1. Laporan Pendahuluan Emergency Shindy

download 1. Laporan Pendahuluan Emergency Shindy

of 12

description

emergency adalah

Transcript of 1. Laporan Pendahuluan Emergency Shindy

LAPORAN PENDAHULUAN EMERGENCY NURSING

PASIEN HIPERGLIKEMI

CLINICAL STUDY II DI RS PARU BATU-MALANG 27 28 MARET 2015

Disusun Oleh :

Kelompok CS II 7B

K3LN 2011

Shindy Wulandari

115070207131002

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Hiperglikemia timbul secara mendadak. Ini merupakan gawat darurat atau emergency. Keadaan ini bisa menjadi fatal apabila tidak ditangani dengan segera. Ditandai dengan peningkatan glukosa darah rentang kadar puasa normal 80 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 160 mg /100 ml darah (Waspadji, 2007). B. KLASIFIKASI1. Hiperglikemia sedang

Peningkatan kadar gula dalam darah pada fase awal dimana gula darah dalam level >126 mg/dl untuk gula darah puasa.

2. Hiperglikemia berat

Peningkatan kadar gula dalam darah pada level 200mg/dl untuk gula darah puasa setelah terjadi selama beberapa periodik tanpa adanya hypoglikemic medication. Pada hiperglikemia kronis sudah harus dilakukan tindakan dengan segera, karena dapat meningkatkan resiko komplikasi pada kerusakan ginjal, kerusakan neurologi, jantung, retina, ekstremitas dan diabetic neuropathy merupakan hasil dari hiperglikemi jangka panjang.

(Frier, BM et al,. 2004).

C. ETIOLOGI

Penyebab tidak diketahui dengan pasti tapi umumnya diketahui. Kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter yang memegang peranan penting. Yang lain akibat pengangkatan pancreas, pengrusakan secara kimiawi sel beta pulau langerhans. Tujuan utama terapi Hiperglikemia adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dan upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatiD. PATOFISIOLOGI

Pada awal iskemia, hiperglikemia dapat bersifat neuroprotektif, yaitu mengurangi depolarisasi iskemik dengan cara memperlambat kerusakan gradien ion transmembran melalui glikolisis anaerob. Bila iskemia berlanjut, hiperglikemia menghasilkan asidosis selular karena substrat glukosa yang berlebihan untuk glikolisis anaerob pada jaringan iskemik. Bila nilai batas asidosis tercapai, kondisi hiperglikemia menjadi merugikan. Asidosis selular akan menyebabkan disfungsi enzim, peningkatan produksi radikal bebas (lipid peroksidase) dan induksi endonuklease yang mengawali programmed cell death dan edema

selular. Pada kondisi iskemia juga terjadi peningkatan konsentrasi neurotransmitter glutamat dan aspartat (keduanya bersifat eksitatorik dan neurotoksik) di ekstra selular. Dalam kondisi hiperglikemia dan hipoksia, konsentrasi ekstraselular kedua neurotransmitter tersebut makin meningkat karena pelepasan yang berlebihan dan kegagalan ambilan sehingga terjadi hiperstimulasi pada neuron post sinaptik dan menyebabkan kematian neuron.Kondisi iskemia, hiperglikemia dan hiperstimulasi neuron juga menyebabkan peningkatan kalsium intraselular yang menyebabkan kerusakan neuron. Bruno et al. berpendapat bahwa hiperglikemia meningkatkan ukuran infark pada jaringan otak iskemik yang mengalami reperfusi, tetapi tidak pada lesi tanpa reperfusi (infark lakunar). Pada lesi infark tanpa reperfusi, glukosa yang mencapai sel kurang sehingga tidak menambah akumulasi laktat dan asidosis. Jadi daerah iskemik dengan sirkulasi kolateral lebih rentan terhadap efek hiperglikemia dari pada daerah distribusi end-artery (infark lakunar). Pada perdarahan intraserebral, hiperglikemia juga memperburuk keadaan dengan mekanisme yang sama yaitu produksi laktat berlebihan pada daerah iskemik disekitar lokasi perdarahan.

