06-Peraturan Standar Tentang Persamaan Kesempatan Bagi Para Penyandang Cacat Resolusi Pbb No. 4896...

41
PERATURAN STANDAR TENTANG PERSAMAAN KESEMPATAN BAGI PARA PENYANDANG CACAT Resolusi PBB No. 48/96 Tahun 1993 Alih Bahasa Drs. Didi Tarsidi Biro HLN - DPP PERTUNI HIMPUNAN WANITA PENYANDANG CACAT INDONESIA JAKARTA, 1998

Transcript of 06-Peraturan Standar Tentang Persamaan Kesempatan Bagi Para Penyandang Cacat Resolusi Pbb No. 4896...

PERATURAN STANDAR TENTANG PERSAMAAN KESEMPATAN BAGI PARA PENYANDANG CACAT Resolusi PBB No. 48/96 Tahun 1993 Alih Bahasa Drs. Didi Tarsidi Biro HLN - DPP PERTUNI HIMPUNAN WANITA PENYANDANG CACAT INDONESIA JAKARTA, 1998

2

Daftar Isi: PENDAHULUAN 3 Latar Belakang dan Kebutuhan Masa Kini. 3 Aksi Internasional Terdahulu 4 Menuju Peraturan Standar 5 Tujuan dan Isi Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat 5 Konsep-konsep Fundamental Dalam Kebijaksanaan Mengenai Kecacatan 7 Pencegahan 9 Rehabilitasi 9 Persamaan Kesempatan 9

I. PRASYARAT BAGI PERSAMAAN PARTISIPASI 13 Peraturan 1: Peningkatan Kesadaran 13 Peraturan 2: Perawatan Medis 14 Peraturan 3: Rehabilitasi 15 Peraturan 4: Pelayanan Penunjang 16

II. BIDANG-BIDANG SASARAN BAGI PERSAMAAN PARTISIPASI 18 Peraturan 5: Aksesibilitas 18 Peraturan 6: Pendidikan 20 Peraturan 7: Penempatan Kerja 22 Peraturan 8: Tunjangan Penghasilan dan Jaminan Sosial 24 Peraturan 9: Kehidupan Keluarga dan Integritas Pribadi 25 Peraturan 10: Kebudayaan 26 Peraturan 11: Rekreasi dan Olah Raga 27 Peraturan 12: Agama 28

III. UPAYA-UPAYA IMPLEMENTASI 29 Peraturan 13: Informasi dan Riset 29 Peraturan 14: Pembuatan Kebijaksanaan dan Perencanaan 30 Peraturan 15: Perundang-undangan 31 Peraturan 16: Kebijaksanaan Ekonomi 32 Peraturan 17: Koordinasi Kegiatan 33 Peraturan 18: Organisasi-organisasi Para Penyandang Cacat 33 Peraturan 19: Pelatihan Personel 34 Peraturan 20: Pemantauan dan Evaluasi Nasional Terhadap Program-program dalam Bidang Kecacatan untuk Mengimplementasikan Peraturan Standar 35 Peraturan 21: Kerja Sama Teknik dan Ekonomi 36 Peraturan 22: Kerja Sama Internasional 37

IV. MEKANISME PEMANTAUAN 39

3

PENDAHULUAN Latar Belakang dan Kebutuhan Masa Kini. Penyandang cacat terdapat di semua bagian dunia dan pada semua tingkatan dalam setiap masyarakat. Jumlah penyandang cacat di dunia ini besar dan senantiasa bertambah. Baik penyebab maupun akibat kecacatan di dunia ini bervariasi. Variasi tersebut diakibatkan oleh perbedaan keadaan sosial ekonomi dan sarana serta prasarana yang dapat disediakan oleh negara untuk kesejahteraan warganya. Kebijaksanaan dalam bidang kecacatan masa kini merupakan hasil perkembangan selama dua ratus tahun terakhir. Dalam banyak hal, keadaan ini mencerminkan kondisi kehidupan pada umumnya dan kebijaksanaan sosial ekonomi dari masa ke masa. Akan tetapi, dalam bidang kecacatan terdapat pula keadaan-keadaan khusus yang telah mempengaruhi kondisi kehidupan para penyandang cacat. Kemasabodohan, kurangnya perhatian, takhayul serta rasa takut merupakan faktor-faktor sosial yang dalam sepanjang sejarah kecacatan telah memencilkan para penyandang cacat dan menghambat perkembangannya. Selama tahun-tahun silam, kebijaksanaan berkembang dari perawatan dasar dilembaga-lembaga kependidikan bagi anak-anak yang menyandang kecacatan sampai pada rehabilitasi bagi orang-orang yang mengalami kecacatan pada masa dewasanya. Melalui pendidikan dan rehabilitasi, para penyandangcacat menjadi lebih aktif dan menjadi tenaga pendorong bagi pengembangan lebih lanjut kebijaksanaan dalam bidang kecacatan. Organisasi-organisasi para penyandang cacat serta lembaga swadaya masyarakat dalam bidang kecacatan terbentuk, yang menyuarakan himbauan-himbauan bagi terciptanya kondisi yang lebih baik bagi para penyandang cacat. Sesudah Perang Dunia Kedua, konsep-konsep tentang integrasi dan normalisasi diperkenalkan, yang mencerminkan tumbuhnya kesadaran tentang kemampuan para penyandang cacat. Menjelang akhir tahun 1960-an, organisasi-organisasi para penyandang cacat di beberapa negara mulai merumuskan suatu konsep baru tentang kecacatan. Konsep baru tersebut menunjukkan adanya hubungan yang erat antara keterbatasan yang dialami oleh para individu penyandang cacat, rancangan bangunan serta struktur lingkungannya dan sikap masyarakat pada umumnya. Sejalan dengan

4

itu, masalah-masalah kecacatan di negara-negara berkembangpun makin muncul ke permukaan. Di beberapa dari negara-negara ini persentase penduduk yang menyandang kecacatan diperkirakan sangat tinggi, dandikebanyakan negara berkembang tersebut para penyandang cacat berada jauh di bawah garis kemiskinan. Aksi Internasional Terdahulu Hak-hak para penyandang cacat telah lama menjadi pusat perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi-organisasi Internasional lainnya. Hasil yang paling penting dari Tahun Penyandang Cacat Internasional 1981 adalah Program Aksi Dunia mengenai Para Penyandang Cacat yangtelah ditetapkan oleh Sidang Umum PBB dalam resolusinya No. 37/52. Tahun Penyandang Cacat Internasional dan Program Aksi Dunia tersebut merupakan tenaga penggerak yang kuat bagi kemajuan dalam bidang kecacatan ini. Kedua hal tersebut memberi tekanan pada hak para penyandang cacat untuk memperoleh kesempatan yang sama seperti warga negara lainnya, serta hak untuk memperoleh bagian yang sama dalam perbaikan kondisi kehidupan sebagai hasil dari pembangunan sosial dan ekonomi. Pertemuan global para ahli untuk meninjau kembali pelaksanaan program aksi dunia mengenai para penyandang cacat pada pertengahan Dekade PBB untuk Para Penyandang Cacat diselenggarakan di Stockholm pada tahun 1987. Pada pertemuan tersebut disarankan agar dikembangkan satu filsafat yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menentukan prioritas bagi aksi di tahun-tahun mendatang. Dasar filsafat tersebut seyogyanya berupa pengakuan atas hak-hak para penyandang cacat. Sehubungan dengan hal tersebut, pertemuan itu merekomendasikan agar Sidang Umum menyelenggarakan suatu konferensi khusus untuk merancang konvensi Internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap para penyandang cacat, yang harus diratifikasi oleh negara-negara menjelang berakhirnya dekade tersebut. Sebuah rancangan garis besar konvensi disiapkan oleh Italia dan disajikan kepada sidang umum pada sidang ke-42. Penyajian-penyajian lebih lanjut mengenai rancangan konvensi itu dilakukan oleh Swedia pada sidang ke-44. Akan tetapi, dalam kedua sidang tersebut tidak dapat dicapai sebuah konsensus tentang konvensi yang cocok. Banyak perwakilan berpendapat bahwa

5

dokumen-dokumen tentang hak-hak asasi manusia yang telah ada sudah dapat menjamin para penyandang cacat untuk memperoleh hak-hak yang sama dengan orang-orang lain. Menuju Peraturan Standar Berdasarkan pengarahan dari pidato-pidato dalam Sidang Umum, Dewan Ekonomi dan Sosial pada sidang pertamanya di tahun 1990 akhirnya sepakat untuk memusatkan perhatian pada usaha menciptakan suatu instrumen internasional yang lain. Dengan resolusi 1990/26, Dewan menugasi Komisi Pembangunan Sosial agar pada sidangnya yang ke-32 mempertimbangkan pembentukan sebuah kelompok kerja ad hoc yang terdiri dari pakar-pakar pemerintah, yang didanai dengan sumbangan-sumbangan suka rela, untuk mengusahakan perumusan Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatanbagi Para Penyandang Cacat Anak-anak, Remajadan Dewasa, dengan menggalang kerja sama yang erat dengan lembaga-lembaga spesialisasi, badan-badan antar pemerintah dan organisasi-organisasi non pemerintah, terutama organisasi-organisasi parapenyandang cacat. Dewan juga meminta Komisi untuk menyelesaikan naskah peraturan tersebut untuk dipertimbangkan pada tahun 1993 dan diajukan ke Sidang Umum dalam sidang ke-48. Diskusi-diskusi selanjutnya dalam Komite Ketiga dari Sidang Umum pada sidang ke-45 menunjukkan bahwa terdapat dukungan yang luas terhadap prakarsa baru untuk mengusahakan perumusan Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat tersebut. Pada sidang ke-32 Komisi Pembangunan Sosial, prakarsa untuk merumuskan Peraturan Standar itu mendapat dukungan dari sejumlah besar perwakilan, dan diskusi-diskusi menghasilkan ditetapkannya resolusi 32/2, yang memutuskan untuk membentuk sebuah kelompok kerja ad hoc yang sesuai dengan resolusi 1990/26 Dewan Ekonomi dan Sosial. Tujuan dan Isi Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat telah dikembangkan atas dasar pengalaman yang diperoleh selama Dekade Penyandang Cacat PBB (1983 - 1992).

