080202 Pemantauan Produksi Benih Lele Sistem Intensif
-
Upload
al-faruqie -
Category
Documents
-
view
114 -
download
0
Transcript of 080202 Pemantauan Produksi Benih Lele Sistem Intensif
-
272
PEMANTAUAN PRODUKSI BENIH LELE SISTEM INTENSIFDI JAWA TIMUR, D.I. YOGYAKARTA, JAWA TENGAH DAN BANTEN
A. Tyas Afiati, D. Ilma Handayani, R. D. Hutasoit, P. Raharjo, Amirudin, D. Junaedi, Sudiana
Abstrak
Pemantauan Produksi Benih Lele Sistem Intensif dilakukan pada empat kabupaten,yaitu Kabupaten Boyolali, Bantul, Pandeglang dan Tulungagung. Parameter pra produksiyang diamati adalah kelayakan lahan, lokasi kolam, sumber air, wadah, induk, pakan, obat-obatan dan bahan kimia. Penerapan persyaratan pra produksi daerah pemantauan adalahsebesar 80,49%-100%, Ketidaksesuaian dengan SNI produksi benih lele dumbo kelas benihsebar (SNI: 01-6484.4-2000) ditemukan pada induk, pakan induk,dan obat ikan.Pemantauan penerapan proses produksi dilakukan terhadap proses pemijahan, penetasantelur dan pemijahan. Kesesuaian penerapan SNI proses produksi benih lele pada daerahpemantauan adalah sebesar 73,17%-87,80%. Ketidaksesuaian proses produksi didapatkanpada rasio pemijahan pada 10,5% responden, survival rate pada 34,61% responden, padattebar dan lama pemeliharaan benih pada setiap tahap pendederan di semua responden.
Produksi benih lele pada daerah pemantauan dilakukan dengan padat tebarPendederan I 2.667 ekor/m25.557 ekor/m2; Pendederan II 2.033-2.800 ekor/m2 danPendederan III 927 ekor/m-533 ekor/m2. Kesesuaian mutu benih yang dihasilkan padasetiap tahapan pendederan di daerah pemantauan adalah 75%. Ketidaksesuaian hanyaterdapat pada bobot benih pada semua tahapan pendederan.
Produktifitas benih lele tertinggi pada pembenih terdapat di Kabupaten Boyolali yaitusebesar 2.028.750 ekor/tahun kemudian berturut-turut menurun sebesar 1.628.000 ekor diKabupaten Tulungagung, 956.667 ekor/tahun di Kabupaten Bantul dan 506.667 ekor/thn diKabupaten Pandeglang. Ditinjau secara ekonomis, usaha pembenihan lele layak dijadikanalternatif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Kata kunci: Survival rate, mutu benih, kesesuaian SNI
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu komoditas perikanan yang telah berkembang pesat di masyarakat adalah
lele dumbo (Clarias gariepinus) karena keunggulan yang dimilikinya seperti dapat dipelihara
pada lahan terbatas, teknologi budidaya yang relatif mudah, pertumbuhannya cepat,
memiliki kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi dan banyak diminati pada
ukuran benih maupun konsumsi. Untuk mendukung pembudidaya lele, pada tahun 2000
pemerintah membuat beberapa acuan sebagai pegangan pembudidaya dalam
mengembangkan budidaya lele. Acuan tersebut berupa Standar Nasional (SNI) yang terdiri
atas SNI : 01-6484.3-2000 (SNI Produksi Induk Ikan Lele Dumbo Kelas Induk Pokok; SNI :
01-6484.1-2000 (SNI Induk Ikan Lele Dumbo Kelas Induk; SNI : 01-6484.4-2000 (SNI
-
273
Produksi Benih Ikan Lele Dumbo Kelas Benih Sebar) dan SNI : 01-6484.2-2000 (SNI Benih
Ikan Lele Dumbo Kelas Benih Sebar).
Seiring dengan peningkatan kebutuhan benih lele,, banyak pembudidaya yang
menggunakan induk tanpa memperhatikan acuan yang ada sehingga terjadi inbreeding. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya penurunan kualitas benih yang beredar di masyarakat.
