150-602-1-PB

download 150-602-1-PB

of 6

description

rdk

Transcript of 150-602-1-PB

  • 70 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 8, No. 2, September 2004; 70-75TINJAUAN PUSTAKA

    Elfy Syahreni *

    Abstrak

    Kejang adalah perilaku yang tidak terkontrol yang sering ditemukan pada neonatus. Kejang yang terjadi pada neonatus dapatmengakibatkan kerusakan otak permanen. Penyebab kejang pada neonatus sangat bervariasi di antaranya adalah hypoxic-ischaemicencehepalophaty (HIE), infeksi susunan saraf pusat, perdarahan intrakranial, dan gangguan metabolisme. Pengkajian terhadaptanda dan gejala kejang serta faktor pencetus kejang sangat penting dalam pemberian intervensi keperawatan yang tepat padaneonatus. Dampak lanjut dari kejang pada neonatus dapat menimbulkan kematian dan gejala sisa. Mengingat dampak tersebut,penatalaksanaan perawatan terkini dan berkualitas menjadi bagian penting untuk neonatus penderita kejang.

    Kata kunci: kerusakan otak, kekakuan, masalah neurologis, perilaku tidak terkontrol

    Abstract

    Seizure is a clinical syndrome characterized by an uncontrolled behavior in neonate. The main cause of seizure in neonate is HIE,central nervous system infection, intracranial hemorrhage, and metabolic disturbance. Seizure will lead to permanent braindamage. Identified sign, symptom and risk factor of seizure are very important in order to provide an accurate nursing manage-ment in neonate. Further negative impact of seizure is sequel or death. Considering the facts above, it is necessary to provide thelatest nursing care and a high quality of care to neonate who is experiencing seizure.

    Key words: brain damage, neurological problems, spastic, uncontrolled behavior

    REKOMENDASI PERAWATAN TERKINI DALAMPENATALAKSANAAN KEJANG PADA NEONATUS

    Kejang merupakan peristiwa yang seringditemukan pada neonatus dan kemungkinan itumerupakan manifestasi klinis dari disfungsineurologi setelah terjadinya berbagai macamkerusakan pada susunan saraf pusat. Angka kejadiankejang pada neonatus ini cukup tinggi. MenurutEvans dan Levene, (1998) kejang pada neonatussekitar 0,7-2,5 per 1000 kelahiran hidup. Kejadiankejang meningkat menjadi 57.5-132 per 1000kelahiran pada berat bayi lahir rendah (BBLR).Selain itu kejang pada neonatus merupakan gejalaklinis yang signifikan karena sangat jarang sekaliyang bersifat idiopatik atau tidak diketahuipenyebabnya.

    Kejang adalah perilaku yang tidak terkontrolpada episode tertentu yang disebabkan olehperistiwa pelepasan muatan-muatan listrik di dalamotak secara berlebihan (Evans & Levene, 1998).Kejang pada neonatus sangat berbeda dengankejang yang terjadi pada bayi dan anak-anak yang

    LATAR BELAKANGlebih besar. Perbedaan ini disebabkan oleh karenaproses myelinisasi sistem saraf pusat pada neonatusbelum sempurna sehingga kejang umum tonik-klonik tidak terjadi pada neonatus. Kejang padaneonatus lebih sering bersifat tersamar dan sulitteridentifikasi karena proses transmisi muatan listrikdi otak tidak terjadi dengan baik. Dengan demikianpemeriksaan lanjut perlu dilakukan untukmengetahui latar belakang terjadinya kejang.Kejang pada neonatus disebabkan oleh bermacampenyebab yang memerlukan perawatan spesifikjuga. Tulisan ini akan membahas tentang implikasiperawatan terkini dalam penatalaksanaan kejangpada neonatus.

