Afrika, Amerika latin, daerah tropis dan sub tropis serta di negara-negara yang sedang berkembang dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara itu dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam segi kesehatan, pendidikan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. (2,3) Di Indonesia, penderita kusta terdapat hampir diseluruh daerah dengan penyebaran yang tidak merata. Suatu kenyataan di Indonesia bagian timur terdapat angka kesakitan kusta yang cukup tinggi. Penderita kusta 90% tinggal diantara keluarga mereka dan hanya beberapa persen saja yang tinggal di rumah sakit kusta, koloni penampungan dan perkampungan kusta. Penyakit ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termaksud sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya pengetahuan atau pengertian, serta kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya. (2,4) Indonesia diharapkan sudah bebas dari penyakit kusta pada 2020 atau 2025. Sebenarnya secara nasional sejak pertengahan 2000 Indonesia sudah berada

description

article

Transcript of 165550542-Kusta-doc

Page 1: 165550542-Kusta-doc

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu masalah kesehatan yang masih ada sampai saat ini adalah

Penyakit kusta. Penyakit menular ini menimbulkan masalah yang kompleks

dimana masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai

masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. (1,2)

Penyakit kusta terdapat dimana-mana terutama di Asia, Afrika, Amerika

latin, daerah tropis dan sub tropis serta di negara-negara yang sedang berkembang

dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan

kemampuan negara itu dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam segi

kesehatan, pendidikan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. (2,3)

Di Indonesia, penderita kusta terdapat hampir diseluruh daerah dengan

penyebaran yang tidak merata. Suatu kenyataan di Indonesia bagian timur terdapat

angka kesakitan kusta yang cukup tinggi. Penderita kusta 90% tinggal diantara

keluarga mereka dan hanya beberapa persen saja yang tinggal di rumah sakit

kusta, koloni penampungan dan perkampungan kusta. Penyakit ini masih ditakuti

masyarakat, keluarga termaksud sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan

karena masih kurangnya pengetahuan atau pengertian, serta kepercayaan yang

keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya. (2,4)

Indonesia diharapkan sudah bebas dari penyakit kusta pada 2020 atau

2025. Sebenarnya secara nasional sejak pertengahan 2000 Indonesia sudah berada

Page 2: 165550542-Kusta-doc

pada tahap eliminasi kusta, dimana secara nasional prevalensi kusta sebanyak 0,86

per 10.000 penduduk, atau di bawah 1 per 10.000 penduduk. Namun sampai akhir

tahun 2002 masih ada 13 propinsi dan 111 kabupaten yang belum dapat di

eliminasi dimana angka prevalensinya masih di atas 1 per 10.000 penduduk.

Provinsi tersebut a.l. Nanggroe Aceh Darusallam, DKI Jakarta, Jatim, Kalsel,

Sulut, Sulteng, Sulsel, Sulawesi Tenggara, NTT, Maluku, Papua, Maluku Utara

dan Gorontalo. (1,3,6,7,8)

Sampai dengan tahun 2002 jumlah penderita baru yang ditemukan di

Indonesia sebanyak 16.239 dan total jumlah penderita yang telah disembuhkan

sebanyak 286.313 penderita.(5) Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan kalimantan

selatan pada tahun 2004 periode Januari – Desember masih terdapat 44 pasien

kusta yang tersebar dibeberapa kelurahan. Angka ini masih menunjukkan Jumlah

yang cukup besar sehingga belum mencukupi kriteria eliminasi kusta. (9)

Pemberantasan penyakit kusta di tingkat propinsi dan kabupaten memang

sulit. Hal ini antara lain disebabkan karena adanya leprophobia, atau takut

berlebihan terhadap penyakit kusta, dan masih kurangnya partisipasi masyarakat.

