110157246-kolam-RETENSI

7
KOLAM RETENSI I. Latar Belakang Pesatnya kegiatan manusia di wilayah perkotaan memberikan dampat positif terhadap kemajuan ekonomi. Namun disisi yang lain dapat menimbulkan permasalahan lingkungan akibat pembangunan yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungannya. Masalah utama yang timbul adalah banjir, genangan air serta penurunan muka air tanah. Banjir dipicu oleh berkurangnya daerah resapan akibat peningkatan jumlah penduduk, aktivitas dan kebutuhan lahan, baik untuk pemukiman maupun kegiatan ekonomi. Karena keterbatasan lahan di perkotaan, terjadi intervensi kegiatan perkotaan pada lahan yang seharusnya berfungsi sebagai daerah konservasi dan ruang terbuka hijau. Hal ini berdampak pada pendangkalan (penyempitan) sungai, sehingga air meluap dan memicu terjadinya bencana banjir, khususnya pada daerah hilir. Kerusakan lingkungan pada daerah hulu juga menjadi penyebab lainnya. Kebutuhan kayu dan bahan mentah dari daerah hulu untuk membangun sarana dan prasarana di wilayah perkotaan menyebabkan penebangan hutan yang tidak terkontrol. Hutan dengan vegetasinya dapat menghambat laju run-off dan mempercepat laju infiltrasi air hujan ke dalam tanah. Maka merusak hutan sama dengan merusak lingkungan yang ada di bawahnya, hutan rusak maka kota pun akan rusak. Kerusakan struktur akibat banjir, land subsidence, penurunan muka air tanah pada daerah pantai dan intrusi air laut merupakan contoh masalah yang dihadapi kota- kota besar di Indonesia saat ini, khususnya yang berada di dekat pantai. Iklim tropis di Indonesia juga “membantu” dalam perusakan lingkungan. Evaporasi tinggi, kelembapan tinggi dan suhu yang tinggi menyebabkan curah hujan yang tinggi di sebagian besar wilayah Indonesia. Curah hujan tinggi ditambah hutan yang gundul akibat pembalakan liar dan konversi hutan menjadi lahan kelapa sawit menyebabkan kerusakan lingkungan seperti banjir dan tanah longsor. Tindakan pencegahan agar banjir tidak menyebar ke wilayah perkotaan salah satunya adalah dengan membuat kolam retensi. II. Kolam Retensi Fungsi dari kolam retensi adalah untuk menggantikan peran lahan resapan yang dijadikan lahan tertutup/perumahan/perkantoran maka fungsi resapan dapat digantikan dengan kolam retensi. Fungsi kolam ini adalah menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah. Sehingga kolam retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terendah dari lahan. Jumlah, volume, luas dan kedalaman kolam ini sangat tergantung dari berapa lahan yang dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman. Fungsi lain dari kolam retensi adalah sebagai pengendali banjir dan penyalur air; Pengolahan limbah, kolam retensi dibangun untuk menampung dan mentreatment limbah sebelum dibuang; dan pendukung waduk/bendungan, kolam retensi dibangun untuk mempermudah pemeliharaan dan penjernihan air waduk. karena jauh lebih mudah dan murah menjernihkan air di kolam retensi yang kecil sebelum dialirkan ke waduk dibanding dengan menguras/menjernihkan air waduk itu sendiri. Kolam retensi memiliki berbagai tipe, seperti:

Transcript of 110157246-kolam-RETENSI

Page 1: 110157246-kolam-RETENSI

KOLAM RETENSI

I. Latar Belakang

Pesatnya kegiatan manusia di wilayah perkotaan memberikan dampat positif terhadap

kemajuan ekonomi. Namun disisi yang lain dapat menimbulkan permasalahan lingkungan

akibat pembangunan yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungannya. Masalah utama

yang timbul adalah banjir, genangan air serta penurunan muka air tanah.