6

Piagam Internasional Hak-hak Asasi Manusia, yang terdiri dari Deklarasi Hak Azazi Manusia Universal, Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan Perjanjian Intemasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, Konvensi tentang Hak-hak Anak, dan Konvensi tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita, maupun Program Aksi Dunia mengenai Penyandang Cacat, merupakan landasan politik dan moral bagi peraturan ini. Meskipun peraturan ini tidak wajib, tetapi dapat menjadi peraturan keluaran internasional jika ditetapkan oleh sejumlah besar Negara dengan tujuan menghormati suatu aturan dalam hukum internasional. Peraturan ini mengandung nilai moral yang tinggi, dan negara-negara memerlukan komitmen politik yang kuat untuk dapat melaksanakannya demiter ciptanya persamaan kesempatan itu. Prinsip-prinsip penting untuk bertanggungjawab, berbuat danbekerja sama terkandung pula di dalamnya. Bidang-bidang yang sangat penting bagi kualitas kehidupan dan demi tercapainya partisipasi penuh dan persamaan pun termuat. Peraturan ini dapat dipergunakan sebagai suatu instrumen bagi pembuatan kebijaksanaan dan pengambilan tindakan bagi para penyandang cacat serta organisasi-organisasinya. Peraturan ini dapat pula dipergunakan sebagai dasar bagi kerja sama teknik dan ekonomi di antara negara-negara, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi organisasi internasional lainnya. Peraturan ini bertujuan untuk menjamin agar para penyandang cacat anak-anak maupun dewasa, laki-laki ataupun perempuan, memperoleh hak dan kewajiban yang sama seperti orang-orang lain sebagai warga masyarakatnya. Di dalam semua masyarakat di dunia ini masih terdapat hambatan-hambatan yang mengakibatkan para penyandang cacat tidak dapat menggunakan hak dan kebebasannya sehingga sulit bagi mereka untuk berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan-kegiatan di masyarakatnya. Merupakan tanggungjawab negara-negara untuk melakukan tindakan yang tepat demimenghilangkan hambatan-hambatan tersebut. Para penyandang cacat dan organisasi-organisasinya seyogyanya memainkan peran aktif sebagai mitra kerja dalam proses menghilangkan hambatan-hambatan tersebut. Persamaan kesempatan bagi para penyandang cacat merupakan suatu sumbangan yang sangat penting bagi usaha memobilisasi sumber daya manusia secara umum dan global. Perhatian khusus mungkin

7

perlu diberikan kepada kelompok-kelompok tertentu seperti wanita, anak-anak, lanjut usia, yang miskin, para pekerja migran, penyandang cacat ganda atau multi, suku terasing dan etnik minoritas. Disamping itu, terdapat pula sejumlah besar pengungsi penyandang cacat yang mempunyai kebutuhan khususyang memerlukan perhatian. Konsep-konsep Fundamental Dalam Kebijaksanaan Mengenai Kecacatan Berikut ini adalah konsep-konsep yang dipergunakan dalam peraturan ini. Konsep-konsep tersebut pada intinya dibangun atas dasar konsep-konsep yang terdapat dalam program aksi dunia mengenai penyandang cacat. Dalam hal-hal tertentu, konsep-konsep tersebut mencerminkan perkembangan yang telah terjadi selama masa Dekade PBB bagi Penyandang Cacat. "Disability dan Handicap"1 Istilah "disability" mencakup bermacam-macam keterbatasan kemampuan yang terjadi pada suatu populasi di semua negara di dunia. Seseorang mungkin menyandang keterbatasan kemampuan sebagai akibat kekurangan pada fisik, intelektual atau pengindraan, ataupun sebagai akibat dari kondisi-kondisi medis atau penyakit mental tertentu. Kekurangan, kondisi-kondisi atau penyakit tersebut dapat bersifat permanen ataupun sementara. "Handicap" adalah kehilangan atauketerbatasan kesempatan untuk ambil bagian dalam kehidupan di masyakarakat pada tingkat yang sama dengan orang lain. Istilah handicap menggambarkan pengalaman pahit seseorang dengan kecacatan dan lingkungannya. Penggunaan istilah ini bertujuan untuk menonjolkan kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalam lingkungan serta kegiatan-kegiatan yang terorganisasi di dalam masyarakat, misalnya dalam hal informasi, komunikasi dan pendidikan, yang mengakibatkan para penyandang cacat tidak dapat berpartisipasi atas dasar persamaan. Penggunaan istilah disability dan handicap tersebut di atas seyogyanya

1 Catatan penerjemah: Istilah kecacatan merupakan padanan dari istilah"disability" dan "handicap". Akan tetapi didalam bahasa lnggris istilah-istilah ini memilih implikasi yang

berlainan sebagaimana didefinisikan pada butir 17 dan 18.

8

dipandang sebagai suatu perkembangan baru dalam sejarah kecacatan modern. Selama tahun 1970-an terdapat reaksi yang kuat dari kalangan perwakilan organisasi-organisasi penyandang cacat dan para profesional dalam bidang kecacatan menentang peristilahan yang dipergunakan pada saat itu. Istilah disability dan handicap sering dipergunakan secara tidak jelas dan membingungkan, yang tidak memberikan pedoman yang baik bagi pembuatan kebijaksanaan dan pengambilan tindakan politik. Peristilahan itu mencerminkan pendekatan medis dan diagnostik, yang mengabaikan ketidak sempurnaan dan kekurangan-kekurangan masyarakat sekitar. Pada tahun 1980, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan klasifikasi internasional tentang impairment2, disability dan handicap yang menggunakan pendekatan yang lebih tepat tetapi juga lebih relativistik. Klasifikasitersebut menggariskan perbedaan yang jelas antara impairment, disability dan handicap. Klasifikasi ini telah dipergunakan secara meluas dalam berbagai bidang seperti rehabilitasi, pendidikan, statistik, pembuatan kebijaksanaan, perundang-undangan, kependudukan, sosiologi, ekonomi dan antropologi. Beberapa pengguna menyatakan bahwa klasifikasi tersebut, dalam definisinya mengenai istilah handicap, masih dapat dianggap terlalu medis dan terlalu berpusat pada individu, dan kurang menggambarkan adanya interaksi antara kondisi-kondisi kemasyarakatan atau harapan-harapan dan kemampuan-kemampuan individu. Keberatan-keberatan tersebut, serta keberatan-keberatan lain yang diungkapkan oleh para pengguna selama dua belas tahun sejak publikasi klasifikasi ini, akan dikupas dalam revisi mendatang. Sebagai hasil dari pengalaman yang diperoleh dalam penerapan Program Aksi Dunia dan daridiskusi umum yang dilaksanakan selama Dekade PBB bagi Para Penyandang Cacat, terdapat pendalaman pengetahuan dan perluasan pemahaman mengenaimasalah-masalah kecacatan serta peristilahannya. Peristilahan yang dipergunakan sekarang mengandung implikasi tentang perlunya memenuhi kebutuhan individu (seperti rehabilitasi danbantuan teknis) maupun pentingnya mengatasi kekurangan-kekurangan masyarakat (seperti terdapatnya berbagai hambatan sosial untuk partisipasi para penyandang cacat dalam kegiatan masyarakat).

2 Impairment adalah kehilangan atau ketidak normalan struktur atau fungsi psikologis, fsiologis atau anatomis.

9

Pencegahan Pencegahan adalah suatu tindakan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya kecacatan (impairment) fisik, intelektual, psikiatrik atau indra (pencegahan primer), atau mencegah agar kecacatan tersebut tidak mengakibatkan keterbatasan kemampuan yang permanen atau disability (pencegahan sekunder). Pencegahan dapat meliputi berbagai macam tindakan, seperti perawatan kesehatan primer, perawatan anak pada masa prenatal dan postnatal, pendidikan gizi, kampanye imunisasi terhadap penyakit-penyakit menular, berbagai penanggulangan untuk memberantas penyakit-penyakit endemik, peraturan keselamatan, program pencegahan kecelakaan dalam berbagai macam lingkungan yang mencakup penyesuaian tempat kerja untuk mencegah terjadinya keterbatasan kemampuan kerja (occupational disability) serta penyakit, dan pencegahan kecacatan akibat polusi lingkungan atau perang. Rehabilitasi Rehabilitasi adalah suatu proses yang ditujukan untuk memungkinkan para penyandang cacat mencapai dan mempertahankan tingkat kemampuan fisik, pengindraan, intelektual, psikiatrik dan/atau kemampuan sosialnya secara optimal, sehingga mereka memiliki cara untuk mengubah kehidupannya ke tingkat kemandirian yang lebih tinggi. Rehabilitasi dapat mencakup upaya-upaya untuk menanamkan dan/atau memulihkan kemampuan-kemampuan, atau memberikan kemampuan lain untuk mengantikan kemampuan yang hilang atau tidak dimiliki atau kemampuan yang terbatas. Proses rehabilitasi tidak mencakup perawatan medis awal. Proses ini mencakup upaya-upaya dan kegiatan-kegiatan dalam cakupan yang luas, mulai dari rehabilitasi dasar dan umum hingga ke kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu, misalnya rehabilitasi kekaryaan. Persamaan Kesempatan Persamaan Kesempatan Yang dimaksud dengan persamaan kesempatan adalah proses yang menyebabkan berbagai sistem yang terdapat di masyarakat dan lingkungan, seperti sistem pelayanan,

