1225-1916-1-SM

download 1225-1916-1-SM

of 8

description

ok

Transcript of 1225-1916-1-SM

  • PROS ID ING 20 13 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIKArsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    Volume 7 : Desember 2013 Group Teknik Arsitektur ISBN : 978-979-127255-0-7TA3 - 1

    TATANAN PERMUKIMAN PESISIR; ADAPTASI TERHADAPLINGKUNGAN FISIK DAN KONDISI ALAM DI KEPULAUAN

    (Study Kasus: Pulau Lae-Lae)Nurmaida Amri, Imriyanti, Besse Evianti & Nur MutmainnahJurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

    Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea - Makassar, 90245Telp./Fax: (0411) 586265/(0411)587707

    e-mail: [email protected]

    AbstrakPemukiman pesisir terbentuk karena kondisi alam dan geografi yang sangat rentan terhadapbencana. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baikyang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai tempat tinggalatau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan danpenghidupan. Kawasan pesisir mempunyai keragaman kondisi lingkungan maupun sosialdan ekonomi. Dalam suatu permukiman terbentuk suatu kebiasaan penduduk dalammelakukan aktifitasnya, hal ini adalah bagian dari integrasi sosial budaya masyarakat.integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikapkomformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetapmempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Dengan perkembangan sosial budayalocal dari masyarakat yang bermukim di pulau Lae-Lae maka timbullah pertanyaan dalampenelitian ini adalah bagaimanakah tatanan permukiman pesisir sebagai proses adaptasiterhadap lingkungan fisik dan kondisi alam di pulau Lae-Lae. Penelitian ini merupakanpenelitian deskriptif, eksploratif dan interpretatif yang mempelajari secara teoritis denganmengamati secara langsung lingkungan fisik dan akibat kondisi alam yang terjadi di daerahkepulauan yaitu pulau Lae-Lae kota Makassar. Pulau Lae-Lae merupakan salah satu pulaudalam gugusan pulau atau Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Secara administratiftermasuk ke dalam wilayah Kota Makassar, Kecamatan Ujung Pandang, Kelurahan Lae-Lae, dengan luas daratan pulau 8,9 Hektar. Pola permukiman penduduk di Pulau Lae-laeumumnya linier dan berbanjar, dengan tingkat kepadatan bangunan tinggi. Pola rumahderet yang diterapkan dalam permukiman di pulau Lae-Lae hanya diantarai dengan jalanlingkungan dengan lebar jalan 1,2 meter. Dengan kondisi tersebut maka antisipasiterhadap angin kencang terantisipasi. Sistem interaksi masyarakat di pulau Lae-Laebiasanya masyarakat melakukannya di teras dan depan rumah, jalan lingkungan, bale-bale,ruang-ruang public (lapangan), dermaga yang ada di lingkungan permukiman.

    Kata Kunci: Permukiman pesisir, lingkungan fisik, konisi alam, deskriptif, interaksi

    PENDAHULUAN

    Indonesia merupakan negara kepulauan dengan hasil laut yang sangat melimpah sehingga banyak masyarakatberprofesi sebagai nelayan dan bermukim di kawasan pesisir agar dapat menunjang mata pencahariannya.Segala aktivitas penduduk di daerah kepulauan menitikberatkan pada daerah pantai atau pesisir. Pemukimanpesisir terbentuk karena kondisi alam dan geografi yang sangat rentan terhadap bencana. Para penghunipermukiman pesisir membangun rumah dengan pola yang tidak jelas. Seiring dengan berjalannya waktu,populasi penduduk cenderung semakin meningkat, tatanan kehidupan masyarakat semakin kompleks,perekonomian masyarakat cenderung semakin tinggi sehingga struktur sosial budaya berubah secara bertahapdan alamiah dari permukiman dalam kelompok-kelompok kecil, bersatu hingga menjadi suatu permukimanyang besar (Wunas, 2007). Menurut UU RI No.4 tahun 1992 tentang Permukiman Pasal 1, 2, dan 3menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan rumah, perumahan dan permukiman adalah Permukiman adalahbagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaanyang berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukungperikehidupan dan penghidupan.