Leprophobia yang berlebihan membuat penemuan dan penyembuhan penderita

kusta terhambat disamping itu masih berkembang pengertian keliru di masyarakat

tentang penyakit kusta, misalnya bahwa kusta adalah penyakit keturunan, akibat

guna-guna, akibat berhubungan seks saat haid, penyakit salah makan, serta

penyakit yang sangat menular dan tidak dapat disembuhkan. Masalah penyakit

kusta ini juga diperberat dengan kompleksnya epidemiologi dan banyaknya

penderita kusta yang mendapat pengobatan ketika sudah dalam keadaan cacat

ii

Page 3: 165550542-Kusta-doc

sebagai akibat masih adanya stigma dan kurangnya pemahaman tentang penyakit

kusta dan akibatnya disebagian besar masyarakat Indonesia. (1,5,7)

Mengingat kondisi tersebut diperlukan adanya sistim pemberantasan

secara terpadu dan menyeluruh yang meliputi penemuan penderita sedini

mungkin, pengobatan penderita yang tepat, rehabilitasi medis, rehabilitasi

sosialdan rehabilitasi karya mantan penderita kusta. (1)

Menurut Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan Prof Dr. Umar Fahmi Achmadi di Jakarta, menjelang

diperingatinya Hari Kusta Sedunia ke 51 pada minggu terakhir Januari

dengan Tema: ”Indonesia Bebas Kusta Tanggung-jawab Kita Bersama”

Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam

pemberantasan Kusta untuk mencapai Indonesia Bebas Kusta. ” Penyuluhan di

bidang kusta harus meningkatkan peran serta masyarakat," katanya.(5,8)

Dengan kemajuan tekhnologi dibidang promotif, pencegahan, pengobatan

serta pemulihan kesehatan dibidang penyakit kusta, maka penyakit kusta sudah

dapat diatasi dan seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Akan tetapi mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta diperlukan program

penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh dalam hal pemberantasan,

rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial ekonomi dan permasyarakatan eks penderita

kusta. (2)

Pemberantasan penyakit kusta telah dilaksanakan melalui program

pemberantasan penyakit kusta. Untuk mencapai hasil yang baik dalam program

ini maka sangat perlu kerjasama antar sekor, keterlibatan dan peningkatan peran

iii

Page 4: 165550542-Kusta-doc

serta petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan dan bimbingan serta

pengobatan dan juga peran aktif serta kesadaran masyarakat untuk memahami,

menemukan dan atau memeriksakan diri kepuskesmas terdekat . (2,10)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latarbelakang tersebut maka dapat diambil permasalahan

yaitu bagaimana upaya Peningkatan peran serta petugas kesehatan dan masyarakat

dalam rangka pemberantasan penyakit kusta.

iv

Page 5: 165550542-Kusta-doc

BAB 11

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENYAKIT KUSTA DAN PROGRAM PEMBERANTASANNYA

2.1.1 KUSTA

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan

oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan

jaringan tubuh lainnya. (2) Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A

HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia. Kuman ini berbentuk batang dengan

ukuran panjang 1-8 mic, lebar 0,2-0,5 mic, biasanya berkelompok dan ada yang

tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam. (1,3) Masa belah diri

kuman kusta adalah memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan

kuman lainnya, yaitu 12-21 hari. Hal ini merupakan salah satu penyebab masa

tunas yang lama yaitu 2-5 tahun. (2) Sebagian besar para ahli berpendapat bahwa

penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernapasan dan kulit.

Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah dan tidak perlu

ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain :

1. Faktor sumber penularan

Sumber penularan adalah penderita kusta tipe MB. Penderita MB inipun

tidak akan menularkan kusta, apabila berobat teratur.

2. Faktor kuman kusta

Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung

pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh(solid)

saja yang dapat menimbulkan penular.

v

Page 6: 165550542-Kusta-doc

3. Faktor daya tahan tubuh

Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil

penelitian menunjukkan gambaran sebagai berikut: dari 100 orang yang

terpapar, 95 orang menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat dan 2

orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh

pengobatan.

Perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang.

Respon tubuh setelah masa tunas dilampau tergantung dari derajat sistem imunitas

seluler pasien. Bila tinggi penyakit berkembang ke arah tuberkuloid dan bila

rendah berkembang kearah lepromatosa. M. leprae berpredileksi di daerah-

daerah yang relatif lebih dingin yaitu akral dengan vaskularisasi sedikit. (11)

Klasifikasi Penyakit kusta berdasarkan berdasarkan Departemen kesehatan Ditjen

P2MPLP (1999) dan WHO adalah Tipe : 1. Pausibasiler (PB)

2. Multibasiler (MB)

Untuk menetapkan diagnosa penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda

“cardinal Signs” pada badan yaitu:

1. Adanya kelainan kulit dapat berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak

eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), Nodul (benjolan).