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi telah berupaya memperbaiki
kualitas benih dengan memproduksi lele Sangkuriang dan telah dilepas sebagai varietas
unggul dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26/MEN/2004 tanggal 21
Juli 2004.
Peluang pasar untuk benih lele saat ini masih terbuka lebar, memacu pembudidaya
untuk meningkatkan produksi benih, sehingga pembudidaya berusaha mengoptimalkan
lahan yang dimilikinya untuk menghasilkan benih lele dalam jumlah banyak melalui
pendederan dengan padat tebar tinggi. Hasil pemantauan Pengawas Benih Ikan pada tahun
sebelumnya menunjukkan bahwa hampir semua pembenih lele di pulau Jawa melakukan
pendederan benih lele dengan padat tebar lebih tinggi daripada acuan yang telah
ditentukan. Proses produksi yang dilakukan oleh pembudidaya tersebut perlu dipantau untuk
menjamin mutu benih yang beredar di masyarakat.
1.2. Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah mengetahui proses produksi, produktivitas dan mutu
benih lele yang dihasilkan oleh UPR di daerah pemantauan.
II. BAHAN DAN METODE
2.1. Waktu dan Tempat
Pemantauan produksi benih lele dilakukan di Kabupaten Boyolali, Kabupaten Bantul,
Kabupaten Tulung Agung dan Kabupaten Pandeglang pada bulan Januari sampai
Desember 2010.
2.2. Bahan dan Alat
Bahan yang gunakan adalah bahan kimia untuk analisa kualitas air, sampel benih dan
air media pemeliharaan pada responden.
Alat yang digunakan terdiri dari alat tulis, kuisioner, alat perikanan/sampling ikan serta
SNI/SPO/Undang-undang/dokumen rilis.
-
274
2.3. Metode
Kegiatan dilakukan melalui observasi langsung pada UPR lele yang melakukan
produksi benih dengan padat tebar lebih tinggi daripada acuan dalam SNI : 01-6484.4-2000.
Data yang dikumpulkan meliputi:
Persyaratan Pra Produksi
Parameter yang diamati pada pra produksi adalah kelayakan lahan, lokasi kolam,
sumber air, wadah, induk, pakan, obat-obatan dan bahan kimia.
Persyaratan Proses Produksi Benih
Data proses produksi benih yang dikumpulkan meliputi proses pemijahan, penetasan
dan pendederan.
Mutu Benih
Pengamatan mutu benih dilakukan dengan mengambil sampel 30 ekor benih secara
acak. Parameter yang diamati adalah umur, panjang total, bobot, keseragaman ukuran
dan keseragaman warna.
Data pemantauan dianalisa dengan membandingkan data pemantauan dengan SNI 01-
6484.4-2000 (SNI Proses Produksi Benih Lele Dumbo Kelas Benih Sebar). Sedangkan data
hasil pengukuran mutu benih lele diolah dan dianalisa dengan membandingkan data
pemantauan dengan SNI 6140-2009 (SNI Benih Lele Dumbo Kelas Benih Sebar).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Responden
Lokasi pemantauan produksi benih lele adalah daerah yang pada tahun sebelumnya
pernah dipantau oleh Pengawas Benih Ikan dan diketahui melakukan produksi benih lele
dengan padat tebar tinggi. Pemantauan dilakukan pada empat kabupaten, yaitu Kabupaten
Boyolali, Kabupaten Bantul, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Tulung Agung. Secara
rinci, responden pemantauan produksi benih lele disajikan pada Tabel 1.
3.2. Pemantauan Pra Produksi dan Proses Produksi Benih Lele
Pemantauan dilakukan terhadap penerapan persyaratan pra produksi dan proses
produksi. Parameter yang diamati pada pra produksi adalah kelayakan lahan, lokasi kolam,
sumber air, wadah, induk, pakan, obat-obatan dan bahan kimia. Sedangkan tahapan proses
produksi yang diamati terdiri atas proses pemijahan, penetasan telur dan pemijahan.
