STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT...

157
S S T T R R A A T T E E G GI I D D A A N N R R E E N N C C A A N N A A A A K K S S I I P P R R O O V V I I N N S S I I P P A A P P U U A A B B A A R R A A T T D D A A L L A A M M I I M M P P L L E E M M E E N N T T A A S S I I R R E E D D D D + + PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT 2012

Transcript of STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT...

Page 1: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

SSSTTTRRRAAATTTEEEGGGIII DDDAAANNN RRREEENNNCCCAAANNNAAA AAAKKKSSSIII

PPPRRROOOVVVIIINNNSSSIII PPPAAAPPPUUUAAA BBBAAARRRAAATTT

DDDAAALLLAAAMMM IIIMMMPPPLLLEEEMMMEEENNNTTTAAASSSIII RRREEEDDDDDD+++

PPEEMMEERRIINNTTAAHH DDAAEERRAAHH

PPRROOVVIINNSSII PPAAPPUUAA BBAARRAATT

22001122

Page 2: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Ringkasan Eksekutif i

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

RINGKASAN EKSEKUTIF

Upaya-upaya nasional dalam rangka penurunan emisi diwujudkan

dengan dikeluarkannya instrument kebijakan yang salah satunya adalah melalui

BAPPENAS yaitu munculnya Rencana Aksi Nasional Pengurangan Gas Rumah

Kaca (RAN-GRK). Terkait isu REDD+ Indonesia melalui UKP4 telah

menghasilkan sebuah dokumen Strategi Nasional untuk REDD+ (Stranas

REDD+). Skema REDD/REDD+ merupakan bagian dari inisiatif global untuk

mitigasi perubahan iklim melalui LULUCF. REDD+ menyediakan mekanisme

insentif kepada negara-negara berkembang berhutan untuk mengurangi aktifitas

deforestasi dan degradasi hutan dan lahan. Menilai peluang inisiatif global

melalui peningkatan serapan stok karbon hutan dan lahan, maka perlu

dipersiapkan rencana strategis untuk tingkat lokal.

Provinsi Papua Barat sebagai bagian dari Provinsi-Provinsi berhutan di

Indonesia secara tegas telah diikutsertakan pada rencana nasional dalam

mengawal isu pengurangan emisi ini. Selama beberapa tahun terakhir melalui

satuan tugas pembangunan ekonomi rendah karbon, Papua Barat Barat aktif

juga pada forum nasional dan internasional. Ide pembangunan ekonomi rendah

karbon ini pada perjalanan kedepan diharapkan mampu dirancang secara baik

dalam rangka memberikan pertimbangan-pertimbangan cerdas dan bijaksana

bagi para pengambil kebijakan di Papua Barat dalam mengawal dan

menjalankan roda pembangunan. Instrumen-instrumen kebijakan dan

kelembagaan di tingkat daerah memang perlu dipersiapkan sejak dini untuk

meramu dan mewujudkan pemikirin-pemikiran ekonomi rendah karbon yang

berkelanjutan.

Penyusunan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Provinsi REDD+

(SRAP-REDD+) ini diharapkan menjadi sebuah langkah maju dalam rangka

mempersiapkan pembangunan Papua Barat yang bermanfaat dan berkelanjutan

baik Ekonomi, Sosial maupun Ekologi.

Strategi dan rencana aksi daerah ini dalam proses penyusunannya

mengandung prinsip dinamis dan fleksibel, mencerminkan bahwa (a) berbagai

hal mengenai bentuk dan mekanisme tata kelola REDD+ global di tingkat

internasional masih memunculkan ketidakpastian; (b) di tingkat nasional, strategi

Page 3: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Ringkasan Eksekutif ii

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

dan kelembagaan REDD+ di tingkat Nasional baru mulai dibangun, bentuk

struktur dan tupoksi belum terumuskan dengan jelas; (c) Data dan informasi yang

dibutuhkan untuk penyusunan perencanaan yang mantap belum memadai dan

tersebar diberbagai sektor di Papua Barat.

Dokumen Strategi Nasional REDD+ mengamanatkan bahwa setiap

rencana dan strategi di tingkat daerah yang disusun diharapkan menjadi

landasan untuk memastikan bahwa implementasi REDD+ dapat mengatasi

penyebab mendasar dari deforestasi dan degradasi hutan dan lahan di daerah

serta mencapai target-target penurunan emisi nasional. Secara khusus Rencana

dan Strategi Aksi Provinsi REDD + Provinsi Papua Barat dapat memberikan

jaminan bahwa kegiatan mitigasi mampu mengatasi deforestasi dan degradasi

hutan dan lahan serta memberikan kontribusi nyata terhadap penurunan emisi

GRK nasional.

Isu-isu strategis yang menjadi perhatian dan landasan berfikir dalam

penyusunan SRAP-REDD+ Papua Barat adalah (1) Reformasi perencanaan

pembangunan; (2) Kebijakan pembentukan daerah otonomi baru; (3) Kebijakan

provinsi konservasi; (4) Rendahnya konstribusi SDM kehutanan terhadap

pelestarian hutan; (5) Lemahnya pelibatan pemangku kepentingan; (6) Akselerasi

pembentukan dan operasionalisasi KPH; (7) Ketidakpastian hak masyarakat

hukum adat; (8) Implementasi paradigma pengelolaan hutan berbasis

masyarakat; (9) Tumpang tindih penggunaan kawasan hutan; (10) Lambatnya

proses penetapan tata ruang; (11) Kebijakan pembatasan penjualan kayu log ke

luar Papua Barat; (12) Kawasan konservasi sebagai cost centre; (13) Lemahnya

penguatan ekonomi masyarakat adat; (14) Evaluasi IUPHHK non value added;

dan (15) Kebijakan perizinan investasi satu pintu.

Rumusan Visi SRAP-REDD+ Papua Barat adalah “SRAP-REDD+ Papua

Barat sebagai pendukung utama mitigasi pengurangan emisi karbon

Nasional Sampai Tahun 2020” yang dijabarkan dengan misi sebagai

berikut : (1) Membangun komitmen stakeholder melalui legalisasi kelembagaan

REDD+ Provinsi Papua Barat; (2) Mengkaji dan mendorong rasionalisasi

berbagai kebijakan dan peraturan pengelolaan dan pemanfaatan hutan dan

lahan kearah pengurangan konversi hutan dan meningkatkan usaha rehabilitasi

lahan kritis/lahan tidak produktif; (3) Mewujudkan program pembangunan

berbasis Tata Ruang yang efektif dan sinergi antar sektor; (4) Menciptakan

Page 4: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Ringkasan Eksekutif iii

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

paradigma dan etos kerja baru menuju perwujudan provinsi konservasi dan

pembangunan rendah karbon yang berkelanjutan; (5) Mewujudkan partisipasi

masyarakat secara spontan dengan prinsip Persetujuan atas dasar informasi

awal tanpa paksaan melalui sosialisasi dan konsultasi publik secara intensif;

(6)Mendorong kepastian status hukum masyarakat adat atas kepemilikan lahan

dan pemanfaatan sumberdaya alam; dan (7) Mendorong legalitas mekanisme

pembagian hasil atas pemanfaatan sumberdaya alam secara merata dan

berkeadilan bagi masyarakat hukum adat.

Tujuan implementasi Strategi dan Rencana Aksi di Provinsi Papua Barat

untuk (1) Mengurangi degradasi dan deforestasi akibat konversi lahan hutan dan

alih fungsi kawasan hutan; (2) Meningkatkan upaya-upaya rehabilitasi lahan

kritis dan pengembangan hutan tanaman rakyat; (3) Mengembangkan ekonomi

kerakyatan sektor kehutanan melalui usaha pemanfaatan hasil hutan non kayu

dan jasa hutan; (4) Meningkatkan tata kelola dan kepengurusan hutan dan lahan

melalui implementasi pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH); (5)

Mengintegrasikan RTRWP, RTRWK, wilayah masyarakat Hukum Adat dan tata

guna hutan; dan (6) Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam rangka adaptasi

gejala perubahan iklim, resiko bencana dan kerawanan pangan.

SRAP-REDD+ Provinsi Papua Barat dirancang bagaikan mewujudkan

sebuah rumah layak huni dan serasi dengan lingkungan. Karena itu harus

dirancang dengan fondasi yang kuat, kerangka yang sesuai dan atap yang baik.

Desain dan bahan bangunan seluruhnya diupayakan bersumber dari budaya dan

sumberdaya alam Papua Barat dengan pilar-pilar stategi sebagai berikut : (1)

Partisipasi, hak menyetujui/menolak dan keterbukaan informasi;(2) Hak atas

lahan, kebutuhan hidup dan manfaat atas REDD+; (3) Sistem kelembagaan

REDD+ Papua Barat; (4) Mekanisme pendanaan untuk REDD+ Papua Barat; (5)

Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi (MRP) REDD+; (6) Tata ruang dan Lokasi

REDD+ Papua Barat ; (7) Pengelolaan hutan dengan prinsip rendah karbon; dan

(8) Penegakan hukum dan arbitrase pengelolaan hutan rendah karbon.

Aksi pengurangan emisi suatu negara harus dapat diukur

(measurabel),dapat dilaporkan (Reportable), dan dapat diverifikasi (Verifiable).

Presiden memberikan arahan agar Indonesia harus siap dengan MRV nasional

yang sesuai standar internasional. Meskipun demikian hendaknya penyesuaian

MRV nasional dengan standar internasional tersebut dipandang sebagai

Page 5: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Ringkasan Eksekutif iv

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

mekanisme penurunan emisi yang berpotensi besar. Ditinjau dari keefektifan

biaya (cost effective) REDD+, maka prinsip MRV yang akan diterapkan untuk

REDD+, yaitu: (1) Menggunakan IPCC Guidelines terbaru (2006) : AFOLU

(Agriculture, Forestry, Other Land Use); (2) Kombinasi mentode inventarisasi

penginderaan jauh (remote-sensing inventory) & didasarkan pengamatan

lapangan (ground-based inventory); (3) Memperhitungkan ke lima penumpukan

karbon (carbon pools); dan (4) Hasil penghitungan : transparan dan terbuka

untuk review dan diakses oleh publik.

Hasil Skenario aksi mitigasi penurunan emisi dan peningkatan serapan

karbon hutan dan lahan untuk REDD+ Papua Barat diringkaskan sebagai berikut

:

1. Pengurangan Konversi Hutan dalam RTRWK dan RTRWP

Perbedaan garis acuan emisi Provinsi Papua Barat berdasarkan data masa lampau, RTRWK dan RTRWP

Kontribusi Penurunan Net Emisi Pada Berbagai Skenario Mitigasi pembatasan konversi hutan dalam RTRWP dan RTRWK

-

50,000,000

100,000,000

150,000,000

200,000,000

250,000,000

300,000,000

350,000,000

400,000,000

450,000,000

2006-2011 2011-2016 2016-2021

Ne

t E

mis

sio

n (

ton

CO

2-e

q)

Periode (Tahun)

Data Historis

RTRW Provinsi

RTRW Kab/Kota

Page 6: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Ringkasan Eksekutif v

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

2. Penurunan Luas Areal RKT Pemegang IUPHHK

Perbandingan antara garis acuan total emisi dan skenario mitigasi

penurunan luas areal RKT tahunan pemegang IUPHHK tahun 2006 –

2021

Kontribusi penurunan emisi pada mitigasi penurunan luas RKT

dengan berbagai skenario mitigasi penurunan luas Areal RKT Pemegang

IUPHHK.

Mitigasi Skenario Kontribusi Penurunan Net Emision

Periode I Periode 2 ton CO2-eq % ton CO2-eq %

RKT 60% 3.990.287 16,02 3.737.955 15,24 70% 2.992.715 12,01 2.787.923 11,37 80% 1.995.143 8,01 1.848.253 7,53

. Perbandingan Net Emisi Pada Berbagai Skenario Mitigasi Penurunan

Luas Areal RKT Tahunan Pemegang IUPHHK Berdasarkan Periode

ton CO2-eq % ton CO2-eq %

10% 15,891,278 7.60 15,891,278 7.60

20% 31,782,556 15.20 31,782,556 15.20

30% 47,673,834 22.79 47,673,834 22.79

10% 5,052,134 5.01 5,052,134 5.01

20% 10,104,268 10.03 10,104,268 10.03

30% 15,156,402 15.04 15,156,402 15.04

2 RTRWP

Mitigasi

1 RTRWK

Periode I Periode 2

Kontribusi Penurunan Net Emisi

No. Skenario

-

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

80,000,000

2006-2011 2011-2016 2016-2021

Ne

t E

mis

sio

n (

ton

CO

2-e

q)

Periode (Tahun)

BAU

RKT 60%

RKT 70%

RKT 80%

Page 7: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Ringkasan Eksekutif vi

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

3. Kombinasi antara Penurunan Luas Areal RKT Tahunan Pemegang

IUPHHK dan Penerapan Metode Reduced Impact Logging (RIL) oleh pemegang IUPHHK. Kontribusi aksi mitigasi Penurunan Luas Areal RKT dan Penerapan

Metode Reduced Impact Logging oleh pemegang IUPHHK

4. Penerapan Metode Reduced Impact Logging oleh pemegang IUPHHK

Perbandingan antara net emisi kumulatif pada base line dengan

berbagai skenario mitigasi penerapan sistem RIL

Periode I Periode 2

RKT RIL ton CO2-eq % ton CO2-eq %

60% 25% 4,439,195 8.84 4,168,850 5.58

50% 4,888,102 9.73 4,601,843 6.16

75% 5,337,009 10.63 5,036,935 6.74

100% 5,785,917 11.52 5,474,125 7.32

70% 25% 3,516,441 7.00 3,285,398 4.39

50% 4,040,166 8.04 3,785,729 5.06

75% 4,563,891 9.09 4,288,916 5.74

100% 5,087,616 10.13 4,794,959 6.41

80% 25% 2,593,687 5.16 2,410,812 3.22

50% 3,192,230 6.36 2,977,101 3.98

75% 3,790,773 7.55 3,547,120 4.74

100% 4,389,316 8.74 4,120,869 5.51

Kontribusi Penurunan Net EmisionMitigasi

-

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

80,000,000

2006-2011 2011-2016 2016-2021

Ne

t E

mis

sio

n (

ton

CO

2-e

q/y

ea

r)

Periode (Tahun)

BAU

RIL 25%

RIL 50%

RIL 75%

RIL 100%

Page 8: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Strategi dan Rencana Aksi

Kontribusi Penurunan Net Emisi Pada Berbagai Skenario Mitigasi Pelaksanaan Sistem RIL Oleh Pemegang IUPHHK

Mitigasi Skenario

RIL

25%50%75%

100% Perbandingan Net Emisi Pada Berbagai Skenario Mitigasi Pelaksanaan Sistem RIL Oleh Pemegang IUPHHK

5. Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis

Perbandingan antara

dengan berbagai skenario mitigasi rehabilitasi hutan dan lahan

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

80,000,000

Ne

t E

mis

sio

n (

ton

CO

2-e

q/y

ea

r

Ringkasan Eksekutif

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Kontribusi Penurunan Net Emisi Pada Berbagai Skenario Mitigasi Pelaksanaan Sistem RIL Oleh Pemegang IUPHHK

Skenario Kontribusi Penurunan Net Emision

Periode I Periode 2ton CO2-eq % ton CO2- eq

25% 748.179 3,00 688.238 50% 1.496.358 6,01 1.382.304 75% 2.244.537 9,01 2.082.199 100% 2.992.716 12,01 2.787.923

Perbandingan Net Emisi Pada Berbagai Skenario Mitigasi Pelaksanaan Sistem RIL Oleh Pemegang IUPHHK

Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis

Perbandingan antara garis acuan emisi Provinsi Papua Barat

dengan berbagai skenario mitigasi rehabilitasi hutan dan lahan

-

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

80,000,000

BAU 25% 50% 75% 100%

RIL

2016

2011

2006

Ringkasan Eksekutif vii

REDD+

Kontribusi Penurunan Net Emisi Pada Berbagai Skenario Mitigasi

Kontribusi Penurunan Net Emision Periode 2

eq % 238 2,81 304 5,64 199 8,49 923 11.37

Perbandingan Net Emisi Pada Berbagai Skenario Mitigasi Pelaksanaan

emisi Provinsi Papua Barat

2016-2021

2011-2016

2006-2011

Page 9: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Ringkasan Eksekutif viii

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Kontribusi Mitigasi RHL terhadap penurunan emisi GRK di Provinsi Papua

Barat

Mitigasi Skenario Kontribusi Penurunan Net Emision

Periode I Periode 2 ton CO 2-eq % ton CO 2-eq %

RHL

20% 308.347 0,61 1.129.128 1,51 40% 616.694 1,23 2.258.256 3,02 60% 925.042 1,84 3.387.384 4,53 80% 1.233.389 2,46 4.516.512 6,04

6. Pengukuhan Kawasan Hutan

Kontribusi Aksi Mitigasi Pengukuhan Kawasan Hutan Terhadap Penurunan Net Emisi di Provinsi Papua Barat

Mitigasi Skenario Kontribusi Penurunan Net Emision

Periode I Periode 2 ton CO 2-eq % ton CO 2-eq %

Pengukuhan Kawasan Hutan

20% 997.796 1,99 1.995.591 2,67 30% 1.496.693 2,98 2.993.387 4,00 40% 1.995.591 3,97 3.991.183 5,34 50% 2.494.489 4,97 4.988.978 6,67 60% 2.993.387 5,96 5.986.774 8,01 70% 3.492.285 6,95 6.984.569 9,34 80% 3.991.183 7,95 7.982.365 10,68 90% 4.490.080 8,94 8.980.161 12,01

100% 4.988.978 9,93 9.977.956 13,35

-

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

80,000,000

2006-2011 2011-2016 2016-2021N

et

Em

issi

on

(to

n C

O2

-eq

/ye

ar)

Periode (Tahun)

BAU

RHL 20%

RHL 40%

RHL 60%

RHL 80%

Page 10: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Ringkasan Eksekutif ix

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

7. Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

Kontribusi Aksi Mitigasi Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Terhadap Penurunan Net Emisi di Provinsi Papua Barat

Mitigasi Skenario

Kontribusi Penurunan Net Emision Periode I Periode 2

ton CO 2-eq % ton CO 2-eq %

Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

20% 352.339 0,70 1.290.432 1,73 40% 704.678 1,40 2.580.864 3,45 60% 1.057.018 2,10 3.871.296 5,18 80% 1.409.357 2,81 5.161.728 6,90

8. Pembangunan Hutan Kota

Kontribusi Aksi Mitigasi Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Terhadap Penurunan Net Emisi di Provinsi Papua Barat

Mitigasi Skenario Kontribusi Penurunan Net Emision

Periode I Periode 2 ton CO 2-eq % ton CO 2-eq %

Hutan Kota

20% 16.047 0,03 57.360 0,08 40% 32.094 0,06 114.719 0,15 60% 48.140 0,10 172.079 0,23 80% 64.187 0,13 229.439 0,31

Berdasarkan rencana aksi mitigasi dan skenario REDD+

Provinsi Papua Barat yang diuraikan di atas, maka target penurunan

emisi sampai pada tahun 2020 sebesar 42,65% dengan kontribusi

penurunan emisi terhadap target nasional sebesar 7,97 dengan asumsi

bahwa semua skenario aksi mitigasi terpilih didukung dengan komitmen

penuh seluruh stakeholders dan terimplementasi secara konsisten sesuai

rencana serta seluruh faktor pemungkin dapat dikendalikan dan

diintegrasikan dengan baik.

Page 11: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Sambutan Gubernur x

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

GUBERNUR PAPUA BARAT

SAMBUTAN

Pertama-tama, saya mengajak kita semua untuk memanjatkan puji dan

syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena hanya atas berkat dan

bimbingan-Nya Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Provinsi (SRAP-REDD+)

Papua Barat dapat diwujudkan..

Dinamika pembangunan di sektor kehutanan dan lahan di Propinsi Papua

Barat telah mendorong berbagai perubahan di daerah baik dari segi fisik maupun

finansial. Harus diakui bahwa kedua sektor ini telah memberikan kontribusi yang

besar bagi daerah baik dari segi penerimaan asli daerah (PAD) maupun

peningkatan sarana dan prasarana pembangunan di daerah baik di tingkat

Provinsi maupun di Kabupaten/Kota. Namun tentu kita sadari pula bahwa setiap

pembangunan memiliki implikasi resiko (konsekwensi) yang harus ditanggung

dan dicari jalan keluarnya untuk menjaga keseimbangan antara ekonomi dan

ekologi. Salah satu bagian penting dari manusia yang cenderung menjadi objek

resiko dari pembangunan di sektor kehutanan dan lahan adalah terganggungnya

keseimbangan lingkungan. Sebagai contoh dampak perubahan iklim yang salah

satu penyebabnya adalah pembukaan lahan dan hutan untuk areal perkebunan,

pertambangan, kehutanan skala besar,dan industrinya

Meresponi dinamika pembangungan yang cenderung menunjukan

ketidakseimbangan tersebut, ide pembangunan berkelanjutan telah muncul

menjadi prioritas perhatian Pemerintah Provinsi Papua Barat dewasa ini.

Pembangunan berkelanjutan yang dimaksud dalam konteks ini adalah

pembangunan yang memperhatikan keseimbangan dan keberlanjutan nilai sosial

dan budaya masyarakat, ekonomi dan ekologi. Setiap pembangunan di daerah

terutama di sektor kehutanan dan lahan terus diarahkan untuk secara aktif

Page 12: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Sambutan Gubernur xi

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

terkoordinasi dan terkonsolidasi mendukung inisiatif pembangunan yang

berkelanjutan sebagaimana yang di harapkan.

Salah satu langkah proaktif provinsi dalam mewujudkan inisiatif

pembangungan berkelanjutan ini adalah dengan mulai membangun strategi-

strategi dan rencana aksi daerah dalam mengawal pembangunan di sektor lahan

dan kehutanan. Salah satunya adalah dengan menempatkan Provinsi Papua

Barat sebagai bagian penting adalah penyelamatan iklim global melalui usaha-

usaha penata kelolaan pembangunan sektor kehutanan dan lahan yang rendah

karbon atau rendah emisi. Usaha-usaha ini juga menginisiasi adanya jaminan

kepastian hak atas ruang masyarakat sebagai bagian inti dalam strategi

pembangunan berkelanjutan ini. Sekaligus sebagai bagian dari komitmen Papua

Barat dalam mendukung komitmen Presiden Indonesia menurunkan Emisi Gas

Rumah Kaca di Indonesia sebesar 26% di tahun 2020.

Di tingkat nasional dan internasional, banyak pihak yang sedang ramai

mendiskusikan dan bernegosiasi usaha-usaha dunia menjaga keseimbangan

lingkungan dan memastikan manfaat yang adil bagi semua pihak. Sektor

kehutanan dan lahan menjadi perhatian khusus dalam SRAP-REDD+ ini. Dalam

diskusi dan negosiasi international tersebut muncul gagasan untuk memberikan

insentif bagi negara-negara berkembang yang telah berhasil mengurangi dampak

buruk dari deforestasi dan degradasi hutan dan lahan. Skema dengan istilah

REDD (Reducing Emission from Deforestation and Degradation) atau dalam

bahasa Indonesia istilah ini diterjemahkan dengan inisiatif pengurangan emisi

dari kegiatan deforestasi dan degradasi hutan dan lahan. Dalam skema REDD,

dapat diinterpretasi sebagai inisiatif pembangunan rendah karbon dengan

mengurangi ekstraksi sumberdaya hutan dan lahan yang berlebihan melalui

penatakelolaan kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sektor hutan dan lahan.

Sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki tutupan hutan

relatif masih baik, tetapi juga terancam oleh permintaan investasi sektor

kehutanan dan lahan yang tinggi, Papua Barat merasa perlu untuk menata

strategi dan rencana aksi untuk mengurangi dampak kerusakan hutan dan lahan

secara besar-besaran. Pemerintah Provinsi bersama para pihak terkait berusaha

untuk tidak mempersempit ruang berfikir tentang REDD pada konteks “insentif

atau uang kompensasi” yang akan diterima karena berhasil menjaga hutan,

tetapi perhatian Provinsi Papua Barat pada skema REDD ini dititikberatkan pada

Page 13: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Sambutan Gubernur xii

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

keinginan untuk menatakelola pembangunan sektor kehutanan dan lahan yang

terintegrasi dalam rangka mewujudkan manfaat sosial budaya, ekonomi dan

lingkungan secara berkelanjutan dari pemanfaatan hutan dan lahan.

Dokumen “SRAP- REDD+” Papua Barat yang telah disusun ini telah

mengkerangkakan ide bersama terkait aksi mitigasi dan adaptasi yang dapat

kerjakan sebagai respon terhadap pengurangan emisi nasional dari sektor

kehutanan dan lahan. Dokumen ini merupakan salah satu bagian dari

perwujudan komitmen pemerintah provinsi Papua Barat dalam merumuskan

strategi-strategi dan aksi nyata daerah dalam mewujudkan pembangunan

rendah karbon yang berkelanjutan. Dokumen ini mulai dikerjakan oleh tim

penulis sejak awal bulan September 2012. Proses penyusunannya dilakukan

secara partisipatif melalui serangkaian diskusi, lokakarya, dan konsultasi publik di

tingkat Provinsi. Bahkan dalam prosesnya telah pula dikonsultasikan dan

diasistensi pada level Nasional untuk menjaga konsistensi isu antara kebutuhan

di tingkat daerah dengan kebutuhan di tingkat nasional.

Dokumen ini berisi strategi-strategi propinsi dan rencana-rencana aksi

dengan beberapa skenario yang harapkan dapat diimplementasikan untuk

mewujudkwan manfaat pembangunan sektor kehutanan dan lahan secara

berkelanjutan. Beberapa pilar kunci yang menjadi perhatian dalam ide

pembangunan sektor kehutanan dan lahan berkelanjutan di Propinsi Papua

Barat dimuat secara singkat, padat dan jelas dalam dokumen ini. Pilar-pilar kunci

ini menjadi karangka penyangga pengembangan rancangan kegiatan-kegiatan

dalam ruang pembangunan rendah karbon atau pembangunan berkelanjutan di

Papua Barat. Dokumen ini akan terus dipertajam termasuk diperkuat dengan

komunikasi dan koordinasi aktif antar SKPD dan lembaga non-pemerintah dan

masyarakat dalam mendukung komitmen Provinsi Papua Barat mewujudkan

pembangunan sektor kehutanan dan lahan yang memberikan manfaat secara

adil, merata dan berkelanjutan bagi manusia, pembangunan dan lingkungan

Papua Barat.

Salah satu bagian penting dalam strtategi aksi provinsi adalah terkait

peran para pihak dan kerangka implementasi strategi di tingkat tapak. Beberapa

sektor masih membutuhkan intervensi guna memperoleh rancangan pengelolaan

hutan dan lahan rendah emisi. Lokus atau tapak aksi mitigasi potensial di setiap

wilayah masih perlu diintervesi dengan dukungan dan komitmen politik yang kuat

Page 14: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Sambutan Gubernur xiii

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

dari kepala daerah sehingga pilot proyek aksi mitigasi dapat terlaksana sesuai

strategi dan rencana aksi ini.

Akhir kata, saya berharap dan mengajak kita semua untuk berkolaborasi,

membangun diskusi, dan komunikasi aktif serta memberikan pemikiran-pemikiran

kritis untuk terus menyempurnakan dokumen dan mengkerangkakan kegiatan

yang akan kita lakukan kedepan. Saya juga berharap semua pihak dengan

kapasitas yang dimiliki membangun komunikasi dan koordinasi aktif mendukung

komitmen pemerintah provinsi mewujudkan pembangunan sektor dan lahan di

Papua Barat yang rendah emisi, sediaan karbon hutan dan lahan tinggi,

memberikan insentif ekonomi bagi masyarakat yang adil dan merata serta

berkelanjutan.

Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Tim

BAPPEDA Provinsi Papua Barat bersama Satuan Tugas Pembangunan Ekonomi

Rendah Karbon Provinsi Papua Barat yang telah berusaha menfasilitasi dan

mendukung penyusunan dokumen ini. Saya juga mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang tinggi kepada para penulis dari Universitas Negeri Papua

yang telah memberikan waktu dan ide-ide cemerlangnya menyusun dokumen

dokumen ini. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada Satgas REDD+

Nasional yang telah memberikan dukungan pendanaan dan asistensi substansi,

sehingga proses penyusunan dokumen ini bisa terlaksana sesuai dengan target

yang telah ditetapkan.

Demikianlah sambutan saya, mari kita berdoa, berpikir dan bekerja dalam

mengawal dan menjalankan cita-cita pembangunan menuju Papua Barat baru

yang kita harapkan melalui SRAP-REDD+ ini.

Semoga Tuhan yang Maha Kasih melindungi dan memberkati kita semua.

Manokwari, Desember 2012

GUBERNUR PAPUA BARAT,

ABRAHAM OCTOVIANUS ATARURI

Page 15: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Kata Pengantar xiv

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Maha Kuasa atas karya dan karsa yang

dianugerahkan kepada kita semua sehingga dokumen SRAP-REDD+ Papua

Barat dapat diselesaikan sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan.

Dokumen SRAP-REDD+ Papua Barat disusun secara partisipatif

melibatkan berbagai stakeholders di tingkat provinsi dan diasistensi oleh

Nasional. Proses penyusunannya melalui beberapa tahapan dan hasil dari

setiap tahapan menjadi dasar dalam penyusunan dokumen tahap selanjutnya.

Dengan proses demikian diharapkan sifat dari substansi dokumen dinamis dan

fleksibel. Sifat dinamis dan fleksibilitas dokumen demikian dimungkinkan karena

: (1) Bentuk dan tatakelola mekanisme REDD+ ditingkat internasional belum

dapat dipastikan; (2) strategi dan kelembagaan REDD+ ditingkat nasional baru

mulai dibangun dan struktur kelembagaan serta tugas pokok dan fungsinya

belum jelas; dan (3) data dan informasi yang digunakan dalam menyusun

dokumen SRAP-REDD+ Papua Barat masih terbatas, sehingga memerlukan

klarifikasi.

Berbagai kendala dalam penyusunan dokumen ini tidaklah berarti bahwa

substansi dokumen belum dapat digunakan sebagai arah dan pedoman dalam

mengimplementasikan berbagai strategi aksi mitigasi penurunan emisi dan

peningkatan serapan karbon hutan dan lahan. Strategi aksi mitigasi dan

skenario mitigasi yang direncanakan telah dapat diimplementasikan dalam

bentuk pilot project di setiap tapak prioritas terpilih. Untuk itu, dokumen SRAP-

REDD+ Papua Barat ini digunakan sebagai rambu-rambu untuk memantapkan

implementasi berbagai strategi aksi mitigasi sektor kehutanan dan lahan,

sehingga pada saatnya dapat diperoleh strategi aksi mitigasi yang mantap

dengan kelembagaan tatakelola, MRV dan pendanaan yang lebih sesuai dengan

kebutuhan lokal, regional, nasional dan internasional.

Substansi Dokumen SRAP-REDD+ Papua Barat terdiri atas (1)

Pendahuluan, (2) Gambaran Umum Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua

Barat, (3) Isu-isu Strategis REDD+ di Papua Barat, (4) Visi-Misi, Tujuan, Ruang

Lingkup dan Nilai Manfaat REDD+ di Papua Barat, (5) Pilar-pilar Spesifik SRAP-

REDD+ Provinsi Papua Barat, (6) Pendekatan Keberhasilan Rencana Aksi dan

Page 16: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Kata Pengantar xv

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Sistem Monitoring (MRV), (7) Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk

Mewujudkan REDD+ di Papua Barat, (8) Penutup.

Tersusunnya dokumen SRAP-REDD+ Papua Barat ini tidak terlepas dari

kontribusi berbagai pihak, baik dari lembaga pemerintah, lembaga non

pemerintah, akademisi dan masyarakat adat. Atas segala kontribusi waktu,

tenaga, pikiran dan pendanaan yang telah diberikan oleh berbagai pihak, kami

sampaikan terima kasih yang mendalam dan penghargaan yang setinggi-

tingginya.

Akhirnya kami sangat menyadari masih banyak kekurangan substansi

dan sesuai dengan sifat kedinamisan dan fleksibilitas dari dokumen ini, maka

saran, kritik serta ide kreatif dari semua pihak masih sangat dibutuhkan untuk

penyempurnaan terus menerus .

Manokwari, Desember 2012

Penyusun.

Page 17: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Daftar Isi xv

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

DAFTAR ISI

Hal

RINGKASAN EKSEKUTIF ...................................................... i SAMBUTAN GUBERNUR....................................................... x KATA PENGANTAR ............................................................ xiv DAFTAR ISI ..................................................................... xv DAFTAR TABEL ................................................................ xvi DAFTAR GAMBAR ............................................................. xviii SINGKATAN .................................................................... xx TERMINOLOGI ................................................................. xxi

I. PENDAHULUAN ............................................................. 1-1 1.1. Latar Belakang ...................................................... 1-1 1.2. Maksud dan Proses Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Provinsi REDD+ Papua Barat ....................................... 1-3 1.3. Hubungan SRAP REDD+ Papua Barat dengan Stranas REDD+ .. 1-5

II. GAMBARAN UMUM KEADAAN HUTAN DAN MASYARAKAT DI PAPUA BARAT .............................................................. 2-1 2.1. Tipe Hutan dan Penyebarannya .................................. 2-1 2.2. Tutupan Lahan, Luas dan Status Hutan di Papua Barat ........ 2-8 2.3. Sebaran Lahan Kritis di Papua Barat ............................. 2-12 2.4. Pemanfaatan Hutan dan lahan di Papua Barat .................. 2-15 2.4. Sebaran Penduduk dan Peran SDA Dalam Kehidupan

Masyarakat di Papua Barat ......................................... 2-20 2.5. Peran Sumberdaya Hutan Terhadap Masyarakat Adat dan

Pemerintahan ........................................................ 2-21

III. ISU-ISU STRATEGIS REDD+ DI PAPUA BARAT ......................... 3-1

IV. VISI-MISI, TUJUAN, RUANG LINGKUP DAN NILAI MANFAAT REDD+ PROVINSI PAPUA BARAT ................................................. 4-1

4.1. Visi dan Misi .......................................................... 4-1 4.2. Tujuan Pelaksanaan REDD+ di Papua Barat ...................... 4-2 4.3. Ruang Lingkup SRAP-REDD+ Papua Barat ........................ 4-2 4.4. Strategi Kebijakan SRAP-REDD+ Papua Barat ................... 4-5 4.5. Nilai Manfaat SRAP-REDD+ Papua Barat .......................... 4-7

V. PILAR-PILAR SPESIFIK SRAP-REDD+ PROVINSI PAPUA BARAT ..... 5-1

VI.PENDEKATAN KEBERHASILAN RENCANA AKSI DAN SISTEM MONITORING (MRV) ....................................................... 6-1

VII. MATRIKS STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI UNTUK MEWUJUDKAN REDD+ DI PAPUA BARAT ............................... 7-1 7.1. Skenario Pengurangan Emisi GRK dari Sektor Hutan dan

Lahan di Provinsi Papua Barat ...................................... 7-1 7.2. Matriks Rencana Aksi Provinsi Dalam Rangka Implementasi

REDD+ .................................................................. 7-8 VIII. PENUTUP ................................................................. 8-1

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Page 18: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Daftar Tabel xvi

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

DAFTAR TABEL

No. Teks Hal

1.1. Hubungan antara struktur Strategi Nasional REDD+ dan Strategi dan Rencana Aksi REDD+ di Provinsi Papua Barat .... 1-6

2.1. Perubahan tutupan lahan di Papua Barat tahun 2003-2009 ........ 2-8

2.2. Tutupan Lahan di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Kabupaten 2-9 2.3. Luas kawasan hutan berdasarkan fungsi per kabupaten/kota

di Papua Barat ......................................................... 2-11

2.4. Rekapitulasi tingkat kekritisan lahan di Provinsi Papua Barat ...... 2-14

2.5. Daftar pemegang IUPHHK-HA di Provinsi Papua Barat sampai dengan tahun 2010 ..................................................... 2-16

2.6. Perusahaan pengguna kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan........................................................... 2-17

2.7. Perusahaan pemegang ijin pelepasan kawasan hutan di Provinsi Papua Barat ................................................. 2-18

2.8. Tumpang tindih perizinan penggunaan lahan di Papua Barat ...... 2-20

2.9. Sebaran penduduk berdasarkan kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat ............................................................................. 2-20

2.10 Jumlah kampung di dalam kawasan, di tepi dan di luar kawasan hutan ........................................................................................... 2-20

2.11. Fungsi lahan menurut masyarakat adat (Erari, 1999) .................. 2-24 4.1. Program dan kegiatan serta tujuan kegiatan REDD+ menurut

sumber emisi berbasis lahan .......................................... 4-4 4.2. Potensi, biaya mitigasi, dan keuntukan aksi Mitigasi REDD+

di sektor kehutanan ................................................... 4-8 5.1. Usulan tentang perubahan fungsi hutan di Papua Barat ........ 5-14

5.2. Peran dan fungsi stakeholders dalam proses dan implementasi SRAP-REDD+ Papua Barat ........................................................ 5-26

6.1. Pembagian kategori hutan Indonesia ke dalam IPCC Guideline 2006 ............................................................................................ 6-6

6.2. Daftar tabel-tabel excel yang digunakan dalam inventarisasi GRK sektor kehutanan menurut IPCC Guideline 2006 ......................... 6-7

6.3. Tujuan, Output, Outcome dan Indikator REDD+ pada Unit Pengelolaan Hutan (Modifikasi dari UNEP, 2009 dalam Purbawiyatna, 2012) ................................................... 6-10

7.1. Gasis Dasar emisi Provinsi Papua Barat berdasarkan data histori, RTRWK dan RTRW ..................................................................... 7-3

7.2. Skenario penurunan emisi dengan garis acuan didasarkan pada data masa lampau dan data RTRWP/RTRWK ............................. 7-4

7.3. Rata-rata perubahan tutupan lahan terbesar tiap tahun di Provinsi Papua Barat. ................................................................................ 7-9

Page 19: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Daftar Tabel xvii

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

7.4. Konstribusi emisi potensial sektor kehutanan Provinsi Papua Barat ................................................................................. 7-9

7.5. Kontribusi penurunan net emisi pada berbagai skenario mitigasi pembatasan konversi hutan dalam RTRWP dan RTRWK ........... 7-11

7.6. Kontribusi penurunan net emisi pada berbagai skenario mitigasi penurunan luas areal RKT tahunan pemegang IUPHHK .............. 7-13

7.7. Kontribusi aksi mitigasi Penurunan Luas Areal RKT dan Penerapan Metode Reduced Impact Logging oleh pemegang IUPHHK ......... 7-15

7.8. Kontribusi penurunan Net Emisi Pada Berbagai Skenario Mitigasi Pelaksanaan Sistem RIL Oleh Pemegang IUPHHK ............... 7-17

7.9. Kontribusi Aksi Mitigasi RHL Terhadap Penurunan Net Emisi di Provinsi Papua Barat .................................................... 7-21

7.10.Kontribusi aksi mitigasi pengukuhan kawasan hutan terhadap penurunan net emisi di Provinsi Papua Barat ............................... 7-22

7.11. Kontribusi aksi mitigasi pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) terhadap penurunan net emisi di Provinsi Papua Barat ..... 7-23

7.12. Kontribusi aksi mitigasi pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) terhadap penurunan net emisi di Provinsi Papua Barat ..... 7-25

7.13. Matrik rencana aksi provinsi dalam rangka implementasi REDD+ ......................................................................................... 7-27

Page 20: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Daftar Gambar xviii

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Hal

1.7. Alur penyusunan SRAP-REDD+ Papua Barat .............................. 1-7 2.1. Peta penyebaran hutan di Provinsi Papua Barat .................... 2-2 2.2. Tipe hutan/vegetasi pantai (litoral) yang dijumpai sepanjang

garis pantai maupun pulau-pulau di Papua Barat. (Foto: Charlie D. Heatubun) ............................................ 2-3

2.3. Transisi Hutan Rawa dengan Hutan Bukit Kapur di latar belakang di sekitar Yakati, Teluk Bintuni, Papua Barat. (Foto: Charlie D. Heatubun) ......................................................... 2-4

2.4. Rhizophora mucronata (Rhizophoraceae) penciri utama ekosistem hutan bakau (mangrove). (Foto: Jonni Marwa). ............................ 2-5

2.5. Hutan Ultrabasal di Pulau Gag, Kepulauan Raja Ampat. (Foto: Charlie D. Heatubun). ........................................................ 2-7

2.6. Persen Perubahan Status Hutan Berdasarkan RTRW Provinsi Papua Barat 2008-2028 ............................................................. 2-11

2.7. Peta penyebaran lahan kritis di Provinsi Papua Barat ................... 2-13 2.8. Kontribusi sumberdaya hutan terhadap penerimaan keluarga ...... 2-21 2.9. Kotribusi relatif subsektor kehutanan terhadap PDRB total ........... 2-22 2.10. Kotribusi absolut subsektor kehutanan terhadap PDRB total ...... 2-22 5.1. Pilar-Pilar Spesifik SRAP-REDD+ di Papua Barat ....................... 5-1 5.2. Analisis hubungan parapihak dalam Implementasi REDD+

di Papua Barat ............................................................................. 5-23 6.1. Pendekatan IPCC untuk menghitung emisi GRK antropogenik

dengan emisi dan serapan pada simpanan karbon pada berbagai tutupan lahan (UN-REDD Programme 2011). ............................... 6-2

6.2. Kerangka pikir pedoman pengukuran karbon dalam Sistem MRV untuk penerapan REDD+ ............................................................. 6-4

6.3. Pendekatan perbedaan stok karbon (IPCC, 2006; Angelsen dkk, 2008) ............................................................................................ 6-8

6.4. Pendekatan tambah-hilang karbon (IPCC, 2006; Angelsen dkk, 2008) ............................................................................................ 6-9

7.1. Garis acuan emisi di Provinsi Papua Barat ................................... 7-2 7.2. Perbedaan garis acuan emisi Provinsi Papua Barat berdasarkan

data masa lampau, RTRWK dan RTRWP .................................... 7-10 7.3. Perbandingan net emisi kumulatif pada berbagai skenario mitigasi

penurunan luas areal RKT tahunan pemegang IUPHHK .............. 7-13 7.4. Perbandingan net emisi pada berbagai skenario mitigasi

penurunan luas areal RKT tahunan pemegang IUPHHK berdasarkan periode .................................................................... 7-14

7.5. Perbandingan net emisi kumulatif pada berbagai skenario mitigasi penerapan sistem RIL oleh pemegang IUPHHK ............. 7-17

Page 21: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Daftar Gambar xix

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

7.6. Perbandingan net emisi pada berbagai skenario mitigasi pelaksanaan sistem RIL oleh pemegang IUPHHK........................ 7-18

7.7. Perbandingan net emisi kumulatif pada berbagai skenario mitigasi rehabilitasi hutan dan lahan dengan garis acuan (data masa lampau) ..................................................................... 7-20

Page 22: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Singkatan xx

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

SINGKATAN

APL = Areal Penggunaan Lain BAPENNAS = Badan Perencana Pembangunan Nasional BAU = Business As Usual BKPRD = Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah BPN = Badan Pertanahan Nasional CDM = Clean Development Mecanism CIFOR = Centre For Internastional Forestry Research FPIC = Free, Prior, and inform Consernt GRK = Gas Rumah Kaca HCVF = Hight Conservation Value of Forest HPK = Hutan Produksi Konversi HGU = Hak Guna Usaha IUPHHK = Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu KPH = Kesatuan Pengelolaan Hutan LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat LULUCF = Land use, land use change and forestry MRV = Measuring, Reporting and Verification NGO = Non Goverment Organisation PADIATAPA = Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan PHPL = Pengelolaan Hutan Produksi Lestari PUP = Petak Ukur Permanen REDD = Reduced Emission From Deforestation and Degradation REL = Reference Emission Level RHL = Rehabilitasi Hutan dan Lahan RIL = Reduced Impact Logging RTRWK = Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota RTRWP = Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi SFM = Sustainable Forest Management SILIN = Silvikultur Intensif SKPD = Satuan Kerja Perangkat Daerah SRAP = Strategi dan Rencana Aksi Provinsi STRANAS = Strategi Nasional SVLK = Sertifikasi, Verifikasi Legalitas Kayu TPTI = Tebang Pilih Tanam Indonesia UKP4 = Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan

Page 23: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Terminologi xxi

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

TERMINOLOGI Aforestasi (afforestation) — Konversi lahan bukan hutan menjadi lahan hutan melalui kegiatan penanaman (biasa disebut penghijauan), penyebaran biji, dengan menggunakan jenis tanaman (species) asli (native) atau dari luar (introduced).Menurut Marrakech Accord (2001) kegiatan penghijauan tersebut dilakukan pada kawasan yang 50 tahun sebelumnya bukan merupakan hutan. Agroforestry — Sistem pertanian dimana tanaman pangan dan tanaman kehutanan ditanam dalam lahan yang sama. Akumulasi — Terkumpulnya suatu zat tertentu menjadi satu kesatuan dalam kurun waktu tertentu. Allometric Equation — Persamaan allometrik yang disusun untuk menduga nilai karbon hutan berdasarkan parameter tertentu. Umumnya parameter yang dipakai adalah diameter pohon.