Banjir dipicu oleh berkurangnya daerah resapan akibat peningkatan jumlah penduduk,

aktivitas dan kebutuhan lahan, baik untuk pemukiman maupun kegiatan ekonomi. Karena

keterbatasan lahan di perkotaan, terjadi intervensi kegiatan perkotaan pada lahan yang

seharusnya berfungsi sebagai daerah konservasi dan ruang terbuka hijau. Hal ini berdampak

pada pendangkalan (penyempitan) sungai, sehingga air meluap dan memicu terjadinya

bencana banjir, khususnya pada daerah hilir.

Kerusakan lingkungan pada daerah hulu juga menjadi penyebab lainnya. Kebutuhan kayu dan

bahan mentah dari daerah hulu untuk membangun sarana dan prasarana di wilayah perkotaan

menyebabkan penebangan hutan yang tidak terkontrol. Hutan dengan vegetasinya dapat

menghambat laju run-off dan mempercepat laju infiltrasi air hujan ke dalam tanah. Maka

merusak hutan sama dengan merusak lingkungan yang ada di bawahnya, hutan rusak maka

kota pun akan rusak. Kerusakan struktur akibat banjir, land subsidence, penurunan muka air

tanah pada daerah pantai dan intrusi air laut merupakan contoh masalah yang dihadapi kota-

kota besar di Indonesia saat ini, khususnya yang berada di dekat pantai.

Iklim tropis di Indonesia juga “membantu” dalam perusakan lingkungan. Evaporasi tinggi,

kelembapan tinggi dan suhu yang tinggi menyebabkan curah hujan yang tinggi di sebagian

besar wilayah Indonesia. Curah hujan tinggi ditambah hutan yang gundul akibat pembalakan

liar dan konversi hutan menjadi lahan kelapa sawit menyebabkan kerusakan lingkungan

seperti banjir dan tanah longsor. Tindakan pencegahan agar banjir tidak menyebar ke wilayah

perkotaan salah satunya adalah dengan membuat kolam retensi.

II. Kolam Retensi

Fungsi dari kolam retensi adalah untuk menggantikan peran lahan resapan yang dijadikan

lahan tertutup/perumahan/perkantoran maka fungsi resapan dapat digantikan dengan kolam

retensi. Fungsi kolam ini adalah menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk

diresapkan ke dalam tanah. Sehingga kolam retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang

terendah dari lahan. Jumlah, volume, luas dan kedalaman kolam ini sangat tergantung dari

berapa lahan yang dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman.

Fungsi lain dari kolam retensi adalah sebagai pengendali banjir dan penyalur air; Pengolahan

limbah, kolam retensi dibangun untuk menampung dan mentreatment limbah sebelum

dibuang; dan pendukung waduk/bendungan, kolam retensi dibangun untuk mempermudah

pemeliharaan dan penjernihan air waduk. karena jauh lebih mudah dan murah menjernihkan

air di kolam retensi yang kecil sebelum dialirkan ke waduk dibanding dengan

menguras/menjernihkan air waduk itu sendiri.

Kolam retensi memiliki berbagai tipe, seperti:

Page 2: 110157246-kolam-RETENSI

1. Kolam retensi tipe di samping badan sungai

Gambar 1. Kolam retensi tipe di samping badan sungai

Tipe ini memiliki bagian-bagian berupa kolam retensi, pintu inlet, bangunan pelimpah

samping, pintu outlet, jalan akses menuju kolam retensi, ambang rendah di depan pintu

outlet, saringan sampah dan kolam penangkap sedimen. Kolam retensi jenis ini cocok

diterapkan apabila tersedia lahan yang luas untuk kolam retensi sehingga kapasitasnya bisa

optimal. Keunggulan dari tipe ini adalah tidak mengganggu sistem aliran yang ada, mudah

dalam pelaksanaan dan pemeliharaan.