-
275
Tabel 1. Responden Pemantauan Produksi Benih Lele
NO KABUPATEN KECAMATAN KELOMPOK/RESPONDEN
1. Kabupaten Boyolali Kecamatan Teras Mina SejahteraKecamatan Banyudono Mina Sari MulyaKecamatan Simo Mina UtamaKecamatan Ngemplak Sejahtera MandiriKecamatan Sawit Mina Asih PambudiKecamatan Boyolali Perintis
Dewa Lele2. Kabupaten Bantul Kecamatan Jetis Raja Mina
Kecamatan Imogiri Mina Adi MudaKecamatan Bambang Lipuro Mino LinthiKecamatan Srandakan Mina Karya PoncosariKecamatan Pandak Mina Karya
Nggerli dogh3. Kabupaten Tulung Agung Kecamatan Boyolangu Mina Sejahtera
Kecamatan Tulungagung BudiKecamatan Kedungwaru Mina Tawang Sari
4. Kabupaten Pandeglang Kecamatan Cipeucang Mutiara IkanKecamatan Cimanuk CikamalKecamatan Carita Mina Sejahtera Ikan
3.2.1. Pra Produksi
Penerapan persyaratan pra produksi pada Kabupaten Boyolali adalah 88,89% - 100%,
sedangkan di Kabupaten Bantul berkisar 88,89% 94,44%, Kabupaten Tulungagung
sebesar 88,89% dan di Kabupaten Pandeglang berkisar 80,49% - 85,37%. Rerata
penerapan persyaratan pra produksi pada empat kabupaten dapat dilihat pada Gambar 4.
Ketidaksesuaian persyaratan pra produksi pada 19 responden di empat kabupaten
hampir sama, yaitu pada induk dan pakan induk. Tiga puluh lima persen responden pada 4
kabupaten menggunakan induk yang seharusnya digunakan untuk benih sebar. Responden
yang menggunakan pakan buatan adalah sebesar 22,73%, sedangkan 77,27% responden
lainnya menggunakan pellet dicampur dengan pakan tambahan. Pakan tambahan yang
digunakan antara lain katak, keong, bekicot, jeroan bandeng, limbah kotoran puyuh, usus
ayam, ayam dan ikan rucah.
Lahan yang dimiliki oleh responden yang diamati pada keempat kabupaten merupakan
kawasan bebas banjir, dengan sumber air dari sumur yang tersedia sepanjang tahun dan
bebas dari pencemaran. Dari hasil pemantauan tersebut, diketahui bahwa lahan yang
digunakan layak untuk produksi benih lele.
-
276
Wadah yang digunakan untuk pemijahan maupun pendederan terbuat dari semen dan
terpal dengan luas bervariasi. Luas kolam yang digunakan untuk pendederan pertama,
kedua dan ketiga dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. Pada Gambar tesebut terlihat
bahwa sebagian besar pembudidaya menggunakan bak berukuran 2 12 m2. Pembudidaya
memilih bak berukuran kecil karena lebih mudah dalam mengendalikan penyakit dan mudah
dalam proses pemanenan.
Gambar 1. Luas Kolam untuk Pendederan I
dan Pendederan IIGambar 2. Luas Kolam untuk Pendederan III
Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk pencegahan atau penyembuhan penyakit
benih lele adalah chloramphenicol pada 5,26 % responden, enrofloxacin pada 10,53 %
responden, vitamin/suplemen pada 15,79 %, probiotik pada 42,11 % responden dan
fitofarmaka pada 26,32 % responden.
3.2.2. Proses Produksi
Kesesuaian penerapan SNI proses produksi benih lele di Kabupaten Boyolali adalah
sebesar 81,25% - 87,50%; di Kabupaten Bantul sebesar 82,93%-87,80%; di Kabupaten
Tulungagung sebesar 73,17%-82,93% dan di Kabupaten Pandeglang sebesar 80,49%-
85,37%. Rerata kesesuaian penerapan SNI Proses Produksi Benih Lele Kelas Benih Sebar
pada daerah pemantauan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Kesesuaian Penerapan SNI pada Daerah Pemantauan
-
277
Proses produksi yang berbeda dengan SNI adalah rasio pemijahan pada 10,5%
responden, padat tebar dan lama pemeliharaan benih pada setiap tahap pendederan di
semua responden dan survival rate pada 34,61% responden.
a. Pemijahan dan Penetasan Telur
Pemijahan induk lele pada empat kabupaten yang diamati dilakukan secara alami.