  • Tatanan Permukiman Pesisir: Adaptasi Nurmaida A, Imriyanti, Bese E & Nur MutmainnahArsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    ISBN : 978-979-127255-0-7 Group Teknik Arsitektur Volume 7 : Desember 2013TA3 - 2

    Melalui pendekatan administrasi, kawasan pesisir adalah kawasan yang secara administrasi pemerintahanmempunyai batas terluar sebelah hulu dari kecamatan atau kabupaten atau kota dan ke arah laut sejauh 12 mildari garis pantai untuk propinsi atau sepertiganya untuk kabupaten atau kota (Dahuri, 1996). Kawasan pesisirmempunyai keragaman kondisi lingkungan maupun sosial dan ekonomi. Berbagai fenomena lingkungan seringdijumpai pada beberapa kawasan pesisir, salah satunya adalah bahaya alam (natural hazard). Karakterisitikwilayah pesisir (terbentuk dari beragam faktor lingkungan alami, lingkungan binaan dan kondisi sosialdemografis) akan menentukan kerentanan wilayah terhadap bencana serta ketahanan wilayah dalammenghadapi bencana (Sadeli, 2003).

    Dalam suatu permukiman terbentuk suatu kebiasaan penduduk dalam melakukan aktifitasnya, hal ini adalahbagian dari integrasi sosial budaya masyarakat. integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompoketnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetapmempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu : pengendalianterhadap konflik/ penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu dan membuat suatu keseluruhan danmenyatukan unsur-unsur tertentu. Integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satusama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan. Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakattidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik berupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadisecara sosial budaya (Sarwono, 1992).

    Proses sosialisasi manusia yang tercermin dari nilai budaya tertentu, pada akhirnya akan berdampak pada hasilkarya manusia, termasuk wujud fisik bangunannya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat peneliti Amerika,bahwa perubahan fisik lingkungan disebabkan oleh perubahan budaya. Sedangkan budaya dapatdikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu budaya yang tidak dapat berubah disebut core-culture dan budayayang dapat berubah disebut peripheral-culture. Selama budaya tertentu tidak berubah, maka bentuk fisik jugatidak akan berubah. Dengan demikian maka untuk mendapatkan bentuk fisik yang relative kekal (tahan) makaperlu diikuti dengan upaya untuk mempertahankan core culture tersebut. Jika bangunan yang dimaksud adalahrumah tinggal, maka didalamnya terdapat elemen-elemen yang tidak berubah atau sedikit berubah, sertaelemen-elemen yang banyak berubah mengikuti perkembangan zaman. Kedudukan elemen dalam sistemkebudayaan dapat diungkapkan pada gambar berikut (Rapoport, 1976):

    Gambar 1. Kedudukan Elemen dalam Sistem Kebudayaan

    Perkembangan bentuk wujud rumah yang dikehendaki sesuai pola pikir dan kebutuhan penghuninya,dipengaruhi oleh nilai social budaya yang dimiliki, atau dapat dikatakan wujud fisik rumah akan sesuai dengankarakter nilai budaya penghuninya. Konsekuensi dari semakin tingginya kebutuhan untuk beraktivitas, ikutmempengaruhi penyediaan ruang yang memenuhi syarat baik untuk kegiatan anggota rumah tangga ataupundengan bertambahnya anggota baru di rumah, maka ruang yang diperlukan juga semakin bertambah sehinggaruang-ruang tertentu dimungkinkan untuk dirubah (memperluas atau menghapus ruang tertentu) akan dilakukanpenghuninya (Budihardjo, 1998).

    Masyarakat yang mendiami pulau Lae-Lae berkembang sesuai budaya local yang dimilikinya sebagai ciri khasyang spesifik dalam mengatur berbagai aspek kehidupan baik dalam hubungan sosial kemasyarakatnnya, ritual,kepercayaan dan lain-lain. Hal ini dapat tercermin dalam wujud kehidupan masyarakatnya, baik pada

  • PROS ID ING 20 13 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIKArsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    Volume 7 : Desember 2013 Group Teknik Arsitektur ISBN : 978-979-127255-0-7TA3 - 3

    lingkungan fisik dan lingkungan social masyarakat yang meraupkan karakter, keunikan dan citra budaya yangkhas pada permukiman pesisir di pulau Lae-Lae. Keunikan pada lingkungan sosial maupun lingkungannyamengandung kearifan lokal dalam menghadapi kondisi alam maupun menjadi daya tarik yang dapatdikembangkan sebagai nilai local dari permukiman pesisir di pulau Lae-Lae. Dengan perkembangan sosialbudaya local dari masyarakat yang bermukim di pulau Lae-Lae maka timbullah pertanyaan dalam penelitian iniadalah bagaimanakah tatanan permukiman pesisir sebagai proses adaptasi terhadap lingkungan fisik dan kondisialam di pulau Lae-Lae.