2. Kolam retensi di dalam badan sungai

Gambar 2. Kolam retensi di dalam badan sungai

Kolam retensi jenis ini memiliki bagian-bagian berupa tanggul keliling, pintu outlet,

bendung, saringan sampah dan kolam sedimen. Tipe ini diterapkan bila lahan untuk kolam

retensi sulit didapat. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitas kolam yang terbatas, harus

menunggu aliran air dari hulu, pelaksanaan sulit dan pemeliharaan yang mahal.

Page 3: 110157246-kolam-RETENSI

3. Kolam retensi tipe storage memanjang

Gambar 3. Kolam retensi tipe storage memanjang

Kelengkapan sistem dari kolam retensi tipe ini adalah saluran yang lebar dan dalam serta cek

dam atau bendung setempat. Tipe ini digunakan apabila lahan tidak tersedia sehingga harus

mengoptimalkan saluran drainase yang ada. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitasnya

terbatas, menunggu aliran air yang ada dan pelaksanaannya lebih sulit.

Ukuran ideal suatu kolam retensi adalah dengan perbandingan panjang/lebar lebih besar dari

2:1. Sedang dua kutub aliran masuk (inlet) dan keluar (outlet) terletak kira-kira di ujung

kolam berbentuk bulat telor itulah terdapat kedua ”mulut” masuk dan keluarnya (aliran) air.

Keuntungan yang diperoleh adalah bahwa dengan bentuk kolam yang memanjang semacam

itu, ternyata sedimen relatif lebih cepat mengendap dan interaksi antar kehidupan (proses

aktivitas biologis) di dalamnya juga menjadi lebih aktif karena terbentuknya air yang ’terus

bergerak, namun tetap dalam kondisi tenang, pada saatnya tanaman dapat pula menstabilkan

dinding kolam dan mendapat makanan (nutrient) yang larut dalam air.

III. Data-Data Hidrologi yang Berhubungan dengan Kolam Retensi

Perencanaan pembangunan kolam retensi membutuhkan data dari aspek-aspek seperti curah

hujan, intensitas hujan, debit banjir, koefisien pengaliran, dll. dibutuhkan dalam pembuatan

kolam retensi. Selain data hidrologi, diperlukan juga data dari aspek hidrolik (kecepatan

maksimum aliran dan bentuk penampang saluran), aspek struktur (jenis dan mutu bahan;

kekuatan dan kestabilan bangunan), aspek biaya dan pemeliharaan.

Aspek pertama yang mempengaruhi dalam perencanaan pembangunan kolam retensi adalah

data curah hujan. Namun stasiun hujan kadang tidak mempunyai data yang lengkap hal ini

dapat diatasi dengan pelengkapan data curah hujan. Maksudnya adalah data curah hujan

harian maksimum dalam setahun yang dinyatakan dalam mm/ hari, untuk stasion curah hujan

yang terdekat dengan lokasi sistem drainase, jumlah data curah hujan paling sedikit dalam

jangka waktu 10 tahun berturut-berturut.

Jika ditemui data yang kurang, perlu dilengkapi dengan melakukan pengisian data terhadap

stasion yang tidak lengkap atau kosong, dengan beberapa metode antara lain:

Page 4: 110157246-kolam-RETENSI

• Bila perbedaan hujan tahunan normal di stasion yang mau dilengkapi tidak lebih dari 10 %,

untuk mengisi kekurangan data dapat mengisinya dengan harga rata-rata hujan dari

stasion=stasion disekitarnya.

• Bila perbedaan hujan tahunan lebih dari 10 %, melengkapi data dengan metode Rasio

Normal, yakni dengan membandingkan data hujan tahunan stasion yang kurang datanya

terhadap stasion disekitarnya dengan cara sebagai berikut :

Dimana: r = curah hujan yang dicari (mm)

n = jumlah stasiun hujan

R = curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamat R yang datanya akan

dilengkapi

rA, rB, rC = curah hujan di tempat pengamatan A, B dan C

RA, RB, RC = curahn hujan rata-rata setahun di stasiun A, B dan C

Sebagai contoh, berikut adalah tabel data curah hujan harian maksimum selama 20 tahun

(1992 s/d 2011) yang diperoleh di Stasion A (St. A). Diasumsikan Stasion A sebagai stasion

curah hujan yang terdekat dengan lokasi perencanaan sistem drainase.