Hiperglikemia dapat disebabkan defisiensi insulin yang dapat disebabkan oleh proses autoimun, kerja pancreas yang berlebih, dan herediter. Insulin yang menurun mengakibatkan glukosa sedikit yang masuk kedalam sel. Hal itu bisa menyebabkan lemas dengan kadar glukosa dalam darah meningkat. Kompensasi tubuh dengan meningkatkan glucagon sehingga terjadi proses glukoneogenesis. Selain itu tubuh akan menurunkan penggunaan glukosa oleh otot, lemak dan hati serta peningkatan produksi glukosa oleh hati dengan pemecahan lemak terhadap kelaparan sel. Hiperglikemia dapat meningkatkan jumlah urin yang mengakibatkan dehidrasi sehingga tubuh akan meningkatkan rasa haus (polydipsi). Penggunaan lemak untuk menghasilkan glukosa memproduksi badan keton yang dapat mengakibatkan anorexia (tidak nafsu makan), nafas bau keton dan mual (nausea) hingga terjadi asidosis.

Dengan menurunnya insulin dalam darah asupan nutrisi akan meningkat sebagai akibat kelaparan sel. Menurunnya glukosa intrasel menyebabkan sel mudah terinfeksi. Gula darah yang tinggi dapat menyebabkan penimbunan glukosa pada dinding pembuluh darah yang membentuk plak sehingga pembuluh darah menjadi keras (arterisklerosis) dan bila plak itu telepas akan menyebabkan terjadinya thrombus. Thrombus ini dapat menutup aliran darah yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain (tergantung letak tersumbatnya, missal cerebral dapat menyebabkan stroke, ginjal dapat menyebabkan gagal ginjal, jantung dapat menyebabkan miocard infark, mata dapat menyebabkan retinopati) bahkan kematian.

Insulin

Struktur insulin manusia dan beberapa spesies mamalia kini telah diketahui. Insulin manusia terdiri atas 21 residu asam amino pada rantai A dan 30 residu pada rantai B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh adanya dua buah rantai disulfida (Granner, 2003).

Insulin disekresi sebagai respon atsa meningkatnya konsentrasi glukosa dalam plasma darah. Konsentrasi ambang untuk sekresi tersebut adalah kadar glukosa pada saat puasa yaitu antara 80-100 mg/dL. Respon maksimal diperoleh pada kadar glukosa yang berkisar dar 300-500 mg/dL. Insulin yang disekresikan dialirkan melalui aliran darah ke seluruh tubuh. Umur insulin dalam aliran darah sangat cepat. waktu paruhnya kurang dari 3-5 menit.

Sel-sel tubuh menangkap insulin pada suatu reseptor glikoprotein spesifik yang terdapat pada membran sel. Reseptor tersebut berupa heterodimer yang terdiri atas subunit dan subunit dengan konfigurasi 22. Subunit berada pada permukaan luar membran sel dan berfungsi mengikat insulin. Subunit berupa protein transmembran yang melaksanakan fungsi tranduksi sinyal. Bagian sitoplasma subunit mempunyai aktivitas tirosin kinase dan tapak autofosforilasi (King, 2007).

Terikatnya insulin subunit menyebabkan subunit mengalami autofosforilasi pada residu tirosin. Reseptor yang terfosforilasi akan mengalami perubahan bentuk, membentuk agregat, internalisasi dan mnghasilkan lebih dari satu sinyal. Dalam kondisi dengan kadar insuli tinggi, misalnya pada obesitas atau pun akromegali, jumlah reseptor insulin berkurang dan terjadi resistansi terhadap insulin. Resistansi ini diakibatkan terjadinya regulasi ke bawah. Reseptor insulin mengalami endositosis ke dalam vesikel berbalut klatrin.