    METODE PENELITIAN

    Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, eksploratif dan interpretatif yang mempelajari secara teoritisdengan mengamati secara langsung lingkungan fisik dan akibat kondisi alam yang terjadi di daerah kepulauanyaitu pulau Lae-Lae kota Makassar. Penelitian ini memilih pendekatan kualitatif secara berjenjang: pertama,analisis deskriptif-spasial (ruang arsitektural) menggunakan teknik mapping and overlay dan analisis deskriptif-formal (bentuk arsitektural) menggunakan teknik sketsa dan gambar berdasarkan hasil observasi-partisipasi danwawancara (Groat, 2002)

    HASIL DAN BAHASAN

    Karakteristik Pulau Lae-Lae

    Pulau Lae-Lae merupakan salah satu pulau dalam gugusan pulau atau Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan.Secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kota Makassar, Kecamatan Ujung Pandang, Kelurahan Lae-Lae, dengan luas daratan pulau 8,9 Hektar. Secara Geografis pulau terletak pada posisi 119o 2333,1 BT dan05o08 16,0 LS atau di perairan Selat Makassar. Batas-batas administrasi meliputi;

    Sebelah Barat : Pulau Samalona, Sebelah Timur : Kota Makassar, Sebelah Selatan : Tanjung Bunga, Sebelah Utara : Lae-Lae Kecil.

    Gambar 2. Kedudukan Pulau Lae-Lae di Kota Makassar(Sumber: GoogleEarth, 2013)

    Selain sebagai tempat bermukim masyarakatnya pulau Lae-Lae juga dimanfaatkan sebagai salah satu tempatwisata pantai di kota Makassar. Luas Pulau Lae-Lae 0,22 Km2 dimana ketinggian dari permukaan laut < 500meter. Jumlah RT sebanyak 10 dan 3 RW, dimana Pulau Lae-Lae juga di klasifikasikan sebagai Kelurahandengan Swasembada di Kecamatan Ujung Pandang.

    Karebosi

    P. Lae-Lae

  • Tatanan Permukiman Pesisir: Adaptasi Nurmaida A, Imriyanti, Bese E & Nur MutmainnahArsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    ISBN : 978-979-127255-0-7 Group Teknik Arsitektur Volume 7 : Desember 2013TA3 - 4

    Gambar 3. Peta Pulau Lae-Lae dan Pembagian Wilayah RT Pulau Lae-Lae (GoogleEarth, 2013)

    Pola Permukiman dengan Lingkungan Fisik dan Kondisi Alam Pulau Lae-Lae

    Pola permukiman penduduk di Pulau Lae-lae umumnya linier dan berbanjar, dengan tingkat kepadatanbangunan tinggi. Hampir seluruh bagian pulau telah terbangun oleh rumah penduduk, sehingga hanya 15%dari permukaan daratan adalah ruang terbuka. Umumnya bentuk rumah penduduk masih mengadopsi bentukrumah tradisional Makassar, berupa rumah panggung, namun sebagian besar telah mengalami penambahanpada bagian kolong rumah. Di samping itu juga terdapat rumah biasa (landed house) yang umumnya dibangundengan dinding batu bata dan batako.

    Gambar 4. Bentuk dan Material Rumah dari Kayu, Pasangan Batu Bata dan Bataco di Pulau Lae-Lae(Sumber: Hasil Survey, Oktober 2013)

    Letak rumah di pulau Lae-Lae dapat dikatakan cukup padat karena dominan rumah saling berdekatan. Jalanyang ada di pulau Lae-Lae merupakan jalan type lingkungan dengan lebar 1-2 meter. Dan jalan ini merupakanpembatas-pembatas antar RW 1, 2, 3 di pulau Lae-Lae. Dalam perkembangannya pemukim pulau Lae-Laesemakin bertambah, perkembangan rumah-rumah di pulau Lae-Lae tetap berada di daratan, dan pendudukmengantisipasi kondisi alam yakni berupa angin kencang dengan cara saling merapatkan rumah atau dengankata lain membentuk rumah deret sehingga angin kencang dapat diredam melalui rapatnya bangunan hunian.

    Gambar 5. Pola Rumah Deret di Permukiman Pulau Lae-Lae(Sumber: Hasil Survey, Oktober 2013)

  • PROS ID ING 20 13 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIKArsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    Volume 7 : Desember 2013 Group Teknik Arsitektur ISBN : 978-979-127255-0-7TA3 - 5

    Pola rumah deret yang diterapkan dalam permukiman di pulau Lae-Lae hanya diantarai dengan jalanlingkungan dengan lebar jalan 1,2 meter. Dengan kondisi tersebut maka antisipasi terhadap angin kencangterantisipasi. Perletakan vegetasi juga dapat meredam angin kencang yang sering terjadi di pulau Lae-Lae.Rumah yang berada di pinggiran laut memiliki jarak sangat jauh, hal ini dipengaruhi dengan perletakkanvegetasi. Apabila di perhatikan dengan jarak tersebut sepertinya masyarakat di pulau Lae-Lae tetapmempertahankan sempadan pantai yakni 20 meter. Dengan sempadan tersebut ditanami vegetasi jeniskelapa,akasia, dan tanaman perdu. Tingginya tingkat kepadatan bangunan menyebabkan vegetasi dengan tajukrimbun dan tinggi dominan hanya terdapat pada pesisir pantai.