10

kegiatan sosial, informasi dan dokumentasi dapat dinikmati oleh semua orang, khususnya para penyandang cacat. Prinsip persamaan hak mengandung arti bahwa kebutuhan-kebutuhan setiap individuitu sama pentingnya, bahwa kebutuhan-kebutuhan tersebut harus dijadikan sebagai dasar perencanaan masyarakat dan bahwa semua sumber harus dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga menjamin agar setiap individu memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi. Para penyandang cacat adalah anggota masyarakat dan mempunyai hak untuk berada di dalam lingkungan masyarakatnya. Mereka seyogyanya mendapat dukungan yang mereka butuhkan melalui system pendidikan, kesehatan, penyediaan lapangan kerjadan pelayanan sosial yang berlaku umum. Karena para penyandang cacat memilikihak-hak yang sama, maka mereka pun harus mempunyai kewajiban yang sama pula. Agar hak-hak tersebut dapat diperoleh, masyarakat harus meningkatkan harapannya tentang hal-hal yang dapat dicapai oleh para penyandang cacat. Sebagai bagian dari proses persamaan kesempatan, sarana/prasarana seyogyanya disediakan untuk membantu para penyandang cacat agar mereka dapat mengemban tanggung jawabnya secara penuh sebagai anggota masyarakat. MUKADIMAH Mengingat ikrar yang telah dibuat oleh negara-negara di bawah Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk mengambil tindakan bersama dan sendiri-sendiri dengan bekerja sama dengan organisasi ini untuk meningkatkan standar kehidupan, penyediaan lapangan kerja bagi semua orang, dan memperbaiki kondisi ekonomi dan kemajuan sosial serta pembangunan. Menegaskan kembali komitmen terhadap hak-hak azazi manusia dan kebebasan yang fundamental, keadilan sosial dan martabat serta harga diri manusia yang diproklamasikan dalam piagam tersebut. Mengingat terutama Standar Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia, yang telah dicantumkan dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, serta Perjanjian Internasionaltentang Hak-hak Sipil dan Politik. Mengingat bahwa instrumen-instrumen tersebut di atas menyatakan bahwa hak-hak yang diakui di dalamnya seyogyanya diberlakukan secara sama kepada semua individu tanpa diskriminasi. Mengingat ketentuan-ketentuan dalam Konvensi tentang Hak-hak Anak, yang melarang diskriminasi atas dasar kecacatan dan menuntut adanya upaya-upayak husus untuk

11

menjamin hak anak-anak penyandang cacat, dan Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya, yang menetapkan beberapa upaya protektif untuk mencegah kecacatan. Menghargai Deklarasi tentang Hak-hak Penyandang Cacat, Deklarasi tentang Hak-hak Para Tunagrahita, Deklarasi tentang Kemajuan dan Pembangunan Sosial, Prinsip-prinsip bagi Perlindungan Para Penderita Penyakit Mental dan Peningkatan Perawatan Kesehatan Mental, serta instrumen-instrumen lain yang relevan yang ditetapkan oleh sidang umum. Menghargai pula konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi relevan yangditetapkan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO), dengan mengacu khusus pada ketentuan tentang partisipasi dalam pekerjaan tanpa diskriminasi bagi para penyandang cacat. Mengingat rekomendasi-rekomendasi dan karya yang relevan dari Organisasi Pendidikan, llmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO), terutama Deklarasi Dunia tentang Pendidikan Bagi Semua, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Dana Anak-anak PBB serta organisasi-organisasi lain yang terkait. Menghargai komitmen yang telah dibuat oleh negara-negara mengenai perlindungan lingkungan. Mengingat kehancuran yang disebabkan oleh konflik bersenjata dan menyesalkan penggunaan sumber-sumber yang sangat terbatas untuk memproduksi senjata. Mengakui bahwa Program Aksi Dunia mengenai Penyandang Cacat dan definisi yang terkandung didalamnya tentang "persamaan kesempatan" mencerminkan adanya keinginan yang sungguh-sungguh dari pihak masyarakat internasional untuk mengejawantahkan berbagai instrumen dan rekomendasi internasional tersebut ke dalam signifikasi yang praktis dan konkret. Mengakui bahwa tujuan Dekade Penyandang Cacat PBB (1983 - 1992) untuk menerapkan Program Aksi Dunia masih tetap absah, dan menuntut tindakan yang segera dan berkelanjutan. Mengingat bahwa Program Aksi Dunia didasarkan atas konsep-konsep yang sama absahnya baik di negara-negara berkembang maupun negara-negara industri, meyakini bahwa usaha-usaha yang lebih intensif dibutuhkan agar para penyandang cacat dapat memperoleh hak-hak asasi manusianya dan dapat berpartisipasi di masyarakat secara penuh dan sama. Menekankan kembali bahwa para penyandang cacat, serta para orang tua, wali, pembela dan organisasi-organisasinya, harus merupakan mitra kerja yang aktif bagi negara di dalam perencanaan dan penerapan semua

12

upaya yang berkaitan dengan hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dalam melaksanakan resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial 1990//26 tanggal 24 Mei 1990, dan berdasarkan atas butir-butir yang terinci dalam Program Aksi Dunia mengenai upaya-upaya tertentu yang dituntut bagi para penyandang cacat agar mencapai kesamaan dengan orang lain. Negara-negara telah menetapkan Peraturan Standar mengenai Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat yang digariskan di bawah ini, demi: Memberi penekanan agar semua tindakan dalam bidang kecacatan didasarkan atas pengalaman dan pengetahuan yang memadai tentang kondisi-kondisidan kebutuhan-kebutuhan khusus para penyandang cacat. Memberi penekanan bahwa proses dimana setiap aspek organisasi kemasyarakatan dapat dimasuki oleh semua orang merupakan tujuan dasar dari pembangunan sosial-ekonomi. Menggariskan aspek-aspek kebijaksanaan sosial yang sangat menentukan dalam bidang kecacatan, yang mencakup pemberian dorongan yang aktif bagi terjalinnya kerjasama teknik dan ekonomi, jika dipandang tepat. Memberi contoh proses pembuatan keputusan politik yang diperlukan untuk terwujudnya kesamaan kesempatan, dengan mengingat: tingkat kemajuan teknik dan ekonomi yang sangat berbeda-beda, kenyataan bahwa proses tersebut harus mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang konteks budaya dimana proses ini berlangsung, serta peran kunci para penyandang cacat di dalamnya. Menawarkan berbagai mekanisme nasional untuk menjalin kerjasama yang erat dikalangan negara-negara, organ-organ dalam sistem PBB, badan-badan antar pemerintah lainnya serta organisasi-organisasi para penyandang cacat. Menawarkan suatu mekanisme yang efektif untuk memantau proses yang ditempuh oleh negara-negara dalam mewujudkan kesamaan kesempatan bagi para penyandang cacat.

13

I. PRASYARAT BAGI PERSAMAAN PARTISIPASI Peraturan 1: Peningkatan Kesadaran Negara-negara seyogyanya melakukan suatu aksi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang para penyandang cacat, hak-haknya, kebutuhan-kebutuhannya, potensinya serta kontribusinya. � Negara-negara seyogyanya mendorong para pejabat yang

berwenang untuk menyebarluaskan informasi yang mutakhir tentang program maupun pelayanan yang tersedia kepada para penyandang cacat, keluarganya, para profesional dalam bidang ini serta masyarakat umum. Informasi kepada para penyandang cacat seyogyanya disampaikan dalam bentuk yang dapat mereka akses.

� Negara-negara seyogyanya mengambil prakarsa dan mendukung penyelenggaraan kampanye informasi mengenai para penyandang cacat serta kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam bidang kecacatan, menyampaikan pesan bahwa para penyandang cacat adalah warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti warga Negara lainnya, sehingga upaya-upaya perlu dilakukan untuk menghilangkan semua hambatan bagi terlaksananya partisipasi penuh.

� Negara-negara seyogyanya mendorong terciptanya gambaran yang positif tentang para penyandang cacat dalam media massa, organisasi-organisasi para penyandang cacat seyogyanya dikonsultasi mengenai hal ini.

� Negara-negara seyogyanya menjamin agar program pendidikan masyarakat dalam segala aspeknya mencerminkan prinsip partisipasi penuh dan persamaan.

� Negara-negara seyogyanya mengajak para penyandang cacat beserta keluarga dan organisasinya untuk berpartisipasi dalam program pendidikan masyarakat mengenai masalah-masalah kecacatan.

� Negara-negara seyogyanya mendorong perusahaan-perusahaan di sektor swasta untuk memasukkan masalah-masalah kecacatan ke dalam segala aspek kegiatannya.

14

� Negara-negara seyogyanya memulai dan mempromosikan program-program yang ditujukan untuk mempertinggi tingkat kesadaran para penyandang cacat akan hak-hak dan potensinya. Meningkatnya rasa percaya diri dan kemampuan pribadi akan membantu para penyandang cacat memperoleh manfaat dari kesempatan yang tersedia bagi mereka.

� Peningkatan kesadaran seyogyanya menjadi bagian yang penting dari pendidikan anak-anak penyandang cacat dan program rehabilitasi. Para penyandang cacat dapat juga saling membantu dalam peningkatan kesadaran ini melalui kegiatan-kegiatan Organisasinya sendiri.

� Peningkatan kesadaran seyogyanya menjadi bagian dari pendidikan bagi semua anak dan seyogyanya menjadi komponen dari program pendidikan guru dan pelatihan semua profesional.

Peraturan 2: Perawatan Medis Negara-negara seyogyanya menjamin penyediaan perawatan medis yang efektif bagi para penyandang cacat. � Negara-negara seyogyanya berusaha kearah tersedianya program-

program yang dilaksanakan oleh tim profesional multidisipliner untuk melakukan deteksi dini, asesmen dan penanggulangan kecacatan (impairment). Hal tersebut dapat mencegah, mengurangi atau menghilangkan penyebab kecacatan lebih lanjut. Program semacam ini seyogyanya mengikutsertakan secara penuh para penyandang cacat beserta keluarganya pada tingkat perorangan, dan organisasi -organisasi para penyandang cacat pada tingkat perencanaan dan evaluasinya.

� Para pekerja sosial masyarakat setempat seyogyanya diberi pelatihan untuk berpartisipasi dalam bidang-bidang seperti deteksi dini mengenai kecacatan, pemberian pertolongan pertama dan perujukan ke dinas-dinas pelayananyang tepat.

� Negara-negara seyogyanya menjamin agar para penyandang cacat, terutama bayi dan anak-anak, memperoleh tingkat perawatan medis yang sama di dalam sistem yang sama seperti anggota masyarakat lainnya.

� Negara-negara seyogyanya menjamin agar semua personel medis dan para medis memperoleh pelatihan dan perlengkapan yang

15

memadai untuk memberikan perawatan medis kepada para penyandang cacat agar mereka memiliki akses terhadap metode dan teknologi perawatan yang relevan.

� Negara-negara seyogyanya menjamin agar personel medis, paramedis dan pihak-pihak lain yang terkait mendapat pelatihan yang memadai sehingga mereka tidak akan memberi advis yang tidak tepat kepada orang tua, yang dapat mengakibatkan menyempitnya pilihan mereka terhadap cara-cara penanganan anaknya. Pelatihan tersebut seyogyanya merupakan proses yang berkesinambungan dan seyogyanya didasarkan atas informasi mutakhir. Negara-negara seyogyanya menjamin agar para penyandang cacat mendapat perawatan dan obat-obatan secara teratur yang mungkin mereka perlukan untuk memelihara atau meningkatkan taraf kemampuannya.