Annex I countries / Parties — Negara-negara industri yang terdaftar pada lampiran 1 konvensi perubahan iklim (UNFCCC) yang mempunyai komitmen untuk mengembalikan emisi GRK ke tingkat tahun 1990 pada tahun 2000 sebagaimana tercantum pada Artikel 4.2 (a) dan (b). Termasuk negara ini adalah 24 anggota asli negara OECD, Uni Eropa, dan 14 negara transisi ekonomi (Croatia, Lichtenstein, Monaco, Slovenia, Chech Republic). Negara-negara yang tidak termasuk dalam Annex I ini secara otomatis disebut Non-Annex I countries. Annex II Countries / Parties — Negara-negara yang terdaftar pada lampiran 2 Konvensi perubahan iklim UNFCCC yang mempunyai kewajiban khusus untuk menyediakan sumberdaya finansial dan memfasilitasi transfer teknologi untuk negara berkembang. Negara-negara ini termasuk 24 negara OECD ditambah dengan negara-negara Uni Eropa. Annex B Countries — Negara yang termasuk dalam lampiran B Protocol Kyoto yang telah setuju untuk mentargetkan emisi GRK-nya, termasuk negara-negara Annex I kecuali Turkey dan Belarus. Anthropogenic emission — Emisi yang diakibatkan karena kegiatan manusia.

APL — Area untuk Penggunaan Lain, suatu kawasan hutan yang direncanakan dapat dikonversi untuk kebutuhan sektor lain. APL disebut juga KBNK (Kawasan Budidaya Non Kehutanan). APL ini bisa masih berhutan dan bisa sudah tidak berhutan. BAU (Business as Usual) — Emisi yang akan terjadi apabila tidak dilakukan tindakan mitigasi dan tindakan pengurangan emisi lainnya. Baseline — Referensi yang menjadi tolok ukur untuk mengetahui pencapaian suatu aksi yang terukur kuantitasnya. Biasanya yang menjadi tolok ukur ini adalah informasi dasar dari suatu aksi tanpa adanya intervensi kebijakan atau kegiatan proyek; perubahan cadangan karbon tanpa proyek.. Ada tiga macam konsep baseline, yaitu (1) historical baseline yakni tingkat deforestasi dan

Page 24: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Terminologi xxii

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

degradasi hutan (DD) serta emisi CO2 dihasilkan selama sekian tahun yang telah lewat; (2) proyeksi DD dalam skenario situasi penanganan seperti biasanya (BAU-business as usual). Baseline BAU merupakan tanda batas untuk memutuskan dampak dari kegiatan REDD serta untuk meyakink ada tidaknya additionality; dan (3) crediting baseline yaitu suatu tanda batas untuk memberikan penghargaan kepada suatu negara atau proyek bila Negara atau proyek tersebut dapat mencapai emisi dibawah tanda batas tersebut. Base Year — Tanggal (spesifik atau rata-rata dari beberapa tahun implementasi) yang dipakai sebagai titik awal / tahun dasar untuk merunut balik emisi suatu perusahaan setiap waktu. Belowground biomass — Semua biomassa yang ada di/dalam tanah termasuk serasah daun dan kayu, akar. Biodiversity — Keanekaragaman hayati. Total keanekaragaman semua organisme dan ekosistem pada berbagai skala keruangan (mulai dari genus sampai ke seluruh bioma). Biomass — Total massa (berat kering) material organik yang berasal dari tanaman ataupun hewan pada suatu kawasan atau volume yang telah ditetapkan; Total berat kering (dry weigth) satu spesies atau semua spesies mahluk hidup dalam suatu daerah yang diukur pada waktu tertentu. Ada dua jenis biomassa, yaitu biomassa tanaman dan biomassa binatang. Business as usual (BAU) — Besarnya emisi karbon / carbon stock dalam mekanisme REDD+ dimana emisi/stock karbon tersebut dihasilkan berdasarkan kegiatan-kegiatan yang sudah rutin dilaksanakan, tanpa adanya usaha-usaha tambahan untuk menanggulangi isu emisi karbon ini. Cadangan Karbon ( Carbon Stock) — Simpanan Karbon. Banyaknya kandungan karbon yang ada di pohon pada suatu areal hutan pada jangka waktu tertentu. Asumsinya pohon menyerap dan menyimpan CO2. Carbon market (Pasar Karbon) — Suatu mekanisme perdagangan dimana Negara-negara konvensi dapat membeli atau menjual unit emisi GRK dalam upaya untuk memenuhi batas emisi nasionalnya, baik di bawah Protokol Kyoto atau di bawah kesepakatan lain. Dipakai istilah karbon karena CO2 adalah gas yang dominan dalam perubahan iklim. Untuk gas lainnya diukur dengan unit satuan yang disebut ‘carbon-dioxide equivalent – setara karbon-dioksida”. Carbon pool — Suatu sistem yang mempunyai kapasitas untuk mengakumulasi atau melepaskan karbon. Contoh: biomassa hutan, produk kayu, tanah, dan atmosfer. Carbon removal — Serapan karbon, penyerapan karbon dari atmosfir oleh tanah, tumbuhan, dan air(laut). Carbon sink — Simpanan karbon.

Carbon credits — Menyerap karbon; carbon removal; suatu komponen usaha nasional dan internasional untuk melakukan mitigasi pertumbuhan konsentrasi GRK. Satu kredit karbon sama dengan satu ton karbon.

Page 25: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Terminologi xxiii

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Carbon cycle (siklus karbon) — Suatu istilah untuk menggambarkan aliran karbon dari atmosfer, lautan, daratan, biosphere dan lithosphere. Carbon dioxide (CO2) — Rumus kimia untuk zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. CO2 berbentuk gas pada keadaan temperature dan tekanan standar dan dapat ditemui di atmosfir bumi. Rata-rata konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi kira-kira 387 ppm berdasarkan volume walaupun jumlah ini bisa bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu. Karbon dioksida adalah Gas Rumah Kaca yang penting karena gas CO2 ini menyerap gelombang inframerah dengan kuat. Carbon emission — Pengeluarkan karbon, debits, emisi karbon yang dikeluarkan ke atmosfir, terutama yang berasal dari berbagai kegiatan manusia. Carbon Markets — Suatu lembaga pendanaan dan mekanismenya yang dapat membeli kredit karbon dari suatu aktivitas yang telah diverifikasi. Ini dapat dalam bentuk voluntary market (yang dibentuk berdasrkan perjanjian bilateral antara dua negara yang bersangkutan) atau compliance market (pasar yang secara legal diatur untuk memenuhi target penurunan emisi dibawa perjanjian multilateral). Carbon Sequestration — Suatu proses menghilangkan CO2 dari atmosfer dan mengubahnya menjadi karbon melalui fotosintesis, yang kemudian disimpan dalam kayu dan vegetasi; penambatan karbon — proses penyingkiran (mengurangi/ removing) karbon dari atmosfer. Carbon Pool — Sumber karbon; bagian atau tempat karbon tersimpan.

Carbon Trading — Perdagangan Karbon. adalah mekanisme berbasis pasar untuk membantu membatasi peningkatan CO2 di atmosfir. Ada dua jenis perdagangan karbon. Pertama adalah perdagangan emisi (emission trading). Yang kedua adalah perdagangan kredit berbasis proyek (trading in project based credit). Seringkali dua kategori tersebut disatukan menjadi sistem perdagangan hibrida; Suatu transaksi yang telah diverifikasi atau yang telah disertifikasi dengan sertifikat karbon kredit REDD. CDM (Clean Development Mechanism) — Adalah salah satu mekanisme dibawah Kyoto Protocol/UNFCCC, yang dimaksudkan untuk : (a) membantu negara maju/industri memenuhi sebagian kewajibannya menurunkan emisi GHGs; (b) membantu negara berkembang dalam upaya menuju pembangunan berkelanjutan dan kontribusi terhadap pencapaian tujuan Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC); merupakan salah satu mekanisme di bawah protokol Kyoto yang memperbolehkan negara-negara berkembang “menjual” penurunan emisi melalui berbagai proyek kepada negara-negara maju. Dalam mekanisme ini, negara Annex I berinvestasi di negara non-Annex I untuk proyek- proyek yang menghasilkan Pengurangan Emisi yang Tersertifikasi (Certified Emission Reduction/CER) CER (Certified Emission Reduction) — Sertifikasi penurunan emisi GRK yang dilakukan melalui proyek CDM. Unit satuan dalam CER adalah 1 metrik ton. CER dikeluarkan untuk mengurangi emisi dari aktivitas CDM. CER ini bisa dialihkan kepada negara-negara maju yang membutuhkannya, biasanya dengan harga

Page 26: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Terminologi xxiv

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

tertentu. CDM Executive Board, berkedudukan di Sekretariat UNFCCC di Bonn, Jerman, mengatur tatakelola CDM ini dan menerbitkan CER bagi aktivitas yang telah diverifikasi. CFC (Chlorofluorocarbon) — CFC merupakan GRK sumber pemanasan global setelah CO2. CFC merupakan zat kimia yang banyak digunakan sebagai zat pendingin (kulkas, dan AC). CFC juga merupakan bahan utama sebagai gas pendorong pada aerosol, yaitu bahan yang dikemas dalam kaleng pada tekanan tinggi. Bahan tersebut dapat disemprotkan dengan memijat tombol. Beberapa contoh adalah parfum, hairpray, deodorant, pembersih kaca, obat serangga, dan cat semprot. CFC juga digunakan untuk membersihkan permukaan mikrocip dari kotoran (industri elektronika), dry cleaning, untuk membuat plastik busa (bantal kursi, jok mobil, plastik pelindung dalam kemasan), piring plastik dan gelas plastik. CO2 (Karbondioksida) — Salah satu dari GRK yang utama dan dijadikan referensi GRK yang lain dalam menentukan Indek GWP-nya =1. GRK ini banyak dihasilkan dari pembakaran BBF, biomassa dan alih guna lahan. CO2e (Carbon Dioxide Equivalent / Ekuivalen karbon dioksida) — yaitu standar internasional yang menunjukkan sumbangan pemanasan global dari masing-masing enam gas rumah kaca. Co-benefits - Manfaat dari implementasi skema REDD selain manfaat penurunan emisi GRK seperti penurunan tingkat kemiskinan, perlindungan keanekaragaman hayati, dan peningkatan pengelolaan hutan; multiple benefit. Conservation of carbon stock — Konservasi simpanan karbon yang ada dalam tumbuhan, tanah dan air.

Conference of Parties (COP) — Konferensi para pihak. Badan otoritas tertinggi dalam suatu konvensi, bertindak sebagai pemegang otoritas pengambil keputusan tertinggi. Badan ini merupakan suatu assosiasi dari semua negara anggota konvensi. DA (Demonstration Activity) — Kegiatan lapangan yang bertujuan mengurangi emisi karbon dan atau peningkatan cadangan karbon dan/atau konservasi cadangan karbon melalui kegiatan REDD+ berbasis penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan dan kehutanan (Land Use, Land Use Change and Forestry) sebagai sarana pembelajaran termasuk pengujian dan pengembangan metodologi, teknologi, institusi, peningkatan kapasitas dan pelaksanaan safeguards dan/atau result based action yang menghasilkan pembayaran dan/atau insentif atas pengurangan/pencegahan emisi/peningkatan cadangan karbon hutan yang dicapai. Deforestasi — Konversi lahan hutan menjadi menjadi lahan untuk pemanfaatan lain atau pengurangan luas hutan untuk jangka panjang di bawah batas minimum 10% (FAO); perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia (Permenhut 30/2009). Deforestasi hutan — Konversi lahan hutan yang disebabkan oleh manusia menjadi areal pembukaan lahan (definisi menurut Marrakech Accords); konversi

Page 27: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Terminologi xxv

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

hutan menjadi lahan pemanfaatan lainnya atau pengurangan luas hutan untuk jangka waktu panjang di bawah batas minimum 10% (definisi FAO). Degradasi Hutan — Penurunan kuantitas dan kualitas tutupan hutan dan stok karbon selama periode tertentu yang diakibatkan oleh kegiatan manusia (Permenhut 30/2009). Sampai saat tulisan ini dibuat, definisi degradasi hutan dalam mekanisme REDD belum disepakati, atau IPCC belum mengeluarkan definisi degradasi hutan. Definisi umum tentang degradasi hutan adalah pembukaan hutan hingga tutupan atas pohon pada tingkat diatas 10%. 3E (effectiveness, efficiency and equity) — Ketiga istilah ini pertama kali muncul dalam laporan Stern yang mengevaluasi skema penurunan emisi karbon dimana kesimpulannya dipakai dalam negosiasi perubahan iklim sehingga menghasilkan skema REDD+. 3E ini kemudian sering muncul dalam negosiasi ataupun perdiskusian terkait REDD+ atau perubahan iklim. Ecosystem services — Manfaat yang diberikan oleh suatu ekosistem ke manusia. Contoh: hutan untuk penyedia makanan, air, kayu, dan serat. Hutan mengatur iklim, banjir, penyakit dan kualitas air. Hutan juga menjadi tempat rekreasi, tempat yang estetik, dan bermanfaat bagi tenaga spiritual. Efek rumah kaca — Suatu proses pemantulan energi panas ke atmosfer dalam bentuk sinar-sinar infra merah. Sinar-sinar infra merah ini diserap oleh karbondioksida dan di atmosfer yang menyebabkan kenaikan suhu; Suatu proses pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit) yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya. Pertama kali diusulkan oleh Joseph Fourier pada 1824. Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas manusia (lihat juga pemanasan global). Yang belakang diterima oleh semua; yang pertama diterima kebanyakan oleh ilmuwan, meskipun ada beberapa perbedaan pendapat. Ekosistem — Seluruh organisme hidup dan lingkungan hidupnya; sekelompok organisme hidup yang saling bergantung satu sama lain dan sama-sama bergantung pada lingkungan tempat mereka hidup bersama. Emisi karbon — Lepasnya gas karbon hutan ke atmosfer dari sumber karbon (carbon pool) yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Emisi historis — Lepasnya gas rumah kaca ke atmosfer akibat deforestasi dan degradasi hutan pada suatu area dalam jangka waktu tertentu dimulai dari masa lampau. Emission Factor — Suatu nilai konstanta untuk mengestimasikan emisi GRK dengan menggunakan suatu unit data kegiatan yang tersedia (misal ton bahan bakar yang dikonsumsi, ton produksi yang dihasilkan) dan emisi absolut GRK. Emission Trading (Perdagangan Emisi) — merupakan pendekatan administrasi yang digunakan untuk mengendalikan pencemaran dengan memberikan insentif ekonomi untuk menurunkan emisi pencemar atau polutan. Pengaturan perdagangan emisi ini bersumber pada konvensi internasional, salah satunya disebut sebagai Protocol Kyoto dimana Indonesia telah ratifikasi konvensi

Page 28: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Terminologi xxvi

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

tersebut dalam siding pleno DPR pada 28 Juni 2004 melalui pembahasan panjang sejak 1997. Biasa disebut juga carbon-trade. FIP (Forest Investment Program) — Skema investasi pendanaan karbon yang dikembangkan oleh Bank Dunia. Program FIP ini bersama-sama program global UNFCCC dalam paket FCPF, UN-REDD dan FIP untuk membantu readiness Negara berkembang dalam menyongsong mekanisme REDD+. FPIC (Free, Prior, Informed, Consent) — Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan atau di Indonesia dikenal dengan nama PADIATAPA, yaitu suatu prinsip yang memungkinkan masyarakat adat dan lokal mempunyai peran untuk menyatakan apakah mereka setuju atau tidak setuju terhadap sebuah kebijakan atau kegiatan yang berpotensi mempengaruhi kehidupan masyarakat di kawasannya.FPIC masuk dalam safeguard information system tetapi belum mencakup semua 7 safeguard hasil Cancun. Gas Rumah Kaca (GRK) — Yaitu CO2, CH4, N2O, SF6, HFC dan PFC. Gas-gas ini merupakan akibat aktivitas manusia dan menyebabkan meningkatnya radiasi yang terperangkap di atmosfer. Hal ini menyebabkan fenomena pamanasan global yaitu meningkatnya suhu permukaan bumi secara global. Pemanasan global mengakibatkan Perubahan Iklim, berupa perubahan pada unsur-unsur iklim seperti naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya penguapan di udara, berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara yang pada akhirnya akan mengubah pola iklim dunia. Gigaton (109ton) — Unit yang sering digunakan untuk menyatakan jumlah karbon atau karbondioksida di atmosfer. GHG (Green House Gases) — Gas Rumah Kaca (GRK).

Global Warming — Pemanasan global yaitu peningkatan suhu rata-rata atmosfer di dekat permukaan bumi dan laut selama beberapa dekade terakhir dan proyeksi untuk beberapa waktu yang akan datang. Greenhouse Effect (Efek rumah kaca) — Terperangkapnya panas oleh gas-gas yang ada di udara yang terjadi secara alami ( uap air, CO2, N2O, NH4, O3) dan secara buatan ( (CFCs, SF6, HFCs, PFCs) dimana gas-gas ini menyerap radiasi sinar merah. Efek rumah kaca secara ala mini membuat bumi selalu terasa hangat sekitar 30°C (55°F) atau lebih hangat lagi b ila gas-gas ini tidak ada. HTI — Hutan Tanaman Industri adalah program penanaman lahan hutan tidak produktif dengan tanaman-tanamanan industri seperti kayu jati dan mahoni guna memasok kebutuhan serat kayu (dan kayu pertukangan) untuk pihak industri.

Hutan — Suatu kawasan dengan luas paling sedikit 0,001 – 1 hektar dengan tutupan atas berupa pohon lebih dari 10-30%, dan tumbuh di kawasan tersebut sehingga mencapai ketinggian minimal 2-5 meter (FAO); Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU.41/1999). Definisi hutan yang aktual dapat bervariasi dari satu negara ke negara lainnya karena Protokol Kyoto memperbolehkan masing-masing negara untuk membuat definisi yang tepat sesuai dengan parameter yang digunakan untuk penghitungan emisi nasional.

Page 29: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Terminologi xxvii

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Hutan Hak — Adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.

Hutan Negara — Adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.

Hutan Adat — Adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Hutan Desa — Adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani ijin/hak Hutan Produksi — Adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hutan Lindung — Adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Hutan Konservasi — Adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Iklim — Keadaan rata-rata cuaca pada suatu daerah dalam kurun waktu yang relatif lama (minimal 30 tahun) dan meliputi wilayah yang luas – menggambarkan kondisi sistem iklim selama satu kurun waktu dan biasanya digambarkan dalam rata-rata atau variasi berbagai variabel seperti suhu, curah hujan, dan angin, sebagian besar umumnya berkaitan dengan cuaca. Implementation (implementasi) — Suatu aksi (legislasi atau regulasi, keputusan hukum, atau aksi lainnya) yang diambil pemerintah untuk menerjemahkan perjanjian internasional ke dalam undang-undang / peraturan dan kebijakan domestik. Indigenous peoples — Masyarakat asli, masyarakat setempat, masyarakat adat; belum ada definisi yang secara internasional diterima. Insentif — Manfaat yang diperoleh dari kegiatan REDD berupa dukungan finansial dan atau transfer teknologi dan atau peningkatan kapasitas. IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change ) – Suatu Panel ilmiah yang didirikan pada tahun 1988 oleh pemerintah anggota Konvensi Perubahan Iklim yang terdiri dari para ilmuwan dari seluruh dunia untuk melakukan pengkajian (assessment) terhadap perubahan iklim, menerbitkan laporan khusus tentang berbagai topik yang relevan dengan implementasi Kerangka Konvensi PBB untuk Perubahan Iklim. Panel ini memiliki tiga kelompok kerja (working group) : I. Dasar Ilmiah, II. Dampak, Adaptasi, dan Kerentanan, III. Mitigasi. JI (Joint Implementation) — Sebuah mekanisme penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan oleh antar negara maju untuk menghasilkan ERU (Emission Reduction Unit), suatu penurunan emisi GRK.

Page 30: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Terminologi xxviii

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Kawasan hutan — Wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kawasan ini dapat ditumbuhi hutan atau tidak ditumbuhi vegetasi hutan (kosong). Keanekaragaman Hayati (Biological Diversity atau Biodiversity) - Keanekaragaman mahluk hidup dan hal-hal yang berhubungan dengan ekologinya, dimana mahluk hidup tersebut terdapat. Keanekaragaman Hayati mencakup keaneragaman genetik, spesies dan ekosistem. Kyoto Protocol — Protokol Kyoto, merupakan perjanjian internasional untuk membatasi dan menurunkan emisi gas-gas rumah kaca — karbon dioksida, metan, nitrogen oksida, dan tiga gas buatan lainnya. Negara-negara yang setuju untuk melaksanakan protokol ini di negara masing-masing berkomitmen untuk mengurangkan pembebasan gas CO2 dan lima GRK lain, atau bekerjasama dalam perdagangan kontrak pembebasn gas perdagangan kontrak pembebasan gas jika mereka menjaga jumlah atau menambah pembebasan gas-gas tersebut, yang menjadi puncak gejala pemanasan global. Protokol ini di adopsi di Kyoto pada tahun 1997 pada saat COP 3, mulai berlaku tahun 2005, dan akan berakhir tahun 2012. Negara-negara yang termasuk dalam Annex B dari protokol ini berkewajiban menurunkan emisi sebesar 5% dibawah emisi tahun 1990 pada tahun 2008 –2012. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dikenakan kewajiban untuk menurunkan emisinya. Indonesia yang telah meratifikasi Protokol Kyoto pada 3 Desember 2004, melalui UU no. 17/ 2004. Land use and Land-use change (LULUCF) — Land-use, Land-use Change and Forestry adalah kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan dan perubahan tata guna lahan serta kehutanan yang berpengaruh langsung terhadap emisi GRK karena adanya pelepasan dan penyerapan karbon dalam bentuk dekomposisi dan pembentukan biomassa, seperti dalam hal penebangan dan kebakaran hutan. Leakage — Permasalahan di mana pengurangan deforestasi di sebuah wilayah karena proyek avoided deforestation akan berujung meningkatnya deforestasi di wilayah lain. Padahal deforestasi total tidak banyak berkurang. Mitigasi — Upaya untuk mengurangi emisi GRK sehingga laju perubahan iklim dapat ditekan; Semua intervensi manusia yang menurunkan sumber-sumber gas rumah kaca atau yang meningkatkan penyerapannya. Contoh: penggunaan bahan bakar fosil lebih efisien dalam suatu industri atau pembangkit listrik dengan cara misalnya mengalihkan energinya bersumber dari tenaga air, tenaga matahari, tenaga angin, dll. MRV (Measurable, Reportable and Verifiable) — Suatu sistem/proses untuk mengukur/memantau, mendokumentasikan/melaporkan, dan memverifikasi perubahan tutupan hutan dan cadangan karbon dari pelaksanaan DA REDD+/REDD+ yang akurat (reliable) dan dapat dipertanggungjawabkan dari pelaksanaan DA REDD+. National Forest Monitoring System (NFMS) — Salah satu keputusan kerangka kerja REDD+ di Cancun yaitu negara / Paties depan memulai melakukan pengembangan sistem monitoring hutan nasional dan sub-nasional yang transparan dan menyeluruh (Framework ke 3 REDD+).

Page 31: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Terminologi xxix

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

NFI ( National Forest Inventory) — Inventarasi Hutan di tingkat nasional. Untuk Indonesia, NFI dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan. NFI Indonesia yang saat ini ada masih menitik beratkan pada informasi tentang kayu. Terkait dengan perubahan iklim / REDD+, saat ini Kementerian Kehutanan bersama-sama dengan UN-REDD/FAO sedang menyempurnakannya agar bisa mengakomodasi isu karbon. Non-Annex 1 Parties — negara-negara yang telah meratifikasi atau menyetujui konvensi PBB tentang perubahan iklim yang tidak termasuk ke dalam Annex 1 Konvensi. Non-governmental organization (NGO) — Lembaga Swadaya Masyarakat, yaitu organisasi yang bukan merupakan bagian dari struktur pemerintah. Termasuk kelompok ini adalah kelompok lingkungan, lembaga penelitian, kelompok bisnis, dan asosiasi pemerintah desa dan lokal. NGO yang bisa ikut menghadiri konvensi PBB harus NGO yang nir-laba. O3 (Ozon) — Komposisi kimia yang terbentuk di lapisan atmosfer atas (stratosfer) guna melindungi bumi dari pancaran radiasi ultra-violet yang berlebihan. Peat (gambut) — Jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tetumbuhan yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi. Peatland — Lahan gambut, salah satu jenis lahan wetland. Lahan gambut merupakan lahan yang penting dalam perubahan iklim karena kemampuannya dalam memproses gas yang menyebabkan efek rumah kaca, seperti CO2 dan metan. Pada kondisi alami, lahan gambut tidak mudah terbakar karena sifatnya yang menyerupai spons, yakni menyerap dan menahan air secara maksimal sehingga pada musim hujan dan musim kemarau tidak ada perbedaan kondisi yang ekstrim. Namun, apabila kondisi lahan gambut tersebut sudah mulai tergangggu akibatnya adanya konversi lahan atau pembuatan kanal, maka keseimbangan ekologisnya akan terganggu. Pada musim kemarau, lahan gambut akan sangat kering sampai kedalaman tertentu dan mudah terbakar. Gambut mengandung bahan bakar (sisa tumbuhan) sampai di bawah permukaan, sehingga api di lahan gambut menjalar di bawah permukaan tanah secara lambat dan dan sulit dideteksi, dan menimbulkan asap tebal. Api di lahan gambut sulit dipadamkan sehingga bisa berlangsung lama (berbulan-bulan). Dan, baru bisa mati total setelah adanya hujan yang intensif. Planted forest (forest plantation) — Hutan tanaman (masuk kategori ini bisa hutan tanaman industri, hutan tanaman rakyat). Pembangunan berkelanjutan — Pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kapasitas generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pengelolaan Hutan — Aplikasi prinsip-prinsip biologi, fisika, kuantitatif, manajerial, sosial dan politik pada regenerasi, pemeliharaan, pemanfaatan dan konversi hutan untuk memenuhi maksud dan tujuannya dengan tetap mempertahankan produktifitas hutan.

Page 32: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Terminologi xxx

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Perdagangan Karbon REDD — Kegiatan perdagangan jasa yang berasal dari kegiatan pengelolaan hutan yang menghasilkan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Permanence — Cadangan tetap; kelangsungan pool karbon dan stabilitas cadangan karbon, walaupun dengan adanya pengelolaan dan gangguan lingkungan yang dapat terjadi. Perubahan iklim — Semua perubahan dalam iklim dalam suatu kurun waktu, apakah karena perubahan alamiah atau sebagai akibat aktivitas manusia. UNFCCC mendefinisikan sebagai suatu perubahan iklim akibat langsung maupun tidak langsung dari aktivitas manusia yang merobah komposisi gas di atmosfer sehingga menyebabkan terjadinya variasi iklim alam pada selang masa tertentu (Article 1). Pool Karbon — Sebuah sistem yang memiliki kapasitas untuk mengakumulasi atau melepas karbon. Sebagai contoh biomass hutan, produk-produk kayu, tanah, dan atmosfer. Unit yang digunakan adalah massa (misalnya t C). Protokol Kyoto — Protokol ini merupakan amandemen the United Nations Framework Convention on Climate Change yang menugaskan pewajiban batasan emisi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca kepada negara-negara yang menandatangani kesepakatan itu. REDD (Reduction of Emission from Deforestation and Forest Degradation) - Suatu skema atau mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberikan insentif positif atau kompensasi bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. REDD mencakup semua upaya pengelolaan hutan dalam rangka pencegahan dan atau pengurangan penurunan kuantitas tutupan hutan dan stok karbon yang dilakukan melalui berbagai kegiatan untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan (Permenhut 30/ 2009). REDD merupakan suatu inisiatif untuk mengurangi emisi GRK yang terkait dengan penggundulan hutan dengan cara memasukkan ‘avoided deforestation’ ke dalam mekanisme pasar karbon. Secara sederhana adalah suatu mekanisme pembayaran dari komunitas global sebagai pengganti kegiatan mempertahankan keberadaan hutan yang dilakukan oleh negara berkembang. REDD merupakan mekanisme internasional yang dibicarakan dalam Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim ke-13 akhir tahun 2007 lalu di Bali dimana negara berkembang dengan tutupan hutan tinggi selayaknya mendapatkan kompensasi apabila berhasil menurunkan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. REDD+ (Reduction of Emission from Deforestation and Forest Degradation Plus) - Suatu mekanisme penurunan emisi yang dikembangkan dari REDD (expanded REDD) dimana penggunaan lahan yang tercakup didalamnya meliputi hutan konservasi, pengelolaan hutan lestari (SFM), degradasi hutan, aforestasi dan reforestasi; semua upaya pengelolaan hutan dalam rangka pengurangan dan/atau pencegahan, dan/atau perlindungan, dan/atau peningkatan kuantitas tutupan hutan dan stok karbon yang dilakukan melalui berbagai kegiatan untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Page 33: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Terminologi xxxi

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Reduced Impact Logging (RIL) — Suatu kegiatan dari perencanaan pemanenan hasil hutan kayu yang telah memperhatikan aspek keselamatan lingkungan dan dikerjakan dengan benar oleh para operator yang terlatih. Reference emission — Emisi acuan, tingkat emisi yang berasal dari deforestasi dan degradasi hutan dalam kondisi tidak ada skema REDD dan dapat ditetapkan berdasarkan trend historis maupun skenario pembangunan di masa datang. Reference emissions level (REL) — Basis untuk mengukur pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dalam suatu batas geografis dan periode waktu tertentu, ditetapkan berdasarkan data historis, dengan memperhitungkan potensi emisi yang akan dihasilkan dari kegiatan pembangunan di masa mendatang.

Reference level (RL) — Tingkat cadangan karbon yang akan dijadikan basis (benchmark) untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam mengkonservasi dan/atau meningkatkan cadangan karbon dari upaya konservasi, pengelolaan hutan lestari,penanaman atau kegiatan lainnya. Reforestasi —Umumnya berarti penanaman kembali pada lahan hutan yang rusak. Menurut Marrakech Accord (2001), kegiatan penanaman kembali ini dilakukan pada hutan yang telah rusak sebelum 31 Desember 1989. Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) — Suatu rencana aksi yang diputuskan oleh Presiden yang tertuang dalam Perpress 61/2011. Rencana ini memuat aksi-aksi nasional untuk menurunkan emisi karbon dari sektor kehutanan dan lahan gambut, pertanian, limbah, industri dan transportasi, serta energi. Restoration (restorasi) — Suatu usaha untuk membuat ekosistem hutan asli dengan cara menata kembali (reassembling) komplemen asli tanaman dan binatang yang pernah menempati ekosistem tersebut. Satgas REDD+ —Suatu tim ad hoc yang dibentuk oleh presiden Republik Indonesia untuk mempersiapakan agensi REDD+ beserta infrastruktur yang diperlukan. Satgas REDD+ ini sangat terkait dengan LoI Indonesia dan Norwegia untuk program penurunan emisi karbon dari degradasi hutan dan lahan gambut. Sequestration — Proses peningkatan kandungan karbon dari karbon pool selain dari atmosfer; lihat carbon sequestration.

Sertifikat REDD — Suatu bentuk dokumen pengakuan tentang pengurangan emisi dan manfaat lain yang diperoleh dari kegiatan REDD yang diberikan kepada pelaku REDD. Sertifikat ini baru merupakan suatu wacana, belum benar-benar ada pada tahun 2012 ini. Sinks (definisi menurut UNFCCC) — Semua proses atau aktivitas atau mekanisme yang memisahkan GRK atau gas-gas penyusunnya dari atmosfer; Proses, aktivitas atau mekanisme yang menghilangkan GRK, aerosol, atau cikal bakal gas rumah kaca dari atmosfir. Istilah ini umum dipakai di perubahan iklim dan mencakup pengertian menyerap serta menyimpan. Hutan dan vegetasi

Page 34: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Terminologi xxxii

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

lainnya dianggap sebagai sink karena menyerap CO2 dari udara dan menyimpan carbonnya di batangnya. Source — Process, aktifitas atau mekanisme yang melepas gas GRK, aerosol, atau biang gas GRK ke atmosphere (IPCC 2007c). Stranas REDD+ — Dokumen strategi nasional Republik Indonesia untuk menjalankan REDD+. Dokumen ini disusun berdasarkan draft stranas yang disusun oleh Bappenas bersama-sama dengan UN-REDD kemudian diserahkan ke Satgas REDD+ untuk penyempurnaan lebih lanjut. SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) — Suatu sistem legalitas yang menjamin kayu dari Indonesia yang diekspor sudah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) - Konvensi Perubahan Iklim PBB, sebuah kesepakatan yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca (GRK, atau Green House Gas-GHG) di atmosfir, pada taraf yang tidak membahayakan kehidupan organisme dan memungkinkan terjadinya adaptasi ekosistem, sehingga dapat menjamin ketersediaan pangan dan pembangunan berkelanjutan. Konvensi ini sudah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No.6/1994. Vegetasi — Tumbuh-tumbuhan pada suatu area yang terkait sebagai suatu komunitas tetapi tidak secara taksonomi. Atau jumlah tumbuhan yang meliputi wilayah tertentu atau di atas bumi secara menyeluruh. SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) - Suatu sistem legalitas yang menjamin kayu dari Indonesia yang diekspor sudah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Page 35: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendahuluan 1-1

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Penggunaan Lahan, perubahan pengunaan lahan dan hutan (Land use,

land use change and forestry, LULUCF) menyumbang sebesar 33% emisi Gas

Rumah Kaca (GRK) di seluruh dunia, dan merupakan penyumbang terbesar di

Indonesia. Pada tahun 2000, total emisi berkisar antara emisi 1.378 juta ton

CO2-eq, dan sekitar 821 juta ton CO2- eq (60%) dari emisi tersebut berasal dari

sektor LULUCF (MoE 2010). Laporan lain menyebutkan bahwa Emisi dari

kegiatan pembukaan hutan atau konversi lahan (land use, land use change and

forestry, LULUCF) secara global dalam periode 20 tahun terakhir mencapai 1,65

GtC/tahun dan lebih dari 80% berasal dari negara berkembang, khususnya

negara berhutan tropis (Houghton et al., 1999, 2000). Dalam rangka

menstabilkan konsentrasi C02 di atmosfer pada tingkat yang aman bagi sistem

global, negara-negara maju bersepakat untuk menekan emisi mereka ke tingkat

sekitar 5% di bawah tingkat emisi tahun 1990 dalam periode komitmen pertama,

yaitu tahun 2008 – 2012.

Sebagai salah satu negara dengan tutupan kawasan hutan terluas di

Dunia, Indonesia merasa penting untuk menjadi bagian dalam forum-forum

international pendukung upaya-upaya pengurangan emisi yang bisa berkontribusi

pada pengurangan laju perubahan iklim yang cepat. Berbagai kebijakan

pemerintah telah dikeluarkan untuk mendukung upaya-upaya global ini. Pada

tahun 1994 misalnya, sektor LULUCF Indonesia telah mengemisikan sekitar

0,155 GtC (sekitar 9% dari emisi global sektor LULUCF), sementara kemampuan

menyerap emisi hanya 0.110 GtC. Oleh karena itu upaya untuk menekan emisi

Bab 1

Page 36: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendahuluan 1-2

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

karbon dari sektor LULUCF sekaligus meningkatkan kemampuan hutan untuk

menyerap emisi sangat diperlukan.

Pertemuan G20 di Pittsburg pada bulan September 2009, Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono telah mencanangkan bahwa pada tahun 2020 Indonesia

akan menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26% berdasarkan

skenario Business As Usual (BAU). Ditambahkan pula, jika Negara-negara

industri bersedia membantu upaya Indonesia, maka emisi tersebut dapat

diturunkan lebih besar lagi menjadi 41%. Selanjutnya sebagai wujud

komitmentnya, presiden RI telah membentuk unit kerja pembantu presiden untuk

mempersiapkan kelembagaan guna menjawab isu perubahan iklim di Indonesia

dengan nama UKP4. Sejak saat itu, dalam tataran global Indonesia dipandang

sebagai pelaku penting dalam isu perubahan iklim.

Upaya-upaya nasional dalam rangka penurunan emisi diwujudkan

dengan dikeluarkannya instrument kebijakan yang salah satunya adalah

melalui BAPPENAS yaitu munculnya Rencana Aksi Nasional Pengurangan Gas

Rumah Kaca (RAN-GRK). Terkait isu REDD+ Indonesia melalui UKP4 telah

menghasilkan sebuah dokumen Strategi Nasional untuk REDD+ (Stranas

REDD+). REDD/REDD+ sendiri merupakan bagian dari inisiatif global sebagai

bagian dari langkah mitigasi perubahan iklim melalui LULUCF. REDD+

menyediakan mekanisme insentif kepada negara-negara berkembang berhutan

untuk mengurangi kerusakan hutannya dari aktifitas deforestasi dan degradasi

lahan. Menilai peluang inisiatif global melalui peningkatan serapan stock karbon

ini, maka perlu dipersiapkan rencana strategis untuk tingkat lokal. Strategi dan

rencana aksi daerah yang disusun untuk mengawal proses REDD+ di tingkat

daerah tentu beranjak pada beberapa pertanyaan mendasar yaitu: (i) bagaimana

daerah akan mengurangi emisi dan meningkatan serapan karbon di wilayahnya

untuk mendapatkan kompenasasi melalui mekanisme global (REDD+)? (ii)

kelembagaan baru, proses-proses, kebijakan dan proyek awal apa yang

dibutuhkan untuk mendukung implementasi REDD+? (iii) pilihan-pilihan strtategi

apa yang perlu dipersiapan dan ditawarkan pada tingkat wilayah serta

bagaimana membandingkannya? serta (iv) bagaimana daerah bersama para

pihak luar terkait mampu mengembangkan sistem monitoring dan verifikasi untuk

memastikan bahwa usaha-usaha mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim

bisa berjalan dengan baik dan layak menerima insentif/ bonus kompensasi?

Page 37: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendahuluan 1-3

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Provinsi Papua Barat sebagai bagian dari Provinsi-Provinsi berhutan di

Indonesia secara tegas telah diikutsertakan pada rencana nasional dalam

mengawal isu pengurangan emisi ini. Selama beberapa tahun terakhir melalui

satuan tugas pembangunan ekonomi rendah karbon, Papua Barat Barat aktif

juga pada forum nasional dan internasional. Di Aceh pada tahun 2008 bersama

Gubernur Califfornia (Arnold S) dan beberapa Gubernur lain di Indonesia,

Gubernur Provinsi Papua Barat ikut menginisiasi berdirinya forum GCF

(Governoor Climate And Forest) Task Force Indonesia. Kebutuhan untuk

mengatur pembangunan di Papua Barat selain untuk mendapatkan manfaat

ekonomi finansial yang memadai, juga perlu memperhatikan keseimbangan

lingkungan dan keberlanjutan sosial penghidupan masyarakat yang hidup di

dalamnya, dan hal ini dirasakan penting untuk ditindaklanjuti. Keberlanjutan

ekonomi, ekologi dan sosial yang berkontribusi pada penyelamatan bumi dari

dampak buruk perubahan iklim, menjadi ide dasar pembangunan Ekonomi

rendah karbon Provinsi Papua Barat. Ide pembangunan ekonomi rendah karbon

ini pada perjalanan kedepan diharapkan mampu dirancang secara baik dalam

rangka memberikan pertimbangan-pertimbangan cerdas dan bijaksana bagi

para pengambil kebijakan di Papua Barat dalam mengawal dan menjalankan

roda pembangunan. Instrumen-instrumen kebijakan dan kelembagaan di tingkat

daerah memang perlu dipersiapkan sejak dini untuk meramu dan mewujudkan

pemikirin-pemikiran ekonomi rendah karbon yang berkelanjutan.

Penyusunan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Provinsi REDD+

(SRAP-REDD+) ini diharapkan menjadi sebuah langkah maju dalam rangka

mempersiapkan pembangunan Papua Barat yang bermanfaat dan berkelanjutan

baik Ekonomi, Sosial maupun Ekologi.

1.2. Maksud dan Proses Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Provinsi REDD+ Papua Barat

Dokumen Strategi dan Rencana Aksi REDD+ (SRAP-REDD+) Papua Barat ini

disusun dengan maksud:

1. Menyiapkan dokumen prinsip dan pedoman pelaksanaan REDD+ di Papua

Barat agar hak dan aspirasi masyarakat Papua Barat diperkuat melalui

pelaksanaan aksi REDD+ yang dapat memberi manfaat secara adil dan

Page 38: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendahuluan 1-4

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

merata kepada semua kelompok masyarakat.