    Gambar 6. Jenis Vegetasi di Pulau Lae-Lae(Sumber: Hasil Survey, Oktober 2013)

    Vegetasi jenis kelapa dan akasia mengelilingi pulau Lae-Lae, hal ini juga berfungsi sebagai filter terhadap anginlaut di pulau Lae-Lae. Vegetasi ini juga berfungsi sebagai tanaman pelindung dan peneduh di Pulau Lae-Lae.

    Pola Permukiman dengan Interaksi Sosial Masyarakat Pulau Lae-Lae

    Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sering melakukan interaksi sesama pemukim dalam suatu lingkungan.Sistem interaksi masyarakat di pulau Lae-Lae biasanya masyarakat melakukannya di teras dan depan rumah,jalan lingkungan, bale-bale, ruang-ruang public (lapangan), dermaga yang ada di lingkungan permukiman.Sistem interaksi biasanya terjadi di sore hari, dimana anak-anak kecil bermain dan ibu-ibu mengobrol sambilmengasuh anak. Pulau Lae-lae umumnya ditempati oleh penduduk dari suku Makassar dan Bugis, masyarakathidup berdampingan sampai turun temurun sehingga memiliki hubungan kekerabatan yang kuat. Jumlahpenduduk yang menempati pulau ini menurut data BPS Kota Makassar tahun 2012 mencapai 1.563 jiwa danterdapat 431 rumah tangga, dimana intensitas kepadatan per Km2 7.105, dengan rata-rata jumlah anggotakeluarga 3-5 orang tiap keluarga. Di Pulau Lae-Lae jumlah penduduk laki-laki 793 jiwa dan jumlah pendudukperempuannya 770 jiwa. Dengan memperhatikan jumlah penduduk maka jumlah Sex Rasio sebanyak 102,99%.Penduduk yang berdiam di pulau Lae-lae adalah penduduk yang sudah menetap di pulau secara turun temurunselama puluhan tahun, namun tanah yang masyarakat tempati bermukim masih berstatus hak pakai.

    Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur & Jenis Kelamin di Pulau Lae-LaeUmur Laki-Laki Perempuan Jumlah

    0 - 4 thn 110 103 2135 9 thn 117 94 211

    10 14 thn 90 83 17415 19 thn 66 75 14120 24 thn 77 101 17825 29 thn 77 68 14530 34 thn 80 70 15035 39 thn 40 40 8040 44 thn 41 42 8245 49 thn 32 31 6350 54 thn 22 16 3755 59 thn 18 19 3760 64 thn 8 9 16

    65 thn 16 20 36(Sumber: Kec. Ujung Pandang Dalam Angka, 2012)

  • Tatanan Permukiman Pesisir: Adaptasi Nurmaida A, Imriyanti, Bese E & Nur MutmainnahArsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    ISBN : 978-979-127255-0-7 Group Teknik Arsitektur Volume 7 : Desember 2013TA3 - 6

    Warga pulau Lae-lae sebagian besar bermatapencaharian sebagai nelayan. Data Kelurahan Lae-laemenunjukkan bahwa nelayan di pulau ini berjumlah 300 orang atau 70% dari jumlah kepala keluarga 419KK yang bermukim [8]. Nelayan-nelayan tersebut menggunakan alat tangkap seperti pancing, jaring, dantombak. Areal penangkapan mereka tersebar mulai dari wilayah perairan kota Makassar seperti pulau Lae-lae,pulau Samalona, Kodingareng, hingga perairan kabupaten Pangkep seperti Liukang Tuppabiring dan LiukangTangaya. Perairan pulau Lae-lae juga menjadi areal penangkapan ikan para pemancing baik nelayan maupunpemancing wisata.