Tabel 1. Data curah hujan harian maksimum

Tahun CHHmax (mm/hari) Tahun CHHmax (mm/hari)

1992 152 2002 71

1993 80 2003 112

1994 92 2004 150

1995 130 2005 129

1996 70 2006 67

1997 26 2007 92

1998 92 2008 58

1999 79 2009 90

2000 79 2010 74

2001 23 2011 87

Berikutnya adalah menentukan kala ulang. Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan

yang besar tertentu mempunyai kala ulang tertentu, kala ulang rencana untuk saluran

mengikuti standar yang berlaku seperti tabel berikut :

Tabel 2. Kala ulang berdasarkan tipologi kota dan luas daerah pengaliran

Tipologi Kota Catchment Area (Ha)

Page 5: 110157246-kolam-RETENSI

< 10 10 – 100 100 – 500 >500

Kota Metropolitan 2 tahun 2 – 5 tahun 5 – 10 tahun 10 – 25 thn

Kota Besar 2 tahun 2 – 5 tahun 2 – 5 tahun 5 – 20 thn

Kota Sedang/Kecil 2 tahun 2 – 5 tahun 2 – 5 tahun 5 – 10 thn

Langkah berikutnya adalah menentukan hujan rencana. Terdapat dua metode untuk

menganalisis hujan rencana ini, metode Gumbel dan metode Log Pearson type III. Namun

yang akan dibahas di sini adalah Metode Gumbel, sebagai berikut:

1. Menentukan harga tengah (R):

1.

2. Menentukan harga standar deviasi (Sx):

3. Menentukan faktor frekuensi (K):

4. Menentukan curah hujan rencana dengan waktu ulang yang dipilih:

5. Menentukan data fungsi kala ulang (Yt)

Tabel 3. Data fungsi kala ulang (Yt)

6. Menentukan nilai Yn dan Sn yang bergantung pada n

Page 6: 110157246-kolam-RETENSI

Tabel 4. Data nilai Yn dan Sn yang bergantung pada n

Langkah selanjutnya adalah analisis debit banjir dengan Metode Rasional. Rumus metode

rasional:

Dimana: Qt = Debit banjir (m3/detik)

C = koefisien pengaliran

I = Intensitas Hujan (mm/jam)

A = Luas daerah aliran (km2)

Metode ini mempunyai beberapa kekurangan, yaitu: daya tampung penangkapan hujan tidak

diperhitungkan, hujan diperkirakan merata di seluruh daerah tangkap hujan, Hidrograph dari

aliran tidak bisa digambarkan.

Page 7: 110157246-kolam-RETENSI

Tabel 5. Koefisien Pengaliran

Langkah yang terakhir adalah analisis dimensi saluran. Analisis ini meliputi Penampang

basah yang paling ekonomis untuk menampung debit maksimum (Ae), Penampang basah

berdasarkan debit air (Q) dan kecepatan (V), Kemiringan talud, tinggi jagaan (F) dan

Kemiringan tanah.

IV. Kesimpulan

Data curah hujan yang lengkap dan akurat sangat menentukan dalam pembuatan kolam

retensi. Karena akan menentukan dalam ketepatan model kolam, volume kolam yang optimal,

titik air tertinggi dan terendah dari kolam dan debit air maksimal. Pembuatan kolam retensi

tanpa penghitungan data hidrologis yang akurat akan menimbulkan inefisiensi pada

penggunaannya.

Daftar Pustaka

Arsyad. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB, Bandung

Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya. 2010. Tata Cara Pembuatan Kolam

Retensi dan Polder, Jakarta

Kodoatie, Robert J. dan Sugiyanto. 2002. Banjir, Beberapa penyebab dan metode

pengendaliannya dalam perspektif Lingkungan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta