146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

18
GAGAL JANTUNG PADA NEONATUS DEFINISI Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. 1 Pada akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah sempurna; jadi kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. 1 Penyebab PJB seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap berpotensi sebagai penyebab. 2 Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan bawaan yang sering ditemukan, yaitu 10% dari seluruh kelainan bawaan dan sebagai penyebab utama kematian pada masa neonatus. 2 Perkembangan di bidang diagnostik, tatalaksana medikamentosa dan tehnik intervensi non bedah maupun bedah jantung dalam 40 tahun terakhir memberikan harapan hidup sangat besar pada neonatus dengan PJB yang kritis. 1,2 EPIDEMIOLOGI Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan penyebab kematian tersering dari seluruh kelainan bawaan. Angka kejadian PJB terjadi sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup. Angka kematian PJB, 50% terjadi dalam 6 bulan pertama kehidupan, 80% pada usia 1 tahun kehidupan. 2,3 Umumnya, neonatus dengan penyakit jantung bawaan yang kompleks pada beberapa jam atau hari setelah lahir sering tanpa disertai gejala klinis yang jelas. 3 Sekitar 6 8 bayi per 1000 kelahiran menderita penyakit jantung bawaan (PJB). Sepertiga dari bayi-bayi tersebut akan menunjukkan gejala pada minggu-minggu awal kehidupannya dan sepertiga akan menunjukkan gejala pada masa neonatal. 4 ETIOLOGI Dalam hubungan yang luas ada dua faktor penyebab gagal jantung: 2,3,5 1. Faktor mekanik (kelainan struktur jantung); kondisi miokardium normal, akan tetapi gangguan dari beban kerja yang berlebihan, biasanya kelebihan beban volume (preload) atau tekanan (afterload) akibat PJB atau didapat. 2. Faktor miokardium yaitu kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi

description

medical

Transcript of 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

Page 1: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

GAGAL JANTUNG PADA NEONATUS

DEFINISI

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak

lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan.1 Pada akhir kehamilan 7

minggu, pembentukan jantung sudah sempurna; jadi kelainan pembentukan jantung

terjadi pada awal kehamilan.1 Penyebab PJB seringkali tidak bisa diterangkan,

meskipun beberapa faktor dianggap berpotensi sebagai penyebab.2

Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan bawaan yang sering

ditemukan, yaitu 10% dari seluruh kelainan bawaan dan sebagai penyebab utama

kematian pada masa neonatus.2 Perkembangan di bidang diagnostik, tatalaksana

medikamentosa dan tehnik intervensi non bedah maupun bedah jantung dalam 40 tahun

terakhir memberikan harapan hidup sangat besar pada neonatus dengan PJB yang

kritis.1,2

EPIDEMIOLOGI

Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan penyebab kematian tersering dari

seluruh kelainan bawaan. Angka kejadian PJB terjadi sekitar 8 dari 1000 kelahiran

hidup. Angka kematian PJB, 50% terjadi dalam 6 bulan pertama kehidupan, 80% pada

usia 1 tahun kehidupan.2,3

Umumnya, neonatus dengan penyakit jantung bawaan yang

kompleks pada beberapa jam atau hari setelah lahir sering tanpa disertai gejala klinis

yang jelas.3

Sekitar 6 – 8 bayi per 1000 kelahiran menderita penyakit jantung bawaan (PJB).

Sepertiga dari bayi-bayi tersebut akan menunjukkan gejala pada minggu-minggu awal

kehidupannya dan sepertiga akan menunjukkan gejala pada masa neonatal.4

ETIOLOGI

Dalam hubungan yang luas ada dua faktor penyebab gagal jantung:2,3,5

1. Faktor mekanik (kelainan struktur jantung); kondisi miokardium normal, akan

tetapi gangguan dari beban kerja yang berlebihan, biasanya kelebihan beban

volume (preload) atau tekanan (afterload) akibat PJB atau didapat.

2. Faktor miokardium yaitu kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi

Page 2: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

miokardium, misalnya:

a. Radang atau intoksikasi otot jantung pada penderita demam reumatik atau

difteri.

b. Otot jantung kurang makanan, seperti pada anemia berat.

c. Perubahan patologis dalam struktur jantung, misal kardiomiopati.

3. Faktor-faktor lingkungan. Contohnya, jika seorang ibu mendapat German measles

(rubella) selama kehamilan, maka infeksinya dapat mempengaruhi perkembangan

jantung dari bayi kandungannya (dan juga organ-organ lainnya). Jika ibunya

mengkonsumsi alkohol selama kehamilan, maka fetusnya dapat menderita fetal

alcohol syndrome (FAS) termasuk PJB. Paparan terhadap obat-obatan tertentu

selama kehamilan dapat juga menyebabkan PJB. Satu contoh adalah retinoic acid

(nama merek Accutane) yang digunakan untuk jerawat (acne). Contoh-contoh lain

adalah obat-obat anticonvulsant, terutama hydantoins (seperti Dilantin) dan

valproate5

4. Penyakit-penyakit tertentu pada ibu dapat meningkatkan risiko mengembangkan

PJB pada fetus. Bayi-bayi dari wanita dengan diabetes mellitus, terutama pada

wanita-wanita yang gula darahnya kurang optimal terkontrol selama kehamilan,

berisiko tinggi mendapat PJB. Dan wanita yang mempunyai penyakit keturunan

phenylketonuria (PKU) dan tidak berada pada special dietnya selama kehamilan,

bertendensi juga mempunyai bayi dengan PJB.2,5

Periode Neonatus

Disfungsi miokardium relatif jarang terjadi pada masa neonatus, dan bila ada biasanya

berhubungan dengan asfiksia lahir, kelainan elektrolit, atau gangguan metaholik

lainnya. Lesi jantung kiri, seperti sindrom hipoplasia jantung kiri, koarktasio aorta, atau

stenosis aorta berat adalah penyebab penting gagal jantung pada 1 atau 2 minggu

pertama.4,5

Lesi dengan pirau dan kiri ke kanan (duktus artenosus persisten, defek

septum ventrikel) biasanya belum memberi gejala gagal jantung dalam 2 minggu

pertama pascalahir, karena resistensi vaskular paru yang masih tingi. Namun pada bayi

prematur, duktus arteriosus persisten yang besar dapat menyebabkan gagal jantung pada

hari-hari pertama pascalahir.6 Pada minggu ketiga atau keempat resisten vaskular pada

mulai menurun sehingga pirau kiri ke kanan makin bertambah, akibatnya sebagian

pasien sudah mengalami gagal jantung. Pirau kiri ke kanan akan mencapai tingkat

maksimal dalam bulan ke-2 ke-3 pascalahir. Disritmia berat dan kelainan hematologik

