1. OTONOMI (PEMBANGUNAN PARTISIPATIF)

download 1. OTONOMI (PEMBANGUNAN PARTISIPATIF)

of 30

Transcript of 1. OTONOMI (PEMBANGUNAN PARTISIPATIF)

1. URAIAN UMUM 1.1. Judul : Model Partisipasi Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal Dalam Rangka Penguatan Otonomi Daerah Di Kabupaten Sumenep

1.2. Ketua Peneliti Nama Bidang Keahlian Jabatan Unit Kerja Alamat Telpon Faksimill : Dra. Sudarti, Msi : Perencanaan Pembangunan : Pembantu Dekan II : Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang : Jl. Telogo Mas 246 Malang : (0341) 454318 215 : (0341)460435

1.3. Bidang Anggota Peneliti

1.4. Subyek Penelitian : Seluruh Kecamatan Di Kabupaten Sumenep 1.5. Periode Penelitian : 20011 1.6. Jumlah anggaran yang diusulkan untuk tahun pertama : Rp. 100.000.000,1.7. Lokasi Penelitian : Kabupaten Sumenep 1.8. Hasil yang ditargetkan : Model Partisipasi Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal Dalam Rangka Penguatan Otonomi Daerah. Dari model tersebut akan dihasilkan Buku Petunjuk Teknis (JUKNIS) arahan peningkatan partisipasi masyarakat dalam perumusan program Pemerintah Kabupaten terkait pelayanan publik dan pembangunan. Dengan buku JUKNIS tersebut diharapkan lebih memudahkan Pemerintah Daerah dalam menggerakkan partisipasi masyarakatnya, sehingga akan bisa digunakan untuk menguatkan pelaksanaan otonomi daerahnya. 1.9. Instansi lain yang terkait : tidak ada 2. ABSTRAK RENCANA PENELITIAN Banyak kegagalan pembangunan atau pembangunan tidak dapat memenuhi sasaran karena kurangnya partisipasi (politik) masyarakat, bahkan

banyak kasus menunjukkan rakyat menentang upaya pembangunan. Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa hal: 1). Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil orang dan tidak menguntungkan rakyat banyak bahkan pada sisi ekstrem dirasakan merugikan, 2). Pembangunan meskipun dimaksudkan menguntungkan rakyat banyak, tetapi rakyat kurang memahami maksud tersebut, 3).Pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat dan rakyat memahaminya, tetapi cara pelaksanaannya tidak sesuai dengan pemahaman tersebut, 4).Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi rakyat tidak diikutsertakan Partisipasi masyarakat dalam pembangunan tersebut sudah seharusnya juga dapat diterapkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan publik. Ketiadaan akomodasi atas pelayanan publik akan dapat berakibat pada ketidaktepatan sistem pelayanan publik yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan sistem normal sosial masyarakat. Bahkan dalam hal ini kesesuaian pelayanan publik dengan kebutuhan dan sistem tata nilai dan budaya masyarakat setempat menjadi salah satu indikator penting untuk mengukur kualitas kinerja pelayanan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan, serta membentuk model pengembangan partisipasi masyarakat yang tepat bagi proses pembangunan Kabupaten Sumenep. Alat analisis yang digunakan adalah SWOT, Metode Participatory Rural Appraisal (PRA), Analytical Hirearkhi Process (AHP) , Analisis Demografi, Deskriftif kualitatif. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Partisipasi masyarakat dalam pembangunan akan mendorong terwujudnya akuntabilitas publik dan good governance pemerintahan. Akuntabilitas adalah salah satu ciri terapan good governance yaitu pengelolaan pemerintahan yang baik dari tindakan seseorang/badan hukum suatu organisasi yang merupakan issue utama pencapaian clean governance. Partisipasi publik akan mampu mendorong adanya proses pengendalian kegiatan pemerintahan. Akuntabilitas juga berarti menyelenggarakan penghitungan account atas sumberdaya atau kewenangan yang digunakan. Akuntabilitas merupakan konsep yang berkenaan dengan standard eksternal yang menentukan kebenaran suatu tindakan oleh administratur negara. Akuntabilitas ini yang menilai adalah orang atau institusi diluar dirinya. Maka akuntabilitas disebut tanggung jawab objektif yang bersumber dari pengendalian

dari luar (external control) yang mendorong dam memotivasi aparat untuk bekerja lebih keras. Era reformasi juga berbuah pada perubahan sistem perencanaan pembangunan. Melalui Undang-undang No. 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (Propernas ), partisipasi masyarakat mulai diakomodasikan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program-program pembangunan pemerintah. Penyusunan program-program pembangunan dilakukan secara bottom up, yang dimulai dari struktur organisasi yang paling rendah yaitu kelurahan. Studi empiris menunjukkan adanya banyak kegagalan pembangunan atau pembangunan tidak dapat memenuhi sasaran karena kurangnya partisipasi (politik) masyarakat, bahkan banyak kasus menunjukkan rakyat menentang upaya pembangunan. Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa hal: 1). Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil orang dan tidak menguntungkan rakyat banyak bahkan pada sisi ekstrem dirasakan merugikan, 2). Pembangunan meskipun dimaksudkan menguntungkan rakyat banyak, tetapi rakyat kurang memahami maksud tersebut, 3).Pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat dan rakyat memahaminya, tetapi cara pelaksanaannya tidak sesuai dengan pemahaman tersebut, 4).Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi rakyat tidak diikutsertakan Partisipasi masyarakat dalam pembangunan tersebut sudah seharusnya juga dapat diterapkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan publik. Ketiadaan akomodasi atas pelayanan publik akan dapat berakibat pada ketidaktepatan sistem pelayanan publik yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan sistem normal sosial masyarakat. Bahkan dalam hal ini kesesuaian pelayanan publik dengan kebutuhan dan sistem tata nilai dan budaya masyarakat setempat menjadi salah satu indikator penting untuk mengukur kualitas kinerja pelayanan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah. Melalui partisipasi akan mampu dikembangkan berbagai indikator kualitas pelayanan publik yang benar-benar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ukuran kinerja pelayanan publik secara umum dapat dibagi menjadi 2 sudut pandang, yaitu ukuran secara internal (pimpinan dan staf organisasi) dan eksternal (publik).

