04. strategi dan rencana aksi
Transcript of 04. strategi dan rencana aksi
Briefing Paper Mei 2012
MERANCANG AKSI PERUBAHAN SECARA PERSUASIF
Seratus kemenangan dalam seratus pertempuran bukan tanda keterampilan. Puncak keterampilan adalah bila dapat menundukkan musuh tanpa harus bertempur.
~ Sun Tzu ~
1. Dua Sisi HIV/AIDS Advokasi adalah serangkaian kegiatan strategis untuk mempengaruhi berbagai pihak (multi stakeholder) sehingga tercipta perubahan kebijakan atau norma sosial yang memberikan manfaat terhadap kelompok marjinal (kelompok yang dirugikan secara struktural).
Secara ringkas, advokasi bertujuan untuk merubah kebijakan, anggaran dan norma sosial (masyarakat).
Namun sebelum melakukan langkah‐langkah advokasi pada isu HIV dan AIDS harus terlebih dahulu memahami peta ’peperangan’ yang akan dihadapi dalam melakukan kegiatan advokasi.
”Segenap pasukan di Planet Epidemiologi dan di Planet Politik telah melancarkan peperangan secara terpisah. Yang satu berperang untuk mencapai hal‐hal yang efektif untuk mencapai, tetapi tidak populer, seperti membagikan jarum suntik steril. Yang lain berperang untuk hal‐hal yang tidak efektif dalam memerangi HIV tetapi populer, seperti menganjurkan berpantang seks.” (Elisabeth Pisani, Kearifan Pelacur,Kisah Gelap di balik bisnis seks dan Narkoba, 2008)
Sejak ditemukan ”sindrom” aneh di Copenhagen tahun 1979 dan disusul beberapa kasus serupa di San Fransico, Los Angeles dan New York tahun 1981 yang pada saat itu sebut GRIDS – Gay Related Immune Deficiency Syndrome – atau Sindrom kelemahan sistem kekebalan tubuh terkait dengan kaum gay. Sejarah kemunculan sidrom ini yang berawal di kalangan gay menjadikan isu AIDS melekat dengan bentuk ”hukuman dari Tuhan” bagi kaum homoseksual. Mengulang cerita tentang Sodom dan Gomora di zaman nabi Luth. AIDS tidak lagi sebatas masalah kesehatan namun juga menyangkut masalah moral agama.
ADVOKASI
KEBIJAKAN ANGGARAN NORMA SOSIAL
Page 2 of 7
Dalam dua dekade terakhir dalam peperangan menanggulangi HIV/AIDS dimana senjata yang terlibat adalah ideologi, agama, kebudayaan, kemunafikan, rasa malu dan prasangka. (Pisani, 2008).
Adanya sudut pandang yang berbeda dalam melihat isu HIV/AIDS antara AIDS sebagai masalah kesehatan dengan AIDS sebagai hukuman atas masalah moral, harus menjadi perhatian aktivis yang ingin melakukan advokasi isu HIV/AIDS.
Perbedaan cara pandang ini menyebabkan belum tercapainya ’ketidaksepakatan’ antara pendekatan supply reduction (pendekatan hukum) dan demand reduction (pendekatan moral) di satu pihak dengan pendekatan harm reduction (pendekatan pengurangan dampak) di pihak lain.
Contoh supply reduction untuk membendung penularan HIV/AIDS lewat hubungan seks yang paling lazim adalah razia PSK dan penutupan lokalisasi. Sedangkan demand reduction dengan kampaye ”Jauhi Zinah”, atau ”Say No to Free Sex” atau “Say No to drugs.”
Contoh harm reduction adalah kampanye penggunaan kondom untuk perilaku seks tidak aman atau penggunaan LASS untuk penasun.
2. Berbeda Pendapat, Ubah Sudut Pandangnya
” ..... pemerintah biasanya tidak ingin membelanjakan uang mereka untuk kaum pekerja seksual, gay atau pencandu narkoba. Para negara donor pun tidak....” (Elisabeth Pisani, Kearifan Pelacur,Kisah Gelap di balik bisnis seks dan Narkoba, 2008)
Isu HIV/AIDS belum menjadi perhatian serius bagi pemerintah ditingkat kabupaten/kota. Hal ini berhubungan erat dengan pemahaman bahwa HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang terkait perilaku kelompok‐kelompok yang ’melanggar ’norma moral dan agama, seperti WPS, waria dan pengguna narkoba. Elit di kabupaten/kota menganggap kelompok‐kelompok ini tidak layak untuk mendapatkan dukungan pemerintah daerah. Pemahaman ini menjadi tantangan bagi aktivis HIV/AIDS di kabupaten/kota.