Insulin mengatur metabolisme glukosa dengan memfosforilasi substrat reseptor insulin (IRS) melalui aktivitas tirosin kinase subunit pada reseptor insulin. IRS terfosforilasi memicu serangkaian rekasi kaskade yang efek nettonya adalah mengurangi kadar glukosa dalam darah. Ada beberapa cara insulin bekerja yaitu (Granner, 2003).

Terdapat 3 mekanisme yang terlibat yaitu:

a. Meningkatkan difusi glukosa ke dalam sel

Pengangkutan glukosa ke dalam sel melalui proses difusi dengan bantuan protein pembawa. Protein ini telah diidentifikasi melalui teknik kloning molekular. Ada 5 jenis protein pembawa tersebut yaitu GLUT1, GLUT2, GLUT3, GLUT4 dan GLUT 5. GLUT1 merupakan pengangkut glukosa yang ada pada otak, ginjal, kolon dan eritrosit. GLUT2 terdapat pada sel hati, pankreas, usus halus dan ginjal. GLUT3 berfungsi pada sel otak, ginjal dan plasenta. GLUT4 terletak di jaringan adiposa, otot jantung dan otot skeletal. GLUT5 bertanggung jawab terhadap absorpsi glukosa dari usus halus. Insulin meningkatkan secara signifikan jumlah protein pembawa terutama GLUT4. Sinyal yang ditransmisikan oleh insulin menarik pengankut glukosa ke tempat yang aktif pada membran plasma (Gambar 2.6). Translokasi protein pengangkut ini bergantung pada suhu dan energi serta tidak bergantung pada sintesis protein. Efek ini tidak terjadi pada hati.

b. Peningkatan aktivitas enzim

Pada orang yang normal, sekitar separuh dari glukosa yang dimakan diubah menjadi energi lewat glikolisis dan separuh lagi disimpan sebagai lemak atau glikogen. Glikolisis akan menurun dalam keadaan tanpa insulin dan proses glikogenesis ataupun lipogenesis akan terhalang.

Hormon insulin meningkatkan glikolisis sel-sel hati dengan cara meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang berperan. termasuk glukokinase, fosfofruktokinase dan piruvat kinase. Bertambahnya glikolisis akan meningkatkan penggunaan glukosa dan dengan demikian secara tidak langsung menurunkan pelepasan glukosa ke plasma darah. Insulin juga menurunkan aktivitas glukosa-6-fosfatase yaitu enzim yang ditemukan di hati dan berfungsi mengubah glukosa menjadi glukosa 6-fosfat. Penumpukan glukosa 6-fosfat dalam sel mengakibatkan retensi glukosa yang mengarah pada diabetes mellitus tipe 2.

Banyak efek metabolik insulin, khususnya yang terjadi dengan cepat dilakukan dengan mempengaruhi reaksi fosforilasi dan dfosforilasi protein yang selanjutnya mengubah aktivitas enzimatik enzim tersebut. Enzim-enzim yang dipengaruhi dengan cara ini dikemukakan pada tabel 2.1. Kerja insulin dilaksanakan dengan mengaktifkan protein kinase, menghambat protein kinase lain atau meransang aktivitas fosfoprotein fosfatase. Defosforilasi meningkatkan aktivitas sejumlah enzim penting. Modifikasi kovalen ini memungkinkan terjadinya perubahan yang hampir seketika pada aktivitas enzim tersebut.