Keberhasilan pelaksanaan pembangunan masyarakat sangat bergantung kepada peranan pemerintah dan masyarakatnya. Tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan dapat mencapai hasil pembangunan secara optimal. Pembangunan hanya akan melahirkan produk-produk baru yang kurang berarti bagi masyarakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Demikian pula sebaliknya, tanpa peran yang optimal dari pemerintah, pembangunan akan berjalan secara tidak teratur dan tidak terarah. Selain memerlukan keterlibatan masyarakat, pembangunan juga membutuhkan strategi yang tepat agar dapat lebih efisien dari segi pembiayaan dan efektif dari segi hasil. Pemilihan strategi pembangunan ini penting karena akan menentukan dimana peran pemerintah dan dimana peran masyarakat, sehingga kedua pihak mampu berperan secara optimal dan sinergis. Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan publik akan mampu mendorong proses akuntabilitas pelayanan publik. Berdasarkan uraian latar belakang dimuka, maka perlu bagi Pemerintah Kabupaten Sumenep untuk melakukan studi terkait dengan pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan pelayanan publik. Partisipasi ini bukan hanya dalam pelaksanaannya tetapi juga sejak dirumuskannnya. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh rumusan model partisipasi masyarakat Berbasis Kearifan Lokal Dalam Rangka Penguatan Otonomi Daerah Di Kabupaten Sumenep Dalam rangka mencapai maksud tersebut maka kegiatan ini memiliki tujuan sebagai berikut: a. b. Untuk mengetahui dan mengukur tingkat partisipasi masyarakat Untuk memperoleh model partisipasi masyarakat yang tepat bagi dalam pembangunan. proses pembangunan Kabupaten Sumenep.

1.3. Manfaat Kegiatan

Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi masyarakat umum maupun Pemerintah Kabupaten Sumenep sendiri. Beberapa manfaat yang dapat diambil dari rencana pengembangan partisipasi masyarakat di Kabupaten Sumenep, yaitu: a. Untuk mengukur dan mengetahui partisipasi masyarakat terhadap perumusan program-program dan kebijakan pemerintah kabupaten, terutama terkait pelayanan publik. b. Memberikan arahan bagi pemerintah kabupaten untuk mengembangkan partisipasi masyarakat Kabupaten Sumenep dalam pelaksanaan pembangunan wilayah. 1.4. Ruang Lingkup Kegiatan 1.4.1. Lingkup Lokasi Dalam studi pengembangan partisipasi masyarakat ini memiliki ruang lingkup lokasi studi di seluruh wilayah Kabupaten Sumenep yang meliputi seluruh wilayah kecamatan. 1.5.2 Lingkup Kegiatan Kegiatan Studi Pengembangan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Wilayah di Kabupaten Sumenep, meliputi sebagai berikut. a. Umum Lingkup kegiatan ini secara umum adalah untuk menyusun arahan pengembangan partisipasi masyarakat dalam perumusan program dan kebijakan layanan publik. Arahan ini dimaksudkan untuk membantu pemerintah kabupaten untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. b. Khusus Pekerjaan tentang Pengembangan Partisipasi Masyarakat Dalam Perumusan Program Dan Kebijakan Layanan Publik, meliputi ruang lingkup: 1. Melakukan pengumpulan data primer dan sekunder.

2. Melakukan review dan analisis tentang kebijakan di Kabupaten Sumenep, baik oleh pemerintah daerah setempat maupun pemerintahan di atasnya. 3. Melakukan analisis terhadap rencana kebijakan spasial (RTRW) Kabupaten Sumenep serta orientasinya di Jawa Timur. 4. Melakukan review terhadap produk hukum/peraturan yang berlaku, keluaran perencanaan lainnya dan studi / kajian yang terkait. 5. Menyiapkan data dan referensi mengenai metode partisipasi publik yang relevan dengan karakteristik masyarakat Kabupaten Sumenep. 6. Melakukan survey primer dan analisis mengenai kondisi dan karakteristik sosial, ekonomi dan budaya masyarakat Kabupaten Sumenep. 7. Menyusun alternatif pola pendekatan yang sesuai dengan karakteristik sosial, ekonomi dan budaya masyarakat Kabupaten Sumenep. 8. Menyusun arahan model pengembangan partispasi masyarakat dalam perumusan program dan kebijakan layanan publik. 1.5. Dasar Hukum Dasar hukum dalam perencanaan ini adalah peraturan perundangan yang masih berlaku, yaitu: 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 Tentang Pemerintahan

Daerah Kabupaten Jawa Timur, Dengan Pusat Pemerintahan Kabupaten Sumenep Berkedudukan Di Kota Sumenep. 2. 3. 4. 5. 6. Daerah. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 Landasan Kontinen Zona Undang-undang Undang-undang No. 25 Tahun 25 tahun 2000 2004 Tentang Tentang Program Sistem Pokok-pokok Agraria. Ekonomi Eksklusif Indonesia. Pembangunan Nasional (Propernas ). Nomor Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah

7. 8. 9. 10. 11. Industri. 12. 13.

Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Penataan Pesisir Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1986 tentang Kawasan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1987 tentang Izin Usaha Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1990 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah.

dan Pulau-pulau Kecil. Berikat (Bonded Zone).