    JENIS-JENIS KEJANG

    Menurut Wong, Perry, dan Hockenberry(2002) kejadian kejang pada neonatus dapatdibedakan menjadi lima jenis. Jenis pertamaadalah kejang fokal. Kejang ini ditandai dengankontraksi otot secara periodik seperti otot kaki,tangan dan wajah. Jenis kedua adalah kejang

  • 71Rekomendasi perawatan terkini dalam penatalaksanaan kejang pada neonatus (Elfy Syahreni)

    mult ifokal; yaitu kejang yang melibatkansekelompok otot pada waktu yang bersamaan.Jenisketiga adalah kejang tonik yang ditandai dengankekakuan postur pada ektremitas, batang tubuh dandeviasi mata horizontal. Jenis kejang keempatadalah kejang mioklonik yang ditandai dengansentakan pada ektremitas atau batang tubuh.Selanjutnya, jenis kejang yang terakhir adalahkejang tersamar. Manifestasi klinik dari kejangjenis ini adalah gerakan seperti mengunyah,gerakan mengayuh sepeda. Gejala lain yang dapatditemukan adalah produksi saliva yang berlebihan,apnoe, blinking nystagmus, dan perubahan warnakulit. Jenis-jenis kejang ini juga sedikit sulitdibedakan, karena sebagian besar dari manifestasikejang hampir menyerupai pergerakan normal.Walaupun demikian perawat yang melakukanobservasi ketat akan mudah mengenal jenis kejangtersebut dengan baik, karena perawat lebih seringmenyaksikan peristiwa tersebut bila dibandingkandengan tenaga kesehatan lainnya.

    PENYEBAB KEJANG

    Penyebab kejang pada neonatus pada umumnyameliputi hal-hal berikut: hypoxic-ischaemicenchephalopaty (HIE), infeksi susunan saraf pusat,perdarahan intrakranial, infark pada arteri serebral,dan gangguan metabolik (Evans dan Levene, 1998).

    Sebagian besar (50%) kejang pada neonatusdisebabkan oleh HIE (Evans, & Levene, 1998).Hampir semua neonatus dengan asfiksia dankejang mengalami ensefalopati sedang yangditandai dengan kejang tersembunyi, fokal,multifokal dalam dua puluh empat jam pertamasetelah lahir. Pada kasus HIE yang lebih berat,kejang myoklonik dan tonik dapat terjadi dansangat sulit dikontrol dengan pengobatan.

    Kejang merupakan gejala awal dari meningitisbakteri. Kuman patogen penyebabnya adalahStreptococcus grup B, Escheria coli, Listeria sp,Staphylococus dan Pseudomonas sp. Selain infeksi,kejang juga dapat disebabkan oleh karenaperdarahan pada jaringan otak.

    Perdarahan subdural dan subarachnoid seringterjadi sebagai akibat trauma lahir dan kemungkinanpenyebab kejang tunggal yang menyertai asfiksia.Perdarahan ini umumnya asimtomatik. Pada bayiprematur perdarahan int raventrikuler dapatmengakibatkan kejang tonik umum setelah beberapajam kemudian.

    Hipoglikemia (3%) adalah penyebab terjadinyakejang pada neonatus (Evans & Levene, 1998).Penyebab ini seringkali disertai dengan penyebablain seperti hipoksemia dan infeksi. Definisihipoglikemia pada neonatus sampai saat ini masihdiperdebatkan. Tingkat glukosa yang dinyatakandapat mengakibatkan gangguan neurologis sangatbervariasi, dan tergantung pada status metabolismebayi. Walaupun demikian bila tingkat glukosa darahbayi di bawah 2,6 mmol/l, dokter akan memberikankoreksi terhadap hipoglikemia tersebut.

    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

    Pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukanadalah pencitraan, seperti ultrasonografi, ManagingResonance Image (MRI) dan Elektroensefalogram(EEG). Ultrasonografi kranial merupakan pemeriksaanpertama yang dilakukan untuk mengetahui keadaanpatologis pada susunan saraf pusat, perdarahanperiventrikuler, tapi tidak untuk mendeteksi adanyainfark pada arteri serebral, perdarahan subdural dansubarachnoid. Bila hasil pemeriksaan ini tidakmenunjukkan adanya kelainan sementara, namunkejang terus berlangsung maka MRI perlu dilakukan.