Sebesar 89 % responden pada empat kabupaten memijahkan induknya dengan sex ratio
1:1 sampai 1:2, sedangkan 11% responden di Kabupaten Bantul menggunakan sex ratio 2:1
dengan rerata berat induk jantan dan betina masing-masing 1 kg. Padat tebar induk pada
saat pemijahan adalah 1 kg/1-3m2 di Kabupaten Boyolali, 1kg/2-3m2 di Kabupaten Bantul,
1kg/m2 di Kabupaten Pandeglang dan 1 ekor/2-4 m2 di Kabupaten Tulungagung. Proses
penetasan telur pada empat kabupaten yang diamati berlangsung selama 30 - 36 jam.
b. Pendederan
Proses produksi benih pada semua responden yang berbeda dengan acuan dalam SNI
adalah padat tebar dan waktu pemeliharaan produksi benih sehingga ukuran benih yang
dihasilkan pada setiap tahapan juga berbeda.
Pendederan Pertama
Berdasarkan SNI: 01-6484.4-2000, Pendederan pertama adalah pemeliharaan benih
dari tingkat larva sampai ke tingkat benih ukuran 1 - 3 cm. Empat dari 7 responden di
Kabupaten Boyolali melakukan pendederan tahap I sampai tahap III dengan sistem air
mengalir dengan persentase pergantian air berkisar 33%. Sedangkan 3 responden lainnya
menggunakan air tenang. Pendederan pertama dilakukan dengan padat tebar sebanyak
2.667 5.557 ekor/m2 yang setara dengan 26 - 55 kali lebih tinggi daripada padat tebar
yang ditentukan dalam SNI 01-6484.4-2000.
Lama pemeliharaan benih pada tahap pendederan pertama bervariasi pada setiap
kabupaten. Untuk menghasilkan benih ukuran 2-3 cm, 83,33% responden di Kabupaten
Bantul mampu memproduksi benih ukuran 2-3 cm dalam waktu 12-15 hari, lebih singkat
daripada acuan dalam SNI (20 hari). Semua responden di Kabupaten Boyolali dan
Tulungagung memproduksi benih ukuran 1-3 cm dengan waktu pemeliharaan 1115 hari.
Variasi lama pemeliharaan dan ukuran benih yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6.
Dengan penerapan teknik produksi diatas, pembenih di Kabupaten Boyolali, Bantul,
Tulungagung dan Pandeglang mampu meproduksi benih tahap pendederan I dengan
survival rate (SR) sebesar 60-80%, 70%-80%, 50% dan 60%-70%.
-
278
Pendederan Kedua
Berdasar SNI 01-6484.4-2000, pendederan kedua adalah pemeliharaan benih dari
tingkat ukuran 1-3 cm sampai ke tingkat benih ukuran 3-5 cm. Responden dikabupaten
Boyolali melakukan pendederan kedua dengan padat tebar 2.160 ekor/m2 2.800 ekor/m2
yang setara dengan 40,66 56 kali lebih tinggi daripada padat tebar yang ditentukan dalam
SNI.
Pembenih di Kabupaten Boyolali, Bantul dan Tulungagung pada umumnya
memproduksi benih dengan rentang ukuran yang lebih sempit, yaitu 3-4 dan 4-5; sehingga
untuk menghasilkan benih ukuran 5 cm dilakukan dengan dua tahapan pemeliharaan.
Waktu yang dibutuhkan oleh pembudidaya untuk mencapai ukuran 5 cm lebih cepat
daripada waktu pemeliharaan yang tercantum dalam SNI. Lama pemeliharaan dan ukuran
yang dihasilkan pada tahap pendederan kedua pada empat kabupaten dapat dilihat pada
Gambar 6. Dengan teknik yang diterapkan pembudidaya di Kabupaten Boyolali dapat
menghasilkan benih dalam tahap pendederan kedua dengan survival rate 70-80%, di
Kabupaten Bantul 60-85%, di Kabupaten Pandeglang 60-80% dan di Kabupaten
Tulungagung sebesar 50-70%.
Pendederan Ketiga
Berdasar SNI 01-6484.4-2000, pendederan ketiga adalah pemeliharaan benih dari
tingkat ukuran 3-5 cm sampai ke tingkat benih ukuran 5-8 cm. Padat tebar pendederan
ketiga pada pembenih di empat kabupaten berkisar 917 ekor/m2 1.533 ekor/m2. Waktu
pemeliharaan untuk menghasilkan benih ukuran 5-8 kabupaten Pandeglang dan Bantul lebih
cepat daripada waktu pemeliharaan dalam acuan. Dengan teknik yang digunakan
pembudidaya, survival rate benih pendederan tahap ketiga di Kabupaten Boyolali berkisar
70-80%, di Kabupaten Bantul 70-90%, di Kabupaten Pandeglang 70-85% dan di Kabupaten
Tulugagung 70-80%.
Gambar 5. Rerata Padat Tebar Pendederan Benih pada Daerah Pemantauan
-
279
Gambar 6. Lama pemeliharaan dan Ukuran Benih yang dihasilkan
Produksi benih pada tahap pendederan pertama sampai ketiga dengan padat tebar
tinggi namun membutuhkan waktu yang lebih singkat diduga karena frekuensi pemberian
pakan yang lebih sering (4-6 kali) daripada frekuensi anjuran pada SNI yang hanya
2 kali/hari pada PI dan 3 kali/hari pada PII dan PIII.
3.3. Mutu Benih
Pengamatan mutu benih lele dilakukan terhadap benih lele yang berumur 1-20 hari; 21-
40 hari dan 21-54 hari. Mutu benih pada semua tahapan pendederan masih sesuai dengan
SNI, kecuali pada bobot. Namun perbedaan bobot benih yang diamati dan bobot yang
tercantum dalam SNI selalu ditemukan pengawas pada setiap daerah pemantauan di
berbagai daerah. Sedangkan untuk parameter panjang, keseragaman ukuran dan
keseragaman warna berada diatas kisaran SNI. Mutu benih yang diamati dapat dilihat pada
Gambar 7 sampai Gambar 9.
Gambar 7. Mutu Benih Lele Umur 15-20 Hari
-
280
Gambar 8. Mutu Benih Umur 30 40 hari
Gambar 9. Mutu Benih Umur 47 sampai 49 hari
3.4. Produktivitas dan Analisis Ekonomi
3.4.1. Produktivitas
Rerata produktivitas benih lele pada setiap pembenih terdapat pada Kabupaten
Boyolali yaitu sebesar 2.028.750 ekor/tahun kemudian berturut-turut menurun sebesar
956.667 ekor/tahun di Kabupaten Bantul, 752.000 ekor/tahun di Kabupaten Tulungagung
dan 506.667 ekor/tahun di Kabupaten Pandeglang.
Persentase ukuran benih yang dihasilkan oleh pembenih di setiap kabupaten bervariasi.
Variasi ukuran benih yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10 Gambar 13. Lima
puluh empat persen benih yang dihasilkan di Kabupaten Boyolali adalah ukuran 4-6, benih
tersebut dipasarkan ke Demak, Wonogiri, Klaten, Sukoharjo, Magelang, Sleman. Setelah
benih berukuran diatas 7 cm, sebagian besar benih tersebut dikirim kembali ke Boyolali
untuk pembesaran di kampung lele. Produktivitas tinggi di Kabupaten Boyolali tersebut
disebabkan karena adanya kreatifitas pembenih, tingkat pendidikan yang tinggi, dan
kerjasama yang baik antara sesama pembenih dan antara pembenih dengan dinas terkait di
Kabupaten Boyolali.