Page 3: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

pada neonatus mungkin dapat menyebabkan gagal jantung pada bulan pertama.5,6

KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG

Ada empat parameter yang dapat digunakan untuk klasfikasi gagal jantung yaitu:1

1. Fungsi miokardium

2. Kapasitas fungsional; kemampuan untuk mempertahankan aktivitas harian dan

kapasitas latihan maksimal

3. Outcome fungsional (mortalitas, kebutuhan untuk transplantasi)

4. Derajat aktivasi mekanisme kompensasi (contohnya respon neurohormonal)

Tabel 1. Klasifikasi Ross untuk gagal jantung pada bayi sesuai NYHA4

Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik; aktivitas biasa tidak

menimbulkan kelelahan, dispnea, atau palpitasi.

Kelas II Ada pembatasan ringan dari aktivitas fisik : aktivitas biasa

menimbulkan kelelahan, dispnea, palpitasi, atau angina

Kelas III Pembatasan pada aktivitas fisik : walaupun pasien nyaman saat

istirahat, sedikit melakukan aktivitas biasa saja dapat

menimbulkan gejala.

Kelas IV Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas. Gejala gagal

jantung timbul saat istirahat

Klasifikasi untuk anak tidak mudah dibuat karena luasnya kelompok umur

dengan variasi angka normal untuk laju nafas dan laju jantung, rentang kemampuan

kapasitas latihan yang lebar (mulai dari kemampuan minum ASI sampai kemampuan

mengendarai sepeda), dan variasi etiologi yang berbeda pula. Ross dkk tahun 1922

mempublikasikan sistem skor untuk mengklasifikasikan gagal jantung secara klinis

pada bayi (Tabel 2). Skor Ross ini disejajarkan dengan klasifikasi New York Heart

Association (NYHA) (Tabel 1) dapat memberikan gambaran yang lebih rinci oleh

karena peningkatan derajat beratnya gagal jantung sesuai dengan peningkatan kadar

norepinefrin plasma dan kadar ini akan menurun setelah dilakukan koreksi ataupun

setelah pemberian obat anti gagal jantung.4

Page 4: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

Tabel 2. Sistem skor Ross untuk gagal jantung pada bayi4

0 poin 1 poin 2 poin

Volume sekali minum (cc) >115 75-115 <25

Waktu persekali minum (menit) <40 menit <40 menit

Laju nafas <50/menit 50-60/menit >60/menit

Pola nafas Normal Abnormal

Perfusi perifer Normal Menurun

S3 atau diastolik rumble Tidak ada Ada

Jarak tepi hepar dari batas kostae <2 cm 2-3 cm >3 cm

TOTAL:

Tanpa gagal jantung : 0-2 poin

Gagal jantung ringan : 3-6 poin

Gagal jantung sedang : 7-9 poin

Gagal jantung berat : 10-12 poin

PEMBAGIAN PJB

Penyakit Jantung Bawaan Sianotik (Cardiac Cyanosis)

Sianosis adalah manifestasi klinis tersering dari PJB simptomatik pada neonatus.

Sianosis tanpa disertai gejala distres nafas yang jelas hampir selalu akibat PJB, sebab

pada kelainan parenkhim paru yang sudah sangat berat saja yang baru bisa memberikan

gejala sianosis dengan demikian selalu disertai gejala distres nafas yang berat. 6

Pada neonatus normal, pelepasan oksigen ke jaringan harus sesuai dengan

kebutuhan metabolismenya. Jumlah oksigen yang dilepaskan ke jaringan bergantung

kepada aliran darah sistemik, kadar hemoglobin dan saturasi oksigen arteri sistemik.

Pada saat lahir, kebutuhan oksigen meningkat sampai 3 kali lipat untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme agar menghasilkan energi untuk bernafas dan termoregulasi.

Untuk ini diperlukan peningkatan aliran darah sistemik 2 kali lipat dan saturasi oksigen

25% sehingga pelepasan dan pengikatan oksigen di jaringan juga meningkat sesuai

kebutuhan. sianosis perifer (acrocyanosis) sering dijumpai pada neonatus, hal ini akibat

tonus vasomotor perifer yang belum stabil. Tampak warna kebiruan pada ujung jari

tangan dan kaki serta daerah sekitar mulut, disertai suhu yang dibawah normal dan

hiperoksia tes menunjukkan hasil yang negatip. 5,6

Page 5: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

Pada neonatus dengan PJB sianosis, tidak mampu meningkatkan saturasi

oksigen arteri sistemik, justru sangat menurun drastis saat lahir, sehingga pelepasan dan

pengikatan oksigen di jaringan menurun. Kondisi ini bila tidak segera diatasi

mengakibatkan metabolisme anaerobik dengan akibat selanjutnya berupa asidosis

metabolik, hipoglikemi, hipotermia dan kematian. 5

Sianosis sentral akibat penyakit jantung bawaan (Cardiac cyanosis) yang

disertai penurunan aliran darah ke paru oleh karena ada hambatan pada jantung kanan,

yaitu katup trikuspid atau arteri pulmonalis. Kondisi ini mengakibatkan kegagalan

proses oksigenasi darah di paru sehingga darah dengan kadar oksigen yang rendah

(unoxygenated) akan beredar ke sirkulasi arteri sistemik melalui foramen ovale atau

VSD (pada tetralogy Fallot). Seluruh jaringan tubuh akan mengalami hipoksia dan

menimbulkan gejala klinis berupa sianosis sentral tanpa gejala gangguan pernafasan.

