154086369 case-cici
-
Upload
homeworkping4 -
Category
Education
-
view
347 -
download
0
Transcript of 154086369 case-cici
Get Homework Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
STUDI KASUS PASIEN
COMMON COLD PADA BALITA DISERTAI GIZI KURANG DENGAN
PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA DI
PUSKESMAS KECAMATAN KELAPA GADING
PERIODE 10 JUNI – 22 JUNI 2013
0
Oleh :
Puspalia Pristiyanti
110.2007.216
Pembimbing :
Dr. dr. Artha Budi Susila Duarsa, M.Kes.
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
BAGIAN KEDOKTERAN KELUARGA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2013
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Studi Kasus Pasien mengenai COMMON COLD PADA BALITA DISERTAI
GIZI KURANG DENGAN PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA DI
PUSKESMAS KECAMATAN KELAPA GADING PERIODE 10 JUNI – 22 JUNI 2013,
telah disetujui oleh pembimbing untuk dipresentasikan dalam rangka memenuhi salah satu
1
tugas kepaniteraan Kedokteran Keluarga Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Yarsi.
Jakarta, Juni 2013
Pembimbing,
DR. Dr. Artha Budi Susila Duarsa, M.Kes
LAPORAN KASUS
BERKAS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : An. T
2
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 3 tahun
Agama : Nasrani
Alamat : Jl. Gg. Armada
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : belum bersekolah
Pekerjaan : -
Tanggal berobat : 11 Juni 2013
B. Anamnesa
Anamnesa dilakukan secara alloanamnesa pada ibu pasien tanggal 11 Juni 2013
1. Keluhan Utama : Batuk Pilek sejak 1 minggu lalu
2. Keluhan Tambahan : Panas selama 2 hari naik turun
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Puskesmas Kecamatan Kelapa Gading di bagian MTBS
dibawa oleh ibunya dengan keluhan pasien menderita batuk pilek sejak 1 minggu lalu.
Batuk yang di alami pasien berdahak dan bewarna putih. Saat batuk pasien tidak
mengeluarkan darah. Batuk biasanya terjadi kapan saja akan tetapi lebih sering pada
malam hari sehingga pasien tidak bisa tidur. Saat batuk tidak disertai dengan muntah.
Sebelum batuk pilek, pasien menderita panas selama 2 hari yang terjadi naik turun
dan biasanya panas terjadi kapan saja baik pagi siang ataupun malam. Panas yang
diderita pasien sekitar 37,7O C. Pasien telah diberi obat penurun panas dan obat batuk
yang dibeli di warung namun tidak ada perbaikan sehingga ibu pasien membawa
pasien berobat ke Puskesmas Kelapa Gading. Sesak nafas tidak ada.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu pasien mengatakan anaknya pernah mengalami penyakit seperti ini
sebelumnya sekitar 2 bulan yang lalu. Penyakit diare, kejang, alergi obat dan makanan
disangkal oleh ibu pasien.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit serupa pernah dialami keluarga sekitar bulan lalu
6. Riwayat Sosial Ekonomi
3
Pasien adalah seorang balita berusia 3 tahun, tinggal bersama kedua orang
tuanya. Dalam keluarga pasien kebutuhan sehari-sehari biasa dipenuhi dari
penghasilan ayah pasien yang bekerja sebagai Karyawan Swasta dengan penghasilan
2.000.000/bulan. Jumlah tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
biaya berobat pasien, Ibu pasein merupakan ibu rumah tangga yang bertugas
mengurus anak-anak setiap hari.
7. Riwayat Kebiasaan
Ibu pasien selalu memberikan makanan selingan seperti kue atau biskuit, dan menu
untuk satu hari terkadang tidak sesuai dengan 4 sehat 5 sempurna. Untuk sarapan
pagi hanya bubur ayam . Untuk makan siang dan makan malam, biasanya pasien
makan nasi dan ikan. Namun pasien tidak terlalu menyukai sayur-sayuran dan buah.
Pasien sering jajan di tukang jajanan depan rumah seperti chiki, sosis.
8. Riwayat Kelahiran
Persalinan : spontan pervaginam
Bayi lahir cukup bulan ( kehamilan 38 minggu )
BBL : 2900 gram
PB : 48 cm
Kelainan kongenital : -
9. Makanan Pendamping
ASI eksklusif : 6 bulan
PASI : SGM, 8 bulan
MPASI : Nasi Tim, 1 tahun
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Berat Badan : 10 kg
Panjang Badan : 80 cm
Frekuensi nadi : 100 kali/menit ( isi cukup, reguler, kuat angkat )
Frekuensi nafas : 24 kali/menit ( reguler, adekuat )
4
Suhu : 36,7 derajat celcius (axila)
Kepala : normocephalik, ubun-ubun sudah menutup, rambut tidak
mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera tidak ikterik, mata terlihat
cekung -/-.
Hidung : bentuk biasa, cavum nasi lapang/lapang, sekret +/+,
mukosa hidung tidak hiperemis.
Telinga : normotia, serumen -/-, sekret -/-
Mulut : lidah tidak kotor, tonsil T1-T1 hiperemis,
faring hiperemis
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Thoraks :
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kiri kanan
Vesikuler +/.+
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor kanan = kiri
Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, murmur -, gallop –
rhonki -/-, wheezing -/-.
Abdomen :
Inspeksi : perut tampak datar
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus + normal
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 detik
Kulit : turgor kulit cukup
2. Status Gizi WHO berdasarkan TB/U
5
6
Status Gizi An. T :
a. Usia : 3 tahun (36 bulan)
b. Berat badan : 11 kg (BBI = 14 Kg)
c. Tinggi badan : 80 cm
d. Status Gizi : Gizi Kurang ( -3 SD sampai dengan <-2 SD )
7
BERKAS KELUARGA
A. Profil Keluarga
1. Karakterisktik Keluarga
a. Identitas Kepala Keluarga
Nama : Tn. T
Usia : 31 Tahun
b. Identitas Pasangan
Nama : Ny. T
Usia : 31 tahun
c. Struktur Komposisi Keluarga
Tabel 1. Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah
No
.
Nama Kedudukan
Dalam
Keluarga
Gender Umur Pendidikan Perkerjaan Keterangan
Tambahan
1 Tumpal Ayah L 31 thn SMA Karyawan
Swasta
2.000.000/
bulan
2 Trina Ibu P 31 thn SMA IRT -
3 Talida Anak 1 P 3 thn - - -
4 Tiur Anak 2 P 4 bln - - -
Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup
a. Lingkungan tempat tinggal
Tabel 2. Lingkungan Tempat Tinggal
Status Kepemilikan Rumah : Mengontrak
Daerah Perumahan : Padat
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah : 6m x 3m Rumah tingal mengontrak yang berada
pada lingkungan yang cukup padat.
Rumah tersebut kurang nyaman untuk
ditempati oleh empat orang anggota
keluarga
Jumlah penghuni dalam rumah : 4
orang
Luas halaman rumah : tidak memiliki
halaman
8
Tidak bertingkat
Lantai rumah : keramik
Dinding rumah : tembok
Jamban keluarga : ada
Tempat bermain : tidak ada
Penerangan listrik : 450 watt
Ketersediaan air bersih : ada (PAM)
Tempat pembuangan sampah : ada
b. Kepemilikan barang-barang berharga
Keluarga An. Rmemiliki barang elektronik antara lain satu buah televisi,
satu buah handphone dan satu buah kipas angin, Peralatan rumah tangga yang
dimiliki keluarga pasien antara lain magic jar,dan kompor gas 3kg.
c. Denah rumah
Gambar 1. Denah Rumah Keluarga An. T
3m2
Kamar mandi Dapur
6m2 Kamar
2. Penilaian Perilaku Kesehatan Keluargaa. Tempat Berobat : Puskesmas
b. Balita : Posyandu
c. Asuransi/Jaminan Kesehatan : Tidak Ada
3. Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)
9
Ruang tamu
Tabel 3. Pelayanan Kesehatan
Faktor Keterangan Kesimpulan
Cara mencapai pusat
pelayanan kesehatanAngkutan umum Pasien pergi berobat ke puskesmas
menggunakan angkutan umum. Tarif
berobat di Puskesmas dengan membayar
2000 dan kualitas pelayanannya pun
memuaskan.
Tarif pelayanan
kesehatanBayar
Kualitas pelayanan
kesehatanMemuaskan
4. Pola Konsumsi Makanan Keluarga
a. Kebiasaan makan
Keluarga Tn. T makan sebanyak tiga kali sehari yaitu sarapan pagi, makan
siang dan makan malam dengan menu makanan yang tidak bervariasi dan
biasanya makanan dimasak sendiri oleh ibu pasien.Terkadang mereka juga
membeli makanan yang ada disekitar rumah. Menu makanan keluarga Tn.T
yaitu nasi, lauk dan sayur. Pasien biasa makan dengan cara disuapi oleh ibunya
dalam sekali makan, pasien menghabiskan 5-10 sendok makan. Pasien jarang
menghabiskan makanan yang diberikan oleh ibunya. Keluarga Tn. T jarang
mengkonsumsi buah-buahan
b. Menerapkan pola gizi seimbang
Menu makanan keluarga An. T yang selalu ada saat mereka makan setiap
harinya ialah nasi, telur, ikan, sayur. Pola makan pasien dua hari terakhir ialah :
a) Tanggal 9 Juni 2013
i. Pagi : 159 kalori
JumlahGr /kal Protein Karbohidrat Lemak
Bubur Ayam 100 gr = 159 kal 510 gr 2860 gr 210 gr
ii. Siang : 347 kalori
JumlahGr /kal Protein Karbohidrat Lemak
Nasi 100 gr = 175 kal 2,6 gr 27,9 gr 0,28 gr
Ikan goreng 100 gr = 84 kal 14,8 gr 0 2,3 gr
10
Sayur asem 100 gr = 88 kal 0,7 gr 5 gr 0
iii. Malam : 381 kalori
JumlahGr /kal Protein Karbohidrat Lemak
Nasi 100 gr = 175 kal 2,6 gr 27,9 gr 0,28 gr
Ikan goreng 100 gr = 84 kal 14,8 gr 0 2,3 gr
Susu 1 gelas = 122 kal 8,03 gr 11,49 gr 4,88 gr
Makanan camilan : 180 kalori
JumlahGr /kal Protein Karbohidrat Lemak
Biscuit 100 gr = 44 kal 1,35 gr 6,47 gr 1,62 gr
Chiki 80 kal 1 gr 8 gr 3 gr
b) Tanggal 10 Juni 2013
i. Pagi : 159 kalori
JumlahGr /kal Krotein Karbohidrat Lemak
Bubur Ayam 100 gr = 159 kal 510 gr 2860 gr 210 gr
ii. Siang :347 kal
Jumlah Gr /kal Protein Karbohidrat Lemak
Nasi 100 gr = 175 kal 2,6 gr 27,9 gr 0,28 gr
Ikan goreng 100 gr = 84 kal 14,8 gr 0 2,3 gr
Sayur bayam 100 gr = 88 kal 3,5 gr 6,5 gr 0,5 gr
iii. Malam : 485 kal
Jumlah Gr /kal Protein Karbohidrat Lemak
Nasi 100 gr = 175 kal 2,6 gr 27,9 gr 0,28 gr
Telor goring 75 gr = 188 kal 11,7 gr 0 0
Susu 1 gelas = 122 kal 8,03 gr 11,49 gr 4,88 gr
Makanan camilan : 132 kalori
11
JumlahGr /kal Protein Karbohidrat Lemak
Biscuit 100 gr = 44 kal 1,35 gr 6,47 gr 1,62 gr
Sosis 49 kal 5,06 gr 0,43 gr 2,83 gr
BBI = (usia dalam tahun X 2) + 8
= ( 3 X 2) + 8 = 14 kg
Kebutuhan Energi/kalori pada balita = 100 kalori / kg BBI
= 1000 + ( 100 X 3) = 1300 kal/ hari
Kebutuhan Zat Gizi :
a . Protein 10% dari total kalori
= ( 10% X 1300) : 4 = 32.5 gr
b. Lemak 20% dari total kalori
= ( 20% X 1300) : 9 = 28,8 gr
c. Karbohidrat, sisa dari total kalori dikurangi prosentasi protein dan lemak
=( 70% X 1300) : 4 = 227,5 gr
Setelah menghitung jumlah BBI, kebutuhan energi/kalori serta kebutuhan zat gizi
pada pasien, juga dengan melihat food recall pasien selama 2 hari sebelum datang ke
puskesmas maka dapat disimpulkan bahwa setiap harinya menu makan pasien kurang
memenuhi jumlah energi/kalori yang dibutuhkan setiap harinya.
5. Pola Dukungan Keluarga
a. Faktor pendukung terselesainya masalah dalam keluarga
Orang tua pasien sadar akan penyakit yang diderita oleh anaknya sehingga saat
pasien sakit orangtuanya memeriksakan anaknya ke Puskesmas. Selain itu pihak
keluarga tidak berkeberatan dengan biaya pengobatan yang masih terjangkau.
b. Faktor penghambat terselesainya masalah dalam keluarga
Kurangnya pengetahuan orang tua pasien tentang penyakit yang diderita oleh
pasien. Pola konsumsi keluarga Ny. T tidak baik, dikarenakan tidak
bervariasinya menu makanan setiap harinya, hal ini menjadikan pasien susah
makan dan jarang mengkonsumsi buah-buahan. Dalam penatalaksanaan
penyakit pasien sangat diperlukan peran serta yang aktif dari seluruh
anggota keluarga terutama ibu pasien dalam merawat dan memperhatikan
12
pasien terutama masalah makanan. Peran keluarga pada saat ini kurang
memperhatikan keadaan kesehatan pasien.
Saat ini Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan satu saudari kandungnya, dimana
pasien memiliki adik kandung yang masih berusia 4 bulan, sehingga perhatian
ibu pasien harus terbagi antara pasien dan adik pasien.
B. Genogram
1. Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga ini adalah keluarga inti (nuclear family) dimana terdiri dari
ayah (Tn. T), ibu (Ny. T), dan kedua anaknya termasuk pasien (An. T) yang tinggal
dalam satu rumah.
2. Tahapan Siklus Keluarga
Menurut Duvall (1977) dikutip dalam Friedman (1998), keluarga An. T berada
pada tahapan siklus keluarga yang ke tahap tiga dimana Keluarga Anak Usia
Prasekolah/Family With Preschool Children ( oldest child 2,5 – 5 years). Dimulai
dengan anak pertama berusia 2,5 – 5 tahun.
3. Family Map
Tn.R Ny.P Tn. S Ny. A
T
Tn.Y Ny. T Ny.T Tn.T Tn. T
An.T An. T
13
Keterangan Gambar :
: Laki-laki : Pasien
: Perempuan : Meninggal
: Keturunan : Pernikahan
: Tinggal serumah
Pasien adalah balita berumur 3 tahun, merupakan anak pertama dari 2
bersaudara dari seorang ayah yang bekerja karyawan swasta dan diurus sehari-
harinya oleh ibunya sendiri. Saat ini pasien belum memasuki jenjang sekolah.
Ibu pasien selalu berusaha memberi asupan makan setiap harinya, namun pasien
memiliki kebiasaan untuk jajan jajanan yang tidak sehat di sekitar rumahnya,
sehingga suka mengalami keluhan batuk pilek. Ibu pasien sering melarang
kebiasaan anaknya untuk jajan sembarangan, namun terkadang pasien sulit
untuk diberitahu dan menangis jika keinginannya tidak terpenuhi.
a. Masalah dalam fungsi biologis
Di dalam keluarga pasien tidak terdapat satupun anggota yang mempunyai
riwayat penyakit tertentu.
b. Masalah dalam fungsi psikologi
Keluarga Tn. T dan Ny. T merupakan suami istri yang saling mendukung satu
sama lain, sekalipun mereka tergolong dalam keluarga menengah kebawah,
namun jika sudah menyangkut urusan anak – anak mereka, mereka selalu
mengutamakannya, termasuk dalam urusan pendidikan dan kesehatan. Tidak
ada masalah keluarga yang menyebabkan perkembangan psikis anak-anaknya
terganggu.
c. Masalah dalam fungsi ekonomi
Sumber penghasilan utama pada keluarga adalah dari orang tua pasien
terutama ayah pasien. Untuk biaya kesehatan, pasien tidak memiliki asuransi
kesehatan..
d. Masalah lingkungan
14
Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat dengan posisi rumah yang
saling berdempetan dan dengan pencahayaan yang kurang, serta sanitasi yang
kurang baik di sekitar lingkungan rumah.
e. Masalah perilaku kesehatan
Karena usia pasien yang masih balita, sehingga biasanya anak-anak sulit untuk
mendengar perkataan orang tuanya, maka pasien masih saja ingin
mengkonsumsi makanan yang kurang sehat hingga mengakibatkan pasien sakit,
dan akhirnya orangt tua pasien membawanya ke puskesmas.
C. Diagnosis Holistik
1. Aspek Personal
a. Alasan kedatangan
Pasien datang berobat ke puskesmas diantar oleh kedua orang tuanya atas
dorongan diri sendiri karena merasa khawatir dengan kondisi anaknya yang
tidak kunjung sembuh.
b. Harapan
Ibu pasien memiliki harapan agar penyakit anaknya dapat sembuh.
c. Kekhawatiran
Ibu pasien memiliki kekhawatiran jika penyakit anaknya akan bertambah
berat.
2. Aspek Klinik
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik disimpulkan sebagai berikut :
a. Diagnosis kerja : Common cold disertai dengan Gizi kurang
b. Diagnosis banding : -
3. Aspek Risiko Internal
a. Genetik
Tidak terdapat riwayat penyakit genetik pada keluarga pasien, riwayat TB
disangkal oleh orang tua pasien.
b. Pola makan
Pola makan pasien tidak memenuhi pola gizi seimbang
c. Kebiasaan
15
Pasien memiliki kebiasaan jajan sembarangan dan sulit untuk makan
setiap harinya.
d. Spiritual
Ibu pasien selalu memperigati pasien bahwa penyakit yang dideritanya
merupakan teguran agar pasien lebih memperhatikan kesehatannya.
4. Aspek Psikososial Keluarga
Faktor pendukung kesehatan pasien adalah keluarganya sendiri, terutama ibu
pasien yang senantiasa mengurus pasien setiap harinya, sedangkan ayah pasien
bekerja mencari nafkah. Ibu pasien melarang anaknya untuk tidak jajan
sembarangan.
Faktor penghambat kesehatan pasien yang berasal dari keluarga adalah
kurangnya kesadaran dan pengetahuan ibu pasien mengenai pola makan sehari-hari
yang kurang bervariasi dan tidak memenuhi makanan 4 sehat 5 sempurna. Untuk
system pencahayaan dan sirkulasi udara di rumah tergolong kurang karena hanya
terdapat 2 jendela di ruang tamu sehingga keadaan di dalam rumah cukup lembab
5. Aspek Fungsional
Menurut skala WONCA pasien termasuk derajat 1 dimana pasien mampu
melakukan pekerjaan ringan sehari-hari seperti bermain di sekitar rumah seperti
biasa.
D. Rencana Pelaksanaan
Aspek Kegiatan Sasaran Waktu Hasil yang diharapkan
Aspek
Personal
a. Memberikan edukasi kepada orang tua pasien tentang penyakit yang di derita pasien, mulai dari gejala penyakit, pengobatan serta komplikasi yang dapat diakibatkan oleh penyakit yang diderita pasien.
b. Melakukan edukasi kepada orang tua pasien terhadap pentingnya pengawasan pertumbuhan dan
Orang tua Pasien
Saat pasien berobat ke Puskesmas
dan kunjungan
rumah pasien
Orang tua pasien mengerti mengenai penyakit yang diderita pasien serta pencegahannya dan mulai menerapkan pola makan yang baik dan sehat untuk pasien.
16
pekembangan anak serta menjaga pola makan sesuai dengan kebutuhan gizi.
Aspek
Klinik
a. Memberikan obat untuk common cold seperti PCT syrup 3x1 cth (PO), CTM Tab 3x1/4 tab (PO), Prednison 3x1/2 tab (PO), Ambroxol Syr 3x1/2cth (PO) serta multivitamin guna meningkatkan daya tahan tubuh
b. Memberikan penjelasan kepada orang tua pasien tentang obat-obat yang dikonsumsi pasien termasuk efek sampingnya
c. Memberikan informasi tentang makanan yang baik dan bergizi, contoh-contoh makanan agar lebih bervariasi serta jadwal pemberian makan yang tepat
Pasien dan Orang tua
Saat pasien ke
Puskesmas
Keluhan pasien berkurang sehingga mencapai taraf kesembuhan serta meningkatkan daya tahan tubuh sehingga pasien terhindar dari penyakit dan status gizi pasien meningkat.
Aspek
Risiko
Internal
a. Membantu orang tua pasien untuk merubah pola makan pasien dengan pemberian makanan yang bergizi dan lebih bervariasi dan memberitahukan makanan apa yang seharusnya dikonsumsi pasien agar sesuai dengan kebutuhan kalori pasien dan rajin mengkonsumsi sayur dan buah
b. Menganjurkan orang tua pasien untuk menjaga kebersihan agar anak tidak mudah terserang penyakit
Pasien dan keluarga
Saat kunjugan
rumah pasien
Orang tua pasien mampu mengelola makanan yang bergizi untuk pasien, mengetahui pola makan yang baik dan bervariasi, mengerti akan pentingnya kepatuhan dalam pengobatan.
Aspek
Psikososial
Keluarga
a. Menganjurkan keluarga untuk memberi dukungan dan perhatian kepada pasien untuk dapat mengawasi dan memantau makanan, pola makan, kesehatan serta pemberian obat yang teratur.
b. Menganjurkan kepada keluarga untuk selalu membawa pasien kontrol rutin agar kesehatan,
Orang tua pasien
Saat kunjungan
rumah pasien
Keluarga lebih peduli dengan kondisi fisik pasien dan memberi perhatian serta dukungan kepada pasien agar membantu penyembuhan pasien.
17
pertumbuhan dan perkembangan pasien lebih baik.
c. Menganjurkan untuk ibu untuk selalu menjaga kebersihan rumahnya selalu membuka jendela di pagi hari sehingga udara sgar dapat masuk kedalam rumah, dan menutup pintu dan jendela karena jalanan depan rumah yang penuh dengan debu.
Aspek
Fungsional
Memberitahu orang tua pasien untuk terus memberikan obat kepada pasien serta mengkonsumsi makanan yang baik dan sehat
Pasien dan orang tua
pasien
Saat di Puskesmas, posyandu
dan kunjungan
rumah
Kondisi tubuh pasien lebih sehat dan kuat serta meningkatkan berat badan pasien.
E. Prognosis
1. Ad vitam : ad bonam
2. Ad sanasionam : ad bonam
3. Ad fungsionam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
COMMON COLD
Definisi
Common Cold (pilek, selesma) adalah suatu reaksi inflamasi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh infeksi virus
18
Penyebab
Berbagai virus yang berbeda menyebabkan terjadinya common cold:
Rhinovirus
Virus influenza A, B, C
Virus Parainfluenza
Virus sinsisial pernafasan.
Semuanya mudah ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau dibersinkan oleh
penderita. Common cold biasanya tidak berbahaya dan kebanyakan dapat sembuh
dengan sendirinya artinya virus akan mati dengan sendirinya bila masa inkubasi telah
berakhir.
Walaupun infeksi biasanya pada saluran nafas atas namun sering menyebar ke saluran
nafas bawah menimbulkan trakeitis, bronchitis, pneumonitis.pada saluran nafas atas,
virus ini menyebabkan nekrosis dan deskuamasi epitel bersilia disertai serbukan padat
sel radang terutama lifosit. Penyebaran infeksi ke saluran nafas bawah atau paru,
menyebabkan nekrosis serta sel pelapis alveoli mengelupas. Common cold
menyebabkan komplikasi seperti pneumonia virus primer, pneumonia bacteria
sekunder dan meningkatkan tahap serangan penyakit kronik.
Periode prepatogenesis dan pathogenesis common cold
1. Prepatogenesis dimulai kurang dari 24 jam
2. Masa inkubasi virus berlangsung sekitar 1-3 hari
Biasanya gejala diawali berupa rasa tidak enak pada hidung atau tenggorokan.
Kemudian penderita mulai bersin-bersin, hidung meler dan merasa sakit ringan.
Tanda-tanda sistemik common cold mulainya mendadak dan meliputi demam,
menggigil, nyeri kepala, mialgia, nyeri lumbosakral, dan sangat lemah.
3. Patogenesis biasanya berlangsung 4-10 hari
Sesak nafas dengan/ tanpa sumbatan hidung, bersin-bersin, tenggorokan
gatal, hidung meler, batuk, suara serak, lemas, sakit kepala, demam (biasanya ringan).
Gejala biasanya akan menghilang dalam waktu 4-10 hari, meskipun batuk dengan
atau tanpa dahak seringkali berlangsung sampai minggu kedua.
Pemeriksaan penunjang
19
Pemeriksaan darah dilakukan apabila gejala sudah berlangsung selama lebih 10 hari
atau dengan demam > 37,8°C.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tandanya.
Pengobatan
Usahakan untuk beristirahat dan selalu dalam keadaan hangat dan nyaman,
serta diusakahan agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain.
Jika terdapat demam atau gejala yang berat, maka penderita harus menjalani
tirah baring di rumah.
Minum banyak cairan guna membantu mengencerkan sekret hidung sehingga
lebih mudah untuk dikeluarkan/dibuang.
Untuk meringankan nyeri atau demam dapat diberikan asetaminofen atau
ibuprofen.
Pada penderita dengan riwayat alergi, dapat diberikan antihistamin
Menghirup uap atau kabut dari suatu vaporizer bisa membantu
mengencerkan sekret dan mengurangi sesak di dada.
Mencuci rongga hidung dengan larutan garam isotonik bisa membantu
mengeluarkan sekret yang kental
Batuk merupakan satu-satunya cara untuk membuang sekret dan debris dari
saluran pernafasan.
Oleh karena itu sebaiknya batuk tidak perlu diobati, kecuali jika sangat
mengganggu dan menyebabkan penderita susah tidur.
Jika batuknya hebat, bisa diberikan obat anti batuk
Antibiotik tidak efektif untuk mengobati common cold, antibiotik hanya
diberikan jika terjadi suatu infeksi bakteri.
Pencegahan
Jagalah kebersihan diri dan lingkungan
Sebaiknya sering mencuci tangan, membuang tisu kotor pada tempatnya serta
membersihkan permukaan barang-barang
20
Vitamin C dosis tinggi (2000 mg per hari) belum terbukti bisa mengurangi
resiko tertular atau mengurangi jumlah virus yang dikeluarkan oleh seorang
penderita.
TINJAUAN PUSTAKA
KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)
1 Pendahuluan
KEP didefinisikan sebagai keadaan kurang gizi yang disebabkan karena rendahnya
konsumsi energi dan protein yang terkandung di dalam makanan sehari-hari sehingga Angka
Kecukupan Gizi (AKG) tidak terpenuhi. KEP menjadi masalah di beberapa negara
21
berkembang. Kelompok usia yang paling banyak terkena KEP adalah 6 bulan-5 tahun.
Kondisi ini disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau infeksi yang
menghilangkan nafsu makan, padahal pada masa ini tubuh memerlukan nutrisi untuk
pertumbuhan. Anak yang berusia 12-36 bulan merupakan kelompok usia yang paling
beresiko terkena KEP karena mereka rentan terhadap infeksi seperti gastroenteritis dan
campak.
Dari suatu penelitian di lima negara berkembang didapatkan bahwa penyebab kematian
balita terbanyak adalah malnutrisi.
KEP merupakan kasus yang harus segera diatasi. Hal ini disebabkan KEP kronis
berdampak terhadap fisik dan mental, baik jangka pendek maupun jangka panjang, misalnya
pertumbuhan yang terlambat, mudah terkena infeksi, dan meningkatkan angka mortalitas
anak.
Pemerintah dan masyarakat Indonesia berupaya menurunkan prevalensi KEP. Namun
pada saat ini karena sedang dilanda krisis ekonomi maka jumlah penderita KEP pun
mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan ditemukannya penderita gizi buruk yang
sebelumnya sudah jarang ditemui.
Untuk mengantisipasi masalah diatas, diperlukan upaya pencegahan dan
penanggulangan secara terpadu di setiap tingkat pelayanan kesehatan, termasuk pada sarana
kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas perawatan, puskesmas, balai pengobatan,
puskesmas pembantu, pos pelayanan terpadu, dan pusat pemulihan gizi yang disertai peran
aktif masyarakat.
Agar penanggulangan gizi buruk lebih efektif diperlukan peran rumah sakit yang lebih
proaktif dalam membina puskesmas. Peran proaktif yang diharapkan adalah memfasilitasi
pelayanan rujukan meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sarana.
22
2 Epidemiologi
KEP merupakan penyakit gizi yang sangat penting pada negara yang sedang
berkembang karena prevalensinya tinggi dan hubungannya dengan angka morbiditas dan
mortalitas anak, terhambatnya pertumbuhan fisik, dan ketidakcukupan perkembangan sosial
dan ekonomi. Analisis epidemiologi dari 53 negara sedang berkembang mengindikasikan
bahwa 56% kematian pada anak-anak 6-59 bulan disebabkan oleh potensiasi malnutrisi
dengan penyakit infeksius dan malnutrisi ringan-sedang sebanyak 83% dari kematian itu.
3 Klasifikasi
KEP dapat diklasifikasikan menjadi 3 derajat, yaitu :
a. KEP ringan
Bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku median WHO-NCHS dan/atau berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90% baku median WHO-NCHS
b. KEP sedang
Bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80% baku median
WHO-NCHS
c. KEP berat
Bila BB/U < 60% baku median WHO-NCHS dan/atau
BB/TB < 70% baku median WHO-NCHS
Secara klinis, KEP berat dibagi ke dalam 3 bentuk klinis, yaitu:
1. Marasmus
Gejala klinis yang dapat ditemukan adalah
- Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Perubahan mental (cengeng, rewel, apatis)
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada daerah
pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”) sehingga turgor kulit
berkurang. Kulit juga tampak kering dan dingin
- Perut cekung
- Iga gombang
- Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
dan diare
- Otot-otot atrofi
- Tekanan darah rendah dan tidak jarang terdapat bradikardi
23
- Frekuensi nafas berkurang
- Anemia
2. Kwashiorkor
Gejala klinis yang dapat ditemukan adalah:
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
- Penampilan seperti anak gendut
- Pertumbuhan terganggu, berat badan dibawah 60% menurut welcome-trust, begitu pula
dengan tinggi badannya bila KEP sudah berlangsung lama
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis karena mudah dicabut tanpa rasa sakit dan rontok. Pada kwashiorkor yang
lanjut terlihat rambut kusam, kering, halus, jarang. Warna hitam menjadi merah, coklat,
kelabu sampai putih.
- Perubahan status mental, rewel, banyak menangis, dan pada stadium lanjut sangat apatis
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotropi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
- Kelainan kulit disebut crazy pavement dermatosis dimulai dengan titik merah
menyerupai petekie, berpadu menjadi bercak yang lambat laun menghitam, yang
kemudian akan mengelupas maka terdapat bagian yang merah dikelilingi oleh batas-
batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang sering basah disebabkan terjadinya keringat
atau air kencing dan terus-menerus berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah warna mendapat tekanan merupakan predileksi terjadinya crazy pavement
dermatosis.
- Sering disertai penyakit infeksi, anemia, dan diare
3. Marasmik-kwashiorkor
Gambaran klinisnya merupakan campuran dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan
marasmus, dengan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak
mencolok.
4 Etiologi
Orang yang beresiko menjadi kurang energi protein (KEP) adalah orang yang
kehilangan berat badan ketika terjadi:
24
- Intake atau asimilasi gastrointestinal untuk menghasilkan kalori tidak mencukupi
kebutuhan gizi.
- Kebutuhan energi lebih besar dibandingkan konsumsi makanan dan asimilasinya dalam
tubuh
- Metabolisme nutrisi yang tidak berfungsi baik karena adanya proses penyakit intrinsik.
Berdasarkan penyebabnya KEP dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Primer
KEP primer terjadi karena kekurangan konsumsi dan tidak tersedianya bahan makanan.
Faktor-faktor penyebab KEP akibat dari asupan makanan yang kurang atau asupan
makanan dengan kualitas nutrisi protein yang rendah diantaranya :
1. Faktor sosial dan ekonomi
Kemiskinan menyebabkan ketersediaaan makanan yang rendah, kepadatan
penduduk dan kondisi pemukiman yang tidak sehat, serta perawatan anak yang tidak
layak (penyebab sering KEP yang berakibat pada kebiasaan perawatan bayi atau anak
yang kurang), kesalahpahaman mengenai kegunaan makanan tertentu,
ketidakcukupan pemberian makan selama sakit, dan distribusi makanan yang tidak
tepat.
Masalah sosial seperti kekerasan anak, perampasan orang tua, ditinggalkan saat
lansia, alkoholisme, dan kecanduan obat dapat menyebabkan KEP. Kebiasaan budaya
dan sosial yang menentukan makanan tabu, beberapa makanan dan kebiasaan makan
terutama populer diantara dewasa dan wanita, dan perpindahan dari daerah desa
tradisional ke kota pinggiran dapat menyebabkan atau mempercepat pemunculan
KEP.
2. Faktor Biologis
Malnutrisi maternal sebelum dan/atau selama kehamilan lebih sering
menyebabkan berat badan bayi baru lahir yang rendah. Penyakit infeksius adalah
penyumbang utama sebagai penyebab KEP, seperti diare, campak, AIDS, tuberkulosis
yang menyebabkan keseimbangan negatif protein dan energi karena anoreksia
(pengurangan asupan makanan), muntah, penurunan absorpsi (kehilangan nutrien),
dan proses katabolik (peningkatan kebutuhan dan kehilangan metabolik).
Makanan-makanan dengan konsentrasi rendah protein dan energi akibat terjadinya
kelebihan air dari formula susu atau makanan dari sayuran yang sangat tinggi yang
mempunyai kepadatan nutrien yang rendah dapat menimbulkan KEP pada anak-anak.
25
Makanan yang rendah protein dan kaya akan karbohidrat terutama menimbulkan
kwashiorkor.
3. Faktor Lingkungan
Kondisi pemukiman padat/tidak sehat menimbulkan infeksi, yang juga merupakan
penyebab KEP yang sangat penting, terutama diantara orang dengan kejadian diare
yang berat dan sering. Pola pertanian, kekeringan, banjir, perang, dan perpindahan
darurat akan mengalami kekurangan makanan dan dapat menyebabkan KEP di semua
populasi.
4. Umur Host
KEP dapat mempengaruhi semua tingkat umur, namun lebih sering pada bayi dan
anak-anak yang sedang tumbuh dengan peningkatan kebutuhan nutrisi (mereka tidak
mendapat makanan sendiri dan biasanya tinggal pada kondisi higienis di bawah
rendah), sehingga sering menjadi diare atau infeksi lainnya. Bayi yang disapih lebih
awal dari ASI atau yang diberi susu formula untuk jangka panjang tanpa pemberian
makanan komplemen yang cukup akan menjadi malnutrisi karena kekurangan asupan
energi dan protein yang adekuat.
b. Sekunder
KEP sekunder disebabkan karena kekurangan kalori-protein akibat penyakit, seperti pada
penyakit ginjal, hati, jantung, dan paru-paru.
26
1.5 Patofisiologi
1. Respon Metabolik Terhadap Pemasukan Energi Inadekuat
KEP merupakan hasil dari tidak tercukupinya kebutuhan energi dan nutrisi dalam
waktu yang lama. Manifestasinya tergantung dari beberapa faktor, misalnya umur,
infeksi, status nutrisi awal dan kebiasaan mengurangi makan.
Pada keadaan puasa terjadi pengurangan lemak dan perubahan endokrin yang
mempunyai tujuan untuk menjaga fungsi vital dan bertahan hidup sampai didapatkan lagi
energi dari makanan. Akibatnya akan terjadi perubahan-perubahan yaitu berkurangnya
aktivitas, pertumbuhan yang lambat dan perubahan komposisi badan. Selain itu akan
terjadi penurunan laju metabolisme dan peningkatan total cairan tubuh terutama di
ekstaselular.
Hormon kortisol akan meningkat pada keadaan kelaparan dan stress. Sekresi insulin
akan menurun dan akan terjadi resistensi insulin di perifer. Aktivitas insulin-growth
factor 1 serta efektor metabolik pertumbuhan yang mempengaruhi hormon pertumbuhan
juga berkurang. Efek keseluruhan dari perubahan hormon ini adalah mobilisasi lemak,
degradasi protein otot, dan penurunan basal metabolic rate. Peningkatan aldosterone yang
berperan dalam kehilangan potassium sudah diikuti oleh pengurangan energi dan
penurunan sintesis adenosin trifosfat dalam sodium pump.
2. Adaptasi Terhadap Penurunan Pemasukan Protein
Selama kehilangan protein, otot skelet yang hilang akan diganti untuk menjaga enzim
yang penting dan memberikan energi untuk proses metabolisme, sehingga terjadi proses
pembentukan protein otot dan peningkatan pemecahan yang akan memberikan asam
amino essensial untuk sintesis protein dan glukoneogenesis. Di dalam hepar, terdapat
pertukaran laju sintesis dari protein yang berbeda : sintesis albumin, transferin dan
apolipoprotein B akan menurun sedangkan sintesis protein lain akan dijaga.
3. Perubahan Elektrolit
Pada marasmus dan kwashiorkor akan terjadi retensi sodium sehingga akan terjadi
peningkatan total sodium dalam tubuh, meskipun kadar serumnya rendah sedangkan total
potasium dalam tubuh akan menurun. Selain sodium dan potasium, elektrolit lain juga
akan berubah seperti fosfat , magnesium dan kalsium.
27
Hipofosfatemia ditemukan dalam anak-anak yang malnutrisi dan berhubungan dengan
tingginya angka mortalitas. Kadar fosfat yang rendah berhubungan dengan diare dan
dehidrasi. Selain hipofosfatemia, hipokalemia juga bisa menyebabkan hipotonus dan
kematian mendadak (sudden death).
4. Interaksi dengan Infeksi
Infeksi dan nutrisi saling berhubungan. Kondisi dimana pemasukan energi dan protein
yang tidak cukup berhubungan dengan kondisi peningkatan bakteri dan mikroba lain.
Produk makanan yang berasal dari daging seperti daging merah, daging unggas, ikan,
susu dan telur merupakan sumber nutrisi yang penting untuk melawan infeksi. Lemak
dibutuhkan untuk memfasilitasi penyerapan dari vitamin seperti E, D dan A serta untuk
menjaga infeksi.
Selama infeksi, terdapat perubahan metabolik yang akan meningkatkan produksi
protein fase akut. Perubahan endokrin juga berperan; hormon-hormon katabolik juga
meningkat seperti glukokortikoid, glukagon, dan epinefrin. Sebagai tambahan bahwa
perubahan efek metabolisme terhadap infeksi sesuai dengan status nutrisinya.
5. Sitokin
Sintesis sitokin dipercepat oleh infeksi, trauma, iskemi dan keadaan lain. Sitokin
berperan dalam metabolisme protein dan otot, puasa, dan cachexia pada kanker. Pada
anak yang malnutrisi berat didapatkan penurunan reaksi inflamasi dan menumpulnya
respon febrile.
6. Protein Fase Akut
Sitokin memodulasi pembentukan protein fase akut. Pembentukan protein tersebut
adalah di dalam hati dan meningkat bila ada stress seperti infeksi. Pada anak malnutrisi
berat akan terjadi penurunan protein fase akut negatif seperti albumin, prealbumin,
fibronektin dan retinol binding protein. Hal tersebut akan mengakibatkan meningkatnya
sistesis protein dalam hepar.
7. Kwashiorkor
Kwashiorkor berhubungan dengan kurangnya diet protein dan edema yang terjadi
adalah akibat dari rendahnya albumin, namun ada pendapat yang mengatakan bahwa
kwashiorkor tergantung dari intake energi bukan protein dan edema tidak tergantung dari
albumin.
8. Perubahan Organ dan Sistem
Sistem Endokrin
28
Perubahan endokrin diperantarai oleh adaptasi metabolik terhadap kelaparan. Atrofi
pankreas biasanya ditemukan pada anak sehingga akan mempengaruhi hormon
insulin, glukagon, dan arginine. Penelitian menunjukkan bahwa pada anak dengan
malnutrisi terdapat peningkatan hormon pertumbuhan namun konsentrasi yang tinggi
itu akan mengurangi berat badan. Konsentrasi kortisol yang tinggi dengan infeksi dan
peninggian kortisol ini akan mengakibatkan hipoglikemi. Fungsi kelenjar tiroid juga
mengalami perubahan.
Sistem Imun
Anak dengan KEP berat sangat rentan terkena infeksi terutama bakteri gram negatif
dan dapat meninggal karena sepsis. Pada anak dengan malnutrisi terdapat perubahan
imunitas selular, sistem komplemen dan fungsi PMN dan imunitas humoral.
Hati
Pada KEP berat, terdapat perubahan produksi protein karier dan protein akut inflamasi
relatif meningkat yang berespon terhadap infeksi atau jejas. Pada kwasiorkor terdapat
pembesaran hati dan terdapat infiltrasi lemak dan akumulasi trigliserida. Perubahan
ini akan baik bila gejala klinisnya membaik dan tidak ada bukti bahwa kwasiorkor
yang lama akan mengakibatkan kerusakan hati.
Jantung
Pada anak dengan KEP berat, curah jantung menurun. Serta dapat terjadi sinus
bradikardi. Bersamaan dengan itu terdapat defisiensi seperti hipokalemia, anemia dan
defisiensi vitamin yang akan berpengaruh terhadap jantung. Efusi perikardial juga
mungkin ada pada malnutrisi dengan edema. Selama penyembuhan, ukuran jantung
meningkat cepat. Bila pergantian/pemasukan makanan dilakukan dengan cepat
terutama bila makanannya tinggi sodium maka gagal jantung dan kematian mendadak
akan terjadi. Tindakan pertama untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
membatasi intake sodium dan memberikan diuretik. Keadaan tersebut terlihat atau
mirip seperti sepsis oleh karena itu kematian yang terjadi dianggap wajar. Kelainan
jantung bukan kelainan primer di jantung tetapi karena syndrome refeeding.
Saluran Pernapasan
Pengurangan massa otot berpengaruh juga pada otot pernapasan termasuk diafragma.
Hal tersebut akan menurunkan fungsi otot-otot pernapasan yang akan mempengaruhi
kapasitas vital dan inspirasi maksimal dan tekanan inspirasi. Kelemahan ini akan
mengakibatkan abnormalitas elektrolit seperti rendahnya fosfat dan hipokalemia.
Ventilasi berespon terhadap hipoksia tetapi tidak berespon terhadap hiperkapni.
29
Karena perubahan tersebut, takipnea dan retraksi sub costal dapat berguna sebagai
tanda untuk mendiagnosis pneumoni pada malnutrisi.