Atas PP Nomor 22 Tahun 1986 tentang KawasanBErikat (Bonded Zone). Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. 14. 15. 16. 17. 18. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Umum Pengaturan Mengenai Desa. Penatagunaan Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Kewenangan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pemindahan Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten / Kota. Ibukota Kabupaten Sumenep Dari Kota Sumenep Ke Wilayah Kecamatan Kepanjen. 19. 20. 21. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 Tentang Pengendalian dan Evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan. Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional. Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun

22. Daerah. 23.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang tata

Cara Peran Serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN)

Nomor 63/Kep/MenPan/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. 24. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor Kep/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perencanaan Pembangunan Pengertian perencanaan memiliki banyak makna sesuai dengan pandangan masing-masing ahli dan belum terdapat batasan yang dapat diterima secara umum. Pengertian atau batasan perencanaan tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatankegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu pada hakekatnya terdapat pada setiap jenis usaha manusia (Khairuddin, 1992). 2. Perencanaan adalah merupakan suatu upaya penyusunan program baik program yang sifatnya umum maupun yang spesifik, baik jangka pendek maupun jangka panjang (Said dan Intan, 2001 ). 3. Perencanaan sebagai Analisis Kebijakan (Planning As Policy Analysis) yaitu, merupakan tradisi yang diilhami oleh logika-logika berpikir ilmu manajemen, administrasi publik, kebangkitan kembali ekonomi neoklasik, dan teknologi informasi yang disebut sibernetika (Aristo, 2004). Perencanaan, meskipun mengandung pengertian masa depan, bukanlah hipotesis yang dibuat tanpa perhitungan. Hipotesis dalam perencanaan selalu didasarkan atas data-data dan perkiraan yang telah tercapai, dan juga memperhitungkan sumber daya yang ada dan akan dapat dihimpun. Dengan demikian, perencanaan berfungsi sebagai pedoman sekaligus ukuran untuk

menentukan perencanaan berikutnya. Seringkali perencanaan hanya meliputi kegiatan-kegiatan baru, atau alokasi keuangan untuk kegiatan-kegiatan lama, tanpa menilai kembali kualitasnya secara kritis. Acapkali lebih banyak sumbangan dapat diberikan kepada pembangunan dengan memperbaiki kualitas kegiatan yang sedang dalam pelaksanaan daripada memulai yang baru. Perencanaan pada dasarnya adalah penetapan alternatif, yaitu menentukan bidang-bidang dan langkah-langkah perencanaan yang akan diambil dari berbagai kemungkinan bidang dan langkah yang ada. Bidang dan langkah yang diambil ini tentu saja dipandang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, sumber daya yang tersedia dan mempunyai resiko yang sekecil-kecilnya. Oleh sebab itu, dalam penentuannya timbul berbagai bentuk perencanaan yang merupakan alternatifalternatif ditinjau dari berbagai sudut, seperti yang dijelaskan oleh Westra (1980) dalam Khairuddin (1992), antara lain : Dari segi jangka waktu, perencanaan dapat dibedakan : (a) perencanaan jangka pendek (1 tahun), dan (b) perencanaan jangka panjang (lebih dari 1 tahun). Dari segi luas lingkupnya, perencanaan dapat dibedakan : (a) perencanaan nasional (umumnya untuk mengejar keterbelakangan suatu bangsa dalam berbagai bidang), (b) perencanaan regional (untuk menggali potensi suatu wilayah dan mengembangkan kehidupan masyarakat wilayah itu), dan (c) perencanaan lokal, misalnya; perencanaan kota (untuk mengatur pertumbuhan kota, menertibkan penggunaan tempat dan memperindah corak kota) dan perencanaan desa (untuk menggali potensi suatu desa serta mengembangkan masyarakat desa tersebut). Dari segi bidang kerja yang dicakup, dapat dikemukakan antara lain : industrialisasi, agraria (pertanahan), pendidikan, kesehatan, pertanian, pertahanan dan keamanan, dan lain sebagainya. Dari segi tata jenjang organisasi dan tingkat kedudukan menejer, perencanaan dapat dibedakan : (a) perencanaan haluan policy planning, (b) perencanaan program (program planning) dan (c) perencanaan langkah operational planning.

2.2.

Perencanaan Pembangunan Masyarakat Soetomo (2006) menjelaskan bahwa, pembangunan masyarakat dilihat

dari mekanisme perubahan

dalam rangka mencapai tujuannya,

kegiatan

pembangunan masyarakat ada yang mengutamakan dan memberikan penekanan pada bagaimana prosesnya sampai suatu hasil pembangunan dapat terwujud, dan adapula yang lebih menekankan pada hasil material, dalam pengertian proses dan mekanisme perubahan untuk mencapai suatu hasil material tidak begitu dipersoalkan, yang penting dalam waktu relatif singkat dapat dilihat hasilnya secara fisik. Pendekatan yang pertama seringkali disebut sebagai pendekatan yang mengutamakan proses dan lebih menekankan pada aspek manusianya, sedangkan pendekatan yang kedua disebut sebagai pendekatan yang mengutamakan hasil-hasil material dan lebih menekankan pada target. Secara umum community development adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan berikutnya. Dengan dasar itulah maka pembangunan masyarakat secara umum ruang lingkup program-programnya dapat dibagi berdasarkan kategori sebagai berikut : (1) community service, (2) community empowering, dan (3) community relation (Rudito dan Budimanta, 2003). Solihin (2006), mengungkapkan tiga tahapan perencanaan pembangunan yaitu : (1) perumusan dan penentuan tujuan, (2) pengujian atau analisis opsi atau pilihan yang tersedia, dan (3) pemilihan rangkaian tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan telah disepakati bersama. Dari ketiga tahapan perencanaan tersebut dapat didefenisikan perencanaan pembangunan wilayah atau daerah sebagai berikut yaitu : suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku (aktor) baik umum (publik) atau pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat stakeholder lainnya pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, sosial, ekonomi dan aspek lingkungan lainnya. Selanjutnya Adi (2003) menyatakan bahwa pada perencanaan sosial tidak ada asumsi yang persuasif mengenai tingkat intraktabilitas