Kesulitan akan timbul, bila sianosis disertai tanda-tanda distres pernafasan. Terdapatnya

anemia berat mengakibatkan jumlah Hb yang tereduksi tidak cukup menimbulkan

gejala sianosis. Adanya pigmen yang gelap sering mengganggu sianosis sentral yang

berderajat ringan akibat PJB. Sianosis perifer bila disertai bising inoccent dapat

menyesatkan dugaan adanya PJB sianotik. 7

Beberapa kondisi klinis yang memberikan dugaan cardiac cynosis pada

neonatus dan sudah merupakan alasan yang cukup untuk merujuk ke rumah sakit yang

lebih lengkap, didasari beberapa alasan tambahan sebagai berikut : 6

1. Hipoksemia sistemik menimbulkan gejala sianosis sentral

2. Sianosis sentral akibat PJB tidak timbul segera setelah lahir

3. Sianosis sentral tidak tampak selama saturasi oksigen arteri masih diatas 85

4. Sianosis sentral dengan frekuensi pernafasan yang cepat (hiperventilasi) tanpa

disertai pernafasan cuping hidung dan retraksi ruang iga serta kadar CO2 yang

rendah.

5. Sianosis sentral dengan tes hiperoksia positip.

6. Harus dicari apakah aliran darah sistemik berasal dari ventrikel kanan atau kiri,

adanya duktus yang masih terbuka mengakibatkan aliran darah aorta asenden dan

disenden berasal dari ventrikel yang tidak sama. Pada kondisi ini diperlukan

pemasangan pulse oxymetri pada tangan kanan dan kaki. 2

Penyakit Jantung Bawaan Non Sianosis

Page 6: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

Pada neonatus neonatus normal, saat lahir masih disertai tahanan arteri

pulmonalis yang tinggi. Setelah 4-12 minggu terjadi penurunan tahanan arteri

pulmonalis sampai menuju nilai normal. Pada neonatus dengan PJB non sianotik,

selama tahanan arteri pulmonalis masih tinggi, defek jantung yang ada belum

menimbulkan perubahan aliran darah dari sistemik ke paru. Setelah 4-12 minggu

postnatal, pada saat terjadi penurunan tahanan arteri pulmonalis sampai menuju nilai

normal, defek jantun yang dan akan menimbulkan perubahan aliran darah yaitu yang

seharusnya ke sistemik berubah menuju ke paru. Pada saat inilah baru terjadi pirau kiri

ke kanan disertai gejala klinis berupa mulai terdengarnya bising sampai gagal jantung

dengan gejala utama takipnea. 8

Harus dibedakan takipnea akibat PJB dan akibat kelainan parenkhim paru,

Takipnea akibat PJB non sianosis pada neonatus baru timbul bila peningkatan aliran

darah ke paru sampai lebih dari 2,5 kali aliran normal. Takipnea akibat penyakit paru

pada neonatus sudah timbul walaupun peningkatan aliran darah ke paru masih ringan-

ringan saja. Adanya penyakit pada paru akan memperjelas gejala takipnea pada PJB

usia neonatus. 8

Peningkatan aliran darah ke paru mengakibatkan peningkatan tekanan prekapiler

di paru dan aliran limfatik sehingga terjadi peningkatan cairan intersisial di parenkhim

paru dan terutama di peribronkhial. Hal ini mengakibatkan penurunan fungsi bronkhioli

dan terjadi penurunan aliran udara serta peningkatan tekanan udara, kondisi ini

meningkatkan work of breathing dan terdengarnya wheezing expiratoir. 7,8

PJB asianotik dapat diklasifikasikan berdasarkan fisiologi beban pengisian

(load) jantung predominan. Sebagian besar kelainan akan meningkatkan beban volum

(volume load), yaitu dari kelompok PJB asianotik dengan pirai kiri ke kanan (LTRS)

(misalnya VSD, ASD, AVSD, dan PDA). Kelompok kedua adalah penyakit jantung

bawaan dengan peningkatan beban tekanan (pressure load), yang sebagian besar

merupakan bentuk kelainan obstruktif sekunder dari sirkulasi ventrikular (misalnya

stenosis pulmonal dan stenosis aorta) atau penyempitan salah satu arteri besar (misalnya

koarktasio aorta). 8

Penyakit Jantung Bawaan Yang Disertai Penurunan Aliran Darah Ke Sistemik

Penurunan aliran darah ke sistemik akibat PJB pada neonatus berupa:

hambatan aliran darah dari paru atau atrium kiri ke ventrikel kiri

Page 7: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

ventrikel kiri tidak adekuat memompa darah ke aorta. Kedua kondisi ini

mengakibatkan peningkatan tekanan vena paru dan edema paru serta penurunan

perfusi organ-organ vital. 9

Gejala klinis tampak segera setelah lahir dan berat, berupa penurunan suhu kulit

dan perubahan warna kulit yang pucat, penurunan tekanan darah sampai tidak terukur,

sulit atau tidak terabanya denyut nadi perifer, hiperaktif RV, dan penurunan capillary

refill, metabolik asidosis berat serta distres nafas sedang sampai berat.6,9

Denyut nadi dan tekanan darah harus diukur pada ektremitas atas dan bawah,

normal tekanan darah ekstremitas bawa lebih tinggi. Bila ada perbedaan denyut nadi

tanpa disertai perbedaan tekanan darah, harus diraba pulsasi arteri karotis. Perbedaan

pulsasi arteri karotis dengan pulsasi ekstremitas bawah dan ekstremitas bawah

menunjukkan kemungkinan koartasio aorta, interrupted aorta atau arteri subklavia

berasal dari aorta d Ada keadaan pada neonatus yang baru lahir dengan penrunan

perfusi perifer disertai gejala distres nafas derajat sedang sampai berat yang disertai

retraksi ruang iga, subkosta, nafas cuping hidung dan grunting, yaitu persistent

pulmonary hypertension dan total anomalous pulmonary venous return. Kedua kondisi

ini sulit dibedakan, pada persistent pulmonary hypertension sering disertai riwayat

prenatal berupa ketuban pecah dini, sindroma aspirasi mekonium atau asfiksia berat.5,6

MANIFESTASI KLINIS

Tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung adalah karena curah jantung

rendah, adaptasi sistemik terhadap keadaan curah jantung rendah dan/atau kongesti

vena sistemik atau vena pulmonalis. 9 Manifestasi klinis ini tergantung pada tingkat

cadangan jantung pada berbagai keadaan. Bayi yang sakit berat atau anak yang

mekanisme kompensasinya telah sangat lelah pada saat dimana ia tidak mungkin lagi

memperoleh curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal

tubuh, akan bergejala pada saat istirahat.6,9

Walaupun fisiologi yang mendasari serupa,

manifestasi klinik gagal jantung pada masa bayi dan masa anak-anak berbeda.9,11

Manifestasi Klinis Gagal Jantung pada Masa Bayi

Pada bayi, gagal jantung mungkin lebih sukar ditentukan.4 Manifestasi

klinis yang menonjol adalah takipnea, kesukaran makan, pertambahan berat yang tidak

optimal, keringat berlebihan, iritabilitas, menangis lemah, dan pernapasan berisik, berat

Page 8: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

dengan retraksi interkostal dan subkostal serta cuping hidung mengembang.

Tanda-tanda kongesti kardiopulmonal mungkin tidak dapat dibedakan dengan

tanda-tanda bronkiolitis, termasuk mengi sebagai tanda yang paling mencolok.

Pneumonitis dengan atau tanpa atelektase sering ada, terutama lobus medius dan bawah

kanan, karena kompresi bronkus oleh jantung yang membesar.5 Hepatomegali hampir

selalu terjadi, dan selalu ada kardiomegali. Walaupun takikaria mencolok, irama

gallop seringkali dapat dikenali. Tanda-tanda auskultasi lain adalah tanda-tanda yang

dihasilkan oleh lesi jantung yang mendasari. Penilaian klinis tekanan vena

jugularis pada bayi mungkn sukar karena leher pendek dan sukar diamati pada

keadaan relaks. Edema dapat menyeluruh, biasanya melibatkan kelopak mata serta

sacrum, dan jarang, kaki maupun telapak kaki. Diagnosis bandingnya tergantung

umur.5,6

Kesukaran makan adalah gejala yang paling mencolok pada bayi dengan gagal

jantung. Sementara bayi normal makan dengan penuh semangat, sering menyelesaikan

makan dalam 15 atau 20 menit, bayi dengan gagal jantung makan lebih sukar.9

Perawatan diperpanjang dan dihubungkan dengan takipnea yang nyata dan keringat

bertambah. Beberapa bayi berjuang selama 5-10 menit dan tertidur, hanya bangun satu

jam atau lebih lama dengan tidak puas-puasnya lapar lagi. Yang lain agaknya lelah dan

tertidur sesudah makan hanya 1 atau 2 oz. Agaknya kesukaran makan akibat dari

gabungan antara upaya mengisap dan mempertahankan frekuensi pernapasan cepat,

juga akibat dari cadangan jantung yang terbatas. Masukan kalori total pada keadaan ini

dapat turun sampai dibawah 75 kkal/ kg/ hari, ini tidak cukup untuk mempertahankan

pertumbuhan.9

Orangtua sering melihat keringat berlebihan (terutama ketika makan) yang

tidak sebanding dengan suhu sekeliling atau pakaian. Ini disebabkan oleh

bertambahnya aktivitas sistem saraf autonom dalam upaya memperbaiki kinerja

(performance) miokardium.9,10,11

Pada pemeriksaan fisik anak hampir selalu takikardi dengan frekuensi

jantung anak istirahat lebih dari 160 denyut permenit pada neonatus dan lebih dari 120

pada bayi yang lebih tua. Takikardi juga merupakan akibat bertambahnya katekolamin

yang bersirkulasi yang memperbesar curah jantung dengan menambah

kontraktilitas miokardium dan frekuensi jantung.9,11

Takipnea (frekuensi pernapasan istirahat lebih dari 60 pada neonatus atau lebih

dari 40 pada bayi lebih tua) biasanya ada dan dikaitkan dengan bertambah kakunya

Page 9: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

paru-paru akibat bertambahnya cairan interstitial dari tekanan venosa paru-paru yang

naik (udem pulmonal) atau aliran pirau besar dari kiri ke kanan. Ketika gagal jantung

menjadi lebih berat, fungsi ventilasi dapat menjadi lebih terganggu dan dapat

ditemukan kembang kempis cuping hidung (alae nasi), retraksi interkostal, dan

dengkur. distensi vena leher tidak sering ditemukan pada neonatus, tetapi mungkin

ditemukan pada bayi yang lebih besar. Tekanan vena sistemik naik akibat pembesaran

hati, tetapi udem perifer tidak sering pada bayi dan hanya bersama dengan gagal

jantung yang amat berat. Ekstrimitas dingin, nadi teraba lemah, dan tekanan darah

arterial rendah dengan tekanan nadi sempit dapat ditemukan sebagai manifestasi dari

curah jantung rendah. Ekstrimitas berbintik-bintik dan pengisian kembali kapiler

lambat merupakan tanda-tanda gangguan vaskular yang lebih berat.9,11

Kadang-kadang, pemeriksaan dada menunjukkan mengi (wheezing) ringan

yang dapat dirancukan dengan bronkiolitis atau pneumonia dan dapat diperburuk dari

penekanan jalan nafas oleh pembuluh darah paru yang mengembang. Ronki tidak sering

kecuali bersama pneumonia, suatu hubungan yang tidak jarang.7

Penemuan pada pemeriksaan jantung bervariasi tergantung pada etiologi gagal

jantungnya. Bayi dengan penyakit primer otot jantung biasanya dengan

perikardium tenang: seseorang dengan gagal jantung dari beban volume

berlebihan biasanya perikardium sangat aktif; seseorang dengan beban tekanan

berlebihan dapat mempunyai thrill sistolik. Seringkali ada irama galop tetapi

sukar dinilai pada frekuensi jantung yang cepat.7,9

Sinar-x dada hampir selalu menunjukkan kardiomegali; bila tidak ada

harus merupakan tantangan diagnosis yang cukup serius. Pengecualian utama

termasuk lesi obstruksi atrium kiri seperti kor triatriatum dan anomali total muara vena

pulmonalis dengan obstruksi. Aliran darah pulmonal yang berlebihan ada pada mereka

dengan gagal jantung akibat shunt besar dari kiri ke kanan, dan kekaburan difus karena

kongesti vena paru ditemukan pada kebanyakan lainnya. Distribusi kembali aliran darah

paru-paru ke lobus bagian atas tidak sering terjadi pada diafragma yang hiperekspansi

dan datar, dan pembesaran atrium kiri dapat menyebabkan kolaps lobus bawah kiri.5,9

Elektrokardiogram jarang berguna dalam diagnosis, tetapi hampir selalu

abnormal, dengan kelainan spesifik tergantung pada lesi penyebab gagal jantung.