-
281
Gambar 10. Persentase ukuran benih yangdihasilkan di Kab. Boyolali
Gambar 11. Persentase ukuran benih yangdihasilkan di Kab. Bantul
Gambar 12. Persentase ukuran benih yangdihasilkan di KabTulung Agung
Gambar 13. Persentase ukuran benih yangdihasilkan di Kab. Pandeglang
3.4.2. Analisa Usaha
Untuk mengetahui kelayakan usaha pembenihan lele dilakukan analisa usaha.
Paremeter yang dihitung adalah keuntungan setiap tahun, keuntungan setiap siklus, Pay
back period, BEP volume dan BEP harga. Nilai analisa usaha tersebut merupakan asumsi.
Data untuk perhitungan analisa usaha diperoleh dari hasil wawancara dengan pembenih.
Perhitungan analisa usaha dilakukan terhadap empat UPR di Kabupaten Boyolali, Bantul
dan Tulung Agung. Hasil analisa usaha pada sampel pembudidaya dapat dilihat pada Tabel
10, dengan rincian perhitungan pada Lampiran 1.
Tabel 2. Hasil Analisa Usaha pada 4 Responden di Boyolali,Bantul, Tulungagung dan Pandeglang
NO RESPONDENKEUNTUNGAN LAMA
SIKLUSPAYBACKPERIOD
BEPVOLUME
BEPHARGAPER TAHUN PER SIKLUS
1 Responden 1 109,990,044 2,291,459 21 hari 0.92 828,714 24
2 Responden 2 31,824,200 2,652,017 29 hari 0.85 231,083 27
3 Responden 3 27,833,100 1,159,713 42 hari 0.07 682,384 44
4 Responden 4 22,234,000 2,779,250 52 hari 0.18 242,371.43 69
Ditinjau secara ekonomis, usaha pembenihan lele layak dijadikan alternatif untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat. Sampel pembenih yang mampu menghasilkan
-
282
keuntungan terbesar adalah pada responden 1, yaitu sebesar Rp.109.990.044/tahun
dengan nilai Pay Back Period (waktu yang digunakan untuk pengembalian modal investasi
pembuatan kolam sebesar 554 m2 dan pembelian induk lele sebanyak 400 ekor) adalah
selama 11 bulan. Harga titik impas pembenihan lele dicapai pada produksi benih lele ukuran
3-4 cm sebanyak 828.714 ekor dengan harga Rp. 24,-/ekor.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN4.1. Kesimpulan1. Persyaratan pra produksi yang berbeda dengan dengan SNI produksi benih lele dumbo
kelas benih sebar (SNI: 01-6484.4-2000) adalah penggunaan induk dan pakan induk.
Penerapan persyaratan pra produksi pada responden adalah sebesar 80,49 % - 100 %.
2. Penerapan proses produksi yang berbeda dengan SNI adalah rasio pemijahan pada
10,5% responden, padat tebar dan lama pemeliharaan benih pada setiap tahap
pendederan di semua responden dan survival rate pada 34,61% responden. Penerapan
persyaratan proses produksi pada responden adalah sebesar 73,17% - 87,50%.
3. Produksi benih lele pada daerah pemantauan dilakukan dengan padat tebar
Pendederan I 2.667 ekor/m2 5.557 ekor/m2; Pendederan II 2.033-2.800 ekor/m2 dan
Pendederan III 927 ekor/m2 1.533 ekor/m2.
4. Kesesuain mutu benih yang dihasilkan pada setiap tahapan pendederan di daerah
pemantauan adalah 75%. Ketidaksesuaian hanya terdapat pada bobot benih.
5. Rerata produktivitas benih lele pada setiap pembenih di Kabupaten Boyolali yaitu
sebesar 2.028.750 ekor/tahun, 956.667 ekor/tahun di Kabupaten Bantul 752.000
ekor/tahun di Kabupaten Tulungagung dan 506.667 ekor/tahun di Kabupaten
Pandeglang.
6. Secara ekonomi, usaha pembenihan lele yang dilakukan dengan padat tebar tinggi
lebih menguntungkan.
4.2. Saran1. Mengingat banyaknya lahan darat yang belum dimanfaatkan secara optimal, diperlukan
sosialisasi tentang usaha pembenihan lele sehingga terjadi perluasan kawasan
pembenihan dan peningkatan jumlah pembenih lele.
