1 Epistaksis Jurnal Ahmad

13
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epistaksis atau perdarahan dari hidung banyak dijumpai sehari-hari baik pada anak maupun usia lanjut. Epistaksis merupakan kedaruratan dalam bidang Otolaryngologic (Awuah, P; Amedofu, G.K; Duah, M. 2012). Telah dilaporkan bahwa hingga 60% dari populasi umum akan mengalami setidaknya satu episode epistaksis dalam waktu hidup mereka, dan 6% akan mencari bantuan medis untuk itu (Kundi, N.A; Raza,M. 2015). Epistaksis sebagian besar kasus terjadi pada anak- anak usia dibawah 10 tahun dan remaja yang sebagian besar perdarahan episode kecil dan tidak tidak memerlukan perawatan medis sedangkan pada orang tua diatas 50 tahun biasanya perdarahan lebih berat dan memerlukan intervensi otolaryngologic (Yuksel, A et al. 2014).

description

hkj

Transcript of 1 Epistaksis Jurnal Ahmad

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangEpistaksis atau perdarahan dari hidung banyak dijumpai sehari-hari baik pada anak maupun usia lanjut. Epistaksis merupakan kedaruratan dalam bidang Otolaryngologic (Awuah, P; Amedofu, G.K; Duah, M. 2012). Telah dilaporkan bahwa hingga 60% dari populasi umum akan mengalami setidaknya satu episode epistaksis dalam waktu hidup mereka, dan 6% akan mencari bantuan medis untuk itu (Kundi, N.A; Raza,M. 2015).Epistaksis sebagian besar kasus terjadi pada anak-anak usia dibawah 10 tahun dan remaja yang sebagian besar perdarahan episode kecil dan tidak tidak memerlukan perawatan medis sedangkan pada orang tua diatas 50 tahun biasanya perdarahan lebih berat dan memerlukan intervensi otolaryngologic (Yuksel, A et al. 2014).Seringkali epistaksis timbul sepontan tanpa diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan local pada hidung atau kelainan sistemik (Hill, C.S; Hughes, O. 2009). Menurut lokasi perdarahan epistaksis anterior diamati pada sekitar 80% pasien perdarahan muncul dari anastomosis pleksus kiesselbach di bagian bawah septum anterior yang disebut daerah Little. Metode pengobatan konservatif sering cukup untuk sebagian besar pasien dengan anterior epistaksis. Metode ini meliputi tekanan lokal, kauter kimia, dan tampon hidung anterior. Epistaksis posterior terutama berasal dari arteri hidung posterior septum, cabang dari arteri sphenopalatina, dan cenderung lebih serius dibandingkan dengan epistaksis anterior. Metode pengobatan pasien dengan epistaksis posterior, yang sering membutuhkan intervensi lebih lanjut otolaryngological, pilihan perawatan lebih lanjut termasuk tampon posterior, ligasi arteri, dan embolisasi. Modalitas pengobatan berbeda karena faktor-faktor seperti lokasi dan keparahan perdarahan, kondisi predisposisi, dan pengalaman otolaryngologist tersebut (Gilyoma, J.M; Chalya, P.L, 2011).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Anatomi Vaskuler Hidung

Gambar 1. Vaskularisasi HidungVaskularisasi berasal dari system carotis interna dan externa. Arteri carotis interna bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian bercabang lagi menjadi arteri etmoidalis anterior dan posterior. Cabang etmoidalis anterior dan posterior menyuplai sinus palatine mayor, sinus frontalis dan ethmoidalis serta atap hidung. Sedangkan arteri stenopalatina dan arteri palatine mayor merupakan cabang terminal dari arteri karotis eksterna yang menyuplai darah pada concha meatus dan septum nasalis. Semua pembuluh darah hidung berhubungan melalui anastomosis. Suatu pleksus vaskuler disepanjang bagian anterior septum kartilaginosa menggabungkan anstamosis ini dikenal sebagai Little Area atau Pleksus Kiesselbech.2.2 Definisi EpistaksisEpistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan suatu gejala atau manifestasi penyakit lain (Mangunkusumo, E; Wardani, R.S. 2007)2.3 EtiologiEtiologi dapat dibagi menjadi penyebab lokal atau sistemik (lihat tabel 1), meskipun bahkan perbedaan ini sulit untuk membuat dan istilah "idiopatik Epistaksis" akhirnya digunakan pada sekitar 80-90% kasus (Hill, C.S; Hughes, O. 2009).Tabel 1. Etiologi Epistaksis

(Hill, C.S; Hughes, O. 2009).Dua penyebab lokal diidentifikasi paling umum dari epistaksis adalah trauma (trauma langsung hidung dan benda asing) dan peradangan sekunder terhadap infeksi atau rinosinusitis alergi. Penyebab sistemik termasuk jarang namun penting, untuk menyingkirkan penyebab berbahaya penting saat memeriksa pasien dan perlu diingat bahwa epistaksis mungkin merupakan manifestasi dari penyakit yang mendasari lebih serius (Hill, C.S; Hughes, O. 2009).2.3 Lokasi PerdarahanMenurut lokasi perdarahan epistaksis anterior diamati pada sekitar 80% pasien perdarahan muncul dari anastomosis pleksus kiesselbach di bagian bawah septum anterior yang disebut Little Area tersusun atas arteri ethmoidalis anterior, sphenopalatine dan labial superior. Sedangkan lokasi perdarahan epistaksis posterior berasal dari arteri sphinopalatine (Gilyoma, J.M; Chalya, P.L, 2011).

Gambar 2. Lokasi Perdarahan2.4 PenatalaksanaanPrinsip penatalaksanaan Epistaksis ialah perbaiki keadaan umum, cari sumber perdarahan, hentikan perdarahan, cari factor penyebab untuk mencegah berulangnya perdarahan. Bila pasien datang dengan epistaksis perhatikan keadaan umumnya, nadi, pernapasan serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan atasi dahulu misalnya dengan memasang infus, jalan napas dapat tersumbat oleh darah atau bekuan darah perlu di bersihkan atau diisap.Untuk dapat menghentikan perdarahan perlu dicari sumbernya, setidaknya dilihat perdarahan dari anterior atau posterior.2.4.1 Perdarahan anteriorPerdarahan anterior seringkali berasal dari pleksus kisselbach di septum nasi bagian depan. Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior terutama pada anak dapat dicoba dihentikan dengan menekan hidung dari luar selama 10-15menit seringkali berhasil (lihat gambar ).

Gambar . lokasi penekanan Jika sumber perdarahan dapat terlihat tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitrat Argenti (AgNo3) 25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi krim antibiotic.Jika perdarahan masih berlangsung maka perlu dilakukan pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa yang diberi pelumas vaselin atau salep antibiotic. Tampon dimasukkan 2-4buah disusun teratur dan harus dapat menekan asal perdarahan. Tampon dipertahankan 2x24 jam, harus dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Selama 2 hari ini dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab epistaksis. 2.4.2 Perdarahan PosteriorPerdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya perdarahan hebat dan sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior.Untuk menanggulangi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior yang disebut tampon Bellocq. Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan diameter 3cm. pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 benang di satu sisi dan sebuah benang disisi berlawanan.Untuk memasang tampon posterior pada perdarahan satu sisi, digunakan bantuan kateter karet yang dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak di orofaring lalu ditarik keluar melalui mulut. Pada ujung kateter ini dikaitkan 2 benang tampon Bellocq tadi, kemudian kateter ditarik kembali melalui hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik. Tampon perlu didorong menggunakan telunjuk untuk dapat melewati palatum mole masuk kenasofaring. Jika masih ada perdarahan dapat ditambah tampon anterior kedalam kavum nasi. Kedua benang yang keluar dari hidung diikat pada sebuah gulungan kasa didepan nares anterior supaya tampon di nasofaring tetap ditempatnya. Benang lain yang keluar dari mulut diikatkan secara longgar pada pipi pasien untuk mencabut tampon setelah 2-3 hari.

Gambar : prosedur pemasangan Tampon BellocqBila perdarahan berat dari kedua sisi misalnya pada kasus angiofibroma digunakan bantuan dua kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan kiri dan tampon posterior terpasang di tengah-tengah nasofaring. Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat diganti kateter Folley dengan balon atau tampon balon hidung (balon epistaksis). Atau dengan bantuan pemakaian endoskopi dapat dikembangkan teksnik kauterisasi atau ligasi arteri sfenopalatina.2.5 Komplikasi dan pencegahanKomplikasi dapat terjadi sebagai akibat epistaksis itu sendiri atau akibat usaha penanggulangan epistaksis.Akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi darah kedalam salauran napas, syok, anemia dan gagal ginjal. Turunnya tekanan darah secara mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia serebri, insufisiensi miokard sampai infark miokard sehingga menyebabkan kematian. Sehingga harus membutuhkan tranfusi darah secepatnya.Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi, pemasangan tampon dapat menyebabkan rino-sinusitis, otoitis media, septicemia atau toxic shock syndrome. Selain itu dapat terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba eustachius , dan airmata berdarah (Bloody tears) akibat mengalirnya darah secara retrogred melalui duktus nasolakrimalis. Pemasang tampon posterior dapat mengakibatkan laserasi palatum mole atau sudut bibir.Untuk mencegah perdarahan ulang maka perlu dilakukan pemeriksaan labolatorium darah lengkap, pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal, gula darah, hemostasis. Pemeriksaan foto polos atau CT scan sinus bila dicurigai sinusitis. Konsul ke penyakit dalam atau kesehatan anak jika dicurigai kelainan sistemik.