Mekanisme defosforilasi enzim dilakukan melalui reaksi kaskade yang dipicu oleh fosforilasi substrat reseptor insulin. Sebagai contoh adalah pengeruh insulin pada enzim glikogen sintase dan glikogen fosforilase (King, 2007).

c. Menghambat kerja cAMP

Dalam menghambat atau meransang kerja suatu enzim, insulin memainkan peran ganda. Selain menghambat secara langsung, insulin juga mengurangi terbentuknya cAMP yang memiliki sifat antagonis terhadap insulin. Insulin meransang terbentuknya fosfodiesterase-cAMP. Dengan demikian insulin mengurangi kadar cAMP dalam darah.

d. Mempengaruhi ekspresi gen

Kerja insulin yang dibicarakan sebelumnya semuanya terjadi pada tingkat membran plasma atau di dalam sitoplasma. Di samping itu, insulin mempengaruhi berbagai proses spesifik dalam nukleolus. Enzim fosfoenolpiruvat karboksikinase mengkatalisis tahap yang membatasi kecepatan reaksi dalam glukoneogenesis. Sintesis enzim tersebut dikurangi oleh insulin dengan demikian glukoneogenesis akan menurun. Hasil penelitian menunjukkan transkripsi enzim ini menurun dalam beberapa menit setelah penambahan insulin. Penurunan transkripsi tersebut menyebabkan terjadinya penurunan laju sintesis enzim ini.

Penderita diabetes mellitus memiliki jumlah protein pembawa yang sangat rendah, terutama pada otot jantung, otot rangka dan jaringan adiposa karena insulin yang mentranslokasikannya ke situs aktif tidak tersedia. Kondisi ini diperparah pula dengan peranan insulin pada pengaturan metabolisme glukosa. Glikolisis dan glikogenesis akan terhambat akan enzim yang berperan dalam kedua jalur tersebut diinaktivasi tanpa kehadiran insulin. Sedangkan tanpa insulin, jalur metabolisme yang mengarah pada pembentukan glukosa diransang terutama oleh glukagon dan epinefrin yang bekerja melalui cAMP yang memiliki sifat antagonis terhadap insulin. Oleh karena itu, penderita diabetes mellitus baik tipe I atau tipe II kurang dapat menggunakan glukosa yang diperolehnya melalui makanan. Glukosa akan terakumulasi dalam plasma darah (hiperglikemia).

Penderita dengan kadar gula yang sangat tinggi maka gula tersebut akan dikeluarkan melalui urine. Gula disaring oleh glomerolus ginjal secara terus menerus, tetapi kemudian akan dikembalikan ke dalam sistem aliran darah melalui sistem reabsorpsi tubulus ginjal. Kapasitas ginjal mereabsorpsi glukosa terbatas pada laju 350 mg/menit. Ketika kadar glukosa amat tinggi, filtrat glomerolus mengandung glukosa di atas batas ambang untuk direabsorpsi. Akibatnya kelebihan glukosa tersebut dikeluarkan melalui urine. Gejala ini disebut glikosuria, yang mrupakan indikasi lain dari penyakit diabetes mellitus. Glikosuria ini megakibatkan kehilangan kalori yang sangat besar (Mayes, 2003).

Pengaturan metabolisme glukosa oleh insulin melalui berbagai mekanisme kompleks yang efek nettonya adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah. Oleh karena itu, penderita diabetes mellitus yang jumlah insulinnya tidak mencukupi atau bekerja tidak efektif akan mengalami hiperglikemia. Kondisi ini akan menyebabkan pembuluh darah mengalami stres. Lama-kelamaan akan terjadi pengerasan di pembuluh darah atau biasa disebut arteroskelerosis.Sementara itu, Clinical Assistant Professor dari University of South Florida College of Medicine Vibhuti N Singh MD MPH FACC FACAI mengungkapkan, plak yang semakin menumpuk menyebabkan arteroskelerosis hingga menyumbat aliran darah. Pembuluh darah akan semakin tertekan dan mengganggu irama jantung. Plak mampu melebarkan pembuluh darah dan penggumpalan darah dan menyumbat arteri sehingga akan merusak jantung, ungkap Sigh.

E. MANIFESTASI KLINIKA. Hiperglikemia sedang

Pada hiperglikemia akut belum terlihat tanda dan gejala yang bermakna, namun seseorang yang memiliki hiperglikemia akut biasanya mengalami osmotik dieresis. Keadaan ini biasanya terjadi karena kontrol gula darah yang rendah.

B. Hiperglikemia berat

Pada hiperglikemia kronis, biasanya seseorang sudah memiliki tanda gejala yang bermakna diantaranya:

a. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravascular, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi dieresis osmotic (poliuria).

b. Polidipsia

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vascular menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibatnya dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum.c. Poliphagia

Karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi energy menurun, penurunan energy akan menstimulasi rasa lapar. Kama reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebiih banyak makan.

d. Penurunan Berat Badan

Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolism, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofi dan penurunan secara otomatis.

e. Malaise atau Kelemahanf. Blurred vision (penglihatan kabur)

g. Fatigue (sleepiness) (Kelelahan)

h. Weight loss (Kehilangan berat badan tanpa alasan)

i. Poor wound healing (Proses penyembuhan luka lama)

j. Dry mouth (Mulut kering)

k. Dry or itchy skin (Kulit kering atau gatal)

l. Tingling in feet or heels (Kesemutan pada ekstremitas)

m. Erectile dysfunction (Disfungsi ereksi)

n. Recurrent infections, external ear infections (swimmer's ear) (Rentan terjhadap infeksi)

o. Cardiac arrhythmia (Peningkatan irama jantung)

p. Stupor (Kejang)

q. Coma (Koma)

r. Seizures (Pingsan)

(Jauch Chara K, et al,. 2007). F. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS

Diagnosis dapat dibuat dengan gejala-gejala diatas + GDS > 200 mg% (Plasma vena). Bila GDS 100-200 mg% perlu pemeriksaan test toleransi glukosa oral. Kriteria baru penentuan diagnostik DM menurut ADA menggunakan GDP > 126 mg/dl.

Glukosa darah : Meningkat 200 100 mg/dl, atau lebih

Aseton plasma : Positif secara mencolok.

Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat.

Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l.

Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun.

Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluller), selanjutnya akan menurun.

Fospor : Lebih sering menurun.

Hemoglobin glikosilat : Kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM ) dan karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan DKA dengan kontrol tidak adekuat Versus DKA yang berhubungan dengan insiden.

Glukosa darah arteri : Biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.

Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi ), leukositiosis, hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stress atau infeksi.

Ureum / kreatinin : Mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal).

Amilase darah :Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankretitis akut sebagai penyebab dari DKA.

Insulin darah : Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada (pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( tipe II ) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan dalam penggunaannya ( endogen /eksogen ). Resisiten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibodi. (auto antibodi).

Pemeriksaan fungsi tiroid : Peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

Urine : Gula dan aseton positif; berat jenis dan osmolalitas mungkin menigkat.

Kultur dan sensitivitas Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.

Ultrasonografi

G. PENATALAKSANAANDiagnosa yang pertama kali di tegakkan adalah Hiperglikemi, karena ditemukan data-data subyektif dan obyektif dari pasien dengan cara TTV, memberikan terapi insulin ssuai order, memberikan IV fluids sesuai kebutuhan dan memonitor status cairan sesuai kebutuhan. Rasionalisasi dari tindakan keperawatan pada diagnosa ini adalah mengetahui seberapa besar kemampuan klien dalam ADL, Memantau kebutuhan ADL klien, menghemat tenaga yang dikeluarkan klien, melatih ADL secara mandiri, mengetahui seberapa besar kemampuan klien, memberi semangat dan dukungan kepada klien. Kekuatan dari tindakan keperawatan pada diagnosa ini adalah pasien kooperatif dan berperan serta dalam semua tindakan sehingga dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dengan baik, sedangkan kelemahannya terletak pada waktu yaitu 4 jam (kriteria hasil tidak dapat dicapai dengan waktu tersebut tapi dengan waktu yang lama).Diagnosa resiko injuri tegakkan karena ditemukan data-data obyektif pada pasien yaitu Klien tampak gelisah, banyak gerak. Rasionalisasi dari tindakan keperawatan pada diagnosa ini adalah memenuhi kebutuhan keamanan klien, Agar klien terhindar dari bahaya, Kegelisahan dan adanya gerak yang tidak terkontrol perlu dibatasi dengan baik dengan pemasangan restrain, agar klien tidak bingung, agar klien aman ada yang berada disampingnya, Resiko cidera dapat diakibatkan benda-benda tajam dan berbahaya, adanya tempat tidur yang basah atau kotor serta tidak rapi serta pengaman yang kurang kuat.