2. Mewujudkan komitmen Gubernur Papua Barat untuk mendukung komitmen

Presiden RI bahwa Indonesia dalam upaya menurunkan emisi GRK sebesar

26% di bawah proyeksi emisi GRK tahun 2020 berdasarkan skenario BAU

(business as usual);

3. Mendukung tujuan pembangunan 'hijau' atau pembangunan rendah carbon

yang berkelanjutan dan berpihak kepada masyarakat Papua Barat

4. Menyiapkan semua prasyarat yang dibutuhkan untuk menjalankan strategi

aksi REDD+ di Papua Barat, termasuk:

a. Bentuk dan sistem kelembagaan REDD+, mengacu ke rancangan

kelembagaan REDD+ di tingkat nasional dengan memperhatikan

kebutuhan Papua Barat. Sistem kelembagaan ini harus bisa memastikan

bahwa pelaksanaan REDD+ sesuai tujuan dan pedoman ini, memantau

dan melaporkan dan verifikasi pengurangan emisi, dan memastikan

adanya sumber pendanaan yang memadai untuk pengembangan REDD+

di Papua Barat

b. Sistem penyimpanan dan akses data yang mendukung identifikasi dan

penyelesaian tumpang-tindih kepentingan dalam penguasaan lahan serta

melayani semua pihak sesuai prinsip keterbukaan informasi

c. Dokumentasi dan penguatan hak dan peran masyarakat adat dalam

kepengurusan hutan di Papua Barat, termasuk dalam skema REDD+

d. Membangun proses yang partisipatif dan transparan baik dalam rangka

penyusunan dokumen maupun pelaksanaan REDD+ di lapangan

sehingga mendapat legitimasi semua stakeholder

e. Legalitas status dari setiap proses perencanaan dan pelaksanaan

REDD+, baik di Propinsi Papua Barat maupun antara Provinsi dan

Nasional terkait kewenangan dan tanggung jawab atas hutan, lahan dan

karbon serta perijinan pemanfaatan hutan, pinjam pakai kawasan hutan

termasuk hak dan kewajiban pemegang ijin dan pemilik wilayah adat

Strategi dan rencana aksi daerah ini dalam proses penyusunannya

mengandung prinsip dinamis dan fleksibel, mencerminkan bahwa (a) berbagai

hal mengenai bentuk dan mekanisme tata kelola REDD+ global di tingkat

internasional masih memunculkan ketidakpastian; (b) di tingkat nasional, strategi

dan kelembagaan REDD+ di tingkat Nasional baru mulai dibangun, bentuk

Page 39: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendahuluan 1-5

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

struktur dan tupoksi belum terumuskan dengan jelas; (c) Data dan informasi yang

dibutuhkan untuk penyusunan perencanaan yang mantap belum memadai dan

tersebar diberbagai sektor di Papua Barat. Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Papua Barat versi pertama memerlukan direvisi secara periodik sesuai

perkembangan di tingkat internasional dan nasional, serta melalui masukkan dari

proses konsultasi dengan para pihak yang akan dilakukan selama proses

penyusunan maupun implementasinya.

Dokumen Strategi Nasional REDD+ mengamanatkan bahwa setiap

rencana dan strategi di tingkat daerah yang disusun diharapkan menjadi

landasan untuk memastikan bahwa implementasi REDD+ dapat mengatasi

penyebab mendasar dari deforestasi dan degradasi hutan dan lahan di daerah

serta mencapai target-target penurunan emisi nasional. Secara khusus Rencana

dan strategi Aksi Provinsi REDD + Provinsi Papua Barat dapat memberikan

jaminan bahwa kegiatan mitigasi mampu mengatasi deforestasi dan degradasi

hutan dan lahan serta memberikan kontribusi nyata terhadap penurunan emisi

GRK nasional.

1.3. Hubungan SRAP REDD+ Papua Barat Dengan Stranas REDD+

Strategi dan Rencana Aksi REDD+ Provinsi Papua Barat disusun

berdasarkan amanat dalam Strategi Nasional REDD+ (Versi Juni 2012).

Terdapat struktur 5 (lima) pilar yang menjadi landasan utaman dalam menyusun

isu-isu penting terkait dengan masalah REDD+. Kelima pilar tersebut juga

menjadi landasan dalam menyusun dan merumuskan isu-isu penting REDD+ di

Provinsi Papua Barat. Namun demikian dalam dokumen SRAP-REDD+ Papua

Barat, penekanan dan urutan prioritas menurut skala dirumuskan dengan

mempertibangkan kekhasan karakteristik lokal Papua Barat. Tabel di bawah

mengambarkan hubungan antara struktur strategi nasional dan struktur strategi

Provinsi Papua Barat.

Page 40: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendahuluan 1-6

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 1.1. Hubungan antara struktur Strategi Nasional REDD+ dan Strategi dan Rencana Aksi REDD+ di Provinsi Papua Barat.

Isi STRANAS REDD+ (versi Juni 2012) Isi SRAP- REDD+ Papua Barat

Pilar 1: Pembangunan sistem kelembagaan REDD+

• Rancangan Kelembagaan REDD+ • Identikasi Sumber Pendanaan REDD+ • Rancangan MRV (pemantauan, pelaporan, verifikasi)

berbasis tingkat emisi

Pilar 2: Pengkajian ulang serta penguatan kebijakan dan peraturan

• Kebijakan pembangunan rendah karbon,dan Provinsi Konservasi Papua Barat

• Bentuk dan mekanisme pendistribusian insentif REDD+ • Penegakan dan arbitrase hukum

Pilar 3: Peluncuran program-program strategis

• Tata Ruang dan Lokasi REDD+ • Pengelolaan Hutan berkelanjutan (Pembangunan KPH,

Implementasi RIL, PHPL, SILIN, SVLK dan RHL)

Pilar 4: perubahan paradigma dan budaya kerja

• Integrasi Program REDD+ dan Program Pembangunan Daerah berbasis Tata Ruang

• Pembinaan dan pendampingan intensif terhadap program pemberdayaan ekonomi kerakyatan

• Membudayakan pelaksanaan program pembangunan berbasis kinerja

• Peningkatan kualitas infrastruktur pendukung dan • Peningkatan kualitas sumberdaya manusia kompeten

dan professional

Pilar 5: pelibatan parapihak

• Pra kondisi perencanaan pembangunan dengan prinsip PADIATAPA

• Partisipasi, hak menolak/menerima dan keterbukaan informasi bagi masyarakat atas program pembangunan

• Pengakuan hak masyarakat hukum adat melalui pemetaan partisipatif penguasaan dan pemanfaatan lahan masyarakat hukum adat

• Mekanisme pembagian manfaat yang jujur dan adil serta merata

• Sistem pengamanan dan perlindungan lingkungan

1.4. Proses Penyusunan Dokumen

Dokumen SRAP-REDD+ Provinsi Papua Barat dilakukan melalui

pendekatan partisipatif melalui rangkaian proses secara bertahap. Tujuan dari

pendekatan ini adalah agar semua stakeholder dapat berkontribusi dalam

menyumbangkan pemikiran sehingga susbtansi dokumen mampu menjaring

seluruh aspirasi stakeholders dan menjadi kesepahaman bersama. Dengan

demikian maka dokumen SRAP-REDD+ Papua Barat yang dihasilkan memiliki

nilai kepemilikan bersama. Tahapan proses penyusunan seperti disajikan pada

Bagan Gambar 1.1.

Page 41: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendahuluan 1-7

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Gambar 1.1. Alur penyusunan SRAP-REDD+ Papua Barat

Konsultasi/FGD di Provinsi tentang

kebutuhan pengembangan strategi

daerah dan rencana aksi untuk

pembangunan rendah karbon

Mengumpulkan dan Menganalisa

Konteks Kehutanan Papua Barat

berdasarkan Data Sekunder

Analisis dan sintesis Masalah

terkait degradasi dan deforestasi

di Papua Barat

Draft ‘0’ Dokumen SRAP REDD+

Papua Barat:

1. Pendahuluan

2. Maksud dan tujuan

3. Ruang lingkup

4. Pilar-pilar strategis

5. Analisis emisi dari sektor

kehutanan dan lahan

6. Rencana aksi mitigas

Talaah dokumen dan

sinkronisasi dengan STRANAS

REDD+

Lokakarya Diskusi dan

konsultasi Provinsi Draft ‘0’

SRAP REDD+ Papua Barat

Draft ‘1’ Dokumen SRAP REDD+

Papua Barat:

1. Pendahuluan

2. Maksud dan tujuan

3. Ruang lingkup

4. Pilar-pilar strategis

5. Analisis emisi dari sektor

kehutanan dan lahan

6. Rencana aksi mitigas

bersama dengan skenario

penurunan emisi

Lokakarya Diskusi dan

konsultasi Provinsi Draft ‘1’

SRAP REDD+ Papua Barat

FINAL DOKUMEN

Page 42: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-1

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

GAMBARAN UMUM KEADAAN HUTAN DAN MASYARAKAT DI PAPUA BARAT

Sejarah pemanfaatan sumberdaya hutan di Papua Barat telah berusia

sama dengan peradaban manusia Papua. Fase perkembangan kehidupan yang

dimulai dari pola hidup primitif–pemburu /peramu (hunter/gatherer), peladang

berpindah (shifting cultivator), bertani menetap (peasant community) hingga

mencapai taraf kehidupan modern. Fase perkembangan peradaban tersebut

tidak terlepas dari peran sumberdaya hutan. Bagi orang Papua hutan merupakan

”ibu kandung” yang ”melahirkan, membesarkan, dan memberikan kehidupan”,

sehingga besar ketergantungan mereka terhadap hutan. Artinya eksistensi

sumberdaya hutan telah menjadi penopang sistem ekonomi, ekologi dan sosial

budaya bahkan religiusitas bagi kelangsungan hidup orang Papua secara lintas

generasi.

2.1. Tipe Hutan dan Penyebarannya

Secara umum kawasan hutan di Papua Barat membentuk tipe ekosistem

unik karena adanya bentangan samudera dan laut di sekitarnya serta pengaruh

jenis tanah (edafic) dan iklim akibat sejarah pembentukan pulau Papua dan

geologi masa lalu serta topografi yang ekstrem, sehingga mempengaruhi

keanekaragaman jenis (biodiversity) dan habitatnya. Hal ini tidak hanya

berpengaruh pada keragaman dan penyebaran vegetasi, namun juga berlaku

pada kekayaan fauna hutan yang ada, baik pada kelompok organisme

sederhana, seperti hewan lunak (Mollusca) dan serangga (insect) hingga pada

kelompok organisme yang kompleks seperti hewan menyusui (mammals),

terutama mamalia berkantung (marsupilia) dan beragam jenis aves (burung)

endemik yang menjadi ciri khas Tanah Papua.

Bab2

Page 43: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-2

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Berdasarkan bukti dan hasil observasi lapang bahwa tipe hutan di Papua

Barat sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah (edaphic) dan kondisi iklim setempat

(local climate). Pengelompokkan tipe hutan yang terdapat di kawasan ini terdiri

atas hutan/vegetasi pantai (coastal forest), hutan rawa (swamp forest), hutan

bakau (mangrove forest)), hutan batuan karang dan kapur (limestone & karst

forest), hutan ultramafic (ultramafic forest), hutan dataran rendah (low land rain

forest) dan hutan dataran tinggi/pegunungan (montane forest) serta vegetasi

alpin .Disamping pengelompokan tersebut di atas sebagai kesatuan ekosistem

utama, masih ada pengelompokan yang lebih spesifik berdasarkan komunitas

tumbuhan (assosiasi/formasi) dengan jenis yang dominan sebagai penciri utama.

Gambar 2.1. Peta penyebaran hutan di Provinsi Papua Barat.

Hutan pantai atau vegetasi litoral merupakan tipe hutan yang

penyebarannya berada di sepanjang garis pantai. Pada ekosistem hutan pantai

ini,terdiri atas beberapa komunitas tumbuhan yang membentuk formasi tumbuh

di atas pasir dan berbatasan langsung dengan garis pantai serta sedikit

mengalami gempuran ombak, seperti formasi Ipomoea pres-capreae dan

Casuarina equisetifolia serta vegetasi yang langsung tumbuh pada bebatuan

karang. Hutan pantai di Papua Barat berada pada daerah yang menghadap ke

Page 44: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-3

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

arah Samudra Pasifik dan memutar hingga ke bagian selatan dan merupakan

kawasan yang mengalami gempuran ombak dan arus Samudra Pasifik serta

angin timur yang kencang dengan substrat yang didominasi oleh bebatuan cadas

pada bagian depan dan pada beberapa bagian membentuk pantai tebing berbatu

terjal (fyord). Bebatuan cadas ini menjadi penghalang dan pembatas (barier)

bagi vegetasi yang tumbuh di atas atau dibelakangnya. Beberapa jenis pohon

yang dominan pada hutan ini adalah Barringtonia asiatica (Lecytidaceae),

Calophyllum inophyllum (Calophyllaceae), Hibiscus tiliaceus (Malvaceae)

danTerminalia cattapa (Combretaceae) yang menjadi penciri tipe hutan pantai ini,

disamping beberapa jenis tumbuhan bawah, perdu dan semak.

Gambar 2.2. Tipe hutan/vegetasi pantai (litoral) yang dijumpai sepanjang garis pantai maupun pulau-pulau di Papua Barat. (Foto: Charlie D. Heatubun).

Tipe hutan rawa termasuk rawa gambut dan payau umumnya terletak di

delta-delta sungai-sungai besar dan sepanjang tepi sungai berukuran sedang

dan kecil serta wilayah pesisir yang landai dan terdapat hampir di seluruh wilayah

Papua Barat. Komposisi jenis tumbuhan di hutan rawa bervariasi menurut luas

areal hutan dan lokasi. Hutan rawa bertajuk rata dan agak terbuka, kadang rapat

di beberapa tempat dan sebatang pohon dapat mencapai tinggi 30 m.

Campnosperma brevipetiolata (Anacardiaceae) merupakan jenis pohon yang

Page 45: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-4

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

dominan dan tajuknya dapat mencapai tinggi 30–35m menjulang di atas kanopi

hutan rawa. Jenis-jenis lain yang juga turut membentuk tipe hutan ini adalah

Terminalia caniculata (Combretaceae), Nauclea orientalis (Rubiaceae),

Syzygiumspp. (Myrtaceae), Alstonia scholaris (Sapotaceae)dan Palaquium spp.

(Sapotaceae). Pada beberapa lokasi hutan rawa diikuti dengan formasi Nipa

(Nypa fruticans – Arecaceae) yang tumbuh sepanjang sungai-sungai

menjembatani tipe hutan bakau (mangrove) dan hutan rawa.

Gambar 2.3. Transisi Hutan Rawa dengan Hutan Bukit Kapur di latar belakang di sekitar Yakati, Teluk Bintuni, Papua Barat. (Foto: Charlie D. Heatubun).

Hutan mangrove/payau membentuk pola-pola persebaran jenis yang

kompleks dan terselubung di seluruh bentang laut pasang surut dan di hulu hilir

sungai, yang terkait dengan toleransi individu suatu jenis dengan faktor abiotik.

Hutan mangrove di wilayah ini merupakan hutan mangrove terluas di Indonesia

dan paling berkembang dan sebagian besar (618.500 ha) terdapat di Kabupaten

Teluk Bintuni (Kartikasari et all., 2012). Tegakan yang menghadap ke laut

didominasi oleh Avicennia marina (Acanthaceae) dan Soneratia alba

(Lythraceae). Lebih ke daerah hulu vegetasi didominasi oleh jenis-jenis dari suku

(family) Rhizophoraceae, antara lain: Rhizophora apiculata, Bruguiera parviflora,

dan Bruguiera gymnorrhizha.

Page 46: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-5

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Gambar 2.4. Rhizophora mucronata (Rhizophoraceae) penciri utama ekosistem hutan bakau (mangrove). (Foto: Jonni Marwa).

Tipe hutan dataran rendah secara umum dijumpai pada seluruh wilayah

Papua Barat.Hutan dataran rendah merupakan tipe vegetasi darat yang paling

kompleks dan tertinggi jenisnya di dunia (Whitemore, 1984).Menurut Paijmans

(1976) hutan dataran rendah dicirikan oleh vegetasi yang tinggi dan komposisi

floranya yang sangat kaya.Dimasing-masing lapisan, komposisi floranya tidak

beraturan, ketinggian, tutupan dan ukuran tajuknya bervariasi dan sangat

mencolok bila dilihat dari udara.Hutannya lebih terbuka dan memiliki banyak

celah yang dihuni pepohonan yang lebih rendah.Jenis pohon yang selalu ada di

lapisan atas adalah Paraserianthes falacataria (Fabaceae), Pometia pinnata

(Sapindaceae), Intsia spp. (Fabaceae) dan Ficus spp. (Moraceae).Tipe hutan

dataran rendah ini berdasarkan sejarah pengelolaannya terbagi menjadi dua tipe

hutan, yaitu tipe hutan dataran rendah primer dan tipe hutan dataran rendah

sekunder. Tipe hutan dataran rendah primer masih memiliki tegakan hutan alami

yang dijumpai pada beberapa ratus meter dari garis pantai, sedangkan pada

hutan dataran rendah sekunder telah mengalami gangguan aktifitas manusia,

terutama akibat pembalakan pada masa yang lalu. Areal hutan dataran rendah

Page 47: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-6

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

primer cenderung masih cukup baik karena sebagian besar areal ini sulit

dijangkau akibat topografinya yang cukup berat (terjal) dengan kemiringan di atas

40%.Hutandataran rendah sekunder,areal ini cenderung relatif datar sehingga

mudah diakses masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya hutan maupun

lahannya bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kondisi hutan initerbentuk

akibat aktifitas pertanian tradisional (perladangan berpindah) dan penebangan

liar (baik untuk kayu perkakas maupun kayu/bahan bakar) banyak dijumpai dan

menyebar hampir di seluruh wilayah Papua Barat.Akibat aktifitas ini, maka

terbentuklah beberapa kawasan dengan tipe hutan sekunder yang didominasi

oleh jenis-jenis vegetasi pionir dan jenis-jenis vegetasi cepat tumbuh (fast

growing species), seperti Macaranga spp. dan Mallotus spp. (Euphorbiaceae),

Piper aduncum (Piperaceae) dan Premna corymbosa (Lamiaceae).

Hutan bukit kapur dan vegetasi gamping (limestone hills forest and karst

vegetation) dijumpai di sekitar Ayamaru, Fakfak, Kaimana dan pulau-pulau di

Kepulauan Raja Ampat.Tipe ekosistem hutan ini dicirikan dengan perawakan

tumbuhan yang lebih kecil dan kerapatan yang tinggi.Keanekaragaman jenis

tidak begitu tinggi jika dibandingkan dengan tipe hutan lainnya, namun memiliki

nilai endemisme yang tinggi dan penting karena tumbuhan pada ekosistem ini

memiliki kemampuan adaptasi dengan substrat tempat tumbuh yang cukup

ekstrim. Jenis-jenis pohon dominan pada tipe hutan ini adalah Ficus spp.

(Moraceae), Caralia brachiata (Rhizophoraceae), Vatica rassack

(Dipterocarpaceae), Manilkara sp. dan Mimusops elengi(Sapotaceae)

sertaCalophyllum sp. (Calophyllaceae).

Hutan dataran tinggi di Papua Barat, sebagian besar terdapat pada

punggung-punggung pegunungan Arfak, Tamrau dan Kumawa.Ekosistem hutan

ini dimulai pada elevasi 750 – 1.500 m dpl dimana tumbuhan berdaun jarum

(conifer) merupakan tumbuhan yang mendominasi tipe hutan ini.Jenis-jenis

pohon diantaranya Araucaria hunsteinii (Araucariaceae), Papuacedrus sp.,

Phyllocladus sp. dan Dacrydium spp. serta Dacrycarpus sp. (Podocarpacaee).

Sementara tipe hutan ultrabasal atau ultramafic dan vegetasi alpin luasan

dan lokasinya sangat terbatas.Hutan ultrabasal (ultramafic) hanya terdapat di

Pulau Waigeo dan Pulau Gag di Kepulauan Raja Ampat, dimana tipe hutan ini

sangat berasosiasi dengan kandungan bahan tambang mineral Nikel. Jenis-jenis

tumbuhan yang dominan pada tipe hutan ini antara lain; Leptospermum sp. dan

Page 48: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-7

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Baeckea sp. (Myrtaceae), Ploiarium sessile (Bonnetiaceae), Exocarpus sp.

(Santalaceae) dan Nephentes spp. (Nephentaceae). Pada vegetasi alpin, sesuai

dengan namanya bahwa ekosistem ini dijumpai di puncak-puncak gunung, di

mana elevasinya lebih dari 2000 m di atas permukaan laut.Tidak ada tumbuhan

yang berperawakan pohon dijumpai di sini, sebagian besar berupa semak dan

tumbuhan bawah lainnya yang didominasi oleh suku (family) Ericaceae terutama

jenis-jenis Rhododendron, Vaccinium, Diplycosia dan Gaultheria.

Gambar 2.5. Hutan Ultrabasal di Pulau Gag, Kepulauan Raja Ampat. (Foto: Charlie D. Heatubun).

Page 49: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-8

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

2.2. Tutupan Lahan, Luas, dan Status Hutan di Papua Barat

2.2.1. Tutupan Lahan Hutan Berdasarkan kondisi iklim dan topografi yang diketahui, kondisi

Papua Barat masih digolongkan sebagai hutan yang memiliki tutupan

hutan yang utuh. Kondisi hutan demikian hanya dapat dipertahankan bila

masyarakat tidak lagi membuka hutan untuk kebutuhan pertanian,

infrastruktur dan pemukiman. Berdasarkan estimasi kondisi tutupan

vegetasi hutan di Papua Barat pada masa lampau (yaitu luas kawasan

yang kemungkinan tertutup berbagai tipe hutan dan dengan

mempertimbangkan kondisi iklim dan lingkungan serta intervensi

manusia) dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh wilayah Papua Barat

dulu tertutup hutan (MacKinnon, 1997). Tempat-tempat yang tidak dapat

mendukung pertumbuhan pohon hanyalah lereng-lereng gunung yang

sangat curam dan jalur-jalur pesisir yang sempit.

Berdasarkan data tutupan lahan hutan di Provinsi Papua Barat

sejak tahun 2003 sampai dengan 2009 telah terjadi peningkatan

persentase tutupan lahan hutan sebesar 6% (Tabel 2.1). pada sisi lain

areal non hutan mengalami penurunan rata-rata sebesar 3.457 hektar

per tahun atau 0,3% per tahun. Artinya peningkatan tutupan lahan hutan

berbanding terbalik dengan luas areal non hutan, dimana luas tutupan

hutan makin besar maka areal non hutan akan semakin kecil. Hal ini juga

memberikan gambaran bahwa upaya rehabilitasi hutan dan lahan di

Papua Barat telah memberikan kontribusi tetapi masih relatif sangat

kecil. Penambahan luas tutupan hutan tersebut bukan merupakan hasil

rehabilitasi dan reboisasi, melainkan nhasil suksesi alami.

Tabel 2.1. Perubahan tutupan lahan di Papua Barat tahun 2003-2009

Sumber : BPKH Manokwari, 2012

Berdasarkan kondisi eksisting (terkini) perubahan tutupan lahan

hutan per kabupaten di Papua Barat sebagaimana disajikan pada Tabel

Penutupan Lahan (Ha)

Tahun 2003 2006 2009

Hutan 8.219.141 8.561.375 8.749.447 Non Hutan 1.010.745 1.010.042 989.533 Tidak ada data 516.527 174.996 7.4

Page 50: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-9

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 2.2. Tutupan Lahan di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Kabupaten

Keterangan : Klasifikasi tutupan lahan : HLKP = Hutan Lahan Kering Primer, HLKS=Hutan lahan Kering Sekunder, HMP=Hutan Mangrove Primer, HRP=Hutan Rawa Primer, SB=Semak Belukar, KBN=Perkebunan, PMKN=Pemukiman, TT=Tanah Terbuka, HMS=Hutan Mangrove Sekunder, HRW=Hutan Rawa Sekunder, BR=Belukar Rawa, PLK=Pertanian Lahan Kering, PLKC=Pertanian Lahan Kering Campur.

HLKP HLKS HMP HRP SB KBN PMKN TT Awan Savana Air HMS HRW BR PLK PLKC Sawah Bandara Trans Tambang Rawa

1 Fakfak 420,253 380,558 4,373 18,886 14,788 878 502 686 61,226 1,122 1,483 10,578 8,400 3,844 106 927,682 2 Kaimana 1,020,468 453,004 42,546 68,686 16,793 4,499 526 505 4,744 1,767 65,896 12,542 4,271 5,947 244 5,679 4,486 1,712,601 3 Manokwari 879,747 190,730 939 1,463 120,788 13,117 4,658 2,235 856 35,131 6,653 923 3,389 2,272 5,958 17,553 1,905 53 6,867 122 1,295,360 4 Maybrat 421,133 65,831 5,891 36,193 114 431 12,254 3,836 3,141 2,835 6,387 558,046 5 Raja Ampat 558,485 117,330 25,262 2,403 21,368 1,042 2,214 121 22,842 1,079 2,552 1,865 1,012 133 697 44 92 20 758,563 6 Sorong 222,544 350,348 49,453 38,623 71,172 8,963 1,659 821 478 2,768 14,828 3,912 2,188 634 33 33,864 8,210 810,499 7 Sorong Selatan 181,523 39,959 73,101 209,116 32,295 1,971 725 670 14,550 36,395 3,166 4,924 13,226 74 21,037 1,391 634,122 8 Tambrauw 460,946 90,716 69 16,716 133 652 797 668 6,442 510 577,648 9 Teluk Bintuni 866,407 525,069 177,743 318,300 28,117 9,765 4,186 444 894 13,765 59,665 79,404 37,642 31,300 129 4,569 109 2,632 432 2,160,570

10 Teluk Wondama 283,199 120,820 4,155 4,137 6,907 28 1 743 2,258 161 602 459 231 2,756 426,458 11 Kota Sorong 22,844 177 652 1,744 6 22 169 96 1,574 121 7,743 38 35,186

5,314,707 2,357,209 377,817 667,505 365,790 36,343 16,939 8,535 9,214 167,526 190,399 106,159 68,457 65,976 6,570 110,573 1,905 244 9,499 9,244 6,126 9,896,736

No. KabupatenTutupan Lahan

Total

Grand Total

Page 51: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-10

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Berdasarkan data tutupan lahan (land cover), dari luas wilayah 9.896.736

Ha, seluas 8.717.238 ha (88 %) masih tergolong primer, dan hanya 1.179.498 ha

(18%) tergolong lahan sekunder, tanah terbuka dan Areal Penggunaan Laian

(APL). Kondisi tutupan lahan Provinsi Papua Barat demikian tentunya

merupakan kebanggaan yang harus tetap dipertahankan. Namun di sisi lain

desakan kebutuhan lahan untuk pembangunan dan peningkatan jumlah

penduduk menuntut kebutuhan penggunaan lahan yang akan terus meningkat.

Faktor inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah untuk mengalokasikan

lahan secara selektif dan bijaksana agar perubahan tutupan lahan dapat

dikendalikan, sehingga proporsinya masih dapat menjamin kondisi ideal yang

diharapkan.

2.2.2. Luas dan Status Hutan di Provinsi Papua Barat Papua Barat dengan luas hutan sekitar 9.730.550 hektar, memberikan

kontribusi sebesar 8,12 % terhadap luas hutan hujan tropis di Indonesia (Tabel

2.4). Eksosistem hutan di wilayah Papua Barat menyimpan keanekaragaman

flora dan fauna yang merupakan perpaduan unsur dari dua wilayah bioregion,

yaitu Asia tenggara dan Australia. Beragam manfaat telah diperoleh dari

ekstraksi terhadap sumberdaya hutan di Papua Barat baik untuk kepentingan

negara maupun masyarakat.

Kawasan hutan produksi di Papua Barat menempati posisi teratas dengan

persentase luas mencapai 61,44% diikuti kawasan hutan konservasi dan lindung

masing-masing 17%. Potensi kawasan hutan produksi yang besar menjadi

pendorong hadirnya perusahaan-perusahaan swasta pemegang ijin konsesi

terutama hutan alam. Saat ini jumlah IUPHHK yang aktif beroperasi di Papua

Barat berjumlah 24 unit. Berdasarkan data tahun 2008 luas areal yang telah

diberi ijin IUPHHK seluas 2.764.500 hektar (DDA Papua Barat, 2009). Dari

luasan tersebut rata-rata luas areal RKT yang disahkan sebagai jatah tebang

tahunan (JPT) sebesar 1.879 hektar.

Page 52: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-11

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 2.3. Luas kawasan hutan berdasarkan fungsi per kabupaten/kota di Papua Barat

Sumber : BPKH Wilayah XVII Manokwari, 2012.

Konsekuensi logis dari upaya pembangunan di Papua Barat

menyebabkan sebagian kawasan hutan telah mengalami perubahan status.

Telah terjadi perubahan luas hutan baik pada hutan produksi, konservasi, dan

lindung. Dan perubahan yang besar terjadi pada kawasan hutan berstatus hutan

produksi konversi (55%), disusul hutan hutan produksi tetap (24%), lindung

(13%) dan konservasi (8%).

Gambar 2.6. Persen perubahan status hutan berdasarkan RTRW Provinsi Papua Barat 2008-2028.

8%13%

24%55%

Persen Perubahan Status Hutan di Papua Barat

Konservasi - Areal Penggunaan LainLindung - Areal Penggunaan LainProduksi - Areal Penggunaan LainKonversi - Areal Penggunaan Lain

No Kabupaten/ Kota

Fungsi Kawasan (Ha) Total (Ha) HK HL HP HPK APL

1 Fak-fak 40.836 41.525 580.527 211.147 52.556 926.591

2 Kaimana 112.280 336.121 851.456 264.328 87.490 1.651.675

3 Manokwari 571.222 329.220 193.354 121.810 73.119 1.288.726

4 Maybrat 27.934 118.574 272.121 134.230 1.358 554.217

5 Raja Ampat 411.836 151.625 27.858 159.951 6.686 757.957

6 Sorong 8.848 58.090 237.569 428.394 62.776 795.676

7 Sorong Selatan 11.001 156.858 148.056 259.931 36.767 612.614

8 Tambrauw 214.113 235.463 113.943 13.269 197 576.986

9 Teluk Bintuni 220.194 153.727 1.155.747 532.466 42.623 2.104.757

10 Teluk Wondama 102.181 75.103 113.903 129.270 5.805 426.262

11 Kota Sorong 1.322 4.283 11.717 17.670 99 35.090

Total (Ha) 1.721.768 1.660.590 3.706.251 2.272.466 369.474 9.730.550

Page 53: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-12

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Perubahan lahan hutan menjadi areal penggunaan lain merupakan

aktivitas yang memberikan kontribusi paling besar terhadap perubahan lahan

hutan di Papua Barat sebagaimana terecana dalam RTRWP (639,739 Ha).

Walaupun perubahan ini relatif dibanding dengan luas kawasan hutan secara

keseluruhan, namun dampak yang akan ditimbulkan dikemudian hari tidak dapat

diabaikan.

2.3. Sebaran Lahan Kritis di Papua Barat

Berdasarkan data dari Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai (BPDAS)

Remu Ransiki tahun 2011, luas lahan kritis dalam kawasan hutan di Provinsi

Papua Barat 439.911 Ha atau sekitar ± 4,54% dari total luas kawasan hutan di

Papua Barat. Luas lahan kritis dalam kawasan hutan dapat dirincikan sebagai

berikut: Hutan Konservasi seluas 67.138 Ha (0,69%), Hutan Lindung (HL)

99.176 Ha (1,02%), Hutan Produksi Tetap (HP) 88.243 Ha (0,91%), Hutan

Produksi Terbatas (HPT) 127.761 Ha (1,32%), dan Hutan Produksi Konversi

(HPK) 57.593 Ha (0,59%). Luas lahan kritis dalam kawasan hutan ini bisa

berkurang apabila rehabilitasi hutan dan lahan sebagai salah satu rencana aksi

mitigasi nasional dapat dilakukan dengan baik, berkesinambungan, serta

dilaksanakan pada daerah-daerah yang dikategorikan kritis pada DAS prioritas..

Selain itu, juga terdapat Areal Penggunaan Lain dengan luas 53.161 Ha (0,55%)

yang dapat dilakukan penghijauan. Data rekapitulasi tingkat kekritisan lahan di

Provinsi Papua Barat disajikan pada Tabel 2.4.

Page 54: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-13

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Gambar 2.7. Peta penyebaran lahan kritis di Provinsi Papua Barat

Page 55: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-14

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 2.4. Rekapitulasi tingkat kekritisan lahan di Provinsi Papua Barat

No. Tingkat Kekritisan Fungsi Kawasan (Ha)

Total Hutan Konservasi

Hutan Lindung

Hutan Produksi APL

HP HPT HPK Jumlah 1 Sangat Kritis 562 10.007 13.058 30.213 15.628 58.899 7.842 77.310

2 Kritis 66.576 89.169 75.185 97.548 41.965 214.698 45.319 415.762

Jumlah Lahan Kritis 67.138 99.176 88.243 127.761 57.593 273.597 53.161 493.072

3 Agak Kritis 163.800 175.184 212.555 300.649 578.326 1.091.530 109.580 1.540.094

4 Potensial Kritis 1.247.479 1.018.160 436.316 710.619 839.158 1.986.093 89.700 4.341.432

5 Tidak Kritis 259.712 347.258 1.117.008 1.203.796 372.350 2.693.154 19.832 3.319.956

Jumlah 3 s/d 5 1.670.991 1.540.602 1.765.879 2.215.064 1.789.834 5.770.777 219.112 9.201.482

Jumlah Total 1.738.129 1.639.778 1.854.122 2.342.825 1.847.427 6.044.374 272.273 9.694.554 Sumber: BPDAS – Remu Ransiki, 2011

Page 56: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-15

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Program RHL melalui berbagai skema (GERHAN, HTR dan KBR) yang

dilakukan oleh BPDAS Remu Ransiki hingga tahun 2012 ini belum menunjukkan

hasil yang optimal. Berdasarkan Laporan BP DAS Remu Ransiki (2012), bahwa

realisasi luas penanaman lahan kritis tahun 2010/2011 seluas 10.000 ha.

Namun luasan ini belum dapat dijadikan jaminan bahwa areal lahan kritis itu telah

tereabilitasi karena belum dilakukan evaluasi apakah pertumbuhan tanaman

dilapangan memiliki tingkat keberhasilan yang memadai. Program RHL oleh BP

DAS ini menjadi program unggulan untuk mitigasi REDD+ dalam kerangka

peningkatan stok karbon hutan pada lahan-lahan terdegradasi.

2.4. Pemanfaatan Hutan dan Lahan di Papua Barat Pemanfaatan hutan dan lahan di Papua Barat mencakup mengacu pada

fungsi kawasan hutan yaitu pemanfaatan hutan produksi, hutan konservasi, dan

hutan lindung.

1. Pemanfaatan Hutan Produksi

Berdasarkan perkembangan data sampai dengan desember 2009 luas hutan

produksi yang telah dimanfaatkan untuk IUPHHK seluas 3.969.920 hektar

dengan jumlah unit IUPHHK sebanyak 23 (Direktorat BRPHP dan BPHA,

2010) atau sekitar 71,32% dari total luas hutan produksi di Papua Barat.

Perusahaan atau konglomerasi pemegang ijin yang beroperasi di Papua Barat

di antaranya grup kayu lapis Indonesia, alas kusuma grup, hanurata grup dan

jati grup.

Page 57: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-16

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 2.5. Daftar pemegang IUPHHK-HA di Provinsi Papua Barat sampai dengan tahun 2010

No Nama IUPHHK-HA No. SK.IUPHHK-HA Tgl SK Luas SK (ha) Aktifitas 1 PT.Arfak Indra 333/Menhut-II/2009 15-Jun-09 177.900,00 Aktif 2 PT.Asco Prima Nusantara 82/Menhut-II/2009 05-Mar-09 171.270,00 Aktif 3 PT.Bangun Kayu Irian 01/Kpts-II/1993 04-Jan-93 299.000,00 Aktif 4 PT.Bintuni Utama Murni 213/Menhut-II/2007 28-Mei-07 82.120,00 Aktif 5 PT.Hanurata Coy Ltd (Sorong) 81/Kpts-II/1994 25-Feb-94 417.570,00 Aktif 6 PT.Hasrat Wira Mandiri 735/Kpts-II/1993 08-Nop-93 119.700,00 Aktif 7 PT.Intimpura Timber 69/Kpts-II/1989 06-Feb-89 333.000,00 Aktif 8 PT.Irmasulindo 08/Kpts-II/2001 11-Jan-01 174.540,00 Aktif 9 PT.Kaltim Hutama 652/Menhut-II/2009 15-Okt-09 161.670,00 Aktif

10 PT.Kurniatama Sejahtera 648/Menhut-II/2009 15-Okt-09 115.800,00 Aktif 11 PT.Mancaraya Agro Mandiri 55/Menhut-II/2006 14-Mar-06 97.820,00 Aktif 12 PT.Manokwari Mandiri Lestari 48 Tahun 2002 21-Mei-02 83.240,00 Aktif 13 PT.Megapura Mambramo Bangun 397/Menhut-II/2006 17-Jul-06 55.100,00 Aktif 14 PT.Mitra Pembangunan Global 714/Menhut-II/2009 19-Okt-09 83.950,00 Aktif 15 PT.Multi Wahana Wijaya 534/Kpts-II/1991 14-Agust-91 139.000,00 Aktif 16 PT.Papua Satya Kencana 647/Menhut-II/2009 15-Okt-09 195.420,00 Aktif 17 PT.Teluk Bintuni Mina Agro K. 393/Kpts-II/1992 22-Apr-92 239.000,00 Aktif 18 PT.Wana Galang Utama 464/Kpts-II/1992 22-Okt-92 212.000,00 Aktif 19 PT.Wana Irian Perkasa 936/Kpts-II/1992 25-Nop-92 53.800,00 Aktif 20 PT.Wana Kayu Hasilindo 547/Kpts-II/1997 27-Agust-97 84.000,00 Aktif 21 PT.Wapoga Mutiara Timber (Unit

I, Papua (178.800 Ha)& Unit II, Irjabar (196.900 Ha))

744/Kpts-II/1990 13-Des-90 375.700,00 Aktif

22 PT.Wukirasari 477/Menhut-II/2008 31-Des-08 116.320,00 Aktif 23 PT.Yotefa Sarana Timber 811/Kpts-II/1991 30-Okt-91 182.000,00 Aktif

Jumlah 3.969.920,00 Sumber : Direktorat BRPHP dan BPHA, 2010

2. Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kegiatan Non Kehutanan

Penggunaan kawasan hutan produksi terlihat dari progress

rencana penggunaan kawasan hutan dan ijin pinjam pakai kawasan

hutan yang telah dan sedang dikerjakan. Terdapat 9 (Sembilan)

perusahaan pemegang ijin pinjam pakai kawasan yang sedang

melakukan eksplorasi pertambangan.Satu perusahaan sudah mendapat

persetujuan prinsip pinjam pakai dan ijin pinjam pakai kawasan di tiga

lokasi yang berbeda yaitu PT. Petrochina Internasional (Tabel 2.6).

Page 58: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-17

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 2.6. Perusahaan pengguna kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan di Provinsi Papua Barat

Nama Perusahaan Pemegang Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan

Untuk Eksplorasi

Nama Perusahaan Mendapat Persetujuan Prinsip Pinjam Pakai

Kawasan

Nama Perusahaan Mendapat Ijin Pinjam

Pakai Kawasan

Horna Inti Mandiri, PT Petrochina International (Bermuda) Ltd

Petrochina Internasional Bermuda, PT

Adidaya Tangguh (Blok 6), PT Petrochina International (Bermuda) Ltd.

Petrochina International (Bermuda) Ltd

Anugerah Surya Indotama, PT Petrochina International (Bermuda) Ltd. (Blok Kepala Burung)

Petrochina International (Bermuda) Ltd

GAG Nikel, PT Genting Oil Kasuari Pte. Ltd.

Chevron West Papua I & III Ltd, PT

Job Pertamina - Petrochina Salawati

Petrochina International (Bermuda) Ltd.

Progres Pelepasan Kawasan Hutan di Papua Barat terus

berlangsung seiring dengan dinamika pembangunan. Sampai dengan

tahun 2012 ijin pelepasan kawasan hutan telah diberikan kepada 10

perusahaan swasta yang sebagian besar untuk pengembangan areal

kelapa sawit dan 2 (dua) lokasi untuk pengembangan wilayah

kabupaten dan program transmigrasi . dengan luas areal 146.817,56 ha

Selain itu terdapat 10 perusahaan yang sudah mendapat ijin prinsip

namun belum melengkapi beberapa persyaratan administrasi sehingga

ijin pelepasannya belum keluar (Tabel 2.7).

Page 59: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-18

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 2.7. Perusahaan pemegang ijin pelepasan kawasan hutan di Provinsi Papua Barat

Penggunaan lahan di Provinsi Papua Barat sejak tahun 2009 telah

menjadi ancaman terhadap degradasi dan deforestasi yang pada

gilirannya akan meningkatkan emisi dari sector hutan dan lahan. Pada

Tabel 2.8, diilustrasikan tumpang tindih berbagai penggunaan lahan yang

terjadi di provinsi Papua Barat hingga tahun 2009. Penggunaan lahan

untuk pemanfaatan kawasan hutan oleh 29 IUPHHK seluas 4.654.212 ha

dan pada tahun 2010 menjadi 3.969.920 ha. Perbedaan luas tersebut

disebabkan adanya IUPHHK yang telah berakhir izin operasinya atau

yang tidak aktif usahanya dan sebagian lagi belum memperoleh izin

operasional. Terlepas dari perbedaan luassan IUPHHK tersebut pada

Tabel 2.5, tampak bahwa adanya tumpang tindih penggunaan lahan baik

untuk kepentingan kehutanan, dan non kehutana, termasuk untuk

peepentingan pertambangan seluas 5.070,157 ha. Fakta ini

menunjukkan adanya konflik pemanfaatan ruang di wilayah Papua Barat.

Nama Perusahaan Lokasi Luas Areal Pelepasan

Transmigrasi Prafi IV/A Manokwari 2.175,00

PT. Perkebunan Nusantara II Prafi Manokwari 17.817,56

PT. Adi Jaya Mulia Kaimana 10.000,00

PT. Nusa Irian Jaya Indah Manokwari 467,00

Transmigrasi Aimas Sorong 5.221,00

PT. Varita Majutama (Blok A, Blok B, Blok C) Fakfak 35.031,30

PT. LNG Tangguh Teluk Bintuni 3.380,10

PT. Henrison Inti Persada Sorong 32.546,30

PT. Aneka Bumi Papua Manokwari 3.207,30

Pemda Fakfak Kokas (Pengembangan Wilayah) Fak-fak 2.825,00

PT. Permata Putra Mandiri Sorong Selatan 34.147

Jumlah 146.817,56

Page 60: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-19

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 2.8. Tumpang tindih perizinan penggunaan lahan di Papua Barat

No. Perizinan Jumlah (Unit) Luas (Ha)

1 IUPHHK 29 4.654.212

2 Perkebunan 12 280.795

3 Pertambangan mineral dan batubara 16 2.701.238

4 Pertambangan MIGAS 13 7.164.417 Total 60 14.800.707

Kawasan Hutan 9.730.550

Overlap 5.070.157 Sumber : Di Kompilasi dari berbagai sumber oleh Tokede, 2012

Khusus untuk izin pertambangan, luas areal tersebut sebagian

masih dalam taraf eksplorasi. Namun karena kegiatan eksplorasi

sendeiri harus memperoleh izin dan telah merupakan investasi, maka

ketika hasil eksplorasi tersebut perlu dilanjutkan dengan izin survey

pencadangan sampai pada izi akan eksploitasi, maka perusahaan yang

sama yang akan menjadi pelaksana usaha pertambangan tersebut. Atas

dasar asumsi demikian, maka luasan areal pertambangan yang

terbebani izin eksplorasi, maka pada saatnya akan mendapat izin

eksploitasi. Karena itu tumpang tindih izin tersebut akan menjadi yang

harus sumber konflik pemanfaatan ruang yang harus diintegrasikan dan

dipaduserasikan kembali oleh SKPD terkaid di bawah payung RTRWP

maupun RTRWK.

Page 61: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-20

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

2.5. Sebaran Penduduk dan Peran SDA dalam Kehidupan Masyarakat di Papua Barat

Jumlah Penduduk Papua Barat secara keseluruhan pada tahun

2010 berjumlah 760.422 jiwa yang tersebar pada 10 kabupaten dan 1

(satu) kota. Sebaran penduduk Provinsi Papua Barat menurut

kabupaten/kota masih dominan di dua daerah yaitu di Kota Sorong

(25,07%) dan Kabupaten Manokwari (24,69%). Hampir setengah dari

total penduduk Papua Barat tinggal di kedua daerah tersebut.