Peraturan 3: Rehabilitasi Negara-negara seyogyanya menjamin tersedianya pelayanan rehabilitasi bagi para penyandang cacat agar mereka dapat mencapai dan mempertahankan tingkat kemandirian dan kemampuannya secara optimal. � Negara-negara seyogyanya mengembangkan program rehabilitasi

nasional bagi semua kelompok penyandang cacat. Program tersebut seyogyanya didasarkan atas kebutuhan individu yang sebenarnya dari para penyandang cacat dan atas prinsip-prinsip partisipasi penuh dan persamaan.

� Program tersebut seyogyanya mencakup rentangan kegiatan yang luas, seperti latihan ketrampilan dasar untuk meningkatkan atau menggantikan kemampuan yang terganggu, penyuluhan kepada para penyandang cacat beserta keluarganya, pengembangan kemandirian, serta pelayanan insidental seperti asesmen dan bimbingan.

� Semua penyandang cacat, termasuk mereka yang menyandang kecacatan berat dan/atau kecacatan ganda, yang membutuhkan rehabilitasi, seyogyanya dapat memperolehnya.

� Para penyandang cacat beserta keluarganya seyogyanya dapat berpartisipasi dalam merancang dan mengatur pelayanan rehabilitasi mengenai diri mereka.

16

� Semua pelayanan rehabilitasi seyogyanya tersedia dalam lingkungan tempat tinggal para penyandang cacat itu. Namun demikian, dalam hal-hal tertentu, agar dapat mencapai tujuan pelatihan tertentu, program rehabilitasi khusus, untuk jangka waktu terbatas, dapat diselenggarakan dalam bentuk perpantian, jika hal itu dipandang tepat.

� Para penyandang cacat beserta keluarganya seyogyanya didorong untuk terlibat dalam program rehabilitasi, misalnya sebagai guru, instruktur atau penyuluh, yang terlatih.

� Negara-negara seyogyanya memanfaatkan keahlian yang terdapat di dalam organisasi-organisasi para penyandang cacat bila merumuskan atau mengevaluasi program rehabilitasi.

Peraturan 4: Pelayanan Penunjang Negara-negara seyogyanya menjamin pengembangan dan penyediaan pelayanan-pelayanan penunjang, termasuk alat-alat bantu khusus bagi penyandang cacat, untuk membantu mereka meningkatkan taraf kemandirian dalam kehidupannya sehari-hari dan untuk melaksanakan hak-haknya. � Negara-negara seyogyanya menjamin penyediaan alat-alat bantu

khusus, bantuan pribadi dan pelayanan interpreter, menurut kebutuhan penyandang cacat yang bersangkutan, sebagai langkah yang penting untuk mencapai kesamaan kesempatan.

� Negara-negara seyogyanya mendukung pengembangan, produksi, distribusi dan servis alat-alat bantu khusus serta penyebarluasan pengetahuan mengenai peralatan tersebut.

� Untuk mencapai hal tersebut, seyogyanya dimanfaatkan teknologi yang sudah tersedia secara umum. Di negara-negara yang memiliki industri teknologi tinggi, hal ini seyogyanya dimanfaatkan sepenuhnya untuk meningkatkan standar dan efektivitas alat-alat bantu khusus tersebut. Stimulasi penting diberikan untuk mendorong pengembangan dan produksi alat-alat yang sederhana dan tidak mahal, jika memungkinkan menggunakan bahan lokal dan fasilitas produksi setempat. Para penyandang cacat sendiri dapat dilibatkan dalam produksi alat-alat tersebut.

17

� Negara-negara seyogyanya mengakui bahwa semua penyandang cacat yang membutuhkanalat-alat bantu khusus seyogyanya dapat memperolehnyasesuai dengan kebutuhannya. Ini dapat diartikan bahwa alat-alat bantu khusus seyogyanya disediakan tanpa pungutan biaya atau dengan harga yang serendah mungkin sehingga para penyandang cacat atau keluarganya mampu membelinya.

� Di dalam program rehabilitasi, untuk pengadaan alat bantu khusus, negara-negara seyogyanya mempertimbangkan tuntutan khusus para remaja penyandang cacat mengenai desain, daya tahan dan kecocokannya berdasarkan usia pemakai alat bantu khusus tersebut.

� Negara-negara seyogyanya mendukung pengembangan dan pengadaan program bantuan pribadi dan pelayanan interpreter, terutama bagi para penyandang kecacatan berat dan/atau kecacatan ganda. Program semacam ini akan mempertinggi tingkat partisipasi para penyandang cacat dalam kehidupan sehari-hari, di rumah, di tempat kerja, di sekolah dan dalam kegiatan-kegiatan waktu senggang. Program bantuan pribadi seyogyanya dirancang sedemikian rupa sehingga para penyandang cacat yang memanfaatkan program ini dapat turut mengambil keputusan mengenai cara program tersebut dijalankan.

18

II. BIDANG-BIDANG SASARAN BAGI PERSAMAAN PARTISIPASI Peraturan 5: Aksesibilitas Negara-negara seyogyanya mengakui pentingnya aksesibilitas dalam proses terciptanya kesamaan kesempatan dalam semua kegiatan masyarakat. Bagi para penyandang cacat dari semua jenis kecacatan, negara-negara seyogyanya (a) Memperkenalkan program aksi untuk menciptakan lingkungan fisikyang terakses; dan (b) Mengambil langkah-langkah untuk menyediakan akses terhadap informasi dan komunikasi. � Akses Terhadap Lingkungan Fisik

o Negara-negara seyogyanya mengambil langkah-langkah untuk menghilangkan rintangan-rintangan bagi partisipasi di dalam lingkungan fisik. Langkah-langkah dimaksud seyogyanya berupa pengembangan standar dan pedoman serta pertimbangan untuk memberlakukan undang-undang demi menjamin aksesibilitas terhadap berbagai bidang kehidupan di masyarakat, misalnya sehubungan dengan perumahan, bangunan, pelayanan transportasi umum dan alat transportasi lainnya, jalan raya dan lingkungan luar ruangan lainnya.

o Negara-negara seyogyanya menjamin agar arsitek, insinyur bangunan dan pihak-pihak lainnya yang secara profesional terkait dalam perancangan dan pembangunan lingkungan fisik, mendapatkan akses terhadap informasi yang memadai tentang kebijaksanaan mengenai kecacatan serta langkah-langkah untuk menciptakan aksesibilitas.

o Persyaratan aksesibilitas seyogyanya termuat di dalam desain dan konstruksi lingkungan fisik dari awal hingga proses perancangannya.

o Organisasi-organisasi para penyandang cacat seyogyanya dikonsultasi jika akan mengembangkan standar dan norma-norma bagi aksesibilitas. Organisasi-organisasi ini juga seyogyanya dilibatkan secara langsung sejak tahap perencanaan awal, jika proyek-proyek pembangunan sarana

19

umum dirancang, sehingga aksesibilitas yang maksimum dapat terjamin adanya.

� Akses terhadap Informasi dan Komunikasi

o Para penyandang cacat dan, bilamana perlu, keluarganya serta para pembelanya seyogyanya memiliki akses terhadap informasi lengkap tentang diagnosis, hak-hak dan pelayanan serta program yang tersedia, pada semua tahap. Informasi semacam ini seyogyanya disajikan dalam bentuk yang dapat diakses oleh para penyandang cacat.

o Negara-negara seyogyanya mengembangkan strategi-strategi agar pelayanan informasi dan dokumentasi dapat diakses oleh semua kelompok penyandang cacat. Braille, rekaman dalam kaset, tulisan besar (large print) dan teknologi lainnya yang sesuai, seyogyanya dipergunakan untuk memberi akses terhadap informasi dan dokumentasi tertulis bagi para tuna netra. Demikian pula teknologi yang sesuai seyogyanya dipergunakan untuk memberi akses terhadap informasi lisan bagi para tuna rungu atau mereka yang mengalami kesulitan dalam pemahaman.

o Seyogyanya dipertimbangkan penggunaan bahasa isyarat dalam pendidikan anak-anak tuna rungu, dalam keluarga dan masyarakatnya.

o Pelayanan penerjemahan bahasa isyarat seyogyanya juga disediakan untuk memudahkan komunikasi antara para tunarungu dengan anggota masyarakat lainnya. Seyogyanya dipertimbangkan pula kebutuhan-kebutuhan orang yang mengalami hambatan komunikasi lainnya.

o Negara-negara seyogyanya mendorong media massa, terutama televisi, radio dan surat kabar, agar pelayanannya dapat diakses.

o Negara-negara seyogyanya menjamin komputerisasi informasi dan sistem pelayanan yang diperuntukkan bagi umum dapat diakses atau diadaptasikan sehingga dapat diakses oleh para penyandang cacat.

o Organisasi-organisasi para penyandang cacat seyogyanya dikonsultasi jika akan mengembangkan langkah-langkah untuk membuat pelayanan informasi dapat di akses.

20

Peraturan 6: Pendidikan Negara-negara seyogyanya mengakui prinsip persamaan kesempatan pendidikan bagi anak-anak, remaja dan dewasa penyandang cacat pada tingkat pendidikan dasar, menengah maupun pendidikan tinggi secara integrasi/terpadu. Negara-negara seyogyanya menjamin bahwa pendidikan bagi para penyandang cacat merupakan bagian yang integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. � Para pejabat pendidikan umum bertanggungjawab atas

pendidikan bagi para penyandang cacat dilaksanakan dengan sistem integrasi. Pendidikan bagi para penyandang cacat seyogyanya merupakan bagian yang integral dari perencanaan pendidikan nasional, pengembangan kurikulum dan organisasi sekolah.

� Pendidikan di sekolah umum berarti harus tersedianya interpreter serta bentuk-bentuk pelayanan penunjang lainnya sesuai dengan kebutuhan, aksesibilitas dan bentuk-bentuk pelayanan penunjang yang memadai, yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan para penyandang cacat dari berbagai jenis kecacatan, seyogyanya tersedia.

� Kelompok-kelompok orang tua siswa dan organisasi-organisasi penyandang cacat seyogyanya dilibatkan dalam proses pendidikan pada semua jenjang.

� Di negara-negara yang telah menerapkan kebijaksanaan wajib belajar, wajib belajar tersebut seyogyanya mencakup semua anak dari semua jenis dansemua tingkat kecacatan, termasuk yang paling berat.

� Perhatian khusus seyogyanya diberikan pada lingkup-lingkup berikut: o Anak-anak penyandang cacat yang masih sangat kecil; o Anak-anak penyandang cacat pra-sekolah; o c. Orang dewasa penyandang cacat, terutama wanita.

� Untuk memperlancar proses pendidikan bagi para penyandang cacat di sekolah-sekolah umum, negara-negara seyogyanya: o Mengeluarkan kebijaksanaan yang dinyatakan secara jelas,

dapat dimengerti dan diterima ditingkat sekolah dan oleh masyarakat luas;

21

o Mengizinkan adanya fleksibilitas, penambahan dan penyesuaian kurikulum;

o Menyediakan bahan-bahan berkualitas, menyelenggarakan pelatihan guru yang berkelanjutan serta menyediakan guru pembimbing khusus.

� Pendidikan terpadu dan program bersumber daya masyarakat

seyogyanya dipandang sebagai pendekatan pelengkap dalam memberikan pendidikan dan pelatihan yang hemat dana bagi para penyandang cacat. Program bersumber daya masyarakat tingkat nasional seyogyanya mendorong masyarakat untuk memanfaatkan dan mengembangkan sumber-sumber yang tersedia untuk memberikan pendidikan lokal kepada para penyandang cacat.

� Di dalam situasi dimana sistem persekolahan umum belum dapat memenuhi kebutuhan semua penyandang cacat secara memadai, penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa (SLB) dapat dipertimbangkan. Hal ini seyogyanya ditujukan untuk mempersiapkan para siswa bagi pendidikan dalam sistem persekolahan umum. Kualitas pendidikan tersebut seyogyanya mencerminkan standar dan tujuan yang sama dengan pendidikan umum dan seyogyanya terkait erat dengannya. Sekurang-kurangnya, para siswa penyandang cacat itu seyogyanya diberi porsi sumber kependidikan yang sama dengan yang diperoleh siswa-siswa yang tidak cacat. Negara-negara seyogyanya berangsur-angsur mengintegrasikan pelayanan Pendidikan Luar Biasa (PLB) itu dengan pendidikan umum. Diakui bahwa dalam kasus tertentu untuk saat ini SLB dapat dipandang sebagai bentuk pendidikan yang paling tepat untuk siswa-siswa penyandang cacat tertentu.

� Mengingat kebutuhan komunikasi khusus bagi para tuna rungu dan tuna rungu/netra, pendidikan mereka mungkin lebih cocok diselenggarakan di sekolah-sekolah yang khusus bagi mereka atau kelas dan unit khusus di sekolah umum. Terutama pada tahap awal, perhatian khusus perlu difokuskan pada pengajaran yang peka budaya yang akan menghasilkan keterampilan komunikasi efektif dan kemandirian yang maksimal bagi para tuna rungu atau tunarungu/netra.

22

Peraturan 7: Penempatan Kerja Negara-negara seyogyanya mengakui prinsip bahwa para penyandang cacat harus diberi kesempatan untuk menggunakan hak asasinya, terutama dalam bidang penempatan kerja. Baik di daerah pedesaan maupun daerah perkotaan, mereka harus memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan yang tersedia di pasar kerja, yang produktif dan memberi penghasilan. � Undang-undang dan peraturan dalam bidang penempatan kerja

tidak boleh mendiskriminasikan para penyandang cacat dan tidak boleh menimbulkan hambatan-hambatan bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan.

� Negara-negara seyogyanya secara aktif mendukung integrasi para penyandang cacat ke dalam penempatan kerja umum. Dukungan aktif tersebut dapat diwujudkan melalui berbagai macam langkah, seperti penyelenggaraan latihan kerja, pemberlakuan rancangan quota yang berorientasi pada insentif, penciptaan lapangan kerja khusus atau penyisihan bidang pekerjaan tertentu, pemberian pinjaman atau hibah untuk modal usaha kecil, pemberian kontrak-kontrak khusus atau hak produksi berdasarkan prioritas, pemberian kontrak atau bantuan teknik atau keuangan lainnya kepada perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan penyandang cacat. Negara-negara seyogyanya juga mendorong para majikan untuk membuat penyesuaian seperlunya demi kemudahan para penyandang cacat.

� Negara-negara seyogyanya menyusun program aksi yang mencakup hal-hal sebagai berikut:

o Langkah-langkah untuk merancang dan menyesuaikan tempat

kerja dan sarana kerja sedemikian rupa sehingga dapat diakses oleh para penyandang cacat dari berbagai jenis kecacatan;

o Dukungan terhadap penggunaan teknologi baru dan pengembangan serta produksi alat-alat bantu khusus dan langkah-langkah untuk mempermudah mendapatkan alat-alat tersebut oleh para penyandang cacat, sehingga memungkinkan mereka memperoleh dan mempertahankan pekerjaan;

23

o Pemberian pelatihan dan penempatan kerja yang tepat serta dukungan yang berkelanjutan seperti pemberian bantuan pribadi dan pelayanan interpreter.

� Negara-negara seyogyanya memprakarsai dan mendukung

kampanye peningkatan kesadaran masyarakatyang dirancang untuk mengatasi sikap-sikap dan praduga negatif terhadap para pekerja cacat.

� Dalam kapasitasnya sebagai majikan, negara-negara seyogyanya menciptakan kondisi yang mendukung bagi penempatan kerja para penyandang cacat disektor pemerintah.

� Negara-negara, organisasi-organisasi pekerja dan para majikan seyogyanya bekerja sama untuk menjamin adanya perlakuan yang adil dalam penerimaan pegawai baru dan kebijaksanaan promosi, menciptakan kondisi kerja, menentukan tingkat upah, mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan lingkungan kerja demi mencegah terjadinya kecelakaan dan kecacatan serta langkah-langkah untuk merehabilitasi para pegawai yang mengalami kecelakaan dalam kerja.

� Seyogyanya selalu menjadi tujuan bahwa para penyandang cacat memperoleh pekerjaan dipasar tenaga kerja umum. Bagi para penyandang cacat yang kebutuhannya tidak dapat dipenuhi dalam penempatan tenaga kerja umum, unit-unit kecil penempatan kerja terlindung atau bersubsidi dapat merupakan suatu alternatif. Kualitas program semacam ini harus diukur dari sudut pandang apakah program tersebut relevan dan memadai guna memberikan kesempatan bagi para penyandang cacat untuk memperoleh pekerjaan di pasar tenaga kerja.

� Seyogyanya diambil langkah-langkah untuk mengikut sertakan para penyandang cacat dalam program-program pelatihan dan penempatan kerja di sektor swasta dan sektor informal.

� Negara-negara, organisasi-organisasi pekerja dan para majikan seyogyanya bekerja sama dengan organisasi-organisasi para penyandang cacat mengenai semua langkah untuk menciptakan kesempatan pelatihan dan penempatan kerja, yang mencakup pengaturan jam kerja yang fleksibel, kerja sebagian waktu(part time), pembagian kerja, kewirasuastaan, dan pelayanan khusus bagi para penyandang cacat.

24

Peraturan 8: Tunjangan Penghasilan dan Jaminan Sosial Negara-negara bertanggungjawab untuk menyediakan jaminan sosial dan tunjangan penghasilan bagi para penyandang cacat. � Negara-negara seyogyanya menjamin tersedianya tunjangan

penghasilan yang memadai bagi para penyandang cacat, yang karena kecacatannya atau faktor-faktor yang berkaitan dengan kecacatannya, untuk sementara waktu kehilangan atau mendapat pengurangan penghasilan atau tidak diberi kesempatan untuk bekerja. Negara-negara seyogyanya menjamin agar penyediaan tunjangan tersebut mempertimbangkan biaya-biaya yang sering harus ditanggung oleh para penyandang cacat dan keluarganya sebagai akibat dari kecacatan itu.

� Di negara-negara dimana jaminan sosial, asuransi sosial atau sistem kesejahteraan sosial lainnya terdapat atau sedang dikembangkan untuk warga negara pada umumnya, negara-negara seyogyanya menjamin agar sistem-sistem tersebut tidak mengesampingkan atau mendiskriminasikan para penyandang cacat.

� Negara-negara seyogyanya juga menjamin tersedianya tunjangan penghasilan dan perlindungan jaminan sosial bagi orang-orang yang bekerja sebagai perawat penyandang cacat.

� Sistem jaminan sosial seyogyanya mencakup insentif untuk memulihkan kapasitas perolehan penghasilan para penyandang cacat. Sistem tersebut seyogyanya menyediakan atau turut andil dalam penyelenggaraan, pengembangan dan pendanaan latihan kerja. Sistem tersebut seyogyanya juga membantu dalam pelayanan penempatan kerja.

� Program jaminan sosial seyogyanya juga menyediakan insentif bagi para penyandang cacat untuk mencari pekerjaan demi membina atau membina kembali kapasitas perolehan penghasilannya.

� Tunjangan penghasilan seyogyanya terus diberikan selama kondisi-kondisi penghambat masih belum teratasi namun harus dengan cara yang tidak akan menurunkan semangat para penyandang cacat untuk mencari pekerjaan. Tunjangan tersebut seyogyanya dikurangi atau dihentikan hanya bila para

25

penyandang cacat itu sudah dapat memperoleh penghasilan yang memadai dan tetap.

� Negara-negara, dimana jaminan sosialnya sebagian besar disediakan oleh sektor swasta, seyogyanya mendorong masyarakat setempat, organisasi-organisasi kesejahteraan sosial dan keluarga keluarga untuk mengembangkan upaya-upaya swadaya dan insentif untuk kegiatan penempatan kerja atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan penempatan kerja bagi para penyandang cacat.

Peraturan 9: Kehidupan Keluarga dan Integritas Pribadi Negara-negara seyogyanya mendorong partisipasi penuh para penyandang cacat dalam kehidupan keluarga. Negara-negara seyogyanya mempromosikan hak mereka untuk memperoleh integritas pribadinya, dan menjamin agar perundang-undangan tidak mendiskriminasikan para penyandang cacat dalam hal hubungan sexual, perkawinan dan hak untuk menjadi orang tua. � Para penyandang cacat seyogyanya dimungkinkan untuk hidup

bersama keluarganya. Negara-negara seyogyanya mendorong pencantuman modul yang tepat dalam paket penyuluhan keluarga mengenal kecacatan dan dampaknya terhadap kehidupan keluarga. Perhatian khusus seyogyanya diberikan kepada keluarga-keluarga yang didalamnya terdapat anggota keluarga penyandang cacat. Negara-negara seyogyanya menghilangkan segala hambatan bagi mereka yang berkeinginan mengasuh atau mengangkat anak penyandang cacat.