    EEG sangat penting untuk mendeteksi lokasiyang mengalami gangguan akt ivitas listrik(Berkowitz, 1996) dan dapat memberikan gambaranyang lebih baik tentang kejadian kejang. MenurutMack (2002), pemeriksaan ini juga dapat membantutim kesehatan interdisipliner untuk mengidentifikasijenis kejang. Namun tidak semua jenis kejang dapatdideteksi dengan EEG seperti kejang tersamar,kejang tonik, fokal, multifokal dan mioklonik,karena beberapa kejang hanya terjadi pada tingkatsubkortek dan tidak mencapai permukaan elektrodakarena system sinap-sinap saraf yang belum matur.

  • 72 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 8, No. 2, September 2004; 70-75

    Walaupun demikian pemeriksaan EEG secaraterus menerus masih tetap dianjurkan karena 79%kejang yang terjadi pada neonatus adalah kejangtersembunyi atau hanya dapat diidentifikasi denganpemeriksaan EEG (Evans & Levene, 1998).Rekomendasi terkini dari American Academy ofNeurology juga menyarankan bahwa EEG perludilakukan untuk setiap bayi yang mengalami riwayatkejang pertama (Mack, 2003).

    TERAPI MEDIS

    Dua prinsip pengobatan kejang pada neonatusyaitu pertama deteksi dan pengobatan penyebab kejangserta perhatian difokuskan pada gangguanmetabolisme akut yang sering menyertai sepertihipoglikemia. Prinsip yang kedua adalah pengkajianterhadap kebutuhan untuk mengontrol kejang denganmembandingan antara keuntungan pengobatan denganefek samping dari obat anti kejang yang diberikan.Prinsip yang kedua ini jarang dipertimbangkan karenasedikit provokatif, sebab pengaruh obat yangdiharapkan kurang seimbang dengan efek sampingobat tersebut. Menurut Boylan, Rennie, Pressler &Wilson (2002), penggunaan antikonvulsan seringkalikurang efektif dalam mengatasi kejang. Dalampenelitian yang sama dikatakan bahwa efektivitas obattersebut dalam menurunkan manifestasi klinik kejangpada bayi yang mempunyai latar belakang pemeriksaanEEG normal dengan derajat penyakit dalam rentangsedang hanya 29%.

    Pemberian anti kejang merupakan upaya yangtersering dilakukan untuk mengontrol kejang. Obatyang popular untuk mengontrol kejang adalahfenobarbital (Boylan, Rennie, Pressler & Wilson ,2002). Dosis yang diberikan mungkin bervariasi.Menurut Evans dan Levene (1998) dosis awal adalah20 mg/kg BB diberikan secara diguyur, kemudianditingkat 10 mg/kg BB menjadi 40 mg/kg BB yangmerupakan dosis akhir dan diberikan secara diguyur.Sedangkan dosis pemeliharaan adalah 6 mg/kg BB/hari. Jenis obat yang lain adalah clonazepam,lorazepam dan fenitoin. Di Indonesia, anti kejangjenis diazepam dan fenobarbital diberikan secarabergantian (Ismael, 1991).

    Jenis anti kejang pertama yang diberikan adalahdiazepam dengan dosis awal 0,5 mg/kg BB secaraintravena. Bila kejang belum dapat diatasipemberian anti kejang kedua dilakukan dengan dosisyang sama setelah 15 menit kemudian. Apabiladengan pemberian dosis diazepam yang kedua,kejang belum dapat diatasi, maka anti kejangfenobarbital dengan dosis 30 mg diberikan secaraintra muskular. Pemberian ini dapat diulangi setelah30 menit kemudian dengan dosis 15 mg intramuskular bila gejala kejang belum teratasi. Setelahitu dilanjutkan dengan pemberian fenobarbitalrumatan dengan dosis 610 mg/kg BB dengan duakali pemberian selama dua hari pertama, selanjutnyapemberian secara oral dipertimbangkan dengandosis 0,5 mg/kg BB. Pemberian anti kejangdiazepam dapat dilakukan kembali apabila kejangbelum teratasi dengan dosis 0,5 mg/kg BB.