Tabel 2.9. Sebaran penduduk berdasarkan kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat

Kabupaten/kota Jumlah Penduduk Persentase (%) Fak-fak 66.828 8.79 Kaimana 46.249 6.08 Teluk Wondama 26.321 3.46 Teluk Bintuni 52.442 6.90 Manokwari 187.726 24.69 Sorong Selatan 37.900 4.98 Sorong 70.619 9.29 Raja Ampat 42.507 5.59 Tambrauw 6.144 0.81 Maybrat 33.081 4.35 Kota Sorong 190.625 25.07

Jumlah 760.442 100.00 Sumber : Papua Barat Dalam Angka, 2011

Dalam kaitan dengan pemanfaatan hutan oleh masyarakat di dalam

sekitar hutan berdasarkan data tahun 2009 tercatat bahwa di Papua Barat

terdapat 226 kampung yang berada dalam kawasan hutan, 492 kampung

terletak di tepi kawasan dan di luar kawasan hutan 487 (Tabel 2.10).

Jumlah kampung ini mengalami peningkatan hingga pada tahun 2011

mencapai 1.361 kampung atau mengalami kenaikan sebesar 12,95%.

Tabel 2.10. Jumlah kampung di dalam kawasan, di tepi dan di luar kawasan hutan

Jumlah Kampung Kampung di

dalam Kawasan Hutan

Kampung di Tepi Kawasan

Kampung di luar Kawasan

1.205 226 492 487

Persentase (%) 18,76 40,83 40,41

Sumber : BPS dan Dephut, 2009

Page 62: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-21

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Disisi lain berdasarkan data survey sosial ekonomi nasional tahun

2008-2012 jumlah penduduk miskin di wilayah pedesaan Papua Barat

pada tahun 2011 sebanyak 239.060 jiwa. Jumlah tersebut mengalami

penurunan sebesar 1,12% pada tahun 2012 sehingga menjadi 216.000

jiwa (Susenas, 2008-2012). Kecilnya angka penurunan tingkat kemiskinan

di wilayah perdesaan memberikan indikasi akan makin besar tekanan

terhadap sumberdaya hutan terutama untuk membuka areal-areal

perladangan baru dan pemukiman penduduk.

2.6. Peran Sumberdaya Hutan Terhadap Masyarakat Adat dan Pemerintah

Komunitas masyarakat adat di wilayah Papua Barat yang berdiam di

dalam kawasan dan sekitar hutan sebagian besar merupakan masyarakat

peramu. Ketergantungan terhadap sumberdaya hutan sangtlah tinggi baik

dalam kegiatan berburu satwa liar, mengumpulkan buah-buahan dan

sayuran, sumber obat-obatan tradisional, bahan bangunan dan peralatan

rumah tangga. Berdasarkan beberapa studi kasus di wilayah Papua Barat

seperti di Kaimana dan Raja Ampat diketahui bahwa kontribusi

sumberdaya hutan terhadap penerimaan keluarga rata-rata 11-20% dari

total penerimaan keluarga (Tim Fahutan Unipa, 2011).

Gambar 2.8. Kontribusi sumberdaya hutan terhadap penerimaan keluarga.

Dalam hubungan dengan penerimaan sektor kehutanan sumberdaya

hutan memberikan kontribusi relatif terhadap PDRB selama tahun 2008-

2010 berkisar dari 2-8% (Gambar 2.9). Hal ini berarti dengan adanya

peningkatan peran sektor kehutanan sebesar 0.02 satuan akan

meningkatkan PDRB sebesar satu satuan. Sehingga dapat dikatakan

bahwa pada periode tersebut sektor kehutanan telah mampu berperan

terhadap perubahan struktur perekonomian wilayah di Papua Barat.

Page 63: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-22

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Gambar 2.9. Kotribusi relatif subsektor kehutanan terhadap PDRB total

Gambar 2.10. Kotribusi absolut subsektor kehutanan terhadap PDRB total

2.6.1. Nilai Lahan dan Hak Masyarakat Adat terhadap Hutan

Lahan dalam pandangan hidup orang Papua dipahami dan

diklasifikasikan oleh kebanyakan masyarakat adat sebagai tanah itu

sendiri beserta dusun sagu, kebun, sungai maupun hutan kayu yang

berada diatasnya. Lahan dalam kaitannya dengan kepentingan hidup

8.391%

2.689%

7.528%7.322%

2007 2008 2009 2010

Kontribusi Relatif Sub Sektor Kehutanan Terhadap PDRB Total

2007 2008 2009 2010

802,546 181,043,237 351,250,404 431,362,116 9,564,732

6,732,931,889

4,665,963,733

5,891,165,249

Kontribusi Absolut Sub Sektor Kehutanan

Sub Sektor Kehutanan PDRB Total

Page 64: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-23

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

tidak selalu dipersepsikan dengan pandangan ekonomi saja, tetapi

juga senantiasa dikaitkan dengan beberapa segi seperti religi,

budaya, sosial dan politik. Berdasarkan pandangan hidup orang

Papua dan penjelasan defenisi lahan diatas terdapat makna yang

sejajar antara lahan dalam arti luas dan tanah menurut pandangan

orang Papua.

Secara Ekonomis : Tanah dan tumbuhan yang ada diatasnya

adalah media yang menyediakan segenap kebutuhan dan

keperluan hidup masyarakat Papua, mulai dari makanan, minuman,

obat-obatan, kayu bakar maupun bahan untuk membuat rumah.

Secara Budaya : tanah dipersepsikan sebagai “Ibu”, yakni

pihak yang melahirkan dan membesarkan; oleh karenannya adalah

“Syah” bila sang Ibu menjamin kehidupan seluruh anak-anaknya

dengan kesuburan dan kelimpahan kekayaan alam. Disisi lain sang

anak dituntut untuk senantiasa memperhatikan kondisi sang ”Ibu”

tetap sempurna melakukan kewajibannya dan memberi hasil, yakni

dengan cara menjaga norma-norma dan melakukan serangkaian

seremonial, guna mengharapkan agar sang ibu senantiasa

memberikan kelimpahan kesuburan terhadap seluruh anak-anak

cucunya.

Secara Religius : Tanah senantiasa diasosiasikan dan atau

dikaitkan dengan para leluhur, roh-roh dari nenek moyangnnya.

Bahkan keyakinan itu diwujudkan bahwa kehidupan berasal dari

tanah atau tanah adalah warisan yang diberikan leluhur dalam

menjalankan kehidupannnya. Dalam pandangan demikian, maka

tanah mendapat penghargaan yang tinggi, karena menghargai

tanah mempunyai makna sebagai bagian dari penghargaan

terhadap para leluhur dan nenek moyangnnya.

Secara Politis : Tanah merupakan bagian dari kedaulatan

masyarakat. Eksistensi politis masyarakat diukur dari apakah ia

mempunyai kawasan bagi kelompok-kelompok masyarakatnya dan

seberapa besar tanah itu mampu mengakomodir segenap

kepentingan kehidupan masyarakat tersebut. Tanah tersebut

memberikan kemungkinan padanya untuk melaksanakan hubungan

dan relasi sosial dengan masyarakat lainnya. Beberapa contoh

Page 65: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-24

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

komunitas suku di Papua Barat dan Papua yang mempraktekan

fungsi lahan dalam konteks budaya masyarakat adat sebagaimana

disajikan pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11. Fungsi lahan menurut masyarakat adat (Erari, 1999)

No Komunitas Adat Pandangan atas Lahan

1. Kuri Pasai Rahim bagi sungai dan laut yang memberi kehidupan bagi manusia

2. Ngalun, Marind Ibu kandung manusia

3. Auwyu dan Mee Tempat Tinggal Nenek Moyang; memberi kekuatan hidup bagi manusia

4. Amugme Ibu : melahirkan, memberi makan, merawat dan mebesarkan; sebagai tempat tinggal arwah leluhur dan sumber kekuatan hidup keluarga

5. Komoro Sumber kehidupan manusia, memberi makan dan menyembuhkan penyakit

Sisitem kepemilikan hak seperti yang dimiliki masyarakat

adat merupakan alat legitimasi dan kekuatan hukum yang sangt

kuat bagi masyarakat sebagai berikut (Nugroho, 2003):

1. Hak komunal sulit untuk dipecah-pecah, baik karena dijual atau

pewarisan individual, sehingga keutuhannya dapat terjaga.

Apabila diberikan dalam bentuk hak individual (private

property), kemungkinan penjualan asset sangat besar, hal ini

akan sangat potensial menyebabkan masyarakat menjadi

landless society.

2. Masuknya pihak di luar komunitas baik yang bertujuan ingin

mengambil manfaat maupun hak akan segera terdeteksi oleh

anggota kelompok, sehingga gangguan terhadap sumberdaya

dapat diketahui secara dini.

3. Tingkat partisipasi masyarakat dalam mengamankan hutan

dapat dibangun, baik pengamanan dari perambahan maupun

dari kebakaran hutan serta gangguan-gangguan lainnya.

Page 66: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Gambaran Umun Keadaan Hutan dan Masyarakat di Papua 2-25

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

4. Dengan hak komunal para anggota kelompok dapat

memanfaatkan sumberdaya hutan, sehingga kesejahteraan

sosial dapat lebih ditingkatkan.

5. Ekses open access resources seperti mahalnya biaya eksklusi

dan ketidakmampuan pemerintah dalam menegakkan hukum

dan ketertiban, dapat dihindari.

Page 67: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Isu-Isu Strategis REDD+ di Papua Barat 3-1

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

ISU-ISU STRATEGIS REDD+ DI PAPUA BARAT

Masalah tata ruang provinsi Papua Barat hingga saat ini belum

terselesaikan ,sedangkan proses pembangunan terus berlansung terutama di

tingkat kabupaten dan kota. Pola dan struktur ruang antara RTRWP dan

RTRWK belum dapat dipaduserasikan sehingga terjadi ketidak serasian dalam

rencana pemanfaatan ruang pembangunan antara provinsi dan kabupaten/kota.

Permasalahan ini tentunya akan menjadi perdebatan panjang ketika akan

dilakukan pemaduseraian RTRWP dengan RTRWK. Apalagi RTRWP belum

dilegitimasi dengan peraturan daerah. Tentunya hal ini akan menjadi tantangan

berat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan REDD+. Permasalahan lain

di Provinsi Papua Barat adalah tata kelola kehutanan belum sepenuhnya

menerapkan prinsip manajemen hutan lestari yang sebenarnya. Pada tingkat

unit manajemen tapak sepertti IUPHHK, kepastian hukum kawasan lemah,

praktek pengelolaan hutan lestari.belum optimal dan pengakuan hak-hak

masyarakat belum terwujudkan. Berakar dari permasalahan tersebut maka isu-

isu strategis SRAP REDD+ Papua Barat yang teridentifikasi dideskripsikan

sebagai berikut:

1. Reformasi Perencanaan Pembangunan

Proses perencanaan pembangunan di Papua Barat mengacu pada

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang sebenarnya merupakan

turunan dari Rencana Pembangunan Jangka Pajang Nasional (RPJPN) dan

Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Implementasi RPJP dan

RPJM ditingkat SKPD dalam bentuk Rencana Kerja (Renja) mengalami

Bab 3

Page 68: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Isu-Isu Strategis REDD+ di Papua Barat 3-2

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

banyak kendala karena perencanaan program tidak berasal dari bawah

(buttom up planning) Artinya perencanaan tidak dimulai dari institusi yang

paling terendah. Dengan demikian ketika program implementasi ditingkat

tapak, angka partisipasi menjadi sangat rendah. Disisi lain proses

perencanaan yang berasal dari atas (Top Down Planning) tidak didukung

oleh suatu data yang akurat dan ini menunjukan suatu kesenjangan data dan

informasi yang tidak lengkap dikalangan pemerintah merencanakan dan

mengeksekusi setiap program pembangunan. Akibatnya berbagai program

pembangunan sering mengalami kegagalan atau sulit diimplementasikan

oleh pelaksana program.

2. Kebijakan Pembentukan Daerah Otonom Baru (Pemekaran Wilayah)

Pembentukan daerah otonom baru (pemekaran wilayah) baik pada

level kabupaten maupun provinsi adalah hal yang tidak mungkin dihindari jika

kebijakan dan perangkat hukum ke arah tersebut masih memungkinkan.

Adanya fakta disparitas pembangunan antara wilayah Indonesia Timur dan

Barat serta kenginan politik pemerintah daerah dalam semangat otonomi

khusus Papua Barat maka akan lahir daerah-daerah otonom baru untuk

menjawab tuntutan pemerataan hasil pembangunan dan kesejahteraan

masyarakat. Tentunya hal ini perlu mendapat pertimbangan dalam rencana

struktur dan pola ruang di Papua Barat. Pada sisi lain, akan terjadi tuntutan

kebutuhan ruang pembangunan baru yang tentunya meningkatkan

permintaan alih fungsi kawasan hutan di setiap kabupaten/kota.

3. Kebijakan Provinsi Konservasi

Kebijakan pemerintah daerah untuk menjadikan Papua Barat sebagai

provinsi konservasi kedua di Indonesia merupakan wujud implementasi

paradigma pembangunan yang patuh pada prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan. Tiga Kabupaten di Papua Barat secara voluntary telah

merencanakan untuk menjadi kabupaten konservasi yakni Kabupaten

Tambrauw dan Kabupaten Raja Ampat yang 80% wilayahnya merupakan

kawasan lindung dan konservasi, serta kabupaten Teluk Wondama sebagian

besar wilayah lautnya merupakan bagian dari Taman Nasional Teluk

Cenderawasih. Namun kebijakan ini masih sebatas pernyataan politik yang

masih perlu dilegitimasi melalui Peraturan Daerah atau Peraturan Gubernur

untuk menjadikan kebijakan tersebut sebagai komitmen yang memiliki

Page 69: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Isu-Isu Strategis REDD+ di Papua Barat 3-3

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

kekuatan hukum untuk diimplementasikan.

4. Rendahnya kontribusi SDM bidang kehutanan terhadap pelestarian hutan

Pemegang HPH sebagian besar bukan merupakan orang-orang yang

secara teknis memahami kehutanan. Mereka adalah trader dan bukan

producer sehingga berfokus pada penghasilan maksimum tanpa

mempertimbangkan kelestarian hutan dan persoalan sosial kemasyarakatan.

Kondisi ini diperparah dengan kurangnya tenaga-tenaga teknis kehutanan

yang bekerja secara permanen pada IUPHHK. Sebagian besar tenaga teknis

kehutanan yang bekerja di IUPHHK sebagai karyawan yang hanya sekedar

sebagai alat produksi sehingga tidak memberikan konstribusi nyata terhadap

kelestarian hutan. Sedangkan tenaga teknis kehutanan di pemerintahan

lebih mencurahkan perhatian pada pemberi izin, sedangkan upaya

pengawasan terhadap kepatuhan penerapan prinsip pengelolaan hutan

lestari tidak optimal.

5. Lemahnya Pelibatan Pemangku Kepentingan

Stakeholder bidang kehutanan memiliki penilaian yang berbeda

terhadap manfaat sumberdaya hutan yang dapat dikelola dengan stakeholder

bidang lainnya. Hal ini menyebabkan sering timbulnya egosentrisme dalam

upaya-upaya pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. Siapa

melakukan apa dan seberapa jauh kewenangannya merupakan kunci untuk

melihat peran masing-masing stakeholders. Konflik kepentingan atas

pemanfaatan hutan dan lahan menjadi sesuatu hal yang lazim dan sulit untuk

dikoordinasikan dan diintegrasikan, akibatnya masyarakat adat yang

seharusnya juga menjadi subyek, menjadi obyek termajinalisasi akibat

egosektoral pelaku pembangunan sektor berbasis lahan.

6. Akselerasi pembentukan organisasi dan operasional KPH

Target pembentukan 21 unit KPH di Papua Barat belum terealisasi.

KPH model yang ditetapkan juga masih belum berjalan sesuai fungsi yang

diharapkan karena masih terdapat konflik. Apabila unit pengelolaan hutan

berupa KHP ini dapat dibangun dengan proses tata batas yang jelas dan

pembagian ruang pengelolaan yang jelas akan menahan laju emisi karbon.

Dan apabila dalam proses pengorganisasian kawasan ini diintegrasikan

Page 70: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Isu-Isu Strategis REDD+ di Papua Barat 3-4

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

dengan pemetaan secara partisipatif untuk batas wilayah masyarakat hukum

adat, merupakan instrument untuk meningkatkan kepastian status hukum

kawasan dan sekaligus mengurangi konflik pemanfaatan ruang/lahan.

7. Ketidakpastian Hak Masyarakat Hukum Adat

Secara umum dipercaya bahwa Property rights (hak kepemilikan)

yang lebih baik–ekslusif, enforceable, transferable, akan mendorong investasi

(Besley, 1995; Deininger andjin, 2006) dan peningkatan efisiensi produksi

(pejovic, 1990). Dengan demikian hak kepemilikan akan mempengaruhi

perilaku dan kesempatan pihak yang memilikinya (Grafton et al, 2000). Timbul

pertanyaan dalam konteks pengelolaan sumberdaya hutan baik untuk sektor

kehutanan, perkebunan maupun pertambangan yaitu hak mengelola

sumberdaya menjadi milik siapa? Jawabanya adalah pemegang ijin konsesi

(HPH), perusahaan tambang, dan perusahaan perkebunan. Bagaimana

dengan masyarakat adat ? Masyarakat adat kehilangan hak dan hanya

melaksanakan kewajiban terhadap pemegang ijin konsesi. Bahkan kehilangan

kekuatan untuk akses dan kontrol terhadap sumberdaya sehingga tercakup

(enclave) dalam kawasan hutan yang secara de facto diakui sebagai “ibu

kandung” yang telah menopang sistem ekonomi, ekologi dan sosial budaya

bahkan religiusitas bagi kelangsungan hidupnya secara lintas generasi. Hal ini

menunjukan bahwa ada upaya sistematis untuk meniadakan hak masyarakat

hukum adat dalam praktek pemanfaatan sumberdaya alam. Akhirnya kondisi

ini menyebabkan terciptanya situasi konflik dan praktek pelanggaran menjadi

sesuatu yang wajar dan normal. Perburuan kayu dan perambahan hutan

menjadi sesuatu yang lazim dalam kehidupan masyarakat. Sehingga

membuka peluang masuknya pelaku opurtunis dan rent seeking untuk

melakukan praktek perburuan kayu dengan memanfaatkan kelemahan

masyarakat. Ironisnya praktek perburuan kayu justru kebanyakan dilakukan

pada areal bekas tebangan HPH yang telah ditinggalkan sebagai persediaan

tegakan (standing stock), bahkan masih ada yang dilakukan di wilayah

konsesi aktif.

Bukti lain ketidakpastian hak masyarakat adat adalah belum adanya

peraturan daerah (perdasus/perdasi, perda, pergub) di provinsi Papua Barat

yang terkait dengan wilayah masyarakat hukum adat dan hak-hak masyarakat

hukum adat atas sumberdaya alam yang dikeluarkan oleh pemerintah. Fakta

Page 71: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Isu-Isu Strategis REDD+ di Papua Barat 3-5

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

ini mengindikasikan bahwa belum adanya pengakuan pemerintah atas hak-

hak masyarakat hukum adat .

8. Implementasi paradigma pengelolaan hutan berbasis Masyarakat masyarakat

Legalitas pengelolaan hutan berbasis masyarakat sudah

diberlakukan, tetapi pemerintah di Papua Barat terkesan lamban dan atau

ragu-ragu untuk mengujicobakan konsep tersebut. Sampai saat ini belum

satupun pengelolaan berbasis masyarakat ini di implementasikan. Dukungan

dari lembaga swadaya masyarakat dan NGO internasional sudah banyak

diberikan termasuk dalam membangun kapasitas masyarakat tetapi dukungan

pemerintah terhadap kebijakan ini masih rendah. Skema pengbelolaan hutan

berbasis masyarakat yang menjadi program nasional seperti Hutan

Kemasyarakat (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Rakyat (HR) dan RHL belum

optimal dilaksanakan. Bahkan inisiatif yang dilakukan oleh NGO untuk

merealisasikan program tersebut tidak mendapat dukungan dari pemerintah

daerah, bahkan masyarakat adat sulit sekali untuk memperoleh izin untuk

menyelenggarakan program tersebut.

9. Tumpang Tindih Kawasan Hutan

Luas kawasan hutan di Papua Barat di luar areal penggunaan lain

(APL) adalah 9.361.076 hektar (BPKH Papua Barat, 2012). Di dalam

kawasan tersebut sekarang sedang beroperasi 23 IUPHHK, 26 perusahaan

tambang, mineral dan gas bumi, serta 12 perkebunan yang meliputi wilayah

seluas 13.116.415 hektar. Hal ini menunjukan bahwa minat investasi di luar

sektor kehutanan cukup tinggi dan memberikan dampak langsung terjadinya

tumpang tindih pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan seluas

3.755.339 hektar. Keadaan ini disatu sisi sebagai akibat pemberian ijin yang

ego sektoral dan sentralistik tetapi juga asimetrik informasi di antara

pemegang hak dan pemberi hak pengelolaan.

10. Lambatnya proses penetapan tata ruang

Akibat proses pemaduserasian yang belum dilakukan oleh tim

terpadu (timdu) Provinsi Papua Barat antgara RTRWP dengan RTRWK,

maka terjadi kesenjangan kebutuhan ruang untuk berbagai kepentingan

sektoral. Berdasarkan data sementara RTRWP perubahan fungsi kawasan

Page 72: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Isu-Isu Strategis REDD+ di Papua Barat 3-6

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

hutan menjadi areal penggunan lain (APL) di Papua Barat sampai tahun 2028

seluas 639.739 hektar. Hal ini menunjukan bahwa pemerintah Provinsi Papua

Barat berkomitmen untuk tetap mempertahankan 70% wilayahnya sebagai

kawasan hutan. Namun disisi lain berdasarkan data RTRW Kabupaten/kota

ternyata angka yang ditetapkan 2.012.273 hektar. Artinya ada selisih sebesar

1.372.534 hektar dari luas yang direncanakan. Sinkronisasi rencana

pemanfaatan ruang antara timdu dengan pemerintah kabupaten/kota perlu

secepatnya dilakukan secara baik dengan tetap memperhatikan asas-asas

desentralisasi. Memaksimalkan keterlibatan pemda kabupaten/kota dalam

proses penyusunan dan penetapan RTRWP merupakan hal penting yang

harus dilakukan. Sasarannya adalah untuk mendapatkan data dan informasi

terkini tentang rencana pembangunan daerah di kabupaten/kota, karena

kabupaten/kota telah menyelesaikan RTRW dan telah siap untuk diperdakan.

11. Kebijakan Pembatasan Penjualan Kayu Log Ke luar Papua Barat

Pemberlakuan kebijakan pelarangan eksport log keluar Papua Barat

(Pergub No 28 Tahun 2008) belum terlaksana secara baik. Dengan demikian

masih banyak IUPHHK yang tidak mendirikan industri di Papua Barat kecuali

IUHPPH yang integrasi vertikal. Hal ini juga harus menjadi bahan evaluasi

IUPHHK non value added. Izin Industri Kayu Rakyat (IKR) yang saat ini

menjadi satu-satunya izin yang diberikan kepada masyarakat adat untuk

mengakses pemanfaatan hasil hutan kayu belumlah menjawab permasalahan

keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan yang bernilai tambah,

bahkan cenderung berkontribusi terdadap dengradasi dan deforestasi.

12. Kawasan Konservasi Sebagai Cost Centre

Wilayah kabupaten/kota yang memiliki 50-80% kawasan konservasi

mengalami kendala biofisik dalam pemanfaatan ruang. Dengan demikian

segala upaya pembangunan harus memperhatikan tata ruang dan aturan

undang-undang yang membatasi, termasuk dalam pengelolaannya. Wilayah-

wilayah dengan kondisi biofisik demikian akan membebani pembiayaan

daerah maupun Negara karena dianggap belum mampu menghasikan

penerimaan bagi daerah. Sehingga diperlukan upaya untuk membalikan

keadaan dari cost centre menjadi benefit centre. Peningkatan nilai ekonomi

kawasan konservasi melalui usaha jasa lingkungan merupakan peluang untuk

Page 73: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Isu-Isu Strategis REDD+ di Papua Barat 3-7

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

membalikan kawasan konservasi dan cost centre menjadi benefit centre dan

sekaligus upaya untuk memberdayakan ekonomi masyarakat adat melalui

pola-pola pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam program-program

pembinaan dan pengembangan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar

kawasan.

13. Kebijakan perizinan investasi satu pintu

Untuk mengurangi konflik kewenangan dalam hal perizinan invenstasi

diperlukan suatu terobosan baru, yaitu kebijakan pelayanan perizinan

investasi satu pintu. Kebijakan ini akan dapat mengurangi tumpang tindih

kewenangan, perizinan dan sekaligus mengurangi birokrasi perizinan biaya

tinggi. Dengan mekanisme perizinan satu pintu ini, maka konflik kewenangan

dan ego sektoral dalam hal pengelolaan sumberdaya alam dalam suatu

wilayah diminimumkan dan sekaligus dapat meniadakan peluang-peluang

kolusi dan nepotisme dalam proses perizinan investasi.

14. Lemahnya Penguatan Ekonomi Masyarakat Adat

Sejak awal pembentukan HPH target utama yang ingin dicapai

adalah penerimaan negara dalam mengejar laju pertumbuhan ekonomi

bangsa, dan bukan penerimaan masyarakat (disposible income). Penerimaan

negara di sektor kehutanan seperti DR, PSDH, IHPH dan pungutan lainnya

sebenarnya tidak bersentuhan langsung dengan penguatan ekonomi

masyarakat lokal. Tingginya perhatian pemerintah terhadap penerimaan

negara menyebabkan pengabaian terhadap kesejahteraan rakyat. Sebagai

contoh masyarakat pemilik hak ulayat di Papua Barat menerima kompensasi

yang relatif masih sangat rendah rata-rata berkisar antara Rp. 50.000-100.000

per meter kubik kayu (SK Gubernur Papua No 184 Tahun 2004). Bahkan

beberapa program seperti HPH Bina Desa, Pembangunan Masyarakat Desa

Hutan (PMDH), hutan kemasyarakatan (HKm), Hutan desa, (HTR) ,

perhutanan sosial dinilai tidak berhasil.

Upaya perbaikan kualitas hidup masyarakat yang bermukim di sekitar

wilayah hutan dengan pemanfaatan produk kehutanan non kayu yang

menjadi kebijakan pemerintah provinsi juga tidak dapat dilaksanakan secara

baik, sehingga tidak dapat menciptakan alternatif insentif ekonomi masyarakat

dari pengelolaan hutan.

Page 74: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Isu-Isu Strategis REDD+ di Papua Barat 3-8

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

15. Evaluasi IUPHHK Non Value added

Evaluasi terhadap IUPHHK yang tidak memberikan nilai tambah

dapat menjadi instrumen kebijakan untuk tidak memberikan ijin perpanjangan

bagi IUPHHK yang akan habis masa konsesinya. Nilai tambah yang

dimaksudkan berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat

hukum adat serta penerimaan pemerintah daerah dan mampu

mempertahakan kelestarian fungsi dan manfaat dari sumberdaya hutan.

Salah satu instrument yang dapat digunakan adalah Sertifikasi PHPL dan

sertivikasi verifikasi legalitas kayu (SVLK).

Page 75: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Visi-Misi, Tujuan, Ruang Lingkup dan Nilai Manfaat REDD+ Provinsi Papua Barat 4-1

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

VISI-MISI, TUJUAN RUANG LINGKUP DAN NILAI MANFAAT REDD+ PROVINSI PAPUA BARAT

4.1. Visi dan Misi

Mengacu pada Visi - Misi Pembangunan Provinsi Papua dan Visi-Misi

Pembangunan Kehutanan Provinsi Papua Barat, maka rumusan Visi Strategi

REDD+ Provinsi Papua Barat sebagai berikut :

“SRAP-REDD+ Papua Barat sebagai pendukung utama mitigasi

pengurangan emisi karbon Nasional Sampai Tahun 2020”

Berdasarkan visi tersebut, maka misi yang harus dijalankan hingga tahun

2010 dirumuskan sebagai berikut :

1. Membangun komitmen stakeholder melalui legalisasi kelembagaan REDD+

Provinsi Papua Barat

2. Mengkaji dan mendorong rasionalisasi berbagai kebijakan dan peraturan

pengelolaan dan pemanfaatan hutan dan lahan kearah pengurangan

konversi hutan dan meningkatkan usaha rehabilitasi lahan kritis/lahan tidak

produktif.

3. Mewujudkan program pembangunan berbasis Tata Ruang yang efektif dan

sinergi antar sektor

4. Menciptakan paradigma dan etos kerja baru menuju perwujudan provinsi

konservasi dan pembangunan rendah karbon yang berkelanjutan

5. Mewujudkan partisipasi masyarakat secara spontan dengan prinsip

Persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan melalui sosialisasi

dan konsultasi publik secara intensif

6. Mendorong kepastian status hukum masyarakat adat atas kepemilikan

lahan dan pemanfaatan sumberdaya alam

Bab 4

Page 76: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Visi-Misi, Tujuan, Ruang Lingkup dan Nilai Manfaat REDD+ Provinsi Papua Barat 4-2

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

7. Mendorong legalitas mekanisme pembagian hasil atas pemanfaatan

sumberdaya alam secara merata dan berkeadilan bagi masyarakat hukum

adat.

.

4.2. Tujuan pelaksanaan REDD+ di Papua Barat 1

Tujuan implementasi Strategi dan Rencana Aksi di Provinsi Papua Barat

untuk :

1. Mengurangi degradasi dan deforestasi akibat konversi lahan hutan dan alih

fungsi kawasan hutan

2. Meningkatkan upaya-upaya rehabilitasi lahan kritis dan pengembangan hutan

tanaman rakyat

3. Mengembangkan ekonomi kerakyatan sektor kehutanan melalui usaha

pemanfaatan hasil hutan non kayu dan jasa hutan

4. Meningkatkan tata kelola dan kepengurusan hutan dan lahan melalui

implementasi pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

5. Mengintegrasikan RTRWP, RTRWK, wilayah masyarakat Hukum Adat dan

tata guna hutan

6. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam rangka adaptasi gejala

perubahan iklim, resiko bencana dan kerawanan pangan.

4.3. Ruang Lingkup SRAP- REDD+ Papua Barat

SRAP-REDD+ Papua Barat dirancang berdasarkan analisis yang utuh

terhadap pilihan kebijakan yang mengutamakan upaya-upaya meminimalisir

kegiatan-kegiatan yang menyebabkan peningkatan degradasi, deforestasi dan

penggunaan lahan lain serta mengoptimalkan upaya-upaya aksi yang dapat

mengefektifkan penurunan emisi dan peningkatan cadangan karbon hutan.

Pada sisi lain upaya-upaya aksi yang dilakukan harus memberikan manfaat yang

optimal. Dengan demikian strategi aksi yang dilakukan akan memberikan nilai

finansial yang efisien dan mampu mensejahterakan masyarakat lokal dan bernilai

tambah bagi kesestarian secara ekologis/lingkungan.

1 Tujuan ini sesuai dengan keputusan konferensi UNFCCC bahwa REDD+ harus mendorong konservasi hutan dan keanekaragaman hayati, meningkatkan nilai-nilai hutan dari jasa lingkungan, dan nilai-nilai sosial dan lingkungan lainnya (UNFCCC 2011, App I/2 (e)) serta mendukung adapatasi terhadap perubahan iklim (UNFCCC 2011 App I/1 (h))

Page 77: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Visi-Misi, Tujuan, Ruang Lingkup dan Nilai Manfaat REDD+ Provinsi Papua Barat 4-3

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

SRAP-REDD+ Papua barat sekalipun masih memerlukan revisi secara

periodik dan lebih diperinci secara operasional, namun bila dicermati secara

detail pada intinya adalah upaya redesain Tata Ruang Wilayah Pembangunan

dan Tata Kelola kehutanan. Dalam proses praperencanaan, perencanaan dan

pelaksanaan REDD+ Papua Barat perlu memperhatikan tiga unsur penting

sebagaimana direkomendasikan oleh CIFOR (2008), yaitu insentif atas

pembayaran imbalan sesuai kinerja dan berbagai perubahan kebijakan,

informasi yang dapat dipercaya yang dikeluarkan oleh pemerintah atas

perubahan nyata sumber cadangan karbon hutan yang telah dicapai untuk

memperhitungkan dana dari sumber-sumber internasional. Institusi atau

kelembagaan yang efektif dibutuhkan untuk mengelola informasi dan isentif

tersebut. Oleh karena itu cakupan lingkup strategi dan rencana aksi REDD+

Provinsi Papua Barat dirancang dengan cakupan lingkup sebagai berikut :

1. Penekanan secara relatif pada pembatasan kegiatan yang menyebabkan

degradasi hutan dan lahan, deforestasi dan meningkatkan aksi-aksi

peningkatan cadangan karbon hutan dan pengurangan emisi GRK dari

sektor kehutanan dan lahan.

2. Pembentukan kelembagaan dan regulasi yang efektif untuk mengawali

pelaksanaan program dan aksi-aksi mitigasi untuk pengendalian deforestasi,

degradasi dan rehabilitasi lahan serta penurunan emisi gas CO2.

3. Penyusunan program dan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan kritis, izin

konversi lahan, izin pemanfaatan hasil hutan kayu, izin pinjam pakai

kawasan yang lebih selektif sesuai dengan RTRWP dan tata guna hutan

Papua Barat

4. Merumuskan mekanisme pendanaan dan pembayaran insentif secara

merata dan berkeadilan baik di level internasional, nasional, regional dan

lokal.

5. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi secara berkala guna membangun data

base dan informasi yang akurat tentang pemanfaatan hutan, perubahan

penggunaan lahan dan emisi CO2

6. Menumbuhkan keberdayaan dan membangun partisipasi aktif masyarakat

dalam keseluruhan proses perencanaan dan pelaksanaan aksi-aksi REDD+

atau mitigasi penurunan emisi GRK dan atau adaptasi terhadap perubahan

iklim.

Page 78: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Visi-Misi, Tujuan, Ruang Lingkup dan Nilai Manfaat REDD+ Provinsi Papua Barat 4-4

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Secara spesifik lawas SRAP- REDD+ Papua Barat mencakup

keseluruhan program dan kegiatan yang berbasiskan lahan yang dilakukan oleh

SKPD terkait baik secara langsung maupun secara tidak langsung mampu

mengurangi emisi dan meningkatkan jumlah persediaan karbon. Program dan

Kegiatan serta tujuan kegiatan REDD+ menurut sumber emisi berbasis lahan

sebagai mana dideskripsikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Program dan kegiatan serta tujuan kegiatan REDD+ menurut sumber emisi berbasis lahan.

Sumber Emisi Program REDD+ Kegiatan REDD+ Tujuan REDD_+ Degradasi Luas Hutan/deforestasi

Pembatasan Konversi Hutan

� penataan batas fungsi hutan � Inventarisasi dan perhitungan

luas Hutan Produksi Konversi yang dapat/dapat dipertahankan sebagai hutan

� Penetapan Luas Hutan Produksi Konversi menjadi APL

� mencegah deforestasi berlebihan

� mengurangi laju degradasi luas hutan

� mempertahankan luas areal berhutan potensial

Optimalisasi Izin Pinjam Pakai Kawasan

� Efektifitas studi kelayakan teknis dan ekonomis

� Efektifitas studi kelayakan sosial dan lingkungan (AMDAL)

� menentukan luas areal efektif konsesi pertambangan

� Mengurangi luas wilayah konflik

� mengurangi kerusakan lingkungan

Degradasi hutan Penerapan Pengelolaan Hutan Lestari

� Mempercepat Pembangunan KPH

� Efektifkan penerapan RIL oleh IUPHHK

� Melaksanakan Sertifikasi PHPL dan SVLK

� Optimalisasi Reboisasi pada areal IUPHHK

� Mewujudkan pengelolaan hutan swerbaguna dan lestari

� Mengurangi pembukaan wilayah hutan berlebihan

� Memperkecil perubahan persediaan tegakan pada LOA

� Mengefektifkan pengawasan, pelaporan dan verifikasi hasil hutan kayu

Lahan kritis Rehabilitasi hutan dan Lahan

� Reboisasi Lahan Tidak produktif areal Putaran Sarad dan Areal TPN pada Blok RKT IUPHHK

� Rehabilitasi lahan kritis pada hulu DAS Prioritas

� Pengembangan Hutan Tanaman Rakyat pada DAS Prioritas

� Rehabilitasi Lahan kritis pada Hutan Lindung dengan pola Agroforestri

� Meningkatkan tutupan tajuk dan kepadatan pohon untuk serapan karbon

� Meningkatkan partisipasi masyarakat dan pengembangan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan

� Meningkatkan fungsi lindung dan nilai ekonomi hutan lindung

Areal Bekas Tambang Reklamasi Lahan Bekas Tambang

� Inventarisasi dan pemetaan lahan bekas tambang yang tidak produktif dan terbuka

� Penanaman tumbuhan berkayu atau tumbuhan penutup tanah pada lahan-lahan terbuka bekas tambang atau pada sumur-sumur Migas yang tidak produktif

� Menentukan luas areal bekas tambang yang tidak produktif

� Meningkatkan kepadatan tutupan lahan bekas tambang

� Meningkatkan serapan karbon pada areal pertambangan

Ruang Terbuka Perkotaan

Hutan Kota dan Ruang Terbuka Hijau Publik

� pembangunan Hutan Kota � pembangunan Taman Kota � Penanaman Turus Jalan � Penghijauan Halaman Publik

� Meningkatkan proporsi luas areal terbuka hijau publik

� Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang hijau sejuk

� Mengurangi emisi gas antropogenik di perkotaan

Page 79: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Visi-Misi, Tujuan, Ruang Lingkup dan Nilai Manfaat REDD+ Provinsi Papua Barat 4-5

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Berdasarkan uraian program dan kegiatan pada Tabel di atas tampak

bahwa ruang lingkup lokus dari rencana aksi REDD+ Provinsi Papua Barat

mencakup areal dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan2. Oleh karena

itu dalam pelaksanaan aksinya harus dilakukan berbasis RTRW Provinsi dan

RTRW Kabupaten/ Kota yang telah disikronisasi dengan tata guna hutan dan

wilayah masyarakat hukum adat.

Untuk mengimplementasikan program dan kegiatan tersebut, maka

semua SKPD baik ditingkat lokal, maupun kabupaten/kota wajib mengalokasikan

program dan kegiatan serta penganggarannya dalam perencanaan tahunan

sesuai dengan Tugas pokok dan fungsinya terutama SKPD yang bidang

kegiatannya berbasiskan hutan dan lahan serta potensial menimbulkan

deforestasi, degradasi hutan dan lahan.

4.4. Strategi Kebijakan SRAP-REDD+ Papua Barat

Strategi kebijakan SRAP-REDD+ Papua Barat sebagai pengarusutamaan

landasan operasional yang akan ditempuh untuk pencapaian tujuan yang

ditetapkan di rumuskan sebagai berikut :

a. Mendorong perubahan paradigma dan budaya kerja aparat pemerintah

1. Pembatasan deforestasi melalui rasionalisasi perubahan fungsi hutan

konversi ke hutan produksi terbatas,dan pembatasan izin konversi hutan

menjadi non hutan.

2. Mengefektifkan kegiatan perlindungan untuk pencegahan perambahan

hutan pada hutan lindung dan hutan konservasi untuk mempertahankan

dan meningkatkan potensi karbon tersimpan di hutan lindung dan

kawasan Konservasi

3. Penerapan Hight Conservation Value of Forest (HCVF) pada kegiatan

pembukaan lahan (land clearing) konversi, dan melarang pembakaran

dalam kegiatan pembersihan lahan.

4. Memperkuat peran serta masyarakat adat melalui program perhutanan

sosial, pengembagan usaha kehutanan produktif dan Program

Pengamanan Hutan

2 Bahwa REDD+ mencakup hutan di dalam maupun di luar kawasan hutan negara sesuai dengan strategi nasional REDD+ (draft Mei 8 2011) (GoI, 2011, hal 29)

Page 80: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Visi-Misi, Tujuan, Ruang Lingkup dan Nilai Manfaat REDD+ Provinsi Papua Barat 4-6

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

5. Membangun sistem kelembagaan kolaboratif dan MRV untuk mengawal

kebijakan dan implementasi pengelolaan serta pemanfaatan hutan dan

lahan di Papua Barat.

b. Mendorong klarifikasi status hak wilayah masyarakat hukum adat dalam kawasan hutan

1. Meningkatkan peran aktif masyarakat melalui perencanaan, pengelolaan

sampai pemantauan pemanfaatan hutan Papua Barat

2. Mengupayakan pemetaan partisipatif wilayah masyarakat hukum adat

dan mengintegrasikan dalam RTRWP/RTRWK Papua Barat

3. Penguatan posisi tawar masyarakat melalui legitimasi pengakuan

terhadap hak-hak masyarakast adat atas sumberdaya tanah dan hutan

(sumberdaya alam) melalui penerbitan Perdasus, Perdasi, dan atau

Perda dan Perkam.

c. Mendorong implementasi pengelolaan hutan lestari oleh masyarakat adat

1. Meningkatkan pola-pola kemitraan dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan melalui skema Hutan Kamasyarakat (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dan Usaha Jasa Hutan (Kepariwisataan Alam)

2. Mengupayakan adanya perjajian hukum yang mengikat antara masyarakat, investor dan pemerintah dalam pemanfaatan hutan dan lahan

3. Membangun sistem penyelesaian sengketa yang disepakati dan diakui oleh masyarakat adat, pemerintah dan pihak swasta melalui penerbitan surat perjanjian kerjasama yang dilegalisasi oleh Notaris.

d. Mengimplementasikan prinsip pengelolaan hutan Lestari dalam tata kelola hutan

1. Optimalisasi pengelolaan Hutan berkelanjutan melalui pembangunan

kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

2. Efektifitas Penerapan Reduced Impact Logging (RIL), Penerapan SILIN,

Sertifikasi PHPL, dan SVLK bagi pemegang IUPHHK.

3. Meningkatkan kinerja tenaga teknis kehutanan (Wasganis dan Ganis)

dalam pengawasan teknis pengelolaan hutan oleh pemegang izin

(investor).

Page 81: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Visi-Misi, Tujuan, Ruang Lingkup dan Nilai Manfaat REDD+ Provinsi Papua Barat 4-7

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Strategi kebijakan tersebut diimplementasikan secara bertahap dan

terintegrasi dalam bingkai RTRWP/RTRWK yang telah disinkronisasikan dengan

Tata Guna Hutan dan Wilayah Masyarakat Hukum adat. Komitmen kebijakan

Pemerintah daerah melalui penerbitan regulasi daerah dan dukungan perubahan

pola piker dan pola tindak SKPD menjadi pra syarat dan kondisi pemungkin

yang harus terbangun terlebih dahulu melalui serangkaian kegiatan pra kondisi

dalam strtategi ini.

4.5. Nilai Manfaat SRAP-REDD+ Papua Barat

Secara umum dampak (outcome) dari SRAP-REDD+ Papua Barat adalah

perwujudan pembangunan rendah karbon melalui pelaksanaan program dan

kegiatan yang mampu mengurangi tingkat emisi karbon yang dihasilkan dan

peningkatan serapan karbon pada hutan dan lahan terdegradasi. Dengan

demikian maka nilai manfaat dari implementasi SRAP-REDD+ atau mitigasi

sektor kehutanan dinilai berdasarkan total peningkatan serapan karbon atau

persentase penurunan nilai emisi karbon yang dihasilkan oleh setiap program

dan kegiatan mitigasi yang dilakukan.