Untuk mengatasi persoalan ini, cara yang paling efektif adalah mengajak pihak yang berbeda pendapat dengan kita untuk melihat dari sudut pandang berbeda. Selama ini isu HIV/AIDS melekat pada kelompok penasun, WPS, waria dan LSL, karena sudut pandang yang digunakan dari perspektif kesehatan masyarakat.
Sedangkan untuk menarik perhatian elit politik, sudut pandangnya perlu diubah ke perspektif politis, yaitu keinginan para elit politik untuk tampil sebagai pembela masyarakat.
Page 3 of 7
Pesan advokasi yang digunakan ”selamatkan para istri dan calon ibu dari HIV/AIDS !” Pesan ini berangkat dari data yang ada bahwa estimasi jumlah istri/pasangan pria pembeli seks sebesar 1,9 juta. Sebuah angka yang sangat besar !
Mengangkat isu HIV/AIDS dari sudut populasi istri/pasangan pria pembeli seks yang berpotensi melahirkan anak‐anak generasi depan akan mampu mendorong keberpihakan elit politik. Dari sudut pandang ini HIV/AIDS bukan lagi menjadi masalah perilaku yang bertentangan dengan moral agama, tapi menjadi upaya menyelamatkan perempuan (istri dan calon ibu) dan anak‐anak.
3. Membangun Kemitraan
”Seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak”
Pada era demokrasi saat ini semakin besar ruang masyarakat untuk menyampaikan pendapat. Selain itu peran DPR diperkuat pada tiga fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasan. Kondisi ini mendorong kerja‐kerja advokasi tidak dapat dilakukan sendiri, namun harus mendapat dukungan dari berbagai pihak (multi stakeholder) baik dari pemerintah (eksekutif, dan legislatif) maupun dari komponen masyarakat (tokoh agama/masyarakat, media, kelompok populasi kunci).
Membangun kemitraan menjadi persyaratan utama untuk melakukan kegiatan advokasi. Namun, untuk membangun kemitraan yang setara bukanlah pekerjaan yang mudah. Seringkali upaya tersebut gagal karena adanya benturan kepentingan.
Oleh karena itu, sebelum membangun kemitraan perlu dilakukan analisa dan pemetaan stakeholder untuk mengetahui Pengaruh dan sikap (kepedulian) setiap stakeholder terkait isu HIV/AIDS.
Kesehatan Masyarakat
(Epidemiologi)
Prevalensi HIV rata‐rata (STBP, 2007)
Kelompok Beresiko Jumlah rata‐rata Populasi (estimasi
2009)
52,4% IDUs 105.784 24,4% Waria 32.065 10,4% WPS 214.054 5,2% LSL 695.026
0,2%‐1,8% HRM (pria membeli seks) 3,3 juta
belum ada data Istri / Pasangan HRM
→ Anak‐anak 1,9 juta
Politik (Alturisme)
Page 4 of 7
Tinggi
Sedang
Pengaruh
yan
g dimiliki terkait isu
Rendah
Sekutu Netral Lawan
Sikap (kepedulian) terhadap isu
Selanjutnya dalam menjajaki kemungkinan membangun kemitraan perlu dilakukan analisa aspek kepentingan dan posisi untuk memininalkan area konflik yang akan terjadi. Analisa ini akan menjadi bahan untuk melakukan negosiasi untuk menghasilkan konsensus dalam hubungan kemitraan yang setara.
Kepentingan (sesuatu yang kita anggap paling
utama/berguna)
Posisi (sesuatu yang kita kehendaki. Biasanya terkait keinginan dan ketakutan kita)
Adanya kemitraan yang baik ini menjadi input (masukan) dalam menyusun strategi yang tepat untuk mengubah kebijakan pemerintah.
KEBUTUHAN: Rasa aman Kesejahteraaan Ekonomi
Rasa memiliki Pengakuan Kendali atas hid
POSISI
Keinginan
Ketakutan
Kepedulian
Page 5 of 7
4. Strategi Mengubah Kebijakan
Siapa yang mampu meraih kemenangan dengan mengubah taktiknya sesuai dengan perubahan dalam situasi musuh, dapat dianggap sebagai seorang dewa.