ataupun konflik kepentingan. Dalam perencanaan sosial klien lebih dilihat sebagai konsumen dari suatu layanan (service), dan mereka akan menerima serta memanfaatkan program dan layanan sebagai hasil dari proses perencanaan. Sistem perencanaan pembangunan nasional telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 39 Tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan dan PP No. 40 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional. Sistem perencanaan ini diharapkan dapat mengkoordinasikan seluruh upaya pembangunan yang dilaksanakan oleh berbagai pelaku pembangunan sehingga menghasilkan sinergi yang optimal dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Suzetta (2007) menjelaskan bahwa, berdasarkan peraturan tersebut maka proses perubahan sosial (atau pembangunan) perlu dilakukan secara terencana, terkoordinasi, konsisten, dan berkelanjutan, melalui peran pemerintah bersama masyarakat dengan memperhatikan kondisi ekonomi, perubahan-perubahan sosio-politik, perkembangan sosial-budaya yang ada, perkembangan ilmu dan teknologi, dan perkembangan dunia internasional atau globalisasi. 2.3. Perencanaan Pembangunan Partisipatif Istilah partisipasi sekarang ini menjadi kata kunci dalam setiap program pengembangan masyarakat dimana-mana, seolah-olah menjadi label baru yang harus melekat pada setiap rumusan kebijakan dan proposal proyek. Dalam perkembangannya seringkali diucapkan dan ditulis berulang-ulang tetapi kurang dipraktekkan, sehingga cenderung kehilangan makna. Partisipasi sepadan dengan arti peranserta, ikutserta, keterlibatan, atau proses belajar bersama saling memahami, menganalisis, merencanakan dan melakukan tindakan oleh sejumlah anggota masyarakat. Proses pembangunan dilakukan dengan mengedepankan peran masyarakat secara nyata. Masyarakat harus menjadi pelaku utama pembangunan dan Pemerintah berperan sebagai fasilitator dan akselerator pembangunan. Partisipasi masyarakat tersebut merupakan faktor penting agar rasa memiliki semakin tumbuh sehingga hasil pembangunan menjadi milik mereka. 2.3.1. Pengertian Partisipasi

Partisipasi dalam proses pembangunan sesungguhnya bukan hal baru, namun nilai filosofi dan makna implementasinya belum optimal. Partisipasi masih dipahami sebagai proses yang prosedural dan formalitas. Selain itu juga belum memiliki perspektif yang mendasar bahwa dengan keterlibatan warga dalam proses pengambilan kebijakan akan membawa hasil terwujudnya kebijakan daerah yang akuntabel dan kepastian. Maksud kepastian adalah kebijakan yang keluar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Bahkan, dampak negatif atas kebijakan dapat diantisipasi secara baik, membangun tradisi dialog antarpihak, sehingga membiasakan keberagaman untuk menuju titik kesepahaman, membangun nilai-nilai keterbukaan, warga merasa tidak diasingkan dalam proses dan sistem politik yang ada, problem solving menjadi orientasi dalam setiap menghadapi problematika daerah. Dalam Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan, salah satu tujuannya adalah mengoptimalkan partisipasi masyarakat. Selain itu juga Undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Memuat Tentang Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah Pasal 139 diatur dengan jelas, bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan maupun tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan perda. Diantara prinsip penyusunan APBD, salah satunya adalah partisipasi masyarakat sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2007. Hal ini mengandung makna bahwa pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBD. Transparansi dan akuntabilitas anggaran yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat. Hal itu meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap/objek belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu, setiap pengguna anggaran harus

bertanggung jawab terhadap pengguna sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Asngari (2001) menyatakan bahwa, penggalangan partisipasi itu dilandasi adanya pengertian bersama dan adanya pengertian tersebut adalah karena diantara orang-orang itu saling berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Dalam menggalang peran serta semua pihak itu diperlukan : (1) terciptanya suasana yang bebas atau demokratis, dan (2) terbinanya kebersamaan. Selanjutnya Slamet (2003) menyatakan bahwa, partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah sebagai ikut sertanya masyarakat dan dalam ikut pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan hasil-hasil pembangunan, serta memanfaatkan dan menikmati

pembangunan. Gaventa dan Valderama (1999) dalam Arsito (2004), mencatat ada tiga tradisi konsep partisipasi terutama bila dikaitkan dengan pembangunan masyarakat yang demokratis yaitu: 1) partisipasi politik Political Participation, 2) partisipasi sosial Social Participation dan 3) partisipasi warga Citizen Participation/Citizenship, ke tiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Partisipasi Politik, political participation lebih berorientasi pada ketimbang partisipasi aktif dalam proses-proses mempengaruhi dan mendudukan wakil-wakil rakyat dalam lembaga pemerintahan 2. kepemerintahan itu sendiri. Partisipasi Sosial, social Participation partisipasi ditempatkan masyarakat terutama yang dipandang sebagai sebagai keterlibatan

beneficiary atau pihak di luar proses pembangunan dalam konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua tahapan siklus proyek pembangunan dari evaluasi kebutuhan sampai penilaian, implementasi, pemantauan dan evaluasi. Partisipasi sosial sebenarnya dilakukan untuk memperkuat proses pembelajaran dan mobilisasi sosial. Dengan kata lain, tujuan utama dari proses partisipasi sosial sebenarnya bukanlah pada kebijakan publik itu sendiri tetapi keterlibatan komunitas dalam dunia kebijakan publik lebih diarahkan sebagai wahana pembelajaran dan mobilisasi sosial. 3. Partisipasi Warga, citizen participation/citizenship menekankan pada partisipasi langsung warga dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan proses kepemerintahan. Partisipasi warga telah mengalihkan konsep

partisipasi dari sekedar kepedulian terhadap penerima derma atau kaum tersisih menuju ke suatu kepedulian dengan berbagai bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan di berbagai gelanggang kunci yang mempengaruhi kehidupan mereka. Maka berbeda dengan partisipasi sosial, partisipasi warga memang lebih berorientasi pada agenda penentuan kebijakan publik oleh warga ketimbang menjadikan arena kebijakan publik sebagai wahana pembelajaran. 2.3.2. Proses Perencanaan Pembangunan Partisipatif Ndraha (1990) menyatakan bahwa, dalam menggerakkan perbaikan kondisi dan peningkatan taraf hidup masyarakat, maka perencanaan partisipasi harus dilakukan dengan usaha : (1) perencanaan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata (felt need), (2) dijadikan stimulasi terhadap masyarakat, yang berfungsi mendorong timbulnya jawaban (response), dan (3) dijadikan motivasi terhadap masyarakat, yang berfungsi membangkitkan tingkah laku (behavior). Dalam perencanaan yang partisipatif (participatory planning), masyarakat dianggap sebagai mitra dalam perencanaan yang turut berperan serta secara aktif baik dalam hal penyusunan maupun implementasi rencana. Anggapan ini didasarkan bahwa bagaimanapun masyarakat merupakan stakeholder terbesar dalam penyusunan sebuah produk rencana. Pencerminan lebih lanjut dari demokratisasi dan partisipasi sebagai bagian dari good governance maka proses perencanaan pembangunan juga melalui proses partisipatif. Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran bahwa kinerja sebuah prakarsa pembangunan masyarakat sangat ditentukan oleh semua pihak yang terkait dengan prakarsa tersebut. Sejak dikenalkannya model perencanaan partisipatif, istilah stakeholders menjadi sangat meluas dan akhirnya dianggap sebagai idiom model ini. Menurut Cahyono (2006), bahwa proses perencanaan pembangunan berdasarkan partisipasi masyarakat harus memperhatikan adanya kepentingan rakyat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proses perencanaan pembangunan partisipasi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :

(1) Perencanaan program harus berdasarkan fakta dan kenyataan dimasyarakat, (2) Program harus memperhitungkan kemampuan masyarakat dari segi teknik, ekonomi dan sosialnya, (3) Program harus memperhatikan unsur kepentingan kelompok dalam masyarakat, (4) Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program (5) Pelibatan sejauh mungkin organisasi-organisasi yang ada (6) Program hendaknya memuat program jangka pendek dan jangka panjang, (7) Memberi kemudahan untuk evaluasi, (8) Program harus memperhitungkan kondisi, uang, waktu, alat dan tenaga (KUWAT) yang tersedia. III. METODOLOGI PERENCANAAN 3.1. Lokasi Studi Studi ini membahas tentang Tentang Pengembangan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan di Kabupaten Sumenep. Lokasi studi meliputi seluruh wilayah kecamatan se Kabupaten Sumenep. 3.2. Jenis dan Sumber Data Data-data yang akan dianalisis dalam perencanaan ini yaitu terdiri atas data primer dan sekunder. Data-data sekunder menggunakan data pada periode lima tahun terakhir yaitu tahun 2003 2008. Jenis Data Kondisi visual di lokasi studi. Hasil kuisioner responden yang dikumpulkan melalui instrumen

a. b.

Data primer, data jenis ini yang dibutuhkan untuk analisis yaitu:

untuk mengukur tingkat, bentuk, dan metode partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik. Kuesioner ini juga akan menggali data tentang bagaimana tipologi kualitas pelayanan publik yang dibutuhkan dan diinginkan oleh masyarakat. Data sekunder, data jenis ini yang dibutuhkan untuk analisis yaitu:

a. b. c. d. e. f. g.

Data-data ekonomi regional. Data kependudukan Data sarana prasarana Data sosial masyarakat Data peraturan perundangan Data kebijakan pembangunan Peta tematik. Sumber Data Dalam rangka untuk memperoleh data-data yang akurat untuk

kepentingan analisis, maka data yang dibutuhkan akan dikumpulkan dari berbagai sumber, antara lain : 1) 2) Sumenep. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sumenep. Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Sumenep Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sumber data primer, antara lain : Pemerintah setempat Penduduk setempat. Hasil observasi lapangan Sumber data sekunder, antara lain : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumenep. Dinas Prasarana dan Permukiman Wilayah Kabupaten

3.3. Teknik Pengumpulan Data Terkait dengan pengumpulan data sekunder dan primer tersebut, maka teknik yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Survei Primer / Observasi Lapangan Kegiatan observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara terjun langsung ke obyek studi untuk melakukan pengamatan. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi/data terkait kondisi lingkungan disekitar obyek studi. 2. Survei Sekunder / Dokumentasi

Dalam rangka mengumpulkan data-data sekunder, teknik yang digunakan yaitu mengutip data-data publikasi atau dokumen dari berbagai instansi terkait yang disebutkan sebelumnya. 3. Wawancara Dalam rangka mengumpulkan data-data primer yang relevan dengan studi seperti tersebut dimuka, maka disini menggunakan teknik wawancara. Wawancara yang mendalam bertujuan untuk memperoleh informasi-infromasi yang detail tentang obyek studi. Hal ini memungkinkan beberapa kekurangan data tersedia di instansi tertentu dapat terpenuhi. 3.4. Metode Analisis 3.4.1. Bagan Model Analisis Alur analisis kegiatan ini digambarkan sebagai berikut : yang tidak

BAGAN ALUR PERUMUSAN PENGEMBANGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN Pengumpulan data Ekonomi Spasial dan Fisik Wil. Kependudukan Infrastruktur Proses Analisa, Aspek: Ekonomi Spasial dan Fisik Wil. Kependudukan Infrastruktur Overlay Hasil AnalisaManaj. Pengembangan Wil.

Akses jauh Mahal Kompleks Analisis Existing ConditionStrategi Pengembangan

Partisipasi Masyarakat & Pelayanan Publik

Infrastruktur Terbatas Waktu Lama Kultur Agraris

Model Pembangunan Partisipatif Kualitas Pelayanan Fleksibilitas Pelayanan Publik Jelas & Terukur )Efisiensi (Cost Lengkap Kepastian Hukum Data Primer Analisis Data Conjoint SEM Analisis Faktor Kondisi Infrastruktur Kondisi Geografis Partisipasi Masyarakat Dalam Perumusan Kebijakan Kondisi Demografis Kondisi Ekonomi Data Sekunder Analisis Data SWOT AHP Deskriptif Model Pengembangan Pendekatan PRA & RRA

Telaah Regulasi Infrastruktur Aspek Ekonomi Sosial dan Budaya Persepsi partisipasi

Partisipasi Masy.