Saluran Pencernaan
Diare dan malnutrisi biasanya terjadi bersamaan. Malnutrisi meningkatkan risiko
terjadinya diare persisten (>14 hari). Pada KEP berat, pengaruh terhadap saluran
pencernaan adalah penurunan produksi asam lambung, penipisan mukosa usus halus,
hilangnya villi dan sel kripta. Perubahan tersebut akan mengganggu fungsi mukosa,
peningkatan permeabilitas dan malabsorpsi. Meskipun ada gangguan fungsi saluran
pencernaan makanan tetap harus diberikan.
Hematologi
Anemia biasanya terjadi pada malnutrisi dan mungkin berhubungan dengan defisiensi
besi dan atau penurunan produksi sel darah merah untuk adaptasi dari pengecilan
massa tubuh. Rendahnya transferin berhubungan dengan peningkatan resiko kematian
di rumah sakit pada anak dengan KEP.
Kulit dan Rambut
Pada marasmus, kulit kering akibat hilangnya lemak subkutan. Hal tersebut
mengakibatkan meningkatnya area permukaan, menurunnya proteksi terhadap suhu
sehingga gampang terjadi hipotermi. Rambut menjadi lebih tipis serta tumbuhnya
lambat dan mudah rontok.
Pada kwasiorkor, beberapa perubahan mirip dengan acrodematitis enteropatika
dan akan membaik dengan pemebrian salep seng. Hal tersebut mendukung adanya
defisiensi seng. Defisiensi nutrisi lain seperti EFA, vitamin B dan asam amino yang
berpengaruh terhadap perubahan kulit. Rambut juga terpengaruh, terjadi depigmentasi
(tanda klasik).
Fungsi Otak dan Perkembangan
Anak dengan KEP berat pada umur-umur awal mungkin terdapat penurunan
pertumbuhan otak, myelinasi saraf, produksi neurotransmitter dan kecepatan konduksi
saraf. Dalam jangka panjang, bila lingkungan tidak mendukunk, terjadi perubahan
dari perilaku dan kognitif anak.
Tulang
Anak dengan KEP berat biasanya akan stunted setelah sembuh. Pada malnutrisi
terdapat laju turnover tulang yang rendah dan tinggi pada fase penyembuhan.
Demineralisasi tulang disebabkan oleh defisiensi fosfat. Defisiensi nutrisi lain oleh
vitamin D yang menyebabkan riketsia dan osteomalasia, vitamin C menyebabkan
30
scurvy dan perubahan bentuk tulang karena defisiensi tembaga mungkin dapat
ditemukan.
DIAGNOSIS DAN MANIFESTASI KLINIS
2.1 Diagnosis
Diagnosis KEP didapatkan dari anamnesa makanan, gambaran klinis termasuk
antropometri serta pemeriksaan laboratorium. Karakteristik klinik, biokimia, dan fisiologis
dari KEP bervariasi berdasarkan kehebatan penyakit, umur pasien, keberadaan defisit nutrisi
lain dan infeksi, dan predominan defisiensi energi atau protein.
2.1.1 Anamnesis
Di dalam anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut :
a. Intake makanan dan cairan saat ini
b. Diet sebelum sakit
c. Menyusui
d. Durasi dan frekuensi diare dan muntah
e. Tipe diare (berair/berdarah)
f. Hilangnya nafsu makan
g. Lingkungan keluarga untuk mengetahui latar belakang sosial anak
h. Batuk kronis
i. Kontak dengan penderita tuberkulosis
j. Kontak dengan penderita campak
k. Diketahui atau suspek menderita infeksi HIV
2.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilihat adanya:
a. Berat badan dibawah garis merah
31
b. Tanda dehidrasi atau syok
c. Tanda kepucatan pada palmar yang berat
d. Tanda defisiensi vitamin A pada mata : konjungtiva atau kornea kering (Bitot’s spot)
ulkus kornea, dan keratomalasia.
e. Tanda infesi, seperti infeksi telinga dan tenggorokan, infeksi kulit, atau pneumonia
f. Pitting Edema
g. Tanda infeksi HIV
h. Demam atau hipotermi
i. Ulkus pada mulut
j. Perubahan kulit pada kwashiorkor; hipo atau hiperpigmentasi, deskuamasi, ulserasi,
lesi eksudatif yang sering dengan infeksi sekunder (candida).
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Darah : Hb, Leukosit, Eritrosit, Nilai Absolut Eritrosit, Hematokrit, Apus
Darah Tepi, Albumin, Protein Total, Ureum, Kreatinin, Kolesterol, HDL,
32
Trigliserida, Fe, TIBC, Transthyretin Serum, Elektrolit, Glukosa, Bilirubin,
Indeks Protrombin dan Biakan
b. Urin : Kultur, Urea N, Hidroksiprolin
c. Apus Rektal
Ciri-ciri biokimia dan histopatologis dari KEP berat
Penemuan biokimia umum sebagai berikut :
1. Konsentrasi total protein serum dan terutama albumin secara nyata berkurang pada KEP
edematus, dan normal atau rendah pada marasmus.
2. Hemoglobin dan hematokrit biasanya rendah, terlebih pada kwashiorkor daripada
marasmus.
3. Rasio asam amino nonesensial dan esensial plasma meningkat pada kwashiorkor dan
biasanya normal pada marasmus.
4. Level Free Fatty Acid (FFA) serum meningkat, terutama pada kwashiorkor.
5. Level glukosa darah normal atau rendah setelah puasa 6 atau lebih.
6. Eksresi urin kreatinin, hidroksiprolin, 3-metil histidin, dan urea nitrogen rendah.
Banyak perubahan biokimia lain yang sudah diterangkan pada KEP berat, meskipun
mempunyai sedikit pengaruh pada diagnosis penyakit.
Penelitian histopatologis menunjukkan atrofi nonspesifik, terutama pada jaringan dengan
angka turnover sel yang besar seperti mukosa usus, sumsum tulang merah, dan epitel
testikular, sedangkan pada vili usus dan enterosit kehilangan penampakan columnarnya.
Perubahan kulit terdiri atas atrofi dermal, ekimosis, ulserasi, dan deskuamasi hiperkeratosis,
terlihat pada daerah yang iritasi. Hepar pada kwashiorkor besar dengan infiltrasi lemak;
lemak periportal terlihat pertama dan berlanjut sejalan dengan meningkatnya kehebatan
penyakit.
2.2 Manifestasi Klinis
Penurunan berat badan dan lemak di bawah kulit merupakan gambaran fisik yang
paling konsisten pada KEP ringan sampai sedang pada orang dewasa. Anak-anak dengan
KEP memberikan gambaran tambahan yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan fisik seperti bentuk tubuh kerdil (tinggi badan tidak sesuai dengan umur) atau
kurus kering (berat badan yang sangat rendah, tidak sesuai dengan tinggi badan) dan
keterlambatan pubertas. KEP juga menyebabkan keterlambatan perkembangan kognitif dan
psikososial anak.
33
2.2.1 Marasmus
Seiring adanya kegagalan dalam kenaikan berat badan akan diikuti kehilangan berat
badan, dengan kehilangan turgor kulit yang menjadi keriput dan longgar karena lemak
subkutan menghilang. Karena lemak hilang terakhir dari pipi, maka muka bayi dapat
bertahan relatif normal untuk beberapa saat sebelum menjadi lisut/berkerut dan keriput.
Atrofi otot pun terjadi dengan hipotonia.
Suhu biasanya subnormal, denyut nadi menjadi lambat dan BMR berangsur
berkurang. Awalnya, bayi akan bertingkah namun kemudian menjadi lesu tanpa gairah,
dan makannya berkurang. Bayi menjadi konstipasi namun tipe starvasi dari diare nampak,
dengan stool kecil mengandung mucus.
Kehilangan otot dan lemak subkutan memberi karakteristik KEP nonedematus berat
sebagai penampakan “tulang-kulit”. Pasien marasmus anak-anak memiliki keterlambatan
pada pertumbuhan longitudinal yang nyata. Rambut tipis dan kering, tanpa kilau normal,
mudah dicabut tanpa rasa sakit. Kulit kering dan tipis, dengan sedikit elastisitas dan
mudah keriput.
Beberapa pasien anoreksia, lapar, tetapi jarang menyesuaikan dengan makanan
jumlah besar dan mereka mudah muntah. Diare dapat terjadi dengan tanda-tanda lemah,
dan anak-anak sering tidak dapat berdiri tanpa pertolongan. Denyut jantung, tekanan
darah dan suhu tubuh rendah namun takikardi dapat terjadi. Hipoglikemia dapat terjadi,
terutama setelah puasa 6 jam atau lebih, dan sering disertai dengan hipotermia 35,5oC
atau kurang. Terjadi distensi abdomen dan nodus limfatikus mudah teraba.
Ciri-ciri pelengkap umum antara lain gastroenteritis akut, dehidrasi, infeksi
respiratori, dan lesi mata disebabkan hipovitaminosis A. Infeksi sistemik menimbulkan
syok septik atau perdarahan intravaskular dengan angka mortalitas tinggi.
Gejala singkat dari marasmus :
- Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua ataupun monyet
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada daerah pantat
tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)
- Perut cekung
- Iga menonjol
- Sering disertai : - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
34
- diare
2.2.2 Kwashiorkor
Bukti klinik awal dari malnutrisi protein adalah tidak jelas tetapi termasuk letargi,
apati, atau iritabilitas. Pada keadaan berlanjut, menyebabkan pertumbuhan yang
terhambat, kurang stamina, hilangnya jaringan otot, peningkatan kemungkinan infeksi,
dan edema. Imunodefisiensi sekunder adalah satu dari banyak manifestasi serius dan
konstan.
Infeksi, baik akut maupun kronik (TB dan HIV), dan infestasi parasit sangat umum
terjadi, sedangkan anoreksia, muntah dan diare berlanjut. Otot menjadi lemah, tipis, dan
atrofi, tetapi kadang-kadang ada kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental umumnya
terjadi, terutama iritabilitas dan apatis.
Ciri-ciri predominan dari kwashiorkor adalah edema tanpa rasa sakit, biasanya pada
kaki, tetapi pemanjangan sampai perineum, ekstrimitas atas dan muka pada kasus yang
berat. Kebanyakan pasien mempunyai lesi kulit (sering membingungkan dengan penyakit
pellagra) pada daerah edema, tekanan berlanjut, atau iritasi yang sering. Kulit dapat
eritematus, dan berkilau pada daerah edematus dengan zona yang kering, hiperkeratosis,
dan hiperpigmentasi. Lemak subkutan dipertahankan dan ada pengurangan otot. Defisit
berat badan, setelah dihitung terhadap berat edema biasanya tidak seberat pada marasmus.
Tinggi badan mungkin normal atau kurang, tergantung dari kekronikan dan riwayat
nutrisi lampau.
Rambut kering, rapuh, dan tanpa kemilau normal dan mudah dicabut tanpa sakit.