2. Berkurang sampai hilang rasa pada kelainan kulit tersebut diatas.

3. Penebalan saraf tepi

4. Adanya kuman tahan asam didalam korekan kulit jaringan kulit (BTA

positif)

vi

Page 7: 165550542-Kusta-doc

Seorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat sekurang-

kurangnya dua dari tanda pokok diatas (no.1-3) atau bila terdapat BTA positif.

Penatalaksanaanya melalui program multi Drug Therapy (MDT) dengan

kombinasi rifampisin, klofazimin dan DDS yang telah dimulai tahun 1981.

Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin

meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat dan

mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.

2.1.2 PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT KUSTA (1,2,12)

A. TUJUAN

1. Tujuan jangka panjang:

Eradikasi kusta di Indonesia

2. Tujuan jangka Menengah:

Menurunkan angka kesakitan kusta menjadi 1 per 10.000 penduduk pada

tahun 2000

3. Tujuan jangka pendek

a. Penemuan penderita (”Case Finding”)

Penemuan penerita sedini mungkin sehingga proporsi cacat tingkat

dua diantara penderita baru dapat ditekan serendah mungkin.

Penemuan penderita dapat dilakukan dengan beberapa kegiatan,

yaitu : (13)

A. Penemuan penderita secara pasif (Sukarela)

B. Penemuan penderita secara aktif :

vii

Page 8: 165550542-Kusta-doc

- Pemeriksaan kontak serumah

- Pemeriksaan anak sekolah

- Survai khusus

- Survai prevalensi (random sample survai)

- Chase survai (suvai penemuan penderita melalui

partisipasi masyarakat)

b. Implementasi MDT

Meningkatkan pengobatan MDT sebagai obat standar didaerah

pengembangan sehingga mencakup 80% penderita terdaftar dan

100 % bagi penderita baru.

c. Pembinaan Pengobatan (Case Holding)

Agar semua penderita PB yang di MDT akan selesai

pengobatannya dalam batas waktu 9 bulan, dan semua penderita

MB yang di MDT akan selesai pengobatannya dalam waktu 36

bulan.

d. Mencegah cacat pada penderita yang telah terdaptar sehingga tidak

akan terjadi cacat baru.

e. Penyuluhan kesehatan dibidang kusta

Melakukan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang penyakit

kusta, agar masyarakat memahami kusta yang sebenarnya dan

mengurangi leprophobia

f. Pengawasan sesudah RFT

viii

Page 9: 165550542-Kusta-doc

Memberikan motivasi kepada penderita agar datang memeriksakan

dirinya setiap 6 bulan setelah selesai masa pengobatannya selama 2

tahun untuk tipe PB dan 5 tahun untuk tipe MB.

g. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan

yang telah ditetapkan dalam memenuhi kebutuhan program

B. KEBIJAKAN (2,12)

1. Intergrasi pelaksanaan program kusta ke dalam kegiatan rutin puskesmas.

2. Pelaksanaan kegiatan di prioritaskan pada derah yang mempunyai

prevalensi tinggi.

3. Perluasan daerah operasional di sesuaikan dengan perkembangan sarana

kesehatan.

4. Pengobatan dengan MDT sesuai rekomondasi WHO dan diberikan secara

Cuma-Cuma.

5. Penderita kusta tidak boleh di isolasi.

6. Meningkatkan keterampilan petugas pelaksana disemua tingkat

7. Kemitraan dengan berbagai program dan sektor terkait.

C. STRATEGI

1. Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan MDT yang berkualitas

diseluruh unit pelayanan kesehatan.

2. Meningkatkan mutu pelayanan melalui peningkatan kemampuan serta

keterampilan petugas yang bertanggung jawab.