Analisis Faktor AHP SWOT SEM

Daya Tanggap

3.4.2. Alat Analisis Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi bagi pengambilan kebijakan yang terkait dengan topik ini oleh Pemerintah Kabupaten Sumenep. Dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan tersebut, maka dalam studi ini akan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dengan cara mendeskripsikan kondisi partisipasi masyarakat terkait perumusan program dan kebijakan pelayanan publik. Sedang pendekatan kuantitatif dimaksudkan untuk memperoleh perkiraan-perkiraan nilai variabel dan parameter yang terkait dengan tujuan kegiatan. Alat dan metode analisis yang diuraikan pada pembahasan berikut akan menjawab permasalahan dan mencapai tujuan sesuai dengan sasaran yang diharapkan. Secara rinci alat-alat analisis yang digunakan dalam perencanaan dapat dilihat pada uraian berikut. 1. Metode Participatory Rural Appraisal (PRA) Konsepsi dasar pandangan PRA adalah pendekatan yang tekanannya pada keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan kegiatan. Metoda PRA bertujuan menjadikan warga masyarakat sebagai peneliti, perencana, dan pelaksana program pembangunan dan bukan sekedar obyek pembangunan. Metoda PRA dibangun berdasarkan (a) kemampuan-kemampuan masyarakat desa setempat, (b) penggunaan teknik-teknik fasilitatif dan partisipatoris, dan (c) pemberdayaan masyarakat setempat dalam prosesnya. Metoda PRA pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi 4 (empat) macam proses, yaitu: (1) Appraisal dan perencanaan secara partisipatoris, (2) Pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program secara partisipatoris, (3) Penyelidikan berbagai topik (seperti; ekonomi, infrastruktur dan lain-lain), (4) Pelatihan dan orientasi bagi peneliti dan masyarakat. Teknik-teknik PRA yang digunakan dalam studi ini, yaitu: a) Secondary Data Review (SDR) Review Data Sekunder. Merupakan cara mengumpulkan sumber-sumber informasi yang telah diterbitkan maupun

yang belum disebarkan. Tujuan dari usaha ini adalah untuk mengetahui data manakah yang telah ada sehingga tidak perlu lagi dikumpulkan. b) Semi-Structured Interviewing (SSI) Wawancara Semi Terstruktur. Teknik ini adalah wawancara yang mempergunakan panduan pertanyaan sistematis yang hanya merupakan panduan terbuka dan masih mungkin untuk berkembang selama interview dilaksanakan. SSI dapat dilakukan bersama individu yang dianggap mewakili informasi, misalnya wanita, pria, anakanak, pemuda, petani, pejabat lokal. c) Focus Group Discussion Diskusi Kelompok Terfokus. Teknik ini berupa diskusi antara beberapa orang untuk membicarakan hal-hal bersifat khusus secara mendalam. Tujuannya untuk memperoleh gambaran terhadap suatu masalah tertentu dengan lebih rinci. d) Preference Ranking and Scoring. Adalah teknik untuk menentukan secara tepat problem-problem utama dan pilihan-pilihan masyarakat. Tujuan dari teknik ini adalah untuk memahami prioritas-prioritas kehidupan masyarakat sehingga mudah untuk diperbandingkan. e) Diagram Venn. Teknik ini adalah untuk mengetahui hubungan institusional dengan masyarakat. Tujuannya untuk mengetahui pengaruh masing-masing institusi dalam kehidupan masyarakat serta untuk mengetahui harapanharapan apa dari masyarakat terhadap institusi-institusi tersebut. 2. Analytical Hirearkhi Process (AHP) Dalam rangka menyusun model pengembangan partisipasi, maka perlu dilakukan penentuan rekomendasi langkah strategis dalam upaya pengembangan dan peningkatan partisipasi masyarakat terhadap pelayanan publik. Pertimbangan kualitatif dari aspek internal dan aspek eksternal dibutuhkan untuk memilih komponen yang lebih penting dan seberapa besar pentingnya dibandingkan komponen-komponen lainnya. Untuk tujuan tersebut digunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Sebagai bahan masukan dalam analisis AHP digunakan masukan (input) dari narasumber, seperti tokoh masyarakat, kelompok

masyarakat, akademisi dan pemerintah setempat. Narasumber tersebut yang dianggap bisa memberikan kontribusi dalam penyusunan rekomendasi kebijakan dan berkompeten secara praktis. Nara sumber yang berkompeten dimaksudkan untuk mendapatkan masukan yang terpercaya sehingga dihasilkan rekomendasi yang optimum. Dalam rangka memperoleh bobot untuk masing-masing variable pembentuk model partisipasi, maka perlu dilakukan pembobotan dengan metode AHP. Langkah-langkah metode ini, yaitu : A. Matrik perbandingan pada level ke-1 Langkah berikut ini dilakukan terhadap variabel-variabel yang berada di level 1 1) Normalisasi kolom untuk setiap nilai baris matrik. BN = (SXi / SXi)/n Sxi : skor variabel X, BN : bobot normal, n : jumlah variabel 2) Menghitung Consistensy Index (CI) dari penilaian ekspert. CI =m ax n n 1

mak = SXi . BN ; 3) Menghitung Consistensy Ratio (CR) dari penilaian ekspert. CR = CI/RI RI : random index dilihat pada tabel. Ketentuan : - Jika CR 0,10, maka diterima - Jika CR > 0,10, maka ditolak B. Matrik perbandingan pada level ke-2 Langkah ini sama dengan langkah pada level 1 (point A), namun variabel yang dianalisis yaitu variabel yang ada dilevel kedua. Hasil akhir dari langkah ini yaitu CR level 2. C. Menjumlahkan konsistensi hirarki secara keseluruhan. 3. Analisis Demografi

Dalam Analisis demografi digunakan beberapa variabel sebagai acuan, antara lain jumlah penduduk, kepadatan penduduk, tingkat perkembangan penduduk. Sasaran utama adalah penduduk di sekitar lokasi yang direncanakan. Metode perhitungan proyeksi demografi (kependudukan) dapat digunakan dengan menggunakan rumusan sebagai berikut: (1) Metode Bunga Berganda Metode Bunga Berganda ini mempunyai rumus sebagai berikut :Pt + u = Pt (1 + R )u

dimana : Pt = Jumlah penduduk di daerah yang diselidiki pada tahun t u R = Tingkat (prosentase) penduduk rata-rata tiap tahun (diperoleh dari data masa lalu). Dalam metode ini, dianggap bahwa tingkat pertambahan penduduk kota tiap tahunnya meningkat berganda. (2) Metode Analisis Regresi Linier Metode regresi linier ini adalah suatu metode penghitungan jumlah penduduk melalui pendekatan statistik, dengan menggunakan rumusanrumusan yang sangat sederhana yaitu : Pt + u = Jumlah penduduk di daerah yang diselidiki pada tahun t +

Pt = a + bxdimana : Pt x a,b = jumlah penduduk daerah yang direncanakan pada tahun t. = nilai yang diambil dari variabel bebas. = konstanta. Nilai a dan b dapat dicari dengan rumus :

a=

PX 2 PXP NX 2 ( X ) 2

b=

NXP XP NX 2 ( X ) 2

Keterngan : N = Jumlah periode pengamatan. (3) Metode Polinomial.Pt + = Po + b()

Keterangan :Pt + = Jumlah penduduk pada tahun t+ .