Ekokardiogram jarang berguna dalam penilaian fungsi ventrikel kiri. Fraksi

pemendekan ventrikel kiri, interval waktu sistolik sisi kiri, dan angka pemendekan

serabut melingkar sebagai fungsi stres dinding akhir sistolik telah digunakan

Page 10: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

untuk mengevaluasi fungsi otot. Ekhokardiogram dapat juga mengesampingkan efusi

perikardial. Dengan lesi beban volume berlebih kinerja miokardium mungkin

normal; tanda-tanda dan gejala gagal jantung pada kasus ini disebabkan oleh beban

volume jantung yang sangat besar bersama dengan fungsi miokardium normal atau

bahkan meningkat.3

DIAGNOSIS

Anamnesis.

Famili dengan penyakit herediter, saudaranya dengan PJB

Kehamilan dan perinatal : infeksi virus, obat yang dikonsumsi si ibu terutama

saat kehamilan trimester I.

Postnatal : kesulitan minum, sianosis sentral. 2

Pemeriksan Fisik.

Auskultasi : harus dilakukan pertama kali sebelum bayi menangis. Frekuensi

meningkat dan irama denyut jantung tidak teratur, suara jantung II mengeras atau

tidak terdengar, terdengar bising jantung (kualitas, intensitas, timing, lokasi), gallop.

Tidak semua bising jantung pada neonatus adalah PJB dan tidak semua neonatus

dengan PJB terdengar bising jantung.

Sianosis sentral, penurunan perfusi perifer, hiperaktivitas prekordial, thrill, pulse

dan tekanan darah ke 4 ekstremitas berbeda bermakna, takipnea, takikardia, edema.

Tidak semua gejala tersebut timbul pada masa neonatus dan tidak semua neonatus

dengan gejala tersebut memerlukan tindakan spesifik yang harus segera

dilaksanakan tapi memerlukan pemeriksaan tambahan. 2

Pemeriksaan tambahan

Foto thoraks: adanya kelainan letak, ukuran dan bentuk jantung, vaskularisasi paru,

edema paru, parenkim paru, letak gaster dan hepar.

Elektrokardiografi : adanya kelainan frekuensi, irama, aksis gelombang P dan QRS,

voltase di sandapan prekordial. 2

Pada monitoring, ditemukan kelainan berupa

Perbedaan saturasi O2 arteri dengan pulse oksimetri pada preduktal (tangan kanan)

dan postduktal (kaki).

Page 11: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

pH arteri, dan analis gas darah terhadap hipoksemia dan asidosis metabolik (pada

neonatus dengan gagal jantung ada peningkatan CO2). 2

Berdasarkan riwayat prenatal, natal dan postnatal yang cermat serta pemeriksaan

fisis yang sistematis dan teliti serta pemeriksaan tambahan dan monitoring, maka gejala

sianosis sentral, penurunan perfusi perifer dan takipnea akibat PJB kritis pada neonatus

bisa ditegakkan. Dengan demikian dapat segera diberikan terapi awal untuk mencegah

kematian dini dan sekaligus dapat direncanakan tatalaksana lanjutan yang tepat,

rasional dan adekuat. Bilamana fasilitas kesehatan yang memadai tidak tersedia dan

neonatus sudah dalam kondisi yang relatif stabil maka dapat dipersiapkan pelaksanaan

rujukan ke pusat pelayanan jantung yang terjangkau. 2

Peningkatan impuls parasternal dan subxyphoid sering dijumpai pada PJB

sianosis, terabanya impuls ventrikel kiri menunjukkan adanya dilatasi ventrikel kiri

akibat peningkatan beban volume. Bising jantung sering ditemukan pada neonatus

normal dan sering tidak ditemukan pada neontus dengan PJB. Bising jantung yang

bersifat sistolik ejeksi yang menjalar ke leher akibat lesi obstruksi jantung kiri atau bila

terdengar penjalarannya ke punggung maka curiga adanya lesi obstruksi jantung kanan.

Pembesaran dan lokasi hepar sangat membantu adanya peningkatan volume darah dan

tekanan atrium kanan, aliran darah ke paru dan adanya situs inversus. 2

Gejala sianosis sentral pada penyakit jantung bawaan biru (Cardiac cyanosis)

sering belum terdeteksi pada saat neonatus keluar rumah sakit. Terdapat beberapa

keadaan yang juga memberikan gejala hampir sama yaitu : penyakit parenkhim paru,

sirkulasi fetal persisten, kelainan sisitem saraf sentral dan kelainan hematologi.

Penyakit parenkhim paru selalu disertai distres nafas yang segera memerlukan

ventilator dan ditemukan kelainan pada pemeriksaan foto polos dada. 2

Sirkulasi fetal yang persisten akibat faktor intrauterin sehingga dinding arteria

pulmonalis tetap menebal dan tekanannya tetap tinggi yang sering ditandai distres nafas

yang ringan atau sedang, riwayat asfiksia, sindroma aspirasi mekonium dan

prematuritas serta riwayat ibu mengkonsumsi steroid pada bulan terakhir kehamilan. 2

Tetap terbukanya duktus pada beberapa jam atau hari setelah lahir akan

mempertahankan pasokan darah ke sistem sirkulasi paru tetap normal (ductus

dependent pulmonary circulation). Kondisi ini meniadakan gejala sianosis sentral

(masking effect) sehingga tidak ada persangkaan adanya PJB biru pada neonatus yang

sedang kita hadapi. Peningkatan kebutuhan oksigen oleh tangisan atau aktivitas minum

Page 12: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

serta peningkatan saturasi oksigen kearah nilai normal mengakibatkan rangsangan

penutupan duktus. Pada saat ini baru timbul gejala sianosis sentral walaupun kadang

masih bersifat transient, yaitu terutama pada saat menangis atau aktivitas minum.