Rambut keriting menjadi lurus, dan pigmentasi biasanya berubah tidak mengkilap coklat,
merah, atau putih kekuning-kuningan. Mereka apatis dan iritabel, mudah menangis, dan
memiliki ekspresi sengsara dan sedih. Anoreksia (kadang-kadang perlu pemberian makan
lewat NGT), muntah setelah makan, dan diare umumnya terjadi. Kondisi ini meningkat
tanpa pengobatan gastrointestinal spesifik sebagai kemajuan kesembuhan nutrisi.
Hepatomegali disebabkan oleh infiltrasi lemak berat, perut sering menonjol keluar karena
distensi lambung dan loop intestinal, peristaltik tidak beraturan dan sering lambat, tonus
dan kekuatan otot secara besar dikurangi, serta terjadi takikardi. Hipotermia dan
hipoglikemia dapat terjadi setelah waktu puasa pendek.
Diferensial diagnosis harus dibuat dari kasus lain edema dan hipoproteinemia serta
dari KEP sekunder yang disebabkan oleh kelemahan dalam absorpsi atau metabolisme
protein. Infeksi fatal dapat terjadi, tanpa demam, takikardi, distres respiratori, atau
35
leukositosis yang tepat. Kasus meninggal umumnya akibat edema paru dengan
bronchopneumonia, septikemis, gastroenteritis, dan ketidakseimbangan air dan elektrolit.
Gejala singkat dari kwashiorkor :
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa
sakit, rontok
- Perubahan status mental, apatis, dan rewel
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Sering disertai : - penyakit infeksi, umumnya akut
- anemia
- diare
2.2.3 Marasmik-Kwashiorkor
Bentuk marasmik-kwashiorkor adalah kombinasi karakteristik klinik KEP marasmus
dan kwashiorkor (edematus). Ciri-ciri utama adalah edema dari kwashiorkor dengan atau
tanpa lesi kulit dan pengurangan otot dan penurunan lemak subkutan dari marasmus. Saat
edema hilang selama pengobatan awal, penampakan pasien menyerupai marasmus. Ciri-
ciri biokimia dari marasmus dan kwashiorkor terlihat, namun perubahan defisiensi protein
berat biasanya predominan.
Gejala singkat dari marasmik-kwashiorkor:
Gambaran klinik merupakan gabungan/campuran dari beberapa gejala klinik marasmus dan
kwashiorkor.
PENATALAKSANAAN
Pasien dengan KEP tidak kompleks seharusnya diobati di luar rumah sakit sejauh
memungkinkan. Perawatan rumah sakit meningkatkan resiko infeksi silang dan situasi yang
tidak umum, meningkatkan apatis dan anoreksia pada anak-anak, sehingga makannya akan
36
sulit. Anak-anak dengan malnutrisi berat dengan tanda dari prognosis buruk atau komplikasi
lain dan tinggal di lingkungan sosial menyedihkan yang tidak mempunyai sarana medis dan
nutrisional cukup, harus dirawat.
Strategi pengobatan dibagi ke dalam 3 tingkat (Penny, 2004; WHO, 1999):
a) Fase inisial atau akut (2-10 hari), pada fase ini diusahakan mengatasi komplikasi berupa
dehidrasi, hipoglikemia dan infeksi, bersamaan dengan dimulainya terapi nutrisi.
b) Fase pemulihan atau rehabilitasi (2-6 minggu). Pada fase ini, terjadi peningkatan jumlah
masukan nutrisi dan terjadi peningkatan berat badan. Selain itu stimulasi emosi dan fisik
ditingkatkan, sedangkan ibu atau pengasuh dilatih untuk melanjutkan pengasuhan di
rumah hingga persiapan anak dipulangkan.
c) Fase tindak lanjut (6-26 minggu). Fase ini anak telah dipulangkan. Anak dan keluarga
dipantau untuk mencegah adanya kekambuhan serta menilai adanya perkembangan fisik,
mental dan emosi anak.
3.1 TATA LAKSANA RAWAT INAP KEP BERAT/GIZI BURUK
Pada tata laksana rawat inap penderita KEP berat/Gizi buruk di rumah sakit terdapat 5
(lima) aspek penting, yang perlu diperhatikan :
A. Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat/Gizi buruk (10 langkah utama).
B. Pengobatan penyakit penyerta.
C. Kegagalan pengobatan.
D. Penderita pulang sebelum rehabilitasi tuntas.
E. Tindakan pada kegawatan.
3.1.1 PRINSIP DASAR PENGOBATAN RUTIN KEP BERAT/GIZI BURUK
Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit berupa 10 langkah penting yaitu :
1. Mengatasi/mencegah hipoglikemia
2. Mengatasi/mencegah hipotermia
37
3. Mengatasi/mencegah dehidrasi
4. Mengkoreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Mengobati/mencegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitasi tumbuh-kejar (“catch up growth”)
8. Mengkoreksi defisiensi nutrien mikro
9. Melakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Menyiapkan dan merencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
Dalam proses pengobatan KEP berat/ Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase inisial
(berupa fase stabilisasi dan fase transisi), fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut. Petugas
kesehatan harus terampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tata laksana
ini digunakan pada semua penderita KEP berat/Gizi buruk (kwashiorkor, marasmus maupun
marasmik-kwashiorkor).
Tabel 3.1 Jadwal Pengobatan KEP berat
38
3.1.1.1 Fase Inisial
3.1.1.1.1 Langkah ke-1 : Pengobatan /Pencegahan Hipoglikemia
Semua anak dengan malnutrisi berat berisiko mengalami hipoglikemia (kadar gula
darah <54mg/dl atau 3 mmol/l) yang merupakan faktor penting penyebab kematian dalam 2
hari pertama perawatan. Hipoglikemia dapat disebabkan infeksi sistemik berat atau dapat
terjadi pada anak malnutrisi berat yang tidak diberi makan selama 4-6 jam (WHO,1999).
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, sebagai tanda adanya infeksi.
Pemberian makanan yang sering yaitu paling kurang tiap 2-3 jam siang maupun malam
penting untuk mencegah kedua kondisi tersebut (WHO,1999). Tanda hipoglikemia termasuk
hipotermia (<36.5 °C), letargi, penurunan kesadaran.
Apabila telah dicurigai adanya hipoglikemia, pengobatan harus segera diberikan
secepatnya tanpa menunggu konfirmasi hasil laboratorium. Bila pasien masih sadar dan dapat
minum, segera berikan 50 ml glukosa atau sukrosa 10%, atau berikan F-75 melalui mulut.
Bila memungkinkan, berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali
berikan ¼ bagian dari jatah untuk 2 jam). Namun bila tidak bisa, berikan sekaligus semuanya.
Pasien harus diperhatikan dengan ketat hingga pasien benar-benar sadar. Terapi dilanjutkan
diberikan tiap 2-3 jam baik siang maupun malam (WHO,1999).
Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, tidak bisa dibangunkan atau mengalami
kejang, berikan 5ml/kgbb glukosa 10% steril melalui intravena, kemudian diikuti dengan 50
ml glukosa atau sukrosa 10% (1 sdt dalam 3½ sdm air) melalui NGT. Bila glukosa IV tidak
bisa diberikan segera, berikan dulu lewat NGT. Bila pasien mulai sadar, segera mulai terapi
dengan diet F-75 atau larutan glukosa (60g/l). Setiap anak dengan dugaan hipoglikemia harus
diterapi juga dengan antibiotik spektrum luas (WHO,1999).
Pemantauan
39
Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah dari
ujung jari atau tumit setelah 30 menit. Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30
menit. Bila gula darah turun lagi sampai < 50 mg/dL, ulangi pemberian 50 mL (bolus) larutan
glukosa 10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai stabil. Ulangi
pemeriksaan gula darah bila suhu aksila < 36 C dan atau kesadaran menurun.
Gambar 3.1 Tempat yang baik untuk penusukan pemeriksaan darah bagi bayi (WHO,1999)Pencegahan
Mulai segera pemberian makanan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi yang
ada dikoreksi. Selalu memberikan makanan sepanjang malam.
Catatan
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP berat
menderita hipoglikemia dan atasi segera.
3.1.1.1.2 Langkah ke-2 : Pengobatan/Pencegahan Hipotermia
Bila suhu ketiak < 360C
Periksalah suhu rektal dengan menggunakan termometer suhu rendah. Bila tidak
tersedia termometer suhu rendah dan suhu anak sangat rendah pada pemeriksaan dengan
termometer biasa, anggap anak menderita hipotermi.
Bila suhu dubur < 360C
o Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)
o Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala. Letakkan dekat
lampu atau pemanas (jangan menggunakan botol air panas) atau peluk anak di dada ibu
dan selimuti.
40
o Berikan antibiotik (langkah 5)
Pemantauan
Periksa suhu dubur setiap 2 jam smapai suhu mencapai > 36,5 C, bila memakai
pemanas ukur setiap 30 menit. Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu,
terutama malam hari. Raba suhu anak. Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan
hipoglikemia.
Pencegahan
Segera beri makan/formula khusus setiap 2 jam (langkah 6). Sepanjang malam selalu
beri makan. Selalu selimuti dan hindari basah. Hindari paparan langsung dengan udara
(mandi atau pemeriksaan medis terlalu lama)
3.1.1.1.3 Langkah ke-3 : Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi
Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali pada keadaan
syok/renjatan. Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-lahan untuk
menghindari beban sirkulasi dan jantung (penanganan kegawatan)
Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak Na dan kurang K
untuk penderita KEP berat. Sebagai pengganti, berikan larutan garam khusus yaitu Resomal
atau penggantinya. Tidaklah mudah untuk memperkirakan status dehidrasi pada KEP berat
dengan menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap semua anak KEP berat dengan
diare encer mengalami dehidrasi sehingga harus diberi cairan resomal/pengganti sebanyak 5
mL/kgbb setiap 30 menit selama 2 jam p.o. atau lewat pipa nasogastrik. Selanjutnya beri 5-10
mL/kgbb/jam untuk 4-10 jam berikutnya; jumlah tepat yang harus diberikan tergantung
berapa banyak anak menginginkannya dan banyaknya kehilangan cairan melalui tinja dan
muntah. Ganti resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula khusus
sejumlah, bila keadaan rehidrasi menetap/stabil. Selanjutnya mulai beri formula khusus
41
(langkah 6). Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik, dan anak
mulai kencing.
Tabel 3.2 Komposisi oral rehidration salts solution for severely malnourished (ReSoMal)
Pemantauan
Penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½-1 jam selama 2 jam pertama
kemudian tiap jam untuk 6-12 jam, dengan memantau denyut nadi, pernafasan, frekuensi
kencing dan frekuensi diare/muntah. Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan
ubun-ubun besar yang berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi
telah berlangsung, tetapi pada KEP berat perubahan ini sering kali tidak terlihat, walaupun
rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang cepat dan menetap selama
rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan cairan.
Tanda kelebihan cairan : frekuensi pernafasan dan nadi meningkat, edema dan
pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan segera
pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.