~ Sun Tzu ~
Keberhasilan advokasi tidak terlepas dari kemampuan berkomunikasi secara efektif terhadap kelompok‐kelompok yang memiliki ’kekuasaan’ baik secara formal maupun informal. Rumusan sederhana dalam melakukan advokasi yang ’persuasif’ adalah :
Komunikasi efektif merupakan fondasi kegiatan‐kegiatan advokasi. Komunikasi yang efektif akan mampu memobilisasi seluruh pihak untuk mendukung sebuah perubahan.
Strategi Komunikasi advokasi dapat disusun sesuai dengan pilihan metode pendekatan komunikasi (rasional – vs – emosional) dengan pemahaman terhadap lembaga‐lembaga pemegangan kekuasan (baik formal maupun informa), sebagai berikut :
AREA KOMUNIKASI DARI DALAM
LEMBAGA PEMEGANG KEKUASAAN
DARI LUAR LEMBAGA PEMEGANG
KEKUASAAN
RASIONAL Masukan Eksekutif Konsultasi Publik
Opini publik Mobilisasi opini
PENDEKATA
N
KOMUNIKASI
EMOSIONAL Lobby Unjuk Rasa
1. Dari Luar Lembaga Pemegang Kekuasaan ‐ Rasional
Area ini dilakukan secara intensif pada tahap‐tahap awal mengusung isu ”nilai baru” dengan tujuan pihak‐pihak pemegang kekuasaan mengetahui adanya kebutuhan terhadap perubahan sekaligus sebagai alat ukur untuk memetakan pihak‐pihak mana saja yang akan menjadi sekutu ataupu lawan. Cara yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Opini publik adalah sekumpulan pandangan individu terhadap isu yang sama. Berpikir bersama seringkali menghasilkan tindakan bersama sehingga dapat mempengaruhi politik.
KOMUNIKASI EFEKTIF
PEMAHAMAN TERHADAP PEMEGANG
KEKUASAAN + = TUJUAN ADVOKASI TERCAPAI
Page 6 of 7
b. Mobilisasi opini adalah upaya mengajak sebanyak‐banyaknya unsur‐unsur masyarakat seperti akademisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, jurnalis, dan lainnya untuk mendorong perubahan atau kebijakan.
Cara ini pernah dilakukan oleh tim 9 yang menjadi inisiator hak angket bank Century, mereka melakukan mobilisasi opini sekaligus membangun opini publik dengan mengunjungi tokoh agama, tokoh masyarakat dan politik dan selalu diliput media. Cara ini berhasil untuk mendorong DPR mensyahkan terbentuknya pansus hak angket bank Century.
2. Dari Luar Lembaga Pemegang Kekuasaan ‐ Emosional
Area ini dilakukan secara intensif menjelang momen‐momen tertentu (misalnya hari AIDS sedunia, hari Anti Narkotika, dll). Pendekatan ini bertujuan untuk menarik perhatian sekaligus menekan para pemegang kekuasaan agar mau berpihak pada isu ’nilai baru’ yang diusung..
Cara yang biasa dilakukan :
Unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih, untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.
3. Dalam Lembaga Pemegang Kekuasaan ‐ Rasional
Area ini merupakan prosedur dalam pembahasan kebijakan publik sesuai dengan peraturan perundang‐undangan yang berlaku. Selain itu cara ini digunakan dengan mengoptimalkan anggota aliansi/jaringan terutama yang berasal dari elemen pemerintah (Misal KPA, Dinkes, Dinsos, Kepolisian) untuk melakukan sosialisasi kepada pimpinan di masing‐masing lembaga sehingga isu ”nilai baru” mendapat pemahaman yang jelas dari sisi lembaga masing‐masing.
Cara yang dilakukan :
a. Konsultasi publik adalah cara, mekanisme, dan proses melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan baik oleh eksekutif maupun legislatif. Bentuk konsultasi kepada masyarakat itu dapat berupa berdialog, berunding, musyawarah, meminta nasehat atau saran, atau pun melaporkan kebijakan apa yang sudah atau akan dilakukannya kepada publik (masyarakat).
b. Dialog publik, workshop, seminar
Page 7 of 7
4. Dalam Lembaga Pemegang Kekuasaan ‐ Emosional
Area ini dilakukan dalam berbagai kesempatan saat bertemu dengan para pemegang kekuasaan. Pendekatan ini bertujuan untuk mencari dukungan sebanyak‐banyaknya sehingga isu ’nilai baru’dapat diterima dan didukung.
Cara yang dilakukan: Lobby adalah suatu proses pendekatan untuk mempengaruhi pihak lain guna mencapai tujuan tertentu.