Penutupan duktus masih terjadi secara anatomis tetapi secara fungsionil masih terbuka.

Pada kondisi seperti ini pemeriksaan saturasi oksigen secara serial dengan cara pulse

oxymetri memang diperlukan. Hyperoxic-test, pemberian oksigen 100 % dengan

kecepatan 1 liter/menit selama 10 menit, bila saturasi O2 >98% bukan PJB sianosis,

bila saturasi O2 >90% kemungkinan suatu PJB sianosis, tapi bila saturasi O2 tetap

dibawah 90% hampir dipastikan suatu PJB sianosis. 2

Kondisi hipoksemia ini merangsang kemoreseptor sehingga menimbulkan gejala

takipnea ringan dengan ventilasi yang tetap normal. Dengan demikian tidak disertai

gejala pernafasan cuping hidung, retraksi ruang iga maupun suara pernafasan grunting.

Hipoksemia akan berjalan progresif dalam beberapa hari dengan terjadinya penutupan

duktus yang sudah persisten yaitu secara anatomis maupun fungsional. Gejala sianosis

sentral semakin nyata dan tampak menetap, yaitu walaupun pada saat tidur maupun

beraktivitas. 2

Gejala penurunan perfusi perifer akibat terganggunya aliran darah ke perifer

karena tidak terbentuknya struktur jantung kiri, obstruksi di tingkat aorta atau disfungsi

miokard akibat sepsis, hipoglikemia, hipokalsemia, asidosis metabolik, anemia dan

polisitemia. Dalam beberapa jam pertama setelah lahir, oleh pengaruh duktus yang

masih terbuka akan meniadakan gejala (masking effect) penurunan perfusi perifer

(ductus dependent systemic circulation). Penutupan duktus akan menimbulkan

penurunan aliran darah ke sistem arteri perifer, hal ini mengakibatkan penurunan

perfusi perifer dengan gejala berupa tidak mau minum, pucat dan berkeringat disertai

distres nafas. 2

Gejala takipnea pada neonatus dengan PJB non sianotik (terdapat pirau kiri ke

kanan) baru terjadi beberapa hari atau minggu kehidupan, yaitu setelah terjadi

penurunan tahanan pembuluh darah paru dan penurunan hemoglobin kearah normal.

Oleh karena itu, takipnea yang timbul segera setelah lahir tanpa disertai gejala sianosis

sentral dan penurunan perfusi perifer menunjukkan suatu kelainan paru, bukan PJB.

Neonatus normal bernafas lebih cepat daripada bayi, namun tidak lebih dari 60 kali per

menit untuk periode waktu yang lama.2

PENATALAKSANAAN

Page 13: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

Penatalaksanaan neonatus dengan dugaan PJB kritis tidak jauh berbeda dengan

kondisi kritis pada neonatus akibat penyakit diluar jantung. Faktanya, ada

kecenderungan para dokter untuk melepaskan tanggung jawab dan menyerahkan ke

dokter konsultan jantung. Hal ini tidak boleh terjadi dan alur penatalaksanaannya

menjadi tidak efektif sehingga akhirnya merugikan pasien. 2

Penatalaksanaan awal pada setiap neonatus dengan PJB kritis sangat berperan

dalam mencegah memburuknya kondisi klinis bahkan kematian dini. Diawali dengan

penatalaksanaan kegawatan secara umum kemudian dilanjutkan penatalaksanaan

kegawatan jantung secara khusus sesuai dengan masalah kritis yang sedang dihadapi

(sianosis sentral, peningkatan aliran darah ke paru atau penurunan aliran darah ke

sistemik) sebagai berikut : 2

1. Penempatan pada lingkungan yang nyaman dan fisiologis (suhu 36,5-37oC dan

kelembaban sekitar 50%). 2

2. Pemberian oksigen.

Oksigen sering diberikan pada neonatus yang dicurigai menderita PJB tanpa

mempertimbangkan tujuan dan dampak negatifnya. Pemberian oksigen pada neonatus

mengakibatkan vasokonstriksi arteria sistemik dan vasodilatasi arteria pulmonalis, hal

ini memperburuk PJB dengan pirau kiri ke kanan. Pemberian oksigen pada neonatus

ductus dependent sistemic circulation atau ductus dependent pulmonary circulation

malah mempercepat penutupan duktus dan memperburuk keadaan. Pada kedua kondisi

tersebut lebih baik mempertahankan saturasi oksigen tidal lebih dari 85% dengan udara

kamar (0,21% O2). 2

Saturasi oksigen neonatus dengan PJB sianotik selalu rendah dan tidak akan

meningkat secara nyata dengan pemberian oksigen. Namun demikian, pada neonatus

yang mengalami distres, akan mengganggu ventilasinya dan gangguan ini dapat akan

berkurang dengan pemberian oksigen yang dilembabkan dengan kecepatan 2-4 liter per

menit dengan masker atau kateter nasofaringeal. Pada neonatus dengan distres nafas

yang berat maka bantuan ventilasi mekanik sangat diperlukan. 2

3. Pemberian cairan dan nutrisi

Harus dipertahankan dalam status normovolemik sesuai umur dan berat badan.