Pencegahan
Bila diare encer berlanjut, teruskan pemberian formula khusus (langkah 6). Ganti
cairan yang hilang dengan Resomal/pengganti sebagai pedoman, berikan Resomal/penganti
sebanyak 50-100mL setiap kali buang air besar cair. Bila masih mendapat ASI teruskan.
42
3.1.1.1.4 Langkah ke-4 : Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Pada semua KEP berat terjadi kelebihan Na tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi K dan Mg sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu, untuk pemulihan.
Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan dalam terjadinya edema (jangan obati edema
dengan pemberian diuretik). Berikan K 2-4 mEq/kgbb/hr (150-300 mg KCL/kgbb/hr), Mg
0,3-0,6 mEq/kgbb/hr (7,5-15 mg MgCl2/kgbb/hr). Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah Na
(resomal/pengganti). Siapkan makanan tanpa diberi garam. Tambahan K dan Mg dapat
disiapkan dalam bentuk larutan yang ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20
mL larutan pada 1 L formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg.
3.1.1.1.5 Langkah ke-5 : Pengobatan dan Pencegahan Infeksi
Pada KEP berat, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi seperti demam
seringkali tidak tampak, karenanya pada semua KEP berat beri secara rutin antibiotika
spektrum luas. Vaksinasi campak bila usia anak > 6 bulan dan belum pernah diimunisasi (bila
keadaan anak sudah memungkinkan, paling lambat sebelum anak dipulangkan). Ulangi
pemeberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik. Beberapa ahli memberikan
metronidazol (7,5 mg/kgbb, setiap 8 jam selama 7 hari) sebagai tambahan pada antibiotika
spektrum luas guna mempercepat perbaikan mukosa usus dan mengurangi risiko kerusakan
oksidatif dan infeksi sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerob dalam usus halus.
Pilihan antibiotika spektrum luas, bila tanpa penyulit Kotrimoksazol 5 mL suspensi
pediatri p.o. 2x/hari selama 5 hari (2,5 mL bila berat badan < 4 kg). Bila anak sakit berat
(apatis, letargi) atau ada penyulit (hipoglikemia, hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau
saluran kencing), berikan Ampisillin 50mg/kgbb im/iv setiap 6 jam selama 2 hari, kemudian
p.o. amoksisilin 15mg/kgbb setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan
ampisilin 50 mg/kgbb setiap 6 jam p.o. dan Gentamisin 7,5 mg/kgbb/i.m./i.v. sekali sehari
43
selama 7 hari. Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloamfenikol 25
mg/kgbb/i.m/i.v. setiap 6 jam selama 5 hari. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik,
tambahkan antibiotik spesifik yang sesuai. Tambahkan obat malaria bila pemeriksaan darah
untuk malaria positif. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotika, lengkapi
pemberian hingga 10 hari. Bila masih tetap ada, nilai kembali keadaan anak secara lengkap,
termasuk lokasi infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah vitamin
dan mineral telah diberikan dengan benar.
3.1.1.1.6 Langkah ke-6 : Mulai pemberian Makanan
Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat hati-hati karena keadaan faali
anak sangat lemah dan kapasitas homeostasis berkurang. Pemberian makanan harus segera
dimulai setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein
cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja.
Formula khusus seperti F WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan
harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di atas (tabel pemberian
diet dan cairan). Berikan formula dengan cairan/gelas. Bila anak terlalu terlalu lemah, berikan
dengan sendok/pipet. Pada anak dengan selera makan baik tanpa edema, jadwal pemberian
makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari untuk setiap
tahap).
Bila masukan makanan < 80 Kkal/kgbb/hr, berikan sisa formula nasogastrik. Jangan
memberikan makanan lebih dari 100 Kkal/kgbb/hr pada fase stabilisasi ini. Pantau dan catat
jumlah yang diberikan dan sisanya, muntah, frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja
dan berat badan harian. Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan-lahan berkurang dan
berat badan mulai naik, tetapi pada penderita dengan edema, berat badannya akan menurun
dulu bersamaan dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik. Bila diare
44
berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah berhati-hati, lihat bab diare
persisten.
3.1.1.1.7 Langkah ke-7 : Perhatikan Tumbuh Kejar
Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagi pendekatan secara gencar agar tercapai
masukan makan yang tinggi dan pertambahan berat badan lebih dari 10 gram/kgbb/hari.
Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu, setelah
dirawat.
Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari risiko gagal jantung yang
dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari formula
khusus awal ke formula khusus lanjutan.
o Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0,9-1 g per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2,9 g per 100 ml)
dalam jangka waktu 48 jam.
o Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan
energi dan protein yang sama.
o Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa,
biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200 ml/kgBB/hari).
Pemantauan pada masa transisi
o Frekuensi nafas
o Frekuensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 x/ menit dan denyut nadi > 25 x/ menit dalam
pemantauan setiap 4 jam berturut-turut, kurangi volume pemberian formula.
45
Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi
o Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering
o Energi 150-220 Kkal/kgBB/hari
o Protein 4-6 g/kgBB/hari
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula karena energi dan
protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar.
Pemantauan setelah periode transisi
o Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan
o Timbang anak setiap pagi sebelum anak diberi makan
o Setiap minggu, kenaikan BB dihitung (g/kgBB/hari)
o Bila kenaikan BB
o Kurang (< 5 g/kgBB/hr) perlu re-evaluasi menyeluruh
o Sedang (5-10 g/kgbb/hr), evaluasi apakah masukan makanan mencapai target atau
apakah infeksi telah dapat diatasi.
3.1.1.1.8 Langkah ke-8 : Koreksi Defisiensi Nutrien-mikro
Semua KEP berat, menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia
biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu sampai
anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah minggu ke-2). Pemberian
besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari multivitamin, asam folat 1 mg/hr 95 mg pada hari pertama), seng
(Zn) 2 mg/kgbb/hr, tembaga (Cu) 0,25mg/kgbb/hr. Bila berat badan mulai naik : Fe 3
mg/kgbb/hr atau sulfas ferrosus 10 mg/kgbb/hr.
Vitamin A oral pada hari ke-1
46
Anak > 1 tahun : 200.000 SI
6-12 bulan : 100.000 SI
0-5 bulan : 50.000 SI (jangan berikan bila pasti sebelumnya
anak sudah mendapat vitamin A)
3.1.1.1.9 Langkah ke-9 : Berikan Stimulasi Sensorik dan Dukung Emosional
Anak dengan KEP berat memiliki keterlambatan perkembangan mental dan prilaku
yang bila tidak diobati akan menjadi masalah serius jangka panjang. Stimulasi fisik dan
emosional yang dilalukan melalui program yang dimulai sejak rehabilitasi hingga pasien
pulang, akan mengurangi risiko retardasi mental dan gangguan emosional.
Wajah anak jangan ditutup; anak harus bisa melihat dan mendengar apa yang terjadi
disekelilingnya. Anak jangan dibungkus kain atau diikat untuk mencegah ia berpindah dari
tempat tidurnya.
Sangat penting keberadaan ibu atau pengasuh anak ini di rumah sakit dan ia didorong
untuk terus memberi makan, menjaga aak agar tetap nyaman dan terus bermain dengannya
jika memungkinkan. Setiap orang dewasa disekelilingnya harus berbicara berinteraksi,
tersenyum kepada anak. Bial ada prosedur medis yang tidak nyaman (setelah penyuntikan
atau pemasangan infus) sebaiknya orang tua atau pengasuhnya mendukung anak pada posisi
yang nyaman.
Lingkungan
Suasana rumah sakit yang biasa tidak menunjang untuk pengobatan anak KEP.Ruang rawat
inap yang dihias dengan dinding berwarna warni akan menarik perhatian anak. Jikalau
memungkinkan staf dan pegawai ruang rawat tidak memakai seragam melainkan pakaian
seharian.Apron yang berwarna boleh dipakai untuk melindungi baju mereka. Musik dari
radio yang mengiringi dapat menambah susasana ceria di ruang rawat. Mainan yang
47
aman,mudah dicuci dan sesuai berdasarkan usia dan perkembangan anak harus selalu
tersedia.Pada dasarnya suasana di ruang rawat inap harus santai, ceria, dan menarik.
Kegiatan main anak
Anak yang kekurangan gizi perlu berinteraksi dengan anak-anak lain pada saat rehabilitasi
Setelah fase awal rehabilitasi,anak-anak ini perlu menghabiskan waktu yang lama dengan
bermain dengan anak-anak lain sambil diawasi oleh ibu atau play guide. Aktivfitas ini tidak
meninggikan resiko infeksi silang namun memberi keuntungan yang besar pada anak.Perawat
atau sukarelawan harus bertanggungjawab menyediakan kurikulum untuk aktifitas main
anak-anak. Aktifitas yang dijalankan bertujuan mengembangkan skill motorik dan bahasa.
Waktu 15-30menit disediakan tiap hari untuk bermain dengan setiap anak secara
individual.Skill baru harus didemonstrasikan terlebih dahulu oleh yang bersangkutan diikuti
oleh anaknya.Effort dari anak harus selalu dipuji..
3.1.1.1.10 Langkah ke -10 : Tindak Lanjut di Rumah
Bila anak berat badannya sudah mencapai 80% BB/U, dapat dikatakan anak sembuh.
Pola pemberian makanan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah
penderita dipulangkan.
Peragakan kepada orang tua pemberian makan yang sering dengan kandungan energi
dan nutrien yang padat. Serta terapi bermain yang terstruktur.
Sarankan agar membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur, pemberian
suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster) serta pemberian vitamin A setiap 6 bulan.
3.1.1.2 Fase Rehabilitasi
48
Seorang anak dianggap memasuki fase rehabilitasi bila nafsu makannya telah
membaik. Sebaliknya bila pemberian makannya masih tetap melalui NGT maka ia belum
bisa memasuki fase rehabilitasi (WHO, 1999).
3.1.1.2.1 Prinsip Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan fase rehabilitasi adalah:
o Mendorong anak untuk makan yang banyak
o Memulai atau medukung proses menyusui bila memungkinkan
o Menstimulasi perkembangan fisik dan emosi
o Mempersiapkan ibu atau pengasuh untuk merawat anak setelah pemulangan dari
rumah sakit
Kriteria pemindahan terapi nutrisi anak ke fase rehabilitasi:
o Nafsu makan baik
o Status mental membaik: tersenyum, dapat menerima rangsangan, tertarik terhadap
lingkungan
o Duduk, merangkak, berdiri atau berjalan (sesuai usia)
o Suhu tubuh normal (36.5–37.5 °C)
o Tidak ada muntah dan diare
o Tidak ada edema
o Peningkatan berat badan > 5gr/kgbb/hari
3.1.1.2.1 Penyuluhan mencegah rekurensi
Orang tua harus diberi pengetahuan bagaimana cara mencegah rekurensi dari
malnutrisi.Sebelum anak dipulangkan orang tua harus memahami penyebab dan cara
mencegah malnutrisi yang meliputi feeding yang benar,dan stimulasi mental dan emosional
yang berterusan.Pengetahuan tentang cara mengobati diare dan infeksi lain harus adequate
49
sehingga penyuluhan harus diberi kepada orang tua. Aktifitas main (play activity) yang sesuai
untuk anaknya juga harus diajarkan kepada ibunya.