    Gambar 7. Sistem Interaksi yang terjadi di Pulau Lae-Lae(Sumber: Hasil Survey, Oktober 2013)

    Mata pencaharian penduduk di pulau Lae-Lae berprofesi sebagai nelayan juga berpengaruh terhadap sisteminteraksi social masyarakat tersebut. Hal ini dapat diketahui karena biasanya masyarakat yang berprofesisebagai nelayan mengalami kerusakan mesin perahu ataupun jaring ikan , masyarakat memperbaikinya secarabersama-sama. Masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan juga sering melakukan pekerjaannya secarabersama-sama dalam satu perahu ataupun berlainan perahu. Masyarakat tersebut akan menuju atau lokasimencari ikan sesuai nalurinya dan petunjuk alam dimana akan memperoleh hasil yang memadai untukkehidupan keluarganya. Interaksi social juga biasa terjadi di dermaga dan perahu yang mengangkut masyarakatyang ingin menyeberang ke pusat kota, interaksi terjadi dengan sendirinya karena berada dalam satu perahu.

    Sistem interaksi social juga terjadi karena adanya hubungan keluarga dan factor kedekatan rumah. Interaksisosial budaya yang ada di pulau Lae-Lae adalah social budaya masyarakat suku Makassar, hal ini dipengaruhioleh banyaknya masyarakat yang bersuku Makassar yakni berasal dari kabupaten Takalar, karena dari segi letakpulau searah dengan pantai di kabupaten tersebut. Kebiasaan-kebiasaan penduduk di pulau Lae-Lae yangmengarah pada interaksi social adalah penggunaan bahasa daerah suku Makassar dan juga bila kaum ibumelakukan salah satu pekerjaan rumah tangganya di luar rumah yakni seperti membersihkan ikan dan mencucipiring.

    Gambar 8. Salah Satu Sosial Budaya yakni Kebiasaan Penduduk di Pulau Lae-Lae(Sumber: Hasil Survey, Oktober 2013)

    Bentuk interaksi social penduduk di pulau Lae-Lae tetap di pertahankan oleh masyarakatnya dan hal inimenjadi kebiasaannya dan sering ditemukan di permukiman tersebut. Dengan sistem interaksi di luar rumahmaka masyarakat di pulau tersebut saling mengenal dan saling bergotong royong dalam mengembangkanpermukimannya.

  • PROS ID ING 20 13 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIKArsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    Volume 7 : Desember 2013 Group Teknik Arsitektur ISBN : 978-979-127255-0-7TA3 - 7

    SIMPULAN

    Dengan memperhatikan pola permukiman dengan lingkungan fisik dan kondisi alam di pulau Lae-Lae dan polapermukiman dengan sistem integrasi social budaya masyarakat menunjukkan bahwa tatanan permukimanpesisir dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan kondisi alam yang mempengaruhi di pulau Lae-Lae dapatdiantisipasi dengan perletakan rumah yang memperhatikan sistem sempadan pantai dan perletakan rumahdengan sistem pola rumah deret sehingga angin kencang hanya dapat melintas atau bertiup di area sempadandan jalan lingkungan di pulau Lae-Lae. Sedangkan dari segi interaksi social penduduk juga dipengaruhi dariletak rumah yang berdekatan dan hubungan sistem perekonomian yakni ada kesamaan jenis mata pencaharianpenduduknya.

    DAFTAR PUSTAKA

    Wunas, dkk. 2007. Pengembangan Perumahan Swadaya di wilayah Pesisir Sulsel. Kerjasama Lab PerumahanPermukiman Unhas dan KEMENPERA, Bidang Perumahan Swadaya

    Dahuri R, dkk, 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. PradnyaParamita. Jakarta.

    Sadeli dkk. 2003. Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir secara Terpadu dan Berkelanjutan. Pengantar FalsafahSains Program Pascasarjana S3. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

    Sarwono, Sarlito W. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta: Rasindo.Rapoport, A., 1976. House From Culture. Prentice Hall. Inc, Englewood Cliffs : N.JBudihardjo, E., 1998. Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Ikapi.Groat, Linda & Wang, David. 2002. Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons.Kecamatan Ujung Pandang Dalam Angka, 2012.

  • Tatanan Permukiman Pesisir: Adaptasi Nurmaida A, Imriyanti, Bese E & Nur MutmainnahArsitektur Elektro Geologi Mesin Perkapalan Sipil

    ISBN : 978-979-127255-0-7 Group Teknik Arsitektur Volume 7 : Desember 2013TA3 - 8

    1. Imriyanti, Samsuddin & Ulfa Fitriani.pdf2. M. YAHYA.pdf3. Nurmaida Amri, Imriyanti, Besse Evianti & Nur mutmainnah.pdf4. Syahriana Syam, Syarif Beddu & M. Saiful.pdf5. Syarif Beddu & Rahmi Amin Ishak.pdf6. Wiwik Wahidah Osman, Samsuddin Amin & Musdaliana.pdf7. Yusni Mustari, Suriana La Tanrang & Muhammad Anwar.pdf