� Para penyandang cacat tidak boleh dihalangi kesempatannya untuk memperoleh pengalaman sexualitas, menjalin hubungan sexual, dan menjadi orang tua. Menimbang bahwa para penyandang cacat mungkin mengalami kesulitan untuk menikah dan berkeluarga, negara-negara seyogyanya mendorong terselenggaranya upaya penyuluhan yang tepat. Para penyandang cacat harus memperoleh akses yang sama seperti warga negara lainnya terhadap metode-metode keluarga berencana, maupun terhadap informasi mengenai fungsi sexual tubuh mereka.

� Negara-negara seyogyanya meningkatkan usaha untuk mengubah sikap negatif terhadap perkawinan, sexualitas dan peran

26

penyandang cacat sebagai orangtua, terutama terhadap wanita penyandang cacat, yang masih ada di dalam masyarakat. Media massa seyogyanya didorong untuk memainkan peran yang penting dalam menghilangkan sikap negatif tersebut.

� Para penyandang cacat beserta keluarganya perlu diberi informasi yang lengkap agar mereka waspada terhadap kemungkinan pelecehan sexual atau bentuk-bentuk pelecehan lainnya. Para penyandang cacat mudah menjadi sasaran pelecehan dalam keluarga, masyarakat ataupun institusi, dan oleh karenanya perlu mendapat pendidikan tentang cara-cara menghindari terjadinya pelecehan, mengetahui bila pelecehan telah terjadi dan melaporkan tindakan tersebut.

Peraturan 10: Kebudayaan Negara-negara akan menjamin bahwa para penyandang cacat terintegrasi dan dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan budaya atas dasar kesamaan. � Negara-negara seyogyanya menjamin agar para penyandang cacat

memperoleh kesempatan untuk menyalurkan kreativitas serta potensi seni dan intelektualnya, tidak hanya bagi keuntungan mereka sendiri, tetapi juga untuk memperkaya hasanah budaya masyarakatnya, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Contoh kegiatan semacam ini adalah tari, musik, sastra, teater, seni plastik, seni lukis dan seni pahat. Terutama di negara-negara berkembang, kegiatan tersebut seyogyanya ditekankan pada bentuk-bentuk seni tradisional dan kontemporer, seperti pewayangan, deklamasi dan penuturan cerita.

� Negara-negara seyogyanya meningkatkan aksesibilitas dan penyediaan tempat-tempat untuk pertunjukan dan pelayanan kebudayaan, seperti teater, museum, bioskop dan perpustakaan, bagi para penyandang cacat.

� Negara-negara seyogyanya mengambil prakarsa untuk mengembangkan dan memanfaatkan pengaturan teknik khusus agar sastra, film dan teater dapat diakses oleh para penyandang cacat.

27

Peraturan 11: Rekreasi dan Olah Raga Negara-negara seyogyanya mengambil langkah-langkah untuk menjamin agar para penyandang cacat memperoleh kesempatan yang sama untuk berekreasi dan berolah raga. � Negara-negara seyogyanya mengambil prakarsa untuk berupaya

agar tempat-tempat rekreasi dan olah raga, hotel, pantai, arena olah raga, pusat kebugaran jasmani dan sebagainya dapat diakses oleh para penyandang cacat. Upaya-upaya tersebut seyogyanya mencakup dukungan bagi para petugas dalam bidang rekreasi dan olah raga dalam bentuk penyelenggaraan proyek-proyekuntuk mengembangkan metode-metode aksesibilitas, partisipasi, informasi dan program-program latihan.

� Para pejabat pariwisata, biro perjalanan, hotel, organisasi sosial dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan rekreasi atau perjalanan seyogyanya menawarkan pelayanannya kepada semua orang, dengan mempertimbangkan kebutuhan khusus para penyandang cacat. Pola latihan yang sesuai seyogyanya diberikan untuk membantu proses tersebut.

� Organisasi-organisasi olah raga seyogyanya didorong untuk memberi kesempatan kepada para penyandang cacat untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan olah raga. Dalam hal-hal tertentu, upaya aksesilibitas cukup hanya dengan membuka kesempatan untuk berpartisipasi. Dalam hal-hal lain, diperlukan adanya pengaturan khusus atau penyelenggaraan permainan-permainan khusus. Negara-negara seyogyanya mendukung partisipasi para penyandang cacat dalam peristiwa olahraga nasional dan internasional.

� Para penyandang cacat yang berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan olah raga seyogyanya memiliki akses terhadap pelatihan dan pengajaran dengan kualitas yang sama seperti yang diberikan kepada para peserta lain.

� Para penyelenggara olah raga dan rekreasi seyogyanya berkonsultasi dengan organisasi-organisasi para penyandang cacat jika hendak mengembangkan pelayanannya bagi para penyandang cacat.

28

Peraturan 12: Agama Negara-negara seyogyanya mendorong upaya-upaya untuk partisipasi yang sama oleh para penyandang cacat dalam kehidupan beragama di dalam masyarakatnya. � Dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan para pemuka

agama, negara-negara seyogyanya mendorong upaya-upaya untuk menghapuskan diskriminasi dan membuat kegiatan-kegiatan keagamaan dapat diakses oleh para penyandang cacat.

� Negara-negara seyogyanya mendorong distribusi informasi tentang masalah-masalah kecacatan kepada lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi keagamaan. Negara-negara seyogyanya juga mendorong para pejabat keagamaan untuk memasukkan informasi tentang kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam bidang kecacatan dalam program pelatihan bagi profesi-profesi keagamaan, juga dalam program pendidikan agama.

� Negara-negara seyogyanya juga mendorong aksesibilitas terhadap literatur keagamaan oleh orang-orang yang menyandang kecacatan alat-alat penginderaan.

� Negara-negara dan/atau organisasi-organisasi keagamaan seyogyanya berkonsultasi dengan organisasi penyandang cacat jika mengembangkan upaya-upaya untuk persamaan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.

29

III. UPAYA-UPAYA IMPLEMENTASI Peraturan 13: Informasi dan Riset Negara-negara merupakan penanggung jawab utama dalam hal pengumpulan dan penyebarluasan informasi tentang kondisi kehidupan para penyandang cacat dan meningkatkan upaya riset yang komprehensif tentang semua aspek kecacatan, termasuk hambatan-hambatan yang mempengaruhi kehidupan para penyandang cacat. � Secara berkala, negara-negara seyogyanya mengumpulkan data

statistik berdasarkan jenis kelamin dan informasi lain mengenai kondisi kehidupan para penyandang cacat. Pengumpulan data semacam ini dapat dilakukan berkaitan dengan sensus nasional dan survey rumah tangga, dan dapat dilaksanakan dengan kerja sama, antara lain dengan universitas-universitas, lembaga-lembaga riset dan organisasi-organisasi para penyandang cacat. Pengumpulan data tersebut seyogyanya mencakup jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang program dan pelayanan serta pemanfaatannya.

� Negara-negara seyogyanya mempertimbangkan pendirian bank data tentang masalah-masalah kecacatan, yang akan mencakup statistik tentang pelayanan dan program yang ada maupun tentang berbagai kelompok penyandang cacat. Seyogyanya diingat bahwa negara Negara perlu melindungi kerahasiaan perorangan dan integritas pribadi.

� Negara-negara seyogyanya memprakarsai dan mendukung program program riset mengenai masalah-masalah sosial, ekonomi dan partisipasi yang mempengaruhi kehidupan para penyandang cacat dan keluarganya. Riset semacam ini seyogyanya mencakup studi tentang sebab-sebab, jenis-jenis dan frekuensi kecacatan, ketersediaan dan keberhasilan program serta kebutuhan akan pengembangan dan evaluasi terhadap pelayanan yang ada dan faktor-faktor pendukungnya.

� Negara-negara seyogyanya mengembangkan dan membakukan peristilahan dan kriteria untuk kebutuhan survey nasional, atas kerja sama dengan organisasi-organisasi para penyandang cacat.

30

� Negara-negara seyogyanya memungkinkan partisipasi para penyandang cacat dalam kegiatan pengumpulan data dan riset. Untuk melaksanakan riset tersebut, negara-negara seyogyanya mendorong penggunaan tenaga penyandang cacat yang memenuhi syarat.

� Negara-negara seyogyanya mendukung pertukaran hasil riset dan pengalaman.

� Negara-negara seyogyanya mengambil langkah-langkah untuk menyebarluaskan informasi dan pengetahuan mengenai masalah-masalah kecacatan kepada semua jajaran politik dan administrasi di tingkat nasional, regional maupun lokal.

Peraturan 14: Pembuatan Kebijaksanaan dan Perencanaan Negara-negara akan menjamin bahwa aspek-aspek kecacatan tercakup di dalam semua pembuatan kebijaksanaan dan perencanaan nasional yang relevan. � Negara-negara seyogyanya memprakarsai dan merencanakan

pembuatan kebijaksanaan yang memadai bagi para penyandang cacat di tingkat nasional, dan merangsang serta mendukung pelaksanaannya di tingkat regional dan lokal.

� Negara-negara seyogyanya melibatkan organisasi-organisasi para penyandang cacat dalam semua pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perencanaan dan program yang menyangkut para penyandang cacat atau berpengaruh terhadap status ekonomi dan sosialnya.

� Kebutuhan dan keprihatinan para penyandang cacat seyogyanya diperhatikan dalam perencanaan pembangunan umum dan tidak diperlakukan secara terpisah.

� Tanggung jawab utama yang dibebankan kepada negara-negara menyangkut keadaan para penyandang cacat tersebut tidak berarti membebaskan pihak-pihak lain dari tanggung jawab mereka. Setiap orang yang mengurusi pelayanan, kegiatan atau pemberian informasi di dalam masyarakat seyogyanya didorong untuk menerima tanggung jawab agar program-program tersebut juga tersedia bagi para penyandang cacat.

� Negara-negara seyogyanya memberi kemudahan kepada masyarakat setempat untuk mengembangkan program-program

31

dan mengambil langkah-langkah bagi kepentingan para penyandang cacat. Salah satu cara untuk melakukan hal tersebut adalah dengan menyediakan petunjuk pelaksanaan atau daflar isian serta menyelenggarakan program-program pelatihan bagi para petugas lokal.