3.1.1.2.2 Kriteria memulangkan pasien
Seorang anak dikatakan sembuh dan dapat dipulangkan apabila BB/U > 80% atau BB/TB
>90% menurut standard NCHS/WHO. Pada saat tertentu anak dapat dipulangkan sebelum
mencapai standard diatas tetapi dipantau terus sebagai outpatient.
3.1.1.2.3 Diet
Sewaktu rehabilitasi anak harus terus diberi makanan minimal 5kali sehari.Setelah sampai 1
SD dari nilai median NCHS/WHO anak diberi makan 3x sehari di rumah.
.
3.1.1.2.4 Immunization
50
Sebelum dipulangkan pasien harus diimunisasi mengikut ketentuan di Negara masing-
masing.Orang tua harus diinformasikan untuk membawa anaknya untuk imunisasi ulang dan
booster.
3.1.1.2.5 Follow-up
Pasien diinformasikan untuk kontrol seminggu sejak tanggal dia dipulangkan. Follow up
lebih baik dilakukan di klinik yang khusus untuk anak kekurangan gizi daripada klinik
pediatrik biasa. Bilamana mugkin volunteer diatur untuk melakukan homevisit dan mencari
solusi mengatasi masalah sosial dan ekonomi keluarga pasien selain kounseling
3.1.2 PENGOBATAN PENYAKIT PENYERTA
Pengobatan ditujukan pada penyakit yang sering menyertai KEP berat, yaitu :
defisiensi vitamin A, dermatosis, parasit/cacing, diare melanjut, dan tuberkulosis (khusus
tuberkulosis, pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi)
dan Rö-foto toraks. Bila positif, sangat mungkin tuberkulosis (TB), obati sesuai pedoman
pengobatan TB).
3.1.2.1 Defisiensi vitamin A
Bila terdapat defisiensi vitamin A pada mata maka berikan vitamin A pada hari ke-1,
2 dan 14 p.o dengan dosis :
o Usia > 1 thn : 200.000 SI/x
o 6-12 bulan : 100.000 SI/x
o 0-5 bulan : 50.000 SI/x
Bila terdapat ulserasi pada mata maka tambahkan perawatan lokal untuk mencegah
prolaps lensa berupa :
o Tetes mata kloramfenikol atau salep mata tetrasiklin setiap 2-3 jam selama 7-10 hari
51
o Tetes mata atropin, 1 tetes, 3 kali sehari selama 3-5 hari
o Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali
3.1.2.2 Dermatosis
Dermatosis (ditandai hipo/hiperpigmentasi, deskuamasi/ kulit mengelupas, lesi
ulserasi eksudatif yang menyerupai luka bakar dan sering disertai infeksi sekunder antara lain
oleh kandida; umumnya terdapat defisiensi Zn).
Setelah suplementasi Zn dan dermatosis membaik maka penyembuhan akan lebih
cepat bila :
o Kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KMnO4 1% selama 10 menit.
o Salep/krim (Zn dengan minyak kastor)
o Usahakan daerah perineum tetap kering
3.1.2.3 Parasit/cacing
Pengobatan dilakukan dengan memberikan Mebendazol 100 mg p.o. 2x sehari selama
3 hari
3.1.2.4 Diare berlanjut
Diare berlanjut (diare biasa menyertai KEP berat tetapi akan berkurang dengan
sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Intoleransi laktosa tidak jarang sebagai
penyebab diare. Diobati hanya bila diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum)
o Berikan formula bebas/rendah laktosa
o Metronidazol 7,5 mg/kgBB p.o setiap 8 jam, selama 7 hari
o Sering kerusakan mukosa usus dan giardiasis merupakan penyebab lain berlanjutnya
diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik.
3.1.3 KEGAGALAN PENGOBATAN
52
Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat badan :
1. Tingginya angka kematian
Bila mortalitas >5%, perhatikan saat terjadi kematian :
Dalam 24 jam pertama : kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis yang
terlambat/ tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi kurang tepat.
Dalam 72 jam : diperiksa apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan
formula tidak tepat.
Malam hari : kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang memadai, tidak
diberi makan, perubahan konsentrasi formula terlalu cepat.
2. Kenaikan berat badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi
Penilaian kenaikan BB : - baik : > 10 g/kgBB/hr
- sedang : 5-10 g/kgBB/hr
- kurang : <5 g/kgBB/hr
Kemungkinan penyebab kenaikan BB < 5gram/kgBB/hari antara lain:
pemberian makanan tidak adekuat
defisiensi nutrien tertentu, seperti vitamin, mineral
infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati.
masalah psikologis.
3.1.3 PENANGANAN PASIEN PULANG SEBELUM REHABILITASI TUNTAS
Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis sudah
menghilang, berat badan/umur > 80% atau berat badan/tinggi badan >90%. Anak KEP berat
yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, di rumah harus diberi makanan tinggi energi (150
Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6 gram/kgBB/hari):
53
o Memberi makanan untuk anak yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling
sedikit 5 kali sehari.
o Memberi makanan selingan diantara makanan utama.
o Mengupayakan makanan selalu dihabiskan.
o Memberi suplementasi vitamin dan mineral atau elektrolit.
o Meneruskan ASI.
3.1.4 TINDAKAN PADA KEGAWATAN
3.1.4.1 Syok (renjatan) :
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan
keduanya secara klinis. Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian
cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya
overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaC1 0,9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar
dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam 1 jam pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
o Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernafasan) dan status
hidrasi/syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti diatas untuk 1 jam
berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per
oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula
khusus (F-75/pengganti).
o Bila tidak ada perbaikan klinis pada anak menderita syok septik. Dalam hal ini,
berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak
54
10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian
formula (F-75/pengganti).
3.1.4.2 Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila :
o Hb <4 g/dl
o Hb 4-6 g/dl disertai distres pernafasan atau tanda gagal jantung.
Transfusi darah :
o Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ‘packed red cells’ untuk transfusi dengan
jumlah yang sama.
o Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v. pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok).
Bila pada anak dengan distres nafas setelah transfusi Hb tetap <4 g/dl atau antara 4-6
g/dl, jangan mengulangi pemberian darah.
3.2 TATA LAKSANA DIET PADA BALITA KEP BERAT/GIZI BURUK
Tata laksana diet pada balita KEP berat/gizi buruk ditujukan untuk memberikan makanan
tinggi energi, tinggi protein serta cukup vitamin dan mineral secara bertahap, guna mencapai
status gizi optimal.
Ada 4 kegiatan penting dalam tata laksana diet, yaitu pemberian diet, pemantauan dan
evaluasi, penyuluhan gizi, serta tindak lanjut.
3.2.1 Pemberian diet
Pemberian diet pada KEP berat/gizi buruk harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Melalui 3 periode yaitu periode stabilisasi, periode transisi, dan periode rehabilitasi.
2. Kebutuhan energi mulai dari 80 sampai 200 kalori per kg BB/hari.
55
3. Kebutuhan protein mulai dari 1 sampai 6 gram per kg BB/hari.
4. Pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada defisiensi atau pemberian bahan
makanan sumber mineral tertentu, sebagai berikut :
Bahan makanan sumber mineral khusus :
Sumber Zn : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam.
Sumber Cuprum : tiram, daging, hati
Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai
Sumber Magnesium : daun seledri, bubuk coklat, kacang-kacangan, bayam,
Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang-kacangan, kentang, apel, alpukat, bayam,
daging tanpa lemak.
5. Jumlah cairan 130-200 ml per kg BB/hari, bila terdapat edema dikurangi.
6. Cara pemberian : per oral atau lewat pipa nasogastrik (NGT).
7. Porsi makanan kecil dan frekuensi makan sering.
8. Makanan fase stabilisasi hipoosmolar/isoosmolar dan rendah laktosa dan rendah serat
(lihat tabel formula WHO dan modifikasi).
9. Meneruskan pemberian ASI.
10. Membedakan jenis makanan berdasarkan berat badan, yaitu:
BB<7 kg diberikan kembali makanan bayi dan BB >7 kg dapat langsung diberikan
makanan anak secara bertahap.
11. Mempertimbangkan hasil anamnesis riwayat gizi.
3.2.2 Evaluasi dan pemantauan pemberian diet
1. BB sekali seminggu: Bila tidak naik, kaji penyebab antara lain: masukkan zat gizi tidak
adekuat, defisiensi zat tertentu, misalnya iodium, adanya infeksi, adanya masalah
psikologis.
56
2. Pemeriksaan laboratorium: Hb, Gula darah, feses (adanya cacing), dan urin
3. Masukan zat gizi: bila kurang, modifikasi diet sesuai selera
4. Kejadian diare: gunakan formula rendah atau bebas laktosa dan hiperosmolar, misal: susu
rendah laktosa, tempe, dan tepung-tepungan
5. Kejadian hipoglikemi: beri minum air gula atau makan setiap 2 jam
3.2.3 Penyuluhan gizi di rumah sakit
1. Menggunakan leaflet khusus yang berisi: jumlah, jenis, dan frekuensi pemberian makanan
2. Selalu memberikan contoh menu
3. Mempromposikan ASI
4. Memperhatikan riwayat gizi
5. Mempertimbangkan sosial-ekonomi keluarga
6. Memberikan demonstrasi atau praktek memasak makanan balita untuik ibu
3.2.4 Tindak lanjut
1. Merujuk ke puskesmas
57
2. Merencanakan dan mengikuti kunjungan rumah
3. Merencanakan pemberdayaan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard E., MD., et. al. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics 16th ed.
Pennsylvania : W. B. Saunders Company.
Braunwald, Eugene, M.D., et al. Harrison’s Principles Of Internal Medicine 15th ed.
Volume 1. McGraw Hill Medical Publishing Division.
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Pedoman Kekurangan Energi Protein (KEP).
Http:// www. nhd_brochure_centre.pdf
Http:// www.protein_malnutrition.pdf
Mahan, L. Kathleen, MS, RD, CDE., Escott-Stump, Sylvia, MA, RD. 1996. Krause’s
Food, Nutrition and Diet Therapy 9th ed. Pennsylvania : W. B. Saunders Company.
Penny, Mary E.,MB, ChB. 2004.Nutrition in Pediatric: Protein-Energy Malnutrition:
Pathophysiology, Clinical Consequences, and Treatment. Pennsylvania : Lippincott
Williams & Wilkins.
Shils, Maurice E., M.D., Sc.D., et. al. 1999. Modern Nutrition in Health and Disease 9th ed.
Volume 1 & 2. Pennsylvania : Lippincott Williams & Wilkins.
WHO. 1999. Initial treatment in Management of Severe Malnutrition: A Manual For
Physicians and Other Senior Health Workers. Geneva. World Health Organization
58
59