    IMPLIKASI PERAWATAN TERKINI

    A. Pengkajian Keperawatan

    Peran perawat yang paling penting adalahmelakukan observasi yang ketat terhadap kejadiankejang sehingga dapat memberikan gambaran yangjelas tentang peristiwa kejang tersebut. Gambaranyang dimaksud meliputi karakteristik kejang danperubahan-perubahan perilaku yang menyertainya.Lebih spesifik lagi, penjelasan dan gambarantersebut memberikan informasi tentang waktukejadian kejang, bagian anggota tubuh yangmengalami kejang pertama kali, kegiatan bayisebelum terjadinya kejang, lamanya kejang, tingkatkesadaran, karateristik klinis seperti gerakan danperilaku, serta tanda dan gejala setelah terjadinyakejang. Pengkajian ini harus dilakukan denganseksama, karena informasi yang tepat tentangkejadian kejang sangat dibutuhkan untukmengklasifikasikan kejang. Selain itu observasi danpenjelasan yang akurat tentang kejadian kejang akanmemudahkan tim kesehatan interdisipliner untukmenegakkan diagnosa dan menetapkanpenatalaksanaan pengobatan kejang yang tepat.

    Pengkajian juga berguna untuk mengidentifikasifaktor resiko terjadinya kejang, seperti rangsangan

  • 73Rekomendasi perawatan terkini dalam penatalaksanaan kejang pada neonatus (Elfy Syahreni)

    yang berasal dari lingkungan perawatan.Rangsangan tersebut meliput i kebisingan ,t indakan perawatan dan medis , perubahantemperatur lingkungan dan intensitas cahaya yangberlebihan pada ruang rawat. Rangsangan yangberlebihan dari lingkungan mengakibatkanterjadinya kejang berulang pada neonatus. Selainitu terpaparnya neonatus terhadap rangsangantersebut juga dapat menimbulkan gangguanperkembangan, proses fisiologis dan kerusakanpada sistem saraf pusat (Mack, 2002). Selanjutperawat perlu melakukan wawancara dengankeluarga untuk mengetahui masalah psikososialyang mempengaruhi kehidupan mereka.Kerusakan pada otak dan gangguanperkembangan adalah kondisi medis yang kronissehingga seringkali keluarga menghadapi kondisiini sebagai pengalaman terhadap krisis danmembutuhkan tanggung jawab baru sebagaikompensasi dari kondisi medis yang terjadi padasalah seorang anggota keluarga mereka (Wong,Perry & Hockenbery, 2002).

    Tanggung jawab baru tersebut membutuhkankecakapan keluarga dalam menjalankan fungsikeluarga secara normal. Namun pada kenyataannyaseringkali keluarga tidak siap dengan tanggungjawab baru sehingga muncul perilaku dan ungkapanperasaan yang dapat menganggu peran keluarga.Perilaku dan ungkapan perasaan yang dapatdiidentifikasi antara lain seperti; sikap penolakanterhadap kondisi neonatus, tidak kooperatif,berperilaku menghindar dari perawat, bersikapacuh, marah, dan menangis. Selanjutnya, menurutGill dan Wells (2000), keluarga yang salah seoranganggota keluarganya menderita penyakit yangberhubungan dengan sistem saraf pusat mengalamiketerbatasan dalam kegiatan sosial dan rekreasi.

    B. Diagnosa KeperawatanDiagnosa Keperawatan yang mungkin

    ditegakkan pada neonatus dengan kejang sangatbervariasi dan tergantung kepada penyebab dankomplikasinya. Menurut beberapa penulis terdapatdua diagnosis yang umum ditemukan pada neontusyang menderita kejang tersebut yaitu resiko injuri

    dan gangguan proses keluarga (Wong, Perry &Hockenberry, 2002; Speer (1999); Bowden, Dickey& Grenberg, 1998).