Nilai peningkatan serapan karbon atau stok karbon yang dihasilkan

persatuan luas dalam periode kegiatan mitigasi di kalikan dengan harga karbon

pada saat pengukuran dapat diperoleh nilai uang yang dihasilkan sebagai akibat

pelaksanaan program dan kegiatan mitigasi yang dilakukan. Dampak akhir yang

lebih penting dari nilai SRAP-REDD+ adalah bahwa pembangunan yang

dilakukan dapat mengurangi emisi GRK yang berimplikasi pada minimalisasi

dampak perubahan iklim. Pada sisi lain, dapat diperoleh manfaat ekonomi dan

ekologis secara berkelanjutan, serta dapat melegitimasi hak-hak masyarakat

hukum adat atas ruang hidupnya.

Sebagai ilustrasi nilai manfaat dari beberapa kegiatan aksi mitigasi untuk

REDD+ yang diadaptasi dari beberapa hasil penelitian yang dirangkum oleh Boer

(….) seperti disajikan pada Tabel 4.2.

Page 82: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Visi-Misi, Tujuan, Ruang Lingkup dan Nilai Manfaat REDD+ Provinsi Papua Barat 4-8

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 4.2. Potensi, biaya mitigasi, dan keuntukan aksi Mitigasi REDD+ di sektor kehutanan

Jenis mitigasi Potensi mitigasi (tC/ha)

Biaya mitigasi per siklus hidup

($/tC)

Keuntungan (NPV of benefit,

$/tC) Konservasi dan Pengelolaan Hutan Perlindungan hutan 55 - 220 1.18 -0,52 Reduced Impact Logging 49 0,07 -0,01 Pengayaan 70 0,25 -0,19

Peningkatan Nilai Reforestasi tanpa panenan

- Spesies tumbuh cepat

- Spesis Tumbuh lambat

49-101 94-336

0,85-13,13 0,48-2,34

(-6,89)-(-0,81) (-0,16)-(-0,04)

Reforestasi dengan panenan - Rotasi pendek - Rotasi panjang

56-122

134-334

3,87-33,20 1,04-5,70

2,0-6.57

(-0,14)-(2,99) Agroforestri 94 4.44 2,02 Subtitusi bahan baker fosil Bioelectricity (Biofoel) 50-185 20,81 5,26-6,75

Sumber : Berdasarkan hasil studi Adi, et al., 1999; Boer, et al., 1999; Fuat, 2000; Boer, 2001.

Hasil analisis yang disajikan di atas hanya mempertimbangkan kayu

sebagai satu-satunya hasil hutan, sementara hasil hutan non kayu, seperti rotan,

obat-obatan, madu dan lain-lain tidak diperhitungkan. Di samping itu, biaya

mitigasi di atas juga tidak memperhitungkan biaya untuk monitoring dan verifikasi

karbon. Biaya verifikasi dan monitoring merupakan komponen biaya yang cukup

besar yang harus dikeluarkan untuk proyek-proyek karbon kehutanan, dan biaya

ini disebut juga sebagai biaya transaksi. Biaya transaksi lain yang perlu

dipertimbangkan dalam proyek karbon CDM ialah biaya negosiasi, biaya untuk

pengurusan persetujuan proyek, biaya asuransi, biaya keamanan proyek dan

biaya kompensasi untuk mencari dana bilateral bagi pelaksanaan proyek (Dudek,

et al., 1996). Dalam proyek karbon kehutanan, dengan dimasukkannya biaya

transaksi, maka kemungkinan biaya mitigasi menjadi sangat tinggi (La Rovere,

1998). Oleh karena itu, kajian tentang dampak dimasukkannya biaya transaksi

terhadap biaya-biaya mitigasi sangat diperlukan.

Atas dasar analisis aksi mitigasi sektor kehutanan di atas, maka

implementasi SRAP-REDD+ Papua Barat benar–benar haruslah dilakukan

secara selektif dengan membatasi kegiatan-kegiatan yang menyebabkan

peningkatan degradasi dan deforestasi. Karena Biaya yang dibutuhkan untuk

mempertahankan stok karbon dalam hutan dan meningkatkan serapan karbon

dari hutan terdegradasi dan lahan terbuka (deforestasi) sangat tinggi.

Page 83: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-1

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

PILAR-PILAR SPESIFIK SRAP-REDD+ PROVINSI PAPUA BARAT

A. Pilar-Pilar Spesifik REDD+ di Papua Barat

Pilar-pilar spesifik untuk pembangunan rendah karbon melalui SRAP-

REDD+ di Papua Barat, dapat diilustrasikan pada Gambar berikut :

Gambar 5.1. Pilar-pilar spesifik SRAP-REDD+ di Papua Barat

Pembangunan Rendah Karbon Provinsi Papua Barat melalui SRAP-

REDD+ Provinsi Papua Barat dirancang bagaikan mewujudkan sebuah rumah

layak huni dan serasi dengan lingkungan. Karena itu harus dirancang dengan

Bab 5

Komitmen politik dan perubahan paradigma

berpikir untuk kepentingan pengelolaan

Membangun kapasitas seluruh stakeholder Kerangka legal kebijakan dan peraturan

Ren

cana

dan

loku

s im

ple

mnta

si

RED

D b

erbas

is r

uan

g

Pen

yiap

an in

stitusi

Sis

tem

pem

anta

uan

, pel

apora

n

dan

eva

luas

i ber

bas

is tin

gka

t

Hak

ata

s la

han

, keb

utu

han

hid

up,

dan

man

faat

ata

s R

ED

D+

Pem

ban

gun s

yste

m p

endan

aan

tingka

t lo

cal d

an d

istr

ibusi

Pen

gel

ola

an h

uta

n ren

dah

kar

bon (PH

PL,

RIL

, VLK

, Silv

ikultur in

tensi

f)

Pem

ber

day

aan d

an a

rbitra

si

huku

m

Par

tisi

pas

i, hak

men

erim

a at

au

men

ola

k, d

an k

eter

buka

an

Page 84: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-2

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

fondasi yang kuat, kerangka yang sesuai dan atap yang baik. Desain dan bahan

bangunan seluruhnya diupayakan bersumber dari budaya dan sumberdaya alam

Papua Barat.

1. Partisipasi, Hak menyetujui/menolak dan Keterbukaan Informasi.

Program dan Kegiatan REDD+ Papua Barat dilaksanakan dengan

menganut prinsip partisipasi aktif masyarakat mulai tahap perencanaan sampai

pada tahap pelaksanaan. Aspirasi masyarakat lokal yang potensial terkena

dampak penyelenggaraan program dan kegiatan harus menjadi pertimbangan

utama dalam memutuskan setiap program dan kegiatan REDD+ yang akan

dilaksanakan di tingkat tapak. Masyarakat lokal juga harus dipersiapkan melalui

sosialisasi intensif pada setiap awal melalui pemberian informasi yang lengkap,

jujur dan tepat. Masyarakat diberikan hak sepenuhnya menilai dan tanpa

paksaan untuk memutuskan apakah akan menyetujui atau menolak setiap usulan

program dan kegiatan yang akan dilakukan. Seluruh elemen masyarakat tanpa

membeda-bedakan status, strata sosial, gender, etnik dan ras. Semua dapat

berpartisipasi untuk mengetahui dan memutuskan tentang rencana aksi REDD+

yang akan dilaksanakan di wilayahnya. Sehingga apapun rencana program dan

kegiatan dan budaya serta strategi yang akan dijalankan tidak bertentangan

dengan aspirasi dan budaya masyarakat setempat. Bantuan pembinaan harus

dilakukan secara merata agar semua elemen masyarakat terutama masyarakat

lokal yang terkena dampak langsung dari program dan kegiatan dapat

diberdayakan dan berpartisipasi aktif.

Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan

(PADIATAPA, atau Free Prior Informed Consent, FPIC) menetapkan bahwa

persetujuan, jika diberikan, adalah tanpa penipuan atau pemaksaan, dan harus

diberikan seawal mungkin sebelum program dan kegiatan REDD+ Papua Barat

di jalankan dan informasi yang diberikan harus bersifat terbuka dan disampaikan

secara merata. Dengan prinsip demikian masyarakat akan secara aktif berperan

dalam memutuskan setiap program dan kegiatan yang diusulkan.

Saat ini, pratek-pratek keterbukaan informasi dan PADIATAPA belum

banyak dilakukan, sekalipun berbagai peraturan perundang-undangan telah

mengamanatkan bahwa keterbukaan informasi dan keterlibatan masyarakat

merupakan hak setiap warga Negara Indonesia . Hal ini dimungkinkan karena

sosialisasi setiap kebijakan, peraturan yang dikeluarkan pemerintah belum

Page 85: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-3

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

disosialisasi secara intensif, sumber informasi tersebar diberbagai institusi,

sehingga publik sulit mengaksesnya. Pada sisi lain, PADIATAPA sendiri belum

banyak diketahui oleh masyarakat dan perusahaan, bahkan pemerintah sendiri.

Di Provinsi Papua Barat proses PADIATAPA telah dikembangkan dan

diperkenalkan oleh beberapa LSM (NGO) dalam mendampingi masyarakat

dalam rangka memperkuat posisi tawar masyarakat adat yang terkena dampak

program investasi skala besar.

Demikian halnya dengan proses partisipasi, selama ini partisipasi

diartikan secara sempit dengan keterlibatan masyarakat dalam ketenagakerjaan

pada kegiatan pembangunan atau kegiatan perusahaan. Partisipasi dalam arti

luas adalah proses pemberdayaan melalui pelibatan secara aktif dalam

keseluruhan proses mulai dari persiapan, pelaksanaan sampai pada evaluasi

dan monitoring setiap program. Partisipasi demikian juga telah diterapkan oleh

LSM/NGO dalam mediasi beberapa wilayah di Papua Barat.

Dalam SRAP-REDD+ Provinsi Papua Barat pendekatan PADIATAPA

menjadi pilar spesifik yang harus dibangun sejak awal melalui perencanaan

partisipatif dan sosialisasi intensif Program dan kegiatan yang akan

dilakisanakan. Langka implementasi terkait dengan program dan kegiatan

REDD+ Papua barat adalah :

a. Melakukan kajian dan mengidentifikasi semua kebijakan dan peraturan

terkait pengelolaan sumberdaya hutan dan lahan di Papua Barat

b. Mengumpulkan semua data (atribut dan spasial) terkait dengan pemanfaatan

hutan dan penggunaan lahan di Papua Barat

c. Mengidentifikasi kelompok masyarakat hukum adat dan mengumpulkan data

(atribut dan spasial) termasuk sistem penguasaan hutan dan lahan adat

masyarakat di Papua barat.

d. Membangun pusat data dan informasi pengelolaan sumberdaya hutan dan

lahan di Papua Barat (Kehutanan, pertambangan dan energi , pertanian,

Peternakan, perkebunan, pekerjaan umum, perindustrian dan pemumikan)

yang mudah diakses oleh publik

e. Menerbitkan regulasi yang mewajibkan PADIATAPA sebagai bagian dari

proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan berbasis lahan dan

sumberdaya alam di Papua Barat.

f. Melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada tokoh masyarakat, LSM,

Page 86: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-4

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Pemerintah dan Pihak Swasta Tentang keterbukaan informasi dan

penerapan PADIATAPA

g. Membangun sistem pengaduan dan arbitrase dalam menangani

permasalahan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan (proyek

dan investasi sumberdaya alam dan lahan).

Keterbukaan informasi dan PADIATAPA telah dijadikan salah satu pilar

spesifik yang menjadi kewajiban bagi setiap pemrakarsa program dan kegiatan

aksi REDD+ di Papua Barat, maka diperlukan pedoman teknis pelaksanaannya

melalui Peraturan Gubernur. Dalam Peraturan tersebut perlu pula ditetapkan

lembaga atau institusi yang diberi kewenangan untuk melakukan pemantauan

dan verifikasi atas pelaksanaan PADIATAPA yang dilakukan oleh pemrakarsa

Program dan kegiataan REDD+ di Papua Barat serta lembaga atau institusi yang

diberikan kewenangan menangani keluhan dan penyelesaian konflik hukum.

2. Hak Atas Lahan, Kebutuhan Hidup dan Manfaat REDD+

a. Hak Atas Lahan dan Penghidupan Masyarakat

Hak penguasaan atas lahan mencakup obyek dan subyek hak atas tanah

dan sumberdaya alam, termasuk di dalamnya hak kepemilikan, hak pakai baik

secara resmi atas ijin maupun tidak resmi atas penyerahan adat menjadi

spesifikasi yang harus dipertimbangkan dalam SRAP-REDD+ Papua Barat.

Penguasaan tanah dan lahan hutan secara komunal menurut hukum adat pada

prinsipnya diakui oleh pemerintah provinsi Papua Barat sebagai hak primer,

namun regulasi formal di tingkat daerah (Perdasus/perdasi) belum diterbitkan.

Bila pemerintah daerah mengakui hak primer atas penguasaan tanah dan lahan

hutan adat, maka masyarakat adatpun yang menguasai wilayah hukum adatnya

berhak atas karbon tersimpan dalam tanah dan hutan wilayah adatnya. Pada sisi

lain tanah dan lahan yang dikuasai secara adat belum dipetakan,

didokumentasikan dan diregristrasikan sehingga sulit untuk mewujudkan

pengakuan dan perlindungan pihak luar.

Kejelasan status penguasaan tanah dan hutan secara adat oleh

masyarakat hukum adat adalah salah satu prasyarat mutlak dalam implementasi

SRAP-REDD+ yang efektif dan efisien. Pemetaan partisipatif dan perencanaan

ruang pembangunan daerah yang telah memasukkan wilayah pemukiman

masyarakat di tingkat kampung merupakan salah satu bentuk langkah strategis

untuk memastikan status hak atas tanah dan lahan hutan sebagai sebuah

Page 87: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-5

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

jaminan kepastian hukum hak masyarakat dalam kerangka peraturan daerah.

Pengakuan pemerintah atas penguasaan lahan dan hutan secara adat telah

termuat dalam Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang Otonomi

khusus, namun pengakuan ini belum dapat diimplementasikan secara nyata

karena perdasus/perdasi dan atau perda yang mengatur secara khusus terkait

hak-hak masyarakat adat atas sumberdaya alam termasuk tanah dan hutan

beserta isinya belum diterbitkan. Sehingga tidak ada ruang bagi masyarakat

adat untuk berpartisipasi aktif secara penuh dalam proses pembangunan di

daerah termasuk pembangunan kehutanan secara lokal, sehingga masyarakat

adat sulit memperoleh akses ekonomi akibat pemanfaatan sumberdaya hutan di

wilayah adat yang dikuasainya.

Masyarakat adat pemilik tanah dan hutan sebenarnya memiliki hak untuk

menolak program REDD+ di wilayah hukum adatnya sebelum ada persetujuan

dan perjanjian legal serta sebelum mengetahui seluruh dampak potesial yang

ditimbulkan oleh program REDD+. Perjanjian dan persetujuan atas lahan dan

hutan yang akan menjadi site REDD+ harus bersesuaian dengan peta

kepemilikan lahan adat masyarakat hukum adat yang telah disahkan oleh

pemerintah daerah. Surat perjanjian dibuat oleh dan ditandatangani dihadapan

notaris.

Masyarakat adat di Papua Barat sangat menghormati hak atas

sumberdaya alam, karena secara budaya tanah dan hutan merupakan rumah,

dapur, ibu bahkan identitas budaya masyarakat Papua Barat sehingga

pelaksanaan REDD+ di Papua Barat harus memperhatikan nilai-nilai budaya dan

kearifan yang berlaku di masyarakat.

Pelaksanaan REDD+ di Papua Barat harus dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat adat dengan (a) mengurangi deforestasi dan

menjamin akses terhadap sumberdaya hutan; (b) menawarkan peluang ikut serta

dalam usaha atau sebagai penyedia jasa atau tenaga kerja; (c) menghargai

kepermilikan secara formal atau adat, dan membayar nilai yang layak atas

penggunaan tanah tersebut untuk proyek REDD+; (d) memberikan tambahan

manfaat ekonomi dan sosial kepada masyarakat.

Masyarakat Papua Barat merupakan kelompok masyarakat yang

sebagian besar penghidupannya bergantung pada pemanfaatan sumberdaya

hutan dan lahan. Untuk kepermilikan lahan, diakui bahwa seluruh tanah Papua

Page 88: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-6

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Barat telah terbagi berdasarkan kepemilikan suku-suku tertentu yang didalamnya

ada marga-marga pemilik wilayah adat. Setiap suku atau marga di Papua Barat

mengenal dan mengakui sistem pengakuan kepemilikannya masing-masing.

Sedikit sekali tanah yang bersertifikat, dan yang bersertifikat sebagian besar

adalah tanah yang dipindah tangankan kepada pihak bukan asli Papua Barat

yang membeli dari pemilik adat. Lahan masyarakat adat yang secara langsung

dijual oleh pemilik adat luasannya sangat kecil dan tanah-tanah sertifikasi BPN

seluruhnya adalah APL dan merupakan tanah-tanah milik yang dipindah

tangankan. Tanah-tanah tersebut umumnya untuk pembangunan rumah.

Sedangkan lahan berhutan yang dipindah tangan tidak langsung melalui

pelepasan hak yang dilakukan oleh pemerintah dengan pemberian HGU atau Izin

Pinjam Pakai sangat luas umumnya merupakan areal konsesi izin pemanfaatan

dan penggunaan lahan yang dilakukan oleh pemerintah. Masyarakat adat tidak

memiliki posisi tawar yang kuat bila lahan adatnya atau hutan adatnya akan

dipindah tangankan melalui pelepasan hak adat, karena pemerintah

menganggap bahwa seluruh lahan masyarakat adat adalah lahan Negara atau

seluruh hutan adat adalah kawasan hutan Negara. Hal ini akan menjadi faktor

penghambat dalam implementasi program REDD+ di Papua Barat. Faktor ini

hanya dapat diminimalisir melalui pemetaan partisipatif dan pengakuan yang

sungguh terhadap hak–hak masyarakat adat oleh pemerintah dan investor.

Bagi masyarakat adat Papua Barat, peran hutan cukup besar terhadap

penghidupan masyarakat baik sebagai sumber bahan pangan, juga nilai sosial

dan religius. Hasil hutan berupa bahan makanan, merupakan sumber

pencukupan hidup sehari-hari (subsisten), disamping hasil hutan kayu dan bukan

kayu menjadi sumber pendapatan tunai keluarga yang sangat penting untuk

pencukupan hidup yang tidak dapat dihasilkan dari lahan dan hutan. Tingkat

ketergantungan dan interaksi masyarakat Papua Barat terhadap sumberdaya

hutan cukup beragam bergantung pada kekayaan sumberdaya alamnya dan

aksesibilitas wilayah terhadap pusat perkotaan dan pasar interaksinya dengan

masyarakat luar dan kehadiran investasi. Karena itu keberadaan masyarakat

adat di Papua Barat dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu masyarakat

adat yang telah terkontaminasi dengan budaya luar dan masyarakat adat yang

masih teguh memegang nilai-nilai adat atas tanah dan lahan hutan. Pendekatan

dua golongan ini harus dibedakan dalam rangka sosialisasi dan negosiasi

implementasi program dan kegiatan REDD+.

Page 89: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-7

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

b. Pembagian Manfaat Atas REDD+

Insentif implementasi program REDD+ Papua Barat dapat berupa

kompensasi atas kerugian sebagai akibat dari pelaksanaan REDD+, termasuk

hilang peluang masa depan untuk memanfaatkan hutan dan lahan. Insentif lain

berupa penghargaan (reward) atas jasa/tenaga yang diberikan dalam rangka

pelaksanaan REDD+. Pihak pemilik tanah dan hutan secara adat berhak

menolak keberadaan REDD+ wilayah adatnya atau dapat menyetujui secara

sukarela bahwa REDD+ dilaksanakan di wilayah adatnya. Oleh karena hak

tersebut, pemberian lahan dan hutan untuk digunakan untuk proyek REDD+

adalah jasa yang harus dihargai. Penentuan nilai insentif dilakukan secara

transparan atas kesepakatan tertulis antara pemilik lahan dan hutan adat dengan

pemrakarsa atau pelaksana program. Dalam perjanjian tertulis tersebut harus

tercantum jumlah, jadwal dan mekanisme pembayaran, nama penerima, hak dan

kewajiban serta resiko akibat perubahan atas kesepakatan antara kedua belah

pihak. Negosiasi dan mekanisme pembayaran harus melibatkan lembaga adat

dan seluruh anggota pemilik hak dan tidak menimbulkan konflik. Pembayaran

dilakukan dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh semua stakeholder dan

disaksikan oleh perwakilan pemerintah, masyarakat adat pemilik hak dan

perwakilan lembaga adat masyarakat hukum adat bersangkutan.

Belum ada regulasi dan standar serta mekanisme baku pembayaran

insentif terkait implementasi aksi REDD+ di tingkat nasional dan daerah yang

dapat menjadi acuan. Terkait dengan sistem pembayaran insentif (kompensasi)

kepada masyarakat pemegang hak atas lahan dan hutan di provinsi Papua

Barat sebagai akibat pengalihan hak pemanfataan dan atau HGU lahan

masyarakat adat baik oleh pemerintah ataupun pihak ke tiga dapat mengacu

pada dua pengalaman berikut sebagai pembelanjaran:

a. Penetapan besar pembayaran berdasarkan potensi volume kayu yang dapat

diproduksi. Pembayaran minimal telah ditetapkan (Rp ** /m3, SK Gubernur

No. 50 Tahun 2001 tentang standar pemberian kompensasi bagi masyarakat

atas kayu yang dipungut pada areal ulayat di Provinsi Papua) tergantung

pada jenis kayu yang diproduksi. Namun informasi dari masyarakat

menunjukkan bahwa ada dugaan terjadi penipuan (volume kayu yang diambil

lebih besar daripada volume kayu yang dibayarkan kompensasinya). Nilai

kompensasi pun tidak seluruhnya dalam bentuk uang tunai sebagian dalam

Page 90: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-8

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

bentuk bahan dan peralatan. Sistem pembayarannya pun dilakukan secara

perorangan dan tertutup, pembayaran kepada anggota dilakukan oleh kepala

marga. Karena itu sering terjadi konflik baik antar individu dalam marga,

antar marga karena pembagiannya yang tidak merata. Sering pula terjadi

kesalahan terhadap yang berhak menerima kompensasi. Kesalahan ini

terjadi akibat batas wilayah adat yang tidak jelas. Perjanjian pembayaran

pun tidak dibuatkan secara tertulis dan bukti-bukti pembayarannyapun tidak

terdokumentasi dengan baik sehingga konflik terus terjadi.

b. Pembayaran kompensasi atas 'pelepasan adat' atau klaim terhadap tanah

tertentu. Pembayaran seperti ini biasanya hanya dilakukan sekali untuk

pelepasan tanah untuk periode tertentu. Kadangkala jumlah yang dibayarkan

cukup besar. Dalam beberapa kasus, proses negosiasi, cara pembagian dan

proses pembayaran tidak transparan dan menimbulkan konflik. Pembayaran

untuk pelepasan biasanya dilakukan berdasarkan penandatangganan

perjanjian oleh semua pihak yang berhak atas tanah secara adat.

Pembayaran kompensasi ini pun terus menimbulkan konflik di masyarakat.

Pada awal negosiasi masyarakat adat pemilik hak atas tanah sering merasa

terintimidasi oleh oknum aktor baik dari pemerintah maupun pihak swasta

serta oknum berasal dari masyarakat adat itu sendiri. Tanggung jawab sosial

yang dijanjikan oleh investor pada negosiasi awal sering tidak dimasukan

dalam surat perjajian atau persetujuan pelepasan hak atas tanah dan sering

janji tersebut tidak dipenuhi oleh pihak investor sehingga setelah perusahan

membayar eroperasi atau berproduksi. Fakta menunjukkan bahwa sering

muncul aksi kolektif (pemalangan) yang dilakukan oleh masyarakat guna

menuntut penambahan pembayaran uang kompensasi karena merasa

dibohongi dan diintimidasi pada saat negosiasi awal.

Kedua contoh di atas belum dapat dijadikan acuan untuk mengatur sistem

pembagian dari manfaat dan sistem pembayaran yang adil dan merata dari hasil

pelaksanaan REDD+ di Papua Barat. Metode perhitungan, standar dan kriteria

ukuran yang digunakan, termasuk kriteria obyek dan subyek hak yang perlu

dikompensasi belum jelas.

Untuk itu perlu diterbitkan Perda/Pergub. Yang mengatur standar dan

kriteria penetapan nilai insentif dan sistem pembayaran kepada para pihak yang

berhak mendapakan pembagian hasil dari kegiatan REDD+ di Papua Barat.

Kegiatan yang harus dilakukan dalam rangka perumusan sistem registrasi

Page 91: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-9

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

perjanjian pembayaran insentif atau pembagian keuntungan dari aksi REDD+

serta mekanime penyelesaian konflik atas pelanggaran terhadap perjajian

sebagai berikut :

a. Identifikasi para pihak yang berhak menerima pembayaran, berupa (a)

pihak yang mengalami kerugian langsung sebagai akibat dari adanya

upaya REDD+; (b) pihak yang kehilangan peluang sebagai akibat dari

adanya aksi REDD+; (c) pihak yang berhak menerima pembayaran sebagai

pemegang hak adat atas tanah atau hutan yang terkena dampak dari

kegiatan REDD+.

b. Membuat draft perjanjian dengan pihak yang berhak menerima

pembayaran. Perjanjian akan menjelaskan (a) jumlah/nilai yang akan

dibayarkan, serta dasar perhitungan; (b) cara pembayaran, termasuk

tahapan/jadwal; (c) persyaratan atau kewajiban kedua belah pihak dalam;

(d) faktor yang bisa mempengaruhi jumlah yang dibayarkan, serta

bagaimana perjanjian bisa diubah; (e) penyelesaian perselisihan; (f)

terminasi perjanjian; (g) waktu mulai dan masa berlakunya perjanjian

c. Legitimasi draft perjajian kepada parapihak dan mengajukannya untuk

dilegalisasi pemerintah

d. Surat perjanjian didokumentasikan dan disimpan oleh para pihak yang

berkepentingan dan dijadikan dasar untuk pembayaran.

e. Dokumen-dokumen bukti pembayaran didokumentasikan dan diarsipkan

oleh masing-masing para pihak

f. Perlu dilakukan audit oleh lembaga independen dan dipublikasikan ke

publik.

Atas dasar penguasaan lahan, penghidupan masyarakat adat dan

distribusi manfaat atas REDD+ yang diuraikan di atas maka pilar spesifik yang

harus dibangun dalam implementasi REDD+ Papua Barat adalah:

a. Pemetaan partisipatif wilayah penguasaan masyarakat hukum adat sebagai

dasar pengakuan dan legitimasi hak atas tanah dan sumberdaya hutan

b. Mengidentifikasi sumber-sumber penghidupan masyarakat adat dan kearifan

lokal atas perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya tanah dan hutan

sebagai dasar perumusan kebijakan dan program REDD+

c. Mengakui dan melegalisasi wilayah masyarakat hukum adat yang sudah

dipetakan

Page 92: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-10

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

d. Memfasilitasi pembagian manfaat yang adil dan merata kepada masyarakat

berdasarkan hak adat atas lahan dan hutan

e. Pemerintah membangun kesepakatan penyelesaian konflik penggunaan

lahan berbasis peta wilayah adat yang telah dilegitimasi.

3. Sistem Kelembagaan REDD+ Papua Barat

Kelembagaan REDD+ Papua Barat dibangun untuk memastikan bahwa

SRAP-REDD+ dan implementasinya berjalan sesuai strategi, rencana aksi,

prinsip-prinsip dan tujuan yang telah disepakati dan ditetapkan bersama. Sistem

kelembagaan yang dibagun memiliki tugas dan fungsi pokok :

a. Menyediakan informasi terkait wilayah dan peluang pengelolaan REDD+

di Papua Barat

b. Menyusun juknis MRV/REL Papua Barat

c. Menetapkan kriteria dan indikator kelayakan proyek REDD+ dan

memberi rekomendasi perizinan pemanfaatan dan penggunaan lahan dan

hutan dengan skema REDD+

d. Memantau pelaksanaan proyek REDD+, termasuk kewajiban

keterbukaan informasi dan PADIATAPA, keterlibatan masyarakat dan

pembagian manfaat.

Kelembagaan REDD+ di Papua Barat harus dipadukan dengan

perkembangan kelembagaan REDD+ ditingkat nasional, sehingga terjadi

keselarasan dan sinergitas kewenangan atara kelembagaan pusat dan daerah.

Dalam struktur pemerintahan Papua Barat saat ini telah ada beberapa

Kelembagaan atau institusi daerah yang secara strategis dan teknis telah

mengambil peran dalam mempersiapkan implementasi kebijakan pembangunan

ekonomi rendah karbon – termasuk REDD+ Papua Barat dan Provinsi

Konservasi. Institusi daerah tingkat provinsi yang tupoksinya terkait dengan

bidang pengembangan ekonomi berbasis lahan adalah Bappeda Provinsi Papua

Barat, Bappedalda Provinsi Papua Barat, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua

Barat, Dinas perhubungan Provinsi Papua Barat, Dinas Pertambangan dan

Energi Provinsi Papua Barat, Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan

Pangan Provinsi Papua Barat , Dinas Perindustrian, Koperasi dan Perdagangan

Provinsi Papua Barat dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua

Barat.

Page 93: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-11

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Pemerintah daerah juga telah membentuk Satuan Tugas Pembangunan

Ekonomi Rendah Karbon Provinsi Papua Barat sebagaimana tertuang dalam

Strategi Daerah. Satuan Tugas ini mengambil fungsi koordinasi di fase

preparednes. Sekretariat dari Satuan Tugas ini di kantor Bappeda Provinsi

Papua Barat dikoordinir langsung oleh Kepala Bappeda Provinsi Papua Barat.

Satuan tugas ini terbagi menjadi 4 kelompok kerja (working group) berdasarkan

fungsi dan tugas yang dibutuhkan di daerah. Salah satu working group yang

secara langsung bertanggung jawab untuk urusan REDD+ adalah Kelompok

kerja (Pokja) mitigasi sektor kehutanan dan lahan yang diketuai oleh kepala

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat. Selain itu di Provinsi

Papua Barat telah dibentuk sebuat Tim independen semacam Satuan Tugas

(Task Force) yang berfungsi untuk mengawal dan mendorong percepatan

pelaksanaan program Pembangunan Ekonomi Rendah Karbon Provinsi Papua

Barat. Satuan tugas ini secara formal belum dilegitimasi oleh pemerintah karena

dalam pembentukannya merupakan inisiatif perwakilan LSM, Akademisi dan

SKPD terkait.

Sistem Kelembagaan REDD+ Papua Barat yang diusulkan untuk

dibangun adalah sistem kelembagaan yang akan mampu menjamin terwujudnya

visi, misi yang diemban dan tujuan yang ditetapkan serta memberikan dampak

nyata terhadap pengurangan emisi Karbon dan optimalisasi nilai manfaat secara

berkelanjutan. Untuk itu unsur-unsur kelembagaan haruslah bersesuaian dengan

cakupan ruang lingkup bidang kegiatan dari REDD+. Atas pertimbangan ini

maka kelembagaan yang diusulkan berbentuk Badan yang berfungsi

mengkoordinir semua bidang Tugas dan Fungsi Pokok seluruh SKPD dan

Lembaga Non Pemerintah yang terkait dengan bidang pembangunan ekonomi

berbasis lahan yang potensial penyebab degradasi dan deforestasi serta

penurunan emisi dan peningkatan serapan/stok karbon. Lembaga ini sebaiknya

non struktural berbentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah yang diberikan tugas

khusus.

4. Pendanaan Untuk REDD+ Papua Barat

Pendanan REDD+ Barat berasal dari berbagai sumber, beragam

penggunaan dan tata kelola keuagan multipihak. Oleh karena itu diperlukan

intrumen pendanaan yang dapat mengakomodir keberagaman tersebut.

Instrumen yang dimaksud haruslah menganut prinsip :

Page 94: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-12

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

a. Mendukung pengembangan berbagai program dan kegiatan REDD+

sesuai dengan potensi reduksi emisi bidang pembangunan ekonomi

berbasis lahan terutama kegiatan kehutanan dan lahan

b. Menyediakan mekanisme penyaluran dana yang memungkinkan calon

donor dan investor tertarik mendanai program REDD+ Papua Barat.

c. Mendorong pemanfaatan dana yang efisien dan distribusi manfaat yang

adil dari pengembangan program dan REDD+ Papua

d. Memastikan ketiga unsur tersebut menjadi kerangka dasar dalam

pengamanan dana REDD+ yang diperoleh dari berbagai sumber untuk

kepentingan sosial dan lingkungan hidup

Berdasarkan pembentukan instrumen pendanaan tersebut maka strategi

spesifik pendanaan REDD+ Papua Barat adalah :

a. Mengelola dana REDD+ Papua Barat secara independen, professional,

dan kredibel dengan standar kerangka pengamanan dan angkutabilitas

yang diterima secara global.

b. Memobilisasi dana dari berbagai sumber publik dan swasta di dalam dan

luar negeri melalui skema fund raising secara sistematis, terprogram, dan

profesional.

c. Menyiapkan mekanisme penyaluran dana untuk menukung seluruh

kegiatan, termasuk dana operasional lembaga, biaya investasi,

pengembangan input tapak dan pendanaan penyiapan pra kondisi (kondisi

pemungkin), biaya kinerja pemerintah/LSM/Lembaga yang terlibat, biaya

kinerja pelaksana program dan kegiatan REDD+ yang telah diverifikasi,

biaya insentif kepatuhan dalam implementasi RTRWP/K, biaya

peningkatan kapasitas SDM dan lain-lain

d. Membangun mekanisme pertanggunggugatan (accountability) yang

memungkinkan intrumen berjalan tranparan melalui audit keuangan dari

lembaga audit independent internasional secara berkala

5. Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV) REDD+.

MRV adalah rangkaian kegiatan pengukuran (measurement), pelaporan

(reporting) dan verifikasi (verification) capaian penurunan emisi, pemeliharaan

dan peningkatan cadangan GRK dari kegiatan/proyek/program REDD+ secara

berkala di tingkat daerah. Hasil dari proses MRV adalah dasar pembayaran atas

Page 95: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-13

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

output/kinerja dari Instrumen Pendanaan REDD+ Papua Barat kepada pelaksana

kegiatan/proyek/program. Pembentukan Institusi MRV difasilitasi oleh Lembaga

REDD+. Institusi MRV dibangun untuk mengembangkan kebijakan, standar,

serta mekanisme kerja MRV yang sesuai dengan keputusan-keputusan

UNFCCC untuk disahkan oleh Lembaga REDD+ Nasional maupun daerah serta

mengkordinasikan kegiatan MRV. Institusi MRV beroperasi secara independen di

bawah koordinasi Lembaga REDD+ Provinsi Papua Barat.. Prinsip dari MRV

REDD+ Papua Barat haruslah menjamin :

a. Metodologi pengukuran yang konsisten dari waktu ke waktu pada seluruh

lokasi kegiatan REDD+ dan penetapan tingkat emisi rujukan sesuai REL.

b. Kelengkapan informasi mencakup cadangan persediaan karbon di semua

komponen baik di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah (akar)

serta nekromasa, serasah dan humus/gambut)

c. Ketelitian data untuk efektifitas penurunan emisi CO2

d. Hasil dan metodologi pengukuran penurunan emisi yang dilaporkan secara

terbuka dan dijamin sebagai informasi publik oleh Lembaga MRV.

e. Hasil pengukuran dapat diperbandingkan antar waktu untuk program yang

sama atau antar tampak kegiatan yang sama tipologinya di Papua Barat

f. Lembaga disertivikasi dan diakreditasi sesuai dengan persyaratan tingkat

emisi tertentu.

Atas prinsip tersebut maka lembaga MRV REDD+ Papua Barat merupakan

bagian dari manajemen kelembagaan REDD+, Namun bersifat independent

dalam melaksanakan tugasnya. Sekalipun demikian Lembagta REDD+ Papua

Barat memiliki kewenangan yang kuat untuk mengendalikan pelaksanaan

institusi MRV untuk menjamin efektifitas, transparansi dan akuntabilitas dari hasil

pelaksanaan program dan kegiatan REDD+ Papua Barat.

6. Tata Ruang dan Lokasi REDD+ Papua Barat.

Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota menjadi basis dalam

implementasi program REDD+ Papua Barat. Kepastian ruang dan lokasi

implementasi aksi REDD+ Papua Barat harus bersesuaian dengan tujuan yang

diharapkan. Oleh karena itu dalam RTRWP/RTRWK telah mencadangkan

wilayah-wilayah potensial sebagai calon lokasi REDD+. Ruang-ruang yang

dicadangkan untuk pembangunan aktifitas terkait dengan REDD+ harus

dipastikan terbebas dari konflik ruang dengan aktifitas teknis lain. Pemerintah

Page 96: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-14

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

sebagai pengendali ruang pembangunan perlu secara jelas menetapkan rencana

peruntukan ruang untuk mendukung setiap aktifitas pembangunan rendah

karbon termasuk aktifitas REED+. Ruang untuk lokasi REDD+ harus benar-

benar berada pada dan bersesuaian dengan status dan fungsi serta

peruntukannya. Karena RTRWP/RTRWK menjadi instrumen legalitas status dan

fungsi ruang, alokasi peruntukan serta jaminan pengelolaan jangka panjang.

RTRW Provinsi Papua Barat telah mendapatkan rekomendasi dari Tim

Terpadu (TIMDU) kementerian Kehutanan untuk melihat implikasi dari

Permintaan alih fungsi kawasan hutan. Usulan tentang perubahan fungsi hutan

secara singkat disajikan pada Table 5.1.

Tabel 5.1. Usulan tentang perubahan fungsi hutan di Papua Barat

No. Perubahan Fungsi Peruntukan Hutan Luas (ha)

1 HK-APL 54.336

2 HL-APL 83.006

3 HP- APL 352.269

4 HPK-APL 350.128

Total 639.739

Sumber : BPKH Wilayah XVII Manokwari, 2012.

Pemerintah provinsi Papua Barat berkomitmen yang tertcermin dalam

RTRWP 2008-2008 untuk mempertahankan 70% dari total kawasan untuk

dipertahankan sebagai kawasan hutan. Dan hanya sekitar 30% yang akan

dialokasikan untuk dikonversi menjadi peruntukan lain.

Berdasarkan RTRWP tersebut maka pemerintah daerah dan seluruh

SKPD Provinsi dan Kabupaten/kota berkomitmen dan patuh terhadap peruntukan

ruang yang telah ditetapkan dan dalam merencanakan lokasi kegiatan

pembangunan harus benar-benar sesuai alokasi peruntukan ruang tersebut.

Pemerintah daerah juga perlu mengalokasikan peruntukan ruang untuk REDD+

melalui koordinasi perencanaan antar SKPD terkait sehingga tidak terjadi

tumpang tindih dalam penerapan lokasi. Jika memungkinkan batas-batas wilayah

penguasaan masyarakat hukum adat terintegrasi dalam pertimbangan alokasi

ruang REDD+ tersebut. Dengan demikian tumpang tindih peruntukan kawasan

dan wilayah konflik peruntukan ruang dapat diminimalisasi.

Delineasi dan digitasi batas-batas alokasi ruang lokasi REDD+ disetiap

peruntukan ruang kemudian dioverlay dengan fungsi hutan dan batas wilayah

Page 97: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-15

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

masyarakat adat untuk memastikan bahwa lokasi REDD+ bebas dari izin hak

lainnya. Peta hasil deliniasi dan digitasi ini akan menjadi dokumen peta dasar

bagi pelaksanaan kegiatan REDD+ di lapangan dan peta panduan bagi kegiatan

MRV terutama untuk mengidentifikasi kriteria dan indikator kelayakan lokasi

REDD+.

Pilar spesifik yang harus dilaksanakan dalam SRAP-REDD+ Papua Barat

adalah:

a. Melaksanaan penataan batas dan pemetaan partisipatif kembali pada

wilayah yang diusulkan menjadi wilayah implementasi proyek REDD+

b. Melakukan registrasi ke Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah

(BKPRD) atau instansi terkait yang mengurusi tata batas untuk

pemanfaatan ruang.

c. Pemerintah daerah melakukan monitoring dan evaluasi per periode waktu

tertentu yang disepakati bersama untuk memastikan bahwa aktifitas

dilapangan dilaksanakan sesuai dengan pengusulannya. Monitoring

dilakukan dengan menggunakan citra satelit dan ground check.

7. Pengelolaan Hutan Dengan Prinsip Rendah Karbon

Manajemen hutan lestari merupakan konsep pengelolaan hutan lestari

yang menjalankan fungsi ekologis dan fungsi ekonomis hutan dengan pelibatan

masyarakat didalamnya. Saat ini SFM sukses dalam pelaksanaanya di bidang

bisnis, yakni sebagai usaha untuk menunjukkan pelaksanaan bisnis yang sesuai

kaidah lestari seperti penerapan teknologi Reduced Impact Logging (RIL) di

perusahaan IUPHHK. Akibatnya, konsep SFM bagi masyarakat hutan belum

terkenal dan masih harus terus berjuang untuk membuktikan keberhasilan

konsep ini. Menurut Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) konsep REDD+ saat ini

harusnya mendahulukan SFM dalam pelaksanaan kegiatan. SFM harusnya

adalah payung dari REDD+.1. Pendekatan lain dari kegiatan SFM adalah

penerapan sertifikasi PHPL dan SVLK untuk menjamin pelaksanaan pengelolaan

hutan lestari. Keseluruhan kegiatan tersebut adalah untuk menjamin bahwa

kegiatan pemanfaatan hutan tidak menyebabkan terjadinya proses perubahan

1 http://blog.cifor.org/3406/manajemen-hutan-lestari-sfm-social-forestry-dan-redd/

Page 98: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-16

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

kepadatan hutan yang berlebihan, pengundulan hutan dan peningkatan lahan

kritis dalam kawasan hutan.

Konsep pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) juga menjadi

salah satu model penataan kembali tata kelola kehutanan yang lebih dapat

menjamin prinsip-prinsip pengelolaan hutan. Kehutanan Papua Barat memiliki

21 unit Register KPH yang tersebar disembilan Kabupaten. Berdasarkan SK

Menhut 701/MENHUT-II/2010, tanggal 20 DESEMBER 2010, salah satu unit

KPH yang dikembangkan menjadi KPH Model untuk Provinsi Papua Barat adalah

KPH Register II Sorong. Pengembangan model KPH menjadi satu kerangka

ruang yang dapat menjadi lokasi untuk program REDD+ apabila proses

pembangunannya dapat dilaksanakan terutama proses tata batas dan penataan

unit manajemen dalam areal KPH. Terkait dengan keterlibatan masyarakat

penyelenggaraan tata kelola kehutanan di Provinsi Papua Barat telah

dikembangkan beberapa skema perhutanan sosial, yaitu melalui program Hutan

Tanaman Rakyat, Hutan Desa dan hutan Kemasyarakatan. Program-program

tersebut dapat diintegrasikan dalam program REDD+. Namun beberapa

program kehutanan sosial yang diinisiasi oleh LSM dalam kerangka

pengembangan ekonomi kerakyatan sektor kehutanan belum mendapat

dukungan sepenuhnya oleh pemerintah. Program-program kehutanan seperti

RHL, dan pengembangan usaha kehutanan produktif masih belum berjalan

optimal.