3. Meningkatkan peran serta organisasi profesi dan organisasi

kemasyarakatan.

ix

Page 10: 165550542-Kusta-doc

4. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan program dan sektor

terkait dalam pemberantasan penyakit kusta.

D. KEGIATAN PENYAKIT KUSTA(1,2)

Kegiatan Pokok :

1. Penemuan penderita secara aktif dan pasif

2. Diagnosis dan klasifikasi

3. Pengobatan dan pengendalian pengobatan

4. Pencegahan cacat dan perawatan diri

Kegiatan penunjang :

1. Pencatatan dan pelaporan

2. Penyuluhan

3. Pengelolaan logistik.

4. Pelatihan

5. Pertemuan dan rapat konsultasi

6. Supervisi

7. Monitoring dan evaluasi

8. Pemeriksaan laboratorium dan

9. Peningkatan kualitas hidup eks penderita kusta.

x

Page 11: 165550542-Kusta-doc

2.2. UPAYA PENINGKATAN PERAN SERTA PETUGAS KESEHATAN

DAN MASYARAKAT (1,2,13)

2.2.1 Petugas Kesehatan

Penyakit kusta tidak hanya ditakuti oleh masyarakat, bahkan oleh

petugas kesehatan sendiri masih ada keengganan serta kesalahpahaman

dalam penanganannya. Hal ini berpengaruh terhadap upaya

pemberantasannya yang memerlukan kerjasama antara semua pihak.

Sesuai dengan kebijaksanaan dalam penyelenggaraan upaya

kesehatan maka petugas kesehatan lebih dititik beratkan pada upaya

pemerataan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta tehnologi

tepat guna bagi masyarakat.

Dalam hal ini petugas puskesmas memberikan bimbingan pada

penderita kusta dengan mengadakan pertemuan secara berkala, disana

mereka dapat berbagi pengalaman dalam pengobatan dan informasi lainnya.

Peran Petugas kesehatan terhadap masyarakat yaitu : (14)

- Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai tanda-tanda kusta :

1. Mengusahakan agar orang yang menderita atau dicurigai

menderita kusta memeriksakan diri ke poliklinik atau puskesmas

terdekat.

2. Menimbulkan kesadaran dalam masyarakat agar mereka atau

keluarganya memeriksakan dirinya bila mana mempunyai tanda-

tanda seperti cacat tangan/kaki, benjolan dikulit,

bercak/hipopigmentasi, dan bercak yang hilang rasa.

xi

Page 12: 165550542-Kusta-doc

- Pemeriksaan penghuni serumah dari para penderita kusta

- Pemeriksaan anak-anak sekolah

Dalam rangka meningkatkan peran serta petugas kesehatan dalam

pemberantasan penyakit kusta ini maka :

- Tingkat pusat membuat pedoman umum dan petunjuk pelaksanaan

operasional program PPM, menyediakan sarana antara lain obat-

obatan, buku petunjuk, leaflet, formulir dan lai-lainnya.

- Tingkat propinsi mengadakan pelatihan petugas tingkat kabupaten

dan melakukan pembinaan sesuai dengan petunjuk pusat ke tingkat

kabupaten dan puskesmas dan mendistribusikan kebutuhan sarana

program ke tingkat kabupaten

- Tingkat kabupaten mengadakan pelatihan tenaga kesehatan tingkat

puskesmas dan kader. Dan mendistribusikan sarana ke tingkat

puskesmas.

2.2.2 MASYARAKAT

Mengingat dimasyarakat masih ada pengertian yang keliru tentang

penyakit kusta yang bisa menjadi hambatan serius bagi pelaksanaan

program pemberantasan penyakit kusta termaksud dalam mengikut sertakan

masyarakat maka diperlukan upaya penyuluhan yang efektif yang mampu

menimbulkan motivasi untuk bangkitnya peran serta masyarakat terhadap

pemberantasan penyakit kusta.

1. Tujuan :

xii

Page 13: 165550542-Kusta-doc

a. Menyebarluaskan pengetahuan/pengertian yang tepat dan benar

tentang kusta antara lain penyakit kusta dapat disembuhkan

b. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penyakit kusta

c. Menghilangkan rasa takut terhadap penyakit kusta

d. Meningkatkan kerjasama antara penderita, keluarga, masyarakat dan

petugas kesehatan tentang penanggualangan penyakit kusta.