    Risiko injuri berhubungan dengan penurunankesadaran yang tiba-tiba. Diagnosa ini dapatditegakkan berkaitan dengan penurunan kesadaranyang merupakan indikasi peningkatan tekananintrakranial. Perubahan aktivitas motorik sepertipenurunan refleks, penurunan respon terhadapstimulasi serta kejang merupakan indikasi dari cideraotak.

    Gangguan proses keluarga berhubungan denganpenyakit kronis. Kondisi kronis pada salah seoranganggota keluarga dapat menimbulkan depresi,kecemasan dan motivasi kurang pada orang tua.Perilaku penolakan terhadap kondisi neonatus, tidakkooperatif, menghindar dari perawat, bersikap acuh,marah dan menangis serta membatasi diri terhadapkegiatan sosial dan rekreasi merupakan tanda dinidari gangguan proses keluarga.

    C. Rekomendasi Intervensi Keperawatan

    Tujuan dari intervensi keperawatan adalahmencegah tidak terjadinya injuri selama kejang danmengurangi kejang berulang menjadi seminimalmungkin.

    Intervensi perawatan yang dapat dilakukan padaneonatus dengan kejang meliputi pencegahan injuri,observasi terhadap kondisi neurologis dan perilaku,kolaborasi dengan t im kesehatan lain,penatalaksanaan lingkungan dan aktivitas perawatanserta pengelolaan keterlibatan keluarga. Padaparagraf selanjutnya bentuk-bentuk intervensi iniakan dijelaskan lebih lanjut.

    Pencegahan injuri akibat penurunan kesadarandapat dilakukan dengan mengembalikan arahpergerakan normal secara perlahan, melonggarkanpakaian, memonitor pergerakkan kepala dan mata,mempertahankan jalan napas, dan mendampingineonatus selama kejang. Observasi terhadap kondisifisiologis meliputi observasi terhadap statusneurologis dan tanda-tanda vital. Sedangkanobservasi kondisi perilaku neonatus selama kejangmeliputi karakteristik kejang dan lamanya kejang.

  • 74 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 8, No. 2, September 2004; 70-75

    Implikasi perawatan yang terkait dengantindakan kolaborasi terdiri atas pemberian obatyang sesuai dengan resep dokter. Kolaborasidengan tim medis ini juga meliputi pemantauankadar obat dalam darah, pemantauan glukosadarah, dan kadar elektrolit seperti kalsium dankalium.

    Intervensi keperawatan selanjutnya adalahpenataan lingkungan perawatan dan aktivitasperawatan. Lingkungan perawatan perlu ditatasedemikian rupa supaya tidak terdapat kebisingandan intensitas cahaya yang berlebihan. Aktivitasperawatan juga dikelola sebaik mngkin sehinggatidak menganggu waktu istirahat neonatus.Selanjutnya dalam set iap memberikanpelayanannya perawat selalu melibatkan keluarga.

    Partisipasi keluarga yang dimaksud bukanlahseperti kondisi yang sering ditemukan dalampraktek keperawatan sehari-hari, dimana keluargadiperbolehkan memberikan makan melaluinasogastrik tube, melakukan perawatan luka ataukateter. Akan tetapi yang dimaksud dengankeikutsertaan keluarga dalam perawatan neonatusadalah adanya hubungan kesetaraan antara perawatdan keluarga. Keluarga merupakan orang yangmemiliki tanggung jawab yang sama dengantenaga perawat profesional.

    Sistem pelayanan keperawatan dan stafkeperawatan harus menghargai keberadaankeluarga. Penghargaan tersebut dapat diberikandalam bentuk upaya yang dilakukan untukmengurangi kelemahan keluarga danmeningkatkan kemampuan mereka dalamperawatan anaknya. Keluarga memiliki hak untukmemutuskan apa yang terpenting bagi anak dankeluarganya. Para profesional bertanggungjawabmempertahankan ketentuan yang telah dimilikikeluarga dan meningkatkan kemampuan mereka.Menurut Wong, Hockenbery, dan Perry (2002)keluarga adalah konstanta tetap dalam kehidupananak.