2. Perlu penyebarluasan informasi maupun acuan teknik pembenihan lele yang terkini
agar pembenih mampu mengadopsi teknologi yang tepat untuk meningkatkan produksi
benih yang berkualitas
-
283
3. Perlu adanya sosialisasi mengenai obat-obatan dan antibiotik yang sudah dilarang
penggunaannya pada pembenih disertai alternatif lain penggunaan bahan lain atau
teknik lain untuk pencegahan/pengobatan ikan agar aman untuk dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2007. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.26/MEN/2004. DeskripsiLele Sangkuriang.
Badan Standardisasi Nasional. 2000. SNI 01-6484-1-2000: Induk Lele Dumbo. Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 2000. SNI 01-6484-2-2000: Benih Lele Dumbo Kelas Benih Sebar.Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 2000. SNI 01-6484-4-2000: Proses Produksi Benih Lele Dumbo KelasBenih Sebar. Jakarta.
-
284
Lampiran 1. Analisa Usaha Pembenihan (Responden 1)
NO URAIAN VOLUME HARGA (RP) TOTAL (RP)
A. Biaya Investasi 125.450.0001 Pembuatan kolam ukuran (m2) 554 200.000 110.800.0002 Alat-alat perikanan (paket) 1 250.000 250.0003 Beli induk betina (ekor) 330 36.000 11.880.0004 Beli induk jantan (ekor) 70 36.000 2.520.000
B. Biaya Variabel 31.200.0001 Pakan induk (kg) 1.800 5.500 9.900.0002 Pakan benih (kg)
Gold koin 60 300 18.000 5.400.000Gold koin 61 300 15.000 4.500.000PF 1000 100 13.000 1.300.000
3 Obat dan vitamin 500.0004 Tenaga kerja 9.600.000
C. Biaya Tetap 26.809.9561 Penyusutan kolam (5 thn) 0,20 110.800.000 22.160.0002 Penyusutan alat-alat perikanan (1 tahun) 1,00 250.000 250.0003 Penyusutan induk betina (3 tahun) 0,33 10.999.890 3.629.9644 Penyusutan induk jantan (3 tahun) 0,33 2.333.310 769.992
D. Total Biaya ProduksiBiaya variabel + Biaya tetap 58.009.956
E. Penjualan 3-4 (50.000ek x 48 siklus 2.400.000 70 168.000.000
F. Analisis Biaya Manfaat1 Keuntungan (per thn) = Penjualantotal biaya 109.990.0442 Cash flow = Keuntungan + penyusutan 136.800.0003 Pay back period = (Total investasi/Cash flow) 0,924 BEP volume = Biaya total : Harga jual per ekor 828.7145 BEP harga = Biaya total : Total produksi 24
-
285
Lampiran 2. Analisa Usaha Pembenihan Lele (Responden 2)
NO. URAIAN VOLUME HARGA (Rp) TOTAL (Rp)
A. Biaya Investasi 27.650.0001 Pembuatan kolam semen (84 m2) 130 200.000 26.000.0002 Alat perikanan (paket) 1 250.000 250.0003 Beli induk betina (ekor) 28 35.000 980.0004 Beli induk jantan (ekor) 12 35.000 420.000
B. Biaya Variabel 15.463.8001 Pakan induk (1.5 kg x 269 hrxRp.6.000) 404 6.800 2.743.8002 Katak (Rp. 6.000x 96 hari) 96 6.000 576.0003 Cacing 720 4.500 3.240.0004 Pakan benih
D0 (10 kg x 12) 120 10.500 1.260.000PF 1000 (25 kg x 12) 250 10.800 2.700.000
5 Kapur ( 3kg x 12) 36 4.000 144.0006 Tenaga kerja (Rp. 200.000 x 12) 12 400.000 4.800.000