Kelelahan adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan produksi energy metabolic, perubahan kimia darah, infusiensi insulin, peningkatan kebutuhan energy (Dongoes, 2000) Diagnosa ini tegakkan jika klien mengatakan badannya lemas dan merasa lelah sekali. Data objektif. Klien tampak lemas dan Klien tampak pucat. Adapun rasionalisasi dari tindakan keperawatan pada diagnosa ini adalah menghemat energy, mengetahui pola tidur klien, menghemat energi, untuk mengetahui nilai TTV klien dan mengetahui status nutrisi klien.

Diabetik ketoasidosis

Manifestasi pertama pada penyakit diabetes tyang tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Terapi awal dari hiperglikemia adalah rehidrasi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian larutan insulin secara bolus sebesar 10 unit IV dan diteruskan dengan pemberian infus insulin berikutnya antara 2-5 unit per jam tergantung kondisi klinik pasien. Terapi asidosis metabolik yang terbaik adalah dengan pemulihan kondisi rehidrasi dan perbaikan fungsi ginjal. Pada awal terapi kadar kalium serum normal atau tinggi karena adanya haemokonsentrasi, ketika hipovalemia dan asidosis terkoreksi, kadar kalium akan turun dengan cepat karena insulin menyebabkan kalium kembali masuk ke dalam sel. Perlu dilakukan pengukuran kadar kalium secara reguler dan lakukan pemberian pengganti kalium secara reguler jika diperlukan. Kehilangan elektrolit yang biasanya terjadi adalah kalium. Berikan 40 mEq kalium/jam (yang ditambahkan ke dalam cairan infus mungkin diperlukan selama bebrapa jam.Koma non ketotik hiperosmolar hiperglikemi

Tatalaksananya sama dengan diabetik ketoasidosis. Sangat penting dilakukan penggantian cairan. Larutan hipotonik sebaiknya tidak diberikan secara rutin karena akan menyebabkan udem selebral. Pasien yang mengalami kondisi ini memiliki risiko lebih besar terjadinya tromboemboli dan sebaiknya diberikan heparin subkutan profi laksis.

H. KOMPLIKASI Dibagi menjadi 2 kategori yaitu :

1. Komplikasi akut

Ketoasidosis diabetic

Koma hiperglikemik hiperismoler non ketotik

Hipoglikemia

Asidosis lactate

Infeksi berat

2. Komplikasi kronik

a. Komplikasi vaskuler

Makrovaskuler : PJK, stroke , pembuluh darah perifer

Mikrovaskuler : retinopati, nefropati

b. Komplikasi neuropati

Neuropati sensorimotorik, neuropati otonomik gastroporesis, diare diabetik, buli-buli neurogenik, impotensi, gangguan refleks kardiovaskuler.

c. Campuran vascular neuropatid. Ulkus kaki

e. Komplikasi pada kulitDAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : media aesculopius

Octa. 2005. Diabetes Mellitus Masalah Kesehatan Masyarakat Yang Serius. Diakses tanggal 11 April 2011.http://www.depkes.go.idPrice, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G, Bare. 2001. Keperawatan Medical-Bedah Brunner & Suddarth, Vol 2. Jakarta : EGC

Sustrani Lanny Dkk. 2004. Diabetes. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Timby, Barbara K & Nancy E, Smith. 2006. Introductory Medical-Surgical Nursing 9th Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins

Wilkinson, Judith M. 2005. Nursing Diagnosis Handbook With NIC Interventions And NOC Outcomes. New jersey : pearson prentice hall