Peraturan 15: Perundang-undangan Negara-negara bertanggungjawab untuk menciptakan dasar hukum bagi upaya-upaya untuk mencapai tujuan partisipasi penuh dan kesamaan kesempatan bagi para penyandang cacat. � Perundang-undangan nasional, yang memuat hak-hak dan

kewajiban-kewajiban warga negara, seyogyanya mencakup hak dan kewajiban para penyandang cacat. Negara-negara berkewajiban untuk memungkinkan para penyandang cacat menggunakan hak-haknya, termasuk hak asasi manusia, hak sipil dan hak politik, atas dasar kesamaan dengan warga negara lainnya. Negara-negara harus menjamin agar organisasi-organisasi para penyandang cacat dilibatkan di dalam pengembangan perundang-undangan nasional yang menyangkut hak-hak para penyandang cacat, maupun dalam kegiatan evaluasi terhadap pemberlakuan perundang-undangan tersebut.

� Tindakan legislatif mungkin diperlukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi yang dapat merugikan kehidupan para penyandang cacat, yang mencakup pelecehan dan penganiayaan. Semua peraturan yang mendiskriminasikan para penyandang cacat harus dihapuskan. Perundang-undangan nasional seyogyanya memuat ketentuan-ketentuan tentang sanksi yang tepat atas kasus-kasus pelanggaran terhadap prinsip-prinsip non diskriminasi.

� Perundangan-undangan nasional mengenai penyandang cacat dapat diwujudkan dalam dua bentuk. Hak dan kewajiban mereka dapat dimuat di dalam perundang-undangan yang berlaku umum atau dapat pula dalam perundang-undangan khusus. Perundang-undangan yang khusus bagi para penyandang cacat dapat diundangkan dalam beberapa cara:

32

o Dengan memberlakukan undang-undang yang terpisah, yang secara khusus mengatur tentang masalah-masalah kecacatan;

o Dengan mencantumkan masalah-masalah kecacatan di dalam perundang-undangan umum pada bagian tertentu;

o Dengan menyebutkan penyandang cacat secara khusus di dalam naskah penjelasan tentang perundang-undangan yang ada. Gabungan dari pendekatan-pendekatan diatas mungkin lebih baik adanya. Dapat pula dipertimbangkan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang mendukung.

� Negara-negara dapat mempertimbangkan dibentuknya

mekanisme pengaduan formal mengenai masalah-masalah hukum demi melindungi kepentingan-kepentingan para penyandang cacat.

Peraturan 16: Kebijaksanaan Ekonomi Negara-negara memiliki tanggungjawab keuangan untuk membiayai program-program dan upaya-upaya untuk menciptakan kesempatan yang sama bagi para penyandang cacat. � Negara-negara seyogyanya memasukkan masalah-masalah

kecacatan dalam anggaran belanja tingkat nasional, daerah tingkat I maupun daerah tingkat II.

� Negara-negara, organisasi-organisasi non pemerintah serta badan-badan lain yang terkait seyogyanya berinteraksi untuk menentukan cara-cara yang paling efektif dalam mendukung proyek-proyek dan upaya-upaya yang berkaitan dengan para penyandang cacat.

� Negara-negara seyogyanya mempertimbangkan penggunaan langkah-langkah ekonomi (seperti pemberian pinjaman, pengecualian pajak, hibah terarah, dana khusus, dsb. ) untuk merangsang dan menunjang persamaan partisipasi para penyandang cacat di dalam masyarakat.

� Di banyak negara dapat dianjurkan pembentukan dana pembangunan bidang kecacatan, yang dapat menunjang berbagai proyek perintis dan program-program swadaya di tingkat paling bawah.

33

Peraturan 17: Koordinasi Kegiatan Negara-negara bertanggungjawab untuk membentuk dan memberdayakan komite koordinasi nasional, atau badan serupa, yang berfungsi sebagai titik fokus nasional untuk masalah-masalah kecacatan. � Komite koordinasi nasional atau badan serupa seyogyanya

bersifat permanen dan dibentuk atas dasar undang-undang maupun peraturan pemerintah yang tepat.

� Komite koordinasi nasional tersebut sebaiknya beranggotakan wakil-wakil dari organisasi-organisasi swasta maupun publik sehingga komposisinya dapat lintas sektoral dan multi disipliner. Perwakilan tersebut dapat berasal dari departemen-departemen terkait, organisasi-organisasi para penyandang cacat dan organisasi-organisasi non pemerintah lainnya.

� Organisasi-organisasi para penyandang cacat seyogyanya memiliki pengaruh yang cukup besar dalam komite koordinasi nasional tersebut untuk menjamin agar aspirasi mereka tersalurkan secara tepat.

� Komite koordinasi nasional tersebut seyogyanya diberi otonomi dan sumber-sumber yang cukup sehingga dapat melaksanakan tanggung jawabnya sehubungan dengan kapasitasnya untuk membuat keputusan-keputusan. Komite tersebut seyogyanya melapor kepada tingkat pemerintahan tertinggi.

Peraturan 18: Organisasi-organisasi Para Penyandang Cacat Negara-negara seyogyanya mengakui hak organisasi-organisasi para penyandang cacat untuk mewakili para penyandang cacat di tingkat nasional, regional maupun lokal. Negara-negara seyogyanya juga mengakui peran organisasi-organisasi para penyandang cacat sebagai pemberi advis dalam pembuatan keputusan mengenai masalah-masalah kecacatan. � Negara-negara seyogyanya mendorong dan memberi dukungan

ekonomi serta bentuk-bentuk dukungan lainnya terhadap pembentukan dan pemberdayaan organisasi-organisasi para penyandang cacat, anggota-anggota keluarganya dan/atau para

34

pembelanya. Negara-negara seyogyanya mengakui bahwa organisasi-organisasi tersebut dapat memainkan peran dalam pengembangan kebijaksanaan dalam masalah-masalah kecacatan.

� Negara-negara seyogyanya senantiasa berkomunikasi dengan organisasi-organisasi para penyandang cacat dan menjamin partisipasi mereka dalam pengembangan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah.

� Peran organisasi-organisasi penyandang cacat dapat berupa mengindentifikasi kebutuhan-kebutuhan dan prioritas-prioritas, berpartisipasi dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi pelayanan dan upaya-upaya yang menyangkut kehidupan para penyandang cacat, dan turut andil dalam upaya peningkatan kesadaran masyarakat serta mengupayakan adanya perubahan.

� Sebagai alat swadaya, organisasi-organisasi para penyandang cacat menyediakan dan meningkatkan kesempatan untuk mengembangkan ketrampilan dalamberbagai bidang, saling membantu di antara sesama anggota, dan berbagi informasi.

� Organisasi-organisasi para penyandang cacat dapat memainkan perannya sebagai pemberi advis dalam berbagai cara seperti mempunyai wakil tetap dalamdewan pembina lembaga-lembaga yang didanai pemerintah, duduk dalam komisi-komisi publik dan menyumbangkan pengetahuan keahlian untuk berbagai proyek.

� Peran organisasi-organisasi para penyandang cacat sebagai pemberi advis seyogyanya berkelanjutan demi mengembangkan dan memperdalam pertukaran pandangan dan informasi antara negara dan organisasi-organisasi tersebut.

� Organisasi-organisasi tersebut seyogyanya mempunyai wakil tetap dalam komite koordinasi nasional atau badan serupa.

� Peran organisasi-organisasi para penyandang cacat tingkat lokal seyogyanya dikembangkan dan diberdayakan untuk menjamin agar mereka memiliki pengaruh terhadap masalah-masalah di tingkat masyarakat setempat.

Peraturan 19: Pelatihan Personel Negara-negara bertanggungjawab untuk menjamin adanya pelatihan yang memadai bagi para personel, pada semua tingkat, yang terlibat perencanaan dan pelaksanaan program serta pelayanan yang menyangkut para penyandang cacat.

35

� Negara-negara seyogyanya menjamin agar semua pejabat

penyedia pelayanan dalam bidang kecacatan memberikan pelatihan yang memadai kepada para personelnya.

� Dalam pelatihan bagi para professional dalam bidang kecacatan, maupun dalam pemberian informasi mengenai masalah-masalah kecacatan dalam program-program pelatihan umum, seyogyanya tercermin prinsip partisipasi penuh dan persamaan kesempatan para penyandang cacat.

� Negara-negara seyogyanya mengembangkan program-program pelatihan atas konsultasi dengan organisasi-organisasi para penyandang cacat, dan para penyandang cacat seyogyanya dilibatkan sebagai guru, instruktur atau penasihat dalam program-program pelatihan bagi para petugas dalam bidang kecacatan.

� Pelatihan bagi para petugas sosial masyarakat merupakan suatu upaya yang sangat penting dan strategis, terutama di negara-negara berkembang. Pelatihan tersebut seyogyanya melibatkan para penyandang cacat, dan materi pelatihan seyogyanya mencakup pengembangan nilai-nilai, kemampuan dan teknologi yang tepat di samping keterampilan-keterampilan yang dapat dipraktekkan oleh para penyandang cacat, orang tuanya, keluarganya serta anggota-anggota masyarakatnya.

Peraturan 20: Pemantauan dan Evaluasi Nasional Terhadap Program-program dalam Bidang Kecacatan untuk Mengimplementasikan Peraturan Standar Negara-negara bertanggungjawab untuk menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi secara berkelanjutan terhadap pelaksanaan program-program nasional dan pelayanan-pelayanan yang menyangkut persamaan kesempatan bagi para penyandang cacat. � Secara berkala dan sistematis, negara-negara seyogyanya

mengevaluasi program-program nasional dalam bidang kecacatan dan menyebarluaskan informasi mengenai dasar-dasar penilaian maupun hasil-hasilnya.

36

� Negara-negara seyogyanya mengembangkan dan membakukan peristilahan dan kriteria evaluasi terhadap program dan pelayanan yang berkaitan dengan kecacatan.

� Kriteria dan peristilahan tersebut seyogyanya dikembangkan atas kerjasama yang erat dengan organisasi-organisasi para penyandang cacat sejak tahap pengkonsepan dan perencanaan awal.

� Negara-negara seyogyanya berpartisipasi dalam kerjasama internasional demi mengembangkan standar yang sama bagi evaluasi nasional dalam bidang kecacatan. Negara-negara seyogyanya mendorong komite koordinasi nasional untuk berpartisipasi pula.