2. Sasaran :

a. Penderita kusta

b. Keluarga penderita kusta

c. Masyarakat : tokoh masyarakat yang berpengaruh

d. Petugas kesehatan

e. Guru, murid dan orang tua murud.

3. Materi-materi penyuluhan

a. Pengertian yang tepat dan benar tentang penyakit kusta :

1. Penyakit kusta tidak sangat menular

2. Penyakit kusta dapat disembuhkan dengan berobat teratur sesuai

dengan petunjuk.

3. Penderita adalah anggota masyarakat yang kebetulan sakit.

4. Penyakit kusta adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman

kusta, bukan disebabkan karena kutukan tuhan atau bukan penyakit

keturunan atau karena ilmu gaib (black Magic)

b. Kepada penderita kusta diberikan penjelasan tentang penyakit

kusta, sehingga penderita dapat berobat secara teratur, mencegah

xiii

Page 14: 165550542-Kusta-doc

komplikasi-komplikasinya (kecacatan) dan menghilangkan rasa

rendah diri dalam jiwa penderita.

A. Masyarakat terdidik (KADER)

Peran masyarakat dalam upaya penanggulangan penyakit kusta sangat

besar artinya baik dalam program pemberantasan penyakit kusta maupun

untuk mengujudkan kemandirian penderita/mantan penderita kusta dalam

program pemasyarakatan. Setelah masyarakat mengetahui penyakit kusta,

terutama dalam pengenalan tanda-tanda dini maka mereka akan segera

memeriksa atau menganjurkan orang-orang yang dicurigai penderita kusta

untuk memeriksakan diri ke puskesmas. (1.2)

Dengan melihat besarnya peran serta masyarakat diatas maka

pengadaan kader sangat diperlukan. Kader dapat diambil dari anggota PKK,

Guru, UKS, KNPI dan lain-lain. Untuk ini pelatihan penyakit kusta kepada

para kader sangat diperlukan.

Penderita kusta sering merasa rendah diri, malu, mudah tersinggung

dan sebagai anggota masyarakat sering dikucilkan dan terbuang, maka sikap

kader seharusnya adalah :

- Tidak memperlihatkan rasa takut dan jijik

- Hendaknya ramah tamah

- Berusaha mengembalikan harga diri penderita

- Mendorong penderita untuk berobat dan makan obat secara

teratur.

xiv

Page 15: 165550542-Kusta-doc

Tugas kader :

A. Persiapan

Alat yang harus dibawa : buku, catatan, blangko pencatatan, kapas,

jarum, obat DDS.

B. Penyuluhan

Memeberikan penyuluhan pada penderita kusta, keluarga dan

masyarakat diwilayah kerjanya tentang penyakit kusta (materi

penyuluhan ada pada selebaran kusta, buku kusta bergambar, buku

kader)

C. Penemuan penderita

1. Membantu petugas kesehatan pemerikksaan kontak serumah

2. Mencacat tersangka penderita kusta di lingkungannya.

D. Pengobatan penderita

E. Pencatatan dan pelaporan

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam usaha peningkatan peran

kader dengan pembinaan :

1. Pasca posyandu

Mengadakan pertemuan dengan kader untuk membicarakan masalah dan

usul perbaikan pelaksanaan program antara lain pengertian dan tugas yang

diberikan pada kader.

2. Pertemuan berkala di desa

xv

Page 16: 165550542-Kusta-doc

Dilaksanankan sebulan sekali. Dsini juga dibahas kegiatan koordinasi dan

evaluasi pelaksanaan program.

3. Pertemuan berkala dipuskesmas

4. Perlombaan

Perlombaan antar desa binaan tentang materi yang berkaitan dengan

program.

5. Penyegaran

Dilakukan 6 bulan sekali

6. Wisata karya

7. forum pemecahan masalah

8. penghargaan dan stimulasi.