Pob

= Jumlah penduduk pada tahun awal. = Rata-rata perkembangan penduduk. = Selang waktu antara tahun awal dengan tahun t + Alat analisa yang digunakan untuk menganalisa beberapa indikator

aspek tata ruang tersebut dijelaskan sebagai berikut. a. Pencapaian wilayah pelayanan secara keseluruhan Pencapaian wilayah pelayanan secara keseluruhan ditentukan dengan jarak tempuh terhadap wilayah yang dilayani. Beberapa persiapan yang harus dipersiapkan terkait dengan hal tersebut adalah tingkat pencapaian wilayah satu dengan wilayah lain. Jarak tempuh yang dimaksud disini adalah terkait dengan pelayanan administrasi pemerintahan apakah dapat diakses secara langsung maupun melalui media tertentu. Pada prinsipnya penggunaan model analisis ini adalah untuk mengetahui seberapa mudahnya suatu tempat (lokasi) dicapai dari lokasi yang lain. Teknik analisisnya adalah sebagai berikut :Ai = KFT d

dimana: Ai K F T d = Nilai aksessibilitas = Kondisi jalan (aspal/perkerasan/tanah) = Fungsi jalan (baik/sedang/buruk) = Kondisi jalan (baik/sedang/buruk) = Jarak (waktu/geografis/ongkos) Selanjutnya nilai-nilai K, F dan T tersebut diberikan bobot penilaian berdasarkan pertimbangan teknis planologis menentukan indeks aksesibilitas guna memperoleh nilai A, dengan menggunakan rumus matematis sebagai berikut :Ai = Ej (dij )b

b=

T P

dimana : Ai Ej dij b = Nilai Aksessibilitas = Ukuran aktivitas (antara lain berdasarkan jumlah penduduk, usia kerja, jumlah pedagang, dan sebagainya) = Jarak tempuh (waktu dan ongkos perjalanan) = Parameter yang diperoleh dengan menggunakan grafik regresi linier. Perhitungan parameter b, menggunakan grafik regresi linier, yang diperoleh berdasarkan perhitungan :K = T P

K = Kondisi jalan T = Total Individual trip P = Jumlah penduduk suatu daerahTij = Pipj p

Tij p

= Hipothetical trip volume = Jumlah penduduk di seluruh daerah

Pipj = Jumlah penduduk di daerah i dan j

b. Dukungan luas wilayah yang memadai yang mendukung aktivitas sosial, ekonomi, budaya dan politik wilayah sekitar. Dukungan luas wilayah yang memadai diarahkan pada pola interaksi kegiatan antara aktivitas sosial, ekonomi, budaya dan politik. Dalam proses pengembangan suatu wilayah hal ini sangat diperlukan. Namun tidak menuntut kemungkinan dengan adanya perpindahan Ibukota Kabupaten Sumenep ke Kepanjen akan memberikan dampak yang sangat besar dan memberikan pengaruh yang positif dan negatif terhadap aspek sosial dan budaya, ekonomi dan politik wilayah. Salah satu dampak langsung yang memungkinkan akan terjadi adalah berubahnya prosentase antara luas kawasan budidaya dan kawasan non budidaya. Pengaruh yang sering terjadi adalah tingkat aktivitas ekonomi dan pola pergerakan yang dapat memunculkan alih fungsi lahan untuk kepentingan tertentu. c. Pola interaksi yang efektif dan efisien dengan wilayah hinterland Pola interaksi ini dapat ditunjukkan dengan tingkat pergerakan yang terjadi antara daerah pusat dengan daerah lainnya. Dengan adanya perpindahan tersebut akan memungkinkan berubahnya pola interaksi yang akan terjadi. Pola yang mungkin terjadi adanya semakin tingginya interaksi dengan pusat atau bahkan akan mengalami penurunan. Pola interaksi ini akan memberikan dampak terhadap tingkat efisiensi dan efektifitas tarhadap pencapaian baik dalam kegiatan berkerja, lalu lintas perdagangan, pendidikan dan lain-lain. Model gravitasi digunakan untuk menganalisa pola pergerakan antara sub wilayah kota. Asumsi yang digunakan adalah jumlah penduduk suatu kota dianggap suatu masa zone. Rumus yang digunakan :Ii.Ij (dij)

Tij = kx

Keterangan : Ii dan Ij adalah jumlah penghuni pada suatu sub wilayah dan sub kota. Interpretasi hasil perhitungan penggunaan model merupakan masukan untuk memahami jumlah perjalanan antar sub wilayah. d. Potensi aksessibilitas yang baik yang mendukung pemanfaatan sumberdaya Potensi aksessibilitas ini terkait dengan sumber daya alam yang dapat mendukung keberadaan dan kesiapan Kepanjen menjadi Ibukota Kabupaten. Hal ini perlu dipersiapkan guna mendukung perekonomian yang terdapat di Kabupaten Sumenep. Hubungan antara lokasi pusat wilayah dengan bahan sumber alam untuk bahan produksi perlu didukung dengan akses yang mudah sehingga perkembangan wilayah Kabupaten Sumenep akan didukung dengan perkembangan ekonomi yang ada. e. Potensi Sarana dan Prasarana Potensi sarana dan prasarana yang mendukung dilihat dari sisi kuantitasnya. Penilaian ini didasarkan pada pelayanan standar pelayanan minimal (SPM) yang berlaku. Beberapa jenis sarana dan prasarana yang harus mendukung antara lain: 1) Sarana dan prasarana transportasi Sarana dan prasarana transportasi yang harus dipersiapkan untuk menunjang kehidupan Ibukota Kabupaten Sumenep yang baru terdiri dari : 1. jenis perkerasan). 2. 3. 2) Terminal dan subterminal. Fasilitas penunjang jaringan jalan. Permukiman dan perumahan Permukiman dan perumahan yang terdapat di wilayah Ibukota Kabupaten baru harus diperhatikan. Hal ini terkait dengan jumlah penduduk yang dapat diperkirakan akan mengalami peningkatan. Jenis perumahan dan Jaringan jalan (panjang jalan, geometrik jalan,