Pilar spesifik yang dapat dikembangkan dalam program REDD+ Papua

Barat adalah mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan Program

dan kegiatan harus melibatkan masyarakat adat secara aktif sebagai bagian

pemberdayaan dan pengembangan kapasitas masyarakat di dalam dan sekitar

hutan. Masyarakat adat sebagai pemilik hak atas lahan hutan di Provinsi Papua

merupakan salah satu para pihak utama yang harus berperan aktif dalam

mengambil mkebijakan dan keputusan implementasi program REDD+ Papua

Barat. Strategi yang harus dikembangkan adalah bahwa pengembangan REDD+

Papua Barat wajib melibatkan dan membangun kapasitas masyarakat terutama

masyarakat pemilik hak atas lahan hutan.

Page 99: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-17

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Perambahan hutan 26%

Pencurian kayu 23%

Tata batas/ pembatasan

akses 36% Alih fungsi 3%

Kerusakan lingkungan/ hutan 12%

8. Penegakan Hukum Dan Arbitrase Dalam Pengelolaan Hutan Rendah Karbon.

a. Konflik Kehutanan di Indonesia dan Papua.

Salah satu masalah dalam pengelolaan hutan di Papua adalah tingginya konflik

pengelolaan hutan di lapangan. Konflik baik yang bersifat perdata sampai yang

berujung pada tindakan pidana masih menjadi bayang-bayang buruk yang

memberikan teguran kritis pada usaha-usaha pengelolaan hutan lestari. Analisis

nasional tentang konflik di sektor kehutanan tahun 1997 – 2003 ditemukan

bahwa ada 359 kasus konflik yang berhasil dicatat, 39% diantaranya terjadi di

areal HTI, 34% di kawasan konservasi (termasuk hutan lindung dan taman

nasional) dan 27% di areal

HPH. Catatan ini juga

memberikan informasi bahwa

bagian-bagian dengan

tingginya konflik kehutanan

ini antara lain tata batas

hutan yang tidak jelas, alih

fungsi kawasan hutan yang

tidak rasional, konflik hak-

hak tanah ulayat yang oleh

pemerintah dikategorikan sebagai perambahan hutan oleh masyarakat,

pencurian kayu dan lemah kontrol serta kerusakan lingkungan akibat eksplotasi

hutan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan usaha rehabilitasi atau

reklamasi2. Salah satu penyebab dari munculnya konflik-konflik ini adalah karena

lemahnya penegakan hukum dan ketidakkosistenan aturan lintas sektoral. UU

kehutanan 41/99 dan turunannya belum mampu menjawab dinamika

pengelolaan hutan di Daerah3.

Untuk konteks Papua, kurangnya usaha-usaha klarifikasi dan pengakuan

legalitas kepemilikan wilayah adat masyarakat yang berimplikasi pada lemahnya

posisi tawar masyarakat secara hukum. Ketidakpastiaan hukum positif tersebut

secara sadar tidak harmonis dengan hukum adat yang pegang oleh sebagian

2 `Yuliana Cahya Wulan, dkk. 2004. Analisis konflik Kehutanan 1997 – 2003. Dipublikasi oleh

CIFOR. 3 http://www.kaltimpost.web.id

Page 100: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-18

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

besar masyarakat di Papua4. International Crisis Group5 dalam penitiaannya

menyebutkan bahwa perebutan tanah dan hak atas sumberdaya alam

merupakan aspek kunci dalam konflik di Papua. Ketidakadilan dalam

pengelolaan sumberdaya alam berdasarkan peraturan pemerintah Nasional telah

berperan sangat besar dalam konflik tersebut. Negara kerap memberi konsesi

kepada perusahaan pengelola sumberdaya dengan mengabaikan hak-hak adat

masyarakat Papua pribumi.

b. Analisis Penyebab Konflik kehutanan

Akar masalah dalam pengelolaan lahan dan hutan di Papua adalah:6

� Tidak adanya kepastian hukum penguasaan (tenurial security) tanah-

tanah adat /SDA/wilayah kelola masyarakat

� UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang mendudukan masyarakat

sebagai objek hutan dan tidak secara tegas memberikan ruang

pengakuan keberdaan masyarakat dan haknya atas sumber daya alam.

Serta cenderung memposisikan masyarakat sebagai perambah hutan

yang mengganggu batas dan investasi pengelolaan hutan.

� Pemberian izin/hak oleh pejabat publik(menteri kehutanan, menteri

ESDM, Kepala BPN, Gubernur dan Bupati) yang memasukkan

tanah/wilayah kelola/SDA kepunyaan masyarakat adat/lokal ke dalam

konsesi badan-badan usaha raksasa dalam bidang produksi, ekstraksi,

maupun konservasi.

� Penggunaan kekerasan, manipulasi, dan penipuan dalam pengadaan

tanah skala besar untuk proyek-proyek pembangunan, usaha-usaha

raksasa dalam bidang produksi, ekstraksi, konservasi.

� Lemahnya penegakan hukum terhadap perusahan-perusahaan dan

okum-oknum pemerintah yang tidak disiplin di Papua dalam membangun

sistem yang tidak transparan dan melegalkan yang ilegal. Sebagai contoh

beberapa perusahaan perkebunan yang kecenderungannya mengambil

kayu komersil lalu pergi begitu saja dan tidak membangun perkebunan.

Lemahnya penegakan hukum dalam penyelesaian berbagai

permasalahan yang terjadi antara masyarakat sekitar hutan dan

perusahaan akan mengakibatkan konflik-konflik baru terjadi. Hal ini sering

4 Lindon Pangkaly, 2006. Potret Hutan Papua. 5 ICG, 2002. Sumber daya alam dan konflik di Papua. ICG Asia Reports No 39. Jakarta. 6 Noer Fauzi Rachman. 2012. Dari konflik Agraria menuju reforma Agraria. Bahan presentasi.

Page 101: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-19

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

dijadikan pihak ketiga seperti cukong-cukong kayu untuk memanfaatkan

konflik tersebut demi kepentingannya. Maraknya penebangan liar

merupakan wujud ketidakharmonisan pemerintah/aparat keamanan,

perusahaan dan masyarakat sekitar hutan.

� Instrumen hukum yang ada belum menunjukkan hasil yang maksimal

dalam pemberantasan korupsi. Korupsi tidak hanya merugikan keuangan

negara semata, akan tetapi telah melanggar hak asasi manusia dalam

bidang sosial dan ekonomi.

c. Membangun mekanisme penyelesaian sengketa (arbitrase)

Harus diakui bahwa kecenderungan konflik lahan dan sumber daya alam

akan semakin besar dengan peningkatan Investasi dari sektor lahan dan hutan di

daerah apabila semua pihak masih tidak peduli untuk menjawab akar

permasalahan konflik di Tanah Papua. Membangun sebuah sistem penyelesaian

konflik dan penegakan hukum yang berkeadilan menjadi sebuah kebutuhan di

Papua karena selama ini dinilai sangat lemah. Lahan dan sumber daya alam

didalamnya menjadi objek bagi penguasa-penguasa yang kebal hukum untuk

memperkaya diri sendiri. Korupsi masih menjadi masalah yang tidak kalah

bersaing dengan masalah lain dengan predikat ‘Disclaimer” dari BPK7 dan

beberapa kasus korupsi pejabat yang sampai sekarang kecenderungannya tidak

secara tegas di tindak memberikan bukti nyata bahwa kebutuhan untuk

membangun instrument hukum yang tegas dan bertanggung jawab menjadi

mimpi besar yang harus di wujudkan.

Khusus untuk penyelesaian sengketa, sudah banyak contoh kasus

pemanfaatan sumber daya alam di Papua yang sengketanya diselesaikan

dengan cara kriminalitas. Hal ini muncul karena tidak ada mekanisme

penyelesaian sengkata (arbitrase) yang disepakati oleh pihak-pihak yang

berkepentingnan dalam menyelesaikan konflik secara damai. Kecenderungan

yang ada para aktor memakai jalan kriminalitas, bahkan beberapa kasus

pengusaha besar kecenderungan menggungakan pendekatan keamanan untuk

mengamankan konflik, dimana sebagian diantaranya berujung pada pelanggaran

hak asasi manusia. Lembaga-lembaga kunci di daerah yang diharapkan bisa

mengambil peran arbiter belum menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana

yang diamanatkan dalam undang-undang. Lagi-lagi korupsi dan suap-menyuap 7 BPK : Badan Pemeriksa Keuangan

Page 102: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-20

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

dengan berbagai kepentingan masih menjadi masalah yang menyebabkan

semakin lemahnya peran lembaga-lembaga arbiter ini. Ditatanan masyarakat pun

terjadi hal yang sama. Muncul berbagai lembaga yang mengatasnamakan adat

dan masyarakat untuk tujuan politis dan jembatani kesepakatan-kesepakatan

pengelolaan dan pemanfaatan hutan dan lahan di wilayahnya. Tetapi pada

pelaksanaannya hanyak kepentingan-kepentingan tertentu saja yang diakomodir

dan menghiraukan kepentingan masyarakat yang mereka wakili sehinga

memunculkan konflik panjang di masyasrakat.

Desain mekanisme dan instrument hukum arbitrase diharapkan ditopang

dengan 3 pilar dari negara yang berdasar hukum : 1) lembaga atau penegak

hukum yang berwibawa dan dapat diandalkan, 2) peraturan hukum yang jelas

dan sistematis tidak saling overlapping, dan 3) kesadaran hukum masyarakat

yang tinggi. Dengan dasar pemikiran tersebut, makan mewujudkan penegakan

hukum dan penyelesaian sengketa yang berkeadilan secara efektif bisa

digambarkan sebagai berikut8:

Merevitalisasi dan meningkatkan koordinasi lembaga peradilan baik

peradilan dan penegak hukum negara maupun peradilan adat menjadi langkah

awal dalam mewujudkan penegakan hukum dalam pengelolaan hutan di Papua

Barat. menyiapkan kerangka legal bagi pengakuan atas hak dan membangun

system “reward dan punishment” dalam pengelolaan hutan diharapkan mampu

merubah cara pandang masyarakat secara meluas dalam rangka penegakan

hukum dan penyelesaian sengketa yang berkeadilan untuk mendorong

pengelolaan hutan dan lahan secara berkelanjutan di Papua Barat. Penegakan

hukum dalam pengelolaan hukum sedianya diberlakukan dengan 8Nurul hakim, 2002. Efektivitas pelaksanaan sistem arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa dalam hubungannya dengan lembaga peradilan.

Page 103: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-21

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

mengitegrasikan prinsip yuridis, sosiologis dan fisolofis hukum itu sendikit

sehingga aspek ‘menyelesaikan’ masalah bisa berjalan degan adil dan

memberikan ‘reward dan punishment’ secara tegas kepada pelanggar dan

pelaksana hukum itu.

Arbitrasi memberikan ruang bagi semua pihak untuk duduk bersama

tanpa paksaan dan tanpa tekanan membangun kesepakatan-kesepakatan

hukum yang bersifat mengikat ‘punish dan reward’nya. Sehingga semua pihak

mengerti dan menghormati kewajiban dan konsekuensi dari pelaksanaan aturan

hukum dan pelanggaran dari aturan tersebut.

d. Penegakan hukum dan Penyelesaian Sengketa dalam REDD+

REDD sebagai sebuah skema baru pengelolaan hutan dan lahan yang

dikembangkan dari tata hutan dan lahan sebelumnya mensyarakat pra kondisi

yang harus bisa diwujudkan oleh negara-negara berhutan untuk diberikan

kompensasi. Pra kondisi tersebut diantaranya sistem pengelolaan hutan yang

transparent, partifipatif dan accountable dan dilengkapi dengan mekanisme

monitoring dan verifikasi yang bisa diaudit public. REDD juga memperhatikan isu

sengketa lahan dan hutan. Dimana dalam negosiasi international muncul istilah

‘safeguard’ yang mengarah pada pengertian ‘jaminan’. Yang ditekankan adalah

jaminan ‘sosial atau social safeguard dan jaminan keberlanjutan lingkungan atau

environmental safeguard’. Artinya bahwa aspek penegakan hukum dalam dalam

mengontrol jaminan tersebut harus tersedia.

Sebagaimana investasi pada pembangunan seperti yang ada sekarang

dimana kontrak kerja atau kesepakatan ijin dan kesepakatan lain dibangun

dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak, REDD pun akan

mengikuti pola yang sama berdasarkan aturan yang berlaku di negara. Hanya

saja, ada penekanan pada proses partisipasi dan perjanjian ‘hak dan kewajiban’

dari pihak yang berinvestasi disini. REDD juga mensyarakat di sediakannya surat

kesepakatan penyelesaian sengketa (arbitrasi) yang akan dipegang bersama dua

pihak yang bersepakat sebagai kekuatan hukum yang mengikat untuk

memastikan bahwa setiap pihak memiliki kewajiban untuk menghormati hak dan

kewajiban masing-masing dan menyepakati bentuk ‘punish dan reward’ dari

kegiatan yang dilakukan.

Lembaga arbiter pemerintah dan lembaga arbiter adat yang ada perlu di

revitalisasi untuk secara kolaboratif bekerjasama menjembatani kesepakatan

Page 104: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-22

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

yang terbangun. Menjadi pengawas dan menjadi penengah ketika kedua belah

pihak melanggar kesepakatan yang terbangun. Apabila sengketa yang terjadi

berupa tindak pidana maka, arbiter akan memberikannya langsung kepada

lembaga penegak hukum yang berwajib dalam hal ini Kepolisian. Arbiter

diarahkan untuk menjadi satu unit koordinasi dibawah lembaga REDD yang akan

memberikan ruang bagi semua kelompok peradilan seperti Jaksa, Hakim,

Kepolisian, Notaris dan lembaga arbiter lain bersama dengan lembaga adat dan

lembaga hukum international mengawal implementasi REDD di Papua Barat.

Dalam pengertian REDD yang efektif dimana mekanisme pembagian

manfaat dan pengakuan hak atas karbon menjadi kunci dan dikemas dengan

sistem monitoring dan verifikasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh sebab

itu korupsi dan pelanggaran hukum dalam pengelolaan hutan menjadi perhatian.

Mengemas sistem di daerah yang ‘trustable’ dengan transparansi pelaporan dan

pembagian manfaat finansial yang didapat serta mekanisme tegas terhadap

pelanggaran hukum menjadi kunci. “trus fund” diharapkan muncul sebagai unit

dalam lembaga REDD daerah yang ‘public audits’ untuk menyediakan jaminan

hukum dalam berinvestasi dalam memastikan manfaat yang terdistribusi secara

adil.

B. Analisis Parapihak Dalam Implementasi REDD+ di Papua Barat.

1. Pihak-Pihak yang Berkepentingan REDD+

Identifikasi dan analisis parapihak yang berkepentingan REDD+ di Papua

Barat dilakukan untuk mengetahui siapa saja yang terlibat, sejauh mana peran

dan kekuasaan yang dimiliki oleh masing-masing pihak terkait dengan

implementasi program REDD+ Papua Barat. Pendekatan yang digunakan untuk

identifikasi dan analisis adalah Analisis Kwadran9. Berdasarkan pendekatan ini

maka pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi REDD+ di provinsi Papua

Barat diklasifikasikan menjadi empat berdasarkan kepentingan dan kewenangan

sebagai berikut :

9 Analisis stakeholder dengan menggunakan analisis kwadran dilakukan untuk mengenali peran kunci yang dimainkan oleh pemangku kepentingan dalam rangka mengimplementasikan sebuah program. Tujuan dari analisis ini adalah mengetahui kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan. Dari sini akan terlihat siapa yang paling perlu diakomodasikan dalam rangka perencanaan dan implementasi program. Bahan bacaan terkait analisis ini adalah Reed, et.all (2009)

Page 105: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-23

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

1. Kwadran 1 pihak yang memiliki kepentingan tinggi dan kewenangan rendah

2. Kwadran 2 pihak yang memiliki kepentingan tinggi dan kewenangan tinggi

3. Kwadran 3 pihak yang memiliki kepentingan rendah tetapi kewenangan tinggi

4. Kwadran 4 pihak yang memiliki kepentingan rendah dan kewenangan rendah

Gambar 5.2. Analisis hubungan parapihak dalam Implementasi REDD+ di Papua Barat

Hasil identifikasi aktor-aktor yang tergolong pada masing-masing kelompok

parapihak dalam implementasi REDD+ Papua Barat seperti disajikan pada

gambar 5.210.

1.1. Parapihak REDD+ Papua

Berdasarkan identifikasi dengan pendekatan analisis kwadran tersebut

tampak bahwa pada kwadran I dan II adalah kelompok Parapihak yang

tergolong sebagai subyek dan aktor utama dalam mengimplementasikan SRAP-

REDD+ Papua Barat, disebut dengan stakeholders primer. Kelompok

stakeholders ini adalah pihak-pihak yang berkepentingan tinggi dengan tingkat

kewenangan rendah sampai tinggi. Sedangkan pihak-pihak yang berada pada

10 Gambar ini dihasilkan berdasarkan identifikasi yang dilakukan bersama berbagai pemangku kepentingan dalam Focus Group Discussion yang diselenggarakan sebagai rangkaian dari penyusunan dokumen SRAP-REDD+ Provinsi Papua Barat, 23 Oktober 2012.

Ke

pe

nti

ng

an

Subjec

Investor/Swasta

/Mitra Kerja

Intansi Teknis (SKPD) Lain

Tokoh Adat

MH Adat

Bupati/Walikota

KaDisHut Provinsi

Gubernur

Key Actor

Kewenangan

Lembaga Hukum

Akademi/PT LSM

Masyarakat

Kementerian Kehutanan Bappeda

Provinsi/Kab, Kota

Bapedalda

DPR Papua

MRP

UPT Kemenhut

( BPKH, BPDAS)

Polisi DPR Kabupaten

Crowd Context Setter

KaDisHut Kab/Kota

Page 106: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-24

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

kwadran III dan kwadran IV adalah kelompok stakeholders pendukung

implementasi SRAP-REDD+ Papua Barat dari aspek politik, pendanaan dan

pendampingan, atau disebut dengan stakeholder sekunder. Kelompok

Stakeholders ini sekalipun memiliki kepentingan rendah, namun memiliki

kewenangan yang rendah sampai tinggi untuk mendukung implementasi SRAP-

REDD+ di Provinsi Papua Barat.

Semua kelompok stakeholders ini diharapkan memiliki pemahaman

bersama mengenai SRAP-REDD+ di Provinsi Papua Barat sebagai kebijakan

pusat di daerah yang ditujukan untuk mengimplementasikan program aksi

pengurangan deforestasi, bagian dari kebijakan pembangunan ekonomi rendah

karbon yang serius dilaksanakan dalam bingkai RTRWP dengan memiliki

keberpihakan kepada masyarakat hukum adat. Penjelasan lebih lanjut peran

dari dua kelompok besar di atas adalah sebagai berikut :

a. Stakeholders Primer

Pihak-pihak yang tergolong sebagai subyek dan sekaligus aktor utama

dalam pengelolaan hutan di Provinsi Papua berkenaan dengan

implementasi SRAP-REDD+ Papua Barat adalah Inverstor mitra kerja

pemerintah (para pengemban), masyarakat hukum adat (MHA), tokoh adat,

menteri Kehutanan, Gubernur, Bupati/Wali Kota, kepala Dinas Kehutanan

dan Perkebunan Provinsi, Kabupaten dan Kota. Stakeholders primer yang

berperan sebagai subyek , yaitu pihak-pihak yang memiliki kepentingan

tinggi tetapi kewenangan yang terbatas untuk pengambilan keputusan

Pihak-pihak ini adalah pelaksana teknis yang diberikan kewenangan dalam

pemanfaatan hutan, pemanfaatan hasil hutan, pengunaan kawasan hutan

dan lahan oleh pemerintah daerah. Stakeholder primer yang berperan

sebagai pelaku kunci , yaitu pihak-pihak yang memiliki kepentingan besar

dan memiliki kewenangan kuat untuk mengambil keputusan dalam proses

penyelenggaraan SRAP REDD+ di Papua Barat.

b. Stakeholders Sekunder

Pihak-pihak yang tegolong dalam stakeholders sekunder ini terbagi dua,

yaitu pertama, pihak-pihak yang memiliki kepentingan rendah tetapi

memiliki kekuasaan yang besar dalam proses pengambilan keputusan

politik dan penganggaran serta regulasi/kebijakan terkait dengan

implementasi REDD+ di Provinsi Papua Barat. Kedua, pihak-pihak yang

Page 107: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-25

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

memiliki kepentingan rendah dan kekuasaan rendah dalam

pengimplementasi SRAP-REDD+. Pihak-pihak ini umumnya berperan

sebagai pendamping teknik, pengamanan dan membantu dalam proses

penegakan hukum serta berperan sebagai pengawal dalam proses

pengawasan implementasi program aksi mitigasi dalam rangka mengurangi

pebukaan hutan, perubahan fungsi hutan dan kerusakan lahan serta

peningkatan serapan karbon dalam hutan dan lahan.

1.2 Peran dan Fungsi Stakeholders.

Untuk merealisasikan SRAP-REDD+ Papua Barat tentunya masih

memerlukan prakondisi dan sosialisasi dengan mengacu pada dasar pemikiran

berikut: 1) pelaku utama/subyek adalah pelaksana teknis kehutanan, investor

dan masyarakat hukum adat yang masih memerlukan pengembangan kapasitas

dalam menyelenggarakan program REDD+ termasuk dalam kaitannya

pengembangan kelembagaan (ekonomi dan sosial), 2) tujuan akhir yang

diharapkan adalah pengurangan emisi karbon yang dihasilkan dari kegiatan

sektor kehutanan dan lahan, peningkatan serapan karbon hutan serta

peningkatan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan, 3) semua pelaku

utama harus berparsisipasi aktif dan berkomitmen untuk pengurangan emisi dan

peningkatan persediaan karbon hutan. Pemahaman dan komitmen bersama

antar stakeholders baik utama maupun pendukung tentang SRAP-REDD+

Papua Barat serta berbagai kebijakan dan regulasi yang diperlukan dalam

rangka implementasi REDD+ di Papua Barat.

Mengacu kepada kebutuhan komitmen dan pemahaman bersama bahwa

REDD+ diselenggarakan dalam bingkai RTRW, Tata Hutan dan Pemanfaatan

Hutan serta pengakuan atas hak wilayah masyarakat hukum adat di dalam

kawasan hutan, maka peran dan fungsi yang harus dijalankan oleh parapihak

seperti diringkaskan pada Tabel 5.2.

Page 108: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-26

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 5.2. Peran dan fungsi stakeholders dalam proses dan implementasi SRAP-REDD+ Papua Barat

No. Stakeholders Fungsi Peran 1. Masyarakat Hukum

Adat • Menetapkan subyek dan obyek

hak adat atas lahan dan sumberdaya alam

• Organisasi Unit Usaha ekonomi masyarakat

• Representasi masyarakat adat

• Wadah masyarakat adat untuk berpastisipasi dalam Program REDD+ dalam wilayah adat

• Membangun dan meningkatkan posisi tawar masyarakat adat atas wilayah hukum adatnya

• Menentukan hak, kewajiban dan nilai kontribusi masyarakan adat yang berpartisipasi

• Membantu mengorganisasikan dan mendistribusikan manfaat yang diperoleh kepada anggota masyarakat adat adil dan merata

2. Kepala Suku/Ketua Adat/Ketua Klan

• Mewakili masyarakat adat dalam negosiasi dan pengambilan kepautusan

• Penegak konflik horizontal dalam marga

• Pemilik wilayah adat dan sumberdaya alam

• Pengambil keputusan tertinggi dalam suku, kelompok marga dan marga

• Memberi pertimbangan dalam kemitraan masyarakat adat dgn pihak ke tiga

• Menyuarakan Aspirasi/pendapat masyarakat adat

• Melegitimasi wilayah dan kepemilikan SDA Secara Hukum Adat

3. Masyarakat Adat/Kelompok Marga

• Pemilik hutan adat/marga

• Anggota pemilik hutan adat/marga

• Menentukan subyek dan obyek hak adat atas lahan dan SDA

• Merumuskan dan memutuskan pemanfaatan sumberdaya hutan dan mendistribusikan manfaat kepada masyarakat adat/anggota marga

5. Lembaga Musyawarah Adat/Dewan Adat

• Lembaga Representasi Masyarakat adat

• Memberi pertimbangan dan persetujuan pola pemanfaatan dan pendistribusian manfaat kepada anggota masyarakat adat

• Wadah penyaluran aspirasi masyarakat adat

6. Pemerintah, Pemerintah Daerah/Intansi Teknis Terkait dan Legislator

• Regularor, Fasilitator, pengontrol dan evaluator pelaksanaan Aksi REDD+ di Papua Barat oleh SKPD, Investor Mitra dan Masyarakat Adat

• Penyedia/pengalokasi Anggaran/Pendanaan

• Merumuskan, menetapkan dan mensosialisasikan perturan dan kebijakan SRAP-REDD+ di Papua Barat

• Memberikan pertimbangan penyediaan dan pengalokasian pengganggaran

• Menetapkan areal lokasi dan Pemberian Izin dan persetujuanh Program Aksi MItigasi

• Menfasilitasi dan memonitoring kemitraan dengan investor /masyarakat adat

• Monitoring dan evaluasi pelaksanaan program Aksi REDD+

7. Investor/Mitra Kerja/Swasta/Pemegang Izin Konsesi

• Membawa modal, teknologi, dan tenaga professional untuk aksi mitigasi REDD+ Papua Barat

• Pelaksana Program Aksi Mitigasi REDD+

• Sumber pajak /retribusi atas pelaksanaan program REDD+

8. LSM, Akademisi dan lembaga penelitian

• Pendamping pelaksana Program Aksi REDD+ Papua Barat

• Monitoring dan evaluasi pelaksanaan Program aksi mitigasi REDD+ Papua Barat

• Merumuskan model kegiatan aksi mitigasi REDD+ sesuai kondisi obyektif wilayah

• Pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat adat

• Fasilitator bagi masyarakat adat dan pemerintah (advokasi)

• Pelaksana Pelatihan teknis Aksi Mitigasi REDD+ dan MRV pelaksanaan Aksi Mitigasi REDD+

9. Penegak Hukum (Kepolisian, Kejaksaan )

• Menyelenggarakan penegakan hukum

• Pengamanan dan perlindungan masyarakat

• Arbitrase sengketa dalam REDD+

• Menyelenggarakan penuntutan hukum

• Melaksanakan penyidikan pelanggaran pidana

• Melaksanakan arbitrase sengketa REDD+ dan jaminan keamanan dan keadilan hukum

Page 109: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pilar-Pilar Spesifik SRAP- REDD+ Provinsi Papua Barat 5-27

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Fungsi dan peran yang deskripsikan tersebut akan dapat dijalankan secara

optimal apabila dilakukan koordinasi dan komunikasi secara terus menerus

sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi sampai tahap

verifikasi. Stakeholder primer yang berada pada Kwadran I dan II yang telah

disebutkan di atas menjadi motor untuk melakukan koordinasi dan komunikasi

sejak awal sehingga proses pengambilan keputusan berjalan demokratis,

transparan dan berkeadilan.

Membangun kapasitas para pelaksana teknis termasuk pihak swasta dan

masyarakat adat untuk melaksanakan program pembangunan ekonomi rendah

karbon melalui skema REDD+ di Papua Barat dinilai tidaklah mudah. Strategi

yang telah di rancang dan rencana aksi mitigasi yang direncanakan tentunya

tidak akan dapat dilaksanakan bila tidak adanya perubahan pola pikir dan pola

tindak yang mendukung dari seluruh stakeholders. Untuk itu setiap stakeholders

harus memerankan perannya secara optimal yang bersimpul pada tanggung

jawab dan tujuan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya mengurangi nilai

emisi sektor kehutanan dan meningtkatkan serapan karbon hutan dan lahan

serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengakuan hak

masyarakat adat atas sumberdaya alam dan lahan melalui pendistribuasian

manfaat yang adil dan merata atas Aksi REDD+ di Papua Barat.

Page 110: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendekatan Pengukuran Keberhasilan Rencana Aksi dan Sistem Monitoring 6-1

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

PENDEKATAN PENGUKURAN KEBERHASILAN RENCANA AKSI DAN SISTEM MONITORING (MRV)

Sebagai suatu bahan negosiasi, aksi REDD+ mempunyai banyak isu

yang terkait dengan lawas, skala spasial, pendekatan dan metode penghitungan

pengurangan emisi karbon, hasil yang tidak diinginkan, tingkat rujukan, MRV

(monitoring, reporting and verification) dan mekanisme pembayaran. Dalam

tingkat unit pengelolaan hutan, maka lawas REDD+ mencakup deforestasi,

degradasi hutan, konversi dan pemanfaatan lahan gambut, sedangkan skala

spasialnya adalah lokal atau unit pengelolaan hutan. Pendekatan penghitungan

karbon REDD+ berbasis pada kinerja (performance). Kebocoran (leakage)

bukanlah isu pada tingkat unit pengelolaan hutan, sedangkan unsur waktu

(permanence/liability) merupakan isu dalam pengelolaan hutan lestari. Tingkat

rujukan (reference level) akan memakai prediktif atau model pendugaan

berbasis data inventarisasi. Sedangkan isu MRV pada tingkat unit pengelolaan

hutan lebih banyak mengarah pada bagaimana kegiatan pemantauan

persediaan karbon dilakukan, melaporkannya, siapa yang akan memverifikasi

dan berapa biayanya. Sedangkan nilai kompensasi harusnya terdiri atas dua tipe,

pertama dana insentif untuk inisiasi aksi REDD+ dan kedua pembayaran

berbasis kinerja (tingkat pengurangan emisi karbon).

Kegiatan MRV akan mengukur dan melaporkan efektivitas pengurangan

emisi dan/atau peningkatan serapan GRK secara kuantitatif menggunakan

metode dan prosedur yang handal (akurat, presisi, tepat waktu, lengkap, standar,

kompatibel), transparan dan akuntabel. MRV merupakan bagian dari sistem

monitoring yang mana metode pengukuran dan hasil yang disampaikan

menggunakan kaidah-kaidah ilmiah baku dan konsisten. Hasil dari MRV akan

dijadikan dasar bagi pembayaran atas output/kinerja yang dilakukan oleh

lembaga dana kemitraan REDD+. Setiap kegiatan MRV harus sejalan dengan

prinsip-prinsip pelaporan IPCC (Intergovermental Panel on Climat Change), yaitu

Bab 6

Page 111: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendekatan Pengukuran Keberhasilan Rencana Aksi dan Sistem Monitoring 6-2

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

harus transparan, dapat diperbandingkan, konsisten, akurat dan lengkap,

ketidakpastian yang minimal, sepanjang sesuai dengan kemampuan dan

kapasitas nasional. Formulasi pendekatan IPCC seperti diilustrasikan pada

Gambar 6.1.

Gambar 6.1. Pendekatan IPCC untuk menghitung emisi GRK antropogenik dengan emisi dan serapan pada simpanan karbon pada berbagai tutupan lahan (UN-REDD Programme 2011).

MRV dalam implementasinya harus menganut pinsip-prinsip sebagai

berikut:

1. Konsisten (taat azas). Sistem MRV harus menggunakan metoda dan

prosedur yang konsisten sehingga hasil pengukuran, pelaporan dan

verifikasi pengurangan emisi GRK dapat diperbandingkan dari waktu ke

waktu. Sebuah sistem MRV akan menentukan nilai acuan level emisi

(reference level/RL) yang akan digunakan sebagai “benchmark”

implementasi REDD +.

Page 112: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendekatan Pengukuran Keberhasilan Rencana Aksi dan Sistem Monitoring 6-3

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

2. Terbuka (Transparan). Hasil MRV harus mempunyai kredibilitas yang

memadai oleh karena itu sistem MRV harus dapat diverifikasi oleh lembaga

independen dan dapat diakses oleh publik secara terbuka.

3. Lengkap (menyeluruh) Sistem MRV menggunakan input data dan

menghasilkan informasi yang lengkap. Informasi menyajikan semua

cadangan carbon dari semua komponen ekosistemnya yaitu biomassa di

atas permukaan tanah (above-ground biomass)seperti seperti batang,

cabang, ranting dan daun dan biomasa dibawah permukaan tanah (below-

ground biomass) seperti akar dan biomasa yang sudah mengalami

dekomposisi sebagian atau seluruhnya (kayu mati/nekromasa,

serasah/humus, dan karbon tanah mineral).

4. Akurat (sahi). Diartikan sebagai tingkat kemampuan memberikan hasil

pengukuran yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Sedangkan ketelitian menyatakan tingkat ketepatan yang dapat

digambarkan dengan keragaman rendah. Tingkat keakuratan sangat

bergantung pada input data dan metode pengukuran yang digunakan.

Sistem MRV harus menghasilkan informasi dengan penuh kehati-hatian

yang diturunkan dari data yang diukur secara cermat dan diolah dengan

metode yang handal.

5. Dapat diperbandingkan (Komparabel). Hasil MRV harus dapat

diperbandingkan dengan hasil MRV dari negara-negara lain, khususnya

dikaitkan dengan perdagangan karbon internasional. Karena itu metode

pengukuran dan rumus perhitungan emisi harus baku.

Secara umum, kerangka pikir dari MRV seperti diilustrasikan pada

Gambar 7. Tantangan sistem MRV diperjelas dengan rincian yang memfokuskan

pada bagaimana pengukuran, pelaporan, monitoring dan verifikasi dapat

dilaksanakan dengan metode yang komparabel dengan kegiatan mitigasi

nasional, serta memenuhi persyaratan internasional.

Page 113: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendekatan Pengukuran Keberhasilan Rencana Aksi dan Sistem Monitoring 6-4

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Gambar 6.2. Kerangka pikir pedoman pengukuran karbon dalam Sistem MRV untuk penerapan REDD+

A. Prinsip MRV dan Perhitungan Emisi

Aksi pengurangan emisi suatu negara harus dapat diukur

(Measurabel),dapat dilaporkan ( Reportable), dan dapat diverifikasi (Verifiable).

Presiden memberikan arahan agar Indonesia harus siap dengan MRV nasional

yang sesuai standar internasional. Meskipun demikian hendaknya penyesuaian

MRV nasional dengan standar internasional tersebut dipandang sebagai

mekanisme penurunan emisi yang berpotensi besar. Ditinjau dari keefektifan

biaya (cost effective.) REDD+, maka prinsip MRV yang akan diterapkan untuk

REDD+, yaitu:

1. Menggunakan IPCC Guidelines terbaru (2006) : AFOLU (Agriculture,

Forestry, Other Land Use)

2. Kombinasi mentode inventarisasi penginderaan jauh (remote-sensing

inventory) & didasarkan pengamatan lapangan (ground-based inventory)

3. Memperhitungkan ke lima penumpukan karbon (carbon pools)

4. Hasil penghitungan : transparan dan terbuka untuk review dan diakses

oleh publik

Untuk mendukung prinsip MRV tersebut, maka perhitungan emisi

termasuk REDD+ harus didasarkan kepada data perubahan tutupan hutan dari

hasil remote sensing, penggunaan faktor emisi dan faktor serapan karbon lokal

Page 114: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendekatan Pengukuran Keberhasilan Rencana Aksi dan Sistem Monitoring 6-5

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

serta tersedianya data kegiatan seperti perubahan luas berbagai penutupan

lahan sub kategori hutan, luas hutan tanaman (hasil kegiatan misalnya program

RHL/GERHAN, HTI, HTR, HR) serta angka kerusakan hutan seperti dampak

pembalakkan, kebakaran, perambahan dan data pendukung lainnya.

Data cadangan karbon dan perubahannya didasarkan kepada IPCC-GL

2006, yang memperhitungkan lima sumber penumpukan karbon (carbon pools).

Metode pengukuran karbon di lapangan dengan menempatkan plot-plot contoh

telah dikembangkan (McDicken 1997, IPCC GL, 2006, Kurniatun dan Rahayu,

2007, GOFC-Gold, 2009). Lima penumpukan karbon yaitu :

1. Biomassa di atas tanah (above ground biomass),

2. Biomassa di bawah tanah (below ground biomass),

3. Pohon yang mati (dead wood),

4. Serasah (litter),

5. Tanah mineral (mineral soil)

Metode perhitungan penurunan emisi dari kegiatan REDD+, yang diakui

internasional seperti metode IPCC GL. IPCC (Inter Governmental panel on

Climate Change) telah mengembangkan metode inventasisasi GRK sejak tahun

1996, yaitu melalui IPCC Guideline revised 1996, IPCC Good Practice Guidance

(IPCC GPG) 2003 dan IPCC Guideline (GL) 2006.

IPCC GL 1996 tersebut direvisi melalui GPG 2003 dan diperbaharui

dengan IPCC GL 2006. Aplikasi IPCC GL 2006 akan menghasilkan inventarisasi

yang lebih baik, mengurangi ketidakpastian (reduced uncertainity), konsisten

pembagian kategori lahan, estimasi serapan dan emisi GRK untuk seluruh

kategori lahan, karbon pool yang relevan serta non CO2 gas (berdasarkan

analisis key source/sink category). Hal ini berimplikasi kepada penyediaan data

untuk activity data dan faktor emisi terhadap seluruh kategori lahan, karbon pool

dan non-CO2 gas yang terkait.

LULUCF IPCC GPG 2003 dan GL 2006, membagi kategori lahan

kedalam 6 kategori yaitu: (1) lahan hutan (Forest land), (2) padang rumput (

Grassland), (3) Lahan pertanian (Crospland), (4) Lahan gambut (Wetland), (5)

Permukiman (Settlement), and (6) lahan lainnya (Other land). Setiap kategori

penggunaan lahan memiliki potensi GRK yang berbeda tergantung pada tingkat

aktivitas yang terjadi pada masing-masing penggunaan lahan tersebut

Page 115: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendekatan Pengukuran Keberhasilan Rencana Aksi dan Sistem Monitoring 6-6

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Kategori penggunaan lahan versi IPCC 2006, apabila dihubungkan

dengan pembagian kelas tutupan hutan versi Departemen Kehutanan (Dirjen

Planologi) Indonesia seperti tampak pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Pembagian kategori hutan Indonesia ke dalam IPCC Guideline 2006.

Untuk kepentingan REDD+, metode penghitungan penurunan emisi

menggunakan IPCC GL, 2006 telah disediakan instrumen perhitungan (

spreadsheet Excel). Pada prinsipnya besarnya emisi adalah hasil perkalian

antara data aktivitas (activity data) dengan faktor emisi ( emission factor). Untuk

data aktivitas REDD+ harus menggunakan data spasial dengan resolusi yang

baik, yang dapat memantau terjadinya perubahan penutupan lahan sesuai

dengan kategori penutupan lahan IPCC. Sedangkan untuk faktor emisi dan

serapan karbon harus menggunakan data lokal dari hasil pengukuran lapangan

(hasil pengukuran karbon pada plot standar). Pengukuran persediaan karbon di

lapangan pada dasarnya untuk mendapatkan kerincian yang tinggi (Tier 3).

Permasalahan yang dihadapi dalam implementasi metode IPCC GL adalah

terletak pada terminologi perubahan tutupan lahan yang digunakan, termasuk

pendefinisiannya serta standar kriteria dan indikator penetapannya.

Operasionalisasi terminologi perubahan tutupan lahan ini akan berkaitan dengan

penetapan nilai faktor emisi akibat perubahan tutupan lahan dimaksud. Ketidak

jelasan definisi dan kriteria yang digunakan, akan menyebabkan bias dalam

penentuan nilai indeks faktor emisi perubahan tutupan lahan dalam formulasi

perhitungan dengan metode IPCC-GL

Page 116: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendekatan Pengukuran Keberhasilan Rencana Aksi dan Sistem Monitoring 6-7

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 6.2. Daftar tabel-tabel excel yang digunakan dalam inventarisasi GRK sektor kehutanan menurut IPCC Guideline 2006.

Untuk MRV dan penghitungan karbon (carbon accounting) dikenal ada

tiga tingkat (tier): tier 1, 2 dan 3. Makin tinggi tier makin rinci. Tier 1

menggunakan parameter dan formula default global, Tier 2 menggunakan

parameter spesifik nasional, sedangkan Tier 3 menggunakan metode, model dan

inventarisasi yang dilakukan secara berulang pada skala lokal. Penghitungan

emisi karbon pada tingkat unit pengelolaan hutan ada dalam MRV Tier 3. Metode

perhitungan karbonnya dapat dilakukan dengan dua pendekatan (IPCC, 2006)

Page 117: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendekatan Pengukuran Keberhasilan Rencana Aksi dan Sistem Monitoring 6-8

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

yaitu “perbedaan stok” (stock-difference approach) dan “tambah-hilang” (gain-

loss approach).

Pendekatan perbedaan stok adalah menghitung beda stok karbon pada

dua waktu yang berbeda. Ini dapat digunakan jika kedua stok karbon telah

diukur, misalnya melalui inventarisasi hutan berkala pada plot permanen.

Pendekatan ini dapat digunakan untuk menduga emisi karbon yang terjadi

sebagai akibat baik oleh deforestasi maupun degradasi hutan ataupun aksi

mitigasi. Untuk pembalakan tebang pilih (selective logging) seperti Tebang Pilih

Tanam Indonesia (TPTI), data hutan utuh (firgin forest) dapat digunakan untuk

hutan yang belum ditebang. Deforestasi umumnya disebabkan oleh konversi

lahan baik secara terencana maupun tidak direncanakan. Sedangkan degradasi

hutan disebabkan oleh pembalakan sistem tebang pilih, kebakaran hutan skala

luas, perambahan hutan skala luas dan penggunaan hutan untuk

pertanian/perkebunan. Formulasi umum perhitungan perbedaan stock carbon

pada dua waktu pengukuran adalah

Gambar 6.3. Pendekatan perbedaan stok karbon (IPCC, 2006; Angelsen dkk, 2008)

Pendekatan “tambah-hilang” merupakan pendekatan berdasarkan konsep

ekologi hutan, yaitu bagaimana hutan tumbuh dan bagaimana hutan terganggu

atau ditebang. Pendekatan ini memperkirakan neraca bersih dari penambahan

dan penghilangan karbon. Penambahan karbon diperoleh dari pertumbuhan dan

perpindahan antara penumpukan karbon. Misalnya dari karbon pada biomassa

tumbuhan ke karbon tanah. Kehilangan karbon bisa terjadi oleh pemanenan

kayu, kebakaran dan lain-lain. Petak ukur permanen (PUP) diperlukan untuk

memperkirakan pertambahan karbon tiap tahun. Formula umum perhitungan

perbedaan karbon dengan pengekatan “Tambah-Hilang” sebagai berikut:

Stok Karbon

Tahun ke-1

Stok Karbon

Tahun ke-2 ∆C = (Ct2 - Ct1)/(t2-t1) dimana, ∆C = Perubahan stok karbon tahunan (tC/tahun) Ct1 = Karbon stok pada t1 (tC) Ct2 = Karbon stok pada t2 (tC)

Page 118: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendekatan Pengukuran Keberhasilan Rencana Aksi dan Sistem Monitoring 6-9

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Gambar 6.4. Pendekatan tambah-hilang karbon (IPCC, 2006; Angelsen dkk,

2008)

Untuk kepentingan penilaian keberhasilan aksi REDD+ pada unit

pengelolaan hutan, maka hubungan antara Kegiatan (Activity), tujuan (Objektive),

luaran (Output), dampak (Outcome) dan indikator (Indicator) yang dapat

digunakan seperti dideskripsikan pada Tabel 6.3.