Pada neonatus yang dengan distres ringan dengan pertimbangan masih dapat diberikan

masukan oral susu formula dengan porsi kecil tapi sering. Perlu perhatian khusus pada

PJB kritis terhadap gangguan reflex menghisap dan pengosongan lambung serta risiko

Page 14: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

aspirasi. Pemberian melalui sonde akan menambah distres nafas dan merangsang reflex

vagal. Pada kondisi shock, pemberian cairan 10 – 15 ml/kgBB dalam 1-2 jam,

kemudian dilihat respons terhadap peningkatan tekanan darah, peingkatan produksi

urine dan tanda vital yang lain. Disfungsi miokard akibat asfiksia berat memerlukan

pemberian dopamin dan dobutamin. 2

Pemberian diet pada penderita penyakit jantung bawaan untuk mengatasi

gangguan pertumbuhan seharusnya dengan pemberian komponen diet yang lebih tinggi

dibanding anak normal agar dapat mencapai pertumbuhan optimal. Recommended

Dietary Allowances (RDA) yang dibutuhkan oleh anak umur kurang dari 6 bulan

dengan PJB berat adalah 40 % lebih besar dari kebutuhannya. 9

Namun penelitian ini tidak membedakan tipe dari PJB dan beratnya gangguan

hemodinamiknya. Pada anak dengan PJB asianotik membutuhkan nutrien lebih tinggi

daripada anak normal. Energi yang dibutuhkan 20-30 % di atas RDA agar dapat

mencapai tumbuh kejar. 9

Penelitian dilakukan oleh Bougle dkk pada bayi berumur 2-14 minggu dengan

PJB asianotik yang mengalami gagal jantung dan gagal tumbuh serta memperoleh

digitalis dan diuretik. Mereka diberi minum melalui sonde lambung secara kontinyu

selama 40 hari. Cairan susu formula bayi yang diperkaya energi dalam bentuk MCT dan

karbohidrat, diberikan mulai 40 ml/kgBB/hari ditingkatkan secara progresif sampai

terjadi kenaikan berat badan. Jumlah kalori yang diberikan rata-rata 137

kkal/kgBB/hari. Terjadi peningkatan berat badan yang bermakna. 9

4. Pemberian prostaglandin E1

Merupakan tindakan awal yang harus diberikan, sebagai life-saving dan

sementara menunggu kepastian diagnosis, evaluasi dan menyusun terapi rasional

selanjutnya, prostaglandin E1 diberikan pada :

Setiap bayi umur kurang dari 2 minggu yang dicurigai dengan PJB sianosis (ductus

dependent pulmonary circulation). Tujuan : meningkatkan aliran darah ke paru

(Atresia pulmonal, pulmonal stenosis yang berat, atresia trikuspid) atau

meningkatkan tekanan atrium kiri agar terjadi pirau kiri ke kanan sehingga

oksigenasi sistemik menjadi lebih baik (transposisi pembuluh darah besar). 2

Setiap bayi umur kurang dari 2 minggu yang disertai syok, pulsasi perifer lemah

atau tak teraba, kardiomegli dan hepatomegali (ductus dependent systemic

circulation). Tujuan : meningkatkan aliran darah ke arteri sistemik (aorta stenosis

Page 15: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

yang kritis, koartasio aorta, transposisi pembuluh darah besar, interrupted arkus

aorta atau hipoplastik jantung kiri). 2

Dosis awal 0,05 mikrogram/kgBB/menit secara intravena atau melalui kateter

umbilikalis, dosis bisa dinaikkan sampai 0,1 sampai 0,15 mikrogram/kgBB/menit

selama belum timbul efek samping dan sampai tercapai efek yang optimal. Bila terjadi

efek samping berupa hipotensi atau apnea maka pemberian prostaglandin segera

diturunkan dosisnya dan diberikan bolus cairan 5-10 ml/kgBB intravena. Bila terjadi

apnea maka selain menurunkan dosis prostaglandin E1, segera dipasang intubasi dan

ventilasi mekanik dengan O2 rendah, dipertahankan minimal saturasi oksigen mencapai

65 %.2

Bila keadaan sudah stabil kembali maka dapat dimulai lagi dosis awal, bila tidak

terjadi efek samping pada pemberian dosis 0,05 mikrogram/kgBB/menit tersebut, maka

dosis dapat diturunkan sampai 0,01 mikrogram/kgBB/menit atau lebih rendah sehingga

tercapai dosis minimal yang efektif dan aman. Selama pemberian prostaglandin E1

perlu disiapkan ventilator dan pada sistem infusion pump tidak boleh dilakukan flushed.

Harus dipantau ketat terhadap efek samping lainnya yaitu : disritmia, diare, apnea,

hipoglikemia, NEC, hiperbilirubinemia, trombositopenia dan koagulasi intravaskular

diseminata, perlu juga diingat kontraindikasi bila ada sindroma distres nafas dan

sirkulasi fetal yang persisten. Bila ternyata hasil konfirmasi diagnosis tidak

menunjukkan PJB maka pemberian prostaglandin E1 segera dihentikan. 2

Telah dicoba pemakaian prostaglandin E2 per oral, mempunyai efek yang

hampir sama dengan prostaglandin E1, lebih praktis dan harganya lebih murah. Pada

awalnya diberikan setiap jam, namun bila efek terapinya sudah tercapai, maka obat ini

dapat diberikan tiap 3-4 jam sampai 6 jam. Dapat mempertahankan terbukanya duktus

dalam beberapa bulan, namun duktus akan menutup bila pemberiannya dihentikan. 2

Untuk neonatus usia 2-4 minggu, walaupun angka kesuksesan rendah , masih

dianjurkan pemberian prostaglandin E1 . Bila dalam 1-2 jam setelah pemberian dosis

maksimum (0,10 mikrogram/kgBB/menit) ternyata tidak terjadi reopen duktus, maka

pemberiannya harus segera distop dan direncanakan untuk urgent surrgical intervention.

2

5. Koreksi terhadap gagal jantung dan disritmia

Page 16: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

Bila gagal jantung telah dapat ditegakkan, maka obat pertama yang harus

diberikan adalah diuretik dan pembatasan cairan, biasanya furosemid dengan dosis awal

1 mg/kgBB yang dapat diberikan intravena atau per oral, 1 sampai 3 kali sehari. 11

Cedilanid dapat ditambahkan untuk memperkuat kontraksi jantung (inotropik

dan vasopresor) dengan dosis digitalisasi total untuk neonatus preterm 10

mikrogram/kgBB per oral, untuk neonatus aterm 10 – 20 mikrogramkgBB per oral.