� Evaluasi terhadap berbagai program dalam bidang kecacatan seyogyanya dirumuskan sejak tahap perencanaannya, sehingga dampak yang dikehendaki setelah tujuan kebijaksanaan dalam bidang ini tercapai, dapat dievaluasi.

Peraturan 21: Kerja Sama Teknik dan Ekonomi Negara-negara, baik negara-negara industri maupun berkembang, memiliki tanggung jawab untuk bekerja sama dan berupaya dalam meningkatkan kondisi kehidupan para penyandang cacat di negara-negara berkembang. � Upaya-upaya untuk mencapai kesamaan kesempatan bagi para

penyandang cacat, termasuk para pengungsi yang menyandang kecacatan, seyogyanya diintegrasikan ke dalam program pembangunan umum.

� Upaya-upaya tersebut harus diintegrasikan ke dalam semua bentuk kerja sama teknik dan ekonomi, baik bilateral maupun multilateral, antar pemerintah maupun non pemerintah. Negara-negara seyogyanya memunculkan masalah-masalah kecacatan dalam diskusi-diskusi tentang kerja sama tersebut dengan mitra kerjasamanya.

� Dalam merencanakan dan meninjau ulang program-program kerja sama teknik dan ekonomi, keadaan para penyandang cacat seyogyanya mendapatkan perhatian khusus. Sangatlah penting bahwa para penyandang cacat dan organisasi-organisasinya dikonsultasi jika hendak merencanakan proyek-proyek

37

pembangunan yang dirancang bagi para penyandang cacat. Mereka seyogyanya dilibatkan secara langsung dalam pengembangan, implementasi dan evaluasi proyek-proyek tersebut.

� Bidang-bidang prioritas bagi kerjasama teknik dan ekonomi seyogyanya mencakup: o Pembangunan sumber daya manusia melalui pengembangan

keterampilan, kemampuan dan potensi para penyandang cacat serta memprakarsai kegiatan-kegiatan bagi dan dari para penyandang cacat yang menciptakan lapangan kerja;

o Pengembangan dan penyebarluasan teknologi dan pengetahuan praktis yang ada kaitannya dengan kecacatan.

� Negara-negara juga didorong untuk mendukung pembentukan dan pemberdayaan organisasi-organisasi para penyandang cacat.

� Negara-negara seyogyanya berupaya meningkatkan pengetahuan mengenai masalah-masalah kecacatan di kalangan para petugas yang terlibat dalam pengadministrasian program kerja sama teknik dan ekonomi.

Peraturan 22: Kerja Sama Internasional Negara-negara seyogyanya berpartisipasi secara aktif dalam kerja sama internasional mengenai kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk persamaan kesempatan bagi para penyandang cacat. � Di dalam kerangka PBB, lembaga-lembaga spesialisasinya dan

organisasi-organisasiantar pemerintah lainnya yang terkait, negara-negara seyogyanya berpartisipasi dalam pengembangan kebijaksanaan mengenai masalah-masalah kecacatan.

� Bilamana dipandang tepat, negara-negara seyogyanya mengemukakan aspek-aspek kecacatan dalam negoisasi-negoisasi umum mengenal berbagai standar, pertukaran informasi, program-programpem bangunan dan lain-lain.

� Negara-negara seyogyanya mendorong dan mendukung pertukaran pengetahuan dan pengalaman diantara:

o Organisasi-organisasi non pemerintahyang menangani masalah-masalah kecacatan;

38

o Lembaga-lembaga penelitian dan para peneliti perorangan yang terlibat dalam masalah-masalah kecacatan;

o Badan-badan perwakilan para petugas lapangan dan kelompok-kelompok profesional dalam bidang kecacatan;

o Organisasi-organisasi para penyandang cacat; o Komite koordinasinasional.

� Negara-negara seyogyanya menjamin agar PBB beserta lembaga-lembaga spesialisasinya maupun semua badan pemerintah dan badan antar parlemen, pada tingkat global maupun regional, mengikutsertakan organisasi-organisasi para penyandang cacat tingkat regional maupun global dalam kegiatan- kegiatannya.

39

IV. MEKANISME PEMANTAUAN Tujuan mekanisme pemantauan adalah meningkatkan efektifitas implementasi Peraturan Standar. Badan ini akan membantu setiap negara dalam menilai tingkat implementasi Peraturan Standar tersebut dan mengukur kemajuannya. Mekanisme pemantauan tersebut seyogyanya dapat mengungkapkan rintangan-rintangan yang dihadapi dan dapat memberikan saran-saran mengenai langkah-langkah yang tepat demi keberhasilan implementasi Peraturan Standar tersebut. Mekanisme pemantauan ini akan menghargai aspek-aspek ekonomi, sosial dan budaya yang ada di masing-masing negara. Unsur penting lainnya dari badan iniialah bahwa ia berfungsi sebagai badan penasihat danmedia pertukaran pengalaman dan informasi di antara negara-negara. Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat akan dipantau dalam rangka sidang-sidang Komisi Pembangunan Sosial (Commision for Social Development). Akan ditunjuk seorang Pelapor Khusus yang memiliki pengalaman luas yang relevan dalam masalah-masalah kecacatan dan keorganisasian internasional, yang bila dipandang perlu akan didanai dari sumber-sumber anggaran tambahan, untuk masa jabatan tiga tahun guna memantau implementasi Peraturan Standar. Organisasi-organisasi para penyandang cacat internasional yang memiliki status konsultatif di Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social Council) serta organisasi-organisasi yang mewakili para penyandang cacat yang belum membentuk organisasi tingkat internasional seyogyanya diundang untuk membentuk sebuah panel para pakar, yang mayoritas keanggotaannya akan terdiri dari organisasi-organisasi para penyandang cacat, dengan mempertimbangkan berbagai jenis kecacatan dan distribusi geografis yang adil, yang akan dikonsultasi oleh Pelapor Khusus dan, jika dipandang perlu, oleh Sekretariat. Panel para pakar tersebut akan didorong oleh Pelapor Khusus untuk meninjau ulang, memberi advis dan umpan balik serta saran-saran mengenai peningkatan, implementasi dan pemantauan Peraturan Standar.

40

Pelapor Khusus akan mengirim seperangkat pertanyaan kepada negara-negara, badan-badan PBB, dan organisasi-organisasi antar pemerintah dan non pemerintah, termasuk organisasi-organisasi para penyandang cacat. Perangkat pertanyaan tersebut akan berfokus pada hal perencanaan implementasi Peraturan Standar. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan bersifat selektif dan meliputi sejumlah peraturan tertentu untuk evaluasi yang seksama. Dalam mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, Pelapor Khusus akan berkonsultasi dengan panel para pakar dan Sekretariat. Pelapor Khusus dapat melakukan dialog langsung tidak hanya dengan negara-negara tetapi juga dengan organisasi- organisasi non pemerintah setempat, untuk memperoleh pandangan dan komentar mereka mengenai informasi yang akan dimasukkan ke dalam laporan. Pelapor Khusus akan memberi advis mengenai implementasi dan pemantauan Peraturan Standar dan memberi bantuan dalam mempersiapkan jawaban terhadap perangkat pertanyaan tersebut. Pusat Pembangunan Sosial dan Masalah-masalah Kemanusiaan (Centre for Social Development and Humanitarian Affairs) dari kantor PBB di Wina, sebagai titik focus PBB untuk masalah-masalah kecacatan, Program Pembangunan PBB (UNDP) dan badan-badan PBB lainnya serta mekanisme-mekanisme lain di dalam system PBB, seperti komisi-komisi regional dan badan-badan khusus serta pertemuan-pertemuan antar lembaga, akan bekerja sama dengan Pelapor Khusus dalam implementasi dan pemantauan Peraturan Standar pada tingkat nasional. Pelapor Khusus, dibantu oleh Sekretariat, akan menyiapkan laporan-laporan untuk diserahkan kepada Komisi Pembangunan Sosial, pada sidangnya yang ke-34 dan ke-35. Dalam menyiapkan laporan-laporan tersebut, Pelapor seyogyanya berkonsultasi dengan panel para pakar. Negara-negara seyogyanya mendorong komite koodinasi nasional atau badan serupa untuk perpartisipasi dalam implementasi dan pemantauan. Sebagai titik fokus untuk masalah-masalah kecacatan

41

di tingkat nasional, badan ini seyogyanya didorong untuk menetapkan prosedur bagi pengkoordinasian pemantauan Peraturan Standar. Organisasl-organisasi para penyandang cacat seyogyanya didorong untuk terlibat secara aktif dalam pemantauan terhadap proses ini pada semua tingkatan. Jika sumber-sumber anggaran tambahan dapat diperoleh, satu jabatan interregional atau lebih dalam urusan Peraturan Standar seyogyanya diciptakan demi memberi pelayanan langsung kepada negara-negara, yang mencakup: � Penyelenggaraan seminar-seminar pelatihan tingkat nasional dan

regional mengenai isi Peraturan Standar; � Penyusunan pedoman untuk membantu menetapkan strategi

implementasi Peraturan Standar; � Penyebarluasan informasi mengenai praktek-praktek terbaik

dalam hal implementasi Peraturan Standar. Pada sidangnya yang ke-35, Komisi Pembangunan Sosial akan menetapkan sebuah kelompok kerja untuk memeriksa laporan Pelapor Khusus dan membuat rekomendasi-rekomendasi tentang cara-cara meningkatan penerapan Peraturan Standar. Dalam memeriksa laporan Pelapor Khusus tersebut, Komisi, melalui kelompok kerja tersebut, akan berkonsultasi dengan organisasi organisasi internasional para penyandang cacat dan lembaga-lembaga spesialisasi PBB sesuai dengan peraturan 71 dan 76 dari peraturan tentang prosedur komisi-komisi fungsional Dewan Ekonomi dan Sosial. Pada sidangnya menyusul berakhirnya mandat Pelapor Khusus, Komisi seyogyanya menelaah kemungkinan perpanjangan mandat tersebut, mengangkat Pelapor Khusus baru atau mempertimbangkan pembentukan mekanisme pemantauan lain, dan seyogyanya membuat rekomendasi-rekomendasi yang tepat kepada Dewan Ekonomi dan Sosial. Negara-negara seyogyanya didorong untuk menyumbang kepada Dana Suka Rela PBB untuk kecacatan (Voluntary Fund on Disability) demi perluasan implementasi Peraturan Standar.