B. Masyarakat yang belum terdidik

Mengingat dimasyarakat masih ada pengertian yang keliru tentang

penyakit kusta yang bisa menjadi hambatan serius bagi pelaksanaan program

pemberantasan penyakit kusta termaksud dalam mengikut sertakan masyarakat

maka diperlukan upaya penyuluhan yang efektif yang mampu menimbulkan

motivasi untuk bangkitnya peran serta masyarakat terhadap pemberantasan

penyakit kusta. Masyarakat juga harus bisa menerima dan mendorong penderita

agar dapat menjadi anggota masyarakat sama dengan anggota masyarakat lainnya.

xvi

Page 17: 165550542-Kusta-doc

2.5. PENILAIAN PROGRAM (2)

a. Tujuan

Mengukur nilai hasil yang telah dicapai program pemberantasan

penyakit kusta serta sebagai umpan balik bagi perencana penanggung

jawab program pemberantasan penyakit kusta dalam meningkatkan

kualitas pengambilan keputusan program pemberantasan penyakit kusta.

b. Aspek yang di nilai menurut kegiatan program.

3. Penilaian pada masukan (ketenagaan, keuangan, logistik/sarana,

kebijakan dan situasi epidemiologi.

4. Penilaian pada proses (pemeriksaan kontak, anak sekolah, survai,

evaluasi pengobatan, pencatatan dan pelaporan serta

pengambilan /pemeriksaan laboratorium.

5. Penilaian pada keluaran : penemuan penderita baru, pengobatan

penderita dan angka kesakitan.

6. Penilaian pada dampak

Penilaian terhadap angka kesakitan dan leprophobia dalam jangka

panjang.

xvii

Page 18: 165550542-Kusta-doc

BAB 111

KESIMPULAN

Penyakit kusta di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat. Disamping besarnya masalah dibidang medis juga masalah sosial

yang di timbulkan oleh penyakit ini memerlukan perhatian yang serius.

Penyakit ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termaksud sebagian

petugas kesehatan. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya pengetahuan atau

pengertian, serta kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang

ditimbulkannya.

Di Indonesia, penderita kusta terdapat hampir diseluruh daerah dengan

penyebaran yang tidak merata. Indonesia diharapkan sudah bebas dari penyakit

kusta pada 2020 atau 2025. Sejak pertengahan 2000 sebenarnya Indonesia sudah

berada pada tahap eliminasi kusta, namun sampai akhir tahun 2002 masih ada 13

propinsi dan 111 kabupaten yang belum dapat di eliminasi dimana angka

prevalensinya masih di atas 1 per 10.000 penduduk. Provinsi tersebut a.l.

Nanggroe Aceh Darusallam, DKI Jakarta, Jatim, Kalsel, Sulut, Sulteng, Sulsel,

Sulawesi Tenggara, NTT, Maluku, Papua, Maluku Utara dan Gorontalo.

Untuk mencapai hasil yang baik dalam program pemberantasan penyakit

kusta maka sangat perlu kerjasama antar sekor, keterlibatan dan peningkatan

peran serta petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan dan bimbingan serta

pengobatan dan juga peran aktif serta kesadaran masyarakat untuk memahami,

menemukan dan atau memeriksakan diri kepuskesmas terdekat.

xviii

Page 19: 165550542-Kusta-doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Nilasari et all. 1999. Kusta. FKUI, Jakarta. Hal : 1-11

2. Anonim. 1995. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta. Cetakan IX. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.

3. Kosasih et all. 1999. Kusta. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketiga. FKUI, Jakarta. Hal 71-4

4. Anonim. 2000. Majalah Simpata Menuju Indonesia Bebas Kusta. Edisi kedua. Departemen Kesehatan, Jakarta

5. Anonim.2004. Avaible at http://depkes . go. Id

6. Anonim. 2004. Aliansi Nasional Eliminasi Kusta Terbentuk. Avaiabler at http://depkes . go. Id

7. Anonim. 2003. Eliminasi kusta terhambat. Avaiabler at http://depkes . go. Id

8. Anonim. 2004. Indonesia Bebas kusta Tahun 2025. Avaiabler at http://depkes . go. Id

9. Data Dinas Kesehatan tahun 2004 periode Januari-desember wilayah kota Banjarmasin.

10. Anonim. 2000. Buku Pedoman Singkat Program Pemberantasan Penyakit Kusta. Departemen kesehatan RI dengan The Leprosy Mission International.