Diberikan loading dose sebesar 1/2 dari dosis digitalisasi total, disusul 1/4 dosis

digitalisasi total 6 -12 jam kemudian dan 1/4 dosis sisanya diberikan 12-24 jam

kemudian. Disusul dosis rumatan 5-10 mikrogram/kgBB per oral. Pemberian intravena

dilakukan bila per oral tidak memungkinkan, dosis 80% dari dosis per oral. Dosis per

oral maupun intravena diturunkan sampai 60% nya bila ada penurunan funsi ginjal. 11

Dopamin dosis 2-20 mikrogram/kgBB/menit per drip (dilatasi renal vascular

bed)dikombinasi dengan Dobutamin dosis 2-20 mikrogram/kgBB/menit per drip

(meningkatkan kontraktilitas miokard) merupakan kombinasi yang sangat baik untuk

meningkatkan penampilan jantung dengan dosis yang minimal. 11

Captopril sebagai vasodilator (menurunkan tahanan vaskuler sistemik dan

meningkatkan kapasitas sistem vena) ) sangat berperan pada neonatus dengan gagal

jantung kongestif. Dosis 1 mg/kgBB per oral dosis tunggal disusul dosis yang sama

untuk rumatan. Sangat efektif pada kondisi neonatus dengan:

penurunan fungsi ventrikel

pirau kiri ke kanan yang masif regurgitasi katup

hipertensi sistemik

hipertensi pulmonal. 11

Dengan meningkatkan kontraktilitas miokard, menurunkan sinoatrial node rate,

dilatasi renal vascular bed, dan menurunkan tahanan sistemik, maka penampilan

jantung dapat ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan sirkulasi perifer dan

mengurangi hipoksia jaringan. 11

Disritmia jantung sering menyertai hipoksemia berat, bila hipoksemia berat

telah dikurangi dan kelainan metabolik lainnya dikoreksi, maka disritmianya biasanya

akan menghilang dengan sendirinya. Tidak dianjurkan memberikan obat anti disritmia

tanpa memperbaiki hipoksemia dan kelainan metabolik lainnya yang menyertai, selain

tidak bermanfaat juga malah menimbulkan disritmia jenis lain yang lebih

membahayakan. 2

Page 17: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

6. Koreksi terhadap kelainan metabolik

Hipoksia jaringan akan menyebabkan asidosis metabolik yang seringkali sukar

dikoreksi. Untuk kondisi ini harus diberikan Na-bikarbonat, dosis 1-2 ml/kgBB

intravena perlahan-lahan atau disesuaikan dengan hasil analisis gas darah. 11

Hipoglokemia dan gangguan keseimbangan elektrolit yaitu kalium, natrium,

magnesium dan kalsium sering menyertaikondisi hipoksemia, koreksi secepatnya bila

pada pemantauan klinis ditemukan hal-hal tersebut. 11

7. Terapi Genetik

Sebuah penelitian baru membuktikan bahwa KCNQ1 adalah gen utama yang

menyandi fungsi jantung. Mutasi yang terjadi pada gen tersebut akan menyebabkan

penyakit jantung bawaan pada ratusan ribu anak dan akan menimbulkan gangguan

rhytm atau irama jantung dengan penderitaan seumur hidup. Kondisi ini pada akhirnya

bisa menyebabkan gagal jantung atau Cardiac suddent dan kematian. Penelitian di

Cardiac Research Center, Niigata University Hospital, Jepang telah melakukan uji gene

screening pada lebih dari seratus keluarga dengan penderita penyakit jantung bawaan. 10

Dari hasil penelitian ini menggambarkan sesuatu yang sangat baru dalam ilmu

genetika kedokteran, bahwa mutasi gen KCNQ1 menjadi dasar timbulnya kelainan

jantung bawaan LQTS, dan diturunkan secara dominan autosomal. Keparahan penyakit

tersebut ditentukan bukan hanya oleh lokasi terjadinya mutasi, namun yang lebih

penting lagi adalah jenis asam amino pembentuk mutan tersebut. Sehingga tentunya,

hasil ini dimasa depan dapat digunakan sebagai dasar ilmiah teknik pengobatan genetik

(gene therapy) bagi penderita penyakit jantung bawaan, yaitu dengan cara

mentransgenikkan asam amino mutant pada pasien kearah asam amino normal. 10

Page 18: 146613888-Gagal-Jantung-Pada-Neonatus.pdf

DAFTAR PUSTAKA

1. Ontoseno, T., Diagnosis Dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan Yang Kritis

Pada Neonatus ( Diagnosis And Management Of Critical Congenital Heart Disease

In The Newborn), Divisi Kardiologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK Unair – RSU

Dr. Soetomo, Surabaya, 2005.

2. Bernstein, Daniel. 2003. Heart Failure dalam Nelson Textbook of Pediatrics 17th

edition. USA: Elsevier Science.

3. Pusponegoro, H. D dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I.

Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

4. Dwi, Deteksi dini penyakit jantung bawaan pada bayi, dalam simposium, Majalah

Farmacia Edisi Maret, 2007.

5. Wahab, Samik. 2003. Penyakit Jantung Anak Edisi 3. Jakarta: EGC.

6. Wilkinson JL, Cooke RWI. Cardiovascular disorders. In: Robertson NRC, Ed. Textbook of Neonatology. Edinburgh: Churchill Livingstone,1996; Chapter 17.

7. Braudo M, Rowe RD. Auscultation of the heart-early neonatal period. Am J Dis Child 1991; 101: 575-86

8. Rahmawan, A., Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan Asianotik

Pada Anak, Bagian/Ilmu Kesehatan Anak, FK UNLAM – RSUD Ulin,

Banjarmasin, 2008.

9. Fred, M, D. 1996. Gagal Jantung Kongestif dalam Kardiologi Anak

Nadas.Yogyakarta: Gajah Mada University press.

10. Arnold, J. M. O. 2008. Heart Failure. http://www.merckmanuals.com.

11. Ontoseno, T., Diagnosis Dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan Yang Kritis

Pada Neonatus ( Diagnosis And Management Of Critical Congenital Heart Disease

In The Newborn), Divisi Kardiologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK Unair – RSU

Dr. Soetomo, Surabaya, 2005