Tipe

Penggunaan

Lahan Pemanenan Gangguan

Pe

ng

am

bil

an

Ca

rbo

n l

ew

at

pe

rtu

mb

uh

an

∆C = ∆Cgain – ∆Closs dimana, ∆C = Perubahan stok karbon tahunan (tC/tahun) ∆Cgain = Penambahan karbon tiap tahun tC/tahun) ∆Closs = Kehilangan karbon tiap tahun (tC/tahun)

Page 119: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendekatan Pengukuran Keberhasilan Rencana Aksi dan Sistem Monitoring 6-10

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 6.3. Tujuan, output, outcome dan indikator REDD+ pada unit pengelolaan hutan (Modifikasi dari UNEP, 2009 dalam Purbawiyatna, 2012)

Kegiatan Output Outcome Indikator

Penurunan Deforestasi

(“D” Pertama)

Pendekatan dan metode untuk: • PHL (pengelolaan Hutan Lestari) • Konservasi keanekaragaman hayati • Konservasi stok karbon • Kebijakan dan insentif untuk

menurunkan konversi hutan

1. Pelaksanaan (commiting) hutan sebagai rosot karbon dan stabilisasi kawasan hutan dengan tutupan pohon.

2. Sinergi mitigasi dan adaptasi untuk mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim.

• Kawasan hutan yang dikonservasi (Ha)

• Reduksi emisi CO2 (ton)

Penurunan degradasi hutan (“D” Kedua)

• Pendekatan dan metode untuk PHL • Kebijakan dan insentif untuk adopsi

PHL sebagai praktek untuk penurunan GRK

• RIL dan SVLK

1. Pengembalian hutan sebagai rosot karbon

2. Sistem PHL dilaksanakan. 3. Sinergi mitigasi dan adaptasi untuk

mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim.

• Reduksi emisi CO2

(ton) • % tutupan tajuk pohon • Peningkatan % dalam karbon tanah

Peningkatan stok

karbon di hutan dan bukan hutan (“+” pada REDD+)

Pendekatan dan metode untuk • Pengelolaan lanskap: • Aforestasi, reforestasi, agroforestry,

pengayaan karbon tanah • Peningkatan stok karbon dan

pengurangan emisi CO2 di lahan pertanian

• Konservasi keanekaragaman hayati • Peningkatan produktivitas dan

penghidupan masyarakat.

1. Pengembalian rosot karbon yang hilang dalam lanskap

2. Pembuatan karbon pool yang baru dalam lanskap.

3. Pengelolaan lahan untuk beragam jasa lingkungan

4. Pengembangan kebijakan untuk pengelolaan lahan terpadu melalui pendekatan ekosistem

• Lahan yang teraforestasi dan terreforestasi (Ha)

• Lahan yang kembali di-restorasi (Ha) • Peningkatan karbon stok (ton) di

lahan hutan dan bukan hutan • Peningkatan karbon tanah (%) • Lapangan kerjaan yang tersedia

Page 120: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Pendekatan Pengukuran Keberhasilan Rencana Aksi dan Sistem Monitoring 6-11

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 6.3 di atas menunjukkan bagaimana pengelolaan hutan lestari

berperan dalam kegiatan REDD+ pada tingkat unit pengelolaan hutan. Lawas

REDD+ terfokus pada penurunan emisi dari deforestasi, degradasi hutan dan

peningkatan stok karbon. Informasi dari kegiatan pengurangan deforestasi

merupakan pendekatan dan metode untuk pengelolaan hutan lestari yang

meliputi konservasi karbon dan keanekaragaman hayati serta kebijakan dan

insentif untuk mengurangi konversi hutan. Sedangkan hasil nyata dari kegiatan

deforestasi berupa pelaksanaan pengelolaan hutan dinilai sebagai rosot (sink)

karbon serta sinergi dengan kegiatan adaptasinya. Indikator dari penurunan

deforestasi adalah kawasan hutan yang tetap sebagai hutan (Ha) dan penurunan

emisi karbon (ton) yang diserap oleh hutan untuk pertumbuhan (carbon stock).

Untuk penurunan degradasi hutan, luarannya adalah pendekatan dan

metoda pengelolaan hutan lestari serta kebijakan dan insentif untuk adopsi

model pengelolaan hutan lestari sebagai praktek untuk menurunkan GRK (RIL,

PHPL/SVLK). Hasil dari kegiatan ini adalah pengembalian hutan sebagai rosot

karbon, sebagai akibat terlaksananya sistem pengelolaan hutan lestari dan

sinergi antara mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.. Indikator keberhasilannya

adalah penurunan emisi karbon (ton), peningkatan tutupan tajuk (%) dan

peningkatan karbon tanah (%). Sedangkan kegiatan peningkatan sediaan karbon

hutan menghasilkan pendekatan dan metode pengelolaan lanskap, aforestasi,

reforestasi, agroforestry, pengayaan karbon tanah, peningkatan stok karbon di

lahan pertanian, konservasi keanekaragaman hayati dan peningkatan

penghidupan masyarakat. Kegiatan ini di antaranya akan mengembalikan rosot

karbon yang hilang dan membuat sediaan karbon yang baru. Indikator

keberhasilannya adalah lahan berhutan baru atau hasil reforestasi, peningkatan

sediaan karbon dan tersedianya lapangan kerja baru.

Page 121: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-1

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

MATRIKS STRATEGI DAN

RENCANA AKSI PROVINSI

UNTUK MEWUJUDKAN

REDD+ DI PAPUA BARAT

7.1. Skenario pengurangan Emisi GRK sektor hutan dan lahan di Provinsi Papua Barat.

Penyusunan garis acuan (baseline) dengan pendekatan sebagaimana

direncanakan (Bussiness as Usual/BAU) untuk penyusunan skenario REDD+

Papua Barat dilakukan dengan menggunakan pendekatan kejadian masa

lampau (Historical Based), yaitu penyusunan BAU dengan menggunakan data-

data konversi hutan dan pengunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan

(Land Used and Land Used Change and Forestry/LULUCF) di masa lalu serta

faktor-faktor mempengaruhinya. Dengan Pendekatan ini akan dihasilkan

jumlah emisi dari Konversi hutan, penggunaan lahan dan perubahan

penggunaan lahan (LULUCF) yang telah terjadi. Rangkuman dari metode ini

akan menghasilkan matriks perubahan penggunaan lahan dalam periode

tertentu, tergantung pada periode data yang digunakan. Untuk Provinsi Papua

Barat, periode data yang digunakan adalah periode data tahun 2006 sampai

tahun 2011. Selain itu dilakukan pula perhitungan baseline emisi Provinsi

Papua Barat berdasarkan rencana-rencana pembangunan yang tertuang dalam

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang di

tingkat kabupaten/kota (RTRWK) sebagai kejadian akan datang (Forward

Looking). Acuan emisi berdasarkan data masa lampu, RTRW Provinsi dan

RTRW Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada Gambar 7.1.

Bab 7

Page 122: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-2

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Gambar 7.1. Garis acuan emisi di Provinsi Papua Barat

Gambar 7.1 menunjukkan bahwa emisi kumulatif di Provinsi Papua Barat

berdasarkan data histori akan semakin meningkat secara linear dengan semakin

panjangnya periode simulasi sesuai dengan tingkat perubahan penggunaan

lahan. Sebagai contoh, pada periode 0 (2006-2011) emisi kumulatif sebesar

25.314.851 ton CO2-eq, pada periode 1 (2011-2016) emisi kumulatif sebesar

50.228.982 CO2-eq dan akan meningkat pada periode 2 (2016-2021) sebesar

74.759.647 CO2-eq. Jumlah emisi kumulatif ini akan sangat berbeda jika

dibandingkan dengan jumlah emisi kumulatif yang akan terjadi, apabila rencana

perubahan kawasan hutan dalam Tata Ruang Provinsi (RTRWP) direalisasikan

seluruhnya. Berdasarkan RTRWP, luas kawasan hutan yang akan dikonversi

menjadi penggunaan lain seluas 639.739 Ha, dengan rincian Hutan Konservasi

seluas 54.336 Ha, Hutan Lindung (HL) seluas 83.006 ha, Hutan Produksi (HP)

seluas 152.269 Ha dan Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 350.128 Ha. Jika

rencana ini diimplementasikan, maka secara langsung emisi kumulatif Provinsi

Papua Barat akan semakin meningkat sejalan dengan kemajuan realisasi

pemanfaatan lahan hutan tahunan yang direncanakan dalam RTRWP. Jumlah

emisi kumulatif tersebut akan semakin meningkat lagi, jika yang menjadi acuan

perhitungan emisi adalah realisasi rencana konversi lahan hutan yang diusulkan

sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK). Total luas

-

20,000,000

40,000,000

60,000,000

80,000,000

100,000,000

120,000,000

140,000,000

160,000,000

180,000,000

200,000,000

2006-2011 2011-2016 2016-2021

Ne

t E

mis

sio

n (

ton

CO

2-e

q)

Periode (Tahun)

Data Historis

RTRW Provinsi

RTRW Kab/Kota

Page 123: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-3

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

hutan yang diusulkan untuk dikonversi di 11 (sebelas) kabupaten/kota, adalah

2.012.273 Ha, atau sekitar ± 3 kali lipat dari luas yang direncanakan dalam

RTRWP. Dengan demikian maka seluruh Hutan Produksi Konversi (HPK) yang

tersedia akan dialihfungsikan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) selama

periode implementasi RTRWK.

Garis dasar (base line) emisi Provinsi Papua Barat berdasarkan data

histori, RTRWK dan RTRWP disajikan pada Tabel 7.1..

Tabel 7.1. Garis Dasar emisi Provinsi Papua Barat berdasarkan data histori, RTRWK dan RTRWP

Berdasarkan data emisi kumulatif pada dua periode perencanaan lima

tahunan di Provinsi Papua Barat, maka sesuai dengan komitmen presiden RI

untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada tahun 2020 sebesar 26%

dari total emisi nasional tanpa adanya bantuan pihak asing dan sebesar 41%

dengan bantuan pihak asing, maka Provinsi Papua Barat wajib melakukan

mitigasi untuk mendukung pencapaian target nasional tersebut.

Atas dasar garis acuan emisi BAU tersebut, maka dirancang berbagai

skenario aksi mitigasi pengurangan deforestasi, degradasi hutan dan lahan serta

upaya peningkatan serapan karbon hutan melalui serangkaian strategi kebijakan

dan program pembangunan sektor kehutanan Provinsi Papua Barat

sebagaimana diringkaskan dalam matriks Tabel 7.2.

Periode I Periode II

1 Data History 50,228,983 74,759,648

2 RTRWP 100,750,322 175,802,327

3 RTRWK 209,141,763 392,585,209

Net Emisi (ton CO2-eq)No. Baselined Emisi

Page 124: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-4

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 7.2. Skenario penurunan emisi dengan garis acuan didasarkan pada data masa lampau dan data RTRWP/RTRWK

Page 125: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-5

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 7.2. (lanjutan)…

Histori RTRWP RTRWK NasHut (26%) NasHut (41%) NasTot (26%) NasTot (41%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

20% 308,347 0.61 0.31 0.15 0.046 0.030 0.040 0.026

40% 616,694 1.23 0.61 0.29 0.092 0.059 0.080 0.052

60% 925,042 1.84 0.92 0.44 0.138 0.089 0.121 0.078

80% 1,233,389 2.46 1.22 0.59 0.184 0.119 0.161 0.104

20% 997,796 1.99 0.99 0.48 0.148 0.096 0.130 0.084

30% 1,496,693 2.98 1.49 0.72 0.223 0.144 0.195 0.126

40% 1,995,591 3.97 1.98 0.95 0.297 0.192 0.260 0.168

50% 2,494,489 4.97 2.48 1.19 0.371 0.240 0.325 0.210

60% 2,993,387 5.96 2.97 1.43 0.445 0.288 0.390 0.252

70% 3,492,285 6.95 3.47 1.67 0.520 0.336 0.455 0.294

80% 3,991,183 7.95 3.96 1.91 0.594 0.384 0.520 0.336

90% 4,490,080 8.94 4.46 2.15 0.668 0.432 0.585 0.378

100% 4,988,978 9.93 4.95 2.39 0.742 0.480 0.650 0.420

20% 352,339 0.70 0.35 0.17 0.052 0.034 0.046 0.030

40% 704,678 1.40 0.70 0.34 0.105 0.068 0.092 0.059

60% 1,057,018 2.10 1.05 0.51 0.157 0.102 0.138 0.089

80% 1,409,357 2.81 1.40 0.67 0.210 0.136 0.184 0.119

20% 16,047 0.03 0.02 0.01 0.002 0.002 0.002 0.001

40% 32,094 0.06 0.03 0.02 0.005 0.003 0.004 0.003

60% 48,140 0.10 0.05 0.02 0.007 0.005 0.006 0.004

80% 64,187 0.13 0.06 0.03 0.010 0.006 0.008 0.005

40.74 35.36 32.58 12.40 8.02 10.86 7.01 Jumlah

8Hutan Tanaman

Rakyat

9 Hutan Kota

6 RHL

7Pengukuhan

Kawasan Hutan

Periode I

ton CO2-eqKontribusi (%)

No. Mitigasi Skenario

Kontribusi Penurunan Net Emision

Page 126: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-6

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 7.2. (lanjutan)…

Histori RTRWP RTRWK NasHut (26%) NasHut (41%) NasTot (26%) NasTot (41%)

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

10% 15,891,278 7.60 2.365 2.072 1.529 1.337

20% 31,782,556 15.20 4.730 4.144 3.059 2.673

30% 47,673,834 22.79 7.094 6.216 4.588 4.010

10% 5,052,134 5.01 0.752 0.659 0.486 0.425

20% 10,104,268 10.03 1.504 1.317 0.972 0.850

30% 15,156,402 15.04 2.255 1.976 1.459 1.275

60% 3,737,955 5.00 2.13 0.95 0.556 0.487 0.360 0.314

70% 2,787,923 3.73 1.59 0.71 0.415 0.363 0.268 0.234

80% 1,848,253 2.47 1.05 0.47 0.275 0.241 0.178 0.155

25% 688,238 0.92 0.39 0.18 0.102 0.090 0.066 0.058

50% 1,382,304 1.85 0.79 0.35 0.206 0.180 0.133 0.116

75% 2,082,199 2.79 1.18 0.53 0.310 0.271 0.200 0.175

100% 2,787,923 3.73 1.59 0.71 0.415 0.363 0.268 0.234

RKT RIL

25% 4,168,850 5.58 2.37 1.06 0.620 0.544 0.401 0.351

50% 4,601,843 6.16 2.62 1.17 0.685 0.600 0.443 0.387

75% 5,036,935 6.74 2.87 1.28 0.750 0.657 0.485 0.424

100% 5,474,125 7.32 3.11 1.39 0.815 0.714 0.527 0.460

25% 3,285,398 4.39 1.87 0.84 0.489 0.428 0.316 0.276

50% 3,785,729 5.06 2.15 0.96 0.563 0.494 0.364 0.318

75% 4,288,916 5.74 2.44 1.09 0.638 0.559 0.413 0.361

100% 4,794,959 6.41 2.73 1.22 0.714 0.625 0.461 0.403

25% 2,410,812 3.22 1.37 0.61 0.359 0.314 0.232 0.203

50% 2,977,101 3.98 1.69 0.76 0.443 0.388 0.287 0.250

75% 3,547,120 4.74 2.02 0.90 0.528 0.462 0.341 0.298

100% 4,120,869 5.51 2.34 1.05 0.613 0.537 0.397 0.347

5

60%

70%

80%

3 RKT

4 RIL

1 RTRWK

2 RTRWP

Skenario

Kontribusi Penurunan Net Emision

Periode 2

ton CO2-eqKontribusi (%)

No. Mitigasi

Page 127: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-7

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 7.2. (lanjutan)…

Histori RTRWP RTRWK NasHut (26%) NasHut (41%) NasTot (26%) NasTot (41%)

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

20% 1,129,128 1.51 0.64 0.29 0.168 0.147 0.109 0.095

40% 2,258,256 3.02 1.28 0.58 0.336 0.294 0.217 0.190

60% 3,387,384 4.53 1.93 0.86 0.504 0.442 0.326 0.285

80% 4,516,512 6.04 2.57 1.15 0.672 0.589 0.435 0.380

20% 1,995,591 2.67 1.14 0.51 0.297 0.260 0.192 0.168

30% 2,993,387 4.00 1.70 0.76 0.445 0.390 0.288 0.252

40% 3,991,183 5.34 2.27 1.02 0.594 0.520 0.384 0.336

50% 4,988,978 6.67 2.84 1.27 0.742 0.650 0.480 0.420

60% 5,986,774 8.01 3.41 1.52 0.891 0.781 0.576 0.504

70% 6,984,569 9.34 3.97 1.78 1.039 0.911 0.672 0.587

80% 7,982,365 10.68 4.54 2.03 1.188 1.041 0.768 0.671

90% 8,980,161 12.01 5.11 2.29 1.336 1.171 0.864 0.755

100% 9,977,956 13.35 5.68 2.54 1.485 1.301 0.960 0.839

20% 1,290,432 1.73 0.73 0.33 0.192 0.168 0.124 0.109

40% 2,580,864 3.45 1.47 0.66 0.384 0.336 0.248 0.217

60% 3,871,296 5.18 2.20 0.99 0.576 0.505 0.373 0.326

80% 5,161,728 6.90 2.94 1.31 0.768 0.673 0.497 0.434

20% 57,360 0.08 0.03 0.01 0.009 0.007 0.006 0.005

40% 114,719 0.15 0.07 0.03 0.017 0.015 0.011 0.010

60% 172,079 0.23 0.10 0.04 0.026 0.022 0.017 0.014

80% 229,439 0.31 0.13 0.06 0.034 0.030 0.022 0.019

42.65 33.18 30.92 14.09 12.35 9.12 7.97Jumlah

8Hutan Tanaman

Rakyat

9 Hutan Kota

6 RHL

7Pengukuhan

Kawasan Hutan

Skenario

Kontribusi Penurunan Net Emision

Periode 2

ton CO2-eqKontribusi (%)

No. Mitigasi

Page 128: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-8

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

7.2. Matrik Rencana Aksi Provinsi Dalam Rangka Implementasi REDD+

Kegiatan di sektor kehutanan yang potensial berpeluang menekan

terjadinya perubahan emisi GRK dapat dibagi menjadi tiga katagori, yaitu

konservasi, peningkatan pengambilan karbon dan substitusi penggunaan bahan

bakar fosil dengan bahan bakar nabati (Biofuel). Kegiatan konservasi meliputi

perlindungan hutan dari deforestasi dan degradasi akibat kegiatan manusia.

Peningkatan pengambilan karbon (rosot) dilakukan melalui peningkatan luas

hutan dengan penanaman pohon di lahan kritis, gundul atau semak belukar di

dalam kawasan hutan (reforestasi) dan bukan hutan (afforestasi) serta

pengelolaan hutan dengan menggunakan sistem pengelolaan yang

berkelanjutan. Penggantian bahan bakar fosil dengan energi biomassa akan

mengurangi emisi GRK secara langsung sebagai akibat pengurangan tingkat

konsumsi bahan bakar fosil dan penanaman lahan kosong untuk memproduksi

biomassa.

Potensi penurunan emisi tentunya dapat dilakukan dengan meningkatkan

kapasitas hutan dalam menyerap dan menyimpan karbon. Sektor kehutanan

mempunyai potensi besar untuk menyerap karbon (removal) melalui pembuatan

tanaman dan pertumbuhan hutan. Selain itu, upaya-upaya untuk mengurangi laju

deforestasi, kebakaran hutan serta peningkatan serapan karbon melalui

pertumbuhan dan pembangunan hutan tanaman akan sangat menentukan

seberapa besar kapasitas hutan dalam menyerap emisi atau meningkatkan

serapan (sink) GRK terutama CO2.

Pada sisi lain, terdapat pula kegiatan di sektor kehutanan yang

berdampak negatif terhadap kemampuan hutan dalam menyerap dan

menyimpan karbon. Faktor-faktor pemicu deforestasi dan degradasi yang telah

diidentifikasi yaitu penebangan liar; kebakaran hutan; dan konversi lahan hutan

untuk kegiatan-kegiatan lain seperti areal perkebunan dan pertanian, pemekaran

wilayah (kabupaten), pertambangan dan pemukiman. Keseluruhan faktor-faktor

yang mempengaruhi kemampuan hutan untuk menurunkan emisi tersebut

menjadi prediktor pembentuk model untuk memprediksi kontribusi kehutanan

dalam penurunan emisi 26 persen seperti yang telah ditargetkan oleh Presiden

RI. Dalam usaha penurunan emisi dari sektor kehutanan, diperlukan sinergitas

dengan sektor-sektor lain terutama kebijakan sektor berbasis lahan yang

seringkali memiliki kepentingan yang berlawanan. Kesinambungan kebijakan

Page 129: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-9

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

pengelolaan hutan dengan sektor lainnya akan sangat mendukung keberhasilan

pencapaian target penurunan emisi nasional tersebut.

Data perubahan lahan berdasarkan kejadian masa lampau (histori) di

Provinsi Papua Barat pada periode 2006-2011 menunjukkan bahwa perubahan

lahan terbesar di Provinsi Papua Barat terjadi pada Hutan Produksi, seperti pada

Tabel 7.3.

Tabel 7.3. Rata-rata perubahan tutupan lahan terbesar tiap tahun di Provinsi Papua Barat.

Ket: HP: HLKP: Hutan Lahan Kering Primer, HLKS: Hutan Lahan Kering Sekunder, BR: Belukar Rawa, HRS: Hutan Rawa Sekunder, SB: Semak Belukar, HRP: Hutan Rawa Primer, HRS: Hutan Rawa Sekunder, KBN: Perkebunan, HMP; Hutan Mangrove Primer, HMS: Hutan Mangrove Sekunder.

Tabel 7.4. Konstribusi emisi potensial sektor kehutanan Provinsi Papua Barat

Perubahan tutupan lahan pada hutan produksi sebagai akibat berbagai

aktivitas pemanfaatan terutama aktivitas logging menyebabkan perubahan dari

Hutan Lahan kering Primer (HLKP) menjadi Lahan Kering Sekunder (HLKS),

Hutan Rawa Primer (HRP) menjadi Hutan Rawa Sekunder (HRS), Hutan

Mangrove Primer (HMP) menjadi Hutan Mangrove Sekunder (HMS). Perubahan

tutupan lahan tersebut (degradasi hutan) diasumsikan menjadi sumber emisi

utama sektor kehutanan di Papua Barat (46,52%). Alih fungsi hutan (deforestasi)

memberikan sumbangan emisi sebesar 9,20%, sedangkan emisi yang terjadi

secara alami pada kawasan gambut memberikan sumbangan yang cukup besar

yaitu sebesar 30,89%. Berdasarkan seluruh faktor potensial penyebab emisi

Awal Perubahan

1 Hutan Produksi Konversi HLKP HLKS 55,061 1,037,718 20.40

2 Gambut Kawasan Hutan BR BR 34,582 657,053 12.91

3 Hutan Produksi HLKP HLKS 28,862 543,946 10.69

4 Gambut Kawasan Hutan HRS HRS 3,486 529,059 10.40

5 Hutan Produksi Terbatas HLKP HLKS 27,776 523,479 10.29

6 Gambut Kawasan Hutan SB SB 20,281 385,330 7.57

7 Hutan Produksi Konversi HLKS KBN 4,787 374,599 7.36

8 Hutan Produksi Konversi HRP HRS 5,953 178,980 3.52

9 Hutan Produksi HLKS KBN 1,192 93,245 1.83

10 Hutan Produksi Konversi HMP HMS 2,253 82,614 1.62

Proporsi (%)NoTutupan

Tipe Hutan Luas (Ha)Nett Emision (ton

CO2-eq/year)

No.Sumber

EmisiLuas (Ha)

Net Emisi (CO2-

eq)/year

Proporsi

(%)

1 Degradasi 119,904 2,366,738 46.52

2 Deforestasi 5,979 467,845 9.20

3 Alami 58,349 1,571,443 30.89

184,232 4,406,025 86.60Jumlah

Page 130: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-10

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

tersebut, beberapa opsi mitigasi yang direncanakan untuk mengurangi emisi

sektor kehutanan adalah :

1. Pengurangan Konversi Hutan dalam RTRWK dan RTRWP

Berdasarkan RTRWP, luas kawasan hutan yang akan dikonversi

menjadi penggunaan lain seluas 639.739 Ha, sedangkan berdasarkan

RTRWK se-Provinsi Papua Barat, luas hutan yang akan dialih fungsikan

seluas 2.012.273 Ha. Konversi hutan ini tentunya akan memberikan

kontribusi yang sangat nyata tehadap total emisi Papua Barat.

Perbedaan garis acuan emisi Provinsi Papua Barat berdasarkan data

masa lampau, RTRWK dan RTRWP disajikan pada Gambar 7.2.

Gambar 7.2. Perbedaan garis acuan emisi Provinsi Papua Barat berdasarkan data masa lampau, RTRWK dan RTRWP

Berdasarkan gambar di atas, maka aksi mitigasi pengurangan

konversi hutan dalam RTRWP dan RTRWK di skenariokan sebagai

mana pada Tabel 7.5 dengan kontribusi yang diproporsikan terhadap net

emisi yang dihasilan pada akhir periode pengukuran (tahun 2020).

-

50,000,000

100,000,000

150,000,000

200,000,000

250,000,000

300,000,000

350,000,000

400,000,000

450,000,000

2006-2011 2011-2016 2016-2021

Ne

t E

mis

sio

n (

ton

CO

2-e

q)

Periode (Tahun)

Data Historis

RTRW Provinsi

RTRW Kab/Kota

Page 131: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-11

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 7.5. Kontribusi penurunan net emisi pada berbagai skenario mitigasi pembatasan konversi hutan dalam RTRWP dan RTRWK

Data pada Tabel 7.5 menunjukkan bahwa jika luas hutan yang

dikonversi dalam RTRWP atau RTRWK dapat dikurangi sekitar 10% dari

luas yang disulkan, maka dapat memberikan kontribusi penurunan emisi

sebesar 5,01% untuk RTRWP dan 7,60% untuk RTRWK. Kontribusi ini

akan semakin meningkat dengan semakin berkurangnya luas hutan yang

dikonversi. Pembatasan konversi ini sangat dimungkinkan karena dari

seluruh areal yang diusulkan untuk dikonversi, 8% merupakan Hutan

Konservasi dan 13% merupakan Hutan Lindung. Akan lebih bijaksana jika

konversi hutan dan kedua fungsi peruntukan tersebut dapat dihindari,

karena proses konversi tersebut akan mengikuti prosedur pelepasan

kawasan yang sangat panjang. Demikian juga bila areal hutan produksi

yang diizinkan dikonversi adalah hutan produksi konversi benar-benar

tidak dapat dipertahankan sebagai hutan produksi (potensi kayu sangat

miskin) dan topografi relatif datar (lereng < 15%).

2. Penurunan Luas Areal RKT Pemegang IUPHHK

Para pemegang IUPHHK memainkan peran yang cukup nyata

dalam upaya mitigasi perubahan iklim melalui pencegahan degradasi

hutan di Indonesia. Data Rencana Kehutanan Tingkat Nasional Tahun

2011-2030 menunjukkan bahwa kurang lebih 34 juta hektar hutan

Indonesia berada dibawah pengelolaan pemegang ijin IUPHHK Hutan

Alam dan Hutan Tanaman. Untuk Provinsi Papua Barat, kawasan hutan

produksi yang menjadi areal konsesi IUPHHK seluas 4.620.800 Ha, atau

hampir setengah dari luas kawasan hutan provinsi Papua Barat..

Pengurangan emisi dari deforestasi baik melalui Pengelolaan Hutan

ton CO2-eq % ton CO2-eq %

10% 15,891,278 7.60 15,891,278 7.60

20% 31,782,556 15.20 31,782,556 15.20

30% 47,673,834 22.79 47,673,834 22.79

10% 5,052,134 5.01 5,052,134 5.01

20% 10,104,268 10.03 10,104,268 10.03

30% 15,156,402 15.04 15,156,402 15.04

2 RTRWP

Mitigasi

1 RTRWK

Periode I Periode 2

Kontribusi Penurunan Net Emisi

No. Skenario

Page 132: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-12

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Produksi Lestari (PHPL)/Sustainable Forest Management atau Improved

Forest Management (IFM), rehabilitasi, peningkatan serapan karbon dan

upaya-upaya lain dalam pengelolan hutan menjadi sangat penting.

Penurunan luas areal Rencana Kerja Tahunan (RKT) bagi

pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)

merupakan salah satu pilihan mitigasi yang diusulkan. Mitigasi ini

tercantum dalam 7 (tujuh) rencana mitigasi Kementerian Kehutanan

sebagai strategi untuk menurunkan emisi GRK di sektor kehutanan

sebesar 56% dari target 26%. Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Provinsi Papua Barat, selama ini realisasi luas tebangan

RKT oleh pemegang IUPHHK hanya ± 60% dari luas RKT yang disetujui.

Selain itu pemegang IUPHHK lebih memprioritaskan penebangan kayu

jenis Merbau saja. Dampak yang ditimbulkan model pembalakkan ini

adalah tingkat keterbukaan areal bekas tebangan tinggi dan tingkat

kerusakan tegakan tinggal meningkat, terutama pada areal-areal yang

potensi kayu merbau tinggi. Perusahaan juga cenderung membuka areal

hutan lebih luas untuk mencari habitat pertumbuhan merbau. Pada sisi

lain, akibat pemberian RKT yang melebihi kemampuan perusahaan,

banyak areal hutan yang sebenarnya masih merupakan Hutan Lahan

Kering Primer (HLKP) tetapi sudah dianggap (dikategorikan) sebagai

Hutan Lahan Kering Sekunder (HLKS) karena di dalam peta pemegang

IUPHHK dan peta perubahan lahan sudah dianggap sebagai areal bekas

tebangan (logged over area/LOA). Ketika areal konsesi itu telah menjadi

LOA, asumsinya bahwa areal hutan tersebut telah terbuka dan tutupan

lahan telah berkurang, pada hal masih tersisah 40 % berupa hutan utuh.

Rencana aksi mitigasi penurunan luas areal Rencana Kerja

Tahunan (RKT) pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

(IUPHHK) diasumsikan dilakukan pada hutan produksi yang berada

dalam wilayah konsesi IUPHHK. Selain itu skenario luas areal RKT yang

disetuji adalah 60%, 70% dan 80% dari luas areal yang diusulan.

Perbandingan antara garis acuan total emisi dan skenario mitigasi

penurunan luas areal RKT tahunan pemegang IUPHHK tahun 2006 –

2021 dalam dilihat pada Gambar 7.3.

Page 133: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-13

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Gambar 7.3. Perbandingan net emisi kumulatif pada berbagai skenario mitigasi penurunan luas areal RKT tahunan pemegang IUPHHK

Berdasarkan Gambar 7.3 di atas, mengindikasikan bahwa

skenario mitigasi penurunan luas areal RKT tahunan pemegang IUPHHK

dapat memberikan kontribusi yang cukup nyata dalam penurunan total

emisi di Provinsi Papua Barat. Semakin besar luas RKT tahunan yang

disetujui maka akan semakin besar emisi yang dihasilkan dan sebaliknya.

Jadi, peningkatan luas RKT akan berbanding terbalik dengan

pengurangan emisi. Besarnya kontribusi penurunan emisi pada mitigasi

penurunan luas RKT dengan berbagai skenario dapat dilihat pada Tabel

7.6 dan Gambar 7.4.

Tabel 7.6. Kontribusi penurunan net emisi pada berbagai skenario mitigasi penurunan luas areal RKT tahunan pemegang IUPHHK

Mitigasi Skenario Kontribusi Penurunan Net Emision

Periode I Periode 2 ton CO2-eq % ton CO2-eq %

RKT 60% 3.990.287 16,02 3.737.955 15,24 70% 2.992.715 12,01 2.787.923 11,37 80% 1.995.143 8,01 1.848.253 7,53

-

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

80,000,000

2006-2011 2011-2016 2016-2021

Ne

t E

mis

sio

n (

ton

CO

2-e

q)

Periode (Tahun)

BAU

RKT 60%

RKT 70%

RKT 80%

Page 134: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat

Strategi dan Rencana Aksi

Gambar 7.4. pb

Data di atas menunjukkan bahwa dengan luas RKT perusahaan

yang disetujui setiap tahun sebesar 60% dari yang diusulkan, maka

Provinsi Papua Barat dapat mengurangi net emisi CO

3.990.287 CO2-eq

CO2-eq (15,24%) pada periode 2 (dua). Jumlah emisi yang dapat

dikurangi ini akan semakin kecil dengan semakin besarnya luas areal

RKT tahunan pemegang IUPHHK yang disetujui.

3. Kombinasi antara Penurunan Luas AreaIUPHHK dan Penerapan Metode pemegang IUPHHK.

Aksi mitigasi selanjutnya yang direncanakan di Provinsi Papua

Barat adalah dengan menerapkan metode

pada areal RKT yang tela

pemegang IUPHHK. Aksi mitigasi ini diskenariokan dalam beberapa opsi.

Pertama, luas RKT IUPHHK yang

yang diusulkan. Kedua, keberhasilan implementasi

dengan keberhasilan

Berdasarkan skenario di atas, besarnya kontribusi aksi mitigasi

Penurunan Luas Areal

RIL oleh pemegang IUPHHK

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

80,000,000

Ne

t E

mis

sio

n (

ton

CO

2-e

q)

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Perbandingan net emisi pada berbagai skenario penurunan luas areal RKT tahunan pemegang IUPHHKberdasarkan periode

Data di atas menunjukkan bahwa dengan luas RKT perusahaan

yang disetujui setiap tahun sebesar 60% dari yang diusulkan, maka

Provinsi Papua Barat dapat mengurangi net emisi CO2 maksimal sebesar

eq (16,02%) pada periode 1 (satu) dan sebesar

(15,24%) pada periode 2 (dua). Jumlah emisi yang dapat

dikurangi ini akan semakin kecil dengan semakin besarnya luas areal

RKT tahunan pemegang IUPHHK yang disetujui.

Kombinasi antara Penurunan Luas Areal RKT Tahunan Pemegang IUPHHK dan Penerapan Metode Reduced Impact Logging pemegang IUPHHK.

Aksi mitigasi selanjutnya yang direncanakan di Provinsi Papua

Barat adalah dengan menerapkan metode Reduced Impact Logging

pada areal RKT yang telah disetujui sesuai dengan kapasitas produksi

pemegang IUPHHK. Aksi mitigasi ini diskenariokan dalam beberapa opsi.

Pertama, luas RKT IUPHHK yang disetujui berkisar antara 60%

yang diusulkan. Kedua, keberhasilan implementasi RIL diskenariokan

an keberhasilan 25%, 50%, 75%, dan 100%.

Berdasarkan skenario di atas, besarnya kontribusi aksi mitigasi

Penurunan Luas Areal RKT Pemegang IUPHHK dan Penerapan Metode

oleh pemegang IUPHHK, seperti disajikan pada Tabel 7.7.

-

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

80,000,000

BAU 60% 70% 80%

RKT

2016-2021

2011-2016

2006-2011

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-14

REDD+

kenario mitigasi emegang IUPHHK

Data di atas menunjukkan bahwa dengan luas RKT perusahaan

yang disetujui setiap tahun sebesar 60% dari yang diusulkan, maka

maksimal sebesar

pada periode 1 (satu) dan sebesar 3.737.955

(15,24%) pada periode 2 (dua). Jumlah emisi yang dapat

dikurangi ini akan semakin kecil dengan semakin besarnya luas areal

l RKT Tahunan Pemegang (RIL) oleh

Aksi mitigasi selanjutnya yang direncanakan di Provinsi Papua

Reduced Impact Logging (RIL)

h disetujui sesuai dengan kapasitas produksi

pemegang IUPHHK. Aksi mitigasi ini diskenariokan dalam beberapa opsi.

disetujui berkisar antara 60%-80% dari

RIL diskenariokan

Berdasarkan skenario di atas, besarnya kontribusi aksi mitigasi

RKT Pemegang IUPHHK dan Penerapan Metode

2021

2016

2011

Page 135: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-15

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 7.7. Kontribusi aksi mitigasi Penurunan Luas Areal RKT dan Penerapan Metode Reduced Impact Logging oleh pemegang IUPHHK

Data di atas menunjukkan bahwa luas RKT IUPHHK yang

disetujui berbanding terbalik dengan kontribusi penurunan emisi, serta

realisasi RIL berbanding lurus dengan kontribusi penurunan emisi.

Artinya bila realisasi luas RKT sesuai dengan kapasitas produksi

perusahaan dan perusahaan menerapkan prinsip RIL secara konsisten,

maka kontribusi penurunan emisi semakin besar.

4. Penerapan Metode Reduced Impact Logging oleh pemegang IUPHHK

Perubahan praktek logging konvensional ke Pemanenan

berdampak rendah (Reduced impact logging atau RIL) pada umumnya

akan mengurangi emisi karbon melalui: pengurangan kerusakan tegakan

sisa melalui penentuan lokasi arah rebah yang tepat, perbaikan seleksi

pohon yang akan ditebang berdasarkan inventarisasi dengan

mempertimbangkan ukuran dan lokasi pohon, perbaikan teknik

penyaradan (skidding) maupun penataan jalan angkutan kayu.

Pelaksanaan RIL bisa meningkatkan persediaan karbon hutan.

Dari beberapa penelitian RIL hanya mengambil 30% dari biomassa

(Bertault and Sist, 1997) , atau dengan kata lain sisa biomassa di hutan

Periode I Periode 2

RKT RIL ton CO2-eq % ton CO2-eq %

60% 25% 4,439,195 8.84 4,168,850 5.58

50% 4,888,102 9.73 4,601,843 6.16

75% 5,337,009 10.63 5,036,935 6.74

100% 5,785,917 11.52 5,474,125 7.32

70% 25% 3,516,441 7.00 3,285,398 4.39

50% 4,040,166 8.04 3,785,729 5.06

75% 4,563,891 9.09 4,288,916 5.74

100% 5,087,616 10.13 4,794,959 6.41

80% 25% 2,593,687 5.16 2,410,812 3.22

50% 3,192,230 6.36 2,977,101 3.98

75% 3,790,773 7.55 3,547,120 4.74

100% 4,389,316 8.74 4,120,869 5.51

Kontribusi Penurunan Net EmisionMitigasi

Page 136: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-16

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

sekitar 70%. Bandingkan dengan sisa 50% di hutan akibat pembalakan

konvensional. Peningkatan manajemen hutan diperkirakan akan

meningkatkan karbon stok 30 ton/ha. dihutan setelah 30 tahun

pembalakan (Putz et.al., 2008). TNC (2009) mengemukakan ada lima

cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi degradasi hutan yaitu: RIL,

sertifikasi (sustained yield principle), perlindungan kawasan konservasi,

manajemen konflik sosial, pemberantasan pembalakan liar),

pengendalian kebakaran, peningkatan tata kelola dan pengelolaan

pengambilan kayu bakar.

Reduced Impact Logging merupakan salah satu aksi mitigasi yang

direncanakan di Provinsi Papua Barat. Penerapan sistem RIL oleh

pemegang IUPHHK diharapkan dapat meminimalisir kerusakan hutan,

terutama pada tegakan tinggal. Jika RIL dapat diimplementasikan dengan

baik maka jumlah emisi yang diakibatkan oleh eksploitasi hutan dapat

dikurangi hingga 30% (Putz et.al., 2008).

Berdasarkan fakta tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

pengelolaan hutan lestari akan berperan dalam menyisakan stok karbon

di hutan setelah penebangan (just after harvesting), dan meningkatkan

karbon stok di hutan setelah penebangan dengan pertumbuhan yang

lebih baik. Bila asumsi perbandingan antara RIL (menyisakan 70% stok

karbon di hutan) dan pembalakan konvensional (menyisakan 50% stok

karbon di hutan) benar, maka RIL telah mengkonservasi karbon sebesar

20% dari stok karbon hutan alam. Jadi kalau stok karbon di hutan alam

rata-rata adalah 268 ton/ha, maka RIL telah mengkonservasi karbon

sebesar 54 ton/ha. Pembalakan konvensional bisa dianggap sebagai RL

(reference level) sedangkan RIL dianggap sebagai aktivitas baik sebagai

pengelolaan hutan lestari dan REDD+. Kita barangkali bisa beranggapan

bahwa pengendalian kebakaran, peningkatan tata kelola hutan dan

pengelolaan pengambilan kayu bakar sebagai bagian dari upaya yang

harus dilakukan dalam BAU yang tidak perlu menjadi RL. Penurunan

emisi di bawah RL akan mendapatkan kompensasi dalam skema REDD+.

Sedangkan penurunan emisi dari BAU menuju RL tidak akan

mendapatkan kompensasi karena dianggap penurunan itu sudah

seharusnya dilakukan (direncanakan).

Page 137: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-17

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Perbandingan antara net emisi kumulatif pada base line dengan

berbagai skenario mitigasi penerapan sistem RIL dapat dilihat pada

Gambar 7.5.

Gambar 7.5. Perbandingan net emisi kumulatif pada berbagai skenario mitigasi penerapan sistem RIL oleh pemegang IUPHHK

Gambar di atas menunjukkan bahwa semakin besar realisasi

implementasi sistem RIL oleh pemegang IUPHHK maka akan semakin

besar jumlah emisi yang dapat dikurangi. Penurunan Net Emisi CO2 pada

berbagai skenario implementasi dapat dilihat pada Tabel 7.8 dan Gambar

7.6

Tabel 7.8. Kontribusi penurunan net emisi pada berbagai skenario mitigasi pelaksanaan sistem RIL oleh pemegang IUPHHK

Mitigasi Skenario Kontribusi Penurunan Net Emision

Periode I Periode 2 ton CO2-eq % ton CO2-eq %

RIL

25% 748.179 3,00 688.238 2,81 50% 1.496.358 6,01 1.382.304 5,64 75% 2.244.537 9,01 2.082.199 8,49 100% 2.992.716 12,01 2.787.923 11.37

-

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

80,000,000

2006-2011 2011-2016 2016-2021

Ne

t E

mis

sio

n (

ton

CO

2-e

q/y

ea

r)

Periode (Tahun)

BAU

RIL 25%

RIL 50%

RIL 75%

RIL 100%

Page 138: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat

Strategi dan Rencana Aksi

Gambar 7.6. Perbandingan pelaksanaan

Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa dengan realisasi

implementasi sistem RIL oleh pemegang IUPHHK pada seluruh areal

RKT tahunan sebesar 100%, maka pada periode 1 (satu) Net Emisi yang

dapat diturunkan maksimal sebesar

pada periode 2 (dua) sebesar 2.787.

jumlah tersebut akan semakin berkurang dengan berkurangnya realisasi

impelentasi RIL. Jumlah emisi yang dapat dikurangi berkorelasi positif

dengan realisasi implementasi sistem RIL. Oleh se

yang ketat perlu dilakukan agar mitigasi penerapan sistem RIL dapat

memberikan kon

Aksi mitigasi ini hendaknya menjadi komitmen kebijakan

Provinsi Papua Barat untuk mener

pemegang IUPHHK ataupun mewajibkan setiap pemegang IUPHHK

yang aktif untuk mendapatkan sertifikat PHPL/SVLK.

5. Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis

Rehabilitasi hutan d

aksi mitigasi yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi

Gas Rumah Kaca dengan target penurunan emisi sebesar 18,35 juta ton

CO2-eq pada DAS prioritas dan 1,47 ton CO

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

80,000,000

Ne

t E

mis

sio

n (

ton

CO

2-e

q/y

ea

r

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Perbandingan net emisi pada berbagai skenario elaksanaan sistem RIL oleh pemegang IUPHHK

Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa dengan realisasi

implementasi sistem RIL oleh pemegang IUPHHK pada seluruh areal

RKT tahunan sebesar 100%, maka pada periode 1 (satu) Net Emisi yang

dapat diturunkan maksimal sebesar 2.992.716 ton CO2-eq (12,01%) d

pada periode 2 (dua) sebesar 2.787.923 ton CO2-eq (11,37%), dan

jumlah tersebut akan semakin berkurang dengan berkurangnya realisasi

impelentasi RIL. Jumlah emisi yang dapat dikurangi berkorelasi positif

dengan realisasi implementasi sistem RIL. Oleh sebab itu pengawasan

yang ketat perlu dilakukan agar mitigasi penerapan sistem RIL dapat

memberikan kontribusi yang optimal terhadap penurunan emisi GRK.

Aksi mitigasi ini hendaknya menjadi komitmen kebijakan dinas Kehutanan

Provinsi Papua Barat untuk menerapkan RIL secara konsekwen oleh

pemegang IUPHHK ataupun mewajibkan setiap pemegang IUPHHK

yang aktif untuk mendapatkan sertifikat PHPL/SVLK.

Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis

Rehabilitasi hutan dan lahan kritis merupakan salah satu rencana

si yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi

Gas Rumah Kaca dengan target penurunan emisi sebesar 18,35 juta ton

eq pada DAS prioritas dan 1,47 ton CO2-eq pada hutan mang

-

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

80,000,000

BAU 25% 50% 75% 100%

RIL

2016

2011

2006

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-18

REDD+

kenario mitigasi emegang IUPHHK

Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa dengan realisasi

implementasi sistem RIL oleh pemegang IUPHHK pada seluruh areal

RKT tahunan sebesar 100%, maka pada periode 1 (satu) Net Emisi yang

eq (12,01%) dan

eq (11,37%), dan

jumlah tersebut akan semakin berkurang dengan berkurangnya realisasi

impelentasi RIL. Jumlah emisi yang dapat dikurangi berkorelasi positif

bab itu pengawasan

yang ketat perlu dilakukan agar mitigasi penerapan sistem RIL dapat

terhadap penurunan emisi GRK.

dinas Kehutanan

apkan RIL secara konsekwen oleh

pemegang IUPHHK ataupun mewajibkan setiap pemegang IUPHHK

an lahan kritis merupakan salah satu rencana

si yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi

Gas Rumah Kaca dengan target penurunan emisi sebesar 18,35 juta ton

eq pada hutan mangrove

2016-2021

2011-2016

2006-2011

Page 139: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-19

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

dan hutan pantai. Penanggung jawab aksi mitigasi ini adalah Kementerian

Kehutanan dan pelaksanaannya dilakukan pada seluruh provinsi di

Indonesia kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak ada alokasi

rehabilitasi hutan mangrove.

Berdasarkan data dari Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai

(BPDAS) Remu Ransiki tahun 2011, luas lahan kritis dalam kawasan

hutan di Provinsi Papua Barat 439.911 Ha atau sekitar ± 4,54% dari total

luas kawasan hutan di Papua Barat. Luas lahan kritis dalam kawasan

hutan dapat dirincikan sebagai berikut: Hutan Konservasi seluas 67.138

Ha (0,69%), Hutan Lindung (HL) 99.176 Ha (1,02%), Hutan Produksi

Tetap (HP) 88.243 Ha (0,91%), Hutan Produksi Terbatas (HPT). 127.761

Ha (1,32%), dan Hutan Produksi Konversi (HPK) 57.593 Ha (0,59%).

Luas lahan kritis dalam kawasan hutan ini bisa berkurang apabila

rehabilitasi hutan dan lahan sebagai salah satu rencana aksi mitigasi

nasional dapat dilakukan dengan baik, berkesinambungan, serta

dilaksanakan pada daerah-daerah yang dikategorikan kritis. Selain itu,

juga terdapat Areal Penggunaan Lain dengan luas 53.161 Ha (0,55%)

yang dapat dilakukan penghijauan.

Rencana aksi mitigasi rehabilitasi hutan dan lahan di Provinsi

Papua Barat diasumsikan dilakukan pada lahan kritis, dengan target luas

areal kritis yang ditanami seluas 5.000 Ha/tahun serta diasumsikan

bahwa jenis pohon yang ditanaman adalah jenis cepat tumbuh (fast

growing species) tanpa daur. Selain itu skenario tingkat keberhasilan RHL

dibagi dalam 4 (empat) skenario yaitu skenario dengan tingkat

keberhasilan terendah 20%, skenario tingkat keberhasilan 40%, skenario

tingkat keberhasilan 60%, serta skenario dengan tingkat keberhasilan

tertinggi yaitu 80% dari luas areal yang direncanakan dengan persentase

tumbuh tanaman minimal 80 %..

Perbandingan antara garis acuan emisi Provinsi Papua Barat

dengan berbagai skenario mitigasi rehabilitasi hutan dan lahan disajikan

pada Gambar 7.7.

Page 140: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-20

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Gambar 7.7. Perbandingan net emisi kumulatif pada berbagai skenario mitigasi rehabilitasi hutan dan lahan dengan garis acuan (data masa lampau)

Gambar di atas mendeskripsikan bahwa tingkat keberhasilan

rehabilitasi hutan dan lahan berkorelasi positif dengan laju penurunan

emisi GRK dengan catatan keberhasilan tanaman dilapangan minimal 80

%. Semakin tinggi tingkat keberhasilan RHL, maka akan semakin besar

serapan karbon hutan dan semakin tinggi persentase penurunan emisi

GRK.. Keberhasilan mitigasi RHL sangat bergantung pada beberapa

faktor, diantaranya adalah pendanaan dan pengawasan serta

pemeliharaan tanaman. Fakta di lapangan menunjukan bahwa

pemeliharaan tanaman RHL pada tahun ke-2 sampai tahun ke-5 hampir

tidak dilakukan sehingga mempengaruhi persen tumbuh tanaman RHL

dan luas lahan kritis yang terpulihkan. Pemeliharaan tanaman tersebut

mutlak dilakukan untuk menjamin peningkatan kapasitas serapan karbon

hutan, jika kegiatan RHL merupakan salah satu rencana aksi mitigasi

yang diharapkan dapat mengurangi emisi GRK.

Kontribusi Mitigasi RHL terhadap penurunan emisi GRK dapat

dilihat pada Tabel 7.9.

-

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

80,000,000

2006-2011 2011-2016 2016-2021N

et

Em

issi

on

(to

n C

O2

-eq

/ye

ar)

Periode (Tahun)

BAU

RHL 20%

RHL 40%

RHL 60%

RHL 80%

Page 141: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-21

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 7.9. Kontribusi aksi mitigasi RHL terhadap penurunan net emisi di Provinsi Papua Barat.

Mitigasi Skenario Kontribusi Penurunan Net Emision

Periode I Periode 2 ton CO2-eq % ton CO2-eq %

RHL

20% 308.347 0,61 1.129.128 1,51 40% 616.694 1,23 2.258.256 3,02 60% 925.042 1,84 3.387.384 4,53 80% 1.233.389 2,46 4.516.512 6,04

Data pada tabel di atas menunjukan bahwa kontribusi maksimum

aksi mitigasi RHL terhadap penurunan emisi CO2 pada periode 1 (satu)

dengan tingkat keberhasilan 80% adalah sebanyak 1.233.389 ton CO2-eq

(2,46%) dan pada periode 2 (dua) sebanyak 4.516.512 ton CO2-eq

(6,04%). Kontribusi tersebut akan semakin menurun seiring dengan

menurunnya tingkat keberhasilan RHL dan akan semakin meningkat bila

persen tumbuh tanaman 80% dapat dipertahankan selama periode

mitigasi. Karena itu perlu adanya perubahan kebijakan dalam

pelaksanaan RHL, dimana program RHL dilaksanakan dalam satu siklus

proyek 5 tahunan dan keberhasilan tanaman hidup di lapangan 80%

sebagai kriteria berakhirnya satu siklus proyek RHL.

6. Pengukuhan Kawasan Hutan

Pengukuhan kawasan hutan merupakan salah satu rencana aksi

mitigasi yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi

Gas Rumah Kaca dengan target penurunan emisi sebesar 123,41 juta ton

CO2-eq pada seluruh provinsi di Indonesia. Pengukuhan kawasan hutan

adalah kegiatan yang berhubungan dengan penataan batas suatu wilayah

yang telah ditunjuk sebagai suatu kawasan hutan dengan fungsi tertentu

guna memperoleh kepastian hukum kawasan hutan. Pengukuhan

kawasan hutan dilakukan melalui tahapan: (1) penunjukan kawasan

hutan, (2) penataan batas kawasan hutan, (3) pemancangan batas

kawasan hutan dan (4) penetapan kawasan hutan. Dari keempat tahapan

tersebut, pada kenyataannya sebagian besar fungsi kawasan hutan di

Provinsi Papua Barat baru mencapai tahap pertama, yaitu penunjukan

fungsi kawasan hutan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan.

Penataan batas Hutan temu gelang di provinsi Papua Barat baru

Page 142: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-22

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

mencapai ± 20% (BPKHWilayah XVII, 2012) dan tata batas temu gelang

ini hanya terfokus pada hutan lindung dan kawasan konservasi.

Kawasan hutan produksi penataan batas diserahkan kepada IUPHHK

sebagai bagian dari perencanaan perusahaan yang pada kenyataannya

tidak pernah dilakukan dengan baik dilapangan. Akibat dari belum

terlaksananya pengukuhan kawasan hutan ini (pemancangan pal batas

luar), sering menimbulkan konflik ruang baik antar IUPHHK maupun antar

fungsi kawasan, bahkan antar RTRWP/RTRWK dengan Tata Guna

Hutan maupun wilayah Hutan Adat. Sering pula terjadi pemberian

perizinan ganda pada satu fungsi kawasan atau pemberian izin pada

fungsi kawasan yang tidak bersesuaian peruntukannya.

Provinsi Papua Barat merupakan salah satu provinsi dengan

hutan terluas yang masih relatif utuh di Indonesia, sehingga aksi mitigasi

ini mutlak dilakukan. Pengukuhan kawasan hutan di Provinsi Papua

Barat dilakukan masih terbatas pada kawasan konservasi dan hutan

lindung. Untuk kawasan hutan produksi belum dilakukan penataan batas

luar kawasan. Penataan batas masih terbatas pada areal konsesi

HPH/IUPHHK bersamaan dengan rencana pengusahaan hutan.

Pengukuhan kawasan hutan yang mencakup batas luar kawasan dan

batas antara fungsi kawasan diharapkan akan meningkatkan keamanan

kawasan dan mengurangi tumpang tindih pemanfaatan di setiap fungsi

hutan. Aksi mitigasi ini sekaligus sebagai upaya untuk percepatan

pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).

Tabel 7.10. Kontribusi aksi mitigasi pengukuhan kawasan hutan terhadap penurunan net emisi di Provinsi Papua Barat

Mitigasi Skenario Kontribusi Penurunan Net Emision

Periode I Periode 2 ton CO2-eq % ton CO2-eq %

Pengukuhan Kawasan Hutan

20% 997.796 1,99 1.995.591 2,67 30% 1.496.693 2,98 2.993.387 4,00 40% 1.995.591 3,97 3.991.183 5,34 50% 2.494.489 4,97 4.988.978 6,67 60% 2.993.387 5,96 5.986.774 8,01 70% 3.492.285 6,95 6.984.569 9,34 80% 3.991.183 7,95 7.982.365 10,68 90% 4.490.080 8,94 8.980.161 12,01

100% 4.988.978 9,93 9.977.956 13,35

Page 143: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-23

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Data pada Tabel di atas menunjukkan bahwa pengukuhan

kawasan hutan memiliki peranan yang sangat penting dalam

pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Jika penataan

batas luar kawasan hutan dan batas antar fungsi dalam kawasan hutan

bisa dilakukan maka dapat memberikan kepastian hukum status kawasan

hutan, sekaligus memberikan jaminan keamanan dalam pengelolaan dan

kemananan kawasan. Dengan demikian konflik ruang dan konflik

kepentingan dapat diminimumkan dan sekaligus dapat memberikan

jaminan keamanan kawasan dari perambahan.

7. Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) diharapkan dapat

dijadikan salah satu rencana aksi mitigasi di Provinsi Papua Barat.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011, aksi mitigasi

pembangunan HTR diharapkan dapat memberikan kontribusi penurunan

emisi sebanyak 110,10 Juta ton CO2-eq. Rencana aksi mitigasi HTR di

Provinsi Papua Barat diasumsikan dilakukan tiap tahun pada areal seluas

5000 Ha melalui skema kebun Bibit Rakyat (KBD). Khusus program HTR

pada lahan milik atau lahan bekas ladang penduduk dapat dilakukan

dengan teknik Agroforestri. Jika rencana mitigasi tersebut dapat

diimplementasikan, maka pada tahun 2021 (akhir periode kedua)

pembangunan HTR diharapkan dapat memberikan kontribusi penurunan

emisi sebesar 5.161.728 ton CO2-eq (6,90%) dari total emisi Papua Barat.

Tabel 7.11. Kontribusi aksi mitigasi pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) terhadap penurunan net emisi di Provinsi Papua Barat

Mitigasi Skenario

Kontribusi Penurunan Net Emision Periode I Periode 2

ton CO2-eq % ton CO2-eq %

Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

20% 352.339 0,70 1.290.432 1,73 40% 704.678 1,40 2.580.864 3,45 60% 1.057.018 2,10 3.871.296 5,18 80% 1.409.357 2,81 5.161.728 6,90

Pembangunan HTR ini diasumsikan dilakukan pada lahan kritis

yang berada dalam daerah penyangga atau pada lahan milik

masyarakat.. Aksi mitigasi melalui peningkatan kuantitas dan kualitas

Page 144: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-24

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

pembangunan HTR diharapkan dapat meningkatkan cadangan karbon

pada periode tertentu. Bila hutan tanaman rakyat merupakan hutan

campuran antara tanaman kehutanan dan tanaman buah-buahan, maka

diharapkan juga emisi dapat dikurangi. Melalui pembangunan HTR ini

diharapkan juga dapat merubah pola pikir dan partisipasi masyarakat

dalam pengelolaan hutan lestari. Melalui program HTR ini, pola

pemanfaatan lahan hutan oleh masyarakat disekitar hutan di Papua Barat

yang selama ini dengan cara perladangan berpindah (shifting cultivation)

dapat bergeser kearah pembangunan hutan tanaman. Hal ini akan lebih

maksimal lagi jika pengelolaan HTR dilakukan dengan teknik-teknik

agroforestri. Hal ini akan semakin meningkatkan produktifitas dari lahan

hutan yang dikelola oleh masyarakat, yang secara langsung akan

berimplikasi terhadap perbaikan ekonomi masyarakat di dalam dan di

sekitar hutan disamping dapat meningkatkan serapan karbon hutan dan

lahan milik.

8. Pembangunan Hutan Kota

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang

Hutan Kota, setiap wilayah perkotaan diwajibkan untuk membangun

hutan kota dalam rangka mempertahankan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

di wilayah perkotaan. Pembangunan Hutan Kota menjadi salah satu opsi

mitigasi yang ditawarkan di Papua Barat. Kawasan pemukiman di

Provinsi Papua Barat seluas 16.939 Ha dan luas ini akan semakin

meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan lahan akan

pemukiman, perkantoran dan juga untuk infrastruktur pembangunan

lainnya. Pemekaran wilayah Kabupaten di Provinsi Papua Barat yang

terus terjadi tentunya akan mendorong perubahan struktur dan pola ruang

pembangunan dan sekaligus akan mendorong perubahan Tata Guna

Hutan di setiap Kabupaten Induk . Pemekaran wilayah juga akan

berimplikasi pada tingginya penggunaan ruang untuk pembangunan

fasilitas pemerintah dalam menunjang pengembangan wilayahnya.

Karena itu terutama pada wilayah calon ibu kota kabupaten pemekaran,

penataan kota menjadi satu hal yang penting agar keindahan dan

kenyamanan pemukiman dapat dijamin. Salah satu kegiatan penataan

kota yang baik adalah tersediannya ruang terbuka hijau (RTH) yang

Page 145: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-25

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

memadai. Tersedianya RTH yang dengan proporsi yang memadai, yaitu

minimum 30 % dari luas wilayah perkotaan merupakan salah satu

indikator perbaikan iklim mikro dan peredam polusi perkotaan. Salah satu

upaya untuk menyediakan RTH di perkotaan adalah pembangunan

Hutan Kota/taman Kota. Pentingnya Hutan Kota/Taman Kota menjadi

alasan pemilihan aksi mitigasi pembangunan Hutan Kota di setiap ibu

kota kabupaten/kotamadya di Papua Barat. Aksi mitigasi ini diasumsikan

dilakukan pada seluruh wilayah perkotaan di Provinsi Papua dengan luas

254 Ha setiap tahun. Skenario yang digunakan adalah bila realisasi luas

hutan kota setiap tahun 20%, 40%,60% dan 80 % dari luas 254 ha setiap

tahun.

Tabel 7.12. Kontribusi aksi mitigasi pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) terhadap penurunan net emisi di Provinsi Papua Barat

Mitigasi Skenario Kontribusi Penurunan Net Emision

Periode I Periode 2 ton CO2-eq % ton CO2-eq %

Hutan Kota

20% 16.047 0,03 57.360 0,08 40% 32.094 0,06 114.719 0,15 60% 48.140 0,10 172.079 0,23 80% 64.187 0,13 229.439 0,31

Berdasarkan data pada Tabel di atas terlihat bahwa kontribusi aksi

mitigasi pembangunan hutan kota terhadap penurunan emisi di Papua

Barat relatif kecil, hanya sekitar 229.439 ton CO2-eq (0,31%). Namun aksi

mitigasi ini diharapkan dapat memberikan manfaat lain (co-benefit) yang

dapat secara langsung dirasakan oleh masyarakat perkotaan. Manfaat

lain yang diharapkan adalah adanya perubahan iklim mikro di dalam

wilayah perkotaan dan juga meningkatkan keindahan kota..

Pembangunan hutan kota juga diharapkan dapat memberikan

kenyamanan dan kesehatan lingkungan bagi penduduk perkotaan,

terutama di siang hari saat melakukan aktivitas di luar rumah ataupun

saat berolah raga. Pembangunan hutan kota/taman kota sudah

merupakan tuntutan dalam tata ruang pembangunan kota yang berlaku

secara nasional. Oleh karena itu pencapaian ruang terbuka hijau 30%

hendaknya menjadi bagian dari perencanaan Tata Kota dan penataan

Page 146: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-26

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

perumahan di setiap ibu kota Provinsi, Kabupaten di Provinsi Papua

Barat.

Berdasarkan rencana aksi mitigasi dan skenario REDD+

Provinsi Papua Barat yang diuraikan di atas, maka target penurunan

emisi sampai pada tahun 2020 sebesar 42,65% dengan kontribusi

penurunan emisi terhadap target nasional sebesar 7,97 dengan asumsi

bahwa semua skenario aksi mitigasi terpilih didukung dengan komitmen

penuh seluruh stakeholders dan terimplementasi secara konsisten sesuai

rencana serta seluruh faktor pemungkin dapat dikendalikan dan

diintegrasikan dengan baik.

Ringkasan rencana aksi Provinsi dalam rangka implementasi

REDD+ seperti disajikan pada Tabel 7.13.

Page 147: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-27

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 7.13. Matrik rencana aksi provinsi dalam rangka implementasi REDD+

URAIANSYARAT POKOK

KEGIATAN

PROBLEM SYARAT

POKOKALTERNATIF SOLUSI LOKUS SOLUSI

SIFAT

KEGIATAN

INDIKATOR

KINERJAUNIT PELAKSANA

(1) (2) (3) (4) (5) (7) (8) (9) (10) (11)

(1) Perlu pengkajian

lebih lanjut mengenai

RTRWP atau RTRWK

sebelum disahkan

(ditetapkan)

(1) Hampir semua

kab/kota telah

menyiapkan dratf

RTRW, bahkan telah

menyiapkan konsep

Perdanya

Melakukan revisi secara

total terhadap draft RTRW

yang telah disusun dengan

mangakomodir

kepentingan masyarakat

adat dan pembangunan

berwawasan lingkungan

Provinsi,

Kabupaten/KotaSTRATEGIS

Pemerintah

Provinsi,

Kabupaten/Kota

(2) Rencana Tata

Ruang harus

mendukung wacana

Papua Barat sebagai

provinsi konservai

(2) RTRWP

mengalokasikan

konversi hutan

konservasi dan hutan

lindung

Menghindari konversi

hutan pada areal

konservasi dan hutan

lindungProvinsi,

Kabupaten/KotaSTRATEGIS

Pemerintah

Provinsi,

Kabupaten/Kota

(3) Penyusunan Tata

ruang harus dapat

mengakomodir

pemetaan wilayah adat

(3) Pemetaan wilayah

adat belum dilakukan

di Papua BaratMelibatkan masyarakat

secara aktif dalam

melakukan penyusuna

RTRW, termasuk di dalam

pemetaan wilayah adat

Provinsi,

Kabupaten/KotaSTRATEGIS

Pemerintah

Provinsi,

Kabupaten/Kota

Tersusunnya

RTRW yang

berwawasan

lingkungan dan

mengakomodir

kepentingan

masyarakat adat

1 Pengurangan

Luas konversi

hutan dalam

RTRWP atau

RTRWK

Hal ini dilakukan

untuk mencegah

konversi hutan

untuk

kepentingan

peruntukan lain

No.AKAR MASALAH DAN STRANAS

(6)

KEGIATAN

PROGRAM

Draft RTRWP maupun RTRWK yang telah disusun lebih menunjukkan keberpihakan

terhadap pem

bangunan yang kurang berwaw

asan lingkungan dan tidak mem

perhatikan

kepentingan masyarakat a

dat

Page 148: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-28

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 7.13. (lanjutan…)

(1) (2) (3) (4) (5) (7) (8) (9) (10) (11)

2 Penurunan luas

RKT Pemegang

IUPHHK

Hal ini dilakukan

karena rata-rata

realisasi RKT

tahunan

IUPHKK selama

ini hanya sekitar

± 60% dari total

RKT IUPHHK

yang disetujui

(1) Dinas Kehutanan

Provinsi sebagai

Pengesah RKT harus

mengacu pada realisasi

RKT tahun sebelumnya

(1) Luas RKT yang

disetujui selama ini

adalah seluas RKT

yang diusulkan

Dinas Kehutanan harus

secara tegas menurunkan

luas areal RKT pemegang

IUPHHK sesuai dengan

realisasi penabangan

pada tahun sebelumnya

Provinsi STRATEGIS Pemerintah

Provinsi

(2) Pemegang IUPHHK

harus realistis dalam

mengusulkan RKT

(2) Pemegang IUPHHK

harus

mempertimbangkan

aspek-aspek lain

dalam pengelolaan

hutan selain aspek

ekonomi

Pengawasan secara ketat

oleh tenaga teknis

kehutanan yang bermoral

terhadap pelaksanaan

RKT IUPHHK

Provinsi STRATEGIS Pemerintah

Provinsi,

Kabupaten/Kota

(6)

Pem

egang IUPHHK selam

a ini m

emiliki kapasitas produksi kayu yang cenderung lebih rendah dari yang diusulkan.

Hal ini disebabkan karena IUPHHK cenderung m

elakukan perencanaan penebangan secara umum

sebagaimana

yang lazim dikerjakannya selam

a ini. Pada hal perencaaan pengelolaan hutan harusnya bersifat s

ite s

peci

fic

Pemberian luas

areal RKT yang

optimal

Page 149: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-29

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 7.13. (lanjutan…)

(1) (2) (3) (4) (5) (7) (8) (9) (10) (11)

3 Penerapan

Sistem

Penebangan

Berdampak

Rendah (RIL)

RIL diharapkan

menjadi salah

satu sistem

penebangan

hutan yang

diadopsi oleh

pemegang

IUPHHK

(1) Kementerian

Kehutanan bersama

dengan Dinas

Kehutanan Provinsi dan

Kabupaten/Kota telah

melakukan sosialisasi

RIL

(1) RIL selama ini

masih dipandang oleh

pemegang IUPHHK

sebagai sistem

pengelolaan hutan

dengan biaya tinggi

(high cost ) dan sangat

sulit untuk

diimplementasikan

Komitmen menerapkan

sistem RIL harus menjadi

syarat utama persetujuan

RKT IUPHHK

Areal IUPHHK STRATEGIS Laporan

realisasi

pelaksanaan

RIL yang sesuai

dengan fakta

lapangan

Pemegang IUPHHK

(2) Pemegang IUPHHK

secara sadar dan

bertanggung jawab

melakukan RIL secara

bertahap

(2) Pemegang IUPHHK

belum memahami

secara jelas sistem RIL

dan bagaimana

melaksanakannya di

lapangan

Pemegang IUPHHK

melaporkan secara

triwulan realisasi

pelaksanaan RIL,

termasuk kendala-kendala

dalam implementasi di

lapangan

Provinsi STRATEGIS Laporan triwulan

pelaksanaan

RIL

Pemegang IUPHHK

Pem

egang IUPHHK selam

a ini berada pada posisi yang dilematis, karena selain ada kewajiban-kew

ajiban formal yang

harus dipenuhi, ada juga kew

ajiban-kew

ajiban inform

al yang diwajibkan oleh oknum

Dinas Kehutanan setem

pat yang

akan sem

akin m

enaikkan biaya eksploitasi hutan. Sehingga sistem

apapun yang ditawarkan akan sangat susah untuk

diimplem

entasikan

(6)

Page 150: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-30

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 7.13. (lanjutan…)

(1) (2) (3) (4) (5) (7) (8) (9) (10) (11)

4 Rehabilitasi

Hutan dan Lahan

(RHL)

Program ini

dilakukan pada

lahan-lahan

kritis yang telah

ditentukan oleh

BPDAS Remu

Ransiki pada

tingkatan DAS

dan Sub DAS

(1) Tersedianya

rencana 5 (lima)

tahunan rehabilitasi

hutan dan lahan di

tingkat Provinsi dan

Kabupaten sebagai

eksekutor kegiatan

(1) Perencanaan yang

selama ini berjalan

hanya bersifat tahunan

(temporer), sehingga

sulit untuk menilai

kesuksesan RHL

dalam periode waktu

tertentu

Penyusunan rencana 5

(lima) tahuan RHL yang

bersifat aplicable dan

merupakan perencanaan

yang berbasis tapak (site

specific)

Provinsi,

Kabupaten/Kota

STRATEGIS Tersedianya

rencana 5 (lima)

tahunan RHL

yang aplicable

(2) Tersedianya

anggaran yang

mencukupi, baik

ditingkat perencanaan,

pengorganisasian,

pelaksanaan dan

pengawasan

(monitoring)

(2) Anggaran yang

tersedia pada tingkat

provinsi dan

kabupaten/kota sangat

tergantung pada

setoran DR daerah,

sehingga akan sangat

fluktuatif

Pengkhususan anggaran

RHL yang tidak terkait

dengan penganggaran

rutin, sehingga dana RHL

ini dapat digunakan tanpa

mengikuti skema

penganggaran pemerintah

yang cenderung tersedia

hanya pada akhir tahun

anggaran

Pusat, Provinsi,

Kabupaten/Kota

STRATEGIS Tersedianya

dana khusus

yang dapat

digunakan dari

awal tahun

berjalan

kegiatan

(3) Pembagian tugas

yang jelas antara

semua stakeholder

yang terlibat dlm

kegiatan RHL, baik di

tingkatan pusat,

provinsi maupun

kabupaten

(3) Belum ada

pembagian tugas yang

jelas antara semua

stakeholder, sehingga

pembagiaan tugas

yang terjadi selama ini

lebih mengutamakan

pembagian kekuasaan

dan distribusi manfaat

ekonomi semata

Pembagian tugas dan

wewenang pemerintah

baik di tingkat pusat,

provinsi, maupun

kabupaten/kota harus

jelas, untuk menghindari

bentukan yang hanya

mementingkan ekonomi

sesaat proyek

Pusat, Provinsi,

Kabupaten/Kota

STRATEGIS Tersedianya

kelembagaan

RHL dengan

pembagian

tugas dan

tanggung jawab

yang jelas

(4) Masyarakat sebagai

eksekutor lapangan

kegiatan RHL harus

dibekali pengetahuan

dasar RHL dan

indikator-indikator

keberhasilannya

(4) Masyarakat selama

ini hanya dipandang

sebagai pekerja (buru)

kasar yang

dipekerjakan pada

proyek RHL, sehingga

pengetahuan mereka

tentang teknik dasar

RHL cenderung

diabaikan

Perlu adanya pelatihan

secara terencana dan

terukur, untuk menyiapkan

masyarakat sebagai

eksekutor lapangan

kegiatan RHL tentang

teknis dasar RHL dan

indikator-indikator

keberhasilannya

Kabupaten/Kota STRATEGIS Masyarakat

memiliki

kemampuan

dasar teknis

RHL dengan

sertifikasi

khusus

Kegiatan RHL selama ini hanya dipandang sebagai salah satu proyek yang dapat memberikan manfaat ekonomi sesaat kepada stakeholder yang terlibat, tanpa memikirkan

tujuan utama dari RHL untuk membangun hutan. Selain itu indikator keberhasilan RHL hanya dinilai pada tahun-tahun awal pelaksanaan. Pada hal seharunya tingkat

keberhasilan RHL harus dinilai secara menyeluruh pada tahun kelima pelaksanaan, bukan hanya pada persen dan realisasi pertumbuhan di lapangan, tetapi juga pada level

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan monitoring.

Pemerintah Pusat,

Provinsi,

Kabupaten/Kota

(6)

Page 151: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-31

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 7.13. (lanjutan…)

(1) (2) (3) (4) (5) (7) (8) (9) (10) (11)

5

Penataan batas

kawasan hutan

Hal ini dilakukan

untuk

memberikan

kejelasan batas

kawasan hutan

serta batas

antara fungsi

hutan

(1) Kementerian

Kehutanan melalui

Badan Planologi

Kehutanan harus

menindak lanjuti semua

SK penunjukan

kawasan hutan dengan

SK penetapan kawasan

hutan

(1) Penataan batas

seluruh kawasan hutan

memerlukan biaya

yang sangat tinggi

Perlu adanya

perencanaan penataan

batas kawasan hutan,

sehingga dapat ditentukan

banyaknya biaya dan

waktu yang dibutuhkan

untuk melakukan

penataan batas seluruh

kawasan hutan

berdasarkan fungsi hutan

Provinsi,

Kabupaten/Kota

STRATEGIS Tuntasnya

penataan batas

kawasan hutan

berdasarkan

fungsi hutan

Badan Planologi

Kehutanan melalui

BPKH Wilayah XVII

dan Pengelola KPH

(2) Perlu adanya

penganggaran yang

bersifat kontinue untuk

penataan batas

kawasan hutan

(2) Pemerintah

cenderung

memprioritaskan

anggaran pada sektor-

sektor ekonomi kreatif

Penataan batas kawasan

hutan sebagai bagian

rencana aksi nasional

dalam pengurangan emisi

GRK harus diprioritaskan

sebagai bukti komitmen

pemerintah untuk

menurunkan emisi GRK

Pusat, Provinsi,

Kabupaten/Kota

STRATEGIS Turunnya emisi

GRK karena

adanya

keamanan

kawasan hutan

Pemerintah

Provinsi,

Kabupaten/Kota

Kaw

asan hutan selam

a ini hanya didasarkan pada SK penunjukan kawasan hutan oleh menteri

kehutanan, sehingga batas-batas kawasan hutan hanyalah batas maya di atas PETA, tanpa

mem

iliki batas nyata di lapangan

(6)

Page 152: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-32

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Tabel 7.13. (lanjutan…)

(1) (2) (3) (4) (5) (7) (8) (9) (10) (11)

6

Pembangunan

Hutan Tanaman

Rakyat (HTR)

HTR diharapkan

menjadi salah

satu aksi

mitigasi yang

dapat

melibatkan

masyarakat di

dalam

pengelolaan

hutan produksi

lestari

Pemerintah Provinsi

Papua Barat wajib

menyediakan lahan

yang dicadangkan

untuk HTR

HTR merupakan

program yang relatif

baru di Provinsi Papua

Barat

Peran m

asyarakat d

i dalam

dan sekitar kawasan hutan

selama ini hanya berfokus pada kegiatan ekstraktif yang

dilakukan oleh IU

PHHK, sehingga perlunya sosialisasi yang

sangat intensif untuk pembangunan HTR

HTR dengan pola

agroforestry dapat mulai

dibangun pada areal-areal

bekas perladangan

berpindah masyarakat,

untuk mengurangi

perambahan hutan oleh

masyarakat, serta untuk

meningkatkan peran

masyarakat di dalam

pengeloaan hutan

Kabupaten/Kota STRATEGIS Terbangunnya

HTR seluas

5000 Ha tiap

tahun di Papua

Barat

Pemerintah

Provinsi,

Kabupaten/Kota

7 Hutan Kota

Hutan Kota

sebagai bagian

dari Ruang

Terbuka Hijau

(RTH) harus

dioptimalkan

pada wilayah

perkotaan

Pemerintah Kab/Kota

melakukan kuantifikasi

mngenai kebutuhan

RTH di wilayahnya

Papua Barat masih

memiliki tutupan hutan

yang cukup pada

wilayah-wilayah

penyangga perkotaan

sehingga RTH

cenderung masih

belum dianggap perlu

Perencanan pembangunan kota yang tertuang di dalam

RTRWK cenderung m

engabaikan luas kebutuhan RTH,

sehingga perencaaan penggunaan lahan lebih difokuskan

kepada pem

bangunan yang mengabaikan aspek lingkungan Selain membangun RTH

di dalam perkotaan,

pemerintah kota dapat

mewajibkan setiap pemilik

aset di dalam perkotaan

untuk menghijaukan kota

Kabupaten/Kota STRATEGIS Terbangunan

Hutan Kota

Seluas 254 Ha

tiap tahun di

Papua Barat

Pemerintah

Kab/Kota

(6)

Page 153: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-33

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Secara holistik keberhasilan aksi mitigasi pada sektor kehutanan

(REDD+) diukur dengan menggunakan tiga kriteria yang disebut 3E+ (Stern,

2007; Angelsen dkk., 2008) yaitu effectiveness (berapa besar emisi GRK yang

diturunkan), efficiency (pada tingkat biaya minimum), equity (sebaran manfaat

bagi banyak pihak) dan co-benefits (manfaat lain yang didapat). Kriteria 3E+

mengukur apakah sebuah aksi mitigasi dapat dijalankan dengan baik.

Keefektifan. Evaluasi awal tentang keefektifan sebuah rencana akan

mempertimbangkan beberapa kriteria tambahan seperti kedalaman dan nilai

tambahan, rentang dan cakupan, keluwesan dan kekuatan, kendali atau

pencegahan kebocoran, kekekalan dan liabilitas, dan sejauh mana suatu

tindakan mengatasi penyebab pokok deforestasi dan degradasi hutan dan lahan.

Tata kelola dan korupsi juga menjadi pertimbangan yang penting. Misalnya,

sampai sejauh mana tindakan yang diusulkan rawan akan praktek-praktek

korupsi?. Suatu evaluasi akhir akan mengukur perubahan cadangan karbon

secara langsung dan membandingkannya dengan standar kondisi seperti yang

direncanakan. (business as usual/BAU).

Efisiensi, mempertimbangkan biaya pengadaan termasuk penguatan

kemampuan, biaya berjalan untuk keuangan dan sistem informasi (MRV),

kompensasi untuk kehilangan pendapatan (biaya imbangan) dan nilai sewa (nilai

sewa adalah transfer dikurangi biaya) serta biaya implementasi dari pemilik,

pengelola dan pengguna lahan hutan. Seluruh bentuk biaya ini termasuk dalam

biaya transaksi, kecuali kompensasi dan nilai sewa.

Kesetaraan, mempertimbangkan berbagai skala yang berbeda (global,

nasional, subnasional), dan berbagai kelompok pemangku kepentingan

(stakeholders) berdasarkan pendapatan, sejumlah aset seperti lahan, etnis, jenis

kelamin, dan lain sebagainya. Dalam menilai kesetaraan, juga terdapat

perbedaan antara nilai sewa REDD+, transfer rata-rata dan biaya tindakan.

Perdebatan sekarang umumnya lebih menyoroti pembagian manfaat (transfer)

daripada masalah pendistribusian biaya. Kebanyakan program REDD+ tidak

membayar langsung kepada pemilik dan pengguna lahan hutan, tetapi akan

menimbulkan biaya atau kehilangan suatu peluang. Misalnya, sejumlah kebijakan

untuk menurunkan permintaan bahan bakar kayu akan menyebabkan hilangnya

pendapatan bagi produsen arang. Biaya semacam itu seharusnya juga ikut

dipertimbangkan.

Page 154: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Matriks Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Untuk Mewujudkan REDD+ di Papua Barat 7-34

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

Manfaat Tambahan. REDD+ bukan hanya berkaitan dengan perubahan

iklim. Tujuan lainnya yang dikenal sebagai manfaat tambahan (misalnya, manfaat

tambahan selain menurunnya perubahan iklim) juga merupakan hal yang

penting. Setidaknya ada empat macam manfaat tambahan yang dapat

dipertimbangkan. Pertama, konservasi hutan selain menyimpan karbon juga

menyediakan jasa lingkungan lainnya, seperti melindungi keanekaragaman

hayati. Kedua, sejumlah tindakan REDD+ (misalnya pembagian manfaat) dan

konservasi hutan akan mendatangkan keuntungan sosial ekonomi, seperti

menurunkan kemiskinan, meningkatkan mata pencarian dan mendorong

pembangunan ekonomi produktif masyarakat. Ketiga, berbagai tindakan REDD+

dapat menyebabkan terjadinya perubahan politik menuju tata kelola yang lebih

baik, mengurangi korupsi dan sikap lebih menghargai hak-hak dari kelompok

yang lemah. Keempat, berbagai tindakan REDD+ dan konservasi hutan dapat

meningkatkan kemampuan hutan dan masyarakatnya untuk beradaptasi dengan

perubahan iklim.

Page 155: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Penutup 8-1

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

PENUTUP

SRAP-REDD+ Papua Barat merupakan turunan dari Stranas REDD+

yang mefokuskan pada kegiatan bidang pembangunan berbasis lahan terutama

kegiatan pembangunan yang potensial menyebabkan degradasi dan deforestasi

serta potensial dalam meningkatan serapan cadangan karbon hutan dan lahan.

Sebagai suatu strategi aksi, maka diperlukan serangkaian kegiatan-kegiatan

strategi pra kondisi untuk menghasilkan berbagai kondisi pemungkin sehingga

aksi-aksi mitigasi dalam rangka mengurangi emisi GRK melalui penurunan

tingkat degradasi hutan dan lahan, pengurangan deforestasi serta peningkatan

nilai tutupan lahan dan hutan untuk meningkatkan cadangan karbon hutan dan

lahan. Untuk itu berbagai aksi mitigasi dan skenario yang ditawarkan dalam

dokumen ini masih memerlukan serangkaian kegiatan pra kondisi guna

menumbuhkan berbagai kondisi pemungkin agar aksi-aksi mitigasi tersebut

memberikan nilai efektifitas, efisiensi, kemerataan manfaat dan manfaat

tambahan yang diharapkan. Beberapa pra kondisi yang diperlukan untuk dapat

menciptakan kondisi pemungkin implementasi serangkaian aksi mitigasi REDD+

di Provinsi Papua Barat sebagai berikut :

1. Dukungan komitmen pemerintah daerah melalui penerbitan regulasi

terkait dengan kepastian kawasan dan pengakuan hak-hak masyarakat

adat atas sumberdaya alam serta perizinan investasi .

2. Perubahan pola pikir dan pola tindak dari pelaku pembangunan

diperlukan serta pemahaman bersama akan paradigma pembangunan

rendah karbon melalui strategi REDD+ untuk semua stakeholders baik

pada tingkat pimpinan, pelaksana, masyarakat dan pihak ketiga .

3. Koordinasi, sinkronisasi dan integrasi program kegiatan SKPD baik di

tingkat provinsi, Kabupaten/kota yang terbingkai dalam RTRWP dan

RTRWK merupakan kondisi pemungkin utama yang harus dibangun

Bab 8

Page 156: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Penutup 8-2

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

terlebih dahulu sebelum eksi-aksi mitigasi diimplementasikan disetiap

lokus dan lawas aksi mitigasi.

4. Kelembagaan pengelola, sumber pendanaan dan intrumen-intrumennya

terutama dalam MRV telah mantap dan telah terbangun baik ditingkat

Nasional maupun daerah.

5. Berdasarkan skenario aksi mitigasi REDD+ Papua Barat bila prakondisi

dan kondisi pemungkin tersebut di atas terbangun dengan baik, maka

target penurunan emisi tingkat provinsi hingga tahun 2020 sebesar

42,65%

6. Dengan demimikian maka provinsi Papua Barat melalui skenario terbaik

aksi mitigasi terimplementasikan secara optimal selama periode aksi

mampu menyumbang penurunan emisi 7,97% Persen dari target

nasional.

Page 157: STRATEGI DAN RENCANA AKSI PROVINSI PAPUA BARAT …gcftaskforce-database.org/assets/downloads/managed/indonesia/west... · Ringkasan Eksekutif i Strategi dan Rencana Aksi Provinsi

Daftar Pustaka DP-1

Strategi dan Rencana Aksi Provinsi Papua Barat Dalam Implementasi REDD+

DAFTAR PUSTAKA

Angelsen A (ed.). 2008. Moving ahead with REDD: Issues, options and Implications. Bogor: CIFOR.

Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat. Papua Barat Dalam Angka 2011. Manokwari: BPS Papua Barat.

Bernadinus Steni, ed. (2010), Beyond Carbon: Rights-based Safeguard Principles in Law, HuMa, Jakarta, Indonesia.

CIFOR.2008. Reducing Emission From Deforestation and Degradation in Indonesia (IFCA Consoludation Report). Bogor: CIFOR.

IPCC 2006. Guidelines for national greenhouse gas inventories – volume 4: Agriculture, land use and forestry (GL-AFOLU). http://www.ipcc-nggip.iges.or.jp/public/2006gl/vol4.html (10 Januari 2011).

MoE (Ministry of Environment). 2010. Indonesia Second National Communication

Under The United Nations Framework Convention On Climate Change. Jakarta.

Peraturan Presiden RI Nomor 61 Tahun 2011. Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Jakarta: Sekretariat Kabinet

Purbawiyatna.A, AgungPrasetyo.F, Purnomo.H. 2012. Studi Penyusunan

Panduan Penyiapan Unit Pengelolaan Hutan Alam Untuk Pembangunan Program REDD+. Jakarta: GIZ and Forclaim.

Putz FE, Zuidema PA, Pinard MA, Boot RGA, Sayer JA,Sheil D, Sist P, Elias,

Vanclay JK. Improved Tropical Forest Management for Carbon Retention. Perspective, PLoS Biology, preprint, doi:10.1371/journal.pbio.0060166

Satgas REDD+ Indonesia. 2012. Strategi Nasional REDD+. Jakarta.

UNFCCC (2011) Report on the conference of the parties on its sixteenth session, held in Cancun from 29 November to 10 December 2010. Addendum: Part two: Action taken by the conference of the parties at its sixteenth session. Available at: http://unfccc.int/resource/docs/2010/cop16/eng/07a01.pdf#page=2