C. Biaya Tetap 9.292.0001 Penyusutan kolam 0,33 26.000.000 8.580.0002 Penyusutan alat-alat perikanan (1 tahun) 1,00 250.000 250.0003 Penyusutan induk betina (3 tahun) 0,33 980.000 323.4004 Penyusutan induk jantan (3 tahun) 0,33 420.000 138.600
D. Total Biaya ProduksiBiaya variabel + Biaya tetap 16.175.800
E. PenjualanUkuran 4-6 cm (50.000 ek x 12 siklus) 600.000 80 48.000.000
F. Analisis Biaya Manfaat1 Keuntungan = Penjualantotal biaya 31.824.2002 Cash flow = Keuntungan + penyusutan 32.536.2003 Pay back period = (Total investasi/Cash flow) 0,854 BEP volume = Biaya total : Harga jual per ekor 231.0835 BEP harga = Biaya total : Total produksi 27
-
286
Lampiran 3. Analisa Usaha Pembenihan Lele (Responden 3)
NO URAIAN VOLUME HARGA (Rp) TOTAL (Rp)
A. Biaya Investasi 2.130.0001 Sewa Lahan (320 m2. 1 th) 1 1.000.000 1.000.0002 Alat perikanan (paket) 1 250.000 250.0003 Beli induk betina (ekor) 30 22.000 660.0004 Beli induk jantan (ekor) 10 22.000 220.000
B. Biaya Variabel 46.226.5001 Pakan induk (1.5 kg x 300hrxRp.6.800) 450 6.800 3.060.0002 Katak (Rp. 6.500 x 65 hari) 65 6.500 422.5003 Cacing 336 4.000 1.344.0004 Pakan benih 3.000 13.000 39.000.0005 Tenaga kerja (Rp. 200.000 x 12) 2.400.000
C. Biaya Tetap 1.540.4001 Sewa Lahan (320 m2. 1 th) 1 1.000.000 1.000.0002 Penyusutan alat-alat perikanan (1 tahun) 1,00 250.000 250.0003 Penyusutan induk betina (3 tahun) 0,33 660.000 217.8004 Penyusutan induk jantan (3 tahun) 0,33 220.000 72.600
D. Total Biaya ProduksiBiaya variabel + Biaya tetap 47.766.900
E. PenjualanUkuran 5-6 cm (45.000 ek x 24 siklus) 1.080.000 70 75.600.000
F. Analisis Biaya Manfaat1 Keuntungan = Penjualantotal biaya 27.833.1002 Cash flow = Keuntungan + penyusutan 29.373.5003 Pay back period = (Total investasi/Cash flow) 0,14 BEP volume = Biaya total : Harga jual per ekor 682.3845 BEP harga = Biaya total : Total produksi 44
-
287
Lampiran 4. Analisa Usaha Pembenihan Lele (Responden 4)
NO. URAIAN VOLUME HARGA (Rp) TOTAL (Rp)
A. Biaya Investasi 4.250.0001 Pembuatan Kolam terpal 2.500.0002 Alat perikanan (paket) 1 250.000 250.0003 Beli induk betina (ekor) 35 25.000 875.0004 Beli induk jantan (ekor) 25 25.000 625.000
B. Biaya Variabel 14.971.0001 Pakan induk (2 kg x 365hr x Rp.6.700) 730 6.700 4.891.0004 Pakan benih (50 kg x 12) 480 11000 5.280.0005 Tenaga kerja (Rp. 200.000 x 12) 12 400000 4.800.000
C. Biaya Tetap 1.995.0001 Penyusutan kolam 0,50 2.500.000 1.250.0002 Penyusutan alat-alat perikanan (1 tahun) 1,00 250.000 250.0003 Penyusutan induk betina (3 tahun) 0,33 875.000 288.750
4 Penyusutan induk jantan (3tahun) 0,33 625.000 206.250
D. Total Biaya ProduksiBiaya variabel + Biaya tetap 16.966.000
E. PenjualanUkuran 7-8 cm (35.000 ek x 7 siklus) 245.000 160 39.200.000
F. Analisis Biaya Manfaat1 Keuntungan = Penjualantotal biaya 22.234.0002 Cash flow = Keuntungan + penyusutan 24.229.0003 Pay back period = (Total investasi/Cash flow) 0,24 BEP volume = Biaya total : Harga jual per ekor 242.3715 BEP harga = Biaya total : Total produksi 69