    Peran keluarga dan keterlibatan keluargamenjadi sangat besar dalam tatanan pelayanan

    keperawatan anak, karena peran yang sangat besartersebut maka perlu diperhatikan kenyamanankeluarga. Kenyamanan keluarga dapat ditingkatkandengan menyediakan waktu dan fasilitas khususuntuk keluarga.

    D. Hasil KeperawatanEvaluasi asuhan keperawatan ditujukan untuk

    mengetahui apakah intervensi keperawatan yangtelah dilakukan untuk mengatasi masalah kejangpada neonatus sudah efektif. Evaluasi asuhantersebut didasarkan pada pengkajian dilakukansecara terus menerus yang dilakukan berdasarkanpetunjuk observasi dan kriteria evaluasi berikut ini.

    Observasi yang diperlukan untuk mencapaitujuan asuhan perawatan meliputi observasiterhadap frekwensi kejang, faktor-faktor pencetuskejang, dan pemahaman keluarga tentang semuatindakan perawatan yang diberikan pada neonatus.Sedangkan kriteria evaluasi tentang asuhanperawatan yang diberikan meliputi tidak terjadinyainjuri selama perawatan, teridentifikasinya faktor-faktor pencetus kejang, dan pandangan keluargapositif terhadap asuhan perawatan.

    KESIMPULAN

    Kejang merupakan perubahan perilaku yangtidak dapat dikontrol yang sering terjadi padaneonatus. Perilaku kejang tersebut muncul sebagaiakibat dari pelepasan muatan listrik di otak yangdisebabkan oleh cidera pada otak. Cidera otak yangberat pada neonatus dapat menimbulkan kematiandan gejala sisa. Kematian dan gejala sisa tersebutdapat dicegah dan dikurangi jika neonatus tersebutmemperoleh perawatan yang tepat. Perawatan yangtepat hanya akan diperoleh apabila perawat dapatmengenal tanda dan gelaja kejang serta faktorpencetus terjadinya kejang secara dini. Identifikasidini terhadap tanda dan gejala serta faktor pencetuskejang ini akan membantu perawat dalammenentukan intervensi keperawatan yang tepatsehingga kejang berulang tidak terjadi sertakematian dan gejala sisa dapat dihindari.

  • 75Rekomendasi perawatan terkini dalam penatalaksanaan kejang pada neonatus (Elfy Syahreni)

    KEPUSTAKAAN

    Boylan, G. B., Rennie, J. M., Pressler, R.M.& Wil-son, G. (2002). Phenobarbitone, neonatal seizure,and video-EEG. Archives of Disease inChildhood, 86(3), 165-171.

    Bowden, V. R., Dickey, S. B. & Grennberg, C.S.(1998). Children and their families thecontinuum of care. Philadelphia: WB SoundersCompany.

    Berkwitz, C. D. (1996. Pediatrics: A primary careapproach. Philadelphia: W. B. Saunders Company.

    Evans, D. & Levene, M. (1998). Neonatal Seizure.Archives of disease in childhood, 79(1), 70-76.

    Habel, A. 7 Scott, (1998). Notes on paediatrics:Neonatology. Oxford: Butterworth Heinemann.

    Gill, D. J.& Wells, D. L. (2000). Forever different:Experiences of living with sibling who has atraumatic brain injuri. Rehabilitation Nursing,25(2), 48-53

    Mack, K. J. (2003). First seizure: Pediatricperspective. Retrieved Januari 8 2003, fromhttp://eMedicine.com, Inc.

    Speer, K. M. (1999). Pediatric care planning: Nowwith clinical pathway. Pennsylvania:Springhouse.

    Wong, D. L., Perry, S. E. 7 Hockenberry, M. J. (2002)Maternal child nursing care (2nd). St Louis:Mosby

    * Elfy Syahreni, SKp, PGD: Staf AkademikKelompok Keilmuan Maternitas dan AnakFakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

    Pengkajian dan intervensi keperawatan tersebuthendaknya mencangkup faktor lingkungan dankeluarga. Kedua faktor tersebut diyakinimemberikan pengaruh yang besar terhadap lamaperawatan dan kesembuhan neonatus.