permukiman yang perlu dipersiapkan untuk menunjang Ibukota Kabupaten yang baru terdiri dari : 1. Jumlah rumah dinas 2. jumlah rumah pribadi 3) Lembaga keuangan yang mendukung Lembaga keuangan yang diharapkan mendukung keberadaan Ibukota Kabupaten Sumenep yang baru minimal terdiri : 1. Jumlah Bank 2. Jumlah non Bank 3. Jumlah KUD 4. Jumlah non KUD 4) Sarana dan prasarana ekonomi Jenis sarana dan prasarana ekonomi yang diharapkan mendukung Ibukota Kabupaten yang baru antara lain : 1. Jumlah pasar modern 2. Jumlah pasar tradisional 3. Jumlah toko 4. Jumlah kios 5) Sarana kesehatan Jenis sarana kesehatan yang diharapkan mendukung Ibukota Kabupaten yang baru, antara lain: a) b) c) d) 6) Jumlah rumah sakit Jumlah puskesmas Jumlah puskesmas pembantu Jumlah toko obat/apotek Sarana pendidikan Jenis sarana pendidikan yang diharapkan mendukung Ibukota Kabupaten yang baru antara lain : a) b) Jumlah SD Jumlah SLTP

c) d) 7)

Jumlah SLTA Jumlah perguruan tinggi Potensi jaringan utilitas umum Potensi utilitas umum diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan

masyarakat dan kegiatan komersial dan perkantoran. Kebutuhan ini diukur dengan tingkat pelayanan yang ada berdasarkan ketentuan yang berlaku. Jenis utilitas umum yang perlu dipersiapkan antara lain : a) Jaringan listrik Jaringan listrik ditentukan dengan melihat pelayanan saat ini. Pelayanan listrik terdiri dari pelayanan untuk kegiatan komersial dan non komersial atau rumah tangga. Standar pelayanan minimal ditentukan berdasarkan PLN Kabupaten Sumenep. b) Jaringan air bersih Pelayanan minimal sektor penyediaan air bersih meliputi penggunaan air bersih oleh penduduk dengan sistem perpipaan dan non perpipaan, antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Sumber Air Baku Kapasitas Air Baku Kualitas Air Baku Kontinuitas Air Baku Sistem Distribusi Jumlah dan Jenis Sambungan Jumlah Penduduk Terlayani Tingkat Pelayanan

c) Jaringan telepon Jaringan telepon diperlukan sebagai media komunikasi dan informasi. Keberadaan jaringan ini memerlukan kajian lebih lanjut terhadap tingkat perkembangan dan pelayanannya saat ini. Ketentuan penyediaan jaringan telepon dalam rangka menunjang keberadaan Ibukota Kabupaten Sumenep ditentukan berdasarkan ketentuan yang berlaku dan standar dari PT. Telkom. d) Jaringan drainase dan pematusan

Jaringan drainase dan pematusan merupakan salah satu sektor yang sangat penting. Untuk menunjang perwujudan Ibukota Kabupaten yang baru harus dipersiapkan penataan terhadap sektor drainase, baik yang bersifat primer, sekunder dan tersier. e) Sistem pengelolaan sampah Sistem persampahan memerlukan penataan secara khusus dan dikelola secara terkoordinasi. Pola persampahan yang baik mulai dari penyediaan sarana dan prasarana persampahan harus dipersiapkan sehingga dapat mewujudkan Ibukota Kabupaten Sumenep yang sehat dan bersih. 4. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif akan menjelaskan secara deskripsi tentang temuantemuan dilapangan. Khusus data hasil kuisioner akan dianalisis secara mendalam menurut temuan langsung di lapangan, baik hasil pertanyaan tertulis maupun langsung. 3.5. Output Studi tentang Pengembangan Partisipasi Masyarakat Dalam Perumusan Program dan Kebijakan Pelayanan Publik di Kabupaten Sumenep akan menghasilkan output, yaitu: 1. Buku Petunjuk tknis arahan peningkatan partisipasi masyarakat dalam perumusan program Pemerintah Kabupaten terkait pelayanan publik dan pembangunan. 2. 3. Buku ajar perencanaan pembangunan partisipatif. Jurnal ilmiah nasional.

DAFTAR PUSTAKACahyono. B.Y., (2006). Metode Pendekatan Sosial Dalam Pembangunan Partisipatif. LPPM, Universitas Petra, Surabaya.

Suzetta, P., (2007). Perencanaan Pembangunan Indonesia, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS, www.bappenas.go.id. Di akses, 10 Juli 2008. Adi, R.S., (2003). Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Lembaga Penerbit, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Asngari, P.S., (2001). Peranan Agen Pembaruan/Penyuluh Dalam Usaha Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola Agribisnis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Aristo, D.A., (2004). Peran Perencana Dalam Menghadapi Era Perencanaan Partisipatif Sebuah Tahapan Awal dalam Pembentukan Kultur Masyarakat Partisipatif, Makalah Disampaikan Dalam Seminar Tahunan ASPI (Asosiasi Sekolah Perencana Indonesia), Universitas Brawijaya, Malang Juli 2004. Khairuddin, (1992). Pembangunan Masyarakat. Tinjauan Aspek : Sosiologi, Ekonomi, dan Perencanaan, Liberty, Yogyakarta. Ndraha, T., (1990). Membangun Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Rudito, B. dan Budimanta, A., (2003). Pengelolaan Community Development, Indonesia Center For Sustainable Development, Jakarta. Slamet, M., (2003). Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan, Institute Pertanian Bogor, IPB Press, Bogor.