11. Manjoer A et all. 2000. Kusta. Dalam : Kapita Selekta Indonesia. Edisi Ketiga Jilid 2. Media Aesculapius. FKUI, Jakarta. Hal 65-7

12. Anonim. 1990. Petunjuk Teknis Pemantauan Pemberantasan Penyakit Kusta. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

13. Anonim. 1993. Materi Program P-2 Kusta Bagi Pelatihan P2ML Terpadu Paramedis Puskesmas. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

14. Anonim. 1989. Petunjuk Kusta untuk Petugas Balai Pengobatan Umum dan Puskesmas. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

15. Anonim. 1992. Petunjuk Pelaksanaan Program PPM-PLP Melalui Pendekatan PKMD Bagi petugas kesehatan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

xix

Page 20: 165550542-Kusta-doc

16. Anonim. 1991. Buku Pegangan Kader Dalam Pemberantasan Penyakit Kusta. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

xx

Page 21: 165550542-Kusta-doc

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………… i

DAFTAR ISI…………………………………………………………. ii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………… 1

1.2 Permasalahan…………………………………………….. 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENYAKIT KUSTA

2.1.1 Defenisi…………………………………………….. 5

2.1.2 Penyebab…………………………………………… 5

2.1.3 Masa tunas…………………………………………. 5

2.1.4 Epidemiologi………………………………………. 5

2.1.5 Patogenesis………………………………………… 6

2.1.6 Klasifikasi…………………..……………………… 7

2.1.7 Diagnosa……………..…………………………….. 7

2.1.8 Penatalaksanaan……………………………………. 8

2.1 PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT KUSTA.. 9

2.2 PENYULUHAN KESEHATAN DAN PERGERAKAN

PERAN SERTA………………………………………….. 13

2.3 PERAN PUSKESMAS DALAM PEMBERANTASAN

PENYAKIT KUSTA…………………………………….. 16

2.5 SIKAP, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KADER… 17

2.6 PENILAIAN PROGRAM……………………………….. 18

BAB III. KESIMPULAN…………………………………………….. 19

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 20

xxi

Page 22: 165550542-Kusta-doc

Referat IKM/K

Upaya Peningkatkan Peran serta Petugas Kesehatan dan masyarakat dalam rangka

Pemberantasan Penyakit Kusta

xxii

Page 23: 165550542-Kusta-doc

Pembimbing:

Tim dosen IKM/K UNLAM

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATBANJARMASIN

Desember, 2004

Jadi, meskipun negeri ini telah mencapai eliminasi, bukan berarti bahwa

kita sudah tidak bermasalah dengan penyakit kusta. Sebab masih ada kantong-

kantong penderita kusta yang sebagian besar terletak di daerah yang sulit, dan

berpenduduk padat serta daerah yang relatif miskin.(3)

Untuk mencapai target global yaitu semua provinsi, kabupaten/kota

mencapai Eliminasi Kusta pada tahun 2005 (EKT 2005) pada tanggal 24 Januari

2002 di Makasar diadakan pertemuan untuk membangun suatu inovasi yang tinggi

dalam mengatasi masalah-masalah struktur manajemen yang sangat kental dengan

sentralisasi serta terdapatnya daerah kantong endemis tinggi yang mengalami

kesulitan aksesibilitas terhadap pelayanan kusta. Dalam pertemuan tersebut

xxiii

Page 24: 165550542-Kusta-doc

berhasil disepakati terbentuknya Aliansi Nasional Eliminasi Kusta Tahun 2005

(ANEK Tahun 2005). (7)

Insidens tertinggi pada daerah tropis dan subtropis yang panas dan lembab.

Insidens penyakit kusta di Indonesia pada bulan maret 1999 sebesar 1,01 per

10.000 penduduk. Kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan

dari pada orang dewasa. Frekwensi tertinggi pada kelompok dewasa ialah umur

25-35 tahun, sedangkan pada kelompok anak umur 10-12 tahun.

xxiv